10
SIAPAKAH YANG DINAMAKAN ULAMA ? Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama. (Fathir: 28) Sebagian orang mengatakan: Yang dimaksud dengan ulama dalam surat fatir ayat 27 itu ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, yakni mereka yang memiliki pengetahuan tentang ayat-ayat Allah yang bersifat kauniyah (Sains atau alam semesta). Karena di dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat banyak anjuran yang mengajak manusia untuk menghayati alam semesta . Alam semesta adalah ciptaan Allah yang –karena keteraturan system dan kehebatan yang dimilikinya- mengandung hikmah yang luar biasa. Di balik kesempurnaan hukum alam semesta, terdapat bukti kekuasaan sang Pencipta. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah: ُ ا ل زْ ن ا ا م و اس ن ل اُ ع فْ نَ ي ا مِ بِ رْ ح بْ ل ا يِ ف يِ رْ ح & ت يِ & ت ل اِ ) كْ لُ فْ ل ا وِ ار ه لن ا وِ لْ ن ل ل اِ اف لِ & تْ خ ا وِ ضْ ر اْ ال وِ & ات او م س ل اِ & قْ ل خ يِ ف @ نِ B اِ اء م س ل ا @ نْ F يَ بِ ر ح سُ مْ ل اِ ات ح س ل ا وِ اح يِ ر ل اِ ف يِ رْ ص & ت وٍ & ة اب دِ لُ كْ @ نِ م ا ه نِ ف ث ب ا و هِ & تْ و م دْ ع ب ضْ ر اْ الِ ةِ ا ب تْ خ ا فٍ اء مْ @ نِ مِ اء م س ل ا @ نِ م @ ونُ لِ & فْ ع بٍ مْ و & فِ لٍ & ات يm ا لِ ضْ ر اْ ال وSesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan“ Maka dengan menyelidiki alam semesta, manusia akan semakin sadar dan insyaf akan kebesaran Tuhannya dan semakin besar keinginannya untuk selalu dekat dengan-Nya. Maka membaca dan memahami ayat -ayat al-Qur’an itu, di samping ayat-ayat Qauliyah (teks al-Qur’an), Allah juga menciptakan alam semesta ini sebagai ayat-ayat Kauniyah (teks/tanda alam semesta) yang keduanya saling melengkapi. Oleh karena itu, istilah ulama dalam bahasa Arab modern juga berarti para cendekiawan dalam salah satu bidang sains dan teknologi”. Begitu kira-kira ungkapan mereka ,,, Sebelum kita menjelaskan dan meluruskan ungkapan mereka di atas maka perlu kiranya kita mengetahui tujuan pemaparan ini dan definisi kata ulama tersebut menurut bahasa dan menurut kacamata Syariat.

Siapakah Yang Dinamakan Ulama

  • Upload
    mamat

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

text upload to you D

Citation preview

Page 1: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

SIAPAKAH YANG DINAMAKAN ULAMA ?

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)

Sebagian orang mengatakan:

“Yang dimaksud dengan ulama dalam surat fatir ayat 27 itu ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, yakni mereka yang memiliki pengetahuan

tentang ayat-ayat Allah yang bersifat kauniyah (Sains atau alam semesta). Karena di dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat banyak anjuran yang mengajak manusia untuk menghayati alam semesta. Alam semesta adalah ciptaan Allah yang –karena keteraturan system dan

kehebatan yang dimilikinya- mengandung hikmah yang luar biasa. Di balik kesempurnaan hukum alam semesta, terdapat bukti kekuasaan sang Pencipta. Sebagaimana tercantum

dalam firman Allah:

�ف�ع� �ن ي م�ا ب �ح�ر �ب ال في �ج�ري ت ي �ت ال �ف�ل�ك و�ال �ه�ار و�الن �ل �ي الل ف ال� ت و�اخ� ر�ض� و�األ� م�او�ات الس� ل�ق خ� في ن� إ

�ة( د�اب �ل, ك من� فيه�ا �ث� و�ب ه�ا م�و�ت �ع�د� ب ر�ض�� األ� ه ب �ا ي ح�

� ف�أ م�اء( من� م�اء الس� من� �ه� الل ل� �ز� ن� أ و�م�ا �اس� الن

�ون� �ع�قل ي ) ق�و�م ل �ات( ي آل� ر�ض� و�األ� م�اء الس� �ن� �ي ب خ�ر �م�س� ال ح�اب و�الس� �اح ي الر, �ص�ريف و�ت

