8

Click here to load reader

Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 1

ESSAY DIPLOMASI MODERN

Nama : Erika

NPM : 0706291243

Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional

Singapura,

Power, Foreign Policy, dan Diplomasinya

Singapura, sebuah negara pulau yang terletak di kawasan Asia Tenggara, merupakan

sebuah negara dengan wilayah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara

tetangganya. Dengan luas wilayah hanya 704 km2 dan jumlah penduduk hanya 4.588.600

jiwa (atau kira-kira hanya 2% dari total penduduk Indonesia), wajar saja bila Singapura

khawatir keberadaannya akan diacuhkan oleh masyarakat internasional. Namun terlepas dari

kondisi fisiknya, Singapura ternyata bisa menonjolkan aspek-aspek lain dari dirinya sehingga

ia bisa diterima dan dihargai layaknya negara-negara besar oleh masyarakat internasional.

Kondisi sosial masyarakat Singapura yang terdiri dari bermacam-macam

etnik—seperti etnis Tionghua (75,2%), Melayu (13,6%), India (8,8%), dan Eurasia serta etnis

lain (2,4%)—dan bermacam-macam agama—Budha (42,5%), tanpa agama (14,8%), Kristen

(14,6%), Islam (13,9%), Taoisme (8,5%), Hindu (4%), dan lain-lain (1,6%)—mau tidak mau

merupakan tantangan bagi integrasi bangsa Singapura sendiri, namun lagi-lagi Singapura

berhasil menangani tantangan dari dalam negeri ini; walaupun terdiri dari bermacam-macam

etnik dan agama yang berbeda-beda, rakyat Singapura telah membuktikan bahwa

keberagaman itu tidak menghalangi mereka untuk berinteraksi secara damai.

Interaksi secara damai Singapura bukan hanya dilakukan secara internal, namun juga

secara eksternal dengan negara-negara lain, serta dengan berbagai organisasi internasional di

dunia. Berikut adalah negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Singapura.

KAWASAN NEGARA

Asia

Bangladesh

Brunei Darussalam

China

Siprus

India

Indonesia

Israel

Jepang

Korea

Kamboja

Laos

Libanon

Page 2: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 2

Malaysia

Mongol

Myanmar

Nepal

Pakistan

Filippina

Saudi Arabia

Srilanka

Taiwan

Thailand

Turki

Vietnam

Yamen

Oman

Kazakhstan

Uzbekistan

Eropa

Austria

Belgia

Britania

Bulgaria

Denmark

Finlandia

Perancis

Jerman

Yunani

Hungaria

Islandia

Irlandia

Italy

Latvia

Luksemburg

Malta

Monako

Belanda

Norwegia

Polandia

Portugal

Roma

Rusia

Slovenia

Spanyol

Swedia

Switzerland

Inggris

Page 3: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 3

Republik Ceko

Sisilia

Afrika

Komoros

Egypt

Ethiopia

Guinea-Bissau

Jamaika

Samoa

Afrika Selatan

Tanzania

Tunisia

Amerika

Argentina

Berlize

Brazil

Kanada

Chili

Kolombia

Meksiko

Panama

Peru

Amerika Serikat

Republik Honduras

Oseania

Australia

New Zealand

Papua Nugini

Fiji

Sumber : Singapore Ministry of Foreign Affairs, http://www.mfa.gov.sg/, diakses pada 1 Oktober 2008, pukul

18.57.

