65
SKENARIO Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya,Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek. Pemeriksaan fisik : Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas. Berat badan 12 kg, panjang badan 85 cm, temperature 37.6ºC di axilla. Paru : respiratory rate: 48 kali/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-). Jantung : tidak ada kelainan HR: 135 kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik. 1

Skenario d Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skenario

Citation preview

Page 1: Skenario d Fix

SKENARIO

Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena mengalami

kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya,Awi menderita panas tidak tinggi dan

batuk pilek.

Pemeriksaan fisik :

Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak

semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif

simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan

peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik

nafas. Berat badan 12 kg, panjang badan 85 cm, temperature 37.6ºC di axilla.

Paru : respiratory rate: 48 kali/menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding

dada simetris kiri dan kanan, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi:

vesikuler, ronkhi (-).

Jantung : tidak ada kelainan HR: 135 kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi radialis

kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

Panas : peningkatan temperature diatas normal 98,6 ºF / 37 ºC

Batuk :ekspulsi udara tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari

paru-paru

Pilek : kondisi yang ditandai oleh adanya cairan encer atau kental

dalam hidung

Gelisah :gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya

mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai oleh ilusi,

halusinasi, delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan

incoherent.

1

Page 2: Skenario d Fix

Mengorok : terjadi pada jalan nafas seseorang terdapat obstruksi dan

biasanya terjadi pada saat seseorang dalam keadaan tidak

sadar dan biasanya lidah jatuh kearah belakang

Tampak biru (sianosis): diskolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa

akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi berlebihan

dalam darah

Ronki : suara yang dihasilkan saat udara melewati jalan nafas

yang penuh cairan atau mucus, terdengar saat inspirasi

atau ekspirasi

Nafas cuping hidung : Pernafasan ketika lubang hidung ikut melebar saat

menarik nafas

Retraksi : keadaan tertarik kembali

Vesikuler : bunyi nafas normal pada paru selama ventilasi dengan

frekuensi bunyi rendah

Capillary refill time : tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kukuh untuk

memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan

atau perfusinya.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena

mengalami kesulitan bernafas

2. Dua hari sebelumnya,Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.

3. Pemeriksaan fisik

- KU

- Vital sign

- Paru

- Jantung

- Ekstremitas

2

Page 3: Skenario d Fix

III.ANALISIS MASALAH

1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawah ibunya ke UGD RSMH karena

mengalami kesulitan bernafas

a. Apa etilogi dari kesulitan bernafas pada anak usia 2 th ?

Jawab :

- Menelan benda asing

- Asma akut

- Reaksi alergi pada sesuatu

- Reaksi anafilaksis

- Infeksi saluran pernafasan atas: croup, epiglottitis, abses retrofaringeal

- Penyakit saluran pernafasan bawah: bronkiolitis, pneumonia, acute

respiratory distress syndrome

- Laringomalasia

b. Bagaimana mekanisme dari kesuliatan bernafas pada usia 2 th ?

Jawab :

Kesulitan bernapas lebih banyak terjadi pada anak dibandingkan

dewasa. Hal ini dikarenakan anak memiliki saluran pernapasan yang lebih

kecil, kebutuhan oksigen untuk metabolisme lebih tinggi, respiratory

reserve (cadangan udara paru) sedikit, dan mekanisme kompensasi yang

tidak adekuat. Pada kasus, penyebab kesulitan bernapas adalah croup.

Mekanisme :

infeksi virus di nasofaring sekret mucus dan reaksi inflamasi yang

bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,

eritema, edem di dinding laring dan trakea penyempitan saluran nafas

atas obstruksi parsial jalan napas kesulitan bernafas.

3

Page 4: Skenario d Fix

c. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dengan kesulitan bernafas ?

Jawab :

Croup lebih sering terjadi pada usia 2-4 tahun. Croup merupakan

penyebab tersering obstruksi saluran nafas atas pada anak-anak berusia 6

bulan-6 tahun. Meskipun jarang dijumpai pada anak berusia di atas 6

tahun, croup dapat dialami remaja berusia 12-15 tahun. Laki-laki lebih

sering terjadi dibanding perempuan, dengan rasio 1,5 : 1.

2. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek.

a. Apa etiologi dan mekanime dari panas tidak tinggi dan batuk pilek?

Jawab :

Etiologi :

panas tidak tinggi dan batuk pilek: infeksi virus, inflamasi lokal akibat

iritan

Mekanisme:

Demam :

Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen,

tubuh juga memiliki pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti

limfosit, basofil dan neutrofil. Tujuannya adalah untuk memfagosit dan

melisis mikroorganisme dan toksin yang masuk kedalam tubuh.Saat

fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan memicu Interleukin

(IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1.IL-1 memicu

hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase

yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan

memicu keluarnya Prostaglandin (PG). Efek keluarnya prostaglandin akan

mempengaruhi kerja thermostat di hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan

kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah

4

Page 5: Skenario d Fix

terjadinya demam. Apabila reaksi ini tidak begitu berlebih maka suhu yang

dihasilkan akan lebih rendah. Biasanya terjadi akibat infeksi virus.

Batuk :

Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat

jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel

tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda

asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran

pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga

terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi.Reseptor batuk dan

medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula

Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor,

kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan

menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi

intercosta pada abdominal.Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena

medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi

inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi.Saat bernafas

paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup

selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai

300cmH20.Fase ini disebut fase kompresi.