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah

turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan

awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan“

Maka dengan menyelidiki alam semesta, manusia akan semakin sadar dan insyaf akan kebesaran Tuhannya dan semakin besar keinginannya untuk selalu dekat dengan-Nya. Maka membaca dan memahami ayat-ayat al-Qur’an itu, di samping ayat-ayat Qauliyah (teks al-Qur’an), Allah juga menciptakan alam semesta ini sebagai ayat-ayat Kauniyah (teks/tanda

alam semesta) yang keduanya saling melengkapi. Oleh karena itu, istilah ulama dalam bahasa Arab modern juga berarti para cendekiawan dalam salah satu bidang sains dan

teknologi”.

Begitu kira-kira ungkapan mereka,,,

Sebelum kita menjelaskan dan meluruskan ungkapan mereka di atas maka perlu kiranya kita mengetahui tujuan pemaparan ini dan definisi kata ulama tersebut menurut bahasa dan menurut kacamata Syariat.

Tujuan :

Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelar ulama dan bagaimana andil mereka dalam menyelamatkan Islam dan kaum muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita sekarang.

Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.

Page 2: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

Pengertian Ulama:

Pertama: Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘aalim. ‘Aalim adalah isim fail dari kata dasar:’ilmu. Jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu. Dan ‘ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) disebutkan bahwa ulama adalah: orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam.

Kedua: menurut istilah syariat ulama adalah seperti yang dikemukakan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi, beliau mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)

kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin juga berkata:

: فقال جامع تعريف في الله رحمه القيم ابن عرفه العالميستويان والتقليد ذاك ما بدليله الهدى معرفة العلم

غالب اإلنسان يعرف N واسعا N علما يكون قد والعلم بالدليل، الحق العلم يعرف الذي هو فالعالممعرفتها، على قدرة فعنده منها يعرفه ال وما المسائل،

Pengertian ulama telah didefinisikan oleh Ibnul Qayyim dalam sebuah definisi yang lengkap. Ibnul Qayyim mengatakan ilmu adalah mengetahui kebenaran berdasarkan dalil(al-Qur’an, Hadits dan Perkataan Sahabat). Tidaklah sama ilmu dengan taklid alias membeo.

Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat kita katakan bahwa ulama adalah orang yang mengetahui hukum, permasalahan dan pendapat yang benar berdasarkan dalil yang menjadikan pelakunya bertakwa kepada Allah. Ilmu yang dimiliki seseorang itu berdasarkan tingkatannya berbeda-beda. Ada orang yang ilmunya luas sehingga dia mengetahui hukum mayoritas permasalahan agama. Jika ada permasalahan yang tidak dia ketahui hukumnya orang tersebut memiliki kemampuan untuk mengetahui hukumnya. [Inilah yang disebut ulama, pent]

Ada baiknya jika kita sedikit menunelusuri bagaimana ungkapan-ungkapan generasi terdahulu dalam mendefinisikan kata ulama. Diantaranya:

Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)

Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)

Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat orang alim mayoritasnya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam

Page 3: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal.

Ilmu Apakah Yang Dimaksud?

Dari beberapa keterangan sebelumnya melahirkan sebuah kesimpulan bahwa Ilmu yang dimaksud oleh para ulama yang wajib dipelajari adalah firman Allah dan Hadits Nabi alias perkara agama, adapun selain itu hanyalah ilmu-ilmu alat, seperti ilmu-ilmu sains(kedokteran, industri, matematik dan semisalnya).

Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumud Dien ketika menjelaskan sebab mengapa orang yang ilmunya semakin hari bertambah semakin pula menambah kesombongannya beliau berkata:…

سببين لذلك أن فأعلم

به   يعرف ما الحقيقي العلم وإنما حقيقيا وليسعلما علما يسمى بما اشتغاله يكون أن أحدهماالكبر دون والتواضع الخشية يورث وهذا منه والحجاب الله لقاء في أمره وخطر ونفسه ربه العبد

والحساب. الطب كعلم ذلك وراء ما فأما العلماء عباده من الله يخشى إنما تعالى الله قال واألمنمنها امتأل حتى لها اإلنسان تجرد فإذا المجادالت وطرق الخصومات وفصل والنحو والشعر واللغة

معرفة هو العلم بل علوما تسمى أن من أولى صناعات تسمى بأن وهذه ونفاقا كبرا بها امتألغالبا التواضع تورث وهذه العبادة وطريق والربوبية العبودية

