Sistem Penanggulangan Gawat Darura1

  • Upload
    rifqims

  • View
    145

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vzdv

Citation preview

SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURATTERPADU PENDAHULUANSejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving.Merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang bersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin dan multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu bagi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana dan kejadian luar biasa.Didalam memberikan pelayanan medis SPGDT dibagi menjadi 3 sub sistem yaitu : sistem pelayanan pra rumah sakit, sistem pelayanan pelayanan di rumah sakit dan sistem pelayanan antar rumah sakit. Ketiga sub sistem ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain, dan bersifat saling terkait dalam pelaksanaan sistem.Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, dimana tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life and limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.SISTEM PELAYANAN MEDIK PRA RUMAH SAKIT1. Public Safety CenterDidalam penyelenggaraan sistem pelayanan pra rumah sakit harus membentuk atau mendirikan pusat pelayanan yang bersifat umum dan bersifat emergency dimana bentuknya adalah suatu unit kerja yang disebut Public Safety Center (PSC), ini merupakan suatu unit kerja yang memberi pelayanan umum terutama yang bersifat emergency bisa merupakan UPT Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, yang sehari-harinya secara operasional dipimpin oleh seorang direktur. Selain itu pelayanan pra rumah sakit bisa dilakukan pula dengan membentuk satuan khusus yang bertugas dalam penanganan bencana dimana disaat ini sering disebut dengan Brigade Siaga Bencana (BSB), pelayanan ambulans, dan komunikasi. Dalam pelaksanaan Public Service Center dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat, dimana pengorganisasiannya dibawah pemerintah daerah, sedangkan sumber daya manusianya terdiri dari berbagai unsur, seperti unsur kesehatan, unsur pemadam kebakaran, unsur kepolisian, unsur linmas serta masyarakat sendiri yang bergerak dalam bidang upaya pertolongan pertama, sehingga memiliki fungsi tanggap cepat dalam penganggulangan tanggap darurat.2. Brigade Siaga Bencana (BSB)Merupakan suatu unit khusus yang disiapkan dalam penanganan pra rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan pelayana kesehatan dalam penanganan bencana. Pengorganisasian dibentuk oleh jajaran kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah (depkes, dinkes, rumah sakit) petugas medis baik dokter maupun perawat juga petugas non medis baik sanitarian gizi, farmasi dan lain-lain. Pembiayaan didapat dari instansi yang ditunjuk dan dimasukkan anggaran rutin APBN maupun APBD.3. Pelayanan AmbulansKegiatan pelayanan terpadu didalam satu koordinasi yang memberdayakan ambulans milik puskesmas, klinik swasta, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah maupun swasta, institusi kesehatan swasta maupun pemerintah (PT. Jasa Marga, Jasa Raharja, Polisi, PMI, Yayasan dan lain-lain). Dari semua komponen ini akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama antara pemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan mobilisasi ambulans terutama bila terjadi korban massal.4. KomunikasiDidalam melaksanakan kegiatan pelayanan kasus gawat darurat sehari-hari memerlukan sebuah sistem komunikasi dimana sifatnya adalah pembentukan jejaring penyampaian informasi jejaring koordinasi maupun jejaring pelayanan gawat darurat sehingg seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam satu sistem yang terpadu terkoordinasi menjadi satu kesatuan kegiatan.PELAYANAN PADA KEADAAN BENCANAPelayanan dalam keadaan bencana yang menyebabkan korban massal memerlukan hal-hal khusus yang harus dilakukan.Hal-hal yang perlu dilakukan dan diselenggarakan adalah :1. Koordinasi dan KomandoDalam keadaan bencana diperlukan pola kegiatan yang melibatkan unit-unit kegiatan lintas sektoral yang mana kegiatan ini akan menjadi efektif dan efisien bila berada didalam suatu komandio dan satu koordinasi yang sudah disepakati oleh semua unsur yang terlibat.2. Eskalasi dan Mobilisasi Sumber DayaKegiatan ini merupakan penanganan bencana yang mengakibatkan korban massal yang harus melakukan eskalasi atau berbagai peningkatan. Ini dapat dilakukan dengan melakukan mobilisasi sumber daya manusia, mobilisasi fasilitas dan sarana serta mobilisasi semua pendukung pelayanan kesehatan bagi korban.3. SimulasiDiperlukan ketentuan yang harus ada yaitu prosedur tetap (protap), petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk tekhnis (juknis) operasional yang harus dilaksanakan oleh petugas yang merupakan standar pelayanan. Ketentuan tersebut perlu dikaji melalui simulasi agar dapat diketahui apakah semua sistem dapat diimplementasikan pada kenyataan dilapangan.4. Pelaporan, Monitoring dan EvaluasiPenanganan bencana perlu dilakukan kegiatan pendokumentasian, dalam bentuk pelaporan baik yang bersifat manual maupun digital dan diakumulasi menjadi satu data yang digunakan untuk melakukan monitoring maupun evaluasi, apakah yang bersifat keberhasilan ataupun kegagalan, sehingga kegiatan selanjutnya akan lebih baik.SISTEM PELAYANAN MEDIK DI RUMAH SAKITHarus diperhatian penyediaan saran, prasarana yang harus ada di UGD, ICU,kamar jenazah, unit-unit pemeriksaan penunjang, seperti radiologi, laboratorium, klinik, farmasi, gizi, ruang rawat inap, dan lain-lain.1. HOSPITAL DISASTER PLANRumah sakit harus membuat suatu perencanaan untuk menghadapi kejadian bencana yang disebut Hospital Disaster Plan baik bersifat yang kejadiannya didalam rumah sakit maupun eksternal rumah sakit.2. UNIT GAWAT DARURAT (UGD)Di dalan UGD harus ada organisasi yang baik dan lengkap baik pembiayaan, SDM yang terlatih, sarana dengan standar yang baik, sarana medis maupun non medis dan mengikuti teknologi pelayanan medis. Prinsip utama dalam pelayanan di UGD adalah respone time baik standar nasional maupun standar internasional.3. BRIGADE SIAGA BENCANA RS (BSB RS)Didalam rumah sakit juga harus di bentuk Brigade Siaga Bencana dimana ini merupakan satuan tugas khusu yang mempunyai tugas memberikan pelayanan medis pada saat-saat terjadi bencana baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dimana sifat kejadian ini menyebabkan korban massal.4. HIGH CARE UNIT (HCU)Suatu bentuk pelayanan rumah sakit bagi pasien yang sudah stabil baik respirasi hemodinamik maupun tingkat kesadarannya, tetapi masih memerlukan pengobatan perawatan dan pengawasan secara ketat dan terus menerus, HCU ini harus ada baik di rumah sakit tipe C dan tipe B.5. INTENSIVE CARE UNIT (ICU)Merupakan suatu bentuk pelayanan di rumah sakit multi disiplin. Bersifat khusus untuk menghindari ancaman kematian dan memerlukan berbagai alat bantu untuk memperbaiki fungsi vital dan memerlukan sarana tekhnologi yang canggih dan pembiyaan yang cukup besar.6. KAMAR JENAZAHPelayanan bagi pasien yang sudah meninggal dunia, baik yang meninggal di rumah sakit maupun luar rumah sakit, dalam keadaan normal sehari-hari ataupun bencana. Pada saat kejadian massal di perlukan pengorganisasian yang bersifat komplek dimana akan di lakukan pengidentifikasian korban baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal dan memerluikan SDM yang khusus selain berhubungan dengan hal-hal aspek legalitas.SISTEM PELAYANAN MEDIK ANTAR RUMAH SAKITBerbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, untuk menerima pasien dan ini sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, ketersediaan fasilitas medis didalam sistem ambulans.1. EvakuasiBentuk layanan transportasi yang ditujukan dari pos komando, rumah sakit lapangan menuju ke rumah sakit rujukan atau transportasi antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana yang terjadi di rumah sakit, dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan evakuasi tetap harus menggunakan sarana yan terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang suah ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.2. Syarat syarat evakuasi Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di evakuasi Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi. Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban. Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling layak tersedia.3. Beberapa bentuk evakuasiEvakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan, karena lingkungan yang membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa, membutuhkan pertolongan segera, maupun bila terdapat sejumlah pasien dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena adanya acaman bagi jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal pasien syok, pasien stres dilingkungan kejadian dan lain-lain. Juga dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang mengakibatkan kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa, tetapi masih perlu pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di evakuasi bila sudah dalam keadaan baik atau stabil dan sudah memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien patah tulang.4. Kontrol lalu lintasUntuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas oleh kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis maupun pos komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar penderita dapat dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol lalu lintas harus seiring dengan proses evakuasi itu sendiri.Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4 Kecepatan :1. Kecepatan ditemukan adanya penderita GD2. kecepatan Dan Respon Petugas3. Kemampuan dan Kualitas4. Kecepatan Minta TolongKemungkinan yang terjadi jika terlambat melakukan resusitasiSistem Penanggulangan Gawat Darurat Koordinasi Lintas Unit0- 4 Menit Mati KlinisKerusakan Sel-sel otak tidak diharapkan

