35
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) merupakan penyebab tersering hiponatremia pada pasien – pasien yang dirawat di rumah sakit. Sindrom ini ditandai dengan hiponatremia dan hipoosmolalitas sebagai akibat ketidaksesuaian sekresi dan efek dari antidiuretic hormone (ADH) yang terus menerus, disamping itu pada sindrom ini juga ditemukannya volume plasma yang normal ataupun meningkat. Hormon antidiuretik memicu reabsorpsi air pada collecting duct, efek hidro-osmotik namun tidak mengakibatkan efek yang signifikan terhadap reabsorpsi natrium. Efek hormon ADH berikutnya adalah vasokontriksi arteriol dan peningkatan tekanan darah arterial. 1 Ginjal dan otak memainkan peranan penting dalam menjaga homeostasis cairan ekstraseluler melalui regulasi neuroendokrin terhadap keseimbangan air dan sodium. Oleh karena itu gangguan keseimbangan sodium sering ditemukan pada pasien – pasien dengan gangguan susunan saraf pusat. Sehingga seorang klinisi sebaiknya jangan hanya terfokus pada lesi susunan saraf pusat saja tetapi juga komplikasi yang diakibatkannya. 2 Hiponatremia merupakan gangguan elektolit yang paling sering ditemukan yang terjadi pada pasien – pasien dengan penyakit neurologi. Pasien tersebut mengalami hiponatremia 1

SIADH

  • Upload
    ishana

  • View
    324

  • Download
    49

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refarat

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANGSyndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) merupakan penyebab tersering hiponatremia pada pasien pasien yang dirawat di rumah sakit. Sindrom ini ditandai dengan hiponatremia dan hipoosmolalitas sebagai akibat ketidaksesuaian sekresi dan efek dari antidiuretic hormone (ADH) yang terus menerus, disamping itu pada sindrom ini juga ditemukannya volume plasma yang normal ataupun meningkat. Hormon antidiuretik memicu reabsorpsi air pada collecting duct, efek hidro-osmotik namun tidak mengakibatkan efek yang signifikan terhadap reabsorpsi natrium. Efek hormon ADH berikutnya adalah vasokontriksi arteriol dan peningkatan tekanan darah arterial.1Ginjal dan otak memainkan peranan penting dalam menjaga homeostasis cairan ekstraseluler melalui regulasi neuroendokrin terhadap keseimbangan air dan sodium. Oleh karena itu gangguan keseimbangan sodium sering ditemukan pada pasien pasien dengan gangguan susunan saraf pusat. Sehingga seorang klinisi sebaiknya jangan hanya terfokus pada lesi susunan saraf pusat saja tetapi juga komplikasi yang diakibatkannya.2 Hiponatremia merupakan gangguan elektolit yang paling sering ditemukan yang terjadi pada pasien pasien dengan penyakit neurologi. Pasien tersebut mengalami hiponatremia akibat gangguan dari osmoregulasi oleh karena adanya lesi patologis di otak, yang kemudian dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan keadaan hipoosmolalitas yang dipicu oleh keadaan hiponatremia. Lebih jauh dapat dilihat bahwa hiponatremia yang terjadi akibat gangguan susunan saraf pusat dapat meningkatkan kejadian serebral iskemia dan kematian.2Secara umum, terlepas dari ada tidaknya gangguan pada susunan saraf pusat, hiponatremia juga merupakan gangguan elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien pasien yang dirawat di rumah sakit, terutama pada pasien pasien usia tua dan keadaan hiponatremia berat ditemukan sekitar 1% dari pasien pasien tersebut.3Keadaan hiponatremia ini juga dihubungkan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas secara signifikan, khususnya apabila penyebab dari hiponatremia itu tidak terdiagnosa secara tepat dan tidak diberikan penanganan yang sesuai. Seringkali klinisi mengalami dilema ketika menghadapi pasien dengan hiponatremia dengan etiologi yang belum jelas. 4

I.2. TUJUAN PENULISANRefarat ini dibuat untuk mengetahui secara umum mengenai syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH), baik dalam hal definisi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, ataupun penanganannya.