 

“….ketahuilah hal itu karena ada 2 sebab:

Pertama, (karena) ia terlalu menyibukkan dirinya dengan apa-apa yang biasa dikatakan ilmu namun hakikatnya ia bukanlah ilmu, adapun ilmu yang hakiki adalah apa-apa yang dengannya seorang hamba mengetahui Allah(nama dan sifat-Nya), perjumpaan dengan-Nya dan terhalang atau tidak melihat-Nya(di hari kiamat). Ilmu semacam inilah yang dapat mendatangkan khsyah(takut) dan tawadhu’ tanpa ada kesombongan. Allah telah berfirman (yang artinya): “hanyalah yang takut kepada Allah adalah Ulama”. Adapun selain itu seperti ilmu kedokteran, matematik, bahasa, syair, ilmu nahwu, perdebatan dan sejenisnya. jika seseorang hanya mengkhususkan hal itu maka akan menambah kesombongan dan kemunafikan. Sebanarnya (“ilmu-ilmu” semacam)ini baiknya dikatakan penemuan alias keahlian dunia daripada dikatakan ilmu. Karena ilmu itu adalah mengetahui ubudiyah, rububiyah dan cara beribadah yang benar. Secara umum Inilah yang akan melahirkan sifat tawadhu”…

Imam Muhammad bin Siirin menjelaskan: “sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah kepada siapa kalian mengambil agama”(muqaddimah shahih Muslim 1/12).

Page 4: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

Imam Syafi’I menegaskan: ” semua al-ilmu adalah akan menyibukkan dari ketaatan pada Allah kecuali al-Qur’an, al-hadits dan al-fiqh dalam agama. al-ilmu adalah apa-apa yang didalamnya ungkapan haddatsana, selain dari itu adalah bisikan syaithan”.(thabaqat Syafi’iyah karya imam Tajuddin as-Subkiy 1/297).

Sahabat Mu’adz bin Jabal mengatakan: ” belajarlah ilmu, karena mempelajarinya adalah bentuk  khasyyah kepada Allah, menuntutnya adalah ibadah, mudzakaroh alias mengulangnya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan nenekuninya adalah qurbah bagi pelakunya”.(al-majmu’ karya imam Nawawi 1/53).

Jadi kalau boleh kami katakan bahwa ilmu adalah agama dan agama adalah ilmu, keduanya tidak dapat dipisahkan, sebagaimana kandungan ucapan imam Muhammad bin sirin dan imam as-Syafi’I.

Lantas apakah dapat dibenarkan perkataan mereka bahwa yang dimaksud dengat ulama dalam firman Allah pada surat Fathir ayat 27 itu adalah orang-orang yang mempelajari ilmu sains juga??

Kita tidak mengingkari jika dikatakan sains adalah ilmu, namun perlu diketahui bahwa ilmu-ilmu tersebut hanyalah ilmu alat alias ilmu dunia, artinya bahwa awal mempelajari ilmu tersebut tidak ada kaitannya dengan ibadah, yakni awal mempelajarinya belum tentu bisa membuat seorang muslim yang mempelajarinya mendapatkan pahala dari Allah, karena ia bukan bagian dari ibadah, barulah akan mendatangkan pahala jika ilmu-ilmu yang dipelajari tersebut diniatkan untuk kepentingan agamanya dan dimaksudkan untuk menigkatkan ibadah kepada-Nya. Ilmu-ilmu tersebut juga jika dilihat dari hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah, jika sebagian kaum muslimin telah ada yang mempelajarinya maka kewajiban mempelajarinya gugur untuk yang lainnya. Adapun ilmu agama alias permasalahan agama ia adalah asas yang sifatnya urgen untuk setiap pribadi muslim, awal mempelajarinya sudah akan mendapatkan pahala dari Allah jika ia ikhlas. Hukum mempelajarinya adalah fardhu ain, setiap pribadi muslim wajib mempelajari urusan agamanya.

Oleh karena itu, keliru jika maksud dari ulama pada ayat 28 surat Fathir tersebut adalah orang-orang yang mempelajari ilmu sains juga. Apalagi karena Nabi Muhammad sendiri tidak disuruh oleh Allah untuk mempelajari ilmu-ilmu dunia semacam ini, misalnya-mohon maaf-ilmu tehnik pertanian dan yang lainnya. Jika saudara mau akan saya buktikan.

