32
BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smeltzer, 2001). Pengertian hepatoma (karsinoma hepatoseluler) menurut www.medicastore.com adalah kanker yang berasal dari sel sel hati. Pengertian lain menurut Isselbacher, 2000 karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan salah satu tumor yang menimbulkan stenosis. B. Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk hepatoma: NO. TINGKATAN KETERANGAN 1. Stadium I Tumor 1, Nodus 0, Metastasis 0 2. Stadium II Tumor 2, Nodus 0, Metastasis 0 3. Stadium III Tumor 1, Nodus 1, Metastasis 0 Tumor 2, Nodus 1, Metastasis 0 Tumor 3, Nodus 0, Metastasis 0 Tumor 3, Nodus 1, Metastasis 0 4 Stadium IV A Tumor 4, setiap Nodus , Metastasis 0 5. Stadium IV B Setiap Tumor, setiap Nodus , Metastasis 1 Tabel 1 : Penentuan stadium TNM untuk Hepatoma. Sumber: Smeltzer, 2001: 1199 Keterangan: T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa invasi vaskuler.

skn 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

121

Citation preview

  • BAB II

    KONSEP DASAR

    A. Pengertian

    Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah

    oleh mutasi genetik dari DNA seluler (Smeltzer, 2001). Pengertian hepatoma

    (karsinoma hepatoseluler) menurut www.medicastore.com adalah kanker yang

    berasal dari sel sel hati. Pengertian lain menurut Isselbacher, 2000

    karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan salah satu tumor yang

    menimbulkan stenosis.

    B. Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk hepatoma:

    NO. TINGKATAN KETERANGAN

    1. Stadium I Tumor 1, Nodus 0, Metastasis 0

    2. Stadium II Tumor 2, Nodus 0, Metastasis 0

    3. Stadium III Tumor 1, Nodus 1, Metastasis 0

    Tumor 2, Nodus 1, Metastasis 0

    Tumor 3, Nodus 0, Metastasis 0

    Tumor 3, Nodus 1, Metastasis 0

    4 Stadium IV A Tumor 4, setiap Nodus , Metastasis 0

    5. Stadium IV B Setiap Tumor, setiap Nodus , Metastasis 1

    Tabel 1 : Penentuan stadium TNM untuk Hepatoma.Sumber: Smeltzer, 2001: 1199

    Keterangan:

    T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa

    invasi vaskuler.

  • 7T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang dengan

    invasi vaskuler , atau

    Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran

    terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau

    Tumor soliter dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi

    vaskuler.

    T3 : Tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa

    invasi vaskuler atau

    Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran

    terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau

    Tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dan tidak ada satupun

    yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa

    unvasi vaskuler.

    T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor tumor

    yang meliputi cabang utama vena porta atau vena hepatika.

    Nodus Limfatikus

    N0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus.

    N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional.

    Metasatasis jauh (M)

    M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

    M1 : Terdapat metastasis jauh.

  • 8C. Anatomi Dan Fisiologi

    1. Anatomi

    Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata rata sekitar

    1.500 gr atau 2,5 % berat badan pada orang dewasa normal. Hati

    merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh struktur sekitarnya.

    Gambar 1: Anatomi HeparMemperlihatkan bersatunya hati dan diaphragma: Lig. Falciforme hepatis

    dan Lig. teres hepatic disayat; tampak ventral.

    a. Permukaan superior cembung dan terletak dibawah kubah kanan

    diagfragma dan sebagian kubah kiri.

    b. Bagian bawah hati cekung dan merupakan atap ginjal kanan,

    lambung, pankreas dan usus.

    c. Hati memiliki dua lobus utama:

    1) Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh

    fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar.

  • 92) Lobus kiri dibagi menjadi segmen segmen medial dan lateral

    oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar.

    Gambar 2 : Segmen medial dan lateral dari hepar; porta hepatis; pitapengikat yang memfiksasi hati dan pembuluh-pembuluh darah disayat;

    tampak dorsal.

