34
Tinjauan Pustaka Kecurigaan Sindrom Down pada Masa Gestasi 6 Minggu Ricky Johnatan (102010174/E7) Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510 [email protected] Pendahuluan Sindrom down atau disebut juga mongolisma adalah sebuah gangguan genetik yang disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Gangguan ini adalah ggangguan kromosom tersering yang dijumpai dalam kelahiran hidup, yaitu 1 dari 800 kelahiran hidup. Penyebab lain sindrom down adalah translokasi total atau sebagian dari salah satu duplikat kromosom 21 normal menjadi kromosom yang berbeda, biasanya menjadi kromosom 13,14,15 atau 22. Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan bagaimana cara melakukan anamnesis, khususnya konseling genetik, pemeriksaan fisik maupun penunjang serta patofisiologi sampai penatalaksanaan dari sindrom down. Anamnesis Anamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan atau komunikasi dua arah antara dokter dan pasien. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan 1

Sindrom Down

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sindrom down, deteksi dini

Citation preview

Page 1: Sindrom Down

Tinjauan Pustaka

Kecurigaan Sindrom Down pada Masa Gestasi 6 Minggu

Ricky Johnatan (102010174/E7)

Universitas Kristen Krida Wacana, Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta, 11510

[email protected]

Pendahuluan

Sindrom down atau disebut juga mongolisma adalah sebuah gangguan genetik yang

disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Gangguan ini adalah ggangguan kromosom tersering

yang dijumpai dalam kelahiran hidup, yaitu 1 dari 800 kelahiran hidup. Penyebab lain

sindrom down adalah translokasi total atau sebagian dari salah satu duplikat kromosom 21

normal menjadi kromosom yang berbeda, biasanya menjadi kromosom 13,14,15 atau 22.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan bagaimana cara melakukan anamnesis,

khususnya konseling genetik, pemeriksaan fisik maupun penunjang serta patofisiologi sampai

penatalaksanaan dari sindrom down.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan atau

komunikasi dua arah antara dokter dan pasien. Anamnesis yang baik disertai dengan empati

dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang

mendalam tentang gejala (simtom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan

hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu

menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, autoanamnesis dan

aloanamnesis.1 Autoanamnesis dilakukan langsung pada pasien, sedangkan aloanamnesis

dilakukan dengan keluarga atau wali dari pasien tersebut. Aloanamnesis dilakukan jika pasien

tidak dapat memberikan informasi kepada kita (koma, cacat, dan bayi atau anak-anak).1

Pada tahap pertama anamnesis kita harus menanyakan identitas pasien secara jelas, yaitu

sebagai berikut : Nama, Jenis kelamin, Tempat / tanggal lahir, Status perkawinan Pekerjaan,

Alamat, Pendidikan, dan Agama. Pada tahap berikutnya, kita menanyakan keluhan utama, 1

Page 2: Sindrom Down

keluhan penyerta, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit

keluarga dan sosial.

Saat mengumpulkan riwayat penyakit dari orang tua pengidap Sindrom Down, hal-hal berikut

dapat diperhatikan:

- Berapa usia ibu saat mengandung?

- Apakah ada kelainan atau infeksi yang dialamin ibu sewaktu mengandung?

- Apa yang orang tua sadari sehubungan dengan pendengarannya, penglihatannya,

keterlambatan dalam perkembangan, infeksi saluran napas, dan masalah lainnya.

- Riwayat makan untuk memastikan masukan kalori yang adekuat.

- Apakah ada diagnosis prenatal sehubungan dengan Sindrom Down.

- Apakah ada muntah karena blokade saluran cerna yang mungkin dikarenakan

duodenal web atau atresia.

- Ada tidaknya kotoran yang keluar untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya

penyakit Hirschsprung.

- Keterlambatan kemampuan kognitif, perkembangan motorik, perkembangan bahasa

(terutama keterampilan ekspresif), dan kompetensi sosial.

- Adakah aritmia, pingsan, berdebar, atau sakit dada akibat lesi pada jantung.

- Gejala-gejala ketidakstabilan daerah atlantoaksial yang mencakup:

o Mudah lelah, sakit daerah leher, gerakan leher atau memiringkan kepala terbatas,

torticollis (distonia otot leher sehingga tidak dapat menopang kepala), kesulitan

berjalan, perubahan pola berjalan, hilangnya kemampuan motorik, inkoordinasi,

kekakuan, defisit sensoris, spastisitas, hiperrefleksia, klonus, refleks ekstensor-

plantar, hilangnya kekuatan tubuh bagian atas, refleks neurologis abnormal,

perubahan pada fungsi usus dan kandung kemih, peningkatan tonus otot kaki, dan

perubahan sensasi di tangan dan kaki.

o Gejala-gejala di atas sering menetap dengan stabil selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun. Pada kasus yang jarang, gejala-gejala tersebut dapat berlanjut

menjadi paraplegia, hemiplegia, quadriplegia, atau bahkan kematian.

- Adakah anggota keluarga lain yang mengidap Sindrom Down ?

2

Page 3: Sindrom Down

Pemeriksaan Fisik

Seperti pada pemeriksaan fisik pada umumnya, pengamatan dilakukan mulai dari pasien masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Keadaan umum, sikap dan kesadaran pasien harus diamati dengan cermat.

1.      Keadaan umum

2.      Pemeriksaan TTV

3.      Pemeriksaan keadaan alat-alat vital pada organ lain yang mungkin berhubungan dengan anemia dan kelainan alat-alat lain dari kepala sampai kaki.

4.      Pemeriksaan obstetrik

a.       Inspeksi

Pada inspeksi dilihat bentuk perut, bekas luka/operasi, perubahan warna (linea nigra, striae gravidarum), tumor.

b.      Palpasi

-          Leopold 1 untuk menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian apa dari anak yang terletak dalam fundus.

-          Leopold 2 untuk menentukan dimana letak punggung anak (kanan atau kiri).

-          Leopold 3 untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah (kepala atau bokong), serta menentukan apakah kepala sudah masuk ke pintu atas panggul (pada presentasi kepala).

