Upload
dohuong
View
231
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
ANALISIS KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN
UBIKAYU (Manihot Esculenta) MENJADI TELA-TELA
(STUDI KASUS USAHA TELA STEAK DI KELURAHAN MANDONGA
KECAMATAN MANDONGA KOTA KENDARI)
Oleh:
ISRAWAN IMANI
NIM. D1A1 10 135
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
ANALISIS KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH PENGOLAHAN
UBIKAYU (Manihot Esculenta) MENJADI TELA-TELA
(STUDI KASUS USAHA TELA STEAK DI KELURAHAN MANDONGA
KECAMATAN MANDONGA KOTA KENDARI)
Skripsi
diajukan kepada Fakultas Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada Jurusan Agribisnis
Oleh:
ISRAWAN IMANI
NIM. D1A1 10 135
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN, APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA
SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL JIBLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA
MENERIMA SANKSI SESUAI YANG PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari, 15 Juli 2016
ISRAWAN IMANI
D1A1 10 135
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu
(Manihot Esculenta) Menjadi Tela- tela (Studi Kasus Usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga
Kota Kendari)
Nama : Israwan Imani
NIM : D1A1 10 135
Jurusan : Agribisnis
Minat : Penyuluhan dan Pengembangan Masyarakat (PPM)
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S Dr. Ine Fausayana, S.E., M.Si
NIP. 19620204 198703 1 004 NIP. 19670528 199003 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian Plt. Ketua Jurusan/Program Studi
Universitas Halu Oleo Agribisnis
Dr. Ir. M. Tufaila, M.P Abdul Gafaruddin, S.P., M.Si.
NIP. 19660705 199103 1 004 NIP. 19750814 200604 1 001
Tanggal Lulus : 29 Juli 2016
v
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA PENGUJI
Judul : Analisis Keuntungan dan Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu
(Manihot Esculenta) Menjadi Tela- tela (Studi Kasus Usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga
Kota Kendari)
Nama : Israwan Imani
NIM : D1A1 10 135
Jurusan : Agribisnis
Minat : Penyuluhan dan Pengembangan Masyarakat (PPM)
Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi, dan telah diperbaiki sesuai
saran-saran saat ujian.
Kendari, 29 Juli 2016
Tim Penguji :
Ketua : Prof. Dr. Ir. Bahari, M.S Tanda Tangan :……………...
Sekretaris : Dr. Ine Fausayana, S.E., M.Si Tanda Tangan :……………...
Anggota : Yusna Indarsyih, S.P., M.S Tanda Tangan :……………...
vi
ABSTRAK
Israwan Imani (D1A1 10 135) ”Analisis Keuntungan Dan Nilai Tambah
Pengolahan Ubikayu (Manihot Esculenta) Menjadi Tela-tela (Studi Kasus Usaha
Tela Steak Di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari)”
dibimbing Usman Rianse selaku pembimbing I dan Ine Fausayana selaku
pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya nilai tambah dan
keuntungan yang diperoleh pengolah dalam usaha pengolahan ubikayu menjadi
tela-tela di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Penelitian
ini dilakukan pada bulan September - Oktober 2015. Penentuan daerah penelitian
berdasarkan pertimbangan bahwa, di kelurahan tersebut terdapat pengolahan
ubikayu menjadi tela-tela. Responden dalam penelitian ini adalah pemilik usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga. Penentuan responden dilakukan secara
purposive. Analisis yang digunakan adalah perhitungan Rugi-Laba dan nilai
tambah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usaha pengolahan ubikayu
memberikan keuntungan sebesar Rp 30.828.000 per dua puluh tiga kali proses
produksi selama satu bulan dan menciptakan nilai tambah sebesar Rp 15.498 per
kg bahan baku. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk sebesar 72,56%. Artinya
untuk setiap Rp 100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah Rp 72. Nilai tambah
menunjukkan nilai yang besar.
Kata Kunci : Pengolahan, Keuntungan, Nilai Tambah, Tela-Tela.
vii
ABSTRACT
Israwan Imani (D1A1 10 135) “The Analysis the Benefits and Value-Added
Processing of Cassava (Manihot Esculenta) become Tela-Tela (The Studies Case
of Tela Steak Businesses in Kelurahan of Mandonga, Mandonga Subdistrict
Kendari City)” guided by Usman Rianse as the firs guide Ine Fausayana as the
second guide.
The purpose of this research is to analyze the magnitude of value-added
and the benefits that the processing get in the businesses of processing cassava
become tela-tela in Kelurahan of Mandonga, Mandonga’s Subdistrict Kendari
City. This processing is done on September – Oktober 2015. The determination of
the research area based on the consideration that, in this Kelurahan there is the
processing of cassava become tela-tela. The respondents in this research is the
owner of Tela Steak businesses in Kelurahan of Mandonga. The respondents
determination is done in purposive. The analysis that used are the calculation of
income and value-added.
The result of this research showed that the businesses of processing
cassava give the benefits as big as Rp 30.828.000 per twenty three times process
during on month and to make value-added as big as Rp 15.498 per kg raw
material. The ratio of value-added toward the value-product as big as 72,56%. It
means that for every Rp 100 value-product will get value-added Rp 72. The value-
added showed a big value.
Keyword : Processing, Benefit, Value-added, Tela-Tela.
viii
RIWAYAT HIDUP
Atas berkah Allah SWT dan kasih sayang dari kedua orang
tua Ayahanda tercinta La Kamorangku dan Ibunda tercinta
Norma, maka terlahirlah penulis dengan Nama Israwan Imani
yang lahir pada tanggal 7 Mei 1992, yang merupakan anak ke
tujuh dari delapan bersaudara.
Pada Tahun 1998 penulis mengawali pendidikanya di SD Negeri 20
Mandonga dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di SMPS KARTIKA Kota Kendari dan lulus pada tahun 2007,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 1 Kendari jurusan
Administrasi Perkantoran dan lulus pada Tahun 2010. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan pada Perguruan Tinggi Universitas Halu Oleo
Kendari, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Negeri (SNMPTN) gelombang kedua. Selama menempuh
pendidikan di Universitas Halu Oleo, Penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa
Jurusan Agribisnis (HIMJAGRI) Faperta UHO sebagai anggota.
ix
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamua’alikum.Wr.Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya jualah maka penulis dapat menyelesaikan amanah dan
segala kewajiban sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Keuntungan dan Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu (Manihot Esculenta) Menjadi
Tela-Tela (Studi Kasus Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan
Mandonga Kota Kendari)”. Skripsi ini disusun sebagai salah syarat untuk
menyelesaikam pendidikan Program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas
Pertanian Universitas Halu Oleo.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan
kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Terimakasih atas segala kritik
dan saran yang bersifat membangun dan penulis akan terima. Teriring salam dan
do’a penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Ayahanda
La Kamorangku dan Ibunda Norma tercinta yang telah melahirkan penulis,
membesarkan dan mendidik dengan segala bentuk cinta dan kasih sayang serta
senantiasa memanjatkan do’a untuk keselamatan dunia dan akhirat, yang telah
menberikan kasih sayang, dukungan, perhatian dan motivasi untuk kemudahan
dalam segala urusanku sehingga penulis dapat menyelesaikan tanggungjawab ini.
Penulis menghanturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S selaku dosen pembimbing I dan Ibu
Dr. Ine Fausayana, SE, M.Si selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan
waktunya, tenaga, motivasi dengan segala ketelitian dan kesabaran dalam
x
mengarahkan penulis agar senantiasa berfikir logis dan sistematis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa batuan
berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
3. Ketua dan Sekretaris Jurusan/Program Studi Agribisnis yang telah
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di Universitas Halu Oleo.
4. Dosen pembimbing, dosen penguji dan seluruh dosen pengajar di lingkungan
Jurusan Agribisnis khususnya dan Fakultas Pertanian umumnya yang telah
memberikan masukan.
5. Seluruh pegawai administrasi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian atas
urusan administrasi yang mendukung penulis dalam menyelesaikan segala
urusan administrasi yang berkaitan dengan penelitian.
6. Kepada pengolah tela-tela sebagai responden penelitian yang telah membantu
penulis selama dalam melakukan penelitian.
7. Kepada Lurah Mandonga beserta staf-staf kantor Kelurahan Mandonga yang
telah membantu penulis memberikan data dan informasi mengenai lokasi
penelitian.
8. Kakak tercinta Murniati, Isna wati, Jumiati, Amna, Ansyarulah, Irna dan adik
serta kemenakan yang saya sayangi, dan seluruh Keluarga Besar dari keluarga
xi
Ayahanda dan Ibunda terimakasih atas, do’a dan motivasi serta bantuan
materi kepada penulis dalam menempuh pendidikan.
9. Sahabat-sahabatku Jumadi, Dafat, Ardin dan Sulfitrah, serta teman-teman
RT 18 Kelurahan Mandonga terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
10. Teman-Teman seangkatan 2010, Nadiyah Al Atas SP, Selviana Amin SP,
Helga Paseno Cornelia SP, Ela Sarmianti SP, Rahmatia Baduddin SP,
Eviriastuti SP, Indriana Melisa SP, Martiti SP, Indrwati SP, Dewi Indriani SP,
Leksi Muksin SP, Muhammad Ashar SP, Agusalim Rahim SP, Ikra Saputra
SP, Imam Yanwar Ibrahim SP, Suhendrawan Saputra SP, Dedi Amrin SP,
Ade Salepara Tahir SP, Erwin SP, Firman Koende SP, Asrawan SP, Parto SP,
Neli Desrawanti, Saiful Irvan, Eri Irianto, Samino, Nur Madan, dan lain-lain
yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu terimakasih atas
dukungan, semangat, motivasi dan kebersamaan yang berkesan selama
menempuh pendidikan semoga kebersamaan kita tetap berlanjut sampai
kapanpun.
11. Semua pihak yang telah membantu selama kuliah ataupun pada saat menulis
skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut membantu do’a,
tenaga maupun materi. Saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Kendari, Juni 2016
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAM JUDUL ..................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN ................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................... vi
ABSTRACT .............................................................................................................. vii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. viii
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
D. Kegunaan Penelitian....................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori ............................................................................................... 6
1. Ubikayu ................................................................................................... 6
2. Agroindustri ............................................................................................ 9
3. Konsep Biaya ......................................................................................... 11
4. Pengolaha Ubikayu ................................................................................. 13
5. Nilai Tambah ........................................................................................... 16
6. Penerimaan .............................................................................................. 19
7. Harga Pokok Produksi ............................................................................ 22
8. Beban ...................................................................................................... 25
9. Keuntungan ............................................................................................ 27
B. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 30
C. Kerangka Pikir ............................................................................................... 35
xiii
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 37
B. Responden Penelitian ..................................................................................... 37
C. Sumber Data .................................................................................................. 37
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 38
E. Variabel Penelitian ........................................................................................ 38
F. Analisis Data .................................................................................................. 38
G. Konsep Operasional ....................................................................................... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Usaha Tela Steak ............................................................ 44
B. Identitas Pengolah Usaha Tela Steak ........................................................... 44
1. Umur Pengolah ...................................................................................... 44
2. Tingkat Pendidikan ................................................................................ 45
3. Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................................ 46
4. Pengalaman Berusaha Responden Pengolah Ubikayu Menjadi .............
Tela-tela ................................................................................................. 47
C. Karakteristik Usaha ....................................................................................... 47
1. Penyediaan Bahan Baku ......................................................................... 47
2. Proses Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela ...................................... 48
3. Harga Pokok Produksi ........................................................................... 50
4. Beban ..................................................................................................... 55
5. Produksi ................................................................................................. 55
6. Harga Jual dan Pemasaran Produk Tela-tela .......................................... 57
D. Penerimaan dan Keuntungan ....................................................................... 58
E. Nilai Tambah ............................................................................................... 59
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................... 63
B. Saran .............................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 64
LAMPIRAN ............................................................................................................. 67
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi Tanaman Pangan Kota Kendari .......................................................... 2
2. Format Perhitungan Rugi-laba untuk Satu Bulan .............................................. 39
3. Format Analisis Nilai Tambah .......................................................................... 40
4. Identitas Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-tela Pada Usaha Tela Steak ...........
di Kelurahan Mandonga .................................................................................... 44
5. Biaya Bahan Penunjang yang digunakan Selama Satu Bulan ........................... 52
6. Biaya Penggunaan Peralatan Selama Satu Bulan .............................................. 54
7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Usaha Tela Steak ......................................
di Kelurahan Mandonga ..................................................................................... 54
8. Hasil Produksi Tela-Tela Selama Satu Bulan .................................................... 56
9. Keuntungan Usaha Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela .............................
pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga ............................................... 58
10. Hasil Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela
Selama Satu Bulan Metode Hayami, et al (1987) .............................................. 60
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................... 36
2. Tahapan Proses Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-Tela ................................. 50
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Halaman
1. Identitas Responden Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-Tela Pada Usaha ......
Tela Steak di Kelurahan Mandong Tahun 2015 ............................................ 68
2. Jumlah Jam dan Hari Kerja Tenaga Kerja Pengolah Ubikayu Menjadi ........
Tela-Tela Pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Tahun 2015 ...... 69
3. Jumlah Upah Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-Tela Pada Usaha Tela Steak
di Kelurahan Mandonga Tahun 2015 ........................................................... 70
4. Biaya Bahan Baku yang dikeluarkan Pengolah Ubikayu menjadi Tela-Tela
pada Industri Rumahtangga di Kelurahan Mandonga Tahun 2015 .............. 71
5. Hasil Produksi dan Harga Jual serta Pendapatan Pengolahan Ubikayu ........
Menjadi Tela-Tela Selama Satu Bulan Pada Usaha Tela Steak ....................
di Kelurahan Mandonga Tahun 2015 ............................................................ 72
6. Biaya Bahan Penunjang yang digunakan Selama Satu Bulan pada Usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga Tahun 2015 .......................................... 73
7. Biaya Penyusutan dan Penggunaan Peralatan yang dikeluarkan Pengolah
Ubikayu menjadi Tela-Tela pada Usaha Tela Steak di Kelurahan ...............
Mandonga Tahun 2015 ................................................................................. 74
1
I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Ubikayu atau singkong telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh
sebagian besar masyarakat pedesaan maupun di daerah pinggiran perkotaan di
seluruh wilayah Indonesia, tetapi bila akan dikembangkan memerlukan faktor-
faktor pendukung yang ada pada masing-masing daerah seperti areal, sarana dan
prasarana, industri yang akan mengolah ubikayu, permintaan pasar, akses dan
sebagainya. Hal ini penting artinya dikarenakan pengembangan suatu daerah yang
akan dialokasikan menjadi sentra produksi haruslah merupakan satu kesatuan
seluruh tataruang pembangunan daerah dan diperuntukkan untuk kesejahteraan
masyarakat (Hafsah, 2003).
