sistem pemerintahan

Embed Size (px)

Citation preview

ecara konstitusional, negara kita berdasarkan atas hukum yang demokratis (constitusional democracy atau democratische rechtstaat). Di dalamnya menganut supremasi konstitusi. Konstitusi sebagai hukum dasar tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain mengatur mengenai aspekaspek mendasar kenegaraan, seperti prinsip negara hukum dan demokrasi (rule of law), tujuan dan cita-cita bernegara (staatsidee), pemisahan kekuasaan (separation of power), hak dan wewenang lembaga negara, hubungan antarlembaga negara (check and balances), sistem pemerintahan, dan prinsipprinsip dasar hak asasi manusia (human rights). Baik sebelum maupun sesudah perubahan, UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Menurut kategori CF Strong, sistem presidensial memiliki ciri-ciri, pertama, pemilihan presiden secara langsung (direct mandate). Kedua, presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Ketiga, presiden berhak mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Keempat, masa jabatan presiden tetap (fix term). Kelima, presiden dapat dijatuhkan hanya karena alasan hukum, bukan alasan politik. Sistem ini menjamin adanya stabilitas pemerintahan, karena posisi presiden kuat di hadapan konstitusi (CF Strong, 1966). Namun demikian, sistem presidensial juga mengandung risiko legal maupun politik. Sebagaimana banyak terjadi di berbagai negara yang menganut sistem ini, Indonesia juga mengalaminya. Sejumlah risiko terkait implementasi sistem pemerintahan presidensial timbul bukan hanya karena regime type, tetapi juga karena kelemahan atau krisis institusional dan krisis konstitusional. Implementasi pemerintahan presidensial menurut UUD 1945 sebelum perubahan periode tahun 19992002, Republik Indonesia selalu mengalami sejumlah risiko. Risiko-risiko itu, pertama, kecenderungan otoriter dan terciptanya negara-kekuasaan (rule by decree), maklumat, penpres, surat perintah, pada periode 1945-1949, 1959, 1966; dan sulit merealisasikan negarahukum (rechtstaat). Kedua, legitimasi pemerintahan negara bukan melalui mekanisme consent by the governed atau berupa direct mandate. Ketiga, timbul kerancuan konstitusional dan institusional pemerintahan negara periode 1959-1966. Misalnya, penetapan dan keputusan presiden menjadi dasar "konstitusional" pemerintahan negara dan pembentukan lembaga-lembaga negara setelah Dekrit 5 Juli tahun 1959. Keempat, krisis politik dan sulitnya melakukan suksesi kepala negara dan kepala pemerintahan 1945-1966 dan 1966-1998. Kelima, kontrol ketat oleh pemerintah terhadap sistem demokrasi perwakilan melalui pemaksaan fusi Partai, mekanisme recall, litsus, kontrol kebebasan pers. Keenam, constitutional crisis dan extra-constitutional manouvers berupa maklumat, dekrit, penpres, kepres yang menimbulkan korupsi politik. Ketuju, pemerintahan negara mampu mempertahankan negaramerdeka, bersatu, dan berdaulat, namun belum mencapai negara-adil dan negara-makmur. Kedelapan, lemahnya perlindungan HAM, baik hak politik maupun ekonomi, sosial dan budaya. Kelemahan dan risiko tersebut terjadi karena UUD 1945 sebelum perubahan, telah diperbaiki dengan UUD hasil perubahan yang telah memenuhi syarat-syarat ideal konstitusi modern. Pertama, legitimasi konstitusi berdasarkan suatu konsensus lebih luas dari rakyat atau konvensi-konvensi wakil rakyat. Kedua, mengakui dan melindungi hakhak dasar rakyat. Ketiga, sistem pemilu dan direct mandate untuk kekuasaan pemerintahan negara. Keempat, kesetaraan lembaga negara. Kelima, memilah, mengecek dan menyeimbangkan hak, tanggungjawab, kewenangan, dan kemampuan lembaga-lembaga negara (separation of powers, checks and balances, self-regulatings).

