27

Click here to load reader

Seni Musik Daerah Sasak

Embed Size (px)

Citation preview

Seni Musik Daerah Sasak : Gendang Beleg

Seni Musik Daerah Sasak : Gendang Beleg

Kesenian daerah sasak sering dikenal dengan istilah gendang beleq. kesenian ini biasanya dimankan oleh banyak orang dengan Irama tersentu. Biasanya kesenian ini sering di mainkan pada saat upacara perkawinan yaitu sering di sebut dengan nama Nyondol. Alat alat yahg digunakan untuk memainkan kesenian ini dapaat berupa gendang, Gong, seruling, dll.

Gendang beleq digunakan sebagai gendrang perang yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat kepada perajurit ke medan perang atau menyambut kedatangan para perajurit dari medan perang. Oleh karena itu digunakan gendang beleq yang menghasilkan suara yang besar, semerawut dan menggema sehingga dapat membangakitkan semangat para pejuang. Sehingga disebut gendang beleq.

Alat yang digunakan: Gendang: Berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya, terbuat dari kayu dan ditutup oleh kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Gendang ini dimainkan dengan cara ditepuk dengan dua telapak tangan pada kedua sisinya. Gendang ini dimainkan oleh dua orang sukaha dan gendang ini merupakan alat yang paling utama dalam permainan gendang beleq.

Terumpang: Berbentuk mangkuk besar yang salah satu sisinya ada terdapat bundaran kecil yang berupa benjolan. Terumpang terbuat dari kuningan dan dimainkan oleh satu orang sukaha dengan cara dipukul oleh kedua tangan.

Gong: Berbentuk bundaran yang ditengahnya terdapat sebuah bundaran lagi dan tepat di bundaran tersebut jika dipukul akan menghasilkan suara yag mendengung. Gong ini dibawa oleh dua orang yaitu satu sebagai pemukul dan yang satu sebagai pemikul karena gong ini lumayan berat. Didalam permainan gendang beleq terdapat dua gong sehingga personil gong berjumlah 4 orang. Gong terbuat dari kuningan.

Kenceng: Berbentuk seperti piringan kecil yang mempunyai pegangan. Kenceng ini terdiri dari dua pasang, masing-masing orang memegang sepasang. Sedang kenceng dimainkan oleh 14 orang sukahadan dimainkan dengan cara ditepuk.

Suling: Dibuat dari bambu dan diberi lubang agar menghasilkan bunyi yang merdu. Suling dimainkanoleh seorang sukaha dengan cara ditiup

Oncer: Berbentuk seperti gong tapi dimainkan oleh satu orang. Terbuat dari kuningan atau tembaga dan dimainkan dengan cara dipukul.

Pencek: Berbentuk seperti kenceng tetapi bentuknya kecil-kecil dan diletakkan pada sebuah papan yang digantung di leher. Jumlah pencek pada papan tersebut maksimal delapan buah dan dimainkan dengan cara ditepuk oleh seorang sukaha.

Lendang Nangkaadalah salah satu desa wisata potensial yang terletak di Pulau Lombok, tepatnya di kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Perpaduan antara wisata alam, sosial, religi, dan kultur menciptakan sebuah harmoni yang tidak terlupakan. So, Let's Join Us to Enjoy Lendang Nangka Village, The Harmony Of Lombok.GENDANG BELEQ, GENDERANG SEMANGAT LOMBOK

Comments Off

Gendang Beleq merupakan salah satu kesenian tradisional yang telah sangat lama berkembang dan dikenal dengan baik oleh masyarakat suku Sasak. Dalam perjalanannya, kesenian tradisional Gendang Bedeq telah mengalami pasang surut perkembangan. Bahkan, dengan perkembangan yang sangat pesat pada akhir-akhir ini, kesenian tradisional Gendang Beleq telah tumbuh kembali menjadi kesenian yang sangat populer pada seluruh lapisan masyarakat suku Sasak.

Kesenian Gendang Beleq telah hadir dengan fungsi sebagai pelengkap kebudayaan serta menjadi salah satu sarana pengungkap makna-makna luhur kebudayaan. Pada sisi lain, kesenian Gendang Beleq memiliki potensi yang sangat besar sebagai media pendidikan bagi masyarakat dan sebagi salah satu sumber devisa bagi negara yang dengan sendirinya dapat pula meningkatkan taraf hidup para seniman pendukungnya.

