67
LAPORAN PBL SKENARIO A BLOK 14 Disusun Oleh: Kelompok V Tutor : dr.Yenni Rizki Nandasari Sulbahri 04081001009 Etika Rahmi 04081001012 Anita Revera Sari 04081001018 Umaimah Adilah 04081001033 Surya Gunawan 04081001040 Eka Sulastri 04081001041 Darmawati sahafi 04081001049 Sardimon 04081001070 Nia Savitri Tamzil 04081001098

Skenario a 14

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skenario a 14

LAPORAN PBL SKENARIO A

BLOK 14

Disusun Oleh:

Kelompok V

Tutor : dr.Yenni

Rizki Nandasari Sulbahri 04081001009

Etika Rahmi 04081001012

Anita Revera Sari 04081001018

Umaimah Adilah 04081001033

Surya Gunawan 04081001040

Eka Sulastri 04081001041

Darmawati sahafi 04081001049

Sardimon 04081001070

Nia Savitri Tamzil 04081001098

Andana Haris R 04081001109

Alfi fadilah 040810010

Ibrahim Muhammad 04081001115

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2008

Page 2: Skenario a 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya

laporan tugas tutorial skenario A ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini betujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan

bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya.

Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.

Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik

pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun

lakukan.

Tim Penyusun

Page 3: Skenario a 14

DAFTAR ISI

1. Halaman Judul

2. Kata Pengantar……………………………..…………………....i

3. Daftar Isi………………………………………………...............ii

4. Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri :

I. Klarifikasi Istilah……………………….……………….1

II. Identifikasi Masalah…………………..…………………1

III. Analisis Masalah dan Jawaban………….………………3

IV. Hipotesis…………………………………….…………..4

V. Sintesis………………………………………………….5

Daftar Pustaka………………………………………………...………...44

ii

Page 4: Skenario a 14

Skenario A blok 14

Case History

A 5 years old boy came to the hospital with complaint of pale and abdominal

distention. He lives in Muara Enim. He has already been hospitalized three times

before (2008, 2009) in Muara Enim General Hospital and alwas got blood

transfusion. His younger brother, 3 years old, looks taller than him. His uncle died

when he was 14 years old due to the similar disease like him.

Physical examination

Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw

HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7˚C

Heart and lung: within normal limit

Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II

Extremities: pallor palm of hand.

Others: normal

Laboratory

Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt,

diff. count: 0/0/36/48/14/2

Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)

MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl, SI within normal limit, TIBC within

normal limit, Serum Ferritin within normal limit.

I. Klarifikasi Istilah

1. Pale : Pucat

2. Abdominal disention : Peregangan rongga abdomen

akibat suatu masa, akumulasi

gas dan cairan

3. Blood transfusion : Proses pemindahan darah atau

komponennya dari donor ke

Page 5: Skenario a 14

resipien

4. Epicanthus prominent upper-jaw : Lipatan vertical yangmelebar

apda sisi nasal; penonjolan

tulang maksila

5. Schoeffner : Garis khayal yang digunakan

untuk mengukur pembesaran

limpa

6. Pallor of palm of hand : Pucat pada telapak tangan

7. Anisocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk

yang abnormal

8. Poikilocytosis : Adanya eritrosit dalam bentuk

yang abnormal

9. Hypochrome : Pewarnaan pada eritrosit yang

lebih pucat dari normal

10. Target cell : Sentral eritrosit nampak lebih

terang

11. Kompos mentis Kejernian pikiran atar

sepenuhnya sadar

12. Anemis Penurunan d bawah normal

dalam jumlah eritrosit,

banyaknya hemoglobin , atau

volume sel darah merah dalam

darah

13. MCV Ukuran rata-rata sel darah

merah

14. MCH Kandungan hemoglobin eritrosit

rata-rta

15. MCHC Konsentrasi hemoglobin rata-

rata dalam eritrosit

Page 6: Skenario a 14

II. Identifikasi Masalah

1. A,anak laki-laki 5 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan pucat dan

distensi abdomen.

2. Dia tinggal di Muara Enim A pernah tiga kali dirawat di RSUD Muara

Enim dan selalu mendapat transfusi darah (2008,2009).

3. Adik laki-lakinya terlih lebih tinggi darinya , dan Paman A meninggal

pada usia 14 tahun karena penyakit yang sama dengan A.

4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

Compos mentis, anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw

HR: 94 x/mnt, RR 27x/min, TD: 100/70 mmHg, Temp. 36,7˚C

Heart and lung: within normal limit

Abdomen: hepatic enlargement ¼ x ¼, spleen: schoeffner II

Extremities: pallor palm of hand.

Others: normal

5. Pada pemeriksaan lab didapatkan:

Hb: 6 gr/dl, Ret: 2,4 %, leucocyte: 8x109/lt, thrombocyte: 220x109/lt, diff.

count: 0/0/36/48/14/2

Blood film: anisocytosis, poikilocytosis, hypochrome, target cell (+)

MCV: 60 fl, MCH 27,4 pg, MCHC 28 gr/dl,

III.Analisis Masalah

1. Apa penyebab dan mekanisme pucat dan distensi Abdomen ?

2. Bagaimana hubungan factor tempat tinggal dengan penyakit yang

diderita ?

3. Mengapa A selalu mendapat tranfusi darah setiap kali masuk rumah sakit ?

4. Bagaimana pengaruh tranfusi darah terhadap kesehatan A ?

5. Bagaimana hubungan tumbuh kembang dengan penyakit yang diderita A ?

6. Bagaimana factor genetic dari kasus ini ?

7. Bagaiman interpretasi pemeriksaan fisik?

Page 7: Skenario a 14

8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium ?

9. Apa Diagnosis Banding dari penyakit yang dialami ?

10. WD dan HTD ?

11. bagaimana metabolisme Hb ?

12. Apa Etiologi, Epideiologi dan factor resiko ?

13. Bagaimana patogenesis, patofisiologi dan manifestasi klinisnya ?

14. Bagaiman penatalaksanaan , pencegahan, dan follow-up ?

15. Prognosis, komplikasi dan KDU ?

IV. Hipotesis

A laki-laki 5 tahun,Masuk Rumah sakit dengan keluhan pucat dan distensi

abdomen karena menderita anemia hemolitik et causa Thalasemia Beta mayor

V Sisntesis

Sintesis dan Fungsi Fisiologis Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) terbentuk dari heme dan globin. Rantai globin terdiri atas 4

rantai polipeptida (tetramer). Orang dewasa normal membentuk HbA dengan

kadar 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari HbA2 yang kadarnya

tidak lebih dari 4% dan HbF (foetus) dengan kadar yang senantiasa menurun

sampai usia 6 bulan hingga hanya mencapai kadar kurang dari 1%. Tetramer

globin HbA terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta (aa/ßß), HbA2 terdiri dari 2

rantai alfa dan 2 rantai delta (aa/dd), dan HbF terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai

gamma (aa/??). (AV Hoffbrand, 1987). Di sisi lain, sintesis heme terjadi dalam

mitokondria yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A di

bawah aksi enzim kunci delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang

membatasi kecepatan reaksi. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk

reaksi ini. Pada akhirnya, protoporfirin yang terbentuk bergabung dengan besi

Page 8: Skenario a 14

untuk membentuk heme yang masing-masing molekulnya bergabung dengan

rantai globin. Tetramer 4 rantai globin dengan gugus heme-nya membangun

molekul hemoglobin. (Daryl K. Granner, 2003). Setiap atom besi dapat berikatan

secara reversibel dengan 1 molekul O2 ; dengan demikian, setiap molekul Hb

dapat mengangkut empat O2. Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat

berikatan dengan zat-zat lain, seperti karbondioksida serta ion hydrogen asam

(H+) dari asam karbonat yang terionisasi (reaksi penyangga). Dengan demikian,

Hb berperan penting dalam pengangkutan O2 sekaligus ikut serta dalam

pengangkutan CO2 dan menentukan kapasitas penyangga dari darah. (Lauralee

Sherwood, 2001).

