54
SKIZOFRENIA I. PENDAHULUAN Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnostik adalah DSM-IV (Diagnostic and statistical manual) dan PPDG2- III/ICD-X. dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan yang patognomonik untuk skizofrenia. Diagnosis berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom. Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, generatik, fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit. Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variable klinik: F 20.0. Skizofrenia paranoid F20.1. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik) F 20.2. Skizofrenia katatonik F 20.3. Skizofrenia tak terinci F 20.4. Depresi pasca skizofrenia F 20.5. Skizofrenia residual F 20.6. Skizofrenia simpleks F 20.7. Skizofrenia lainnya 1

SKIZOFRENIA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKIZOFRENIA

SKIZOFRENIA

I. PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di

dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada

usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan

pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila

dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.

Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada

beberapa cara untuk menegakkan diagnostik adalah DSM-IV (Diagnostic and statistical

manual) dan PPDG2-III/ICD-X. dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk

mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan yang patognomonik untuk skizofrenia.

Diagnosis berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom.

Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, generatik,

fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit. Ada

beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variable klinik:

F 20.0. Skizofrenia paranoid

F20.1. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik)

F 20.2. Skizofrenia katatonik

F 20.3. Skizofrenia tak terinci

F 20.4. Depresi pasca skizofrenia

F 20.5. Skizofrenia residual

F 20.6. Skizofrenia simpleks

F 20.7. Skizofrenia lainnya

F 20.8. Skizofrenia yang tak tergolongkan

II. MANIFESTASI KLINIK

Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada

dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase

residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang “ringan”. Selama periode

residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan “aneh”. Gejala-gejala penyakit

baisanya terlihat jelas oleh orang lain.

1

Page 2: SKIZOFRENIA

Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminta dan tidak mampu

berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar-

samar sehingga kadang-kadang tidak dapat di mengerti. Mereka mungkin mempunyai

keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Misalnya, mereka meyakini bahwa mereka

mempunyai suatu kekuatan dan sensitivitas khusus dan mempunyai pengalaman “mistik”.

Penampilan dan kebiasaan-kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka

terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang mendekati normal,

sebagian besar performa uji kognitifnya buruk.

Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang.

Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur.

Episode pertama psikotik sering didahului oleh suatu periode misalnya perilaku dan pikiran

ekstrensik (fase prodromal).

Kepribadian prepsikotik, dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia yang ditandai

dengan penarikan diri dan terlalu kaku secara sosial, sangat pemalu, dan sering mengalami

kesulitan di sekolah meskipun I.Q-nya normal. Suatu pola yang sering ditemui yaitu

keterlibatan dalam aktivitas antisosial ringan dalam satu atau dua tahun sebelum episode

psikotik. Beberapa pasien, sebelum didiagnosis skizofrenia, mempunyai gangguan kepribadian

skizoid, ambang, antisosial, atau skizotipal. Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai

campuran gejala-gejala di bawah ini:

1. Gangguan Pikiran

a. Gangguan proses pikir

Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak

dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah:

Asosiasi longgar

Ide pasien sering tidak menyambung (terjadi keseimbangan penyampaian dari

satu ide ke ide yang lain). Ide tersebut seolah dapat melompat dari satu topik ke

topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan pendengar.

Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga

pembicaraan sering tidak koheren.

Pemasukan berlebihan

Arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan karena

pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan.

1

Page 3: SKIZOFRENIA

Neologisme

Pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka mungkin mengandung

arti simbolik).

Terhambat

Pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan

disambung kembali beberapa saat (atau beberapa menit) kemudian, biasanya

dengan topik yang lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Biasanya

pikiran-pikiran lain masuk ke dalam ide pasien. Perhatian pasien sering sangat

mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat.

Klang asosiasi

Pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru

saja diucapkan dan bukan isi pikirannya.

Konkritisasi

Pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan

berpikir abstraknya.

Alogia

Pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh resistensi yang

disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi

sangat sedikit ide yang disampaikan (miskin isi pembicaraan).

b. Gangguan Isi Pikir

- Waham

Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan

fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (misalnya; mata saya adalah

komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat

tidak mungkin, misalnya, “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun

telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering

ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofenia semakin sering ditemui

waham disorganisasi atau waham tidak sistematis:

Waham kejar

Waham kebesaran

1

Page 4: SKIZOFRENIA

Waham rujukan

Yaitu pasien meyakini ada “arti” di balik peristiwa-peristiwa dan meyakini

bahwa peristiwa-peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut seolah-olah

diarahkan kepada mereka.

Waham penyiaran pikiran

Yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membaca pikiran mereka.

Waham penyisipan pikiran

Yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien.

- Tilikan

Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurungan tilikan yaitu pasien

tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun

gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.

2. Gangguan Persepsi

a. Halusinasi

Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga

berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran (paling

sering suara, satu atau beberapa orang) dapat pula berupa komentar tentang pasien atau

peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk

ancaman atau perintah-perintah yang langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi

komando). Suara-suara sering (tetapi tidak selalu) diterima pasien sebagai sesuatu yang

berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-

pikiran mereka sendiri berbicara keras (sering memalukannya atau suara yang

memalukan). Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal

skizofrenia.

b. Ilusi dan depersonalisasi

Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya

misinterpretasi pasca indra terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing

terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan

sekitarnya, misalnya dunia terlihat tidak nyata.

1

Page 5: SKIZOFRENIA

3. Gangguan Emosi

Pasien skizofrenia dapat memperlihatkan berbagai emosi dan dapat berpindah dari

satu emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering

(tetapi tidak patognomonik):

1. Afek tumpul atau datar

Ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek tersebut seharusnya

diekspresikan. Pasien tidak menunjukkan kehangatan.

2. Afek tak serasi

Afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan pikiran dan

pembicaraan pasien.

3. Afek labil

Dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas.

4. Gangguan Perilaku

Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh,

wajah dan menyeringai, perilaku ritual, sangat ketolol-tololan, agresif, dan perilaku seksual

yang tidak pantas. Skizofrenia dapat berlangsung beberapa bulan atau bertahun-tahun (lebih

sering). Kebanyakan pasien mengalami kekambuhan dalam bentuk episode aktif, secara

periodik, dalam kehidupannya, secara khas dengan jarak beberapa bulan atau tahun. Selama

masa pengobatan, pasien biasanya memperlihatkan gejala residual (sering dengan derajat

keparahan yang mneingkat setelah beberapa tahun). Walaupun demikian, ada sebagian

kecil pasien yang mengalami remisi.

Sebagian besar pasien-pasien skizofrenia yang dalam keadaan remisi dapat

memperlihatkan tanda-tanda awal kekambuhan. Tana-tanda awal tersebut meliputi

peningkatan kegelisahan dan ketegangan, penurunan nafsu makan, depresi ringan dan

anhedonia, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu.

III. KLASIFIKASI SKIZOFRENIA

Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IV atau

ICD X. berdasarkan DSM-IV :

1. Berlangsung paling sedikit enam bulan

2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan

interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi.

1

Page 6: SKIZOFRENIA

3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut.

4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,

autisme, atau gangguan organik. 2

Semua pasien skizofrenia sebaliknya digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe yang

telah disebutkan diatas. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang

paling menonjol.

1. Tipe Paranoid

Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih

belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat sangat

konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya.

Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif,

marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren atau

disorganisasi 1,3. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir

tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui:

a. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu.

b. Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina.

2. Tipe Disorganisasi

Gejala-gejalanya adalah:

a. Afek tumpul, ketolo-tololan atau tak serasi

b. Sering inkoheren

c. Waham tak sistematis

d. Perilaku disorganisasi seperti menyeringai dan menerisme (sering ditemui).

3. Tipe Katatonik

Pasien mempunyai paling sedikit satu dari (atau kombinasi) beberapa bentuk katatonia:

1. Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau

orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.

2. Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha

untuk menggerakkan fisiknya.

3. Regiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rijit.

4. Postur katatonik yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.

1

Page 7: SKIZOFRENIA

5. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam

jiwanya (misalnya karena kelelahan).

4. Tipe Tak Terinci

Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol

(misalnya kebingungan, inkoheren) atau memenuhi criteria skizofrenia tetapi tidak dapat

digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca

skizofrenia.

5. Tipe Residual

Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-

gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik,

asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).

6. Depresi Pasca Skizofrenia

Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu

serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak

mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala

positif atau negatif (biasanya lebih sering gejala negatif). Sebagai pedoman diagnostik yaitu:

a. Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi criteria umum skizofrenia) selama 12 bulan

terakhir.

b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada.

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya criteria untuk

suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu.

7. Skizofrenia Simpleks

Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara menyakinkan

karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari

gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham,

atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan

perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai

kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial.

8. Skizofrenia Lainnya

Termasuk : skizofrenia senestopatik dan gangguan skizofreniform YTT.