4-8 menitMungkin sudah terjadi Kerusakan Sel-Sel Otak

8-10 menitMati BiologisSudah Mulai terjadi Kerusakan Otak

>10 menitHampir Dipastikan terjadi Kerusakan sel-sel Otak

PENDAHULUANPenilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma). Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai.Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalah petunjuk umum dalam mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan perubahan.Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan pengelolaan bencana memerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat. Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit.Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaan bencana yang berhasil.Tingkat respons atas bencana. Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.TRIASE.Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Tag TriaseTag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.Triase Sistim METTAG. Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.Triase Sistem Penuntun Lapangan START.Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASEBila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritmaAlgoritma Sistem START :

Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor.Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA).3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :- Petugas Komando Bencana.- Petugas Komunikasi.- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.- Petugas Triase Primer.- Petugas Triase Sekunder.- Petugas Perawatan.- Petugas Angkut atau Transportasi.5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).- Sektor Bencana.- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.- Sektor Triase.- Sektor Tindakan Primer.- Sektor Tindakan Sekunder.- Sektor Transportasi.6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :7. Kritik Pasca Musibah.8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIKTim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.TRANSPORTASI KORBANKoodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana ke RS).PERIMETERPerimeter Terluar.Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar. Jalur untuk Transport KorbanPetugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.Keamanan.Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.

PENILAIAN AWAL. Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.

Survei Primer.Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIFFase Resusitasi.Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu.Survei Sekunder.Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum. Pemeriksaan Fisik Berurutan.Diktum jari atau pipa dalam setiap lubang mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai.Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi. PENUTUP.Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.RUJUKAN.1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006.2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002.5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American College of Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.6. Multiple Casualty Insidents. Available at http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.Kehalaman utama.