Imam Muslim dalam kitab shahihnya menyebutkan bahwa ketika Nabi sampai ke kota Madinah beliau menemukan sahabat-sahabat ansor sedang mengawinkan/menyerbukkan kurma jantan dan betina, lantas Nabi pun mengarahkan mereka sesuai dengan perkiraan beliau bagaimana menyerbukannya, lalu para sahabat pun menuruti apa yang dikatakan oleh beliau. Namun arahan Nabi tersebut tidak mendatangkan hasil yang baik bahkan menjadi rusak kurmannya. Kemudian Nabi bersabda:” kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.

Dari keterangan ini jelas bahwa Nabi tidaklah diajarkan dan disuruh oleh Allah untuk menekuni ilmu dunia, jika hal itu adalah bagian dari agama maka sudah tentu beliau disuruh oleh Allah dan tentu akan di tegur dan diluruskan kesalahannya, Allah tidak mungkin tinggal diam jika Nabi-Nya jahil dengan urusan agama. ini berarti bahwa yang di ajarkan oleh Allah kepada Nabi hanyalah urusan-urusan agama saja. Jika yang di ajarkan oleh Allah kepada beliau hanyalah urusan agama, maka para shabatnya yang mengambil ilmu dari beliau juga hanyalah ilmu agama, lalu turun dan turun kebawa orang yang mengambil ilmu dari mereka

Page 5: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

pastilah ilmu agama. Mereka-mereka itulah yang dikatakan oleh Nabi sebagai pewaris para Nabi alias ulama.

Jika generasi sahabat dan orang-orang setelah mereka adalah pewaris para Nabi maka apa yang disampaikan oleh mereka adalah ilmu agama, bahkan pengertian ilmu dan ulama menurut mereka itu sendiri adalah ilmu agama. Oleh sebab itu sebaiknya mari kita telusuri komentar mereka tentang ilmu dan ulama yang diinginkan oleh Allah dan Nabi-Nya dalam al-Qur’an maupun al-hadits.

Ulama menurut para ulama yang diinginkan Allah dan Rasul-Nya

Pertama: Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tipikal seorang ulama yang membedakannya dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman:

� �ما ن ىإ �مآء� ي�خ�ش� �ع�ل ال �ده عبا من� الله�

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)

Ibnu Rajab Al-Hambali(736-795 H) rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)

Beliau-rahimahullah- juga mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

Masih Ibnu Rajab rahimahullah, beliau berkata: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”

Mereka yang berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

�د �ح�مي ال �ز �ع�زي ال اط صر� ل�ى إ �ه�دي و�ي �ح�ق� ال ه�و� ,ك� ب ر� من� �ك� �ي ل إ �زل� ن� أ �ذي ال �م� �عل ال �و�ا و�ت

� أ �ن� �ذي ال ى �ر� و�ي

“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)

Juga Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Page 6: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

م�و�ن� �ل �عا ال � ال إ � �ها �ع�قل ي � و�ما �اس لن ل � �ها �ض�رب ن �ل� م�ثا� �أل ا ل�ك� و�ت

“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)

Kemudian Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

م�ه� �ع�ل ل �ه�م� من م�ر� �أل ا �ولي أ ل�ى و�إ و�ل س� الر� ل�ى إ دjو�ه� ر� �و� و�ل ه ب ذ�اع�و�ا

� أ �خ�و�ف ال و�� أ م�ن

� �أل ا من� kم�ر� أ جآء�ه�م� ذ�ا و�إ

N �ال ي ق�ل � ال إ �ن� �طا ي الش� �م� �ع�ت �ب �ت ال �ه� ح�م�ت و�ر� �م� �ك �ي ع�ل الله ف�ض�ل� � ال �و� و�ل �ه�م� من Nه� ط�و�ن �ب �ن ت �س� ي �ن� �ذي ال

“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)

Selanjutnya Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

. س�ج�دNا �ن ذ�قاN أل ل و�ن� jر�خ ي �هم� �ي ع�ل �ل�ى �ت ي ذا إ ه �ل ق�ب من� �م� �عل ال �وا و�ت

� أ �ن� �ذي ال ن� إ �وا �ؤ�من ت � ال و�� أ ه ب �وا آم�ن ق�ل�

. N و�عا خ�ش� �د�ه�م� �زي و�ي �و�ن� �ك �ب ي �ن ذ�قا� أل ل و�ن� jر�خ و�ي N �م�ف�ع�و�ال ل � ,نا ب ر� و�ع�د� �ن� كا ن� إ � ,نا ب ر� �ن� �حا ب س� �و�ن� �ق�و�ل و�ي

“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]

Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang mengaku-ngaku atau berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak layak memakainya. Semua ini juga sekaligus membuka hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.

