73
SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT SWASTA DI GRESIK, JAWA TIMUR INDAH YULIANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

  • Upload
    doantu

  • View
    249

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT SWASTA DI GRESIK, JAWA TIMUR

INDAH YULIANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

ABSTRACT

Indah Yulianti. Plate Waste and Satisfaction of Third Class Inpatient in Private Hospital in Gresik. Supervised by M. Rizal M. Damanik. Nutrition services for inpatient is daily activities that support other health units in hospital in providing patient with appropriate meal. The aim of the present study was to describe the process of food services in “X” hospital. Specifically. the present study aim to analyze food waste, nutrition and cost are missing from food waste, and inpatient satisfaction in food served at the Private Hospital "X" in Gresik. The study design used was a cross sectional study with a sample size of 30 patients hospitalized. The average energy, protein, fats, and carbohydrates wasted per day per person was 132 kcal, 7.2 grams, 2.8 grams, and 20.8 grams. The average loss of cost from food waste was Rp 2893.25 per day per person. When compared with the total food cost, the average loss was 11.57% per day per person. Keywords: hospital, inpatient, plate waste, satisfaction

Page 3: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

RINGKASAN

Indah Yulianti. Sisa Makanan dan Kepuasan pada Pasien Rawat Inap Kelas III di Rumah Sakit Swasta di Gresik, Jawa Timur. (Dibimbing oleh M. Rizal M. Damanik) Pelayanan gizi rawat inap merupakan kegiatan pengobatan yang menunjang unit-unit kesehatan lainnya dalam usaha melakukan perawatan dan pelayanan pasien. Salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa 19,5% pasien rawat inap meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Bersama dengan sisa makanan pasien, terdapat zat gizi yang terbuang yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, makanan mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar dalam pembiayaan yang dilakukan oleh rumah sakit, yaitu sebesar 20 – 40% dari anggaran belanja, sehingga perlu pengelolaan yang efektif dan efisien (Depkes 1991). Kemudian salah satu hal yang berhubungan dengan sisa makanan pasien menurut hasil penelitian Nareswara (2011) adalah kepuasan pasien terhadap penampilan makanan yang disajikan rumah sakit. Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis besarnya sisa makanan, zat gizi dan biaya yang hilang dari sisa makanan, serta menganalisis kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan pada pasien rawat inap kelas III di Rumah Sakit (RS) Swasta “X” di Gresik. Tujuan khusus penelitian ini, adalah: 1) mendeskripsikan penyelenggaraan makanan di RS Swasta “X” di Gresik, 2) mendeskripsikan karakteristik contoh, 3) mendeskripsikan sisa makanan contoh, 4) mengetahui besarnya zat gizi makro yang hilang dari sisa makanan contoh, 5) mengetahui biaya yang hilang dari sisa makanan contoh, 6) mendeskripsikan diagram Importance-Performance Analysis (IPA) dan tingkat kepuasan contoh.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Swasta “X” di Kabupaten Gresik pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012, yang mencakup perizinan, penentuan contoh, dan pengambilan data. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap kelas III Rumah Sakit Swasta “X” kabupaten Gresik. Teknik penarikan contoh yaitu Purpossive Sampling dengan kriteria inklusi: berusia 20 tahun ke atas, berada pada ruang rawat inap pada tanggal dimulainya penelitian, telah mendapatkan minimal satu kali makan dari rumah sakit “X”, kesadaran baik dan mampu memberikan pendapat. Kriteria eklsusi: pasien puasa, pasien pulang, pasien mendapat diet cair. Jumlah sampel 30 orang. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa karakteristik sampel dan sisa makan sampel. Karaketristik sampel dikumpulkan dengan cara wawancara dengan bantuan kuesioner, sedangkan sisa makan sampel diperoleh melalui penimbangan weighing. Data sekunder berupa profil rumah sakit, BOR, jumlah pasien rawat inap kelas III, harga per menu diperoleh dari data yang ada di bagian rawat inap dan instalasi gizi.

Analisis data secara deskriptif dan analisis korelasi. Tahapan yang dilakukan yaitu editing, koding, entri data, tabulasi, dan analisis data. Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman untuk mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan sisa makanan contoh dan sisa makanan contoh dengan tingkat kepuasan contoh. Selanjutnya dilakukan analisis menggunakan diagram IPA (Importance Performance Analysis) untuk mengetahui tingkat kinerja dan kepentingan/harapan responden terhadap peubah-peubah yang mempengaruhi kepuasan pasien.

Page 4: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

iv

Penyelenggaraan makanan pada RS Swasta “X” menggunakan sistem swakelola. Instalasi gizi RS Swasta “X” menetapkan standar umum makanan berdasarkan konsistensinya berupa makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, dan makanan cair. Frekuensi pemberian makan kelas III adalah tiga kali makan utama dan dua kali selingan. Rangkaian proses penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Instalasi Gizi RS Swasta “X” dimulai dari proses perencanaan anggaran, perencanaan menu dan siklus menu, perhitungan kebutuhan bahan makanan, pemesanan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan, persiapan, pengolahan makanan, pemorsian makanan, hingga pendistribusian kepada pasien.

Sebesar 76,6% contoh termasuk dalam kelompok umur dewasa awal (umur 20 – 40 tahun). Lebih dari separuh contoh (60%) berjenis kelamin laki-laki dan 40% contoh berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan contoh sebagian besar yaitu tamat SMA (63,3%). Jenis penyakit yang diderita oleh contoh sebagian besar (30%) adalah demam berdarah dengue (DBD). Jenis diet yang didapatkan sebagian besar contoh (56,7%) adalah diet lunak/bubur kasar.

Sisa makanan pada kelompok dewasa tengah paling tinggi (19,4%). Rata-rata sisa makanan pada laki-laki lebih rendah (14,9%) daripada perempuan (16,0%). Persentase sisa makanan contoh yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih tinggi (18, 63%) dibandingkan contoh yang tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang masing-masing besarnya 10,47% dan 13,74%. Sisa makanan berdasarkan jenis penyakit, penyakit hati/liver yaitu sebesar 23,81%. Rata-rata sisa makanan berdasarkan jenis diet yaitu diet halus (24,99%), diet lunak (16,46%), dan diet biasa (12,38%). Sisa makanan pada makan siang lebih tinggi (17,23%) dibandingkan makan pagi (15,59%) dan makan sore (13,99%). Sisa makanan berdasarkan menu, sejumlah 8 jenis menu masih memiliki rata-rata sisa di atas 20%, antara lain sop buncis, bening bayam, menir kangkung, kakap tim, sayur asem, sop wortel, sop wortel-kentang, dan sop biasa.

Rata-rata energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang terbuang bersama sisa makanan contoh per hari per orang secara berturut-turut adalah 132 Kkal, 7,2 gram, 2,8 gram, dan 20,8 gram. Jika dibandingkan dengan kebutuhan contoh, persentase sisa terbesar adalah protein (12%), kemudian berturut-turut energi (6,62%), karbohidrat (1,73%), dan lemak (0,57%). Rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan yaitu sebesar Rp 2.893,25 per hari per orang. Tingkat kehilangan biaya makan adalah sebesar 11,57% dari total biaya makan per orang per hari. Jika dilihat dalam satu bulan, maka kehilangan yang terjadi yaitu sebesar Rp 86.797,50 per orang dan dalam setahun yaitu sebesar Rp 1.056.036 per orang. Namun demikian, nilai tersebut belum termasuk penambahan biaya tenaga dan biaya overhead yang ikut dikeluarkan dalam penyelenggaraan makanan.

Atribut-atribut yang termasuk dalam prioritas utama dalam diagram IPA atau perlu diperbaiki adalah variasi lauk hewani. Sebesar 56,67% contoh menyatakan cukup puas dengan makanan yang disajikan oleh RS Swasta “X”. Sebesar 40% contoh menyatakan puas, dan sisanya (3,33%) menyatakan sangat puas dengan makanan yang disajikan. Tidak terdapat hubungan nyata (p>0,05) antara sisa makanan contoh dengan kepuasan contoh terhadap cita rasa makanan yang disajikan.

Sebaiknya diadakan pengawasan langsung oleh ahli gizi saat proses penyajian berlangsung. Makanan luar rumah sakit perlu diawasi karena dimungkinkan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pasien, Selain itu, variasi bentuk untuk lauk hewani dan sayur perlu ditingkatkan agar kebosanan yang dialami pasien dapat diatasi.

Page 5: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT SWASTA DI GRESIK, JAWA TIMUR

INDAH YULIANTI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 6: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

vi

Judul Penelitian : Sisa Makanan dan Kepuasan pada Pasien Rawat Inap Kelas III di Rumah Sakit Swasta di Gresik

Nama Mahasiswa : Indah Yulianti

NIM : I14080124

Menyetujui:

Dosen Pembimbing Skripsi

drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD

NIP.19640731 199003 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS

NIP.19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus :

Page 7: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

yang senantiasa dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam serta keluarganya, para sahabatnya,

tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tidak lupa

penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen Pembimbing

Skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Pihak Rumah Sakit Swasta “X” Kabupaten Gresik, Jawa Timur atas

kerjasamanya.

3. Ibu, Ayah, dan keluarga atas doa, semangat dan kasih sayangnya.

4. Fathurrahman alias Duta Here, yang selalu menjadi sumber semangat

dan inspirasi.

5. Lusi Anindia, Anggun Pratiwi, Gita Wahyu Arifiyanti, Indra Kurniawati,

Yunita Siti M, Riyani Meryalita, dan Sri Mulyani yang selalu memberi

dukungan dan motivasi.

6. Teman satu bimbingan: Kartika Windyaningrum dan Ika Meilaty atas

bantuan dan kerjasamanya.

7. Serta teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis mohon

maaf atas segala kekurangan dan hal-hal yang kurang berkenan selama

penyusunan skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Penulis

Page 8: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putri dari

pasangan bapak Joko Waluyo dan ibu Sumiati. Penulis dilahirkan di Gresik

tanggal 9 Juli 1989.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Islam Karang-Kering pada

tahun 1994 sampai dengan 1996. Penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah

Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Salafiyyah Gresik pada tahun 1996 sampai

dengan 2002. Penulis menempuh pendidikan menengah pertama dari tahun

2002 sampai dengan 2005 di SMPN 1 Gresik, kemudian melanjutkan pendidikan

menengah di SMAN 1 Gresik dari tahun 2005 sampai dengan 2008. Penulis

masuk ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008 dan diterima sebagai

mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi

Manusia.

Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam anggota

HIMASURYA (Himpunan Mahasiswa Surabaya) dan dan pernah menjabat

sebagai anggota Divisi Kesejahteraan. Penulis juga ikut dalam berbagai

kepanitian yang diselenggarakan oleh Divisi Peduli Pangan dan Gizi dari

Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI), BEM FEMA, dan HIMASURYA plus

(Himpunan Mahasiswa Surabaya dan sekitarnya).

Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi fasilitator pada

program minyak sawit merah “SAWITA” dari PT. Sinarmas selama 3 bulan pada

tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi supervisor dalam survei NIX

(Nusantara Internet Exchange) untuk wilayah provinsi Riau pada November 2012

yang diadakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. Penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Rogoselo, Kabupaten

Pekalongan selama 1,5 bulan pada tahun 2011. Penulis juga melaksanakan

Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi dari tanggal

16 April sampai dengan 5 Mei 2012 untuk mendalami penyelenggaraan makanan

rumah sakit, penyakit dalam, penyakit anak, dan bedah.

Page 9: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

PRAKATA ............................................................................................................. vii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv

PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................................... 1

Tujuan ................................................................................................................ 2

Kegunaan Penelitian .......................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3

Pelayanan Gizi Rumah Sakit ............................................................................. 3

Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ......................................................... 3

Perencanaan ..................................................................................................... 4

Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan Rumah Sakit .............................. 5

Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Rumah Sakit ......................... 5

Pengolahan Makanan Rumah Sakit .................................................................. 6

Pendistribusian Makanan Rumah Sakit ............................................................. 7

Standar Makanan Rumah Sakit ......................................................................... 7

Cita Rasa Makanan ........................................................................................... 8

Sisa Makanan Pasien ...................................................................................... 10

Kepuasan Pasien ............................................................................................. 11

Importance-Performance Analysis (IPA) ......................................................... 12

KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 15

METODE ............................................................................................................. 17

Disain, Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 17

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh ............................................................. 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................................. 17

Pengolahan dan Analisa Data ......................................................................... 18

Definisi Operasional ......................................................................................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 22

Page 10: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

xi

Gambaran Umum Dapur dan Instalasi Gizi ..................................................... 22

Ketenagaan dan Struktur Organisasi ........................................................... 22

Penyelenggaraan Makanan di RS Swasta “X” ............................................. 22

Sarana, Peralatan, dan Perlengkapan ......................................................... 27

Sanitasi Makanan dan Keselamatan Kerja .................................................. 31

Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pelayanan Gizi ................................ 32

Karakteristik Contoh Penelitian ........................................................................ 33

Sisa Makanan Contoh ..................................................................................... 34

Sisa Makanan berdasarkan Karakteristik Contoh ........................................ 34

Sisa Makanan berdasarkan Waktu Makan .................................................. 37

Sisa Makanan berdasarkan Menu ............................................................... 38

Zat Gizi Makro yang Terbuang bersama Sisa Makanan Contoh ..................... 39

Biaya yang Hilang dari Sisa Makanan Contoh ................................................ 40

Tingkat Kepuasan Contoh terhadap Cita Rasa Makanan ............................... 41

Diagram Importance-Performance Analysis (IPA) ....................................... 41

Tingkat Kepuasan contoh ............................................................................ 44

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 46

Kesimpulan ...................................................................................................... 46

Saran ............................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 49

LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

Page 11: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data .......................................................... 17 

2 Rentang skala penilaian total kepuasan contoh ...................................... 19 

3 Daftar inventaris peralatan dan perlengkapan dapur dan ruang penyaji RS “X” ..................................................................................................... 30 

4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu ................................. 33 

5 Persentase sisa makanan berdasarkan umur ......................................... 34 

6 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis kelamin ............................ 35 

7 Persentase sisa makanan berdasarkan tingkat pendidikan .................... 36 

8 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis penyakit ........................... 36 

9 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis diet ................................... 37 

10 Sisa makanan contoh berdasarkan waktu makan .................................. 38 

11 Estimasi zat gizi makro yang terbuang bersama sisa makanan contoh . 39 

12 Estimasi biaya yang hilang dari sisa makanan contoh ........................... 40 

13 Perhitungan rata-rata dari penilaian kepentingan dan kinerja atribut cita rasa makanan RS Swasta “X” ................................................................ 41 

Page 12: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Diagram Importance-Performance Analysis (IPA) ......................................... 13 

2 Kerangka pemikiran analisis sisa makanan dan kepuasan pada pasien

rawat inap ...................................................................................................... 16

3 Sisa makanan contoh berdasarkan menu ...................................................... 39 

4 Diagram Importance-Performance Analysis (IPA) atribut cita rasa

makanan RS Swasta “X” ............................................................................... 42 

5 Tingkat kepuasan contoh terhadap cita rasa makanan ................................. 44 

Page 13: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman

1. Struktur Organisasi Pelayanan Gizi RS Swasta “X” ....................................... 52 

2. Denah Dapur RS Swasta “X” .......................................................................... 53 

3. Hasil uji SPSS karakteristik contoh, waktu makan, dan kepuasan dengan

sisa makanan contoh ......................................................................................... 54 

4. Kuisioner Penelitian ........................................................................................ 56 

Page 14: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada

konsumen dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal.