tips mengevakuasi korban Setiap TIM SAR pasti memiliki keahlian sendiri dalam mengaevakuasi korban. Bagi yang belum, pelajarilah cara-cara berikut.Untuk itulah diperlukan Standar / Panduan penanganan dan evakuasi korban yang berlaku bagi seluruh personel dan unit kesehatan di seluruh Kongo guna menghadapi kemungkinan terjadinya korban pertempuran, bencana alam maupun wabah penyakit. Triage Triage adalah pengelompokan pasien atau korban berdasarkan kondisi klinis korban, dengan tujuan untuk menentukan prioritas penanganan dan evakuasi korban. Hal ini untuk optimalisasi penggunaan sumber-sumber daya medis yang terbatas saat kejadian dan memastikan sebanyak mungkin korban dapat diselamatkan dalam keadaan korban masal. Triage umumnya dilakukan oleh dokter atau paramedik yang berpengalaman. Kegiatan Triage ini terus dilakukan karena kondisi pasien dapat memburuk, terutama selama evakuasi. Haruslah terus dimonitor sampai tiba di fasilitas medis, juga sebelum dievakuasi untuk penanganan lebih lanjut. a.Klasifikasi. Berbagai klasifikasi Triage yang berbeda telah dipergunakan oleh organisasi - organisasi pelayanan kesehatan nasional dan internasional. Pengelompokan pasien atau korban tergantung pada urgensi penanganan dan evakuasi, juga mempertimbangkan prognosisnya. Beberapa sistem berdasarkan pada skore trauma sedangkan sistem yang lain berdasarkan pertimbangan klinis. Sangatlah penting bagi unit unit kesehatan untuk terbiasa dengan klasifikasi triage dan pemasangan label di dalam daerah misi PBB. b. Triage Categories. PBB merekomendasikan menggunakan 4-category triage berdasarkan kondisi pasien dan urgensinya untuk penanganan.1. Prioritas 1 (MERAH: Segera). Kategori ini merupakan prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi, seperti tindakan resusitasi segera untuk memastikan penyelamatan korban atau pasien. Contoh obstruksi jalan nafas, kegawatan pernapasan, syok dan trauma parah. Pasien pasien pada katagori pertama dapat meninggal dalam 2 jam atau lebih cepat jika tidak ada penanganan yang tepat. 2. Prioritas 2 (KUNING: Mendesak). Ini meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera, terutama kasus bedah, direkomendasikan untuk evakuasi ke fasilitas bedah dalam 6 jam dari kejadian. Contoh meliputi trauma abdomen, trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia, trauma ekstremitas dan patah tulang, trauma kepala tertutup, trauma mata dan luka bakar derajad sedang. 3. Prioritas 3 (HIJAU: Tunda atau Evaluasi). Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain lebih memerlukan penanganan atau evakuasi. Contoh meliputi fraktur simple tertutup, trauma dada tertutup.4. Prioritas 4 (HITAM: Ada harapan atau meninggal). Kategori ini mengacu pada korban korban dengan trauma atau penyakit yang sangat serius sehingga kecil kemungkinan selamat atau meninggal saat datang (dead on arrival). Dengan adanya keterbatasan sumber-sumber daya medis yang ada, karena parahnya kondisi pasien, beberapa kasus prioritasnya lebih rendah untuk evakuasi atau penanganan. Contoh seperti mati batang otak dan penyakit terminal. Penanganan dan kebijakan Evakuasi(Evacuation Policy or Holding Policy) a. Kemampuan suatu fasilitas medis ditentukan oleh tingkat dukungan medis yang diberikan. Pada level yang lebih rendah, penekanannya pada resusitasi dan stabilisasi korban selanjutnya untuk dievakuasi ke level yang lebih tinggi. Pada cedera yang parah, tindakan definitif jarang dilakukan di level yang rendah dan diupayakan untuk segera dievakuasi.b. Pengorganisasi sumber-sumber daya medis di dalam daerah Misi PBB ditentukan oleh kemampuan terapi dan evakuasi masing - masing level. Harus diantisipasi juga akan adanya kesulitan atau keterlambatan dalam evakuasi, level ini harus meningkatkan kemampuan terapinya. Holding Policy (juga dikenal sebagai Evacuation Policy / kebijakan evakuasi) di dalam Misi adalah sebagai keseimbangan antara kemampuan terapi setiap level dengan ketersediaan sarana evakuasi. Hal ini dicapai dengan cara menentukan waktu maksimum seorang pasien dapat dirawat pada masing masing level. Kebijakan evakuasi ini ditentukan oleh: 1. Keterbatasan evakuasi disebabkan oleh tidak tersedianya sarana evakuasi, keterbatasanoperasional, cuaca atau topografi. 2. Kebutuhan akan sumber-sumber daya medis, misal ketika diperkirakan ada banyak pasien maka waktu evakuasi diperpendek.3. Ketersediaan sarana medis, misal sedikitnya fasilitas maka waktu evakuasi juga relatif singkat.