    3) Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah

    kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada

    diagfraghma. Dibawah peritoneum terdapat jaringan

    penyambung padat yang dinamakan kapsula Glisson, yang

    meliputi seluruh permukaan organ, kapsula ini pada hilus atau

    porta hepatis dipermukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam

    massa hati, membentuk rangka untuk cabang cabang vena

    porta, arteria hepatica, dan saluran empedu.

    2. Fisiologi

    a. Sirkulasi

    Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa

    melalui vena porta, dan dari aorta melalui arteria hepatica. Sekitar

  • 10

    sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua

    pertiga adalah darah dari vena porta. Volume total darah yang

    melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena

    hepatica kanan dan kiri yang selanjutnya bermuara pada vena kava

    inferior.

    b. Fungsi Hati

    Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada

    hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khusunya

    bertanggungjawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda.

    Hepar juga berhubungan dengan isi normal darah karena hepar

    membentuk sel darah merah pada masa hidup janin, sebagian hepar

    berperan dalam penghancuran sel darah merah. Hepar menyimpan

    kromatin yang diperlukan untuk penyempurnaan sel darah merah baru,

    membuat sebagian besar dari protein plasma, membersihkan bilirubin

    dari darah dan berkenaan dengan prothrombin dan fibrinogen yang

    perlu untuk penggumpalan (Inayah, 2004).

    Fungsi hati menurut Price, 2004 dapat dilihat dalam tabel 2. Fungsi

    Utama Hati.

  • 11

    Tabel 2: Fungsi Utama Hati

    NO. FUNGSI KETERANGAN1. Pembentukan dan ekskresi

    empedu, metabolismegaram empedu

    Metabolisme pigmenempedu

    Garam empedu penting untukpencernaan dan absorpsi lemakdan vitamin yang larut dalamlemak di usus.Bilirubin, pigmen empeduutama, merupakan hasil akhirmetabolisme pemecahan seldarah merah yang sudah tua:proses konjugasinya berlangsungdalam hati dan diekskresi kedalam empedu.

    2. Metabolisme karbohidrat,glikogenesis, glikogenolisis,glukoneogenesis

    Hati memegang peranan pentingdalam mempertahankan kadarglukosa darah normal danmenyediakan energi untuktubuh. Karbohidrat disimpandalam hati sebagai glikogen.

    3. Metabolisme protein,sintesis protein

    Pembentukan urea

    Penyimpanan protein (asamamino)

    Protein serum yang disintesisoleh hati termasuk albumin sertaalfa dan beta globulin (gamaglobulin tidak).Urea dibentuk semata-matadalam hati dari NH2 yangkemudian diekskresi dalamkemih dan feses.NH3 dibentuk dari diseminasiasam amino dan kerja bakteriusus terhadap asam amino.

    4. Metabolisme lemak

    KetogenesisSintesis kolesterol

    Penyimpanan lemak

    Hodrolisis trigliserida,kolesterol, fosfolipid, danlipoprotein (diabsorpsi dari usus)menjadi asam lemak dangliserol.Hati memegang peranan utamapada sintesis kolesterol, sebagianbesar diekskresi dalam empedusebagai kolesterol atau asamfolat.

    5. Penyimpanan vitamin danmineral

    Vitamin yang larut lemak (A, D,E, K) disimpan dalam hati, jugavitamin B12, tembaga dan besi.

    6. Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan

  • 12

    mensekresi aldosteron,glukokortikoid, estrogen,progesteron, dan testosteron.

    7. Detoksikasi Hati bertanggungjawab atasbiotransformasi zat-zatberbahaya menjadi zat-zat yangtidak berbahaya yang kemudiandiekskresi oleh ginjal (misalnyaobat-obatan)

    8. Ruang pengapung danfungsi penyaring

    Sinusoid hati merupakan depotdarah yang mengalir kembalidari vena kava (payah jantungkanan); kerja fagositik selkupffer membuang bakteri dandebris dari darah.