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No.134 tahun 1978 yang dalam

perkembangannya telah diperbaharui dengan SK Menteri Kesehatan Nomor 983

tahun 1992 sehubungan dengan penyelenggaraan makanan pada institusi

seperti rumah sakit meliputi empat kegiatan pokok yaitu; penyelenggaraan

makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi dan

pengembangan gizi (Depkes 1991).

Pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu kegiatan

instalasi gizi di rumah sakit dan merupakan kegiatan pengobatan yang

menunjang unit-unit kesehatan lainnya dalam usaha melakukan perawatan dan

pelayanan pasien. Salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang

rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Almatsier

(1992) mengatakan bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, sejumlah 43% pasien

mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan. Hasil

penelitian di rumah sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa

makanan di ruang rawat inap rata-rata 33,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

pelayanan gizi di beberapa rumah sakit tersebut masih kurang optimal.

Bersama dengan sisa makanan pasien, terdapat zat gizi yang terbuang

terutama energi dan protein yang seharusnya dikonsumsi oleh pasien. Selain itu,

makanan mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar dalam pembiayaan yang

dilakukan oleh rumah sakit, yaitu sebesar 20 – 40% dari anggaran belanja,

sehingga perlu pengelolaan yang efektif dan efisien (Depkes 1991). Kemudian

salah satu hal yang berhubungan dengan sisa makanan pasien menurut hasil

penelitian Nareswara (2011) adalah kepuasan pasien terhadap penampilan

makanan yang disajikan rumah sakit.

Rumah Sakit “X” merupakan salah satu rumah sakit swasta di kabupaten

Gresik yang belum pernah dilakukan penelitian mengenai sisa makanan pasien.

Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari (2012),

diketahui bahwa terdapat sisa makanan sebesar 18,2% dengan jumlah sisa

terbesar berasal dari sayuran (21,8%) dan lauk nabati (20,4%), Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai besarnya sisa makanan pasien,

Page 15: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

2

zat gizi dan biaya yang hilang dari sisa makanan tersebut, serta analisis

kepuasan pasien terhadap penampilan makanan yang disajikan sebagai bahan

evaluasi penyelenggaraan makanan di rumah sakit tersebut. Tujuan

Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis besarnya sisa makanan,

zat gizi dan biaya yang hilang dari sisa makanan, serta menganalisis kepuasan

contoh terhadap makanan yang disajikan di rawat inap kelas III di Rumah Sakit

(RS) Swasta “X” di Gresik.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan penyelenggaraan makanan di RS Swasta “X” di Gresik.

2. Mendeskripsikan karakteristik contoh

3. Mendeskripsikan sisa makanan contoh

4. Mengetahui besarnya zat gizi makro yang hilang dari sisa makanan contoh

5. Mengetahui biaya yang hilang dari sisa makanan contoh

6. Mendeskripsikan diagram Importance-Performance Analysis (IPA) dan tingkat

kepuasan contoh.

Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

pengelola Rumah Sakit Swasta “X” di Gresik, sebagai upaya meningkatkan

pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan gizi pada khususnya bagi

pasien rawat inap. Selain itu, untuk mengukur keberhasilan ahli gizi dalam

penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit Swasta “X” di Gresik, sebagai

masukan untuk perencanaan peningkatan kepuasan pasien rawat inap terhadap

makanan yang disajikan pihak rumah sakit, dan memberi wawasan tambahan

ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

Page 16: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), merupakan salah satu dari sepuluh

fasilitas pelayanan yang harus ada di rumah sakit. PGRS merupakan bagian

integral dari Pelayanan Kesehatan Paripurna Rumah Sakit dengan beberapa

kegiatan, antara lain Pelayanan Gizi Rawat Inap dan Rawat Jalan (Almatsier

2004). Program pelayanan gizi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

rumah sakit melalui upaya penyediaan pelayanan gizi yang berdaya guna dan

berhasil guna. Pelayanan gizi rumah sakit adalah kegiatan pelayanan gizi di

rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan gizi rumah sakit baik rawat inap maupun

rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun

mengoreksi kelainan metabolisme, dalam rangka upaya preventif, kuratif,

rehabilitatif, dan promotif (Depkes 2010).

Salah satu pusat biaya di rumah sakit adalah instalasi gizi. Instalasi gizi

rumah sakit memiliki kegiatan pokok, salah satunya yaitu penyelenggaraan

makanan untuk pasien rawat inap dan pegawai. Oleh karena itu, instalasi gizi

diharuskan mampu menggunakan dana yang terbatas dengan efisien dan efektif,

sehingga mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tetap baik dengan tarif

bersaing (Depkes 1991).

Biaya untuk makanan mengambil bagian terbesar dari biaya pengelolaan

rumah sakit. Dari data yang dikumpulkan, 20-40% dari belanja di rumah sakit

adalah untuk bahan makanan. Agar pemanfaatannya berdaya guna dan berhasil

guna maka biaya yang sangat besar ini perlu dikelola dengan baik, karena

makanan yang menarik dan memenuhi cita rasa, banyak berpengaruh terhadap

citra rumah sakit yang bersangkutan (Depkes 1991).

Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Penyelenggaraan makanan adalah sebuah ilmu dan seni perencanaan,

persiapan, pemasakan, dan pelayanan yang berkualitas sesuai kebutuhan. Jika

dilihat sebagai sebuah sistem, penyelenggaraan makanan merupakan

penggabungan dari beberapa komponen untuk mencapai tujuan. Sistem

penyelenggaraan makanan terdiri atas enam elemen, yaitu: input, thruput, output,

control, feedback, dan environment (Perdigon, diacu dalam Furqon 2010).

Pada dasarnya, penyelenggaraan makanan institusi terdiri dari 2 macam,

yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan

(bersifat komersil) dan pennyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi

Page 17: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

4

pelayanan (bersifat non komersil). Penyelenggaraan makanan rumah sakit

merupakan salah satu penyelenggaraan makanan konstitusi yang bersifat

pelayanan. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan

tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah sesuai

kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi klien atau konsumen

yang membutuhkan (Depkes 2003). Frekuensi makan dalam penyelenggaraan

makanan yang bersifat non komersil adalah 2 – 3 kali dengan atau tanpa makan

selingan (Moehyi 1992).

Standar input dalam penyelenggaraan rumah sakit meliputi biaya, tenaga,

sarana dan prasarana, metode, dan peralatan. Sedangkan standar proses dalam

penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi penyusunan anggaran belanja

bahan makanan, perencanaa menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,

pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan,

persiapan bahan makanan, pengolahan, dan pendistribusian makanan. Standar

output dari penyelenggaraan makanan rumah sakit yaitu mutu makanan dan

kepuasan konsumen (Depkes 2006).

Kegiatan penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan bagian dari

kegiatan yang dilakukan oleh instalasi gizi atau unit pelayanan gizi di rumah

sakit. Bentuk penyelenggaraan makanan rumah sakit ada dua, yaitu swakelola

dan out-sourcing. Penyelenggaraan makanan rumah sakit dengan sistem

swakelola berarti instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab secara

penuh atas segala kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Sistem penyelenggaraan makanan out-sourcing yaitu

penyelenggaraan makanan dengan memanfaatkan perusahaan jasa boga atau

jasa catering (Depkes 2006).

Sistem out-sourcing dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu semi out-

sourcing dan full out-sourcing. Pada penyelenggaraan makanan dengan sistem

semi out-sourcing, pengusaha jasaboga menggunakan sarana dan prasarana

yang dimiliki rumah sakit, sedangkan pada sistem full out-sourcing, pengusaha

jasaboga menggunakan sarana dan prasarana milik perusahaannya sendiri

(Depkes 2006).

Perencanaan Mekanisme penyelenggaraan makanan rumah sakit yang pertama yaitu

perencanaan. Kagiatan perencanaan meliputi perencanaan anggaran belanja

makanan dan perencanaan menu. Menurut Depkes (2006), “penyusunan

Page 18: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

5

anggaran belanja makanan adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran biaya

yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi konsumen/pasien yang

dilayani.” Tujuan dari perencanaan anggaran belanja makanan adalah untuk

memenuhi kebutuhan akan jenis dan jumlah bahan makanan yang akan

diberikan pada konsumen atau pasien sesuai standar kecukupan gizi.

Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan untuk memenuhi

pelaksanaan manajemen penyelenggaraan makanan di institusi (Mukrie et al.

dalam Furqon 2010). Sedangkan menurut Depkes (2006), perencanaan menu

adalah suatu kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk memenuhi

selera konsumen dan kebutuhan gizi yang memenuhi prinsip gizi seimbang.

Sebelum merencanakan menu ada beberapa hal yang perlu diketahui agar

perencanaan makanan berjalan dengan baik yaitu: umur, jenis kelamin,

pekerjaan, kebiasaan makan yang dipengaruhi oleh ras, daerah, agama, serta

status kesehatan orang yang dilayani (Palacio dan Theis dalam Furqon 2010).

Berhasil tidaknya suatu penyelenggaraan makanan sangat dipengaruhi oleh

menu yang disususn atau hidangan yang disajikan (Mukrie dalam Furqon 2010).

Pemesanan dan Pembelian Bahan Makanan Rumah Sakit Menurut Depkes (2006), “pemesanan adalah penyususnan permintaan

(order) bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata

jumlah konsumen atau pasien yang dilayani”. Tujuan dari kegiatan ini yaitu

tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang

ditetapkan. Langkah dalam melakukan kegiatan pemesanan antara lain: seorang

ahli gizi membuat rekapitulasi kebutuhan bahan makanan, hasil rekapitulasi

kemudian diserahkan ke bagian gudang logistik, bagian gudang menyiapkan

bahan makanan sesuai permintaan.

Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Rumah Sakit Kegiatan penerimaan bahan makanan menurut Depkes (2006), meliputi

pemeriksaan, pencatatan, dan pelaporan mengenai macam serta kualitas dan

kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai pemesanan serta spesifikasi

yang telah ditetapkan. Moehyi (1992) menyatakan bahwa terdapat dua cara

penerimaan bahan makanan. Pertama yaitu cara konvensional, penerima bahan

makanan memperoleh lembar tembusan Daftar Pesanan yang memuat jumlah

dan spesifikasi bahan makanan yang diminta. Tim penerima harus mencocokkan

kecocokan dari bahan makanan yang diterima, sesuai dengan ketentuan dalam

Daftar Pesanan. Cara ini lebih sederhana dan cepat.

Page 19: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

6

Kedua, tim penerima bahan makanan tidak mengetahui sebelumnya

tentang jenis, jumlah, dan spesifikasi bahan makanan yang dipesan oleh institusi.

Oleh karena itu, tim penerima mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang

diterima kemudian mencocokkannya Daftar Pesanan yang dibuat oleh institusi.

Bahan makanan yang telah diterima kemudian disimpan. Prasyarat

penyimpanan bahan makanan menurut Depkes (2006), yaitu adanya sistem

penyimpanan barang, tersedianya fasilitas ruang penyimpanan sesuai

persyaratan, dan tersedianya kartu stok/buku catatan keluar-masuknya bahan

makanan. Penyimpanan bahan makanan kering harus dipisahkan dengan bahan

makanan basah. Penyimpanan makanan kering yang baik menurut Moehyi

(1992) :

1. Bahan makanan dipisah menurut jenisnya

2. Bahan makanan yang sudah lama diterima diletakkan di sebelah atas

agar tidak ada stok yang rusak karena terlalu lama disimpan (first in first

out).

3. Bahan makanan diletakkan di atas rak-rak penyimpanan dan bahan

makanan yang menggunakan karung atau kantong kertas tidak diletakkan

langsung di atas tanah.

4. Ruang penyimpanan harus selalu dalam keadaan bersih, kering, dan

bebas serangga maupun tikus.

5. Pada waktu tertentu gudang tempat menyimpan makanan harus dibuka

untuk memungkinkan pertukaran udara. Suhu dalam ruangan tidak lebih

dari 21˚C.

Bahan makanan segar atau basah disimpan di ruangan yang dilengkapi

dengan alat pendingin. Suhu penyimpanan yang tepat untuk daging, ikan, dan

olahannya yaitu 0˚C. Suhu penyimpanan untuk susu dan telur 1,7˚C, sedangkan

untuk sayur dan buah yaitu 5 – 10˚C.

Pengolahan Makanan Rumah Sakit Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah

(memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan,

berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Beberapa proses pemasakan, antara

lain:

1. Pemasakan dengan medium udara (membakar dan memanggang), yaitu

memasak bahan makanan dalam oven atau langsung di atas bara api.

Page 20: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

7

2. Pemasakan dengan medium air (merebus dan menyetup). Menyetup

dapat dibedakan menjadi 3 cara: mengetim, mengukus, dan steam

cooking.

3. Pemasakan dengan medium lemak (menggoreng), yaitu memasukkan

bahan makanan dalam minyak atau mentega/margarine sehingga bahan

menjadi kering dan berwarna kering kecoklatan.

4. Pemasakan langsung melalui dinding panic (menyangrai).

5. Pemasakan dengan kombinasi, seperti menumis.

6. Pemasakan dengan elektromagnetik menggunakan oven microwave

(Depkes 2006).

Pendistribusian Makanan Rumah Sakit Pendistribusian makanan di rumah sakit dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Cara sentralisasi yaitu makanan diolah

dab diporsi langsung di dapur, kemudian diantar ke pasien. Cara desentralisasi,

yaitu makanan diolah di dapur sentral lalu diangkut ke tempat distribusi dan

penyajian yang terpisah dari dapur sentral. Makanan diporsi di tempat penyajian

tersebut kemudian di antar ke pasien.

Terdapat kelebihan dan kekurangan untuk masing-masing cara distribusi.

Cara sentralisasi memiliki kelebihan berupa makanan dapat langsung diterima

oleh konsumen dan tidak memerlukan banyak tenaga kerja. Kekurangan dari

cara ini adalah seringkali porsi makanan tidak sesuai. Hal tersebut menyebabkan

ketersediaan rumah sakit lebih rendah atau terlalu banyak, sehingga

menimbulkan sisa. Kelebihan dari cara desentralisasi adalah porsi makanan

sesuai dengan kebutuhan konsumen, sedangkan kekurangan dari cara ini adalah

banyak memerlukan tenaga dan peralatan (Moehyi 1992).

Standar Makanan Rumah Sakit Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi

berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit. Menurut

Moehyi (1992) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai

salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis. Pemberian

makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya

dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang

sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada

setiap individu dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi

penyakit dan faktor stress (Depkes 2003).

Page 21: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

8

Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk

memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan

kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk

memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat

badan pasien. Makanan yang diberikan kepada orang sakit disesuaikan dengan

keadaan penyakitnya. Oleh karena itu, banyak sekali kemungkinan modifikasi

yang dapat dilakukan.

Modifikasi dapat dilakukan melalui perubahan konsistensi makanan,

kandungan kalori makanan, maupun kandungan unsur gizi tertentu. Perubahan

konsistensi makanan yaitu dari makanan biasa menjadi makanan lunak,

makanan saring, atau makanan cair. Kandungan kalori dalam makanan,

terutama terkait dengan jumlah hidrat arang, protein dan lemak. Modifikasi pada

kandungan unsur gizi tertentu yaitu modifikasi baik mengenai jenis ataupun

jumlah unsur gizi tertentu dalam makanan yang disajikan. Apapun modifikasi

yang dilakukan, hal yang perlu diperhatikan adalah orang sakit harus

memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya (Moehyi 1999).