Keenam, memiliki sistem tanggung jawab pemerintahan negara (lines of accountability). Ketujuh, independensi kekuasaan kehakiman dan mahkamah konstitusi. Kedelapan, menetapkan fixed-terms untuk masa jabatan pemegang kekuasaan pemerintahan negara. Institusional Type merupakan suatu sistem pemerintahan presidensial seperti rule of rotation melalui sistem pemilu, akuntabilitas pemerintahan, mekanisme pemisahan kekuasaan, checks and balances, independensi komisi pemilihan umum, mekanisme judicial review, impeachment, equality of power masing-masing lembaga pemerintahan negara, dan melalui sistem kepartaian sangat menentukan level risiko dari setiap implementasi sistem pemerintahan presidensial. Pentingnya faktor-faktor kelembagaan tipe-tipe rezim untuk menganalisis dampaknya terhadap variabel perantara, yakni konsolidasi demokrasi dan risiko-risiko sistem pemerintahan presidensial. Variabelvariabel kelembagaan mencakup pula sistem kepartaian, lines of accountability, checks and balances, sistem pemilu, judicial review, efektivitas pemerintah, pembuatan keputusan, good governance. Model konstitusional dan institusional pemerintahan presidensial Republik Indonesia menurut UUD 1945 sesudah perubahan periode tahun 1999-2002 mirip sistem pemerintahan presidensial AS. Seperti, pertama, pemilihan langsung presiden-wakil presiden dan wakil rakyat. Kedua, presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Ketiga, ada mekanisme checks and balances dan separation of powers di antara lembaga negara. Keempat, mengakui hak-hak dasar warga negara. Kelima, sistem pemilu regular. Keenam, tanggung jawab pemerintahan negara kepada pemilih dan konstitusi. Ketujuh, mekanisme judicial review. Ke delapan, mekanisme impeachment. Kesembilan, equality of branches. Sedangkan perbedaan sistem pemerintahan presidensial Amerika Serikat dan sistem pemerintahan presidensial Republik Indonesia meliputi, pertama, persyaratan konsensus untuk konstitusi Amerika Serikat lebih luas daripada kadar konsensus konstitusi UUD 1945 setelah perubahan yang bisa menggunakan mekanisme supremasi atau majority rule parlamen. Kedua, bentuk negara Amerika Serikat federal, sedangkan Republik Indonesia berbentuk kesatuan. Ketiga, ada mekanisme veto di antara lembaga-lembaga negara. Misalnya, presiden Amerika Serikat dapat memveto RUU yang diajukan oleh kongres. Keempat, sistem kepartaian Amerika Serikat cenderung two-party system, sedangkan sistem presidensial Republik Indonesia menurut UUD 1945 sesudah perubahan menetapkan sistem multipartai.***