Produksi, Maturasi, dan Destruksi Eritrosit

Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis. Sel induk unipotensial

pembentuk eritrosit termuda yang dapat diidentifikasi secara morfologis dengan

pewarnaan sitokimia adalah sel proeritroblas. Sel berinti ini biasanya tampak

berkelompok dan tidak masuk ke dalam sinusoid. Barulah pada tahap retikulosit

(tak berinti), sel-sel ini menjadi lebih bebas satu sama lain dan dapat masuk ke

dalam sinusoid untuk terus masuk ke dalam aliran darah. (A. Harryanto

Reksodiputro, 1994). Sel induk unipotensial mulai bermitosis sambil

berdiferensiasi menjadi sel eritrosit bila mendapat rangsangan eritropoetin. Selain

merangsang proliferasi, eritropoetin juga merangsang mitosis lebih lanjut sel

proeritroblas, eritroblas basofilik, dan eritroblas polikromatofilik. Biasanya

diperlukan 3-5 kali mitosis untuk mengubah proeritroblas hingga mencapai tahap

akhir dari sistem eritropoiesis dan berakhir dengan terbentuknya eritrosit yang

mature. ((Iman Supandiman, 2003).

Eritrosit rata-rata bertahan selama 120 hari. Seiring dengan penuaan

eritrosit, membran plasmanya menjadi rapuh dan rentan mengalami ruptur ketika

sel masuk ke dalam bagian-bagian sistem pembuluh yang sempit. Sebagian besar

eritrosit mengakhiri hidup di limpa, karena jaringan kapiler dari organ ini sempit

dan berbelit-belit, sehingga sel-sel eritrosit yang rapuh akan terjepit dan

mengalami destruksi. (A. Muhammad, 2005).

Page 9: Skenario a 14

Tahapan Perkembangan Hemoglobin Manusia

Hemoglobin pada manusia berkembang seiring bertambahnya umur. Pada masa

embrional, Hb yang aktif adalah Hb Gower 1 (?2e2), Hb Gower 2 (a2e2), dan Hb

Portland (?2?2). Pada masa foetus, hemoglobin manusia yang dominan adalah

HbF (a2?2). HbF memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen. Keberadaan HbF

dengan kadar yang tinggi pada manusia dewasa menyebabkan terjadinya hypoxia

jaringan karena oksigen terikat kuat pada haemoglobin dan tidak dialirkan ke

jaringan. Setelah lahir, HbF pada manusia secara berangsur-angsur kadarnya

berkurang dan digantikan oleh HbA (a2ß2) dan HbA2 (a2d2). Adapun pada

manusia dewasa, 96-98 % dari Hb total adalah HbA, 1,5-3 % adalah HbA2, dan

0,5-1 % adalah HbF. (Isselbacher, 2000)

Sintesis Hemoglobin dan Katabolisme Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari ikatan heme-globin. Sintesis heme terutama

terjadi di mitokondria. Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil ko-A untuk

kerja enzim kunci asam d-aminolevulinat /ALA (enzim yang mengatur kecepatan

produlsi hemoglobin) dengan koenzimnya adalah Piridoksal Fosfat (vitamin B12)

yang dirangsang oleh eritropoetin. Yang kemudian membentuk profobilinogen.

Selanjutnya profobilinogen akan menjadi uroporfirinogen III (yang akan menjadi

uroporfirin III) dan uroporfirin I (yang akan menjadi uroporfirin I).

Uroporfirinogen III akan mengalami konversi menjadi koproporfirinogen III

(menjadi koproporfirin III). Koproporfirinogen III akan membentuk protoporfirin

IX yang kemudian menjadi pirol. Protoporfirin bergabung dengan besi dalam

bentuk ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme akan

bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada ribosom, membentuk suatu

subunit Hemoglobin yang disebut rantai Hb. Empat dari rantai Hb tersebut

selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk membentuk

molekul Hemoglobin yang lebih lengkap.

Penghancuran sel darah merah terjadi dalam sistem retikuloendotelial yaitu dalam

hati dan limpa. Hemoglobin bebas dipecah menjadi heme (persenyawaan Fr-

Page 10: Skenario a 14

protoporfirin) dan globin. Persenyawaan Fe-protoporfirin kemudian menjadi

hematin. Rantai porfirin dipecah oleh suatu oksidasi pada jembatan a-metan, Fe

tetap terikat pada persenyawaan ikatan globin pun tetep tidak terputus.

Persenyawaan tersebut dinamakan verdo-hemoglobin. Kemudian Fe dan globin

lepas dan terbentuk biliverdin. Biliverdin selanjutnya akan menjadi bilirubin. Fe

yang dilepaskan itu diikat oleh protein dalam jaringan dan melalui plasma

diangkut ke sumsum tulang untuk dipergunakan pada pembentukan heme,

sedangkan globin yang dilepaskan akan dipecah menjadi asam amino lagi yang

kemudia disintesis menjadi protein.

Bilirubin yang dibentuk (tidak larut dalam air) diikat oleh albumin dan

diangkut dalam plasma dari tempat pemnghancuran itu ke hati. Dalam hati

bilirubin ini bersenyawa dengan asam glukoronat dengan bantuan enzim

glukoronil transverase. Persenyawaan ini larut dalam air dan menyebabkan reaksi

Hijmans van den Bergh positif. Bilirubin yang belum bersenyawa dengan asam

glukoronat akan bereaksi indirek dengan reagensia Hijmans van den Bergh.

Persenyawaan bilirubin-glukoronid ini akan keluar dari hati dan masuk ke dalam

saluran pencernaan. Oleh bakteri yang ada pada usus, persenyawaan ini akan

diubah menjadi urobilin yang akan dilkeluarkan bersama-sama tinja. Sebagian

urobilinogen yang terdapat dalam usus akan diserap kembali melalui plasma,

sebagian kembali ke hati dan sebagian lagi dikeluarkan melalui ginjal.

Fungsi Hemoglibin

- Fungsi Hemoglobin Hb berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen

- Fungsi utamanya bergantung pada kemampuannya bergabung dengan O2 dalam

paru-paru dan melepaskan O2 dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas O2 jauh

lebih kecil daripada paru-paru

- Oksigen diangkut ke jaringan sebagai oksigen molekular dan dilepaskan ke

dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler terlarut

- Proses pengikatan O2 oleh Hb :

àEritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan

dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 dari paru-paru

Page 11: Skenario a 14

Pada saat molekul Hb mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin

dalam molekul Hb bergerak satu sama lain

Pada waktu O2 dilepaskan, rantai-rantai ß tarik terpisah, sehingga memungkinkan

masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang menyebabkan makin

rendahnya afinitas molekul Hb terhadap O2.

