Upload
lyhuong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE
KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR
SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS
Oleh
Indriati Wahyuningrum
F24051936
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE
KERING JAGUNG SUBSTITUSI DAN PENDUGAAN UMUR
SIMPANNYA DENGAN METODE AKSELERASI-MODEL ARRHENIUS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Indriati Wahyuningrum
F24051936
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan
Metode Akselerasi-Model Arrhenius Consumer Preference Analyse and Shelf Life Prediction of Dried Substitute Corn
Noodle with Accelerated Method-Arrhenius Model
Feri Kusnandar1), Dede R. Adawiyah1) dan Indriati Wahyuningrum2)
1) Lecturer of Food Science and Technology, IPB 2) Student of Food Science and Technology, IPB
Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodles. The use of corns as a main ingredient hopefully can reduce high consume of rice as a main staple of Indonesian people. This researh was objected to evaluate the consumer acceptibility, and to find the shelf life of this product by accelerated method, with Arrhenius model. Consumer preference tests showed that the degree liking of this product was high enough. It’s about 43 % of respondents who answer “like” substitute corn noodle product which is present in meatball product. Most of them (90%) agree if substitute corn noodle was processed into meatball product. And 81% of them agree too if this product become an alternative commercial noodle. Meanwhile, shelf life prediction in this research was conducted in the following steps (1) to develope a trained panelist, (2) to determine a critical attribute on dried corn noodle, (3) to calculate kinetic of decreasing a critical attribute and (4) to predict the shelf life-time of this product. Substitute corn noodle stored in three extreme condition temperature (37, 45 and 50 oC). Then, evaluated by panelist and also by an objective analyse (cooking loss, TBA analyse and colour-Hunter) every 7 days in 5 weeks. Constanta-decline value in lightness, off odor and taste attribute respectively are 0.0681 /day; 0.0358/day; and 0.0162/day. So, these research can predict the shelf life-time of products in temperature 28 oC respectively are 74.92 days (2.46 month); 137.00 days (4.57 month); and 346.14 days (11.54 month). Shelf life-time prediction in this research use an off odor attribute as a critical attribute which is sensitive enough with change of temperature. Therefore, shelf life-time prediction of substitute corn noodle is about 4.57 month in temperature condition 28 oC. Keywords: corn noodle, shelf life, Arrhenius, consumer preference
Indriati Wahyuningrum. F24051936. Analisis Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Metode Akselerasi-Model Arrhenius. Dibawah bimbingan: Feri Kusnandar dan Dede R. Adawiyah.
RINGKASAN
Mie kering berbasis jagung merupakan salah satu program diversifikasi pangan yang telah dikembangkan sejak lama. Penggunaan bahan baku jagung dalam ingredien sebagai substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia pada beras dan tepung terigu. Berbagai penelitian mie jagung telah banyak dilakukan hingga menghasilkan karakteristik mutu terbaik. Informasi lain yang belum diketahui adalah mengenai data preferensi konsumen terhadap mie jagung serta data masa simpan produk sebelum sampai di tangan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering jagung substitusi serta untuk menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model Arrhenius. Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahap pendahuluan meliputi proses pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan mie kering jagung substitusi serta karakterisasinya. Karakterisasi dilakukan dengan menganalisis kualitas masak (cooking loss), tekstur dan warna mie. Ketiganya merupakan parameter mutu obyektif mie yang terpenting. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung substitusi sebesar 4.41 %, nilai kekerasan, kelengketan dan elastititas mie menggunakan Texture Analyzer TA-XT2 berturut-turut sebesar 3135.18 gf, 188.55 gf dan 0.7343 serta nilai warna meliputi nilai L, a dan b masing-masing sebesar 48.04, 0.69 dan 20.56. Tahap penelitian mengenai tingkat preferensi konsumen terhadap produk mie jagung substitusi dilakukan kepada 100 orang responden lingkar kampus IPB. Hasil pengumpulan data menunjukkan bahwa 43 % responden menyatakan “suka” terhadap produk mie jagung substitusi yang disajikan dalam produk mie bakso. Sebagian besar responden (90 %) “setuju” jika mie jagung ini diolah menjadi produk mie bakso, dan sebanyak 81 % responden diantaranya menyatakan “setuju” pula apabila mie jagung substitusi dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu. Adapun, alternatif produk pangan olahan lainnya dapat pula diterapkan dengan menggunakan mie jagung substitusi ini. Produk olahan yang dipilih oleh responden diantaranya mie goreng (43.55 %); soto mie (33.87 %); toge goreng (14.52 %); dan lainnya seperti spaghetti dan ifu mie (8.06 %). Tahap penelitian berikutnya adalah pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi, model Arrhenius. Rangkaian penelitian pada tahapan ini meliputi pembentukan panelis terlatih, penetapan parameter kritis mie jagung substitusi, percobaan penyimpanan mie pada kondisi suhu ekstrim, penghitungan kinetika penurunan mutu parameter kritis dan penentuan umur simpan pada suhu yang diinginkan. Panelis terlatih sebanyak 9
orang pada penelitian ini berguna dalam pengevaluasian kualitas mie jagung substitusi selama penyimpanan secara subyektif. Panelis ini didapatkan melalui proses seleksi dan pelatihan panelis secara periodik. Penetapan parameter kritis yang menyebabkan produk tidak dapat diterima secara organoleptik dilakukan bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD). Parameter-parameter kritis yang selanjutnya akan dianalisis selama penyimpanan ini diantaranya parameter sensori (warna, kecerahan, tekstur/kerapuhan, off odor, off flavor); parameter fisik (KPAP, warna-Hunter); dan parameter kimia (bilangan TBA). Percobaan penyimpanan produk dilakukan pada 3 kondisi suhu ekstrim (37, 45 dan 50 oC), dengan waktu sampling setiap 7 hari selama 5 minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kinetika penurunan parameter mutu yang signifikan terhadap suhu adalah parameter sensori. Diantara parameter sensori tersebut, parameter mutu yang memiliki tren nilai konstanta penurunan mutu (k) meningkat terhadap kenaikan suhu adalah parameter kecerahan, off odor dan off flavor. Orde reaksi yang sesuai digunakan dalam penurunan mutu ini adalah orde reaksi nol. Nilai konstanta/laju penurunan mutu pada parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah 0.0681 /hari; 0.0358/hari; dan 0.0162/hari. Dengan demikian, dapat ditentukan umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC masing-masing sebesar 74.92 hari (2.46 bulan); 137.00 hari (4.57 bulan); dan 346.14 hari (11.54 bulan). Penetapan umur simpan berdasarkan parameter tertentu selanjutnya dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas reaksi penurunan mutu terhadap perubahan suhu, yaitu salah satunya ditandai dengan nilai energi aktivasi yang cenderung kecil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai energi aktivasi untuk parameter kecerahan, off odor dan off flavor berturut-turut adalah 2534.14 kJ/mol; 7818.88 kJ/mol; dan 14211.82 kJ/mol. Parameter kecerahan memberikan nilai energi aktivasi yang rendah. Akan tetapi, diperkirakan parameter ini tidak memberikan prediksi umur simpan yang baik karena umur simpan yang didapatkan hanya berkisar 2 bulan. Padahal, pengamatan empiris pada jangka waktu itu masih menunjukkan kualitas mie yang baik. Oleh karena itu, parameter penduga umur simpan mie jagung substitusi yang dipilih adalah parameter off odor, yaitu memberikan informasi masa simpan produk selam 4.57 bulan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Indriati Wahyuningrum, dilahirkan pada
tanggal 28 Oktober 1987 di Jakarta dan merupakan putri
keempat dari pasangan Wahyu Djatmiko dan Sundari.
Penulis menempuh pendidikan di TK Assakinah (1992-
1993), pendidikan dasar di SDN 05 Menteng Dalam
Jakarta (1993-1999), pendidikan menengah pertama di
SLTPN 7 Bogor (1999-2002), dan pendidikan menengah atas di SMUN 3 Bogor
(2002-2005).
Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Insitut
Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI. Selama menempuh
pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BEM Fateta (2006-2007),
pengurus FBI Fateta (2006-2007), dan anggota HIMITEPA (2006-2009). Seminar
dan Training HACCP V 2007 serta Indonesian Food Expo (IFOODEX) 2007
merupakan salah satu kegiatan yang pernah diikuti penulis dalam kegiatan
kepanitiaan. Seminar dan training yang penah penulis ikuti antara lain Seminar
“Menuju Ketahanan Pangan yang Kokoh” oleh SEAFAST CENTER-IPB tahun
2008, Training Sistem Manajemen Halal tahun 2008, Training Auditor HACCP
oleh Mbrio tahun 2008 serta training ISO 9001 dan ISO 22000 pada tahun 2008.
Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM) pada tahun 2008 dan 2009 serta memperoleh Hibah DIKTI
dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2007 dan 2009. Penulis
juga pernah menjadi asisten pelatih proses pembuatan mie jagung batch I, batch II
dan untuk UKM serta pernah menjadi koordinator proses produksi rutin mie
jagung pada tahun 2009.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian
dengan Judul “Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Produk Mie Kering
Jagung Substitusi Dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Metode Akselerasi-
Model Arrhenius” di bawah bimbingan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc dan Dr. Ir.
Dede R. Adawiyah, M.Si.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, tak henti penulis panjatkan hanya ke hadirat
Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Preferensi Konsumen terhadap
Produk Mie Kering Jagung Substitusi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan
Metode Akselerasi-Arrhenius”. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan
pula kepada junjungan Nabi Besar, Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis
baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis,
terutama kepada :
1. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu sabar dan tak pernah mengenal lelah
dalam mendidik penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang, motivasi dan
curahan doa tanpa henti untuk penulis. Untuk saudara-saudara tersayang; Mas
Andri, Mbak Wied dan Mas Indra terima kasih atas kasih sayang, dukungan,
dan kehangatan keluarga yang indah ini.
2. Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc sebagai dosen pembimbing, atas kesabaran,
nasihat, motivasi serta segala pelajaran hidup yang telah diberikan kepada
penulis selama 3 tahun ini.
3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan masukan-masukan berguna hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Sc selaku dosen penguji, atas kesediaan serta
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini.
5. Seluruh Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah
memberikan bekal ilmu bermanfaat yang mendukung kemajuan penulis, serta
laboran-laboran ITP dan Seafast Center (Pak Wahid, Bu Rub, Pak Rojak dan
Pak Jun) yang banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian.
6. Irfan Rianto, atas kasih sayang, doa dan kobaran semangat tak kunjung
padam kepada penulis di penghujung jalan skripsi ini. Terima kasih atas
pelangi yang indah di malam hari.
ii
7. Teman-teman seperjuangan dan se-bimbingan, Isna, Juju dan Ka Gema, atas
kebersamaan, kekompakan, dukungan dan kerja sama yang indah.
8. Teman-teman terbaik, terutama Tuti, Neng Riska, Rika, Iwan, Midun, Arya,
Galih, Fahmi, Ari, Dewi, Wiwiw, Fera, Reni, Kamlit dan seluruh keluarga
besar ITP 42, atas kontribusi chapter yang indah dalam hidupku. Semoga
kekeluargaan kita akan tetap terjaga meski tak selalu bersama.
9. Teman-teman sekaligus “keluarga” WBA, Hesti, Ema, Kochan, Gita, Wastu,
Ida, Nisa dan adik-adik angkatan tersayang, yang selalu setia ada baik dalam
suka maupun duka. Terima kasih atas keceriaan, keunikan dan kebersamaan
yang manis selama 3 tahun ini.
10. Para Panelisku, Tsani, Safie, Victor, Sandra, Angga, Weje, Wahyu, Dilla,
Fitri, Stella, dan Bintang atas bantuan dan kerjasama yang baik.
11. Teman-teman tim produksi mie jagung, atas kebersamaan dan kerjasama
yang indah. Semoga organisasi dan produktivitas kita ke depan semakin baik
lagi.
12. Kepada pihak-pihak lain yang belum disebutkan, penulis mengucapkan
terima kasih, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah
kalian berikan.
Seperti kata pepatah Tiada Gading yang Tak Retak, penulis menyadari
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
C. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
A. Jagung .................................................................................................. 4
1. Jenis Jagung ................................................................................... 4
2. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung .............................................. 6
3. Komposisi Kimia Biji Jagung ........................................................ 7
4. Tepung Jagung ............................................................................... 8
B. Mie Kering Jagung .............................................................................. 10
C. Preferensi Konsumen ........................................................................... 14
D. Kinetika Reaksi Kimia dan Prinsip Pendugaan Umur Simpan
Metode Akselerasi (Model Arrhenius). ............................................... 15
1. Kinetika Reaksi Kimia ................................................................... 15
a. Reaksi Kimia Ordo Nol ............................................................ 16
b. Reaksi Kimia Ordo Satu .......................................................... 16
2. Prinsip Pendugaan Umur Simpan .................................................. 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 20
A. Bahan .................................................................................................. 20
B. Alat ..................................................................................................... 20
C. Metode Penelitian ................................................................................ 20
1. Penelitian Pendahuluan ................................................................. 20
a. Pembuatan Tepung Jagung ...................................................... 21
b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi ............................... 22
iv
c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi ............................ 22
2. Analisis Preferensi Konsumen ....................................................... 22
a. Pengambilan Contoh (Simple Random Sample). ...................... 23
b. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei .................. 23
3. Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model
Arrhenius ...................................................................................... 24
a. Pembentukan Panelis Terlatih .................................................. 24
b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering 24
c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim ...... 24
d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis ...... 25
e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan ............ 26
D. Metode Analisis .................................................................................. 27
1. Analisis Fisik ................................................................................ 27
a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) ....... 27
b. Analisis Profil Tekstur ............................................................. 28
c. Analisis Warna-Hunter ............................................................ 28
2. Analisis Kimia .............................................................................. 29
Analisis Bilangan TBA ................................................................. 29
3. Analisis Sensori ............................................................................ 30
a. Seleksi Panelis .......................................................................... 30
b. Pelatihan Panelis Terlatih ......................................................... 32
c. Diskusi Fokus Grup ................................................................. 33
d. Uji Skoring/Rating ................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 34
A. Penelitian Pendahuluan ....................................................................... 34
1. Pembuatan Tepung Jagung ........................................................... 34
2. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi .................................... 35
3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi ............................................. 38
a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) ..................... 38
b. Profil Tekstur-TA ..................................................................... 39
c. Warna-Hunter ........................................................................... 40
v
B. Preferensi Konsumen terhadap Produk Mie Kering Jagung
Substitusi. ............................................................................................ 41
1. Profil Responden .......................................................................... 42
2. Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie. .............................. 43
3. Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung
Substitusi.dalam Produk Mie Bakso .............................................. 45
4. Analisis Kesesuaian Mie Kering Jagung Substitusi pada Produk
Olahan Mie Bakso ......................................................................... 47
C. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Jagung Substitusi. ...... 49
1. Panelis Terlatih ............................................................................. 49
a. Seleksi Panelis .......................................................................... 49
b. Pelatihan Panelis ...................................................................... 49
c. Focuss Group Discussion (FGD) ............................................. 51
2. Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie
Kering ........................................................................................... 52
a. Penetapan Parameter Mutu Kritis ............................................ 52
b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis .......................................... 53
3. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim .......... 54
4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis ................................. 54
a. Atribut warna ........................................................................... 54
b. Atribut Kecerahan ................................................................... 56
c. Atribut Kerapuhan .................................................................... 57
d. Atribut Aroma Tengik ............................................................... 58
e. Atribut Rasa ............................................................................. 60
f. Bilangan TBA .......................................................................... 61
g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) ..................... 62
h. Warna-Hunter ........................................................................... 63
5. Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan ................ 64
a. Parameter Kecerahan ................................................................ 66
b. Parameter Aroma Tengik ......................................................... 66
c. Parameter Rasa .......................................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 71
vi
A. Kesimpulan .......................................................................................... 71
B. Saran .................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 73
LAMPIRAN ............................................................................................................... 78
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung ................................................................. 7
2. Komposisi Kimia Biji Jagung ............................................................................ 8
3. Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung ............................................... 8
4. Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung
Jagung Kuning secara Umum ............................................................................ 9
5. Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2974-1996 ...................................... 11
6. Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g ......................................... 13
7. Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar .................................................. 30
8. Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas .................................................... 31
9. Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan Mie Jagung
Substitusi Simulasi Rusak ................................................................................... 51
10. Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter .......................... 54
11. Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter
Organoleptik ....................................................................................................... 65
12. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Kecerahan .............. 66
13. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Aroma .................. 67
14. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa........................ 67
15. Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan Menggunakan Berbagai
Parameter Mutu ................................................................................................... 68
16. Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter ..................... 69
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya (dari Kiri ke Kanan: dent,
flint, pop, flour, sweet dan pod) .......................................................................... ..5
2. Struktur Biji Jagung ............................................................................................ ..6
3. Proses Pembuatan Tepung Jagung ...................................................................... 21
4. Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting ................................................ 22
5. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi ................................... 27
6. Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 Mesh ......................................................... 35
7. (a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso ............................. 41
(b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso Kabayan ............. 41
8. Profil Responden Konsumen Mie Jagung Substitusi dalam Produk Mie
Bakso ................................................................................................................... 42
9. Data Frekuensi Konsumsi Mie ............................................................................ 43
10. Faktor Penentu Responden dalam Mengkonsumsi Mie ...................................... 44
11. Atribut Mutu Mie yang Paling Penting bagi Responden .................................... 45
12. Pengetahuan Responden terhadap Mie Jagung ................................................... 46
13. Tingkat Kesukaan Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi pada
Produk Mie Bakso ............................................................................................... 47
14. Diagram Tingkat Kesesuaian Mie Jagung Substitusi pada Produk Olahan Mie
Bakso ................................................................................................................. 47
15. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung sebagai Alternatif Mie Terigu Komersial ...... 48
16. Tingkat Kesesuaian Mie Jagung pada Produk Olahan Lain ............................... 48
17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan ....................................... 55
18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan ................................ 56
19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan................................ 57
20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan.......................... 59
21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan ......................................... 60
22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan ...................................... 62
23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan ........................................ 63
24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama Penyimpanan .......................... 64
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen .......................................... 78
2. Format Kuesioner Seleksi Panelis ................................................................... 81
3. Format Kuesioner Uji Rating .......................................................................... 83
4. Performa Calon Panelis Terlatih Pada Rangkaian Proses Seleksi .................. 85
5. Rekapitulasi Konsep Pelatihan Panelis Mie Kering Jagung Substitusi .......... 86
6. Tabulasi Data Uji Umur Simpan ..................................................................... 87
7. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Warna .................................................. 95
8. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Warna .. 96
9. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kecerahan ............................................ 97
10. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kecerahan
....................................................................................................................... 98
11. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kerapuhan ............................................ 99
12. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kerapuhan
....................................................................................................................... 100
13. Grafik Plot Ordo Nol dan Satu pada Parameter Aroma Tengik ...................... 101
14. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Aroma
Tengik ............................................................................................................. 102
15. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Rasa ..................................................... 103
16. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Rasa ..... 104
17. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Warna ................ 105
18. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kecerahan ......... 106
19. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kerapuhan ......... 107
20. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Aroma Tengik ... 108
21. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Rasa ................... 109
22. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter TBA ............................... 110
23. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter KPAP ............................. 111
24. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai L) . 112
25. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai a) .. 113
26. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter (Nilai b) .. 114
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengembangan mie kering berbasis jagung merupakan salah satu “entry
point” dalam program diversifikasi pangan. Penggunaan bahan baku jagung
dalam ingredien substitusi maupun seluruhnya diharapkan mampu memberi
kontribusi pada masalah terlalu tingginya ketergantungan bangsa Indonesia
pada beras dan tepung terigu.
