Upload
rainjemz
View
37
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SKENARIO 2
Citation preview
BAB I
SKENARIO
Sakit Dada Setelah Kecelakaan
Bapak Sutanto, pengendara motor mengalami kecelakaan lalu lintas ditabrak mobil dari
belakng dan terjatuh, dada membentur tepian jalan, sadar, mengeluh nyeri dada dan sesak
napas saat berada di ugd, 15 menit setelah kecelakaan.
1
BAB II
KATA KUNCI
1. Trauma thoraks
Trauma dada atau Trauma Thorak adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada,
pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan.
2. Nyeri dada
Adalah salah satu keluhan-keluhan yang paling umum yang akan membawa
seorang pasien ke bagian darurat. Mencari perawatan segera mungkin menyelamatkan
nyawa, dan pendidikan publik yang sungguh-sungguh telah dilaksanakan untuk
mendapatkan pasien-pasien mengakses perawatan medis ketika nyeri dada
menyerang. Sementara pasien mungkin khawatir tentang serangan jantung, ada
banyak penyebab-penyebab lain dari nyeri di dada yang dokter-dokter akan perlu
untuk mempertimbangkannya. Beberapa diagnosis-diagnosis adalah mengancam
nyawa, sementara yang lain-lainnya kurang berbahaya.
Memutuskan penyebab dari nyeri dada adakalanya sangat sulit dan mungkin
memerlukan tes-tes darah, x-rays, CT scans dan tes-tes lain untuk menyortir
diagnosis. Sering, sejarah yang diambil secara hati-hati oleh dokter mungkin adalah
segalanya yang diperlukan untuk menemukan jawaban.
3. Sesak napas
Sesak nafas adalah keadaan di mana seseorang itu mengalami kesukaran bernafas dan
biasanya keadaan ini lebih terlihat semasa melakukan aktivitas fisikal.
Sesak nafas boleh berlaku secara akut dan kronik :
Sesak nafas akut adalah gejala datang secara tiba-tiba dan h ila ng dalam
jangkamasa beberapa hari setelah rawatan .
Sesak nafas kronik adalah keadaan di mana sesak nafas berlaku secara berterusan
dalam jangkawaktu yang lama.
2
Sesak nafas adalah gejala yang perlu diberi perhatian kerana ia mungkin
memberi petanda seseorang itu mengalami penyakit sistem pernafasan atau sistem
kardiovaskular.
3
BAB III
MINIMAL PROBLEM
a. Mengetahui komplikasi pada trauma thoraks
b. Mengetahui proses terjadinya pneumothoraks
c. Mengetahui proses terjadinya hematothoraks
d. Menjelaskan cara menegakkan diagnosa trauma thoraks
e. Mampu menjelaskan penatalaksanaan kasus tersebut
4
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Aatomi dan Fisiologi
Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih besar
dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan.
Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang di dalam rongga dada di antara kedua paru-paru. Di dalam
rongga dada terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu sistem pernafasan dan
peredaran darah.
Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada yaitu trakea,bronkus dan paru.
Komponen-komponen thorax
Thorax terletak antara leher dan perut. Cavum thorax terdiri dari jantung, paru-paru, trakea,
esophagus dan pembuluh darah. Rangka thorax dibentuk oleh columna vertebralis, tulang
costa, cartilago costa, dan sternum. Tulang-tulang tersebutlah yang melindungi cavum thorax
dan beberapa organ abdomen, contohnya hati dan limpa.
5
Costa
Costa terdiri dari 12 pasang tulang rusuk, dimana dari 12 pasang tersebut terbagi menjadi:
7 pasang costa sejati, dimana costa-costa tersebut memiliki artikulasi dengan vertebra
posterior dan dengan sternum di anterior melalui kartilago costa.
3 pasang costa palsu, dimana kartilago dari costa ke-8, ke-9, dan ke-10 memiliki
artikulasi dengan kartilago costa di atas.
2 pasang costa melayang, dimana costa ke-11 dan ke-12 tidak memiliki artikulasi di
anterior.