Pilek :

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran

pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja

sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel

APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel

APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui

penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B

5

Page 6: Skenario d Fix

diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk

IgE.IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam

jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh

karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk

IgE.Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE

tetapi dengan afinitas yang lemah. Bila orang yang sudah rentan itu

terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang

masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit

dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel

dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP. Kadar

cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses

degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang

sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma

yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic

Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan

kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh

histamin.Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler

& permeabilitas, sekresi mukus.Sekresi mukus yang berlebih itulah yang

menghasilkan pilek

b. Bagaimana hubungan riwayat penyakit dengan keluhan utama ?

Jawab :

Panas tidak tinggi dan batuk pilek 2 hari sebelumnya dengan kesulitan

bernapas merupakan suatu yang berkesinambungan. Infeksi virus diawali

pada rongga hidung merangsang makrofag (APC: antigen precenting

cell)yang kemudian dipresentasikan ke sell T-helper. T-helper 2 akan

melepas IL-2,4,5,6,10. IL-2 merangsang sel B berproliferasi menjadi sel

plasma sehingga terbentuk Ig E. Ig E akan merangsang mediator inflamasi

6

Page 7: Skenario d Fix

lain seperti histamine, eosinofil kemotactic factor A, tripase dan kinin,

kemudian mediator tsb merangsang sel mukosa untuk menghasilkan mucus

yang bertujuan untuk mengahambat invasi (masuknya virus lebih dalam ke

sal.pernafasan bagian bawah) dan mengeluarkan virus dari tubuh. Hal iniah

yang menyebabkan terjadinya pilek pada kasus. Apabila virus tidak bisa

dikeluarkan, virus lolos masuk ke dalam laring.Didalam laring terdapat

jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet, tempat reseptor

batuk berada. Virus yang menempel di jaringan epitel tersebut akan

merangsang reseptor batuk kemudian reseptor batuk yang akan merangsang

serabut saraf afferent selanjutnya dikirimkan stimulus ke pusat batuk di

dorsal medulla oblongata dan kemudian merangsang serabut saraf motorik

dan menghasilkan reflek batuk .

Beririangan dengan itu, infeksi virus akanmerangsang makrofag untuk

menghasilkan pirogen endogen dengan tujuan untuk memfagosit dan

melisis mikroorganisme dan eksogen yang masuk kedalam tubuh. Pada saat

fagositosis IL–1 dihasilkan kemudian memicu hypothalamus untuk

mengeluarkan fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi

as.arakidonat yang memicu keluarnya prostaglandin, prostaglandin akan

memicu kenaikan suhu (demam tidak tinggi). Demam bertujuan agar

mikroorgsanisme yang masuk tidak beriplikasi.

Kesulitan bernapas terjdi apabila reaksi inflamasi mencapai laring

dan trakea yang merupakan salah satu saluran napas tersempit terutama di

bagain subglotis. Reaksi inflamasi tersebut akan menyebabkan edem di

dinding laring dan trakea sehingga terjadi penyempitan saluran napas, hal

ini akan menyebabkan Alwi kesulitan bernapas seperti pada kasus.

3. Bagaimana interpretasi dan mekanisme dari pemeriksaan fisik :

a. KU :

7

Page 8: Skenario d Fix

- anak digendong ibu, gelisah, menangis terus, ketika hendak

diperiksa anak semakin geliasah, terus memberontak, keempat

ekstremitas bergerak aktif simetris

Jawab :

interpretasi : agitasi (perasaan tidak nyaman;aktivitas motorik yang

berlebihan terkait dengan perasaan ketegangan dari dalam diri)

Anak yang gelisah dan menangis terus menunjukkan suatu derajat

kesadaran delirium. Hal ini penting untuk menyingkirkan terjadinya

suatu gagal napas dan henti napas.

Pada respiratory distress, kondisi dimana anak hanya dapat

mempertahankan oksigenasi yang adekuat dalam darah hanya dengan

meningkatkan usaha bernapasnya, kondisi mental anak masih alert,

gelisah dan memberontak. Gelisah terjadi karena kebutuhan oksigen

dalam tubuh berkurang dan terjadi peningkatan usaha bernapas.

Semakin anak menangis maka kebutuhan oksigen akan semakin

banyak dan usaha bernapas akan semakin meningkat. Namun kondisi

anak yang mennagis menunjukkan kondisi yang lebih baik daripada

jika anak diam atau tidak menangis. Sedangkan pada respiratory

failure, kondisi dimana anak tidak bisa mengkompensasi oksigenasi

yang tidak adekuat dan mulai terjadi kolaps pada sistem respirasi dan

sirkulasi anak, kondisi mental anak benar-benar gelisah (extremely

agitated) atau mengantuk. Bentuk mengantuk terjadi karena oksigenasi

otak berkurang. Pada respiratory arrest, kondisi dimana anak menjadi

tidak responsive, penurunan RR bahkan tidak terdeteksi lagi dan tidak

adanya pengembangan dada yang tidak terjadi pada kasus.

Saat hendak diperiksa anak semakin gelisah dan terus

memberontak karena anak merasa ketakutan. Ketakutan anak ini justru

8

Page 9: Skenario d Fix

akan semakin meningkatkan kebutuhan oksigen dalam tubuh anak dan

usaha bernapas anak akan semakin meningkat yang membuat anak\

menjadi semakin gelisah dan memberontak.