Survey yang dilakukan oleh Juniawati (2003) menunjukkan bahwa
jagung adalah bahan pangan non-beras yang paling disukai oleh konsumen.
Sementara mie adalah produk pangan olahan non-beras yang paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan produk pangan non-beras lainnya.
Hal ini menunjukkan potensi mie berbasis jagung sangat potensial untuk
dikembangkan di masyarakat.
Penelitian mengenai pengembangan mie jagung substitusi telah
dilakukan. Informasi yang belum diketahui adalah data preferensi konsumen
terhadap mie jagung, khususnya produk mie kering jagung substitusi.
Informasi ini diperlukan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan produk
mie jagung oleh konsumen.
Informasi lain yang belum diketahui adalah berapa lama umur simpan
mie jagung substitusi dan faktor kritis apa yang paling menentukan
kerusakannya sehingga menjadi penentu umur simpannya. Umur simpan mie
jagung perlu ditetapkan agar masyarakat/konsumen mengetahui ketahanan mie
jagung selama penyimpanan. Informasi tentang umur simpan ini merupakan
hak konsumen seperti yang diatur dalam PP No 69 tahun 1999 tentang label
pangan pada Bab II pasal 2 dan 3, yaitu setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan,
dimana keterangan dalam label ini wajib mencantumkan masa kadaluarsa
produk. Oleh karena itu, masa kadaluarsa sebagai indikator keamanan produk
menjadi persyaratan paling utama dalam industri atau usaha kecil menengah
untuk ditetapkan.
2
Pendugaan umur simpan produk mie kering dapat dilakukan dengan
mengevaluasi perubahan mutunya selama penyimpanan. Syarief dan Halid
(1993) menyatakan bahwa perubahan mutu pangan terutama dapat diketahui
dari adanya perubahan faktor/parameter mutu produk. Metode konvensional
yang dilakukan dengan menyimpan produk hingga rusak memerlukan waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu, dikembangkan metode pendugaan umur
simpan produk pangan yaitu metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT).
Metode ASLT dapat memperpendek waktu penentuan umur simpan, yaitu
dengan cara mempercepat terjadinya reaksi penurunan mutu produk pada suatu
kondisi penyimpanan yang ekstrim. Salah satu metode ASLT adalah model
Arrhenius. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur
simpan produk pangan yang kerusakannya banyak dipengaruhi oleh perubahan
suhu, yaitu dengan memicu terjadinya reaksi-reaksi kimia yang berkontribusi
pada kerusakan produk (Kusnandar, 2006).
Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan
kerusakan akibat perubahan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak) menjadi
tengik. Adanya proses oksidasi lemak akibat tingginya kandungan lemak pada
mie kering berbasis tepung jagung ini dapat dipicu oleh kenaikan suhu dan
paparan sinar matahari selama penyimpanan atau suhu udara pada saat
distribusi dan transportasi. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan produk
mie kering substitusi jagung yang berpotensi mengalami oksidasi asam lemak
dilakukan dengan metode akselerasi dengan pendekatan model Arrhenius
(Kusnandar, 2006).
Kusnandar (2006) menambahkan bahwa pada prinsipnya, pendugaan
umur simpan model Arrhenius ini dilakukan dengan menyimpan produk
pangan pada suhu ekstrim. dimana kerusakan produk pangan lebih cepat
terjadi. Kemudian, umur simpan ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu
penyimpanan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk mie kering substitusi jagung serta untuk
3
menentukan umur simpan produk dengan menggunakan pendekatan model
Arrhenius.
C. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini berupa tersedianya
informasi mengenai tingkat penerimaan konsumen terhadap produk mie kering
jagung substitusi serta ketahanan masa simpannya setelah diproduksi. Selain
itu, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat dilanjutkan hingga tahap
pengadopsian secara industrialisasi dalam rangka diversifikasi pangan pokok
dan pengurangan ketergantungan pada impor terigu.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JAGUNG
1. Jenis Jagung
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman biji-
bijian dari keluarga rumput–rumputan (Graminae). Jagung diklasifikasikan
ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales,
famili Poaceae, dan genus Zea. Menurut sejarahnya, tanaman jagung
berasal dari Amerika dan merupakan tanaman sereal yang paling penting di
benua tersebut (Anonima, 2009).
Propinsi utama penghasil jagung di Indonesia adalah Jawa Timur
dengan pangsa produksi pada tahun 2005 sebesar 35%, diikuti oleh Jawa
Tengah 17%, Lampung 11%, Sumatera Utara 6%, Sulawesi Selatan 6%, dan
Nusa Tenggara Timur 5% (Deptan, 2005a). Apabila laju peningkatan
produksi jagung dalam negeri dapat dipertahankan seperti pada tahun 2000
– 2004, yakni sebesar 4,24% per tahun dan laju peningkatan kebutuhan
jagung mencapai 2,74% per tahun, maka sejak tahun 2007 Indonesia sudah
mempunyai kelebihan produksi yang cukup besar (sekitar 339 ribu ton)
untuk diekspor. Pada tahun 2010, Indonesia diperkirakan dapat mengekspor
jagung hingga mencapai 1 juta ton (Deptan, 2005b). BPS (2009)
memperkirakan bahwa produktivitas jagung meningkat sebesar 0.72 persen
dari 53.85 kuintal per hektar pada tahun 2008 menjadi 54.23 kuintal per
hektar pada tahun 2009.
Menurut Suprapto (1998), varietas jagung dapat dibedakan
berdasarkan beberapa kriteria antara lain tinggi tempat penanaman, umur
varietas, perbenihannya, serta warna dan tipe biji. Namun secara umum,
pengklasifikasian jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernelnya.
Berdasarkan bentuk kernelnya ada 6 tipe utama jagung, yaitu: dent,
flint, flour, sweet, pop dan pod corns. Perbedaan terutama didasarkan pada
kualitas, kuantitas dan komposisi endosperma. Jagung jenis dent dicirikan
dengan adanya selaput corneous, horny endosperm pada bagian sisi dan
belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung.
5
Endosperma yang lunak akan menjulur hingga mahkota membentuk tipe
tertentu yang merupakan ciri khas jagung jenis dent (Johnson, 1991).
Gambar 1. Beberapa Tipe Jagung Berdasarkan Tipe Kernelnya
(Dari Kiri ke Kanan: dent. flint. pop. flour. sweet dan pod) (Jugenheimer, 1976)
Jagung jenis flint memiliki bentuk yang tebal, keras, dengan lapisan
horny endosperm disekeliling granula tengah, kecil, dan halus. Jagung
jenis flour merupakan salah satu jagung yang sangat tua dimana hampir
seluruh endospermanya berisi pati yang lunak dan mudah dibuat tepung
(Darrah et al., 2003). Jagung jenis sweet diyakini sebagai jenis jagung
mutasi yang mengandung sedikit pati dengan endosperma berwarna
bening. Jagung ini biasanya dikonsumsi sebagai campuran sayuran. Jagung
jenis pop memiliki kernel kecil dan keras seperti jenis flint dengan
kandungan pati yang lebih sedikit. Sedangkan jagung jenis pod merupakan
jagung hias dengan kernel tertutup dan pada umumnya jagung jenis ini
tidak ditanam secara komersial (Johnson, 1991).
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam
di Indonesia adalah tipe mutiara (flint) dan setengah mutiara (semiflint),
seperti jagung Arjuna (mutiara), jagung Harapan (setengah mutiara),
Pioneer-2 (setengah mutiara), Hibrida C-1 (setengah mutiara) dan lain-
lain. Selain jagung tipe mutiara dan setengah mutiara, di Indonesia juga
terdapat jagung tipe berondong (pop corn), jagung gigi kuda (dent corn)
dan jagung manis (sweet corn).
6
2. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung
Biji jagung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu kulit
(pericarp), endosperma, lembaga (germ) dan tudung pangkal (tip cap).
Menurut Watson (2003), perikarp merupakan lapisan pembungkus biji
jagung yang tersusun dari jaringan yang tebal. Ketebalan perikarp bervariasi
dari 62-160 μm tergantung genotipnya. Perikarp terdiri dari beberapa
bagian, yaitu epidermis (lapisan paling luar), mesokarp (lapisan paling
tebal), cross cells, tube cells dan tegmen (seed coat). Bagian terakhir ini
terdiri dari dua lapis sel yaitu spermoderm dan periperm yang mengandung
lemak (Johnson, 1991).
Bagian terbesar biji jagung adalah endosperma yang mengandung
pati sebagai cadangan energi. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati
yang membentuk matriks dengan protein, yang sebagian besar adalah zein
(Johnson, 1991).
Gambar 2. Struktur Biji Jagung (Johnson, 1991)
7
Jagung normal mengandung 10-12% lembaga dari berat biji.
Lembaga tersusun dari dua bagian, yaitu embrio dan skutelum. Embrio
mencakup 1.1% dari berat biji jagung (sekitar 10% bagian lembaga) dan
mengandung 30.8% protein. Sedangkan skutelum merupakan tempat
penyimpanan cadangan makanan selama perkecambahan biji. Skutelum
terdiri dari beberapa jaringan, yaitu epithelium, parenkim, epidermis dan
provaskular. Jaringan parenkim terdiri dari sel yang mengandung nukleus,
sitoplasma, beberapa granula pati dan oil bodies yang mencakup 83% dari
total lemak dalam biji jagung (Watson, 2003). Adapun bagian terkecil pada
biji jagung adalah tip cap atau tudung pangkal yang merupakan bekas
tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung.
Tabel 1. Bagian-Bagian Anatomi Biji Jagung Bagian anatomi Jumlah (%) Pericarp (bran) 5.3
Endosperma 82.9 Lembaga (germ) 11.1
Tip cap 0.8 Sumber: Watson (2003)
3. Komposisi Kimia Biji Jagung
Menurut Boyer dan Shannon (2003), komponen kimia terbesar
dalam biji jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian
besar berisi pati dan mayoritas terdapat pada bagian endosperma.
Endosperma matang terdiri dari 86% pati dan sekitar 1% gula. Pati terdiri
dari dua polimer glucan, yaitu amilosa dan amilopektin. Secara umum, pati
jagung mengandung amilosa sekitar 25-30% dan amilopektin sekitar 70-
75%.
8
Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komponen Pati (%)
Protein(%)
Lipid (%)
Gula (%)
Abu (%)
Serat (%)
Biji utuh 73.4 9.1 4.4 1.9 1.4 9.5 Endosperma 87.6 8.0 0.8 0.62 0.3 1.5
Lembaga 8.3 18.4 33.2 10.8 10.5 14 Perikarp 7.3 3.7 1.0 0.34 0.8 90.7 Tip cap 6.3 9.1 3.8 1.6 1.6 95
Sumber: Watson (2003)
Menurut Lawton dan Wilson (2003), kadar protein pada biji jagung
bervariasi dari 6-18%. Protein tersebut meliputi albumin, globulin, prolamin
(zein) dan glutelin. Albumin dan globulin terkonsentrasi pada sel aleuron,
pericarp dan lembaga. Sedangkan prolamin dan globulin banyak ditemukan
pada endosperma.
Tabel 3. Distribusi Protein di dalam Endosperma Jagung
Protein Kandungan pada jagung Normal (%) Opaque-2 (%) Floury-2 (%)
Albumin 4.7 20.2 5.6 Globulin 3.5 - 3.4 Prolamin 45.8 14.6 32.3 Glutelin 38.0 53.2 44.3 Residu 9.0 12.0 14.5
Sumber: Lawton dan Wilson (2003)
4. Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang
diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik.
Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses
pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan
bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar
karbohidrat yang tinggi. Kulit yang memiliki kandungan serat tinggi harus
dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar. Sementara itu,
lembaga yang merupakan bagian biji jagung dengan kandungan lemak
tertinggi juga harus dipisahkan agar tidak membuat tepung menjadi tengik.
Bagian jagung lain, yaitu tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung
9
pada tongkol. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan
sebelum penepungan untuk menghindari terdapatnya butir-butir hitam pada
tepung olahan (Lestari, 2009).
Secara umum, metode pembuatan tepung jagung dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering.
Perbedaan kedua cara penggilingan ini terletak pada penggunaan air untuk
mempermudah proses penggilingan. Pada penggilingan basah, dilakukan
penambahan air secara kontinu saat penggilingan. Proses penggilingan
basah ini lebih aplikatif di masyarakat (Soraya, 2006). Akan tetapi menurut
Suprapto (1998), proses penggilingan kering lebih sering digunakan dalam
pembuatan tepung skala besar.
Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan
hasil penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum
(FAO, 2005) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Jagung dari Varietas Pioneer 21 dan Tepung Jagung Kuning secara Umum
Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 Jagung kuning Kadar air (%) 5.46 14
Kadar protein (%) 6.32 6.6 Kadar abu (%) 0.31 0.5
Kadar lemak (%) 1.73 2.8 Kadar karbohidrat (%) 86.18 76.1 Kadar Amilopektin (%) 43.52 -
Kadar Amilosa (%) 23.04 - Kadar karoten (ppm) - 1.3
Retinol equivalen (ppm) - 0.21 Keterangan: (-) Tidak tercantum
Secara kuantitatif, warna tepung jagung dapat diukur dengan
menggunakan kromameter metode Hunter. Hasil penelitian Etikawati (2007)
menyatakan bahwa tepung jagung P-21 memiliki derajat Hue 82.65, yang
berarti bahwa tepung ini memiliki warna yellow red. Warna kuning pada
tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada
biji jagung. Xantofil termasuk ke dalam pigmen karotenoid yang memiliki
gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin,
yaitu mencapai 90% dari total pigmen karotenoid di dalam jagung.
10
Kandungan pigmen xantofil yang terdapat pada jagung rata-rata sebesar 23
mg/kg dengan kisaran 12-36 mg/kg. Sedangkan total karoten rata-rata
sebesar 2.8 mg/kg (Watson, 2003).
B. MIE KERING JAGUNG
Menurut SNI 01-2974-1996, mie kering didefinisikan sebagai produk
makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan
makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan yang berbentuk
khas mie. Syarat mutu mie kering menurut dapat dilihat pada Tabel 5.
Mie dalam bentuk kering mempunyai padatan minimal 87%, artinya
kandungan airnya harus di bawah 13%. Mie kering yang baik memiliki
penampakan putih, tidak pecah dan hancur selama pemasakan, memiliki
permukaan yang lembut dan tidak ditumbuhi mikroba (Oh et al., 1985). Mie
kering dihasilkan dengan cara mengeringkan mie mentah di dalam oven pada
suhu ± 60oC. Dengan demikian, mie kering memiliki umur simpan yang lebih
lama dibandingkan dengan mie basah. Umur simpan ini akan dipengaruhi oleh
kadar air dan cara penyimpanannya.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1992), dalam 100 gram mie kering
terkandung 337 kkal energi, protein 7.9 g, lemak 11.8 g, karbohidrat 50.0 g,
kalsium 49 mg, fosfor 47 mg, besi 2.8 mg, vitamin B1 0.01 mg dan air 28.9 g.