I.3. MANFAAT PENULISANDengan mengetahui secara umum mengenai syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH), diharapkan agar penegakan diagnosa syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) dapat dilakukan secara dini dan penanganannya dapat diberikan secara tepat dan memadai.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. ANTIDIURETIC HORMONE (ADH)Antidiuretic hormone (ADH) dikenal juga dengan sebutan arginin vasopresin (AVP).2 Antidiuretic hormone merupakan suatu oktapeptida yang mempunyai struktur yang sama dengan oksitosin. Antidiuretic hormone disintesa oleh sel neuron tubuh yaitu intu-supraoptik dan periventrikuler pada hipothalamus dan berjalan di sepanjang traktus supraoptikhipofiseal menuju kelenjar pituitari posterior.1Kelenjar pituitari dikenal juga dengan nama lain hipofisis.5 Kelenjar pitutari (hipofisis) tersebut memiliki dua komponen, yaitu lobus anterior (adeno hipofisis) dan lobus posterior (neurohipofisis). Hipothalamus mengontrol masing masing bagian secara berbeda.6

McGregor, R. et. al. (2011).Highly Specific Role of Hypocretin (Orexin) Neurons: Differential Activation as a Function of Diurnal Phase, Operant Reinforcement versus Operant Avoidance and Light Level.The Journal of Neuroscience, 31(43): 15455-15467.Gambar 1. Gambar kelenjar pituitari dan hipothalamus7

Lobus anterior berkembang dari evaginasi atap Rathkes pouch, sedangkan lobus posterior berkembang dari evaginasi dasar diensefalon. Lobus anterior (adeno hipofisis) merupakan kelenjar endokrin dan lobus posterior merupakan bagian dari otak yang terdiri dari serabut saraf, pembuluh darah serta sel-sel glia. Kedua bagian tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya sehingga menyebabkan adanya saling keterlibatan antara sistem saraf dengan sistem endokrin.5

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Pituitari 8

Neurohipofisis memperoleh suplai darah dari dua arteri hipofisial inferior dan beberapa cabang dari regio intermedial. Sedangkan adeno hipofisis mendapatkan suplai dari pembuluh darah portal, bukan berasal dari suplai arteri secara langsung.5

Gambar 3. Gambar neurohipofisis 6

Stimulus mayor sekresi ADH ini adalah keadaan hiperosmolalitas dan volume sirkulasi melalui osmoreseptor dan baroreseptor. Osmoreseptor merupakan sel khusus di hipothalamus yang sensitif terhadap perubahan osmolalitas cairan ekstraseluler. Baroreseptor yang berada pada sinus karotid dan atrium kiri, berperan terhadap kontrol non osmolar pelepasan ADH, sebagai respon terhadap perubahan volume sirkulasi.1Secara normal ADH disekresikan apabila osmolalitas plasma < 275 mOsm/kg. Apabila osmolalitas plasma meningkat, ADH disekresikan, sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi air dan peningkatan osmolalitas urin. Apabila terjadi penurunan volume sirkulasi sekitar 8 10%, secara signifikan mengakibatkan peningkatan pelepasan ADH. Antidiuretic hormone yang dilepaskan dimetabolisme secara cepat pada hepar dan ginjal dengan waktu paruh sekitar 15 20 menit.1