    Sumber : Price, Patofisiologi, 2004 : 498

    D. Etiologi

    Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer (2001),

    Isselbacher (2000), PileMone (2000) disebabkan oleh:

    1. Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV).

    2. Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV).

    3. Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen).

    4. Defisiensi 1 antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia.

    5. Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.

    E. Patofisiologi

    Perjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien

    meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis

    keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus

    dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik

  • 13

    ini sering menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor resiko penting untuk

    karsinoma hepatoseluler (Isselbacher, 2000).

    Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena

    memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada

    hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah

    normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel

    hepar.

    Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan

    mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu

    yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati),

    sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa

    mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan

    hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi

    hipertensi portal.

    Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses

    metabolisme protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik dan

    peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum.

    Gangguan metabolisme protein yang mengakibatkan penurunan sintesa

    fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah

    sehingga dapat menimbulkan perdarahan.

    Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu

    intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.

    Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,

  • 14

    karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada

    duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun

    bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang

    timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,

    konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena

    porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.

    Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan

    garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada

    ikterus. (Smeltzer, 2003). Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

    protein menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga

    glikogen dalam hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam

    darah berkurang akibatnya timbul keletihan.

    Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi

    penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi,

    vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat

    mengakibatkan keletihan, defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan

    penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan,

    defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi

    vitamin E berpengaruh pada integritas kulit.

    (Isselbacher, 2000; Smeltzer, 2002; Sjamsuhidajat, 2004; Carpenito, 1998).

  • 15

    F. Manifestasi Klinik

    Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001), PileMone (2000) adalah:

    1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan.

    2. Kehilangan kekuatan.

    3. Anoreksia dan anemia.

    4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta

    permukaan yang teraba iregular pada palpasi.

    5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh

    tekanan nodul maligna dalam hilus hati.

    6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila

    jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.

    7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa lipoprotein

    (AFP) serum.

    Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan

    tanda sindroma paraneoplastik dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas

    seperti eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia

    akibat sekresi hormon seperti paratiroid. Manifestasi lainnya adalah:

    1. Hiperkolesterolemia.

    2. Hipoglikemia.

    3. Porfiria didapat

    4. Disfibrinogenemia.

    5. Kriofibrinogenemia

  • 16

    G. Komplikasi

    Komplikasi yang terjadi akibat karsinoma hepatoseluler menurut

    PileMone (2000) ini adalah:

    1) Hipertensi.

    2) Hiperbilirubinemia.

    3) Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan

    oleh akumulasi amonia serta metabolik toksin.

    4) Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas akan menyebabkan serosis

    hepatis.

    H. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pada pasien karsinoma hepatoseluler menurut Smeltzer

    (2001) adalah:

    1. Non Bedah

    a. Terapi Radiasi

    Tujuannya adalah memberikan radiasi langsung kepada sel sel tumor

    agar tidak menyebar bertambah besar, nyeri dan gangguan rasa

    nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi radiasi pada 70%

    hingga 90% penderita. Gejala anoreksia, kelemahan dan panas juga

    berkurang dengan terapi ini.

    Metode pelaksanaan radiasi mencakup:

    1) Penyuntikan antibodi berlabel isotop radioaktif secara intravena

    yang secara spesifik akan menyerang antigen yang berkaitan

    dengan tumor.

  • 17

    2) Penempatan sumber radisi perkutan intensitas tinggi untuk therapi

    radiasi intertitial.

    b. Kemoterapi

    Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infus regional merupakan

    metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik

    kepada pasien tumor primer dan metastasis hati untuk memberikan

    kemoterapi dengan konsentrasi tinggi kedalam hati melalui arteri

    hepatika dipasang pompa yang dapat ditanam.

    c. Drainase Bilier Perkutan atau Drainase Transhepatik

    Ini digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang

    tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien

    tumor yang tidak dapat dioperasi atau pada pasien yang dianggap

    beresiko. Prosedur seperti ini dikerjakan untuk membentuk kembali

    sistem drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri karena

    penumpukan empedu akibat obstruksi dan meredakan gejala pruritus

    serta ikterus. Selama beberapa hari setelah dipasang, kateter dibuka

    untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar

    diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya

    darah serta debris.