Evakuasi dan repatriasi Medisa. Tanggung jawab perencanaan dan penetapan suatu sistem evakuasi medis yang efektif terletak pada staf perencanaan di DPKO, serta staf medis dan administrasi di dalam daerah Misi. Force Medical Officer (FmedO) mengkoordinasikan semua aktivitas evakuasi di dalam daerah Misi, dengan dukungan dari administrasi dalam Misi dan panduan dari Medical Services Division (MSD). Rincian rencana evakuasi harus dimasukkan dalam setiap Missions Standard Operating Procedures (SOP). Terdapat tiga kategori rujukan pasien atau korban yaitu: 1. Evakuasi Korban (Casevac). Evakuasi korban dari lokasi kejadian ke fasilitas medis terdekat, idealnya dilakukan dalam 1 jam dari kejadian. 2. Evakuasi Medis (Medevac). Evakuasi korban antara dua fasilitas medis, baik di dalam daerah Misi (in - teater) atau ke luar daerah Misi (out-of-theatre). Korban dapat baik kembali ke tugas (Return to duty / RTD) dalam batasan waktu yang telah ditetapkan, atau direpatriasi / dipulangkan.3. Repatriasi Medis. Pengembalian seorang pasien atau korban ke negara asalnya karena alasan medis. b. Planning Determinants Faktor faktor yang menentukan perencanaan. 1. Mission Holding Policy. Seperti yang di atas, Mission Holding Policy harus ditetapkan sejak awal suatu operasi, dimana ditentukan waktu maksimum (dalam hari) seorang pasien dapat dirawat pada setiap tingkat perawatan medik. Ini pada gilirannya akan menentukan kemampuan penanganan dan kapasitas yang diperlukan pada setiap level serta perlengkapan evakuasi pendukung yang diperlukan. 2. Fitness for Evacuation. Kondisi klinis pasien adalah ukuran utama dalam menentukan waktu dan cara evakuasi antar level perawatan.3. Evacuation Time to Medical Facillity. Evakuasi harus dilakukan dalam satu waktu yang tepat, yang memungkinkan tindakan life or limb-saving secepat mungkin. Direkomendasikan bahwa evakuasi korban ke fasilitas level 2 atau 3 harus tidak lebih dari 4 jam dari waktu kejadian. 4. Evakuasi udara. Meskipun tidak selalu mungkin, idealnya evakuasi medis dilakukan dengan helikopter khusus, tindakan awal oleh Forward Medical Team yang dilengkapi dengan peralatan dan suplai life-support. Jika tidak ada level 2 dan atau 3 di dalam daerah Misi, maka helikopter atau pesawat terbang sayap tetap harus disediakan untuk Medevac ke berbagai fasilitas medis.c. Evakuasi Medis (Medevac) Medevac akan dilaksanakan jika fasilitas medis setempat tidak mampu memberikan terapi yang diperlukan. Kebijakan dan tata cara Medevac adalah sebagai berikut: 1. Staf Internasional, Personil Militer dan sipil dapat dievakuasi dengan biaya dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memastikan perawatan dan tindakan lebih lanjut. Staf lokal, keluarga dan anak-anak mereka dapat dievakuasi dalam situasi darurat atau jika kondisi mengancam nyawa. 2. Dalam situasi darurat, Chief of the Misin atau Force Commander dapat secara langsung menyetujui evakuasi medis, setelah konsultasi dengan FMedO dan Chief Administration Officer (CAO). Tidak diperlukan persetujuan lebih dulu dari Markas Besar PBB di dalam daerah Misi . 3. Evakuasi dapat melalui darat maupun udara dan menuju ke fasilitas medis terdekat dengan selalu memperhatikan kondisi penyakit atau luka-luka dan jenis terapi yang diperlukan .Kendaraan untuk transportasi harus diberi tanda dengan jelas yaitu Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. 4. Pengobatan sebelum dan selama evakuasi penting untuk didokumentasikan dengan baik dan disertakan bersama pasien ke fasilitas medis selanjutnya. Sebaiknya pasien didampingi oleh dokter atau perawat yang merawat pasien tersebut. 5. Untuk persalinan, macam-macam penyakit psikiatris yang memerlukan penyembuhan lebih lama, sebaiknya dievakuasi ke tempat untuk cuti atau repatriasi kepada negara asal. 6. Jika suatu negara lebih menyukai evakuasi personilnya sendiri yang bertentangan dengan pendapat petugas medis yang berwenang atau FMedO, maka evakuasi ini menjadi tanggung jawab negara dan biaya dari negara yang bersangkutan. 7. Pada kasus bukan gawat darurat, harus ada persetujuan Markas Besar PBB terlebih dahulu sebelum dilakukan Medevac. Pada kasus gawat darurat, hal ini tidak diperlukan, walaupun demikian Markas PBB diberitahukan segera setelah Medevac 8. Setelah mempunyai sertifikat kesehatan dari dokter pemeriksa, salinan sertifikat kesehatan harus disampaikan kepada direktur, MSD, yang selanjutnya akan menyetujui atau menolak kembali ke tempat tugas. Pada kasus penyakit atau luka-luka serius, pasien tidak kembali ke tempat tugas dengan biaya PBB. Hal ini tidak berlaku pada kasus bukan gawat darurat.d. Repatriasi Medis Repatriasi Medis apakah evakuasi pasien atau korban kembali ke negara asal atau Negara orang tuanya. Kebijakan dan tata cara mengenai repatriasi adalah sebagai berikut: 1. Repatriasi dengan alasan medis berlaku bagi semua personil yang tidak mampu lagi kembali bertugas di darah misi, atau yang memerlukan penanganan yang tidak tersedia di dalam daerah Misi. Secara umum, 30 hari adalah waktu yang ditetapkan dalam Holding Policy.2. Repatriasi Medis adalah tanggung jawab FMedO, dengan berkoordinasi dengan Komandan Kontingen nasional serta Chief Administration Officer (CAO). Pada pasien yang direpatriasi maka perawatan medik lebih lanjut adalah satu tanggung jawab Negara yang bersangkutan. 3. Personil Militer yang datang ke daerah Misi dalam kondisi tidak layak untuk bertugas akan dipulangkan segera dengan biaya dari Negara pengirim pasukan. Jika repatriasi diperlukan pada kondisi medis kronis yang didiagnosa atau sedang dalam terapi pada saat menjalankan tugas dalam misi, maka biaya repatriasi sudah disiapkan untuk Negara pengirim pasien. 4. Wanita hamil direpatriasi pada akhir bulan kelima kehamilan.5. Semua personil dengan gejala klinis atau tanda tanda AIDS harus segera direpatriasi. 6. Otorisasi repatriasi harus diperoleh dari direktur, Medical Services Division / Divisi Layanan Medis. Rekomendasi tertulis harus disampaikan oleh FMedO atau dokter yang berwenang, tanpa menghiraukan apakah biaya harus ditanggung oleh PBB, pemerintah atau pribadi yang bersangkutan. Jika sudah disetujui, maka CAO akan memproses untuk menyusun repatriasi oleh Misi atau kontingen dengan biaya yang paling ekonomis. 7. Jika mungkin, rotasi reguler atau penerbangan rutin dapat digunakan untuk repatriasi. Pembayaran uang saku perjalanan dan biaya terminal dapat disetujui jika kasusnya menjadi tanggungan PBB, dan uang saku bagasi adalah sesuai dengan rotasi personil. Jika memerlukan pendamping, maka ini dibatasi tanpa uang saku. 8. Untuk kasus yang memerlukan repatriasi medis segera, pesawat terbang militer atau sipil dapat disewa. PBB sejak 1989 bekerja sama dengan pemerintah Swiss dalam layanan ambulance udara untuk operasi operasi pemeliharaan perdamaian. Layanan ini disediakan oleh La Garde Aerienne Suisse de Sauvetage (REGA). REGA juga menyediakan personnel dan perlengkapan medis selama evakuasi.9. Manajemen korban massal dan bencana

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGDi Rumah Sakit banyak terjadi pemandangan yang sering kita lihat seperti pengangkatan pasien yang darurat atau kiritis, karena itu pengangkatan penderita membutuhkan cara-cara tersendiri. Setiap hari banyak penderita diangkat dan dipindahkan dan banyak pula petugas paramedik/penolong yang cedera karena salah mengangkat.Keadaan dan cuaca yang menyertai penderita beraneka ragam dan tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan memindahkan penderita saat mengangkat dan memindahkan penderita.Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit. Serangkaian tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit.Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit, pasti akan mengalamai proses pemindahan dari ruang perawatan ke ruang lain seperti untuk keperluan medical check up, ruang operasi, dll. Hal ini akan mengakibatkan resiko low back point baik bagi pasien maupun bagi perawat. Bila pasien akan melakukan operasi biasanya akan dipindahkan ke ruang transit sebelum masuk ke ruang operasi.1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian transportasi pada pasien ? 2. Bagaimana teknik pemindahan pada pasien ?3. Bagaimana Jenis-jenis transportasi pasien ?4. Apa yang dimaksud dengan transportasi pasien rujukan ?1.3 TUJUAN 1. Mendeskripsikan pengertian transportasi pada pasien 2. Mendeskripsikan teknik pemindahan pada pasien 3. Mendeskripsikan Jenis-jenis transportasi pasien 4. Mendeskripsikan transportasi pasien rujukan

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian Transportasi PasienTransportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter). Prosedur untuk transport pasien antaralain yaitu :ProsedurTransport Pasien :1. Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas (airway).2. Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke rumah sakit.3. Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan.4. Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu.Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.5. Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan.6. Melonggarkan pakaian yang ketat.7. Periksa perbannya.8. Periksa bidainya.9. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien10. Naikkan barang-barang pribadi.11. Tenangkan pasien.