Hemoglobin Patologis

o HbC

Terdapat pada 2% kalangan kulit hitam Amerika. Pada keadaan heterozigot (Hgb

AC) tidak ditemukan anemia atau penyakit, tetapi ditemukan peningkatan jumlah

sel target dalam darah tepi. Pada orang-orang homozigot (penyakit Hgb CC) dapat

ditemukan anemia hemolitik dengan derajat sedang dan kadar Hb 8-11 g/dL,

retikulositosis 5-10% dan splenomegali. Darah tepi mengandung sel target dan

sferosit dalam jumlah banyak

o Hb D

Dalam Hb Ds termasuk beberapa varietas Hb abnormal dengan mobilitas

elektroforesis serupa dengan Hgb S, tetapi dengan sifat biokimia dan fisik yang

berbeda. Sikling tidak terjadi pada sindroma Hgb D. Keadaan homozigot (Hgb

DD) ditandai dengan anemia hemolitis ringan dan splenomegali.

o Hb E

Hb E prevalen pada orang-orang dari Asia tenggara terutama Thailand. Penyakit

Hgb E homozigot ditandai dengna anemia hemolitis ringan dengan sel target

nyata serta mikrositosis dengan splenomegali sedang hingga berat. Temuan-

temuan klinis dan hematologis mirip dengan Hgb C.

o Penyakit Hb SC

Jika kedua gen Hgb S dan Hgb C ditemukan pada orang yang sama, akan terjadi

suatu anemia dengan derajat sedang disertai splenomegali. Ditemukan episode

vaso-oklusi tetapi biasanya jarang dan ringan dibandingkan pada penyakit sel

sabit. Nekrosis apseptik dari kaput femoris kadang-kadang merupakan penyulit

dan ditemukan kerusakan retina berat. Kadar Hb rata-rata 9-10 g/dL. Sel target

banyak, tetapi sel sabit yang ireversibel jarang ditemuui dalam darah tapi. Pada

Page 12: Skenario a 14

elektroforesis Hb menunjukkan campuran sama Hgb S dan Hgb C dengan sedikit

peningkatan Hgb F. Penyakt Hgb SC biasanya tidka mempengaruhi pertumbuhan

dan berhubungan dengan daya tahan yang berlanjut hingga dewasa. Krisis aplastis

dan sekuestrasi merupakan ancaman terhadap hidup.

Tahap Perkembangan Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah suatu protein protein tetramerik (protein yang

terdiri dari 4 rantai polipeptida yang terbentuk dari heme dan globin. Pada

manusia dewasa Hb utama (mayor) disebut Hb A (Adult=A1), yang terdiri dari 2

rantai a dan 2 rantai ß (a2 ß2). Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh

Hb. Selain Hb A, pada manusia dewasa terdapat hemoglobin pendamping (minor)

yang disebut Hb A2, terdiri dari 2 rantai a dan 2 rantai d (a2 d2). Kadar Hb A2

pada orang dewasa adalah ± 2%.

Pada bayi (neonatus) dan janin (embrio) terdapat bentuk Hb lain, yaitu Hb F (Hb

fetal) dan Hb embrional : Hb Gowers 1, Hb Gowers 2, dan Hb Fortland.

Komposisi masing-masing Hb tersebut adalah sebagai berikut :

Hb F : alfa2 gamma2 = a2?2

Hb Gowers 1 : alfa2 epsilon2 = a2 e2

Hb Gowers 2 : zeta2 epsilon2 = ?2 e2

Hb Portland : zeta2 gamma2 = ?2 ?2

Hb F bertahan sampai bayi berumur 20 minggu post partum. Setelah lahir, kadar

Hb menurun dan pada usia 6 bulan ke atas mencapai kadar seperti pada orang

dewasa, yaitu tidak lebih dari 4% pada keadaan normal. Pada manusia dewasa

normal Hb F masih ditemukan walaupun dalam jumlahnya yang sangat kecil

(kurang dari 1%). Hb embrional hanya bertahan sampai umur janin 10 minggu

saja. Disamping Hb “normal” ditemukan pula Hb abnormal yaitu Hb H (ß4) dan

Hb Bart’s (?4) yang ditemukan pada Thalassemia a serta merupakan tanda khas

dari penyakit ini.

Page 13: Skenario a 14

Penyebab dan mekanisme pucat

Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang

terdapat di dalam sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein

yang dibentuk oleh rantai globin alpha dan rantai globin beta.

Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau

berkurang. Sehingga hemoglobin total yang dibentuk berkurang terutama HbA

(α2β2) yang merupakan Hb dewasa penyusun 96% dari Hb total.

Selain itu berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa

berlebihan dan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk

suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak

atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk

dilakukan fagositosis. Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa

dan hati.

Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah

rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) mengakibatkan penderita anemia

sehingga kulit tampak pucat

Mekanismenya :

Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di kromosom

11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin Rantai β

tidak terbentuk peningkatan relative rantai α rantai α berikatan dengan

rantai γ membentuk HbF (α2γ2) peningkatan HbF mengendap di membran

(Heinz bodies) RBC mudah dihancurkan Penurunan jumlah hemoglobin

(oksigenasi ke perifer berkurang) pucat

Penyebab dan mekanisme distensi abdomen

Distensi abdomen terjadi karena adanya penumpukan cairan, udara atau

karena ada massa dan organomegaly (hepatosplenomegali) pada rongga abdomen.

Pada penderita thalassemia, distensi abdomen terjadi karena pembesaran hati dan

limpa (hepatosplenomegaly).

Page 14: Skenario a 14

Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Pada penderita

thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa

sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih

diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

Pada kasus ini, secara umum dapat dilihat mekanisme distensi abdomen sebagai

berikut:

Kelainan genetik (delesi pada gen yang mengkode protein globin di

kromosom 11 atau 16) Tidak terbentuknya salah satu atau kedua rantai globin

Rantai β tidak terbentuk peningkatan relative rantai α rantai α yang tak

ada pasangan ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu

agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau

permeabilitasnya terganggu (eritrosit mudah rapuh) sehingga rentan untuk

dilakukan fagositosis RBC mudah dihancurkan/ didestruksi (di hati, limpa, dan

sistem retikuloendotelial lain) peningkatan kerja hati dan limpa

hepatosplenomegali distensi abdomen

Anemia hemolitik

Gejala-gejala anemia (pucat dan gejala lainnya)

Hepatosplenomegali

Berkurangnya suplai oksigen ke jaringan

Peningkatan pemecahan eritrosit di RES (termasuk limpa dan hati)

Berkurangnya jumlah eritrosit di sirkulasi

Pemendekkan waktu hidup (life span) eritrosit serta destruksi eritrosit secara intra dan ekstravaskuler

Page 15: Skenario a 14

Hubungan usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal dengan penyakit

Secara umum, tidak ada hubungan antara usia dengan gejala-gejala yang

dialami A, karena si A menderita thalassemia yang merupakan kelainan yang

diturunkan, sehingga kelainan ini sudah terjadi sejak awal pembuahan. Jenis

kelamin juga tidak memengaruhi kelainan yang di derita, karena laki-laki dan

perempuan mempunyai prevalensi yang sama untuk menderita kelainan ini.

Tempat tinggal mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kejadian

thalassemia. Daerah endemi malaria cenderung memiliki angka prevalensi

thalssemia yang lebih tinggi, karena penderita thalassemia resisten terhadap

infeksi malaria. Di Indonesia sendiri prevalensi thalassemia cukup tinggi di daerah

Sumatera Selatan.

Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari

jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%,

Sumatera Utara;1-1,5%.

Mengapa A selalu mendapat transfusi darah?

Transfusi darah teratur yang perlu dilakukan untuk mempertahankan Hb di

atas 10 gr/dl tiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan 2-3 unit tiap 4-6 minggu.