Imam Ibn Katsir (w. 774 H) menafsirikan penggalan ayat 28 dari surat Fathir { يخشى إنماالعلماء عباده من :beliau berkata sebagai berikut { الله

به} } العارفون العلماء خشيته حق يخشاه إنما أي العلماء عباده من الله يخشى إنماالمنعوت الكمال الموصوفبصفات العليم القدير للعظيم المعرفة كانت كلما ألنه

له الخشية كانت أكمل به والعلم أتم به المعرفة كانت كلما الحسنى باألسماءوأكثر . أعظم

“{Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama}, maksudnya hanyalah yang benar-benar takut pada-Nya adalah ulama yang ‘arif billah(yang mengetahui Allah), karena sesungguhnya ketika ma’rifat pada zat yang Maha Agung,

Page 7: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

Berkuasa, Mengetahui, memiliki semua sifat-sifat sempurna yang menunjukan keindahan nama-nama-Nya, semakin sempurna ilmu dan pengetahuan tentang-Nya maka khasyyah (takut) pada-Nya juga semakin besar dan banyak.

Lalu Imam Ibnu Katsir membawakan beberapa keterangan para ulama salaf dari kalangan Sahabat dan Tabi’in sebagaimana berikut:

من : { الله يخشى إنما تعالى قوله عباسفي ابن عن أبيطلحة بن علي قالقدير } : علىكلشيء الله أن يعلمون الذين قال العلماء عباده

Ali Ibn Abu Tolhah meriwayatkan maksud ayat di atas dari Ibn Abbas ra, yaitu ulama yang dimaksud adalah orang-orang yang yakin bahwa Allah maha berkuasa atas segala sesuatu.

العالم : عباسقال ابن عن عكرمة عن أبيعمرة ابن عن لهيعة ابن وقالوحفظوصيته حرامه وحرم حالله وأحل شيئا به يشرك لم من عباده من بالرحمن

بعمله ومحاسب مالقيه أنه وأيقن

Berkata Ibn Abu Lahi’ah dari Ibn Abu ‘Umrah dari ‘Ikrimah dari Ibn Abbas: Orang yang alim dengan Allah adalah orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, menghalalkan yang dihalalkan-Nya, mengharamkan yang diharamkan-Nya, menjaga wasiat-Nya serta yakin bahwa ia akan bertemu dengan-Nya untuk menghisab semua amal perbuatannya.

وجل : عز الله معصية وبين بينك تحول التي هي الخشية جبير بن سعيد  وقال

Berkata Sa’id Ibn Jubair: al-Khasyyah(takut) adalah sesuatu yang bisa menjauhkan dirimu dari maksiat pada Allah SWT.

فيه : الله رغب فيما بالغيبورغب الرحمن منخشي العالم البصري الحسن وقالالله { إن العلماء عباده من الله يخشى إنما الحسن تال ثم فيه الله سخط فيما وزهد

} غفور عزيز

al-Hasan al-Bashri berkata: Orang yang alim adalah orang yang takut pada Allah yang tidak dilihatnya, senang dengan apa yang di senangi-Nya dan menjauhi diri dari apa yang dibenci-Nya lalu al-Hasan membacakan ayat di atas.

العلم : ولكن الحديث كثرة عن ليسالعلم قال أنه عنه الله رضي مسعود ابن وعنالخشية كثرة عن

Ibn Mas’ud ra berkata: ilmu itu tidak diukur dengan banyaknya meriwayatkan Hadits, tapi dengan banyaknya al-Khasyyah.