2.2 Teknik Pemindahan Pada PasienTeknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan pasien dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance, dan branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankarMemindahkan klien dri tempat tidur ke brankar oleh perawat membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan klien ke brankar menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur ke branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Pemindahan pada klien membutuhkan tiga orang pengangkat 2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursiPerawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat tidur. Emindahan yang aman adalah prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat.3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidura. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawananb. Letakan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan yang jauh ari perawat, sedikit kedapan badan pasienc. Letakan kaki pasien yang terjauh dengan perawat menyilang di atas kaki yang terdekatd. Tempatkan diri perawat sedekat mungkin dengan pasiene. Tempatkan tangan perawat di bokong dan bantu pasien f. Tarik badan pasieng. Beri bantal pada tempat yang diperlukan. 2.3 Jenis-Jenis dari Transportasi PasienTransportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua : Transportasi gawat darurat dan kritis .

a. Transportasi Gawat Darurat :Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat daruratTulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada tutlang tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan punggung.Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat 1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai beban yang akan 2. diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan 3. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit sebelahnya 4. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat 5. Tangan yang memegang menghadap kedepan 6. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm 7. Jangan memutar tubuh saat mengangkat 8. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderitab. Transportasi Pasien Kritis :Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:

1. Koordinasi sebelum transport Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi Dokter yang bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan perawat juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien Tuliskan dalam rekam medis kejadian yang berlangsung selama transport dan evaluasi kondisi pasien

2. Profesional beserta dengan pasien: 2 profesional (dokter atau perawat) harus menemani pasien dalam kondisi serius. Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan pengalaman CPRatau khusus terlatih pada transport pasien kondisi kritis Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus menemanipasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang membutuhkan urgent action

3. Peralatan untuk menunjang pasien Transport monitor Blood presure reader Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan tambahan cadangan30 menit Ventilator portable, dengan kemampuan untuk menentukan volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with disconnection alarm and high airway pressure alarm. Mesin suction dengan kateter suction Obat untuk resusitasi: adrenalin, lignocaine, atropine dan sodium bicarbonat Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus dengan baterai Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut4. Monitoring selama transport.Tingkat monitoring dibagi sebagai berikut: Level 1=wajib,level 2=Rekomendasi kuat, level 3=ideal Monitoring kontinu: EKG, pulse oximetry (level 1) Monitoring intermiten: Tekanan darah, nadi , respiratory rate (level 1 pada pasien pediatri, Level 2 pada pasien lain).

2.4 Transport Pasien RujukanRujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu pelayanan kesehatan ken pelayanan kesehatan lainnya.System rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadnya penyerangan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional, da tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.Tujuan RujukanTujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan keseshatan yang lebih mampu sehinngga jiwanya dapat terselamtkan, dengan demikian dapat meningkatkan AKI dan AKBCara MerujukLangkah-langkah rujukan adalah :1. Menentukan kegawat daruratan penderitaa) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembatu dan puskesmas.Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus manayang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.2. Menentukan tempat rujukanPrinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.3.Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditujua.Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.b.Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalamperjalanan ke tempat rujukan.c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim.5. Persiapan penderita (BAKSOKUDA)6. Pengiriman Penderita7. Tindak lanjut penderita :a) Untuk penderita yang telah dikembalikan b) Harus kunjungan rumah, penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor Jalur RujukanAlur rujukan kasus kegawat daruratan :1. Dari KaderDapat langsung merujuk ke :a. Puskesmas pembantub. Pondok bersalin atau bidan di desac. Puskesmas rawat inapd. Rumah sakit swasta / RS pemerintah2. Dari PosyanduDapat langsung merujuk ke :a) Puskesmas pembantub) Pondok bersalin atau bidan di desa

BAB IIIPENUTUP3.1 SimpulanTransportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.Transportasi pasien dapat dibedakan menjadi dua, transport pasien untuk gawat darurat dan kritis. 3.2 SaranTransport pasien sangat penting bagi prioritas keselamatan pasien menuju rumah sakit atau sarana yang lebih memadai. Oleh karena itu transport pasien berperan penting dalam mengutamakan keselamatan pasien.

REFERENSIPerry & Potter . 2006 . Fundamental Keperawatan Volume II . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran EGCSuparmi Yulia, dkk . 2008 . Panduan Praktik Keperawatan . Indonesia : PT Citra Aji ParamaPerry, Petterson, Potter . 2005 . Keterampilan Prosedur Dasar . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran EGCJohn A. Boswick, Ir., MD . Perawatan Gawat Darurat . Indonesia : Penerbit Buku Kedokteran EGCPEMINDAHAN DAN PENGANGKUTAN PASIEN

Oleh: Triyo Rachmadi,S.Kep.