Saat ini, pembangunan pertanian tidak lagi beriorientasi semata-mata pada
peningkatan produksi tetapi kepada peningkatan produktivitas dan nilai tambah
karenanya efisiensi usaha haruslah dipertimbangkan. Petani diharapkan tidak
hanya bekerja di lahan pertaniannya saja tetapi diarahkan dan dituntut bagaimana
menumbuh-kembangkan jiwa dan semangat kewirausahaan serta dapat mengolah
produk yang dihasilkan menjadi produk stengah jadi. Hal ini penting artinya
karena tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan kesejahtraan petani
beserta keluarganya (Hafsah, 2003).
Tanaman ubikayu adalah salah satu hasil komoditi pertanian di Indonesia
yang dipakai sebagai bahan makanan. Ubikayu masih memberikan hasil bahkan
pada tanah yang kurang subur, dimana tanaman lainnya tidak lagi memberikan
hasil. Tanaman ubikayu mudah menyesuaikan diri dengan tempat tumbuhnya.
2
Kelebihan lainnya dapat diperoleh dengan berbagai cara untuk dijadikan produk
makanan dan hingga saat ini ubikayu digunakan sebagai salah satu bahan
makanan pokok oleh golongan masyarakat tertentu. Sedangkan masyarakat
golongan menengah ke atas umumnya mengkonsumsi ubikayu dalam bentuk
berbagai makanan tambahan.
Kota Kendari merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara yang
cukup memiliki potensi sumberdaya pertanian dan agroklimat yang sesuai untuk
pengembangan tanaman pangan seperti ubikayu. Dari data BPS Kota Kendari,
terlihat 7 produksi tanaman pangan yang dihasilkan (padi, jagung, ubikayu, ubi
jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau). Produksi tanaman pangan
ubikayu dengan pada tahun 2014 yaitu 5.017 ton dengan luas lahan 266 ha. Dapat
di lihat pada Tabel 1 yaitu sebagai brikut :
Tabel 1. Produksi Tanaman Pangan Kota Kendari
No Uraian Luas panen
(Ha)
Produksi (Ton) Produktivitas
(Ton/Ha)
1 Padi 1.555 7.112 4,57
2 Jagung 474 1.396 2,94
3 Ubikayu 266 5.017 18,86
4 Ubi Jalar 99 907 9,16
5 Kacang Tanah 103 64 0,62
6 Kacang Kedelai 0 0 0
7 Kacang Hijau 0 0 0
Sumber : Kota Kendari dalam Angka, 2015
Dengan melihat hasil produksi ubikayu yang cukup besar di Kota Kendari
maka peran pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan agroindustri sangat
di perlukan. Industi pengolahan ubikayu yang saat ini sedang berkembang di
3
Kota Kendari terutama di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga adalah
industri pengolahan ubikayu menjadi Tela-Tela yang dikelola oleh Bapak Sofian.
Usaha ini merupakan contoh industri pengolahan ubikayu yang berada di
Kelurahan Mandonga. Pengolahan ubikayu menjadi Tela-Tela adalah usaha yang
potensial untuk dikembangkan di Kota Kendari karena mengingat produksi
ubikayu yang cukup besar. Dengan adanya pengolahan ubikayu diharapkan dapat
memberikan keuntungan yang besar dan menciptakan nilai tambah.
Keuntungan di hitung dari besarnya penerimaan dikurangi dengan harga
pokok produksi, beban, dan pajak penghasilan sehingga memperoleh keuntungan.
Nilai tambah (added value) adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena
adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses pengolahan. Perhitungan
nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi Tela-Tela bertujuan untuk mengetahui
pertambahan nilai dari proses pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi.
Nilai tambah dihitung dari selisih antara nilai output (penerimaan) dan
nilai input (biaya total) yang dikeluarkan dalam proses pengolahan. Seluruh
komponen analisis diukur dan dinyatakan dalam satuan satu kilogram (kg) bahan
baku. Hal ini dilakukan agar diketahui besarnya pertambahan nilai dari 1 kg bahan
baku yang dibentuk oleh kegiatan pengolahan. Hal tersebutlah yang mendorong
penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat mengetahui lebih lanjut
mengenai keuntungan dan nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi Tela-Tela
pada usaha tela steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga
Kota Kendari.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai brikut :
1. Berapa besar keuntungan yang diterima dari pengolahan ubikayu menjadi
Tela-Tela pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan
Mandonga Kota Kendari ?
2. Berapa besar nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi Tela-Tela pada Usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diterima dari pengolahan
ubikayu menjadi Tela-Tela pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga
Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
2. Untuk menganalisis seberapa besar nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi
Tela-Tela pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan
Mandonga Kota Kendari.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna :
1. Bagi pengolah Tela-Tela, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan informasi mengenai keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh
dari usaha yang dijalankan.
5
2. Bagi pemerintah dan pihak yang terkait, diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan
kebijakan terhadap pengembangan strategi dalam membina dan
mengembangkan subsektor produk tela-tela.
3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan
pengalaman dan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang
relevan dengan hasil penelitian ini.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
Deskripsi teori adalah suatu rangkaian penjelasan yang mengungkapkan
suatu fenomena atau realitas tertentu yang dirangkum menjadi suatu konsep
gagasan, pandangan, sikap dan atau cara-cara yang pada dasarnya menguraikan
nilai-nilai serta maksud dan tujuan tertentu yang teraktualisasi dalam proses
hubungan situasional, hubungan kondisional, atau hubungan fungsional di antara
hal-hal yang terekam dari fenomena atau realitas tertentu.
1. Ubikayu (Manihot Esculenta)
Ubikayu berasal dari Berazilia, dari Brazil ubikayu di perkirakan
menyebar ke benua Afrika, Mandagaskar, India, Hindia belakang terus ke
Tiongkok dan akhirnya ke Indonesia. Penyebaran ubikayu menurut rampius
seorang ahli tumbuhan bahwa pada abad ke 17 ubikayu telah samapai ke kawasan
Ambonia dan Maluku, sedangkan di pulau Jawa menurut Juanghua diperkirakan
tahun 1938, walaupun masih terbatas hanya sebagai tanaman pekarangan (Lingga
dkk, 1986).
Tahun 1852, kebun Raya Bogor telah memasukan ubikayu dari suriname,
du tahun kemudian tanaman ubikayu telah merakyat di seluruh karesidenan pulau
Jawa, tetapi hanya di Banten, Jepara dan Semarang saja yang banyak peminatnya.
Kawasan lain yang di luar pulau Jawa, penanamannya mulai diingatkan sejak
tahun 1914-1918, tepat ketika Indonesia dilanda kesulitan memperoleh beras dari
luar negri. Sampai saat ini belum diketahui dengan tepat siapa yag menjadi
7
pelopor tanaman ubikayu di Indonesia dan yang pasti dari sejak masuknya
ubikayu ke Indonesia, telah menjadi tanaman rakyat yang serba mudah
penanaman dan pengolahannya (Hafsah, 2003).
Jenis ubikayu yang berkembang di Indonesia adalah Manihot Esculenta
Crantz yang termasuk dalam suku Euphorbiaceae. Di duia perdagangan nama
ubikayu cukup banyak, misalnya Cassava (Ingris), Yuka (Sepanyol), Mandioca
(Portugal), Cassave (Belanda), Tapioca (Amerika Serikat). Nama lokalpun cukup
bervariasi, di Jawa Tengah dan Jawa Timur bernama Kaspe dan Telo Puhung,
sedangkan di Jawa Barat dinamakan Sampeu, Dangdeur atau Singkong (Hafsah,
2003).
Ubikayu merupakan komoditas tanaman pangan yang penting setelah
komoditas padi dan jagung sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat
dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan ternak. Kandungan utama
ubikayu adalah karbuhidrat sebagai komponen terpenting sumber kalori, di mana
karbohidratnya mengandung aci/pati sebanyak 64-75 persen dan patinya
mengandung amilose 17-20 persen (Hafsah, 2003).
Pada daerah-daerah yang beriklim kering, berkapur dan tandus sebagian
besar masyarakatnya sudah lama mengenal dan mengkonsumsi ubikayu rebus atau
dalam bentuk gatot, tiwul yang telah dicampur dengan nasi atau jagung. Tanaman
ini bagi petani seringkali dijadikan lumbung pangan yang disimpan di bawah
tanah. Bahkan apabila terjadi kegagalan panen pada komoditas padi dan jagung
akibat kemarau panjang atau musim penceklik maka peranan ubikayu sangat
membantu di dalam mengatasi kondisi tersebut (Hafsah, 2003).
8
Sebagai sumber bahan pangan ubikayu kaya akan karbohidrat dan vitamin
C dan zat besi (Fe). Selain ubi segar, daun ubikayu muda dapat dimanfaatkan
sebagai sayur karena kaya akan vitamin A dan mengandung Fe (zat besi), Ca (zat
kapur) dan vitamin B dan C. dengan diolah menjadi tepung gaplek dan tapioka
sebagai sumber bahan pangan dan industri makanan dalam bentuk mie, bihun roti,
kue basah dan kering maupun tiwul instant, gatot instant dan tiwul nasi siap saji
akan semakin diterima masyarakat luas dan pada saat ini sudah mulai di
kembangkan untuk meningkatkan cita rasa dan citranya (Hafsah, 2003).
Sebagai bahan baku industri, umbi ubikayu dapat diolah menjadi berbagai
produk antara lain tapioka, glukosa, fruktosa, sorbitol, high fructose syrup (HFS),
dektrin, alcohol, etanol, asam sitrat dan monosodium glutamate. Bahkan ampas
dari tepung tapioka dijadikan sebagai bahan baku obat nyamuk bakar. Seabagai
bahan pakan ubikayu dapat digunakan mulai dari daun sampai umbi segarnya.
Industri pakan yang menggunakan bahan baku dari ubikayu dipandang lebih
murah biayanya dibandingkan dengan jagung dan kedelai. Sedangkan dari industri
pakan dari gaplek maupun sisa dari pengolahan tepung tapioka yang berupa
ampas tapioka yang diperkaya dengan bahan lain. Pada saat ini yang berkembang
untuk pembuatan industri pakan ternak dibuat dari pellet ubikayu dikarenakan
harganya lebih murah dan mudah transportasinya dan perawatannya (Hafsah,
2003).
Ubikayu sebagai komoditi tanaman bahan pangan mempunyai peranan dan
prospek sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri untuk industri bahan
pangan, kimia dan pakan, mengusahakan ubikayu dapat mejadi sumber
9
pendapatan dan menyerap tenaga kerja baik di sub sistem hulu, tengah (usahatani)
dan hilir, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan devisa Negara melalui
mningkatkan ekspor dan menekan impor. (Hafsah, 2003).
Tanaman ubikayu (manihot utilissima) merupakan salah satu hasil
komoditi pertanian di Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan.
Seiring dengan perkembangan teknologi, maka ubi kayu ini bukan hanya
dipakai sebagai bahan makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku
industri. Selain itu ubi kayu juga dapat dijadikan sebagi bahan makanan
pengganti misalnya saja keripik ubikayu. Pembuatan keripik ubikayu ini
merupakan salah satu cara pengolahan ubikayu untuk menghasilkan suatu
produk yang relatif awet dengan tujuan untuk menambah jenis produk yang
dihasilkan (Prasasto, 2007).
2. Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan
tersebut. Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh
Austin (1981) yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari
tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan
mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi,
penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat
merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan
baku industri lainnya.
10
Membicarakan perkembangan industri tentunya tidak saja ditujukan
hanya kepada industri-industri besar dan sedang tetapi perhatian yang sepadan
harus pula diarahkan kepada industri-industri kecil atau rumah tangga.
Sebab pada kenyataannya, industri jenis ini masih sangat diperlukan
sampai waktu tidak tertentu untuk memberikan kesempatan kerja sekaligus
pemerataan pendapatan (Todaro, 1994).
Menurut Aristanto (1996), sektor industri di Indonesia dibagi
menjadi empat kelompok yaitu :
a. Industri besar yaitu industri yang proses produksinya secara
keseluruhan sudah menggunakan mesin dengan tenaga kerja lebih dari
100 orang.
b. Industri sedang yaitu industri yang proses produksinya menggunakan
mesin sebagian dan tenaga kerja yang digunakan berkisar 20-99 orang.
c. Industri kecil yaitu umumnya memakai sistem pekerja upahan, dengan
jumlah tenaga kerja 5-19 orang.
d. Industri rumah tangga yaitu industri yang mempunyai tenaga kerja
kurang dari 5 orang dan terdapat dipedesaan.
Menurut Soekartawi (1990), industri skala rumah tangga dan indusri kecil
yang mengolah hasil pertanian mempunyai peranan penting yaitu :
a. Meningkatkan nilai tambah
b. Meningkatkan kualitas hasil
c. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja
d. Meningkatkan ketrampilan produsen
11
e. Meningkatkan pendapatan produsen
Kegiatan industri kecil lebih-lebih rumah tangga yang jumlahnya
sangat banyak di Indonesia memiliki kaitan yang dekat dengan mata pencaharian
pertanian di daerah pedesaan, serta tersebar diseluruh tanah air. Kegiatan ini
umumnya merupakan pekerjaan sekunder para petani dan penduduk desa yang
memiliki arti sebagai sumber penghasil tambahan dan musiman (Rahardjo,
1986).
3. Konsep Biaya
(Padangaran, 2013) mengatakan bahwa secara umum biaya adalah semua
dana yang digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Pada proses produksi,
biaya pada umumnya terdiri dari harga input atau bahan baku, penyusutan dari
asset-aset tetap dan pengeluaran-pengeluaran lainnya yang tidak termaksud pada
harga bahan baku dan biaya penyusutan. Sementara pada perusahaan perdagangan
biaya-biaya terdiri dari harga barang dagangan, biaya pengangkutan, biaya
perlakuan dan biaya retribusi, serta biaya penyusutan asset jngka panjang.
Hubungan kedua jenis biaya tersebut dengan jumlah produk atau output akan
berbeda baik dalam hal jumlah dan jenisnya maupun dalam hal bentuk persamaan
atau fungsi biayanya. Fungsi biaya antara perusahaan yang melakukan proses
produksi akan berbeda dengan fungsi biaya pada perusahaan perdagangan. Oleh
karena itu, diperlukan pula teknis analisis yang berbeda antar keduanya .
Hafsah (2003) mengatakan bahwa Biaya produksi usahatani ialah semua
pengeluaran yang digunakan di dalam mengorganisai dan melaksanakan proses
produksi (termaksud di dalamnya modal, input-input dan jasa-jasa yang
12
digunakan di dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk tersebut,
itulah yang disebut biaya produksi. Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi
4 (empat) katagori/kelompok biaya yaitu sebagai berikut :
1. Biaya tetap (fixed cost) ialah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam
satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tergantung pada jumlah output yang
diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi.
