101
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI dalam program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat terlihat dengan jelas. 1,2 Penyakit periodontal dijumpai lebih banyak pada

simpan penting

  • Upload
    boni

  • View
    9

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

materi kedokteran gigi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANGHasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi Departemen Kesehatan RI dalam program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat terlihat dengan jelas.1,2 Penyakit periodontal dijumpai lebih banyak pada masyarakat yang kurang berpendidikan dibandingkan pada masyarakat yang berpendidikan. Faktor sosioekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi, umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik daripada mereka dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah.3,16

Pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, situasinya jauh dari memuaskan dan merupakan masalah yang sering terabaikan karena tidak semua orang memandang gangguan gigi-geligi mereka sebagai suatu penyakit yang perlu mendapatkan perawatan.3Bila berbagai kelompok dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang sama dibandingkan, profil penyakit umumnya kelihatan sama. Hasil-hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa seringkali penyakit terbatas hanya berupa inflamasi atau periodontitis marginalis saja. Pada umumnya perkembangan dari gingivitis menjadi periodontitis marginalis akhirnya menjadi penyakit yang lebih parah serta tanggalnya gigi berlangsung secara lambat.16Salah satu penyakit periodontal adalah gingivitis. Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar gigi dan merupakan penyakit periodontal yang paling sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis merupakan tahapan pertama dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi sebagai respon terhadap bakteri, plak, dan apabila berlanjut akan menyebabkan terbentuknya poket periodontal.4,5Penelitian Suwondo dan Rusminah menunjukkan bahwa penimbunan plak dan kebersihan mulut yang kurang baik akan mempermudah terjadinya gingivitis. Penelitian lain menunjukkan bahwa gingivitis dapat terjadi pada usia puberitas yang dihubungkan dengan perubahan hormonal. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan jaringan periodontal terutama sistem permeabilitas vaskuler. Dari data tersebut diperoleh gambaran bahwa gingivitis dapat terjadi oleh karena iritasi lokal dan faktor sistemik. Faktor lain mungkin saja disebabkan oleh kurangnya pembersihan gigi secara teratur. Keadaan ini dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi, dimana keadaan sosial ekonomi dan ketidaktahuan dari orang tua mungkin dapat menyebabkan anak-anak kurang menyadari pentingnya kebersihan mulut. 5Pada keadaan kronis gingivitis memperlihatkan tanda-tanda seperti permukaan yang halus dapat mengkilap dan berbentuk nodular. Tingkat keparahan gingivitis dibagi menjadi gingivitis ringan (terjadi oedema ringan dan sedikit kemerahan), gingivitis sedang (terjadi kemerahan dan pembesaran gingiva) dan gingivitis berat (terjadi kemerahan dan pembesaran gingiva yang berat).6Dari hasil penelitian Hadnyanawati yang dilakukan pada siswa sekolah dasar kelas V di Kabupaten Jember memperlihatkan bahwa kebersihan gigi dan mulut siswa di semua lokasi paling banyak menunjukkan kategori sedang, sedangkan jumlah siswa yang menderita gingivitis hampir sama di seluruh lokasi. Untuk kebersihan gigi dan mulut dengan kategori baik, siswa perkotaan lebih banyak dari siswa pedesaan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi kebesihan mulut di Indonesia termasuk kategori sedang, sementara kondisi kebersihan mulut di daerah perkotaan lebih baik dari pedesaan.6Keadaan ini berhubungan dengan tingkat kebersihan gigi dan mulutnya, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka semakin mudah terserang gingivitis. Karena itu penting sekali untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta melakukan kontrol plak secara teratur dan teliti. Jika seseorang dapat mempertahankan kebersihan gigi dan mulut, maka ini dapat membatasi risiko penyakit periodontal yang lebih parah.6 Penelitian mengenai gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar ini dilakukan di Kompleks Maccini. Di dalam Sekolah Dasar Kompleks Maccini ini terdapat 5 sekolah yaitu: SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Informasi dari pihak sekolah mengatakan bahwa salah satu puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan tersebut memprogramkan pemeriksaan kesehatan di sekolah tersebut rutin setiap 3 bulan sekali. Peran aktif dari pihak tenaga kesehatan dalam peningkatan kualitas kesehatan anak sangatlah baik. Ini yang menjadi alasan mengapa memilih sekolah di kecamatan tersebut sebagai tempat penelitian untuk melihat gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar di wilayah tersebut.

Pada penelitian ini diambil sampel yaitu siswa kelas IV dan V yaitu pada usia antara 8-15 tahun. Usia tersebut telah memasuki periode gigi bercampur. Adanya sikap kooperatif dari anak anak tersebut dapat membantu kelancaran dalam pemeriksaan yang dilakukan. Anak-anak pada usia tersebut juga adalah paling efektif dalam menerima pengetahuan dan perawatan kesehatan gigi.

1.2RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu Gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan V di Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I

1.3TUJUAN PENELITIANUntuk mengetahui gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan V, Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I.1.4MANFAAT PENELITIANDiharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan kedokteran gigi dan bagi Dinas Kesehatan Kota setempat dalam menyusun program-program kesehatan gigi serta menjadi salah satu aspek pengembangan penelitian-penelitian lebih lanjut.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1GAMBARAN NORMAL GINGIVAGingiva pada anak-anak berwarna pink pucat seperti pada gambar 1, tetapi tidak pucat seperti pada gingiva dewasa karena pada dewasa lapisan keratinnya lebih tipis.

Gambar 1. Gambaran gingiva normal pada anak usia 5 tahun yang menunjukkan adanya stipping dan interproksimal gingiva yang datar

Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th edKedalaman sulkus gingiva pada gigi sulung lebih dangkal daripada gigi permanen. Gigi sulung memiliki kedalaman gingiva 2,1 mm ( 0,2 mm). Sulkus gingival melekat dengan lebar anteroposterior yang bervariasi, daerah insisivus lebih lebar kemudian terjadi penyempitan di daerah cusp dan meluas lagi di daerah posterior molar. Secara anatomis gingiva terdiri dari marginal gingiva, sulkus gingiva, attached gingiva, dan interdental gingival seperti pada gambar 2.7,15

Gambar 2. Diagram anatomi gingiva oleh Landmark

Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed2.1.1Marginal Gingiva.Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50% kasus, marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear yang dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari dinding jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan probe periodontal.72.1.2 Sulkus Gingiva.Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang disekitar gigi yang mengelilingi gigi pada satu lapisan epitelium free gingiva margin gigi dengan gigi yang lainnya. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat dimasuki oleh probe periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting. Ukuran normal atau ukuran ideal kedalaman sulkus gingiva sekitar 0 mm.72.1.3Attached gingiva.Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang alveolar. Aspek fasial dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar dibatasi oleh mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan parameter klinik penting lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara mucogingiva junction dan proyeksi dari permukaan dasar luar dari sulkus dengan menggunakan probe periodontal.8

Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm dan pada insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm. Tetapi lebih sempit pada daerah posterior dan tersempit pada daerah premolar sebesar 1,9 mm untuk rahang atas dan 1,8 untuk rahang bawah.8Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari attached gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa membran dasar mulut.82.1.4Interdental Gingiva.Interdental gingiva menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah interproksimal dibawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk pyramidal atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari titik kontak antara gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.8Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva dibentuk oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus tanpa papilla interdental.82.2GINGIVITIS Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar gigi. Secara mikroskopis, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat inflamasi dan edema, kerusakan serat kolagen gingiva terjadi ulserasi, proliferasi epitelium dari permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Beberapa studi sebelumnya menyebutkan bahwa gingivitis marginal merupakan penyakit periodontal yang paling sering ditemukan pada anak-anak.13

Gambar 3. Gingivitis Marginalis Kronis karena kebersihan mulut yang buruk dan susunan gigi yang tidak beraturan.

Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed2.3ETIOLOGI GINGIVITISPenyebab utama gingivitis pada anak-anak sama seperti pada orang dewasa yaitu plak gigi disebabkan oleh karena kebersihan mulut yang buruk, posisi gigi yang tidak teratur dapat menjadi faktor pendukung. Umumnya plak berakumulasi dalam jumlah yang sangat banyak di regio interdental yang sempit, inflamasi gusi cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan menyebar dari daerah tersebut ke sekitar leher gigi. Respon setiap individu terhadap plak sebagai faktor penyebab bermacam-macam, beberapa anak mempunyai respon yang minimal terhadap faktor lokal.9,152.3.1Faktor Etiologi Primer.16Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri. Meskipun demikian, sejumlah kecil plak biasanya tidak mengganggu kesehatan gingiva dan periodontal, dan beberapa pasien bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup besar yang berlangsung lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka mengalami gingivitis.