Termasuk : Skizofrenia siklik, skizofrenia laten dan gangguan lir-skizofrenia akut.

1

Page 8: SKIZOFRENIA

9. Skizofrenia YTT 1,2,4

IV. PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai penyakit berlangsung

terus-menerus, episodik dengan atau tanpa gejala residual di antara episode, atau episode

tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala-gejala cenderung tumpang tindih, dan

diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe lain sesuai dengan perjalanan waktu

(baik dalam satu episode atau dalam episode berikutnya). Akhirnya, setelah bertahun-tahun,

gejala klinik, pada beberapa pasien, cenderung berubah menjadi gambaran umum seperti

penarikan diri dari hubungan sosial, afek datar, pikiran idiosinkrasi, dan adanya impermen

fungsi sosial dan personal (pada waktu yang sama, perjalanan penyakit menjadi lebih stabil,

dengan gejala-gejala akut lebih sedikit dan episode kekambuhan lebih jarang).

V. ETIOLOGI

Belum ditemukan etiologi yang pasti mengenai skizofrenia. Ada beberapa hasil

penelitian yang dilaporkan saat ini:

1. Biologi

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada

penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat (telah

direplika dan dibandingkan) pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak

dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral 1,5 yang stabil yang kadang-kadang sudah

terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial 6 dan lebih spesifik

yaitu girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala, disorientasi spasial sel piramid

hipokampus 7 dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir

(tidak ada gliosis) dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif 8. Lokasinya

menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia, misalnya gangguan

hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan

dengan simptom negatif skizofrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibody sitomegalovirus

dalam cairan cerebrospinal (CSS), limfosit atipikal tipe P (terstimulasi), gangguan fungsi

hemisfer kiri, gangguan transmisi dan pengurangan ukuran corpus colosum, pengecilan

vermis serebri, penurunan aliran darah dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat

1

Page 9: SKIZOFRENIA

dengan PET), kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan

perhatian dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan

benda.

Pada individu yang berkembang menjadi skizofrenia terdapat peningkatan insiden

komplikasi persalinan (premature, berat badan lahir rendah (BBRL), lahir pada masa

epidemi influenza), lebih besar kecenderungan lahir pada akhir musim dingin atau awal

musim panas, dan terdapat gangguan neurologi minor. Kemaknaan penemuan-penemuan

ini belum diketahui. Bagaimanapun, ini menunjukkan adanya dasar biologik dan

heterogenitas skizofrenia.

2. Biokimia

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu

adanya gangguan neurotransmitter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin

sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama:

1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia bekerja

memblok reseptor dopamin pasca sinaps.

2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar

dibedakan, secara klinis, dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin

melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia.

3. Adanya peningkatan jumlah reseptor di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan

putamen pada skizofrenia.

Penelitian reseptor saat ini tidak banyak memberikan hasil 9 . Teori lain yaitu

peningkatan serotonin di susunaan saraf pusat. Setelah pemberian obat yang bersifat

antagonis terhadap neurotranmiter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia.

3. Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, kompleks dan

poligen 10 . Sesuai dengan penelitian hubungan darah, skizofrenia adalah gangguan yang

bersifat keluarga (misalnya terdapat dalam keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan

semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar 11 , kembar monozigot mempunayi

resiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada

penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia diadopsi, waktu lahir, oleh

kelurga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh

sendiri oleh orangtuanya yang skizofrenia. (lihat tabel)

1

Page 10: SKIZOFRENIA

Tabel. Risiko terjadinya skizofrenia selama kehidupan

Populasi umum 1%

Kembar monozigot * 40-50%

Kembar dizigot 10%

Saudara kandung skizofrenia 10%

Orang tua 5%

Anak dari salah satu orang tua skizofrenia 10-15%

Anak dari kedua orang tua skizofrenia 30-40%

*catatan bahwa 50% kembar monozigot tidak keduanya menderita skizofrenia, sehingga jelaslah

bahwa faktor lingkungan juga memegang peranan. Terjadinya penyakit merefleksikan adanya faktor

bawaan dan pengasuhan.

Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan

secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan

spektrum skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan

gangguan kepribadian paranoid dan antisosial.

4. Faktor Keluarga

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan

kekambuhan dan mempertahnkan remisi. Pasien yang pulang ke rumah sering relaps pada

tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan dipanti penitipan.

Pasien yang beresiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostil,

memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut

campur, sangat pengeritik (disebut ekspresi emosi tinggi)12 . Pasien skizofrenia sering tidak

“dibebaskan” oleh keluarganya.

Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh

pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan

sedikit tidak logis. Pada tahun 1956, Betson menggambarkan suatu karakteristik “ikatan

ganda” yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespons pesan yang

bentuknya kontradiktif sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa

pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak

skizofrenia. 13

1

Page 11: SKIZOFRENIA

VI. DIAGNOSIS BANDING

Skizofrenia harus dibedakan dengan semua kondisi yang menimbulkan psikosis aktif.

Semua kemungkinan-kemungkinan harus dengan hati-hati disisihkan misalnya gangguan

skizoafektif, gangguan afektif berat, dan semua kondisi organik yang sangat mirip dengan

skizofrenia, misalnya stadium awal Khorea Huntington, stadium awal penyakit Wilson, epilepsi

lobus temporalis atau frontalis, stadium awal multiple sklerosis dan sindrom lupus

eritomatosus, porfiria, paresis umum, penyalahgunaan zat yang kronik, dan halusinasi

alkoholik kronik. Hati-hati menilai katatonia untuk kondisi medik/neurologik.

VII. PENGOBATAN

1. Terapi biologik

Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok,

berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu dopamin receptor antagonis (DRA) atau

antipsikotika generasi I (APG-I) dan serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotika

konvensional atau tipikal sedangkan APG-II disebut juga antipsikotika baru atau atipikal.

Sebaiknya skizofrenia diobati dengan APG-II dengan kisaran dosis ekuivalen

klorpromazin 300-600 mg per hari atau kadang-kadang mungkin lebih. Pemeliharaan

dengan dosis rendah antipsikotika diperlukan, setelah kekambuhan pertama. Dosis

pemeliharaan sebaiknya diteruskan untuk beberapa tahun.

Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif sedangkan

untuk gejala negatif hampir tidak bermanfaat. Obat APG-II bermanfaat baik untuk gejala

positif maupun negatif. 16

Standar emas baru adalah APG-II. Meskipun harganya mahal tetapi manfaatnya

sangat besar. Pilihlah APG-II yang efektif dan efek samping yang lebih ringan dan dapat

digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan jumlah sel darah putih setiap

minggu. Gunakanlah APG-II yang aman yang anda tidak harus memantaunya secara ketat.

Di bawah ini akan dibahas mengenai APG-I dan APG-II.

a. Antipsikotika Generasi Pertama

1

Page 12: SKIZOFRENIA

Obat golongan APG-I disubklasifikasikan lagi sesuai dengan struktur kimia dan

efek klinis. Cara lain untuk mengklasifikasikannya yaitu sesuai potensinya. Sesuai

dengan potensinya, APG-I diklasifikasikan sebagai berpotensi rendah, sedang dan

tinggi. Pembagian ini berguna bagi klinikus karena ia dapat memberikan informasi

tentang banyak obat yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek klinik dan perkiraan efek

samping yang akan terjadi.

Kimiawi APG-I

- Fenotiazine

Semua fenotiazine mempunyai struktur yang sama yaitu tiga cincin.

Perbedaannya terletak pada rantai samping atom nitrogen cincin tengah. Fenotiazine

terdiri tiga jenis, berdasarkan subsitusi pada posisi sepuluh. Subsitusi ini

memberikan pengaruh penting terhadap karakteristik farmakologi fenotiazine.

Subsitusi pada rantai alifatik, seperti khlopromazin menyebabkan turunnya

potensi antipsikotik. Obat ini cenderung menyebabkan sedasi, hipotensi, dan efek

antikolinergik, pada dosis terapeutiknya. Khlorpromazin mempunyai atom chlorine

pada posisi dua. Apabila atom chlorine dibuang, akan dihasilkan promazine yaitu

suatu antipsikotik lemah. Mensubstitusi piperidine pada posisi sepuluh dapat

menghasilkan kelompok antipsikotik seperti tioridazine. Obat ini mempunyai

potensi dan profil efek samping yang sama dengan fenotiazine alifatik. Flufenazin

dan trifluoperazine merupakan antipsikotik dengan kelompok piperazin yang

disubstitusi.

Piperazin memiliki efek otonom dan antikolinergik lebih rendah tetapi

memiliki afinitas yang tinggi sehingga efek samping ekstrapiramidalnya (EPS) lebih

tinggi. Beberapa fenotiazine piperazin diesterifikasi pada kelompok hidroksil bebas

dengan etanoat dan asam dekanoat sehingga terbentuk AP depo APG-I jangka

panjang.