Sistem pemerintahan Amerika Serikat didasarkan atas konstitusi (UUD) tahun 1787. Namun, konstitusi tersebut telah mengalami beberapa kali amandemen. Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi yang kuat dan berakar dalam kehidupan .masyarakat sehingga dianggap sebagai benteng demokrasi dan kebebasan Sistem pemerintahan Amerika Serikat yang telah berjalan sampai sekarang diusahakan tetap menjadi sistem pemerintahan demokratis. Sistem pemerintahan yang dianut ialah demokrasi dengan sistem presidensial. Sistem presidensial inilah yang selanjutnya dijadikan contoh bagi sistem pemerintahan negara-negara lain, meskipun telah mengalami pembaharuan sesuai dengan latar belakang negara yang .bersangkutan :Pokok-pokok sistem pemerintahan Amerika Serikat adalah a. Amerika Serikat adalah negara republik dengan bentuk federasi (federal) yang terdiri atas 50 negara bagian. Pusat pemerintahan (federal) berada di Washington dan pemerintah negara bagian (state). Adanya pembagian kekuasaan untuk pemerintah federal yang memiliki kekuasaan yang didelegasikan konstitusi. Pemerintah negara bagian memiliki semua kekuasaan yang tidak didelegasikan kepada pemerintah .federal b. Adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Antara ketiga badan tersebut terjadi cheks and balances sehingga tak ada yang terlalu .menonjol dan diusahakan seimbang c. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu paket (ticket) oleh rakyat secara langsung. Dengan demikian, presiden tak bertanggung jawab kepada kongres (parlemennya Amerika Serikat) tetapi pada rakyat. Presiden membentuk kabinet dan mengepalai badan eksekutif yang mencakup .departemen ataupun lembaga non departemen d. Kekuasaan legislatif berada pada parlemen yang disebut kongres. Kongres terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Senat dan Badan Perwakilan (The House of Representative). Anggota Senat adalah perwakilan dari tiap negara bagian yang dipilih melalui pemilu oleh rakyat di negara bagian yang bersangkutan. Tiap negara bagian punya 2 orang wakil. Jadi terdapat 100 senator yang terhimpun dalam The Senate of United State. Masa jabatan Senat adalah enam tahun. Akan tetapi dua pertiga anggotanya diperbaharui tiap 2 tahun. Badan perwakilan merupakan perwakilan dari rakyat Amerika Serikat yang dipih langsung untuk masa jabatan 2 .tahun e. Kekuasaan yudikatif berada pada Mahkamah Agung (Supreme Court) yang bebas dari pengaruh dua badan lainnya. Mahkamah Agung menjamin tegaknya kebebasan .dan kemerdekaan individu, serta tegaknya hukum f. Sistem kepartaian menganut sistem dwipartai (bipartai). Ada dua partai yang menentukan sistem politik dan pemerintahan Amerika Serikat, yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Dalam setiap pemilu, kedua partai ini saling memperebutkan .jabatan-jabatan politik

g. Sistem pemilu menganut sistem distrik. Pemilu sering dilakukan di Amerika Serikat. Pemilu di tingkat federal, misalnya pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, pemilu untuk pemilihan anggota senat, pemilu untuk pemilihan anggota badan perwakilan. Di tingkat negara bagian terdapat pemilu untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, serta pemilu untuk anggota senat dan badan perwakilan negara bagian. Di samping itu, terdapat pemilu untuk memilih walikota/dewan kota, serta .jabatan publik lainnya h. Sistem pemerintahan negara bagian menganut prinsip yang sama dengan pemerintahan federal. Tiap negara bagian dipimpin oleh gunernur dan wakil gubernur sebagai eksekutif. Ada parlemen yang terdiri atas 2 badan, yaitu Senat mewakili daerah yang lebih rendah setingkat kabupaten dan badan perwakilan sebagai perwakilan rakyat negara bagian

Siapa pelaksana kekuasaan negara dapat dikaitkan dengan negara Monarki dan Negara Republik. Secara konseptual, jabatan Presiden dipertalikan dengan negara republik[1] sedangkan raja dipertalikan dengan negara kerajaan.[2] Duguit membedakan antara republik dan monarchie berdasarkan bagaimana kepala negara diangkat. Jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk pemerintahan disebut monarchie pelaksana kekuasaan negara disebut raja sedangkan jika kepala negara dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka negaranya disebut republik pelaksana kekuasaan negara disebut Presiden.[3] Jika keberadaan Presiden berkaitan dengan bentuk Pemerintahan maka kekuasaan Presiden dipengaruhi dengan sistim pemerintahan. Pada sistem pemerintahan biasanya dibahas pula dalam hal hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif. Secara umum sistim pemerintahan terbagi atas tiga bentuk yakni sistim pemerintahan Presidensil, parlementer dan campuran yang kadang-kadang disebut kuasi Presidensil atau kuasi parlementer.[4] Sistem pemerintahan parlementer terbentuk karena pergeseran sejarah hegemonia kerajaan. Pergeseran tersebut seringkali dijelaskan kedalam tiga fase peralihan, meskipun perubahan dari fase ke fase yang lain tidak selalu tampak jelas. Pertama, pada mulanya pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas seluruh sistem politik atau sistem ketatanegaraan. Kedua, Kemudian muncul sebuah majelis dengan anggota yang menetang hegemoni raja. Ketiga, mejalis mengambil ahli tanggung jawab atas pemerintahan dengan bertindak sebagai parlemen maka raja kehilangan sebagian besar kekuasaan tradisionalnya.[5] Oleh sebab itu keberadaan sistem parlementer tidaklah lepas dari perkembangan sejarah negara kerajaan seperti Inggris, Belgia dan sewedia.