Fungsi thorax
Melindungi organ yang ada di bagian dalam thorax yaitu: organ respirasi, sirkulasi
dan saluran pencernaan
Sebagai tempat melekatnya otot-otot pernapasan sehingga thorax dapat
mengembangkan saat inspirasi dan mengempis saat ekspirasi
Tempat melekatnya otot-otot anggota gerak atas (upper extremitas) yang berfungsi
saat mengangkat, menarik, dan mendorong bersamaan dengan usaha inspirasi dan
ekspirasi
Fisiologi thorax
◦ Inspirasi : dilakukan secara aktif
◦ Ekspirasi : dilakukan secara pasif
Traktus respirasi
1. Traktus Respirasi Atas
Saluran Napas Atas (Upper Respiratory Tract)
- Nasal (hidung)
- Pharynx (faring)
- Larynx (laring)
6
2. Traktus Respirasi Bawah
Saluran Napas Bawah (Lower Respiratory Tract)
- Trachea
- Bronchus dan cabangnya
- Alveoli
Paru-paru
Paru-paru terdiri atas 2 buah, yaitu kanan dan kiri
dibungkus oleh 2 lapisan pleura : pleura visceralis yg melekat dan menutupi paru-paru
dan pleura parietalis yg melekat pada dinding chest
Paru-paru kanan terbagi mjd 3 lobus : upper , medial, dan lower lobus mjd 10 segmen
Paru-paru kiri terbagi mjd 2 lobus : upper dan lower lobus ditambah Lingula
kemudian berlanjut jd 8 segmen
Saluran udara
Hidung -> faring -> laring -> trakea -> bronkus (kanan & kiri)
-> bronkiolus -> bronkiolus terminalis -> bronkiolus
respiratorius -> duktus alveolaris -> sakus alveolaris ->
alveolus
Mekanisme respirasi
Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh.
Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya,
apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
7
Otot-otot pernapasan
Otot inspirasi :
Otot utama ---------- m.diafragma , m.intercostalis external
Otot-otot bantu ----------- m.SCM, m.upper trapezius, m.scaleni, otot-otot lain sprt
m.serratus anterior, m.pectoralis mayor, dan minor
Otot ekspirasi
Pernapasan normal : elastisitas paru
Pernapasan paksa :
- otot abdominalis (m.rectus abdominis, internal, eksternal, dan transversal)
- m.intercostalis internal
8
B. Pembahasan Minimal Problem
1. Komplikasi trauma thoraks
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan
keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru. Tanda-tanda
khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang
kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah
yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila
kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka
terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
9
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada
saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan
adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
2. Proses terjadinya pneumothoraks
a. Patofisologi narasi :
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan
kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian /
komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di
ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks.
Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan
pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan
gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
10
b. Patofisiologi skema :
11
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
a. Pneumotoraks Traumatik
1. Pneumotoraks traumatic kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas
yang umumnya berupa trauma tumpul dinding toraks yang merobek dinding
pleura.
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam mealui dinding toraks.
b. Pneumotoraks Spontan
Dari bukti/konfirmasi torakotomi etiologi pneumotoraks spontan adalah pecahnya
alveol perifer, kista/bulla subpleural. Pada 31 penderita dengan pneumotoraks
spontan primer di USA yang menjalani torakotomi, ternyata pada setiap pasien
tersebut ditemukan adanya bulla subpleural. Patogenesis bulla subpleural belum
jelas, diduga berhubungan dengan kelainan kongenital, radang bronkus, gangguan
ventilasi kolateral.
12
Terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan terjadinya pneumotoraks
spontan primer; dan 472 penderita di Inggris ternyata 432 (92%) adalah perokok
atau mantan perokok.
Pneumotoraks Traumatik (Luka Tembus)
13
Udara masuk ke ronnga toraks secara bebas
Tekanan intrapleura
Ventilasi terganggu,
OZ tidak dapat keluar
Tekanan akan bertambah dan
sama dengan tekanan atmosfir
PATOFISIOLOGI
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek,
apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara
dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat,
infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang
memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat
mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang
berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang
mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara
mencari jalan menuju ke atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus
oleh udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher dan dada yang
akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah
perut hingga mencapai skrotum.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan
akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan.
Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin,
mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol
ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan
sangat mudah.
3. Proses Terjadinya Hematothoraks
A. Pengertian Hematothoraks
Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding
dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada,
parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya
merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit. (Puponegoro, 1995).
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga
thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks
biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya
14
sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian
mengalirkan darahnya ke rongga pleura.
B. Etiologi Hematothorax
Hemathothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
1. Hemathothoraks Spontan, Oleh karena : primer (ruptur blep ), sekunder
(infeksi keganasan), neonatal,.
2. Hemathothoraks Yang Didapat, Oleh karena: iatrogenik, barotrauma,
trauma.
Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Trauma
misalnya :
Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet
hemothorax oleh pembuluh internal.
Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura
Henoch-Schönlein dapat menyebabkan spontan hemotoraks. Adenomatoid
malformasi kongenital kistik: malformasi ini kadang-kadang mengalami
komplikasi, seperti hemothorax.
Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh
darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera
tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat
menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi.
Hematothorax dapat juga terjadi pada pasien yang memiliki:
Sebuah cacat pembekuan darah
Trauma tumpul dada
Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark )
Kanker paru-paru atau pleura
15
Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-
paru )
Penempatan dari kateter vena sentral
Operasi jantung
Tuberkulosis
Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak
pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga
dapat disebabkan cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan
hipoksia.
C. Patofisiologi Hematothorax
Pada trauma tumpul dada, tulang rusuk dapat menyayat jaringan paru-paru
atau arteri, menyebabkan darah berkumpul di ruang pleura. Benda tajam
seperti pisau atau peluru yang menembus paru-paru, mengakibatkan pecahnya
membran serosa yang melapisi atau menutupi thorax dan paru-paru. Pecahnya
membran ini memungkinkan masuknya darah ke dalam rongga pleura. Setiap
sisi toraks dapat menahan 30-40% dari volume darah seseorang.
D. Gambaran Klinis Hematothorax
Gangguan pengembangan dada
Perubahan kedalaman pernapasan
Sesak napas mendadak
Perkusi dada pekak
Nyeri dada
Perdarahan nyata (massif)
Sianosis
Hipoksia
Takikardi
Hipotensi
16
4. Menjelaskan cara menegakkan diagnosa trauma thoraks
Langkah diagnostik:
Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi
dan pembuatan x–ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya
dibuat dalam dua arah (PA dan lateral).
Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila
ada trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.
Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat
dingin) dan adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang
penting. Pemasangan NGT sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk
mencegah aspirasi isi labung ke paru, dapat dipakai sebagai langkah diagnostik
pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.
Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa
memakai cara diagnostik yang lama (Ct-scan, angiografi).
Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.
5. Mampu menjelaskan penatalaksanaan kasus tersebut
Strategi Penatalaksaan Pada Pasien Trauma Dada
A. Anamnesis Pasien
Meliputi hal-hal yang didapatkan dari pasien, antara lain:
a. Identitas
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
2) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
17
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien
rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
B. Pemeriksaan aktivitas pasien
a) Nyeri dada sampai abdomen
b) Lemah
c) Terpasang infus
d) Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit
C. Pemeriksaan nutrisi metabolik
a) Bising usus berkurang
b) Mukosa mulut kering
c) Kurang nafsu makan
d) Kembung
e) Haus
18
D. Diagnosis Awal
Ditegakkan dari hal-hal yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
pada pasien, apakah ada gangguan, seperti:
Gangguan pertukaran gas, yang ditandai: penurunan ekspansi paru,
pemasukan oksigen tidak adekuat.
Nyeri: adanya trauma pada dada
Intoleransi aktifitas: adanya fraktur
Resiko tinggi infeksi: tertahannya sekresi didalam paru-paru
Ansietas: kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialaminya.
E. Rencana Penatalaksaan
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil
1. Ekspresi wajah rileks
2. Ekspansi dada penuh
3. Tidak ada suara merintih
4. Berkurangnya permintaan analgetik
Intervensi Rasional
MANDIRI
1. Observasi tanda-tanda vital.
2. Beri posisi yang nyaman dan
menyenangkan pada pasien.
3. Kaji adanya penyebab nyeri,
seberapa kuatnya nyeri, minta pasien
untuk menetapkan pada skala nyeri.
4. Hindarkan memiringkan badan
pada sisi yang mengalami trauma
( kecuali jika ada flail chest )
5. Pertahankan pada posisi semi
fowler atau fowler.
MANDIRI
1. Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
2. Untuk menurunkan ketegangan otot.
3. Membantu menentukan pilihan intervensi
dan memberikan dasar untuk perbandingan dan
evaluasi terhadap therapy.