Dari gelisah, anak digendong ibu, extremitas tonus baik agitasi

mekanisme :

infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang

bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,

eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran

nafas atas obstruksi parsial jalan napas kesulitan bernafas

agitasi

- bibir dan sekitarnya tampak biru, nafas terlihat cepat dengan

peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap

kali anak menarik nafas,

jawab :

1. bibir dan sekitarnya tampak biru

Interpretasi : terdapat sianosis sentral

Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam

paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga

serta bagian bawah lidah. Terjadi peningkatan jumlah absolut Hb

tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Penurunan saturasi

oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada

tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi

dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi

tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk

mempertahankan tekanan oksigen alveoler. Kondisi ini juga akan

9

Page 10: Skenario d Fix

menyebabkan timbulnya kompensasi untuk peningkatan usaha

bernapas.

Mekanisme :

infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi

yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)

inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan

trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan

napas saturasi oksigen menurun penurunan perfusion oksigen

ke selaput lendir (penerima darah dalam jumlah besar) sianosis

bibir

2. nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas

Interpretasi : peningkatan usaha napas

Mekanisme :

infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi

yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)

inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan

trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan

napas kompensasi peningkatan usaha napas

3. terdengar suara mengorok setiap kali anak menarik nafas

Interpretasi : stridor inspirasi

Mekanisme :

infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi

yang bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea)

inflamasi, eritema, edem di dinding laring dan

trakeapenyempitan saluran nafas atas obstruksi parsial jalan

10

Page 11: Skenario d Fix

napas peningkatan resistensi jalan napas turbulensi udara saat

masuk (menggetarkan plica vokalis) stridor inspirasi

Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar

saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan

terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar

juga saat ekspirasi.

- BB 12 kg, panjang badan 86 cm, temp 37,6 C di axilla 1

Jawab :

BB 12 kg, PB 86 cm

BB/U : Pada percentile 0 (normal)

TB/U : Pada percentile antara -2 dan 0 (normal)

BB/TB : Pada percentile antara 0 dan 1 (normal)

Temperatur 37,6 C Axilla

Nilai Normal : 36-37o C (axila)

Interpretasi : Terjadi peningkatan suhu tubuh (subfebris)

b. Pemeriksaan fisik paru :

RR : 48x/menit, nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada

simetris kiri dan kanan, retraksi supra sterna dan sela iga (+) ,

auskultasi : vesikuler, ronki (–)

Jawab :

RR : 48x/menit

N: 24-40 kali/menit Takipneu

Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi

mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi

terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan

oksigen RR meningkat.

11

Page 12: Skenario d Fix

nafas cuping hidung (+)

Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi

mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi

terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan

oksigen nafas cuping hidung.

gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan

Normal, menunjukkan kelainan yang dialami Awi berasal dari saluran

pernafasan atas.

Retraksi supra sterna dan sela iga (+)

Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi

mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi

terjadi peningkatan usaha bernafas untuk memenuhi kebutuhan

oksigen retraksi supra sterna dan sela iga.

auskultasi : vesikuler, ronki (–)

Normal, tidak ada gangguan pada saluran pernafasan bawah.

c. Pemeriksaan fisik jantung :

Tidak ada kelainan, HR 135x/menit, nadi brachialis kuat, nadi

radialis kuat

Jawab :

Interpretasi : normal, gangguan pernafasan Awi tidak mengganggu

kondisi sirkulasinya (tidak ada gangguan sirkulasi).

12

Page 13: Skenario d Fix

d. Pemeriksaan ekstremitas

Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.

Jawab :

Interpretasi: normal. Hal ini menandakan sirkulasi tubuh ke perifer

yang lancar.

4. Bagaimana tanda kegawatdaruratan pada kasus ini ?

Jawab :

Anak yang perlu pemeriksaan dan penanganan yang cepat (T4P3R2MOB)

Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan)

Temperature: sangat panas

Trauma (trauma atau kondisi yang perlu tindakan bedah segera)

Trismus

Pallor (sangat pucat)

Poisoning (keracunan)

Pain (nyeri hebat)

Respiratory distress

R estless , irritable, or lethargic (gelisah,mudah marah, lemah)

Referral (rujukan segera)

Malnutrition (gizi buruk)

Oedema (edema kedua punggung kaki/tungkai)

Burns (luka bakar luas)

Dalam Respiratory Emergencies dikenal tiga keadaan gawat:

• Respiratory distress

Keadaan dimana anak masih memiliki oksigenasi yang adekuat

dengan kompensasi berupa peningkatan usaha nafas.

• Respiratory failure

13

Page 14: Skenario d Fix

Keadaan ketika anak sudah tidak mampu mengkompensasi oksigenasi

yang inadekuat dan sistem respirasi juga sirkulasi sudah mulai

collapse.

• Respiratory arrest

Keadaan henti nafas total.

Pada kasus tanda kegawatdaruratan berupa central sianosis, obstructed

breathing dan priority sign berupa distress pernapasan.

5. Mengapa terjadi sianosis di bibir dan sekitarnya tetapi kulit

berwarna merah muda dan hangat ?

Jawab :

Sianosis di bibir dan sekitarnya menunjukkan berkurangnya O2

yang masuk ke tubuh akibat obstruksi sehingga Awi mengalami hypoxia,

tetapi kulit berwarna merah muda dan hangat menunjukkan aliran darah di

tubuh Awi tetap baik.

Mekanisme :

infeksi virus di nasofaring secret mukusdan reaksi inflamasi yang

bersifat diffuse (menyebar ke epitellaring dan trakea) inflamasi,

eritema, edem di dinding laring dan trakeapenyempitan saluran nafas

14

Page 15: Skenario d Fix

atas obstruksi parsial jalan napas saturasi oksigen menurun

penurunan perfusion oksigen ke selaput lendir (penerima darah dalam

jumlah besar) sianosis bibir

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini (assessment

kegawatdaruratan) ?