A. PendahuluanManusia bukan kambing, karena itu pengangkatan penderita membutuhkan cara-cara tersendiri. Setiap penderita diangkat dan dipindahkan, dan banyak pula petugas kesehatan yang melakukan pemindahan penderita menderita cedera karena salah mengangkat, mungkin karena tidak tahu, tetapi mungkin pula karena sikap acuh. Keadaan cuaca yang menyertai penderita beraneka ragam, dan tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan memmindahkan penderita. Tulisan ini bertujuan memberikan garis-garis besar yang harus diperhatikan pada saat mengangkat dan memindahkan penderita.B. Mekanika tubuh pada saat pengangkatanTulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang, dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang yang beraksi pada tulang tulang tersebut juga paling kuat.Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama pada paha, dan bukan dengan membungkuk.Angkatlah dengan paha, bukan dengan punggungDiantara kelompok otot, maka kelompok fleksor lebih kuat dibandingkan kelompok ekstensor. Dengan demikian pada saat mengangkat tandu, tangan harus menghadap ke depan, dan bukan kebelakang. Semakin dekat akan kesumbu tubuh, semakin ringan pengangkatan. Dengan demikian maka usahakan agar tubuh sedekat mungkin kebeban (tandu dan sebagainya) yang akan diangkat. Kaki menjadi tumpuan utama saat mengangkat. Jarak antara kedua kaki yang paling baik saat mengangkat adalah berjarak sebahu kita. Kenali kemampuan diri sendiri bila merasa tidak mampu, mintalah pertolongan petugas lain, dan jangan memaksakan mengangkat karena akan membahayakan penderita, pasangan dan kita sendiri.C. Panduan Dalam Pengangkatan Penderita1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilailah beban yang akan diangkat secara bersama, dan bila merasa tidak mampu, jangan paksakan, selalu komunikasi secara teratur dengan pasangan kita2. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sebelahnya3. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat, punggung harus selalu dijaga lurus4. Tangan yang memegang menghadap kedepan. Jarak antara kedua tangan yang memegang (misalnya tandu) minimal 30 cm5. Tubuh sedekat mungkin kebeban yang harus diangkat. Bila terpaksa, jarak maksimal tangan kita ketubuh kita adalah 50 cm6. Tangan memutar tubuh saaat mengangkat7. Panduan diatas juga berlaku saat menarik atau mendorong penderitaE. Panduan Untuk Memindahkan PenderitaPemindahan penderita dapat secara :a. Emergensib. Non emergensiPemindahan penderita dalam keadaan emergensi contohnya adalah :1. Ada api, atau bahaya api atau ledakan2. Ketidak mampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain pada TKP (benda jatuh dan sebagainya)3. Usaha mencapai penderita lain yang urgen4. Ingin RJP penderita, yang tidak mungkin dilakukan ditempat tersebutApapun cara pemindahan penderita, selalu ingat kemungkinan pada patah tulang leher (vertikal) bila penderita trauma.1. Pemindahan emergensia. Tarikan bajuKedua tangan penderita harus diikat untuk mencegah naik kearah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukkan kedua tangan dalam celananya sendiri.b. Tarikan selimut Penderita ditaruh dalam selimut, yang kemudian ditarikc. Tarikan lenganDari belakang penderita, kedua lengan paramedik masuk dibawah ketiak penderita, memegangd. Ekstrikasi cepatDilakukan pada penderita dalam kendaraan yang harus dikeluarkan secara cepat.2. Pemindahan Non-emergensiDalam keadaan ini dapat dilakukan urutan pekerjaan normal, seperti kontrol TKP, survai lingkungan, stabilisasi kendaraan dan sebagainya.a. Pengangkatan dan pemindahan secara langsungOleh 2 atau 3 petugas, harus diingat bahwa cara ini tidak boleh dilakukan bila ada kemungkinan fraktur servikal. Prinsip pengangkatan tetap harus diindahkan.b. Pemindahan dan pengangkatan memakai sepereiSering dilakukan dirumah sakit. Juga tidak boleh dilakukan bila ada dugaan fraktur vertikal.F. Perlengkapan Untuk Pemindahan Penderitan1. Brankar (Wheeled Stretcher)Hal-hal yang harus diperhatikan :a. Penderita selalu diselimutib. Kepada penderita/keluarga selalu diterangkan tujuan perjalananc. Penderita sedapat mungkin selalu dilakukan strapping (fiksasi) sebelum pemindahand. Brankar berjalan dengan kaki penderita didepan kepala, kepala dibelakang, supaya penderita dapat melihat arah perjalanan brankar. Posisi ini dibalik bila akan naik tangga (jarang terjadi). Sewaktu dalam ambulan menjadi terbalik, kepala didepan (dekat pengemudi) supaya paramedik dapat bekerja (bila perlu intubasi dan sebagainya)Pada wanita inpartu, posisi dalam ambulan boleh dibalik, supaya paramedik dapat membentu partus.e. Jangan sekali-kali meninggalkan penderita sendirian diatas brankar. Penderita mungkin berusaha membalik, yang berakibat terbaliknya brankarf. Selalu berjalan berhati-hati2. Tandu sekop (scoop stretcher, orthopaedic strether)Alat yang sangat bermanfaat untuk pemindahan penderita. bila ada dugaan fraktur vertikal, maka alat yang dipilih adalah LSB (long spine board). Harus diingat bahwa tandu sekop bukan alat transportasi dan hanya alat pemindah. Waktu proses pengangkatan, sebaiknya 4 petugas, masing-masing satu pada sisi tandu sekop, karena kemungkinan akan melengkung (alat ini mahal harganya, karena terbuat dari logam khusus).3. Long spine boardSebenarnya bukan alat pemindahan, tetapi alat fiksasi. Sekali penderita di fiksasi atas LSB ini. Tidaka akan diturunkan lagi, sampai terbukti tidak ada fraktur vertikal, karena itu harus terbuat dari bahan yang tidak akan mengganggu pemeriksaan ronsen.Pemindahan penderita ke atas LSB memerlukan tehnik khusus yaitu memakai log roll setelah penderita diatas LSB selalu dilakukan Strapping, lalu LSB diletakkan diatas stretcher.4. Short spine board dan KED (Kendrick extrication device)Lebih merupakan alat ekstrikasi. Setelah selesai ekstriksi, tetap penderita harus diletakkan pada alat pemindah yang lain.

AMBULANCE

Emergency Ambulance (Ambulans Gawat Darurat) adalah unit transportasi medis yang didesain khusus yang berbeda dengan moda transportasi lainnya. Ambulans gawat darurat didesain agar dapat menangani pasien gawat darurat, memberikan pertolongan pertama dan melakukan perawatan intensif selama dalam perjalanan menuju rumah sakit rujukan. Ambulans gawat darurat juga harus memenuhi aspek hygiene dan ergonomic.Selain itu ambulans gawat darurat juga harus dilengkapi dengan peralatan yang lengkap dan dioperasikan oleh petugas yang professional di bidang pelayanan gawat darurat.

Kebutuhan akan ambulans gawat darurat menjadi sangat penting sebagai pilar utama dalam rantai pelayanan kesehatan dan emergency respons plan baik di rumah sakit maupun public service/.perusahaan. Ambulans gawat darurat merupakan sarana pelayanan medis darurat diluar rumah sakit (pra hospital) dengan kata lain sarana kesehatan (gawat darurat) menghampiri pasien/korban bukan pasien / korban yang menghampiri sarana kesehatanan. Dengan demikian respons time pertolongan darurat dapat terlaksana secara cepat dan tepat, dan terhindar dari keterlambatan.

Pada kejadian kecelakaan transportasi, industri, rumah tangga, Serangan jantung, dan kegawat daruratan medis lain memerlukan pelayanan Ambulans Gawat Darurat yang memiliki peralatan memadai, petugas yang professional dan kecepatan dalam merespons setiap keadaan darurat. Selain itu Evakuasi pasien kritis antar rumah sakit baik didalam maupun antar kota juga tidak lepas dari kebutuhan akan pelayanan Ambulans Gawat Darurat.

Dalam rangka mengembangkan pelayanan pra rumah sakit tersebut Pro Emergency menyelenggarakan pelayanan Ambulans Gawat Darurat yang dilengkapi peralatan gawat darurat (Emergency kit) yang lengkap dan dioperasikan oleh petugas yang terlatih.

Tujuan 1.Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan gawat darurat kepada pasien/ korban atau kegiatan yang beresiko timbulnya kecelakaan/gawat darurat medik.2.Mengurangi angka kematian dan kecacatan penderita dengan kasus gawat darurat medik / trauma.3. Meningkatkan bentuk pelayanan Ambulans Gawat Darurat yang profesional.

