Upload
rothen
View
33
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sinusitis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Sinusitis maksilaris merupakan inflamasi mukosa pada sinus maksilaris.
Sinus paranaslis lainnya ialah sinus frontalis, sinus etmoidalis dan sinus
spenoidalis. Sinus maksilaris sendiri merupakan sinus paranasalis yang terbesar
diantara sinus lainnya. Sinus paranasalis mempunyai fungsi yang penting yaitu
untuk melembabkan, menyaring dan mengatur suhu udara yang akan masuk ke
paru-paru. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian
berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml
saat dewasa.1
Sinusitis maksilaris adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat.
Terdapat beberapa faktor penyebab dan predisposisi penyakit sinusitis antara lain
ISPA akibat virus,bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, polip hidung, deviasi
septum, hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi
gigi,dan kelainan imunologi. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkunagn berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan
ini lama kelamaa akan menyebabkan perubahan mukosa da merusak silia.1,2
Konsensus tahun 2004 membagi menjadi sinusitis akut sub akut dan
kronik. Sinusitis akut dengan batas samapai 4 minggu, subakut antara 4 minggu
sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik merupakan
manisfestasi dari sinusitis akut yang tidak terobati secara tuntas. Menurut berbagai
penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus
pneumonia (30-50%), Haemophylus influenza (30-40%) dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak M.catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sinusitis maksilaris merupakan inflamasi mukosa sinus maksilaris.
Sinusitis maksilaris diklasifikasikan menjadi akut, subakut dan kronik. Sinusitis
akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut
bila gejala berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan, dan sinusitis kronis bila
gejala berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinus maksila disebut juga antrum
Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah
menyebar ke sinus, disebut sinus dentogen.1,3
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Menurut penelitian bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah Stretocooccus pneumniae, Haemophylus influenza, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes dan Moraxella catarrhalis.
Beberapa fakor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,
kelainan anatomi seperti deviasi septum, atau hipertrofi konka, sumbatan
kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi gigi, kelainan imunoogik, dyskinesia silia
seperti pada sindrma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara
dingin dan kering, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-kelamaan akan
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.1
C. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh paensi ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar di dalam kompleks ostio-meatal (KOM). Organ-organ yag
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang
menyebbkan terjadinya transudasi. Keadaan ini bias disebut sebagai rinosinusitis
non bacterial da biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.1
Bila kondisi ini menetap, secret yag terkumpul dalam sinus medis baik
untuk tumbuh dan multipikasi bakteri. Secret menjadi purulent. Keadaan ini
disebut sebagai rinsinusitis akut bacterial dan memerlukan antibiotik.1
Jika terapi tidak berhasil 9misalnya karena ada faktor predisposisi),
inflamasi berlanjt, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputr sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.1
D. Gejala Klinik
Keluhan utama rinsinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyerirasa
tekanan pada muka dan ingus purulent, yag seringkali turun ke teggorok (post
nasal drip). Dapat sisertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang yeri juga dirasakan ditempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau
dibelakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri
dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada
sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain
adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, post nasal drip yang menyebabkan batuk
dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik gagguan teggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis
(sinc-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penujang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskpi antaerior dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat diajurkan untuk diagnosis yang lebih tepat
dan dini. Tanda khas adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan
etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis emoid
posterior dan sfenoid). Pada rinosinustis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada
anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus medius.
Pemeriksaan yang penting adalah foto polos atau CT-scan. Foto polos
posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu eilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,
batas udara dan cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT-scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis, karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Pada pemeriksaan tranluminasi sinus yang sakit
akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarag digunakankarena
sangat terbatas kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil secret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibody yang
tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil secret yang keluar dari pungsi sinus
maksila. Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bias dilihat kndisi sinus
maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat diakukan irigasi sinus untuk terapi.
F. Terapi
Tujuan terapi sinusitis adalah :
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase
dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotic dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan
infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka ostium sinus. Antibiotic yang
dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman
telah resisten, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis
sefalosporingenerasi ke 2. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic
yang sesuai untuk kuman gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topical, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret menjaid
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke 2. Irigasi
sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan
yang dapat bermanfaat. Imunoterpi juga diperlukan jika pasien menderita kelainan
alergi yang berat.
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakn operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memrlukan operasi. Tindakan ini lebih ringan
dilakukan. Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setlah terapi
adekuat, sinusitis kronik disertai kist atau kelainan yang ireversibel, polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis sert sinusitis jamur.