Jika dibuat persentasi hubungan diplomatik Singapura berdasarkan wilayahnya, maka akan

didapat bahwa Singapura lebih banyak melakukan hubungan diplomatis dengan wilayah

Eropa (36,58%), lalu dengan wilayah Asia (34,1%), dengan wilayah Amerika (13,41%),

wilayah Afrika (10,97%), serta terakhir denga wilayah Oseania (4,88%). Selain menjalin

hubungan diplomatik dengan negara-negara pada tabel di atas, Singapura juga bergabung

dengan berbagai organisasi regional dan internasional, di antaranya adalah APEC

(Asia-Pasific Economic Cooperation), ASEAN (Association of South East Asian Nations),

The Commonwealth, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), WTO (World Trade Organisation),

dan berbagai organisasi internasional dan regional lainnya. Selain itu, Singapura juga

tergabung dalam berbagai gerakan dan perkumpulan seperti GNB/NAM (Gerakan Non

Blok/Non Aligned Movement), ADB (Asian Development Bank), Grup 77, INTELSAT

(International Telecommunications Satellite Organization), dan lain-lain. Kebergabungan

Singapura dalam berbagai organisasi regional dan internasional serta dalam gerakan-gerakan

dan perkumpulan, juga hubungan Singapura yang relatif baik dengan negara-negara di dunia,

Page 4: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 4

membuktikan Singapura adalah negara yang aktif secara diplomatik.

Lahir dengan luas wilayah yang kecil dengan sumber daya alam yang sedikit, tidak

lantas membuat Singapura tertinggal secara perekonomian. Terbukti, bersama-sama dengan

Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan, Singapura termasuk dalam negara “4 macan Asia”.

Data survei dari Mercer Human Resource Consulting bahkan menyatakan bahwa Singapura

menduduki urutan ke-5 di Asia dalam standar kehidupan termahal, dan dalam urutan ke 14 di

dunia. Singapura juga menduduki peringkat ke-6 dunia dengan GDP tertinggi. Dua kunci

perekonomian Singapura adalah perindustrian dan teknologi yang maju, serta sebuah pasar

ekonomi yang maju dan terbuka. Bidang ekspor, perindustrian, dan jasa merupakan sumber

pendapatan yang besar bagi Singapura. Selain ketiga bidang tersebut, Singapura juga terkenal

dengan sektor pariwisatanya, yang terus-menerus menawarkan berbagai hiburan menarik bagi

para wisatawan mancanegara. Dengan perekonomian yang sukses, sudah barang tentu

Singapura mulai mendapat sorotan dari dunia internasional; power Singapura pun mulai

diperhitungkan oleh dunia internasional karena kekuatan ekonominya.

Sadar akan berbagai kekurangan fisik (sedikitnya populasi, kecilnya luas wilayah,

serta sedikitnya sumber daya alam), Singapura lantas melakukan segala upaya untuk

mempertahankan eksistensinya di dunia internasional. Mulai dari memperkuat sektor

ekonomi, sampai ke sektor militernya. Fakta bahwa Singapura menganggarkan 6% dari

GDP-nya untuk keperluan militer dan angkatan bersenjatanya, jelas membuat Singapura

mampu menyediakan berbagai perlengkapan militer canggih untuk keperluan angkatan

bersenjatanya. Hal ini diperkuat dengan prinsip Pertahanan Total (Total Defence) yang

diterapkan Singapura, di mana pertahanan Singapura tidak hanya terdiri dari angkatan

bersenjatanya saja, melainkan dari seluruh warga Singapura. Tersedianya „pasukan‟ dalam

jumlah yang cukup serta peralatan militer yang canggih tentu saja membuktikan bahwa

keadaan militer di Singapura sudah dapat dikatakan kuat.

Dari segi politik, dapat dikatakan Singapura merupakan negara yang kuat secara

politik. Kehidupan politik Singapura yang didominasi oleh satu partai besar, yaitu Partai Aksi

Rakyat (People‟s Action Party), menyebabkan jarang terjadinya keributan dalam tubuh

pemerintahan Singapura. Pemerintahan Singapura dikenal sebagai pemerintahan dengan

angka korupsi tersedikit di dunia, juga sebagai pemerintahan dengan kerja paling efisien. Hal

ini tentu membuktikan betapa kuatnya Singapura secara politik.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, militer yang didukung oleh peralatan

canggih, serta keadaan politik yang tertib, tentu saja keberadaan Singapura mulai

diperhitungkan di lingkup dunia internasional. Jika ditilik lebih lanjut, potensi power yang

dimiliki Singapura cukup besar. Keberadaan Singapura mulai dilirik oleh dunia internasional

sebagai newcomer yang patut diperhitungkan. Berbagai kebijakan luar negeri yang

diambilnya pun mulai diperhatikan oleh dunia internasional.