Darah segar, yang telah disaring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan

eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan reaksi paling sedikit. Pasien harus

diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi bila

timbul antibody eritrosit terhadap eritrosit yang ditransfusikan.

Indikasi transfusi darah

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari

seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).

Indikasi transfusi darah dan komponen-konponennya adalah :

1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume

dengan cairan.

2. Anemia kronis jika Hb tidak dapat ditingkatkan dengan cara lain.

3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.

Page 16: Skenario a 14

4. Plasma loss atau hipoalbuminemia jika tidak dapat lagi diberikan

plasma subtitute atau larutan albumin.

5. Penurunan kadar Hb disertai gangguan hemodinamik

Jenis-jenis transfusi darah

a. Darah lengkap (whole blood)

Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume

plasma dalam waktu yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif

dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35 % volume darah total.

b. Sel darah merah pekat (packed red cell)

Digunakan untuk meningkatkkan sel darh merah pada pasien yang

menunjukkan gejala anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan

keganasan.

c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell

leucocyte reduced)

Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering

mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang

mendapat reaksi transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang.

d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)

Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi

yang berat atau alergi yang berulang.

e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)

Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka.

f. Trombosit pekat (concentrate platelets)

Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau

trombositopati congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka

selama operasi atau prosedur invasive dengan trombosit < 50.000/Ul

g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)

Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA,

terutama pada pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang.

h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

Page 17: Skenario a 14

Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan

bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya

pada defisiensi faktor pembekuan multiple.

Manfaat dan dampak dari tranfusi darah

Manfaat transfusi darah:

- mengganti cairan plasma yang hilang karena perdarahan akut

- mengatasi anemia

- mempertahankan kadar Hb tidak turun di bawah 10 gr% pada pasien

thalassemia.

- meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen

- memperbaiki volume darah tubuh

- memperbaiki kekebalan

- memperbaiki masalah pembekuan.

Dampak transfusi darah:

a. Komplikasi dini

1) Reaksi hemolitik

Reaksi ini terjadi karena destruksi sel darah merah yang

inkompatibel. Reaksi hemoliik juga dapat terjadi karena transfusi

eritrosit yang rusak akibat paparan dekstrose 5%, injeksi air ke

sirkulasi, transfuse darah yang lisis, transfuse darah dengan

pemanasan berlebihan, transfuse darah beku, transfuse denagn

darah yang terinfeksi, transfuse darah dengan tekanan tinggi.

2) Reaksi alergi terhadap leukosit, trombosit, atau protein

Renjatan anafilaktik terjadi 1 pada 20.000 transfusi. Reaksi

alergi ringan yang menyerupai urtikaria timbul pada 3% transfusi.

Reaksi anafilaktik yang berat terjadi akibat interaksi antara IgA

pada darah donor dengan anti-IgA spesifik pada plasma resipien.

3) Reaksi pirogenik

Peningkatan suhu tubuh dapat disebabkan oleh antibody

leukosit, antibodi trombosit, atau senyawa pirogen.

Page 18: Skenario a 14

4) Kelebihan beban sirkulasi

5) Emboli udara

6) Hiperkalemia

7) Kelainan pembekuan

8) Cedera paru akut yang berhubungan dengan transfusi (transfusion

related acute lung injury, TRALI)

Kondisi ini adalah suatu diagnosis klinik berupa manifestasi hipoksemia

akut dan edema pulmoner, bilateral yang terjadi 6 jam setelah transfuse.

Manifestasi klinis yang ditemui adalah dispnea, takipnea, demam, takikardi, dan

leucopenia akut sementara. Angka kejadiannya adalah sekitar 1 dari 1.200-25.000

transfusi.

b. Komplikasi lanjut

1) Transmisi penyakit

Virus (Hepatitis A, B, C, HIV, CMV)

Bakteri (Treponema pallidum, Brucella, Salmonella)

Parasit (malaria, toxoplasma, mikrofilaria)

2) Kelebihan timbunan besi akibat transfuse

3) Sensitisasi imun

Dampak penyakit yang diderita A terhadap tumbuh kembangnya

Pada thalassemia β absorpsi Fe pada usus meningkat ditambah lagi hal ini

diperberat karena si A mendapat transfusi darah. Besi yang berlebihan ini akan

terdeposit salah satunya di organ endokrin, hal ini bisa menyebabkan failure to

thrive

Meskipun pada kasus kadar serum ferritin normal, kadar tersebut tidak bisa

mewakili kadar besi pada organ2, selain itu juga terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi kadar serum ferritin

Hambatan pertumbuhan terjadi akibat:

a. Pada pasien thalasemia, terjadi destruksi dini eritrosit sehingga

sumsum tulang merah berkompensasi dengan cara meningkatkan

Page 19: Skenario a 14

eritropoiesis. Sumsum tulang merah terdapat di tulang pipih seperti os

maxilla, os frontal, dan os parietal. Hal ini mengakibatkan tulang-

tulang tersebut mengalami penonjolan dan pelebaran. Namun,

destruksi dini sel darah merah terus berlanjut sehingga sumsum tulang

putih yang normalnya berfungsi untuk membangun bentuk tubuh dan

pertumbuhan berubah fungsi menjadi sumsum tulang merah yang

menghasilkan eritrosit. Sumsum tulang putih terdapat pada tulang-

tulang panjang seperti os tibia, os fibula, os femur, os radius, dan os

ulna. Perubahan fungsi tulang-tulang ini dari pembangun tubuh

menjadi pembentuk eritrosit mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan A.

b. Massa jaringan eritropetik yang membesar tetapi inefektif bisa

menghabiskan nutrient sehingga menyebabkan retardasi pertumbuhan

(Patologi Robbins-Kumar volume 2 hal. 454).

c. Penimbunan besi pada pasien thalassemia dapat merusak organ

endokrin sehingga terjadi kegagalan pertumbuhan dan gangguan

pubertas.

Riwayat Keluarga

Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan, yaitu

merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan delesi di kromosom 11

(Thalassemia β) atau 16 (Thalassemia α) sehingga kemungkinan paman A juga

menderita thalasemia.

Gejala pada A cocok dengan gejala thalasemia B mayor yang dapat mematikan

bila tidak ditangani dengan benar (diberikan transfusi darah secara rutin, atau

dilakukan transplantasi sumsum tulang). Dalam kasus thalasemia mayor, kematian

terjadi pada dekade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung kongestif

atau aritmia jantung.