    d. Bentuk terapi non bedah lainnya

    1) Hipertermia pernah dilakukan sebagai suatu bentuk terapi untuk

    mengatasi metastasis pada hati. Pemanasan diarahkan pada tumor

  • 18

    melalui beberapa cara untuk menimbulkan nekrosis pada jaringan

    tumor tersebut sementara jaringan normal tetap terlindungi.

    2) Pengembangan teknik pembekuan dingin sel-sel tumor hati dengan

    cryosurgery dan penggunaan bedah laser sebagai salah satu bentuk

    terapi masih berada dalam tahap awal.

    3) Embolisasi untuk menggangu aliran darah arterial kedalam

    jaringan tumor dengan memasukkan partikel-partikel gelfoam

    kedalam pembuluh darah arteri yang memperdarahi tumor ternyata

    cukup efektif pada pasien-pasien dengan tumor yang kecil.

    4) Imunotherapi merupakan bentuk terapi lain yang masih diteliti.

    Pada tahap ini, limfosit dengan reaktivitas anti tumor diberikan

    kepada penderita tumor hati. Regresi tumor yang merupakan hasil

    akhir yang diinginkan ternyata terlihat pada penderita kanker

    metastasis yang tidak berhasil diobati dengan terapi standar.

    I. Pengkajian Fokus

    1. Demografi

    a. Usia: Biasanya menyerang dewasa dan orang tua.

    b. Jenis kelamin : KHS empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki

    daripada perempuan ( Isselbacher, 2000 ).

    c. Pekerjaan: dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang

    berlebihan.

  • 19

    2. Perubahan Pola Fungsional.

    Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan

    hati menurut Doenges (1999) adalah:

    a. Aktivitas.

    Klien akan mengalami kelemahan, kelelahan, malaise.

    b. Sirkulasi.

    Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, ikterik pada sklera, kulit dan

    membran mukosa.

    c. Eliminasi.

    Warna urine gelap (seperti teh), diare feses warna tanah liat.

    d. Makanan dan Cairan.

    Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan muntah, terjadi

    peningkatan edema, asites.

    e. Neurosensori.

    Peka terhadap rangsang, cenderung tidur, letargi, asteriksis.

    f. Nyeri / Kenyamanan.

    Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas,

    mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal-gatal (pruritus).

    g. Keamanan.

    Demam, urtikaria, lesi makulopopuler, eritema, splenomegali,

    pembesaran nodus servikal posterior.

  • 20

    h. Seksualitas.

    Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan (contoh: homoseksual

    aktif atau biseksual pada wanita).

    3. Pemeriksaan Fisik.

    Menurut Doenges (1999) hasil pemeriksaan fisik pada pasien dengan

    hepatoma adalah:

    a. Tanda tanda vital.

    Tekanan darah meningkat, nadi bradikardia, suhu meningkat,

    pernapasan meningkat.

    b. Mata : sklera ikterik.

    c. Mulut: mukosa kering, bibir pucat.

    d. Abdomen: terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan atas, pembesaran

    hati, asites, permukaan teraba ireguler.

    e. Kulit: gatal (pruritus), ikterik.

    f. Ekstremitas: mengalami kelemahan, peningkatan edema.

    4. Pemeriksaan Penunjang.

    Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan karsioma

    hepatoseluler menurut Isselbacher (2000) adalah:

    a. Pemeriksaan Laboratorium.

    1) Terjadi peningkatan kadar bilirubin, alkali fosfatase, asparat

    aminotransferase (AST), glutamic oxaloacetik transaminase

    (SGOT) dan lactic dehidogenase (LDH) dapat terjadi.

  • 21

    2) Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih), eritrositosis

    (peningkatan jumlah sel darah merah).