II.2. SISTEM NEUROENDOKRINMekanisme kerja kelenjar pituitari berada di bawah kendali dari hipotalamus. Serabut tidak bermielin dari hipotalamus berjalan dalam tangkai hipofisis dan lobus posterior hipofisis. Neuron pada hipotalamus menghasilkan zat yang bermigrasi ke dalam akson hipofisis dan masuk ke dalam aliran darah. Fungsi dari neuron inilah yang disebut sebagai neurosekresi.5Sistem saraf bersama sistem endokrin mengkoordinasikan seluruh sistem di dalam tubuh. Sistem saraf dan sistem endokrin ini merupakan suatu sistem yang saling berhubungan sehingga dinamakan sistem neuroendokrin. Hormon bekerja atas perintah dari sistem sarafdan sistem yang mengatur kerjasama antara saraf dan hormon terdapat pada daerah hipotalamus. Daerah hipotalamus sering disebut daerah kendali saraf endokrin (neuroendocrine control). Hormon berfungsi dalam mengatur homeostasis, metabolisme, reproduksi dan tingkah laku.5II.3. SYNDROME of INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE SECRETION II.3.1. DefinisiSIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau yang lebih dikenal dengan inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome. SIADH yang didefenisikan sebagai gangguan produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia.1SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior yang menyebabkan peningkatan pengeluaran ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.1 Syndrome inappropiate antidiuretic hormone secretion biasanya disebabkan hipersekresi ADH yang tidak sesuai baik itu akibat dari hipothalamus yang tidak normal maupun produksi ektopik. Penyebab dari SIADH ini dibagi atas 4 kategori besar yaitu gangguan sistem saraf, neoplasma, penyakit paru, dan drug induced.1Gangguan sistem saraf yang dapat menyebabkan terjadinya SIADH antara lain : meningitis, ensefalitis, pendarahan subarakhnoid, abses otak, trombosis sinus kavernosus, atropi serebral ataupun serebellar, multiple sklerosis dan lain sebagainya.1Syndrome inappropiate antidiuretic hormone secretion dikarakteristikkan dengan ditemukannya keadaan hiponatremia, peningkatan konsentrasi natirum di urine dengan volume intravaskular yang normal atau sedikit meningkat.13Disebut hiponatremia apabila kadar natrium serum < 135 mEq/L. Hiponatremia sangat sering ditemukan pada pasien pasien dengan gangguan neurologis dibandingkan pasien pasien lainnya. Dilaporkan bahwa keadaan hiponatremia ini ditemukan lebih dari 70% pada kasus meningitis dan sekitar 34% pada kasus pendarahan subaraknoid.2Hiponatremia yang terjadi akan mengakibatkan hipoosmolalitas yang akhirnya mengakibatkan edema serebral. Kemudian akan terjadi perbaikan volume otak melalui mekanisme adaptasi dari sel otak yang dikenal dengan osmoregulasi, dengan mengeluarkan elektrolit dan organik organik yang memepengaruhi osmolalitas tersebut. Oleh karena itu pasien dengan gangguan neurologis lebih rentan terhadap edema serebral dihubungkan dengan adanya gangguan osmoregulasi pada pasien dengan lesi patologis di otak. Sehingga serebral edema pada pasien dengan gangguan neurologi ditemukan lebih agresif dibandingkan dengan pasien tanpa gangguan neurologis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keadaan hiponatremia yang disertai gangguan neurologis akan meningkatkan resiko iskemia serebral dan meningkatkan angka kematian.2

Gambar 7. Gambar ADH dalam regulasi keseimbangan cairan2Tabel 1: Penyebab Hiponatremia10

II.3.2. EpidemiologiHampir dari dua pertiga pasien dengan SIADH mengalami neoplasma. Keganasan yang paling sering berhubungan dengan sindrom ini adalah kanker paru, kanker duodenum dan pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma. Beberapa zat kemoterapi, seperti sisplatin, siklofosfamid, vinblastin, dan vinkristin telah menunjukkan adanya pelepasan hormon ADH yang tidak mencukupi.10Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun resiko kejadian SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia.10 Insiden SIADH terjadi pada satu per tiga anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kesembuhannya.10

II.3.3. EtiologiSIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau pasien dengan gangguan hipotalamus (bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofisa dalam memproduksi hormon). Pada kasus lainnya, misal: beberapa keganasan (di tempat lain dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus-kasus lainnya seperti dibawah ini:101. Kelebihan vasopressin2. Peningkatan tekanan intrakranial baik pada proses infeksi, tumor, maupun trauma pada otak3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin, seperti: vincristin, cisplatin, dan ocytocin4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal dan insufisiensi pituitary anterior5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik / karsinoma pankreatik yang dapat mensekresi ADH secara ektopik6. Cedera kepala7. Pembedahan (dapat memunculkan SIADH sesaat)8. Obat- obatan, seperti:a. Chlorpropamid (obat yang menurunkan gula darah)b. Carbamazepine (obat anti kejang)c. Tricilyc antidepresand. Vasopressin dan oxytocin (hormon antidiuretik buatan)Faktor Pencetus :10 Trauma Kepala Meningitis Ensefalitis Neoplasma Cedera Serebrovaskuler Pembedahan Penyakit Endokrin

