SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    1/13

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Penyakit demielinasi merupakan suatu penyakit yang unik dalam neurology. Hal

    ini timbul dari frekuensi dan kecenderungan penyakit tersebut menyerang orang dewasa

    muda, berbagai manifestasi menantang dokter yang paling trampil, dan rentang

    pertanyaan dasar dalam neurobiologi, imunologi, virologi dan genetika yang timbul

    karena patogenesis penyakit tersebut (Stephen L. Hauser, 2000).

    Sklerosis multipel merupakan salah satu kelainan otoimun yang ditandai dengan

    pembentukan antibodi terhadap mielin (demielinasi) susunan saraf pusat. Sistem saraf

    perifer umumnya terkena (Elizabeth J. Corwin, 2001).

    Akibat kerusakan mielin pada system saraf pusat menimbulkan gangguan-

    gangguan, tergantung area mana yang terkena. Gangguan-gangguan yang timbul dapat

    berupa gangguan visual, keseimbangan dan koordinasi, spasme, sensasi, kelainan bicara,

    lelah, bab dan bak, seksual, sensitivitas terhadap panas dan gangguan kognitif dan emosi

    (Brian R. Apatoff, 2003).

    Etiologinya tidak diketahui dengan pasti, namun cenderung disebabkan karenakelainan genetik. Respon peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan

    menyebabkan pembengkakan dan edema yang merusak neuron-neuron dan menyebabkan

    pembentukan plak jaringan parut pada myelin (Elizabeth J. Corwin).

    I.2 Perumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik suatu permasalahan yaitu

    bagaimana kerusakan myelin pada system saraf pusat dapat menyebabkan gangguan-

    gangguan motorik, visual atau sensorik.

    I.3 Tujuan Penulisan

    Untuk mengetahui lebih lanjut tentang sclerosis multiple dan gejala-gejalanya

    serta penatalaksanaannya.

    1

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    2/13

    I.4 Manfaat Penulisan

    Diharapkan dapat memberikan uraian yang jelas tentang sklerosis multiple bagi

    para pembaca pada umumnya dan penulis khususnya serta para penderita sclerosis

    multiple sendiri.

    2

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    3/13

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Definisi

    Sklerosis multipel adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya tempelan

    yang merusak pada mielin dan mendasar pada serabut saraf mata, otak, dan medulla

    spinalis (Brian R. Apatoff, 2003).

    Sklerosis multipel adalah suatu penyakit otoimun yang ditandai oleh

    pembentukan antibodi terhadap mielin susunan saraf pusat (Elizabeth J. Corwin, 2001).

    II.2 Etiologi

    Penyebab sklerosis multipel tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat

    kecenderungan genetik kearah pembentukan penyakit ini dan penyakit otoimun lainnya.Sklerosis multipel (SM) ditandai secara khas oleh peradangan kronik, demielinasi dan

    gliosis (jaringan parut). Lesi SM secara klasik dikatakan diseminata dalam waktu dan

    ruang (Elizabeth J. Corwin, 2001).

    Beberapa bukti mengisyaratkan bahwa suatu infeksi virus pada masa anak-anak,

    mungkin campak atau infeksi herpes, dapat mencetuskan respon imun. Diperkirakan

    bahwa rusaknya sawar darah otak semasa infeksi virus tersebut memungkinkan limfosit

    B, yang dibentuk melawan virus, masuk dan berkolonisasi di otak. Pada pasien sklerosis

    multipel, sering ditemukan suatu klon IgG (IgG dari satu turunan sel B) didalam CSS

    nya. Jumlah klon ini bertambah seiring dengan peningkatan jumlah eksaserbasi penyakit

    (Elizabeth J. Corwin, 2001).

    II.3 Patofisiologi dan Patogenesis

    Penelitian eksperimental mengindikasikan bahwa demielinasi dapat timbul dalam

    efek positif atau negative pada konduksi aksonal. Abnormalitas konduksi negatiferdiri

    dari konduksi aksonal yang negatif yang melambat, berbagai blok konduksi terjadi bila

    ada impuls berfrekuensi tinggi, tetapi tidak frekuensi rendah, atau blok konduksi lengkap.

    Blok konduksi dalam serat demielinasi juga mungkin terjadi sebagai responnya terhadap

    kenaikan suhu atau dengan perubahan metabolic dalam lingkungan ekstraseluler dari

    akson. Abnormalitas konduksi positif mencakup pembentukan impuls ektopik, secara

    spontan atau setelah stress mekanik, dan crosstalk abnormal diantara akson

    3

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    4/13

    berdemielinasi. Bila derajat saat perubahan negatif dan positif yang terjadi dalam MS

    tidak diketahui, keberadaannya dapat menjelaskan beberapa karateristikdari penyakit.