11
Tabel 5. Syarat Mutu Mie Kering Menurut SNI 01-2974-1996 No Jenis Uji Satuan Persyaratan
Mutu I Persyaratan
Mutu II 1 Keadaan:
1.1 Bau 1.2 Warna 1.3 Rasa
- Normal Normal Normal
Normal Normal Normal
2 Air % b/b Maks 8 Maks 10
3 Protein (N x 6.25)
% b/b Min 11 Min 8
4 Bahan Tambahan Makanan: 4.1 Boraks 4.2 Pewarna Tambahan
Tidak boleh ada sesuai dengan SNI 01-0222-1995
5 Cemaran Logam: 5.1 Timbal (Pb) 5.2 Tembaga (Cu) 5.3 Seng (Zn) 5.4 Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks 1.0
Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05
Maks 1.0
Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.05
6 Arsen (As) mg/kg Maks 0.5 Maks 0.5 7 Cemaran
Mikroba: 7.1 Angka Lempeng Total 7.2 E. coli 7.3 Kapang
koloni/g
APM/g koloni/g
Maks 1.0 x 106
Maks 10
Maks 1.0 x 104
Maks 1.0 x 106
Maks 10
Maks 1.0 x 104
Mie jagung adalah mie yang dibuat dari tepung atau pati jagung.
Berbagai teknik pembuatan mie jagung telah dikembangkan dan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) pembuatan mie jagung dengan
teknik calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran atau
modifikasi teknik mie terigu (Juniawati 2003; Budiyah 2005; Fadlillah 2005;
Rianto 2006; Soraya 2006; Kurniawati 2006; Putra 2008) dan (2) pembuatan
mie jagung dengan teknik ekstrusi (Fahmi 2007; Etikawati 2007; Hatorangan
2007; Ekafitri 2009; Zulkhair 2009; Putra 2009; Aminullah 2009).
Proses pengolahan mie jagung berbeda dengan mie yang terbuat dari
terigu. Penggunaan teknik calendering pada produk mie yang berbahan baku
non terigu sulit dilakukan karena adonan tidak dapat membentuk lembaran
yang kohesif, ekstensibel dan elastis. Oleh karena itu, proses pembuatan mie
12
jagung 100% pada teknik ini memerlukan tambahan tahapan proses berupa
pengukusan adonan sebelum dibentuk menjadi lembaran (Soraya, 2006).
Pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi sebagian besar pati yang
berperan sebagai pengikat adonan. Menurut Soraya (2006) dan Putra (2008),
pembentukan adonan pada pembuatan mie jagung berasal dari matriks yang
terbentuk akibat gelatinisasi pati. Dengan demikian, lembaran adonan tepung
jagung tidak dapat dibentuk dan dicetak menjadi untaian mie apabila tidak
dilakukan pengukusan tepung terlebih dahulu. Hal ini disebabkan protein
endosperma jagung banyak mengandung zein yang tidak dapat membentuk
massa adonan elastis-kohesif bila hanya ditambahkan air dan diuleni, seperti
halnya gliadin dan glutelin pada gandum (Soraya, 2006).
Berbeda halnya dengan proses pengolahan mie jagung 100%, tahapan
proses pengukusan sebelum pembentukan lembaran adonan pada proses mie
jagung substitusi tidak diperlukan. Mie yang disubstitusi dengan 35% tepung
jagung memiliki sisa 65% tepung terigu yang masih mengandung protein
gluten cukup memadai untuk dapat berperan dalam pembentukan lembaran
adonan yang elastis. Penyempurnaan gelatinisasi pati dalam tepung jagung
hanya perlu dilakukan setelah untaian mie dibentuk sebagaimana halnya dalam
proses pengolahan mie kering berbasis terigu (Kusnandar, 2008).
Bahan yang digunakan untuk pembuatan mie pada penelitian ini
diantaranya tepung terigu Cakra Kembar, tepung jagung, garam, guar gum, Na-
karbonat, K-karbonat dan air. Tepung terigu sebagai bahan baku utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu merk Cakra Kembar yang
diproduksi oleh PT Bogasari Flour Mill. Tepung terigu jenis ini tergolong ke
dalam tepung terigu keras dengan kadar protein 10-13% (Fadlillah, 2005).
Kandungan protein yang tinggi dalam Cakra Kembar akan menghasilkan sifat
adonan mie yang baik. Karakteristik kimia Cakra Kembar dapat dilihat pada
Tabel 6.
13
Tabel 6. Komposisi Tepung Terigu Cakra Kembar per 100 g Komposisi Jumlah Energi (kkal) 340.0 Protein (g) 11.0 Lemak (g) 0.9 Air (g) Maks. 14.5 Serat kasar (g) 0.4 Karbohidrat (g) Min. 70 Kalsium (mg) 13.0
Sumber: PT Bogasari Flour Mills (Hadiningsih, 1999)
Tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mie pada penelitian ini
menggunakan persentase sebesar 35 %. Menurut Kusnandar (2008),
penggunaan tepung jagung dalam persentase 35 % mampu memberikan hasil
karakteristik yang paling optimum, yaitu lembaran adonan yang dihasilkan
sangat kompak, baik dan mudah dibentuk serta produk memiliki nilai KPAP
yang rendah.
Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mie kering jagung
substitusi diantaranya garam, guar gum, Na2CO3 dan K2CO3. Garam dapur
berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, mengikat air,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie serta mengurangi kelengketan
adonan (Budiyah, 2005). Natrium karbonat dan kalium karbonat berperan
dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta
menghaluskan tekstur (Kusnandar, 2008). Sementara itu, hasil penelitian
Fadlillah (2005) menunjukkan bahwa penambahan guar gum mampu
memberikan pengaruh yang besar dalam mengurangi kelengketan dan KPAP
mie jagung.
Air merupakan komponen penting dalam pembentukan gluten. Air
berfungsi sebagai media dalam pencampuran garam dan pengikatan
karbohidrat, sehingga membentuk adonan yang baik. Penambahan air akan
menyebabkan pada saat proses gelatinisasi, granula pati akan mengembang
karena molekul-molekul air akan berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan
terperangkap pada susunan molekul amilosa-amilopektin (Ekafitri, 2009). Air
yang ditambahkan pada penelitian ini sebanyak 40% dari berat terigu.
Penambahan air dalam jumlah yang kurang dapat menyebabkan adonan
14
menjadi rapuh dan sulit dicetak. Namun penambahan air yang berlebih juga
dapat berakibat adonan menjadi sangat lengket.
Mie jagung memiliki keunggulan dibandingkan mie terigu, yaitu tidak
menggunakan pewarna tambahan. Warna kuning pada mie jagung disebabkan
oleh pigmen kuning alami pada tepung jagung, yaitu karotenenoid, lutein dan
zeasanthin (Merdiyanti, 2008).
C. PREFERENSI KONSUMEN
Preferensi terhadap suatu makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat
atau derajat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis
makanan tertentu. Suatu produk makanan dapat dikatakan lebih disukai oleh
konsumen jika konsumen menempatkan produk makanan tersebut sebagai
pilihan pertama. Menurut Cardello (1994), makanan merupakan perangsang
dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisiko-kima yang ditentukan oleh
ingredien, proses dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia
sehingga membentuk preferensi.
Tingkat kesukaan akan sesuatu dapat dilihat dari persentase jumlah
responden yang memilih dan menyukai produk tersebut. Tingkat kesukaan ini
sangat beragam bagi setiap individu, sehingga akan mempengaruhi tingkat
konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).
Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk, diantaranya (1) karakteristik
individu, meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan
pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk, meliputi rasa, warna, aroma,
kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik lingkungan, meliputi jumlah
anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas. Semua
peubah tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal ini
diperkuat oleh Sutisna (2001) yang menyatakan bahwa interaksi dengan
keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta
penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi.
Sementara itu menurut Stepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kesukaan terhadap makanan dapat dikelompokkan
15
sebagai berikut (1) faktor intrinsik, yaitu penampakan, aroma, tekstur, kualitas,
kuantitas dan cara penyajian makanan; (2) faktor ekstrinsik, yaitu lingkungan
sosial, iklan produk dan waktu penyajian; (3) faktor personal, yaitu tingkat
pendugaan, pengaruh orang lain, mood, selera dan emosi; (4) faktor biologis,
fisik dan psikologis, yaitu umur, jenis kelamin, keadaan psikis, aspek psikologi
dan biologis; (5) faktor sosial ekonomi, yaitu pendapatan keluarga, harga
makanan dan status sosial; (6) faktor pendidikan, yaitu status pengetahuan
individu dan keluarga serta pengetahuan tentang gizi; dan (7) faktor kultur,
agama dan daerah, yaitu asal kultur, agama, kepercayaan dan tradisi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah faktor individu yang
mencakup kebutuhan, motivasi, gaya hidup dan tingkat pengetahuan serta
faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi dan jumlah keluarga.
D. KINETIKA REAKSI KIMIA DAN PRINSIP PENDUGAAN UMUR
SIMPAN METODE AKSELERASI (MODEL ARRHENIUS)
1. Kinetika Reaksi Kimia
Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi.
Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi
deteriorasi ini disebabkan oleh persentuhan produk dengan udara, oksigen,
uap air, cahaya atau akibat perubahan suhu (Arpah, 2001). Sementara itu,
Kusnandar (2006) menambahkan bahwa bahan dan produk pangan dapat
pula mengalami reaksi-reaksi kimia selama penyimpanan yang dipicu oleh
komponen-komponen kimia di dalamnya. Reaksi kimia yang dapat terjadi
diantaranya oksidasi lemak, reaksi kecoklatan (Maillard) akibat interaksi
gula pereduksi dan asam amino/protein, serta denatutasi protein.
Reaksi penurunan mutu dalam bahan/produk pangan umumnya
mengikuti reaksi ordo nol dan ordo satu. Hanya sedikit penurunan mutu
makanan yang mengikuti ordo reaksi lain, misalnya degradasi vitamin C
yang mengikuti reaksi ordo dua (Hariyadi et al., 2006). Penjelasan dari
kedua model ordo reaksi tersebut adalah sebagai berikut:
16
a. Reaksi Kimia Ordo Nol
Pada reaksi ordo nol, laju perubahan A menjadi B dinyatakan
sebagai berikut (persamaan 1):
AT
k (1)
dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan diatas, diperoleh
persamaan sebagai berikut:
A Ao kt Dimana: A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t
Ao= nilai mutu awal
t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan atau
tahun)
Menurut Labuza (1982) dan Hariyadi et al. (2006), tipe kerusakan
pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar
air; degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta
beberapa pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada
biji-bijian kering dan produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak
(misalnya peningkatan ketengikan pada snack, makanan kering dan
pangan beku).
b. Reaksi Kimia Ordo Satu
Jika pada reaksi ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat
konstan pada suhu tetap, maka pada reaksi ordo satu penurunan mutu
terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu, laju perubahan A
menjadi B dinyatakan sebagai berikut (persamaan 2):
AT
kA (2)
dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut:
ln A ln A kt Dimana; A = nilai mutu yang tersisa setelah waktu t
Ao = nilai mutu awal
k = konstanta laju reaksi ordo satu
t = waktu penyimpanan (dalam hari. bulan
atau tahun)
17
Tipe kerusakan bahan pangan yang termasuk dalam rekasi ordo
satu diantaranya (1) ketengikan (misalnya pada minyak salad dan sayuran
kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada ikan dan daging,
serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3) produksi off
flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan
makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering)
(Labuza, 1982 dan Hariyadi et al., 2006).
Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun ordo satu
dapat dipengaruhi oleh suhu. Secara umum reaksi kimia lebih cepat
terjadi pada suhu tinggi. Oleh sebab itu konstanta laju reaksi kimia (k)
akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi. Seberapa besar
konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat dengan
menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai
berikut:
k = ko.exp (‐Ea/RT) (3)
Dimana; k = konstanta laju penurunan mutu
ko = konstanta (faktor frekuensi yang tidak
tergantung suhu)
Ea = energi aktivasi
T = suhu mutlak (K)
R = konstanta gas (1.986 kal/mol.K)
2. Prinsip Pendugaan Umur Simpan
Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan
dalam suatu kondisi penyimpanan untuk sampai pada level atau tingkatan
degradasi mutu tertentu (Floros, 1993). Arpah (2001) menambahkan bahwa
umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi
hingga saat konsumsi dimana produk berada didalam kondisi yang
memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur dan nilai gizi.
Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi kimia.
Reaksi kimia yang terjadi di dalam produk pangan bersifat akumulatif dan
irreversible selama penyimpanan, sehingga setelah mencapai waktu tertentu
18
kerusakan mutu pangan tidak dapat lagi diterima oleh konsumen dan pangan
dinyatakan telah mencapai masa kadaluarsa (Syarief dan Halid, 1993).
Penentuan umur simpan dilakukan dengan mengevaluasi perubahan mutu
produk selama penyimpanan hingga penurunan mutu mencapai tingkat yang
tidak dapat diterima lagi oleh konsumen.
Menurut Syarief et al. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi
umur simpan bahan pangan yang dikemas diantaranya (1) keadaan alamiah
atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya
kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan
kimia internal dan fisik; (2) ukuran kemasan dalam hubungan dengan
volume; (3) kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban, dimana
kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; dan (4)
kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas dan
bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagian yang terlipat.
Metode penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan menyimpan
produk hingga rusak pada kondisi penyimpanan/lingkungan yang normal.
Cara ini menghasilkan informasi yang paling valid, namun memerlukan
waktu yang lama dan tidak praktis untuk aplikasi di industri. Oleh karena itu
dikembangkan metode pendugaan umur simpan dengan metode yang
dipercepat (Accelerated Shelf-Life Testing atau ASLT method), dimana
produk disimpan pada kondisi penyimpanan ekstrim yang dapat
mempercepat kerusakannya.
Umur simpan selanjutnya diduga dengan menggunakan model
matematika, dimana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerusakan
produk dimasukkan ke dalam model matematika tersebut. Metode ASLT
membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat dengan tingkat akurasi
yang masih dapat diterima. Semakin valid model matematika yang
digunakan, maka pendugaannya akan semakin valid pula.
Metode ASLT yang sering digunakan untuk pendugaan umur simpan
adalah model kadar air kritis dan model Arrhenius. Model kadar air kritis
diterapkan untuk pendugaan umur simpan produk pangan yang rusak oleh
adanya penyerapan air oleh produk. Model ini terutama untuk produk
19
pangan yang kering. Kerusakan dievaluasi dari perubahan tekstur (misal
kerenyahan yang hilang dan peningkatan kelengketan) atau terjadinya
penggumpalan (Kusnandar, 2006).
Model Arrhenius diterapkan untuk produk-produk pangan yang
mudah rusak akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard dan
denaturasi protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat
meningkat pada suhu yang lebih tinggi, dimana penurunan mutu produk
semakin cepat terjadi (Hariyadi et al., 2006). Menurut Kusnandar (2006),
produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model
Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu UHT, susu
bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mie instan, daging beku dan
produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya
oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein
(berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).
Reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu. Oleh sebab itu
model Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada
kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju
reaksi kimia yang dapat memicu kerusakan produk pangan umumnya
mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1 (Kusnandar, 2006).
Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan
dengan kemasan pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan
dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi
(k) pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, yang selanjutnya dilakukan
ekstrapolasi untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu
penyimpanan yang diinginkan melalui persamaan Arrhenius (persamaan 3).
Dari persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan
mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian dihitung umur
simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1 dan 2).
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung jagung
tepung, terigu Cakra Kembar, Na2CO3, K2CO3, guar gum, garam, dan akuades
serta bahan-bahan analisis. Tepung jagung diproses dari jagung pipil varietas
Pioneer 21 yang diperoleh dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
B. ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam produksi tepung jagung adalah multi
mill, disc mill, hammer mill, dan ayakan bertingkat. Alat yang digunakan untuk
produksi mie jagung adalah timbangan, oven pengering, vary mixer, noodle
sheeter dan pengukus (steamer). Peralatan proses tersebut menggunakan
fasilitas lini produksi mie di Pilot Plant SEAFAST Center-IPB.
Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah neraca analitik, Texture
Analyzer (TA-XT2), spektrofotometer, alat destilasi, Chromameter CR-200
Minolta, inkubator, oven, gelas piala dan kompor penangas. Peralatan untuk uji
organoleptik yang diperlukan adalah piring saji, sendok plastik dan wadah saji.
Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Sensori Pangan di SEAFAST
Center.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap penelitian
pendahuluan, tahap analisis preferensi konsumen dan tahap pendugaan umur
simpan produk mie kering jagung substitusi dengan metode akselerasi-model
Arrhenius.
1. Penelitian Pendahuluan
Rangkaian penelitian awal pada tahap persiapan ini meliputi proses
pembuatan tepung jagung dari jagung pipil varietas Pioneer 21, pembuatan
mie kering jagung substitusi serta karakterisasi fisik.
21
a. Pembuatan Tepung Jagung
Tahap proses penepungan jagung terdiri dari dua jenis
penggilingan. Penggilingan pertama menggunakan hammer mill,
menghasilkan bagian endosperm, kulit ari dan lembaga. Kulit ari dan
lembaga ini selanjutnya dipisahkan dari bagian endosperm melalui proses
perendaman dan penirisan. Setelah itu, grits jagung yang telah
dikeringkan akan melalui proses penggilingan kedua menggunakan disc
mill menghasilkan tepung kasar. Tepung kasar ini diayak dengan
vibrating screen berukuran 100 mesh, sehingga diperoleh tepung jagung
berukuran 100 mesh yang siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan
mie kering. Secara ringkas, proses pembuatan jagung pipil menjadi
tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 3.