Tabel 2: Penyebab SIADH10

II.3.4. KlasifikasiSIADH terjadi saat sekresi AVP tidak ditekan saat konsentrasi natrium plasma jatuh dibawah ambang osmotik untuk sekresi AVP fisiologis. Namun, Zerbe et al. mampu memanfaatkan pengukuran plasma AVP dengan RIA awal untuk menggambarkan empat jenis SIADH yang dikategorikankan oleh pola sekresi AVP di berbagai osmolalities plasma:101. Tipe A, adalah bentuk paling umum dari SIADH. Beberapa laporan menunjukkan bahwa tipe A terjadi pada 40% SIADH, meskipun pada beberapa sumber menunjukkan bahwa tipe A bertanggung jawab untuk proporsi yang lebih tinggi dari SIADH, yaitu sekitar 60-70%. Ditandai dengan ketika pasien tipe A menunjukkan sekresi AVP yang berlebihan, acak dengan hilangnya hubungan antara osmolalitas plasma dan plasma AVP. Tipe A umum dijumpai pada kanker paru-paru. Penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa beberapa tumor paru mensintesis AVP, dan dengan pewarnaan jaringan yang positif bagi AVPmRNA. Konsentrasi AVP plasma dalam tipe A SIADH tidak ditekan secara fisiologis dengan minum, hal ini membuat pasien rentan terhadap terjadinya hiponatremia berat. Studi juga telah menunjukkan ambang osmotik rendah untuk rasa haus. Jenis ini juga merupakan karakteristik tumor nasofaring, yang juga menghasilkan pewarnaan positif bagi AVPmRNA.102. Tipe B juga merupakan tipe yang umum ( 20-40 % ). Ambang batas osmotik untuk sekresi AVP diturunkan oleh sebuah 'reset osmostat ' sehingga sekresi AVP terjadi pada osmolalities plasma yang lebih rendah dari normal. Karena AVP ditekan di bawah osmolalities plasma yang lebih rendah, ambang reset, overhydration lanjut menyebabkan penekanan sekresi AVP, yang melindungi terhadap kejadian hiponatremia berat. Meskipun sebagian besar tumor memanifestasikan satu jenis SIADH, beberapa tumor juga dapat muncul dengan tipe B SIADH, sehingga pola sekresi AVP normal tidak bisa digunakan untuk memprediksi penyebab dari SIADH.103. Tipe C adalah suatu kondisi langka yang ditandai dengan kegagalan untuk menekan sekresi AVP pada osmolalities plasma dibawah ambang batas osmotik. Konsentrasi plasma AVP tidak tinggi pada osmolalities plasma yang rendah, tapi ada hubungan yang normal antara osmolalitas plasma dan AVP plasma pada osmolalities plasma yang fisiologis. Varian ini mungkin karena adanya disfungsi penghambatan neuron di hipotalamus, yang menyebabkan tingkat sekresi rendah dari AVP basal.104. Tipe D merupakan tipe SIADH yang langka SIADH dengan tingkat AVP rendah yang tidak terdeteksi dan tidak ada kelainan yang terdeteksi dalam respon sirkulasi AVP. Diperkirakan bahwa SIADH nephrogenic (NSIAD) mungkin berperan pada tipe ini. Peningkatan mutasi pada reseptor V2 mengarah ke SIADH, dengan tingkat AVP tidak terdeteksi, telah dijelaskan. Mutasi yang diidentifikasikan memiliki substitusi nukleotida yang berbeda menyebabkan tingkat aktivasi reseptor V2 yang berbeda. Sindrom ini tampaknya diwariskan secara X-linked. Karena variabel ekspresivitas dari gen yang terlibat, NSIAD mungkin secara klinis dapat tidak terdeteksi selama bertahun-tahun, sampai kontribusi faktor lainnya di kemudian hari yang menyebabkan klinis hiponatremia signifikan.10