- Tioxantine

Tioxantine mempunyai persamaan struktur cincin tiga dengan fenotiazin tetapi

nitrogen pada posisi sepuluh disubstitusi dengan atom karbon. Klorprotixine

merupakan tioxantine alifatik potensi rendah dengan perofil efek samping sama

dengan khlopromazin.

- Butirofenon

Butirofenon mempunyai cincin piperidine yang melekat pada kelompok amino

tertier. Haloperidol merupakan antipsikotik yang termasuk kelompok ini.

1

Page 13: SKIZOFRENIA

Haloperidol dan butirofenon lain bersifat antagonis yang sangat poten. Efek

terhadap sistem otonom dan efek antikolinergiknya sangat minimal. Haloperidol

merupakan piperidine yang paling sering digunakan.

- Dibenzoxazepine

Obat antipsikotika ini mempunyai struktur cincin tiga dengan tujuh cincin

pusat. Loxapine adalah satu-satunya obat dari kelompok ini yang tersedia saat ini di

Amerika Serikat. Clozapine, dibenzodizepine, berbeda dengan loxapine yaitu

adanya nitrogen sebagai pengganti atom oksigen di cincin tengah dan juga berbeda

dalam rantai samping.

- Dihidronidol

Dihidronidol secara struktur dikaitkan dengan serotonin, melatonin, dan

halusinogen indol seperti dimetiltriptamin. Molindone satu-satunya dihidronidol

yang tersedia di Amerika Serikat.

- Difenilbutil Piperidine

Difenilbutil piperidine sama strukturnya dengan butirofenon. Pimozide, satu-

satunya difenilbutil piperidine yang tersedia.

Farmakokinetik

Obat-obat antipsikotika berbeda-beda farmakologinya. Fenotiazin dan

tioxantine mempunyai persamaan struktur dan juga mempunyai cara metabolisme

yang sama. Begitu pula butirofenon dan difenilbutil piperidine, juga mempunyai

persamaan dalam struktur dan cara metabolismenya. Konsentrasi obat-obat yang

kerjanya pendek meningkat dengan cepat selama fase absorbsi dan menurun selama

fase distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Fase distribusi, metabolisme, dan

eliminasi dipengaruhi oleh faktor yang berbeda bergantung dari struktur kimia

antipsikotiknya.

- Absorbsi

Pada umumnya, obat-obat antipsikotik diabsorbsi bila ia diberikan peroral atau

perentral. Absorbsi pemberian oral kurang dapat diprediksi jumlahnya bila

dibandingkan dengan pemberian perentral. Obat dalam bentuk cairan diabsorbsi

lebih cepat daripada tablet. Puncak konsentrasi plasma obat-obat antipsikotika

dicapai 1-4 jam setelah pemberian oral dan 30-60 menit setelah pemberian intra

1

Page 14: SKIZOFRENIA

musculus (IM). Obat-obat IM mencapai konsentrasi puncak lebih cepat daripada

obat-obat oral. Awitan kerjanya juga lebih cepat. Konsentrasi puncak sebagian besar

antipsikotika IM dicapai dalam waktu ± 30 menit dan efek klinik terlihat dalam 15-

30 menit. Konsentrasi puncak plasma pada pemberian oral dicapai dalam 1-4 jam

setelah pemberian. Obat-obat antasid, kopi, rokok, dan makanan dapat

mempengaruhi absorbsi.

Variable-variabel yang mempengaruhi farmakokinetik antipsikotika:

a. Umur

Kemampuan klirens obat pada orangtua sangat bervariasi. Pada orang

yang sangat tua (>80 tahun), kemampuan klirens selalu berkurang.

b. Genetik

Polimorfisme pada enzim CYP 2D6 dan CYP 2C19 berpengaruh

terhadap farmakokinetik. Faktor etnik juga berpengaruh terhadap

farmakokinetik. Terdapat variasi yang luas pada masing-masing pasien bila

dikaitkan dengan CYP 3A.

c. Penyalahgunaan Zat

Pada perokok terdapat peningkatan metabolisme obat karena terjadinya

peningkatan enzim CYP 1A2. Pada ketergantungan etanol dapat terjadi

peningkatan atau penurunan kemampuan metabolisme obat. Keadaan ini

bergantung dari beratnya perilaku penggunaan alkohol, keadaan fungsi hepar

dan nutrisi.

d. Kondisi Medik

Penurunan aliran darah hepar dapat menurunkan klirens.

e. Penghambat Klirens

Selective serotonin teuptake inhibitors (SSRRI), TCA, cimetidine,

beta-bloker, isoniazid, metilfenidat, erythromycin, triazolobezo diazepine,

khloramfenikol, ciprofloxacin, ketoconazole, dan lain-lain dapat menghambat

klirens.

f. Penginduksi Enzim

Karbamazepine, fenotoin, etambutol, dan barbiturate dapat

menginduksi enzim sehingga meningkatkan metabolisme antipsikotik.

g. Perubahan Protein Pengikat

Perubahan dalam ikatan protein dapat terjadi akibat stress (fase akut

dapat meningkatkan ikatan dnegan protein) dan hipoalbumin yang sering

terjadi pada malnutrisi, kegagalan hepar dan ginjal.

1

Page 15: SKIZOFRENIA

Konstentrasi obat stabil dalam darah (steady state) biasanya dicapai

dalam waktu 3-5 kali waktu paruhnya. Apabila waktu paruhnya sekitar 24

jam, tingkat kestabilan dalam darah obat-obat seperti khlopromazine,

haloperidol, dan APG-I lainnya dapat dicapai 3-5 hari. Bioavailabilitas

(jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik) meningkat secara nyata (± 10

kali) bila APG-I diberikan perentral. Perbedaan ini dapat mereflesikan

absorbsi yang tak sempurna dalam sistem pencernaan.

- Distribusi

Penurunan konsentrasi plasma terjadi karena pendistribusian obat ke berbagai

bagian tubuh. Karena obat antipsikotik bersifat lipofilik, ia cenderung terakumulasi

dalam jaringan lemak, paru dan otak. Karena konsentrasi dalam otak cenderung

seimbang dengan konsentrasi dalam plasma, pengukuran konsentrasi plasma dapat

memperkirakan konsentrasi dalam otak.

Sebagian besar APG-I terikat dengan protein. Lebih dari 90% flufenazine dan

haloperidol terikat dalam protein plasma. Sisanya atau yang terikat akan melewati

sawar otak. Kondisi yang mengganggu jumlah protein plasma (misalnya malnutrisi)

mempengaruhi jumlah bioavaibilitas antipsikotik.

- Metabolisme dan Eliminasi

Sebagian besar metabolisme APG-I dilakukan oleh hepar dan terjadi malalui

konyugasi (dengan asam glukorinat), hidroksilasi, oksidasi, demetilasi, dan

pembentukan sulfoksida.

Metabolisme fenotiazin dan tioxantine lebih kompleks. Misalnya,

khlorpromazine mempunyai metabolit penting lebih dari 100. Beberapa metabolit

memiliki aktivitas farmakologis yang bermakna. Tioridazine memiliki metabolit

yang lebih aktif dari tioridazin induknya. Sebaliknya, haloperidol hanya mempunyai

satu metabolit utama yang mempunyai aktifitas dopaminergik yang kurang bila

dibandingkan dengan haloperidol induknya. Haloperidol yang dalam bentuk

metabolit ini diubah kembali ke dalam bentuk aslinya dan ia berkontribusi dalam

aktivitas antipsikotik tersebut.

Sebagian besar APG-I dimetabolisme oleh isoenzim P450 (CYP) 2D6 dan

CYP 3A. karena isoenzim yang sama juga memetabolisme sejumlah obat yang sering

digunakan dalam kombinasi dengan antipsikotika, sejumlah interaksi obat dapat

terjadi. Pada masing-masing pasien terdapat perbedaan yang substansial dalam

1

Page 16: SKIZOFRENIA

kemampuan absorbsi, distribusi, dan memetabolisme obat dan kondisi ini dapat

memengaruhi dosis obat. Obat-obat yang tidak mengalami perubahan dieksresikan

melalui ginjal.

Farmakokinetik obat-obat depo

Obat AP depo jangka panjang berbeda dengan obat-obat oral jangka pendek.

Flufenazine dan haloperidol depo disediakan dalam bentuk ester dan dilarutkan dalam

minyak. Obat diberikan melalui IM dan secara perlahan-lahan akan berdifusi dari

pelarut minyak ke jaringan sekitarnya. Obat diabsorbsi secara terus-menerus selama

interval injeksi. Obat depo jangka panjang akan mencapai kadar stabil dalam darah

lebih lama waktunya dan ia juga akan dieliminasi lebih lambat. Haloperidol dan

flufenazine depo mencapai kadar stabil lebih kurang tiga bulan sehingga kadar plasma

masih dapat dideteksi beberapa bulan setelah obat dihentikan.