Jagung Kering Pipil
Penggilingan I (hammer mill)
Grits, lembaga, tip cap dan kulit
Pemisahan endosperm dari Lembaga, kulit, lembaga, kulit, dan tip cap dan tip cap
Grits Jagung
Penirisan dan Pengeringan
Penggilingan II (disc mill)
Tepung Kasar
Pengayakan 100 mesh (vibrating screen)
Tepung Jagung 100 mesh
Gambar 3. Proses Pembuatan Tepung Jagung (Putra, 2008)
22
b. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi
Pembuatan mie kering substitusi tepung jagung pada penelitian ini
dilakukan dengan mengacu pada Kusnandar (2008). Dalam penelitian ini,
tingkat substitusi tepung jagung yang digunakan adalah 35%. Tahap
pembuatan mie jagung substitusi terdiri dari proses pencampuran bahan,
pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan (pressing, slitting, dan
cutting), pengukusan dan pengeringan. Secara skematis, proses produksi
mie jagung substiutusi dapat dilihat pada Gambar 4.
tepung jagung 35 % - tepung terigu 65 %, air 40% garam 1%, guar gum 0.5%, baking powder 0.1%, K2CO3 0.1%
Pencampuran dengan vary mixer selama 10 menit
Pengistirahatan adonan selama 10 menit
Pembentukan lembaran mie (sheeting) hingga ketebalan 1.6 mm
Pencetakan untaian mie (slitting)
Pemotongan mie (cutting)
Pengukusan (steaming) 100 0C, 10 menit
Pengeringan mie (drying) 70 0C, 80 menit
Pengemasan mie Gambar 4. Proses Pembuatan Mie Kering Metode Sheeting c. Karakterisasi Mie Kering Jagung Substitusi
Karakterisasi mie jagung substitusi dilakukan secara fisik, meliputi
analisis tekstur TA-XT2, analisis KPAP dan analisis warna (Hunter).
2. Analisis Preferensi Konsumen
Analisis preferensi konsumen dilakukan untuk mengetahui tingkat
kesukaan serta penerimaan konsumen terhadap produk mie jagung
substitusi. Produk yang akan diuji ini disajikan dalam produk olahan mie
23
bakso. Hal ini dikarenakan sasaran produk olahan mie kering adalah mie
bakso.
a. Jenis dan Cara Pengumpulan Data, Metode Survei (Simamora,
2002)
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh
melalui penyebaran kuesioner. Pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner meliputi persepsi konsumsi responden terhadap pangan mie
bakso serta preferensi responden terhadap produk olahan mie berbasis
jagung (Lampiran 1). Pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat tertutup.
Setiap responden diminta untuk memberikan tanggapan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dengan cara memilih satu atau
lebih dari jawaban yang tersedia.
Metode untuk penentuan lokasi pengambilan responden
menggunakan metode Non Probability Sampling (NPS), yaitu seleksi
unsur populasi berdasarkan pertimbangan peneliti. Metode NPS terdiri
dari tiga jenis contoh, yaitu contoh kemudahan (accidental sampling),
pertimbangan (purposive sampling) dan quota (Singarimbun dan Effendi,
1989). Data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada responden
kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram frekuensi.
b. Cara Pengujian Sampel
Cara penyajian sampel uji ini bekerjasama dengan pedagang baso
Kabayan dan Favorit di lingkar kampus IPB Darmaga. Responden
merupakan 100 orang masyarakat berbagai latar belakang sosial ekonomi
yang diambil secara acak di sekitar kampus. Dalam penelitian ini, metode
yang digunakan adalah metode purposive sampling. Responden yang
dipilih adalah masyarakat umum yang pernah membeli atau
mengkonsumsi mie serta yang sesuai dengan target usia, jenis kelamin
dan tingkat ekonomi yang telah ditentukan.
Sampel mie kering jagung substitusi dalam produk mie bakso
disajikan kepada responden berikut dengan form kuesioner. Responden
24
kemudian diminta untuk mengevaluasi sampel berdasarkan
pengalamannya dalam mengkonsumsi mie.
3. Pendugaan Umur Simpan Mie Kering Jagung Substitusi Model
Arrhenius
a. Pembentukan Panelis Terlatih
Tahap awal yang dilakukan dalam proses pendugaan umur simpan
mie jagung substitusi adalah penyiapan panelis terlatih. Panelis terlatih
ditujukan untuk pengevaluasian produk mie jagung substitusi secara
sensori selama penyimpanan. Di samping itu, panelis terlatih pada
penelitian ini juga berperan dalam penetapan parameter mutu kritis mie
kering jagung substitusi. Proses pembentukan panelis terlatih meliputi
seleksi panelis, pelatihan panelis dan diskusi fokus grup (FGD).
b. Penetapan Parameter dan Batas Kritis Kerusakan Mie Kering
Untuk menetapkan parameter mutu kritis mie kering yang paling
cepat mengalami kerusakan dan paling berpengaruh terhadap penerimaan
konsumen, maka dilakukan simulasi kerusakan mie kering dengan
menyimpannya pada suhu penyimpanan ekstrim (50oC). Tahapan ini
dilakukan sebelum percobaan pendugaan umur simpan. Mie kering
disimpan hingga dapat diamati saat produk tidak dapat diterima lagi
secara organoleptik. Penetapan parameter mutu kritis ini dilakukan
bersama dengan panelis terlatih melalui diskusi fokus grup (FGD).
Parameter-parameter mutu kritis ini selanjutnya ditetapkan batas
kritisnya, yaitu batasan mutu saat produk sudah tidak diterima secara
organoleptik. Penetapan batas kritis untuk parameter sensori dilakukan
berdasarkan persepsi panelis dalam memberi skor terhadap produk.
c. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim
Produk mie kering jagung substitusi (15 g) yang dikemas dengan
kemasan plastik PP tertutup disimpan pada tiga kondisi suhu
penyimpanan ekstrim, yaitu 37, 45 dan 50oC. Total sampel mie jagung
substitusi yang disiapkan untuk ketiga suhu penyimpanan adalah 504
buah kemasan. Produk mie kering substitusi jagung ini kemudian diamati
25
dan dianalisis parameter mutu kritisnya setiap minggu selama satu bulan,
yaitu pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28 dan 35.
d. Penghitungan Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis
Data parameter kritis yang telah dikumpulkan selama periode
pengamatan, selanjutnya dianalisis kinetika penurunan mutunya dan
ditentukan ordo reaksinya (ordo nol atau ordo satu) yang sesuai. Data
pada masing-masing suhu penyimpanan ini kemudian diplotkan dalam
bentuk grafik hubungan antara nilai mutu (Q) dan waktu penyimpanan
(untuk ordo reaksi 0) atau hubungan antara nilai Ln (Q) dan waktu
penyimpanan (untuk ordo reaksi 1). Berdasarkan plot data tersebut, dapat
ditentukan model persamaan dari masing-masing ordo reaksi beserta nilai
R2-nya. Persamaan ordo nol dan ordo satu adalah sebagai berikut:
Ordo nol: Qt = Qo – kTt
Ordo satu: ln Qt = ln Qo - kTt
Dimana: Qo = nilai mutu awal penyimpanan Qt = nilai mutu pada waktu penyimpanan t kT = konstanta laju reaksi/penurunan mutu pada
suhu T t = waktu penyimpanan (hari)
Dengan membandingkan nilai R2-nya, dapat ditentukan orde reaksi
yang paling sesuai, yaitu orde reaksi yang nilai R2-nya lebih tinggi.
Kemudian melalui persamaan yang diperoleh, ditentukan nilai konstanta
laju penurunan parameter mutu produk (k) pada masing-masing suhu
penyimpanan. Dengan demikian, akan diperoleh nilai k pada tiga suhu
yang berbeda. Data konstanta laju reaksi (k) pada masing-masing suhu
kemudian diplotkan ke dalam model persamaan Arrhenius sehingga
dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
26
ln k ln k RT
Dimana: k = konstanta (laju reaksi) Ea = energi aktivasi T = suhu mutlak (K) R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)
Nilai k pada suhu T penyimpanan dihitung dengan menggunakan
persamaan Arrhenius tersebut.
e. Penentuan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan
Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya
dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh ke
dalam persamaan ordo reaksi nol atau ordo reaksi satu sebagai berikut:
Umur simpan ordo nol:
t A ‐ k
Umur simpan ordo satu:
t A ln
k
Dimana: t = umur simpan (hari) A0 = nilai mutu awal/konsentrasi awa
At = nilai mutu akhir/konsentrasi pada titik batas kadaluarsa (titik kritis)
k = konstanta laju reaksi pada suhu penyimpanan yang diinginkan
Secara keseluruhan, tahapan pendugaan umur simpan melalui
penghitungan kinetika penurunan mutu pada penelitian utama ini dapat
dilihat pada Gambar 5.
27
Mie kering substitusi tepung jagung
Penyimpanan pada suhu 35oC, 45oC, dan 50oC
Pengamatan obyektif dan subyektif (organoleptik) pada hari ke-0, 7, 14, 21, 28, 35
Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu pengamatan pada
masing-masing suhu dan atribut/parameter
Penetapan nilai mutu awal dan batas kritis produk
Penetapan ordo reaksi (ordo nol atau ordo satu) melalui kurva dengan nilai R2 tertinggi
Pemrolehan nilai konstanta penurunan parameter mutu produk (k)
pada masing-masing suhu penyimpanan
Pemplotan data konstanta laju reaksi (k) ke dalam model persamaan Arrhenius
Penghitungan umur simpan produk pada suhu tertentu dengan
menghubungkan nilai k yang telah diperoleh
Gambar 5. Pendugaan Umur Simpan Produk Mie Kering Substitusi
D. METODE ANALISIS
Mie kering dengan substitusi tepung jagung sebesar 35 % kemudian
dikarakterisasi berdasarkan analisis sifat fisik, kimia dan sensori. Karakterisasi
fisik mie dilakukan pada mie kering segar sebelum penyimpanan, sedangkan
karakterisasi mie kering selama penyimpanan dilakukan berdasarkan analisis
kimia, sensori dan fisik (KPAP dan warna-Hunter).
1. Analisis Fisik
a. Analisis Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)/ cooking
loss (Oh et al., 1985)
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram mie
dalam air. Setelah mencapai waktu optimum perebusan, mie ditiriskan
28
dan disiram air, kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Mie kering
kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100oC sampai beratnya
konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut:
KPAP 1‐ berat sampel setelah dikeringkan
berat awal 1‐KA contoh
b. Analisis Profil Tekstur-TA
Analisis profil tekstur dengan menggunakan Texture Analyzer
dilakukan untuk mengkorelasikan tekstur keseluruhan produk yang
dievaluasi oleh indera manusia dengan instrumen. Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan probe berbentuk silinder, dengan diameter 35 mm.
Pengaturan kondisi pengukuran Texture Analyzer dilakukan berdasarkan
golongan contoh bahan yang diukur.
Seuntai sampel mie kering yang telah direhidrasi dengan panjang
melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan, lalu ditekan oleh
probe. Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya
untuk mendeformasi dengan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan
absolute (+) peak dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-)
peak, dengan satuan gram force (gf). Elastisitas diperoleh berdasarkan
ketebalan awal mie dibandingkan dengan ketebalan mie setelah diberi
tekanan pertama.
c. Analisis Warna-Hunter (Hutching, 1999)
Penentuan warna secara objektif pada penelitian ini menggunakan
instrumen Chromameter CR-200 Minolta dengan metode Hunter.
Pengukuran dengan alat tersebut dapat ditampilkan dalam skala Yxy.
L*a*b*, L*C*H*, Hunter Lab atau nilai stimulus XYZ. Metode Hunter
yang digunakan dalam penelitian ini memberikan tiga nilai pengukuran
L, a dan b dengan standar kalibrasi Y = 68.3; x = 0.420; y = 0.438. Untuk
mendapatkan nilai L, a, b. nilai-nilai tersebut dikonversi melalui
persamaan berikut:
Y Y L 10 Y /
X Y x/y a 17.5 1.02X Y /Y /
Z Y 1 x y /y b 7.0 Y 0.847 Z /Y /
29
Nilai L menyatakan parameter kecerahan (0=hitam: 100=putih).
Warna kromatik campuran merah-hijau ditunjukkan oleh nilai a (a+ = 0-
80 untuk warna merah; a- = 0-(-80) untuk warna hijau). Sedangkan
warna kromatik campuran biru-kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-
70 untuk warna kuning; b- = 0-(-70) untuk warna biru).
2. Analisis Kimia
Analisis Bilangan TBA (Apriyantono, 1989)
Pada prinsipnya, asam 2-thiobarbituriat akan bereaksi dengan
malonaldehid membentuk warna merah, yang intensitasnya dapat diukur
dengan spektrofotometer. Malonaldehid sebagai hasil oksidasi lipid
mengindikasikan adanya ketengikan pada produk. Analisis bilangan TBA
ini dilakukan selama sampling dalam penyimpanan, sehingga dapat
mendukung hasil analisis sensori subyektif oleh panelis.
Sebanyak 10 gram mie kering dihancurkan dengan hand blender
dengan penambahan 50 ml akuades (selama 2 menit). Sampel kemudian
dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan
47.5 ml akuades. Nilai pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl
4M sebanyak 2.5 ml. Kemudian ditambahkan batu didih dan pencegah buih
secukupnya dan labu destilasi dipasang pada alat destilasi. Destilasi
dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat
selama 10 menit pemanasan.
Destilat yang diperoleh diaduk secara merata, kemudian 5 ml destilat
dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup. Sebanyak 5 ml pereaksi TBA
ditambahkan, kemudian tabung reaksi ditutup, dicampur merata dan
dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Selanjutnya larutan blanko
dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dan diberi
perlakuan seperti penetapan sampel. Tabung reaksi didinginkan dengan air
pendingin, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 528
nm dengan larutan blanko sebagai titik nol.
30
3. Analisis Sensori
a. Seleksi panelis
Untuk mengevaluasi mutu sensori mie kering jagung substitusi
selama penyimpanan digunakan panelis terlatih. Pembentukan panelis
terlatih ini diawali dengan seleksi panelis, kemudian dilakukan pelatihan
panelis. Menurut Meilgaard (1999), tahapan seleksi panelis terlatih untuk
uji pembedaan meliputi matching test (uji kesesuaian/uji identifikasi
terhadap rasa dan aroma), uji rangking dan uji pembedaan (uji segitiga).
Uji identifikasi terhadap rasa dan aroma dilakukan untuk
mengetahui kemampuan panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan
baik stimulus rasa maupun aroma dasar. Calon panelis diminta untuk
menentukan lima rasa dasar dalam 5 larutan uji serta mendeskripsikan
aroma dari flavor-flavor yang disajikan. Bahan uji yang digunakan untuk
uji identifikasi rasa dapat dilihat pada Tabel 7. Sedangkan bahan uji
untuk uji identifikasi aroma meliputi contoh aroma mint, orange, fruity,
savoury dan nutty.
Cara pengujian untuk jenis uji ini dilakukan hanya satu kali dan
tidak diperbolehkan untuk mengulang. Penetralan indera perasa untuk uji
deskripsi rasa dasar dilakukan dengan menggunakan air mineral.
sementara indera pembau untuk uji deskripsi aroma dengan
menggunakan bubuk kopi, sesaat sebelum melakukan pengujian sampel
berikutnya. Respon stimulus yang dirasakan oleh panelis. dideskripsikan
dengan perbendaharaan kata masing-masing. Format kuesioner seleksi
panelis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 7. Konsentrasi Larutan Uji Deskripsi Rasa Dasar
Rasa dasar Konsentrasi Manis Sukrosa 1 % Asam Asam sitrat 0.04 % Asin NaCl 0.2 % Pahit Kafein 0.05 %
Umami MSG 0.015 % Sumber: Thomson (1986)
31
Tahapan pengujian berikutnya yang dilakukan pada proses seleksi
panelis adalah uji rangking intensitas. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan calon panelis dalam mengenali perbedaan intensitas dan
mengurutkan intensitasnya dari konsentrasi tertinggi hingga konsentrasi
terendah.
Pada uji rangking intensitas, panelis diminta untuk mengurutkan
empat jenis larutan berdasarkan intensitasnya. Deretan konsentrasi bahan
uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Konsentrasi Larutan Uji Rangking Intensitas
Rasa Stimulus sensori
Bahan Konsentrasi (g/L)
Asin NaCl/air 1.0 2.0 5.0 10.0
(Meilgaard et al., 1999)
Selanjutnya, pada proses seleksi panelis tahap kedua dilakukan
serangkaian uji pembedaan (uji segitiga) sehingga dapat diperoleh
panelis yang memiliki kompetensi pembedaan sensori yang optimal.
Pada uji segitiga, calon panelis diminta untuk membedakan satu sampel
berbeda diantara ketiga jenis sampel, dengan dua sampel yang sama. Uji
segitiga yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pembedaan
panelis ini dilakukan sebanyak sembilan set pengulangan. Pengulangan
ini berguna untuk melihat kekonsistenan calon panelis dalam
memberikan jawaban. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa
jawaban panelis bukan hanya tebakan.
