Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA ANGKA PORI (e) DENGAN
KECEPATAN REMBESAN ALIRAN AIR PADA TANAH
GRANULER
OLEH :
NURFITRIA ANDI UMMUL FADILAH
NIM : 105 81 1106716 NIM : 105 81 1107616
PRODI TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA ANGKA PORI (e) DENGAN
KECEPATAN REMBESAN ALIRAN AIR PADA TANAH GRANULER
Diajukan Untuk Memenenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar
Disusun dan Diajukan oleh :
ANDI UMMUL FADILAH NURFITRIA
105 811 1076 16 105 811 1067 16
PRODI TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
iii
iv
v
ABSTRAK
Secara umum, gradasi tanah dapat mempengaruhi angka pori tanah secara
langsung, karena apabila butir–butir agregat mempunyai jenis ukuran yang sama
(seragam), volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir–butirnya
bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Tujuan dari penelitian ini untuk
menganalisis pengaruh karakteristik tanah granuler terhadap kecepatan rembesan
aliran air serta pengaruh perubahan angka pori (e) terhadap kecepatan rembesan
aliran air. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan
menggunakan model alat simulasi. Dalam penelitian ini digunakan 5 jenis tanah
yang terdiri dari pasir halus, pasir sedang halus, pasir sedang, pasir sedang kasar
dan pasir kasar, serta 1 jenis intensitas curah hujan yaitu intensitas curah hujan kala
ulang 5 tahun (I5). Untuk vertikal kecepatan rembesan yaitu 0,836 cm/m dan untuk
horizontal mengalami kecepatan rata-rata rembesan yaitu 0,715 cm/m. jenis pasir
sedang halus yaitu, untuk arah vertikal sejauh 0,915 cm/m dan untuk horizontal
yaitu 0,739 cm/m. jenis pasir sedang pada arah vertikal yaitu 1,364 dan untuk arah
horizontal yaitu 0,809. jenis pasir sedang rembesannya yaitu untuk arah vertikal
1,468 cm/m dan untuk arah horizontal yaitu 0,810 cm/m. pasir kasar yang untuk
arah vertikal yaitu 1,880 cm/m dan untuk kecepatan horizontal yaitu 1,470
cm/m.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara angka pori
dengan kecepatan rembesan berbanding lurus dimana semakin kecil angka pori
maka semakin lambat rembesan yang terjadi begitupun sebaliknya.
Kata Kunci : Angka pori pada tanah, Rembesan aliran air
ABSTRACT
In general, soil gradation can directly affect soil void ratio, because if the
aggregate grains have the same type of size (uniform), the pore volume will be
large. On the other hand, if the grain size varies, a small pore volume will occur.
The purpose of this study was to analyze the effect of granular soil characteristics
on the speed of air flow seepage and the effect of changes in number (e) on the air
flow seepage velocity. This research is an experimental research type using a
simulation tool model. In this study used 5 types of soil consisting of fine sand, fine
sand, medium sand, coarse and coarse sand, and 1 type of rainfall, namely
moderate rainfall, 5 year return period (I5). For vertical seepage speed is 0.836
cm/m and for horizontal seepage average speed is 0.715 cm/m. the type of medium
fine sand that is, for the vertical direction as far as 0.915 cm/m and for the
horizontal that is 0.739 cm/m. the type of medium sand in the vertical direction is
1.364 and for the horizontal direction is 0.809. the type of sand is medium seepage
that is for the vertical direction is 1.468 cm/m and for the horizontal direction is
0.810 cm/m. Coarse sand for the vertical direction is 1.880 cm/m and for the
horizontal speed is 1.470 cm/m. The results of the study indicate that the
vi
relationship between numbers and the rate of seepage is directly proportional
where the smaller the number, the slower the seepage occurs and vice versa.
Keywords : Pore number in soil, Seepage water flow
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Ujian Hasil ini dengan baik. Salawat serta salam tak henti-hentinya kami
haturkan kepada Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan kerabatnya.
Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus
ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun judul tugas akhir
kami adalah “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA ANGKA PORI (e) DENGAN
KECEPATAN REMBESAN ALIRAN AIR PADA TANAH GRANULER”.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak masukan
yang berguna dari berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu dengan segala ketulusan serta keikhlasan hati, kami mengucapkan
terimakasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan limpahan kasih
sayang, doa serta pengorbanan kepada penulis.
2. Ibu Dr. Hj. Nurnawaty, ST., MT., sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Andi Makbul Syamsuri, ST., MT., sebagai Ketua Program Studi
Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
viii
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Darwis Panguriseng, M.Sc selaku pembimbing I
dan Bapak Lutfi Hair Djunur, ST.,MT selaku pembimbing II, yang telah
meluangkan banyak waktu, memberikan bimbingan dan arahan sehingga
terwujudnya tugas akhir ini.
5. Bapak dan Ibu dosen serta staff pegawai pada Fakultas Teknik atas segala
waktunya yang telah mendidik dan melayani kami selama mengikuti proses
belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
6. Saudara serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus angkatan
Proyeksi 2016 yang dengan rasa persaudaraan yang tinggi banyak
membantu dan memberi dukungan dalam peneyelesaian tugas akhir ini.
Pada akhir penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis meminta saran dan kritik yang
bersifat membangun sehingga laporan tugas akhir ini dapat menjadi lebih baik dan
menambah penegetahuan kami dalam menulis laporan selanjutnya. Semoga laporan
tugas akhir ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Makassar, 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSTUJUAN ............................................................................ ii
PENGESAHAN ................................................................................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
E. Batasan Masalah ..................................................................................... 3
F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanah .................................................................................... 6
x
B. Angka Pori .............................................................................................. 16
C. Rembesan Aliran Air Tanah .................................................................. 19
D. Analisa Curah Hujan ............................................................................... 22
E. Terori Infiltrasi ........................................................................................ 27
F. Penelitian dan Variabel Penelitian .......................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 32
B. Tempat Penelitian ................................................................................... 32
C. Variable Penelitian .................................................................................. 32
D. Defenisi Operasional Variabel ................................................................ 33
E. Rancangan Penelitian .............................................................................. 35
a. Instrument Penelitian ........................................................................ 35
b. Prosedur Pengujian ........................................................................... 37
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 40
G. Flow chart ............................................................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 43
1. Karakteristik Tanah ........................................................................... 43
2. Pengamatan Angka Pori Awal .......................................................... 53
3. Kecepatan Rembesan ........................................................................ 55
4. Hubungan Angka Pori Dengan Kecepatan Rembesan ...................... 67
B. Pembahasan
xi
a. Hubungan Karakteristik Tanah Terhadap Kecepatan Rembesan ..... 68
b. Hubungan Angka Pori Dengan Kecepatan Rembesan ...................... 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 71
B. Saran ....................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LXXII
LAMPIRAN ................................................................................................ LXXIII
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 1 Klasifikasi Tanah 11
Tabel 2 klasifikasi Infiltrasi 28
Tabel 3 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Halus) 43
Tabel 4 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Sedang halus) 45
Tabel 5 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Sedang) 47
Tabel 6 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Sedang Kasar) 49
Tabel 7 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Kasar) 51
Tabel 8 Hasil Pengamatan Angka Pori Awal (e0) 54
Tabel 9 Rembesan Aliran ( Vertikal ) 55
Tabel 10 Rembesan Aliran Horizontal 57
Tabel 11 Kecepatan Rata-Rata Rembesan 65
Tabel 12 Hubungan Kecepatan Rembesan Vertikal dengan Angka Pori 67
Tabel 13 Hubungan Kecepatan Rembesan Horizontal dengan Angka Pori 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 1 Pembagian Lapisan Tanah 8
Gambar 2 Perbandingan Elemen Tanah 8
Gambar 3 Susunan Butiran Tanah Granuler 15
Gambar 4 Komposisi Tanah Setiap Kondisi 16
Gambar 5 Diagram Fase Tanah 16
Gambar 6 Siklus Hidrologi (Proses Terjadinya Hujan) 25
Gambar 7 Skema Hubungan Variabel Penelitian 33
Gambar 8 Sketsa Alat Model 35
Gambar 9 Foto Alat Model 36
Gambar 10 Flow Chart 42
Gambar 11 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Halus) 45
Gambar 12 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang Halus) 47
Gambar 13 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang) 49
Gambar 14 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang Kasar) 51
Gambar 15 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Kasar) 53
Gambar 16 Grafik Angka Pori Awal (e0) 54
Gambar 17 Grafik Kecepatan Rembesan Aliran Vertical 55
Gambar 18 Grafik Kecepatan Rembesan Aliran Horizontal 65
Gambar 19 Grafik Kecepatan Rata-Rata Rembesan Vertikal 66
Gambar 20 Grafik Kecepatan Rata-Rata Rembesan Horizontal 66
Gambar 21 Hubungan Kecepatan Rembesan dan Angka Pori (e) Vertikal 67
Gambar 22 Hubungan Kecepatan Rembesan dan Angka Pori (e) Horizontal 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan
organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas
batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan
oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-
partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.
Air tanah adalah segala bentuk aliran air hujan yang mengalir dibawah permukaan
tanah sebagai akibat struktur perlapisan geologi, perbedaan potensi kelembapan
tanah, dan gaya gravitasi bumi. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air,
udara ataupun keduanya. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang baik
umtuk air bersih dan air minum dibandingkan dengan sumber air lainnya.
Kebutuhan air tanah selalu meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk.
Air tanah memiliki sifat dan karakteristik, baik dalam pola pergerakanannya,
rembesan dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan kajian untuk memahami
tentang kecepatan rembesan aliran air pada tanah. Adanya kenyataan bahwa air
tanah mengalir dengan pola pergerakan tertentu,dan kecepatan aliran tertentu serta
adanya perbedaan karakteristik air tanah antara satu media permeable dengan media
permeable lainnya.
Gradasi tanah dapat mempengaruhi secara langsung angka pori tanah, karena
apabila butir–butir agregat mempunyai jenis ukuran yang sama (seragam), volume
pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir–butirnya bervariasi akan terjadi
2
volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori antara
butiran yang lebih besar sehingga pori-porinya menjadi sedikit dengan kata lain
kemampatannya tinggi.
Air yang kita gunakan sehari-hari telah menjalani siklus meteoric, yaitu
telah melalui proses penguapan (precipitation) dari laut, danau, maupun sungai,
lalu mengalami kondensasi di atmosfer, dan kemudian menjadi hujan yang turun
ke permukaan bumi. Air hujan yang turun ke permukaan bumi tersebut ada yang
langsung mengalir di permukaan bumi (run off) dan ada yang meresap kebawah
permukaan bumi (infiltration).
Mengingat begitu pentingnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh
tersebut terhadap proses penyerapan air dalam tanah maka perlu dilakukan analisis
secara spesifik dari masing-masing jenis tanah dan melakukan pengujian
experimental, salah satu yang penting untuk ditekiti adalah “Analisis Hubungan
Antara Angka Pori (e) Dengan Kecepatan Rembesan Aliran Air Pada Tanah
Granuler Dengan Metode Simulasi (Uji Laboratorium) ”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dipertegas permasalahan ilmiah yang
mendasari penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh karakteristik tanah granuler terhadap kecepatan
rembesan aliran air dengan menggunakan metode simulasi ?
2. Bagaimana pengaruh perubahan angka pori (e) terhadap kecepatan
rembesan aliran air pada berbagai jenis tanah granuler ?