Nama kesenian Gendang Beleq diambil dari salah satu alat musik yang digunakan yaitu dua buah gendang berukuran besar dan panjang. Bentuk kesenian tradisional Gendang Beleq yang kita temukan dewasa ini merupakan perkembangan bentuk karena pengaruh kesenian Bali yaitu Tawaq-Tawaq. Perubahan bentuk kesenian ini pertama kali terjadi sekitar tahun 1800 M, ketika Anak Agung Gede Ngurang Karang Asem memerintah di gumi Sasak.

Sebelumnya, kesenian Gendang Beleq hanya terdiri atas sebuah Jidur (gendang besar yang berbentuk beduq), sebuah gong dan sebuah suling. Demikian besar pengaruh kebudayaan Bali pada waktu itu, sehingga peralatan kesenian ini berkembang sesuai dengan alat yang digunakan pada kesenian tawaq-tawaq. Akan tetapi, agar tidak meninggalkan nilai-nilai Islam, para seniman suku Sasak pada waktu itu tetap mempertahankan bentuk gendang besar yang menyerupai beduq yang digunakan di masjid. Selain itu, jumlah personil yang digunakan pun dibatasi pada jumlah 13 atau 17 orang pemain. Bilangan ini menunjukkan bilangan rakaat dalam shalat. Demikian pula dengan tata cara memainkan alat ini merupakan implementasi dari pelaksaan shalat berjamaah dan tuntunan hidup bermasyarakat dengan nilai-nilai keislaman.

Sebuah grup gendang beleq biasanya terdiri dari 15 17 orang yang biasanya semua laki laki. Gendang beleq sebenarnya merupakan salah satu instrumen yang ada pada tarian ini. Disebut gendang beleq karena salah satu musiknya adalah gendang beleq (gendang besar). Gendang beleq (gendang besar ) ini biasanya terbuat dari kulit sapi, besi tua dan kayu yang panjangnya bisa mencapai lebih dari satu meter dan disandang pada pundak dua pemain.

Pada umumnya gendang beleq (gendang besar) dicat hitam putih dengan pola kotak kotak. Di Lombok kedua warna itu memang mempunyai arti simbolis. Hitam adalah lambang keadilan sedangkan putih adalah lambang kesucian. Selain itu, hitam juga diibaratkan sebagai bumi dan putih diibaratkan sebagai langit yang keduanya merupakan kekuatan yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia.

Orkestra ini terdiri atas :

Dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki laki) dan gendang nine (perempuan) berfungsi sebagai pembawa dinamika.

Sebuah gendang kodeq (gendang kecil)

Duah buah reong yang terdiri dari reong mama dan reong nina berfungsi sebagai pembawa melodi

Sebuah prembak beleq berfungsi sebagai alat ritmis

Delapan buah prembak kodeq disebut juga copek, berfungsi sebagai alat ritmis

Sebuah petuk berfungsi sebagai alat ritmis

Sebuah gong besar berfungsi sebagai alat ritmis

Sebuah gong penyelak berfungsi sebagai alat ritmis

Sebuah gong oncer berfungsi sebagai alat ritmis

Dua buah bendera, merah atau kuning disebut lelontek.

Tari gendang beleq merupakan tari perang walaupun tidak ada unsur perkelahian maupun senjata dalam tarian ini. Namun, setiap gerakannya menggambarkan kemaskulinan (kejantanan). Awalnya, gendang beleq berfungsi sebagai pengiring para ksatria yang akan maju ke medan perang maupun menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang. Selain itu Gendang beleq ini dulu dimainkan apabila ada pesta pesta kerajaan. Disini digunakan payung agung. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan.

Dahulunya, gendang beleq adalah alat musik yang dianggap mempunyai tuah. Oleh karena itu, ada kepercayaan setempat yang mengatakan bahwa harus diadakan andang andang ( sesajen) yang harus diberikan sebelum alat ini dimainkan. Sesajen ini biasanya beupa ayam kampung, beras, daun sirih dan masih banyak lagi.

Gendang beleq dapat dimainkan dengan berjalan atau duduk. Komposisi berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan. Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek dan lelontek. Gerakan gerakan dalam tarian ini pun sangat variatif tergantung penggunaannya. Tarian ini biasanya diciptakan sendiri oleh para pemainnya. Gerakan gerakan akan berbeda setiap fungsi. Misalkan gerakan untuk penyambutan, gerakan untuk pertunjukan dan lomba lomba antar kelompok maupun gerakan untuk meniringi arak arakan acara pernikahan (nyongkolan).

Karena sifatnya yang atraktif, gendang beleq seringkali diadakan untuk mengiringi arak arakan pengantin (nyongkolan) atau khitanan dan juga untuk menyambut tamu penting.