Jawab :

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan

faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien

bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu

diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut,

gawat napas/ respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan

tersebut sangat diperlukan.

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup

beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan

penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin

yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor,

masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor

terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.

Skor total ≤ 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong

karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor

saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini

menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa

tanda-tanda lain. Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi

juga fitur ditandai dinding dada indrawing.

15

Page 16: Skenario d Fix

Sebuah nilai total ≥ 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan

pernapasan. Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi

menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit

ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk

CiriJumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini

0 1 2 3 4 5

Retraksi Dinding

dadaTidak ada Ringan Moderat Parah

Stridor Tidak adaDengan

agitasiDiam

Sianosis Tidak adaDengan

agitasiDiam

Tingkat kesadaran Normal Bingung

Udara masuk Normal PenurunanMenurun

tajam

Pediatric Assessment Triangle

PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang

dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara

cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT :

Appereance, Work of Breathing, Circulation.

1. Appearance

16

Page 17: Skenario d Fix

Element Yang dinilai

Tonus Otot Gerakan ekstremitasà bergerak spontan atau tidak,

lemah atau tidak

Interaktivitas Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian

untuk sekitarnya

Consolability Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi

dan menangis

Look/gaze Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan

menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang,

atau apakah tatapan matanya kosong

Speech/cry Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau serak?

2. Work of breathing

Element Yang dinilai

Suara jalan napas abnormal Altered speech, stridor, wheezing atau grunting

Abnormal positioning Head bobbing, tripoding, sniffing

Retraksi Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,

intercostals atau substernal

Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)

3. Circulation

Element Yang dinilai

Pallor White skin coloration from lack of peripheral blood

Mottling Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis,

due to vascular instability

Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus

17

Page 18: Skenario d Fix

General Impression Appearance Work ofBreathing

Circulation to the skin

Stable Normal Normal Normal

Respiratory Distress Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure abnormal abnormal Normal/ abnormal

18

Page 19: Skenario d Fix

Pada kasus terdapat priority sign berupa distress napas dan emergency

sign berupa central sianosis dan obstructed breathing.

7. Apa DD dan WD ?

Jawab :

Differential Diagnosis

Karakteristik Viral Croup Spasmodic Croup Epiglottitis

Usia 6 bulan – 6 tahun 6 bulan – 6 tahun 1-8 tahun

Gejala prodromal Ada Tidak jelas Ada atau gejala ringan

Stridor Ada Ada Ada

Batuk Sepanjang waktu Terutama malam hari

Tidak

Demam Ada (rendah) Bisa ada, tidak tinggi

Demam tinggi

Onset Perlahan Tiba-tiba, di malam hari

Cepat

Diagnosis kerja : Awi 2 th mengalami distress pernafasan disebabkan

obstruksi akut ec severe croup

8. Bagaimana tatalaksana (algoritma ABC) ?

Jawab :

Penilaian dengan PAT Primary survey ABC

Pediatric Assessment Triangle

PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif

yang dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta

merupakan cara cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen

19

Page 20: Skenario d Fix

yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of Breathing, Circulation.

General Impression Appearance Work ofBreathing

Circulation to the skin

Stable Normal Normal Normal

Respiratory Distress

Normal AbnormalNasal flaringGruntingStridorWheezingRetractions

Normal

Respiratory Failure abnormal Abnormal Normal/ abnormal

Pada kasus ini, sirkulasi dan penampilannya normal, namun terdapat

gangguan pada usaha bernapas ditandai dengan adanya nafas cuping hidung

dan retraksi dinding dada

Initial Asessment

o Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi.

20

Page 21: Skenario d Fix

Penilaian : terdapat ngorok obstruksi pada saluran nafas

Management : tempatkan anak pada posisi yang nyaman

Penanganan mengoptimalkan dengan :

Meletakkan kepala secara “SNIFFING POSITION” (posisi menghirup):

kepala anak digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin

lift dan jaw thrust.

Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.

Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara

mekanik yaitu oral airways yang dimasukkan secara langsung dan

gentle dengan bantuan spatula lidah. Bisa juga Intubasi orotraceal

untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.

o Breathing Evaluasi pernafasan.

Penilaian : retraksi suprasternal dan sela iga, dan nafas cuping hidung

peningkatan usaha bernapas

Management : berikan oksigen dengan cara blow- by tehnique.

Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan

alami dari cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum

matang untuk mencegah cedera.

o Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan,

penggantian darah, pengontrolan produksi urin, dan panas.

Penilaian : pada kasus ini normal

o Disability

Penilaian : pada kasus ini kesadaran anak baik.

Tatalaksana Lanjutan:

Tentukan derajat ringan, sedang dan berat

21

Page 22: Skenario d Fix

Derajat berat,

Steroid: missal Diberikan dexamethason dengan dosis 0,15-0,6 mg/kg

diberikan secara inhalasi bila ada preparatnya atau bilatidak ada secara

intravena. atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide

2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh, 0,5 ml/kg nebulized

racemic epinephrine harus observasi setelah 3 jam treatment

terakhir. obat paling baik dan mengandung d dan l polimer

epinephrine.