Gambar 8: Tipe SIADH10

II.3.5. PatofisiologiHormon antidiuretik (ADH) bekerja pada sel-sel duktus koligentes ginjal untuk meningkatkan permeabilitas terhadap air. Ini mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air tanpa disertai reabsorbsi elektrolit. Air yang direabsorbsi ini meningkatkan volume dan menurunkan osmolaritas cairan ekstraseluler (CES). Pada saat yang sama keadaan ini menurunkan volume dan meningkatkan konsentrasi urine yang diekskresi.9,10Pengeluaran berlebih dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra seluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dimana akan terjadi penurunan konsentrasi air dalam urin sedangkan kandungan natrium dalam urin tetap, akibatnya urin menjadi pekat.10Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.10Terdapat berapa keadaan yang dapat mengganggu regulasi cairan tubuh dan dapat menyebabkan sekresi ADH yang abnormal. Tiga mekanisme patofisiologi yang bertanggung jawab pada SIADH, yaitu:101. Sekresi ADH yang abnormal dari sistem hipofisis. Mekanisme ini disebabkan oleh kelainan system saraf pusat, tumor, ensafalitis , sindrom Guillain Barre. Pasien yang mengalami syok, status asmatikus, nyeri hebat atau stress tingkat tinggi, atau tidak adanya tekanan positif pernafasan juga akan mengalami SIADH.2. ADH atau substansi ADH dihasilkan oleh sel-sel diluar sistem supraoptik hipofisis, yang disebut sebagai sekresi ektopik ( misalnya pada infeksi).3. Kerja ADH pada tubulus ginjal bagian distal mengalami peningkatan. Bermacam-macam obat dapat menstimulasi atau mempotensiasi pelepasan ADH. Obat-obat tersebut termasuk nikotin, transquilizer, barbiturate, anestesi umum, suplemen kalium, diuretic tiazid, obat-obat hipoglikemia, asetominofen, isoproterenol, dan empat anti neoplastik, seperti : sisplatin, siklofosfamid, vinblastine dan vinkristin.

II.3.6. Manifestasi KlinisGejala yang sering muncul adalah:9,10 Hiponatremia Mual, muntah, diare Takipnea Retensi air yang berlebihan Letargi Penurunan kesadaran Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma, menyebabkan produksi urine yang kurang terlarut. Ekskresi natrium melalui urine yang berkelanjutan Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselularMenurut Sylvia (2005), tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada derajat lamanya retensi air dan hiponatremia. Perlu dilakukan pemeriksaan tingkat osmolalitas serum, kadar BUN, kreatinin, natrium, kalium, klorida, dan tes kapasitas pengisian cairan:9,10 Na serum >125 mEq/L Anoreksia Gangguan penyerapan Kram otot Na serum = 115 120 mEq/L Sakit kepala, perubahan kepribadian Kelemahan dan letargia Mual dan muntah Kram abdomen Na serum < 115 mEq/L Kejang dan koma Reflek tidak ada atau terbatas Tanda babinski Papiledema Edema di atas sternum

II.3.7. DiagnostikDiagnosis SIADH biasanya berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Kriteria diagnosis untuk SIADH ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :Tabel 3. Kriteria diagnostik SIADH 2