Pada awal pembentukannya, politik luar negeri Singapura lebih berfokus pada upaya

pertahanan (survival), agar Singapura dapat memperlihatkan eksistensinya di dunia

internasional, tanpa harus mengandalkan kekuatan fisiknya yang lemah. Singapura sadar

bahwa negara-negara besar baru akan melihat dan memandang negara kecil hanya bila negara

kecil tersebut sukses dan dapat beradaptasi dengan level internasional, yang dicapai bila

negara kecil tersebut memiliki power, baik dalam sisi ekonomi, politik, dan militer.

Kesadaran inilah yang lantas mendorong Singapura untuk berfokus pada peningkatan

Page 5: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 5

ekonomi dan ekspor perdagangannya, seperti yang pernah disampaikan oleh

Menteri Luar Negeri Singapura Sinnathamby Rajaratnam tahun 1972, yaitu bahwa Singapura

dapat mempertahankan eksistensinya bila negaranya dapat terus memelihara ketergantungan

permintaan di pasaran dunia pada servis Singapura1.

Kesadaran untuk perlu mempertahankan eksistensi dirinya sebenarnya mulai

dirasakan Singapura sejak peristiwa invasi yang dilakukan Vietnam di Kamboja pada 1978.

Saat itu, Singapura berpendapat Vietnam menerobos kedaulatan Kamboja. Sebagai negara

yang sama-sama memiliki luas wilayah kecil, Singapura mulai merasa tidak aman sejak

invasi Vietnam tersebut. Ia mulai khawatir hal tersebut akan menimpa dirinya sewaktu-waktu.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya hubungan dan politik luar negeri

Singapura banyak diwarnai oleh usaha-usaha mempertahankan diri, terutama ketika

berhadapan dengan dua negara besar tetangganya : Malaysia dan Indonesia. Hal ini wajar,

mengingat Singapura selalu memiliki rasa takut dikarenakan luas wilayahnya yang kecil,

apalagi jika dibandingkan dengan kedua negara tersebut. Ketakutan Singapura bertambah

manakala hubungan Malaysia dan Indonesia bertambah dekat, karena kesamaan historis,

sosial (etnis dan agama), serta kesamaan budaya. Sementara Singapura, jelas-jelas memiliki

banyak perbedaan dengan Malaysia dan Indonesia, di mana mayoritas penduduk Singapura

berasal dari etnis Tionghua; inilah yang menyebabkan Singapura menyebut dirinya “a

Chinese island in a sea of Malays”2. Usaha pertahanan Singapura ini antara lain dilakukan

dengan mendekatkan diri pada Malaysia dan Indonesia melalui wadah ASEAN. Sebelumnya,

politik luar negeri Singapura lebih berfokus pada dunia internasional secara global dibanding

secara regional, namun sejak 1975, politik luar negeri Singapura pun mulai berfokus pada

menjalin kerjasama dengan ASEAN. Singapura sadar bahwa ASEAN merupakan kesempatan

yang baik baginya untuk memperbaiki hubungannya dengan Malaysia dan Indonesia, yang

merupakan ancaman potensial bagi keamanan Singapura3.