3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pelaksaan penelitian ini
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Menganalisis pengaruh karakteristik tanah granuler terhadap kecepatan
rembesan aliran air dengan menggunakan metode simulasi
2. Menganalisis pengaruh perubahan angka pori (e) terhadap kecepatan
rembesan aliran air pada berbagai jenis tanah granuler
D. Manfaat Penelitian
Kontribusi penelitian ini terhadap pengembangan IPTEK adalah minimal dapat
memberikan gambaran tentang perilaku kecepatan rembesan aliran air tanah
yang terkait dengan perubahan pada musim, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu mekanika
tanah, khususnya dalam mengungkap sifat – sifat hidrolik tanah.
E. Batasan masalah
Agar tujuan penulisan ini mencapai sasaran yang diinginkan dan lebih terarah,
maka diberikan batasan – batasan masalah, diantaranya sebagai berikut :
1. Intensitas curah hujan yang diamati bersumber dari hujan buatan dari alat
simulasi yang didesain dan dibuat khusus ( spesific equipment )
2. Media kecepatan rembesan aliran air menggunakan jenis tanah granuler.
F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan uraian dari latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian
yang hendak dicapai dalam penelitian ini, maka disusun sistematika penulisan
tugas akhir ini sebagai berikut :
4
BAB I. Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,batasan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II. Merupakan tinjauan pustaka yang memuat secara sistematis tentang
teori, pemikiran dan hasil penelitian terdahulu yang ada hubungannya dengan
penelitian ini. Bagian ini akan memberikan kerangka dasar yang kompherensif
mengenai konsep, prinsip atau teori yang akan digunakan untuk pemecahan
masalah.
BAB III. Merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan waktu dan lokasi
peneliitian, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian serta tahap-tahap
dalam proses penelitian dilaboratorium.
BAB IV. Merupakan analisa hasil dan pembahasan yang menguraikan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan hasil pembahasannya.
Penyajian hasil penelitian memuat deskripsi sistematik tentang data yang
diperoleh. Sedangkan pada bagian pembahasannya adalah mengolah data hasil
penelitian dengan tujuan untuk mencapai penelitian.
BAB V. Merupakan penutup yang berisi tetang kesimpulan dari hasil penelitian,
serta saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan faktor pendukung dan
faktor penghambat yang dialami selama penelitian berlangsung, yang tentunya
diharapkan agar penelitian ini terangkum dengan baik.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanah
1) Teori Tentang Tanah
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang
relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara
butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-
oksida yang mengendap di antara partikel-partikel (Hardiyatmo, 2010). Secara
umum tanah diartikan sebagai kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan tidak
terikat antara satu dengan yang lain (di antaranya mungkin material organik).
Rongga-rongga di antara material tersebut berisi udara dan air (Verhoef, 1994).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan Kebudayaan,
1994) tanah dapat diartikan sebagai :
1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.
2. Keadaan bumi di suatu tempat.
3. Permukaan bumi yang diberi batas.
4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir,batu cadas, dll)
Tanah adalah produk tranformasi mineral dan bahan organik yang terletak di
permukaan sampai ke dalam tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis
dan lingkungan. Konsep ilmu tanah yang dilandasi keilmuan kimia dan geologi
dipelopori oleh seorang pakar berkebangsaan Jerman, Justus von Liebig (1840),
yang selanjutnya mendasari konsep ilmu tanah yang berkembang di Amerika.
7
Konsep ini disebut teori keseimbangan, tanah merupakan tempat cadangan
hara yang suatu saat dapat diserap oleh tumbuhan, yang keberadaannya dapat
digantikan dengan pupuk kandang, kapur, dan pupuk kimia. Teori ini disebut juga
dengan Hukum Minimum Liebig.
2) Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem penggolongan yang sistematis
dari jenis-jenis tanah yang mempunyai sifat-sifat yang sama ke dalam kelompok-
kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Braja M. Das, 1995).
Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi
tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku
tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokkan tanah
ke dalam kategori yang umum di mana tanah memiliki kesamaan sifat fisis.
Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terperinci mengenai keadaan
tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah
seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Joseph
E. Bowles, 1989)
Tanah dapat dikategorikan secara umum sebagai tanah tidak kohesif dan
tanah kohesif atau sebagai tanah berbutir kasar atau tanah berbutir halus. Istilah ini
terlalu umum, sehingga memungkinkan terjadinya identifikasi yang sama untuk
tanah-tanah yang hampir sama sifatnya. Disamping itu, kategori tersebut di atas
tidak cukup lengkap untuk menentukan apakah tanah itu sesuai untuk suatu bahan
konstruksi atau tidak (Dunn, 1980).
8
Lapisan tanah terbagi menjadi :
Sumber : Haryono (2006)
Gambar 1 Lapisan Tanah (Haryono,2006)
a) Tanah lapisan atas
Tanah lapisan atas berwarna gelap dan kehitam-hitaman, tebalnya antara
10-30 cm, lapisan ini ialah lapisan tersubur, karena adanya bunga tanah atau
humus. Lapisan tanah atas ialah bagian yan goptimum untuk kehidupan tumbuh-
tumbuhan. Semua komponen-komponen tanah terdapat di lapisan ini, yaitu 45%
mineral, 5% bahan organik, 20-30 % air dan 20-30% udara dalam tanah
(Haryono, 2006). Perbadingan elemen tanah dapat dilihat seperti gambar di
bawah ini:
Sumber : Jamulya (1973)
Gambar 2 Perbandingan elemen tanah (Jamulya,1973)
Lapisan atas
LapisanTengah
Lapisan batuan
induk
9
b) Tanah lapisan bawah
Tanah lapisan bawah warnanya lebih cerah dan juga lebih padat dari
pada tanah lapisan atas. Lapisan tanah ini tebalnya berkisaran 50-60 cm lebih
tebal dari lapisan tanah atas, sering disebut tanah cadas atau tanah keras.
Lapisan tanah ini kegiatan jasad hidup mulai berkurang. Biasanya ditumbuhi
tanaman berumur panjang dan juga berakar tunggang dalam dan panjang agar
mencapai lapisan tanah (Haryono, 2006).
c) Batuan induk tanah
Bantuk induk ialah batuan asal dari tanah. Lapisan tanah ini warnanya
kemerah-merahan atau kelabu keputihan-putihan. Lapisan itu bisa pecah dan
juga dibuhan dengan mudah, tetapi sulit di tembus akar. Di lereng-lereng
gunung, lapisan itu sering terlihat jelas karena lapisan atasnya telah hanyut oleh
air hujan. Semakin dalam lapisan ini ialah batuan pejal yang belum menjalani
proses pemecahan. Pada lapisan ini tumbuhan jarang sekali bisa hidup
(Haryono, 2006).
3) Sistem Klasifikasi AASHTO dan USCS
Sistem klasifikasi tanah dibuat dengan tujuan untuk memberikan
informasi karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena sifat dan perilaku tanah
yang begitu beragam, sistem klasifikasi mengelompokan tanah ke dalam
kategori yang umum di mana tanah memiliki kesamaan sifat fisik. Klasifikasi
tanah juga berguna untuk studi yang terperinci mengenai keadaan tanah tersebut
serta kebutuhan penguji untuk menentukan sifat teknis tanah seperti
10
karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi dan sebagainya (Bowles,
1989).
Banyak sistem klasifikasi tanah yang telah disusun antara lain sistem
klasifikasi Dudal-Soepraptohardjo, Sistem Soil Taxonomy (USDA), Sistem
World Reference Base for Soil Resources, Sistem Unified Soil Clasification
System (USCS) dan Sistem American Association Of State Highway and
Transporting Official (AASHTO). Akan tetapi yang paling umum digunakan
adalah sistem USCS dan AASHTO. Berikut akan dijelaskan secara singkat
kedua sistem klasifikasi ini.
a) Sistem Klasifikasi AASHTO
Menurut Das. Braja. M (1998), sistem klasifikasi ini dikembangkan
pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System.
Sistem ini sudah mengalami beberapa perbaikan versi yang saat ini berlaku
adalah yang diajukan oleh Committee on Classification of Materials for
Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board pada tahun
1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145). Sistem klasifikasi
ini dibuat oleh American Association of State Highway and Transportation
Officials, terutama dikembangkan guna menganalisa material subgrade dalam
pembangunan jalan raya. Pada sistem ini, tanah digolongkan ke dalam tujuh
kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang digolongkan ke dalam A-
1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35% atau kurang dari jumlah
butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lehih dari 35%
butirannya lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-
11
5, A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut
sebagian besar adalah lanau dan lempung.
Tabel 1 Klasifikasi Tanah
klasifikasi umum Tanah Granuler (<35%lolos saringan No.200)
klasifikasi
kelompok
A1
A3
A2
A1-a A1-b A2-4 A2-5 A2-6 A2-7
Analisis saringan (%
lolos)
No.10 (2,00 mm) 50
maks
No.40 ( 0,425 mm) 30
maks
50
maks
51
min
No.200 ( 0,075 mm) 15
maks
25
maks
10
maks
35
maks
35
maks
35
maks
35
maks
sifat fraksi lolos
saringan No.200 -
Batas cair (LL) 40
maks
41
min
40
maks
41
min
Batas plastis (PI) 6
maks
6
maks Np
10
maks
10
maks
10
maks
10
maks
Indeks kelompok (G) 0 0 0 0 0 4
maks
4
maks
Tipe marerial yang
dominan pada
umumnya
Pecahan
batu, kerikil
& pasir
Pasir
halus
Kerikil berlanau atau
berlempung dan pasir
Penilaian umum
sebagai tanah dasar "Sangat baik" sampai "baik'
Sumber : Darwis Panguriseng (2014) Buku Mekanika Tanah Dasar
Sistem klasifikasi AASHTO dibuat dengan mempertimbangkan kriteria sebagai
berikut :
12
1. Ukuran butir tanah
a. Kerikil : fraksi melewati saringan 75-mm (3-inch ) dan tertahan pada
saringan no 10 (2-mm)
b. Pasir : fraksi melewati saringan no 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan
no 200 (0,075 mm)
c. Lumpur dan lanau : fraksi melewati saringan no 200.
2. Plastisitas
Tanah disebut tanah berlumpur (silty) ketika fraksi halus tanah memiliki
indeks plastisitas 10 atau kurang. Sedangkan tanah liat (clay) adalah ketika
fraksi halus tanah memiliki indeks plastisitas 11 atau lebih.
3. Jika berbatu dan bongkah (ukuran lebih besar dari 75 mm) yang diuji, mereka
dipisahkan dari bagian dari sampel tanah dari mana klasifikasi tersebut dibuat.
Namun, persentase material tersebut dicatat.
b) Klasifikasi Sistem USCS (Unified Soil Classification System)
Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk
dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan
oleh The Army Corps of Engineers.
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang
paling banyak dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah.
Percobaan laboratorium yang dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas-batas
Atterberg. Semua tanah diberi dua huruf penunjuk berdasarkan hasil-hasil
percobaan ini. Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar,
yaitu (Das, 1993 ; 70) :
13
a) Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Simbol dari
kelompok ini dimulai dengan huruf awal G, adalah untuk kerikil (gravel) atau
tanah berkerikil dan S, adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
b) Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah di mana lebih dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini
dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung
(clay) anorganik dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck dan tanah-tanah lain dengan kadar
organik tinggi.
Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS, adalah :
W = tanah dengan gradasi baik (well graded)
P = tanah dengan gradasi buruk (poorly graded)
L = tanah dengan plastisitas rendah (low plasticity), LL < 50
H = tanah dengan plastisitas tinggi (high plasticity), LL > 50
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM,
GC, SW, SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu diperhatikan
faktor-faktor berikut :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
3. Koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) untuk tanah dimana 0-
12% lolos ayakan No. 200
14
4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan No.
40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan No. 200).
Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5 sampai
12%, simbol ganda seperti : GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SW-
SC, SP-SM dan SP-SC diperlukan. Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga)
kelompok (Sukirman, 1992) yaitu :
a. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200.
b. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200.
c. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuh
tumbuhan yang terkandung di dalamnya.
4) Sifat Dan Karasteristik Tanah Granuler
Tanah yang partikelnya terdiri dari rentang ukuran kerikil dan pasir disebut
tanah berbutir kasar atau tanah granuler (R. F. Craig, 1991 ;5). Tanah berbutir kasar
terdiri atas kerikil dan pasir dan biasanya disebut bahan granular atau tanah tidak
berkohesi. Secara umum dari hasil survey lapangan dan test laboraturium tanah
memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Braja M Das, 1998)
a. Permaebilitas tanah
b. Kemampuan dan konsuliditas tanah
c. Kekutan tegangan geser tanah.
d. Klasifikasi Tanah
Tanah granuler seperti pasir, kerikil, batuan dan campurannya, umumnya
mempunyai sifat-sifat teknis yang sangat baik. Sifat-sifat teknis tanah tersebut
antara lain ( Hary C. H, 1996 ;18)
15
a. Merupakan material yang baik untuk mendukung bangunan dan jalan, karena
mempunyai daya dukung yang tinggi dan penurunannya kecil asalkan tanah
relatif padat.
b. Merupakan material yang baik untuk tanah urug pada dinding penahan tanah,
struktur bawah tanah.
c. Tanah yang baik untuk timbunan, karena mempunyai kuat geser yang tinggi.
d. Bila tidak dicampur dengan material kohesif, tidak dapat digunakan sebagai
material untuk tanggul, bendungan, kolam, dan lain-lain.
e. Karakteristik tanah granuler yang digambarkan oleh distribusi ukuran butiran,
susunan, serta kerapatan butiran, akan sangat mempengaruhi berbagai
parameter tanah seperti angka pori, porisitas, berat volume, kohesi, dan sudut
geser dalam tanah. Oleh karena itu di alam, biasa ditemukan tanah granuler
dalam konsistensi padat (dense), longgar (loose), atau bahkan dalam bentuk
sarang lebah (honeycomb) (Darwis Panguriseng “Mekanika Tanah Dasar
1”,2014:22).
Berikut gambar ilustrasi susunan butiran tanah granuler :
(a). Longgar (b). Padat (c). Sarang Lebah
Gambar 3 Susunan butiran tanah granuler
16
B. Teori Angka Pori
A. Angka Pori
Material tanah dapat terdiri atas dua ataupun tiga unsur, yakni butiran,
air dan udara. Pada tanah jenuh terdapat dua unsur yaitu butiran dan air, pada
tanah kering juga terdapat dua unsur yaitu butiran dan udara, sedangkan pada
tanah tak jenuh terdapat tiga unsur yaitu butiran, air dan udara (Darwis
“Mekanika Tanah 1”, 2014:2)
Sumber : A.S. Muntohar (2008) Buku Struktur Geoteknik
Gambar 4 Komposisi tanah setiap kondisi
Masing masing elemen tanah tersebut memiliki volume (V) dan berat
(W). Berikut penjabaran parameter sifat sifat tanah secara fisis dan mekanis:
Sumber : A.S. Muntohar (2008) Buku Struktur Geoteknik
Gambar 5 Diagram fase Tanah
17
1) Pengertian Angka Pori
Pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat (terisi oleh
udara dan air). Tekanan pori merupakan tekanan yang diakibatkan oleh fluida
yang berada di pori pori tanah. Garis tekanan pori akan mengikuti garis normal
hidrostatik apabila mengalami proses kompaksi normal. Apabila nilai tekanan
pori melebihi tekanan normal hidrostatik maka hal tersebut bisa didefinisikan
sebagai keadaan overpressure begitu pun sebaliknya apabila nilai tekanan pori
berada dibawah tekanan hidrostatik maka hal tersebut didefinisikan sebagai
keadaan underpressure (Juriansyah, 2016).
Angka pori Angka pori ( e ) adalah perbandingan volume rongga atau
volume ruang kosong ( Vv ) dengan volume butiran padat ( Vs ), biasanya
dinyatakan dalam persen atau decimal. Semakin besar angka pori maka semakin
kecil daya dukung tanah (James P.Pardede, 2014). Dalam buku Das, B. M.
(1995), merumuskan formulasi untuk angka pori (e), sebagai berikut:
1. Angka pori (void ratio)
𝑒 = 𝑉𝑣
𝑉𝑠 ........................................................................................................ (1)
keterangan :
e = Angka pori
Vv = Volume pori
Vs = Volume butiran
Dalam buku Hardiyatmo, Hary Christady (2002), merumuskan formulasi untuk
volume pori (Vv), sebagai berikut :
Vv = V – Vs ................................................................................................... (2)
18
2. Porositas disebut juga sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume
tanah total, yang dinyatakan dalam persen (Hary Cristady Hardiyatmo, 2012),
atau
𝑛 = 𝑉𝑣
𝑉 ........................................................................................................... (3)
Keterangan :
n = Porositas
Vv = Volume pori
V = Volume tanah total
3. Dalam buku Darwis (2014), merumuskan formulasi untuk perhitungan volume
tanah kering (Vs), sebagai berikut:
Vs = V – Vv .................................................................................................... (4)
Dimana :
Vs = volume tanah kering.
V = volume total tanah.
4. Kadar air ( w ), didefenisikan sebagai Water Content yang diartikan sebagai
perbandingan antara berat air dengan berat butiran padat dari volume tanah
yang diselidiki (Hary Cristady Hardiyatmo, 2012), atau :
𝑊 = 𝑊𝑤
𝑊𝑠 ....................................................................................................... (5)
Keterangan :
w = Kadar air
Ww = Berat air
Ws = Berat butiran padat
19
5. Berat volume ( γ ) yaitu, berat tanah persatuan volume (Hary Cristady
Hardiyatmo, 2012), atau :
γ = 𝑊
𝑉 .............................................................................................................. (6)
Keterangan :
γ = Berat volume
W = Berat tanah
V = Volume total
2) Pengaruh Gradasi Tanah Terhadap Angka Pori
Gradasi tanah dapat mempengaruhi secara langsung angka pori tanah,
karena apabila butir–butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam),
volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir–butirnya bervariasi akan
terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran yang kecil akan mengisi pori
antara butiran yang lebih besar sehingga poriporinya menjadi sedikit dengan kata
lain kemampatannya tinggi. (Umy, 2015)
C. Teori Rembesan Aliran Air Tanah
1). Pengertian Rembesan Aliran Air
Rembesan air dimaksudkan untuk mengukur kemampuan tanah dilewati
oleh air melalui pori-porinya. Menurut hukum Darcy oleh Henri Darcy, debit
air (Q) yang melalui penampang massa tanah (A) adalah :
Q = k i A............................................................................................................................ (7)
Keterangan
k = koefisien rembesan (coefficient of permeability)
i = gradien hidrolik
20
Satuan yang biasa dipakai adalah cm/det, dalam sistim cgs dan ft/day
dalam satuan f.p.s Koefisien Rembesan (k) dalam laboraturium dapat
ditentukan sebagai berikut :
a) Pengukuran dalam “Tegangan Tetap” (Constant Head)
b) Pengukuran dalam “Tegangan Berubah” (Variable/Falling Head)
Permeability → kemampuan tanah untuk dapat dirembesi oleh air
Seepage → proses dimana air dapat mengalir melalui ruang pori, yang perlu
diperhatikan :
1. Banyaknya air yang akan merembes
2. Tegangan air di dalam tanah akibat rembesan
2) Aliran Air Pada Tanah
Air tanah adalah air yang tersimpan dalam tanah. Air mengisi ruang antara
butir tanah dan meresap ke dalam tanah (Dinamika Hidrosfer, 2018). Air tanah
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air
tanah dangkal adalah air tanah yang terdapat pada lapisan akuifer bebas yang bagian
bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air tetapi bagian atasnya tidak dibatasi lapisan
kedap air, melainkan oleh muka preatik bertekanan satu atmosfer. Air tanah dalam
merupakan air tanah yang terdapat pada akuifer tertekan yang bagian bawah dan
atasnya dibatasi oleh lapisan kedap air (Arismunandar, 2000)
Meskipun air tanah tidak dapat secara langsung diamati melalui permukaan
bumi, penyelidikan permukaan tanah merupakan awal penyelidikan yang cukup
penting, paling tidak dapat memberikan suatu gambaran mengenai lokasi
keberadaan air tanah tersebut. Beberapa metode penyelidikan permukaan tanah
21
yang dapat dilakukan, diantaranya : metode geologi, metode gravitasi, metode
magnit, metode seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut,
metode geolistrik merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya
cukup baik (Bisri,1991).
Akuifer adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi
yang dapat meluluskan air baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak
terkonsolidasi dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran
konduktivitas hidrolik sehingga dapat membawa air dalam jumlah yang ekonomis
(Kodoatie, 1996). Yang merupakan tempat penyimpanan air tanah (Danaryanto et
al., 2010). Peranan penting dari air tanah dalam sektor pertanian adalah untuk
memenuhi kebutuhan air irigasi pada suatu daerah di mana air permukaan tidak
dapat dimanfaatkan akibat kendala faktor lokasi maupun faktor musim.
Konduktivitas hidrolik, secara simbolis direpresentasikan sebagai K, adalah
properti tumbuhan vaskular, tanah dan batuan, yang menggambarkan kemudahan
suatu fluida dapat bergerak melalui ruang pori atau retakan.
Aliran tanah dalam keadaan sebenarnya tidak berubah, aliran tersebut
dipengaruhi oleh prinsip-prinsip hidrolika yang telah tersusun baik terhadap aliran
air tanah lewat akuiferm yang pada umumnya merupakan sebagai media aliran
dapat diberlakukan hokum Darcy (Henry Darcy, 1999). Pergerakan air tanah dapat
diketahui dengan hukum Darcy sebagai berikut :
𝑉 = 𝐾𝑖 = KΔh/L ................................................................................................ (8)
Sehingga debit air tanah :
𝑄 = 𝑉. 𝐴 = 𝐾. 𝑖. 𝐴 ............................................................................................... (9)
22
Dimana :
V = kecepatan aliran air dalam ekifer (m/s)
K = Hydraulic conductivity (cm/s)
I = Gradien hidraulik searah aliran
Δh= Tinggi tekan piezometrik (potential head) = h1=h2
L= Jarak titik tinjauan
Q=Debit aliran melalui akifer (m3/det)
A= Luas Penampang (m2)
Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke
elevasi yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut
(Asdak, 2010).
Air tanah mengalir dari titik berenergi potensial tinggi ke arah titik berenergi
potensial lebih rendah, antara titik-titik yang berenergi potensial sama tidak
terdapat pengaliran air tanah (Usmar dkk, 2006).
D. Teori Intensitas Curah Hujan
1. Pengertian Intensitas Curah Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari alam
yang terdapat di atmosfer. Pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah yang
terbuka menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang mengakibatkan
penyumbatan pori pada permukaan tanah (Sumber: Rimbakita).