Bentuk PelayananPelayanan ambulans meliputi :1. Evakuasi medis di dalam dan luar kota2. Evakuasi medis luar negeri3. Evakuasi medis darat dan udara4. Menyelenggarakan pelayanan stand by di perusahaan ataupun acara acara / event organizer, seperti :- stand by perusahaaan minyak / pegeboran- stand by klinik perusahaan- stand by acara pernikahan- stand by acara konser musik- stand by acara olahraga- stand by acara family gathering- dan lain - lain

II. Sumber Daya ManusiaDokter / Perawat yang berpengalaman dengan kompetensi penanganan kasus kegawatdaruratan yang memiliki sertifikat BLS, BTLS, BCLS, ATLS, ACLS

III. Daftar Peralatan Ambulans ( Emergency Kit )I. Di DALAM BOX EMERGENCYA. Airway - Laringoscope - Oropharyngeal airway- Nasopharyngeal airway- Endo Tracheal Tube- Mouth Gage- Magil Forcep- Tounge spatle- Suction Canule- Xylocain jelly

B. Breathing - Bag valve mask - Nasal Canule - Simple mask - Rebreathing mask - Non Rebreathing mask - Conector Canule ( kanul bagging ) - Pocket mask

C. Circulation - Infus set - IV catheter - Cairan infus - Spuit - Tensimeter - Stetoscope - Poley catheter - Urine bag - Karet stuing - Kasa steril - Perban gulung 5,10 cm - Balut cepat - Mitela - Elastik perban - Aluminium foil

D. Emergency Drugs & Disinfectant - Adrenalin / Epineprin - Sulfas atropin 0.25 mg - Kalmethason - Buscopan - Dextrose 40 % - Lasik

- Aminophiline- Cylocard 100 mg- Neurobion 5000- Lidocain 2 %- Diazepam- Valium 10 mg- Nitrogliserin sublingual

E. Lain lain - Gunting perban- Pincet anatomis- pincet cirurgis- Artery clem- Plester- Penlight- Elektroda EKG- Thermometer- Gastric tube- Neck Collar

II. DI LUAR BOX EMERGENCY

- Tabung oksigen 1 m3- Tabung oksigen m3 ( portable )- Regulator / Flowmeter oksigen- Safety belt - Spalk / bidai- Scoope strecher- Long spine board- Urinal / pispot- Neirbeken- Head immobilizer- Kendrick extrication device- Electric Suction- Manual Suction- Handscoen - Masker- Alat tenun

III. Optional- Pulse oksimeter- Defibrilator- AED- Ventilator fortable- Tensimeter digital

Top of Form

Bottom of Form All News Suggest URL Submit News RSS Posts Contact Us Advertise AMBULANCE 118 Do you want to share?

Do you like this story?YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250) YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250) Di Indonesia, banyak penderita cedera, keracunan, serangan jantung atau kegawat-daruratan yang lain yang meninggal di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit karena penatalaksanaan yang tidak memadai. Padahal angka kematian di rumah atau dalam perjalanan ke rumah sakit dapat dikurangi jika ada pelayanan gawat darurat yang dapat segera menghampiri penderita, dan dalam perjalanan penderita kemudian didampingi oleh paramedik dan ambulans yang memadai. Oleh karena itu masyarakat perlu mengerti fungsi ambulans dan mudah mendapatkan ambulans. Harus segera dimaklumi, bahwa pada hakekatnya pelayanan gawat darurat yang seharusnya pergi ke penderita, dan bukan penderita yang dibawa ke pelayanan gawat darurat. Ini mengandung konsekuensi, bahwa ambulans yang datang ke penderita, dan kemudian membawanya ke rumah sakit, haruslah merupakan suatu Unit Gawat Darurat berjalan, sebaiknya dengan perlengkapan gawat darurat yang lengkap, dan petugas medik yang ber-keterampilan dalam penanganan gawat darurat. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke rumah sakit sampai sekarang masih dilakukan dengan bermacam-macam kendaraan, hanya sebagian kecil saja dilakukan dengan ambulan. Dan ambulannya bukan ambulan yang memenuhi syarat tetapi ambulan biasa. Bila ada bencana dengan sendirinya para korban akan diangkut dengan segala macam kendaraan tanpa koordinasi yang baik. Dalam keadaan bencana ambulan-ambulan 118 dapat segera tiba di tempat dan berfungsi sebagai rs lapangan.

Syarat penderitaSeorang penderita gawat darurat dapat ditransportasikan bila penderita tersebut siap (memenuhi syarat) untuk ditransportasikan, yaitu:Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi resusitasi : bila diperlukan, perdarahan dihentikan, luka ditutup, patah tulang di fiksasi dan selama transportasi (perjalanan) harus di monitor :a. Kesadaranb. Pernafasanc. Tekanan darah dan denyut nadid. Daerah perlukaan3. Prinsip transportasi Pre HospitalUntuk mengangkat penderita gawat darurat dengan cepat & aman ke rs / sarana kesehatan yang memadai, tercepat & terdekat.a. Panduan mengangkat penderita Kenali kemampuan diri dan kemampuan team work Nilai beban yang diangkat,jika tidak mampu jangan dipaksa Selalu komunikasi, depan komando Ke-dua kaki berjarak sebahu, satu kaki sedikit kedepan Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat Tangan yang memegang menghadap ke depan (jarak +30 cm) Tubuh sedekat mungkin ke beban (+ 50 cm) Jangan memutar tubuh saat mengangkat Panduan tersebut juga berlaku saat menarik/mendorong

b. Pemindahan emergency : Tarikan baju Tarikan selimut Tarikan lengan Ekstrikasi cepat (perhatikan kemungkinan terdapat fraktur servical)4. Panduan memindahkan penderita (secara emergency, non emergency)a. Contoh pemindahan emergency adalah : Ada api, bahaya api atau ledakan Ketidakmampuan menjaga penderita terhadap bahaya lain Usaha mencapai penderita lain yang lebih urgen Rjp penderita tidak mungkin dilakukan di tkp tersebutCatatan : apapun cara pemindahan penderita selalu ingat kemnungkinan patah tulang leher (servical) jika penderita trauma b. Pemindahan non emergency : Pengangkatan dan pemindahan secara langsung Pengangkatan dan pemindahan memakai sperei(tidak boleh dilakukan jika terdapat dugaan fraktur servical)c. Mengangkat dan mengangkut korban dengan satu atau dua penolong : Penderita sadar dengan cara : human crutch satu / dua penolong, yaitu dengan cara dipapah dengan dirangkul dari samping Penderita sadar tidak mampu berjalanUntuk satu penolong dengan cara : piggy back yaitu di gendong, dan cradel yaitu di bopong, serta drag yaitu diseretUntuk dua penolong dengan cara : two hended seat yaitu ditandu dengan kedua lengan penolong, atau fore and aft carry yaitu berjongkok di belakang penderita. Penderita tidak sadarUntuk satu penolong dengan cara: cradel atau drag Untuk dua penolong dengan cara : fore and aft carry 5. Syarat alat transportasiSyarat alat transportasi yang dimaksud disini adalah :a. Jenis ambulans di dinas ambulans gawat darurat 118 AGD 118 BasicMampu menanggulangi gangguan A (airway), B (breathing), C (circulation) dalam batas-batas Bantuan Hidup Dasar. Juga dilengkapi dengan alat-alat ekstrikasi, fiksasi, stabilisasi dan transportasi AGD 118 ParamedikDilengkapi dengan semua alat/obat untuk semua jenis kegawat-daruratan medik dan petugasnya harus ada Paramedik III. AGD 118 Sepeda Motor Tentu saja motor ini bukan alat evakuasi, namun lebih bersifat membawa UGD ke penderita. Peralatannya seperti AGD 118 Paramedik dan awaknya harus Paramedik III

