1
IRANA SHALINDRA D UNIA tengah me- natap masa depan dengan sumber daya paling dasar, yakni bahan pangan, energi, dan air, yang semakin lang- ka. Chief Executive Officer of Unilever Paul Polman me- nyebut era saat ini sebagai the end of the age of abundance atau berakhirnya masa keber- limpahan. Dengan mengutip estimasi Asosiasi Energi Internasional (IEA), Paul menyatakan pada- hal 2030 dunia akan memerlu- kan 50% lebih banyak energi daripada yang bisa diproduksi sekarang ini. Demikian pula dengan pangan. “Kita perlu berpikir apa dampaknya terhadap penye- diaan pangan, air, sanitasi, dan bahan-bahan higienis di kota-kota besar seperti Kol- kata, Istanbul, dan Jakarta. Unilever ingin menjadi bagian dari solusinya,” paparnya. Karena itulah, menurut Paul, Unilever memiliki strategi un- tuk menumbuhkan bisnis dua kali lipat tanpa meningkatkan dampak terhadap sumber daya di bumi. Saat ini, nilai bisnis Unilever mencapai 40 miliar euro (sekitar Rp356 triliun). Strategi tersebut dituangkan dalam Unilever Sustainable Living Plan yang telah dilun- curkan pada akhir 2010. Ia mengatakan hal pertama yang tengah dilakukan per- usahaan ialah mendorong jutaan orang untuk memiliki kebiasaan yang meningkatkan kesehatan mereka. “Sebagai contoh kami memi- liki produk alat penjernih air yang dapat membunuh semua virus berbahaya, bakteri, dan menghilangkan parasit serta kotoran pestisida untuk me- nyediakan air yang aman,” ujar Paul saat memberikan kuliah umum dengan tema Doing business differently-grow- ing sustainably in a resources- constrained world, di Kampus Universitas Indonesia, Depok, beberapa waktu lalu. Bukan hanya itu, produk tersebut mampu menyediakan air layak minum dengan biaya lima kali lebih kecil ketimbang konsumen membeli air mi- neral kemasan. Pria kelahiran Belanda itu mengungkapkan fokus kedua Unilever ialah berkaitan de- ngan lingkungan. Inovasi per- usahaan telah menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan seperti salah satu produk pengharum pakai- an yang hanya memerlukan sedikit air. “Dengan sedikit air saja bisa langsung wangi pakaian tersebut,” ujar Paul. Di sisi internal perusahaan, Unilever terus meningkatkan produksi ramah lingkungan yang sekaligus mendorong efisiensi. Sepanjang periode 2006-2010, perusahaan berha- sil memangkas biaya hingga US$300 juta (sekitar Rp2,6 triliun) Selain lingkungan, unsur sosial dan ekonomi pun men jadi perhatian Unilever. Perusahaan terus mengem- bangkan nilai-nilai bersama yang mencerminkan ke- mampuan perusahaan, se- iring dengan pengembangan perusahaan. Paul mencontohkan produk yang baik yang dimiliki Uni- lever menjadi kekuatan nilai untuk memenangi persaingan bisnis. Dalam hal ini, perusa- haan harus juga memperhati- kan manfaat produk-produk yang dihasilkan. Di tangan konsumen Fokus jangka panjang Uni- lever ialah selalu memberikan produk-produk yang terbaik bagi konsumen. Menurut Paul, konsumen ialah yang paling berhak dalam menentukan produk apa yang ingin mereka gunakan. “Jika konsumen merasa aman dalam penggunaan produk tersebut, ia pun akan terus menggunakan produk yang bersangkutan,” tutur penggemar balap mobil itu. Tiga puluh dua tahun berkiprah di industri barang- barang konsumer membuat Paul mengerti benar bahwa kekuasaan berada di tangan konsumen. Di era komunikasi dan media digital seperti saat ini, kekuasaan konsumen se- makin kuat. Dengan mudah, cepat, dan murah, orang bisa mendapat- kan informasi tentang berba- gai produk dan membanding- bandingkannya kemudian menentukan pilihan. “Konsumen memiliki kebe- basan untuk memilih produk- produk itu,” ujar ayah tiga anak itu. Keadaan yang sama, menu- rut Paul, juga terjadi di Indo- nesia. Dengan posisi Indonesia sebagai pengguna jejaring sosial yang tergolong terbesar di dunia, masyarakat bahkan lebih peka terhadap infor- masi. Pergeseran ekonomi Strategi Unilever tidak seka- dar memperhatikan tren ke- langkaan sumber daya alam dan kekuatan konsumen. Dalam kuliah umumnya, Paul menyatakan saat ini ada pergeseran kekuatan ekonomi yang sedang mengarah ke timur dan selatan. China, In- dia, Rusia, dan Brasil muncul sebagai kekuatan baru. Indo- nesia pun bakal menunjukkan peranan yang jauh lebih besar dalam percaturan ekonomi global. “Tentu saja tren ini mem- buat pusat gravitasi bisnis Unilever pun akan meng- geser target ke arah timur dan selatan. Indonesia bakal cepat mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru ini,” ungkap Paul. Ia memproyeksikan pada 2020 sebanyak 70% dari to- tal penjualan Unilever akan berada di luar Eropa dan Amerika Utara. Paul menyatakan Uni- lever sangat berminat terus mengembangkan bisnis di Indonesia. Hal itu disorong pertumbuhan ekonomi, situasi moneter, dan situasi skal In- donesia relatif baik. Ia optimistis Indonesia akan terus menjadi mesin pertum- buhan, meskipun saat ini kondisi ekonomi dunia relatif sedang lesu. Namun, Paul mengingatkan infrastruktur ialah salah satu sektor yang harus diperhatikan pemerin- tah jika ingin meningkatkan dan mempertahankan investa- si di Indonesia. (*/E-1) [email protected] Lipat Gandakan Bisnis Kurangi Beban Bumi Unilever pun akan menggeser target ke arah timur dan selatan. Indonesia bakal cepat mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru ini.” C EO TALKS 16 SENIN, 31 OKTOBER 2011 BIODATA Nama Paul Polman Lahir Enschede, Belanda, 11 Juli 1956 Pendidikan 2009 Doktor honoris causa dari Universitas Cincinnati, Amerika Serikat (AS) 2000 Doktor honoris causa dari Universitas Northumbria, Inggris 1979 MA bidang ekonomi dan MBA bidang pemasaran internasional dan keuangan, Universitas Cincinnati, AS 1977 BA dari Universitas Groningen, Belanda Karier 1 Januari 2009-sekarang Chief Executive Officer of Unilever 2006-2009 Chief of Financial Officer and Chief of Region America of Nestle 2001-2006 Group President of Europe of Procter & Gamble (P&G) 1998-2001 President of Global Fabric Care of P&G 1995-1998 Managing Director of P&G 1979 Bergabung dengan P&G sebagai cost analyst REUTERS/ENNY NURAHENI