Uji segitiga ini meliputi dua jenis pengujian, yaitu pengujian
terhadap atribut tekstur dan aroma. Atribut tekstur yang diuji adalah
kekerasan dan kekenyalan. Bahan uji yang dipakai untuk masing-masing
atribut adalah mie kering terigu komersial dan kwetiau, dengan tingkat
perbedaannya berdasarkan lama pemasakan. Sedangkan satu set lainnya
yaitu uji segitiga aroma tengik. Bahan uji aroma tengik diperoleh dari
minyak goreng yang telah disimulasi rusak melalui pemaparannya
dengan cahaya dan suhu tinggi. Uji segitiga jenis ini bertujuan untuk
32
mengetahui sensitivitas panelis dalam mendeteksi dan mengenali
perbedaan aroma tengik.
b. Pelatihan Panelis Terlatih
Menurut Meilgaard et al. (1999), proses pelatihan panelis terlatih
membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks
atribut yang diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan
juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan
meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma,
terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri
dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, dan pelatihan penilaian
suatu sampel (Stone dan Sidel, 2004).
Sebelum mengikuti pelatihan, calon panelis yang telah lolos seleksi
dikonfirmasi kembali mengenai kesediaan waktu luang serta riwayat
kesehatannya yang mungkin mempengaruhi pengujian. Berdasarkan atas
pertimbangan kesediaan waktu panelis, pelatihan dilakukan selama satu
bulan, setiap hari Senin dan Jumat pukul 9.00-11.00 WIB. Disamping
merupakan hasil kesepakatan bersama panelis, pemilihan waktu (jam
pengujian) ini juga dipertimbangkan sebagai waktu yang paling baik
untuk meminimalisasi terjadinya bias panelis. Hal ini dikarenakan pada
jam-jam tersebut kondisi panelis masih segar sehingga dapat lebih
berkonsentrasi (Dilana, 2008) serta panelis cenderung terhindar dari rasa
lapar.
Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara
berulang-ulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten
serta kesepakatan mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini
meliputi pelatihan terhadap atribut-atibut kritis yang telah diidentifikasi
pada tahap FGD, seperti aroma tengik/menyimpang dan tekstur mie
kering sebelum rehidrasi. Pada pelatihan atribut tengik, panelis
diperkenalkan berbagai jenis tingkat ketengikan pada produk mie kering
serupa.
33
c. Focuss Group Discussion (FGD)
Focuss Group Discussion (FGD) termasuk ke dalam salah satu
rangkaian proses pelatihan panelis. Kegiatan ini merupakan cara analisis
kualitatif untuk mendapatkan data deskripsi atribut sensori. Disamping
itu, melalui diskusi ini juga dilakukan pembelajaran dan penyamaan
persepsi diantara panelis mengenai skala/skor penilaian suatu atribut.
Diskusi fokus grup (FGD) dapat dilakukan oleh panel leader
bersama dengan para panelis terlatih untuk menentukan atribut mutu
kritis yang menyebabkan produk mie kering menjadi tidak diterima.
Identifikasi produk yang sudah tidak dapat diterima pada tahap simulasi
kerusakan, selanjutnya didiskusikan bersama panelis terlatih melalui
tahap FGD ini.
Sebelum memasuki periode penyimpanan sampel, panelis dalam
bentuk diskusi fokus grup (FGD) me-review dan menyamakan persepsi
kembali terutama dalam hal penskalaan. Pada periode ini, panelis
disajikan contoh mie rusak dan reference serta blind control. Blind
control dalam hal ini memiliki peran untuk mengkonfirmasi jawaban
panelis. Setelah masing-masing panelis mengevaluasi sampel secara
terpisah dalam suatu booth, seluruh panelis dengan dipimpin oleh leader
berdiskusi dan membentuk kesepakatan bersama mengenai nilai
skor/skala yang paling sesuai dengan kondisi setiap sampel.
d. Uji Skoring/Rating
Pengujian atribut mutu produk yang dibandingkan dengan kontrol
dilakukan terhadap (1) warna, (2) kecerahan, (3) kerapuhan, (4) aroma
tengik (off odor) dan (5) rasa pahit, sesuai dengan hasil kesepakatan
dalam FGD. Uji skoring terhadap seluruh atribut mutu kecuali atribut
rasa dilakukan oleh panelis sebelum produk mie kering direhidrasi.
Panelis yang telah mengevaluasi sensori atribut-atribut tersebut,
kemudian diminta untuk menilai/memberi skor masing-masing sampel
uji pada tiap atribut selama sampling penyimpanan. Uji skoring pada
penelitian ini menggunakan skala sensori 0-10. Format uji skoring secara
jelas dapat dilihat seperti pada Lampiran 3.
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
1. Pembuatan Tepung Jagung
Jagung yang digunakan sebagai bahan untuk membuat tepung pada
penelitian ini adalah jagung varietas P-21 (Pioneer-21). Varietas ini
diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo. Umur panen varietas
P-21 adalah 105 hari. Penelitian diawali dengan proses penepungan jagung
yang mengacu pada hasil optimasi Putra (2008), yaitu dengan menggunakan
metode penggilingan kering.
Jenis tepung yang digunakan sangat mempengaruhi karakteristik
akhir dari produk mie jagung yang dihasilkannya. Penggunaan tepung
jagung dari hasil penggilingan kering lebih direkomendasikan karena
memberikan hasil sifat/karakteristik mie yang lebih bagus dibandingkan
dengan mie dari tepung hasil penggilingan basah (Merdiyanti, 2008).
Tahapan pembuatan tepung pada metode penggilingan kering
meliputi penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap
akhir, serta pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan untuk
menggiling biji jagung menjadi grits menggunakan saringan 12 mesh.
Penggilingan yang menggunakan hammer mill ini akan menghasilkan grits,
kulit, lembaga dan tip cap. Pemisahan kulit, lembaga dan tip cap dilakukan
dengan pencucian dan perendaman. Grits akan mengendap sedangkan
bagian lain (kulit, tip cap dan lembaga) akan mengapung. Grits jagung
dikeringkan dengan oven selama 1 jam hingga kadar air ± 35 % untuk
mempermudah ke tahap penggilingan selanjutnya.
Menurut Etikawati (2007), kadar air yang lebih tinggi dari 35%
dapat menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan
kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air yang terlalu rendah,
endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan serta
pertikel tepung setelah penggilingan menjadi kasar.
Penggilingan tahap akhir merupakan penggilingan grits jagung
dengan menggunakan disc mill untuk menghasilkan tepung jagung
35
berukuran 48 mesh. Tepung jagung yang diperoleh ini kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 3 jam dan selanjutnya
diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat berukuran 100 mesh.
Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel tepung seragam. Menurut
Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran partikel dapat menyebabkan
terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang
lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyerap air,
sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan membentuk noda
berwarna putih. Tepung jagung kering yang sudah diayak kemudian
dikemas dalam plastik polipropilen dan disimpan di dalam freezer untuk
menjaga kadar air tepung konstan.
Gambar 6. Tepung Jagung P-21 Berukuran 100 mesh
2. Pembuatan Mie Kering Jagung Substitusi
Proses pembuatan mie kering jagung substitusi terdiri atas
pencampuran bahan, pembulatan (pengistirahatan adonan), pencetakan
(pressing, slitting dan cutting), pengukusan dan pengovenan. Pembuatan
mie jagung substitusi dalam penelitian ini ditujukan untuk sampel uji
analisis preferensi konsumen serta untuk sampel percobaan penyimpanan.
Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan
bahan-bahan dalam pembuatan mie. Disamping menghomogenkan
campuran bahan, proses pencampuran bertujuan pula untuk meratakan
distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan.
Bahan baku tepung berupa campuran tepung terigu dan tepung
jagung diaduk dengan vary mixer hingga merata bersama bahan kering
36
lainnya selain garam. Dalam wadah yang lain, garam yang telah dilarutkan
dengan air ditambahkan ke dalamnya secara bertahap hingga terbentuk
adonan yang homogen. Menurut Astawan (2005), waktu pengadukan
adonan dilakukan selama 15-25 menit dengan suhu adonan sekitar 25-40 oC.
Suhu adonan dapat dipengaruhi oleh gesekan antara adonan dan
pengaduk. Peningkatan suhu ini mampu meningkatkan mobilitas dan
aktivitas air ke dalam jaringan tepung sehingga membantu pengembangan
adonan. Adonan yang terbentuk diharapkan seragam/homogen, mampu
menyerap air secara optimal, dan tidak lengket.
Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, adonan yang telah
tercampur merata dibentuk bulatan dan diistirahatkan terlebih dahulu selama
10 menit. Tujuannya adalah menyeragamkan distribusi air dan
mengembangkan gluten. Pengistirahatan yang terlalu lama dapat
menyebabkan adonan menjadi kering sehingga mudah patah saat direbus.
Proses pencetakan merupakan tahapan yang dilakukan untuk
membentuk untaian-untaian mie dengan karakter yang diinginkan. Proses
pencetakan ini terdiri atas dua tahap yaitu pembentukan lembaran adonan
(sheeting) dan pembentukan untaian mie (slitting). Kedua proses ini
dilakukan dengan teknik kalendering menggunakan sheeter-noodle
machine.
Pada tahap pencetakan mie terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi mutu mie yang dihasilkan, yaitu pemilihan skala
pengepresan serta ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Skala
pengepresan mempengaruhi ketebalan dari lembaran dan untaian mie yang
dihasilkan. Jika terlalu tipis, mie yang dihasilkan menjadi mudah patah.
Sedangkan mie yang terlalu tebal membutuhkan waktu yang lebih lama baik
dalam pengukusan maupun pengeringan. Mengacu pada Kusnandar (2008),
pengepresan lembaran adonan dilakukan sebanyak 10 hingga 12 kali.
Disamping skala roll pengepresan, hal penting lain yang perlu
diperhatikan adalah ketajaman pisau pemotong untaian mie (slitter). Pisau
pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mie yang terpotong
37
bergerigi dan tidak rapi. Hasil potongan untaian mie yang kurang rapi dapat
meningkatkan KPAP.
Setelah pembentukan untaian mie, dilakukan proses pengukusan mie
pada suhu 100°C selama 15 menit. Pada proses pengukusan terjadi
gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi
air dari gluten akan menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini
disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks
pati gluten lebih rapat. Pada waktu sebelum dikukus, ikatan bersifat lunak
dan fleksibel, tetapi setelah dikukus menjadi keras dan kuat (Sunaryo,
1985).
Setelah pengukusan, proses selanjutnya adalah pengeringan mie
jagung dengan oven. Mie substitusi jagung yang telah dikukus lalu
dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan secara sempurna. Proses
pengeringan bertujuan menurunkan kadar air hingga mencapai kadar air 9-
10%. Penurunan kadar air ini berguna untuk memperpanjang masa simpan
produk mie kering substitusi jagung.
Mie kering substitusi jagung yang dihasilkan memiliki kadar air 9.42
%. Hal ini telah memenuhi kriteria mutu mie kering dalam SNI 01-2974-
1996, yang menyatakan kadar air maksimal untuk mie kering adalah 10 %.
Disamping menurunkan kadar air, proses pengeringan juga dapat
meningkatkan porositas akibat keluarnya air dari dalam bahan. Peningkatan
porositas ini membuat produk menjadi lebih mudah untuk direhidrasi.
Prinsip utama pengeringan adalah pengeluaran air dari bahan akibat
proses pindah panas yang berhubungan dengan adanya perbedaan suhu
antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam
produk. Ukuran bahan yang akan dikeringkan dapat mempengaruhi
kecepatan waktu pengeringan. Semakin kecil ukuran bahan akan semakin
cepat waktu pengeringannya. Hal ini disebabkan bahan yang berukuran
kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga memudahkan
proses penguapan air dari bahan.
Proses pengeringan dilakukan pada suhu 60-70oC selama 70 menit.
Pengeringan dianggap cukup jika mie tidak menempel rekat lagi pada tray
38
dan tidak ada lagi bagian mie yang lembek. Menurut Hou dan Kruk (1998).
pengeringan dengan udara panas dari oven yang terlalu cepat dapat
menyebabkan mie kering menjadi rapuh. Lama waktu pengeringan akan
menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Jika waktu
pengeringan terlalu lama, mie kering menjadi lebih rapuh. Hal ini tentunya
akan mempengaruhi kualitas masak dari mie kering tersebut, yaitu mie
menjadi lebih mudah patah/hancur dan air rebusannya berwarna kekeruhan
(KPAP tinggi).
3. Karakterisasi Mie Jagung Substitusi
Karakterisasi mie kering jagung substitusi sebelum penyimpanan
dilakukan secara fisik meliputi analisis KPAP, analisis profil tekstur TA dan
analisis warna-Hunter. Hal ini didukung oleh Oh et al. (1983) yang
menyatakan bahwa kualitas mie dinilai dari parameter kualitas masak
(KPAP), tekstur dan warna.
a. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) menunjukkan
banyaknya padatan dalam mie yang keluar atau terlarut ke dalam air
selama proses pemasakan. Nilai KPAP dinyatakan sebagai perbandingan
antara berat padatan yang terlepas dan berat kering sampel yang
dinyatakan dalam satuan persen (%). KPAP merupakan salah satu
parameter mutu terpenting karena berkaitan dengan kualitas mie setelah
dimasak. Selama pemasakan. padatan yang hilang disebabkan oleh
terlepasnya amilosa pada untaian mie ke dalam air rebusan. Semakin
rendah nilai KPAP mie menunjukkan bahwa mie tersebut memiliki
kualitas tekstur yang baik dan homogen.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai KPAP mie jagung
substitusi adalah 4.41%. Sementara itu, nilai KPAP mie terigu adalah
2.87 % (Fitriani, 2004). Nilai KPAP yang tinggi dapat disebabkan oleh
kurang optimumnya pengikatan matriks pati tergelatinisasi dengan pati
yang tidak tergelatinisasi pada mie jagung (Kurniawati, 2006), sedangkan
39
pada mie terigu yang mengandung protein gluten dalam jumlah tinggi.
proses gelatinisasi terjadi secara sempurna sehingga mie yang terbentuk
cenderung lebih kompak dan memiliki KPAP yang lebih rendah.
Namun demikian, nilai KPAP mie jagung yang dihasilkan ini
masih tergolong dalam kualitas mie yang baik. Hal ini didukung oleh
penelitian Kusnandar (2008) bahwa nilai KPAP mie terigu adalah sebesar
4.56 %. Artinya, nilai KPAP mie jagung masih berada dalam kisaran
nilai KPAP mie dengan mutu yang baik. Disamping itu, nilai KPAP juga
dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Menurut Guo et al. (2003), tepung
terigu dengan kandungan amilosa 21-24 % akan menghasilkan kualitas
mie yang baik. Tepung jagung varietas Pioneer 21 yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki kandungan amilosa sebesar 23.04 %, yaitu masih
berada pada kisaran tersebut.
b. Profil Tekstur-TA
Tekstur merupakan salah satu parameter yang mendukung mutu
mie kering jagung substitusi. Dalam mengevaluasi tekstur produk, sering
dilakukan korelasi yang baik antara pengukuran tekstur secara subjektif
menggunakan indera manusia dengan pengukuran secara objektif
menggunakan instrumen. Analisis profil tekstur menggunakan Texture
Analyzer TAXT-2 mampu memberikan pendekatan korelasi antara kedua
kondisi pengukuran tersebut.
Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya
tekan yang diberikan. Kekerasan ditentukan dari gaya maksimum
(nilai puncak) pada tekanan pertama, sehingga semakin besar gaya
yang dibutuhkan (nilai puncak makin tinggi) maka menandakan
kekerasan semakin meningkat.
Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh hasil bahwa kekerasan
mie kering substitusi jagung adalah 3108.25 gf. Nilai ini hampir
mendekati nilai kekerasan mie kering jagung 100 % hasil penelitian
Putra (2008) dengan suhu pengovenan 60oC, yaitu 3135.18 gf. Tingkat
kekerasan mie jagung 100 % yang diperoleh ini apabila dikorelasikan
dengan nilai organoleptik oleh panelis memberikan skor nilai kesukaan
40
yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkaan bahwa konsumen menyukai
mie dengan karakter tekstur keras tersebut (Putra, 2008).
Nilai kekerasan mie dapat diakibatkan oleh proses retrogradasi pati
(Eliasson dan Gudmundsson, 1996). Retrogradasi merupakan proses
terbentuknya ikatan antara amilosa-amilosa yang telah terdispersi
kedalam air. Semakin banyak amilosa yang terdispersi, maka proses
retrogradasi pati semakin mungkin terjadi. Dengan demikian, mie yang
memiliki nilai KPAP tinggi (amilosa banyak yang terdispersi) akan
memiliki kecenderungan tingkat kekerasan tekstur yang tinggi pula.
Kelengketan berbanding lurus dengan nilai KPAP (kehilangan
padatan akibat pemasakan). Peningkatan KPAP akan diikuti dengan
peningkatan nilai kelengketan mie. Mie memiliki kualitas makan serta
penampakan yang baik apabila memiliki nilai kelengketan yang rendah.
Nilai kelengketan ini dipengaruhi oleh banyaknya kandungan amilosa
yang terlepas ke dalam air rebusan mie. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Eliasson dan Gudmundsson (1996) bahwa amilosa yang terlepas dari
granula pati dapat menyebabkan kelengketan. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa nilai kelengketan mie kering substitusi jagung
adalah 188.55 gf.