Ciri umum pemerintahan parlementer sebagaimana dijelaskan S.L Witman dan J.J Wuest, yakni:[6] 1. It is based upon the diffusions of powers principle. 2. There is mutual responsibility between the the executive and the legislature; hance the executive may dissolve the ligislature or he must resign together with the rest of the cabinet whent his policies or no longer accepted by the majority of the membership in the legislature. 3. There is also mutual responsibility between the executive and the cabinet. 4. The executive (Prime Minister, Premier, or Chancellor) is chosen by yhe titular head of the State (Monarch or Presiden), accorfing to the support of majority in the legislature. Selain itu Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa dalam sistem parlementer dapat dikemukakan enam ciri, yaitu: (i) Kabinet dibentuk dan bertanggung jawab kepada parlement. (ii) Kabinet dibentuk sebagai satu kesatuan dengan tanggung jawab kolektif dibawah Perdana Menteri. (iii) Kabinet mempunyai hak konstitusional untuk membubarkan parlemen sebelum periode bekerjanya berakhir. (iv) Setiap anggota kabinet adalah anggota parlement yang terpilih. (v) Kepala pemerintahan (Perdana Menteri) tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan hanya dipilih menjadi salah seorang anggota parlement. (vi) Adanya pemisahan yang tegas antara kepala negara dengan kepala pemerintahan.[7] Berdasarkan ciri-ciri sistem pemerintahan tersebut. Pada hakekatnya kedua pendapat tersebut tidaklah berbeda, keduanya memiliki persamaan. Dalam kaitannya dengan kedudukan Presiden berdasarkan apa yang dijabarkan dalam ciri tersebut, kedudukan Presiden hanya ditemukan pada sistem parlementer yang berbentuk negara republik. Menurut S.L Witman dan J.J Wuest pada ciri yang keempat dan Jimly Asshiddiqie Pada ciri yang keenam, kedudukan Presiden hanyalah sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan diemban oleh Perdana Menteri. Pada sistem parlementer kedudukan Presiden hanya sebagai kepala negara dimaksud bahwa Presiden hanya memiliki kedudukan simbolik sebagai pemimpin yang mewakili segenap bangsa dan negara. Di beberapa negara, kepala negara juga memiliki kedudukan seremonial tertentu seperti pengukuhan, melantik dan mengambil sumpah Perdana Menteri beserta para anggota kabinet, dan para pejabat tinggi lainnya, mengesahkan undang-undang, mengangkat duta dan konsul, menerima duta besar dan perwakilan negara-negara asing, memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehalibitasi. Selain itu pada negara-negara yang menganut sistem multi partai kepala negara dapat mempengaruhi pemilihan calon Perdana Menteri.[8] Bagan Sistem Perintahan Parlementer[9]