Diberikan L epinephrine dosis 0,5 ml/kg 1:1000

Pemakaian harus diencerkan dengan NaCl maksimum 5 mg secara

inhalasi karena berefek langsung pada tempatnya dan tidak masuk ke

sistemik.

intubasi

Bila telah distabilkan maka lakukan rujukan dengan syarat :

Pastikan tempat rujukan siap

Pastikan pasien yang dirujuk aman (ABC aman)

Tidak boleh mengirim pasien dengan distress pernafasan berat tanpa

intubasi

Pastikan oksigen

Pastikan ada obat-obatan emergensi

Informed consent

Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan Croup,yaitu:

22

Page 23: Skenario d Fix

23

Perbaikan

Sebagian

Nebulisasi adrenalin (dosis sama) dan kortikosteroid sistemik (dosis sama)

Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat

Pertimbangkan intubasi Evaluasi diagnosis

Rawat/observasi di IGD Ulangi pemberian

kortikosteroid oral/12 jam Edukasi ortu pasien Sediakan penjelasan tertulis

untuk dokter umum yang akan follow up

Tidakmembaik Evaluasiulang Rawat Hubungikonsulen Evaluasi diagnosis

Membaik Dipulangkan bila tidak ada

stridor saat istirahat Edukasi orang tua pasien

Minimal handling O2 4 lpm dan nebulisasi

adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)

Intubasi

RAWAT RS

Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30 mg/kg atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh

OBSERVASI > 4 JAM

Edukasi orang tua Pertimbangkan

kortikosteroid dosis tunggal (oral)

Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport

DIPULANGKAN

Croup derajat berat Stridor menetap saat

istirahat Trakeal tug dan retraksi

dinding dada terlihat jelas

Apatis dan gelisah Pulsus paradoksus

Croup derajat sedang Stridor saat istirahat Terdapat retraksi dinding

dada minimal Mampu berinteraksi

Croup derajat ringan Batuk menggonggong Tanpa retraksi dada Tanpa sianosis

O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000

Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang berpengalaman

Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

YATIDAK

Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa Sianosis Penurunan kesadaran

Diagnosis banding Aspirasi benda asing Abnormalitas kongenital Epiglotitis

CROUP

Page 24: Skenario d Fix

9. Apa saja pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?

Jawab :

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Radiologis leher posisi postero-anterior

Pemeriksaan radiologi anteroposterior leher kerap dapat membantu,

meskipun tak selalu. Penegakan diagnosis adanya penyempitan

subglotis pada penyakit croup yang disebut steeple sign.

Gambaran normal foto anterior-posterior

c. Pemeriksaan CT-Scan

d. Analisa gas darah

10. Bagaimana pathogenesis ?

- Etiologi

Jawab :

Infeksi virus.Parainfluenza type I.

Infeksi bakteri dan biasanya dengan tingkat keparahan lebih

besar.

Selain dapat disebabkan virus dan bakteri, croup sindrom juga

bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa Candida albican

24

Page 25: Skenario d Fix

- Epidemiologi

Jawab :

Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun,

dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat

terjadi pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun meskipun angka

prevalensi untuk kejadian ini cukup kecil. Penyakit ini lebih sering

terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan, dengan rasio 3:2.

Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur

pada negara-negara sub-tropis sedangkan pada negara tropis seperti

indonesia angka kejadian cukup tinggi pada musim hujan, tetapi

penyakit ini tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup

merupakan 15% dari seluruh pasien dengan infeksi respiratori yang

berkunjung ke dokter. Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun

dan berkurang sejalan dengan pematangan struktur anatomi saluran

pernapasan atas. Hampir 15% pasien sindrom croup mempunyai

keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

- Faktor resiko

Jawab :

Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda, kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zinc (Zn), dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor risiko untuk infeksi pernafasan pada

anak. Selain itu juga, riwayat keluarga menderita croup, sering

menderita infeksi respiratori bagian atas dan pada musim dingin, juga

faktor risiko terjadinya croup berkaitan dengan usia.

25

Page 26: Skenario d Fix

- Mekanisme

Jawab :

26

Demam

Set point di hypothalamus

Mengeluarkan prostaglandin

Memicu hypotalamus mengeluarkan fosfolipase

(fosfolipid as.arakidonat)

Batuk

Merangsang reseptor batuk

untuk mengeluarkan

mucus

Secret mucus menjadi lebih banyak

Pilek Merangsang sel mukosa penghasil

mukus

Mediator inflamasi histamine, eosinophil,

tripase, kinin

Terbentuk IgE yang diikat oleh mastosit dan basophil

Merangsang sel B berproliferasi

Makrofag dan produksi sitokin(IL-1, IL-6, TNF-α)

Imunitas non spesifik Respon inflamasi

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi virus

HR 135x/menit

Jaringan kekurangan suplai darah

Tachypneu (45x/menit)

Retraksi supra sternal dan sela

iga

Nafas cuping hidung

Peningkatan usaha nafas

Dysfungsi dari vocal cord dan obstruksi subglotis

Inflamasi, spasme pada epithelium larynx (region subglotis) dan trachea

Infeksi Virus

Kontak langsungDropletudara

Page 27: Skenario d Fix

- Manifestasi klinis

Jawab :

Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-

kadang muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien

istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan dan teradapat

retraksi dada ringan.

Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering

timbul, Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau

tidak aktivitas, retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa

gangguan pernapasan yaitu gawat napas (repiratory distress).

Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering

timbul, Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau

kurang istirahat, akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien

beristirahat, dan kadang-kadang disertai dengan stridor ekspirasi,

retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan pernapasan.

11. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini ?

Jawab :

Komplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi

antara lain:

Respiratory failure

Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain

seperti telinga tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru (jarang

terjadi).