Grup musik gendang beleq yang ada di lendang nangka antara lain : Trune Jaye (H. Lalu Indra Purnawadi. CP : 081997944250)

Bentuk dan Fungsi Musik Tradisional (Gendang Beleq)

Gendang Beleq Gendang beleq adalah musik tradisional suku Sasak yaitu suku yang berada di pulau Lombok NTB (Nusa Tenggara Barat) Gendang beleq digunakan sebagai gendrang perang yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat kepada perajurit ke medan perang atau menyambut kedatangan para perajurit dari medan perang. Oleh karena itu digunakan gendang beleq yang menghasilkan suara yang besar, semerawut dan menggema sehingga dapat membangakitkan semangat para pejuang. Sehingga disebut gendang beleqDahulunya, gendang beleq adalah alat musik yang dianggap mempunyai tuah. Oleh karena itu, ada kepercayaan setempat yang mengatakan bahwa harus diadakan andang andang ( sesajen) yang harus diberikan sebelum alat ini dimainkan. Sesajen ini biasanya beupa ayam kampung, beras, daun sirih dan masih banyak lagi.

Bagian-bagian dari gendang beleq antara lain : rampeng yaitu penampang gendang yang terbuat dari kulit sapi Batang yaitu badan gendang yang dibuat dari kayu tap Jangat, yaitu tali yang bahannya dari kulit Wangkis, yaitu tali penguat yang melingkari rampeng terbuat dari kulit Sedangkan yang membungkus kawat disebut pengulung. Ukuran gendang beleq tidak ada yang standar namun tingginya rata-rata lebih dari 90 cm. Garis tengah rempeng yang kecil + 34 cm dan yang besar 41 cm. jika dipukul (tabuh) akan berbunyi dang..dangatau dung..dung. Bunyi dang..dang itulah nampaknya yang diabadikan untuk menamainya Gendang Beleq, Beleq dalam bahasa Lombok yang artinya besar. Dengan demikian gendang beleq berarti gendang besar, lebih besar ukurannya dari gendang yang dipakai di Lombok dan daerah lain umumnya.

Adapun instrumen musik Gendang Belekyaitu :Dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki laki) dan gendang nine (perempuan) berfungsi sebagai pembawa dinamika.