Berikut adalah asumsi pedigree pada kasus pasien A ini:

K eterangan pedigree:

Page 20: Skenario a 14

Thalassemia”Autosomal Resesif”

Bila, ayah normal-ibu carrier

Persentase F1: 50% normal

50% carrier

Bila, ayah carrier-ibu carrier

Persentase F1: 25% normal

50% carrier

25% thalassemia

Keterangan:

Laki-laki normal

Wanita normal

Laki-laki carier

Wanita Carier

Laki-laki thalasemia

Page 21: Skenario a 14

Interpretasi

Hasil

Pemeriksaan

Fisik dan

Laboratoris

pada anak ini

Bagaimana

interpretasi

pemeriksaan fisik :

Interpretasi Pemeriksaan FisikPemeriksaan Kasus Nilai Normal InterpretasiKeadaan umum:- Kesadaran

- Anemis

- Morfologi wajah

Compos mentis

+

Wide epicanthus prominent upper-jaw

Compos mentis

-

Normal

Normal

Pucat

Ekspansi massif sumsum tulang wajah

Vital sign:- HR

- RR

- TD

- Temp

92 x/menit

26 x/menit

100/80 mm/Hg

36,8˚C

65-110

20-25

95-110/60-75

36,5-37,5

Normal

meningkat

Normal

NormalHeart and lung Within normal

limitNormal Normal

Abdomen:- Hepar

- Spleen

Enlargement ¼ x ¼

Schoeffner II

-

-

Hepatomegali

SplenomegaliEkstremitas:- Telapak

tanganPucat Kemerahan Anemia

Keadaan umum anemis:

AgeHeart Rate (beats/min)

Blood Pressure (mm Hg)

Respiratory Rate (breaths/min)

Premature 120-170 * 55-75/35-45† 40-70‡0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-553-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-456-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-401-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-303-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-256-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/2212 * yr 55-85 110-135/65/85 12-18

Page 22: Skenario a 14

Berkurangnya rantai globin beta mengakitbatkan rantai globin alfa berlebihan rantai ini akan mengendap di eritrosit, berkumpul membentuk suatu agregat yang tidak larut di eritrosit yang menyebabkan eritrosit mudah rusak atau permeabilitasnya terganggu (eritrosit lebih rapuh) rentan untuk dilakukan fagositosis Eritrosit yang rusak ini akan mengalami destruksi di limpa dan hati Berkurangnya produksi hemoglobin secara keseluruhan dan mudah rusaknya sel darah merah (mengalami lisis) penderita anemia

Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebarProminent upper jaw penonjolan rahang atasMekanismenya: Anemia hemolitik produksi eritrosit (eritropoesis) ditingkatkan eritropoesis terjadi di sum-sum tulang ekspansi masiv ke sum-sum tulang wajah dan tengkorak hiperplasia sumsum tulang wajah dan tengkorak bentuk tulang berubah tampak tampilan facies cooley/ facies thalasemia

Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II

Mekanismenya:Rantai globin alfa berlebih membentuk agregat tak larut di sitoplasma eritrosit permeabilitas membran eritrosit terganggu eritrosit menjadi lebih rapuh rentan difagositosis hemolisis meningkat eritrosit didestruksi oleh limpa dan hati dan organ retikuloendotelial lain hepatosplenomegali

Mekanisme pemeriksaan fisik (hubungan dengan gejala pasien)

Keadaan umum anemis:

defek gen produksi globin terganggu hemoglobin ↓ eritropoiesis

berjalan tidak efektif eritrosit lebih rapuh-usia memendek hemolitik

dari eritosit jumlah eritrosit ↓ suplai ke perifer menurun anemia

Wide epicanthus lipatan vertical pada sisi nasal yang melebar

Prominent upper jaw penonjolan rahang atas

Page 23: Skenario a 14

Mekanismenya:

Anemia hemolitik produksi eritrosit ditingkatkan tulang wajah,

tulang panjang kembali memproduksi sel darah merah hiperplasia

sumsum tulang bentuk tulang berubah

Hepatic enlargement ¼ x ¼ dan spleen schoeffner II

Mekanismenya:

Eritrosit abnormal membran eritrosit lebih rapuh hemolisis

meningkat hemoglobin bebas yang meningkat diambil oleh hati dan

limpa hepatosplenomegali distensi abdomen

Pemeriksaan Darah

Tepi

Hb : 6 gr/dl

Ret : 2,4%

Leukosit :

8000/mm3

Trombosit :

200.000/mm3

Diff.count :

0/0/36/48/14/

10-16 gr/dl

0,2-2,0%

7000-10.000/

mm3

anemia

retikulositosis

normal

Karna adanya

destruksi eritrosit

abnormal dan waktu

hidup eritrosit yang

lebih pendek

Akibat hiperplasia eritroid

dengan produksi eritrosit

yang dipercepat

Menunjukkan

belum terjadinya

hipersplenisme

Page 24: Skenario a 14

2 150-400.000/

mm3

- 0-1

- 1-3

- 2-6

- 50-70

- 20-40

- 2-8

normal

shift to the left

neutrofilia

limfopenia

Adanya kerusakan

jaringan atau

inflamasi akut

Karna ada

peningkatan

sekuestrasi di RES

sehingga

penghancuran

limfosit ikut terjadi

Pewarnaan apusan

Anisositosis

Poikilositosis

Hipokrom

Isositosis

Isositosis

Anemia berat

Peningkatan

eritropoiesis

Rendahnya Hb

Terdapat gambaran

sel-sel eritrosit

yang bervariasi

ukurannya

Gambaran sel-sel

eritrosit dengan bentuk

yang beragam

Warna pucat pada

bagian tengah eritrosit

Page 25: Skenario a 14

Sel target (+)

Normokrom

(-)

dalam darah

↑ resistensi

osmotik

membran

eritrosit

yang lebih besar dari biasa

Adanya

peningkatan

eritropoiesis tetapi

tidak efektif

sehingga

menghasilkan sel-

sel eritrosit

abnormal dan

retikulosit berinti

Pemeriksaan index

eritrosit

MCV : 60 fl

MCH : 27,4

pg

MCHC :

28gr/dl

77-93 fl

27-32 pg

32-36 gr/dl

Mikrositik

Normokrom

Hipokrom

Karna adanya

hemolisis

intravaskuler dan

pemendekkan

waktu hidup

eritrosit

Nilai hemoglobin

pada darah tepi

dalam keadaan

normal

Nilai hemoglobin

dalam eritrosit

Page 26: Skenario a 14

menurun karna

adanya hemolisis

intravaskuler

Keterangan tambahan :

Hasil Hb pasien : 6 gr/dl

Interpretasi : ↓

Penurunan Hb terdapat pada penderita anemia, Ca, penyakit ginjal, pemberian

cairan IV berlebihan dan penyakit Hodkins. Dapat juga diakibatkan karena obat-

obatan ; Ab, aspirin, antineoplastik, indometasin, sulfonamide, primaquin,

rifampin dan trimetadin.

Hasil MCV : 60 (fl)

Interpretasi : ↓

Penurunan MCV terdapat pada pasien anemia mikrositik def besi,

keganasan, RA, Talasemia, anemia sel sabit, HbC, keracunan timah dan

radiasi.

Hasil MCHC : 28 (gr/dl)

Interpretasi : ↓

Penurunan MCHC terdapat pada penderita anemia hipokromik dan

talasemia.

Hasil Retikulosit : 2,4 %

Interpretasi : ↑

Peningkatan retikulosit terjadi pada anemia hemolitik, sel sabit, talasemia

major, leukemia, eritoblastosis fetalis, Hb C dan D positif, kehamilan dan

kondisi pasca perdarahan akut.

Page 27: Skenario a 14

Gambaran Sel target

Suatu gambaran khas untuk talasemia.

Dicirikan dengan adanya gambaran eritrosit yang mikrositik (kecil),

leptocytic (lonjong) dan polycythemic (banyak)

Merupakan suatu kelainan dari membran eritrosit yang menunjukkan

meningkatnya resistensi osmotik dari membran tersebut. Hal ini hal ini

akan merugikan karna Na+ dapat keluar menembus membran dan akan

menyebabkan sel kurang plastis dan waktu hidup (life span) nya lebih

pendek.

Terjadi karna adanya presipitasi dari sisa rantai yang terdapat dalam Hb

dan berkumpul di bagian tengahnya, sehingga terlihat sebagai eritrsit

berinti.