-          Leopold 4 dilakukan jika kepala sudah masuk ke pintu atas panggul dan dilakukan untuk menentukan seberapa besar bagian kepala yang sudah masuk panggul.

c.       Auskultasi

Pada auskultasi bisa didengar bermacam bunyi dari pihak anak (BJJ, bising tali pusat, gerakan anak) dan pihak ibu (bising a. uterina, bising aorta, bising usus). Bisa dilakukan dengan stetoskop kebidanan atau dengan fetal heart detector (Doppler). Pada auskultasi ditentukan frekuensi denyut jantung janin dan tentukan apakah teratur atau tidak.

d.      Pemeriksaan edema, diperiksa apakah ada pitting edema di bagian kaki, tangan atau muka.

3

Page 4: Sindrom Down

Pemeriksaan Penunjang

Resiko trisomi janin meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu, dan paling pesat

terutama dimulai pada usia 35 tahun. Secara tradisional, usia 35 tahun dipilih sebagai ambang

untuk “usia ibu lanjut”. Karena itu sampai pertengahan tahun 1980an, uji diagnosis prenatal

untuk aneuploidy janin hanya ditawarkan kepada wanita yang akan berusia 35 tahun atau

lebih saat melahirkan. Setelah Merkatz dkk., (1984) melaporkan bahwa kehamilan dengan

sindrom Down janin ditandai oleh kadar AFP serum ibu yang rendah pada usia 15 sampai 20

minggu, pemeriksaan penapisan untuk sindrom Down mulai ditawarkan bagi wanita yang

lebih muda. Jika uji penapisan serum menyatakan bahwa seorang wanita memiliki resiko

untuk trisomy 21 janin, maka dianjurkan untuk menjalani amniosentesis.2

Dalam dua dekade terakhir, bidang diagnosis prenatal telah mengalami banyak kemajuan

besar. Penambahan analisis serum lain ke penapisan trimester kedua telah meningkatkan

kemampuan deteksi trisomy 21 tiga sampai empat kali lipat. Uji ini bahkan memiliki angka

deteksi yang lebih besar pada wanita yang lebih tua karena prevalensi aneuploidy yang lebih

tinggi.Setiap pemeriksaan penapisan mempunyai keunggulan tersendiri, sehingga bergantung

pada tes yang tersedia, dan para dokter yang menentukan cara mana yang paling sesuai

dengan kebutuhan pasiennya. Uji penapisan serum ini biasanya memiliki angka positif palsu

sekitar lima persen.2

Uji Penapisan Trimester Pertama

Uji penapisan trimester pertama dilakukan antara usia kehamilan 11 sampai 14 minggu.

Protokol yang saat ini digunakan mencakup screening analit serum ibu, evaluasi sonografik

(USG), atau kombinasi keduanya. Dua analit serum ibu diperiksa hCG (atau β-hCG bebas)

dan protein plasma terkait kehamilan A (PAPP-A). Pada trimester pertama, kadar hCG serum

lebih tinggi sekitar 2,0 MoM, dan kadar PAPP-A lebih rendah sekitar 0,4 MoM pada janin

dengan sindrom Down.2

Protokol penapisan trimester pertama yang tersering memadukan kedua penanda serum

dengan translusensi nukal sonografik. Dengan menggunakan protocol ini, deteksi sindrom

Down pada uji klinik prospektif besar, berkisar dari 79 sampai 87 persen dengan angka positif

palsu lima persen. Semua uji penapisan untuk aneuploidy janin kurang sensitive pada wanita

yang lebih muda karena angka prevalensi yang lebih rendah. Usia gestasi juga mempengaruhi

keakuratan deteksi sindrom Down.2

4

Page 5: Sindrom Down

Uji Penapisan Trimester Kedua

Pada usia kehamilan 15-20 minggu, kehamilan sindrom Down ditandai oleh kadar AFP

sekitar 0,7 MoM, kadar hCG sekitar 2,0 MoM, dan konsentrasi estriol tidak terkonjugasi

(uE3) sekitar 0,8 MoM. Uji triple ini dapat mendeteksi hingga 65 sampai 70 persen kasus

trisomy 21. Penanda keempat, alfa inhibin dimerik kemudain ditambahkan untuk

menghasilkan uji quadruple atau “quad” dengan nilai sekitar 1,8 MoM pada kehamilan

sindrom Down. Uji penapisan yang positif menunjukkan peningkatan resiko, tetapi tidak

diagnostic untuk sindrom Down atau aneuploidy lainnya. Sebaliknya, uji penapisan yang

negative menunjukkan bahwa resiko tidak meningkat, tetapi tidak menjamin bahwa janin

normal. Setelah usia gestasi dipastikan dengan USG, wanita dengan hasil uji penapisan positif

perlu ditawari amniosentesis atau pengambilan sampel darah janin untuk penentuan kariotipe

janin.2

Penapisan Sonografik

Ada pemeriksaan sonografi rutin tidak jarang ditemukan anomaly struktur mayor.Suatu

malformasi terisolasi mungkin bersifat multifaktoral, seperti cacat jantung atau NTD, atau

mungkin merupakan bagian dari suatu sindrom genetic. Meskipun penemuan anomaly mayor

sering meningkatkan resiko aneuploidy, jangan diharapkan bahwa janin aneuploidy akan

memperlihatkan malformasi maor yang dapat terdeteksi dengan sonografi.2

Selama lebih dari dua decade, para peneliti telah mengetahui bahwa deteksi sonografik

aneuploidy, terutama sindrom Down, dapat ditingkatkan dengan penambahan beberapa

penanda sonografi minor yang secara kolektif disebut sebagai soft sign. Kelainan minor ini

biasanya tidak secara signifikan mempengaruhi prognosis janin. Penanda trimester kedua atau

soft sign yang berkaitan dengan sebagian janin sindrom Down antara lain:2

Penebalan lipatan nukal

Tidak adanya atau hypoplasia tulang hidung

Brakisefalus atau memendeknya lobus frontalis

Panjang telinga kurang

Fokus intrakardiak ekogenik

Usus ekogenik

Dilatasi pelvis ringan

Sudut iliaka memlebar

5

Page 6: Sindrom Down

Celah antara jari kaki pertama dan kedua melebat (sandal gap)

Klinodaktili, hypoplasia falang tengah jari tangan ke lima

Alur palmar transversal tunggal

Femur pendek

Humerus pendek

Gambar 1: USG Janin Sindrom Down

Diunduh dari : http://www.doctortipster.com/wp-content/uploads/2011/07/Down-syndrome-

ultrasound.jpg?fc953a)