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan
horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan infiltrasi Intensitas curah hujan
23
adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang dinyatakan dalam tinggi curah
hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-
beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Intensitas curah hujan ialah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air
hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda
tergantung lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan
yang tinggi umumnya berlangsung dengan durasi yang singkat atau pendek dan
meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali
dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup lama.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi,
tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari
langit (Suroso, 2006).
Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang
dinyatakan dalam tinggi curah hujan atau volume hujan tiap satuan waktu.
Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya curah hujan dan
frekuensi kejadiannya (Fakhli, 2014).
2. Mekanisme Proses Terjadinya Intensitas Curah Hujan
Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang masalah teknis keairan,
bersamaan dengan persediaan dan peredaran sirkulasinya. Objek hidrologi meliputi
aspek presipitasi, evaporasi dan transpirasi aliran permukaan dan air tanah. Secara
umum, pergerakan air di alam terdiri dari beberapa peristiwa (Sumantri, Arif.
2010), yaitu:
24
1. Penguapan air (evaporasi),
2. Pembentukan awan (kondensasi),
3. Jatuhnya air ke bumi (presipitasi) dan
4. Aliran air pada permukaan bumi dan di dalam tanah.
Unsur-unsur hujan yang harus diperhatikan dalam mempelajari curah hujan
ialah jumlah curah hujan, dan intensitas atau kekuatan tetesan hujan. Lingkungan
air disebut sebagai hidrosfer yang erat kaitannya dengan berlangsungnya
kebutuahan air secara kualitatif dan kuantitatif. Sekalipun air jumlahnya relatif
konstan, tidak diam, bersikulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu
siklus yang disebut siklus hidrologi (Sumantri, Arif. 2010).
Sumantri, Arif (2010) menyatakan bahwa Air di bumi mengalami sirkulasi
yang terjadi terus-menerus sepanjang masa. Menguap, mengembun, dan mengalir.
Air menguap ke udara dari permukaan bumi berubah menjadi awan setelah melalui
beberapa proses, kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi dalam bentuk hujan,
baik hujan air maupun hujan es atau salju.
Air hujan yang jatuh di permukaan bumi, sebagian masuk ke dalam tanah,
sebagian lainnya masuk mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, mengalir ke daerah-
daerah yang rendah dan kemudian masuk ke sungai kemudian bermuara ke laut
(Sumantri, Arif. 2010).
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar memasuki sungai kemudian
mengalir ke laut. Akan tetapi, sebagian besar tersimpan di dalam tanah sebagai air
tanah, dan dalam jangka waktu yang lama air yang terimpan dalam tanah keluar
25
sedikit demi sedikit ke daerah yang rendah di permukaan tanah (Sumantri, Arif.
2010).
Sementara itu butir-butir air yang mengalir di permukaan tanah, yaitu air yang
tidak sampai masuk ke dalam tanah, tidak seluruhnya mengalir sampai ke laut.
Dalam perjalanannya menuju laut sebagian menguap kembali ke udara. Uap air
yang naik ke atmosfer bumi ini kembali terbentuk menjadi awan dan jatuh kembali
ke permukaan bumi berupa hujan. Kegiatan ini berlangsung terus menerus
sepanjang masa tanpa pernah berhenti (Sumantri, Arif. 2010). Secara umum dapat
dilihat pada gambar dibawah :
Sumber : Sumantri, Arif. 2010
Gambar 6 Siklus hidrologi (Proses terjadinya hujan)
Menurut Sumantri, Arif (2010) Proses mengembunnya uap air menjadi hujan
dan jatuh menuju bumi ini dinamakan presipitasi (precipitation). Proses
menguapnya air dari daratan dan lautan menuju atmosfer bumi dinamakan
evaporasi (evaporation), dan proses menguapnya air dari tanaman disebut
26
transpirasi (transpiration), keduanya secara bersama-sama disebut
evapotranspirasi.
Adapun proses masuknya air ke dalam tanah yang menyusup melalui pori-
pori tanah dinamakan infiltrasi (infiltration) atau perkolasi (percolation). Aliran air
di permukaan bumi dari daratan ke sungai kemudian akhirnya ke laut dinamakan
aliran permukaan (surface stream flow) (Sumantri, Arif. 2010).
Aliran air yang masuk ke dalam tanah tapi kemudian segera kembali keluar
dan menuju sungai disebut aliran intra (inter flow). Air yang tersimpan di dalam
tanah atau di antara lapisan-lapisan tanah dinamakan air tanah (ground water).
Secara keseluruhan, sirkulasi air yang berlangsung di bumi ini mencakup semua
proses tadi dan disebut daur hidrologi (hidrological cycle) ( Sumantri, Arif. 2010)
3. Curah Hujan Rencana
Curah hujan sering disebut dengan presipitasi yang juga diartikan sebagai
jumlah air hujan yang turun pada wilayah tertentu dan pada kurun waktu tertentu.
Jumlah curah hujan adalah volume air yang terkumpul pada permukaan bidang
datar pada periode tertentu, seperti harian, mingguan, bulanan serta tahunan
(Sumber: Rimbakita).
Curah hujan rencana maksimum dengan periode ulang tertentu dapat
ditentukan dengan cara menganalisis data curah hujan harian maksimum. Curah
hujan rencana tersebut dipergunakan untuk menentukan debit rencana dengan
periode ulang tertentu yang sesuai dengan kondisi sebenarnya .
Hujan rencana adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk
menghitung intensitas hujan (Anonymous. 2013). Untuk mendapatkan curah hujan
27
rancangan (Rt) dilakukan melalui analisa frekuensi, antara lain metode distribusi
Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Pearson tipe III (Soemarto C. D.,1995).
Gaya pukulan curah hujan/butiran hujan terhadap permukaan akan
mengurangi debit resapan air hujan.akibat jatuhnya tersebut butir butir tanah yang
lebih halus dilapisan permukaan tanah akan terpancar dan masuk kedalam ruang
ruang antar butir butir tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukaan tanah
yang terdiri atas lapisan yang bercampur tanah liat akan menjadi kedap air karena
dimampatkan oleh pukulan butir butir hujan tersebut. Tapi tanah pasiran tanpa
campuran bahan bahan lain tidak akan dipengaruhi oleh gaya pukulan partikel butir
hujan.
E. Parameter Infiltrasi
1) Pengertian Infiltrasi
Istilah infilrasi secara spesifik merujuk pada peristiwa masuknya air ke
dalam permukaan tanah. Infiltrasi merupakan satu-satunya sumber kelembaban
tanah untuk keperluan pertumbuan tanaman dan untuk memasok air tanah. Melalui
infiltrasi, permukaan tanah membagi air hujan menjadi aliran permukaan,
kelembaban tanah dan air tanah (Schwab et al. 1996).
Infiltrasi adalah meresapnya air permukaan ke dalam tanah. Kecepatan
infiltrasi yang tinggi terjadi pda waktu permulaan hujan karena tanah (soil) belum
jenuh air (saturated), terutama setelah musim kemarau yang panjang. Penutupan
lahan (land coverage) yang berupa vegetasi akan menghambat aliran permukaan
sehingga memungkinkan air untuk berinfiltrasi dan juga sistem akar tanaman
28
membuat air lebih mudah meresap ke dalam tanah. Kecepatan infiltrasi cenderung
menurun secara eksponensial (Horton, 1933).
2) Pengertian Laju Infiltrasi
Laju infiltrasi adalah banyak air pada satuan waktu yang masuk melalui
permukaan tanah. Laju infiltrasi terbesar pada saat permulaan hujan dan menurun
hingga mencapai angka minimum yang konstan. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh
variasi intensitas hujan. Bila suatu saat air mulai menggenang di permukaan tanah,
berarti laju penambah air di permukaan tanah melalui laju infiltrasi tertinggi. Laju
infiltrasi maksimum dinamakan kapasitas infiltrasi (Horton,1939).
Tanah yang berbeda-beda menyebabkan air meresap dengan laju yang
berbedabeda. Setiap tanah memiliki daya resap yang berbeda, yang di ukur dalam
millimeter per-jam (mm/jam). Jenis tanah berpasir umumnya cenderung
mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung
mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan
kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat
makin kecil laju infiltrasinya (Wilson, 1983).
Tabel 2 Klasifikasi Infiltrasi
Deskripsi Infiltrasi
(mm/jam)
Sangat lambat 1
Lambat 1-5
Sedang lambat 5-20
Sedang 20-65
Sedang cepat 65-125
29
Cepat 125-250
Sangat cepat 250
Sumber : (Lee, 1990)
3) Pengertian Kapasitas Infiltrasi
Kapasitas infiltrasi adalah suatu sifat yang dinamis yang dapat berubah
secara nyata selama kejadian hujan badai tertentu, sebagai reaksi terhadap
perubahanperubahan musiman dalam air tanah, suhu, dan penutupan vegetasi,
maupun sebagai akibat kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan. Apabila aliran
kapasitas infiltrasi semakin besar, maka aliran air di permukaan tanah semakin
berkurang. Sebaliknya, semakin kecil kapasitas infiltrasi yang disebabkan
banyaknya pori tanah yang tersumbat, maka aliran air permukaan bertambah atau
meningkat (Kartasapoetra, 1989).
Kapasitas infiltrasi merupakan suatu sifat dinamis, kapasitas tersebut paling
besar bila curah hujan mulai, dan menurun secara progresif bila koloid-koloid tanah
mengembang dan mengurangi ukuran pori-pori. Pada tingkattingkat kandungan air
tanah yang sangat tinggi, infiltrasi dapat dihambat dengan adanya udara di dalam
tanah karena udara tersebut akan sulit keluar untuk menciptakan ruang bagi air
tambahan (Lee, 1990).
F. Pengertian Variabel Penelitian
1. Penelitian
Penelitian adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan,
memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat di sampaikan
(dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain. (Fellin, Tripodi dan
Meyer, 1996).
30
Penelitian dilakukan memiliki tujuan umum untuk menyelesaikan atau
memecahkan masalah yang sedang diteliti. Namun bukan hanya satu, ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian, yaitu:
1. Mendapatkan informasi baru
Informasi baru didapatkan oleh peneliti ketika sedang mengumpulkan data atau
fakta-fakta guna menyimpulkan sesuatu pada penelitiannya. Informasi baru ini
juga bisa berbentuk teori yang muncul sebagai kesimpulan penelitian yang
sebelumnya belum pernah disimpulkan atau diperoleh oleh peneliti lain.
2. Mengembangkan dan menjelaskan
Bertujuan untuk menjelaskan dan mengembangkan teori-teori yang ditemukan
berdasarkan teori atau literatur yang sesuai sehingga penelitian yang dilakukan
dapat dikembangkan.
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu Experimental
Research. Penelitian eksperimen merupakan suatu penelitian yang digunakan
Untuk mengetahui apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan yang di
control secara ketat maka kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi
tersebut dan hal inilah yang dilakukan pada penelitian eksperimen. Sehingga
penelitian eksperimen dapat dikatakan sebagai metode penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiono : 2010).
Menurut Solso & MacLin (2002), penelitian eksperimen adalah suatu
penelitian yang di dalamnya ditemukan minimal satu variabel yang dimanipulasi
untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, penelitian eksperimen
31
erat kaitanya dalam menguji suatu hipotesis dalam rangka mencari pengaruh,
hubungan, maupun perbedaan perubahan terhadap kelompok yang dikenakan
perlakuan.
2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut. (Sugiyono, 2013).