Ada beberapa faktor lain baik lokal maupun sistemik yang merupakan predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan respon gingiva terhadap plak. Faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi sekunder.2.3.2Faktor Etiologi Sekunder.16Faktor-faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan predisposisii dari akumulasi deposit plak dan menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak. Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi respon gingiva terhadap iritasi lokal.A. Faktor lokal161. Restorasi yang keliru

Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling menguntungkan bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan memoles bagian tepi. Restorasi dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan mahkota atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan gigi yang efektif.

2. Kavitas karies

Kavitas yang keliru, terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang terbentuknya daerah timbunan plak.

3. Tumpukan sisa makanan

Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di antara gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk baji makanan, khususnya bila ada plunger cusp.

4. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain tidak baik.

Geligi tiruan adalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau tidak terpoles dengan baik cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne seringkali terbenam di dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila gigi-geligi tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.

5. Pesawat ortodonsi

Pesawat ortodonsi yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena sebagian besar pasien ortodonsi masih muda, inflamasi yang parah disertai dengan pembengkakan gingiva dapat terjadi di sini.

6. Susunan gigi-geligi yang tidak teratur.

Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari retensi plak dan mempersulit upaya menghilangkan plak.

7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut.

Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih dipertanyakan namun suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah gingivitis hiperplasia pada segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas, di mana sel bibir kurang sempurna. Selain itu, pada sebagian besar kasus daerah hiperplasia jelas dibatasi oleh garis bibir. Walaupun kurangnya seal bibir sering berhubungan dengan kebiasaan bernafas melalui mulut, seal bibir yang kurang memadai juga dapat terjadi walaupun pasien bernafas melalui hidung. Bila bibir terbuka gingiva bagian depan tentunya tidak terlumasi saliva. Keadaan ini kelihatannya mempunyai dua efek: (i) aksi pembersihan normal dari saliva berkurang sehingga timbunan plak bertambah; (ii) dehidrasi jaringan yang akan mengganggu resistensinya.

8. Merokok

Efek yang paling jelas dari kebiasaan merokok adalah perubahan warna gigi-geligi dan bertambahnya keratinisasi epitelium mulut disertai dengan produksi bercak putih pada perokok berat di daerah pipi dan palatum, yang kadang-kadang dapat juga ditemukan pada jaringan periodontal. Insiden gingivitis kronis dan gingivitis ulseratif akut kelihatannya lebih besar pada perokok yang juga menunjukkan adanya kerusakan periodontal yang lebih parah.9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar.Groove pada permukaan akar atau daerah servikal mahkota dapat merangsang akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan. Keadaan ini dapat menimbulkan daerah-daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket, yang paling sering terlihat di sebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada permukaan mesial gigi premolar atas juga dapat berfungsi sebagai groove perkembangan.B. Faktor sistemik16Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan misalnya; faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.

1. Faktor genetik

Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi dan ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda-tanda kerusakan periodontal sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan periodontitis yang progresif pada usia yang lebih mudah.

Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langkah, yang meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal seperti Sindrom Down, kerentanan di sini berhubungan dengan terganggunya fungsi neutrofil atau perubahan metabolisme jaringan ikat. Sindroma Chediak-Higashi, merupakan kondisi autosomal resesif yang langkah, ditandai dengan neutrofil yang terganggu.

2. Faktor nutrisional

Secara teoritis defisiensi dari nutrien dapat mempengaruhi keadaan gingiva dan daya tahannya terhadap plak, tetapi karena kesalingtergantungan antara berbagai elemen diet yang berkembang, sangatlah sulit untuk mendifinisikan akibat defisiensi spesifik pada seorang manusia.

Pada defisiensi nutrisional yang parah, yang umumnya disertai dengan kebersihan mulut yang sangat buruk, terlihat adanya kerusakan jaringan periodontal yang berkembang dengan cepat dan tanggalnya gigi yang cukup dini.

3. Faktor hormonal

Hormon seks. Perubahan hormon seksual berlangsung semasa puberitas dan kehamilan, keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan gingiva yang merubah respon terhadap produk-produk plak.

Puberitas. Pada masa puberitas insiden gingivitis mencapai puncaknya. Perubahan ini tetap terjadi walaupun kontrol plak tetap tidak berubah. Oleh karena itu, sejumlah kecil plak yang pada usia yang lain hanya menyebabkan terjadinya sedikit inflamasi gingiva, akan dapat menyebabkan inflamasi yang hebat pada masa puberitas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Bila masa puberitas sudah lewat, inflamasi cenderung reda sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali kecuali bila dilakukan pengontrolan plak yang adekuat

4. Faktor hematologi (penyakit darah)

Penyakit darah kelihatannya tidak menyebabkan gingivitis tetapi dapat menimbulkan perubahan jaringan yang merubah respon jaringan terhadap plak. Dokter gigi mempunyai tanggung jawab khusus dalam hubungannya dengan penyakit-penyakit ini karena perdarahan gingiva yang hebat merupakan simtom umum pada leukimia akut dan dokter gigi mungkin merupakan orang pertama yang memeriksakan keadaan pasien penyakit-penyakit darah antara lain anemia, leukimia, dan leukopenia.2.4PATOGENESIS TERJADINYA GINGIVITISMenurut Carranza dan Newman, Jenkins dan Allan, dikutip oleh Riyanti E, gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel sulkus. Selanjutnya enzim dan toksin menembus jaringan pendukung dibawahnya. Peradangan pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah pada jaringan, edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.9Perkembangan gingivitis dapat dibedakan atas empat tahap yaitu:10a. Tahap I

Manifestasi awal dari inflamasi gingiva berupa lesi inisial atau awal dengan adanya perubahan vaskuler berupa dilatasi pembuluh darah kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini terjadi sebagai respon awal dari inflamasi terhadap aktivasi mikroba leukosit dan stimulasi berikutnya sel endotel. Secara klinis, respon awal gingiva untuk plak bakteri tidak terlihat perubahan.Dapat juga sudah terjadi perubahan perlekatan epitelium junctional dan jaringan ikat perivaskular pada tahap awal. Limfosit mulai menumpuk, peningkatan migrasi leukosit dan berakumulasi di dalam sulkus disertai peningkatan aliran darah cairan gingiva ke dalam sulkus. Jika keadaan berlanjut, makrofag dan sel-sel limfoid juga terinfiltrasi hanya dalam beberapa hari.

b. Tahap IIDengan berjalannya waktu, tanda-tanda klinis berupa lesi dini (early lesion) mulai terlihat dengan adanya tanda klinis eritema. Eritema ini terjadi karena proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan loops capiler. Epitel sulkus menipis atau terbentuk ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi perdarahan pada probing. Ditemukan 70% jaringan kolagen sudah rusak terutama disekitar sel-sel infiltrate.Neutrofil keluar dari pembuluh darah sebagai respon terhadap stimulus kemotaktik dari komponen plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus. Sel-sel tersebut tertarik ke arah bakteri dan memfagositkannya. Lisosom dikeluarkan dalam kaitan memproses bakteri. Dalam tahap ini fibroblas jelas terlihat menunjukkan perubahan sitotoksik sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.

c. Tahap IIIPada tahap III, lesi mantap (establish lesion) disebut sebagai gingivitis kronis karena pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau rusak, sehingga aliran darah menjadi lamban. Terlihat anoksemia lokal sebagai perubahan warna kebiruan pada gingiva yang merah. Selanjutnya sel darah merah keluar ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga haemoglobin menyebabkan warna area perdarahan menjadi lebih gelap.Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga berat. Aktivitas kolagen sangat meningkat karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang diproduksi oleh sejumlah bakteri oral maupun nerofil.

d. Tahap IVPerpanjangan lesi ke dalam tulang alveolar ciri tahap yang keempat yang dikenal sebagai lesi lanjut atau fase kerusakan periodontal.

2.5KLASIFIKASI GINGIVITISMenurut Carranza dan Glickmans dikutip oleh Eriska E, gingivitis dibedakan berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.

Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :91. Gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek)

2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut)

3. Gingivitis rekuren, peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali

4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah).

Berdasarkan lokasi penyebarannya, pembesaran gusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :141. Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa daerah gigi)2. Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara menyeluruh)3. Marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas gusi cekat)4. Papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papilla)5. Diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papilla interdental).

2.6GINGIVA INDEKS (GI)Menurut Sillnes dan Loe, Gingiva Indeks digunakan sebagai metode untuk menilai tingkat keparahan dan kuantitas inflamasi gingiva pada pasien. Analisis dengan GI hanya dilakukan pada jaringan gingiva. Menurut metode ini, daerah gingiva yang diperiksa terdiri atas empat bagian gigi (bukal/fasial, mesial, distal, dan lingual), dan diberikan skor dari 0 sampai 3 sebagai kriteria identifikasi untuk mengukur tingkat keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingiva.11Skor dan Kriteria dari Gingiva Indek.111 : normal (tidak ada peradangan)

2 : peradangan ringan, sedikit perubahan dalam warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan sewaktu probing.3 : peradangan sedang, kemerahan, edema, mengkilat, berdarah sewaktu probing.