    3) Hiperkalsemia, hipoglikemia dan hiperkolesterolemia juga terlibat

    dalam pemeriksaan laboratorium.

    b. USG Abdomen: mendeteksi adanya tumor hati.

    c. Biopsi hati: terdapat resiko sel-sel tumor akan bermigrasi disepanjang

    bekas biopsi.

    d. Laparoskopi: untuk melakukan biopsi sel hati dibawah pandangan

    langsung.

  • 22

    J. Pathway Keperawatan

    Infeksi kronik virushepatitis B

    (HBV

    ) Infeksi kronik virus

    hepatitis C(HCV

    ) Kontak dengan racun kimia

    tertentu Defisiensi

    ? 1 antitripsin

    , hemokromasitis dantirosinemia Pemberian jangka panjang steroid

    adrenogenik

    HEPATOMA

    Terdapat nodul maligna dalamhilus hati

    Kerusakan selparenkim,

    selhatidan duktuli empedu intra

    hepatik

    MetabolismeKarbohidr

    at, lemak dan

    protein

    Glikogenesisdanglukoneogenesis

    Glikogendalamheparberkurang

    Glikogenolisis

    Glukosa dalam darahberkurang

    Cepatlelah

    / kelemahan

    Gangguanintoleranaktivit

    as

    Zatbesi

    Fungsipenyimpananvitamin danmineral

    Defisiensi

    ProdukSDM

    Anemia

    OksiHb

    Metabolismeaerob

    Asamlaktat

    Lemas

    , keletihan

    VitaminA

    Penurunanketajaman

    visus

    Gangguanpenglihat

    an

    VitaminK

    Pembekuan dara

    h

    VitaminD

    Absorbsikalsium di

    usus

    Hipokalsemia

    Demineralisasi tulan

    g

    Kerusakantulan

    g

    Restikerusakanmobilitasfisik

    VitaminE

    Absorbsikekulit

    Turgorkulit

    Metabolismebilirubi

    n

    Hiperbilirubinemia

    Pigmenempedu

    Ikteri

    Perubahanpenampilan

    Garamempedudalam

    darah

    Gatal-gatal

    Gangguanmetabolisme

    protein

    Sintesafibrinogendanprothrombin

    Sintesaalbumin

    Faktorpembekuandara

    h

    Hipoalbuminemia

    Tekananosmotik

    Cairan ekstraseluler

    Edemaparu

    Penyumbatanvena

    porta

    Pembengkakanhepar

    Bendungan venaporta

    Nyeri

    Penyempitan venaporta

    Hipertensiportal

    Asites

    Gangguanperfusi

    jaringan

    Ekspansi par

    u

    Tidakefektifnyapolapernapasan

    Mual, inginmuntah

    Anoreksia

    Resticidera

    Penekanansyaraf

    PenimbunancairanDi

    abdomen

    padalambung

    Penekanan

    Intake inadekuat

    PenimbunancairanDi paru-

    paru

    PenimbunancairanPada jar.

    perifer

    Edemaperifer

    Resikokerusakan

    Gangguan citradiri

    Gangguanmetabolisme

    Zat gizi

    Gangguansensori

    penglihatan

    Resti transmisiInfeksi

    Kelebihan vol.cairan

    Perubahankurang dari

    Sumber: Price, 2005, Samsuhidajat, 2004, Isselbacher, 2000

  • 23

    K. Diagnosa Kperawatan

    Diagnosa keperawatan pada penyakit hepatoma secara teori menurut

    Doenges (1999), Carpenito (1998) dan Kim (1995) adalah:

    1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar

    dan bendungan vena porta.

    2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan

    peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk

    memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

    3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan

    metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.

    4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

    abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru.

    5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah

    sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler.

    6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan

    osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin

    ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak

    seimbang.

    7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan

    pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam

    empedu.

  • 24

    8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan

    sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa

    hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan

    kerapuhan kapiler.

    9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular

    dari agent virus.

    10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan

    perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).