Pengukuran elastisitas dalam penelitian ini diartikan sebagai
kemampuan mie matang untuk kembali ke kondisi semula setelah
diberikan tekanan pertama. Berdasarkan hal tersebut maka nilai
elastisitas akan semakin bagus apabila nilainya mendekati 1 yang
artinya mie dapat kembali ke kondisi (ketebalan) awal setelah diberi
tekanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai elastisitas mie adalah
0.7343.
c. Warna-Hunter
Warna merupakan salah satu parameter mutu terpenting pada mie
yang memegang peranan dalam penerimaan oleh konsumen. Selain itu,
warna dapat memberi petunjuk mengenai adanya perubahan kimia dalam
makanan, seperti reaksi pencoklatan dan karamelisasi (De Man, 1989).
41
Tiga unsur utama yang menentukan warna bahan pangan adalah
warna kromatis (Hue), warna akromatis (lightness) dan kroma. Warna
kromatis adalah warna nyata yang dapat diamati olah mata seperti warna
merah, kuning, biru dan sebagainya. Warna akromatis disebut juga
sebagai kecerahan, sedangkan warna kroma menyatakan intensitas dari
warna kromatis. Ketiga parameter inilah yang digunakan untuk
menyatakan warna benda secara objektif.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai L dan a mie jagung
substitusi masing-masing sebesar 48.04 dan 0.69. Nilai L ini juga
didukung oleh besaran nilai b, yang memperlihatkan tingkatan/derajat
kuning, yaitu sebesar 20.56.
B. PREFERENSI KONSUMEN
Kajian preferensi konsumen pada penelitian ini dilakukan terhadap 100
orang responden lingkar kampus IPB Darmaga. Lokasi penyebaran kuesioner
bertempat di dua pedagang bakso, yaitu Baso Kabayan dan Baso Favorit.
Evaluasi sampel mie jagung substitusi dalam produk mie bakso oleh responden
dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7. (a) Mie Jagung Substitusi dalam Produk Olahan Mie Bakso (b) Evaluasi Mie Jagung Substitusi oleh Responden di Baso
Kabayan
1. Profil
memb
memp
karakt
pendid
100 or
kalang
ekonom
Gamba
Gambar
per
3S1
Responden
Karakterist
erikan ga
engaruhi p
teristik demo
dikan, peker
rang respond
gan mahasisw
mi menenga
ar 8.
r 8. Profil Re Mie Bak
57 %
rempuan
R1
31
34 % 1 %1
TidakSekoh
Dip
n
tik demogr
ambaran m
preferensi re
ografi yang
rjaan dan ra
den diketahu
wa dengan k
ah. Secara ke
esponden Kokso
43 %
laki-la
37 %
RpRp
Rp 500.000-Rp1.000.000
12 %22
%
%
kola SMP
S
ploma
rafi respon
mengenai
esponden t
dianalisis m
ata-rata peng
ui bahwa resp
kisaran usia
eseluruhan, p
onsumen Mi
aki
26
7
kansw
w
6 %
p 1.000.000-p 5.000.000
p Rp 3500.00
2 %SMA
nden penti
faktor-fakto
terhadap m
meliputi jenis
geluaran per
ponden kons
16-25 tahun
profil respon
ie Jagung Su
11 % 5 %6-35 th36-45
7 %13 % 7
aryawa
wasta
wiraswastaibu rtang
21 %
36 %
<Rp 300.000
300.000-Rp 00
ing diketah
or yang
mie jagung.
s kelamin, u
r bulan. Dia
sumen didom
n dan dengan
nden dapat d
ubstitusi dala
82 %
% 2 %
16-25 th
5 th > 45 th
72 %
%1 %
pelajar/maha
rumahggalainnya
0
42
hui untuk
mungkin
Beberapa
sia, tingkat
antara total
minasi oleh
n tingkatan
dilihat pada
am Produk
hasisw
2. Profil
gamba
frekue
katego
pengum
pengko
mengk
mengk
memb
kombi
diantar
mengk
pokok
menen
atribut
konsum
Responden
Informasi r
aran akan pe
ensi konsum
ori, yaitu <
mpulan dat
onsumsi m
konsumsi mi
Gam
Beberapa
konsumsi m
eli, harga y
inasi dari p
ra keempat
konsumsi mi
k. Selisih 3
ntukan respo
t mie dan ha
msi mie oleh
Pers
enta
se J
umla
h R
espo
nden
n dalam Men
responden m
engalaman m
msi mie res
2 kali; 3
ta menunjuk
mie secara
ie kurang da
mbar 9. Data
faktor/alasa
mie diantara
yang terjang
pilihan jaw
pilihan ter
ie karena m
% dengan
onden dalam
arga yang te
h responden
0102030405060
< 2x
54 %
Ko
ngkonsums
mengenai fre
mereka dalam
sponden per
- 4 kali; 5
kkan bahw
rutin, dima
ari 2 kali dala
a Frekuensi
an yang m
anya mutu/k
gkau, sebag
aban terseb
rsebut, respo
mengenyangk
n alasan pi
m mengkon
erjangkau. S
dapat diliha
3-4 x 5
%39 %
onsumsi Mie
si Mie
ekuensi kons
m menilai/m
r minggu d
5 - 7 kali;
a seluruh r
ana sebagia
am seminggu
Konsumsi M
mempengaru
kualitas mi
gai penggant
but. Survei
onden lebih
kan dan seba
ilihan terseb
nsumsi mie
ecara detail,
at pada Gamb
5-7 x >7 x
6 % 1 %
e/Minggu
sumsi mie m
mengevaluasi
dibagi menj
dan > 7 k
responden m
an besar d
u.
Mie
uhi respond
ie, kemudah
ti pangan p
menunjukk
h banyak m
agai pengga
but, faktor
adalah kua
, faktor/alasa
bar 10.
%
43
memberikan
i mie. Data
jadi empat
kali. Hasil
merupakan
diantaranya
den dalam
han untuk
pokok atau
kan bahwa
memutuskan
anti pangan
lain yang
alitas/mutu
an penentu
Gam
diketah
mutu/k
mie y
mengk
atribut
dalam
atribut
atribut
kecend
karena
atribut
yang m
adanya
yang
merup
respon
Pt
Jl
hR
d
mbar 10. Fak
Dari diagr
hui bahwa
kualitas mie
yang dapat
konsumsi mi
Hasil peng
t mutu mie
mengkonsu
t tekstur jug
t rasa. H
derungan res
a adanya bia
t rasa dan tek
Akan tetap
menjawab k
a pengaruh
tidak mema
pakan respo
nden dengan
01020304050
Pers
enta
se J
umla
h R
espo
nden
ktor Penentu
ram faktor
salah satu a
e. Terdapat
t menunjuk
ie diantarany
umpulan dat
e terpenting
umsi mie. Se
a menduduk
Hasil survei
sponden dal
as responden
kstur pada m
pi, pada sur
kuesioner den
tingkat pen
ahami cara
onden deng
tingkat peke
16 %5 %
Fakto
u Responden
penentu k
alasan respo
beberapa fa
kkan tingka
ya atribut ras
ta menunjuk
yang men
ementara itu
ki prioritas t
i yang m
am menjawa
n dalam meni
mie.
rvei peneliti
ngan tidak b
didikan resp
menjawab
gan tingkat
erjaan ibu ru
%16 %
or Penentu Ko
dalam Men
konsumsi m
onden meng
aktor/atribut
at preferen
sa, aroma, te
kkan bahwa
nimbulkan k
u, Gambar 1
ertinggi dala
memperlihatk
ab atribut ra
ilai serta me
ian ini mas
benar. Hal in
ponden. Seb
kuesioner d
pendidikan
umah tangga
19 %
onsumsi Mie
gkonsumsi M
mie pada G
gkonsumsi m
mutu terpe
nsi respond
ekstur dan w
atribut rasa m
ketertarikan
1 menunjuk
am produk m
kan lebih
asa diperkira
embedakan t
sih terdapat
ni diperkirak
banyak 8 %
dengan bena
n lebih ren
a.
44 %
e
44
Mie
ambar 10,
mie adalah
nting pada
den dalam
warna.
merupakan
responden
kkan bahwa
mie setelah
tingginya
akan terjadi
terminologi
responden
kan karena
responden
ar ternyata
ndah serta
Ga
3. Prefer
Produ
dijabar
pertim
terhad
penelit
diketah
mende
(1994)
selanju
karena
diujika
menge
cender
jagung
mbar 11. A
rensi Respo
uk Mie Baks
Data peril
rkan pada
mbangan da
dap mie jagu
tian merupa
Namun, ap
hui bahwa h
engar dan tel
) menyebu
utnya berpe
a itu, tingka
an perlu un
enal mie j
rung banya
g di kampus
Pers
enta
se J
umla
h R
espo
nden
tribut Mutu
nden terhad
so
laku respon
bagian se
alam penga
ung. Hasil
akan konsum
pabila dikaitk
hanya sebag
lah mengena
tkan bahw
ngaruh pada
at pengetahu
ntuk diketah
jagung pad
ak menerim
IPB.
010203040506070
rasa
66
Res
pond
enMie yang Pa
dap Mie Ke
nden dalam
ebelumnya
ambilan ke
pengamatan
men yang te
kan dengan
ian dari resp
al mie jagun
wa pengetah
a tingkah la
uan respond
hui. Respond
da umumny
ma informasi
a aroma teks
%
7 %14
Atribut M
aling Penting
ering Jagun
mengkonsu
perlu dike
esimpulan
n menunjukk
elah terbiasa
pengetahuan
ponden (53
g sebelumny
huan memp
aku atau pr
den terhadap
den yang p
ya merupak
i sosialisasi
stur warna tidje
4 %5 %
Mutu Mie
g bagi Respo
g Substitusi
umsi mie y
etahui sebag
preferensi
kan bahwa
a mengkons
n terhadap m
%) yang sud
ya. Stepherd
pengaruhi s
eferensi pan
p produk pa
ernah mend
kan mahasi
i pengemba
dak elas
8 %
45
onden
i dalam
yang telah
gai bahan
konsumen
responden
sumsi mie.
mie jagung
dah pernah
d dan Spark
sikap dan
ngan. Oleh
angan yang
dengar dan
iswa yang
angan mie
progra
tidak d
dengan
sensor
yang d
mie ke
disajik
all me
berarti
respon
produk
yang m
mengg
menila
menga
diband
Gambar
Pengemban
am diversifik
dapat dipung
n mie teri
rinya. Pada p
diharapkan m
ering terigu k
Mie kerin
kan pada pro
enggunakan
i suka.
Hasil peng
nden “suka”
k mie bakso
menyatakan
gantikan pro
ai produk ini
alami/merasa
dingkan deng
beme
r 12. Penget
ngan produ
kasi telah di
gkiri bahwa
gu komersi
penelitian in
mampu mem
komersial.
ng jagung
oduk olahan
skala 1-5. N
gumpulan d
” terhadap
o. Hal ini d
bahwa kual
oduk mie ter
i ”netral/bias
akan suatu
gan produk m
47 %
lum pernahendengar
tahuan Respo
uk mie jag
ilakukan sej
mie jagung
ial karena
ni, dikemban
miliki tingka
substitusi y
n mie bakso
Nilai 1 bera
data menun
mie jagung
didukung pu
litas sensori
rigu. Sebany
sa saja” dapa
perbedaan
mie terigu k
%
h
onden terhad
gung sebaga
ak beberapa
g cenderung
keterbatasa
ngkan mie k
at preferensi
yang akan
. Penilaian
arti tidak suk
njukkan bah
g substitusi
la oleh hasi
i mie jagung
yak 37 % re
at diartikan b
yang nyata
omersial.
53 %
pernmenr
dap Mie Jagu
ai upaya m
a tahun silam
kurang dapa
an karakteri
ering jagung
konsumsi m
dievaluasi
responden s
ka hingga ni
hwa sebany
yang diola
il kajian Pu
g sudah cuk
esponden lai
bahwa respo
pada produ
nah denga
46
ung
mendukung
m. Namun,
at bersaing
istik mutu
g substitusi
menyerupai
responden
secara over
ilai 5 yang
yak 43 %
ah menjadi
utra (2009),
kup mampu
innya yang
onden tidak
uk apabila
Gamb
4. Analis
Olaha
jagung
menun
apabila
memp
nyata d
Gamb
respon
sebaga
terbuk
bar 13. TingSubs
sis Kesesuai
an Mie Baks
Hasil peng
g substitusi
njukkan bah
a mie jagun
erlihatkan b
dengan mie
bar 14. DiagProdu
Sebanyak 9
nden diantar
ai alternatif
ka menerima
Pers
enta
se J
umla
h R
dkat Kesukaatitusi pada P
ian Mie Ker
so
gumpulan d
i yang di
hwa sebany
ng substitusi
bahwa karakt
terigu jika d
gram Tingkatuk Olahan M
90 % respon
ranya “setuj
pengganti m
a pilihan ta
01020304050
suka
43 %
Res
pond
en
tidaksesu
an RespondeProduk Mie B
ring Jagung
ata mengen
sajikan pad
yak 90 %
ini diolah m
teristik mie
diolah pada p
t KesesuaianMie Bakso
nden yang m
ju” apabila
mie terigu.
awaran mie
a agak suka
netra
% 12 % 37
Tingkat Kes
90 %
10 %
k uai
s
en terhadap MBakso
g Substitusi
nai tingkat k
da produk
responden
menjadi prod
jagung subs
produk mie b
n Mie Jagung
menyatakan “
mie jagun
Pada dasarn
non terigu
l agak tidak suka
tidak suka
%6 % 2 %
sukaan
%
esuai
Mie Kering J
pada Produ
kesesuaian m
olahan m
menyatakan
duk mie bak
stitusi tidakl
bakso.
g Substitusi
“sesuai” ters
ng substitusi
nya, respond
u yang mem
47
Jagung
uk
mie kering
mie bakso
n “sesuai”
kso. Hal ini
ah berbeda
pada
ebut, 81 %
i dijadikan
den sangat
miliki nilai
unggu
adalah
mie ter
Gamb
sebelu
peneri
Akan
dengan
dikateg
dan la
secara
diaplik
%); to
%).
Gamb
ul tersendiri.
h mie jagung
rigu.
bar 15. TingKom
Berdasarka
umnya, diket
maan yang
tetapi, altern
n mengguna
gorikan men
ainnya. Dia
a berturut-tu
kasikan pada
oge goreng (
bar 16. Ting Lain
4
Apalagi, d
g substitusi y
kat Kesesuamersial
an hasil surv
tahui bahwa
tinggi ketik
natif produk
akan mie ja
njadi empat
gram lingka
urut respon
a produk ola
14.52 %); d
gkat Kesesuan
19 tidak setuj
43.55 %
8.06 %
dalam hal in
yang masih
aian Mie Jagu
vei seperti y
mie kering
ka disajikan
k pangan ola
agung subst
jenis yaitu s
aran pada G
den memili
ahan mie go
dan lainnya s
aian Mie Jagu
81
%u
s
33.87 %
14.52 %
%
ni mie non
memiliki ka
ung sebagai
yang telah d
jagung subs
n pada prod
ahan lainnya
titusi ini. Pr
soto mie, tog
Gambar 16
ih mie jag
oreng ( 43.5
seperti spagh
ung pada Pr
1 %
setuju
soto mie
toge gore
mie goren
lainnya
terigu yang
arakteristik m
Alternatif M
dijabarkan pa
stitusi memi
duk olahan m
a dapat pula
roduk olaha
ge goreng, m
menunjukk
gung substit
5 %); soto m
hetti dan ifu
roduk Olahan
eng
ng
48
g dimaksud
menyerupai
Mie Terigu
ada bagian
liki tingkat
mie bakso.
diterapkan
an tersebut
mie goreng
kan bahwa
tusi untuk
mie (33.87
u mie (8.06
n
49
C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MIE KERING JAGUNG
SUBSTITUSI
1. Pembentukan Panelis Terlatih
a. Seleksi Panelis
Seleksi panelis merupakan tahap awal untuk mendapatkan panelis
yang memiliki kepekaan sensori yang baik. Calon panelis yang lolos
seleksi menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat
menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60% untuk uji segitiga dan
80% untuk uji deskriptif (Meilgaard et al., 1999).
Selanjutnya, panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini
adalah panelis yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti
rangkaian pelatihan secara konsisten. Berdasarkan penilaian dari seluruh
rangkaian uji dalam seleksi panelis, diperoleh sebanyak 9 orang calon
panelis terlatih dari total calon kandidat sebanyak 45 orang. Performa
calon panelis terlatih pada rangkaian tahapan proses seleksi dapat dilihat
pada Lampiran 4.
b. Pelatihan Panelis
Calon panelis terlatih yang telah diseleksi harus mengikuti
rangkaian pelatihan secara kontinu sehingga dapat secara layak dikatakan
terlatih dalam hal evaluasi mie kering jagung substitusi. Menurut
Heymann et al. (1993), tahap pelatihan panelis bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan,
mendeskripsikan dan mengkuantifikasikan atribut sensori yang terdapat
dalam suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah
disepakati bersama. Namun demikian, pada intinya tahap pelatihan
panelis pada penelitian ini ditujukan untuk melatih kepekaan dan
konsistensi panelis dalam mengevaluasi kualitas mie dari sudut pandang
beberapa atribut/parameter kritis mie.