Teknik umum yang digunakan untuk diagnosis prenatal adalah amniosentesis trisemester

kedua, amniosentesis trisemester pertama, pengambilan sampel vilus korion, dan pengambilan

sampel darah tali pusat.2

Amniosentesis trisemester kedua

Amniosentesis adalah metode yang aman dan akurat untuk diagnosis prenatal dan biasanya

dilakukan antara 15 hingga 20 minggu gestasi. Ultrasound digunakan sebagai penuntun untuk

memasukkan jarum spinal ukuran 20 atau 22 ke dalam kantong amnion, sembari menghindari

plasenta, tali pusat, dan janin. Aspirat awal 1 sampai 2 ml cairan dibuang untuk mengurangi

kemungkinan pencemaran oleh sel-sel ibu, kemudian diambil sekitar 20 ml cairan untuk

analisis, dan jarum dikeluarkan. Tempat pungsi diamati apakah ada perdarahan dan pasien

diperlihatkan denyut jantung janinnya. Angka kematian janin setelah amniosentesis adalah 0,5

persen atau kurang (1 dari 200). Komplikasi minor jarang terjadi dan mencakup kebocoran

6

Page 7: Sindrom Down

air ketuban dan bercak perdarahan per vaginam yang sifatnya sementara pada 1 hingga 2

persen dan korioamnionitis pada kurang dari 1 per 1000 wanita yang diperiksa. Cedera akibat

jarum pada janin jarang terjadi.2

Amniosentesis dini (trisemester pertama)

Amniosentesis disebut dini jika dilakukan antara 11 dan 14 minggu. Tekniknya sama dengan

teknik amniosentesis tradisional, meskipun tidak adanya fusi membran ke dinding uterus

menyebabkan pungsi kantong amnion menjadi lebih sulit dan lebih sedikit cairan yang dapat

dikeluarkan (biasanya 1 ml untuk setiap minggu gestasi). Karena sebab-sebab yang belum

sepenuhnya dipahami, amniosentesis dini menimbulkan angka kematian janin dan angka

penyulit yang secara bermakna lebih tinggi dari amniosentesis biasa. Pada sebuah uji coba

acak multisentra baru-baru ini, angka abortus spontan setelah amniosentesis dini adalah 2,5

persen dibandingkan dengan 0,7 persen pada amniosentesis trisemester kedua. Komplikasi

lainnya adalah clubfoot (talipes) janin, yang terjadi pada 1 hingga 1,4 persen dibandingkan

dengan 0,1 persen setelah amniosentesis tradisional. Oleh karena itu, banyak sentra tidak lagi

menawarkan amniosentesis sebelum 15 minggu. Kontraindikasi dari amniosentesis adalah

oligohidramnion. Hasil kultur sel membutuhkan waktu 2-4 minggu, tergantung teknik kultu

ryang dipakai.2

Corion vilus sampling

Keuntungan CVS adalah bahwa hasil tersedia lebih dini pada kehamilan yang mengurangi

rasa cemas orang tua jika hasil normal, dan memungkinkan metode penghentian kehamilan

yang lebih dini dan aman jika hasil abnormal. Indikasi CVS pada dasarnya sama dengan

indikasi amniosentesis, dengan pengecualian bahwa terdapat beberapa kondisi spesifik yang

menunjukkan amniosentesis lebih disukai (seperti sindrom X rapuh). Pengambilan sampel

vilus korion umumnya dilakukan pada usia gestasi 10 hingga 13 minggu. Vilus plasenta

diambil melalui akses transabdomen atau trans serviks ke plasenta. Komplikasi CVS serupa

dengan amniosentesis. Terdapat laporan yang menunjukkan adanya keterkaitan antara CVS

dan cacat reduksi tungkai. Akan tetapi, akumulasi pengalaman CVS terhadap hampir 139.000

pasien dilaporkan ke international Registry dari World Health Organization menyangkal hal

ini. CVS transabdomen yang dilakukan setelah 9 minggu tampaknya sama amannya seperti

amniosentesis trisemester kedua. Resiko abortus spontan pada CVS adalah 1 persen, dan hasil

pemeriksaan membutuhkan waktu 2 minggu untuk prosedur kultur.2

7

Page 8: Sindrom Down

Kordosentesis

Kordosentesis terutama dilakukan untuk menilai dan mengobati aloimunisasi sel darah merah

atau trombosit yang sudah dipastikan dan untuk analisis hidrops non imun. Tindakan ini juga

dilakukan untuk memperoleh sel darah janin untuk analisis genetik jika hasil CVS atau

amniosentesis membingungkan atau jika diperlukan diagnosis cepat. Sebagai contoh,

pengambilan sampel darah tali pusat dapat dilakukan jika terdeteksi adanya malformasi janin

atau hambatan pertumbuhan yang berat pada akhir kehamilan, dan jika diagnosis janin

mungkin mengubah penatalaksanaan persalinan dan kelahiran. Analisis kariotipe terhadap sel

darah janin biasanya selesai dalam 24 hingga 48 jam setelah spesimen diperoleh. Sampel

darah janin juga dapat dikirim jika diperlukan untuk pemeriksaan metabolik dan hematologis

analsis asam basa biakan virus dan pemeriksaan imunologik. Vena umbilikalis dipungsi di

bawah bimbingan ultrasonografi langsung, biasanya di atau dekat dengan pangkalnya di

plasenta, dan darah disedot. Sebagian besar komplikasi serupa dengan yang terjadi pada

amniosentesis. Komplikasi lainnya adalah perdarahan atau hematoma pembuluh tali pusat,

perdarahan janin ibu dan bradikardi janin.2

Estriol tak terkonjugasi (uE3)

uE3 diproduksi oleh plasenta. Kadarnya menurun sekitar 25 persen dalam serum ibu yang

kehamilannya disertai sindrom down dibandingkan kehamilan tanpa sindrom down.3

Alfafetoprotein (AFP)

AFP adalah protein serum utama dari janin. AFP berpindah dari sirkulasi janin ke sirkulasi

maternal. Kadar AFP menurun pada serum maternal ibu yang mengandung janin sindrom

down. Kadar AFP juga digunakan untuk mendeteksi defek neural tube janin dan anensefali,

dan AFP meningkat pada kedua defek tersebut.3

Human chorionic gonadotropin (HCG)

HCG diproduksi selama kehamilan, awalnya oleh trfofoblas dan kemudian oleh plasenta.