    Pembentukan crosstalk dapat menimbulkan gejala Lhermitte, gejala paroksismal, atau

    parestesia (Stephen L. Hauser, 2000).

    II.3.1 Epidemiologi

    MS kira-kira sekitar dua kali lipat lebih umum pada perempuan daripada laki-laki.

    Di Amerika Serikat, 400.000 orang dilaporkan menderita MS yang dimulai pada usia 20

    dan 40 tahun (Brian R. Apatoff, 2003). Usia awitan pada laki-laki sedikit lebih tua

    daripada perempuan. MS yang dimulai pada usia sedini 2 tahun dan selambat 74 tahun

    pernah ditemukan (Stephen L. Hauser, 2000).

    II.3.2 Genetika

    Data yang dikumpulkan mengindikasikan bahwa kerentanan terhadap MS bersifat

    menurun. Agregasi familial diketahui terjadi, dan relatif tingkat pertama, kedua, dan

    ketiga dari pasien, mempunyai peningkatan resiko untuk penyakit tersebut. Saudara

    sekandung dari pasien mempunyai resiko sepanjang hidup 2-5 % untuk MS, sedangkan

    risiko bagi orang tua atau anak pasien lebih rendah (Stephen L. Hauser, 2000).

    II.3.3 Imunologi

    Perhatian telah difokuskan pada peranan limfosit T atau limfosit yang berasal dari

    timus dalam patogenesis MS. Sel T reaktif terhadap protein myelin, baik protein dasar

    myelin (myelin basic protein, MBP) atau protein proteolipid myelin (myelin lipid protein,

    PLP), memperantarai peradangan SSP dalam ensefalomielitis alergik eksperimental

    (EAE), suatu model laboratorium untuk penyakit demielinasi. Meningkatnya kadar

    imunoglobulin (Ig) CSF, juga merupakan gejala khas dari MS. Beberapa dari antibodi ini

    dapat terlihat oligoklonal, yang mengindikasikan bahwa antibodi terdiri dari sejumlah

    kecil molekul yang berbeda (Stephen L. Hauser, 2000).

    II.3.4 Virologi

    Bukti epidemiologi mendukung peranan pemajanan lingkungan dalam MS. Risiko

    MS juga berhubungan dengan status sosioekonomik yang tinggi, yang dapat

    merefleksikan perbaikan sanitasi dan tertundanya pemajanan awal terhadap agen yang

    infeksius. Beberapa virus yaitu poliomyelitis dan campak, menimbulkan gejala sisa

    4

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    5/13

    neurologik yang lebih umum jika usia awal infeksi tertunda. Meskipun banyak klaim,

    tidak ada virus spesifik yang telah diidentifikasi dalam MS (Stephen L. Hauser, 2000).

    II.4 Manifestasi Klinis

    Awitan MS mungkin dramatik atau begitu ringan, sehingga tidak menyebabkan

    pasien mencari terapi medis. Adapun gejala-gejala yang timbul antara lain (Stephen L.

    Hauser, 2000) :

    Kelemahan ekstremitas, mungkin terjadi secara tersembunyi sebagai kelelahan

    pada saat olah raga, kesulitan dalam memanjat tangga, atau hilangnya

    kemampuan (dexterity) yang berkaitan dengan meningkatnya tonus otot.

    Gejala sensoris termasuk parestesia atau hipestesia.

    Keterlibatan serebelum menimbulkan ataksia gaya berjalan dan ekstremitas.

    Neuritis optikus, gejala inti dari demielinasi, menimbulkan berbagai kehilangan

    penglihatan.

    Kekaburan penglihatan dalam MS dapat timbul dari neuritis optikus atau diplopia.

    Neuralgia trigeminal, suatu nyeri fasial tusukan tajam seperti syok, dapat terjadi.

    Gangguan inervasi motoris pada wajah, dapat menimbulkan beberapa sindroma

    klinis.

    Vertigo dapat timbul mendadak dan dalam bentuk yang dramatik dengan gaya

    berjalan yang tidak stabil dan muntah.

    Kandung kemih, dan yang lebih jarang pada usus, urgensi atau inkontinensia.

    Disfungsi kognitif umum terdapat pada MS tahap lanjut.

    II.5 Diagnosis

    Kriteria diagnostik untuk MS (Elizabeth J. Corwin, 2001) :

    1. Pada sekitar 90 % paasien, dengan menggunakan teknik-teknik elektroforesis

    ditemukan pita-pita IgG klonal dalam CSS.