Saat ini tersedia APG-II long acting yaitu risperidone long acting. Ia

merupakan suspense encer dengan pelarut air. Hampir tidak ada nyeri dan efek

samping ditempat penyuntikan. Ada tiga dosis yang tersedia saat ini yaitu 25 mg, 50

mg, dan 75 mg. obat ini efektif untuk pemberian akut atau jangka panjang dan

diberikan setiap dua minggu.

Penggunaan APG-I pada usia lanjut

Pasien usia lanjut membutuhkan dosis lebih rendah karena beberapa alasan:

1. Penurunan klirens ginjal

2. Penurunan cardiac ouput

3. Penurunan fungsi hepar

4. Penurunan aktivitas P450

5. Pasien lebih sensitive untuk EPS

Farmakodinamik

Obat APG-I bekerja pada reseptor-reseptor neurotransmitter. Aktivitas

reseptor akan diteruskan ke dalam peristiwa-peristiwa intraseluler.

Mekanisme Kerja APG-I

-Efek APG-I Terhadap Sistem Dopamin

Obat APG-I memberikan efek antipsikotik dengan jalan menurunkan aktivitas

dopamin. Haloperidol dan khlorpromazine dapat meningkatkan metabolisme

1

Page 17: SKIZOFRENIA

dopamin pada daerah yang kaya dopamine. Hal ini menunjukkan bahwa kedua zat

ini bekerja sebagai dopamin antagonis. Obat APG-I dapat menghambat aktivitas

dopamin yang diinduksi oleh amfetamin. Perilaku streotipi yang dimediasi oleh

penggunaan dopamin dapat berkurang dengan pemberian APG-I.

Zat-zat seperti amfetamin, methylphenidate, cocain, dapat meningkatkan

aktivitas dopamin. Efek APG-I sebagai antipsikotika dikaitkan dengan

kemampuannya menurunkan aktivitas dopamin. Obat APG-I dikaitkan dengan

afinitasnya yang kuat terhadap D2. Ia bekerja efektif, bila 80% D2 di otak dapat

dihambat. Bila hambatan terhadap reseptor D2 lebih besar, extrapyramidal

simptoms (EPS) dapat terjadi tanpa adanya penambahan efektivitas APG-I sebagai

antipsikotika.

Semua bentuk atau tipe skizofrenia dapat mengalami perbaikan dengan APG-

I. tidak ada bukti bahwa subtipe skizofrenia tertentu berespons lebih baik terhadap

jenis antipsikotika tertentu. Obat APG-I yang berpotensi rendah lebih bersifat sedasi

sehingga ia lebih efektif untuk pasien yang lebih agitatif. Sedangkan obat berpotensi

tinggi, nonsedasi, lebih efektif untuk pasien yang menarik diri. Wanita lebih

berespons dan membutuhkan dosis antipsikotika lebih rendah bila dibandingkan

dengan pria.

-Efek Terhadap Organ dan Sistem Tertentu

Efek Terhadap Sistem Motorik

Dosis tinggi APG-I dapat menimbulkan sindrom immobilitas yaitu tonus otot

meningkat dan postur abnormal disebut katalepsi. Zat ini dapat menurunkan aktifitas

motorik karena ia menginaktifkan neuron dopamin pada substansia nigra. Semua

obat APG-I dapat menimbulkan efek samping EPS. Efek samping ini dibagi menjadi

efek akut yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu pertama

pemberian obat. Sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan-

bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat. Di bawah ini beberapa efek samping

EPS akut:

a. Parkinsonisme

Parkinsonisme dikaitkan dengan blockade dopamin di ganglia basal. Pasien

dapat mengalami semua gejala yang sama dengan gejala penyakit Parkinson

idiopatik sebagai regiditas, bradikinesia, tremor, muka topeng, berjalan dengan

menyeret kaki, lenggang lengan berkurang atau seperti robot. Selain itu, refleks

1

Page 18: SKIZOFRENIA

glabella positif dapat pula ditemukan. Gejala ini sering terjadi antara lima hari

sampai dengan 30 hari pertama pengobatan. Faktor risiko terjadinya

parkinsonisme yaitu besarnya dosis, tuanya umur, riwayat parkinsonisme, dan

kerusakan ganglia basal.

Parkinsonisme dalam bentuk ringan dapat terlihat seperti penurunan gerakan

spontan, ekspresi wajah topeng, pembicaraan tidak spontan, dan kesulitan dalam

memulai aktivitas atau disebut juga akinesia. Keadaan ini sulit untuk dibedakan

dengan gejala negatif skizofrenia. Pasien akinesia terlihat seperti depresi.

Kecenderungan pasien dengan akinetis sulit untuk menyilangkan kaki mereka

dapat membantu untuk menilai akinetis.

b. Distonia Akut

Distonia akut yaitu spasme otot yang menetap atau sementara. Otot-otot

yang sering mangalami spasme yaitu otot badan, leher, dan kepala, serta

menyebabkan gerakan involunter. Keadan ini merupakan efek samping yang

paling menakutkan. Awitannya biasanya tiba-tiba. Sekitar 10% distonia terjadi

pada jam-jam pertama terapi obat dan 90% terjadi dalam tiga hari pertama

pengunaan obat. Gejala yang paling sering muncul yaitu opistotonus, rigiditas

otot-otot belakang, retrokolis, tortikolis leher, krisis okulogirik, spasme pada

sebelah atau kedua mata sehingga mata mendelik ke atas, makroglosia, protrusi

lidah sehingga bisa tercekik, dan distonia laring. Distonia laring dan otot faring

dapat menyebabkan kematian mendadak.

c. Akatisia

Akatisia merupakan EPS akut yang paling membuat penderitaan. Sekitar

41% pasien yang diobati dengan APG-I mengalami akatisia ringan dan 21%

mengalami akatisia sedang dan berat. Manifestasi klinis yang paling sering yaitu

ketidakmampuan pasien untuk duduk diam, sering mengubah-ubah posisi ketika

sedang duduk, jalan di tempat, kaki tidak bisa diam, dan pasien merasa gelisah

secara subjektif. Pasien akatisia selalu ingin bergerak atau berjalan. Pada kasus

yang ringan, pasien merasa gelisah tetapi tidak memperlihatkan peningkatan

aktifitas motorik.

Akatisia dapat terlihat pada hari kedua atau ketiga penggunaan antipsikotik

tetapi yang paling sering terjadi yaitu pada hari kelima. Membedakan akatisia

dengan kegelisahan yang dikaitkan dengan gejala psikotik sangat sulit.

1

Page 19: SKIZOFRENIA

Kegelisahan pada psikotik biasanya disebabkan oleh iritabilitas dan ansietas.

Pasien psikotik dengan akatisia kadang-kadang terlihat lebih hostil. Klinikus

sering salah menilai keadaan ini yaitu pasien dianggap gelisah akibat gejala

psikotiknya tidak berespons terhadap antipsikotik sehingga dosis obat dinaikkan.

Akibatnya gejala akatisia semakin memburuk.

Penatalaksanaan EPS Akut

Obat asetil-kolin efektif untuk menghilangkan EPS. Distonia akut dapat

dihilangkan dengan injeksi IM/IV diphenhydramine (Benadryl), benztropine

(Congentin) IM/IV atau asetil-kolin lainnya dalam beberapa menit obat memasuki

aliran darah. Obat asetil-kolin oral biasanya diberikan untuk parkinsonisme dan

akatisia. Penurunan dosis antipsikotika sering efektif. Walaupun demikian, EPS dapat

terjadi pada penatalaksanaan psikosis dengan dosis minimum. Amantadine,

memengaruhi rilis dopamine, juga efektif untuk mengurang gejala EPS. Agonis

dopamin langsung (bromocriptine) dan agonis dopamin yang tidak langsung

(levodopa) dapat diberikan tetapi harus hati-hati karena ia dapat memperburuk gejala

psikotik.

Antikolinergik efektif untuk mengatasi akatasia. Antagonis reseptor

adrenergik seperti propanolol (inderal 10-80 mg/hari) juga efektif untuk mengobati

akatisia. Karena akatisia merupakan gangguan dalam keseimbangan antara dopamine

dan norepinefrin, pemberian propanolol dapat bermanfaat.

Pemberian antikolinergik harus hati-hati pada pasien hipertermia dan delirium

karena ia dapat memperberat penurunan kesadaran. Juga harus hati-hati pada pasien

glaucoma, ileus, retensi urine, dan hipertopi prostat.