SENIN, 31 OKTOBER 2011 Lipat Gandakan Bisnis Kurangi … · penggemar balap mobil itu. Tiga puluh dua tahun berkiprah di industri barang-barang konsumer membuat Paul mengerti benar

  • Upload
    leliem

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

IRANA SHALINDRA

DUNIA tengah me-natap masa depan dengan sumber daya paling dasar,

yakni bahan pangan, energi, dan air, yang semakin lang-ka.

Chief Executive Officer of Unilever Paul Polman me-nyebut era saat ini sebagai the end of the age of abundance atau berakhirnya masa keber-limpahan.

Dengan mengutip estimasi Asosiasi Energi Internasional (IEA), Paul menyatakan pada-hal 2030 dunia akan memerlu-kan 50% lebih banyak energi daripada yang bisa diproduksi sekarang ini. Demikian pula dengan pangan.

“Kita perlu berpikir apa dampaknya terhadap penye-diaan pangan, air, sanitasi, dan bahan-bahan higienis di kota-kota besar seperti Kol-kata, Istanbul, dan Jakarta. Unilever ingin menjadi bagian dari solusinya,” paparnya.

Karena itulah, menurut Paul, Unilever memiliki strategi un-tuk menumbuhkan bisnis dua kali lipat tanpa meningkatkan dampak terhadap sumber daya di bumi. Saat ini, nilai bisnis Unilever mencapai 40 miliar euro (sekitar Rp356 triliun).

Strategi tersebut dituangkan dalam Unilever Sustainable Living Plan yang telah dilun-curkan pada akhir 2010.

Ia mengatakan hal pertama yang tengah dilakukan per-usahaan ialah mendorong jutaan orang untuk memiliki kebiasaan yang meningkatkan kesehatan mereka.

“Sebagai contoh kami memi-liki produk alat penjernih air yang dapat membunuh semua virus berbahaya, bakteri, dan menghilangkan parasit serta kotoran pestisida untuk me-nyediakan air yang aman,” ujar Paul saat memberikan kuliah umum dengan tema Doing business differently-grow-ing sustainably in a resources-constrained world, di Kampus Universitas Indonesia, Depok, beberapa waktu lalu.

Bukan hanya itu, produk tersebut mampu menyediakan air layak minum dengan biaya lima kali lebih kecil ketimbang konsumen membeli air mi-neral kemasan.

Pria kelahiran Belanda itu mengungkapkan fokus kedua Unilever ialah berkaitan de-ngan lingkungan. Inovasi per-usahaan telah menghasilkan produk-produk yang ramah

lingkungan seperti salah satu produk pengharum pakai-an yang hanya memerlukan sedikit air.