Mekanisme hasil Pemeriksaan Laboratoris

Page 28: Skenario a 14

DIAGNOSIS BANDINGAnemia

Defisiensi Besi

Thallasemia -

Mayor

Anemia

Sideroblastik

1. Derajat Anemia Ringan-Berat Berat Ringan-Berat

2. MCV ↓ ↓ N/↓

3. MCH ↓ ↓ N/↓

4. Besi Serum ↓ <30 N/↑ N/↑

5. TIBC ↑ >360 N/↓ N/↓

6. Saturasi

Transferin

↓<15% ↑ >20% ↑ >20%

7. Besi Sumsum (-) (+) (+) dengan ring

hipokrom

Hb 6 gr/ dl

Reticulocyt 2,4 %Anisositosis

Poikilositosis

MCV 60 fl MCH 27,4 (pg)

MCHC 28

(gr/dl)

mikrositik

Rasio luas permukaan yang relative besar

dibandingkan dengan volume

Hb berkumpul membentuk “genangan” ditengah saat

SDM disebarlkan di object glass

Target cell

Gangguan sintesis rantai α atau β

Sel darah merah abnormal

Terjadi eritroblas abnormal

Thalassemia

Page 29: Skenario a 14

Tulang sideroblast

8. Protoporfirin

eritrosit

↑ N N

9. Ferritin serum ↓<20 ↑ >50 ↑ >50

10. Apusan darah:

sel target

(-) (+) (-)

Penegakkan diagnosis :

Anamnesis :

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan

tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada

umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan.

1. Riwayat keluarga

2. Riwayat transfuse

3. Tempat tinggal

4. Riwayat pertumbuhan

5. Riwayat pengangkatan limpa

Pemeriksaan Fisik :

1. Perawakan pendek

2. Pigmentasi kulit

3. Pucat

4. Ikterus ringan mungkin ada

5. Hepatosplenomegali

6. Cardiomegali

Pemeriksaan penunjang :

Page 30: Skenario a 14

1. Hb : 3-9 g/dl

2. Eritrosit : anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat.

3. Sering dijumpai sel target dan tear drop cell.

4. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi

5. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif.

6. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis

hemoglobin, dimana pada talassemia α ditemukan Hb Bart’s dan HbH,

sedangkan pada talassemia β kadar HbF bervariasi antara 10-90%.

7. Pemeriksaan khusus : Analisis globin chain synthesis.

Pemeriksaan penunjang

1.      Darah tepi :

      Hb rendah dapat sampai 2-3 g%

      Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,

anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,

polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis

dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.

      Retikulosit meningkat.

2.      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :

      Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari

jenis asidofil.

      Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

3.      Pemeriksaan khusus :

      Hb F meningkat : 20%-90% Hb total

      Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.

Page 31: Skenario a 14

      Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor

merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb

total).

4.      Pemeriksaan lain :

      Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,

diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.

Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum

tulang sehingga trabekula tampak jelas.

7. Iron studies

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan

penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk

membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau

talasemia.

8. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin

yang ada dalam darah (HbA, HbF, dan HbA2).

9. Analisis DNA

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang

memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling

efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia.

Pemeriksaan sitogenetik

Merupakan pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap

deviasi dari yang normal. Analisis sitogenetik bisa dilakukan pada jaringan yang

Page 32: Skenario a 14

diambil aspirasi dan biopsi sumsum tulang pada darah tepi jika jumlahnya

meningkat, dan pada kelenjar getah bening, hati, limpa, serta cairan amnion.

Pemeriksaan radiologis

Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks

tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak

besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan

pneumatisasi rongga sinus paranasalis.

Pemeriksaan auditorik dan funduskopi

secara teratur apabila telah dilakukan program transfusi darah untuk menghindari

terjadinya komplikasi akibat efek samping obat desferioksamin diantaranya tuli

nada tinggi dan kerusakan retina.

Dari hasil pemeriksaan hasil menunjukan A menderita Thalasemia Beta mayor

THALASEMIA.

Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis

hemoglobin yang ditandai dengan tidak adanya sintesis rantai globin. Thalasemia

bersifat kodominan autosomal; dengan gen heterozigot memunculkan talasemia

minor atau sifat talasemia, dan gen homozigot memunculkan talasemia mayor

yang ditandai dengan anemia hemolitik yang berat.

Klasifikasi Thalasemia.

Terdapat 2 tipe utama, yaitu :

1. Thalasemia Alfa : dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa akibat

terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai alfa globin yaitu kromosom

11.

Page 33: Skenario a 14

2. Thalasemia Beta : dimana terjadi penurunan atau tidak dihasilkannya

rantai beta akibat terjadi mutasi pada gen yang mengkode rantai beta

globin yaitu kromosom 16.

Mutasi-mutasi yang terjadi biasanya akibat perubahan basa. Macam-macam

mutasi yang terjadi pada thalasemia beta yaitu :

1. Regio promotor yang merupakan unit yang mengendalikan inisiasi dan

kecepatan transkripsi, yang jika terjadi mutasi pada sekuensing promotor

akan menyebabkan penurunan transkripsi gen globin. Oleh karena itu

apabila terjadi mutasi pada region promotor maka akan mnyebabkan

terjadinya thalasemia β+.

2. Jika mutasi terjadi pada sekuensi pengkode akan menyebabkan perubahan

nukleotida pada salah satu ekson sehingga terbentuk kodon stop yang akan

berakibat pada penghentian translasi mRNA beta globin. Oleh karena

terjadi pengehentian ini maka bentuk beta globin pun punting dan non

fungsional, hal ini akan menghasilkan terjadinya thalasemia β0.

3. Mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan mRNA merupakan

penyebab tersering thalasemia β. Mutasi ini sebagian besar mengenai

intron, tapi sebagian ada juga yang mengenai dalam ekson.

Epidemiologi.

1. Thalasemia beta.

Dilihat dari distribusigeografiknya maka thalasemia beta banyak dijumpai

di daerah mediteranean, timur tengah, india/Pakistan dan asia. Di siprus

dan yunani lebih banyak dijumpai varian β+, sedangkan di Asia tenggara

lebih banyak varian β0.

Italia : 10%, Yunani : 5-10%, Cina : 2%, India : 1-5%, Negro : 1%, Asia

Tenggara : 5%. Jika dilukiskan pada peta dunia, seolah-olah membentuk

sebuah sabuk, dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

2. Thalasemia alfa.

Page 34: Skenario a 14

Sering dijumpai di daerah Asia Tenggara, lebih sering dari thalasemia

beta.

Di Indonesia, jumlah pembawa sifat thalasemia berjumlah sekitar 5-6%.

Palembang : 10%, Makassar : 7-8%, Ambon : 5-8%, Jawa : 3-4%, Sumatera Utara

: 1-1,5%.

Faktor Resiko.

1. Anak dengan orang tua punya gen thalasemia.

2. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia minor.

3. Anak dengan salah satu orang tua thalasemia.

4. Resiko laki-laki dan perempuan sama.

5. Penyakit ini terkait ras, karena gen mutan banyak terdapat pada daerah

mediteranian, afrika, dan asia.

Patogenesis

Hemoglobin dewasa atau HbA mengandung dua rantai α dan dua rantai .