ليسبكثرة : العلم إن قال مالك وهبعن ابن عن المصري صالح بن أحمد وقال : . معناه المصري صالح بن أحمد قال القلب في الله يجعله نور العلم وإنما الرواية

يتبع أن وجل عز فرضالله الذي العلم وإنما الرواية بكثرة تدرك ال الخشية أنأئمة من بعدهم ومن عنهم الله رضي الصحابة عن جاء وما والسنة الكتاب هو فإنما

العلم : فهم به يريد نور قوله تأويل ويكون بالرواية إال يدرك ال فهذا المسلمين . معانيه ومعرفة

Page 8: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

Berkata Ahmad Ibn Saleh al-Mashri dari Ibn Wahb dari Malik: ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat, tapi dengan adanya nur yang Allah letakan dalam qolb. Lalu Ahmad Ibn Saleh al-Mashri memberi penjelasan; artinya bahwa al-Khasyyah itu tidak bisa dihasilkan semata dengan banyaknya riwayat, karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu yang diwajibkan itu terkait dengan al-Qur’an, al-Sunnah dan apa-apa yang datang dari para Sahabat serta para Imam setelah mereka, maka hal itu hanya bisa didapat dengan cara periwayatan. Maka tafsir makna Nur adalah pemahaman ilmu dan mengerti makna-maknanya

ثالثة : : العلماء يقال كان قال رجل التيميعن حيان أبي عن الثوري سفيان وقالليس الله بأمر وعالم الله بأمر ليسبعالم بالله وعالم الله بأمر عالم بالله عالم

الحدود ويعلم تعالى الله يخشى الذي الله وبأمر بالله فالعالم بالله بعالموال الحدود يعلم وال الله يخشى الذي الله بأمر ليسبعالم بالله والفرائضوالعالم

والفرائضوال الحدود يعلم الذي بالله ليسالعالم الله بأمر الفرائضوالعالموجل عز الله يخشى

Berkata Sufyan al-Tsauri dari Abu Hayan al-Taimi dari seorang ulama yang berkata bahwa ulama itu dibagi tiga macam, yaitu: 1) Alim bi Allah dan bi amr Allah, 2) Alim bi Allah, tapi tidak alim bi amr Allah dan 3) Alim bi Amr Allah, tapi tidak alim bi Allah. Dan kelompok pertama itulah tipikal ulama yang khasyyah pada Allah juga  mengerti akan hudud (batasan-batasan) dan faraidl (kefardluan). Adapun kelompok kedua adalah tipikal ulama yang punya khasyyah tapi tidak mengerti hudud dan faraidl. Sedangkan kelompok ketiga adalah tipikal ulama yang mengerti hudud dan faraidl tapi tidak punya khasyyah pada Allah SWT.”

Kedua: ulama menurut Nabi Shallalahu ‘Alihi Wasallam.

Nabi kita Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda:

األنبياء ورثة هم العلماء

” Ulama mereka adalah pewaris para Nabi”(HR.Ahmad, Tirmidzi dan lainnya)

Sekali lagi , sesuai ayat surat Fathir itu dan ayat-ayat yang lain serta sabda Nabi di atas mengantarkan  kita kepada sebuah kesimpulan bahwa yang berhak dikatakan ulama adalah mereka yang melanjutkan tugas mulia para Nabi, tugas mulia itu adalah menyampaikan dan mengajarkan ilmu agama berupa al-Qur’an dan al-hadits, karena para Nabi tidak mewariskan kepada umatnya melainkan ilmu agama. Ilmu agama yang mengajarkan tentang Orang yang alim dengan Allah adalah orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, menghalalkan yang dihalalkan-Nya, mengharamkan yang diharamkan-Nya, menjaga wasiat-Nya serta yakin bahwa ia akan bertemu dengan-Nya untuk menghisab semua amal perbuatannya. Orang yang alim dengan Allah adalah orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, menghalalkan yang dihalalkan-Nya, mengharamkan yang diharamkan-Nya, menjaga wasiat-Nya serta yakin bahwa ia akan bertemu dengan-Nya untuk menghisab semua amal perbuatannya.  

Sebagaimana kandungan ungkapan Imam Syafi’I bahwa al-ilmu adalah apa-apa yang difirmankan Allah dan yang disabdakan Nabi Shalalahu ‘Alaihi Wasallam. Jika kita ingin menjadi ulama atau dikatakan ulama maka haruslah belajar perkara-perkara yang berkaitan dengan ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Dengan mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal,

Page 9: Siapakah Yang Dinamakan Ulama

mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan. Intinya untuk menjadi seorang ulama tidak semudah yang dikatakan oleh mereka, yaitu dengan sains bisa menyandang gelar ulama.

Demikian apa yang kita sampaikan pada kesempatan kali ini, semoga keterangan ini dapat membuka pikiran dan menambah wawasan kita mengenai permasalahan di atas serta kami berharap Allah memberi jalan kepada kita semua untuk bisa mendekati posisi ulama dan tipikal yang disebutkan. Amiin Ya Robbal ‘Alamin