Komponen biaya tetap antara lain : pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan
bangunan pertanian, pemeliharaan tenaga ternak, pemeliharan pompa air,
traktor, biaya kredit/pinjaman dan lai sebagainya. Tenaga kerja keluarga
dapat dikelompokkan pada biaya tetap, bila tidak ada biaya imbangan dalam
penggunaannya atau tidak adanya penawaran untuk itu (terutama untuk
usahatani maupun di luar usahatani).
2. Biaya variabel atau biaya tidak tetap (variable cost). Besar kecilnya sangat
tergantung kepada biaya skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain
: pupuk, benih/bibit, pestisida, tenaga kerja upahan, panen, pengolahan, tanah
dan sewa tanah. Jadi biaya produksi atau total cost merupakan penjumlahan
fixed cost dengan variable cost (TC = FC + VC).
3. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air,
sedangkan biaya tunai yang sifatnya variable antara lain berupa : biaya untuk
pemakaian benih/bibit, pupuk, pestisida dan tenaga luar keluarga (tenaga
upahan).
4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) meliputi biaya tetap seperti : sewa lahan,
penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit dan lain-lain. Sedangkan biaya
13
yang diperhitangkan dari biaya variable antara lain biaya tenaga kerja, biaya
panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang
dipakai.
Disaping itu, dikenal pula adanya biaya langsung atau biaya tidak
langsung. Biaya langsung ialah semua biaya-biaya yang langsung digunakan
dalam proses produksi (actual cost). Ada yang mengatakan bahwa biaya produksi
yang betul-betul dikeluarkan oleh petani produsen disebut juga farm expensif yang
biasanya dipakai untuk mencari pendapatan petani (farm income = pendapatan
petani). Biaya tidak langsung (imputed cost) adalah biaya-biaya seperti :
penyusutan dan lain sebagainya (Hafsah, 2003).
Biaya-biaya produksi yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin, dan
equipment, biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya gaji karyawan yang
bekerja dalam bagian-bagian, baik yang langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan proses produksi (Mulyadi, 1991).
4. Pengolahan Ubikayu
Produk-prodok yang yang dihasilkan oleh industri kecil dan home industri
(tela-tela, kripik singkong, krupuk singkong, tape, makanan tradisional, dan ewah)
sebagian besar mutu, cita rasa, kemasan masi rendah. Demikian pula promosi dan
sosialisasi produk tersebut masi terbatas, padahal sosialisasi dan promosi
merupakan kunci dalam pemasaran. Seyogyanya lebih gencar mempromosikan
dan mensosialisasikan produk tersebut, apakah melalui media masa maupun
14
media elektronik ataupun pameran, agar supaya diversifikasi mengkonsumsi
produk ubikayu dapat semakin meningkat (Hafsah, 2003).
Produk-produk olahan ubikayu memang belum sepenuhnya didukung oleh
standar mutu. Standar mutu suatu produk ditetapkan oleh pemerintah melalui
Badan Standarnisasi Nasional (BSN) dengan tanda SNI (Standar Nasional
Indonesia) yang berlaku seara Nasional. Tujua pencantuman tanda SNI adalah
untuk mewujudkan jaminan mutu hasil pertanian yang mengarah kepeningkatan
daya saing dan ekspor dan memberikan perlindungan kepada konsumen. Produk-
produk olahan ubikayu yang telah ditetapkan standar mutunya oleh Badan
Standarnisasi Nasional (BSN) adalah Gaplek (SNI No.01.2905.1992), Tapioka
(SNI No.01.3451.1994), Tepung Singkong (SNI 01.2997.1996), Keripik Singkong
(SNI 01.4305.1996) (Hafsah, 2003)
Sebagai bahan baku untuk pakan ternak ubikayu dimanfaatkan untuk
makanan ternak. Pemanfaatan limbah industri ubikayu sebagai bahan baku
pakan ternak bermutu tinggi, akan dapat menekan biaya tinggi dan memenuhi
kebutuhan yang besar akan pakan ternak. Peternak unggas yang ingin
menggunakan ubikayu sebagai makanan/ransum digunakan dalam bentuk yang
sudah dijemur/terkena panas atau ubikayu sudah dicampur dengan bungkil kelapa,
dedak halus dan jagung. Sebagai bahan energi ubikayu mempunyai peluang besar
menjadi bahan baku ethanol yang berfungsi sebagai additive BBM pengganti
timbal (logam timah hitam) (Prasasto, 2008).
Pengolahan hasil produksi ubi kayu yang baik, diharapkan petani dapat
meningkatkan penerimaan usahanya. Kegiatan pengolahan ubi kayu menjadi
15
kerupuk kepang merupakan tindak lanjut dari rangkaian kegiatan pertanian dalam
arti luas karena mekanisme produksi pertanian tidak terhenti sampai memproduksi
bahan mentah, tetapi harus ditingkatkan menjadi bahan yang bernilai tinggi
(Narti, 2010).
Tela-tela adalah sebuah camilan terbuat dari ubikayu, dimana ubikayu
tersebut dipotong kecil-kecil memanjang kemudian digoreng dan ditaburi oleh
bumbu serbuk siap saji aneka rasa seperti balado, keju, rasa jagung bakar dan lain-
lain. Menariknya bumbu tersebut juga cukup mudah untuk bisa kita dapatkan
ditoko-toko dengan kemasan tertentu dengan harga yang juga cukup beragam.
Kudapan seperti ini juga mudah untuk bisa kita didapatkan dikampung-
kampung, selain itu penggemar dari makanan dari singkong ini adalah dari anak-
anak hingga orang dewasa dan harganyapun juga murah meriah. Sebagai sebuah
makanan dari singkong tentu jika camilan ini cukup bisa untuk menunda rasa
lapar kita, terlebih lagi bagi anda yang pernah mencicipinya tentu anda sendiri
juga tahu karena ketika menyantabnya serasa tidak ingin berhenti hingga habis.
Adapun bahan dan cara pembuatan tela-tela yaitu sebagai berikut : bahan
untuk membuat Tela-Tela yaitu siapakan 500 gram ubikayu, 300 gram minyak
goreng, 100 gram mentega, dan Bumbu tela-tela dengan rasa sesuai selera yang
bisa didapatkan ditoko-toko (Kiostips, 2013).
Sedangkan cara membuatnya yaitu :
1. Kupas singkong kemudian bersihkan
2. Kukus kira-kira 20 menit hingga empuk
3. Potong singkong kukus seperti stik memanjang dengan ukuran sesuai selera
16
4. Siapkan wajan dan minyak, jika sudah agak panas masukan mentega hingga
mencair
5. Gorenglah singkong kukus yang sudah dipotong-potong, hingga kuning
kecokelatan
6. Jika sudah tiriskan, masukan kedalam wadah tertutup (bisa stoples) dan taburi
dengan bumbu dengan rasa sesuai selera anda, kocok toples agar bumbu
tercampur rata dan Tela-Tela siap disantap.
5. Nilai Tambah
Menurut Gittinger (1986), nilai tambah dari setiap industri adalah
harga pasar dari barang atau jasa yang diproduksi dikurangi dengan harga barang
atau jasa material dan jasa yang dibeli dari pihak lain, yaitu selisih antara output
bruto dengan nilai konsumsi sementara. Nilai tambah itu bisa berbentuk bruto
maupun netto. Nilai tambah bruto meliputi pajak, bunga atas pinjaman, sewa,
keuntungan usaha, cadangan untuk penyusutan, dan balas jasa untuk manajemen
dan pegawai termasuk pada tunjangan sosial. Nilai tambah bruto di seluruh
industri yang produktif bila dijumlahkan akan menghasilkan produk domestik
bruto.
Dari analisis nilai tambah dapat diketahui besarnya imbalan yang
diterima oleh pengusaha dan tenaga kerja. Analisis nilai tambah juga
berguna untuk mengetahui berapa tambahan nilai yang terdapat pada satu satuan
output yang dihasilkan (nilai tambah produk). Pada prinsipnya nilai tambah ini
merupakan keuntungan kotor sebelum dikurangi biaya tetap (Purba, 1986).
17
Menurut Hayami (1987) ada dua cara menghitug nilai tambah, (1) Nilai
untuk pengolahan dan ; (2) Nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang mempengaruhi adalah
kapasitas produk, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan
faktor pasar yang mempengaruhi adalah harga output, upah tenaga kerja, harga
bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja.
Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa pengolahan hasil pertanian
merupakan komponen kedua dari kegiatan agribisnis setelah proses produksi hasil
pertanian. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena
pertimbangan meninggkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil,
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan keterampilan produsen,
dan meningkatkan pendapatan produsen.
Konsekuensi logis dari hasil olahan yang lebih baik yang dilakukan
produsen adalah dapat menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Jika
memungkinkan, sebaiknya petani mengolah sendiri hasil-hasil pertaniannya guna
mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya lebih tinggi dan
akhirnya mendatangkan total penerimaan dan keuntungan yang tinggi pula.
Penentuan kapasitas olah harus memperhatikan kesediaan bahan baku, baik
kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Selanjutnya analisis ketersediaan
bahan baku harus dikaitkan dengan kemampuan petani untuk menghasilkan
produk tersebut, luas lahan yang tersedia, tenaga kerja yang digunakan, pengadaan
bibit, pupuk, serta faktor pendukung lainnya.
18
Nilai tambah didapatkan dari nilai prduk akhir dikurangi biaya antara
(intermediate cost) yang terdiri dari biaya bahan baku dan bahan penolong dalam
melakukan proses produksi. Komoditi pertanian pda umumnya dihasilkan sebagai
bahan mentah dan mudah rusak (perishable), sehingga perlu langsung
dikonsumsi. Proses pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan guna
komoditi pertanian. Salah satu konsep yang sering digunakan membahas
pengolahan komoditi ini adalah nilai tambah (Riyan, 2009).
Marimin dan Magfiroh (2010) mengemukakan bahwa konsep nilai tambah
adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu
input pada suatu proses produksi. Arus penigkatan nilai tambah komoditas
pertanian terjadi disetiap matarantai pasok dari hulu ke hilir yang berawal dari
petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota rantai
pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai
pasok tersebut.
Darius dalam Asmiati, (2012) mengemukakan bahwa nilai tambah
diartikan sebagai (1) besarnya output suatu usaha setelah dikurangi
pengeluaran/biaya antaranya; (2) jumlah nilai akhir suatu produk yang bertambah
pada setiap tahapan produksi; (3) nilai output dikurangi dengan input bahan baku
yang di beli dan nilai depresiasi yang disisikan oleh perusahaan. Nilai tambah
merupakan selisih nilai penjualan dikurangi harga bahan baku dan pengeluaran-
pengeluaran lain yang bersifat internal.
Berasarkan definisi nilai tambah diatas dapat disimpulkan bahwa nilai
tambah merupakan nilai produk akhir setelah adanya perlakuan suatu input pada
19
proses produksi dimana input yang dimaksudkan adalah bahan baku, bahan
penolong, jasa industri dan jasa non industri sehingga menghasilkan output yang
merupakan nilai keluaran atau produk akhir. Dasar perhitungan dari analisis nilai
tambah adalah per kg hasil, standar harga yang digunakan untuk bahan baku dan
produksi ditingkat pengolah/produsen. Nilai tambah menggambarkan imbalan
bagi tenaga kerja, modal dan manajemen, secara matematis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tambah dapat yaitu ebagai berikut:
Nilai Tambah = f (K, B, T, U, H, h, L)
Keterangan: K = Kapasitas produksi (Kg)
B = Bahan baku yang digunakan (Kg)
T = Tenaga kerja yang digunakan (HOK)
U = Upah tenaga kerja (Rp)
H = Harga output (Rp/Kg)
h = Harga bahan baku
L = Nilai input lain
Dari hasil perhitungan tersebut akan dihasilka keterangan sebagai berikut:
1. Perkiraan nilai tambah (Rp)
2. Rasio nilai tambah (%)
3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp)
4. Imbalan bagi modal dan manajemen (Rp)
6. Penerimaan
Penjualan merupakan total jumlah yang dibebankan kepada pelanggan atas
barang daganganyang dijual perusahaan, baik meliputi penjualan tunai maupun
20
penjualan secara kredit. Total ini seharusnya tidak termasuk pajak penjualan yang
di mana perusahaan (penjual) diharuskan untuk memungutnya dari pelanggan
(pembeli) atas nama negara. Pajak penjualan ini akan diakui sebagai kewajiban
lancar (yaitu utang pajak penjualan) dalam pembukuan perusahaan dan akan
segera dibayarkan atau diteruskan ke kas negara. Penjualan dikurangi dengan retur
dan penyesuaian harga jual dan potongan penjualan akan di peroleh penjualan
bersih (Hery, 2009).
Penjualan menunjukan nilai semua produk dan jasa yang dinyatakan
dengan nilai uang yang terjual dalam periode perhitungan rugi-laba tertentu.
Penjualan ini bisa secara tunai atau secara kredit. Kadang-kadang para pelanggan
mengembalikan produk yang telah dibelinya. Nilai dari semua pengembalian atau
retur ini dikurangkan dari semua nilai penjualan. Kadang-kadang dicatat dalam
satu ayat yang terpisah. Beberapa pelanggan mungkin mendapat potongan harga
untuk barang atau jasa yang mereka beli. Harga yang disajikan dalam perhitungan
rugi-laba bisa berupa harga penuhatau harga yang dalam telah dipotong. Apabila
harga penuh digunakan, harus ada ayat khusus untuk memperlihatkan berapa
potongan yang telah diberikan (Downey dan Erickson, 1988).
Hernanto (1988) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya
penerimaan adalah produktivitas usahatani, harga pesanan produk, waktu
pemasaran, dan kualitas hasil. Oleh karena itu untuk menigkatkan penerimaan
petani perlu meningkatkan hasil produksi usahatani, meningkatkan kualitas, dan
harga pasar terjamin.
21
Soekartawi (1995) mengatakan bahwa penerimaan adalah hasil perkalian
antara banyaknya produk yang dihasilkan dengan harga jual. Pendapatan bersih
(net farm income) adalah selisih antara pendapatan usahatani dan pengeluaran
total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh
keluarga tani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau pinjaman yang diinvestasikan dalam usahatani.
Pendapatan kotor usahatni adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang
digunakan dalam usahatani, sedangkan yang dimaksud dengan pengeluaran total
usahatani adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam
produksi, tetapi tidak termaksud tenaga kerja keluarga petani.
Menurut Soekartawi (1995), Penerimaan adalah perkalian antara output
yang dihasilkan dengan harga jual. Secara sistematis dapat ditulis sebagai
berikut:
TR = Q x P
Dimana :
TR = Penerimaan total (total revenue)
Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity)
P = Harga (price)
Penerimaan usahatani ialah besarnya nilai total produksi, yaitu semua
output yang dihasilkan dari suatu usahatani dikalikan dengan harga per unit
output. Dalam prakteknya, petani dalam mengusahakan lahannya tidak hanya satu
macam usahatani saja, sehinga penerimaan yang diperoleh juga lebih dari satu
sumber. Cara mengusahakannyapun sangat beragam, ada yang secara monokultur,
22
tumpangsari bahkan ada yang mengusahakan secara terpadu. Dengan demikian,
maka penerimaan yang diperoleh petani juga merupakan penjumlahan semua
penerimaan dari hasil usahataninya yang diusahakan di atas lahanya (Hafsah,
2003).
7. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang telah dikorbankan dalam
proses produksi atau kegiatan mengubah bahan baku menjadi produk selesai yang
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Pengertian harga pokok produk menurut Ikatan Akuntan Indonesia adalah:
Harga pokok barang yang diproduksi meliputi semua biaya bahan langsung yang
dipakai, upah langsung serta biaya produksi tidak langsung, dengan perhitungan
saldo awal dan saldo akhir barang dalam pengolahan.
(Supriyono, 1999) mendefinisikan harga pokok produksi sebagai berikut:
Jumlah biaya produksi yang melekat pada produk atau barang yang dihasilkan
yang diukur dalam satuan mata uang dalam bentuk kas yang dibayarkan atau nilai
jasa yang diserahkan atau dikorbankan, atau hutang yang timbul, atau tambahan
modal yang diperlukan perusahaan dalam rangka proses produksi baik pada masa
lalu maupun masa yang akan datang.
dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi merupakan semua biaya
yang telah dikorbankan dalam proses produksi atau kegiatan mengubah bahan
menjadi produk jadi yang meliputi baiya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik. Biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan unit yang
masuk dalam penentuan harga pokok produksi merupakan biaya non produksi.
23
Menurut (Mulyadi, 2009) Tujuan penentuan harga pokok produksi adalah
untuk:
a. Menentukan harga jual produk
dengan diketahuinya harga pokok produksi, maka perusahaan dapat juga
menentukan harga jual produknya. Selain itu, manajemen juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berperan dalam penentuan harga
jual produk, seperti keadaan pasar dan campur tangan pemerintah.
b. Memantau realisasi biaya produksi
Manajemen membutuhkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya
dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi. Umtuk itu akuntansi biaya
dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses
produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan ang
diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi untuk jangka
waktu tertentu tersebut dilakukan dengan menggunakan harga pokok proses.
c. Menghitung laba rugi periodik
Manajemen membutuhkan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam periode tertentu, agar dapat mengetahui
apakah kegiatan produksi dan pemasaran dalam periode mampu
menghasilkan laba bruto atau mengakibatkan rugi bruto. Informasi laba rugi
bruto periodik dibutuhkan untuk mengetahui kontribusi produk dalam
menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba rugi.
24
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Didalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan
produk jadi dan harga pokok produksi yang pada tanggal neraca masih dalam
proses untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan
biaya produksi tiap periode. Biaya produksi yang melekat pada produk jadi
yang belum laku dijual pada tanggal neraca disajikan dalam neraca sebagai
harga pokok persediaan produk dalam proses.
Secara ekstrim pola pengumpulan harga pokok dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu: metode harga pokok pesanan dan metode harga pokok proses
(Supriyono, 1999). Penetapan metode tersebut pada suatu perusahaan tergantung
pada sifat atau karakteristik pengolahan bahan baku menjadi produk selesai yang
akan mempengaruhi metode pengumpulan harga pokok yang digunakan.
a. Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)
Metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan harga pokok
produk dimana biaya dikumpulkan untuk setiap jenis pesanan atau kontrak
atau jasa secara terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan
identitasnya.
b. Metode harga Pokok Proses (Process Costing)
Metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan harga pokok produk
dimana biaya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu, misaln ya
bulan, triwulan, semester, tahun. Metode ini cocok digunakan untuk
25
perusahaan yang menghasilkan produk homogen, bentuk produk standar, dan
tidak tergantung spesifikasi yang diminta oleh pembeli.
Metode penentuan harga pokok produksi merupakan cara untuk
memasukan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi.
Dalammenentukan harga pokok produksi dikenal dua pendekatanm yaitu
pendekatan full costing atau metode harga pokok penuh dan pendekatan variable
costing atau metode haraga pokok variabel.
a. Metode Harga Pokok Penuh (Full Costing)
Semua unsur biaya produksi diperhitungkan dalam penentuan harga pokok
produksi, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik. Sehingga harga pokok produksi menurut metode harga
pokok penuh ini terdiri dari unsur biaya produksi.
b. Metode Harga Pokok Variabel (Variable Costing)
Metode harga pokok variabel hanya memperhitungkan biaya produksi yang
berprilaku variabel saja, baik untuk biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, maupun biaya overhead pabrik. Dengan demikian menurut
pendekatan ini harga pokok produksi terdiri dari unsur biaya produksi.
8. Beban
Beban operasi menggambarkan biaya yang ada kaitannya dengan transaksi
penjualan tertentu dalam periode yang bersangkutan dalam perhitungan rugi-laba
lebih mudah menginterpretasi beban atau ongkos-ongkos ini bila dibagi ke dalam
kelompok-kelompok utama seperti beban pemasaran yang meliputi : penjualan,
upah, gaji, komisi, ongkos angkutan, iklan dan promosi. Beban administrasi yang
26
meliputi : honor angkutan pemeriksaan (auditor), kompensasi untuk para direktur,
gaji pimpinan, beban kantor, ongkos perjalanan dan beban umum yang meliputi :
penyusutan, asuransi, pajak (pajak atas laba bersih), sewa, perbaikan dan utilitas
(Downey dan Erickson, 1988).
Beban penjualan terdiri dari sejumlah jenis beban, yang sebagian terdirir
dari biaya tetap dan sebagian lagi beban variabel. Beban tetap yang paling pokok
adalah beban gaji dan penyusutan, dan beban variabel yang paling pokok seperti
beban komisi dan beban iklan didasarkan pada jumlah rupiah penjualan, dan oleh
karena itu secara langsung berubah sesuai dengan hasil penjualan (Polimeni et al,
1988).
Beban operasional dapat di bedakan menjadi dua yaitu beban penjualan
dan beban umum dan administrasi. Beban penjualan adalah beban-beban yang
terkait langsung dengan aktivitas toko atau aktifitas yang mendukung operasional
penjualan barang dagangan, contohnya adalah beban gaji/upah kariawan toko
(bagian penjualan), komisis penjualan, beban pengiriman barang, beban iklan,
beban perlengkapan/keperluan took, dan beban penyusutan peralatan toko.
Adapun beban umum dan administrasi dikeluarkan dalam rangka mendukung
aktivitas/urusan kantor (administrasi) dan operasi umum, contohnya adalah beban
gaji/upah kariawan kantor, beban perlengkapan kantor, beban utilitas kantor, dan
beban penyusutan perlengkapan kantor (Hery, 2009).
Beban pajak penghasilan adalah total jumlah pajak yang dikenakan atas
seluruh transakasi yang dilakukan perusahaan sepanjang satu tahun. Beban pajak
penghasilan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi periode berjalan pada
27
umumnya timbul dari dua kewajiban, yaitu : (1) kewajiban pajak saat ini, yang
terutang sebagai konsekuensi dari besarnya laba kena pajak untuk periode
berjalan, dan (2) kewajiban pajak yang ditangguhkan, sebagai konsekuensi dari
besarnya jumlah kena pajak di mana yang akan datang (Hery, 2009).
Bunga pada dasarnya adalah beban. Dalam bab laporan arus kas, beban
Bunga dikategorikan sebagai arus kas operasi, walaupun sifat dasarnya adalah
pendanaan. Sementara itu dalam laporan laba/rugi, bunga dikelompokkan sebagai
beban non operasi, di bawah laba operasi karena dianggap beban non operasi.
Pengelompokan ini mengandung asumsi bisnis berjalan secara normal. Dalam
kondisi tertentu, seperti pembangunan suatu pabrik, gedung atau jalan tol,
biasanya perusahaan memerlukan pinjaman. Pinjaman menimbulkan beban bunga.
Masa konstruksi memerlukan waktu tertentu, dari hitungan bulan sampai beberapa
tahun. Bunga selama masa konstruksi ini bias dikelompokan sebagai bagian dari
bangunan tersebut.
Konsep yang dianut disini adalah bahwa seluruh biaya yang timbul dalam
rangka membuat (memperoleh) asset hingga siap dipakai merupakan bagian dari
nilai asset tersebut. Inilah yang disebut dengan kapasitas beban bunga. Dengan
demikian beban bunga selama masa konstruksi menjadi bagian dari arus kas
investasi. Lengkap sudah posisi beban bunga di dalam laporan arus kas, yaitu bias
di kas operasi, investasi maupun pendanaan.
9. Keuntungan
Keuntungan atau laba pengusaha adalah penghasilan bersih yang diterima
oleh pengusaha, sesudah dikurangi dengan biaya- biaya produksi, atau dengan
28
kata lain, laba pengusaha adalah selisih antara penghasilan kotor dan biaya-
biaya produksi. Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara
penerimaan yang diterima produsen dari penjualan produksi keripik ubikayu dari
sumber yang digunakan untuk membuat barang tersebut. Jika biaya lebih besar
dari pada penerimaan berarti labanya negatif, situasi seperti disebut rugi
(Lipsey et al, 1990).
Untuk itu dalam usahatani ubikayu di samping penggunaan pupuk,
pestisida, penggunaan bibit yang baik dan varietas potensi produksi tinggi serta
penerapan teknologi harus mendapatkan perhatian agar produksi yang dihasilkan
maksimal sehingga berdampak pada pendapatan bersih/keuntungan.
Laba/keuntungan merupakan unsure kunci dalam sistem pasar bebas hingga
sistem tersebut akan gagal beroprasi tanpa laba dan motif laba. Laba dan motif
laba memainkan peran kunci yang menjadi semakin penting dalam alokasi
sumberdaya ekonomi yang efektif (Pappas dan Hirschey, 1989).
Marjin kotor menggambarkan perbedaan antara jumlah penjualan dan
harga pokok penjualan. Marjin kotor adalah uang yang tersedia ungtuk menutup
biaya operasi dan sisanya merupakan laba. Bila marjin kotor tidak cukup banyak
untuk menutup biaya operasi bisnis, maka perusahaan akan rugi. Marjin kotor
terutama penting bagi agribisnis eceran karena bisnis semacam itu secara relatif
tidak mengendalikan harga pokok penjualan (Downey dan Erickson, 1988).
Laba operasi bersih yang juga disebut marjin operasi, merupakan jumlah
yang tersisah apabila beban operasi dikurangkan dari marjin kotor. faktor-faktor
yang mempengaruhinya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi marjin
29
kotor ditambah dengan factor-faktor yang mempengaruhi beban usaha. Sedangkan
laba bersih sebelum pajak atau pendapatan bersih merupakan jumlah yang tersisa
setelah semua pendapatan atau beban non-operasi diperhitungkan. Pendapatan
non-operasi akan meliputi semua pendapatang yang diperoleh dari sumber-sumber
lain, seperti bunga atau deviden yang didapat dari penanaman modal di luar
(Downey dan Erickson, 1988).
Mubyarto (1994) menyatakan bahwa pendapatan/keuntunga adalah uang
yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi
yang diserahkan sebagai balas jasa dari penyerahan prestasi tersebut untuk
mempertahankan hidupnya. Hendrikson (1999) menyatakan bahwa keuntungan
atau pendapatan adalah merupakan arus masuk aktiva atau pasiva bersih ke
dalam usaha sebagai hasil penjualan barang atau jasa. Supriyono (1999)
menyatakan bahwa pendapatan perkapita rata-rata masyarakat kita sampai saat ini
masih tergolong rendah sehingga hampir seluruh pendapatan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah pendapatan seseorang yang
diperoleh sehari-hari sangat tergantung dari jenis pekerjaan itu sendiri dan tingkat
pendidikannya juga.
Pendapatan usahatani ditentukan oleh tingkat produksi dan harga jual
umbi segar. Semakin tinggi produksi dan harga jual umbi segar akan memberikan
pendapatan yang besar. Tingkat produksi ditentukan oleh penerapan teknologi
sedangkan harga jual umbi segar sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar,
dimana pada saat panen raya umumnya harga jual ubikayu rendah dan sebaliknya
di luar periode tersebut harga cukup baik karena produksi terbatas. Mengingat
30
harga merupakan variabel yang masi sulit dikendalikan oleh petani, maka petani
harus mengupayakan pencapaian tingkat produktivitas yang tinggi melalui
penerapan teknologi tinggi tanpa menyampingkan aspek efisiensi (Hafsah, 2003).
B. Penelitian Terdahulu
Elinda dan Hamidi (2008) melakukan Penelitian tentang studi agroindustri
rengginang ubi kayu di kabupaten kampar, telah dilaksanakan pada bulan Agustus
sampai Desember 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur
biaya, pendapatan, efisiensi dan nilai tambah dari pengolahan ubi kayu menjadi
rengginang ubi kayu. Penelitian ini merupakan studi kasus pada usaha
agroindustri rengginang ubi kayu desa Bukit Sembilan, dengan responden semua
pengrajin rengginang ubi kayu yaitu sebanyak 6 orang. Hasil penelitian
menunjukkan : komponen biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja (90%),
kemudian biaya bahan baku (26,31%), pendapatan bersih sebesar Rp 204.513,69,-
per proses produksi, RCR sebesar 2,05 dan nilai tambah sebesar Rp 7.000,- per kg
ubi kayu. Untuk meningkatkan pendapatan disarankan pengrajin meningkatkan
kapasitas produksi dan mengurangi biaya produksi, serta meningkatkan kualitas
produk dari segi rasa, daya tahan dan kemasan.
Ilchaidir (2011) melakukan penelitian dengan analisis nilai tambah produk
jambu mete di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Studi kasus UD. Mete
Mubaraq Lombe Kota Kendari) dengan permasalahan berapa besar nilai tambah
yang tercipta dari kegiata pengolahan produk jambu mete (mete goring manis dan
mete goring asin) yang dilakukan industri rumah tangga, menunjukan bahwa nilai
tambah yang tercipta sebesar Rp. 24.882 per kg per bahan baku dan sumbangan
31
input lain, rasio nilai tambah terhadap nilai produk sebesar 67,87%. Artinya untuk
setiap Rp 100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar 67. Nilai tambah
yang tercipta menunjukan suatu nilai yang cukup besar. Hal ini disebabkan
tingginya nilai produk, sementara harga bahan baku dan bahan penolong tidak
begitu besar.
Saediman dkk (2012) melakukan penelitian tentang tingkat keuntungan
dan nilai tambah dari pengolahan singkong menjadi kaopi berdasarkan jenis parut
yang digunakan di Kecamatan Batauga dari Kabupaten Buton di Sulawesi
Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan singkong menjadi
kaopi menguntungkan dan prosesnya menambahkan nilai yang signifikan, namun
tingkat keuntungan yang lebih tinggi untuk proses menggunakan parutan
mekanik yaitu Rp 622 dibandingkan mereka yang menggunakan parutan manual
yaitu Rp 329. Sedangkan untuk nilai tambah, proses yang menggunakan mesin
manual lebih tinggi yaitu Rp1004 / kg dibandingkan pada proses yang
menggunakan mesin mekanik Rp 996 / kg.