Sebuah gendang kodeq (gendang kecil)Duah buah reong yang terdiri dari reong mama dan reong nina berfungsi sebagai pembawa melodiSebuah prembak beleq berfungsi sebagai alat ritmisDelapan buah prembak kodeq disebut juga copek, berfungsi sebagai alat ritmisSebuah petuk berfungsi sebagai alat ritmisSebuah gong besar berfungsi sebagai alat ritmisSebuah gong penyelak berfungsi sebagai alat ritmisSebuah gong oncer berfungsi sebagai alat ritmisDua buah bendera, merah atau kuning disebut lelontek Tentang kesenian ini masyarakat Lombok ada yang menyebut musik gendang beleq dan ada yang menyebut tari gendang beleq, hal ini dikarenakan sang penabuh menari sambil membunyikan gendang beleq. Kedua pandangan di atas ada benarnya, karena musik dan tari terekspresi melalui bunyi dan gerak dalam pertunjukan gedang beleq. Akan tetapi pada beberapa grup gendang beleq saat ini, penari dan penabuh gendang beleq dimainkan oleh orang yang berbeda. Gerakan gerakan dalam tarian ini pun sangat variatif tergantung penggunaannya. Tarian ini biasanya diciptakan sendiri oleh para pemainnya. Gerakan gerakan akan berbeda setiap fungsi. Misalkan gerakan untuk penyambutan, gerakan untuk pertunjukan dan lomba lomba antar kelompok maupun gerakan untuk meniringi arak arakan acara pernikahan. Tari Gendang Beleq di Kabupaten Lombok Timur terdapat di semua Kecamatan Lombok Timur.Konon, Gendang Beleq tak boleh disentuh oleh musuh. Masih menurut Jayadi, para pemain gendang belek juga memiliki strata sosial yang baik di dalam masyarakat.di kutip dari berbagai blog http://lomboktimurkab.go.id/index.php?pilih=hal&id=22 http://lendangnangkatour.blogspot.com/2010/08/gendang-beleq-genderang-semangat-lombok.html http://wirangpatut.blogspot.com/2007/06/kearifan-nilai-budaya-pada-gendang.html http://sevenremen-gallery.blogspot.com/2012/09/gendang-beleq-lombok-ntb.html http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-65515-Alat%20Musik%20Tradisional-Gendang%20Perang.html www.kompas.co.idasak adalah nama suku yang mendiami pulau Lombok, pulau yang ketika zaman Belanda bernama Sunda Kecil. Suku ini mempunyai tradisi kebudayaan berupa kesenian gendang beleq. Tentang kesenian ini masyarakat Lombok ada yang menyebut musik gendang beleq dan ada yang menyebut tari gendang beleq, hal ini dikarenakan sang penabuh menari sambil membunyikan gendang beleq. Kedua pandangan di atas ada benarnya, karena musik dan tari terekspresi melalui bunyi dan gerak dalam pertunjukan gedang beleq. Akan tetapi pada beberapa grup gendang beleq saat ini, penari dan penabuh gendang beleq dimainkan oleh orang yang berbeda. Gendang beleq merupakan sebuah alat musik tabuh berbentuk bulat panjang, terbuat dari pohon meranti yang dilubangi tengahnya, dengan kedua sisinya berlapis kulit kambing, sapi atau kerbau, dan jika dipukul (tabuh) akan berbunyi dang..dangatau dung..dung. Bunyi dang..dang itulah nampaknya yang diabadikan untuk menamainya. Adapun awalan genhanyalah pelengkap untuk memudahkan penyebutan. Kata beleq dalam bahasa Sasak berarti besar. Dengan demikian gendang beleq berarti gendang besar, lebih besar ukurannya dari gendang yang dipakai di Lombok dan daerah lain umumnya. Menurut Mamiq Hidayat, salah satu pemerhati kesenian Sasak, dinamai gendang beleq karena ;Selain bentuknya yang besar, serta suara yang paling keras, gendang dalam pertunjukannya menempati posisi paling depan sendiri, bahkan zaman dulu yang berdiri hanya gendang dan beberapa penari saja, alat musik yang lain dimainkan sambil duduk(Wawancara, Maret 2009). Musik gendang beleq dilengkapi juga dengan gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Saat dimainkan sekilas akan terdengar tidak teratur bunyinya, dan ramai. Kesan pertama kali mendengar, irama, ritme dan suara serulingnya nampak seperti pada musik Bali. Sejarah mencatat bahwa Lombok pernah dikuasai oleh Kerajaan Bali yaitu Klungkung (abad 17) dan Karangasem (abad 18) dalam rentang waktu sangat lama (Suhartono, 1970). Pada Abad 17, Lombok menjadi perebutan antar Raja Bali Karangasem dan Makasar dari Sumbawa. Pada permulaan abad 17, orang Bali dari Karangasem menyeberang Selat Lombok dan mendirikan beberapa perkampungan serta membangun kontrol politik diwilayah Lombok Barat . pada saat yang sama, orang-orang Makasar dari Sumbawa menyeberang Selat Alas dan membangun kontrol politik di wilayah Lombok Timur (Kraan, 1980 : 2). Latar belakang sejarah kolonialisasi Bali yang cukup panjang, tampaknya juga berbekas pada musik gendang beleq ini. Setyaningsih (2009) dalam tesisnya menulis bahwa tradisi sasak seperti merariq, gedang beleq, dan perisean merupakan pengaruh dari Kerajaan Bali.Musik gendang beleq konon pada zaman dahulu digunakan sebagai musik perang, yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat para ksatria dan prajurit kerajaan Lombok yang pergi atau pulang dari medan perang. Musik gendang beleq difungsikan juga sebagai pengiring upacara adat seperti merarik (pernikahan), ngurisang (potong rambut bayi), ngitanang atau potong loloq (khitanan), juga begawe beleq (upacara besar). Gendang beleq dipertunjukkan juga untuk hiburan semata seperti festival, acara ulang tahun kota, dan ulang tahun provinsi. Para penonton biasanya akan berdiri menunggu di pinggir jalan, ikut-ikutan menari, atau hanya sekedar bersorak gembira.

Musik gendang beleq dimainkan oleh dua orang pemain yang disebut sekaha. Pada zaman dahulu sekaha berasal dari masyarakat yang dipilih oleh sekaha senior. Saat ini sekaha direkrut dengan cara mengundang siapa saja yang ingin berlatih menjadi sekaha (biasanya di rumah pemimpin sekaha yang sudah ada), dari mulai anak muda sampai orangtua. Para sekaha ini kebanyakan adalah keturunan, artinya mereka saat ini menjadi sekaha karena dahulunya bapak atau kakeknya adalah sekaha juga.

Satu hal yang menjadi keluhan para pelestari gendang beleq saat ini adalah sulitnya mencari sekaha, bukan memainkannya. Anak-anak muda Lombok sekarang, lebih banyak suka naik motor kebut-kebutan, nongkrong di jalan atau gang, menghabiskan waktunya di depan televisi menonton sinetron atau acara musik populer yang memang menjamur saat ini, bergaya pakai handphone atau mode baju atau kaos daripada diajak belajar musik gendang beleq.