Meskipun menyadari bahwa kerjasama regional melalui ASEAN itu penting, masa

akhir konflik Kamboja tetap menghadirkan keraguan pada Singapura mengenai kredibilitas

ASEAN. Menteri Luar Negeri Singapura saat itu, Wang Kan Seng berpendapat bahwa masa

depan ASEAN tidak dapat dijamin dan masih penuh keragu-raguan4. Namun keragu-raguan

Singapura tersebut hilang ketika menghadiri ASEAN Summit pada Januari 1992 yang

menghasilkan beberapa keputusan terkait dengan kerjasama ASEAN melalui ARF (ASEAN

Regional Forum) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area); kedua keputusan ini dianggap

membawa angin segar bagi kredibilitas ASEAN. AFTA menekankan pada pentingnya

regionalisme ekonomi, terutama di masa-masa globalisasi seperti sekarang. Hal ini kemudian

menyadarkan Singapura akan pentingnya regionalisme ekonomi. Singapura melihat bahwa

pasar Asia Tenggara juga menjanjikan, maka Singapura pun mulai memfokuskan kegiatan

1 Foreign Policy. http://www.country-studies.com/singapore/foreign-policy.html, diakses pada 1 Oktober 2008,

pukul 20.23. 2The Evolution of Singapore’s Foreign Policy : Challenges of Change. http://www.worldscibooks.com/socialsci/

etextbook/6533/6533_chap01.pdf, diakses pada 1 Oktober 2008, hal. 23. 3 Foreign Policy – Regional. http://www.country-studies.com/singapore/foreign-policy---regional.html, diakses

pada 1 Oktober 2008, pukul 21.34. 4The Evolution of Singapore’s Foreign Policy : Challenges of Change. http://www.worldscibooks.com/socialsci/

etextbook/6533/6533_chap01.pdf, diakses pada 1 Oktober 2008, hal. 24.

Page 6: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 6

ekonominya di wilayah Asia Tenggara. Salah satu usaha yang dilakukan Singapura

adalah dengan membentuk “Segitiga Pertumbuhan” (“Growth Triangle”) antara Singapura,

Johor, dan Batam. Singapura melihat kerjasama—dengan menggabungkan kekuatan finansial

Singapura dengan lahan besar dan tenaga kerja murah dari Johor dan Batam—ini akan

mendatangkan keuntungan bagi ketiga pihak.

Sementara dari sisi politik dan keamanan, demi kepentingan pertahanan dan untuk

menjamin eksistensi dirinya, Singapura lantas mendekatkan diri dan menggandeng

negara-negara besar. Singapura melihat bahwa tidak ada negara di kawasan Asia Pasifik yang

memiliki kredibilitas keamanan yang lebih menjamin daripada Amerika Serikat dan negara

besar sekutunya. Singapura berpandangan bahwa Amerika Serikat lebih dapat menjamin

kondisi terciptanya “balance of power” di kawasan Asia Pasifik. Pandangan ini didasarkan

pada alasan bahwa untuk menandingi kekuatan komunis dari Cina dan Vietnam, serta untuk

menandingi kekuatan-kekuatan lain yang tidak sejalan dengan pandangan liberalis kapitalis

yang dianut Singapura, maka Singapura memerlukan bantuan Amerika Serikat untuk

mendukungnya. Pandangan inilah yang kemudian melatarbelakangi berbagai kebijakan luar

negeri Singapura yang cenderung mendukung Amerika Serikat, salah satunya adalah ketika

Singapura mendukung usaha Amerika Serikat dalam perang melawan terorisme, serta ketika

Singapura bergabung dalam Coalition for the Immediate Disarmament of Iraq.

Singapura sadar, kedekatannya dengan Amerika Serikat ini banyak mendapat

tanggapan negatif dari negara-negara tetangganya seperti Malaysia, Indonesia, dan lain-lain.

Akan tetapi, Singapura tidak ingin hubungan yang telah lama ia jalin dengan negara

superpower itu menjadi rusak hanya karena ia memedulikan anggapan negara lain.

Menyadari bahwa Singapura memiliki banyak kekurangan dari segi fisik, Singapura lantas

„menggandeng‟ Amerika Serikat. Berteman dengan Amerika Serikat sudah barang tentu akan

memberikan jaminan kenyamanan sekaligus keamanan bagi Singapura. Di sinilah terlihat sisi

politik luar negeri Singapura yang cenderung pragmatis.