Sebagai mana dijelaskan di atas pada sistem pemerintahan parlementer terdapat pemisahan antara kepala negara dengan kepala pemerintahan. Hampir seluruh negara yang menganut sistem ini dapat dipastikan seorang kepala pemerintahan dipilih dari keanggotaan parlemen. Bagaimanakah cara pengisian jabatan kepala negara pada sistem ini? Pada negara monarchi dapat dipastikan kepala negaranya seorang raja menurut Duguit berdasarkan keturunan. Sedangkan pada negara yang bebebentuk republik dimana kepala negaranya diemban oleh Presiden pada setiap negara memiliki mekanisme yang berbeda-beda dan Presiden memiliki masa jabata yang telah ditentukan. Pengisian jabatan Presiden pada negara republik pada sistem parlementer di sebagian negara diatur di dalam konstitusi mereka. Beberapa negara memilih secara langsung Presiden mereka, dipilih oleh parlement atau oleh suatu badan pemilihan. [10] Sedangkan untuk masa jabatan Presiden sekitar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun. Dalam pemerintahan Presidensial tidak ada pemisahan antara fungsi kepala negara dan fungsi kepala pemerintahan, kedua fungsi tersebut dijalankan oleh Presiden.[11] Presiden pada sistem Presidensil dipilih secara langsung oleh rakyat atau melalui badan pemilihan dan memiliki masa jabatan yang ditentukan oleh konstitusi.[12] Menurut von Mettenheim dan Rockman sebagaimana dikutip Rod hague dan Martin Harrop sistem Presidensil memiliki beberapa ciri yakni :[13] 1. popular elections of the Presiden who directs the goverenment and makes appointments to it. 2. fixed terms of offices for the Presiden and the assembly, neither or which can be brought down by the other (to forestall arbitrary use of powers). 3. no overlaping in membership between the executive and the legislature. Dalam keadaan normal, kepala pemerintahan dalam sistem Presidensial tidak dapat dipaksa untuk mengundurkan diri oleh badan legislatif (meskipun terdapat kemungkinan untuk memecat seorang Presiden dengan proses pendakwaan luar biasa). Jika pada sistem parlementer memiliki pemerintah/eksekutif kolektif atau kolegial maka pada sistem Presidensial memiliki eksekutif nonkolegial (satu orang), para anggota kabinet Presidensial hanya merupakan penasehat dan bawahan Presiden. Menurut Duchacck perbedaan utama antara sistem Presidensil dan parlementer pada pokoknya menyangkut empat hal, yaitu: terpisah tidaknya kekuasaan seremonial dan politik (fusion of ceremonial and political powers), terpisah tidaknya personalia

legislatif dan eksekutif (separation of legislatif and eksekutif personels), tinggi redahnya corak kolektif dalam sistem pertanggungjawbannya (lack of collective responsibility), dan pasti tidaknya jabatan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (fixed term of office).[14] Bagan Sistem Perintahan Presidensil[15]

Sedangakan untuk sistem pemerintahan campuran memiliki corak tersendiri yang juga dapat disebut sistem semi-presidensial. Sistem pemerintahan campuran dapat diartikan: Semi-Presidenial government combines an elected Presiden performing political tasks with a prime minister who heads a cabinet accountable to parliament. The prime minister, usually appointed by the Presiden, is responsible for day-to-day domestic government (including relations with the assembly) but the Presiden retains an oversight role, responsibility for foreign affairs, and can usually take emergency powers.[16] Didalamnya ditentukan bahwa Presiden mengangkat para menteri termasuk Perdana Menteri seperti sistem Presidensil, tetapi pada saat yang sama Perdana Menteri juga diharuskan mendapat kepercayaan dari parlemen seperti dalam sistem parlementer. [17] Perdana Menteri pada umumnya ditugaskan oleh Presiden, adalah bertanggung jawab untuk pemerintah domestik sehari-hari tetapi memiliki tanggung jawab untuk urusan luar negeri, dan dapat pada umumnya mengambil kuasa-kuasa keadaan darurat. Menurut Duverger sistem ini memiliki ciri, yakni :[18] 1. The Presiden of the republic is elected by universal suffrage. 2. He possesses quite considerable powers. 3. He has opposite him, however, a prime minister and minister who possess executive and governmental powers and can stay in office only if the parliament does not show its oppositions to them. Jadi pada sistem campuran ini kedudukan Presiden tidak hanya sebagai serimonial saja, tetapi turut serta didalam pengurusan pemerintahan, adanya pembagian otoritas didalam eksekutif.