Cita Rasa Makanan Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap

berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera

pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi

adalah makanan yang disajukan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap

dan memberikan rasa yang lezat (Moehyi 1992). Cita rasa makanan mencakup

dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa

makanan waktu di makan. Kedua aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan

agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan (Moehyi 1992).

Dua aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai berikut:

a. Penampilan makanan Penampilan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan. Beberapa

faktor berikut ini yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu:

1. Warna Makanan

Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat

memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan (West

dan Wood 1998). Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan

membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat

merangsang selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai

Page 22: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

9

daya tarik untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada

konsumen. Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak, tidak

akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan menyimpang dari warna

yang seharusnya (Winarno 2002).

2. Bentuk Makanan

Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan ketertarikan

dalam menu karena dari bermacam-macam bentuk makanan yang disajikan.

Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap

makanan yang disajikan (Moehyi 1992)

3. Besar Porsi

Besar porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi

untuk setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan. Porsi yang terlalu besar

atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Posi makanan juga

berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang

disajikan (Muchatab1991, diacu dalam Nida 2011)

4. Penyajian Makanan

Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan

makanan sebelum dikonsumsi, penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara

penyusunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga

merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Moehyi,

1992). Cara penyajian makanan merupakan faktor yang perlu mendapat

perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan

(Depkes 2003) menunjukkan penampilan yang menarik akan meningkatkan

selera makan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang dihidangkan di rumah

sakit.

b. Rasa Makanan Rasa makanan lebih banyak melibatkan indera pengecap (lidah),

penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis

asam dan pahit (Winarno 2002). Mengombinasikan berbagai rasa sangat

diperlukan dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Dominasi satu macam

rasa sangat tidak disukai. Menurut Moehyi (1992), Rasa makanan adalah rasa

yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan merupukan faktor kedua yang

menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri, adapun

beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu :

1. Aroma Makanan

Page 23: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

10

Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang

mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera

penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang dikeluarkan

oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang

berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula (Moehyi 1992 )

2. Bumbu Masakan

Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk

mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam setiap pemasakan.

3. Tekstur Makanan

Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang

dirasakan dalam mulut. Gambaran dari tekstur makanan meliputi kerenyahan,

empuk, berserat, halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan

ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya

(Moehyi 1992). Bermacam-macam tekstur dalam makanan lebih menyenangkan

daripada satu macam tekstur.

4. Suhu Makanan

Suhu makanan waktu disajkan memegang peranan dalam penentuan cita

rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingan sangat

mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan sehingga

dapat menguranggi selera untuk memakannya (Moehyi 1992).

Sisa Makanan Pasien Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap di evaluasi dengan

pengamatan sisa makanan yang tidak di konsumsi setelah makanan disajikan.

Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah

sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek

perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan

masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah

satu faktor yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam menyusun

menú pasien karena untuk orang sakit kebutuhan gizinya akan meningkat.

Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran

dan buah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan oleh pasien (Moehyi

1992).

Menurut Soegianto (2008), sisa makanan pasien di rumah sakit

ditimbulkan oleh sedikitnya konsumsi makanan oleh pasien. Terdapat beberapa

hal yang mempengaruhi perilaku konsumsi pasien, sehingga menimbulkan sisa

Page 24: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

11

makanan, yaitu anoreksia, input di luar diet, motivasi rendah, makanan yang

kurang enak, atau makanan yang terlalu banyak.

Pemberian makanan di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor

terkait bagaimana seseorang memilih makanannya. Faktor-faktor tersebut adalah

kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan

makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama serta

psikologis, dan pertimbangan gizi serta kesehatan (Hartono 2000).

Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan,

kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan

pasien. Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang

disajikan akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika

persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang

disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa.

Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi

setelah makanan disajikan. Analisa sisa makanan merupakan salah satu cara

untuk melakukan evaluasi pelayanan gizi yang diberikan, terutama pelayanan

makanan. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit lebih banyak dihadapkan

pada beberapa masalah yang tidak ditemui pada instansi lain. Perhitungan sisa

makanan pasien dilakukan dengan penimbangan atau weighing (Williams &

Walton 2011). Sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator proses

dalam pelayanan gizi rawat inap. Target yang dicapai agar indikator pelayanan

gizi rawat inap dapat dikatakan baik, salah satunya yaitu besarnya sisa makanan

pasien tidak melebihi 20% dari makanan yang disajikan (Depkes 2010).

Kepuasan Pasien Mutu makanan merupakan prediktor terbaik terhadap tingkat kepuasan

pasien. Kepuasan pasien salah satunya dapat dilihat dari indikator sisa makanan

oleh pasien (Heryawanti 2004). Hasil penelitian Nareswara (2011) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara sisa makanan pasien dengan kepuasan pasien

terhadap penampilan makanan.

Kotler (2005) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai berikut :

“kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan

hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan

dalam hubungannya dengan harapan seseorang”. Oleh karena itu, kepuasan

pasien terhadap penyajian makanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh

Page 25: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

12

persepsi pasien terhadap bagaimana kinerja manajemen rumah sakit dalam

menyajikan makanan kepada pasien. Kepuasan konsumen menurut Umar (2002)

terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi

atau pemakaian suatu produk. Misal: karena makan membuat perut kita

kenyang.

b. Kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut

yang bersifat tidak berwujud. Misal: perasaan bangga karena mendapat

pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.

Sumarwan (2004) menyatakan, teori yang menjelaskan bagaimana

kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy

disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan

ketidakpuasan konsumen merupakan dampak perbandingan antara harapan

konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh

konsumen dari produk yang dibeli tersebut.

Menurut Tjiptono (2008), metode yang paling banyak digunakan dalam

pengukuran kepuasan konsumen adalah metode survei. Metode tersebut dapat

menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut:

1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti

“Ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT.Chandra pada

skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” (directly

reported satisfaction).

2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka

mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan

(derived dissatisfaction).

3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka

hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk

menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).

4. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen (atribut) dari

penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik

kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen (importance/performance

ratings). Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis.

Importance-Performance Analysis (IPA) Importance-Performance Analysis (IPA) adalah suatu metode statistik

deskriptif. Berdasarkan John AM dan John CJ (1977), hasil analisis IPA

Page 26: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

13

disampaikan dalam bentuk kuadran 2 dimensi yang bersifat grafis dan mudah

diinterpretasi. Gambar pembagian kuadran dalam diagram analisis IPA adalah

sebagai berikut :

Gambar 1 Diagram Importance-Performance Analysis (IPA)

Dalam menginterpretasi kuadran, keduanya merinci sebagai berikut:

A. Concentrate Here (konsentrasi di sini). Faktor-faktor yang terletak dalam

kuadran ini dianggap sebagai faktor yang Penting dan atau Diharapkan oleh

konsumen tetapi kondisi Persepsi dan atau Kinerja Aktual yang ada pada saat ini

belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan

sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor

tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk

ditingkatkan. B. Keep up with the good work (pertahankan prestasi). Faktor-faktor yang

terletak pada kuadran ini dianggap Penting dan Diharapkan sebagai faktor

penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban

memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus

mempertahankan prestasi yang telah dicapai.

C. Low Priority (prioritas rendah). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini

mempunyai tingkat Persepsi atau Kinerja Aktual yang rendah sekaligus dianggap

tidak terlalu Penting dan atau terlalu Diharapkan oleh konsumen sehingga

manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada

faktor-faktor tersebut.

D. Possibly Overkill (terlalu berlebih). Faktor-faktor yang terletak pada kuadran

ini dianggap Tidak Terlalu Penting dan atau Tidak Terlalu Diharapkan sehingga

Page 27: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

14

pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan

faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas

penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan, misal di

kuadran B.

Page 28: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

15

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggaraan rumah sakit terdiri dari serangkain kegiatan mulai dari

perencanaan (perencanaan menu dan anggaran belanja) hingga pelaksanaan,

yang terdiri atas pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan,

persiapan dan pengolahan bahan makanan, serta pendistribusian makanan

(Depkes 2006). Hasil dari penyelenggaraan makanan rumah sakit yaitu berupa

produk, dalam hal ini produk yang dimaksud adalah makanan yang disajikan ke

pasien rawat inap.

Indikator untuk mutu makanan yang disajikan rumah sakit dapat dilihat

dari cita rasanya yang berupa penampilan makanan (besar porsi, warna

makanan, dan penyajian) serta rasa makanan (aroma, bumbu, tekstur, dan suhu

makanan yang disajikan). Cita rasa tersebut berpengaruh kepada kepuasan

(Moehyi 1992). Menurut Heryawati (2004), mutu makanan merupakan prediktor

terbaik terhadap tingkat kepuasan pasien. Selain mutu makanan yang disajikan,

karakteristik pasien juga berpengaruh pada kepuasan pasien.

Kepuasan pasien salah satunya dapat dilihat dari indikator sisa makanan

oleh pasien (Heryawanti 2004). Hasil penelitian Nareswara (2011) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara sisa makanan pasien dengan kepuasan pasien

terhadap penampilan makanan. Menurut (Tjiptono 2008) kepuasan atau

ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi

ketidaksesuaian atau diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya

(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah

pemakaiannya. Bersama dengan sisa makanan terdapat energi dan protein yang

terbuang, yang harusnya dikonsumsi oleh pasien. Selain itu terdapat biaya yang

dikeluarkan rumah sakit, yang ikut terbuang dari makanan yang tidak dihabiskan

oleh pasien.

Page 29: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

16

Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Perencanaan menu

lanja nan

n nan

hanan

n nan

Perencanaan anggaran be Pembelian bahan maka Penerimaan dan penyimpanbahan maka

aMutu makanan yang disajikan

nan nan

Penampilan maka Rasa maka

Persiapan dan pengolahan bamaka

n

Penyajian dan pendistribusiamaka

Keterangan Gambar :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 2 Kerangka pemikiran analisis sisa makanan dan kepuasan pada pasien

rawat inap

Kepuasan pasien at

gan rja

Tingkkepentin

Tingkat kine

Karakteco

ristik ntoh

mur in

ikan yakit

s diit

U Jenis kelam Pendid Jenis pen Jeni Makanan dari

luar

Sisa makanan

Status gizi setelah perawatan

Konsumsi energi dan protein da i makanan

r Biaya yang terbuang

Energi dan protein yang

terbuang

Page 30: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

17

METODE

Disain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian ini dilakukan

di Rumah Sakit Swasta “X” di Kabupaten Gresik. Penelitian dilakukan sejak bulan

Maret sampai dengan Mei 2012, yang mencakup perizinan, penentuan contoh,

dan pengambilan data.

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap kelas III

Rumah Sakit Swasta “X” Kabupaten Gresik. Subjek penelitian adalah pasien

rawat inap kelas III dengan kriteria sebagai berikut: berusia 20 tahun ke atas,

berada pada ruang rawat inap pada tanggal dimulainya penelitian, telah

mendapatkan minimal satu kali makan dari Rumah Sakit Swasta “X”, kesadaran

baik dan mampu memberikan pendapat. Kriteria eksklusi: pasien puasa, pasien

pulang, pasien mendapat diet cair. Teknik penarikan contoh yang digunakan

yaitu purpossive sampling dengan jumlah sampel 30 orang.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer berupa karakteristik sampel dan sisa makan sampel. Karaketristik sampel

dikumpulkan dengan cara wawancara dengan bantuan kuesioner, sedangkan

sisa makan sampel diperoleh melalui penimbangan/weighing (Williams & Walton

2011). Data sekunder berupa riwayat rumah sakit, BOR, dan jumlah pasien rawat

inap kelas III diperoleh dari data yang ada di bagian rawat inap dan instalasi gizi.

Selain itu data kandungan gizi diperoleh dari daftar kandungan bahan makanan

(DKBM) tahun 2010. Data harga diperoleh dari harga per menu yang ditetapkan

oleh Rumah Sakit Swasta “X”. Selengkapnya, jenis dan cara pengumpulan data

disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No Data Jenis data Cara pengumpulan

1 Profil ruang rawat inap dan dapur Sekunder Arsip rumah sakit

2

Karaketistik sampel - nama - umur - jenis kelamin - pendidikan - jenis penyakit - jenis diet - kategori pasien

Primer

Sekunder

Wawancara dengan kuesioner

Rekam medis

3 Sisa makanan sampel Primer Penimbangan 4 Harga menu Sekunder Arsip dapur rumah sakit

Page 31: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

18

- harga bahan makanan

- standar resep

5

Tingkat kepentingan, tingkat kinerja (kepuasan) terhadap penampilan dan rasa makanan

Primer Wawancara dengan kuesioner

6

Penyelenggaraan makan - perencanaan - pembelian - penerimaan - persiapan - pengolahan - penyajian - pendistribusian - fasilitas fisik

Primer Wawancara dan pengamatan

Pengolahan dan Analisa Data Data yang diambil dari pasien dikumpulkan kemudian dilakukan analisis

secara deskriptif dan analisis korelasi.

Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Editing

Pada tahap ini data yang terkumpul dikoreksi ulang untuk menghindari

kesalahan.

2. Koding

Data dikumpulkan menurut variabel yang diteliti.

a. Umur

Data umur yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi tiga yaitu

dewasa awal 20 – 40 tahun, dewasa tengah 41 – 65 tahun, dan

dewasa akhir >65 tahun (Papalia & Olds 2001).

b. Jenis kelamin

Sampel berjenis kelamin laki-laki diberi angka 1 dan sampel berjenis

kelamin perempuan diberi angka 2.

c. Pendidikan

Data pendidikan sampel dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu tidak

tamat SD (1), tamat SD (2), tamat SMP (3), tamat SMA (4), dan tamat

sarjana (5).

d. Jenis penyakit

Data jenis penyakit dikelompokkan sesuai dengan penyakit paling

sering di RS “X” saat penelitian berlangsung, yaitu gastroenteritis (1),

demam berdarah dengue (2), Thypoid (3), fraktur (4), liver (5), dan

lain-lain (6).

Page 32: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

19

e. Jenis diet

Data jenis diet sampel dibedakan sesuai konsistensi makanan yang

didapatkan contoh. Dibagi menjadi diet biasa atau nasi (1), diet lunak

atau bubur kasar (2), dan diet bubur halus (3).

f. Sisa makanan sampel

Persen rata-rata sisa makanan sampel dikategorikan berdasarkan

standar pelayanan minimal menurut Depkes (2010), yaitu sedikit ≤

20% (1) dan banyak >20% (2).

g. Tingkat kepuasan contoh

Tingkat kepentingan terhadap penampilan makanan dan rasa

makanan yang disajikan diukur dengan kriteria sangat puas (skor 5),

puas (skor 4), cukup puas (skor 3), tidak puas (skor 2), dan sangat

tidak puas (skor 1). Total penilaian tingkat kepuasan contoh diperoleh

dengan cara menjumlahkan skor seluruh atribut, kemudian

mengkategorikannya berdasarkan perhitungan skala (skor tertinggi

dikurangi skor terendah, dibagi dengan jumlah kelas)

Tabel 2 Rentang skala penilaian total kepuasan contoh Skala Tingkat kepuasan

22 – 39,6 Sangat Tidak Puas 39,7 – 57,2 Tidak Puas 57,3 – 74,8 Cukup Puas 74,9 – 92,4 Puas 92,5 – 110 Sangat Puas

h. Tingkat kepentingan dan tingkat kinerja

Tingkat kepentingan terhadap penampilan makanan dan rasa

makanan yang disajikan diukur dengan kriteria sangat penting (skor

5), penting (skor 4), cukup penting (skor 3), tidak penting (skor 2), dan

sangat tidak penting (skor 1). Sedangkan tingkat kinerja diukur

dengan kriteria sangat baik (skor 5), baik (skor 4), cukup baik (skor 3),

tidak baik (skor 2), dan sangat tidak baik (skor 1). Kemudian dihitung

rata-rata setiap atribut, baik pada tingkat kepentingan maupun tingkat

kinerja.