II.3.8. PenatalaksanaanPenatalaksaan SIADH tergantung pada manifestasi klinis yang dijumpai, kadar konsentrasi natrium serum, onset hiponatremia, dan penyakit yang mendasari.10,13 Walaupun pengobatan penyakit yang mendasari penting terhadap managemen SIADH, tetapi terkadang hal ini sulit dilakukan. 10,13 Restriksi cairan merupakan first-line treatment pada hiponatremia ringan yang asimtomatik (konsentrasi natrium serum > 125 mEq/L), hal ini secara umum terbukti bermanfaat dengan disertai kombinasi dengan pengobatan terhadap penyakit dasar. Restriksi dilakukan dari intake cairan sebesar 800 dan 1000 mL/hari. Jika tidak dijumpai respon, cairan dapat direstriksi dengan tambahan sebesar 500-600 mL/hari, tetapi biasanya compliance pasien terhadap hal ini sulit dijaga. Untuk meningkatkan compliance, harus dilakukan penjelasan pada pasien bahwa makanan biasa telah mengandung 700-1000 air. 10,13Pada hiponatremia ringan yang simtomatik, obat loop diuretics (bukan golongan thiazides) dapat diberikan sebagai tambahan pada restriksi cairan. Loop diuretics berpengaruh pada efek ADH di collecting tubule dengan cara menghambat reasorbsi cairan, dan dapat mengakibatkan keseimbangan cairan yang negatif. Perhatian khusus harus diberikan saat menggunakan obat-obatan loop diuretics untuk mencegah hilangnya elektrolit. 10,13 Jika infus saline digunakan untuk mengobati hiponatremia pada SIADH, osmolalitas infus saline secara umum akan mempengaruhi osmolalitas urine pasien. Karena itu, infus saline isotonik (osmolalitas: 308 mOsm/L) tidak direkomendasikan untuk pasien SIADH dengan osmolalitas urine 308 mOsm/L, karena malah dapat memperberat keadaan hiponatremia. Pada kasus seperti ini, ginjal akan mengekskresikan zat pelarut dari saline pada urine, dimana volume yang tidak diekskresikan merupakan cairan, sehingga akan terjadi peningkatan cairan yang memperburuk hiponatremia. 10,13 Bagaimanapun juga, sebuah penelitian telah mendemonstrasikan bahwa saline isotonik terbukti memperbaiki kadar natrium serum pada restriksi cairan pada pasien SIADH, sepanjang konsentrasi natrium dan kalium urine tidak meningkatkan konsentrasi natrium saline isotonik (154 mEq/L). 10,13Pasien dengan hiponatremia berat (konsentrasi natrium serum < 125 meq/L) mungkin memerlukan saline hipertonik sebagai tambahan terapi restriksi cairan. Saline hipertonik dapat diberikan melalui pump dengan monitoring, dan kadar osmolalitas urine tetap dipantau. Saline hipertonik dapat diganti dengan saline isotonik, saat osmolalitas urine kurang dari 300 mOsm/L. Kewaspadaan tetap harus ada saat mengoreksi hiponatremia, karena koreksi yang terlalu agresif dan terlalu ceat dapat memicu central pontine myelinosis, yaitu suatu keadaan demyelinating pada neuron pontin dan extrapontine, yang dapat menyebabkan quadriplegia, pseudobulbar palsy, seizure, koma, atau bahkan kematian. Pasien dengan resiko tinggi terhadap central pontine myelinosis adalah pasien-pasien dengan hipokalemia atau luka bakar, pasien dengan pengobatan thiazide, alkoholik, dan pasien usia tua. Untuk menghindari komplikasi ini, level natrium serum harus dinaikkan dengan kecepatan tidak melebihi 1-2 mEq per jam, dan tidak lebih tinggi dari 8-12 mEq per hari. Saat natrium serum meningkat diatas 125 mEq/L, resiko seizure dan kematian berkurang dan koreksi per hari harus diperlambat hingga 5 sampai 6 mEq per hari. 10,13Pasien dengan SIADH kronik (misalnya: pasien dengan reset osmostat syndrome atau kanker) dapat diobati dengan diet tinggi natrium yang dikombinasi dengan loop diuretics. Pada kasus-kasus SIADH karena obat-obatan, resectable tumors, atau penyakit paru, kadar natrium serum akan mencapai normal setelah penghentian atau pengangkatan penyakit dasar. 10,13Pada pasien dengan SIADH berat karena tumor yang tidak dapat dioperasi, atau pada penyakit kronis lainnya, pemberian demeclocyline 600 sampai 1200 mg per hari dengan dosis terbagi dapat bermanfaat. Obat ini terbukti dapat mengobati SIADH dengan cara menghambat respon ginjal terhadap ADH di collecting tubule. Walaupun obat ini mahal, tetapi terbukti bermanfaat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai obat jangka panjang adalah urea dan diuretik. Lithium harus dihindari karena dapat memicu efek samping hiponatremia pada sistem saraf pusat. 10,13Saat ini, vasopressin receptor antagonist, conivaptan terbukti dapat mengobati dilutional hyponatremia (SIADH). Conivaptan dapat mengakibatkan hilangnya cairan tubuh tanpa hilangnya elektrolit. Obat ini diberikan secara intravena. Beberapa obat vasopressin receptor antagonists lainnya juga telah banyak diteliti untuk pengobatan SIADH. 10,13Hiponatremia kronik, ringan-sedang, asimtomatik, yang penyebabnya diketahui tetapi sulit dihilangkan, dapat diterapi tanpa restriksi cairan ataupun obat-obatan. 10,13 Pasien dengan kadar natrium serum kronik dan stabil diatas 125 mEq/L dan asimtomatik, mungkin tidak mendapat banyak manfaat dengan pengobatan menggunakan demeclocycline dan terapi restriksi cairan. 10,13