Pada tahun 1990, WHO mempublikasi konsesus tentang penggunaan

antikolinergik pada pasien yang menerima antipsikotika jangka panjang. Konsensus

itu menentang penggunaan antikolinergik sebagai profilaktik efek samping

antipsikotika. Hal ini karena sekitar 30%-50% pasien yang menerima antipsikotika

tidak memerlukan antikolinergik. Selain itu, penggunaan antikolinergik juga dapat

memberikan efek samping seperti memburuknya TD, risiko toksisitas antikolinergik,

dan gangguan memori, serta kemungkinan timbulnya interaksi farmakokinetik dengan

obat yang sedang digunakan. Konsensus menyatakan bahwa penggunaan

antikolinergik sudah sangat berlebihan oleh karena itu ia harus diresepkan bila

dibutuhkan. Efek samping yang muncul seharusnya diatasi dengan mengurangi dosis

antipsikotika yang digunakan atau mengganti dengan antipsikotika jenis lain.

1

Page 20: SKIZOFRENIA

Akatisia ringan dapat terlihat seperti anksietas atau iritabilitas dan diskinesia

ringan dapat terlihat seperti simptom negatif (motifasi kurang dan efek tumpul). Pada

kondisi ini antikolinergik jangka panjang dapat bermanfaat. Profilaksis antikolinergik

dapat diberikan bila pasien beresiko untuk terjadinya efek samping seperti pasien usia

muda yang diobati dengan APG-I potensi tinggi. Beberapa pasien, kadang-kadang

menginterpretasikan distonia sebagai alergi obat sehingga ia menolak obat. Oleh

karena itu, pada pasien yang ada resiko dapat digunakan antikolinergik profilaksis

tetapi dosis secara barangsur-angsur diturunkan. Adanya EPS harus dievaluasi secara

teratur.

Neuroleptic Malignant Syndrome (NMS)

Efek samping ini sangat jarang terjadi, walaupun demikian kejadian ini sering

fatal. Gambaran klinis NMS yaitu:

1. Hipertermia

2. Rigiditas otot yang sangat berat

3. Sistem otonom yang tak labil (hipertermia, takikardi, tekanan darah meningkat,

takipneu, dan diaforesis)

4. Penurunan kesadaran

5. Peningkatan keratin fosfokinase

6. Peningkatan transaminase hati, leukositosis, dan mioglobinuria

7. Dapat terjadi kegagalan ginjal akut

Kematian berkisar antara 20%-30% dan angka ini lebih tinggi bila yang

digunakan adalah obat depo. Efek samping NMS sering terjadi pada penggunaan

APG-I potensi tinggi, dosis tinggi, atau bila kenaikan dosis terlalu cepat. Sering

terjadi pada usia muda dan pria dua kali lebih sering daripada wanita. Klinikus

harus hati-hati bila pasien memperlihatkan gejala regiditas otot yang berat dan

disertai dengan peningkatan temperature tubuh. Diagnosis dan terapi dini sangat

menolong keslamatan jiwa pasien.

- Penatalaksanaan

Bila ada dugaan NMS, antipsikotika yang sedang digunakan harus dihentikan.

Pasien diberikan terapi suportif dan simptomatis yaitu diberikan anti Parkinson

untuk gejala EPS, mengoreksi keseimbangan elektrolit, mengobati demamnya dan

mengoreksi gejala kardiovaskuler. Dantrolene (dantrium) efektif untuk mengobati

NMS berat. Terapi dimulai dengan memberikan 0,8-2,5 mg/kg BB, setiap 6 jam,

1

Page 21: SKIZOFRENIA

secara IV. Dosis maksimum 10 mg/kg BB per hari. Apabila gejala berkurang,

dantrolene diberikan secara oral dengan dosis 100-200 mg/hari. Bromokiptine

dapat ditambahkan dnegan dosis 20-30 mg/hari dalam empat kali pemberian.

Terapi berlangsung 5-10 hari kecuali bila yang digunakan depo. Penyebab dan

resiko biologik tidak diketahui. Apabila pasien sembuh dari NMS-nya, biasanya

APG-I yang sama dapat digunakan kembali.

Tardive Diskinesia (TD)

Efek samping TD sering terjadi setelah terapi jangka panjang dengan APG-I.

pasien dengan TD sering memperlihatkan berbagai gerakan motorik abnormal.

Misalnya, gerakan lidah, mulut, mengecap-ngecapkan bibir, menghisap, dan

mengerutkan wajah atau meringis. Gerakan lain yaitu gerakan anggota gerak yang

tidak terkoordinasi seperti gerakan koreoatetoid (jari tangan dan kaki), dan gerakan

menggeliatkan badan. Pasien dengan usia lebih muda cenderung memperlihatkan

gerakan atetoid badan, anggota gerak dan leher.

Apabila dosis antipsikotik diturunkan atau dihentikan, mula-mula akan terlihat

perburukan diskinesia (diskinesia muncul karena obat dihentikan) tetapi secara

berangsur-angsur diskinesia akan berkurang. Obat antiparkinsonisme sering

memperburuk TD tetapi apabila TD muncul bersamaan dengan gejala EPS lain,

pemberian obat antiparkinsonisme kadang-kadang tidak dapat dihindari.

Meskipun mekanisme biologik yang mendasari TD masih kontroversi,

beberapa peneliti menemukan bahwa TD dikaitkan dengan peningkatan sensitifitas

reseptor dopamin di ganglia basal. Ini didukung oleh observasi bahwa obat yang

menghambat dopamin menekan TD sedangkan obat yang bersifat agonis dopamin

memperburuk TD. Hambatan terhadap reseptor dopamin dapat meningkatkan

regulasi.

Sekitar 10%-20% pasien skizofrenia yang diobati dengan APG-I, setelah satu

tahun dapat mengalami TD. Dari suatu penelitian prospektif didapatkan bahwa sekitar

4%-5% pasien yang sedang menggunakan antipsikotika akan menderita TD setiap

tahun. Pada populasi tertentu resikonya lebih tinggi. resiko TD meningkat dengan

bertambahnya umur, terutama pada wanita. Angka kumulatif TD pada orang tua

adalah 25%, 34%, dan 53% setelah 1,2, dan 3 tahun diterapi dengan antipsikotika.

Walaupun terapi antipsikotika dihentikan, perbaikan TD jarang didapat terutama pada

orangtua.

Pasien dengan gangguan mood juga mempunyai resiko yang lebih besar untuk

terjadinya TD. Faktor resiko lain yaitu tingginya dosis obat dan lamanya jangka

1

Page 22: SKIZOFRENIA

pemberian antipsikotika. Pada mulanya ada dugaan bahwa perjalanan TD progresif

dan irreversible. Tidak semua pasien TD mengalami hal seperti ini. Beberapa pasien

mengalami perkembangan TD yang progresif pada awalnya tetapi kemudian menjadi

stabil atau tidak semakin buruk. Akhir-akhir ini ada bukti bahwa beberapa pasien TD

dapat mengalami remisi meskipun APG-I terus dikonsumsinya. Pasien yang sering

mendapatkan remisi yaitu pasien dengan awitan baru dan usia di bawah 40 tahun.

- Tremor Perioral

Pasien skizofrenia yang menerima APG-I secara teratur lebih dari enam bulan

harus dievaluasi kemungkinan adanya TD. Untuk mengevaluasi TD dapat

digunakan instrument Abnormal involuntary Movement Scale (AIMS). Apabila

ditemukan adanya TD, keputusan untuk melanjutkan APG-I harus dipertimbangkan.

Pertimbangan akibat penghentian antipsikotika terhadap penyakitnya dan efek

antipsikotika terhadap TD harus dibuat. Pada pasien yang sudah kronis, pilihan yang

sering diambil adalah melanjutkan antipsikotika. Hal ini harus setelah berdiskusi

dengan keluargadan pasien. Oenggunaan dosis efektif antipsikotika yang paling

kecil sering dapat mengurangi TD.

Pasien dengan TD yang berat dapat diberikan clozapine karena clozapine

dapat menekan TD. Dari penelitian yang dilakukan terhadap binatang terbukti

bahwa clozapine tidak meningkatkan sensitifitas reseptor D2.

American Psychiatric Association Task Force on Tardive merekomendasikan

sejumlah langkah untuk mencegah dan mengatasi TD:

1. Menetapkan bukti objektif bahwa antipsikotika efektif

2. Menggunakan dosis efektif minimum untuk terapi jangka panjang

3. Perhatian ditingkatkan bila pasien anak-anak, dewasa tua dan pasien dengan

gangguan mood

4. Periksa pasien secara teratur tentang kemungkinan adanya TD dan dicatat di

rekam medik

5. Bila pasien didiagnosis menderita TD, pertimbangkan penurunan dosis,

menghentikan antipsikotika atau menggunakan obat APG-II

1

Page 23: SKIZOFRENIA

Jenis-jenis obat APG-I

Nama Generik Nama Dagang Dosis Akut Dosis Pemeliharaan

mg/hari mg/hari

Phenothiazine

Chlorpromazine Promactil 200-1000 50-400Thioridazine Melleril 200-800 50-400Perphenazine Trilafon 12-64 8-24Trifluoperazine Stelazine 10-60 4-30

Butyrophenones

Haloperidol Haldol 5-20 1-15

Diphenylbutylpiperidines

Pimozide Orap 2-10 2-10

Long-acting injectable preparation

Fluphenazine decanoate *Modecate injHaloperidole decanoate **Haldol decanoate

*dosis 12,5 mg setiap 1-4 minggu

**dosis 25-200 setiap 2-4 minggu

b. Jenis-jenis Obat APG-IIObat-obat antipsikotik yang baru dengan efikasi uang lebih baik dan efek samping

minimal. Ada beberapa jenis APG-II.