3. Entri Data

Meliputi kegiatan pemasukan data ke dalam program komputer.

4. Tabulasi

Data dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian menggunakan

tabulasi silang antara variabel bebas dan variabel terikat.

Page 33: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

20

5. Analisis Data

Data dianalisis menggunakan bantuan Ms.Excel dan SPSS 18 for

window. Data dianalisis melalui dua tahap, yaitu:

a. Analisis Urivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari setiap

variabel yang diteliti dan dijabarkan dalam bentuk tabel.

b. Analisi Bivariat

Uji statistik yang digunakan adalah uji korelasi Spearman untuk

mengetahui hubungan antara karakteristik responden dengan sisa makanan

contoh dan sisa makanan contoh dengan tingkat kepuasan contoh. Selanjutnya

dilakukan analisis menggunakan diagram IPA (Importance Performance

Analysis) untuk mengetahui tingkat kinerja dan kepentingan/harapan responden

terhadap peubah-peubah yang mempengaruhi kepuasan pasien.

Definisi Operasional Makanan yang disajikan adalah makanan utama yang diberikan kepada pasien

dalam bentuk diit lunak atau makanan biasa.

Pasien rawat inap adalah pasien yang menempati ruang rawat inap pada saat

penelitian dilakukan, minimal telah mendapat satu kali makanan utama

rumah sakit.

Waktu makan adalah waktu penyajian makanan menurut pembagian waktu

(makan pagi, siang, dan sore).

Sisa makanan adalah berat (gram) dari makanan yang disajikan kepada pasien

dan benar-benar dapat dimakan, tetapi tidak habis dimakan atau tidak

dimakan dan dibuang sebagai sampah, diukur dengan melakukan

penimbangan langsung.

Tingkat kepentingan adalah harapan atau keinginan pasien terhadap mutu

makanan yang disajikan oleh rumah sakit sesuai kondisi kesehatannya,

dikategorikan menjadi Sangat Tidak Penting, Tidak Penting, Cukup

Penting, dan Sangat Penting.

Tingkat kinerja adalah kenyataan mengenai mutu makanan rumah sakit yang

dirasakan pasien, dikategorikan menjadi Sangat Tidak Baik, Tidak Baik,

Cukup Baik, Baik, dan Sangat Baik.

Biaya yang hilang adalah biaya dari sisa makanan pasien, dihitung dari konversi

sisa makan pasien ke rupiah dengan menggunakan harga per menu

yang diberlakukan oleh rumah sakit.

Page 34: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

21

Harga per menu adalah harga setiap menu yang disajikan yang dihitung dari

biaya bahan baku untuk memproduksi setiap menu, belum termasuk

didalamnya yaitu biaya untuk tenaga kerja dan overhead.

Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan

makanan dalam rangka menghasilkan suatu menu..

Standar porsi adalah standar berat makanan yang diberikan rumah sakit,

diperoleh dari penimbangan sebelum penyajian.

Siklus menu adalah dafter menu makan utama rumah sakit yang diberlakukan

secara berulang tiap 10 hari + 1.

Besar porsi makanan adalah ukuran makanan yang disajikan sesuai dengan

standar porsi.

Page 35: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Dapur dan Instalasi Gizi Ketenagaan dan Struktur Organisasi Jumlah tenaga kerja yang menangani pelayanan gizi RS Swasta “X”

(rawat inap dan dapur) berjumlah 16 orang. Dua orang administrasi dapur,

bertanggung jawab menyusun anggaran dan menangani administrasi yang

berhubungan dengan dapur. Selain itu, terdapat satu orang ahli gizi dapur

sebagai penanggung jawab penerimaan bahan makanan hingga pengiriman

makanan jadi ke lokasi penyajian di gedung kelas III serta satu orang ahli gizi

rawat inap sebagai penanggung jawab dalam hal pelayanan gizi rawat inap.

Tenaga pengolahan makanan berjumlah 2 orang, cook-helper yang bertanggung

jawab terhadap kegiatan persiapan bahan makanan sebelum pengolahan

berjumlah 2 orang, dan pastry yang bertanggung jawab membuat pastry atau

snack selingan berjumlah 2 orang. Tenaga penyaji sekaligus pendistribusi

makanan yang bertanggung jawab melakukan pemorsian serta mengantarkan

makanan ke pasien berjumlah 4 orang, dan petugas gudang yang bertanggung

jawab mencatat jumlah stok bahan makanan di gudang berjumlah 1 orang.

Struktur organisasi pelayanan gizi di RS Swasta “X” disajikan pada Lampiran 1.

Penyelenggaraan Makanan di RS Swasta “X” Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada

pasien. Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan

instalasi gizi rumah sakit sebagai unit pelayanan gizi rumah sakit. untuk

memenuhi asupan zat gizi pada pasien. Asupan zat gizi adalah banyaknya zat

gizi yang masuk kedalam tubuh sehingga dapat menjaga atau menentukan

kesehatan tubuh. Tubuh manusia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan

mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Seperti halnya makanan yang disediakan oleh instalasi gizi, makanan tersebut

sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizi dan harus dihabiskan pasien agar

penyembuhan berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan (Ratna 2009).

Penyelenggaraan makanan pada RS Swasta “X” menggunakan sistem

swakelola, yaitu instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab secara

penuh atas segala kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes 2006). RS Swasta “X” tidak menggunakan

Page 36: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

23

jasa dari perusahaan jasa boga atau catering dalam melakukan

penyelenggaraan makanan.

Sasaran utama penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah pasien.

Namun demikian, penyaji RS Swasta “X” juga menyediakan minum untuk

kayawan. Karyawan yang diberi pelayanan minum oleh penyaji adalah dokter

dan staf fungsional rumah sakit, dokter dan petugas ruang operasi, petugas shift

malam, serta petugas yang berisiko tinggi terpapar penyakit seperti petugas

radiologi, poliklinik paru, dan pegawai laboratorium.

Frekuensi pemberian makan kelas III adalah tiga kali makan utama dan

dua kali selingan. Pemberian selingan berupa selingan pagi dan selingan sore.

Makanan yang disediakan untuk pasien rawat inap di RS Swasta “X” dapat

berupa makanan dengan diet khusus atau tanpa diet khusus (makanan biasa).

Standar umum untuk diet khusus yang di terdiri dari DJ (Diet Jantung), DL (Diet

Lambung), DH (Diet Hati), Diet DM (Diabetes Melitus), TKTP (Tinggi Kalori Tinggi

Protein), Rendah Purin, RL (Rendah Lemak), RG (Rendah Garam), RS (Rendah

Serat), BSTIK (untuk alergi), dan RP (Rendah Protein).

Selain itu, instalasi gizi RS Swasta “X” menetapkan standar umum

makanan berdasarkan konsistensinya berupa makanan biasa, makanan lunak,

makanan saring, dan makanan cair. Makanan cair terbagi menjadi dua tipe, yakni

makanan cair jernih dan makanan cair penuh. Makanan cair jernih hanya berupa

teh manis, sementara makanan cair penuh terdiri dari berbagai variasi jenis susu

formula komersial yang diberikan sesuai dengan kebutuhan gizi dan daya terima

pasien. Formula komersial yang digunakan di RS Swasta “X” adalah susu

Dancow anak, Diabetasol, Hepatosol, Entrasol, Nephrisol, Dianeral, dan susu

Nutren (junior dan fibre).

Rangkaian proses penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Instalasi

Gizi RS Swasta “X” dimulai dari proses perencanaan anggaran, perencanaan

menu dan siklus menu, perhitungan kebutuhan bahan makanan, pemesanan

makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan, persiapan,

pengolahan makanan, pemorsian makanan, hingga pendistribusian kepada

pasien. Berikut ini perincian kegiatan penyelenggaraan makanan yang dilakukan

di RS “X”:

a. Perencanaan Anggaran Perencanaan anggaran untuk bahan makanan di RS Swasta “X” disusun

sejak satu tahun sebelumnya, misalkan untuk anggaran tahun 2012, maka

Page 37: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

24

anggaran disusun sejak tahun 2011. Penyusun anggaran bahan makanan

adalah bagian administrasi dapur dan kantin. Anggaran disusun berdasarkan

RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) dengan mempertimbangkan

realisasi yang diperoleh. Penyusunan anggaran juga memperhitungkan kenaikan

harga bahan makanan dan jumlah pasien di tahun mendatang.

b. Perencanaan Menu dan Siklus Menu Perencanaan menu disusun oleh ahli gizi dapur. Siklus menu untuk

pasien di RS Swasta “X” adalah menu 10 Hari + 1. Menu +1 diterapkan setiap

tanggal 31. Setiap porsi menu dijabarkan ke dalam standar porsi menu, lalu

dikalikan dengan jumlah pasien yang menjalani rawat inap, dan hasilnya

digunakan untuk perkiraan belanja bahan makanan.

Berhasil tidaknya suatu penyelenggaraan makanan sangat dipengaruhi

oleh menu yang disusun atau hidangan yang disajikan (Mukrie dalam Furqon

2010), sehingga penyusunan menu perlu dilakukan evaluasi secara berkala.

Rumah Sakit Swasta “X” telah menerapkan evaluasi berkala terhadap menu

yang disajikan, yaitu setiap enam bulan. Siklus menu pasien diubah dengan

mempertimbangkan plate waste yang dilakukan secara berkala dengan metode

visual atau taksiran. Awal bulan Juni 2012 telah dilakukan pembaharuan menu

untuk pasien.

c. Pemesanan Bahan Makanan Pemesanan bahan makanan di RS Swasta “X” terbagi menjadi dua, yaitu

bahan makanan kering dan bahan makanan basah. Pemesanan bahan makanan

kering dilakukan 7 hari sekali, sedangkan pemesanan bahan makanan basah

dilakukan setiap hari.

Tujuan dari kegiatan ini, menurut Depkes (2006), yaitu tersedianya daftar

pesanan bahan makanan sesuai standar atau spesifikasi yang ditetapkan. Ahli

gizi dapur di Rumah Sakit Swasta “X” telah melakukan rekapitulasi kebutuhan

bahan makanan dengan memperhatikan stok yang ada dan kebutuhan sesuai

menu esok hari. Daftar pesanan bahan makanan kering disetorkan ke koperasi

yang masih tergabung dalam perusahaan yang sama, sedangkan daftar pesanan

bahan makanan basah kemudian dikirim kepada rekanan/supplier yang terpilih

dalam tender/pelelangan. Pelelangan tersebut dilakukan setiap satu bulan sekali.

d. Pembelian Bahan Makanan

RS Swasta “X” membeli bahan makanan yang dibutuhkan melalui

koperasi (untuk bahan makanan kering) dan rekanan/supplier (untuk bahan

Page 38: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

25

makanan basah) yang dipilih melalui tender/lelang. Saat pelelangan, RS Swasta

“X” telah menetapkan spesifikasi barang yang diinginkan berikut estimasi jumlah

dan harga, karena itu rekanan yang bekerja sama telah mengetahui spesifikasi

bahan makanan yang diinginkan oleh Instalasi Gizi RS Swasta “X”. Bahan

makanan yang dipesan kemudian diantar langsung ke RS. Pengantaran bahan

makanan basah biasa dilakukan pada malam hari.

e. Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan yang dilakukan di ruang penerimaan yang

terletak di dekat dapur rumah sakit meliputi kegiatan pengecekan, pencatatan,

dan pelaporan. Pengecekan kuantitas bahan makanan basah meliputi

pengecekan jumlah bahan makanan tersebut. Belum pernah ada kelebihan,

kekurangan, maupun ketidaksesuaian antara bahan makanan yang diterima

dengan yang dipesan. Pengecekan juga dilakukan pada bahan makanan kering

berupa pengecekan terhadap jumlah, berat, tanggal kadaluarsa, satuan, dan

ukuran.

Bahan makanan yang telah diterima kemudian disimpan. Prasyarat

penyimpanan bahan makanan menurut Depkes (2006), yaitu adanya sistem

penyimpanan barang, tersedianya fasilitas ruang penyimpanan sesuai

persyaratan, dan tersedianya kartu stok/buku catatan keluar-masuknya bahan

makanan. Penyimpanan bahan makanan kering harus dipisahkan dengan bahan

makanan basah. Penyimpanan bahan makanan di Rumah Sakit Swasta “X” telah

menerapkan pemisahan antara bahan makanan kering dengan bahan makanan

basah.

Bahan makanan kering diletakkan di gudang, sedangkan bahan makanan

basah diletakkkan di dalam lemari pendingin. Moehyi (1992) menyatakan bahwa

suhu penyimpanan yang tepat untuk daging, ikan, dan olahannya yaitu 0˚C. Suhu

penyimpanan untuk susu dan telur 1,7˚C, sedangkan untuk sayur dan buah yaitu

5 – 10˚C. Namun demikian, pada penerapannya, RS Swasta “X” belum

melakukan pengaturan suhu yang tepat untuk bahan makanan basah yang

berbeda dalam sistem penyimpanan.

f. Persiapan Pengolahan Bahan Makanan Kegiatan persiapan pengolahan bahan makanan meliputi pembersihan

bagian-bagian yang tidak digunakan, pemotongan bahan, pencucian bahan,

serta persiapan bumbu seperti penumbukan, penumisan, dan lain lain. Kegiatan

persiapan pengolahan ini dilakukan oleh dilakukan oleh cook-helper.

Page 39: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

26

g. Pengolahan Makanan Bahan makanan yang diolah disesuaikan dengan menu yang berlaku hari

itu. Jenis bahan makanan yang diolah dibedakan untuk diet khusus maupun

untuk non-diet. Selain itu, pembedaan juga dilakukan pada proses pengolahan,

misalnya pada diet rendah garam, hasil olahan dipisahkan terlebih dahulu

sebelum diberi garam, juga pada diet dengan konsistensi biasa ataupun lunak,

pada konsistensi lunak yang diberikan adalah nasi bubur, sedangkan pada diet

biasa berupa nasi.

h. Pemorsian Makanan dan Penyajian Makanan Pemorsian makanan di RS Swasta “X” dilakukan oleh penyaji makanan,

belum ada pengawasan langsung oleh ahli gizi terhadap proses pemberian label

pada diet khusus serta pemberien makanan yang tepat sesuai diet oleh penyaji.

Namun demikian, tidak pernah terdapat kesalahan pemberian makanan yang

disebabkan salah membaca jenis diet pada label.

Makanan yang disajikan, baik berupa makanan diet khusus maupun

makanan non-diet, biasa dilengkapai dengan garnish berupa wortel mentah dan

timun yang tidak diolah sebelumnya. Pemberian garnish sebaiknya lebih

diperhatikan khususnya pada makanan dengan konsistensi lunak dan saring. Hal

ini dikarenakan fungsi sistem pencernaan pasien dimungkinkan belum bekerja

dengan baik, sehingga pasien mendapatkan diet lunak ataupun saring. Garnish

berupa bahan makanan mentah mengandung serat tinggi yang akan

memberatkan kerja saluran pencernaan pasien.