4. Bebaring pada sisi yang sakit membuat
tegangan pada sisi yang cidera
5. Posisi yang tegak memungkinkan ekspansi
paru lebih mudah dimana tekanan abdominal pada
19
6. Pertahankan pembatasan aktifitas
sesuai anjuran.Berikan tindakan untuk
mencegah komplikasi dari imobilisasi
KOLABORASI
1. Pemberian analgesik
diafragma diturunkan oleh tarikan gravitasi
6. Pembatasan aktifitas fisik menghemat
energi dan mengurangi rasa tidak nyaman karena
ketegangan otot
KOLABORASI
1. Untuk meningkatkan efektifitas
pengobatan
Setelah didapatkan diagnosis yang lebih pasti baru dilakukan penatalaksaan yang terbaik bagi
pasien, itu trauma thorak bisa dilakukan penatalaksaan seperti berikut:
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan
kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan
penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum
antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pemasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
20
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,
didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.
BAB V
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PASIEN
21
A. Data pasien
Nama : Bpk Sutanto
Umur : 45 thn
Jenis kelamin : Laki - laki
Tempat lahir : Bangil, Pasuruan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Guru SMA
Alamat : Jemursari, Surabaya
Nama suami/istri : Ny. Sutini
B. Keluhan Utama
Nyeri dada saat menarik napas, sesak napas.
C. RPS
Penderita pengendara motor ditabrak mobil dari belakang saat berhenti di perempatan
jalan dan pengendara motor tersebut jatuh dengan posisi miring ke kiri dada kiri
membentur tepian trotoar. Setelah jatuh, penderita dapat berdiri sendiri, menepikan
sepeda motor, kemudian mengeluh nyeri dada kiri terutama saat menarik napas. Saat
berada di ugd, 15 menit setelah kecelakaan, penderita mengeluh sesak saat bernapas,
dan sesak bertambah berat 1 jam kemudian.
D. RPD
Penderita tidak pernah menderita sesak napas sebelumnya, tidak merokok, tidak
pernah batuk dalam jangka waktu lama. Penderita juga tidak pernah mengalami
kecelakaan atau terbentur dadanya.
E. RPK
Tidak ada riwayat dalam keluarga yang menderita batuk kronis atau batuk darah
F. Pemeriksaan Fisik Penyakit
Primary Survey
22
Vital sign :
Tensi : 110 / 70
Nadi : 100x/ menit
Suhu : 36,7 C
RR : 26x/menit
Airway : lapang
Breathing : spontan
Circulaton : baik
Disabilitty : GCS 456
Secondary Survey
Pemeriksaan kepala:
( anemia/ikterik/cyanosis/dyspneu ) : ( - / - / - / + )
Mata : Pupil isokor
Lidah,Hidung dan Telinga : - /tak ada perdarahan/ tak ada perdarahan
Rambut : Berwarna hitam
Pemeriksaan leher : Luka lecet di leher kiri
Pemeriksaan dada :
Inspeksi : Jejas di dada kiri, berupa luka abrasi
dan memar gerak nafas tertinggal sisi kri
Palpasi : Krepitasi pada dinding dada kiri
Perkusi : Redup sisi kiri
Auskultasi : Suara nafas menurun sisi kiri
Pemeriksaan Abdomen :
Inspeksi : Tak ada jejas
Auskultasi : Bissing usus normal
Pemeriksaan ekstremitas : DBN
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
23
Biopsy/PA tidak dilakukan
Radiologi
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi
radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang
mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax
menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang
digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06
mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax
termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan
gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering
digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di
industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
untuk memeriksa keadaan jantung
untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis.
Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging
thorax tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti
atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang diperoleh
dari CXR.
Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi
relatif tubuh dan arah pancaran X-ray. Gambaran yang paling umum adalah
posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
24
Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui
posterior (back) dari thorax dan keluar dari anterior (front) dimana X-
ray tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan gambaran ini, individu
berdiri menghadap permukaan datar yang merupakan detektor X-ray.
Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak yang
standard, dan pancaran X-ray ditransmisikan ke pasien.
2. Anteroposterior (AP)
Pada AP posisi sumber X-ray dan detector berkebalikan dengan PA.
AP chest X-ray lebih sulit diinterpretasi dibandingkan dengan PA dan
oleh karena itu digunakan pada situasi dimana sulit untuk pasien
mendapatkan normal chest x-ray seperti pada pasien yang tidak bisa
bangun dari tempat tidur. Pada situasi seperti ini, mobile X-ray
digunakan untuk mendapatkan CXR berbaring (“supine film”).
Sebagai hasilnya kebanyakan supine film adalah juga AP.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA
namun pada lateral pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi
kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar (flat).
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma
(tuberculosis), infeksi (pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s
granulomatosis, rheumatoid arthritis. Kecepatan pertumbuhan,
kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis.
Nodul juga dapat multiple.