1. Clozapine

Clozapine merupakan antipsikotika pertama yang efek samping

ekstrapiramidalnya dapat diabaikan. Dibandingkan dengan obat-obat generasi

pertama, semua APG-II mempunyai rasio blockade serotonin (5 hidroksitriptamin)

(5-HT) tipe 2 (5-HT2) terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) lebih tinggi. Ia lebih 1

Page 24: SKIZOFRENIA

banyak bekerja pada sistem dopamin mesolimbik daripada striatum. Antipsikotika

tradisional memengaruhi neuron dopamin di striatum dan limbik. Semua obat-obat

baru ini, kecuali clozapin, karena efek samping dan butuh pemeriksaan darah tiap

minggu, adalah obat-obat pilihan pertama (first line-drug). Sebaliknya, clozapine

efektivitasnya sudah tercapai meskipun hanya 40%-60% D2 yang dihambat. Ada

dugaan bahwa efektifitas clozapine sebagai antipsikotika didapat karena ia juga

bekerja pada reseptor lain terutama 5-HT2A. dengan positrone emission

tomography (PET) didapatkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hambatan reseptor

D2 pada striatum antara individu yang berespons terhadap antipsikotika dengan

yang tidak berespons. Akibatnya timbul dugaan bahwa ada proses di luar dopamin

yang memengaruhi respons antipsikotika.

Farmakokinetik

- Absorbsi

Clozapine hanya tersedia dalam bentuk preparat oral konsentrasi

plasma puncak dicapai setelah 2 jam pemberian oral.waktu paruh eliminasi

adalah 12 jam (antara 10-16 jam). Pemberian bersama-sama dengan obat

yang terikat dengan protein dapat meningkatkan konsentrasi clozapine

bebas.

- Distribusi

Volume distribusi clozapine lebih rendah.

- Metabolisme dan Eliminasi

Metabolisme utama di liver dan GIT. Bioavailabilitas absolute

(presentase clozapin yang mencapai sirkulasi sistemik yang tak mengalami

perubahan) setelah pemberian oral berkisar antara 27%-47%. Ada dua

bentuk metabolit (setelah demetilasi dan oksidasi) yaitu N-demethyl dan N-

Oxide. Kedua metabolit ini dikeluarkan dengan cepat. Sekitar 80% clozapine

yang diberikan ditemukan dalam urine dan feses dalam bentuk metabolitnya.

Sekitar 5% ditemukan dalam urine dalam bentuk aktif.

- Farmakodinamik

Konsentrasi plasma clozapine bervariasi pada pasien-pasien yang

menggunakan clozapine. Hal ini disebabkan adanya variasi absorbs. Wanita

memperlihatkan konsentrasi plasma lebih tinggi dan perokok lebih rendah

(20%-30%). Konsentrasi plasma pada lanjut usia (lansia) dua kali lebih

tinggi bila dibandingkan dengan orang muda. Terdapat kaitan antara

1

Page 25: SKIZOFRENIA

konsentrasi plasma clozapine dengan respons klinik. Pemantauan

konsentrasi plasma clozapine mungkin berguna pada kondisi-kondisi

tertentu. Konsentrasi plasma clozapine berkisar antara 100-80 ᵑg/mL per mg

obat yang diberikan per kilogram berat badan (BB). Dosis 300-400 mg

(5mg/kg BB) dikaitkan dengan konsentrasi plasma yangberkisar antara 200-

400 ᵑg/mL. respons klinik baru didapat bila konsentrasi plasma lebih dari

350 ᵑg/mL. Bila dengan konsentrasi plasma 250 ᵑg/mL, tidak berespons

setelah 6 minggu, dosis obat harus dinaikkan sampai konsentrasi 350 ᵑg/mL

tercapai.

Clozapine Clozaril 150-600 150-400

- Mekanisme Kerja

Afinitasnya terhadap D2 rendah sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. hal

ini yang menyebabkan rendahnya efek samping ekstra piramidal. Obat-

obatan antipsikotik konvensional memblok reseptor D2 di forebrain lebih

banyak sehingga terdapat efek samping ekstrapiramidal. Dengan PET

terlihat bahwa pemberian clozapine, dosis efektif, D2 reseptor yang

ditempati hanya sekitar 40%-50%, sedangkan 10 mg haloperidol menempati

D2 reseptor lebih dari 80%.

2. Risperidone

Risperidone merupakan antipsikotika pertama, setelah clozapin, yang

mendapat persetujuan FDA. Risperidone termasuk ke dalam kelompok

benzisoxazole. Risperidone dengan nama dagang Risperdal tersedia dalam bentuk

tablet yaitu 1 mg, 2 mg, dan 3 mg. dosis berkisar antara 4-16 mg tetapi dosis yang

biasa digunakan berkisar antara 4-8 mg. selain dalam bentuk tablet, risperidone juga

tersedia dalam bentuk depo (long acting) yang dapat digunakan setiap dua minggu.

Obat ini disuntikkan secara IM dan tidak menimbulkan rasa sakit di tempat

penyuntikan karena ia merupakan suspense dengan pelarut air.

Farmakokinetik

- Absorbsi

Risperidone di metabolisme di liver menjadi 9-hydroxyrisperidone,

yang profil farmakologiknya sama dengan komponen induknya. Puncak

plasma level, komponen induk, dicapai setelah satu jam pemberian

sedangkan untuk hasil metabolitnya setelah tiga jam.

1

Page 26: SKIZOFRENIA

- Metabolisme dan Eliminasi

Bioavailabilitas risperidone adalah 70%. Enzim hepar yang

metabolismenya adalah CYP 2D6. Enzim ini tidak aktif pada sekitar 7% orang

kulit putih (genetik poliomorfisme). Oleh karena metabolitnya mempunyai

aktifitas yang hampir sama dengan komponen induknya, variasi ini tidak

begitu berpengaruh.

- Farmakodinamik

Tidak terdapat hubungan yang jelas antara konsentrasi risperidone

dalam darah dengan efikasi klinik.

- Mekanisme Kerja

Risperidone merupakan antagonis kuat baik terhadap serotonin

(terutama 5-HT2A) dan reseptor D2. Risperidone juga mempunyai afinitas

kuat terhadap α1 dan α2 tetapi afinitas terhadap β-reseptor dan muskarinik

rendah. Walaupun dikatakan ia merupakan antagonis D2 kuat, kekuatannya

jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan haloperidol. Akibatnya efek

samping ekstrapiramidalnya lebih rendah bila dibandingkan dengan

haloperidol. Aktivitasnya melawan simpton negatif dikaitkan dengan

aktivitasnya terhadap %HT2 yang juga tinggi.

3. Olanzapine

Olanzapine merupakan obat yang aman dan efektif untuk mengobati

skizofrenia baik simpton positif maupun negative. Efek sampingnya sangat ringan.

Farmakokinetik

- Absorbsi

Tidak dipengaruhi oleh makanan.

- Distribusi

Kadar puncak plasma dicapai setelah 5 jam pemberian. Waktu paruh

31 jam (rata-rata 21-54 jam) dengan satu kali dosis. Obat terikat dalam protein

plasma sekitar 93%. Pengaruh umur, gender, dan etnik terhadap konsentrasi

olanzapine sangat rendah.

- Metabolisme dan Eliminasi

Afinitas olanzapine terhadap enzim cytochrome P450 (CYP 2D6, CYP

1A2, CYP 3A4, CYP 2C19) sangat rendah, sehingga pengaruh terhadap

1

Page 27: SKIZOFRENIA

metabolisme obat lain sangat kecil, atau konsentrasi obat-obat lain dalam

darah sangat sedikit sekali terpengaruh.

- Farmakodinamik

Konsentrasi olanzapine cenderung lebih tinggi pada wanita daripada

pria.

- Mekanisme Kerja

Olanzapine secara spesifik memblok 5-HT2A dan reseptor D2. Selain

itu ia memblok muskarinik (M1), H, 5-HT2E, 5-HT3, 5-HT6, α1, D1, dan D4

reseptor. Kemampuan memblok 5-HT adalah delapan kali lebih kuat

dibandingkan dengan kemampuannya memblok reseptor dopamin.

Kemampuan memblok D2 di mesolimbik lebih besar dibandingkan dengan

kemampuan memblok D2 di striatum, sehingga efek samping hanya terasa

pada pasien yang sangat rentan.