Pelatihan panelis periode pertama bertujuan untuk membiasakan
panelis dalam mengevaluasi mie kering, terutama mie kering berbasis
jagung. Pada periode ini, panelis diperkenalkan dengan berbagai jenis
mie kering baik yang dalam keadaan kering maupun yang telah
50
direhidrasi. Kemudian, dilanjutkan dengan pengenalan terminologi
atribut-atribut mie. Pengenalan terminologi bertujuan untuk menyamakan
konsep sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu sama lain
(Lawless dan Heymann, 1989).
Tahap pelatihan berikutnya ditujukan untuk melatih panelis dalam
memberikan skor penilaian/merating sampel serta melihat tingkat
kekonsistenannya dalam mengevaluasi sampel pada waktu yang berbeda.
Pembelajaran skor/skala dalam pelatihan menggunakan sampel
reference.
Menurut Dilana (2008), reference untuk pelatihan harus merupakan
reference yang baik (as an anchor point), yaitu memiliki variasi yang
terukur dimana panelis masih dapat membedakan intensitasnya. Dalam
hal ini, reference yang dipakai adalah mie kering jagung substitusi segar
(sebelum penyimpanan). Penggunaan reference pada setiap pengujian
berguna untuk memperlihatkan kepada panelis mengenai batas mutu
awal sampel yang belum mengalami penyimpanan, yaitu terdapat pada
nilai skor/skala tertinggi (skala 10).
Jenis uji yang digunakan pada proses pelatihan ini adalah uji rating
atribut. Contoh format kuesioner pengujian dapat dilihat pada Lampiran
3. Uji rating pada penelitian ini menggunakan skala 0-10. Hal ini
bertujuan untuk memberi keleluasaan pengevaluasian sampel oleh
panelis dalam kisaran/rentang nilai skala yang lebih luas.
Penggunaan jenis skala sensori ini didukung oleh Lawless dan
Heymann (1998) yang menyatakan bahwa penggunaan skala kategori
dengan tingkatan skala yang lebih banyak diperbolehkan. Hal ini justru
dapat memberikan alternatif yang cukup kepada panelis dalam
merepresentasikan tingkat perbedaan yang ada. Dengan kata lain,
penggunaan skala kategorial 3 poin tentu tidak akan cukup efisien jika
diberikan kepada panelis terlatih yang memiliki kemampuan pembedaan
suatu stimulus pada banyak tingkatan. Kuesioner uji pada Lampiran 3
memperlihatkan deskripsi intensitas masing-masing atribut pada setiap
skala kategorial.
51
Rekapitulasi konsep pelatihan panelis secara ringkas dapat dilihat
pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil pengamatan performa panelis selama
beberapa periode pelatihan, dapat disimpulkan bahwa pengujian terhadap
aroma cenderung lebih sulit dibandingkan dengan atribut lainnya. Hal ini
dapat dilihat dari pemetaan jawaban panelis yang memiliki ragam cukup
tinggi. Menilik penelitian sejenis yang dilakukan oleh Dilana (2008),
diketahui bahwa lebih sukarnya evaluasi atribut aroma diperkirakan
karena adanya kesulitan manusia dalam menghubungkan antara persepsi
olfaktori dengan kemampuan dan memori verbal.
c. Focuss Group Discussion (FGD)
Hasil diskusi fokus grup yang ditujukan untuk melihat deskripsi
perbedaan mutu mie sebelum penyimpanan dan mie yang disimulasi
rusak dapat dilihat pada Tabel 10. Melalui diskusi ini diharapkan panelis
mampu mengetahui perbedaan antara mie segar (mie sebelum
penyimpanan) dan mie yang rusak. Dengan demikian, panelis mampu
berdiskusi lebih lanjut dalam penentuan atribut mutu yang paling
berpengaruh terhadap penolakan produk oleh konsumen.
Tabel 9. Hasil FGD Mie Jagung Substitusi Sebelum Penyimpanan dan
Mie Jagung Substitusi Simulasi Rusak
Atribut Deskripsi
Mie sebelum penyimpanan Mie simulasi rusak
* Sebelum rehidrasi
- warna kuning (+++) kuning (+), cenderung kusam
- aroma aroma jagung, normal aroma tengik/menyimpang - kerapuhan rapuh (+) rapuh (+++) * Setelah rehidrasi - warna kuning normal warna kuning agak kusam - rasa normal, ada aroma jagung agak pahit, agak tengik
- kelengketan tidak lengket (+) lengket (++) - kekenyalan kenyal kenyal
52
2. Penetapan Parameter dan Batas Mutu Kritis Kerusakan Mie Kering
a. Penetapan Parameter Mutu Kritis
Berdasarkan hasil pengamatan proses simulasi kerusakan mie
kering jagung substitusi pada suhu tinggi, diketahui bahwa parameter
mutu mie yang lebih cepat teramati perubahannya secara subyektif
adalah timbulnya off odor (aroma tengik). Hal ini telah sesuai dengan
dugaan awal bahwa penyebab kerusakan utama pada mie jagung adalah
kerusakan oksidatif (ketengikan).
Mie kering berbahan baku tepung jagung memiliki kemungkinan
kerusakan akibat penyimpanan suhu ekstrim (oksidasi asam lemak)
menjadi tengik. Menurut Fennema (2004), asam lemak dominan
penyusun jagung adalah asam lemak tidak jenuh linoleat dan linolenat.
Sementara itu, hasil penelitian Etikawati (2007) menunjukkan bahwa
kadar lemak tepung jagung Pioneer 21 adalah sebesar 1.73 %.
Kandungan lemak yang terdapat pada mie kering jagung substitusi ini
diperkirakan akan dapat berkontribusi terhadap terjadinya kerusakan
oksidatif selama penyimpanan. Hal ini didukung pula oleh penelitian
Basmal et al. (1995) yang menyatakan bahwa adanya lemak sebesar 2 %
pada mie kering mampu memberikan kesempatan jenis lipolitik untuk
tumbuh bersamaan dengan jenis bakteri pengurai lainnya. Keadaan inilah
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lemak menghasilkan asam-
asam lemak bebas dan keton yang berbau khas tengik.
Hasil diskusi fokus grup bersama panelis memperlihatkan bahwa
parameter penting yang berperan terhadap penolakan produk oleh
konsumen adalah atribut warna, kerapuhan dan aroma tengik mie
sebelum rehidrasi, serta atribut rasa mie setelah rehidrasi. Penetapan
parameter kritis ini didukung oleh fakta empiris sampel/contoh mie uji
yang merupakan mie kering jagung substitusi hasil produksi rutin yang
telah disimpan pada suhu ruang lebih dari sekitar 5 bulan. Evaluasi
panelis seperti pada Tabel 10 menunjukkan bahwa mie ini secara visual
memiliki karakteristik yang tidak baik, yaitu warnanya yang sangat
kusam, aromanya yang sangat tengik, teksturnya yang rapuh dan sangat
53
mudah patah, serta rasa setelah direhidrasi yang cenderung pahit dan
tengik.
Beberapa parameter hasil kesepakatan panelis inilah yang
ditetapkan sebagai parameter kritis organoleptik dan selanjutnya
dianalisis selama periode penyimpanan. Untuk parameter warna
digolongkan lagi secara spesifik menjadi parameter warna (warna
kromatis) dan parameter kecerahan (warna akromatis).
Sebagai pendukung data subyektif ini, ditetapkan pula beberapa
analisis obyektif dalam pendugaan umur simpan diantaranya analisis
bilangan TBA, KPAP dan analisis warna dengan Chromameter.
Pemilihan parameter-parameter mutu kritis ini dilakukan dengan
mempertimbangkan asumsi bahwa tidak semua parameter mutu akan
mengalami penurunan mutu yang signifikan selama penyimpanan.
Dengan demikian, pendugaan umur simpan berdasarkan parameter
tertentu dapat lebih leluasa ditetapkan melalui adanya beberapa
parameter kritis tersebut.
b. Penetapan Nilai/Batas Mutu Kritis
Nilai atau batas mutu kritis produk merupakan batasan mutu
dimana akan dilakukan keputusan penolakan terhadap suatu produk
(Kusnandar, 2006). Nilai kritis untuk parameter/atribut sensori ditetapkan
nilai skornya masing-masing sebesar 4 serta skor 6 untuk parameter
aroma tengik dan rasa. Penetapan nilai skor ini didasarkan atas persepsi
panelis dalam memberi skor terhadap produk. Deskripsi skor mutu pada
masing-masing parameter sensori dapat dilihat pada Lampiran 3.
Nilai kritis parameter KPAP mie jagung substitusi ditetapkan
sebesar 8.31%. Hal ini mengacu pada nilai KPAP mie kering jagung
100% (sebagai kontrol) hasil penelitian Lestari (2009). Sementara itu
menurut SNI 01-2352-1991 tentang penentuan angka asam
thiobarbiturat, produk yang kualitasnya masih baik mempunyai nilai
TBA kurang dari 3 mg malonaldehida/g sampel. Tabel 11 menunjukkan
nilai awal dan nilai kritis beberapa parameter uji.
54
Tabel 10. Nilai Awal dan Nilai Kritis Berdasarkan Beberapa Parameter Parameter Nilai awal Nilai Kritis
> Sensori Warna 9.5 4 Kecerahan 9.1 4 tekstur (kerapuhan) 9.2 4 off odor 1.1 6 off flavor 0.4 6 > Fisik KPAP (%) 4.41 8.31 > Kimia bil TBA (mg MDA/g sampel) 0.0012 3
3. Percobaan Penyimpanan Mie pada Kondisi Suhu Ekstrim
Produk mie kering jagung substitusi yang telah dihasilkan
selanjutnya disimpan selama 5 minggu pada tiga kondisi suhu tinggi, yaitu
suhu 37oC, 45oC dan 50oC. Pendugaan umur simpan produk mie kering
jagung substitusi dengan metode Arhenius pada prinsipnya dilakukan
dengan menyimpan produk pada suhu ekstrim, dimana kerusakan akan
terjadi lebih cepat. Kemudian umur simpan ditentukan berdasarkan
ekstrapolasi ke suhu penyimpanan (Kusnandar, 2006).
Pengamatan sampel dan analisis parameter mutu kritis mie jagung
substitusi dilakukan setiap minggu, yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28, 35.
Penetapan waktu analisis ini dimaksudkan agar semakin banyak titik plot
yang diperoleh, sehingga tren model matematika yang didapatkan pun akan
semakin baik.
4. Kinetika Penurunan Mutu Parameter Kritis
a. Atribut warna
Hasil uji sensori terhadap atribut warna mie kering jagung
substitusi oleh panelis terlatih selama penyimpanan dapat dilihat pada
Gambar 16. Berdasarkan grafik tersebut, dapat diketahui bahwa selama
penyimpanan atribut warna mengalami perubahan mutu yang cenderung
lambat. Hal ini dapat ditunjukkan dengan terdapatnya pola perubahan
mutu tidak terlalu tajam pada sampel dua suhu penyimpanan (37oC dan
55
45oC) yang keduanya hampir saling berhimpit. Kondisi ini
memperlihatkan bahwa atribut warna kurang sensitif terhadap perubahan
suhu.
Gambar 17. Perubahan Mutu Atribut Warna Selama Penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa
sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut warna pada taraf
signifikansi 0.05 (Lampiran 17). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan
bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan 37oC
dan 45oC tidak berbeda nyata satu sama lain. Namun kedua sampel
tersebut berbeda nyata dengan sampel suhu penyimpanan 50oC pada taraf
α 0.05.
Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 7)
menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan
dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada
parameter/atribut warna dilakukan dengan menggunakan ordo nol.
Selanjutnya, ordo reaksi yang dipakai dalam pendugaan umur simpan
produk mie jagung substitusi berdasarkan parameter-parameter mutu
lainnya adalah ordo nol. Penetapan ordo reaksi ini didasarkan oleh
pemrolehan nilai R2 yang lebih tinggi pada ordo nol dibandingkan
dengan ordo satu.
Pengukuran atribut warna mie kering jagung substitusi oleh panelis
memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang fluktuatif.
Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing
0123456789
10
0 7 14 21 28 35sk
or m
utu
war
na
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
56
sebesar 0.087. 0.081 dan 0.104. Nilai k yang diperoleh ini memiliki
kecenderungan pola turun naik yang cukup tajam sehingga dapat
diperkirakan atribut ini bukanlah parameter penduga umur simpan yang
baik.
b. Atribut Kecerahan
Perubahan mutu atribut kecerahan mie kering substitusi jagung
selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18. Pola grafik
penurunan mutu pada ketiga kondisi suhu penyimpanan terlihat
berhimpitan satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa
atribut/parameter kecerahan cenderung tidak sensitif terhadap perubahan
suhu. Kenaikan suhu diketahui tidak memberikan perubahan penurunan
mutu yang berarti diantara ketiga jenis kondisi penyimpanan sampel.
Gambar 18. Perubahan Mutu Atribut Kecerahan Selama Penyimpanan
Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel
berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kecerahan pada taraf
signifikansi 0.05 (Lampiran 18). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan
bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu penyimpanan
(37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain.
Pengukuran terhadap atribut kecerahan mie kering jagung
substitusi memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang
memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu penyimpanan
37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.076. 0.088 dan 0.089.
0123456789
10
0 7 14 21 28 35
skor
mut
u ke
cera
han
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
57
Adanya tren peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan
model Arrhenius yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2).
c. Atribut Kerapuhan
Atribut/parameter mutu lain yang dianalisis pada pendugaan umur
simpan produk mie kering substitusi jagung adalah atribut tekstur
(kerapuhan). Hasil pengamatan bersama panelis memperlihatkan bahwa
mie kering jagung substitusi yang telah lama disimpan mengalami
penurunan mutu tekstur menjadi lebih rapuh dan hancur.
Hasil sensori terhadap atribut kerapuhan mie jagung selama
penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19. Berdasarkan grafik tersebut.
diketahui bahwa pola data penurunan mutu sampel pada 3 kondisi suhu
penyimpanan cenderung terlihat menyebar dan tidak beraturan. Hal ini
menunjukkan bahwa atribut/parameter mutu ini dikatakan kurang sensitif
terhadap perubahan suhu.
Gambar 19. Perubahan Mutu Atribut Kerapuhan Selama Penyimpanan
Berdasarkan analisis sidik ragam ANOVA. diketahui bahwa
sampel tidak berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut kerapuhan
pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 19). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada ketiga suhu
penyimpanan (37oC, 45oC dan 50oC ) tidak berbeda nyata satu sama lain.
Pengukuran terhadap atribut kerapuhan mie kering substitusi
jagung memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang
juga tidak memiliki kecenderungan meningkat. Nilai k pada suhu
0123456789
10
0 7 14 21 28 35
skor
mut
u ke
rapu
han
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37suhu 45suhu 50
58
penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC masing-masing sebesar 0.088. 0.086
dan 0.111. Nilai k dengan pola turun naik ini diperkirakan kurang dapat
memberikan model persamaan Arrhenius yang baik, sehingga dapat
dikatakan pula bahwa atribut ini bukanlah atribut/parameter penduga
umur simpan yang baik.
d. Atribut Aroma Tengik
Atribut aroma tengik pada penelitian ini merupakan salah satu
atribut/parameter mutu kritis mie kering jagung substitusi yang utama.
Penolakan produk mie jagung substitusi oleh konsumen diduga karena
adanya off odor (ketengikan). Menurut Nawar (1996), hasil utama
autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat,
asam linoleat dan asam linolenat adalah malonaldehida. Penetapan atribut
aroma sebagai parameter mutu kritis utama diperkuat oleh hasil
pengamatan yang memperlihatkan penurunan mutu mie kering jagung
substitusi terutama disebabkan oleh timbulnya aroma tengik (Tabel 10).
Hasil evaluasi atribut aroma oleh panelis dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 20 menunjukkan terjadinya peningkatan skor mutu atribut
aroma tengik selama lima minggu pada masing-masing suhu
penyimpanan. Peningkatan nilai skor pada suhu 50oC terlihat lebih tajam
dibandingkan kedua suhu penyimpanan lain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Nawar (1996) bahwa laju oksidasi akan meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu. Peningkatan laju oksidasi ini menyebabkan
semakin banyaknya pelepasan molekul volatil penyebab ketengikan,
sehingga panelis mulai dapat merasakan tengik (off odor) pada produk
(Prasetiawati, 2009).
59
Gambar 20. Perubahan Mutu Atribut Aroma Tengik Selama Penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA, diketahui bahwa
sampel berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut aroma tengik pada
taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 20). Uji lanjutan Duncan
memperlihatkan bahwa sampel mie jagung yang disimpan pada masing-
masing suhu penyimpanan berbeda nyata satu sama lain pada taraf α
0.05. Hasil pemplotan grafik penurunan mutu (Lampiran 13)
menunjukkan bahwa nilai R2 pada ordo nol lebih besar dibandingkan
dengan ordo satu. Oleh karena itu, pendugaan umur simpan pada
parameter/atribut aroma tengik selanjutnya dilakukan dengan mengikuti
ordo reaksi nol.
Pada ordo nol, nilai slope atau kemiringan yang diperoleh dari
grafik masing-masing tingkatan suhu menyatakan nilai konstanta
penurunan mutu produk (k). Hasil penelitian menunjukkan pola nilai k
yang memiliki kecenderungan meningkat. Nilai konstanta penurunan
mutu atribut aroma tengik pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan 50oC
masing-masing sebesar 0.054, 0.066 dan 0.092.