Kadarnya dalam serum maternal lebih tinggi pada kehamilan dengan sindrom down

dibandingkan tanpa sindrom down.3

Inhibin A Inhibin A adalah suatu glikoprotein yang dibentuk selama kehamilan terutama oleh

plasenta. Inhibin A meningkat pada ibu yang mengandung janin sindrom down. 3

8

Page 9: Sindrom Down

Diagnosis kerja

Sindrom Down

Sindrom Down adalah sebuah gangguan genetik yang disebabkan oleh trisomi kromosom

21.Gangguan ini adalah gangguan kromosom tersering yang dijumpai dalam kelahiran hidup,

yaitu satu dari 800 kelahiran hidup. Pada 95% kasus, sindrom Down disebabkan oleh

nondisjunction kromosom ibu nomor 21 selama meiosis. Insidens sindrom Down yang

berhubungan dengan nondisjunction meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu. Kurang

dari lima persen kasus sindrom Down yang dapat dilacak berasal dari kromosom ekstra ayah.

Penyebab sindrom Down yang lain adalah translokasi total atau sebagian dari salah satu

duplikat kromosom 21 normal menjadi kromosom yang berbeda. Diagnosis Sindrom down

dapat dilakukan sebelum atau setelah kehamilan.3

Diagnosis banding

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kondisi yang ditandai dengan produksi hormone tiroid yang kadarnya

rendah tidak normal. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, termasuk Sindrom Down itu

sendiri. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak

proses seluler, hormon tiroid yang inadekuat memiliki konsekuensi yang luas bagi tubuh.

Gejala hipotiroid bisa jadi tidak jelas karena gejalanya tidak spesifik dan mirip dengan banyak

kelainan lain. Beberapa tanda awal hipotiroidisme adalah masa kehamilan yang memanjang,

berat badan lahir yang tinggi, terlambatnya buang air besar setelah lahir, susah makan,

hipotermia, aktivitas menurun, pernapasannya berbunyi, tangisan serak. Pertumbuhan lambat,

pematangan tulang yang tertunda, peningkatan berat badan meskipun nafsu makan menurun

juga bisa menandakan adanya gangguan hormon tiroid pada anak. Anak juga tidak tahan

dingin, energinya berkurang, kulitnya kering dan bengkak. Anak hipotiroid juga punya

kecenderungan mengalami obesitas ringan dan ekspresi wajah seperti orang bodoh, lidahnya

menonjol, tonus otot kurang, tidur berlebihan. jika keadaan tidak segera diperbaiki dapat

mengarah pada retardasi fisik maupun mental yang berat, antara lain: pertumbuhan terganggu

menyebabkan si anak berperawakan pendek, perkembangan gigi permanen menjadi terlambat,

tertundanya pubertas, dan perkembangan mental yang tidak normal.4

9

Page 10: Sindrom Down

Trisomi 18

Anak dengan trisomi 18 memiliki tiga buah kromosom 18 dengan kondisi malformasi ganda

dan retardasi mental yang dikarenakan kromosom tambahan tersebut. Anak ini juga memiliki

berat badan lahir rendah, mikrosefali, micrognathia (rahang yang kecil), malformasi jantung

dan ginjal, tangan yang mencengkeram dengan posisi jari yang tidak normal, dan malformasi

kaki. Retardasi mental ditemukan dengan nilai IQ yang bahkan terlalu rendah untuk dinilai.

Sembilan puluh lima persen pasien ini meninggal sebelum usia mereka mencapai satu tahun.

Keadaan ini juga disebut Sindrom Edward.4

Etiologi

Sindroma Down dapat terjadi karena kelianan pada kromosom, dengan kemungkinan-

kemungkinan seperti 95% terjadi karena nondisjunction pada kromosom nomor 21 sewaktu

osteogenesis (trisomi). Sisanya memiliki sebuah translokasi Robertsonian (kromosom 21

melekat pada kromosom lain yang serupa, biasanya kromosom 14 dan 15) atau mosaik

(Beberapa sel dengan trisomi 21 dan beberapa dengan karyotipe normal). Setengah dari kasus

translokasi diwarisi dari orang tua, sehingga kromosom orangtua harus diperiksa hanya jika

ada suatu translokasi. semua mewarisi dikaitkan dengan meningkatkan risiko kekambuhan. 5

Kurang dari 5% kasus sindrom Down yang dapat dilacak berasal dari kromosom ekstra ayah.

Faktor resiko yang menyebabkan lahirnya anak dengan sindroma Down antara lain:

Usia ibu yang agak lanjut (melebihi 35 tahun) biasanya akan menghadapi risiko lebih besar

untuk mendapatkan anak sindroma Down trisomi 21. Hal ini mungkin dikarenakan suatu

ketidakseimbangan hormononal. Seorang ibu yang carier sindroma Down yakni ibu yang

hanya memiliki 45 kromosom, termasuk satu autosom 21, satu autosom 14, dan satu autosom

translokasi 14q21q. Kelainan endokrin pada ibu: pada usia tua dapat terjadi infertilitas relatif,

kelainan tiroid atau ovarium.6

Epidemiologi

Sindroma down ditemukan di seluruh dunia, pada semua suku bangsa. Pada saat ini sindroma

Down merupakan cacat (abnormalitas) kelahiran yang paling banyak dijumpai dengan

frekuensi satu dalam 600 kelahiran hidup. Secara statistik ditermukan lebih banyak dilahirkan

oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, walaupun tidak jarang juga ditemukan pada bayi

yang dilahirkan ibu yang masih muda. Insiden sindrom Down yang berhubungan dengan usia

ibu meningkat seiring dengan usia ibu. Sindrom Down terjadi pada 1 dari 1350 bayi yang

10

Page 11: Sindrom Down

lahir dari ibu yang berusia kurang dari 24 tahun, dan 1 dari 65 bayi yang lahir dari ibu yang

berusia 41-45 tahun.5

Patofisiologi

Sel-sel dengan komplemen kromosom yang normal disebut kariotipe euploidi (Yunani, eu:

baik, ploid: set/perangkat). Bentuk euploidi pada manusia disebut haploid (23 kromosom)sel

kelamin (gamet) dan diploid (46 kromosom) sel somatik. Sel-sel aneuploidi memiliki

komplemen kromosom yang tidak lengkap atau tidak seimbang akibat kekurangan atau

kelebihan kromosom individual. Sebuah sel yang kekurangan satu kromosom dari komplemen

diploid disebut monosomi (46 - 1). Sel trisomi memiliki komplemen kromosom yang lengkap

ditambah dengan sebuah kromosom tambahan (46 + 1). Tetrasomi (46 + 2) membawa

kromosom khusus yang rangkap empat (quadruplicate); kromosom lebihnya muncul dua kali

sebagai pasangan homolognya. Poliploidi menggambarkan kondisi di mana terdapat sebuah

perangkat kromosom tambahan yang lengkap, misalnya, 69 atau 92 kromosom. Hanya

aneuploidi yang dapat bertahan hidup sampai dilahirkan, karena poliploidi tidak cocok untuk

hidup.6,7

Penyebab dan kejadian aneuploidi.