Ada beberapa macam variabel dalam penelitian. Dalam penelitian ini
menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat, dimana dijelaskan
sebagai berikut :
1. Variable Independen ( Variabel Bebas )
Variabel yang mempengaruhi atau sebab perubahan timbulnya variabel
terikat ( dependen ), variabel independen disebut juga dengan variabel
perlakukan, kausa, risiko, variabel stimulus, antecedent, variabel pengaruh,
treatment dan variabel bebas. Dapat dikatakan variabel bebas karena dapat
mempengaruhi variabel lainnya.
2. Variabel Despenden ( Variabel Terikat )
Variabel yang dipengaruhi akibat dari adanya variabel bebas, dikatakan
sebagai variabel terikat karena variabel terikat dipengaruhi oleh variabel
independen (variabel bebas). Variabel despenden disebut juga dengan variabel
terikat, variabel output, konsekuaen, Variabel tergantung, kriteria, variabel
terpengaruh dan variabel efek
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental model
(Experimental Research ). Penelitian eksperimental adalah suatu penelitian
yang didalamnya ditemukan minimal satu variable yang dimanipulasi untuk
mempelajari hubungan sebab-akibat.
Penelitian ini akan menggunakan model penelitian eksperimental
tentang “Analisis Hubungan Antara Angka Pori (e) Dengan Kecepatan
Rembesan Aliran Air Pada Tanah Granuler dengan motode simulasi (uji
laboratorium)” dengan menggunakan hujan buatan dari alat simulasi yang telah
didesain dan dibuat khusus (specific equipment).
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada dua lokasi yaitu pengujian karakteristik
tanah di laboratorium Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar,
Jl. Sultan Alauddin No.259, dan pengujian model dilakukan di jalan Poros
Malino, Desa Lonjoboko, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.
C. Variabel Penelitian
Variable yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Variabel Bebas (Independent Variable)
Variable bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variable terikat (independent variable).
Variable bebas pada penelitian ini, yaitu :
33
a. Jenis tanah
2) Variabel Terikat (Dependent\Variable)
Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas Variabel terikat pada
penelitian ini, yaitu :
a. Angka Pori
b. Kecepatan Rembesan aliran
3) Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini
dapat digambar dengan sketsa sebagai berikut :
Gambar 7 Skema Hubungan Variabel Penelitian
D. Defenisi Operasional Variabel
Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk
meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti
yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik. Dalam penelitian
ini terdapat dua variabel yang divariasikan dan diamati, antara lain:
Jenis Tanah
Angka Pori
Kecepatan
Rembesan Aliran
34
1. Jenis Tanah
2. Angka Pori
3. Kecepatan Rembesan Aliran Air
Koefisien Rembesan (k) dalam laboraturium dapat ditentukan sebagai berikut :
Permeability → kemampuan tanah untuk dapat dirembesi oleh air
Seepage → proses dimana air dapat mengalir melalui ruang pori. Yang perlu
diperhatikan :
a. Banyaknya air yang akan merembes
b. Tegangan air di dalam tanah akibat rembesan
35
E. RancanganPenelitian
1. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan alat simulasi hujan yang terdapat di
laboratorium Hidrologi Universitas Muhammadiyah Makassar.
Tampak Depan Tampak Samping
36
Tampak Atas
Gambar 8 Sketsa alat model
Gambar 9 Foto Alat Model
37
a. Bak air kapasitas 600 L
b. Mesin air
c. Pipa PVC
d. Keran air
e. Sprayer (Pipa semprot)
f. Gorden plastik
g. Bak kaca transparan
h. Mistar ukur
i. Batu pori
2. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini
a. Satu set saringan (ayakan)
b. Stopwatch untuk mengukur durasi hujan
c. Tabel isian data dan alat tulis
d. Kamera untuk dokumentasi dalam penelitian
e. Berbagai alat pendukung lain yang dibutuhkan dalam penelitian
3. T anah : jenis tanah yang digunakan adalah tanah Granuler
4. Air : jenis air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang tidak
terkontamidasi dengan air limbah, untuk membuat hujan buatan dengan
menggunakan alat simulasi hujan.
2. Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Tahap Persiapan
38
Tahap persiapan dilakukan untuk mengantisipasi segala keadaan yang
berkaitan dengan prosedur penelitian, seperti:
1) Pembersihan alat
2) Pengecekan alat dan bahan yang akan diuji
3) Persiapan perangkat instrument yang dibutuhkan
4) Persiapan personil pengamatan serta persatuan persepsi dalam melakukan
tindakan pengujian, pengamatan dan pengambilan data.
b. Tahap penentuan dan pemeriksaan media tanah
Penentuan jenis tanah dengan melakukan uji karakteristik tanah sesuai
dengan tanah yang akan di amati yaitu,tanah Granuler. Setelah pengambilan
sampel tanah , tanah tersebut terlebih dahulu dijemur dibawah sinar matahari
sampai kering, setelah tanah dalam keadaan kering kemudian tanah tersebut
disaring dengan nomor ayakan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
penelitian, agar mendapatkan kondisi tanah yang bagus untuk dilakukan
penelitian pada alat simulasi hujan.
Karakteristik tanah yang diujikan dalam penelitian ini diantaranya, yaitu:
1) Pengujian analisa saringan,
c. Prosedur Perakitan
1) Menyediakan beberapa besi siku dan besi hollow yang akan digunakan
untuk membuat struktur rangka alat penelitian dengan model persegi
panjang yang berukuran panjang 110 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 200 cm.
2) Memasang bak kaca dengan ketebalan 12 mm disetiap sisi yang telah diukur
sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, yang terdiri atas dua bilik yakni
39
bilik pertama untuk bak tanah, dan bilik kedua untuk bak pengamatan
genangan air.
3) Memasang tiga batu pori antara bak tanah yang dimaksudkan untuk
mengalirkan air tanah kedalam bak pengamatan.
4) Memasang mistar ukur disisi depan dan sisi belakang alat untuk mengetahui
frluktuasi muka air tanah, kedalaman infiltrasi dan ketinggian tekanan
kapiler.
5) Memasang alat hujan buatan yang terdiri dari pvc, stop keran, dan nozzle
sebanyak 5 unit.
6) Memasang mesin air untuk membantu mengalirkan hujan buatan secara
konstan.
7) Memasang bak air (tendon) untuk menampung air untuk mensimulasikan
hujan buatan sesuai kebutuhan pengujian
d. Kalibrasi Alat
Sebelum prosedur pengujian model simulasi hujan perlu dilakukan
kalibrasi alat terlebih dahulu. Alat simulai hujan disesuaikan dengan intensitas
curah hujan
e. Running Test
Sebelum prosedur pengujian model alat simulasi hujan dilaksanakan,
terlebih dahulu dilakukan pemadatan tanah pada bak uji. Adapun tinggi sampel
yang di rencanakan sekitar 80 cm.
1) Tanah yang sudah kering dimasukkan kedalam bak tanah dengan ketebalan
lapisan tanah sekitar 80 cm.
40
2) Tanah yang telah dimasukkan kedalam bak tanah kemudian dikondisikan
untuk mendeteksi kondisi lapangan.
3) Pengambilan data angka pori dilakukan sebelum dan setelah tanah
dihujani.
4) Pengambilan data rembesan aliran air dilakukan sebelum dihujani bak air
tanah diisi setinggi 20cm
5) Mengamati dan mengukur kecepatan rembesan horizontal sebelum
dihujani
6) Mengamati dan mengukur kecepatan rembesan vertikal setelah dihujani.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang perlu dikumpulkan dalam penelitian ini, terdiri atas beberapa
macam, antara lain:
1. Data pra kondisi (pre test), yaitu parameter media (tanah) antara lain:
ukuran partikel (grain size), angka pori (e), kadar air (w). Pengambilan data
tersebut dilakukan setelah pemadatan lapisan tanah (media), dan sebelum
pemberian air genangan di dasar lapisan.
2. Data preliminary test, antara lain: pengambilan data kecepatan rembesan
Yaitu v = 𝑠
𝑡 ......................................................................................... (13)
Dimana :
V = kecepatan
s = jarak (cm)
t = waktu (menit)
41
Pengambilan data tersebut dilakukan setelah pemberian air genangan di
dasar lapisan, dan diamati sampai rembesan alirannya ke ujung.
3. Data pengamatan hasil pengujian (main test), antara lain: angka pori,
kecepatan rembesan aliran air, kedalaman infiltrasi. Pengambilan data
tersebut dilakukan pada setiap tahap sebelum dihujani dan saat dihujani.
42
Gambar 10. Flow chart
Mulai
Persiapan Bahan Persiapan Alat
Setting Alat
Pembuatan
Sampel dalam
Bak Uji
Running Alat
simulasi hujan
Pengujian Dan Pengamatan
Angka Pori Tanah
Pengujian Dan Pengamatan
Rembesan aliran Vertikal dan
horizontal
Pengelolahan Data
Analisis Dan Pembahasan
Kesimpulan Dan Saran
selesai
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dari hasil pengamatan dengan menggunakan alat simulasi hujan buatan
dimana menggunakan lima jenis sampel tanah (pasir halus,sedang
halus,sedang,sedang kasar,kasar) terhadap perubahan angka pori dan kecepatan
rembesan didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Karakteristik Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan sampel tanah pada laboratorium Teknik sipil
Universitas Muhammadiyah Makassar, didapatkan hasil klasifikasi tanah Pasir
yaitu pasir halus, sedang halus, sedang, sedang kasar, kasar dengan data hasil
analisa saringan sebagai berikut :
a. Pasir Halus
Tabel 3. Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Halus)
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
4 4.75 2 0.20 0.20 99.80
8 2.38 19 1.90 2.10 97.90
16 1.19 8 0.80 2.90 97.10
30 0.59 20 2.00 4.90 95.10
44
Dari hasil pengujian analisa saringan pada Tabel 3 Menunjukkan bahwa :
1. Pada saringan nomor 4, 8, dan 16 dikategorikan sebagai pasir kasar dengan
berat 29 (gram) atau 2,9 % dari total sampel pengamatan.
2. Pada saringan nomor 30, 40, 50, dan 60 dikategorikan sebagai pasir sedang
dengan berat 79 (gram) atau 7,9 % dari total sampel pengamatan.
3. Pada saringan nomor 100 dan 200 dikategorikan sebagai halus dengan berat
836 (gram) atau 83,6 % dari total sampel pengamatan.
4. Material pada pan yaitu material yang lolos saringan nomor 200 yang
dikategorikan pasir halus dengan berat 56 (gram) atau 5,6 % dari total
sampel pengamatan.