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:101. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik, maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.Penyebab dari sistem saraf pusat seperti: Infeksi, contoh: meningitisSecara umum, penatalaksanaan meningitis bakterialis 12:a. Terapi antibiotika sesuai dengan hasil kultur yang didapatkan.b. Deksamethason diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama antibiotika. Dosis yang dianjurkan adalh 0,15 mg/kgBB setiap 6 jam selama 2-4 hari.c. Pertimbangkan merawat pasien di ruang isolasi, terutama jika diperkirakan penyebabnya adalah H. Influenza atau N.meningitidis.d. Pada kecurigaan infeksi N.meningitidis berikan kemoprofilaksis kepada :(i) Orang yang tinggal serumah.(ii) Orang yang makan dan tidur di tempat yang sama dengan pasien.(iii) Orang yang menggunakan sarana umum bersama dengan pasien dalam 7 hari terakhir.(iv) Murid sekolah yang sekelas dengan pasien.(v) Petugas kesehatan yang ada kontak langsung dengan sekret mulut dan hidung pasien dalam 7 hari terakhir.Penatalaksanaan meningitis tuberkulosis 12 :a. Isoniazid (INH) diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB hari (pada anak) dan dewasa 400 mg/hari.b. Rifampisin diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB hari, pada orang dewasa dapat diberikan dengan dosis 600 mg.hari dengan dosis tunggal.c. Etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari 150 mg/kg BB/hari. d. PAS atau Para Amino Salicilyc Acid diberikan dengan dosis 200mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis dapat diberikan sampai 12 gram/harie. Streptomisin diberikan intramuskuler selama lebih kurang 3 bulan. Dosisnya 30 -50 mg/kgBB/hari.f. Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2 3 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 2 4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya adalah lebih kurang 3 bulan, apabila digunakan deksamethason maka diberikan dengan dosis 10 mg setiap 4 6 jam secara intravena. Pemberian kortikosteroid parentral ini untuk mengurangi eksudat di bagian basal dan mencegah terjadi nya nekrosis atau perlengketan. Trauma Kepala 9,11Penatalaksanaan peninggian tekanan intrakranial (TIK) Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut: a. Hiperventilasi b. Drainase c. Terapi diuretik Diuretik osmotik (manitol 20%) Cara pemberiannya : Bolus 0,5-1 gram/kgBB dalam 20 menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram/kgBB, setiap 6 jam selama 24-48 jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm Loop diuretik (Furosemid) d. Terapi barbiturat (Fenobarbital) Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya: Bolus 10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis sekitar 1 mg/KgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari. e. Steroid f. Posisi Tidur Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi lancar. Menjaga keseimbangan cairan elektrolit Terapi nutrisi Terapi kejangTerapi operatif Tumor Otak 9,11Tumor pada lobus posterior hipofisis atau neurohipofisis jarang terjadi. Penatalaksanaannya dapat berupa: Operasi Radiasi Obat-obatan Evaluasi

2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan.Pada kasus ringan retensi cairan dapat dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.103. Semua penatalaksanaan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran (kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan keluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.10

Terapi non-farmakologi:10,13 Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan) Pembatasan sodiumTerapi farmakologi:10,13 Penggunaan diuretik untuk osmolaritas plasma rendah Penggunaan obat demeloculine, untuk menekan vosopresin Hiperosmolaritas, menurunkan volume edemaKetidakseimbangan sistem metabolik, kandungan dari hipertonik saline 3% secara perlahan-lahan mengatasi hiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum dengan peningkatan overload cairan Prosedur pembedahanPengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut.Penyuluhan yang dilakukan bagi penderita SIADH, antara lain : 10,13 Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang diprogramkan untuk membantu pasien merencanakan pemasukan cairan yang dianjurkan (menghemat cairan untuk situasi sosial dan rekreasi). Perkaya diet dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretik secara berkelanjutan. Timbang berat badan pasien sebagai indikator dehidrasi. Indikator intoksikasi air dan hiponatremia: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia, untuk segera melapor ke dokter. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping. Pentingnya penjelasn tindak lanjut medis; tanggal dan waktu. Untuk kasus ringan, restriksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom secara spontan lenyap. Apabila penyakit lebih parah, maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus. Kadang-kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma.