Bila disbandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok D2 lebih

besar, sehingga dosis tinggi dapat meningkatkan kadar prolaktin dan efek

samping ekstrapiramidal. Olanzapine juga bersifat agonis terhadap 5-HT1A,

efek ini dikaitkan dengan efek antiansietas serta antidepresannya. Olanzapine

juga memblok phencyclidine (PCP). PCP merupakan antagonis reseptor N-

methyl-D-Aspartate (NMDA) yang menginduksi sindroma mirip simpton

positif, negatif, dan berkaitan dengan kognitif.

4. Quetiapine

Quetiapine merupakan dibenzothiazepine dengan potensi memblok 5-HT2

lebih kuat daripada D2.

Farmakokinetik

Waktu untuk konsentrasi maksimum (Tmax), setelah pemberian oral, sekitar

2 jam. Waktu paruh berkisar antara 3-5 jam. Konsentrasi steady-state dicapai

dalam waktu 48 jam. Quetiapine menempati reseptor D2, dengan dosis tunggal,

sebanyak 42% dan reseptor 5-HT2 sebanyak 72%. Setelah 8-12 jam, reseptor

masih tetap diduduki, tetapi konsentrasi dalam darah sudah turun, sehingga

dianjurkan dosis dua kali per hari. Quetiapine mempunyai banyak metabolit.

Sekitar 95% metabolit quetiapine adalah (3H) quetiapine. Ia ditemukan dalam

1

Page 28: SKIZOFRENIA

urine dan feses. Hanya satu paersen yang ditemukan dalam bentuk quetiapine

utuh.

Farmakodinamik

Dosis untuk lansia harus lebih rendah, terutama dosis awal. Pasien dengan

gangguan ginjal dan hepar membutuhkan dosis 30%-50% lebih rendah. Tidak

ditemukan adanya perbedaan jender dan etnik yang berhubungan dengan

aktivitas klinik dan konsentrasi dalam darah.

Mekanisme Kerja

Afinitas quetiapine terhadap 5-HT2, H1, 5HT6, α1, α2 tinggi. ia

berafinitas sedang terhadap D2 dan sigma reseptor, serta rendah terhadap

reseptor D1. Afinitas terhadap M1 dan reseptor D4 sangat rendah. Quetiapine

merupakan antipsikotika potensial dan efektif untuk gejala negatif tanpa efek

ekstra piramidal. Dapat terjadi peningkatan sementara konsentrasi prolaktin

(sangat jarang).

5. Ziprasidone

Merupakan kombinasi antagonis 5-HT2A dan reseptor D2, tanpa gejala

ekstrapiramidal, anti muskarinik, anti α1 atau antihistaminergik.

Farmakokinetik

- Absorbsi

Konsentrasi puncak, setelah perberian dosis tunggal dan beberapa

dosis, adalah sama. Kadar puncak dicapai 2-6 jam setelah pemberian obat.

Kisaran Tmax antara 4-5 jam. Absorbs tidak berubah dari hari ke 1 s.d. 18.

Bioavailabilitas obat menjadi dua kali lipat, bila ziprasidone diberikan

bersama makanan.

- Metabolisme dan Eliminasi

1

Page 29: SKIZOFRENIA

Steady state didapat setelah 1-3 hari dosis. Rata-rata waktu paruh

ziprasidone berkisar anatar 5-10 jam. Gangguan hepar dan renal, taraf

ringan-sedang, tidak berpengaruh terhadap farmakokinetik, sehingga

penyesuaian dosis tak diperlukan. Ziprasidone dimetabolisme secara

ekstensif dan kurang dari 1% diekskresikan dalam bentuk tak berubah

melalui urin dan feses.

- Mekanisme Kerja

Ziprasidone merupakan antagonis kuat terhadap 5-HT2. Rasio 5-HT2

terhadap D2 adalah 11. Ziprasidone mempunyai afinitas tinggi terhadap D3,

bertaraf sedang terhadap D4, dan rendah terhadap D1 (100 kali lebih rendah

dibandingkan reseptor dopamine lain). Ia bersifat agonis terhadap 5-HT1A,

dan antagonis kuat terhadap 5 –HT2E (5 kali lebih kuat daripada clozapin

dan 19 kali daripada risperidone), juga antagonis terhadap 5-HT1E. ia juga

mempengaruhi uptake norefinefrin dan serotonin. Afinitas terhadap reseptor

α1 sedang, dan terhadap reseptor H1 rendah. Ziprasidone adalah satu-

satunya zat yang menghambat uptake inhibisi norefinefrin dan serotonin.

2. Terapi Kejang Listrik (TKL)

Dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut.

Beberapa pasien skizofrenia yang tidak berspons dengan obat-obatan dapat membaik

dengan TKL 14,15,16.

3. Metode Psikososial

Terapi utama skizofrenia adalah farmakologi. Psikoterapi jangka panjang yang

berorientasi tilikan, tempatnya sangat terbatas. Di sisi lain, metode terapi psikososial

berorientasi suportif sangat bermanfaat terutama pada terapi jangka panjang skizofrenia.

Pasien skizofrenia harus didekati secara baik dengan penuh empati. Bangunlah

hubungan yang nyaman dengan pasien. Komunikasi yang baik dengan pasien sangat

diperlukan.

1. Katakan kepada pasien Anda, agar ia santai. Berikan kesan kepada pasien Anda

bahwa Anda percaya ia dapat berespons baik terhadap Anda.

1

Page 30: SKIZOFRENIA

2. Lebih spesifik misalnya ajukan pertanyaan-pertanyaan faktual yang penting. Coba

identifikasi ketakutan pasien saat ini dan perhatikan tetapi jangan terlibat dengan

diskusi panjang tentang waham dan halusinasi yang kompleks.

3. Lakukan observasi khusus tentang perilaku pasien (misalnya, “anda terlihat takut”,

“anda tampak marah” tetapi janagn terlibat dalam “interpretasi” yang berlebihan.

Jangan membuat kesimpulan yang salah tentang keadaan emosi dari afek yang tak

serasi.

4. Jelaskan kepada pasien apa yang dilakukan terhadapnya dan mengapa Anda

melakukannya.

5. Bila percakapan berlangsung (misalnya, pasien menolak bicara), hentikan wawancara

dengan member harapan positif (misalnya, kita akan kembali berbicara setelah

perasaan Anda lebih baik atau setelah Anda mau berbicara).

Bila pasien skizofrenia berada dalam keadaan delirium, ancaman bunuh diri, atau

membunuh, dan atau tidak mempunyai dukungan dari masyarakat, hendaklah dirawat. Bila

memungkinkan berobat jalan lebih baik guna menghindari hospitalisasi jangka lama. Efek

buruk hospitalisasi kronis sangat jelas (regresi dan sangat menarik diri, kehilangan

ketrampilan, dll). Kecenderungan saat ini adalah perawatan singkat selama episode akut

dan untuk pemeliharaan diantara episode akut dilakukan dengan berobat jalan.

Selama dirawat, biarkan pasien sebebas mungkin tetapi dibatasi pada lingkungan yang

aman. Lingkungan terapeutik (misalnya komunitas terapeutik, token ekonomi, dll) semua

bergantung dari lingkungan masyarakat (staf dan pasien), harus hati-hati dengan perilaku

pasien dan berikan bantuan “umpan balik koreksi”. Lingkungan adalah tempat bagi pasien

untuk mengembangkan ketrampilan mempertahankan hubungan interpersonal dan

mempelajari metode coping yang baru. Modifikasi perilaku sangat efektif untuk

menghilangkan perilaku tertentu yang tidak dapat diterima dan mengajarkan ketrampilan

personal sederhana kepada pasien rawat inap dengan fungsi yang sangta buruk dan regresi.

Sebagian pasien skizofrenia dapat diobati sebagai pasien rawat jalan. Beberapa

prinsip yang harus diingat:

- Kunjungi pasien sesering mungkin untuk memantau keamanan pasien dan untuk

mendeteksi deteriosasi awal (misalnya setiap minggu, bulan, atau bahkan setiap

beberapa bulan) bergantung dari reliabilitas pasien.

- Komunikasikan kepada pasien dengan jelas dan tidak ragu-ragu. Berorientasi tujuan

dan faktual. Hindari diskusi berlebihan tentang halusinasi dan waham (meskipun

penelitian terbaru menyatakan bahwa penggunaan terapi kognitif untuk merubah yang

dipikirkan pasien tentang suara-suara dapat mengurangi frekuensi suara-suara

1

Page 31: SKIZOFRENIA

tersebut). Bantu pasien dengan hal-hal realita (misalnya; mengatur kehidupan dan

pekerjaan). Bantu pasien menghindari stress yang berlebihan. Kenalilah bahwa

semakin produktif dan trampil pasien semakin besar kemungkinannya untuk

mempertahankan kesembuhan. Doronglah pasien untuk mendapatkan pekerjaan yang

sesuai. Berikan latihan ketrampilan sosial 17.

- Bicaralah tentang obat (misalnya; kebutuhan terhadap obat, perasaan pasien tentang

pemakaian obat, dll).