Musik gendang beleq dikelola sendiri oleh masyarakat secara mandiri, biasanya mereka mendirikan komunitas-komunitas budaya di beberapa kampung Lombok. Masyarakat membiayai aktifitas mereka dari hasil manggung seperti untuk festival budaya, ulang tahun kota, penggembira kampanye salah satu partai tertentu, dan yang paling sering untuk mengiringi upacara adat merarik. Ini berbeda dengan zaman dahulu dimana gendang beleq masih banyak terdapat di kampung-kampung Lombok.Musik gedang beleq sejak dahulu dipertunjukan dengan cara tradisional. Semua sekaha dalam pertunjukan gendang beleq harus memakai pakaian adat Sasak lengkap dengan atributnya. Namun sekarang karena pengaruh zaman modern, baju dan celana sekaha berbeda-beda warna antar kelompok gendang beleq, bahkan sesuai dengan pesanan sponsor. Namun demikian, yang tidak boleh ditingalkan dan harus dipakai serta bercorak batik adalah sapo (ikat kepala), dodot (ikat pinggang), dan bebet (kain yang melapisi pinggang seperti pada pakaian Melayu Minangkabau). Kedua atribut ini diangggap penting, karena dianggap satu-satunya identitas yang membedakan dengan musik modern.Beberapa kelompok gendang beleq saat ini membuat seragam sendiri, dengan bordir atau sablon tulisan nama kelompok di belakang seragam. Melihat kondisi ini, masyarakat tertentu (baca : orangtua Sasak) memandang perilaku ini negatif. Mereka menganggap kelompok gendang beleq seperti ini tidak melestarikan budaya dengan utuh, karena tidak memakai seragam adat. Cemoohan juga sering ditujukan pada sekaha yang berusia muda, dimana ketika pertunjukan gendang beleq mereka memakai sapo, dodot, bebet sembarangan, memakai anting-anting atau hanya sekedar memakai kaos. Berikut mengenal alat-alat yang terdapat dalam musik gendang beleq :1. Gendang beleq, terbuat dari pohon meranti besar gelondongan yang dipotong, berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya berdiameter kurang lebih 50 centimeter dan panjang 1,5 meter, lubang kayu ditutup dengan kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Di ujung kanan kiri gendang dipasang pengait untuk memasang tali atau selendang agar dapat diselampirkan (digantungkan) di leher atau bahu. Bentuknya yang besar, panjang dan berat, terlihat tidak menyulitkan pemain untuk memukulnya. 2. Terumpang, alat ini berbentuk seperti wajan besar yang tengahnya terdapat bundaran kecil yang berupa benjolan. Terumpang terbuat dari kuningan, dalam gendang beleq terdapat dua buah terumpang. 3. Gong, hampir sama dengan terumpang hanya ukurannya lebih besar, terbuat dari kuningan atau tembaga, jika dipukul akan menghasilkan suara yang mendengung.4. Kenceng (dibaca seperti kata kelereng), terbuat dari kuningan juga, berbentuk seperti piring dengan tengah luarnya diberi tonjolan dan tali untuk pegangan. Kenceng ini terdiri dari dua pasang, masing-masing orang memegang sepasang. Bunyi dan irama kenceng inilah yang membuat musik gendang beleq terdengar sama dengan musik Bali.5. Suling atau seruling, dibuat dari bambu dengan lubang-lubang kecil di tubuh bambu untuk menghasilkan bunyi merdu. Terdapat dua model seruling yang di pakai dalam gendang beleq, yang panjangya kurang lebih 50 centimeter dan 30 centimeter.6. Oncer atau petuk, berbentuk seperti gong tetapi ukurannya lebih kecil dari terumpang, terbuat dari kuningan atau tembaga.7. Pencek, berbentuk seperti kenceng tetapi bentuknya kecil-kecil dan diletakkan pada sebuah papan kayu yang digantung di leher. 8. Alat penabuh dan pemukul, alat tabuh gendang berupa kayu pohon kelapa sepanjang 50 centimeter dengan ujungnya dibalut kain, dirajut benang dan dilapisi lem agar kuat (bentuk mondol). Alat pemukul sama dengan penabuh hanya balutan kain agak kecil dan tipis.Pemain gendang beleq dalam bahasa Sasaknya disebut Sekaha. Jenis kelamin semua sekaha adalah laki-laki, dari mulai anak kecil umur 7 tahun sampai orangtua umur 60 tahun. Menurut keterangan beberapa sekaha, sejak dulu pemain gendang beleq pasti laki-laki, karena berat menggendongnya. Biasanya perempuan hanya sebagai penari tambahan saja. Dalam satu rombongan musik gendang beleq terdapat kurang lebih 17 sekaha, terkadang 20 atau lebih, dengan sekaha cadangan untuk penabuh gendang atau peniup seruling. Ada juga rombongan gendang beleq yang dilengkapi dengan kelompok penari khusus, sehingga terlihat banyak sekali personelnya. Lebih jelas uraiannya di bawah ini :Empat sekaha penabuh gendang beleq, biasanya dipilih sekaha yang berbadan besar karena dianggap kuat, namun tidak sedikit ditemukan penabuh gendang yang berbadan kurus. Enam sekaha pemukul kenceng, setiap sekaha memainkan sepasang kenceng. Kenceng dimainkan dengan cara ditepuk, seperti menangkupkan dua piring secara bersamaan. Satu sekaha untuk peniup suling atau seruling dengan satu peniup cadangan. Dua sekahan pemukul oncer atau petuk, dengan cadangan satu sekaha. Dari semua alat musik petuk mudah untuk dipukul, karena iramanya monoton. Saat pertama kali menyaksikan pertunjukan gendang beleq, cara memainkan musik ini terlihat begitu rumit dan harus hati-hati. Jika dicermati, secara umum memainkan musik gendang beleq terbagi dalam tiga proses, yaitu :Proses ini dimulai