27

Page 28: Skenario d Fix

Pneumonia

Tracheitis bacterial

12. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?

Jawab :

Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.

Ad vitam : bonam

Ad fungtionam : bonam

13. Bagaimana pencegahan pada kasus ini ?

Jawab :

Tindakan pencegahan diutamakan pada sanitasi lingkungan serta

kebiasaan sehat seperti mencuci tangan, menghindarkan anak dari orang

dewasa atau keluarga yang sedang mengalami infeksi saluran nafas. Untuk

mencegah terjadinya penularan, biasakan juga ajarkan kepada anak untuk

menutup hidung dan mulut ketika sedang bersin atau batuk. Untuk

pencegahan infeksi yang lebih berat, lengkapi imunisasi seperti pemberian

vaksin difteri dan Haemophilus influenzae type b (HiB).

Pencegahan primer : meningkatkan sistem imunitas dengan pemberian

nutrisi yang baik dan lingkungan yang bersih

Pencegahan sekunder : menatalaksana dengan baik gejala demam dan

batuk pilek

14. Apa SKDI pada kasus ini ?

Jawab :

3b

28

Page 29: Skenario d Fix

IV. HIPOTESIS

Awi 2 th mengalami distress pernafasan disebabkan obstruksi akut ec severe

croup

V. LEARNING ISSUE

ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAFASAN PADA ANAK

HIDUNG

Hidung adalah suatu network dari sel epitel yang didukung oleh bony plates yang

disebut turbinasi. Hidung selalu dibasahi oleh sekresi cairan yang berfungsi

menangkap foreign bodies yang ikut terhirup saat inspirasi. Hidung juga berfungsi

meningkatkan kelembaban udara yang diinspirasi.

FARING

29

Page 30: Skenario d Fix

Faring terbagi menjadi nasofaring yang terdiri dari tonsila adenoid dan tuba

eustachii ; dan orofaring yang berfungsi sebagai pintu masuk laring dan

esophagus. Epiglotis adalah struktur penting dari orofaring yang berada di dasar

lidah dan berfungsi mencegah laring membuka saat menelan, dan mencegah

masuknya material dari mulut ke trakea. Anak-anak memiliki epiglottis yang

memanjang, posisinya di faring, sangat dekat dengan palatum molle, membentuk

direct pathway ke paru.

30

Page 31: Skenario d Fix

31

Page 32: Skenario d Fix

Efek akibat penyempitan jalan nafas. Resistensi aliran udara yang

masuk akan semakin meningkat jika lumennya semakin kecil. Karena anak-anak

mempunyai jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, walaupun

ukuran penyempitannya sama (contoh: 1 mm) namun resistensi yang dihasilkan

berbeda. (Adapted with permission from Cote CJ, Todres ID. The pediatric

airway. In: Cote CJ, Ryan JF, Todres ID, et al., eds. A Practice of Anesthesia for

Infants and Children. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders; 1993.)

32

Page 33: Skenario d Fix

Trakea dimulai dari dasar leher sampai ke costae 2, di mana trakea

akan bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Percabangan ini disebut carina.

Bronkus kanan lebih besar daripada bronkus kiri. Inilah alasan mengapa benda

asing yang teraspirasi akan lebih mudah masuk ke bronkus kanan. Bronkus kanan

memiliki 10 segmen, dan bronkus kiri memiliki 9 segmen.

Dinding trakea akan tetap terbuka karena disokong oleh kartilago

berbentuk C di bagian anterior, dan jaringan fibrosa di bagian posterior. Saluran

nafas akan bertambah panjang dan diameternya sesuai dengan pertambahan usia.

Sampai usia 5 tahun, anterior portion dari saluran nafas, akan tumbuh lebih cepat

dibandingkan segmen distal. Akibatnya adalah penyempitan relative di segmen

distal saluran nafas.

CROUP (Viral Laryngotracheobronchitis)

Definisi

Croup (laryngotracheobronchitis) adalah penyakit peradangan akut di daerah

subglotis laring, trakea,dan bronkus.Biasanya ditandai dengan suara serak, batuk

kering seperti menggonggong, dan stridor inspirasi

33

Page 34: Skenario d Fix

Etiologi

Penyakit ini biasanya menyebar melalui pernafasan dari percikan yang

mengandung virus di udara atau berhubungan langsung dengan penderita yang

terjangkit melalui percikan dahak.

A. Virus

 Parainfluenza virus tipe I,II,III (50-75% kasus), Virus influenza tipe A dan B,

Adenovirus, Enterovirus, Respiratory syncytial

virus (RSV), Measles, Coxsackievirus, Rhinovirus, Echovirus, Reovirus,

Metapneumovirus.

B. Bakteri (jika terjadi infeksi sekunder)

Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus,

Haemophilus influenzae,, Moraxella catarrhalis, Mycoplasma pneumoniae. 

Epidemiologi

Croup umumnya terjadi pada anak yang berusia diantara 6 bulan sampai 3 tahun,

tetapi dapat juga terjadi pada anak berusia 3 bulan dan sampai 15 tahun.

Dilaporkan, sindrom ini jarang terjadi pada orang dewasa.Insidensinya lebih

tinggi 1,5 kali pada anak laki-laki daripada anak perempuan Dalam penelitian

Alberta Medical Association, lebih dari 60% anak yang didiagnosis menderita

croup dengan gejala ringan, sekitar 4% dirawat di rumah sakit, dan kira-kira 1 dari

4.500 anak yang diintubasi (sekitar 1 dari 170 anak yang dirawat di rumah sakit).