Sindrom Down yang merupakan suatu bentuk trisomi 21, menggambarkan prinsip dari

aneuploidi. Penderita Sindrom Down, yang memiliki tambahan kromosom 21 pada sel

somatiknya, menderita suatu bentuk kelainan kromosom bawaan yang berhubungan dengan

retardasi mental berat. Gejala klinis sindrom ini cukup khas dan mudah dikenali saat lahir.

Tampilan yang khas mencakup dahi yang menonjol, hidung datar, kebiasaan membuka mulut,

bibir bawah mengarah ke luar, lidah menonjol keluar, mata tidak sejajar, dan lipatan kelopak

mata bagian dalam yang mencolok (epicanthic folds). Gejala lainnya antara lain hipotonia,

perawakan pendek, prematuritas, berat badan lahir rendah, brakisefali (kepala yang relatif

pendek), maksila dan mandibula kecil, penebalan kulit di daerah tengkuk, garis tangan yang

menyatu, bercak Brushfield (bercak putih atau kuning muda seperti awan yang seolah member

batas pada iris), alat gerak yang kecil dengan tangan yang kecil dan lebar. Terdapat juga

kelainan pada organ dalam seperti saluran cerna berupa atresia esophagus dan atresia

duodenal, pada jantung berupa kelainan jantung bawaan, dan banyak terdapat kejadian

leukemia.6,7

11

Page 12: Sindrom Down

Banyak dari gejala-gejala tersebut muncul secara bervariasi dan tidak muncul pada semua

penderita. Konfirmasi pasti untuk diagnosis Sindrom Down harus berasal dari analisis

komplemen kromosom. Individu dengan Sindrom Down memiliki 47 kromosom bukan 46

kromosom. Tingginya angka kejadian pada ibu di atas usia 35 tahun menimbulkan dugaan

bahwa kromosom tambahan pada bayi Sindrom Down didapatkan selama masa pembentukan

sel telur ibu. Namun, perlu diperhatikan bahwa semua sel telur wanita yang dihasilkan selama

usia suburnya telah ada bahkan saat ia lahir, di mana pada awalnya ovarium mengandung satu

hingga dua juta bakal sel yang kemudian berkurang menjadi 300.000 – 400.000 pada saat

pubertas melalui proses atresia folikuler yang normal. Pengurangan jumlah sel telur secara

progresif juga terjadi seraya usia seorang wanita bertambah, hingga usia 50 tahun produksi sel

telur fungsional akan secara drastis menghilang (menopause).6,7

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan percaya bahwa sel-sel telur dari wanita terpapar pada

bahaya penuaan dan proses penuaan itu sendiri bertanggung jawab pada kebanyakan kasus

trisomi. Namun semakin banyaknya kasus Sindrom Down pada bayi yang lahir dari ibu

dengan usia kurang dari 35 tahun menunjukkan ada beberapa faktor yang masih belum

diketahui yang mungkin merupakan penyebab dari sindrom ini. Data juga menunjukkan

bahwa sel telur tidak selalu yang menjadi penyebabnya karena sekitar 5-15% kasus Sindrom

Down mendapatkan kromosom ekstra dari pihak ayah.6,7

Asal mula trisomi 21: gagal pisah pada meiosis

Proses pembelahan secara meiosis adalah proses yang kompleks dan mudah terjadi kesalahan.

Proses pembelahan ini tidak selalu berjalan dengan normal. Banyak kecelakaan yang terjadi

yang mempengaruhi fungsi normal dari benang spindel dan mengganggu perpindahan yang

seharusnya pada satu atau lebih kromosom. Selama pembelahan meiosis I, pasangan homolog

dari kromosom dapat gagal berpisah satu sama lain. Kegagalan ini, yang disebut gagal pisah

(nondisjunction), dapatberujung pada sel gamet yang mengandung sepasang kromosom dari

salah satu orang tuanya, bukan satu buah kromosom homolog. Dengan kata lain, gagal pisah

dari kromosom 21 selama masa oogenesis menghasilkan sebuah sel telur yang memiliki dua

salinan dari kromosom 21. Pembuahan oleh sperma yang normal memberi kesempatan

berkembangnya seseorang dengan trisomi 21.6,7

Perhatikan bahwa kejadian gagal pisah dari satu pasang kromosom pada fase meiosis I

menghasilkan dua jenis sel yang seimbang pembagiannya, satu sel mengandung kedua bagian

12

Page 13: Sindrom Down

kromosom sedangkan yang lain tidak memiliki kromosom tersebut. Pada meiosis normal

gamet yang terbentuk pada akhir meiosis II mengandung sebuah bagian homolog tunggal dari

tiap kromosom dan pembuahan membuat zigot kembali ke keadaan diploid dengan adanya

pasangan kromosom yang homolog. Jika sperma normal membuahi sel telur yang tidak

mendapat kromosom hasilnya ialah monosomi. Secara teori, monosomi autosomal harus sama

banyaknya dengan trisomi autosomal. Namun, monosomi, ketika terjadi pada autosom, pada

umumnya tidak cocok untuk hidup. Faktanya, bayi yang dapat bertahan hingga lahir dalam

keadaan di mana satu autosomnya benar-benar tidak ada hanya dapat hidup untuk waktu yang

singkat. Sebaliknya, seseorang dapat bertahan dengan satu kromosom X yang hilang; keadaan

ini, 45 X, dikenal sebagai Sindrom Turner. Sebenarnya, dari semua kelainan yang melibatkan

hilang atau bertambahnya kromosom, kelainan yang berhubungan dengan kromosom seks

tampaknya memperlihatkan kelangsungan hidup yang lebih besar selama beberapa hari atau

bulan di awal kehidupan.6,7

Gagal pisah pada proses meiosis dapat terjadi baik selama pembelahan meiosis I maupun II.