dengan menyiapkan mengecek alat dan sekaha, apakah sudah lengkap atau belum. Jika belum lengkap alatnya harus dicari, dan jika sekaha nya tidak hadir akan dicari penggantinya. Jika sudah lengkap semua, akan diteruskan pada proses selanjutnya.Proses latihan merupakan proses yang paling vital sebelum memulai permainan, karena proses ini bertujuan untuk melihat apakah para sekaha sudah siap semua, konsentrasi dan semangat, juga untuk mengecek apakah alat-alatnya bisa dipergunakan dengan baik, jika belum maka akan diperbaiki terlebih dulu. Apabila dalam proses latihan ini tidak bagus, maka umumnya itu akan berdampak pada pertunjukannya. Namun karena para sekaha itu sudah terbiasa memainkan, maka kesalahan itu dapat teratasi dengan cepat, yang sulit adalah jika sekaha yang mahir berhalangan dan diganti dengan sekaha baru, proses latihan ini akan mensiasitanya. Jika sudah dirasa memadai beranjak pada proses selanjutnya.Alat yang pertama dibunyikan adalah gendang beleq. Biasanya sekaha akan menabuh dua kali kanan dan satu kali kiri dengan pukulan berirama. Itu sebagai tanda untuk alat selanjutnya siap menyambut, dan akan disambut oleh kenceng dengan tepukan berirama langsung menghentak. Seterusnya diikuti oleh petuk, seruling dan lainya, semenjak itu seruling tidak pernah berhenti berbunyi.Jika dilihat dari alunan musiknya yang ramai, cara memainkan gendang beleq cukup perlu konsentrasi yang tinggi. Musik gendang beleq dimulai berdasar komando dari penabuh gendangnya, ibarat sebuah orchestra, penabuh gendang adalah konduktornya. Walaupun dalam permainannya didominasi oleh suara terumpang, seruling dan kenceng, namun karena bunyinya paling keras, musik ini tetap dikomando oleh suara gendang. Umumnya irama musik yang dimainkan adalah lagu-lagu Sasak, namun sekarang sering terdengar irama dangdut dan Melayu ikut mewarnai. Nilai adalah imajinasi orang atau komunitas terhadap perilaku atau lingkungan yang dialaminya (Anderson, 2002). Gendang beleq dalam bayangan manusia Sasak memiliki makna yang luhur. Musik gendang beleq memiliki beberapa makna, antara lain : Nilai filosofis. Melestarikan gendang beleq dimaknai manusia Sasak sebagai menata dan memelihara diri sendiri, karena di dalam musik gendang beleq terkandung keindahan, ketelitian, ketekunan, kesabaran, kebijakan dan kepahlawanan. Berdasar penilaian ini, musik gendang beleq bagi orang Sasak dianggap sakral. Musik ini tidak mungkin ada tanpa nilai-nilai filosofis tersebut difahami terlebih dahulu oleh nenek moyang Sasak. Mereka mentradisikannya agar difahami oleh keturunan mereka dan dipelajari muatannya. Nilai psikologis. Keterikatan akan satu imajinasi yang sama, yaitu sama-sama manusia Sasak yang memiliki berbagai kesamaan, seperti nenek moyang, geografis, budaya bahkan mungkin agama. Orang Lombok yang lama kuliah di Jogjakarta selalu membicarakan gendang beleq dan berbagai budaya mereka jika bertemu, bahkan sambil makan plecing (sayur khas Lombok). Di asrama mahasiswa Lombok di Condong Catur, Jogjakarta, juga terdapat alat-alat gendang beleq. Realitas ini tentu saja bertujuan untuk terus menyambung imajinasi Sasak sebagai manusia yang terikat secara psikologis dengan tanah leluhurnya. Nilai sosiologis. Seni musik gendang beleq dapat menjadi ajang untuk interaksi sosial yang terbuka tanpa sekat status sosial, pendidikan, atau keturunan. Mengenal dan mencari jodoh bagi muda-mudi, tidak sedikit mereka akhirnya menikah setelah berkenalan ketika bersama menonton gendang beleq. Pertemanan dan kekerabatan baru, sering terjadi jika ada pertunjukan gendang beleq. Bagi masyarakat yang apabila dalam perkawinan anaknya dimeriahkan oleh gendang beleq, pertunjukan ini akan menaikkan status sosial mereka di masyarakat (semakin naik statusnya jika pengiring kelompok gendang beleq lebih dari satu). Bagi golongan bangsawan Sasak (Lalu, Baiq, Raden atau Dende), gendang Beleq menjadi penanda (baca; identitas) penting dirinya dimata orang Sasak yang lain (kecuali bangsawan yang beragama Islam dan menganggap gendang beleq negatif). Nilai ekonomis. Gendang beleq dapat menjadi profesi yang menghasilkan, walaupun hasilnya tidak banyak, namun ketika sulit mendapatkan pekerjaan serta banyak pengangguran, ikut rombongan gendang beleq dapat menjadi alternatif untuk dapat uang walaupun hanya sekedar untuk rokok dan makan. Musik gendang beleq masih sering dipertunjukkan di Lombok hingga saat ini, bahkan tahun 2008 lalu atas sponsor rokok, di Lombok telah diselenggarakan festival gendang beleq sepulau Lombok. Peristiwa seperti ini tentulah sangat menggembirakan dan perlu terus digalakkan, agar keberadaan musik tradisional gedang beleq dapat terus terjaga. Pemerintah, pihak swasta dan pelaku budaya Sasak diharapkan dapat bergandengan tangan untuk terus mentradisikan musik ini, agar tetap diminati oleh masyarakat Lombok dan tidak kalah dengan musik modern. Dan semoga tidak hanya sekedar mementaskan saja, tetapi tentu saja dengan tetap berusaha menjaga kesakralannya, dari pada hanya sekedar hiburan semata. (DITULIS OLEH YUSUF EFENDI DAN DISADUR KEMBALI OLEH TIM DISPEN LANTAMAL VII)Merariq dan Nyongkolan, Tradisi Menikah Suku Sasak Yang Unik