G. Komplikasi
Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.
1. Osteomyelitis dan abses subperiosteal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontl dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomyelitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral
atau fistula pada pipi.
2. Kelainan paru
Seperti bronchitis kronis dan bronkiektasis. Adanya kelainan sius
paranasal disertai kelainan paru sdisebut sinobronkitis. Selain itu dapat
juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan
sebelum siusitisnya disembuhkan.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama pasien : Ny. NU
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal lahir : Lamongan, 1 April 1982
Umur : 33 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta (usaha rumah makan)
No. RM : 42-51-41
Tanggal rawat jalan : 29 September 2015
B. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan pilek dengan disertai rinore yng berwarna
putih kekuningan dan hidung tersumbat yang dialamai sejak 1 minggu yang lalu.
Selain itu pasien juga mengeluh rasa penuh ditelinga kanan disertai nyeri kepala
sebelah kanan yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk yang dialami sejak 3 hari lalu
dan rasa nyeri pada gigi rahang atas kanan. Riwayat pengobatan sebelumnya
dengan obat procold dan asam mefenamat yang dibeli pasien sendiri di apotik.
C. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan hidung tampak hiperemis pada conca nasalis inferior dan
conca nasalis media disertai udem pada conca. Selain itu ditemukan adanya rinore
pada bagian dalam hidug. Sedangkan pemeriksaan telinga dengan otoskop tidak
tampak kelainan pada kedua telinga.
Telinga Kanan Kiri
A/Otalgia - - Gangguan dengar - - Vertigo - - Tinitus - - Itching - - Otorhoe - - Fulness - - Corpus Alienum - -P/ Auriculum Nyeri tekan tragus (-),
udem (-), bentuk normal,mikrotia (-), radang(-).
Nyeri tekan tragus (-), udem (-), bentuk normal,mikrotia (-), radang(-).
Canalis Aud. Ext. Lapang, edem (-), hiperemis(-), furunkel (-)
Lapang, edem (-), hiperemis(-), furunkel (-)
Sekret - -
Membrane timpani Intake Intake
Pre/Retro Aurikuler Bentuk normal, radang (-), nyeri tekan (-)
Bentuk normal, radang (-), nyeri tekan (-)
Tes Bisik Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Garpu Tala Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Audiometri Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Hidung Kanan KiriRhinorhea + +
Sneezing - -
Obstruksi Nasi - -
Cephalgia - -Anosmia - -
Foetor - -
Cold - -
Corpus Alienum - -
Crusta - -
Epitaksis - -
P/Deformitas - -
Sekret + +
Concha Hiperemis, udem (+) Hiperemis, udem (+)
Meatus media Hiperemis, udem (+) Hiperemis, udem (+)Septum nasi Lurus, deviasi (-),
Krista(-), spina(-)Lurus, deviasi (-), Krista(-), spina(-)
Polip - -Selulitis - -Tumor /massa - -
Nasofaring Kanan KiriLaring-faringDisfagi - -Disfoni - -P/ Palatum Molle Mucosa merah muda Mucosa merah mudaTonsil T1, hiperemis (-) T1, hiperemis(-)Arcus Faring Udem (-),
hiperemis(-)Udem (-), hiperemis(-)
Ddg dorsal faring Mucosa merah muda,udem(-), hiperemis(-)
Mucosa merah muda,udem(-), hiperemis(-)
Indirect laringoscopy Tidak dilakukan Tidak dilakukan
D. ResumeAnamnesa:
Pasien datang dengan keluhan pilek dengan disertai rinore yng berwarna putih kekuningan dan hidung tersumbat yang dialamai sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh rasa penuh ditelinga kanan disertai nyeri epala sebelah kanan yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk yang dialami sejak 3 hari lalu dan rasa nyeri pada gigi rahang atas kanan. Riwayat pengobatan sebelumnya dengan obat procold dan asam mefenamat yang dibeli pasien sendiri di apotik.
Pemeriksaan:Pada pemeriksaan hidung tampak hiperemis pada conca nasalis
inferior dan conca nasalis media disertai udem pada conca. Selain itu ditemukan adanya rinore pada bagian dalam hidug. Sedangkan pemeriksaan telinga dengan otoskop tidak tampak kelainan pada kedua telinga.
Lab/Radiologi:
Tidak dilakukan. Tetapi dapat diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan radiologi yaitu foto polos kepala dengan posisi Waters, PA (postero-anterior) dan lateral, pemeriksaan sinuskopi dan mikrobiologi.