Penelitian yang dilakukan oleh Alkim (2012) dengan judul analisis nilai
tambah dan kelayakan finansial usaha pengolahan rumput laut pada kelompok tani
tunas bahari di Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari. Terlihat
bahwa nilai tambah yang terbentuk oleh kegiatan pengolahan dipengaruhi pula
oleh tingkat teknologi yang digunakan dalam perlakuan-perlakuan yang diberikan
terhadap bahan baku yang diolah. Pada pengolahan rumput laut mentah menjadi
dodol rumput laut siap saji oleh pengusaha, dengan menggunakan teknologi
sederhana dan dilakukan secara manual telah dapat menciptakan nilai tambah
32
sebesar Rp 92.930 per Kg bahan baku. Angka inimerupakan selisih antara nilai
produk dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain, rasio nilai tambah
terhadapa produk sebesar 92,93%. Artinya, untuk setiap Rp 100 nilai produk akan
diperoleh nilai tamabah Rp 92. Nilai tambah yang tercipta menunjukan suatu nilai
yang besar. Hal ini disebabkan tingginya nilai produk, semestara harga bahan
baku dan sumbangan input lain tidak begitu besar.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Asmiati (2012) dengan judul
analisis nilai tambah pengolahan ubikayu di Kecamatan Batauga Kabupaten
Buton. Tahap-tahap pembuatan kaopi yaitu dimulai dari ubikayu glondongan yang
dilakukan pengupasan kulit, pencucian, pemarutan, kemudian dilakukan
pembersihan dimana serat-serat ubikayu yang tidak bisa dihaluskan dipisahkan.
Selanjutnya dilakukan pengepresan dimana bagian yang tekah halus dimasukan ke
dalam karung sebagai penyaring untuk dikeringkan airnya. Setelah kering
dilakukan pengemasan, dengan ukuran diameter 10 cm x 20 cm dan berat rata-rata
5,5 kg per kaopi oleh petani, dengan menggunakan yang manual dan seni mekanis
telah menciptakan nilai tambah sebesar Rp 858,93 per kilo gram bahan baku.
Angka ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan
sumbangan input lain. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk sebesar 46,82%.
Artinya, untuk setiap Rp 10.000 nilai produk akan diperoleh nilai tambah Rp
4.682. Nilai tambah yang tercipta menunjukan suatu nilai yang besar. Hali ini
disebabkan tingginya nilai produk, semestara harga bahan baku dan sumbangan
input lain tidak begitu besara.
33
Penelitian yang dilakukan oleh Nurmedika dkk (2012) dengan judul
analisis pendapatan dan nilai tambah keripik nangka pada industri rumah tangga
tiara di kota palu dengan tujuan untuk mengetahui besarnya penerimaan,
pendapatan dan nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah nangka
menjadi keripik nangka pada industri rumah tangga Tiara di Kota Palu. Penelitian
ini dilakukan pada Bulan Juni-Agustus Tahun 2012. Penentuan sampel dalam
penelitian ini ditetapkan secara purposive, karena industri rumah tangga Tiara
merupakan industri yang berproduksi secara kontinyu dan produksinya besar.
Responden sebanyak 4 orang, yaitu 1 orang pimpinan dan 3 orang tenaga kerja.
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dengan wawancara
dan data sekunder dari instansi terkait. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis
dengan analisis pendapatan dan analisis nilai tambah metode Hayami. Hasil
penelitian menunjukan bahwa penerimaan yang diperoleh industri rumah tangga
Tiara dalam memproduksi keripik nangka selama Bulan Juli Tahun 2012 sebesar
Rp 58.500.000, pendapatan sebesar Rp 36.307.614,25 dan nilai tambah sebesar
Rp 33.169/kg.
Penelitian yang dilakukan oleh Ishak dkk (2012) dengan judul analisis
nilai tambah, keuntungan, dan titik impas pengolahan hasil rengginang ubi kayu
(renggining) skala rumah tangga di kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui nilai tambah, tingkat keuntungan, dan titik impas
dalam pengolahan renggining skala rumah tangga. Lokasi penelitian pada
Kelompok Wanita Tani Melati Jaya I di Kelurahan Sawah Lebar Lama,
Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu pada bulan September 2012. Data yang
34
dikumpulkan adalah input dan output pengolahan produk renggining melalui
pengamatan proses produksi renggining dan wawancara dengan wanita tani
pengolah renggining. Data dianalisis menggunakan analisis nilai tambah
mengikuti Metode Hayami, analisis R/C ratio, dan analisis titik impas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai tambah produk renggining sebesar Rp
9.335/kg dengan rasio nilai tambah 59,74% atau Rp 7.085/kg yang diperoleh
Kelompok Wanita Tani. Marjin yang didapatkan dalam pengolahan renggining
adalah Rp 12.625/kg, dengan R-C ratio sebesar 2,14. Titik impas (BEP)
pengolahan produk renggining bila dilihat dari nilai produksi sebesar 204,55 kg,
sedangkan BEP biaya adalah Rp. 5.113.636,36.
Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2013) dengan judul analisis nilai
tambah pengolahan ubikayu menjadi keripik ubikayu pada UD. Sukses Abadi di
Desa Langgomea Kecamatan Uepai Kabupaten Konawe dengan hasil penelitian
menunjukan bahwa usaha penholahan ubikayu memberikan pendapatan atau
keuntungan sebesar Rp 12.213.800 perbulan (18 kali proses produksi) dan
menciptakan nilai tambah sebesar Rp 13.255 per kg bahan baku. Rasio nilai
tambah terhadapa nilai produk sbesar 65,30%, artinya untuk setiap Rp 100 nilai
produk akan diperoleh nilai tambah Rp 65. Nilai tambah yang tercipta
menunjukan suatu nilai yang relatif cukup besar. Hal ini disebabkan tingginya
nilai produk, semetara harga bahan baku dan sumbangan input lain tidak begitu
besar.
35
C. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar keuntungan dan nilai
tambah yang diperoleh dari pengolahan ubikayu menjadi tela-tela. Usaha
pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak, untuk melakukan
proses produksi tentunya dibutuhkan input atau masukan yang memerlukan biaya-
biaya yang menunjang kelancaran proses produksi. Biaya-biaya tersebut meliputi
biaya bahan baku, biaya peralatan, biaya tenaga kerja, dan biaya lainnya. Dari
proses pengolahan ubikayu akan menghasilkan produk tela-tela yang kemudian
akan di hitung untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh.
Keuntungan dihitung melalui penerimaan dikurang dengan harga pokok produksi,
dikurang dengan beban, dikurang dengan pajak penghasilan sehingga
mendapatkan keuntungan. Dan untuk nilai tambah, diharapkan memperoleh nilai
yang besar karena mengingat harga jual produk olahan saat ini mempunyai selisih
yang cukup tinggi dengan harga bahan baku (ubikayu glondongan). Kerangka
pikir pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
36
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Penerimaan Nilai Tambah
Tela-tela
Proses Produksi
Input Produksi (biaya)
(biaya)
Usaha Tela Steak
Harga Pokok Produksi
Beban
Keuntungan
Pajak Penghasilan
37
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2015 pada Usaha
Tela Steak yang bertempat di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota
Kendari. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan
pertimbangan bahwa di kelurahan tersebut terdapat usaha pengolahan ubikayu
menjadi tela-tela.
B. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah pengolah tela-tela pada Usaha Tela
Steak di Kelurahan Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari yang
berjumlah satu orang. Penentuan responden dilakukan secara purposive.
C. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu:
1. Data Primer, diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan
kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis pada
responden untuk mendapatkan jawaban, tanggapan dan informasi yang
diperlukan oleh peneliti.
2. Data Sekunder, diperoleh melalui pencatatan pada instansi atau lembaga
terkait dengan penelitian ini serta literatur yang menunjang dan memiliki
hubungan dengan penelitian ini.
38
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Metode wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan responden
yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini dengan menggunakan
kuisioner (daftar pertanyaan).
2. Metode kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan menggunakan literatur-
literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, melalui pencatatan data dan
informasi yang tersedia pada intansi terkait, serta internet.
E. Variabel Penelitian
Adapun variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Identitas Pengolah yang meliputi umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, anggota keluarga yang terlibat dalam produksi, lama
mengusahakan.
2. Karakteristik usaha meliputi: proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela,
harga pokok produksi, beban, pajak penghasilan, harga jual dan pemasaran
produk, nilai produk, nilai tambah, rasio nilai tambah, dan keuntungan.
F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk mengetahui proses pengolahan
ubikayu menjadi Tela-Tela yang dilakukan oleh Usaha Tela Steak di Kelurahan
Mandonga Kecamatan Mandonga Kota Kendari digunakan analisis deskriptif.
39
Sedangkan analisis data yang digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan
dan nilai tambah digunakan analisis sebagai berikut :
1. Menghitung keuntungan atau pendapatan bersih usaha pengolahan ubikayu
menjadi tela-tela .
Tabel 2. Format Perhitungan rugi-laba untuk satu bulan
Sumber : Downey dan Erickson (1988).
Perhitungan Rugi-Laba untuk Satu Bulan
Penerimaan Rp
Harga Pokok Produksi Rp
Marjin Kotor Rp
Beban Operasi :
Beban Penjualan Rp
Beban Umum Rp
Jumlah Beban Operasi Rp
Keuntungan Bersih dari Operasi Rp
Beban lainnya :
Beban Bunga Rp
Keuntungan Bersih sebelum Pajak Rp
Pajak Penghasilan Rp
Keuntungan Bersih setelah Pajak Rp
40
2. Menghitung nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi tela-tela.
Tabel 3. Format analisis nilai tambah.
No.
Daftar output, input dan harga (satuan)
1 Hasil Produksi tela-tela (Kg/bulan)
2 Bahan Baku (Kg/bulan)
3 Tenaga Kerja (hk/bulan)
4 Faktor Konversi (1) / (2)
5 Koefisien Tenaga Kerja (3) / (2)
6 Harga Produk Rata-Rata (Rp/kg)
7 Upah Rata-Rata (Rp/hari)
Pendapatan Dan Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
9 Sumbangan Input Lain (Rp/kg)
10 Nilai Produk = (4) x (6) (Rp/kg)
11 a). Nilai Tambah (10) – (8) – (9)
b). Rasio Nilai Tambah (%) (11a) / (10)
12 a). Imbalan Tenaga Kerja (5) x (7) (Rp/kg)
b). Bagian Tenaga Kerja (%) (12a) / (11a)
13 a). Keuntungan (11a) – (12a) (Rp/kg)
b). Tingkat Keuntungan (%) (13a) / (11a)
Sumber : Hayami, et al (1987)
G. Konsep Operasional
Konsep operasional adalah pengertian, batasan, dan ruanglingkup
penelitian ini guna memudahkan pemahaman dalam menganalisa data yang
berhubungan dengan penarikan kesimpulan dari hasil-hasil pengamatan variabel
yang ada, yaitu:
1. Responden yaitu pengolah yang memproduksi dari bentuk ubikayu
gelondongan hingga menjadi tela-tela.
2. Umur responden yaitu usia dihitung sejak lahir sampai saat penelitian
dilaksanakan (tahun).
41
3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan yang pernah diikuti atau dilalui
responden (tahun).
4. Jumlah tanggungan keluarga adalah semua orang yang berada di dalam
rumah atau di luar rumah tetapi kehidupannya di biayai oleh responden (jiwa)
5. Pengalaman mengolah usaha adalah lama responden melakukan kegiatan
usahanya (tahun).
6. Tela-tela adalah sebuah camilan terbuat dari ubikayu, dimana ubikayu
tersebut dipotong kecil-kecil memanjang kemudian digoreng dan ditaburi
oleh bumbu serbuk siap saji aneka rasa seperti balado, keju, rasa jagung bakar
dan lain-lain.
7. Gambaran pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yaitu mulai dari penyediaan
bahan baku, Pengupasan, Pencucian, Pengukusan, Pemotongan,
Penggorengan, Penirisan, Pemberian bumbu, sampai dengan Pengemasan.
8. Bahan baku bahan dasar tela-tela yaitu ubikayu gelondongan yang digunakan
dalam pengolahan (kg).
9. Hasil produksi adalah ubikayu yang telah diolah menjadi tela-tela (kg).
10. Tenaga kerja adalah jumlah dari semua tenaga kerja yang dilibatkan dalam
pengolahan tela-tela (jiwa).
11. Faktor konversi adalah perbandingan dari hasil produksi dengan bahan baku
yang digunakan dalam kegiatan produksi.
12. Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan tenaga kerja dan bahan baku
yang digunakan dalam proses produksi.
42
13. Harga produk rata-rata adalah perbandingan antara nilai penjualan (total
penjualan) dengan jumlah produk yang dijual (Rp/kg).
14. Upah rata-rata adalah perbandingan antara jumlah upah yang dibayarkan
kepada tenaga kerja dengan hari kerja (Rp/kg).
15. Harga bahan baku adalah harga pembelian ubikayu (Rp/kg).
16. Sumbangan input lain adalah perbandingan antara total biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian input lain dengan bahan baku yang digunakan
dalam produksi (Rp/kg).
17. Nilai produk adalah perkalian antara faktor konversi dengan harga produk
rata-rata (Rp/kg).
18. Harga adalah besarnya nilai tukar uang terhadap produksi pengolahan
ubikayu pada saat penelitian (Rp/kg).
19. Nilai tambah adalah kenaikan nilai ubikayu dari gelondongan yang diolah
lebih lanjut menjadi tela-tela (Rp/kg).
20. Rasio nilai tambah adalah nilai tambah dibagi nilai produksi (%).
21. Penerimaan adalah hasil dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan
dengan harga produk (Rp).
22. Harga pokok produksi adalah penjumlahan seluruh pengorbanan sumber
ekonomi yang digunakan untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang
diukur dengan rupiah (Rp).
23. Beban adalah biaya non produksi utama yang ditampilkan dalam laporan laba
rugi yang diukur dengan rupiah (Rp).
43
24. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan semua biaya yang
digunakan dalam pengolahan ubikayu menjadi tela-tela (Rp).
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Usaha Tela Steak
Usaha tela steak adalah usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yang
bertempat di Kelurahan Mandonga dan dikelolah oleh Bapak Sofian yang mulai
berdiri pada tahun 2009 samapai sekarang dan awalnya dia hanya ikut-ikutan
dengan temannya, namun setelah memiliki modal yang cukup dia mulai berusaha
sendiri, kemudian dia memiliki 2 (dua) orang tenaga kerja, dan sekarang sudah
beranggotakan 6 (Enam) orang tenaga kerja dengan luas tempat usaha 3 x 9 m
persegi panjang.