b. AGD 118 harus mampu: Idealnya sampai di tempat pasien dalam waktu 6-8 menit agar dapat mencegah kematian karena sumbatan jalan nafas, henti nafas, henti jantung atau perdarahan masif (to save life and limb) Berkomunikasi dengan pusat komunikasi, rumah sakit dan ambulans lainnya Melakukan pertolongan pada persalinan Melakukan transportasi pasien dari tempat kejadian ke RS atau dari RS ke Rs Menjadi rumah sakit lapangan dalam penanggulangan bencana.c. Alat-alat medisAlat alat medis yang diperlukan adalah : resusitasi : manual, otomatik, laringgoskop, pipa endo / nasotracheal, o2, alat hisap, obat-obat, infus, untuk resusitasi-stabilisasi : balut, bidai, tandu (vakum matras), ecg transmitter , incubator, untuk bayi, alat-alat untuk persalinanAlat-alat medis ini dapat disederhanakan sesuai dengan kondisi local. Tiap ambulan 118 dapat berfungsi untuk penderita gawat darurat sehari-hari maupun sebagai rs lapangan dalam keadaan bencana, karena diperlengkapi dengan tenda sehingga dapat menampung 8 10 penderita , alat hisap : 1 manual- 1 otomatik dengan o2- 1 dengan mesin, botol infus sehingga kalau ada 10 ambulan 118, 200 penderita dapat segera dipasang infus. Dan 2 x 10 20 tenaga perawat ccn d. PersonalKetenagaan pada ambulans sebaiknya jangan awam murni karena dapat mengakibatkan cedera lebih lanjut. Dalam satu ambulans sebaiknya ada 2 petugas yang berakreditasi: First Responder/Penanggap PertamaOrang awam yang telah mendapatkan pelatihan gawat darurat lengkap (bukan P3K) Paramedik dasar (paramedik I).Tenaga perawat yang sudah mendapatkan pelatihan gawat darurat dasar. Perawat biasa pengetahuannya tidak cukup untuk dapat membantu penderita gawat darurat. Paramedik lanjutan (paramedik II dan III)Paramedik dasar yang telah mendapat pengetahuan dan keterampilan gawat darurat lanjutan. Pengetahuan medis paramedik III seharusnya sama dengan pengetahuan seorang dokter emergensi, dengan tingkat kompetensi yang sedikit lebih rendah. Sebagai contoh adalah krikotirotomi jarum yang masih dapat dilakukan paramedik III, namun krikotirotomi surgikal hanya dapat dilakukan seorang dokter.e. Lingkaran tugas paramedikPada dasarnya tugas di ambulans adalah lingkaran tugas yang terdiri atas persiapan respons - kontrol TKP - akses - penilaian awal keadaan penderita dan resusitasi ekstrikasi evakuasi transportasi ke rumah sakit yang sesuai, lalu kembali ke persiapan. PersiapanFase persiapan dimulai saat mulai bertugas atau kembali ke markas setelah menolong penderita ResponsPengemudi harus dapat mengemudi dalam berbagai cuaca. Cara mengemudi harus dengan cara defensif (defensive driving). Rotator selalu dinyalakan, sirene hanya dalam keadaan terpaksa. Mengemudi tanpa mengikuti protokol, akan mengakibatkan cedera lebih lanjut, baik pada diri sendiri, lingkungan maupun penderita. Kontrol TKPDiperlukan pengetahuan mengenai daerah bahaya, harus diketahui cara parkir, serta kontrol lingkungan. Akses ke penderita Masuk ke dalam rumah atau ke dalam mobil yang hancur, tetap harus memakai prosedur yang baku. Penilaian keadaan penderita dan pertolongan daruratHal ini sedapatnya dilakukan sebelum melakukan ekstrikasi ataupun evakuasi. Ekstrikasi Mengeluarkan penderita dari jepitan memerlukan keahlian tersendiri. Penderita mungkin berada di jalan raya, dalam mobil, dalam sumur, dalam air ataupun dalam medan sulit lainnya. Setiap jenis ekstrikasi memerlukan pengetahuan tersendiri, agar tidak menimbulkan cedera lebih lanjut. Evakuasi dan transportasi penderita6. Cara transportasi Sebagian besar penderita gawat darurat di bawa ke rumah sakit dengan menggunakan kendaraan darat yaitu ambulan. Tujuan dari transportasi ini adalah memindahkan penderita dengan cepat tetapi aman, sehingga tidak menimbulkan perlukaan tambahan ataupun syock pada penderita. Jadi semua kendaraan yang membawa penderita gawat darurat harus berjalan perlahan-lahan dan mentaati semua peraturan lalu lintas. Bagi petugas ambulan 118 berlaku :Waktu berangkat mengambil penderita, ambulan jalan paling cepat 60 km/jam. Lampu merah (rorator) dinyalakan, sirine kalau perlu di bunyikan Waktu kembali kecepatan maksimum 40 km/jam, lampu merah (rorator) dinyalakan dan sirine tidak boleh dibunyikan Semua peraturan lalu lintas tidak boleh dilanggar

DAFTAR PUSTAKAGrant HD et al, in Emergency Care, 7th.ed. , Prentice Hall, 1996McSwain NE; Pre-Hospital Care; in Feliciano, Moore & Mattox (eds);Textbook of trauma; 3rd ed.; pp107-121; 1996Soedarmo S. Operasionalisasi ambulans, AGD 118, 2003Pusponegoro AD. Pertolongan penderita trauma pra-rumah sakit. Jakarta: Ambulans Gawat Darurat 118;2001.Panduan Gawat darurat, Departemen Kesehatan RI, 2001METODE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI AMBULANCE PRO HEALTH, for better life.htmWWW.SHOCK.COM