Gambar 9: Algoritma Penanganan Hiponatremia SIADH10

II.3.9. KomplikasiKomplikasi yang dapat muncul dapat berupa gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala hingga penurunan kesadaran (koma) dan juga dapat terjadi intoksikasi air.10,13II.3.10. PrognosisKecepatan dan durasi respon terapi sangat bergantung pada penyebabnya. SIADH biasanya berkurang dengan regresi tumor, tetapi dapat menetap walaupun tumor primer telah terkontrol. Gangguan neurologis akibat intoksikasi air biasanya bersifat reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas jangka panjang.10,13SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin berat dan ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap berat ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien. 10,13Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x lipat (25%) bila pasien konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding pasien degan hiponatremia ringan. 10,13Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan drastis serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien anak angka mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon edema yang terjadi diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum kranium. Hiponatremi paskaoperasi bisa menyebabkan angka mortalitas dan mormeningkat pada kedua jenis kelamin, karena tidak adekuatnya adaptasi otak dengan volum luas dan lambatnya berobat. 10,13

BAB IIIKESIMPULANSyndrome inappropiate antidiuretic hormone secretion (SIADH) dikarakteristikkan dengan ditemukannya keadaan hiponatremia, peningkatan konsentrasi natirum di urine dengan volume intravaskular yang normal atau sedikit meningkat.Disebut hiponatremia apabila kadar natrium serum < 135 mEq/L. Hiponatremia sangat sering ditemukan pada pasien pasien dengan gangguan neurologis dibandingkan pasien pasien lainnya. Dilaporkan bahwa keadaan hiponatremia ini ditemukan lebih dari 70% pada kasus meningitis dan sekitar 34% pada kasus pendarahan subaraknoid.Penataksanaan SIADH dapat meliputi pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, mengurangi retensi cairan yang berlebihan, serta penatalaksanaan penurunan tingkat kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas C.P. Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Secretion. Medscape Reference. 20132. Kim D.K., Joo K.W. Hyponatremia in Patients with Neurologic Disorders. Departement of Internal Medicine, Seoul National University College of Medicine. Electrolytes Blood Press; 2009. p:51-7.3. Momi J., Tang C.M., Abcar A.C., Kujubu D.A., Sim J.J. Hyponatrema-What is Cerebral Salt Wasting. Perm J. Summer 2010; 14(2) : 62-5.4. Hannon M.J., Thompson C.J. The syndrome of inappropriate antidiuretic hormone : prevalence, causes and consequences. European Journal of Endocrinology 2010; 162 : s5-12. 5. Kahle, W., Frotscher, M. Color Atlas of Human Anatomy. 5th edition. New York: Thieme; 2003.p.102- 39.6. Baehr M., Frotscher M. Duuss Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed : Thieme Stuttgart ; 2005 . p. 244 - 527. McGregor R. Highly Spesific Role of Hypocretin (Orexin) Neurons : Diffrential Activation as a Function of Diurnal Phase, Operant Reinforcement versus Opeant Avoidanceand Light Level. The Journal of Neuroscience, 31(43) : 15455-67.8. Campbell N.A., Reece J.B., Simon E.J., Mitchell L. Essential Biology 2nd edition. 2006.9. Adams R.D., Victor M., Ropper A.H. Principles of Neurology. 7th edition. New York : McGraw-Hill ; 1997.10. Ellison D.H, Berl T. The Syndrome of Inappropriate Antidiuresis. N Engl J Med 2007;356:2064-72.11. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed : McGraw-Hill ; 2000 . 12. Ganiem A.R., Frida M. Kelompok Studi Neuro Infeksi. Meningitis. Infeksi Pada Sistem Saraf. Airlangga University Press. 2011 ; 1-2013. Palmer B.F. Hyponatremia in patients with central nervous system disease : SIADH versus CSW. Trends in Endrocrinology and Metabolism. Vol.14. 2003.

18