Klasifikasi

Klasifikasi Berdasarkan Beratnya Gejala:

Anak-anak yang menderita sindrom croup, secara luas dapat dikategorikan

berdasarkan 4 derajat beratnya gejala:

1) Ringan

34

Page 35: Skenario d Fix

Gejala batuk menggonggong yang kadang-kadang, tidak terdengar suara stridor

saat istirahat, dan tidak adanya retraksi sampai adanya retraksi ringan

suprastrenal dan/atau interkostal.

2) Sedang

Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, suara stidor saat istirahat yang

dapat dengan mudah didengar, dan retraksi suprasternal dan dinding sternal saat

istirahat, tetapi tidak ada atau sedikit gejala distres pernapasan atau agitasi.

3) Berat

Gejala batuk menggonggong yang lebih sering, stridor inspirasi yang menonjol

dan –kadang-kadang – stidor ekspirasi, retraksi dinding sternal yang jelas, dan

adanya gejala distres pernapasan dan agitasi yang signifikan.

4) Kegagalan pernapasan terjadi segera

Batuk menggonggong (sering tidak menonjol), terdengar stridor saat istirahat

(kadang-kadang sulit di dengar), retraksi dinding sternal (dapat tidak jelas),

letargi atau penurunan kesadaran, dan jika tanpa tambahan oksigen, kulit tampak

kegelapan.

Patogenesis / Patofisiologi

Patogenesis

Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis, dan laringotrakeobronkopneumonia dimulai pada

nasofaring dan menyebar ke epitelium trakea dan laring. Peradangan difus,

eritema, dan edema yang terjadi pada dinding trakea menyebabkan terganggunya

mobilitas pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan

suara pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori

atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan retraksi

dinding dada (selama inspirasi). Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak

35

Page 36: Skenario d Fix

teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.

Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti napas.

Manifestasi Klinis

Biasanya dimulai dengan gejala pernafasan non spesific seperti :

Demam (biasanya 38-390C)

Batuk

Rhinorhea

sore throat

Dalam 1-2 hari gejalanya berkembang menjadi :

Suara serak

Barking cough

Stridor inspiratory

Gejala-gejala ini akan memburuk pada malam hari. Ketika usaha untuk

bernafasnya mulai meningkat maka anak akan mulai stop untuk makan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk pasien dengan riwayat penyakit

yang tipikal yang berespon terhadap pengobatan, tetapi bagaimanapun juga,

foto lateral dan anteroposterior (AP) dari jaringan lunak leher dapat membantu

dalam mengklarifikasi diagnosis pada anak dengan gejala serupa croup.

Pada foto leher lateral, secara diagnostik dapat membantu, menunjukkan

daerah subglotis yang menyempit serta daerah epiglotis yang normal.

Pemeriksaan saturasi dengan pulse oxymetre diindikasikan untuk anak-anak

dengan croup derajat sedang sampai berat. Terkadang, anak dengan gejala

croup bukan derajat beratpun memiliki saturasi oksigen yang rendah,

berhubungan dengan keterlibatan intrapulmoner.

36

Page 37: Skenario d Fix

Kultur virus atau pemeriksaan antigen tidak termasuk pemeriksaan rutin,

khususnya selama periode epidemik

Tatalaksana

Terapi suportif

Oleh karena gejala croup sering timbul pada malam hari, banyak orang tua

yang merasa khawatir dengan penyakit ini, sehingga meningkatkan kunjungan ke

unit gawat darurat.Sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua

tentang penyakit yang secara alami dapat sembuh sendiri ini.

Oksigen

Tatalaksana pemberian oksigen dapat dipakai untuk anak dengan hipoksia.

Gabungan Oksigen-Helium

Pemberian gas Helium pada anak dengan croup diusulkan karena

potensinya sebagai gas dengan densitas rendah (dibanding nitrogen) dalam

menurunkan turbulensi udara pada penyempitan saluran pernapasan.

Farmakoterapi

Analgesik/Antipiretik

Walaupun belum ada penelitian khusus tentang manfaat analgesik atau

antipiretik pada anak dengan croup, sangat beralasan memberikan obat ini karena

membuat anak lebih nyaman dengan menurunkan demam dan nyeri.

Antitusif dan Dekongestan

Tidak ada penelitian yang bersifat eksperimental yang potensial dalam

menunjukkan keuntungan pemberian antitusif atau dekongestan pada anak

dengan croup.Lagipula, tidak ada dasar yang rasional dalam penggunaannya, dan

karena itu tidak diberikan pada anak yang menderita croup.

Antibiotik

37

Page 38: Skenario d Fix

Tidak ada penelitian yang potensial tentang manfaat antibiotik pada anak

dengan croup.Croup sebenarnya selalu berhubungan dengan infeksi virus,

sehingga secara empiris terapi antibiotik tidak rasional.Lagipula, jika terjadi

super infeksi –paling sering bacterial tracheitis dan pneumonia- merupakan

kejadian yang jarang (kurang dari 1:1.000) sehingga pemakaian antibiotik untuk

profilaksis juga tidak rasional.

Epinephrine

Berdasarkan data terdahulu, penggunaan epinephrine pada anak dengan

croup berat, dapat mengurangi kebutuhan alat bantu pernapasan. Epinephrine

dapat mengurangi distres pernapasan dalam waktu 10 menit dan bertahan dalam

waktu 2 jam setelah penggunaan. Beberapa penelitian retrospektif dan prospektif

menyarankan pasien yang mendapat terapi epinephrine dapat dipulangkan selama

gejalanya tidak timbul kembali setidaknya dalam 2-3 jam setelah terapi.