BeritaHistory Art CultureArsip BeritaVolume #423 Maret 2014

Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu obyek wisata terkenal berkelas dunia. Tidak hanya kaya dengan obyek wisata alam yang masih perawan, pulau Lombok juga memiliki tradisi dan budaya yang unik. Salah satunya, yakni Merariq dan Nyongkolan, tradisi menikah Suku Sasak, penduduk asli pulau Lombok. Meskipun zaman sudah modern, Suku Sasak masih mempertahankan tradisi yang unik ini.

Merariq berarti Kawin Lari. Berasal dari bahasa Sasak, yaitu Me artinya Ayo atau Silahkan, dan Rari artinya Berlari, sehingga diterjemahkan Ayo Berlari. Kawin Lari bukan diartikan menikah sambil lari. Tapi prosesi pernikahan suku Sasak yang kental dengan aturan-aturan adat istiadat. Dimana, calon mempelai laki-laki diperbolehkan menculik atau membawa lari gadis yang ingin dinikahi.

Seorang laki-laki yang melarikan gadis yang akan dinikahi dianggap lebih ksatria dan terhormat daripada meminta gadis itu kepada orang tuanya. Apalagi dilakukan kaum bangsawan suku Sasak, disebut Lalu dan Raden. Alasannya, jika sudah melarikan anak gadis orang, maka laki-laki tersebut sudah merasa bisa bertanggungjawab atas ajakannya. Bermakna juga, sang calon suami sudah siap mempertaruhkan nyawanya demi sang calon istri.

Melarikan anak gadis juga sebagai bentuk penghormatan kepada kaum perempuaan. Di mana, perempuan tidak bisa disamakan dengan benda atau barang yang bisa ditawar dan diminta begitu saja, tapi harus didapat dengan penuh pengorbanan dan perjuangan. Melarikan anak gadis juga tidak boleh sembarangan, tapi harus mematuhi aturan dan adat istiadat setempat. Jika tidak, maka akan dikenakan sanksi atau denda sesuai adat istiadat yang berlaku.