B. Identitas Pengolah Usaha Tela Steak
Identitas pengolah ubikayu menjadi tela-tela meliputi: umur, lama
pendidikan, pengalaman berusaha, dan tanggungan keluarga. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Identitas Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-tela Pada Usaha Tela Steak
di Kelurahan Mandonga
No Uraian Hasil
1 Umur Pengolah ( Tahun) 31
2 Lama Pendidikan (Tahun) 12
3 Jumlah Tanggungan Keluarga (Jiwa) 2
4 Jumlah Anggota Keluarga yang
Terlibat dalam Produksi (Orang) 1
5 Lama Mengusahakan (Tahun) 7
1. Umur Pengolah
Pada umumnya orang yang relatif lebih muda lebih dinamis dalam
bertindak, mempunyai kemampuan fisik yang kuat dan mempunyai keberanian
45
dalam mengambil suatu keputusan serta berani mengambil resiko terhadap
kegagalan dalam melaksanakan usaha didalam keluarganya. Sedangkan orang
yang berusia lebih tua mempunyai cara berusaha yang lebih matang dan
berpengalaman serta lebih berhati-hati dalam bertindak.
Pengelompokan umur dalam penelitian berdasarkan klasifikasi dari Badan
Pusat Statistik (2002) yakni penduduk usia kerja yaitu penduduk yang berumur
antara 10 – 64 tahun dan penduduk bukan usia kerja yaitu penduduk yang
berumur dibawah 10 tahun dan lebih dari 64 tahun. Hasil penelitian menunjukan
umur pengolah ubikayu menjadi tela-tela adalah 31 tahun. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa responden penelitian termasuk kategori penduduk usia kerja
dalam melakukan usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela dan tergolong
memiliki usia lebih dinamis dalam bertindak, mempunyai kemampuan fisik yang
kuat dan keberanian dalam mengambil suatu keputusan serta berani mengambil
resiko terhadap kegagalan dalam melakukan usaha.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan
seseorang lebih cenderung dinamis yang tercermin melalui cara kerja, pola pikir
dan mudah tidaknya dalam menerima informasi. Semakin tinggi pendidikan
formal responden, maka pengetahuan dan wawasannya semakin luas serta cara
berpikirnya akan semakin rasional. Dengan demikian akan mempercepat proses
adopsi inovasi dan informasi dalam upaya mengembangkan usaha yang
dikelolanya.
46
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolah memiliki tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan formal diharapkan dapat
mendukung dalam menyerap berbagai informasi tentang kegiatan yang terkait
dengan nilai tambah maupun bidang usaha.
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Menurut Tohir (1991) apabila terdapat tiga orang jumlah tanggungan
keluarga dikatakan keluarga kecil, empat sampai enam orang dikatakan keluarga
sedang dan keluarga besar lebih dari enam orang. Jumlah tanggungan keluarga
yang produktif tentunya akan menyediakan jumlah tenaga kerja keluarga yang
besar pula dalam berusaha sehingga akan berpengaruh pada pendapatan keluarga.
Tetapi jika jumlah anggota keluarga yang besar dan belum berusia produktif,
maka akan menjadi beban tanggungan keluarga dalam penyediaan pangan,
sandang kesehatan dan lain-lain.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah anggota keluarga responden
pengolah ubikayu menjadi tela-tela adalah 2 orang, keadaan tersebut
menggambarkan bahwa responden pengolah termasuk keluarga kecil. Dengan
jumlah anggota keluarga yang demikian, maka diharapkan sebagian anggota
keluarga sudah berada pada usia produktif, sehingga dapat menjadi sumber tenaga
kerja untuk membantu responden pengolah dalam mengelola usahanya.
Konsekuensi besarnya jumlah anggota keluarga yang demikian tentunya
berdampak pada alokasi pendapatan responden yang cukup besar untuk memenuhi
kebutuhan keluarga baik untuk konsumsi maupun untuk kepentingan lain seperti
pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya.
47
4. Pengalaman Berusaha Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-tela
Menurut Soehardjo dan Patong (1984), ada tiga kriteria pengalaman dalam
menjalankan suatu usaha, yaitu cukup berpengalaman 5 - 10 tahun,
berpengalaman lebih dari 10 tahun dan kurang dari 5 tahun kurang
berpengalaman. Semakin lama seorang pengolah aktif dalam kegiatan usaha maka
semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh, sehingga
pengolah tersebut lebih dapat mengatasi masalah secara logis dan rasional
dibandingkan pengolah yang belum atau kurang berpengalaman. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pengalaman pengolah dalam usahanya adalah 7 tahun (cukup
berpengalaman), hal ini menunjukkan bahwa responden pengolah sudah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang cukup baik terkait nilai tambah dan bidang
usaha.
C. Karakteristik Usaha
Karakteristik usaha meliputi: penyediaan bahan baku, proses pengolahan
ubikayu menjadi tela-tela, harga pokok produksi (biaya bahan penunjang, tenaga
kerja dan upah bagian tenaga kerja, biaya peralatan serta penyusutan), beban,
produksi, harga jual dan pemasaran produk.
1. Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tela-tela pada dasarnya
adalah sama pada tiap-tiap pembuatan tela-tela lainnya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa bahan-bahan yang digunkan dalam proses pengolahan
ubikayu menjadi tela-tela yaitu ubikayu sebagai bahan baku utama dan bumbu
48
jadi serta minyak goreng sebagai bahan penunjang. adapun pemakaiannya
sebagai berikut : misalkan dalam setiap satu kali proses produksi untuk 150 kg
ubikayu, bahan penunjang (bumbu jadi dan minyak goreng) yang dibutuhkan 5 kg
bumbu jadi dan 18 kg minyak goreng. Jumlah bahan tambahan atau penunjang ini
bisa disesuaikan menurut bahan baku yang digunakan.
2. Proses Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela
Proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela melalui beberapa tahapan
dengan tujuan untuk menghasilkan tela-tela yang lebih baik, adapun tahapan
proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yaitu :
a. Pengupasan
Ubikayu yang telah dibeli dikupas tetapi sebelumnya di potong terlebih
dahulu pada masing-masing ujungnya. Lalu pengupasan kulit ubukayu dilakukan
digarit dengan ujung pisau, kemudian kulit tersebut mulai dikelupas sampai
bersih.
b. Pencucian
Ubikayu yang telah dikupas kemudian dicuci dengan air sehingga bersih
dari seluruh kotoran. Kemudian dibilas lagi dengan air bersih sehingga kotoran
yang melekat pada ubikayu benar-benar bersih.
c. Pengukusan
Ubikayu yang telah dicuci bersih kemudian dikukus selama 20 menit, hal
ini bertujuan untuk memudahkan proses pemotongan ubikayu menjadi stik
memanjang dan membuat ubikayu terasa empuk serta tidak mudah hancur pada
saat proses penggorengan.
49
d. Pemotongan
Ubikayu yang telah dikukus selama 20 menit kemudian di potong-potong
menjadi stik memanjang atau bisa disebut tela-tela dengan ukuran 4-6 cm. hal ini
juga bertujuan agar pnampilan ubikayu terlihat lebih menarik.
e. Penggorengan
Ubikayu yang telah dipotong-potong atau tela-tela kemudian digoreng
menggunakan minyak goreng dengan api yang kecil. Penggorengan di lakukan
sampai potongan ubikayu berwarna kuning atau selama 5 menit.
f. Penirisan
Hasil penggorengan ubikayu atau tela-tela kemudian ditiriskn terlebih
dahulu untuk memisahkan sisa-sisa minyak yang masi ada. Penirisan dilakukan
tela-tela tidak bnyak mngandung minyak/basah.
g. Pemberian bumbu
Jika sudah ditiriskan, masukan tela-tela kedalam wadah tertutup dan taburi
dengan bumbu dengan rasa yang sesuai selera, kocok wadah tersebut agar bumbu
tercampur dengan rata.
h. Pengemasan
Tela-tela yang sudah tercampur dengan bumbu, kemudian dimasukan
kedalam kemasan kertas ukuran 15 cm x 10 cm dengan harga Rp 3.000
perbungkusnya dengan berat 1 ons. Sedangkan untuk harga perkilogramnya
dikenakan harga sebesar Rp 30.000.
Adapun tahapan proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yang
dilakukan oleh usaha tela steak dapat dilihat pada gambar 2 brikut ini.
50
Gambar 2. Tahapan Proses Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela
Gambar 2 memperlihatkan bahwa proses pengolahan ubikayu yang
dilakukan oleh Bapak Sofian tergolong sederhana, karena masih belum
menggunakan proses quality control dan penggudangan. Proses quality control
sangat penting untuk dilakukan agar mutu ubikayu tetap terjaga karena ubikayu
yang didistribusikan akan disortasi terlebih dahulu, dimana dari ubikayu tersebut
pasti ada salah satu yang mengalami kerusakan, pahit, dan lain-lain yang tidak
masuk standar bahan baku perusahaan. Proses penggudangan juga dilakukan agar
ubikayu terhindar dari matahari yang bisa mengakibatkan ubikayu menjadi layu.
3. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah semua biaya yang telah dikorbankan dalam
proses produksi atau kegiatan mengubah bahan baku menjadi produk selesai.
Perhitungan harga pokok produksi dapat digunakan untuk menentukan harga jual
yang akan diberikan kepada pelanggan sesuai dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi. Pertama kali yang dilakukan adalah
menjumlahkan biaya-biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja serta biaya overhead pabrik (biaya bahan penolong atau bahan
penunjang dan penyusutan) sehingga diperoleh biaya yang dibebankan pada
periode bersangkutan.
Pengupasan
Pencucian
Ubikayu
Penggorengan
Penirisan
Pemotongan
Pengukusan
Pemberian bumbu Pengemasan
51
1. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku adalah nilai dari seluruh input usaha yang dikeluarkan
dalam pengolahan ubikayu menjadi tela-tela. Menurut Riadi (2012) biaya bahan
baku (direct material cost) merupakan biaya bahan yang secara langsung
digunakan dalam produksi untuk mewujudkan suatu macam produk jadi yang siap
untuk dipasarkan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa biaya bahan baku yang
dikeluarkan oleh pengolah ubikayu menjadi tela-tela adalah sebesar Rp 2.000/kg.
dalam satu bulan bahan baku yang digunakan adalah 3.450 kg dengan rata-rata
150 kg/proses produksi. besarnya biaya bahan baku yang dikeluarkan tergantung
dari jumlah bahan baku yang digunakan. Sehingga biaya yang dikeluarkan oleh
pengolah untuk biaya bahan baku selama satu bulan adalah sebesar Rp 6.900.000
dengan rata-rata Rp 300.000/proses produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran 4.
2. Jumlah dan Upah Tenaga Kerja
Dalam penelitian ini usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada
usaha tela steak mempunyai tenaga kerja sebanyak 6 orang. Dari jumlah tersebut,
seluru tenaga kerja merupakan tenaga kerja pria. Para pekerja ini hampir setiap
hari melakukan proses produksi. Dalam satu bulan penelitian terdapat 23 hari
kerja aktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kisaran jam kerja dalam satu
bulan produksi adalah 124 jam dengan jumlah hari kerja (hk) sebanyak 84
hk/bulan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Hasil penelitian menunjukan bahwa upah kerja dihitung per kg produk
tela-tela yaitu sebesar Rp 1.500/kg untuk satu pekerja. Jadi, dalam satu bulan upah
52
kerja yaitu sebesar Rp 3.689.400/pekerja dengan rata-rata Rp 160.408,7/proses
produksi, sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh pemilik usaha
pengolahan ubikayu menjadi tela-tela untuk 6 pekerja adalah Rp 22.136.400/bulan
dengan rata-rata Rp 962.452,17/proses produksi, sedangkan upah rata-rata per hari
kerja yaitu Rp 241.957/hk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi yang tidak langsung terhadap
produk dan tidak masuk dalam biaya bahan baku maupun biaya tenaga kerja.
Contoh biaya overhead pabrik adalah biaya yang timbul dari pemakaian bahan
penolong atau penunjang, biaya peralatan serta penyusutan. Adapun biaya
overhead pabrik dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
a. Biaya bahan penolong atau penunjang
Bahan penunjang yang dimaksud adalah bahan-bahan di luar bahan baku
yang turut membentuk produk tela-tela. Biaya bahan penunjang yang digunakan
dalan proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak di
Kelurahan Mandonga dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Biaya Bahan Penunjang yang digunakan Selama Satu Bulan
No.
Bahan Penunjang
Jumlah
Satuan
Total Pengunaan
Per bahan baku
Harga
(Rp/Kg)
Jumlah
(Rp)
1 Bumbu jadi 5 Kg 23 55.000 6.325.000
2 Minyak goring 18 Kg 23 10.000 4.140.000
3 Gas Elpiji 9 Kg 23 6.000 1.242.000
4 Arang 6 Kg 23 2.500 345.000
5 Kertas bungkus 7 Kg 23 7.000 1.127.000
Jumlah Biaya Bahan Penunjang 13.179.000
Ket : * Bahan penunjang tersebut di atas digunakan untuk proses produksi dengan
menggunakan bahan baku ubikayu sebanyak 150kg
53
Tabel 5 menunjukan bahwa produksi tela-tela menggunakan bahan
penunjang berupa bumbu jadi, minyak goreng, gas elpiji, arang, dan kertas
bungkus. Berdasarkan hasil penelitian biaya yang dikeluarkan oleh pengolah
untuk biaya bahan penunjang dalam satu kali proses produksi 150 kg bahan baku
yaitu bumbu jadi yang digunakan sebanyak 5 kg adalah sebesar Rp 55.000/kg,
minyak goreng yang digunakan sebanyak 18 kg dengan harga Rp 10.000/kg, gas
elpiji yang digunakan sebanyak 9 kg dengan harga Rp 6.700/kg, arang yang
digunakan sebanyak 6 kg dengan harga Rp 2.500/kg, kertas bungkus yang
digunakan sebanyak 7 kg dengan harga Rp 7.000/kg.
Dalam satu bulan proses produksi, total penggunaan bahan penunjang per
bahan baku adalah sebanyak 23 kali yaitu 3.450 kg ubikayu, sehingga total biaya
bahan penunjang yang di keluarkan untuk bumbu jadi sebesar Rp 6.325.000,
minyak goreng sebesar Rp 4.140.000, gas elpiji sebesar Rp 1.242.000, arang
sebesar Rp 345.000 dan kertas bungkus sebesar Rp 1.127.000. Total keseluruhan
biaya bahan penunjang yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan ubikayu menjadi
tela-tela pada usaha tela steak di Kelurahan Mandonga adalah sebesar
Rp 13.179.000.
b. Biaya peralatan dan penyusutan
Perencanaan pengadaan peralatan dari bahan baku yang efektif dan efisien
dapat menjadikan kegiatan produksi berjalan lancar serta dapat meningkatkan
hasil dan keuntungan bagi usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela. Rincian
biaya penggunaan peralatan pada usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela
pada usaha tela steak di Kelurahan Mandonga dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
54
Tabel 6. Biaya Penggunaan Peralatan Selama Satu Bulan.