    2. Peningkatan IgG jenis lain dalam plasma dan CSS juga sering ditemukan.

    3. MRI, dan mungkin CT Scan, dapat memperlihatkan lokalisasi plak dalam susunan

    saraf pusat.

    4. Pada sebagian jenis penyakit, teknik0teknik untuk mengukur lepas muatan sel

    otot memperlihatkan perlambatan eksitasi otot.

    5

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    6/13

    Sedangkan kriteria diagnostik menurut Stephen L. Hauser yaitu :

    1. Pada pemeriksaan harus ditemukan abnormalitas objektifdari SSP.

    2. Keterlibatan harus merefleksikan terutama penyakit substansia alba dari traktus

    longus.

    3. Pemeriksaan atau riwayat harus menunjukkan keterlibatan dua atau lebih area

    SSP.

    4. Pola klinis harus terdiri dari :

    Dua atau lebih episode terpisah dari pemburukan yang melibatkan tempat

    yang berbeda dari SSP, masing-masing berlangsung sekurangnya 24 jam dan

    terjadi sekurangnya 1 bulan terpisah atau

    Perkembangan bertahap selama sekurangnya 6 bulan jika disertai dengan

    meningkatnya sintesis IgG CSF atau dua atau lebih oligoklonal.

    5. Awitannya antara usia 15-60 tahun.

    6. Kondisi neurologik pasien tidak lebih baik daripada yang disebabkan oleh

    penyakit lain.

    Kriteria diagnosis :

    1. MS definitif : keenam kriteria diatas terpenuhi.

    2. Kemungkinan MS : semua enam kriteria dipenuhi kecuali (a) hanya satu

    abnormalitas objektif walaupun ada dua episode simtomatik atau (b) satu episode

    simtomatik dan tanda yang tidak berhubungan yang dideteksi pada pemeriksaan.

    3. Beresiko untuk MS : keenam kriteria dipenuhi kecuali satu episode asimtomatik

    dan tanda yang berhubungan , yang dapat dideteksi pada pemeriksaan.

    Penyelidikan yang seharusnya dipertimbangkan adalah dengan (R.R. Baliga, 2001) :

    Sinar X Spinal, termasuk kedua regio yaitu cervical dan thoracal.

    Lumbal punksi

    Visual evoked potentials, apakah ada kemungkinan perpanjangan respon kortkes

    terhadap pola rangsangan.

    6

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    7/13

    Scan MRI otak, 50 % pasien dengan gejala awal sklerosis multipel pada batang

    otaknya menunjukkan adanya area abnormal pada periventrikuler berupa

    substansi berwarna putih.

    Serum B12 , untuk mengeksklusi degenerasi batang otak subakut .

    II.6 Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan dibagi atas 2 macam yaitu :

    1. Terapi yang dirancang untuk menghentikan proses

    2. Terapi simtomatik

    Prinsip Penatalaksanaan Pada MS

    Perubahan Neurologik Akut(RMS)

    Tanda dan Gejala Baru Tanda & Gejala Lama yang Kambuhatau Bertambah berat

    Berat Sedang Ringan Pencarian untuk Penyakit Kumat-kumatan

    (intercurrent)

    Metilprednisolon Tidak ada terapi imunosupresif Tidak ada terapi imunosupresif

    atau ACTH

    Pertimbangkan metilprednisolon-prednison

    Ketidakmampuan Neurologik Progresif tanpa Remisi (CPMS)

    ACTH atau Metilprednisolon

    Stabilisasi Perjalanan Progresif Perjalanan Progresif Cepat

    (tidak mungkin) Lambat atau Usia > 40 thn

    7

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    8/13

    Tidak ada terapi imunosupresif

    Tidak ada terapi imunosupresif Pertimbangkan Imunosupresif yang lebih agresif atau Kronik

    Tanda dan Gejala Neurologik Statik (IMS)

    Tidak ada terapi Imunosupresif

    Paduan terapeutik untuk MS

    ACTH

    1. ACTH akuaeus (20 U/mL). 80 U diberikan IV kedalam 500 mL dekstrosa 5 % dan

    air selama 6-8 jam untuk 3 hari.