Jika gagal pisah (nondisjunction) terjadi pada spermatosit primer selama meiosis I, maka

semua sperma yang terbentuk dari spermatosit tersebut akan menjadi tidak normal dan zigot

akan memiliki komplemen kromosom aberrant. Jika gagal pisah terjadi pada spermatosit

sekunder yang mengalami meiosis II, hanya dua dari empat sperma yang terbentuk yang akan

menjadi abnormal dan dua sperma lainnya akan menjadi euploid yang normal. Ada juga

perbedaan pada kromatid, dan oleh karena itu juga ada perbedaan pada alel yang ada pada

kromatid, bergantung pada apakah gagal pisah terjadi pada meiosis I atau II. Jika terjadi pada

meiosis I, ketiga kromatid pada telur yang dibuahi memiliki asal mula parental yang unik.

Jika terjadi pada meiosis II, hasilnya ialah dua kromatid yang berasal dari replikasi rantai

DNA yang sama dan satu kromatid unik terdapat pada telur yang telah dibuahi.6,7

Kromosom 21 tambahan mempengaruhi hampir setiap sistem organ dan berdampak pada

konsekuensi fenotipe yang mencakup banyak hal. Hal ini mencakup komplikasi-komplikasi

yang mengancam nyawa, gangguan secara klinis yang signifikan terhadap kehidupan sehari-

hari (misalnya, retardasi mental), dan tampilan fisik yang abnormal. Sindrom Down

menurunkan kelangsungan hidup prenatal dan meningkatkan kejadian sakit baik pada

sebelum maupun sesudah lahir. Anak-anak yang menderita sindrom ini memiliki

keterlambatan dalam pertumbuhan fisiknya, pematangan, perkembangan tulang, dan

pertumbuhan gigi.6,7

13

Page 14: Sindrom Down

Salinan ekstra dari bagian proksimal pada 21q22.3 memperlihatkan hasil dalam tampilan fisik

fenotip yang khas: retardasi mental, tampilan wajah yang karakteristik, anomali tangan, dan

kelainan jantung bawaan. Analisis molekular menunjukkan bahwa pada region 21q22.1-

q22.3, atau disebut Down syndrome critical region (DSCR), tampak mengandung satu atau

banyak gen yang bertanggung jawab terhadap penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada

Sindrom Down. Sebuah gen baru, DSCR1, diidentifikasi pada region 21q22.1-q22.2, banyak

diekspresikan pada otak dan jantung dan diduga terlibat dalam patogenesis Sindrom Down,

khususnya, dalam hal retardasi mental dan/atau kelainan jantung.6

Fungsi fisiologis yang abnormal mempengaruhi metabolism tiroid dan malabsorpsi di usus.

Infeksi berulang diduga dikarenakan respons imun yang terganggu, dan kejadian

autoimunitas, termasuk hipotiroidisme, dan Hashimoto tiroiditis yang jarang terjadi, juga

meningkat. Pasien-pasien Sindrom Down mengalami penurunan pada mekanisme penyangga

(buffering/dapar) yang normal, yang berakibat pada hipersensitivitas terhadap pilokarpin dan

respons abnormal terhadap elektroensefalografi (sensory-evoked electroencephalography

tracings). Anak dengan leukemia akibat Sindrom Down juga mengalami hiperaktivitas

terhadap metotreksat. Penurunan reaksi penyangga (buffering) dalam proses metabolisme

merupakan predisposisi hiperurisemia dan peningkatan resistensi insulin. Diabetes mellitus

berkembang pada banyak pasien Sindrom Down. Penuaan dini menyebabkan katarak dan

penyakit Alzheimer. Reaksi leukemoid pada bayi dan peningkatan resiko leukemia akut

menunjukkan disgfungsi sumsum tulang.6,7

Anak-anak dengan Sindrom Down cenderung mengalami leukemia, khususnya kelainan

mieloproliferatif yang transien dan leukemia megakariositik akut. Hampir seluruh anak

dengan Sindrom Down yang mengalami leukemia jenis ini mengalami mutasi dalam gen

faktor transkripsi hematopoietik, GATA1. Leukemia pada anak-anak Sindrom Down

membutuhkan paling sedikit tiga hal: trisomi 21, mutasi GATA 1, dan gangguan genetik

ketiga yang belum terdefinisi.6,7

Translokasi Robertsonian

Ibu berusia di bawah 30 tahun yang memiliki anak pertama mengidap Sindrom Down akan

memiliki tingkat rekurensi yang rendah jika Sindrom Down terjadi akibat gagal pisah pada

meiosis maupun mitosis. Namun, resiko rekurensi jauh lebih tinggi jika anak mengidap

Sindrom Down akibat translokasi Robertsonian. Translokasi Robertsonian ini terbatas pada

kromosom akrosentrik yaitu kromosom 13,14, 15, 21, dan 22. Kromosom-kromosom ini

14

Page 15: Sindrom Down

mempunyai lengan pendek, lengan p, yang terbuat dari gen-gen untuk RNA ribosom. Lengan

pendek ini biasanya disebut satelit. Gen-gen ini mempunyai banyak salinan dan seseorang

dapat berfungsi dengan normal jika beberapa gen ini hilang. Satelit ini mempunyai banyak

homolog dari kromosom ke kromosom, dan mereka cenderung berhubungan saat interfase

dan pembelahan mitosis. Kadang-kadang, mereka bertukar bagian, dan lengan yang panjang,

lengan q dari satu kromosom akan menempel dengan lengan q kromosom yang lain, dengan

hilangnya dua lengan p atau satelit.6,7

Gambar 2. Robertsonian Translocation

Diunduh dari : http://www.uic.edu/classes/bms/bms655/lesson9.html

Tidak ada efek pada individu di mana peristiwa pada mitosis ini terjadi. Ia akan memiliki

fenotip yang normal pada semua segi. Namun, jika translokasi terjadi pada sel yang akan

menjadi sel gamet, masalah dapat muncul ketika sel tersebut akan menjalani meiosis. Proses

pairing (berpasangan) kromosom yang homolog saat metafase meiosis I dapat menyebabkan

masalah seperti terlihat pada gambar berikut.6,7

Gambar 3. Robertsonian Translocation

Diunduh dari : http://www.rationalskepticism.org/pseudoscience/were-humans-genetically-