Bagan Sistem Perintahan campuran[19]

Sejarah ketatanegaraan Indoenesia sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 kemerdekaan, Konstitusi RIS, Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sampai dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia mengalami beberapa perubahan sistem pemerintahan. Indonesia terus mencari suatu bentuk yang ideal. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar 1945 menganut sistim pemerintahan quasi Presidensial. Alasannya karena dilihat dari sudut pertanggungjawaban Presiden kepada MPR, sebagiman dikatakan lebih lanjut:[20] Jadi berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945, sistem pemerintahannya adalah Presidensil, karena Presiden adalah eksekutif, sedangkan menteri-menteri adalah pembantu Presiden. Dilihat dari sudut pertanggungan jawab Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka berarti bahwa eksekutif dapat dijatuhkan oleh lembaga negara lain kepada siapa Presiden bertanggung jawab maka sistem pemerintahan di bawah Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebut quasi Presidensil Kekuasaan Presiden di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan yang dikatakan menganut sistim pemerintahan quasi Presidensial memiliki tiga kekuasaan sebagai yakni, sebagai kepala negara, sebagai kepala pemerintahan dan sebagai mendataris MPR. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 merubah sistem pemerintahan Indonesia. Dengan perubahan ini Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensil. Jika pada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan memiliki kelemahan yakni cenderung sangat executive hevy maka setelah perubahan hal ini tidak terwujud lagi, perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menganut sistem pemeritahan Presidensil yang dapat menjamin stabilitas pemerintah.[21] Dalam sistem pemerintahan Presidensil yang diadosi oleh Undang-Undang Dasar 1945 menurut Jimly Asshiddiqie memiliki lima perinsip penting, yaitu:[22] (1) Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan esekutif negara yang tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar. (2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen,

melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih. (3) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum dan konstitusi. (4) Para menteri adalah pembantu Presiden. (5) Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam sistem Presidensil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintah, ditentukan pula masa jabatan Presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Kelima ciri tersebut merupakan ciri sistem pemerintahan Presidensil yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan. ___________ [1] Perkataan republik (republica, republic) telah dikenal sejak masa Yunani kalsik dan rumawi. Buku yang ditulis Plato (Yunani), Cicero (Rumawi), keduanya berjuduk Republik (republica). Walaupun demikian, uraian Plato dan Cicero yang terangkum dalam Republic, tidak dkaitkandengan jabatan Presiden. Tulisan Plato dan Cocero justru mengenai kerajaan. Perkataan republik pada waktu itu belum berkaitan dengan bentuk negara, melainkan dengan fungsi negara dalam cara menjalankan pemerintahan. Republik yang berasal dari res dan publica, menunjuk kepada suatu pemerintahan yang dijankan oleh dan untuk kepentingan umum. Bagir Manan, Jabatan KePresidenan Republik Indonesia dalam 70 Tahun Prof. Dr. Harun Alrasid (intergritas, konsistensi seorang sarjana hukum), editor. A. Muhammad Asrun dan Hendra Nurtjahjo, (Jakarta: Pusata Studi HTN UI, 2000), hlm. 163. [2] Menurut Hans Kelsen pembedaan antara monarki dengan republik terletak pelaksana kedaulatan When the sovereign power of community belong to one individual, the government of the constitutions is said to be monarchic. When the powers belongs to several individual, the constitution is called republican. A republikan is an aristroceacy ar a democracy, depending upon whether the sovereign powers belongs to mayority of the people Hans Kelsen, General Theory of Law and State, (New York: Russell & Russell, 1961), hlm. 283. [3] Moh Kusnadi dan Harmelly Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN dan CV Sinar Bakti, 1983), hlm. 167. [4] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah (telaah perbandingan konstitusi berbagai negara), Cet.1, (Jakarta: UI-PRESS, 1996), hlm. 59. [5] Dauglas V. Verney, Pemerintahan Parlementer dan Presidensil dalam Sistem Sistem Pemerintah Parlementer dan Presidensial, Arend Lijphard saduran Ibrahim R, (Jakarta: Pt Garfindo Perkasa, 1995), hlm. 36. [6] Shepherd L. Witman dan John J. Wuest, Comperative Government, (Newyersy: Littleffield, Adams & Co, 1963), hlm. 8-9; sebagaimana pula dikutip suwoto Mulyosudarmo dalam Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan (Kajian Teoritis dan Yuridis terhadap Pidato Nakwasara), (Jakarta: Pt. Garamedia, 1997), hlm. 21. [7] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan, Op. Cit., hlm. 67. [8] Ibid., hlm. 76-81; Wewenang dan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Negara pada sistem parlementer diatur secara konstitusional Sebagai contoh: Algeria (Article 77) In addition to the powers bestowed, explicitly, upon him by other provisions of the Constitution the Presiden of the Republic has the following powers and prerogatives: he is the Supreme Chief of all the Armed Forces of the Republic; he decides and conducts the foreign policy of the Nation; he presides the Cabinet; he appoints the Head of Government and puts an end to his functions; he signs the Presidenial decrees; he has the right of pardon, remission or commutation of punishment; he can