40 0.425 30 3.00 7.90 92.10
50 0.297 18 1.80 9.70 90.30
60 0.25 11 1.10 10.80 89.20
100 0.149 781 78.10 88.90 11.10
200 0.074 55 5.50 94.40 5.60
PAN 56 5.60 100.00 0.00
Jumlah 1000
45
Gambar 11 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Halus)
Berdasarkan hasil pengujian Analisa Saringan yang terdapat pada Gambar
11. menunjukkan bahwa jumlah persentase dengan menggunakan berbagai ukuran
saringan kita dapat membedakan fraksi pasir kasar, sedang dan halus. Fraksi pasir
kasar sebanyak 2,9 %, fraksi pasir sedang sebanyak 7,9 % dan fraksi pasir halus
sebanyak 89,2 %.
b. Pasir Sedang Halus
Tabel 4 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Sedang Halus)
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
4 4.75 26 2.60 2.60 97.40
8 2.38 20 2.00 4.60 95.40
16 1.19 19 1.90 6.50 93.50
0
20
40
60
80
100
120
0.010.1110
Per
sen
tase
Lo
los
(%)
Diameter Saringan (mm)
No. 200No. 100No. 60
No. 4No. 4No. 4No. 4
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 40No. 50
46
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
30 0.59 11 1.10 7.60 92.40
40 0.425 91 9.10 16.70 83.30
50 0.297 388 38.80 55.50 44.50
60 0.25 112 11.20 66.70 33.30
100 0.149 295 29.50 96.20 3.80
200 0.074 20 2.00 98.20 1.80
PAN 18 1.80 100.00 0.00
Jumlah 1000
Dari hasil pengujian analisa saringan pada Tabel 4 Menunjukkan bahwa :
1. Pada saringan nomor 4, 8, dan 16 dikategorikan sebagai pasir kasar dengan
berat 65 (gram) atau 6,5 % dari total sampel pengamatan.
2. Pada saringan nomor 30, 40, 50, dan 60 dikategorikan sebagai pasir sedang
dengan berat 611 (gram) atau 61,1 % dari total sampel pengamatan.
3. Pada saringan nomor 100 dan 200 dikategorikan sebagai halus dengan berat
315 (gram) atau 31,5% dari total sampel pengamatan.
4. Material pada pan yaitu material yang lolos saringan nomor 200 yang
dikategorikan pasir halus dengan berat 18 (gram) atau 1,8 % dari total
sampel pengamatan.
47
Gambar 12 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang Halus)
Berdasarkan hasil pengujian Analisa Saringan yang terdapat pada Gambar
12 menunjukkan bahwa jumlah persentase dengan menggunakan berbagai ukuran
saringan kita dapat membedakan fraksi kasar, sedang dan halus. Fraksi pasir kasar
sebanyak 6,5 %, fraksi pasir sedang sedang sebanyak 61,1 % dan fraksi pasir halus
sebanyak 31,5%.
c. Pasir Sedang
Table 5 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Sedang)
No.
Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat
Halus =
1000.00 Gr
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
4 4.75 0 0.00 0.00 100.00
8 2.36 0 0.00 0.00 100.00
16 1.18 5 0.50 0.50 99.50
0
20
40
60
80
100
120
0.010.1110
Pe
rse
nta
se L
olo
s (%
)
Diameter Saringan (mm)
No. 200No. 100No. 60
No. 4No. 4No. 4No. 4
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 40No. 50
48
No.
Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat
Halus =
1000.00 Gr
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
30 0.60 14 1.40 1.90 98.10
40 0.42 297 29.70 31.60 68.40
50 0.30 415 41.50 73.10 26.90
60 0.25 24 2.40 75.50 24.50
100 0.15 205 20.50 96.00 4.00
200 0.075 12 1.20 97.20 2.80
PAN 28 2.80 100.00 0.00
Jumlah 1000
Dari hasil pengujian analisa saringan pada Tabel 5. Menunjukkan bahwa :
1. Pada saringan nomor 4, 8, dan 16 dikategorikan sebagai pasir kasar dengan
berat 5 (gram) atau 0,5 % dari total sampel pengamatan.
2. Pada saringan nomor 30, 40, 50 dan 60 dikategorikan sebagai pasir sedang
dengan berat 750 (gram) atau 75,0 % dari total sampel pengamatan
3. Pada saringan nomor 100 dan 200 dikategorikan sebagai pasir halus dengan
berat 217 (gram) atau 21,7% dari total sampel pengamatan.
4. Material pada pan yaitu material yang lolos saringan nomor 200 yang
dikategorikan sebagai pasir halus dengan berat 28 (gram) atau 2,8 % dari total
sampel pengamatan.
49
Gambar 13. Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang)
Berdasarkan hasil pengujian Analisa Saringan yang terdapat pada Gambar
13 menunjukkan bahwa jumlah persentase dengan menggunakan berbagai ukuran
saringan kita dapat membedakan fraksi pasir kasar, sedang dan halus. Fraksi pasir
kasar sebanyak 0,5%, fraksi pasir sedang sedang sebanyak 75,0 % dan fraksi pasir
halus sebanyak 23,5%.
d. Pasir Sedang Kasar
Table 6 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Sedang Kasar)
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
4 4.75 57 5.70 5.70 94.30
8 2.35 264 26.40 32.10 67.90
16 1.18 186 18.60 50.70 49.30
30 0.6 115 11.50 62.20 37.80
0
20
40
60
80
100
120
0.010.1110
Pe
rse
nta
se L
olo
s (%
)
Diameter Saringan (mm)
No. 200No. 100No. 60
No. 4No. 4No. 4No. 4
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 40No. 50
50
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
40 0.42 168 16.80 79.00 21.00
50 0.3 91 9.10 88.10 11.90
60 0.25 20 2.00 90.10 9.90
100 0.15 64 6.40 96.50 3.50
200 0.074 23 2.30 98.80 1.20
PAN 12 1.20 100.00 0.00
Jumlah 1000
Dari hasil pengujian analisa saringan pada Tabel 6 Menunjukkan bahwa :
1. Pada saringan nomor 4, 8, dan 16 dikategorikan sebagai pasir kasar dengan
berat 507 (gram) atau 50,7 % dari total sampel pengamatan.
2. Pada saringan nomor 30, 40, 50 dan 60 dikategorikan sebagai pasir sedang
dengan berat 394 (gram) atau 39,4 % dari total sampel pengamatan
3. Pada saringan nomor 100 dan 200 dikategorikan sebagai pasir halus dengan
berat 87 (gram) atau 8,7% dari total sampel pengamatan.
4. Material pada pan yaitu material yang lolos saringan nomor 200 yang
dikategorikan sebagai pasir halus dengan berat 12 (gram) atau 1,2 % dari total
sampel pengamatan.
51
Gambar 14 Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Sedang Kasar)
Berdasarkan hasil pengujian Analisa Saringan yang terdapat pada Gambar
14. menunjukkan bahwa jumlah persentase dengan menggunakan berbagai ukuran
saringan kita dapat membedakan fraksi pasir kasar, sedang dan halus. Fraksi pasir
kasar sebanyak 50,7 %, fraksi pasir sedang sedang sebanyak 39,4 % dan fraksi pasir
halus sebanyak 9,9%.
e. Pasir Kasar
Table 7 Hasil Pengujian Analisa Saringan (Pasir Kasar)
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
4 4.75 50 0.00 0.00 100.00
8 2.36 245 0.00 0.00 100.00
16 1.18 242 0.50 0.50 99.50
30 0.60 133 1.40 1.90 98.10
0
20
40
60
80
100
0.010.1110
Pe
rse
nta
se L
olo
s (%
)
Diameter Saringan (mm)
No. 200No. 100No. 60
No. 4No. 4No. 4No. 4
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 40No. 50
52
No.Saringan
Diameter
saringan
Berat Agregat Halus = 1000 gram
Tertahan Prosentase Komulatif
(Gram) (%) Tertahan Lolos
40 0.42 202 29.70 31.60 68.40
50 0.30 78 41.50 73.10 26.90
60 0.25 6 2.40 75.50 24.50
100 0.15 35 20.50 96.00 4.00
200 0.075 7 1.20 97.20 2.80
PAN 2 0.20 100.00 0.00
Jumlah 1000
Dari hasil pengujian analisa saringan pada Tabel 7. Menunjukkan bahwa :
1. Pada saringan nomor 4, 8, dan 16 dikategorikan sebagai pasir kasar dengan
berat 537 (gram) atau 53,7 % dari total sampel pengamatan.
2. Pada saringan nomor 30, 40, 50 dan 60 dikategorikan sebagai pasir sedang
dengan berat 415 (gram) atau 41,5 % dari total sampel pengamatan
3. Pada saringan nomor 100 dan 200 dikategorikan sebagai pasir halus dengan
berat 42 (gram) atau 4,2 % dari total sampel pengamatan.
4. Material pada pan yaitu material yang lolos saringan nomor 200 yang
dikategorikan sebagai pasir halus dengan berat 2 (gram) atau 0,2 % dari total
sampel pengamatan.
53
Gambar 15. Grafik Distribusi Butir Analisa Saringan (Pasir Kasar)
Berdasarkan hasil pengujian Analisa Saringan yang terdapat pada Gambar
15. menunjukkan bahwa jumlah persentase dengan menggunakan berbagai ukuran
saringan kita dapat membedakan fraksi pasir kasar, sedang dan halus. Fraksi pasir
kasar sebanyak 53,7 %, fraksi pasir sedang sedang sebanyak 41,5 % dan fraksi pasir
halus sebanyak 4,2%.
2. Pengamatan Angka Pori Awal Pada Setiap Jenis Pasir
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan alat simulasi
hujan. Penyajian data dan analisis angka pori pada 5 jenis pasir dilakukan pengujian
pada saat kondisi tanah asli atau sebelum di hujani. Analisis angka pori ini
dilakukan secara berturut turut dengan lima jenis sample tanah yaitu pada pasir jenis
halus,sedang halus,sedang,sedang kasar,kasar. Untuk hasil pengamatan dari proses
tersebut disajikan dalam Tabel 8. berikut :
0
20
40
60
80
100
0.010.1110
Pe
rse
nta
se L
olo
s (%
)
Diameter Saringan (mm)
No. 200No. 100No. 60
No. 4No. 4No. 4No. 4
No. 4 No. 8 No. 16 No. 30 No. 40No. 50
54
Jenis Pasir e0
Halus 0.79
Sedang Halus 0.85
Sedang 0.92
Sedang Kasar 0.97
Kasar 1.00
Dari hasil pengamatan angka pori awal (e0) pada 5 jenis tanah yang terdapat pada
Tabel 8 maka dituangkan dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 16 grafik angka pori awal (e0)
Dari hasil perhitungan angka pori (e) yang terdapat pada tabel 8,
menjelaskan bahwa untuk pengujian angka pori tanah awal (e0) pada 5 jenis
tanah untuk keadaan sebelum dihujani menunjukkan nilai (e0) pasir halus =
0,79, (e0) pasir sedang halus = 0,85, (e0) pasir sedang = 0,92, (e0) pasir
sedang kasar = 0,97, (e0) pasir kasar = 1,00
0.790.85
0.920.97 1.00
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
halus sedang halus sedang sedang kasar kasar
ANGKA PORI AWAL (e0)
55
3. Kecepatan Rembesan
a. Tabel 9 Rembesan Aliran ( Vertikal )
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
1 1 3 6.5 8.4 6.6
2 1.5 7 10.1 10 8.2
3 1.5 8.3 9.8 10.8 9.8
4 2 9 11.7 12.8 11.7
5 2.3 10 13.2 14.1 13.2
6 3 10.2 16.1 14.8 16.1
7 3.9 11 16.9 16 16.9
8 6 11.5 19.4 17.1 19.4
9 7.1 12 21.7 18.1 21.7
10 8.5 14 22.9 18.8 22.9
11 10.4 16 25.2 19.8 25.2
12 12.4 16.7 26.1 22.8 26.1
13 13.7 17.3 27.9 23 27.9
14 16 18.2 29.5 24.9 29.5
15 17.2 19.3 30.9 25.6 30.9
16 17.5 20.1 32.3 26.4 32.3
17 20 20.9 33.9 28 33.9
18 21 21.7 34.2 30 36.1
19 22 22 34.9 31.1 37.4
56
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
20 22.6 22.9 35 32.4 38.5
21 23 23.2 35.4 32.4 40
22 23.2 22.1 35.8 34.4 41.5
23 23.6 22.8 36 35.1 42.5
24 24 23.8 36.2 36.2 43.6
25 24.5 24.7 36.6 37.6 47
26 24.9 25 37 38
27 25.6 25.4 37.8 38.8
28 26 25.7 38.2 41.1
29 26.3 26.5
30 26.7 28
31 27.4 28.6
32 27.9 29
33 28.5 30.2
34 29
35 29.4
36 30.1
Dari Tabel 9. hasil pengamatan kecepatan rembesan aliran vertikal pada setiap
menit maka dituangkan dalam grafik sebagai berikut
57
Gambar 17 Grafik kecepatan rembesan aliran kanan vertical
Dari Tabel 9 dan Gambar Grafik 16. dapat dilihat kecepatan rembesan
aliran air dari 5 jenis tanah yang diamati untuk kecepatan rembesan aliran, jenis
pasir halus mengalami rembesan yang lambat, sedangkan kecepatan rembesan
aliran pada jenis pasir kasar mengalami rembesan yang paling cepat.
