3
Penatalaksanaan : a. Stenosis mitral Prinsip dasar pengelolaan stenosis mitral adalah melebarkan lubang katu menyempit, tetapi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat berupa bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat subavalvuler, komisurotomi atau penggantian katup) dan non bedah (valvulotomi dengan dilatasi bal Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda fafal j ataupun reaktibasi rheuma. Profilaksis rheuma pada stenosis mitral harus diberikan sampai umur 25 tahun, w sudah dilakukan intervensi bedah. Bila sesudah 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis diteruskan lagi selama 5 tahun b. Insufisiensi mitral Adanya keluhan capek, sesak nafas, dan ortopneu menunjukkan adanya gangguan ven kiri yang memerlukan digitalis dan diuretik. Obat-obat penurun beban awal dan beban load dan after load) dapat digunakan pada penderita insufisiensi mitral yang telah Obat vasodilator seperti hydralazin dan captopril dapatmemperbaiki hemodinamikserta mengurangi keluhan. Kalau mobilitas katup masih baik mungkin bisa digunakan perbaikan katup (valvul anuloplasti). Ruptur korda memerlukan rekontruksi krda ataupun muskulus papilaris. katup kaku dan terdapat kasifikasi mungkin diperlukan penggantian katup mitral. Kat (bioprotease) digunakan terutama untuk anak di bawah umur 20 tahun, wanita muda yan menginnginkan kehamilan dan penderita dengan indikasi kontra pemakaian anti koagula mekanik misalnya byork shiley, St judge digunakan untuk penderita lainnya antikoagulan selamanya c. Stenosis aorta Pasiendengan stenosis aortaharus diterapi secaraprofilaksis untuk pencegahan endokarditis bakterialis. Agagal jantung diterapi dengan digitalis dan diuretik. Pe menurunkan beban awal dan beban akhir harus dilaakukan secara hati-hati. dengan nitrat. Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakaan operati tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk men

ske 2

Embed Size (px)

Citation preview

Penatalaksanaan : a. Stenosis mitral Prinsip dasar pengelolaan stenosis mitral adalah melebarkan lubang katup mitral yang menyempit, tetapi ini hanya untuk penderita kelas fungsional III ke atas. Intervensi dapat berupa bedah (valvulotomi, rekonstruksi aparat subavalvuler,

komisurotomi atau penggantian katup) dan non bedah (valvulotomi dengan dilatasi balon). Pengobatan farmakologis hanya diberikan apabila ada tanda-tanda fafal jantung, aritmia ataupun reaktibasi rheuma. Profilaksis rheuma pada stenosis mitral harus diberikan sampai umur 25 tahun, walaupun sudah dilakukan intervensi bedah. Bila sesudah 25 tahun masih terdapat tanda-tanda reaktivasi, maka profilaksis diteruskan lagi selama 5 tahun b. Insufisiensi mitral Adanya keluhan capek, sesak nafas, dan ortopneu menunjukkan adanya gangguan ventrikel kiri yang memerlukan digitalis dan diuretik. Obat-obat penurun beban awal dan beban akhir (pre load dan after load) dapat digunakan pada penderita insufisiensi mitral yang telah ada keluhan. Obat vasodilator seperti hydralazin dan captopril dapat memperbaiki hemodinamik serta mengurangi keluhan. Kalau mobilitas katup masih baik mungkin bisa digunakan perbaikan katup (valvuloplasti, anuloplasti). Ruptur korda memerlukan rekontruksi krda ataupun muskulus papilaris. Bila daun katup kaku dan terdapat kasifikasi mungkin diperlukan penggantian katup mitral. Katup biologik (bioprotease) digunakan terutama untuk anak di bawah umur 20 tahun, wanita muda yang masih menginnginkan kehamilan dan penderita dengan indikasi kontra pemakaian anti koagulan. Katup mekanik misalnya byork shiley, St judge digunakan untuk penderita lainnya dan diperlukan antikoagulan selamanya c. Stenosis aorta Pasien dengan stenosis aorta harus diterapi secara profilaksis untuk pencegahan endokarditis bakterialis. Agagal jantung diterapi dengan digitalis dan diuretik. Pengobatan untuk menurunkan beban awal dan beban akhir harus dilaakukan secara hati-hati. Angina di terapi dengan nitrat. Pasien dengan gejala-gejala akibat stenosis aorta membutuhkan tindakaan operatif. Pasien tanpa gejala membutuhkan penanganan yang sangat hati-hati serta follow up untuk menentukan