Alat saji makanan untuk kelas III disajikan dalam piring dan mangkuk

yang terbuat dari porselen, serta alat makan berupa sendok stainless steel.

Makanan yang sudah diporsi akan dikemas menggunakan plastic wrapping yang

bertujuan agar terhindar dari kontaminan.

i. Pendistribusian Pendistribusian makanan di RS Swasta “X” dilakukan oleh penyaji.

Makanan disalurkan ke ruangan pasien dengan menggunakan troli. Troli yang

digunakan hanya berjumlah 2 buah. Pendistribusian makanan untuk makan pagi

dilakukan pukul 06.30 – 07.30 WIB, distribusi makan siang pukul 11.30 -12.30

WIB, dan distribusi makan sore pukul 16.30 -17.00 WIB.

Sistem pendistribusian makanan di Instalasi Gizi RS Swasta “X”

dikategorikan sistem distribusi desentralisasi. Dapur utama terpisah dengan

tempat pemorsian. Dapur terletak di gedung rumah sakit yang berbeda, yaitu

Page 40: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

27

gedung khusus kelas I dan II. Makanan yang telah diolah kemudian diantar ke

lokasi penyajian dengan menggunakan mobil pick up box untuk kemudian

diporsikan, disajikan, dan didistribusikan ke pasien. Kelebihan dari cara

desentralisasi adalah porsi makanan sesuai dengan kebutuhan konsumen,

sedangkan kekurangan dari cara ini adalah banyak memerlukan tenaga dan

peralatan (Moehyi 1992). Sarana, Peralatan, dan Perlengkapan

Secara umum kegiatan pelayanan gizi rumah sakit dapat berjalan dengan

optimal karena didukung oleh sarana, peralatan dan perlengkapan yang

memadai. Sebagian besar kegiatan yang berhubungan dengan proses asuhan

gizi terutama penyelenggaraan makan untuk pasien dilakukan di dapur dengan

didukung oleh sarana, peralatan dan perlengkapan yang ada.

Dapur pada RS Swasta “X” terbagi menjadi dua, yaitu dapur utama dan

dapur pendukung. Dapur utama merupakan ruangan utama dalam

penyelenggaraan makanan, sekaligus tempat pemorsian dan penyajian untuk

makanan pasien kelas I dan II. Dapur pendukung berada di gedung yang

berbeda, digunakan untuk pemorsian dan penyajian makanan pasien kelas III.

Dapur utama memiliki delapan bagian dengan fungsi masing-masing,

yaitu tempat penerimaan bahan makanan, tempat penyimpanan bahan makanan,

tempat persiapan bahan makanan, tempat pengolahan bahan makanan, tempat

pemorsian makanan, tempat pencucian dan penyimpanan peralatan, tempat

istirahat pegawai, dan tempat pembuangan sampah. Pembagian tempat tersebut

dalam dilihat dalam denah pada Lampiran 2.

Secara umum, tempat penerimaan bahan makanan, tempat penyimpanan

bahan makanan, tempat persiapan bahan makanan, tempat pengolahan bahan

makanan, tempat pemorsian untuk kelas I dan II, tempat penyimpanan peralatan,

tempat istirahat pegawai,serta tempat pembuangan sampah berada dalam satu

ruangan besar atau ruang utama. Tempat penerimaan memiliki ruangan

tersendiri, sedangkan tempat pemorsian makanan untuk kelas III berada di

gedung yang berbeda. Berikut adalah penjelasan ruang penyelenggaran

makanan di RS Swasta “X”:

• Tempat penerimaan bahan makan

Tempat ini berada pada ruang tersendiri, digunakan dalam penerimaan

dan pengecekan kualitas serta kuantitas bahan makanan. Letak tempat ini dekat

dengan pintu masuk dapur, sehingga memudahkan bahan makanan keluar

Page 41: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

28

masuk setiap harinya. Umumnya setelah dilakukan pengecekan, bahan makanan

basah langsung dibersihkan dan diolah, sedangkan bahan makanan kering

disimpan di ruang penyimpanan.

• Tempat penyimpanan bahan makanan

Terdapat dua jenis ruangan penyimpanan bahan makanan, yaitu ruangan

penyimpanan bahan makanan basah/segar (lemari pendingin) dan ruangan

penyimpanan bahan makanan kering. Bahan makanan kering diletakkan dan

diatur di gudang penyimpanan makanan kering, sedangkan sisa makanan segar

diletakkan di lemari pendingin yang terdapat pada ruang utama.

Menurut Moehyi (1992), penyimpanan yang baik untuk bahan makanan

kering di antaranya adalah:

1. Bahan makanan dipisah menurut jenisnya

2. Bahan makanan yang sudah lama diterima diletakkan di sebelah atas agar

tidak ada stok yang rusak karena terlalu lama disimpan (first in first out).

3. Bahan makanan diletakkan di atas rak-rak penyimpanan dan bahan makanan

yang menggunakan karung atau kantong kertas tidak diletakkan langsung di

atas tanah.

4. Ruang penyimpanan harus selalu dalam keadaan bersih, kering, dan bebas

serangga maupun tikus.

5. Pada waktu tertentu gudang tempat menyimpan makanan harus dibuka untuk

memungkinkan pertukaran udara. Suhu dalam ruangan tidak lebih dari 21˚C.

Penyimpanan bahan makanan kering yang diterapkan oleh Rumah Sakit

Swasta “X” sudah cukup baik karena telah sesuai dengan standar penyimpanan

menurut Moehyi (1992). Namun demikian, belum ada kontrol untuk pengaturan

suhu dalam ruangan.

Penyimpanan bahan makanan segar atau basah disimpan di ruangan

yang dilengkapi dengan alat pendingin. Suhu penyimpanan yang tepat untuk

daging, ikan, dan olahannya yaitu 0˚C. Suhu penyimpanan untuk susu dan telur

1,7˚C, sedangkan untuk sayur dan buah yaitu 5 – 10˚C (Moehyi 1992). Pada

penerapannya, RS Swasta “X” belum melakukan pengaturan suhu yang tepat

untuk bahan makanan basah yang berbeda dalam sistem penyimpanannya.

• Tempat persiapan bahan makanan

Tempat ini digunakan untuk mempersiapkan bahan makanan yang akan

diolah. Persiapan pengolahan dilakukan di meja yang terbuat dari kayu. Kegiatan

persiapan pengolahan bahan makanan yang dilakukan antara lain:

Page 42: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

29

membersihkan, mengupas, mencuci, menumbuk, menggiling, memotong,

mengiris dan sebagainya sebelum bahan makanan dimasak.

• Tempat pengolahan bahan makanan

Tempat pengolahan bahan makanan berada pada ruang dapur utama,

dekat dengan meja persiapan. Terdapat 12 buah tungku kompor gas yang

digunakan dalam pengolahan bahan makanan makanan. Nasi dimasak secara

terpisah yaitu dengan menggunakan rice cooker besar yang berjumlah satu

buah, sedangkan bubur dimasak dengan menggunakan rice cooker ukuran

sedang yang berjumlah tiga buah.

• Tempat pemorsian makanan

Tempat ini digunakan sebagai tempat pemorsian makanan setelah bahan

makanan melalui proses pengolahan menjadi makanan. Tempat pemorsian

makanan terbagi atas dua tempat. Tempat pemorsian makanan untuk kelas I dan

II berada pada ruangan yang menyatu dengan ruang utama, sedangkan tempat

pemorsian untuk kelas III berada di gedung yang berbeda. Pemorsian untuk

kelas III dilakukan di dapur penyaji yang letaknya dekat dengan ruang rawat inap

kelas III dan dekat dengan pintu belakang rumah sakit, sehingga memudahkan

keluar-masuknya makanan hasil olahan yang diantar dari dapur utama. Di dapur

penyaji ini, pemorsian dilakukan di atas meja yang terbuat dari aluminium.

• Tempat pencucian dan penyimpanan peralatan

Tempat pencucian yang berada di dapur utama dibedakan menjadi

tempat pencucian bahan makanan, serta tempat pencucian peralatan masak dan

peralatan makan. Hal tersebut sesuai dengan anjuran Depkes (2006). Tempat

pencucian bahan makanan berada diantara kompor, dekat dengan meja

persiapan, sedangkan tempat pencucian peralatan berada di pojok kanan tempat

pengolahan dan dekat dengan gudang.

Penyimpanan peralatan masih dilakukan di rak-rak piring terbuka

berbahan kayu yang berada di bawah meja persiapan dapur utama. Menurut

Depkes (2006), alat-alat dapur sebaiknya setalah dibersihkan kemudian disimpan

di ruang khusus sehingga memudahkan dalam pengawasan dan pemantauan

pemakaian alat.

Pencucian peralatan pada kelas III dilakukan oleh petugas

kebersihan/cleaning service kemudian diletakkan di rak piring terbuka yang

berada dalam dapur penyaji. Proses pencucian peralatan sudah menggunakan

air panas dan sabun khusus cuci piring. Kelemahan dari tempat pencucian dan

Page 43: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

30

penyimpanan peralatan ini diantaranya belum tersedianya lap pengering

peralatan secara khusus.

• Tempat pembuangan sampah

Pembuangan sampah di dapur utama RS Swasta “X” sudah dipisahkan

antara sampah basah dan sampah kering. Sampah basah dibuang melalui

saluran khusus yang berada di bawah tempat pengolahan, sedangkan tempat

sampah kering merupakan tempat sampah terbuka yang juga berada di dekat

tempat pengolahan. Tempat sampah kering juga terdapat di bawah meja

pemorsian dapur utama, namun ukurannya kecil, sehingga belum mencukupi

untuk menampung sampah yang ada. Tempat pembuangan sampah di dapur

kelas III berjumlah berukuran sedang dan berjumlah satu buah yang dilapisi

dengan plastik sampah (trash bag). Tempat sampah tersebut jarang digunakan

karena minimalnya sampah yang dihasilkan dari kegiatan penyajian. Semua

tempat sampah tersebut segera dikosongkan oleh petugas kebersihan begitu

sampah terkumpul. Hal ini sesuai dengan anjuran Depkes (2006) untuk

mengosongkan sampah segera begitu sampah terkumpul. Sisa makanan pasien

langsung dibuang ke plastik sampah yang dibawa bersama troli pengambil

makanan untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir.

• Tempat istirahat pegawai

Tempat ini digunakan untuk tempat ganti pakaian pegawai, istirahat, dan

sholat. Tempat istirahat ini berada satu ruangan dengan dapur utama.

Berdasarkan penjelasan di atas, secara keseluruhan peralatan dan

perlengkapan yang terdapat pada ruang penyelenggaraan makanan RS Swasta

“X” yang digunakan dalam proses persiapan bahan makananan hingga proses

pendistribusian bahan makanan sudah cukup baik. Berikut disajikan daftar

inventaris peralatan dan perlengkapan pada ruang penyelenggaraan makanan

pada Tabel 3.

Tabel 3 Daftar inventaris peralatan dan perlengkapan dapur dan ruang penyaji RS “X”

Jenis peralatan / perlengkapan dapur Jumlah Kondisi/ Keterangan

almari susu 1 baik meja set up 1 baik meja makanan 1 baik troli makanan (stanless + aluminium) 2 baik kursi kayu 1 baik alat pemotong plastik wrapping 1 baik meja kerja stanless 1 baik Dispenser Hot & cold +penyanggah 1 baik

Page 44: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

31

kursi plastik 1 baik piring makan pasien 47 baik gelas minum pasien 55 baik baki makan pasien melamine 69 baik sendok makan pasien 60 baik garpu makan pasien 60 baik pisau buah 2 baik gelas karyawan baik gelas dr. Specialis 3 baik tutup gelas stanless 6 baik tutup gelas milamine 10 baik tutup gelas plastik 50 baik keranjang plastik sedang 8 baik baki makan pasien kayu 8 baik mangkok soup 57 baik

Secara umum, kondisi peralatan di dapur dan ruang penyaji RS Swasta

“X” dalam kondisi baik. Namun demikian, evaluasi pencatatan jumlah peralatan

belum belum dilakukan secara berkala.

• Ruang Administrasi

Ruang administrasi digunakan sebagai ruangan dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan manajemen instalasi gizi RS Swasta “X”. Fungsi ruang

pengawas diantanya adalah mengawasi kegiatan dan alur kerja

penyelenggaraan makanan. Sebaiknya, dinding ruang pengawas terbuat dari

kaca agar proses pengawasan dapat dilakukan dari dalam ruangan sehingga

proses penyelenggaraan makanan dapat berjalan lancar.

Sanitasi Makanan dan Keselamatan Kerja Masalah sanitasi makanan sangat penting dalam penyelenggaraan

makanan di rumah sakit. Pelayanan makanan di rumah sakit bertujuan untuk

menunjang kegiatan pelayanan medis. Oleh karena itu, dibutuhkan tempat

khusus yaitu instalasi gizi, sebagai tempat pengolahan makanan dan minuman

rumah sakit. Perlu dilakukan pengendalian terhadap faktor yang mungkin dapat

menjadi kontaminan yang berasal dari proses pengolahan makanan dan

minuman yang disajikan di rumah sakit. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah

pertumbuhan kuman agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit serta

gangguan kesehatan pada pasien.

Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko

kontaminasi bakteri terhadap makanan adalah pemeliharaan kebersihan ruangan

dan lingkungan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala karyawan instalasi

gizi. Kegiatan tersebut sudah diterapkan dengan baik oleh rumah sakit “X”.

Page 45: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

32

Standar operasional sudah diterapkan oleh penyaji, yaitu memakai

masker dan celemek saat menyajikan maupun mendistribusikan makanan ke

pasien. Namun untuk penutup kepala, belum diterapkan baik oleh petugas

pengolah makanan maupun penyaji. Adapun pemeriksaan kesehatan berkala

adalah kegiatan yang dilakukan secara berkala untuk memeriksa kesehatan

pegawai instalasi gizi untuk meminimalkan penularan penyakit melalui makanan.

Kesehatan keselamatan kerja adalah suatu upaya untuk memberikan

jaminan keselamatan serta meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara

pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK), pengendalian bahaya

di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Konsep dasar

kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit adalah upaya terpadu seluruh

pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung orang sakit untuk menciptakan

lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik

bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung orang sakit maupun bagi

masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit (Depkes 2009).

Secara umum, dapur penyaji tidak menggunakan peralatan yang

membahayakan pekerja. Selain itu, lantai selalu dalam keadaan kering dan

bersih. Namun belum ada unit khusus untuk mengelola kesehatan dan

keselamatan kerja di Rumah Sakit Swasta “X”.

Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pelayanan Gizi Pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi meliputi ketepatan

waktu pemberian makanan kepada pasien, sisa makanan yang tidak termakan

oleh pasien, dan tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet. Ketepatan waktu

pemberian makanan kepada pasien adalah ketepatan penyediaan makanan

pada pasien sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dimensi mutunya

berupa efektivitas, akses, dan kenyamanan (Depkes 2010).

Berdasarkan observasi yang dilakukan, pemberian makanan kepada

pasien selalu tepat waktu, yaitu makan pagi pukul 06.30 WIB, makan siang pukul

11.00 WIB, dan makan sore pukul 16.30 WIB. Namun demikian, pengawasan

dan pengendalian mutu berupa survei jumlah pasien rawat inap yang mendapat

makanan tepat waktu dalam sebulan belum dilakukan oleh RS Swasta “X”.

Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersisa atau yang tidak

dimakan oleh pasien. Dimensi mutunya berupa efektif dan efisien (Depkes 2010).

Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan cara men-survey jumlah

Page 46: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

33

kumulatif porsi sisa makanan dari pasien. Survei ini sudah mulai dilakukan oleh

RS Swasta “X” dengan metode visual atau taksiran.

Kesalahan pemberian diet adalah kesalahan dalam pemberian jenis diet

kepada pasien. Dimensi mutunya berupa keamanan dan efisien (Depkes 2010).

Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan mensurvey jumlah pemberian

makanan dikurangi jumlah pemberian makanan yang salah diet. Pengendalian

mutu tersebut belum dilakukan oleh RS “X”.

Karakteristik Contoh Penelitian Contoh penelitian ini adalah pasien kelas III sejumlah 30 orang.

karakteristik yang diamati meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis

penyakit, dan jenis diet yang didapat dari rumah sakit. Sebaran contoh

berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu No Karakeristik Jumlah

n % 1 Umur a. dewasa awal (20 – 40 tahun) 23 76,6 b. dewasa tengah (41 – 65 tahun) 6 20,0 c. dewasa akhir (>65 tahun) 1 3,3

Jumlah 30 100,0 2 Jenis Kelamin

a. perempuan 12 40,0 b. laki-laki 18 60,0

Jumlah 30 100,0 3 Tingkat Pendidikan

1. tidak tamat SD 0 0,0 2. tamat SD 10 33,3 3. tamat SMP 1 3,3 4. tamat SMA 19 63,3 5. tamat sarjana 0 0,0

Jumlah 30 100,0 4 Jenis Penyakit

1. gastroenteritis 5 16,7 2. demam berdarah dengue (DBD) 9 30,0 3. Thypoid/tipus 5 16,7 4. fraktur/patah tulang 3 10,0 5. liver 3 10 6. lain-lain 5 16,67

Jumlah 30 100,0 5 Jenis Diet 1. diet biasa/nasi 11 36,7 2. diet lunak/bubur kasar 17 56,7 3. diet bubur halus 2 6,7

Jumlah 30 100,0

Sebagian besar contoh (76,6%) berada pada tahapan dewasa awal

dengan rentang usia antara 20 – 40 tahun. Pengelompokan umur contoh

berdasar pada klasifikasi tahapan periode dewasa menurut Papalia & Olds

Page 47: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

34

(2001). Dewasa awal merupakan tingkatan umur dengan fungsi fisiologi dan

biologi yang paling efisien. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap fungsi-fungsi

organ yang terlibat dalam pemrosesan informasi (Hayslip (1989) diacu dalam

Fajarwati (2010)). Oleh karena itu, contoh memiliki potensi yang tinggi dalam

merespon informasi mengenai kepuasan terhadap cita rasa dan penampilan

makanan yang disajikan RS Swasta “X”.

Lebih dari separuh (60%) atau sebanyak 18 orang contoh berjenis

kelamin laki-laki. Tingkat pendidikan contoh sebagian besar yaitu tamat SMA

(63,3%). Jenis penyakit yang diderita oleh contoh sebagian besar (30%) adalah

demam berdarah dengue (DBD). Jenis diet yang didapatkan sebagian besar

contoh (56,7%) adalah diet lunak/bubur kasar.

Sisa Makanan Contoh Sisa Makanan berdasarkan Karakteristik Contoh

Sisa makanan adalah makanan yang disajikan kepada pasien dan benar-

benar dapat dimakan, tetapi tidak habis dimakan atau tidak dimakan dan dibuang

sebagai sampah (Moehyi 1992). Menurut Almatsier (1992), sisa makanan

dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain jenis kelamin, tingkat pendidikan,

kelompok umur, dan penyakit mempengaruhi sisa makanan pasien. Tabel 5

menunjukkan persentase sisa makanan berdasarkan umur.

Tabel 5 Persentase sisa makanan berdasarkan umur Kelompok umur Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Dewasa awal 8,7 8,8 11,6 27 14,0 Dewasa tengah 15,4 15,8 15,5 30,8 19,4 Dewasa akhir 12,4 9,8 13,3 28,8 16,1

Rata-rata sisa makanan untuk kelompok dewasa tengah (41 – 65 tahun)

adalah yang paling tinggi, yaitu sebesar 19,4% dengan sisa terbanyak berasal

dari sayuran (30,8%) dan paling sedikit berasal dari makanan pokok (15,45%).

Hasil penelitian Nida (2011) yang membagi kelompok umur menjadi < 35 tahun

dan ≥35 tahun, juga menunjukkan bahwa contoh yang berumur ≥35 tahun

memiliki sisa lebih tinggi.

Tingginya sisa makanan pada kelompok umur dewasa tengah tersebut

dimungkinkan karena faktor stress yang kemudian mempengaruhi nafsu makan.

Depkes (1991) menyatakan bahwa makin bertambah umur seseorang, maka

makin banyak beban dan tanggung jawab yang diembannya, terutama usia

dewasa hingga batas usia produktif (64 tahun). Namun demikian, secara statistik

Page 48: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

35

sisa makanan antar kelompok umur tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang

nyata berdasarkan uji beda Kruskal-Wallis (p>0,05).

Berdasarkan uji korelasi Spearman, diketahui bahwa umur contoh

berhubungan secara signifikan (p<0,05) dengan sisa makanan contoh. Hasil

tersebut sejalan dengan Almatsier (1992) yang menyatakan bahwa umur pasien

berhubungan dengan asupan makan pasien.

Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa rata-rata sisa makanan

pada laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Besarnya persentase sisa

makanan menurut jenis kelamin disajikan pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Laki-laki 11,2 8,2 10,4 28,1 14,9 Perempuan 9,4 11,5 13,8 27,3 16,0

Menurut Sediaoetama (2000), laki-laki memiliki angka kecukupan gizi

(AKG) yang lebih besar sehingga mampu mengkonsumsi makanan lebih banyak

daripada perempuan. Hasil penelitian Prawirohartono, et al. (2005) mengenai

sisa makanan pasien dengan makanan biasa, menunjukkan bahwa pasien

perempuan mengkonsumsi nasi lebih sedikit daripada laki-laki, sehingga sisa

makanan pada perempuan lebih besar. Hal ini tidak sejalan dengan hasil

penelitian yang didapat. Persentase sisa untuk makanan pokok pada laki-laki

lebih besar (11,2%) dibanding perempuan (9,45%). Hal tersebut diduga karena

adanya pengaruh dari makanan luar yang dikonsumsi oleh contoh. Menurut

Moehyi (1992) bahwa makanan yang dimakan oleh pasien luar rumah sakit akan

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak

berhubungan nyata dengan sisa makanan contoh (p>0,05). Sisa makanan yang

paling banyak yaitu sayuran, baik pada laki-laki (28,1%) maupun pada

perempuan (27,3%). Sisa paling sedikit pada laki-laki yaitu lauk hewani (8,2%),

sedangkan pada perempuan adalah makanan pokok (9,4%). Secara statistik,

perbedaan sisa makanan menurut jenis kelamin tidak berbeda nyata (p>0,05).

Persentase sisa makanan contoh yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih

besar (18, 63%) dibandingkan contoh yang tamat Sekolah Menengah Pertama

(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang masing-masing besarnya

10,47% dan 13,74%. Menurut Atmarita & Fallah (2004), tingkat pendidikan yang

semakin tinggi akan mempermudah seseorang untuk menerima informasi

(pengetahuan) yang selanjutnya akan mengarah pada perubahan sikap sehingga

Page 49: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

36

dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dengan pendidikan yang

lebih tinggi dimungkinkan memiliki pengetahuan dan sikap yang lebih baik

terhadap makanan rumah sakit terkait gizi dan kesembuhan, sehingga contoh

yang tamat SMP dan tamat SMA lebih sedikit menyisakan makanannya

dibandingkan contoh tamatan SD.

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

nyata antara sisa makanan dengan tingkat pendidikan contoh (p>0,05). Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Nida (2011) yang menyatakan bahwa tingkat

pendidikan tidak berhubungan dengan sisa makanan. Namun demikian,

berdasarkan hasil uji beda Kruskal Wallis, tidak ada perbedaan yang bermakna

pada sisa makanan dalam ketiga tingkat pendidikan tersebut (p>0,05). Besarnya

persentase sisa makanan menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 7

berikut.

Tabel 7 Persentase sisa makanan berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Tamat SD 13,48 11,83 14,12 35,10 18,63 Tamat SMP 4,07 2,59 9,33 25,88 10,47 Tamat SMA 8,66 9,75 11,67 23,59 13,74

Jenis penyakit yang diderita contoh cukup beragam, berbagai jenis

penyakit tersebut kemudian dikelompokkan menjadi enam kelompok. Hal ini

didasarkan pada jenis penyakit dengan frekuensi tertinggi di RS Swasta “X” pada

saat penelitian berlangsung, antara lain gastroenteritis, demam berdarah dengue

(DBD), Thypoid, fraktur, liver, dan lain-lain (tumor jinak, gagal ginjal kronis, dan

jantung). Besarnya sisa makanan berdasarkan jenis penyakit contoh dapat dilihat

pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis penyakit Jenis penyakit Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Gastroenteritis 9,07 5,07 9,33 26,53 12,50 DBD 12,23 13,67 13,75 28,71 17,09 Thypoid 5,53 7,72 11,23 23,37 11,96 Fraktur 14,30 13,05 9,19 34,04 17,64 Liver 8,95 10,12 25,64 48,93 23,81 Lain-lain 8,71 10,00 11,22 22,32 13,35

Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat hubungan yang nyata antara

jenis penyakit dengan sisa makanan contoh (p<0,05). Persentase sisa makanan

tertinggi terdapat pada contoh dengan penyakit hati/liver yaitu sebesar 23,81%

kemudian menyusul fraktur (17,64%) dan DBD (17,09%). Perbedaan sisa

Page 50: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

37

makanan antara beberapa jenis penyakit tersebut signifikan (p<0,05)

berdasarkan uji beda Kruskal Wallis.

Selain nafsu makan, hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa

pengaruh penyakit penyerta dan pantangan makanan yang lebih banyak

menyebabkan sisa yang tinggi pada contoh dengan penyakit hati/liver. Menurut

hasil penelitian Williams&Walton (2011) mengenai sisa makanan rumah sakit,

rendahnya kemampuan memilih makanan dan pilihan makanan yang terbatas,

terutama pada pasien dengan waktu rawat inap yang lama (long stay patient),

dapat meningkatkan sisa makanan.

Tingginya sisa makanan pada contoh dengan penyakit gastroenteritis,

DBD, dan Thypoid lebih disebabkan karena rendahnya nafsu makan contoh

akibat terganggunya sistem pencernaan. Tingginya sisa makanan pada contoh

dengan fraktur/patah tulang disebabkan oleh keinginan yang tinggi dari contoh

untuk mengonsumsi makanan luar rumah sakit. Hal tersebut dikarenakan nafsu

makan contoh yang cukup baik, sehingga contoh lebih menyukai makanan luar

rumah sakit karena lebih berbumbu dan lebih berasa bagi contoh.

Karakteristik berikutnya yaitu jenis diet contoh yang dibagi menjadi diet

biasa, diet lunak, dan diet halus. Rata-rata sisa makanan tertinggi diantara ketiga

jenis diet tersebut adalah diet halus (24,99%), disusul dengan diet lunak

(16,46%) dan diet biasa (12,38%). Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak ada

hubungan signifikan antara sisa makanan dengan jenis diet contoh (p >0,05).

Namun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan di antara ketiga jenis diet

tersebut (p<0,05). Sisa berupa sayur merupakan sisa yang terbesar baik dalam

diet biasa, diet lunak, maupun diet halus. Besarnya sisa makanan berdasarkan

jenis diet dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9 Persentase sisa makanan berdasarkan jenis diet Pendidikan Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Diet biasa 6,44 6,58 11,66 23,63 12,38 Diet lunak 11,80 12,42 11,36 28,04 16,46 Diet halus 16,00 11,23 25,48 46,47 24,99

Sisa Makanan berdasarkan Waktu Makan Waktu makan dibagi menjadi makan pagi (sarapan), makan siang, dan

makan sore. Berdasarkan hasil pengamatan sisa makanan contoh selama tiga

hari yang meliputi tiga kali makan pagi, makan siang, dan makan sore.

Berdasarkan uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan nyata antara waktu

Page 51: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

38

makan dengan sisa makanan contoh (p>0,05). Besarnya sisa makanan conntoh

menurut waktu makan disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10 Sisa makanan contoh berdasarkan waktu makan Waktu makan Makanan

pokok (%) Lauk hewani

(%) Lauk nabati

(%) Sayur (%) Rata-rata (%)

Pagi 11,41 10,87 15,64 22,96 15,59 Siang 11,44 15,72 14,09 27,68 17,23 Sore 7,49 5,36 7,54 32,49 13,99

Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, didapatkan nilai p<0,05 sehingga terdapat

perbedaan signifikan pada sisa makanan contoh berdasarkan waktu makan. Uji

lanjut Mann-Whitney dilakukan untuk melihat perbedaan sisa makanan antar

waktu makan. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa waktu makan yang

mempunyai perbedaan sisa makanan adalah waktu makan pagi dengan waktu

makan siang dan waktu makan siang dengan waktu makan sore, sedangkan

waktu makan pagi dengan waktu makan sore tidak menunjukkan perbedaan

(p>0,05).

Persen sisa makanan contoh pada saat makan siang lebih tinggi

(17,23%) dibandingkan makan pagi (15,59%) dan makan sore (13,99%).

Tingginya sisa makan siang tersebut disebabkan contoh masih tidur pada jam

pendistribusian makan siang, dan sebagai asupan pengganti contoh

mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Rasa lapar yang tidak segera

diatasi kemudian menyebabkan pasien mencari makanan tambahan dari luar

rumah sakit atau jajan, sehingga kemungkinan besar makanan yang disajikan

tidak dihabiskan oleh contoh (Moehyi 1992).

Sisa Makanan berdasarkan Menu Sejumlah 25 jenis menu masakan disajikan kepada contoh selama

penelitian. Menu tersebut meliputi makanan pokok, lauk hewani dan nabati, serta

sayuran. Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa 8 jenis menu masih

memiliki rata-rata sisa di atas 20%, antara lain sop buncis, bening bayam, menir

kangkung, kakap tim, sayur asem, sop wortel, sop wortel-kentang, dan sop biasa.

Sebagian besar menu dengan rata-rata sisa di atas 20% tersebut termasuk

dalam golongan sayuran. Besarnya sisa makanan berdasarkan menu yang

disajikan dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Page 52: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

39

Gambar 3 Sisa makanan contoh berdasarkan menu

Sisa yang tinggi pada golongan sayuran lebih disebabkan oleh rendahnya

keinginan contoh untuk mengonsumsi sayuran serta porsi sayur yang cukup

banyak. Diperlukan menu baru yang lebih menarik untuk sayuran dan disajikan

dalam porsi kecil. Kemudian, agar kebutuhan contoh tetap terpenuhi, salah satu

cara yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat menu baru yang menyajikan

sayuran dalam bentuk cincang dan disajikan bersama lauk sehingga sayuran

terkesan “disembunyikan”.