No Jenis Alat Jumlah
(Unit)
Harga
(Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
Umur
Ekonomis
(Thn)
Nila Sisa Penyusutan
(Rp/bulan)
1 Pisau 10 10.000 100.000 2 50.000 2.083
2 Baskom 3 25.000 75.000 2 45.000 1.250
3 Dandang 2 200.000 400.000 2 300.000 4.167
4 Wajan 6 45.000 270.000 2 180.000 3.750
5 Tungku 2 50.000 100.000 5 50.000 833
6 Kompor 6 400.000 2.400.000 5 1.800.000 10.000
7 Toples 54 5.000 270.000 2 162.000 4.500
8 Gerobak 6 1.000.000 6.000.000 5 4.800.000 20.000
Jumlah 9.615.000 7.387.000 46.600
Tabel 6 memperlihatkan bahwa total biaya peralatan yang dikeluarkan
oleh usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak di
Kelurahan Mandonga adalah Rp 9.615.000. Biaya peralatan yang terbesar untuk
pembelian gerobak, dengan harga Rp 1.000.000. dan biaya terendah yang
dikeluarkan untuk pembelian toples dengan harga Rp 5000. Secara keseluruhan
nilai penyusutan peralatan sebesar Rp 46.583 per bulannya.
Untuk jumlah harga pokok produksi dalam penelitian ini adalah jumlah
biaya bahan baku ditambah jumlah upah tenaga kerja dan ditambah jumlah biaya
overhead pabrik (biaya bahan pnunjang dan biaya peralatan serta penyusutan)
dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Usaha Tela Steak di Kelurahan
Mandonga
No Uraian Nilai (Rp)
1 Biaya bahan baku 6.900.000
2 Upah tenaga kerja 22.136.400
3 Biaya overhead pabrik :
- Biaya bahan penunjang 13.179.000
- Penyusutan 46.600
Jumlah 42.262.000
55
4. Beban
Beban dalam penelitian ini yaitu beban operasi yang menggambarkan
biaya yang ada kaitannya dengan transaksi penjualan tela-tela. Beban operasi
terbagi atas tiga yaitu beban penjualan yang meliputi : pemasaran, ongkos angkut,
iklan dan promosi. Beban administrasi yang meliputi : kompensasi untuk para
direktur, gaji pimpinan, ongkos perjalanan dan beban umum yang meliputi :
asuransi, pajak, sewa bangunan, penerangan dan air bersih.
Beban yang terdapat dalam penelitian ini hanyalah beban umum yang
mencakup sewa bangunan pemilik usaha, penerangan dan air bersih. Adapun
beban umum yang dikeluarkan dalam pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada
usaha tela steak di Kelurahan Mandonga yaitu : untuk sewa bangunan pemilik
usaha mengeluarkan biaya sebear Rp 600.000/bulan, sedangkan untuk biaya
penerangan dan air bersih pemilik usah mengeluarakan biaya Rp 100.000/bulan.
Jadi, total beban umum yang dikeluarkan dalam pengolahan ubikayu menjadi
tela-tela adalah sebesar Rp 700.000/bulan.
5. Produksi
Produksi adalah segala kegiatan yang ditujukan untuk menciptakan dan
menambahkan keragaman makanan atau barang dan jasa. Produksi merupakan
pendapatan kotor dalam bentuk fisik dari suatu proses produksi (Zulkifli, 2012).
Menurut Partidirejo (1985) produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan
atau menambah nilai guna suatu benda dan oleh segala kegiatan yang ditujukan
untuk memuaskan orang lain lewat pertukaran.
56
Produksi merupakn hasil akhir yang diperoleh dari proses pengolahan
ubikayu menjadi tela-tela yang dinyatakan dalam kilogram (kg). Hasil penelitian
menunjukan bahwa untuk memenuhi permintaan pelanggan, dalam satu bulan
pengolah melakukan pengolahan sebanyak 23 kali proses produksi dengan hasil
produksi yang berbeda-beda tiap satu kali produksi. Hal ini dipengaruhi oleh
kerusakan yang terdapat pada bahan baku. Adapun keadaan produksi pada
pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak di Kelurahan
Mandonga dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Hasil Produksi Tela-tela Selama Satu Bulan
Proses
Produksi
Bahan Baku yang digunakan (kg) Hasil Produksi
per Proses (kg)
1 2 3
1 150 104,5
2 150 105,5
3 150 100
4 150 105
5 150 105
6 150 109
7 150 108,1
8 150 113
9 150 107
10 150 106
11 150 110
12 150 107
13 150 102
14 150 102
15 150 102
16 150 99
17 150 110
18 150 121
19 150 114
20 150 113,5
21 150 112
22` 150 112
23 150 92
Jumlah 3.450 2.459,6
Rata-rata 150 106,94
57
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah tiap satu kali produksi
berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian, produksi dengan menggunakan bahan
baku yang sama memiliki hasil yang berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh
kualitas bahan baku yang digunakan. Dari jumlah bahan baku ubikayu yang
digunakan selama satu bulan yaitu 3.450 kg, setelah malalui proses proses
produksi jumlah bahan baku yang digunakn selama satu bulan berkurang menjadi
2.459,6 kg. Hal ini dikarenakan adanya bagian-bagian ubikayu yang tidak terpakai
dalam pengolahan ubikayu menjadi tela-tela.
6. Harga Jual dan Pemasaran Produk Tela-tela
Harga merupakan jumlah nilai yang ditukarkan oleh pedagang dengan
manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Dengan
demikian bagi seorang produsen harga merupakan faktor utama yang harus
diperhatikan, karena harga memegang peranan penting dalam menentukan besar
kecilnya keuntungan yang akan diperoleh. Hasil penelitian menunjukan bahwa
harga Produk tela-tela untuk 1 onsnya yaitu Rp 3.000/bungkus jika dihitung dalam
satuan kilogram harganya sebesar Rp 30.000/kg.
Pemasaran merupakan distribusi yang dilalui suatu produk dari produsen
sampai kepada konsumen akhir. Pemasaran yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah distribusi yang dilalui produk tela-tela dari pengolah sampai kepada
konsumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam setiap kali produksi,
produk tela-tela yang dihasilkan kemudian di distribusikan langsung kepada
konsumen dengan menggunakan gerobak ke berbagai Sekolah-sekolah dan
perumahan yang berada di Kota Kendari.
58
D. Penerimaan dan Keuntungan
Penerimaan merupakan hasil dari perkalian antara jumlah produksi tela-
tela yang dihasilkan dengan harga jual dengan satuan rupiah dalam proses
produksi. Dari rumus penerimaan tersebut, dapat ditentukan jumlah penerimaan
yang diperoleh dari penjualan produk tela-tela yaitu : 2.459,6 kg x Rp 30.000 =
Rp 73.788.000. Hasil tersebut akan dikurangkan dengan biaya-biaya yang
menyangkut proses pengolahan ubikayu menjadi tela-tela sehingga mendapatkan
keuntungan bersih. Dalam penelitian ini untuk menghitung keuntungan bersih,
digunakan rumus perhitungan rugi-laba selam satu bulan dapat dilihat pada Tabel
9 berikut ini.
Tabel 9. Keuntungan Usaha Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela pada Usaha
Tela Steak di Kelurahan Mandonga
Perhitungan Rugi-Laba untuk Bulan September 2015
Penerimaan Rp 73.788.000
Harga Pokok Produksi Rp 42.262.000 _
Marjin Kotor Rp 31.526.000
Beban Operasi :
Beban Penjualan Rp -------
Beban Umum Rp 700.000 +
Jumlah Beban Operasi Rp 700.000 _
Keuntungan Bersih dari Operasi Rp 30.828.000
Beban lainnya :
Beban Bunga Rp ------- _
Keuntungan Bersih sebelum Pajak Rp 30.828.000
Pajak Penghasilan Rp ------- _
Keuntungan Bersih setelah Pajak Rp 30.828.000
59
Tabel 9 menjelaskan bahwa harga pokok produksi merupakan komponen
biaya terbesar dalam pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yaitu sebesar
Rp 42.262.000 dari kseluruhan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan beban operasi
yang meliputi sewa bangunan, penerangan dan air bersih sebesar Rp 700.000 dan
untuk beban bunga serta pajak penghasilan tidak ada biaya yang dikenakan,
karena dari hasil penelitian pengelolah ubikayu menjadi tela-tela meyatakan
bahwa dalam usahanya tidak dikenakan biaya bunga atau pinjaman dan juga tidak
ada potongan pajak dari usahanya.
Hasil perhitungan pada Tabel 9 meperlihatkan bahwa untuk mendapatkan
keuntungan bersih, nilai pendapatan dari penjualan dikurang dengan harga pokok
produksi kemudian dikurang dengan beban oprasi serta dikurang dengan beban
bunga dan pajak penghasilan. Jadi, keuntungan bersih yang diperoleh dari
pengolahan ubikayu menjadi tela-tela pada usaha teala steak di Kelurahan
Mandonga adalah sebesar Rp 30.828.000/bulan.
E. Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa
yang dipakai oleh unit produksi dalam proses produksi sebagai biaya antara. Nilai
yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi
dalam proses produksi. Perhitungan nilai tambah pengolahan ubi kayu bertujuan
untuk mengetahui penambahan nilai dari proses pengolahan bahan baku menjadi
tela-tela. Nilai tambah dihitung dari selisih antara nilai output (penerimaan) dan
nilai input (biaya total) yang dikeluarkan dalam proses pengolahan. Seluruh
komponen analisis diukur dan dinyatakan dalam satuan satu kilogram (1 kg)
60
bahan baku. Hal ini dilakukan agar diketahui besarnya pertambahan nilai dari 1 kg
bahan baku yang dibentuk oleh kegiatan pengolahan. Gambaran mengenai
besarnya nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi tela-tela dapat dilihat pada
Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10. Hasil Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu Menjadi Tela-tela
Selama Satu Bulan Metode Hayami, et al (1987)
No.
Daftar output, input dan harga (satuan)
Hasil
1 Hasil Produksi tela-tela (Kg/bulan) 2.459,6
2 Bahan Baku (Kg/bulan) 3.450
3 Tenaga Kerja (hk/bulan) 84
4 Faktor Konversi (1) / (2) 0,712
5 Koefisien Tenaga Kerja (3) / (2) 0,024
6 Harga Produk Rata-Rata (Rp/kg) 30.000
7 Upah Rata-Rata (Rp/hk) 241.957
Keuntungan
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 2.000
9 Sumbangan Input Lain (Rp/kg) 3.862
10 Nilai Produk = (4) x (6) (Rp/kg) 21.360
11 a). Nilai Tambah (10) – (8) – (9) (Rp/kg) 15.498
b). Rasio Nilai Tambah (%) (11a) / (10) 72,56
12 a). Imbalan Tenaga Kerja (5) x (7) (Rp/kg) 5.807
b). Bagian Tenaga Kerja (%) (12a) / (11a) 37,46
13 a). Keuntungan (11a) – (12a) (Rp/kg) 9.691
b). Tingkat Keuntungan (%) (13a) / (11a) 62,53
Dari hasil penelitian ini terdapat bahan baku ubikayu sebanyak 3.450
kg/bulan sehingga menghasilkan produk tela-tela sebanyak 2.459,6 kg/bulan
dalam 23 kali produksi. Kisaran hari kerja berlangsung selama 4-6 hari kerja,
sehingga hari kerja yang dicurahkan oleh 6 orang tenaga adalah 84 hari kerja
sebulan.
Faktor konversi merupakan perbandingan antara hasil yang diperoleh
dengan banyak bahan baku yang digunakan dan bernilai 0,712. Artinya, untuk
setiap satu kg ubikayu yang diolah akan diperoleh 0,712 kg tela-tela. Koefisien
61
tenaga kerja diperoleh dari rasio antara jumlah hari kerja dengan bahan baku yang
diolah. Hasil perhitungan diperoleh koefisien tenaga kerja sebesar 0,024 yang
diartikan bahwa setiap tenaga kerja dalam 1 hari kerja mampu mengolah bahan
baku sebanyak 0,024 kg.
Harga rata-rata produk tela-tela dalam pemasarannya Rp 30.000/kg.
Harga rata-rata bahan baku sebesar Rp 2.000/kg. Sumbangan input lain atau bahan
penunjang bernilai Rp 3.862/kg bahan baku. Nilai produk merupakan perkalian
antara faktor konversi dengan harga produk sebesar Rp 21.360/kg bahan baku.
Nilai produk ini dipengaruhi oleh besarnya nilai faktor konversi.
Nilai tambah pengolahan ubikayu menjadi tela-tela sebesar Rp 15.498/kg
bahan baku. Angka ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan
baku dan sumbangan input lain. Besarnya nilai tambah produk yang diperoleh
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya biaya sumbangan input lainnya
selain biaya bahan baku. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk sebesar
72,56%. Artinya, untuk setiap Rp 100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah
Rp 72. Nilai tambah menunjukkan nilai yang besar. Hal ini disebabkan tingginya
nilai produk, sementara harga bahan baku dan sumbangan input lain tidak begitu
besar.
Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antara koefisien tenaga
kerja dengan upah rata-rata yang nilainya Rp 5.807/kg bahan baku. Sedangkan
bagian tenaga kerja adalah rasio antara ibalan tenaga kerja dengan nilai tambah
yang juga bernilai 37,46%. Keuntungan yang diperoleh dari proses pengolahan
ubikayu menjadi tela-tela sebesar Rp 9.691/kg bahan baku.
62
Berdasarkan hasil analisis, nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan
pengolahan ini mencapai 72,56% dan dapat menguntungkan bagi pengolah
ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak. Walaupun demikian kegiatan
pengolahan ini dinilai masih relatif kecil. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah tenaga
kerja pengolahan ubikayu menjadi tela-tela masih sangat sedikit.
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan dalam
penelitian ini:
1. Pengolah ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak di Kelurahan
Mandonga memperoleh keuntungan sebesar Rp 30.828.000per dua puluh tiga
kali proses produksi selama satu bulan.
2. Pengolah ubikayu menjadi tela-tela pada usaha tela steak di Kelurahan
Mandonga menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 15.498/kg bahan baku.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka saran yang dapat diajukan
adalah sebagai berikut :
1. Usaha pengolahan ubikayu menjadi tela-tela yang dilakukan pengolah perlu
terus dikembangkan dengan meningkatkna jumlah bahan baku yang diolah,
menambah jumlah tenaga kerja, pemberian label kemasan produk karena
terbukti usaha tersebut mampu menberikan keuntungan dan nilai tambah yang
tinggi serta perlu membuat PIRT untuk usaha tersebut.