Selain Amerika Serikat, Singapura juga melihat China sebagai aktor yang paling

berperan dalam mempengaruhi dan mewujudkan kondisi “balance of power” di kawasan Asia

Pasifik, berdasarkan pengaruhnya yang memang besar di wilayah Asia Pasifik juga

berdasarkan power yang dimiliki China, baik dari segi ekonomi maupun militer. Selain itu,

Singapura juga melihat China sebagai jalan bagi Singapura untuk meningkatkan investasi dan

perdagangan luar negeri Singapura. Dua alasan ini lantas mendorong Singapura untuk

menjalin hubungan baik dengan China, seperti yang ia lakukan dengan Amerika Serikat.

Berbagai tindakan dilakukan Singapura untuk menunjukkan dukungannya pada China, salah

satunya adalah ketika Singapura membela China saat China dikenai sanksi ekonomi oleh

Amerika Serikat karena masalah hak asasi manusia yang masih rendah kualitasnya di China.

Tindakan lainnya adalah ketika Singapura setuju dan menganjurkan China untuk menjadi

rekan konsultasi keamanan multilateral dalam masalah keamanan di kawasan Asia Pasifik.

Kesemuanya itu jelas menunjukkan bahwa Singapura menunjukkan perhatian dan dukungan

yang besar pada China.

Dari semua penjelasan di atas, dapat disimpulkan arah politik luar negeri Singapura

dari masa ke masa adalah tentang usaha mempertahankan eksistensi dirinya. Usaha

mempertahankan eksistensi dirinya ini sendiri merupakan gabungan dari prinsip

regionalisme—tercermin dari aktifnya Singapura dalam ASEAN—yang dijalankan Singapura

Page 7: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 7

pada sisi ekonomi, serta prinsip “balance of power” yang dijalankan Singapura

pada sisi politik dan keamanan. Secara lebih khusus, penulis berpendapat bahwa politik luar

negeri Singapura lebih dititikberatkan pada usaha-usaha pembangunan untuk sektor ekonomi,

walaupun tidak berarti pembangunan pada sektor lainnya lantas ditinggalkan. Politik luar

negeri Singapura juga dapat dikatakan bersifat sedikit pragmatis, namun tetap liberalis

dengan tetap mementingkan kerjasama untuk mewujudkan kepentingan nasional.

Politik luar negeri Singapura yang pragmatis dengan berdasar pada prinsip

regionalisme dan prinsip “balance of power” itu tentu saja berpengaruh pada gaya diplomasi

para diplomat dan pembuat kebijakannya. Dalam berdiplomasi, para diplomat maupun

pengambil kebijakan Singapura seringkali berpegang pada prinsip “win-win solution”. Ia

tidak seperti Amerika Serikat yang cenderung arogan dan tidak mau dibantah dalam

berdiplomasi, sebaliknya Singapura berdiplomasi dengan cara yang cenderung lebih

kooperatif. Singapura akan mengusahakan agar pihak yang diajak bekerja sama juga

mendapatkan keuntungan, sementara dirinya juga akan berhasil memenuhi kepentingan

nasionalnya. Diplomasi Singapura adalah diplomasi dengan sebisa mungkin meminimalisir

penggunaan force, diplomasi yang mengutamakan negosiasi dan kompromi, untuk mencapai

kepentingan nasionalnya dengan tetap menjaga hubungan baik dengan negara yang diajak

berdiplomasi.

Nicholson membagi teori diplomatik menjadi dua, yaitu teori warrior dan mercantile

atau shop keeper. Jika meminjam istilah Nicholson, dapat dikatakan Singapura mengadopsi

tipe diplomasi shop keeper, yaitu tipe yang “lebih memperlihatkan negosiasi yang

profit-politics dan terutama bersifat appeasement, konsiliasi, dan kompromi. Teori diplomasi

yang terakhir ini menganggap diplomasi sebagai usaha untuk menciptakan hubungan atau

kontak langsung secara bersahabat5”. Singapura menganggap diplomasi sebagai konsep untuk

mencapai rasa saling pengertian yang dalam yang pada akhirnya akan mendatangkan

keuntungan bagi kedua belah pihak.