Zat Gizi Makro yang Terbuang bersama Sisa Makanan Contoh Tujuan akhir dari konsumsi makanan oleh tubuh adalah tercapainya

status gizi yang optimal, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada

tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001). Namun demikian, keberadaan sisa

makanan dapat menyebabkan hilangnya zat gizi yang seharusnya dikonsumsi

pasien untuk membantu proses penyembuhan. Keberadaan sisa makanan

tersebut membuat tujuan dari konsumsi makanan menjadi tidak optimal. Tabel 11

berikut menunjukkan jumlah energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang

terbuang bersama sisa makan contoh.

Tabel 11 Estimasi zat gizi makro yang terbuang bersama sisa makanan contoh Sisa makanan Energi (Kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Hari ke-1 152 8,6 3,0 24,6 Hari ke-2 122 6,2 2,9 18,7 Hari ke-3 123 6,8 2,6 19,1 Rata-rata/hari/orang 132 7,2 2,8 20,8

Page 53: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

40

Rata-rata energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang terbuang bersama

sisa makanan contoh per hari per orang secara berturut-turut adalah 132 Kkal,

7,2 gram, 2,8 gram, dan 20,8 gram. Jika dibandingkan dengan angka kebutuhan

contoh, presentase sisa terbesar adalah protein (12%), kemudian berturut-turut

energi (6,62%), karbohidrat (1,73%), dan lemak (0,57%). Hal ini berbeda dengan

hasil penelitian oleh Prawirohartono (2005) pada pasien rawat inap kelas III RS

Dr. Sardjito, Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa persentase zat gizi dengan

sisa tertinggi adalah karbohidrat (14,4%), protein (13,83%), energi (12,78%), dan

lemak (9,33%).

Besarnya rata-rata zat gizi yang terbuang/tidak terkonsumsi per hari per

orang di RS Swasta “X” masih di bawah 20% (baik). Namun demikian, jika

kondisi tersebut berlangsung lama, maka akan berpengaruh terhadap penurunan

status gizi pasien. Menurut Soegi (1998) yang diacu dalam Prawirohartono

(2005), rata-rata 75% status gizi penderita yang dirawat di rumah sakit menurun

jika dibandingkan dengan status gizi pada awal masuk rumah sakit. Oleh karena

itu, sisa makanan pasien tetap harus diperhatikan dalam penyelenggaraan

makanan rumah sakit.

Biaya yang Hilang dari Sisa Makanan Contoh Selain dari segi gizi, sisa makanan rumah sakit juga mempunyai dampak

dari segi ekonomi. Makanan yang tersisa/tidak terkonsumsi menyebabkan

adanya biaya yang hilang, yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan gizi pasien. Hal ini akan merugikan pihak rumah sakit jika diabaikan

begitu saja, karena biaya yang dialokasikan untuk makanan pasien menjadi tidak

optimal. Rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan per hari per orang di RS

Swasta “X” dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12 Estimasi biaya yang hilang dari sisa makanan contoh Sisa makanan Biaya sisa

makanan (Rp) Hari ke-1 3.343,47 Hari ke-2 2.472,42 Hari ke-3 2.863,85 Rata-rata/hari/orang 2.893,25

Rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan yaitu sebesar Rp 2.893,25

per hari per orang. Berdasarkan standar menu RS Swasta “X”, biaya makan

sehari untuk pasien kelas III adalah Rp 25.000,00 per orang. Hal ini berarti

tingkat kehilangan biaya makan adalah sebesar 11,57% dari total biaya makan

per orang. Jika dilihat dalam satu bulan, maka kehilangan yang terjadi yaitu

Page 54: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

41

sebesar Rp 86.797,50 per orang dan dalam setahun yaitu sebesar Rp 1.056.036

per orang. Namun demikian, nilai tersebut belum termasuk penambahan biaya

tenaga dan biaya overhead yang ikut dikeluarkan dalam penyelenggaraan

makanan. Perhitungan dengan mengikutsertakan kedua biaya tersebut, akan

menghasilkan nilai yang lebih besar. Selain itu, dapat diketahui persentase biaya

yang hilang dari sisa makanan terhadap anggaran belanja yang tersedia.

Penelitian Al-Shoshan (1992) dalam Prawirohartono (2005) menunjukkan bahwa

rata-rata biaya yang hilang dari sisa makan per hari adalah 40%, dan dalam

setahun diderita kerugian akibat sisa makanan tersebut yaitu sebesar 5,625 juta

Saudi Riyal dari dana yang tersedia sebesar 35 juta Saudi Riyal.

Tingkat Kepuasan Contoh terhadap Cita Rasa Makanan Diagram Importance-Performance Analysis (IPA) Cita rasa berpengaruh kepada kepuasan (Moehyi 1992). Menurut

Heryawati (2004), cita rasa makanan meliputi penampilan (besar porsi, warna

makanan, dan penyajian) serta rasa (aroma, bumbu, tekstur, dan suhu makanan

yang disajikan). Oleh karena itu, beberapa atribut tersebut digunakan sebagai

penilaian tingkat kepentingan contoh dan tingkat kinerja aktual menurut contoh. Diagram IPA merupakan cara mudah dalam mengetahui informasi

mengenai beberapa atribut dari suatu produk ataupun jasa. Berdasarkan

perhitungan, nilai rata-rata dari setiap atribut berdasarkan tingkat kepentingan

dan tingkat kinerja dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13 Perhitungan rata-rata dari penilaian kepentingan dan kinerja atribut cita rasa makanan RS Swasta “X”

NO Atribut Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja 1 porsi nasi 3,53 3,102 porsi lauk hewani 3,60 2,973 porsi lauk nabati 3,53 3,034 porsi sayur 3,53 2,635 warna lauk hewani 3,63 3,376 warna lauk nabati 3,67 3,307 warna sayur 3,60 2,978 variasi lauk hewani 4,20 3,079 variasi lauk nabati 4,30 4,0010 variasi sayur 4,00 3,6711 ketepatan waktu 4,37 4,2312 kebersihan alat 4,57 4,5313 aroma lauk hewani 3,33 3,1714 aroma lauk nabati 3,20 2,9715 aroma sayur 3,13 2,90

Page 55: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

42

16 rasa bumbu lauk hewani 4,13 3,7717 rasa bumbu lauk nabati 3,83 3,5318 rasa bumbu sayur 3,70 3,5019 kematangan nasi 3,93 3,6320 kematangan lauk hewani 4,07 3,6721 kematangan lauk nabati 3,80 3,5322 kematangan sayur 3,70 3,43

Rata-rata 3,79 3,41

Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa rata-rata tingkat kepentingan

(sumbu-x) adalah 3,79, dan rata-rata tingkat kinerja (sumbu-y) adalah 3,41. Nilai

tersebut kemudian digunakan dalam membuat garis sumbu pada diagram

kartesius, sehingga terbagi menjadi empat kuadran dan hasilnya dapat dilihat

pada Gambar 4 berikut.

Kuadran A Kuadran B

Kuadran D Kuadran C

Gambar 4 Diagram Importance-Performance Analysis (IPA) atribut cita rasa makanan RS Swasta “X”

Kuadran A (prioritas utama) menunjukkan atribut-atribut yang dianggap

memiliki nilai kepentingan yang tinggi bagi contoh, namun kinerjanya dinilai

masih belum baik. Atribut-atribut yang terletak pada kuadran ini merupakan

prioritas untuk ditingkatkan kinerjanya. Adapun atribut dari cita rasa makanan

Page 56: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

43

yang disajikan RS Swasta “X” yang masuk dalam kuadran ini adalah variasi lauk

hewani.

Berdasarkan penilaian contoh, menu untuk lauk hewani belum terlalu

bervariasi. Perbedaan menu hanya pada bumbu, sedangkan dari segi penyajian

berupa bentuk dan tampilan setiap menu dirasa masih sama. Moehyi (1992)

menyatakan bahwa rasa bosan pada contoh yang timbul karena mengonsumsi

makanan yang kurang bervariasi menyebabkan contoh cenderung mencari

makanan dari luar rumah sakit.Hal ini perlu diperhatikan, agar kebosanan yang

dialami pasien dapat diatasi.

Kuadran B menunjukkan atribut-atribut yang perlu dipertahankan, karena

tingkat kinerja yang ada sesuai dengan tingkat kepentingan pasien. Pihak

manajemen rumah sakit berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang

dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai. Atribut-

atribut cita rasa makanan yang termasuk dalam kuadran ini adalah variasi lauk

nabati, variasi sayur, ketepatan waktu, kebersihan alat, rasa bumbu lauk hewani,

rasa bumbu lauk nabati, kematangan nasi, kematangan lauk hewani, dan

kematangan lauk nabati.

Kuadran C menunjukkan atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan

tingkat kinerja yang rendah. Atribut-atribut dalam kuadran ini dianggap tidak

terlalu penting/diharapkan oleh pasien, sehingga manajemen rumah sakit tidak

perlu memprioritaskan atau terlalu memberi perhatian pada atribut-atribut

tersebut. Atribut yang masuk dalam kuadran C, yaitu porsi nasi atau bubur, porsi

lauk hewani, porsi lauk nabati, porsi sayur, warna lauk hewani, warna lauk nabati,

warna sayur, aroma bumbu lauk nabati, dan aroma sayur.

Kuadran D menunjukkan atribut-atribut yang memiliki tingkat

kepentingan/harapan rendah, namun tingkat kinerjanya tinggi. Atribut yang

terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu diharapkan oleh pasien, sehingga

pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan atribut

tersebut kepada atribut lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi

yang masih membutuhkan peningkatan, misal di kuadran A. Atribut cita rasa

makanan RS Swasta ”X” yang termasuk dalam kuadran ini adalah rasa bumbu

sayur dan kematangan sayur.

Page 57: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

44

Tingkat Kepuasan contoh Kepuasan konsumen terbagi menjadi dua (Umar 2002), yaitu kepuasan

fungsional dan kepuasan psikologikal. Kepuasan yang diteliti adalah kepuasan

psikologikal yang merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat

tidak berwujud. Menurut Tjiptono (2008), metode yang paling banyak digunakan

dalam pengukuran kepuasan konsumen adalah metode survei.

Salah satu cara pengukuran kepuasan dalam metode survei adalah

pengukuran dapat secara langsung (directly reported satisfaction) dengan

pertanyaan seperti “seberapa puas” terhadap atribut tertentu pada skala berikut:

sangat tidak puas, tidak puas, cukup puas, puas, dan sangat puas (Tjiptono

2008). Tingkat kepuasan contoh diperoleh melalui cara directly reported

satisfaction, dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Gambar 5 Tingkat kepuasan contoh terhadap cita rasa makanan

Sebesar 56,67% contoh menyatakan cukup puas dengan makanan yang

disajikan oleh RS Swasta “X”. Sebesar 40% contoh menyatakan puas, dan

sisanya (3,33%) menyatakan sangat puas dengan makanan yang disajikan.

Kepuasan pasien salah satunya dapat dilihat dari indikator sisa makanan oleh

pasien (Heryawanti, 2004). Hasil penelitian Nareswara (2011) menunjukkan

bahwa ada hubungan antara sisa makanan pasien dengan kepuasan pasien

terhadap penampilan makanan.

Namun demikian, hasil uji korelasi Spearman pada penelitian ini, tidak

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p>0,05) antara sisa makanan

Page 58: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

45

contoh dengan kepuasan contoh terhadap cita rasa makanan yang disajikan.

Meskipun contoh merasa cukup puas dengan makanan yang disajikan oleh

Rumah Sakit Swasta “X”, namun adanya makanan luar dimungkinkan

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi contoh terhadap makanan rumah sakit.

Page 59: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

46

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Jumlah tenaga kerja pelayanan gizi RS Swasta “X” berjumlah satu orang

ahli gizi dan dua orang penyaji khusus rawat inap kelas III. Perencanaan

anggaran bahan makanan disusun setiap satu tahun oleh bagian administrasi

dapur dan kantin berdasarkan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan). Perencanaan menu oleh ahli gizi dapur dan dievaluasi setiap enam

bulan. Pembelian bahan makanan melalui koperasi (untuk bahan makanan

kering) dan rekanan/supplier (untuk bahan makanan basah) yang dipilih melalui

tender/lelang. Penerimaan bahan makanan dilakukan di ruang penerimaan

meliputi kegiatan pengecekan, pencatatan, dan pelaporan. Pengolahan

dilakukan di dapur gedung utama. Pemorsian untuk pasien kelas III dilakukan di

dapur gedung kelas III oleh penyaji. Belum ada pengawasan langsung oleh ahli

gizi terhadap proses penyajian. Makanan untuk kelas III disajikan dengan piring

dan mangkuk porselen, serta sendok stainless steel. lalu dikemas dengan plastic

wrapping. Pendistribusian makanan untuk kelas III dengan sistem desentralisasi.

Sebesar 76,6% contoh termasuk dalam kelompok umur dewasa awal

(umur 20 – 40 tahun). Lebih dari separuh contoh (60%) berjenis kelamin laki-laki

dan 40% contoh berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan contoh

sebagian besar yaitu tamat SMA (63,3%). Jenis penyakit yang diderita oleh

contoh sebagian besar (30%) adalah demam berdarah dengue (DBD). Jenis diet

yang didapatkan sebagian besar contoh (56,7%) adalah diet lunak/bubur kasar.

Sisa makanan pada kelompok dewasa tengah paling tinggi dengan rata-

rata sisa sebesar 19,4%. Rata-rata sisa makanan pada laki-laki lebih rendah

(14,9%) daripada perempuan (16,0%). Persentase sisa makanan contoh yang

tamat Sekolah Dasar (SD) lebih besar (18, 63%) dibandingkan contoh yang

tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

yang masing-masing besarnya 10,47% dan 13,74%. Sisa makanan berdasarkan

jenis penyakit, yang tertinggi pada penyakit hati/liver yaitu sebesar 23,81%

kemudian menyusul fraktur (17,64%) dan DBD (17,09%). Rata-rata sisa

makanan berdasarkan jenis diet yaitu diet halus (24,99%), diet lunak (16,46%),

dan diet biasa (12,38%). Sisa makanan pada makan siang lebih tinggi (17,23%)

dibandingkan makan pagi (15,59%) dan makan sore (13,99%). Sisa makanan

berdasarkan menu, sejumlah 8 jenis menu masih memiliki rata-rata sisa di atas

20%, antara lain sop buncis, bening bayam, menir kangkung, kakap tim, sayur

Page 60: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

47

asem, sop wortel, sop wortel-kentang, dan sop biasa. Sebagian besar menu

dengan rata-rata sisa di atas 20% tersebut termasuk dalam golongan sayuran.

Rata-rata energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang terbuang bersama

sisa makanan contoh per hari per orang secara berturut-turut adalah 132 Kkal,

7,2 gram, 2,8 gram, dan 20,8 gram. Jika dibandingkan dengan angka kebutuhan

contoh, presentase sisa terbesar adalah protein (12%), kemudian berturut-turut

energi (6,62%), karbohidrat (1,73%), dan lemak (0,57%).

Rata-rata biaya yang hilang dari sisa makanan yaitu sebesar Rp 2.893,25

per hari per orang. Tingkat kehilangan biaya makan adalah sebesar 11,57% dari

total biaya makan per orang per hari. Jika dilihat dalam satu bulan, maka

kehilangan yang terjadi yaitu sebesar Rp 86.797,50 per orang dan dalam

setahun yaitu sebesar Rp 1.056.036 per orang. Namun demikian, nilai tersebut

belum termasuk penambahan biaya tenaga dan biaya overhead yang ikut

dikeluarkan dalam penyelenggaraan makanan.