  • 25

    L. Fokus Intervensi dan Rasional

    Menurut Doenges (1999), Kim (1995) dan Carpenito (1998), intervensi

    keperawatan pada penyakit hepatoma adalah sebagai berikut:

    1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar

    dan bendungan vena porta.

    a. Kriteria Hasil.

    Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak

    meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).

    b. Intervensi dan Rasional.

    1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat

    digunakan untuk intensitas nyeri.

    Rasional: nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak

    nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati,

    melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan

    kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

    2) Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap

    nyeri, akui adanya nyeri, dengarkan dengan penuh perhatian

    ungkapan klien tentang nyerinya.

    Rasional: klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi

    pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri.

    3) Berikan informasi akurat dan jelaskan penyebab nyeri serta

    tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui.

  • 26

    Rasional: klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui

    penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung

    lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang atau tidak

    terdapat penjelasan).

    4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung

    efek hepatotoksik.

    Rasional: kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik

    untuk mengurangi nyeri.

    2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan penurunan

    peristaltic (reflek visceral), empedu tertahan. Kegagalan masukan untuk

    memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

    a. Kriteria Hasil.

    Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai

    laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.

    b. Intervensi dan Rasional.

    1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

    Rasional: keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

    2) Awasi pemasukan diet atau jumlah kalori, tawarkan makan sedikit

    tapi sering dan tawarkan pagi paling sering.

    Rasional: adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran

    gastrointestinal dan menurunkan kapasitasnya.

  • 27

    3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah

    makan.

    Rasional: akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah

    baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan.

    4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak.

    Rasional: menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat

    meningkatkan pemasukan.

    5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak.

    Rasional: glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk

    pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap atau

    dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.

    3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan

    metabolisme sekunder terhadap infeksi kronik hepatoma.

    a. Kriteria Hasil

    Mengembangkan pola aktivitas atau istirahat konsisten dengan

    keterbatasan fisiologis.

    b. Intervensi dan rasional

    1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang

    meningkatkan.

    Rasional: memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-

    kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran

    energi untuk kegiatan yang kurang penting.

  • 28

    2) Ajarkan pasien untuk membuang atau mengurangi aktivitas yang

    dapat menyebabkan nyeri atau lelah dan anjurkan untuk tirah

    baring.

    Rasional: tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan

    sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan

    penyakit.

    3) Ajarkan strategi koping koqnitif (seperti pembandingan, relaksasi,

    pengendalian bernafas).

    Rasional: respon emosional terhadap intoleransi aktivitas dapat

    secara efektif ditangani dengan menggunakan strategi koping

    koqnitif.

    4) Ajarkan orang terdekat untuk membantu pasien dalam melakukan

    aktivitas.

    Rasional: dukungan sosial meningkatkan pelaksanaan.

    4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra

    abdomen, asites, dan penurunan ekspansi paru.

    a. Kriteria Hasil.

    Pola nafas adekuat, perubahan nadi (60-80 x/menit), RR 16-24

    x/menit, asites berkurang, nafas tidak cuping hidung, tidak edema.

    b. Intervensi dan Rasional.

    1) Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan.

    Rasional: pernafasan dangkal atau cepat kemungkinan terdapat

    hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.

  • 29

    2) Auskultasi bunyi nafas tambahan.

    Rasional: kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan.

    3) Berikan posisi semi fowler.

    Rasional: memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan

    pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.

    4) Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif.

    Rasional: membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak.

    5) Berikan oksigen sesuai kebutuhan.

    Rasional: mungkin perlu untuk mencegah hipoksia.

    5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah

    sekunder terhadap karsinoma hepatoseluler.

    a. Kriteria Hasil:

    1) Membran mukosa warna merah muda.

    2) Tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia.

    3) Capilari refil kurang dari 3 detik.

    4) Nilai laboratorium dalam batas normal (Hb).

    5) Konjungtiva tidak anemis.