Ditandai oleh dua gen globin yang bertempat pada masing-masing dari dua

kromosom nomor 11. Dan, dua pasang gen α-globin yang fungsional berada pada

setiap kromosom nomor 16. Struktur dasar gen α-globin dan , begitu juga

langkah-langkah yang terlibat dalam biosintesis rantai globin adalah sama. Setiap

gen globin memiliki tiga rangkaian pengkodean (ekson) yang diganggu oleh dua

rangkaina peratara (intron). Pengapitan sisi 5’ gen globin merupakan serentetan

“rangkaian promoter” yang tidak dapat diterjemahkan, yang diperlukan untuk

inisiasi sintesis mRNA -globin.

Seperti pada semua gen eukariotik, biosintesis rantai globin mulai dengan

transkripsi gen globin di dalam nucleus. Transkripsi mRNA awal mengandung

suatu salinan seluruh gen, termasuk semua ekson dan intron. Precursor mRNA

yang besar ini mengalami beberapa modifikasi pascatranskripsi (proses) sebelum

Page 35: Skenario a 14

diubah menjadi mRNA sitoplasma dewasa yang siap untuk translasi yaitu

penyambungan dua intron dan mengikat kembali ekson. mRNa dewasa yang

terbentuk meninggalkan nucleus dan menjadi terkait ribosom pada tempat

translasi berlaku. Jalur ekspresi gen α-globin sangat serupa.

(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)

Thalassemia diartikan sebagai sekumpulan gangguan genetik yang

mengakibatkan berkurang atau tidak ada sama sekali sintesis satu atau lebih rantai

globin (Weatherall and Clegg, 1981). Abnormalitas dapat terjadi pada setiap gen

yang menyandi sintesis rantai polipeptid globin, tetapi yang mempunyai arti klinis

hanya gen-β dan gen-α. Karena ada 2 pasang gen-α, maka dalam pewarisannya

akan terjadi kombinasi gen yang sangat bervariasi. Bila terdapat kelainan pada

keempat gen-α maka akan timbul manifestasi klinis dan masalah.

Adanya kelainan gen-α lebih kompleks dibandingan dengan kelainan gen-

β yang hanya terdapat satu pasang.Gangguan pada sintesis rantai-α dikenal

dengan penyakit thalassemia-α, sedangkan gangguan pada sintesis rantai-β disebut

thalassemia-β. Kelainan klinis pada sintesis rantai globin-alfa dan beta dapat

terjadi, sebagai berikut:

1. Silent carrier yang hanya mengalami kerusakan 1 gen, sehingga pada

kasus ini tidak terjadi kelainan hematologis. Identifikasi hanya dapat

dilakukan dengan analisis molekular menggunakan RFLP atau

sekuensing.

2. Bila terjadi kerusakan pada 2 gen-α atau thalassemia-α minor atau

carrier thalassemia-α menyebabkan kelainan hematologis.

3. Bila terjadi kerusakan 3 gen-α yaitu pada penyakit HbH secara klinis

termasuk thalassemia intermedia.

Page 36: Skenario a 14

4. Pada Hb-Bart’s hydrop fetalis disebabkan oleh kerusakan keempat gen

globin-alfa dan bayi terlahir sebagai Hb-Bart’s hydrop fetalis akan

mengalami oedema dan asites karena penumpukan cairan dalam

jaringan fetus akibat anemia berat.

5. Pada thalassemia-β mayor bentuk homozigot (β0) dan thalassemia-β

minor (β+) bentuk heterozigot yang tidak menunjukkan gejala klinis

yang berat.

Gangguan yang terjadi pada sintesis rantai globin-α ataupun-β jika terjadi

pada satu atau dua gen saja tidak menimbulkan masalah yang serius hanya sebatas

pengemban sifat (trait atau carrier). Thalassemia trait disebut uga thalassemia

minor tidak menunjukkan gejala klinis yang berarti sama alnya seperti orang

normal kalaupun ada hanya berupa anemia ringan. Kadar Hb normal aki-laki: 13,5

– 17,5 g/dl dan pada wanita: 12

- 14 g/dl. Namun emikian nilai indeks hematologis, yaitu nilai MCV dan MCH

berada di bawah ilai rentang normal. Rentang normal MCV: 80 – 100 g/dl, MCH:

27 – 34 g/dl.

Thalassemia α : ↙ atau tidak ada sintesis rantai αThalassemia β : ↙ atau tidak ada sintesis rantai β

Mudah terjadi presipitasi pada rantai yang berlebihan dan tidak memiliki pasangan

Persipitasi pada eritrosit Presipitasi intramedulerHemolisis Eritropoesis inefektifANEMIA Absorpsi Fe↗

Page 37: Skenario a 14

Hipoksia jaringanTelapak tangan pucat

Eritropoetin meningkat

Hemopoesis intrameduler

Hiperplasia sumsum tulang

Wide epicanthus prominent upper jaw - Retikulosit meningkat

Hemopoesis ekstrameduler

Berdasarkan patogenesis -talasemi di atas, dasar molekul α-talasemi sangat

berbeda. α-talasemi disebabkan oleh penghapusan lokus gen α-globin. Karena ada

empat gen α-globin yang berfungsi, maka terdapat empat kemungkinan keparahan

α-talasemi berdasarkan hilangnya satu sampai keempat gen α-globin pada

kromosom-kromosom tersebut. Hilangnya suatu gen α-globin tunggal berkaitan

dengan status pembawa penyakit tersembunyi, sedangkan hilangnya keempat gen

Deposit Fe dalam jaringan ↗

Transfusi

Gangguan fungsi endokrin

A lebih pendek dari adiknya

HepatomegaliSplenomegali

Hepatic enlargement ¼ x ¼

Schoeffner II

Abdominal distention

Hb : 6 gr/dl

Page 38: Skenario a 14

α-globin berkaitan dengan kematian janin dalam uterus, karena tidak ada daya

dukung oksigen. Dasar hemolisis sama dengan yang terdapat pada -talasemi.

Dengan hilangnya tiga gen -globin relative berlebihan, yang membentuk

tetramer tak larut dalam sel darah merah, sehingga sel peka terhadap fagositosi

dan kerusakan.

(Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar – Jakarta :EGC, 1995)

Manifestasi klinis

Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang

telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan

pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat

hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut

tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.

Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan.

Pembesaran limpa dan hati terjadi karena destruksi eritrosit yang

berlebihan, hemopoesis ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi.

Limpa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume

plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit.

Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hyperplasia sumsum tulang yang

hebat yang menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks di

banyak tulang dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan

tengkorak dengan suatu gambaran rambut berdiri (hair-on-end) pada foto

roentgen.

Penumpukan besi akibat transfuse darah menyebabkan kerusakan organ

endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat atau tidak

terjadi), miokardium.

Infeksi dapat terjadi. Anak yang melakukan transfusi darah rentan

terhadap infeksi bakteri.

Page 39: Skenario a 14

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk pasien dengan talasemia mayor diantaranya transfusi darah, chelation, splenectomy dan transplantasi sum2tulang alogenik

1. transfusi darahuntuk mempertahankan Hb pasien pada kadar 9-10 g/dl

2. khelasi besidiberikan jika kadar feritin serum>1000 ng/mL atau setelah pemberian transfusi 10-15 U pada bayi

DeferoxamineDiberikan melalui infus subkutan dengan pompa portable. Kira-kira 8mg

besi diikat oleh 100mg deferoxamine, diksresi di feces dan urine. Jika diberikan bersama vit.C meningkatkan efektivitas kerjanya20-40 mg/kg/d SC lewat infus selma 8-12 h; boleh diberikan IV/IM jika dibutuhkan

Deferasirox Khelasi besi oral suspensi yang digunakan unutk mengurangi konsentrasi besi hati

pada dewasa dan anak yang mendapat transfusi RBC berulang. Mengikat besi

dengan afinitas 2:1. Telah disetujui untuk menatalaksana kelebihan besi kronik

yang disebabkan transfusi darah yang berlebihan.