2. Kepada pemerintah diharapkan agar selalu memperhatikan para pengusaha
kecil khususnya dalam hal permodalan sehingga usaha-usaha kecil yang sejenis
dapat terus berkembang, hal ini dikarenakan usaha ini mampu memberikan
keuntungan dan membuka lapangan pekerjaan bagi pengolah ubikayu menjadi
tela-tela maupun masyarakat
64
DAFTAR PUSTAKA
Alkim. 2012. Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Finansial Usaha Pengolahan
Rumput Laut pada Kelompok Tani Tunas Bahari di Kelurahan
Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari. Universitas Halu Oleo.
Kendari (skripsi tidak dipublikasikan).
Andriani. 2013. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu Menjadi Keripik
Ubikayu di Desa Langgomea Kecamatan Uepai Kabupaaten Konawe.
Universitas Halu Oleo. Kendari (skripsi tidak dipublikasikan).
Aristanto. 1996. Pemberdayaan Usaha Kecil. Science Journal No: 25 Desember
Universitas Merdeka. Malang.
Asmiati. 2012. Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ubikayu di Kecamatan
Batauga Kabupaten Boton. Universitas Haluoleo. Kendari (skripsi tidak
dipublikasikan).
Bagus, D. 2009. Laporan Keuangan Perusahaan Dagang . http://jurnal-
sdm.blogspot. com/2009/03/laporan-keuangan-perusahaan-
dagang.html.(diakses 2 Februari 2015)
Bambang, G, dan Kartasapoetra. 1992. Kalkulasi dan pengenalan biaya produksi.
Rineka Cipta. Jakarta.
BPS Kota Kendari, 2015. Kota Kendari Dalam Angka 2015. Statistik Sulawesi
Tenggara. Kendari.
BPS Kecamatan Mandonga. 2015. Kecamatan Mandonga Dalam Angka 2015.
Statistik Sulawesi Tenggara. Kendari.
BPS Kelurahan Mandonga. 2015. Kelurahan Mandonga Dalam Angka 2015.
Statistik Sulawesi Tenggara. Kendari.
Downey, W.D, dan Erickson, SP. 1988. Manajemen Agribisnis. Erlangga. Jakarta.
Elinda, S, dan Hamidi, W. 2008. Analisis Pendapatan Agroindustri Rengginang
Ubikayu. (Online). Volume 17. Nomor 2. http://download.portalgaruda.
org/article.php?article=31398&val=2268. (diakses 2 Februari 2015)
Gittinger, J. P. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. UI
Press. Jakarta
Hafsah, MJ. 2003. Bisnis Ubikayu Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
65
Hayami. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java. A
Perspective From a Sunda Village, CGPRT. Bogor.
Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hery. 2009. Teori Akuntansi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Ilchaidir. 2011. Analisis Nilai Tambah Produk Jambu Mete di Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara (Studi Kasus UD. Mubaraq Lombe Kota
Kendari. Universitas Halu Oleo. Kendari (skripsi tidak dipublikasikan).
Ishak, A, dkk. 2012. Analisisi Nilai Tambah, Keuntungan, dan Titik Impas
Pengolahan Hasil Renginang Ubikayu (renggining) Skala Rumah
Tangga. (Online).http://bengkulu.litbang.pertanian.go.id/ind/images/doku
men/publikasi/Makalah%20renggining.pdf. (diakses 2 Februari 2015)
Kiostips. 2013. Cara Membuat Camilan Tela-Tela. http://kiostips.blogspot.com/
2013/09/cara-membuat-camilan-tela-tela.html. (diakses 2 Februari 2015)
Lingga, P, dkk. 1986. Bertanam Umbi-Umbian. PT. Penebar Swadaya Jakarta.
Lipsey, G. R, Peter, O. P. dan Douglas, D.P. 1990. Pengantar Mikroekonomi I
jilit I. Diterjemahkan oleh Jaka, A. W dan Kirbrandoko. Erlamgga.
Jakarta.
Marimin, dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan
dalam Manajemen Rantai. IPB Press. Bogor.
Mulyadi. 1991. Akutansi Biaya. PT. Aditiya Media Yogyakarta. Yogyakarta.
Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya, Edisi Kelima, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Nurmedika, dkk. 2012. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Keripik Nangka
Pada Industri Rumah Tangga. (Online). http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/
index.php/ Agrotekbis/article/download/1911/1215. (diakses 2 Februari
2015)
Padangaran, AM. 2013. Analisis Kuantitatif (Pembiayaan Perusahaan Pertanian).
IPB Press. Bogor.
Polimeni, RS. 1988. Akuntansi Biaya (Konsep dan Aplikasi Untuk Pengambilan
Keputusan. Erlangga. Jakarta.
Prasasto, S. 2007. Aspek Produksi Keripik Singkong Dalam Analisis Nilai
Tambah Agroindustri Keripik Ubi. Universitas Malikulssaleh. Aceh
Utara.
66
Purba, R. 1986. Manajemen Manunggal Bagi Wiraswasta. Pustaka Dian.
Jakarta.
Rahardjo, P. 1986. Transformasi Pertanian, Industrialisasi dan Kesempatan
Kerja. UI Press. Jakarta.
Riadi, Muchlisin. 2012. Biaya Produksi. Kajian Pustaka. Jakarta
Riyan, Hidayat. 2009. Analisis Nilai Tambah Pisang Awak (Musa paradisiacal,
L) dan Distribusinya pada Perusahaan Na Raseuki dan Berkah di
Kabupaten Bireun, Pemerintah Aceh. Institut Pertanian Bogor.
Saediman, dkk. 2012. Profitability and Value Addition in Cassava Processing.
http://dx.doi.org/10.5539/jsd.v8n1p226. (diakses 8 Februari 2015)
Soeharjo A dan Patong D, 1984. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Universitas
Hassanuddin. Ujung Pandang.
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok-Pokok Bahasan
Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UT. Press. Jakarta.
Supriyono, R.A. 1999. Akuntansi Biaya. BPFE, Yogyakarta.
Todaro, M. P. 1994. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
Tohir, K.A, 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia. Rineka Cipta.
Jakarta
Web, Admin. 2014. Kapasitas Beban Bunga. http://keuanganlsm.com/kapasitas-
beban-bunga/. (diakses 8 Februari 2015)
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Identitas Responden Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-tela Pada
Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandong Tahun 2015
No Uraian Hasil
1 Nama Soyan Hadi
2 Umur 31 Tahun
3 Pendidikan Formal SMA
4 Jumlah Anggota Keluarga 3 Orang
5 Pengalaman Berusaha 7 Tahun
6 Berapa kali Produksi dalam Sebulan Dua Puluh Tiga Kali (23)
69
Lampiran 2. Jumlah Jam dan Hari Kerja Tenaga Kerja Pengolah Ubikayu Menjadi
Tela-tela Pada Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Tahun
2015
Hari Kerja = waktu kerja x tenaga kerja
8
Hari
kerja
Proses
produksi
(kali)
Waktu kerja
(jam)
Tenaga
kerja
Total waktu
Kerja (jam)
Hari kerja
(Hk)
1 2 3 4 5=3x4 6
1 1 6 6 36 4,5
2 1 6 6 36 4,5
3 1 4 6 24 3
4 1 5 6 30 3,75
5 1 5 6 30 3,75
6 1 6 6 36 4,5
7 1 6 6 36 4,5
8 1 6 6 36 4,5
9 1 5 6 30 3,75
10 1 5 6 30 3,75
11 1 6 6 36 4,5
12 1 5 6 30 3,75
13 1 4 6 24 3
14 1 6 6 36 4,5
15 1 5 6 30 3,75
16 1 4 6 24 3
17 1 6 6 36 4,5
18 1 6 6 36 4,5
19 1 6 6 36 4,5
20 1 6 6 36 4,5
21 1 6 6 36 4,5
22 1 6 6 36 4,5
23 1 4 6 24 3
Jumlah 23 124 138 744 84
70
Lampiran 3. Jumlah Upah Pengolah Ubikayu Menjadi Tela-tela Pada Usaha Tela
Steak di Kelurahan Mandonga Tahun 2015
No
Produksi
Hasil
Produksi
Per Proses
(kg)
Upah/kg
(Rp/Org)
Jumlah
Upah per
Pekerja
(Rp/TK)
Tenaga
Kerja
Total
Upah
Pekerja
Hari
Kerja
(hk)
Upah
rata-rata
(Rp/hk)
1 2 3 4 = 2 x 3 5 6 = 4 x 5 7 8 = 6 : 7
1 104,5 1500 156.750 6 940.500 4,5 209.000
2 105,5 1500 158.250 6 949.500 4,5 211.000
3 100 1500 150.000 6 900.000 3 300.000
4 105 1500 157.500 6 945.000 3,75 252.000
5 105 1500 157.500 6 945.000 3,75 252.000
6 109 1500 163.500 6 981.000 4,5 218.000
7 108,1 1500 162.150 6 972.900 4,5 216.200
8 113 1500 169.500 6 1.017.000 4,5 226.000
9 107 1500 160.500 6 963.000 3,75 256.800
10 106 1500 159.000 6 954.000 3,75 254.400
11 110 1500 165.000 6 990.000 4,5 220.000
12 107 1500 160.500 6 963.000 3,75 256.800
13 102 1500 153.000 6 918.000 3 306.000
14 102 1500 153.000 6 918.000 4,5 204.000
15 102 1500 153.000 6 918.000 3,75 244.800
16 99 1500 148.500 6 891.000 3 297.000
17 110 1500 165.000 6 990.000 4,5 220.000
18 121 1500 181.500 6 1.089.000 4,5 242.000
19 114 1500 171.000 6 1.026.000 4,5 228.000
20 113,5 1500 170.250 6 1.021.500 4,5 227.000
21 112 1500 168.000 6 1.008.000 4,5 224.000
22 112 1500 168.000 6 1.008.000 4,5 224.000
23 92 1500 138.000 6 828.000 3 276.000
Jumlah 2.459,6 34.500 3.689.400 138 22.136.400 84 5.565.000
Rata- rata 106,94 1.500 160.408,7 6 962.452,17 3,65 241.957
71
Lampiran 4. Biaya Bahan Baku yang dikeluarkan Pengolah Ubikayu menjadi
Tela-tela pada Industri Rumahtangga di Kelurahan Mandonga Tahun
2015
No Produksi Bahan Baku
yang digunakan
(kg)
Harga
Bahan Baku
per kg (Rp)
Jumlah Biaya Bahan Baku
yang digunakan
(Rp/proses produksi)
1 2 3 4
1 150 2.000 300.000
2 150 2.000 300.000 3 150 2.000 300.000
4 150 2.000 300.000
5 150 2.000 300.000
6 150 2.000 300.000
7 150 2.000 300.000
8 150 2.000 300.000
9 150 2.000 300.000
10 150 2.000 300.000
11 150 2.000 300.000
12 150 2.000 300.000
13 150 2.000 300.000
14 150 2.000 300.000
15 150 2.000 300.000
16 150 2.000 300.000
17 150 2.000 300.000
18 150 2.000 300.000
19 150 2.000 300.000
20 150 2.000 300.000
21 150 2.000 300.000
22 150 2.000 300.000
23 150 2.000 300.000
Jumlah 3.450 46.000 6.900.000
Rata-rata 150 2.000 300.000
72
Lampiran 5. Hasil Produksi dan Harga Jual serta Pendapatan Pengolahan Ubikayu
Menjadi Tela-tela Selama Satu Bulan Pada Industri Rumahtangga di
Kelurahan Mandonga Tahun 2015
Proses
Produksi
Bahan Baku
yang
digunakan
(kg)
Hasil
Produksi
per Proses
(kg)
Haraga Jual
(Rp/kg)
Jumlah
(3 x 4)
(Rp)
1 2 3 4 5
1 150 104,5 30.000 3.135.000 2 150 105,5 30.000 3.165.000
3 150 100 30.000 3.000.000
4 150 105 30.000 3.150.000
5 150 105 30.000 3.150.000
6 150 109 30.000 3.270.000
7 150 108,1 30.000 3.243.000
8 150 113 30.000 3.390.000
9 150 107 30.000 3.210.000
10 150 106 30.000 3.180.000
11 150 110 30.000 3.300.000
12 150 107 30.000 3.210.000
13 150 102 30.000 3.060.000
14 150 102 30.000 3.060.000
15 150 102 30.000 3.060.000
16 150 99 30.000 2.970.000
17 150 110 30.000 3.300.000
18 150 121 30.000 3.630.000
19 150 114 30.000 3.420.000
20 150 113,5 30.000 3.405.000
21 150 112 30.000 3.360.000
22 150 112 30.000 3.360.000
23 150 92 30.000 2.760.000
Jumlah 3.450 2.459,6 690.000 73.788.000
Rata-rata 150 106,94 30.0000 3.208.174
73
Lampiran 6. Biaya Bahan Penunjang yang digunakan Selama Satu Bulan pada
Usaha Tela Steak di Kelurahan Mandonga Tahun 2015
No.
Bahan Penunjang
Jumlah
Satuan
Total
Pengunaan
Per bahan
baku
Harga
(Rp/Kg)
Jumlah
(Rp)
1 Bumbu jadi 5 Kg 23 55.000 6.325.000
2 Minyak goring 18 Kg 23 10.000 4.140.000
3 Gas Elpiji 9 Kg 23 6.000 1.242.000
4 Arang 6 Kg 23 2.500 345.000
5 Kertas bungkus 7 Kg 23 7.000 1.127.000
Jumlah Biaya Bahan Penunjang 13.179.000
Ket : * Bahan penunjang tersebut di atas digunakan untuk proses produksi dengan
menggunakan bahan baku ubikayu sebanyak 150kg
74
Lampiran 7. Biaya Penyusutan dan Penggunaan Peralatan yang dikeluarkan
Pengolah Ubikayu menjadi Tela-tela pada Usaha Tela Steak di
Kelurahan Mandonga Tahun 2015.
No Jenis
Alat
Jumlah
(Unit)
Harga
(Rp)
Jumlah
Biaya (Rp)
Umur
Ekonomis
(Thn)
Nila Sisa Penyusutan
(Rp/Tahun)
Penyusutan
(Rp/Bulan)
1 Pisau 10 10.000 100.000 2 50.000 25.000
2.083
2 Baskom 3 25.000 75.000 2 45.000 15.000
1.250
3 Dandang 2 200.000 400.000 2 300.000 50.000
4.167
4 Wajan 6 45.000 270.000 2 180.000 45.000
3.750
5 Tungku 2 50.000 100.000 5 50.000 10.000
833
6 Kompor 6 400.000 2.400.000 5 1.800.000 120.000
10.000
7 Toples 54 5.000 270.000 2 162.000 54.000
4.500
8 Gerobak 6 1.000.000 6.000.000 5 4.800.000 240.000
20.000
Jumlah 9.615.000 7.387.000 559.000
46.600
Metode Garis Lurus :
Nilai Penyusutan = Harga Awal Peralatan – Nilai Sisa
Umur Ekonomis (Tahun)