4 : peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi, cenderung ada perdarahan spontan2.7KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASARKesehatan gigi dan mulut anak-anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat memerlukan perhatian yang penting karena pada anak usia sekolah tersebut merupakan waktu yang rentan terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulutnya. Anak-anak usia sekolah dasar mencakup kelompok masyarakat dengan usia antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Kelompok pada usia sekolah tersebut adalah saat paling efektif dalam menerima pengetahuan dan perawatan kesehatan giginya. Masa anak usia sekolah merupakan masa untuk melakukan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas.

Penelitian yang dilakukan di kabupaten Jember memperlihatkan bahwa dari 115 siswa terdiri dari 51 (44,3%) siswa perempuan dan 64 (55,7%) siswa laki-laki menderita gingivitis. Dari hasil tersebut terlihat bahwa siswa laki-laki lebih banyak yang menderita gingivitis dibandingkan siswa perempuan. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat kebersihan gigi dan mulutnya, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulut maka semakin mudah terserang gingivitis.62.7.1Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.Masa usia sekolah dasar adalah masa erupsi gigi permanen yang dapat meningkatkan risiko peradangan pada gingiva akibat dari proses rupturnya jaringan gingiva. Apabila kebersihan mulut tidak terjaga, maka resiko terjadinya gingivitis dapat meningkat.

Gingivitis yang sering ditemukan pada anak-anak yaitu simpel gingivitis. Keadaan tersebut sering terlihat pada saat pertumbuhan gigi dan reda setelah gigi tumbuh dengan sempurna di dalam rongga mulut. Peningkatan terbesar terjadi pada anak-anak usia 6-7 tahun, yaitu pada saat gigi permanen mulai erupsi. Ini terjadi karena pada saat gigi erupsi marginal gingiva tidak dilindungi oleh korona, dan disisi lain makanan terus menerus menekan gingiva sehingga terjadi proses inflamasi.13Macam-macam gingivitis kronis pada anak antara lain sebagai berikut :91. Gingivitis marginalis kronis, merupakan suatu peradangan gusi pada daerah margin yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan perubahan warna, ukuran konsistensi, dan bentuk permukaan gusi. Penyebab peradangan gusi pada anak-anak sama seperti pada dewasa, yang paling umum yaitu disebabkan oleh penimbunan bakteri plak. Perubahan warna dan pembengkakan gusi merupakan gambaran umum terjadinya gingivitis kronis.2. Gingivitis Erupsi, merupakan gingivitis yang terjadi di sekitar gigi yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering terjadi pada anak usia 6-7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Gingivitis erupsi lebih berkaitan dengan akumulasi plak daripada dengan perubahan jaringan. McDonald dan Avery mengatakan bahwa gingivitis dapat berkembang karena pada tahap awal erupsi gigi, margin gusi tidak mendapat perlindungan dari mahkota sehingga terjadi penekanan makanan di daerah tersebut yang menyebabkan proses peradangan. Selain itu sisa makanan, materia alba, dan bakteri plak sering terdapat di sekitar dan di bawah jaringan bebas, sebagian meliputi mahkota gigi yang sedang erupsi hal ini mengakibatkan peradangan.

3. Gingivitis pada gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial). Pada pinggiran margin yang tererosi akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi edema sampai dengan abses.

4. Gingivitis pada maloklusi dan malposisi. Gingivitis disertai dengan perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan, pembesaran gusi, ulserasi, dan bentuk poket dalam yang menyebabkan terjadinya pus, meningkat pada anak-anak yang memiliki overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge to edge, dan protrusif.5. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems merupakan salah satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gusi di sekitar gigi (antara margin gusi dan mucogingiva junction) yang ditandai oleh mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah, susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis.

6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat gigi, alat ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk.

7. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya gingivitis yang bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.

2.7.2Faktor Risiko Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.Gingivitis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama gingivitis pada anak adalah plak. Faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan gingivitis pada anak-anak sekolah dasar yaitu :

1. Sosial ekonomi

Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah berpengaruh terhadap kesehatan umum dan gigi anak, sebab dengan status ekonomi rendah masalah utamanya adalah pemenuhan kebutuhan minimal sehingga mempengaruhi kondisi kesehatannya.

2. Oral Hygiene (kebersihan mulut).3. Pendidikan kesehatan gigi

Makin tinggi pendidikan, akan mudah menyerap informasi dan inovasi baru, termasuk kesehatan gigi, bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah.2.7.3 Upaya Pencegahan Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.16Pencegahan primer merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit, tetapi bila hal ini tidak mungkin dilakukan maka mendeteksi tanda dan gejala penyakit dan pengobatan secara tuntas merupakan pertahanan kedua. Tiga tingkat pencegahan dalam epidemiologi yang disesuaikan dengan fase-fase yang berbeda-beda dari perkembangan penyakit dapat diidentifikasikan sebagai berikut:a. Pencegahan primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa:

1. Promosi Kesehatan Masyarakat

2. Pencegahan Khusus

b. Pencegahan sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sembuh dari sakit agar tidak sakit lagi, mencegah orang yang telah sakit semakin parah, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini dapat dilakukan dengan cara: 1. Penyaringan

2. Pengamatan Epidemiologis

3. Survei Epidemiologis

4. Memberi pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan umum atau praktek dokter swasta.c. Pencegahan tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat.

2. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi.

3. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pemilihan sampel menggunakan teknik Stratified Random Sampling dimana ditujukan pada semua siswa siswi kelas IV dan V SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Pola gingivitis dinilai dengan Gingiva Indeks (GI).

3.2RANCANGAN PENELITIANDesain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study (Transversal) karena dalam penelitian ini observasi hanya dilakukan pada waktu tertentu saja. Setiap sampel atau subjek hanya dilakukan observasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat melakukan pemeriksaan tersebut.

3.3LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kompleks Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar, JL. Urip Sumoharjo No.230 dan JL. Maccini Sawah 1.3.4WAKTU PENELITIANPenelitian ini dilakukan pada bulan Mei 20113.5POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.5.1Populasi.Populasi penelitian adalah semua siswa SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar.3.5.2 Sampel.Sampel penelitian adalah semua siswa kelas IV dan V SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I yang mengalami gingivitis dan tidak mengalami gingivitis.3.5.3 Kriteria sampelKriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswi SD kelas IV dan V yang bersekolah di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I

2. Siswa-siswi yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan adanya persetujuan dari Kepala Sekolah.

3. Siswa-siswi SD memiliki minimal gigi yang akan diperiksa jika tidak memiliki gigi-gigi tersebut maka tidak dilakukan penggantian gigi dan tetap dilakukan pemeriksaan.

4. Tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik dan kelainan darah

Kriteria eksklusif dalam penelitian ini adalah:

1. Bukan siswa-siswi kelas IV dan V di sekolah tersebut

2. Tidak memiliki semua gigi yang akan diperiksa3.6ALAT DAN BAHANAlat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah

a) Wawancara terpimpin

b) Mouth Mirror, Betadine, Air Mineral, dan Gelasc) Probe Periodontal, masker, handcoen.

d) Nierbekken (tempat alat)

e) Alat tulis

3.7PROSEDUR KERJAa) Sampel diambil dari siswa siswi kelas IV dan V, di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I b) Mencatat nama, umur, dan jenis kelamin.

c) Setiap sampel diukur tingkat keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingiva. Setiap keadaan dicatat sesuai dengan indeks yang digunakan.

d) Setelah pemeriksaan, dilakukan wawancara untuk mengetahui berapa kali siswa siswi tersebut menyikat gigi dalam sehari, waktu menyikat gigi dan beberapa pertanyaan lain yang tersurat dalam lembar wawancara terpimpin.e) Hasil wawancara dicatat pada lembar penelitian

f) Data yang diperoleh diolah.

3.8DEFENISI OPERASIONAL VARIABELGingivitis adalah adanya pembengkakan dan perubahan warna pada daerah gingiva dan diukur tingkat keparahannya dengan menggunakan probe periodontal.

3.9VARIABEL PENELITIAN Identifikasi Variabel :

a) Variabel dependen: -b) Variabel independen: Gingivitis

c) Variabel kendali

: usia, gigi yang diperiksa

3.10DATA PENELITIANa) Jenis data

: data primer yang diperoleh secara langsung dari obyek sampel yang diteliti

b) Penyajian data: data disajikan dalam bentuk tabel distribusi

c) Pengolahan data: dengan manual3.11KRITERIA PENILAIANa) Untuk gingivitis : mengukur tingkat keparahan radang gingiva. Perdarahan dinilai dengan menjalankan sebuah probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah gingiva.