Diagnosa:Sinusitis maksilaris akut
Masalah: Pasien akan tetap sering terpapar oleh bahan alergen karena pasien
bekerja pada usaha rumah makannya yang setiap hari akan terpapar asam pembakaran daging, terppar dari kebiasaan suami dan pengunjung yang merokok, terpapar dari debu di jalan karena lokasi rumah dan usaha rumah makan pasien merupakan jalanan umum yang akan dilalui kendaraan setiap saat.
Pembahasan :Terapi sebaiknya yang diajukan pada pasien: Hidrocortison 2,5% sebagai decongestan Natrium dickflofenac 50 mg sebagai antiinflamasi Gentamicin sebagai antibiotic Paratucin sebagai antiradang KIE menghindari faktor allergen KIE selalu menggunakan masker KIE mencuci hidung dengan air hangat yang di beri sedikit garam
Kesimpulan: Diagnosa diambil karena adanya keluhan rasa hidung dan telinga
rasa penuh, adanya nyeri pada daerah pipi, dan pada pemeriksaan hidung tampak hiperemis pada conca nasalis inferior dan conca nasalis media disertai udem pada conca. Selain itu ditemukan adanya rinore pada bagian dalam hidug. Sedangkan pemeriksaan telinga dengan otoskop tidak tampak kelainan pada kedua telinga.
BAB IV
PEMBAHASAN
Sinusitis pada pasien ini adalah sinusitis maksilaris sesuai dengan gejala
yang dikeluhkan pasien dari hasil anamnesis adalah rasa penuh pada hidung dan
telinga yang disertai dengan rinore, cephalgia, dan nyeri pada gigi geraham atas
dan dari hasil pemeriksaan fisik dimana Pada pemeriksaan hidung tampak
hiperemis pada conca nasalis inferior dan conca nasalis media disertai udem pada
conca. Selain itu ditemukan adanya rinore pada bagian dalam hidug. Sedangkan
pemeriksaan telinga dengan otoskop tidak tampak kelainan pada kedua telinga.
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik terdapat pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu rontgen, sinuskopi dan pemeriksaan mikrobiologi untuk
menentukan antibiotik yang resisten tetapi ketiga pemeriksaan ini tidak dilakukan
karena gejala yang dikeluhkan dan pemeriksaan fisik sudah sangat jelas.
Jika dimasukkan dalam klasifikasi lamanya perlangsungan penyakit, maka
pasien didiagnosis dalam sinusitis maksilaris akut karena pasien mengeluh bahwa
gejala penyakit muncul sejak 1 minggu yang lalu sehingga sesuai dengan teori.
Berdasarkan eiologi dan faktor predisposisi terjadinya penyakit sinusitis
pada pasien diccurigai akibat dari rhinit alergi. Dimana menurut hasil anamnesis
mengenai bahan-bahan iritan dan allergen didapatkan bahwa untuk bahan-bahan
iritan pasien sering terpapar oleh asap kendaraan, rokok dari suami dan
pengunjung rumah makan, asap pembakaran daging pada rumah makan,
menggunakan selimut dari bahan wool dan menggunakan bantal boneka berbahan
wool, sering menggunakan pewangi pakaian, dan tempat tinggal pasien
bersebelahan dengan bengkel pengecatan mobil dan motor. Sedangkan untuk
bahan allergen, pasien sering terpapar dengan debu rumah dan rumah makan,
debu jalan karena lokasi tempat tinggal dan tempat kerja pasien berada di pinggir
jalan besar serta debu bulu kucing.
Pengobatan yang diberikan pada pasien yaitu Hydrocorison cream 2,5%
(dioleskan didalam hidung setelah mandi pagi dan saat tidur malam), Clinimik
3x1, Natrium Diclofenac 3x50 mg, Paratusin 3x1, Gentamycin 1x1 (malam).
Pengobatan ini sudah sesuai dengan prinsip pengobatan sesuai teori peyakit
sinusitis maksilaris akut dimana diberikan antibiotic, antiinflmasi, analgetic dan
dencongestan. Selain itu diberikan KIE agar menghidari faktor allergen, selalu,
menggunakan masker dan menuci hidung dengan menggunakan air hangat yag
ditabur dengan sedikit garam.
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan satu kasus sinusitis maksilaris akut, pada seorang
perempuan dengan usia 33 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, dan pemeriksaan fisis. Penatalaksanaan dengan terapi
medikamentosa dan non medikamentosa dalam mengobati sinusitis.