2. Kavitas
25
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan
oleh kanker, emboli paru, infeksi Staphyllococcus. aureus,
tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri anaerob dan jamur, dan
wegener’s granulomatosis.
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax.
Efusi pleura dapat terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue
diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
Walaupun CXR ini merupakan metode yang murah dan relatif aman namun ada
beberapa kondisi thorax yang serius yang mungkin memberikan hasil CXR
normal misalnya pada pasien infark miokard akut yang dapat memberikan
gambaran CXR yang normal.
Contoh foto radiologinya:
(Tension Pneumothorax) (Trauma Thoraks)
26
(Flail chest)
lain-
lain.
27
BAB VI
HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
1. Pneumothoraks
2. Hematothoraks
28
BAB VII
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Trauma thoraks merupakan kasus tidak yang sering terjadi setiap harinya. Kasus
trauma thoraks dapat dijumpai dalam berbagai tingkat kegawatdaruratan, dari yang tidak
bersifat gawat darurat sampai kasus yang fatal. Trauma thoraks dapat menyebabkan kematian
dan kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostic dan
terapi yang cepat dan tepat.
Pada trauma thoraks dapat menyebabkan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis.
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
oleh karena hipovolemia dan perubahan dalam tekanan intrathoraks (tension pneumothoraks,
pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi
akibat perubahan tekanan intrathoraks atau pada penurunan tingkat kesadaran. Asidosis
metabolic disebabkan oleh hiperperfusi dari jaringan (syok).
Trauma thoraks berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi trauma
tajam dan trauma tumpul, yang semuanya dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks dan
hematothoraks.
Pneumothoraks dapat dibedakan menjadi :
1. Tension Pneumothoraks (fenomena ventil)
dimana kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada
masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve),
sehingga tekanan intrapleural akan meninggi dan paru menjadi kolaps,
mediastinum terdorong ke sisi kontralateral dan menekan paru sisi yang lain.
Diagnosis tension pneumothoraks ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan terapi
tidak boleh terlambat. Tension pneumothoraks ditandai dengan nyeri dada, sesak ,
29
distress pernapasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara napas
satu sisi, distensi vena leher Tension Pneumothoraks membutuhkan dekompresi
segera, dilanjutkan dengan pemasangan selang dada.
2. Pneumothoraks terbuka (sucking chest wound),
adanya luka terbuka pada dinding dada mendekati 2/3 diameter trakea maka
udara akan mengalir melalui defek karena mempunyai tahanan yang lebih kecil
dari trakea, sehingga ventilasi terganggu dan menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia. Tindakan awal menutup luka dengan kassa steril 3 sisi dilanjutkan
pemasangan selang dada dan diakhiri penjahitan luka.
3. Flail Chest
terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada, akibat fraktur iga multiple pada 2 atau lebih iga
dengan atau lebih garis fraktur. Adanya segmen fraktur ini menyebabkan
gangguan pergerakan dinding dada, dan hipoksia terjadi akibat nyeri yang
mengakibatkan gerakan dinding dada tertahan dan akibat dari trauma jaringan
parunya. Terapi awal adalah pemberian ventilasi adekuat, resusitasi cairan dan
oksigen yang dilembabkan, terapi definitive untuk mengembangkan paru dan
oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesic untuk memperbaiki
ventilasi.
Hematothoraks adalah terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemithoraks
yang dapat menyebabkan gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru-paru dan
menghambat ventilasi adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan lebih mempercepat
timbulnya hipotensi dan syok. Terapi awal adalah penggantian volume darah dan dekompresi
rongga pleura. Bila kehilangan darah terus-menerus 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam,
dilakukan torakotomi.
30
BAB VIII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
Pneumothoraks
31
BAB IX
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Tergantung dari :
1. Jenis pneumotoraks :
- Ventil : sangat berbahaya
- Terbuka
- Tertutup : bila tidak berat, mungkin sedikit keluhan
2. Besarnya fistel
3. Cepatnya tindakan
4. Pneumotoraks dupleks umumnya fatal
Setengahnya kambuh setelah torakostomi, jarang pada postoperative, bila
terapi berhasil tidak ada komplikasi.
KOMPLIKASI
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
32
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah
vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi
cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada
jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar
lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim
menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura
yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih
mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura
maka terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
33
Daftar Pustaka
Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Pusdiknakes. Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 1997.
p. 598.Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Smeltzer, Suzanner C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC,2001
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K,
Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
34