Gigi yang diperiksa:12

6

1 6

6 1

6

Permukaan gigi yang diperiksa adalah jaringan yang mengelilingi gigi yaitu permukaan mesial, distal, bukal/labial, lingual/palatal.

Skor gingival indeks untuk tiap gigi:11

Skor gingival indeks untuk tiap individu:

Skor dan Kriteria dari Gingiva Indeks:111 : normal (tidak ada peradangan)

2 : peradangan ringan, sedikit perubahan dalam warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan sewaktu probing.3 : peradangan sedang, kemerahan, edema, mengkilat, berdarah sewaktu probing.

4 : peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi, cenderung ada perdarahan spontanKriteria gingivitis:

1 : tidak ada inflamasi

2 : ada inflamasi

Kriteria indeks gingivitis:110,1 1,0= Gingivitis Ringan

1,1 2,0= Gingivitis Sedang

2,1 3,0 = Gingivitis Berat4.12 ALUR PENELITIAN

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1GAMBARAN UMUMAnak Sekolah Dasar (SD) menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Terletak di wilayah Kecamatan Makassar dan di wilayah kerja Puskesmas Maccini. Setiap 3 bulan sekali Puskesmas mengadakan pemeriksaan gigi pada anak sekolah dasar di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kasus kesehatan gigi dan mulut anak sekolah dasar.

Nama-nama sekolah dasar yang menjadi tempat penelitian dan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :TABEL 1. Daftar Nama Nama Sekolah Dasar NoNama SekolahKelas IVKelas VJumlah Siswa SD

1SDN Maccini I424688

2SDN Maccini II413576

3SDN Maccini III233558

4SDN Maccini IV283260

5SD Inpres Maccini I/I262652

Total160174334

Data primer diperoleh dari pemeriksaan klinis dan wawancara langsung dengan siswa yang didampingi oleh guru kelas. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei 2011.4.2GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASARPenelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV dan V yang keseluruhannya berjumlah 334 siswa dari 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Dari data ini dapat dilihat gambaran keparahan gingivitis pada anak yang dinilai berdasarkan gingiva indeks. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:TABEL 2. Deskripsi Hasil Pengukuran Gingivitis Berdasarkan Gingiva Indeks Nama SekolahKelasGingiva IndeksTotal

Normal%Ringan%Sedang%Berat%

SDN Maccini IIV49,52969,1921,4--42

V1021,73371,736,5--46

SDN Maccini IIIV24,93687,837,3--41

V617,12468,6514,3--35

SDN Maccini IIIIV--2191,328,7--23

V617,1288012,9--35

SDN Maccini IVIV7251657,1517,9--28

V1031,31856,2412,5--32

SD Inpres Maccini I/IIV623,11869,227,7--26

V726,91869,213,9--26

Total5817,424172,23510,4--334

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011

Berdasarkan pengelompokan indeks gingivitis pada tabel diatas, didapatkan gambaran dari ke 5 sekolah dasar diatas yaitu dari 334 orang siswa di sekolah tersebut, 58 orang (17,4%) tidak mengalami gingivitis, 241 orang (72,2%) mengalami gingivitis ringan, 35 orang (10,4%) gingivitis sedang dan tidak ada siswa mengalami gingivitis yang berat.4.3KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.3.1Karakteristik Responden Berdasarkan Umur.Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V yang berusia 8-15 tahun yang keseluruhan berjumlah 334 siswa dari 5 sekolah dasar yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL 3. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Umur Pada Anak kelas IV dan VNama SekolahUmur (tahun) Siswa Kelas IV dan V

8%9%10%11%

SDN Maccini I--1317,63547,32331,1

SDN Maccini II--68,83754,42333,8

SDN Maccini III--35,82038,52242,3

SDN Maccini IV12,3511,62251,21227,9

SD Inpres Maccini I/I12,6716,32051,31025,6

Total20,73412,313448,59032,6

Nama SekolahUmur (tahun) Siswa Kelas IV dan VTotal

12%13%15%

SDN Maccini I34,0----74

SDN Maccini II11,5--11,568

SDN Maccini III713,4----52

SDN Maccini IV12,324,7--43

SD Inpres Maccini I/I12,6----39

Total134,720,710,4276

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat distribusi gingivitis berdasarkan umur pada anak kelas IV dan V di 5 sekolah. Siswa yang mengalami gingivitis yang berusia 8 tahun sebanyak 2 orang (0,7%), 9 tahun sebanyak 34 orang (12,3%), siswa yang berumur 10 tahun sebanyak 134 orang (48,5%), siswa yang berumur 11 tahun sebanyak 90 orang (32,6%), siswa yang berumur 12 tahun sebanyak 13 orang (4,7%), siswa yang berusia 13 tahun sebanyak 2 orang (0,7%) dan siswa yang berusia 15 tahun sebanyak 1 orang (0,4%).4.3.2Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang jenis kelamin responden. Data penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: TABEL 4. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anak Kelas IV dan VNama SekolahJenis kelamin Siswa Kelas IV dan VTotal

L%P%

SDN Maccini I3648,63851,474

SDN Maccini II3754,43145,668

SDN Maccini III2650265052

SDN Maccini IV2455,11944,943

SD Inpres Maccini I/I1948,72051,339

Total14251,513448,5276

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Dari hasil penelitian pada 276 orang anak yang mengalami gingivitis, anak laki-laki lebih banyak yang mengalami gingivitis yaitu sebanyak 142 orang (51,5%) dan 134 orang (48,5%) anak perempuan mengalami gingivitis.4.3.3Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi.Pada penelitian ini, dilakukan wawancara terpimpin dengan menanyakan kepada setiap siswa mengenai frekuensi mereka menyikat gigi dalam sehari di rumah dan didapatkan hasil yang lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :TABEL 5. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi

Nama SekolahKelasFrekuensi Menyikat GigiTotal

1x%2x%3x%%

SDN Maccini IIV--1433,32764,312,442

V24,32043,52452,2--46

SDN Maccini IIIV49,82663,41126,8--41

V12,91337,12057,112,935

SDN Maccini IIIIV--1356,51043,5--23

V12,921601337,1--35

SDN Maccini IVIV--1139,31760,7--28

V26,21546,91546,9--32

SD Inpres Maccini I/IIV27,71453,81038,5--26

V--1973,1726,9--26

Total123,616649,715446,120,6334

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Hasil wawancara terpimpin yang dilakukan pada anak sekolah dasar kelas IV dan V dari ke 5 sekolah, frekuensi menyikat gigi 1x sebanyak 3,6%; 2x sebanyak 49,7%; 3x sebanyak 154 orang siswa (46,1%) dan yang tidak menyikat gigi sebanyak 2 orang siswa (0,6%).

4.3.4Karakteristik Responden Berdasarkan Waktu Menyikat Gigi.Selain menanyakan frekuensi siswa menyikat gigi, ditanyakan juga dalam wawancara terpimpin tersebut kapan waktu menyikat gigi mereka. Hasil jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :TABEL 6. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Waktu Menyikat GigiNama SekolahWaktu Menyikat Gigi Siswa Kelas IV dan VFrekuensi Persentasi (%)

SDN Maccini I1x, Pagi/Siang/Sore/Malam22,3

2x, Setelah sarapan & sebelum tidur2225,3

2x, Mandi pagi & sore1213,8

3x, Pagi,Siang/Sore & Malam4855,2

3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam33,4

Total871 skt gg

SDN Maccini II1x, Pagi/Siang/Sore/Malam56,7

2x, Setelah sarapan & sebelum tidur3141,3

2x, Mandi pagi & sore810,7

3x, Pagi,Siang/Sore & Malam3040

3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam11,3

Total751 skt gg

SDN Maccini III1x, Pagi/Siang/Sore/Malam11,7

2x, Setelah sarapan & sebelum tidur2441,4

2x, Mandi pagi & sore1017,2

3x, Pagi,Siang/Sore & Malam2136,2

3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam23,5

Total58

SDN Maccini IV1x, Pagi/Siang/Sore/Malam23,3

2x, Setelah sarapan & sebelum tidur1525

2x, Mandi pagi & sore1118,3

3x, Pagi,Siang/Sore & Malam3151,7

3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam11,7

Total60

SD Inpres Maccini I/I1x, Pagi/Siang/Sore/Malam23,9

2x, Setelah sarapan & sebelum tidur2853,8

2x, Mandi pagi & sore59,6

3x, Pagi,Siang/Sore & Malam1732,7

3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam--

Total52

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 20114.3.5Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua.Informasi mengenai pekerjaan orang tua dari siswa didapatkan saat dilakukan tanya jawab mengenai nama dan umur siswa. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :TABEL 7. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

Nama SekolahPekerjaan Orang Tua Siswa Kelas IV dan VFrekuensi Persentasi (%)