    6) Tanda-tanda vital stabil

    Tekanan darah: 90/60-130/90 mmHg, suhu: 36,7-37 oC, respirasi

    rate: 16-24 x/menit, nadi: 60-80 x/menit.

  • 30

    b. Intevensi dan Rasional

    1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan

    dasar kuku.

    Rasional: memberi informasi tentang derajat atau keadekuatan

    perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.

    2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

    Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan

    oksigenasi untuk kebutuhan seluler.

    3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungandan tubuh

    hangat sesuai indikasi.

    Rasional: vasokonstriksi (keorgan vital) menurunkan sirkulasi

    perifer. Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus

    seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan

    pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).

    4) Kolaborasikan untuk pemberian O2.

    Rasional: memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan.

    5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (Hb).

    Rasional: mengetahui status transpor O2.

    6. Kelebihan volume cairan berhubuangn dengan hipertensi portal, tekanan

    osmotic koloid yang merendah akibat dari penurunan protein albumin

  • 31

    ditandai dengan penumpukan cairan bawah kulit, intake dan output tidak

    seimbang.

    a. Kriteria Hasil

    1) Volume cairan seimbang antara pemasukan dan pengeluaran, berat

    badan stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal.

    2) Tidak ada bunyi paru.

    3) Tidak ada edema.

    4) Tidak ada asites, protein total (6,0-8,0 gr/dl), albumin (3,5-5,5

    gr/dl), K+ (3,5-5,0 mEq/L), Na (135-145 mEq/L).

    b. Intervensi dan Rasional

    1) Ukur masukan dan keluaran catat keseimbangannya timbang berat

    badan tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg per hari.

    Rasional: menunjukkan status sirkulasi, terjadinya perbaikan

    perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan

    positif atau peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi

    cairan lanjut.

    2) Awasi tanda-tanda vital.

    Rasional: peningkatan tekanan darah biasanya berhubungan

    dengan kelebihan cairan.

    3) Auskultasi paru, catat penurunan atau tidak adanya bunyi nafas

    tambahan contoh krekles.

    Rasional: peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan

    gangguan pertukaran gas pada paru-paru.

  • 32

    4) Ukur dan catat lingkar perut tiap hari.

    Rasional: untuk memantau perubahan pada pembentukan asites

    dan penumpukan cairan.

    5) Dorong untuk tirah baring.

    Rasional: posisi rekumben untuk diuresis.

    6) Awasi albumin serum dan elektrolit khusus kalium dan natrium.

    Rasional: penuruan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik

    koloid plasma, mengakibatkan pembentukan odem. Penurunan

    aliran darah ginjal menyertai peningkatan kadar aldosteron dna

    penggunaan diuretik untuk menurunkan air total tubuh, dapat

    menyebabkan sebagai perpindahan atau ketidakseimbangan

    elektrolit.

    7) Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.

    Rasional: natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi

    cairan dalam area ekstra vaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk

    memperbaiki / mencegah pengenceran.

    8) Beri obat diuretik sesuai indikasi.

    Rasional: digunakan untuk mengontrol odem dan asites.

    Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekstresi air, bila terapi

    dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak teratasi.

    7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan

    pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam

    empedu.

  • 33

    a. Kriteria Hasil

    Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.

    b. Intervensi dan Rasional

    1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering.

    a) Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan

    (kadtril, lanolin).

    b) Keringkan kulit, jaringan digosok.

    Rasional: kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan

    merangsang ujung syaraf.

    2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu

    ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu

    tebal.

    Rasional: penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan

    meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi.

    3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan

    tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk.

    Rasional: penggantian merangsang pelepasan hidtamin,

    menghasilkan lebih banyak pruritus.

    4) Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin.

    Rasional: pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan

    kelembaban kekeringan.

    8. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan penurunan produksi dan

    sekresi eritropoetin, penurunan produksi sel darah merah, penurunan masa

  • 34

    hidup sel darah merah, gangguan faktor pembekuan darah dan peningkatan

    kerapuhan kapiler.

    a. Kriteria Hasil :

    1) Menunjukkan perbaikan nilai laboratorium (trombosit 150-400

    ribu/mmk, waktu pembekuan 2-6 menit, waktu perdarahan 1-3

    menit).