kapan edah harus dilakukan. Penanganna stenosis dengan pelebaran katup aorta memakai balon masih diteliti. Pasien yang dipilih adalah pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penggantian katup karena usia, adanya penyakit lain yang berat, atau menunjukkan gejala yang berat. Pasien dengan sistolik 75 mmHg harus dioperasi walalupun tanpa gejala. Pasien tanpa gejala tapi perbedaan tekanan sistolik kurang dari 75mmHg harus dikontrol setiap 6 bulan. Tindakan operatif harus dilaksanakan bila pasien menunjukkan gejala, terjadi pembesaran jantung, pengingkatan perbedaan tekanan sistolik aorta yang diukur dengan teknik doppler. Pada pasien muda bisa dilakukan valvulotomi aorta, sedang pasien lebih tua membutuhkan penggantian katup. Risiko operasi valvulotomi sangat kecil, 2% pada penggantian katup dan risiko menginkat menjadi 4% bila disertai bedah pintas koroner. Pada pembesaran jantung dengan gagal jantung, risiko naik jadi 4-8%. Pada pasien muda yang tidak bisa bilakukan valvulotomi, penggantian katup perlu dilakukan memakai katup sintetis. Pilihan yang bisa digunakan katup jaringan (porsin/perikardial) untuk pasien lebih tua. Keuntungan katup jaringan adalah kemungkinan tromboemboli jarang, tidak diperlukan antikoagulan dan perburukan biasanya lebih lambat bila digunakan katup sistesis. d. Insufisiensi aorta Gagal jantung akibat insufisiensi aorta diterapi dengan digitalis, diuretik, serta vasodilatator seperti hidralasin, penghambat ACE atau nitrat untuk menurunkan beban akhir Penderita insufisiensi kronik berat dengan gejala dianjurkan untuk operasi. Penderita tanpa gejala tetapi dengan disgunsi ventrikel kiri yang jelasa saat istirahat pada pemeriksaaan ventrikulograf iTc 99 m, ekokardiografi, dan angiografi harus dianjurkan untuk operasi.

Penderita dengan ejeksi fraksi tidak meningkat saat kerja juga masuk kategori yang sama dan biasanya butuh operasi walaupun bisa ditunda operasinya. Insufisiensi akut biasanya timbul akibat endokarditis bakterialis, diseksi aorta, ataupun ruptur katup miksomatosa. Tindakan operatif biasanya perlu dilakukan untuk mencegak kematian akibat edema paru. Walaupun dekstruks daun-daun katup biasanya meripakan masalah utama pada endokarditis yang menjadi penyebab insifisiensi akut. Pembentukan fistel juga dapat timbul akibat infeksi di aorta. Kadang-kadang pada diseksi, katup buatan tidak diperlukan saat aorta diperbaiki.

Pilihan untuk katup buatan ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, indikasikontra untuk koagulan, serta lamanya umur katup. Penderita dengan katup jaringan, baik porsin atau miokardial, mungkin tidak membutuhkan penggunaaan ankoagulan jangka panjang. Bagaimanapun juga, umur katup ini barangkali lebih pendek daripada katup buatan. Risiko operasi kurang dari 2% pada penderita insifisiensi kronik sedang dengan arteri koroner normal. sedangkan risiko operasi pada pendrita insufisiensi berat dengan gagal jantung dan pada penderita penyakit arteri bervariasi antara 4-10 %. Hasil ini bisa lebih besar tergantung pada fungsi ventrikel kiri saat operasi, tetapi juga tergantung dari etiologi penyakit. Penderita harus dianjurkan mendapat antibiotik untu endokarditis. Sedangkan penderita dengan katup buatan mekanis harus mendapat terapi antikoagulan jangka panjang.