    2. Jel ACTH (40 U/mL) kemudian diberikan secara IM dalam dosis 40 U setiap 12 jam

    selama 7 hari. Dosis kemudian dikurangi setiap 3 hari sebagai berikut :

    35 U 2X sehari selama 3 hari

    30 U 2X sehari selama 3 hari

    50 U4X sehari selama 3 hari

    40 U pd selama 3 hari30 U 4X sehari selama 3 hari

    20 U 4X sehari selama 3 hari

    20 U selang sehari selama 3 dosis

    METILPREDNISOLON

    Metilprednisolon dicampur kedalam 500 mL larutan dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dan

    diberikan secara lambat, selama 4-6 jam, lebih baik dipagi hari :

    1.000 mg setiap hari selama 3 hari

    500 mg setiap hari selama 3 hari

    250 mg setiap hari selama 3 hari

    METILPREDNISOLON-PREDNISON

    Metilprednisolon, 1.000 mg IV setiap hari selama 3 hari, diikuti oleh prednison oral (1

    mg/Kg per hari) selama 14 hari.

    8

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    9/13

    Terapi simtomatik

    Spastisitas dengan kekakuan , spasme fleksor dan klonus dapat terganggu secara

    fungsional dan nyeri. Baclofen (15-80 mg/hari) merupakan obat paling

    bermanfaat yang tersedia saat ini.

    Nyeri, termasuk neuralgia trigeminal dan disestesia yang nyeri, mungkin

    berespons terhadap karbamazepin (100-1200 mg/hari dalam dosis terbagi, dan

    ditingkatkan secara perlahan), fenitoin (300 mg/hari) atau amitriptilin (50-200

    mg/hari).

    Gejala paroksismal berespons terhadap asetazolamid (125-250 mg 3X sehari).

    Tidak ada terapi yang memuaskan untuk tremor.

    Hiperrefleksia kandung kemih diterapi dengan antikolinergik (oksibutinin 5 mg 2

    atau 3 kali sehari, atau propantelin 7,5-15 mg 4X sehari). Retensi urin karena

    hiporefleksiakandung kemih mungkin berespon terhadap obat kolinegik betanekol

    (10-50 mg 3-4 X sehari)

    Disfungsi usus, termasuk konstipasi dan inkontinensia, dapat diameliorasi dengan

    mengatur fungsi usus menggunakan laksatif dan enema. Diet berserat rendanh

    dapat dianjurkan pada pasien inkontinensia.

    9

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    10/13

    BAB IIIKESIMPULAN

    Sklerosis multipel merupakan suatu penyakit otoimun yang ditandai pembentukan

    antibodi pada susunan saraf pusat.

    Khas ditandai dengan prosesnya yang kronik, demielinasi dan pembentukan jaringan

    parut (gliosis).

    Etiologinya tidak diketahui dengan pasti, namun kecenderungan disebabkan karena

    genetik. Infeksi karena virus pada masa anak-anak (campak dan herpes) dapat

    menimbulkan respon imun.

    Jumlah penderita perempuan 2X lebih banyak dibandingkan laki-laki, mulai

    menderita usia 20 dan 40 tahun.

    Manifestasi klinis dapat berupa gangguan motorik, sensorik dan visual serta

    gangguan kognitif pada tahap lanjut.

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya abnormalitas dari SSP dan hasil

    pemeriksaan lab menunjukkan adanya peningkatan IgG klonal dalam CSS.

    Disamping pola klinisnya, pemeriksaan MRI atau CT Scan menunjukkan adanya

    plak. Usia awitan 15-60 tahun dan gejala tidak disebabkan oleh penyakit lain.

    Penatalksanaan dibedakan atas dua macam yaitu terapi yang dirancang untuk

    menghentiksn proses dan terapi simtomatik.

    10

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    11/13

    DAFTAR PUSATAKA

    Apatoff, Brian R., 2003, Multiple Sclerosis, WWW.Merck.Com

    Baliga, R.R., 1993, 200 Short cases in clinical medical, Mackays of Chatam PLC

    Corwin, Elizabeth J., 2001, Buku Saku Patofisiologi, EGC

    Hauser, Stephen L., 2000, Multipel Sklerosis dan Penyakit Demielinasi Lain, dalam

    Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Harrison, EGC

    Patty, Donald W., and. Arnold, Douglas R, 2003, The Lesion of Multiple Sclerosis,

    WWW.NEJM.Org

    11

    http://www.merck.com/http://www.merck.com/http://www.nejm.org/http://www.merck.com/http://www.nejm.org/
  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    12/13

    LAMPIRAN

    Gambaran MRI otak dengan sklerosis multipel, adanya substansi berwarna putih pada

    area periventrikuler.

    Gambaran keterlambatan dalam penghantaran impuls oleh akson

    12

  • 7/27/2019 SKLEROSIS MULTIPEL(saraf)

    13/13

    13