b. Tabel 10. Rembesan Aliran Horizontal
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
1 7 7.8 11.8 11.9 12
2 11.5 12.8 16.4 17.9 16.4
3 15 13.5 19.5 19.6 19.9
4 17 15.8 20.5 21.1 22
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
kece
pat
an (
cm)
waktu (menit)
halus
sedang halus
sedang
sedang kasar
kasar
58
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
5 19 18.5 23 23 23.5
6 20.6 20.5 26.4 25.9 26.9
7 22.4 22.1 28 26.7 30
8 23.9 23.5 29.6 27.8 30.5
9 25.1 25.5 30.2 28.7 32.5
10 26.6 27 33.1 30 37.6
11 27.5 28.3 35.4 31.1 40.4
12 28.5 29.7 37 32.6 41
13 29.9 30.3 38.3 33.5 41.2
14 31.2 31.1 39.3 34.8 41.6
15 32.4 32.3 40.3 36.3 42
16 33.9 33.8 40.8 37.2 42.2
17 35 35.1 41.5 37.6 42.9
18 36.1 36.1 42.3 38.6 43.8
19 37.4 36.9 42.8 38.9 44.2
20 38 37.8 43.4 39.7 49
21 39.1 38.8 44.3 41.2 51.5
22 40 39.8 45.9 42.1 52.5
23 40.8 40.8 46.2 43.2 54
24 41.5 42 46.8 43.9 54.4
59
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
25 42.4 42.5 47.7 45.2 57.5
26 43 43 48.4 46.8 57.8
27 44.5 43.6 48.9 48.7 58
28 45.8 44 51 49.6 62
29 46.1 45.5 51.9 52 71
30 46.8 46.5 52.5 53.4 71.4
31 47.5 46.9 53.6 55.1 71.8
32 48.3 47.4 54.5 56.9 72
33 49 48.3 76 57.5 72
34 49.8 49.1 76 58.1 73
35 51.2 50.9 76 58.7 73.4
36 52.4 51.9 76 59.2 74.5
37 53.3 53 76 60.1 74.7
38 54.2 54.1 76 61 75.5
39 54.4 73 76.3 61.9 76
40 55.4 73.8 76.4 62.7 76.4
41 77.5 73.8 76.4 63.3 77.3
42 77.6 73.8 76.5 64.2 77.9
43 77.6 73.8 76.7 65.6 79.1
44 77.7 73.8 76.9 66.2 79.7
60
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
45 77.8 73.9 82.4 67.1 80.2
46 77.8 74 82.4 68 80.8
47 77.9 74 82.9 68.6 82.3
48 77.9 74 82.9 69 82.5
49 77.9 74 82.9 69.9 82.8
50 78 74.3 82.9 70.4 83.1
51 78 74.3 82.9 70.5 84
52 78.2 74.3 82.9 72.4 85
53 78.2 74.3 82.9 72.9 85.9
54 78.2 75 82.9 73.5 86
55 78.2 75 82.9 74.4 87
56 78.3 75 82.9 75 88.6
57 78.3 75 82.9 75.1 89.4
58 78.4 75.4 82.9 75.2 90
59 78.4 75.4 82.9 76.3 91
60 78.4 75.7 82.9 76.5 91.6
61 78.5 76 82.9 76.6 92.4
62 78.5 76.2 83.1 76.6 93.4
63 78.6 76.6 83.3 77.2 95
64 78.7 77.1 83.3 77.4 96.5
61
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
65 78.7 77.5 83.3 77.6 96.8
66 78.8 77.8 83.3 77.8 97
67 78.9 78.3 83.6 78.2
68 79 78.7 83.8 78.4
69 79.3 79 84.1 78.6
70 79.4 79.2 84.6 78.9
71 79.4 79.5 84.9 80.5
72 79.5 80 85.4 81.1
73 79.8 80.3 86.3 81.1
74 79.9 80.7 86.7 81.1
75 80 81.5 86.7 81.2
76 80.2 81.8 87 81.3
77 80.4 81.8 87.2 81.4
78 80.6 82.1 87.6 81.5
79 80.7 82.5 88.1 81.6
80 80.9 82.8 88.7 81.7
81 81.2 83.3 89 81.9
82 81.3 83.8 89.2 82.1
83 81.3 84.2 89.2 82.7
84 81.3 84.5 89.6 83
62
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
85 82 85 89.8 83.2
86 82.3 85.5 90 83.3
87 82.3 85.8 90.2 83.4
88 83.2 86.2 90.5 83.5
89 84.3 86.6 90.8 83.5
90 84.3 86.7 91.2 83.6
91 84.3 86.9 91.2 83.8
92 84.3 87.1 91.4 84.1
93 84.3 87.5 91.8 84.5
94 84.4 87.8 92.3 84.5
95 84.4 88.1 92.4 86
96 84.4 89.3 92.9 86.5
97 85.2 89.5 92.1 86.9
98 85.4 89.6 92.6 87.1
99 85.7 89.7 92.9 88.3
100 85.8 89.9 93.3 89.4
101 86 90.5 93.5 89.9
102 86.1 91.3 93.7 89.9
103 86.4 91.4 94 89.9
104 86.7 92 94.3 89.9
63
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
105 87.1 92.4 94.5 90.2
106 87.3 92.8 94.7 90.5
107 87.7 93 94.9 90.6
108 87.9 93.6 95.1 90.8
109 88.3 94.1 95.5 91.2
110 88.4 94.2 95.9 91.5
111 88.9 94.3 96 91.8
112 89.1 94.5 96.3 92.5
113 89.4 94.6 96.5 92.6
114 89.8 94.6 96.8 93.1
115 90.1 94.7 97.2 94.1
116 90.5 94.8 97.6 94.8
117 90.9 94.9 97.7 95.2
118 91.2 95 98 95.9
119 91.6 95.1 98.1 96.4
120 92.1 95.2 98.3
121 92.4 95.3 98.6
122 92.7 95.4 99
123 93 95.6 99.5
124 93.5 95.6
64
Menit
Pasir
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
Halus
(cm)
Pasir
Sedang
(cm)
Pasir
Sedang
Kasar
(cm)
Pasir
Kasar
(cm)
1 2 3 4 5 6
125 93.8 95.7
126 94 95.8
127 94.5 95.9
128 94.8 96
129 95.4 96
130 95.4 96.1
131 95.5
132 95.6
133 95.7
134 95.8
Dari Tabel 4.8 hasil pengamatan kecepatan rembesan aliran vertikal pada setiap
menit maka dituangkan dalam grafik sebagai berikut :
65
Gambar 18. Grafik Kecepatan Rembesan Aliran Horizontal
Dari Tabel 10 dan Grafik 17. dapat dilihat kecepatan rembesan aliran air
dari 5 jenis tanah yang diamati untuk kecepatan rembesan aliran, jenis pasir halus
mengalami rembesan yang lambat, sedangkan kecepatan rembesan aliran pada jenis
pasir kasar mengalami rembesan yang paling cepat.
Tabel 11. Kecepatan Rata-Rata Rembesan
KECEPATAN RATA-RATA REMBESAN
Jenis Pasir
Kecepatan
Vertikal
(cm/menit)
Kecepatan
Horizontal
(cm/menit) Pasir Halus 0.836 0.715
Pasir Sedang
Halus 0.915 0.739
Pasir Sedang 1.364 0.809
Pasir Sedang
Kasar 1.468 0.81
Pasir Kasar 1.88 1.47
0
20
40
60
80
100
120
1 8
15
22
29
36
43
50
57
64
71
78
85
92
99
10
6
11
3
12
0
12
7
13
4
Jara
k (c
m)
waktu (menit)
HALUS
SEDANG HALUS
SEDANG
KASAR SEDANG
KASAR
66
Dari Tabel 11. hasil perhitungan kecepatan rata-rata rembesan dituangkan dalam
grafik berikut :
Gambar 19. Grafik Kecepatan Rata-Rata Rembesan Vertikal
Gambar 20. Grafik Kecepatan Rata-Rata Rembesan Horizontal
0.8360.915
1.3641.468
1.880
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
2.000
HALUS SEDANG HALUS SEDANG SEDANG KASAR KASAR
KEC
EPA
TAN
(V
) V
ERTI
KA
L (c
m/m
en
it)
JENIS PASIR
0.715 0.7390.809 0.810
1.470
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
1.600
HALUS SEDANG HALUS SEDANG SEDANG KASAR KASAR
KEC
EPA
TAN
(V
) H
OR
IZO
NTA
L (c
m/m
en
it)
JENIS PASIR
67
Dari Tabel 4.9 dan Grafik 4.9 serta Grafik 5.0 dapat dilihat perbandingan
kecepatan rata-rata disetiap jenis tanah berbeda semakin halus butiran pasir maka
semakin lama waktu rembesan , dan semakin kasar butiran pasirnya maka semakin
cepat pula waktu rembesan aliran airnya.
4. Hubungan Angka Pori Dengan Kecepatan Rembesan
Tabel 12. Hubungan Kecepatan Rembesan Vertikal dengan Angka Pori
JENIS PASIR KECEPATAN REMEBESAN
VERTIKAL (cm/menit) e0
Pasir Halus 0.836 0.79
Pasir Sedang Halus 0.915 0.85
Pasir Sedang 1.364 0.92
Pasir Sedang Kasar 1.468 0.97
Pasir Kasar 1.880 1.00
Dari Tabel 12. hasil perhitungan kecepatan rata-rata rembesan dan angka pori
dituangkan dalam grafik berikut :
Gambar 21. Grafik Hubungan Kecepatan Rembesan dan Angka Pori (e0) Vertikal
0.836 0.915
1.3641.468
1.880
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
0.79 0.85 0.92 0.97 1.00KE
CE
PA
TA
N R
EM
BE
SA
N
(cm
/men
it)
angka pori awal (e0)
68
Tabel 13. Hubungan Kecepatan Rembesan Horizontal dengan Angka Pori
JENIS PASIR KECEPATAN REMEBESAN
HORIZONTAL (cm/menit) e0
Pasir Halus 0.715 0.79
Pasir Sedang
Halus 0.739 0.85
Pasir Sedang 0.809 0.92
Pasir Sedang
Kasar 0.810 0.97
Pasir Kasar 1.470 1.00
Dari Tabel 13. hasil perhitungan kecepatan rata-rata rembesan dan angka pori
dituangkan dalam grafik berikut :
Gambar 22. Hub. Kecepatan Rembesan dan Angka Pori (e0) Horizontal
Dari Tabel dan Grafik hubungan antara angka pori dengan kecepatan
rembesan untuk vertikal serta horizontal diatas maka ditarik kesimpulan
semakin besar butiran pada jenis tanah maka semakin besar pula kecepatan
rembesan yang dialami.
