11
Kadar glukosa darah akan tinggi dan bila berlangsung lama akan meningkatkan viskositas darah sehingga mengganggu aliran darah serta tekana osmosa intravasa meningkat, ini berarti tekanan osmosa cairan ekstraseluler lebih besar dari cairan intraseluler. Dampaknya cairan intraseluler akan tertarik keluar dari sel dan terjadilah dehidrasi

Sindrom Metabolik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sindrom Metabolik

Kadar glukosa darah akan tinggi dan bila berlangsung lama akan meningkatkan viskositas darah sehingga mengganggu aliran darah serta tekana osmosa intravasa meningkat, ini berarti tekanan osmosa cairan ekstraseluler lebih besar dari cairan intraseluler. Dampaknya cairan intraseluler akan tertarik keluar dari sel dan terjadilah dehidrasi

Page 2: Sindrom Metabolik

Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari faktor2 risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi dislipidemi, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan obesitas abdominal/sentral.  The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) mendapatkan bahwa sindrom metabolik merupakan indikasi untuk dilakukan intervensi terhadap gaya hidup yang ketat, meliputi diet, latihan fisik dan intervensi farmakologik. Penurunan berat badan secara bermakna dapat memperbaiki semua aspek dari sindrom metabolik. Demikian pula peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan asupan kalori akan memperbaiki abnormalitas sindrom metabolik. Perubahan diet spesifik ditujukan terhadap aspek2 tertentu dari sindrom metabolik seperti :

Mengurangi asupan lemak jenuh untuk menurunkan resistensi insulin

Mengurangi asupan garam untuk menurunkan tekanan darah

Mengurangi asupan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi untuk menurunkan kadar glukosa darah dan trigliserida

Diet yang banyak mengandung buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, lemak tak jenuh dan produk2 susu rendah lemak bermanfaat pada sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik. Dokter keluarga efektif dalam membantu pasien merubah gaya hidupnya melalui pendekatan individual untuk menilai adanya faktor2 risiko spesifik, intervensi terhadap faktor2 risiko tersebut serta membantu pasien dalam mengidentifikasi hambatan2 yang dialami dalam upaya merubah perilaku.

Pendahuluan

Sindrom Metabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X merupakan suatu kumpulan faktor2 risiko yang bertanggung jawab terhadap peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas  dan DM tipe 2. 1,2) The National Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif). 3)

Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi :

Resistensi insulin

Obesitas abdominal/sentral

Hipertensi

Dislipidemia :

Peningkatan kadar trigliserida

Penurunan kadar HDL kolesterol

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel, hiperfib-rinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Akhir-akhir ini diketahui pula bahwa resistensi insulin juga dapat menimbulkan Sindrom Ovarium Polikistik dan Non Alcoholic Steato Hepatitis (NASH).4)

Page 3: Sindrom Metabolik

Epidemiologi/ Prevalensi

Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third National Health and Nutrition Examination Survey (1988 sampai 1994), prevalensi sindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-ATP III) bervariasi dari 16% pada laki2 kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik. Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan. Karena populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah dan lebih dari separuh mempunyai berat badan lebih atau gemuk , diperkirakan Sindrom Metabolik melebihi merokok sebagai faktor risiko primer terhadap penyakit kardiovaskular. Sindrom metabolik juga merupakan prediktor kuat untuk terjadinya DM tipe 2 dikemudian hari.5,6)

Etiologi :

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengan timbunan lemak viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkar pinggang atau waist to hip ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkan disfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukan atheroma. Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi  perubahan hormonal yang mendasari terjadinya obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwa pada individu yang mengalami peningkatan kadar kortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para peneliti juga mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terjadi akibat stres akan menyebabkan terbentuknya hubungan antara gangguan  psikososial  dan infark miokard. 7-10)

Evaluasi Klinis

Terhadap individu yang dicurigai mengalami Sindrom Metabolik hendaklah dilakukan evaluasi klinis, yang meliputi : 11-12)

Anamnesis, tentang :

Riwayat keluarga dan penyakit sebelumnya.

Riwayat adanya perubahan berat badan.

Aktifitas fisik sehari-hari.

Asupan makanan sehari-hari

Pemeriksaan fisik, meliputi :

Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah

Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan  rumus :

                         

Berat badan (kg)

Page 4: Sindrom Metabolik

——————————

Tinggi badan (m)2

Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.

Pemeriksaan laboratorium, meliputi :

Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.

Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment) untuk menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian  dan tidak praktis diterapkan  dalam penilaian klinis.

Highly sensitive C-reactive protein

Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH.

USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.

Penatalaksanaan

Saat ini belum ada studi acak terkontrol yang khusus tentang penatalaksanaan Sindrom Metabolik. Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen2 Sindrom Metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan Sindrom Metabolik hendaklah dimotivasi untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama. Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek Sindrom Metabolik, mengurangi semua penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien  mengalami kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan  dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi insulin.13)

Latihan Fisik :

Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari.    Jadi aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan  derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang secara  teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan  pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.11,12)

Diet

Page 5: Sindrom Metabolik

Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.  Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil2 dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.  11)

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary Artery Risk Development in Young Adults  mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian, buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-cholesterol dan menurunkan berat badan.

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin. 12)

Edukasi

Dokter2 keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan Sindrom Metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta hambatan2 yang dialami mereka  dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut. Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan2 tentang peranan diet dan latihan fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari Sindrom Metabolik. Dokter keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan.  Pertanyaan2 seperti : “ Bagaimana pendapat anda apakah diet dan latihan fisik yang diterapkan dapat mempengaruhi kesehatan anda ?” atau “ Permasalahan apa yang anda hadapi dalam mencoba menerapkan perubahan diet atau aktifitas fisik ?” , dapat membantu dokter keluarga dalam menerapkan langkah2 berikutnya terhadap masing2 pasien. Jawaban pasien hendaklah dicatat dalam rekam medik dan direview pada kunjungan berikutnya. Hal ini dapat membantu dokter mengidentifikasi adanya hambatan2 dalam menerapkan perubahan gaya hidup. 12.13)

Page 6: Sindrom Metabolik

Farmakoterapi :

Terhadap pasien2 yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar C-reactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.  Intervensi farmakologik yang agresif terhadap faktor2 risiko telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2. 13)

Pencegahan

The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif terhadap pasien2 dewasa yang mempunyai faktor2 risiko untuk terjadinya penyulit kardiovaskular.  Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%). 13)

Gambar 1. Hubungan obesitas abdominal dengan Sindrom Metabolik

Page 7: Sindrom Metabolik

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Sindrom Metabolik menurut WHO (World Health Organization) dan NCEP-ATP III (the National Cholesterol Education Program- Adult Treatment Panel III)

Gambar 2 : Fenotip obesitas menurut Vague, 1947

Page 8: Sindrom Metabolik
Page 9: Sindrom Metabolik

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.