SDN Maccini IPNS/Pegawai Swasta2225

Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.5663,6

Ibu Rumah tangga11,1

Tidak Tahu910,3

Total88

SDN Maccini IIPNS/Pegawai Swasta79,2

Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.6484,2

Ibu Rumah tangga--

Tidak Tahu56,6

Total76

SDN Maccini IIIPNS/Pegawai Swasta610,4

Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.3967,3

Ibu Rumah tangga23,4

Tidak Tahu1118,9

Total58

SDN Maccini IVPNS/Pegawai Swasta58,3

Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.3355

Ibu Rumah tangga--

Tidak Tahu2236,7

Total60

SD Inpres Maccini I/IPNS/Pegawai Swasta611,5

Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.4484,6

Ibu Rumah tangga--

Tidak Tahu23,9

Total52

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Pada penelitian ini, persentasi pekerjaan orang tua siswa di kelas IV dan V yaitu lebih banyak yang berprofesi dibidang wiraswasta, penjual, buruh dll, yaitu 56 orang (63,3) di SDN Maccini I, 64 orang (84,2%) di SDN maccini II, 39 orang (67,3%) di SDN Maccini III, 33 orang (55%) di SDN Maccini IV dan 44 orang (84,6%) di SN Maccini I/I.4.3.6Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi.Pada wawancara dalam penelitian ini juga ditanyakan apakah anak tersebut sudah pernah ke dokter gigi, jika iya maka ditanyakan lagi berapa kali mereka ke dokter gigi dalam 1 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL 8. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi Dalam Setahun

Nama SekolahKelasKunjungan ke Dokter Gigi dalam 1 tahunTotal

1x%2x%3x%%

SDN Maccini IIV1433,337,249,5215042

V2145,748,724,31941,346

SDN Maccini IIIV1434,1512,237,31946,441

V1851,412,9--1645,735

SDN Maccini IIIIV521,728,714,41565,223

V1337,112,912,92057,135

SDN Maccini IVIV414,3310,713,62071,428

V1237,626,226,2165032

SD Inpres Maccini I/IIV1142,3----1557,726

V830,8311,513,91453,826

Total12035,9247,2154,517552,4334

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa siswa dari ke 5 sekolah tersebut 175 (52,4%) belum pernah ke dokter gigi; 1x ke dokter gigi sebanyak120 orang (35,9%); 2x sebanyak 24 orang (7,2%) dan 3x ke dokter gigi sebanyak 15 orang (4,5%).

4.3.7Karakteristik Responden Berdasarkan Kesadaran Anak Untuk Menyikat Gigi.Pada wawancara terpimpin yang dilakukan pada siswa, ditanyakan juga apakah anak tersebut menyikat gigi karena keinginannya sendiri atau karena disuruh oleh orang tua mereka. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :TABEL 9. Distribusi Berdasarkan Kesadaran Anak Untuk Menyikat GigiNama SekolahKelasKesadaran Menyikat GigiTotal

Ingat Sendiri%Diingatkan%

SDN Maccini IIV3378,6921,442

V3371,71328,346

SDN Maccini IIIV3482,9717,141

V3188,6411,435

SDN Maccini IIIIV1982,6417,423

V2571,41028,635

SDN Maccini IVIV1760,71139,328

V2681,3618,732

SD Inpres Maccini I/IIV1869,3830,726

V1973,1726,926

Total25576,37923,7334

Sumber: Rahmawaty, Data Primer: Mei 2011Dari hasil wawancara terpimpin pada 334 orang siswa kelas IV dan V, 255 (76,3%) orang anak menyikat gigi atas keinginan dan kesadarannya sendiri dan 79 (23,7%) orang anak menyikat gigi karena diingatkan atau disuruh oleh orang tua mereka.BAB V

PEMBAHASANGingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar gigi. Gejala-gejala terjadinya suatu peradangan adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan), dan fusiolesa (kehilangan fungsi). Kondisi klinis yang dapat dilihat pada gingivitis adalah adanya perubahan warna mulai dari merah terang menjadi merah kebiruan. Ukuran gingiva menjadi lebih besar dari ukuran normal, gingiva menjadi lebih mudah berdarah misalnya pada saat menyikat gigi. Kedalaman sulkus lebih dari 2 mm karena pembesaran tepi gingiva akibat pembengkakan pada jaringan gingiva.

Penelitian ini dilakukan di 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, SDN Maccini II, SDN Maccini III, SDN Maccini IV dan SD Inpres Maccini I/I dengan jumlah siswa secara keseluruhan yaitu 334 orang siswa. Dari 334 orang siswa tersebut, 58 orang tidak mengalami gingivitis dan 276 orang mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang sudah ditentukan.5.1GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR

5.1.1Gambaran Gingivitis di SDN Maccini ISDN Maccini I, kelas IV dan V terdiri atas 88 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 42 orang siswa dan kelas V terdiri atas 46 oang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 88 orang siswa, 14 orang tidak mengalami gingivitis dan 74 orang mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak kelas IV yaitu dari 42 orang siswa, 4 orang siswa (9,5%) gingivanya dalam keadaan normal, 29 orang siswa (69,1%) mengalami gingivitis ringan, 9 orang siswa (21,4%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 46 orang siswa, 10 orang siswa (21,7%) gingivanya dalam keadaan normal, 33 orang siswa (71,7%) mengalami gingivitis ringan, 3 orang siswa (6,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 13 orang siswa (17,6%), umur 10 tahun 35 orang siswa (47,3%), umur 11 tahun 23 orang siswa (31,1%), dan umur 12 tahun sebanyak 3 orang siswa (4,0%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 74 orang siswa yang mengalami gingivitis, 36 orang (48,6%) adalah siswa laki-laki dan 38 orang (51,4%) adalah siswa perempuan.5.1.2Gambaran Gingivitis di SDN Maccini II.SDN Maccini II, kelas IV dan V terdiri atas 76 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 41 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 76 orang siswa, 10 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 66 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak kelas IV yaitu dari 41 orang siswa, 2 orang siswa (4,9%) gingivanya dalam keadaan normal, 36 orang siswa (87,8%) mengalami gingivitis ringan, 3 orang siswa (7,3%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6 orang siswa (17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 24 orang siswa (68,6%) mengalami gingivitis ringan, 5 orang siswa (14,3%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 6 orang siswa (8,8%), umur 10 tahun 37 orang siswa (54,4%), umur 11 tahun 23 orang siswa (33,8%), umur 12 tahun sebanyak 2 orang siswa (1,5%) dan umur 15 tahun sebanyak 1 orang siswa (1,5%)

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 68 orang siswa yang mengalami gingivitis, 37 orang (54,4%) adalah siswa laki-laki dan 31 orang (45,6%) adalah siswa perempuan.5.1.3Gambaran Gingivitis di SDN Maccini III.SDN Maccini III, kelas IV dan V terdiri atas 58 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 23 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 58 orang siswa, 6 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 29 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak kelas IV yaitu dari 23 orang siswa, tidak ada seorang pun siswa yang gingivanya dalam keadaan normal, 21 orang siswa (91,3%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa (8,7%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6 orang siswa (17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 28 orang siswa (80%) mengalami gingivitis ringan, 1 orang siswa (2,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 3 orang siswa (5,8%), umur 10 tahun 20 orang siswa (38,5%), umur 11 tahun 22 orang siswa (42,3%), dan umur 12 tahun sebanyak 7 orang siswa (13,4%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 52 orang siswa yang mengalami gingivitis, 26 orang (50%) adalah siswa laki-laki dan 26 orang (50%) adalah siswa perempuan.5.1.4Gambaran Gingivitis di SDN Maccini IV.SDN Maccini IV, kelas IV dan V terdiri atas 60 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 28 orang siswa dan kelas V terdiri atas 32 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 60 orang siswa, 17 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 43 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak kelas IV yaitu dari 28 orang siswa, 7 orang siswa (25%) gingivanya dalam keadaan normal, 16 orang siswa (57,1%) mengalami gingivitis ringan, 5 orang siswa (17,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 32 orang siswa, 10 orang siswa (31,3%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (56,2%) mengalami gingivitis ringan, 4 orang siswa (12,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang siswa (2,3%), umur 9 tahun 5 orang siswa (11,6%), umur 10 tahun 22 orang siswa (51,2%), umur 11 tahun 12 orang siswa (27,9%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang siswa (2,3%) dan umur 13 tahun sebanyak 2 orang siswa (4,7%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 43 orang siswa yang mengalami gingivitis, 24 orang (55,1%) adalah siswa laki-laki dan 19 orang (44,9%) adalah siswa perempuan.5.1.5Gambaran Gingivitis di SD Inpres Maccini I/I.SD Inpres Maccini I/I, kelas IV dan V terdiri atas 52 orang siswa. Kelas IV terdiri atas 26 orang siswa dan kelas V terdiri atas 26 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 52 orang siswa, 13 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 39 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.

Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak kelas IV yaitu dari 26 orang siswa, 6 orang siswa (23,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa (7,7%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 26 orang siswa, 7 orang siswa (26,9%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami gingivitis ringan, 1 orang siswa (3,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.

Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang siswa (2,6%), umur 9 tahun 7 orang siswa (16,3%), umur 10 tahun 20 orang siswa (51,3%), umur 11 tahun 10 orang siswa (25,6%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang siswa (2,6%).

Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 39 orang siswa yang mengalami gingivitis, 19 orang (48,7%) adalah siswa laki-laki dan 20 orang (51,3%) adalah siswa perempuan.

Tingginya prevalensi gingivitis disebabkan karena berbagai faktor. Faktor primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri dan ada beberapa faktor lain baik lokal maupun sistemik yang merupakan predisposisi dari akumulasi plak atau perubahan respon gingiva terhadap plak. Faktor-faktor ini dapat dianggap sebagai faktor etiologi sekunder.16Pembesaran gingiva terjadi pada bagian marginal dan pada tempat yang terdapat iritan lokal dikarakteristikkan oleh papillae interproximal bulbous yang menonjol lebih besar daripada pembesaran gingiva dengan faktor lokal. Survei Sutcliffe pada sekelompok anak berusia 11 dan 17 tahun menunjukkan sebuah prevalensi gingivitis yang secara inisial tinggi, cenderung untuk mengalami penurunan beriringan dengan pertambahan usia. Pada kedua jenis kelamin, prevalensi gingivitis cenderung untuk mengalami penurunan seiring usia bertambah. Secara inisial, sebesar 89% anak berusia 11 tahun dan 92% anak berusia 12 tahun terkena. Namun demikian, masalah ini harus ditekankan kembali bahwa dengan pertambahan usia terdapat sebuah peningkatan bukti penyikatan yang lebih adekuat. Anak perempuan cenderung mengalami gingivitis lebih awal daripada anak laki-laki.5Berdasarkan distribusi jenis kelamin, hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Jember terhadap siswa SD kelas V yang menunjukkan bahwa siswa laki-laki (62,7%) lebih banyak yang mengalami gingivitis sedangkan siswa perempuan (51,6%).5Berbeda halnya dengan distribusi gingivitis berdasarkan Gingiva Indeks, penelitian yang dilakukan di Jember tersebut menunjukkan gingivitis yang diderita anak-anak SD kelas V tersebut lebih banyak menunjukkan kategori sedang (94,7%).5Pada penelitian Pourhashemi di Iran menunjukkan bahwa prevalensi dan intensitas gingivitis pada anak sekolah dasar usia 6-10 tahun sebanyak 95,7%. Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda dari gingivitis. Hal ini karena hasil tersebut didapatkan dari komunitas dan usia sampel yang berbeda-beda. Sirafi dan Moghaddas melaporkan bahwa prevalensi gingivitis adalah sekitar 100% pada anak usia sekolah dasar. Khordimood melaporkan bahwa 86,5% anak-anak sekolah dasar usia 6-13 mengalami gingivitis di kota Masyhad. Dalam penelitian lain, Makarem menunjukkan bahwa prevalensi gingivitis pada anak sekolah usia 12 tahun di Masyhad adalah 76,7%. Mofid dan Sadr telah mempelajari prevalensi penyakit periodontal pada anak-anak usia 6-9 tahun dan 15 tahun dengan menggunakan indeks CPI. Mereka menyatakan tingginya prevalensi gingivitis pada anak. Studi epidemiologi juga telah menunjukkan bahwa prevalensi gingivitis di negara lain tinggi. Moore menyatakan bahwa prevalensi gingivitis pada 1123 anak-anak usia 7-13 tahun sebanyak 93% di India kuno. Ghandehari Motlagh dkk, melaporkan bahwa 98,5% anak-anak sekolah dasar di Andimeshk memiliki gusi sehat. Tidak ada perdarahan yang diamati dalam gusi. Penelitian lain juga disebut memiliki prevalensi tinggi dari gingivitis pada anak-anak sekolah yaitu Valentaviciene dkk, menemukan tingkat prevalensi gingivitis di Lithuania sekitar 40-47,3% dari kasus. Mereka juga menemukan peridontitis sekitar 45,1-54,3% kasus. Sebuah studi kesehatan gigi anak sekolah dasar di Kota Zaria, Nigeria Utara, pada pertengahan 1979, menunjukkan bahwa sekitar, 87,5% dari anak-anak gingivitis. Berkenaan dengan fakta bahwa kebersihan mulut yang buruk adalah faktor penting untuk prevalensi penyakit gingivitis dan periodontal.20Prevalensi gingivitis di barat dan selatan kota Teheran berbeda dengan lainnya. Ini mungkin berkaitan dengan faktor sosial ekonomi. Dengan kata lain, kelas ekonomi rendah dapat meningkatkan radang gusi. Faktor ini disebutkan dalam penelitian epidemiologi dalam penampilan dan prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal. Dummer dkk, mempresentasikan pengaruh kelas sosial pada status penyakit gigi dari sekelompok anak sekolah 11-12 tahun di South Wales. Mereka melaporkan bahwa plak dan skor perdarahan gingiva memiliki tren secara keseluruhan meningkat dari kelas sosial I sampai dengan kelas sosial V. Perempuan, khususnya, menunjukkan semakin meningkat dan berbeda secara signifikan rata-rata dan skor plak radang gusi.20Usia juga salah satu faktor sosiodemografi beberapa yang menganggap terkait dengan status kesehatan mulut. Perilaku kesehatan mulut mempengaruhi kejadian dari gingivitis. Sayegh dkk, menyelidiki hubungan antara kesehatan mulut, dalam hal karies gigi dan gingivitis faktor demografi dan sosial, plak gigi, perilaku kebersihan mulut, pemberian makanan bayi dan praktek diet pada anak-anak usia 4-5 di Yordania. Mereka menunjukkan bahwa sekitar 66% dari anak-anak mengalami gingivitis. Plak gigi dan menyusui berkepanjangan merupakan efek berkepanjangan pada tingkat keparahan karies dan gingivitis. Hubungan terkuat dengan radang gusi adalah plak gigi. Penelitian Asikainen dan Chen, Saarela dan von Troil-Linden, menunjukkan bahwa penyakit gusi dapat diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan bahkan antara pasangan. Berdasarkan temuan ini, American Academy of Periodontology (AAP) merekomendasikan bahwa pengobatan penyakit gusi dapat melibatkan seluruh keluarga dan bila ada satu anggota keluarga memiliki penyakit periodontal, semua anggota keluarga harus melihat gigi profesional untuk screening penyakit periodontal. Jika radang gusi tidak diobati, dapat berkembang menjadi penyakit gusi yang lebih serius seperti periodontitis. Periodontitis adalah infeksi oleh bakteri mulut kronis yang mempengaruhi struktur pendukung gigi dan akhirnya ke penghancuran tulang dan gigi. Suatu mekanisme telah diusulkan dimana beban bakteri patogen, antigen, endotoksin dan sitokin inflamasi periodontitis memberikan kontribusi terhadap proses aterosklerosis dan kejadian tromboemboli. Dalam respon terhadap infeksi dan peradangan, individu rentan mungkin menunjukkan ekspresi besar mediator lokal dan sistemik dan dengan demikian dapat meningkatkan resiko infark miokard atau stroke. Sebuah studi Geerts dan Legrand, menemukan bahwa 91% dari pasien dengan penyakit kardiovaskular juga menderita penyakit periodontal sedang sampai berat dan orang-orang dengan penyakit gusi memiliki risiko 25% lebih besar terkena penyakit jantung dibandingkan mereka yang gusinya sehat. Menurut penelitian ini lebih dari 90% dari anak-anak gingivitis dengan intensitas ringan hingga sedang. Hal ini dapat menjadi risiko untuk menderita penyakit jantung. Juga, dalam studi ini lebih dari 30% anak-anak menyikat gigi mereka satu waktu dan juga 90% dari mereka tidak menggunakan benang gigi setiap hari. Oleh karena itu perlu untuk menekankan instruksi kebersihan mulut terutama di sekolah dan mempromosikan pengetahuan siswa tentang pentingnya gigi dan kesehatan mulut. Hal ini menyimpulkan bahwa survei ini telah menunjukkan kebutuhan yang jelas untuk gigi pelayanan kesehatan masyarakat antara anak-anak sekolah dasar di Teheran dan harus diberikan prioritas tinggi untuk layanan pencegahan. Penyediaan pelayanan yang memadai kesehatan gigi yang akan mencakup pendidikan kesehatan gigi, fasilitas dan personil untuk diagnosis dini dan pengobatan dini untuk ini dan lainnya anak-anak sekolah tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk suara kesehatan gigi di Iran. Meskipun faktor-faktor seperti obat-obatan dan menurunkan kekebalan membuat mereka lebih rentan terhadap radang gusi, penyebab paling umum adalah kebersihan mulut yang buruk. Menyikat dan pembersihan profesional rutin secara signifikan dapat mengurangi risiko gingivitis.20Dalam penelitian Odai dkk, sebagian besar kelompok usia, perempuan menunjukkan frekuensi yang lebih rendah menderita radang gusi daripada laki-laki meskipun mereka memiliki periode rentan. Hal ini mungkin karena kebersihan mulut yang lebih baik pada wanita lebih daripada perbedaan fisiologis. Dalam penelitian ini perbedaan jenis kelamin dapat terlihat perbedaanya. Hal ini konsisten dengan variasi gender dalam GI skor yang didokumentasikan dalam studi di mana laki-laki dilaporkan telah secara signifikan lebih tinggi gingiva skor daripada perempuan Anak laki-laki memiliki lebih banyak gingivitis dibandingkan anak perempuan.215.2KEBIASAAN MENYIKAT GIGIKesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi dengan plak sebagai faktor bersama terjadinya gingivitis. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terus-menerus. Plak dapat terlihat pada permukaan gigi saat menyikat gigi dihentikan dalam 12-24 jam. Hal ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan disclosing. Jika menyikat gigi diabaikan selama beberapa hari plak tumbuh menebal dan sekitar 100-300 sel menebal, mencapai tingkat maksimum pada sekitar satu minggu dengan pemanjangan oklusal dan insisal.17,19Kebersihan mulut dapat dipelihara dengan menyikat gigi dan melakukan pembersihan gigi dengan benang pembersih gigi. Pentingya upaya ini adalah untuk menghilangkan plak yang menempel pada gigi.17Penelitian Sumarti di Semarang menunjukkan bahwa jika semua plak dibersihkan dengan cermat tiap 48 jam, penyakit gusi pada kebanyakan orang dapat dikendalikan. Tetapi untuk kerusakan gigi harus lebih sering lagi. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa menyikat gigi 2 kali sehari sudah cukup.17Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari wawancara terpimpin dengan siswa sekolah dasar kelas IV dan V di 5 sekolah, menunjukkan bahwa pada umumnya sebagian besar siswa telah membersihkan gigi sesuai dengan anjuran yaitu 2 kali sehari. Frekuensi menyikat gigi yang telah dianjurkan adalah 2 kali sehari, yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Idealnya adalah menyikat gigi setelah makan, namun yang paling penting adalah malam hari sebelum tidur.17Di SDN Maccini I, dari 88 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (2,3%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa (38,6%), 3x sehari sebanyak 51 orang siswa (57,9%) dan ada 1 orang siswa (1,2%) yang tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (2,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 22 orang siswa (25,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 12 orang (13,8%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 48 orang siswa (55,2%), dan 3x sehari sebanyak 3 orang siswa (3,4%).