- Kembangkanlah hubungan penuh kepercayaan yang konsisten (sering sulit). Terus-

meneruslah bersikap empati, bahkan ketika pasien dalam keadaan sangat kacau, tetapi

juga mempertahankan jarak profesional.

- Pelajarilah kekuatan dan kelemahan pasien. Ajarkan pasien untuk mengidentifikasi

dekompensasi yang mengancam. Bila ada, ketahuilah faktor presipitatnya. Bila pasien

tidak datang untuk memenuhi janji, selidikilah (mungkin sedang kambuh). Bila pasien

sedang dekompensasi, desaklah untuk dirawat. Kenalilah bahwa ketergantungan dan

stimulasi yang berlebihan dapat mempresipitasi terjadinya dekompensasi. Pasien ini

beresiko untuk melakukan bunuh diri ketika ia sakit (terutama bila pasien mempunyai

halusinasi komando yang memerintahkan untuk merusak diri sendiri).

- Hendaknya kita selalu mengevaluasi keluarga. Apakah mereka berkontribusi dalam

terjadinya dekompensasi pada pasien? Apakah anggota keluarga dapat menerima baik

gangguan yang dialami pasien? Apakah mereka bermusuhan? Curiga? Beserta terlalu

melindungi? Pertimbangkan terapi keluarga, intervensi pasien/keluarga sangat

berguna. Anggota keluarga sering membutuhkan dukungan dan pengertian terhadap

diri mereka. Bila bekerja dengan baik, ia dapat menjadi pembantu utama pasien.

- Pertimbangkan terapi berkelompok. Orientasi biasanya terhadap dukungan dan

penilaian realita. Terapi kelompok membantu resosialisasi, mendorong interaksi

interpersonal, dan memberikan dukungan. Beberapa penelitian memperlihatkan

bahwa terapi kelompok efektif (kombinasi dengan obat) dalam mencegah

kekambuhan pada pasien rawat jalan.

- Ketahui dan gunakan sumber-sumber dalam masyarakat. Hendaklah disadari efek

yang merugikan terhadap pasien dari kualitas hidup yang buruk (misalnya; apakah

pasien hidup dalam “kampong (ghetto) psikiatrik” atau “menggelandang di jalanan”.

- Jangan berharap terlalu banyak. Kebanyakan pasien mempunyai disabilitas kronis.

VIII. PROGNOSIS

1

Page 32: SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis. Pasien secara berangsur-

angsur menjadi semakin menarik diri, dan tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien dapat

mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas (samar-samar).

Sebagian gejala akut dan gejala yang lebih dramatik hilang dengan berjalannya waktu, tetapi

pasien secara kronik mebutuhkan perlindungan atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun

didalam rumah sakit jiwa.

Keterlibatan dengan hukum untuk pelanggaran ringan kadang-kadang terjadi

(misalnya, menggelandang, mengganggu keamanan) dan sering dikaitkan dengan

penyalahgunaan zat. Sebagian kecil pasien menjadi demensia. Secara keseluruhan harapan

hidupnya pendek, terutama akibat kecelakaan, bunuh diri, dan ketidakmampuannya merawat

diri.

Sebelumnya, skizofrenia dibedakan antara skizofrenia proses (terjadinya berangsur-

angsur, perjalanannya kronis deteriosasi) dan skizofrenia reaktif (awitan cepat, prognosis lebih

baik). Selain itu, skizofrenia juga dibedakan antara gejala positif (halusinasi, waham, perilaku

aneh, dll) yang biasanya berespons terhadap antipsikotika konvensional, dan gejala negatif

(afek datar, miskin pembicaraan, anhedonia, penarikan diri dari sosial, dll) yang tidak

berespons terhadap antipsikotika konvensional (berespons lebih baik terhadap obat-obat

antipsikotika baru).

Gambaran klinis yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu:

1. Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi secara mendadak.

2. Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan.

3. Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa sebelumnya

tetap merupakan predikator terbaik untuk meramalkan performa di masa datang.

4. Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode akut (gejala

positif); beberapa hal yang perlu ditanyakan yaitu:

a. Kemungkinan adanya suatu stressor yang mempresipitasi psikosis akut dan tidak

ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP).

b. Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia1.

Bentuk skizofrenia reaktif dan skizofrenia proses mungkin secara etiologi berbeda.

Meskipun ada variabilitas yang besar, tipe disorganisasi secara umum mempunyai prognosis

yang buruk, tetapi tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai prognosis baik.

Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat atau hidup dalam keluarga

yang tak harmonis 18.

1

Page 33: SKIZOFRENIA

IX. KESIMPULAN

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan

berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah

gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi.

Faktor-faktor penyebab skizofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan dan

organis. Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organobiologik, psikologik,

sosio agama. Secara umum cirri-ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi, halusinasi,

disorganisasi, pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Cirri-ciri gangguan psikotik

diantaranya memiliki labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan

penampilan dan kebersihan diri, mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah,

mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan

segala hal serta memiliki perilaku yang aneh. Tipe skizofrenia dikelompokkan menjadi tipe

paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan, residual. Untuk gangguan psikotik

sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut dan kronik. Cara mengatasi skizofrenia

antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT (electrocompulsive therapy),

menghindarkan dari frustasi dan kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap

hidup positif dan mau melihat hari depan dengan rasa berani, member obat neuroleptik.

1

Page 34: SKIZOFRENIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Cancro R, Lehmann H. Schizophrenia: Clinical features. Dalam: Comprehensive Textbook

of Psychiatry, Sadock BJ, Sadock VA, edit, Seventh Ed, Lippncott Williams & Wilkins, A

Wolters Kluwer Company, Philadelphia, 2000: hal. 1169-1189.

2. American Psychiatric Assosiation. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,

Fourth Ed, Text revision, 1400 K Street, N.W, Washington, DC 2005, 2000: hal. 298-306.

3. Wieselgren IM, Lindstrom LH. A prospective 1-5 year outcome study ini first-admit-ted

and readmitted schizophrenic patients. Acta Psychiatr Scand 1996;93:9-19.

4. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III. Departemen

Kesehatan RI, hal 103-118.

5. Gur RE, Cowell P, Turetsky BI, et al. A follow-up magnetic resonance imaging study of

schizophrenia. Arch Gen Psychiatry 1998;55:145-152.

6. Nelson MD, Saykin AJ, Flashman LA, et al. hippocampal volume reduction in

schizophrenia as assessed by magnetic resonance imaging. Arch Gen Psychiatry

1998;55:433-440.

7. Conrad AJ, Abebe T, Austin R, et al. hippocampal pyramidal cell disarray in

schizophrenia as a bilateral phenomenon. Arch Gen Psychiatry 1991;48:413-417.

8. Buka SI, Goldtein JM, Seidman DJ, et al. Prenatal complications, genetic vulnerability,

and schizophrenia. Psychiatric Ann 1999;29:151-156.

9. Kerwin RW, Collier D. The dopamine D4 receptor in schizophrenia an update. Psychol

Med 1996;26:221-227.

10. Tsuang MT, Gilberston MW, Faraone SV. The genetics of schizophrenia: current

knowledge and future research. Schizophrenia Res 1991;4:158-171.

11. Cannon TD, Kaprio J, Lonnqvist J, et al. The genetic epidemiology of schizophrenia in

finnish twin cohort. Arch Gen Psychiatry 1998;55:67-74.

12. Butzlaff RL, Hooley JM. Expressed emotion and psychiatric relapse. Arch Gen Psychiatry

1998;55:547-552.

1

Page 35: SKIZOFRENIA

13. Bateson G, Jackson DD, Haley J, Weakland JH, Towards a theory of schizophrenia.

Behave Sci 1956;1:251-256.

14. Grebb JA. General Principles of Psychopharmacology: Dalam: Comprehensive Textbook

of Psychiatry Seventh Ed, Sadock BJ. Sadock VA edit. Lippincott Williams & Wilkins, A

Wolters Kluwer Company, 1999; hal. 2235-2316.

15. Hyman SE, Nestler EJ. Site of Actions of Psychotropic Drugs. Dalam: the Molecular

Foundations of Psychiatry. American Psychiatry Press Inc, Washington. DC, London,

England, 1993; hal 58-93.

16. Cole JO, Schatzberg AF. Antipsychotic Drugs. Dalam: Manual of Clinical

Psychopharmacology. Second Ed. American Psyhiatric Press, Inc, 1991;hal. 85-110.

17. Schooler NR. Negative symptoms in schizophrenia: assessment of the effect of

risperidone. J Clin Psychiatry 1994;55(suppl 5): 22-28.

18. Gupta S, Hendricks S, Kenkel AM, et al. Relapse in schizophrenia: is there a relationship

to substance abuse? Schizophr Res 1996;20:153-156.

19. Amir N. Skizofrenia In: Buku Ajar Psikiatri Bab 12. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2010;

Hal 170-97

1