refer to the People through a referendum on any issue of national importance; he concludes and ratifies international treaties; he awards State medals, decorations and honorific titles. Italia (Article 87) The Presiden of the Republic is the head of the State and represents the unity of the Nation; The Presiden may send messages to Parliament; He shall call the elections of the two Chambers and fix the date of their first meeting; He shall authorize the submission to Parliament of bills proposed by the Government; He shall promulgate laws and issue decrees having the value of law, and government regulations; He shall call a referendum in such cases as are laid down by the Constitution; He shall appoint State officials in such cases as are laid down by the law; He shall accredit and receive diplomatic representatives; ratify international treaties, provided they are authorized by Parliament whenever such authorization is needed; The Presiden shall be the commander of the Armed forces. [9] Rod hague dan Martin Harrop, Comperative Government and Politics an introduction, 5 ed, (New York: Palgrave, 2001), hlm. 240. [10] Autria dan Irlandia pemilihan secara langsung (direct popular elections), Israel oleh parlemnet dan Germany, India dan Italia dipilih oleh suatu badan pemilihan. Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm. 242. [11] Menurut pendapat Alan R. Ball salah satu ciri pemerintahan Presidensil adalah The Presiden is both nominal and political head of State Alan R. Ball, Modern Politic and Governmet, (New York: Macmillan Student Editiond, 1971), hlm. 24. [12] Negara Amerika merupakan acuan bagi sistem Presidensil. Sistem pemisahan kekuasaan dan sistem check and balance menjadi konsekwesi terbentuknya sistem pemerintahan Presidensil. Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Op. Cit., hlm. 177. [13] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 237. [14] Jimly Asshiddiqie, Pergumulan, hlm. 82. [15] Rod hague dan Martin Harrop, Op. Cit., hlm. 237. [16] Ibid., hlm. 245. [17] Sistem campuran ini dapat pula disebut hybrid system. Jika dipandang dari segi Presidensil maka dikenal dengan kuasi Presidensil sedangkan jika dipandang dari sistem parlementer maka dikenal dengan kuasi parlementer. Jimly Asshiddiqie, Pergumulan, Op. Cit., hlm. 89. [18] Rod hague dan Martin Harrop, Op., Cit. hlm. 245. [19] Ibid. [20] Moh. Kusnardi dan Harmally Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Pusat Studi HTN U, 1983), hlm. 180; sebagaimana dikutip pula dalam A. Hamid S Attamimi, Op. Cit., hlm. 125-126; dapat dilihat pula menurut Muchyar Yara bahwa karena ciri-ciri sistem pemerintahan preidensil di dalam UUD 1945 terlihat lebih dominan dibandingkan ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer, maka tepatnya sistem pemerintahan yang dianut oleh UUD 1945 disebut sebagai, Sistem pemerintahan Quasi Presidensil. Muchyar Yara, Op. Cit., hlm. 79. [21] Jimly Asshiddiqie, Sruktur Ketatanegaraan , Op. Cit., hlm. 5 Unduh Files