Dosis

Inisial: 20 mg/kg PO setiap hari 30 min sebelum makan, selanjutnya pertahankan

dosis 5-10mg/kg/d

Note: Larutkan suspensi di air, jus jeruk atau jus apel lalu segera diminum

3. Splenektomi untuk mengurangi kebutuhan darah

4. Transplantasi sum2tulang alogenik

Tingkat kesuksesannya 80%(pasien yang mendapat khelasi baik tanpa

fibrosis hati&splenomegali)

Donor=saudara kandung, anggota keluarga lain/orang lain dengan HLA

yang sesuai

5. Diet

Teh mengurangi absorpsi besi pada usus halus

Page 40: Skenario a 14

Vit.C meningkatkan ekskresi besi pada pasien yang mengonsumsi

khelasi besi

6. Aktivitas harus dikurangibisa menyebabkan secondary anemia

Pencegahan

1. Genetic counselingTujuan:Agar orang yang akan menikah mendapat keturunan yang diharapkan, tidak cacat dan tidak mempunyai penyakit keturunan, kalau kemungkinan itu ada maka diberi rekaan kemungkinan atau digagalkan untuk menikah

2. Silsilah keluargamelihat penyakit keturunan

3. Analisa DNA melalui chorionic villi sampling pada 8-10 minggu kehamilan atau amniocentesis pada 14-20 mg kehamilan.Sample Darah fetus untuk melihat sintesis HB pada 18-22 minggu kehamilan

Pencegahan primer

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk

mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan

keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier)

menghasilkan keturunan: 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier

(heterozigot) dan 25 normal.

Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan

Thalasemia heterozigot salah satunya adalah dengan inseminasi buatan dengan

sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia trait. Diagnosis

prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan

digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat

dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

Edukasi

- Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang.

Page 41: Skenario a 14

- Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk

kemungkinan thalasemia.

- Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin,

klorpromazin (tranquilizer), penisilin, kina, dan sulfonamid.

- Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid.

Follow up

Serum ferritin, kimia darah dan fungsi hati harus dimonitorMonitor kemungkinan terjadinya komplikasi jantung(dg EKG/echo) dan organ endokrinKuantitas besi liver dengan biopsi/MRI karena terkadang pada beberapa kasus serum ferritin rendah namun besi liver nya tinggiPeriksa fungsi auditory dan penglihatan untuk pasien yang menerima terapi khelasi besi

Prognosis.

a. Fungsional : malam

b. Vitam: dubia ad bonam

Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart’s. Pada umumnya kasus penyakit Hb H

mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfuse darah atau splenektomi

dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2 dengan fenotip

yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak

memerlukan pengobatan khusus.

Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative

tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang

sama di antara berbagai penyelidik secara global.

Thalassemia ß homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang

mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah

infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi

hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara

berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan

Page 42: Skenario a 14

perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5

dan kualitas hidup juga lebih baik.

Keadaan anak yang tidak membaik pada saat pemberian obat penambah

darah mengindikasikan bahwa penyakit anak tersebut tidak dikarenakan defisiensi

besi (karena sebagian besar obat penambah darah mengandung Fe atau besi)

sehingga tidak ada gangguan pada heme, namun terdapat gangguan pada rantai

globin. Hal tersebut mengindikasikan adanya thalassemia dimana pada

thalassemia terdapat gangguan pada sintesis rantai globin a atau ß

Berdasarkan patofisiologi dan patogenesis thalassemia, mutasi gen globin à

produksi rantai globin berkurang atau tidak ada à produksi Hb berkurang à

eritrosit mudah rusak/umur lebih pendek dibanding normal (hemolisis) à hati

mengalami hepatomegali karena kerjanya terlalu berat dalam perombakan eritrosit

à limpa menggantikan fungsi hati dalam perombakan eritrosit à kerjanya terlalu

berat à mengalami splenomegali à hepatomegali à karena hepatosplenomegali

menyebabkan perut buncit.

Usaha preventif yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan

konseling pranikah. Umunya, penderita thalassemia ß tidak dapat disembuhkan,

hdapat dijaga kesehatannya dengan transfusi darah, desferal, desferiprone, atau

splenektomi. Sedangkan bagi penderita Hb Bart, sampai sekarang belum

ditemukan obatnya dan hanya dapat dilakukan cara alternatif, yang dalam hal ini

juga belum dapat diyakini kebenarannya, yaitu transplantasi sumsum tulang

alogenik.

Setelah melakukan studi kasus secara keseluruhan pada skenario 2 blok IV,

penulis mendiagnosis bahwa pasien tersebut (anak lakilaki berumur 2 bulan)

positif menderita thalassemia, yang dalam konteks kali ini adalah thalassemia ß

mayor (salah satu jenis hemoglobinopati yang disebabkan kelainan sintesis rantai

globin dan termasuk salah satu dari anemia hemolitik) dilihat dari gejala-gejala

klinis, seperti anemis, hepatomegali, dan splenomegali; dan dipastikan lagi

dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium secara menyeluruh. Pemeriksaan

Page 43: Skenario a 14

penunjang yang dapat dilakukan antara lain tes hematologi rutin, indeks eritrosit

(MCV, MCH, MCHC), retikulosit, bilirubin, gambaran darah tepi, elektroforesis

Hb, dan analisis DNA. Penyakit ini bukan hemoglobinopati sturktural

dikarenakan pada hemoglobinopati struktural tidak ditemukan adanya

hepatomegali.

Komplikasi.

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi

darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam

darah tinggi, sehingga ditimbun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar,

limpa, ku.lit, jantung dan lainnya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi

alat tersebut. Limpa yang besar mudah rupture akibat trauma yang ringan.

Kadang-kadang thalasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia

dan trombopenia.

Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

Kelebihan Fe (khususnya pada pemberian transfusi)

Komplikasi pada jantung, contoh constrictive pericarditis to heart

failure and arrhythmias.

Komplikasi pada hati, contoh hepatomegali sampai cirrhosis.

Komplikasi jangka panjang, contoh HCV.

Komplikasi hematologic, contoh VTE.

Komplikasi pada endokrin, seperti endokrinopati, DM.

Gagal tumbuh karena diversi dari sumber kalori untuk eritropoesis.

Fertil, seperti terjadi hypogonadotrophic hypogonadism dan gangguan

kehamilan.

Kompetensi Dokter Umum. 3A

Mendiagnosis, memberi terapi inisiasi hingga transfusi (bila berada pada

daerah perifer) dan merujuk pada dokter yang lebih ahli, misalnya untuk tindakan

bedah

Page 44: Skenario a 14

Daftar Pustaka

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta.

Page 45: Skenario a 14

Hoffbrand, A. V. , J.E. Pettit, P. A. H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 2005.

Jakarta: EGC

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. 2005.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Ilmu Penyakit dalam Jakarta: Penerbit Buku Univertas Indonesia

Jones, C.Hughes dkk. Catatan Kuliah Hematologi Edisi 5. EGC: Jakarta.

Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi Vol.2. 2005. Jakarta: EGC

Sutedjo, AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalaui Hasil Pemeriksaan Lab.

Wahab, A. Samik (editor). IKA Nelson Vol. 2 Ed. 15. 1999. Jakarta: EGC