Tahapan prosesi Merariq, berawal dari salah seorang Terune (pemuda) menculik seorang Dedare (gadis) ditemani beberapa orang yang nantinya akan menjadi saksi. Terune tidak boleh membawa Dedare ke rumahnya sendiri, tetapi dititip di rumah teman kerabatnya atau keluarga lain. Terune tersebut wajib melaporkan penculikannya itu ke keluarganya, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat di kampungnya.

Orang tua yang merasa anak gadisnya tidak pulang hingga 24 jam, maka sudah mengetahui bahwa anaknya akan Merariq. Selanjutnya melaporkan ke Keliang (kepala lingkungan) dan beberapa tokoh di kampungya. Proses ini disebut Mesejati. Setelah 2-3 hari, maka pihak laki-laki akan mengirim orang untuk mengabarkan ke orang tua gadis untuk membicarakan proses selanjutnya. Proses ini disebut Nyelabar. Biasanya yang diutus adalah Kliang, tokoh adat dan lainnya.

Dalam proses Nyelabar, orang tua laki-laki tidak boleh ikut. Disinilah terjadi saling tawar menawar, yakni pihak calon suami harus Nyerah (membayar ganti rugi) ke pihak calon istri, sebagai bentuk pertangungjawaban telah melarikan anak gadisnya. Jika orang tua gadis setuju, maka tidak menjadi masalah. Tapi, jika orang tua gadis tidak setuju dan calon pengantin laki-laki ngotot, maka orang tua gadis menetapkan mahar yang tinggi untuk merestui anaknya. Ini sebagai ikatan agar anaknya diperlakukan secara baik.

Setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak, barulah diadakan Sorong Serah atau Aji Krama. Di mana, perwakilan dari kedua pihak bertemu langsung membahas beberapa masalah, seperti menentukan hari baik pernikahan, proses akad nikah,Nyongkolan dan sebagainya. Barulah kemudian dilakukan akad nikah sesuai dengan kesepakatan. Setelah dilakukan akad nikah, prosesi Merariq selanjutnya, Nyongkolan.

Prosesi Adat Nyongkolan

Nyongkolan berasal dari kata Songkol atau Sondol yang berarti mendorong dari belakang atau menggiring. Waktunya ditentukan kedua belah pihak. Prosesi Nyongkolan disempurnakan dengan Begawe (syukuran). Disinilah letak kemeriahan Merariq yang digelar 2-3 hari sebelum hari H Nyongkolan. Orang tua laki-laki sebagai Epen Gawe (tuan rumah) biasanya memasak nasi, lauk dan jajan dalam jumlah banyak dengan melibatkan seluruh warga di kampungnya.

Epen Gawe biasanya menyewa kesenian tradisional untuk menghibur para tamu yang bekerja saat Begawe tersebut. Dalam Begawe yang paling identik adalah memasak makanan tradisional khas Suku Sasak, yakni Ares (jantung pisang) yang dibuat menjadi lauk. Selain Ares dibuat juga beberapa kuliner lain, seperti Ebatan (urap sayur dicampur daging sapi cincang) dan lainnya. Pada hari H, dilakukanlah Nyongkolan.

Nyongkolan merupakan tradisi adat dimana pasangan pengantin memakai pakaian adat. Pengantin diarak sekelompok pemuda pemudi dan keluarga kedua belah pihak dengan berpakaian adat suku Sasak. Mereka berjalan kaki menuju rumah keluarga mempelai wanita sambil diiringi musik tradisional Lombok, yaitu Gendang Beleq atau kesenian lainnya yang berasal dari pulau Lombok. Nyongkolan inilah yang paling banyak ditungu-tunggu masyarakat Suku Sasak.

Sesampai di kediaman keluarga pengantin perempuan, pasangan pengantin akan melakukan sungkeman untuk meminta doa restu kepada pihak keluarga. Prosesi ini juga sebagai tanda bahwa pihak keluarga sudah merestui untuk melepas anak gadis mereka dan dibawa suaminya. Setelah Nyongkolan, prosesi terakhir Merariq, adalah Nyombeatau Bejango.

Nyombe ini hampir sama dengan Nyongkolan. Bedanya, Nyombe ini hanya keluarga pengantin laki yang boleh ikut untuk bersilaturahmi ke keluarga pengantin perempuan. Selain itu, tidak diiringi musik tradisional. Dalam prosesi Nyombe ini, keluarga pengantin laki membawa kue, ketupat, bantal dan lainnya.