Atribut-atribut yang termasuk dalam prioritas utama (kuadran A) adalah

variasi lauk hewani, sedangkan yang perlu dipertahankan (kuadran B) adalah

variasi lauk nabati, variasi sayur, ketepatan waktu, kebersihan alat, rasa bumbu

lauk hewani, rasa bumbu lauk nabati, kematangan nasi, kematangan lauk

hewani, dan kematangan lauk nabati. Atribut yang dianggap tidak terlalu

diharapkan oleh pasien serta kinerjanya rendah (kuadran C), yaitu porsi nasi atau

bubur, porsi lauk hewani, porsi lauk nabati, porsi sayur, warna lauk hewani,

warna lauk nabati, warna sayur, aroma bumbu lauk nabati, dan aroma sayur.

Atribut yang tingkat kepentingan/harapan rendah, namun tingkat kinerjanya tinggi

(kuadran D) adalah rasa bumbu sayur dan kematangan sayur. Sebesar 56,67%

contoh menyatakan cukup puas dengan makanan yang disajikan oleh RS

Swasta “X”.

Sebesar 40% contoh menyatakan puas, dan sisanya (3,33%) menyatakan

sangat puas dengan makanan yang disajikan. Hasil uji korelasi Spearman tidak

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p>0,05) antara sisa makanan

contoh dengan kepuasan contoh terhadap cita rasa makanan yang disajikan.

Adanya makanan luar dimungkinkan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi

contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit.

Page 61: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

48

Saran Sebaiknya diadakan pengawasan langsung oleh ahli gizi saat proses

penyajian berlangsung. Ruangan ahli gizi kelas III sebaiknya berdekatan dengan

ruang penyajian, sehingga mempersingkat perpindahan informasi mengenai

perubahan jenis diet dan sebagainya antara ahli gizi maupun penyaji.

Pengendalian suhu ruangan penyimpanan bahan makanan kering perlu

dilakukan agar kualitas bahan makanan tersebut tetap baik. Selain itu,

pengendalian suhu pada lemari pending untuk bahan makanan basah juga perlu

dilakukan.

Makanan luar rumah sakit perlu diawasi karena dimungkunkan dapat

mempengaruhi tingkat konsumsi pasien, sehingga untuk penelitian selanjutnya

sebaiknya diamati juga konsumsi pasien dari luar rumah sakit. Variasi bentuk

untuk lauk hewani perlu ditingkatkan agar kebosanan yang dialami pasien dapat

diatasi. Perlu adanya perbaikan menu untuk sayur dengan menggunakan porsi

kecil dan dimodifikasi pengolahannya bersama dengan lauk hewani atau nabati.

Selain itu, perlu adanya transparansi mengenai informasi biaya tenaga

kerja dan overhead dalam penyelenggaraan makanan. Hal tersebut dimaksudkan

agar dapat diketahui efisiensi dari penggunaan total biaya penyelenggaraan

makanan yang dilakukan di Rumah Sakit Swasta “X”.

Page 62: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

49

DAFTAR PUSTAKA Almatsier dkk. 1992. Pelayanan Gizi Rumah Sakit dan Perkembangan Ilmu serta

Teknologi Gizi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Al-Shoshan AA. 1998. Hospital Malnutrition Worldwide in Queens Medical Centre

Nottingham. J of Clinical Nutrition 88(1): 79–82. Atmarita & Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Dalam: Widya Karya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Penelitian Indonesia

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Buku Pedoman

Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta.

___________. 2003. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Jakarta:

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. ___________. 2006. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. ___________. 2010. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:

Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Fajarwati V. 2010. Pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pedagang dan

sanitasi makanan jajanan kaki lima (studi di area jalan Babakan Raya Darmaga Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Furqon D. 2010. Penyelenggaraan makanan dan tingkat kepuasan pelanggan

pada rumah makan: studi kasus Rumah Makan Panggang Ayam Kampung Galuga 2, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Hartono A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. Yogyakarta: Penerbit Buku

Kedokteran. John A. Martilla and John C. James. 1977. Importance-performance analysis.

Journal of Marketing 77 – 79. Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran. Ed ke-11. Jilid 1. Jakarta: Indeks. Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:

Bharata. ________. 1999. Pengaruh Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Page 63: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

50

Mukrie NA. 1990. Manajemen Makanan Institusi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Nareswara AS. 2011. Hubungan kepuasan pasien dari aspek kualitas makanan

rumah sakit dengan sisa makanan di RSUD Kota Semarang [tesis].Semarang. Fakutas Kesehatan, Universitas Diponegoro.

Nida K. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sisa makanan pasien

rawat inap di rumah sakit jiwa sambang lihum [skripsi]. Banjarbaru: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo Banjarbaru.

Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. Ed ke-11. Ohio: Pearson

Education. Papalia DE, Olds SW. 2001. Human Development, Second Edition. USA:

McGraw-Hill, Inc. Perdigon GP. 1989. Foodservice Management In The Philippines. Quezon City:

U.P. College of Hiomi Economics. [Persagi] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan

Indonesia. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Prawirohartono EP, Djamaluddin M, Paramastri I. 2005. Analisis zat gizi dan

biaya sisa makanan pada pasien dengan makanan biasa. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(3):108-112.

Ratna MR. 2009. Evaluasi Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi di

Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso [thesis]. Sukarta: Universitas Muhammadiyyah.

Sediaoetama AD. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Sevilla CG. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI-Press. Soegianto B. 2008. Pelayanan gizi rumah sakit. www.advokasigizirs.com [18 Mar

2011]. Soegih R. 1998. Kapita Selekta Nutrisi Klinik. Jakarta: PERNEPARI. Tjiptono F. 2008. Strategi Pemasaran. Ed ke-3. Yogyakarta: ANDI. Umar H. 2002. Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama West, Wood. 1998. Food Service in Institution Sixth Education. New York: Mac

Milan Publising Company. Williams PG, Walton K. 2011. Plate waste in hospital and strategies for change. J

of Clinical Nutrition and Metabolism 6: 235-241. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 64: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

51

LAMPIRAN

Page 65: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

52

Lampiran 1. Struktur Organisasi Pelayanan Gizi RS Swasta “X”

Direktur RS “X”

Manajer Satuan Bisnis

Usaha (SBU) Dapur

Manajer Satuan Bisnis

Usaha (SBU) rawat inap

Administrasi Dapur Ahli Gizi Rawat Inap Ahli Gizi Dapur

Asisten manajer

Cook Penyaji Petugas Gudang Cook helper Pastry

Page 66: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

53

Lampiran 2. Denah Dapur RS Swasta “X”

Keterangan :

1 = Ruang penerimaan

2 = Tempat penyimpanan bahan makanan kering (gudang)

3 = Tempet pencucian alat makan

4 = Kompor

5 = Tempat pencucian bahan makanan

6 = Tempat penyimpanan bahan makanan basah (lemari pendingin)

7 = Tempat istirahat pegawai

8 = Meja/tempat persiapan

9 = Meja/tempat pemorsian untuk kelas I dan II

10 = Ruang ahli gizi dapur

Page 67: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

54

Lampiran 3. Hasil uji SPSS karakteristik contoh, waktu makan, dan kepuasan dengan sisa makanan contoh Tabel 1 Hasil uji korelasi spearman hubungan umur dengan sisa makanan

contoh umur sisa_makan

Spearman's rho umur Correlation Coefficient 1,000 ,058Sig. (2-tailed) . ,048N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,058 1,000Sig. (2-tailed) ,048 . N 30 30

Tabel 2 Hasil uji korelasi spearman hubungan jenis kelamin dengan sisa

makanan contoh jenis_kelamin sisa_makan

Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,034Sig. (2-tailed) . ,235N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,034 1,000Sig. (2-tailed) ,235 . N 30 30

Tabel 3 Hasil uji korelasi spearman hubungan tingkat pendidikan dengan sisa

makanan contoh jenis_kelamin sisa_makan

Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,001Sig. (2-tailed) . ,070N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,001 1,000Sig. (2-tailed) ,070 . N 30 30

Tabel 4 Hasil uji korelasi spearman hubungan jenis penyakit dengan sisa makanan contoh

jenis_kelamin sisa_makan Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,016

Sig. (2-tailed) . ,046N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,016 1,000Sig. (2-tailed) ,046 . N 30 30

Tabel 5 Hasil uji korelasi spearman hubungan jenis diet dengan sisa makanan

contoh jenis_kelamin sisa_makan

Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,024Sig. (2-tailed) . ,097N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,024 1,000Sig. (2-tailed) ,097 . N 30 30

Page 68: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

55

Tabel 6 Hasil uji korelasi spearman hubungan waktu makan dengan sisa makanan contoh

jenis_kelamin sisa_makan Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,019

Sig. (2-tailed) . ,521N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,019 1,000Sig. (2-tailed) ,521 . N 30 30

Tabel 7 Hasil uji korelasi spearman hubungan kepuasan dengan sisa makanan

contoh jenis_kelamin sisa_makan

Spearman's rho jenis_kelamin Correlation Coefficient 1,000 ,195Sig. (2-tailed) . ,303N 30 30

sisa_makan Correlation Coefficient ,195 1,000Sig. (2-tailed) ,303 . N 30 30

Tabel 8 Hasil uji beda Kruskal Wallis sisa makanan contoh antar waktu makan

sisa_makan Chi-square 6,519

df 2Asymp. Sig. ,038

Tabel 9 Hasil uji lanjut Mann-Whitney sisa makanan contoh antar waktu makan

(pagi dengan siang) sisa_makan

Mann-Whitney U 70261,000Wilcoxon W 159937,000

Z -2,037Asymp. Sig. (2-tailed) ,042

Tabel 10 Hasil uji lanjut Mann-Whitney sisa makanan contoh antar waktu makan

(pagi dengan sore) sisa_makan

Mann-Whitney U 87683,000Wilcoxon W 175673,000

Z -,296Asymp. Sig. (2-tailed) ,767

Tabel 11 Hasil uji lanjut Mann-Whitney sisa makanan contoh antar waktu makan

(siang dengan sore) sisa_makan

Mann-Whitney U 68600,500Wilcoxon W 156590,500

Z -2,377Asymp. Sig. (2-tailed) ,017

Page 69: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

56

Lampiran 4. Kuisioner Penelitian

FORMULIR KARAKTERISTIK PASIEN Saya setuju untuk diwawancara

( )

Untuk keterangan ini dilihat pada catatan medis pasien

1. No. ID : _____________________________

2. Ruang perawatan : _____________________________

3. Tanggal masuk RS : ___/___/___

4. Nama pasien : _____________________________

5. Umur (tahun) : _________ tahun

6. Jenis kelamin 1. [ ] Laki-laki

2. [ ] Perempuan

7. Alamat : ________________________________________

________________________________________

8. Pendidikan 1. [ ] Tidak sekolah/tidak tamat SD

2. [ ] SD

3. [ ] SMP

4. [ ] SMA

5. [ ] Sarjana

Observer :_____________________ Tanggal :___/___/2012

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 70: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

57

Pengukuran Tingkat Kepentingan Pasien

No. ASPEK YANG DINILAI

Tingkat Kepentingan Sangat Tidak

PentingTidak

PentingCukup Penting Penting Sangat

Penting

I. Penampilan Makanan A. Besar Porsi 1 Porsi nasi 2 Porsi lauk hewani 3 Porsi lauk nabati 4 Porsi sayur 5 Porsi buah B. Warna Makanan 6 Warna lauk hewani 7 Warna lauk nabati 8 Warna sayur 9 Warna buah C. Penyajian 10 Nasi 11 Variasi lauk hewani 12 Variasi lauk nabati 13 Variasi sayur 14 Variasi buah 15 Katepatan waktu penyajian 16 Kebersihan alat II. Rasa Makanan A. Aroma 17 Aroma lauk hewani 18 Aroma lauk nabati 19 Aroma sayur B. Bumbu 20 Rasa bumbu lauk hewani 21 Rasa bumbu lauk nabati 22 Rasa bumbu sayur C. Kematangan 23 Kematangan nasi 24 Kematangan lauk hewani 25 Kematangan lauk nabati 26 Kematangan sayur 27 Kematangan buah

Page 71: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

58

Pengukuran Tingkat Kinerja (Kenyataan yang Diterima Pasien)

No. ASPEK YANG DINILAI

Tingkat Kinerja Sangat Tidak Baik

Tidak Baik

Cukup Baik Baik Sangat

Baik

III. Penampilan Makanan D. Besar Porsi 1 Porsi nasi 2 Porsi lauk hewani 3 Porsi lauk nabati 4 Porsi sayur 5 Porsi buah E. Warna Makanan 6 Warna lauk hewani 7 Warna lauk nabati 8 Warna sayur 9 Warna buah F. Penyajian 10 Nasi 11 Variasi lauk hewani 12 Variasi lauk nabati 13 Variasi sayur 14 Variasi buah 15 Katepatan waktu penyajian 16 Kebersihan alat IV. Rasa Makanan D. Aroma 17 Aroma lauk hewani 18 Aroma lauk nabati 19 Aroma sayur E. Bumbu 20 Rasa bumbu lauk hewani 21 Rasa bumbu lauk nabati 22 Rasa bumbu sayur F. Kematangan 23 Kematangan nasi 24 Kematangan lauk hewani 25 Kematangan lauk nabati 26 Kematangan sayur 27 Kematangan buah

Page 72: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

59

Pengukuran Tingkat Kepuasan

No. ASPEK YANG DINILAI

Tingkat Kepentingan Sangat Tidak Puas

Tidak Puas

Cukup Puas Puas Sangat

Puas

V. Penampilan Makanan G. Besar Porsi 1 Porsi nasi 2 Porsi lauk hewani 3 Porsi lauk nabati 4 Porsi sayur 5 Porsi buah H. Warna Makanan 6 Warna lauk hewani 7 Warna lauk nabati 8 Warna sayur 9 Warna buah I. Penyajian 10 Nasi 11 Variasi lauk hewani 12 Variasi lauk nabati 13 Variasi sayur 14 Variasi buah 15 Katepatan waktu penyajian 16 Kebersihan alat VI. Rasa Makanan G. Aroma 17 Aroma lauk hewani 18 Aroma lauk nabati 19 Aroma sayur H. Bumbu 20 Rasa bumbu lauk hewani 21 Rasa bumbu lauk nabati 22 Rasa bumbu sayur I. Kematangan 23 Kematangan nasi 24 Kematangan lauk hewani 25 Kematangan lauk nabati 26 Kematangan sayur 27 Kematangan buah

Lain-lain:

Alasan menyisakan makanan ……………………………………...............................

………………………………………………………………………………………………

Page 73: SISA MAKANAN DAN KEPUASAN PADA PASIEN RAWAT INAP … · rawat inap adalah banyaknya makanan yang tersisa (Depkes 1991). Hasil penelitian Djuriah (2008), di RS Hasan Sadikin Bandung

60

FORMULIR SISA MAKANAN PASIEN

Nama pasien : ______________________ Jenis diet:________ Jenis penyakit : ______________________ Tanggal : ___/___/2012

WAKTU MAKAN

KERANGKA MENU

JENIS BAHAN

MAKANAN

BERAT SISA MAKANAN (g)

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

PAGI Nasi

Lauk Hewani

Lauk Nabati

Sayur

Buah

SIANG Nasi

Lauk Hewani

Lauk Nabati

Sayur

Buah

SORE Nasi

Lauk Hewani

Lauk Nabati

Sayur

Buah