engineered-t25452-40.html

15

Page 16: Sindrom Down

Gambar di atas memperlihatkan bahwa proses pairing dapat menghasilkan beberapa

kemungkinan, dengan peluang yang sama besar untuk semuanya. Kemungkinan-

kemungkinan yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

Satu oosit atau spermatosit sekunder memperoleh kromosom translokasi 14q21q (sel A),

dan sel yang lainnya akan memperoleh kromosom 14 dan 21 yang normal (sel B). Ketika

pembuahan terjadi, dengan sel gamet normal dari pasangannya yang mengandung

kromosom 14 dan 21 yang normal, sel (A) akan membentuk sel dengan genotip 45, XX

atau XY, -14, -21, +t(14q21q) dengan fenotip normal karier Robertsonian translocation

yang seimbang (balanced), sedangkan sel (B) akan membentuk individu normal dengan

genotip 46, XX atau XY.6,7

Jika satu oosit atau spermatosit sekunder memperoleh hanya kromosom 14 tanpa

kromosom 21 (sel C), maka sel gamet lainnya memperoleh kromosom 14q21q dan

kromosom 21 (sel D). Jika dibuahi dengan sel gamet yang normal, sel (C) akan

menghasilkan monosomi 21 yang tidak sanggup bertahan hidup dan berakhir dengan

abortus spontan, sedangkan sel (D) akan menghasilkan sel dengan jumlah kromosom 14

yang tepat tetapi memperoleh tiga salinan kromosom 21 (21 dari gamet normal, dan 21

normal dan 21q dari sel yang mengalami translokasi), dan inilah yang menghasilkan anak

dengan Sindrom Down.6,7

Jika satu oosit atau spermatosit sekunder memperoleh satu kromosom 21 tanpa

kromosom 14 (sel E) dan sel yang lainnya memperoleh kromosom 14 disertai kromosom

14q21q (sel F), keduanya tidak akan sanggup bertahan hidup. Sel (E) menghasilkan

monosomi 14 sedangkan sel (F) menghasilkan trisomi 14. Kedua keadaan ini letal.

Keenam kemungkinan sel gamet di atas terbentuk dari sebuah gamet carrier Robertonian

translocation, dengan tiga sel yang dapat menghasilkan fetus yang mampu bertahan hidup.

Dari ketiga kombinasi yang bertahan ini, satu akan menjadi anak normal, satu menjadi

pembawa translokasi dengan fenotip yang normal, dan satu lagi akan menjadi anak dengan

Sindrom Down.7

Gejala klinis

16

Page 17: Sindrom Down

Penderita sindroma Down biasanya memiliki gejala klinis antara lain:5,6

Tubuh pendek, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok. Pertumbuhan pada masa bayi

kadang-kadang baik, tetapi kemudian menjadi lambat.

Kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan

datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarah antara kedua mata lebar, kelopak mata

memiliki lipatan epikantus sehingga mirip dengan orang oriental.

Kulit halus dan longgar, tetapi warnanya normal. Di leher terdapat lipatan-lipatan yang

berlebihan.

Pada kulit dapat terjadi folikulitis, vitiligo, alopesia.

Iris mata kadang-kadang berbintik yang disebur bintik-bintik “Brushfield”.

Pada telinga dapat terjadi gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural.

Pada mata dapat terjadi katarak, glaukoma, nistagmus, dan blefaritis.

Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul.

Otot hipotonia dan pergerakan sendi berlebihan.

Telapak tangan memiliki garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya mempunyai

sebuah garis mendatar saja (simian crease).

Jarak antara jari I dan II, baik tangan maupun kaki agak besar.

Pada pemeriksaan radiologis sering ditemukan falang tengah dan distal rudimenter.

Mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal ini disebabkan karena ia tidak sadar

untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri.

Alat kelamin biasanya kecil.

Dapat terjadi malformasi ginjal, hipospasia, dan kriptokismus.

Gastrointestinal: malformasi kongenital biasanya atreasia duodenalis, morro refleks yang

buruk, gastroesofageal refluks, penyakit celiac.

Apnea obstruktif saat tidur.

Kelainan tulang seperti dislokasi patela, sublukasio pangkal paha, atau ketidakstabilan

atlantoaksial.

Tingkat prevalensi ganguan tiroid seperti hipotiroid dilaporkan 3-54% pada individu

dengan sindrom Down dan meningkat dengan bertambahanya usia.

IQ rendah, yaitu antara 25-75, kebanyakan kurang dari 40.

Biasanya mempunyai kelainan pada jantung dan tidak resisten terhadap penyakit.

Kelainan jantung bawaan seperti defek septum ventrikel sering ditemukan. Karena itu

17

Page 18: Sindrom Down

dahulu penderita biasanya berumur maksimal 20 tahun, akan tetapi dengan tersedianya

berbagai macam antibiotika, maka usia mereka kini dapat diperpanjang.

Penyakit infeksi terutama saluran pernafasan sering menenai anak dengan kelainan ini.

Angka kejadian leukemia tinggi.

Pada umumnya penderita sindrom Down selalu tampak gembira, mereka tidak sadar akan

cacat yang dideritanya. Gambaran tampaknya berubah pada masa remaja yang mungkin

mengalami berbagai kesulitan emosional, gangguan perilaku, dan (jarang) gangguan

psikotik.

Orang dengan sindrom Down cenderung menunjukan perburukan yang jelas dalam

bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah pada

usia 30 tahunan.

Penderita pria biasanya steril, namun mereka masih mempunyai kesadaran seksual.

Sementara wanita dilaporkan dapat melahirkan anak.

Kejang.

Gambar 4. Gambaran Klinis Penderita Sindrom Down

Diunduh dari : http://bookbing.org/downs-syndrome-powerpoint-presentations/down-

syndrome-head-to-toe-defects/

18

Page 19: Sindrom Down

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit ini antara lain:8

- Defek kongenital jantung atau organ lain sering terjadi berkaitan dengan sindrom Down.

Kejadian ini terjadi pada 30-50%. Sekitar sepertiga lsi berupa defek bantalan

endokardium, sekitar sepertiga adalah defek septum ventrikel; terjadi defek septum atrium

tipe sekundum dan juga terdapat tetralogi Fallot

- Mudah terjadi infeksi seperti pneumonia. Alasan kerentanan ini tidak semuanya diketahui,

tetapi terdapat bukti abnormalitas fungsi limfosit T

- Resiko leukemia pada masa kanak-kanak dapat meningkat pada anak sindrom Down.