Di SDN Maccini II, dari 76 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 5 orang siswa (6,6%), 2x sehari sebanyak 39 orang siswa (51,3%), 3x sehari sebanyak 31 orang siswa (40,8%) dan ada 1 orang siswa (1,3%) yang tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi yaitu 5 orang siswa (6,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 31 orang siswa (41,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 8 orang (10,7%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 30 orang siswa (40%), dan 3x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,3%).

Di SDN Maccini III, dari 58 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa (58,6%), dan 3x sehari sebanyak 23 orang siswa (39,7%). Sedangkan waktu mereka menyikat gigi yaitu 1 orang siswa (1,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 24 orang siswa (41,4%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 10 orang (17,2%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 21 orang siswa (36,2%), dan 3x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,5%).

Di SDN Maccini IV, dari 60 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,3%), 2x sehari sebanyak 26 orang siswa (43,3%), dan 3x sehari sebanyak 32 orang siswa (53,4%). Sedangkan waktu mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 15 orang siswa (25%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 11 orang (18,3%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 31 orang siswa (51,7%), dan 3x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%).

Di SD Inpres Maccini I/I, dari 52 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,8%), 2x sehari sebanyak 33 orang siswa (63,5 %), dan 3x sehari sebanyak 17 orang siswa (32,7%). Sedangkan waktu mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,9%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 28 orang siswa (53,8%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 5 orang (9,6%), dan 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 17 orang siswa (32,7%).

Gingivitis terkait dengan kebersihan mulut yang buruk. Kondisi gingiva pada anak-anak sangat berkaitan dengan tingkat kebersihan giginya. Hasil penelitian yang dilakukan Horowitz pada anak kelas 5 dan kelas 2 SMP ditemukan bahwa gingivitis tersebut dapat berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan kontrol plak. Gingivitis berkurang 40% diantara anak perempuan dan 17 % diantara anak laki-laki setelah dilakukan kontrol plak.5Kebersihan mulut yang baik dan cara membersihkan gigi yang benar dapat menghilangkan bakteri plak yang melekat pada gigi. Oklusi gigi yang baik dapat menguntungkan dalam mengunyah makanan yang bertekstur kasar yang dapat bermanfaat untuk kebersihan mulut.5Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peranserta masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan. Program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dan pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun.1Berdasarkan penelitian Hawkins, pendidikan kesehatan yang diberikan beserta dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini terbukti pada penelitian terhadap siswa SDN di Kecamatan Palaran, di mana penyuluhan dan sikat gigi massal yang dilaksanakan setiap tahun, mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikat gigi. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolawole, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak sekolah di Nigeria menyikat gigi mereka sekali sehari dan setelah diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut sebagian besar peserta anak-anak sekolah dalam penelitiannya masih melakukan sikat gigi sekali sehari.1,19Untuk semua pasien, dan untuk pasien anak-anak pada khususnya, adalah penting untuk merekomendasikan teknik menyikat gigi yang efektif, mudah dipelajari, dan mudah untuk berlatih.Berbagai macam teknik menyikat gigi telah disarankan, dan dapat dikelompokkan dalam berbagai kategori berdasarkan pola gerak.Selama bertahun-tahun tehnik vertikal menyikat gigi, dilakukan menurut teknik roll, direkomendasikan sebagai metode yang paling cocok untuk menyikat gigi anak-anak.22Kebersihan mulut yang baik untuk anak dimulai dengan kepentingan dan kerjasama dari orang tua.Oleh karena itu, motivasi dan instruksi harus diarahkan terutama terhadap orang tua anak prasekolah.Namun demikian, penting bagi anak untuk berada di tim.Instruksi dan pengenalan pembersihan yang berbeda harus diberikan bertahap, sehingga memungkinkan anak-anak atau orang tua untuk menguasai satu hal pada suatu waktu.Motivasi, pengajaran dan dorongan konstan juga merupakan bagian penting dari proses.Jika standar kebersihan oral yang optimal dapat dicapai, hal ini harus dicapai dalam kunjungan rutin ke dokter gigi atau kebersihan. 225.3PEKERJAAN ORANG TUA, KUNJUNGAN KE DOKTER GIGI DAN KESADARAN UNTUK MENYIKAT GIGIBerdasarkan distribusi pekerjaan orang tua siswa didapatkan gambaran bahwa pekerjaan dari orang tua siswa kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut sebagian besar adalah wiraswasta/penjual/buruh, dll. Di SDN Maccini I, 22 orang siswa (25%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 56 orang siswa (63,6%) bekerja di wiraswasta, 1 orang siswa (1,1%) ibu rumah tangga dan 9 orang siswa (10,3%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.

Di SDN Maccini II, 7 orang siswa (9,2%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 64 orang siswa (84,2%) bekerja di wiraswasta dan 5 orang siswa (6,6%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya. Di SDN Maccini III, 6 orang siswa (10,4%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 39 orang siswa (67,3%) bekerja di wiraswasta, 2 orang siswa (3,4%) ibu rumah tangga dan 11 orang siswa (18,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.

Sedangkan di SDN Maccini IV, 5 orang siswa (8,3%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 33 orang siswa (55%) bekerja di wiraswasta dan 22 orang siswa (36,7%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya. Dan di SD Inpres Maccini I/I, 6 orang siswa (11,5%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 44 orang siswa (84,6%) bekerja di wiraswasta dan 2 orang siswa (3,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.