Dari berbagai penjelasan mengenai tipe diplomasi Singapura di atas, tentunya sudah

dapat ditebak gaya diplomasi apa yang paling sering digunakan oleh para diplomat dan

pengambil kebijakan di Singapura : persuasi dan kompromi. Seperti yang disebutkan

Bantarto Bandoro dalam Diplomasi Indonesia : Dahulu, Kini, dan Masa Depan, persuasi dan

kompromi adalah usaha untuk membujuk lawan berundingnya dengan cara menghimbau agar

mereka bersedia mencapai apa yang disebut friendly attachment6. Hal inilah yang tampaknya

mewarnai gaya diplomasi para diplomat Singapura. Para diplomat Singapura seringkali

melakukan berbagai pendekatan, baik secara formal maupun informal, untuk membuat lawan

berundingnya memahami mengapa tuntutan dan keinginan Singapura penting untuk

dikabulkan. Diplomasi yang bersifat kooperasi di sini sangat ditonjolkan oleh Singapura,

seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dengan berusaha untuk mencapai “win-win

solution”, kemenangan untuk kedua pihak. Sangat jarang ditemukan kasus Singapura

menggunakan gaya diplomasi koersif yang bersifat tekanan (pressures) ataupun paksaan,

walaupun Singapura sebenarnya mempunyai kapasitas yang cukup untuk menekan negara

lawan berundingnya dikarenakan ia memiliki bargaining position yang cukup bagus dilihat

5 Bantarto Bandoro, Diplomasi Indonesia: Dahulu, Kini, dan Masa Depan, dalam Hadi Soesatro, ed., Untuk

Kelangsungan Hidup Bangsa, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 1991), hal. 46-47. 6 Ibid, hal. 48.

Page 8: Singapura Power, Foreign Policy, Dan Diplomas in Ya

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Indonesia.

Page | 8

dari sisi ekonominya.

Dari berbagai penjelasan mengenai power yang dimiliki Singapura, arah foreign

policy Singapura, serta tipe diplomasi yang dilakukan para diplomat dan pengambil kebijakan

Singapura, penulis mengambil kesimpulan bahwa Singapura merupakan negara yang lebih

berorientasi pada paham liberalisme-kapitalisme. Hal ini dibuktikan dengan orientasi power

yang dimiliki dan menjadi fokus dari Singapura : ekonomi. Singapura tidak memfokuskan

dirinya untuk mengejar dan memperbesar kekuatan militernya, walaupun tidak dipungkiri

Singapura juga melakukan berbagai upaya untuk memperkuat militernya, namun yang

menjadi fokus utama Singapura adalah memajukan kehidupan perekonomiannya. Begitu

banyak kebijakan luar negeri yang diambil Singapura dengan berlatar belakang untuk

memajukan perekonomiannya, seperti berbagai Free Trade Area Agreements yang dilakukan

Singapura dengan berbagai negara. Prinsip regionalisme yang dianut Singapura dalam politik

luar negerinya juga menunjukkan orientasi liberalisme-kapitalisme. Seperti yang diutarakan

kaum liberalis, Singapura lebih mengutamakan dan percaya pada pentingnya kerja sama.

Sangat jarang menemukan Singapura sebagai figur yang vokal secara individual, akan tetapi

sangat mudah menemukan Singapura sebagai figur vokal dalam berbagai organisasi

internasional, seperti pada ASEAN maupun pada PBB. Terakhir, orientasi

liberalisme-kapitalisme yang dianut Singapura tentu tercermin melalui tipe dan gaya

diplomasinya. Tipe diplomasi Singapura, yaitu shop keeper, dan gaya diplomasi Singapura

lebih menekankan pada unsur persuasi, kompromi, dan kerjasama. Tiga hal yang dianggap

penting dalam pemikiran kaum liberalis-kapitalis.