- Penderita sindrom Down juga biasanya menderita penyakit alzheimer selama empat atau

lima dekade kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan hasil pengamatan bahwa penyakit

alzheimer dapat muncul sebagaian karena defek kromososm 21

- Orang yang lebih tua dengan sindrom Down memiliki resiko besar terhadap beberapa

masalah medis, termasuk sublukasi atlantoaksial, katarak, diabetes, gangguan tiroid

didapat, leukimia, dan kejang

- Depresi medula spinalis karena kelainan tulang belakang

- Mata: katarak dan glaukoma. Jika tidak diobati dapat menyebabkan kebutaan

- Infertilitas

- Obstruksi jalan nafas atas

- Gastrointetinal: refluk gastroesofageal dan penyakit celiac

- Epilepsi

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

Pengobatan secara medika mentosa diladasarkan secara simtomatis, sesuai dengan gejala yang

dialami pasien. Secara medika mentosa, penatalaksanaan sindrom Down ini antara lain:

Profilaksis endokarditis subakut bakteri yang dibutuhkan pada anak-anak yang rentan

dengan penyakit jantung ketika mereka menjalani perawatan gigi atau prosedur invasif

lainnya.9

Digitalis dan diuretik yang biasanya dibutuhkan untuk manajemen jantung.

Perawatan segera apabila terjadi infeksi saluran pernapasan dan otitis media.

Anak-anak dengan penyakit jantung dan pernapasan kronis adalah kandidat untuk

vaksinasi influenza dan pneumokokus.

19

Page 20: Sindrom Down

Hormon tiroid untuk hipotiroidisme diperlukan untuk mencegah kerusakan intelektual

dan meningkatkan fungsi individu secara keseluruhan.

Antikonvulsan untuk tonik-klonik atau untuk kejang infantil (mengobati dengan steroid).

Mengobati gangguan kulit seperti folikulitis, xerosis, dermatitis atopik, dermatitis

seboroik, infeksi jamur pada kulit dan kuku, vitiligo dengan penerapan salep antibiotik,

atau terapi antibiotik sistemik.9,10

Mencegah karies gigi dan penyakit periodontal melalui kebersihan gigi yang tepat,

pengobatan fluoride, kebiasaan makan yang baik, dan perawatan restoratif.

Anak-anak dengan sindrom Down dan leukemia lebih sensitif terhadap beberapa agen

kemoterapi (misalnya, metotreksat) dibanding anak lain. Jadi, mereka membutuhkan

pemantauan secara cermat untuk toksisitas.9,10

Non Medika Mentosa

Penatalaksanaan secara non medika mentosa pada sindrom ini antara lain:

Penyuluhan kepada orang tua langsung setelah diangnosis ditegakan untuk menentukan

adaptasi dan sikap orang tua selanjutnya.9,10

Anjurkan untuk menerapkan kebersihan badan untuk mencegah terjadinya gangguan

kulit.

Tekankan pentingnya diet yang seimbang dan olahraga rutin.

Pasien dengan gejala aritmia, episode pingsan, temuan abnormal pada EKG, dan palpitasi

atau nyeri dada harus menahan diri dari berpartisipasi dalam olahraga dan latihan berat.9

Lakukan evaluasi tahunan:

Telinga

Mata: kekeruhan ophthalmologic keratoconus atau kornea dan / atau katarak, dan

tumbuh kembang anak

Pemeriksaan tiroid

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi patela,

sublukasio pangkal paha, atau ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan yang terkahir

ini sampai menimbulkan depresi medula spinalis, maka diperlukan pemeriksaan

radiologis untuk memeriksa spina servikal dan konsultasineurologis.

Transplantasi sumsum tulang bila terjadi leukemia.10

Program pendidikan khusus (SLB-C) pada anak dengan sindrom Down akan membantu

anakmelihat suatu dunia sebagaisuatu tempat yang menarik dan mengembangkan diri dan

20

Page 21: Sindrom Down

bekerja. Pengalaman yang diperoleh di sekolah akan membantuk mereka memperoleh

perasaan tentang identitas personal, harga diri, dan kesenangan.

Lanjutkan terapi bicara dan bahasa, dengan fokus pada bahasa ekspresif dan dimengerti.

Lakukan tindak lanjut apabila perjadi masalah dalam perilaku seperti cemas, depresi.6

Pencegahan

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian ini antara lain:

Melahirkan anak di usia kurang dari 35 tahun, akan menurunkan resiko lahirnya anak

dengan sindrom Down.

Pada keluarga yang mempunyai riwayat sindrom Down dianjurkan untuk melakukan

konsultasi genetik.

Prognosis

4% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68 tahun.

Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini. Tingginya

angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, mengakibatkan 80% kematian.

Namun, saat ini dengan tersedianya berbagai macam antibiotika, maka usia mereka kini dapat

diperpanjang.

Kesimpulan

Pada kecurigaan kehamilan bayi sindrom down dapat dilakukan anamnesis atau konseling

genetik terlebih dahulu. Pemeriksaan kromosom yang dapat dilakukan adalah CVS,

amniosentesis, dan kordosentesis. Selaini itu kita dapat melakukan pemeriksaan AFP, HCG,

dan uE3. Sindrom down merupakan gangguan genetik yang disebabkan oleh trisomi

kromosom 21, dan translokasi kromosom 21.

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam : anamnesis. Ed.5. Vol.1.

Jakarta. Interna Publishing, 2009. H. 25-7.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri

Williams. Vol 1. Edisi 23. Jakarta. EGC, 2013. H. 282-3, 307-17.

3. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2009. H. 61-63.

4. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Vol. 1. Jakarta. Infomedika Jakarta, 2007. H.

217-9.

21

Page 22: Sindrom Down

5. Suryo. Genetika manusia. Yogyakakrta. Gajah Mada Press, 2008. H.259-72.

6. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak. Volume 3. Edisi ke

15. Jakarta:EGC;2002.h.1938-43,1970-77.

7. Clarke A. Genetika manusia & kedokteran. Jakarta. Widya Medika, 1996. H. 75-9.

8. Adkison LR, Brown MD. Elsevier’s integrated genetics. Philadephia. Mosby Elsevier,

2007.p.17-24.

9. Zaotis LB, Chiang VW. Comprehensive pediatric hospital medicine. Philadelphia.

Mosby Elsevier, 2007. P.821-7.

10. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta. EGC,

2008. H.300-50.

22