Bentuk epinephrine tartar yang umum digunakan untuk pasien croup;

epinephrin 1:1.000 memiliki efek yang sebanding dan sama amannya dengan

bentuk tartar. Dosis tunggal (0,5 ml epinephrine tartar 2,25% dan 5,0 ml

epinephrine 1:1.000) digunakan untuk semua anak tanpa menghiraukan berat

badan.

Anak yang hampir mengalami gagal napas, dapat diberikan epinephrine

secara berulang.Pemberian epinephrine yang kontinyu dilaporkan telah

digunakan dibeberapa unit perawatan intensif anak.

Glucocorticoids

Steroid adalah terapi utama pada croup. Beberapa penelitian menunjukkan

penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan jumlah dan durasi pemakaian

intubasi, reintubasi, angka dan durasi dirawat di rumah sakit, dan angka

kunjungan berulang ke pelayanan kesehatan, serta menurunkan durasi gejala

pada anak yang menderita gejala derajat ringan, sedang dan berat.

38

Page 39: Skenario d Fix

Dexamethasone sama efektifnya jika diberikan per oral atau parenteral.

Dexamethasone dosis 0,6 mg/kg BB merupakan dosis yang umumnya

digunakan. Pemberiannya dapat diulang dalam 6 sampai 24 jam. Terdapat

beberapa bukti juga yang mengatakan dexamethasone dosis rendah 0,15 mg/kg

BB juga sama efektifnya. Di sisi lain, penelitian meta-analisis dengan kontrol,

yang memberikan kortikosteroid dosis lebih tinggi, memberikan respon klinis

yang baik pada sebagian besar pasien.

Inhalasi budesonide juga menunjukkan efektivitas yang sama dengan

dexamethasone oral, tetapi cara pemakaiannya lebih traumatik dan lebih mahal

sehingga tidak secara rutin digunakan. Pada pasien dengan gejala gagal napas

yang berat, pemberian budesonide dan epinephrine secara bersamaan adalah

logis dan dapat lebih efektiv daripada pemberian epinephrine saja.Pada pasien

dengan gejala muntah-muntah juga merupakan alasan untuk memberikan inhalasi

steroid.

ASSESSMENT KEGAWATDARURATAN PADA ANAK

Periksa tanda kegawatdaruratan dalam 2 tahap:

Tahap 1 : Periksa jalan napas dan pernapasan, bila terdapat masalah segera

berikan tindakan untuk memperbaiki jalan napas dan berikan napas

bantuan.

Tahap 2 : Segera tentukan apakah anak dalam keadaan syok, tidak sadar,

kejang, atau diare dengan dehidrasi berat.

Bila didapatkan tanda kegawatdaruratan:

39

Page 40: Skenario d Fix

Panggil tenaga kesehatan profesional terlatih bila memungkinkan, tetapi

jangan menunda penanganan. Tetap tenang dan kerjakan dengan tenaga kesehatan

lain yang mungkin diperlukan untuk membantu memberikan pertolongan, karena

pada anak yang sakit berat seringkali memerlukan beberapa tindakan pada waktu

yang bersamaan. Tenaga kesehatan profesional yang berpengalaman harus

melanjutkan penilaian untuk menentukan masalah yang mendasarinya dan

membuat rencana penatalaksanaannya.

Lakukan pemeriksaan laboratorium kegawatdaruratan (darah lengkap, gula

darah, malaria).Kirimkan sampel darah untuk pemeriksaan golongan darah dan

cross-match bila anak mengalami syok, anemia berat, atau perdarahan yang cukup

banyak.

40

Page 41: Skenario d Fix

Setelah memberikan pertolongan kegawatdaruratan, lanjutkan segera

dengan penilaian, diagnosis dan penatalaksanaan terhadap masalah yang

mendasarinya.

Bila tidak didapatkan tanda kegawatdaruratan, periksa tanda prioritas

(konsep 4T3PR MOB):

Tiny baby (bayi kecil < 2 bulan)

Temperature (anak sangat panas)

Trauma (trauma atau kondisi yang perlu tindakan bedah segera)

Trismus

Pallor (sangat pucat)

Poisoning (keracunan)

Pain (nyeri hebat)

Respiratory distress (distres pernapasan)

Restless, irritable, or lethargic (gelisah, mudah marah, lemah)

Referral (rujukan segera)

Malnutrition (gizi buruk)

Oedema (edema kedua punggung kaki)

Burns (luka bakar luas)

Anak dengan tanda prioritas harus didahulukan untuk mendapatkan

pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut dengan segera (tanpa menunggu

giliran). Pindahkan anak ke depan antrean. Bila ada trauma atau masalah bedah

yang lain, segera cari pertolongan bedah.

41

Page 42: Skenario d Fix

42

Page 43: Skenario d Fix

43

Page 44: Skenario d Fix

44

Page 45: Skenario d Fix

45

Page 46: Skenario d Fix

Anak usia 2 tahun

Terinfeksi virus

reaksi inflamasi yang bersifat diffuse

Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6)

↑ set point di hipotlamus

Demam tidak terlalu tinggi

Edema subglotis, inflamasi mukosa,

KompensasiRR↑Nasal flaringRetraksi (+)

↑ resistensi jalan nafas

Turbulensi udara saat masuk (menggetarkan plika vokalis

Stridor inspirasi

Hipoksia

agitasi

Penyempitan jalan nafas

Batuk dan pilek

VI. KERANGKA KONSEP

46