Status sosial ekonomi kemungkinan berhubungan dengan satu atau lebih faktor-faktor penghalang yang harus diperhatikan yang mempunyai pengaruh secara langsung pada kesehatan gigi. Faktor penghalang pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah lama dikenal termasuk faktor ekonomi, geografi, pendidikan, budaya, sosial, dan faktor psikologi.18Menurut penelitian yang dilakukan oleh M. H. Hobdel dkk dari Inggris, telah lama dilakukan penelitian terhadap status sosial ekonomi yang rendah memliliki tingkat kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang tergolong tinggi. Beberapa studi telah mencari bukti nyata didalam kondisi kehidupan dengan menjadikan kemiskinan sebagai objeknya dan berbagai penjelasan yang tidak adekuat untuk menjelaskan perbedaan kesehatan diantara sosial ekonomi rendah dengan sosial ekonomi tinggi. Penyakit jantung, stroke dan penyakit gigi adalah beberapa contoh penyakit terbanyak yang terdapat ditingkatan sosial ekonomi rendah dan sedikit sekali dijumpai ditingkatan sosial ekonomi tinggi. Itu hanya beberapa hal yang dapat dilihat dari perbedaan sosial ekonomi rendah dengan sosial ekonomi tinggi.18Faktor sosioekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dari prevalensi periodontal yang lebih rendah dari mereka dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah. Keadaan ini dapat menjelaskan adanya variasi etnik. Bila kelompok usia yang sama dipopulasi Asia dan Eropa dibandingkan perubahan gingivitis menjadi periodontitis kelihatannya berlangsung pada usia lebih muda dan keparahan kerusakan lebih besar pada kelompok populasi Asia dibandingkan kelompok Eropa. Bila kebersihan mulut maupun status nutrisional lebih baik pada populasi Eropa dan keadaan ini mungkin lebih mencerminkan dari tingkat pendidikan dan sosio-ekonomi yang lebih tinggi daripada cerminan dari faktor genetik. Bila berbagai kelompok dengan tingkat pendidikan dan sosioekonomi yang sama dibandingkan, profil penyakit umumnya kelihatan sama. Hasil-hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa seringkali penyakit terbatas hanya berupa inflamasi atau periodontitis marginalis saja dan umumnya perkembangan dari gingivitis menjadi periodontitis marginalis dan akhirnya menjadi penyakit yang lebih parah serta tanggalnya gigi berlangsung secara lambat.16Berdasarkan pengelompokan siswa yang pernah dan belum pernah ke dokter gigi dengan frekuensi yang ditentukan didapatkan gambaran bahwa sebagian besar siswa kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut belum pernah ke dokter gigi. Dari 334 orang siswa 120 orang siswa (35,9%) pernah ke dokter gigi sebanyak 1x dalam 1 tahun, 24 orang siswa (7,2%) ke dokter gigi sebanyak 2x dalam setahun, 15 orang siswa (4,5%) ke dokter gigi 3x setahun dan 175 orang siswa (52,4%) belum pernah ke dokter gigi.

Berdasarkan hasil penelitian ini juga terlihat bahwa dari 334 orang siswa kelas IV dan V di sekolah tersebut, 255 orang siswa (76,3%) menyikat gigi atas keinginannya sendiri dan 79 orang siswa (23,7%) menyikat gigi karena disuruh oleh orangtuanya dan bukan karena keinginan sendiri.

Setelah melihat gambaran gingivitis pada anak kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut dan didukung oleh pernyataan siswa melalui wawancara terpimpin, dapat dikatakan bahwa anak-anak di sekolah tersebut kurang mendapatkan penyuluhan mengenai pentingnya kesehatan gigi dan pentingnya memeriksakan gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

Dalam hal ini, tenaga kesehatan (dokter gigi dan perawat gigi) beserta orang tua dan guru-guru berperan dalam peningkatan kesehatan gigi, juga untuk merubah perilaku anak-anak dari perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalankan perannya, tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan masyarakat termasuk anak-anak tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi, menjelaskan permasalahan yang sering terjadi pada gigi mengenai sebab-sebab timbulnya masalah dan bagaimana mencegah serta mengatasi masalah pada gigi.BAB VIPENUTUP6.1KESIMPULANDari hasil penelitian yang dilakukan di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I Makassar pada bulan Mei tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa:

1. Secara umum gambaran gingivitis dari 334 siswa kelas IV dan V di sekolah tersebut adalah 58 orang (17,4%) gingivanya dalam keadaan normal, 241 orang (72,2%) mengalami gingivitis ringan, 35 orang (10,4%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis berat.

2. Siswa kelas IV dan V berumur 8-15 tahun, dari 276 orang siswa yang mengalami gingivitis, 2 orang (0,7%) berumur 8 tahun, 34 orang (12,3%) berumur 9 tahun, 134 orang (48,5%) berumur 10 tahun, 90 orang (32,6%) berumur 11 tahun, 13 orang (4,7%) berumur 12 tahun, 2 orang (0,7) berumur 13 tahun dan 1 orang (0,4%) berumur 15 tahun.

3. Prevalensi gingivitis pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada anak perempuan yaitu dari 276 orang anak, 142 orang (51,5%) anak laki-laki dan 134 orang (48,5%) anak perempuan.6.2SARAN1. Untuk puskesmas setempat, meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak sekolah dasar dan orang tua siswa agar mereka dapat ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan anak secara umum terutama kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal secara dini.

2. Untuk sekolah, meningkatkan peranan dari UKGS agar membantu mengurangi timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut utamanya kesehatan jaringan periodontal.

3. Untuk pemerintah, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan sebaik-baiknya sarana kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.

4. Untuk mahasiswa, dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah ini untuk melihat hubungan antara variabel pada anak sekolah dasar kelas IV dan V.DAFTAR PUSTAKA1. Anitasari S. Hubungan frekuensi menyikatan gigi terhadap tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sekolah dasar negeri di Kecamatan Palara Kotamadya Samarindah Propinsi Kalimantan Timur. Dentika Dental Journal ;2005:10: 22-7.

2. Natamiharja L, Dewi O. Efektivitas penyingkiran plak antara sikat gigi berserabut posisi lurus dan silang (exceed) pada murid kelas v sekolah dasar. Dentika Dental Journal ;2002:7: 6-10.

3. Wangsaraharja K. Kebutuhan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyrakat berpenghasilan rendah. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi ; 2007:22: 90-5.

4. Adiningrat A, dkk. Perbedaan antara penggunaan pasta gigi yang mengandung propolis dan tanpa propolis terhadap status kesehatan gingiva. Majalah Ilmu Kedokteran Gigi ;2008:10(1): 17-9.

5. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In: Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 5th Ed. The C.V Mosby Company. Toronto; 1987. p.466-84.

6. Hadnyanawati H. Hubungan kebersihan gigi dan mulut dengan gingivitis pada siswasekolah dasar kelas v di Kabupaten Jember. Jurnal Kedokteran Gigi UI ;2002:9(2): 10-12.

7. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p.46.

8. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 17-8.

9. 9. Rianti E. Penatalaksaan terkini gingivitis kronis pada anak [internet]. Available from URL:10. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2010/06/penatalaksanaan_terkini_gingivitis_kronis_pada_anak.pdf. Accessed 23 November 2010.11. Carranza AF, Rapley W. J, Haake KS. Gingival inflammation. In: Carranzas clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co; 2002. p.263-7

12. Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed. Newman, Takei, Klokkevold. WB Saunder Co; 2002. p.115-6

13. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta : EGC, 2002; p.108-15

14. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In: Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 9th ed. Mosby Elsevier. St. Louis Missouri; 2004. p. 415

15. Hogan LE, Carranza FA. Gingival enlargement. In: Carranzas clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co;2002. p. 279-80.

16. Duperon D, Takei HH. Gingival desease in childhood. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 404-5.17. Manson J D, Eley BM. Buku ajar periodonti (outline of periodontics). 2nd Ed. Ahli bahasa: Anastasia S. Editor ; Kentjana S. Hipokrates; Jakarta. 1993. p 44-7; 66-71; 101-218. Sumarti. Hubungan Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya penyakit Karies gigi sulung pada anak pra sekolah usia 4-6 tahun di desa sekaran kecamatan gunung pati semarang tahun 2007. 19. Nn. Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat kelurahan barombong kecamatan tamalate Makassar [internet]. Available from : URL:http://chawdnextholmes.blogspot.com/2010/04/bab-i-pendahuluan-1.html Accessed 15 januari 2011.20. Kolawole KA, Oziegbe EO, Bamise CT. Oral hyangiene measures and the periodontal status of school children. Int J Dent Hyangiene. 2011; 9: 143-147.21. Pourhashemi SJ, Motlagh MG, Khaniki GRJ. Prevalence and intensity of gingivitis among 6-10 years old elementary school children in teheran, iran. Journal of medical sciences. 2007; 7: 830-834.22. Odai CD, Azodo CC, Braimoh OM, Obuekwe ON. Children at a health facility in uselu, Benin-city. Benin journal of prostgraduate medicine. 2009; 11(1): 34-39.23. Goldman MH, Gilmore HW, Irby WB, McDonald RE. Current therapy in dentistry 6th. Mosby company. 1977. p. 546; 549.Pengambilan Sampel

Pemeriksaan Klinis

Tidak Gingivitis

Gingivitis

Wawancara

Pengolaan Data

Analisis

Hasil

_2147483647.unknown

_2147483646.unknown