“Dengan sedikit air saja bisa langsung wangi pakaian tersebut,” ujar Paul.

Di sisi internal perusahaan, Unilever terus meningkatkan produksi ramah lingkungan yang sekaligus mendorong efisiensi. Sepanjang periode 2006-2010, perusahaan berha-sil memangkas biaya hingga US$300 juta (sekitar Rp2,6 triliun)

Selain lingkungan, unsur sos ia l dan ekonomi pun men jadi perhatian Unilever. Per usahaan terus mengem-bangkan nilai-nilai bersama y a n g m e n c e r m i n k a n k e -mampuan perusahaan, se-iring dengan pengembangan perusahaan.

Paul mencontohkan produk yang baik yang dimiliki Uni-

lever menjadi kekuatan nilai untuk memenangi persaingan bisnis. Dalam hal ini, perusa-haan harus juga memperhati-kan manfaat produk-produk yang dihasilkan.

Di tangan konsumenFokus jangka panjang Uni-

lever ialah selalu memberikan produk-produk yang terbaik bagi konsumen. Menurut Paul, konsumen ialah yang paling berhak dalam menentukan produk apa yang ingin mereka

gunakan. “Jika konsumen merasa

aman dalam penggunaan produk tersebut, ia pun akan terus menggunakan produk yang bersangkutan,” tutur penggemar balap mobil itu.

Tiga puluh dua tahun berkiprah di industri barang-barang konsumer membuat Paul mengerti benar bahwa kekuasaan berada di tangan konsumen. Di era komunikasi dan media digital seperti saat ini, kekuasaan konsumen se-makin kuat.

Dengan mudah, cepat, dan murah, orang bisa mendapat-kan informasi tentang berba-gai produk dan membanding-bandingkannya kemudian menentukan pilihan.

“Konsumen memiliki kebe-basan untuk memilih produk-produk itu,” ujar ayah tiga anak itu.

Keadaan yang sama, menu-

rut Paul, juga terjadi di Indo-nesia. Dengan posisi Indonesia sebagai pengguna jejaring sosial yang tergolong terbesar di dunia, masyarakat bahkan lebih peka terhadap infor-masi.

Pergeseran ekonomiStrategi Unilever tidak seka-

dar memperhatikan tren ke-langkaan sumber daya alam dan kekuatan konsumen.

Dalam kuliah umumnya, Paul menyatakan saat ini ada pergeseran kekuatan ekonomi yang sedang mengarah ke timur dan selatan. China, In-dia, Rusia, dan Brasil muncul sebagai kekuatan baru. Indo-nesia pun bakal menunjukkan peranan yang jauh lebih besar dalam percaturan ekonomi global.

“Tentu saja tren ini mem-buat pusat gravitasi bisnis Unilever pun akan meng-

geser target ke arah timur dan selatan. Indonesia bakal cepat mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru ini,” ungkap Paul.

Ia memproyeksikan pada 2020 sebanyak 70% dari to-tal penjualan Unilever akan berada di luar Eropa dan Amerika Utara.

Paul menyatakan Uni -lever sangat berminat terus mengembangkan bisnis di Indonesia. Hal itu disorong pertumbuhan ekonomi, situasi moneter, dan situasi fi skal In-donesia relatif baik.

Ia optimistis Indonesia akan terus menjadi mesin pertum-buhan, meskipun saat ini kondisi ekonomi dunia relatif sedang lesu. Namun, Paul mengingatkan infrastruktur ialah salah satu sektor yang harus diperhatikan pemerin-tah jika ingin meningkatkan dan mempertahankan investa-si di Indonesia. (*/E-1)

[email protected]

Lipat Gandakan BisnisKurangi Beban Bumi

Unilever pun akan menggeser target

ke arah timur dan selatan. Indonesia bakal cepat mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru ini.”

CEO TALKS16 SENIN, 31 OKTOBER 2011

BIODATA

NamaPaul Polman

LahirEnschede, Belanda, 11 Juli 1956

Pendidikan

2009 Doktor honoris causa dari

Universitas Cincinnati, Amerika

Serikat (AS)

2000 Doktor honoris causa dari

Universitas Northumbria, Inggris

1979 MA bidang ekonomi

dan MBA bidang pemasaran

internasional dan keuangan,

Universitas Cincinnati, AS

1977 BA dari Universitas

Groningen, Belanda

Karier

1 Januari 2009-sekarang Chief

Executive Officer of Unilever

2006-2009 Chief of Financial

Officer and Chief of Region

America of Nestle

2001-2006 Group President

of Europe of Procter & Gamble

(P&G)

1998-2001 President of Global

Fabric Care of P&G

1995-1998 Managing Director

of P&G

1979 Bergabung dengan P&G

sebagai cost analyst

REUTERS/ENNY NURAHENI