    2) Tidak ada tanda-tanda perdarahan (ecimosis, memar (purpural)).

    b. Intervensi dan Rasional

    1) Catat adanya perdarahan pada area tusukan infus (jika terpasang),

    urin merah dan feses berdarah.

    Rasional: perdarahan dapat terjadi dengan mudah karena

    kerapuhan kapiler atau gangguan pembekuan dan dapat

    memperburuk anemia.

    2) Anjurkan untuk menggunakan sikat gigi yang halus.

    Rasional: menurunkan resiko perdarahan atau hematoma.

    3) Kolaborasikan pemeriksaan lanoratorium (hitung darah lengkap,

    sel darah merah, hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu

    pembekuan, waktu perdarahan).

    Rasional: mengetahui status hematologi klien.

    4) Berikan transfusi jika diindikasikan.

    Rasional: tranfusi diperlukan apabila klien mengalami gejala

    anemia simtomatik.

  • 35

    5) Berikan obat sesuai indikasi (sediaan besi, asam folat, pelunak

    feses, antasida, hemastati atau penghambat fibrinolisis)

    Rasional: berguna untuk memperbaiki keadaan anemia,

    mengurangi mengejan untuk menurunkan beban energi,

    menghambat perdarahan yang tidak reda secara spontan,

    menetralkan asam lambung.

    9. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular

    dari agent virus.

    a. Kriteria Hasil

    Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.

    b. Intervensi dan Rasional

    1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat

    untuk menangani semua cairan tubuh.

    a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien

    atau spesimen.

    b) Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan

    tubuh.

    c) Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada

    wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi

    jarum dengan cara apapun.

    Rasional: pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi

    virus hepatitis.

  • 36

    2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan

    tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan

    permukaan yang terkontaminasi.

    Rasional: teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak

    dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit.

    3) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien,

    keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan.

    Rasional: mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak

    rantai transmisi infeksi.

    4) Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen

    kesehatan yang tepat.

    Rasional: rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber

    pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeksi. .

    10. Resiko gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh berhubungan dengan

    perubahan peran, perubahan penampilan fisik (ikterik, asites).

    a. Kriteria Hasil :

    1) Menunjukkan penerimaan akan perubahan dan situasi yang ada

    saat ini.

    2) Mampu mengungkapkan perasaan takut, sedih, bingung, marah,

    cemas, malu.

    b. Intervensi dan Rasional

    1) Diskusikan perasaan klien takut, sedih, marah. Jelaskan hubungan

    dengan asal penyakit.

  • 37

    Rasional: klien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh dan juga

    mengalami perasaan bersalah, marah, sedih bila penyebabnya

    berhubungan dengan alkohol (80%) atau penggunaan obat lain.

    2) Dukung dan dorong klien, berikan perawatan dengan perilaku

    positif dan perilaku bersahabat.

    Rasional: sikap perawat dalam memberikan perawatan akan

    berpengaruh pada perasaan klien terkait penilaian pribadi.

    3) Dorong keluarga atau ornag terdekat untuk mengatakan perasaan,

    berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan.

    Rasional: anggota keluarga akan merasa bersalah, merasa sedih

    terkait kondisi klien saat ini, partisipasi pada perawatan membantu

    mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara staf,

    klien dan perawat.

    4) Bantu klien dan orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada

    penampilan klien, anjurkan memakai pakaian yang tidak

    menonjolkan gangguan penampilan misalnya : menggunakan baju

    merah, biru atau hitam.

    Rasional:

    5) Kolaborasi dengan rujuk ke pelayanan pendukung (konselor,

    psikiatrik).

    Rasional: meningkatkan kerentanan atau masalah sehubungan

    dengan penyakit ini memerlukan sumber pelayanan tambahan.