0.715 0.7390.809 0.810
1.470
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
1.600
0.79 0.85 0.92 0.97 1.00KE
CE
PA
TA
N R
EM
BE
SA
N
(cm
/men
it)
angka pori awal (e0)
69
B. Pembahasan
1. Hubungan Karakteristik Tanah Terhadap Kecepatan Rembesan
Rembesan air dimaksudkan untuk mengukur kemampuan tanah dilewati
oleh pori-porinya. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
tanah granuler, yang terdiri dari 5 jenis tanah, yaitu paisr halus, sedang halus,
sedang sedang kasar, dan kasar. Pada hujan pertama dengan menggunakan
tanah jenis halus dengan intensitas hujan (I5) terjadi rembesan yang sangat
lambat. Untuk vertikal kecepatan rembesan yaitu 0,836 cm/m dan untuk
horizontal mengalami kecepatan rata-rata rembesan yaitu 0,715 cm/m. Pada
pengamatan kedua dengan intensitas curah hujan (I5) menggunakan tanah jenis
pasir sedang terjadi rembesan yang relatif lambat. Jarak tempuh rembesan aliran
air pada jenis pasir sedang halus yaitu, untuk arah vertikal sejauh 0,915 cm/m
dan untuk horizontal yaitu 0,739 cm/m. Percobaan ketiga dengan menggunakan
jenis pasir sedang dengan intensitas curah hujan (I5) memiliki kecepatan yang
relatif lambat, dimana jarak yang kecepatan rembesan pada arah vertikal yaitu
1,364 dan untuk arah horizontal yaitu 0,809. Pada percobaan jenis pasir sdeang
kasar mengalami rembesan yang relatif cepat dimana jarak kecepatan
rembesannya yaitu untuk arah vertikal 1,468 cm/m dan untuk arah horizontal
yaitu 0,810 cm/m. Pada percobaan jenis tpasir kasar mengalami waktu
rembesan yang s=sangat cepat dibandingkan dengan 4 jenis pasir sebelumnya
dengan menggunakan intensitas curah hujan (I5). Waktu kecepatan rembesan
yang dialami untuk arah vertikal yaitu 1,880 cm/m dan untuk kecepatan
horizontal yaitu 1,470 cm/m.
70
2. Hubungan Angka Pori Dengan Kecepatan Rembesan
Angka pori (e) adalang perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume
butiran (Vs). Dalam penelitian ini tanah yang digunakan tanah granuler, yang
terdiri 5 jenis tanah yang berbeda. Setiap tanah memiliki angka pori yang
berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan dilaboratorium didapatkan hasil
sebagai berikut.
Pada jenis tanah berjenis halus memiliki angka pori yang relatif kecil yaitu
0,79 sehingga mempengaruhi rembesan aliran dengan kecepatan yang sangat
lambat. Tanah berjenis pasir sedang memiliki angka pori yang relatif kecil yaitu
0,85. Pada jenis pasir sedang halus kecepatan rembesan yang dialami relatif
lambat dimana hal ini dipengaruhi oleh angka pori pada jenis pasir tersebut.
Percobaan ketiga yaitu menggunakan jenis pasir sedang, waktu rembesan
terbilang relatif lambat dimana angka pori pada jenis pasir sedang yaitu sebesar
0,97. Jenis pasir sedang kasar dan kasar memiliki waktu rembesan yang relatif
cepat karena, angka pori pada jenis pasir sedang kasar dan kasar memiliki
volume pori yang besar yaitu 0,97 dan 1,0.
Rembesan pada pasir kasar mengalami kecepatan yang sangat cepat,
dikarenakan pada saat proses vibrasi tanah. Pada saat proses vibrasi tanah, tanah
bagian bawah horizontal tidak maksimal terjadinya vibrasi atau rekondisi pada
saat pemadatan sehingga pada saat melakukan uji rembesan horizontal
kecepatan aliran tidak merata dan sengat cepat.
71
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian model dan sesuai dengan pembahasan pada bagian
sebelumnya,dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik tanah granuler (granuler soil) mempengaruhi kecepatan
rembesan aliran air dalam tanah, pada pengujian lima jenis tanah dapat
disimpulkan bahwa semakin besar gradasi tanah, maka semakin cepat pula
rembesan aliran air didalam lapisannya.
2. Nilai perubahan angka pori (∆e) mempengaruhi kecepatan rembesan aliran
air pada tanah granuler (granuler soil) pada pengujian terhadap lima jenis
tanah dengan angka pori yang beda, dapat disimpulkan bahwa semakin
besar angka pori (e) pada tanah maka semakin cepat rembesan aliran
airnya. Pada jenis pasir halus memiliki angka pori terkecil diantara lima
jenis pasir dan mengalami rembesan paling lama. Untuk jenis pasir kasar
memiliki angka pori terbesar diantara lima jenis pasir sehingga mengalami
rembesan cepat.
3. SARAN
Dalam penelitian ini dilakukan alat simulasi hujan yang dimana alat yang
digunakan terbuat dari kaca bening setebal 12 mm, disarankan untuk tidak
memakai dinding alat yang terbuat dari kaca karena rentan pecah
lxxi
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, A. dan Kuwahara, S. (2000). Buku Pegangan Teknik Tegangan
Listrik Jilid 1: Pembangkitan dengan Tenaga Air, Pradnya Paramita,
Jakarta, 151 halaman.
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta.
Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta
C.D. Soemarto. Ir. B.I.E. DIPL.H. 1995. Hidrologi Teknik Edisi Ke - 2. Jakarta:
Erlangga.
C.D. Soemarto. Dr. B.I.E. DIPL.H. 1999. Hidrologi Teknik Edisi Ke – 3. Jakarta:
Erlangga.
Craig, R. F., 1991. Mekanika Tanah. Jakarta: PT. Erlangga.
Christady Hardiyatmo, Hary.,1996. Mekanika Tanah II. Penerbit Gadjah Mada
University Press.
Christady, Hary Hardiyatmo. 2012. Tanah Longsor dan Erosi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Das, Braja M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis).
Erlangga. Jakarta.
Das, Braja, M., 1998, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis)
Jilid1,Erlangga, Jakarta
lxxii
Das Braja M., 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
Dunn, dkk, 1980, Dasar-dasar AnaUsis Geoteknik, IKIP Semarang Press,
Semarang.
Dunn, I.S. Anderson, L.R., Kiefer, F.W. 1980. Dasar-dasar Analisis Geoteknik.
New York : John Wiley & Sons Inc.
Hardiyatmo, H.C.2002.Mekanika Tanah I, Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta
Kodoatie,Robert J.1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi Ofset
Panguriseng, Darwis. 2018. Dasar – Dasar Mekanika Tanah. Yogyakarta: Pena
Indis.
Panguriseng, Darwis. 2014. Mekanika Tanah Dasar (1). Makassar: Pena Indis.
Sukirman, S., (1992), Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.
Wesli.(2008).Drainase Perkotaan.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suroso. 2006. Analisis Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas. Jurnal
Teknik Sipil Vol. 3
Sumantri,Arif 2010, Kesehatan Lingkungan, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta
lxxiii
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga. Jakarta.
(Hal.32)M
LAMPIRAN
LAMPIRAN
ANALISA PERHITUNGAN
1. KECEPATAN REMBESAN
PASIR HALUS
kec vertikal = Jarak
waktu
= 30.1
36
= 0.836
kec. Horizontal= Jarak
waktu
= 95.8
134
= 0.715
PASIR SEDANG HALUS
kec. Vertikal= Jarak
waktu
= 30.2
33
= 0.915
kec. Horizontal
= jarak
Waktu
= 96.1
130
= 0.739
PASIR SEDANG
kec. Vertikal= Jarak
Waktu
= 38.2
28
= 1.364
kec. Horizontal
= Jarak
Waktu
= 99.5
123
= 0.809
KASAR
SEDANG
kec. Vertikal= jarak
waktu
= 41.1
28
= 1.468
kec. Horizontal= jarak
waktu
= 96.4
119
= 0.810
PASIR KASAR
kec. Vertikal= Jarak
Waktu
= 47
25
= 1.880
kec. Horizontal
= Jarak
Waktu
= 97
66
= 1.470
2. ANGKA PORI
· Angka Pori
Pasir Halus
e0 (angka pori awal )
Volume
Tanah = 50
Volume
Air = 70
Volume
Pori = 120 - 98
= 22
Volume
Butir =
vol.
tanah -
vol.
pori
= 50 - 22
= 28
Angka
Pori (e0) = vol.pori
vol.butir
= 22
28
= 0.79
= 79 %
De1 = e0 - e1
= 79 - 0
= 79
· Angka Pori Pasir
Sedang Halus
e0 (angka pori awal )
Volume
Tanah = 50
Volume
Air = 70
Volume
Pori = 120 - 97
= 23
Volume
Butir =
vol.
tanah -
vol.
pori
= 50 - 23
= 27
Angka
Pori (e0) = vol.pori
vol.butir
= 23
27
= 0.85
= 85 %
De1 = e0 - e1
= 85 - 0
= 85
· Angka Pori Pasir
Sedang
e0 (angka pori awal )
Volume
Tanah = 50
Volume
Air = 70
Volume
Pori = 120 - 96
= 24
Volume
Butir =
vol.
tanah -
vol.
pori
= 50 - 24
= 26
Angka
Pori (e0) = vol.pori
vol.butir
= 24
26
= 0.92
= 92 %
De1 = e0 - e1
= 92 - 0
= 92
Angka Pori Pasir
Sedang Kasar
e0 (angka pori awal )
Volume
Tanah = 50
Volume
Air = 70
Volume
Pori = 120 - 95
= 25
Volume
Butir =
vol.
tanah -
vol.
pori
= 50 - 25
= 25
Angka
Pori (e0) = vol.pori
vol.butir
= 25
25
= 0.97
= 97 %
De1 = e0 - e1
= 97 - 0
= 97
· Angka Pori
Pasir Kasar
e0 (angka pori awal )
Volume
Tanah = 50
Volume
Air = 70
Volume
Pori = 120 - 95
= 25
Volume
Butir =
vol.
tanah -
vol.
pori
= 50 - 25
= 25
Angka
Pori (e0) = vol.pori
vol.butir
= 25
25
= 1
= 100 %
De1 = e0 - e1
= 100 - 0
= 100
DOKUMENTASI
PENGAMBILAN SAMPEL TANAH
PENGUJIAN TANAH
PENGAMBILAN SAMPEL TANAH SKALA BESAR
PROSES PENGERINGAN TANAH
PROSES PENGERINGAN TANAH
PROSES PENGERINGAN TANAH
KALIBRASI ALAT
MEMASUKKAN TANAH DALAM BAK
VIBRASI TANAH
PENGISIAN AIR DALAM TANDON
TANAH SETELAH DIVIBRASI
PENGUJIAN ANGKA PORI AWAL
PEMBACAAN ANGKA PORI AWAL
PEMBACAAN REMBESAN ALIRAN SEBELUM DIHUJANI
(HORIZONTAL)
TANAH SAAT DIHUJANI
PEMBACAAN REMBESAN SAAT DIHUJANI (VERTIKAL)
TANAH SAAT SETELAH DIHUJANI