Semakin meningkatnya nilai k pada kondisi penyimpanan suhu
yang lebih tinggi menunjukkan semakin tingginya laju penurunan mutu
produk pada penyimpanan suhu yang semakin tinggi. Adanya tren
0123456789
10
0 7 14 21 28 35
skor
mut
u ar
oma
waktu penyimpanan (hari)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
60
peningkatan nilai k ini diperkirakan akan memberikan model Arrhenius
yang cukup tinggi nilai koofisien korelasinya (R2).
e. Atribut Rasa
Atribut/parameter organoleptik produk mie kering substitusi
jagung setelah rehidrasi yang dianalisis selama periode penyimpanan
adalah atribut rasa menyimpang. Berdasarkan hasil pengamatan pada saat
pelatihan panelis, diketahui bahwa mie jagung kategori rusak ternyata
memiliki penyimpangan karakteristik atribut rasa yang cukup jelas.
Sebagian besar panelis mampu mendeteksi adanya rasa mie yang
menyimpang, yaitu kecenderungan mengarah pada rasa pahit.
Perubahan mutu atribut rasa mie kering jagung substitusi selama
periode penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik tersebut
memperlihatkan bahwa pola peningkatan skor mutu sampel pada tiga
kondisi suhu penyimpanan memiliki kecenderungan yang sama.
Peningkatan skor mutu pada sampel dengan suhu penyimpanan 50oC
terlihat lebih tajam dibandingkan dengan sampel pada kedua suhu
penyimpanan lainnya. Hal ini menunjukkan hubungan yang sesuai bahwa
penyimpanan sampel pada kondisi suhu penyimpanan lebih tinggi (50oC)
akan menghasilkan pembentukan senyawa oksidatif off flavor yang lebih
jelas terlihat pula. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
atribut/parameter mutu ini dikatakan cenderung cepat dan sensitif
terhadap perubahan suhu.
Gambar 21. Perubahan Mutu Atribut Rasa Selama Penyimpanan
0123456789
10
0 7 14 21 28 35
skor
mut
u ra
sa
waktu penyimpanan (hari)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
61
Hasil analisis sidik ragam ANOVA menunjukkan bahwa sampel
berpengaruh nyata terhadap skor mutu atribut rasa pada taraf signifikansi
0.05 (Lampiran 21). Uji lanjutan Duncan memperlihatkan bahwa pada
taraf α 0.05 sampel mie jagung yang disimpan pada suhu penyimpanan
37oC dan 45oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu penyimpanan
50oC. Begitu pula halnya dengan sampel yang disimpan pada suhu
penyimpanan 45oC dan 50oC berbeda nyata dengan sampel pada suhu
penyimpanan 37oC. Namun, diantara dua sampel pada suhu penyimpanan
37oC dan 45oC serta 45oC dan 50oC keduanya tidak berbeda nyata satu
sama lain.
Pengukuran atribut rasa mie kering jagung substitusi
memperlihatkan pola nilai konstanta penurunan mutu (k) yang memiliki
kecenderungan naik. Nilai k pada suhu penyimpanan 37oC, 45oC dan
50oC masing-masing sebesar 0.035, 0.048 dan 0.093. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa atribut/parameter mutu yang memiliki model
matematika cukup baik ini sesuai bila digunakan untuk menduga umur
simpan produk.
f. Bilangan TBA
Pengukuran parameter obyektif bilangan TBA dilakukan terhadap
mie kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut
organoleptik aroma. Sama seperti halnya parameter subyektif.
pengukuran parameter obyektif selama penyimpanan juga dilakukan
setiap minggu yaitu pada hari ke- 0, 7, 14, 21, 28 dan 35. Hasil
pengukuran bilangan TBA selama periode penyimpanan dapat dilihat
pada Lampiran 6.
Grafik pada Gambar 22 menunjukkan bahwa perubahan mutu
bilangan TBA mie kering jagung substitusi selama penyimpanan
sangatlah tidak beraturan. Hasil uji bilangan TBA seharusnya memiliki
kecenderungan meningkat selama penyimpanan akibat peningkatan
jumlah molekul malonaldehida hasil oksidasi lemak. Namun demikian,
62
diketahui hal sebaliknya bahwa nilai bilangan TBA yang diperoleh
memiliki pola naik turun tidak teratur dan cukup tajam.
Gambar 22. Perubahan Mutu Bilangan TBA Selama Penyimpanan
Hal ini memperlihatkan bahwa parameter bilangan TBA tidak
sesuai bila digunakan dalam pendugaan umur simpan produk mie jagung.
Dugaan ini diperkuat pula oleh hasil penelitian sejenis yang dilakukan
Harnani (2001), bahwa perbedaan suhu penyimpanan yang digunakan
(30oC, 40oC dan 50oC) ternyata tidak mempengaruhi terjadinya reaksi
oksidasi yang ditunjukkan dengan bilangan TBA.
Pendugaan umur simpan produk dengan parameter bilangan TBA
untuk selanjutnya tidak dapat digunakan mengingat pola/tren penurunan
mutu selama penyimpanannya yang tidak beraturan. Hal ini diperkirakan
dipengaruhi oleh adanya beberapa kelemahan uji TBA menurut Ketaren
(1989), bahwa TBA bersifat tidak stabil dan mampu mengalami
dekomposisi di bawah kondisi pengujian (yaitu dengan adanya
pemanasan dan asam keras), terutama karena adanya peroksida. Hasil
degradasi yang terbentuk ini memiliki warna yang sama dengan
kompleks TBA-malonaldehida, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan positif.
g. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)
Pengukuran parameter obyektif KPAP dilakukan terhadap mie
kering jagung substitusi untuk mendukung data subyektif atribut
0,0000,0010,0010,0020,0020,0030,0030,004
0 7 14 21 28
bil T
BA
(mg
MD
A/g
sa
mpe
l)
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37suhu 45suhu 55
63
organoleptik tekstur. Hasil pengukuran nilai KPAP selama periode
penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Sama halnya dengan parameter bilangan TBA, perubahan mutu
nilai KPAP mie kering jagung substitusi selama penyimpanan juga
sangat tidak beraturan. Hal ini ditunjukkan seperti pada Gambar 23. Pola
penurunan mutu nilai KPAP yang naik turun memperlihatkan bahwa
parameter ini memang tidak sensitif terhadap kenaikan suhu dan dapat
dipastikan akan memiliki nilai koofisien korelasi (R2) yang rendah. Oleh
karena itu, parameter mutu nilai KPAP tidak digunakan pula dalam
pendugaan umur simpan produk mie kering substitusi jagung.
Gambar 23. Perubahan Mutu Atibut KPAP Selama Penyimpanan
h. Warna-Hunter
Salah satu parameter obyektif penting yang digunakan pada
pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi adalah
parameter warna dengan metode Hunter. Grafik pada Gambar 24
menunjukkan perubahan mutu warna yang terjadi pada produk mie
kering jagung selama penyimpanan. Hasil yang diperoleh baik pada nilai
kecerahan (L) maupun pada nilai intensitas kuning (b), keduanya tidak
memperlihatkan penurunan mutu yang signifikan terhadap perubahan
suhu. Oleh karena itu, parameter mutu obyektif warna tidak digunakan
pula dalam pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi.
0,001,002,003,004,005,006,007,008,00
0 7 14 21 28 35
KPA
P (%
)
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37suhu 45
64
Gambar 24. Perubahan Mutu Atribut Warna-Hunter Selama
Penyimpanan
5. Pendugaan Umur Simpan pada Suhu yang Diinginkan
Pendugaan umur simpan mie kering jagung substitusi pada
penelitian ini menggunakan beberapa parameter mutu, diantaranya
parameter organoleptik meliputi atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma
tengik dan rasa menyimpang; serta parameter obyektif meliputi analisis
bilangan TBA, KPAP dan warna-Hunter. Kinetika penurunan mutu selama
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
0 7 14 21 28 35
nila
i Lwaktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
0,000,200,400,600,801,001,201,40
0 7 14 21 28 35
nila
i a
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
0
5
10
15
20
25
0 7 14 21 28 35
nila
i b
waktu penyimpanan (hari ke-)
suhu 37
suhu 45
suhu 50
65
penyimpanan menunjukkan bahwa diantara parameter-parameter mutu
tersebut, hanya parameter organoleptik yang memiliki penurunan mutu
signifikan terhadap perubahan suhu.
Data mengenai konstanta penurunan mutu pada masing-masing suhu
penyimpanan di setiap parameter organoleptik dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan hasil data pengukuran tersebut, diketahui bahwa tidak semua
parameter memiliki nilai konstanta penurunan mutu (k) dengan
kecenderungan meningkat terhadap peningkatan suhu. Bahkan pada
parameter warna dan kerapuhan, slope penurunan mutu yang diperoleh
memiliki pola turun naik yang cukup tajam. Hal ini tentu tidak akan
memberikan hasil persamaan Arrhenius yang baik sehingga parameter ini
tidak sesuai digunakan untuk menduga umur simpan. Dengan demikian,
dapat ditetapkan bahwa parameter mutu organoleptik yang dijadikan sebagai
penduga umur simpan melalui persamaan Arrhenius adalah parameter
kecerahan, aroma dan rasa.
Tabel 11. Plot Hubungan Nilai Slope dan Suhu Penyimpanan pada Parameter Organoleptik
Parameter Suhu (oC)
Orde Nol Slope (k) Korelasi (R2)
Warna 37 0.087 0.850 45 0.081 0.869 50 0.104 0.941
Kecerahan 37 0.076 0.720 45 0.088 0.775 50 0.089 0.825
Tekstur (Kerapuhan)
37 0.088 0.811 45 0.086 0.813 50 0.111 0.884
Aroma Tengik
37 0.054 0.690 45 0.066 0.903 50 0.092 0.965
Rasa 37 0.035 0.984 45 0.048 0.977 50 0.093 0.936
66
a. Parameter Kecerahan
Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut kecerahan yang telah
diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln.
lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 12. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Kecerahan
Suhu Penyimpanan (oC)
T (K) 1/T k Ln k
37 310 0.003226 0.076 -2.577 45 318 0.003145 0.088 -2.430 50 323 0.003096 0.089 -2.419
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat ditentukan
persamaan penurunan mutu sebagai berikut:
y = -1276 x + 1.552
Ln k = -1276 (1/T) + 1.552
Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari
berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu
penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k:
Ln k = -1276 (1/301) + 1.552
Ln k = -2.6872
k = 0.0681 /hari
Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut kecerahan yang
dievaluasi oleh panelis adalah 9.1 dan nilai kritisnya adalah 4. Dengan
demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28oC adalah:
t = (Q – Qo) / k
t = (9.1 – 4) / 0.0681
t = 74.92 hari (2.46 bulan)
Dengan cara yang sama, nilai laju penurunan mutu k ini dapat pula
digunakan untuk menduga umur simpan produk pada tingkatan suhu lain.
b. Parameter Aroma Tengik
Melalui hasil penurunan mutu terhadap waktu penyimpanan seperti
telah dibahas pada bagian sebelumnya, diperoleh nilai konstanta
67
penurunan mutu produk (k). Nilai k ini kemudian diubah dalam bentuk
Ln lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 13. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Aroma
Suhu Penyimpanan (oC)
T (K) 1/T k Ln k
37 310 0.003226 0.054 -2.919 45 318 0.003145 0.066 -2.718 50 323 0.003096 0.092 -2.386
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat
ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = -3937 x + 9.749 atau
Ln k = -3937 (1/T) + 9.749.
Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k dari
berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu
penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah
0.0358/hari. Pada awal penyimpanan, skor mutu untuk atribut off odor
yang dievaluasi oleh panelis adalah 1.1 dan nilai kritisnya adalah 6.
Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC
adalah 137.00 hari (4.57 bulan).
c. Parameter Rasa
Nilai konstanta penurunan mutu (k) atribut rasa yang telah
diperoleh pada bagian sebelumnya kemudian diubah dalam bentuk Ln.
lalu diplotkan dengan suhu penyimpanan dalam bentuk 1/T, seperti dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 14. Nilai k dan Ln k pada Tiga Suhu Penyimpanan Parameter Rasa Suhu Penyimpanan
(oC) T
(K) 1/T k Ln k
37 310 0.003226 0.035 -3.352 45 318 0.003145 0.048 -3.037 50 323 0.003096 0.093 -2.235
68
Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh, maka dapat
ditentukan persamaan penurunan mutu adalah y = -7156 x + 19.65 atau
Ln k = -7156 (1/T) + 19.65.
Melalui persamaan Arrhenius tersebut, dapat diketahui nilai k
dari berbagai suhu penyimpanan yang berbeda. Apabila dimasukkan suhu
penyimpanan (28 oC), maka dapat diduga laju penurunan mutu k adalah
0.0162/hari. Pada awal penyimpanan skor mutu untuk atribut aroma
yang dievaluasi oleh panelis adalah 9.6 dan nilai kritisnya adalah 4.
Dengan demikian, umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC
adalah 346.14 hari (11.54 bulan).
Selanjutnya, melalui beberapa parameter tersebut dapat diketahui
prediksi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain seperti dapat dilihat
pada Tabel 16. Pendugaan umur simpan ini ditentukan dengan
mengasumsikan suhu penyimpanan mie kering substitusi jagung setelah
produksi berada pada kisaran 25 oC dan 28 oC, serta suhu transportasi
produk sebesar 30 oC.
Tabel 15. Umur Simpan Mie Kering Substitusi Jagung dengan
Menggunakan Berbagai Parameter Mutu
Namun demikian, melalui beberapa parameter tersebut dapat
diketahui prediksi umur simpan produk dengan mengacu kriteria pemilihan
parameter menurut Kusnandar (2006), diantaranya parameter mutu yang
paling cepat mengalami penurunan selama penyimpanan yang ditunjukkan
dengan nilai koofisien korelasi (R2) paling besar; parameter mutu yang
paling sensitif terhadap perubahan suhu yang dapat dilihat dari nilai slope
persamaan Arrhenius atau dapat dilihat dari nilai energi aktivasi yang paling
rendah; dan apabila terdapat lebih dari satu parameter mutu yang memenuhi
Suhu Penyimpanan (oC) Ordo
Umur Simpan (bulan) Kecerahan Aroma Rasa
25 0 2.61 5.21 14.66 28 0 2.50 4.57 11.54 30 0 2.43 4.19 9.86
69
kriteria, maka dipilih parameter mutu yang memiliki umur simpan paling
pendek. Berdasarkan ketentuan tersebut, tingkat sensitivitas parameter
terhadap suhu dapat dilihat dari besarnya nilai koofiesien korelasi (R2)
seperti pada Tabel 17.
Tabel 16. Nilai Energi Aktivasi Penurunan Mutu pada Berbagai Parameter
Parameter Reaksi Ordo Nol
Slope (Ea/R)
Ea (kkal/mol) Intersep Persamaan Arrhenius Nilai
R2 Kecerahan 1276 2534.14 1.552 ln k = -1276(1/T) + 1.552 0.903 Aroma 3937 7818.88 9.749 ln k = -3937(1/T) + 9.749 0.921 Rasa 7156 14211.82 19.65 ln k = -7156(1/T) + 19.65 0.885
Tabel 17 memperlihatkan bahwa parameter kritis yang memiliki
nilai R2 tertinggi adalah parameter aroma. Sementara itu menurut Arpah
(2001), nilai energi aktivasi ketiga parameter tersebut masih tergolong
dalam kategori energi aktivasi yang rendah. Oleh sebab itu, parameter kritis
yang ditetapkan sebagai parameter penduga umur simpan produk mie kering
jagung substitusi dalam penelitian ini adalah parameter aroma.
Penetapan parameter ini telah sesuai bahwa parameter/atribut aroma
mie kering jagung substitusi merupakan parameter organoleptik yang paling
mudah dideteksi oleh konsumen saat pertama kali mengkonsumsi. Tabel 16
menunjukkan bahwa umur simpan produk berdasarkan parameter penduga
aroma adalah sebesar 4.57 bulan pada suhu penyimpanan 28 oC. Hal ini
diperkuat oleh hasil FGD panelis (Tabel 10) yang menunjukkan bahwa mie
jagung substitusi kategori rusak akibat aroma tengik merupakan mie jagung
substitusi hasil produksi rutin yang telah disimpan pada suhu ruang lebih
dari sekitar 5 bulan.
Sementara itu, nilai umur simpan yang diperoleh melalui parameter
kecerahan (berkisar 2 bulan) diperkirakan terlalu singkat untuk diterapkan.
Hal ini dikarenakan oleh adanya pengalaman empiris yang memperlihatkan
bahwa penyimpanan mie kering jagung substitusi pada suhu ruang selama 2
bulan tidak sampai menyebabkan terjadinya penurunan mutu yang
mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen. Dengan demikian, parameter
70
mutu yang paling tepat dijadikan sebagai penduga umur simpan produk mie
kering jagung substitusi adalah parameter aroma tengik.
71
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil kajian preferensi konsumen menunjukkan bahwa dari total 100
orang responden, sebanyak 43 % responden diantaranya menyatakan “suka”
terhadap mie kering jagung substitusi yang diolah pada produk mie bakso.
Sementara itu, sebanyak 37 % responden lainnya menyatakan “netral/biasa
saja” terhadap produk mie jagung ini. Hal ini memperlihatkan bahwa mie
kering jagung substitusi pada produk olahan mie bakso memiliki tingkat
kesukaan dan penerimaan yang cukup tinggi di mata konsumen.
Berdasarkan persepsi 90% responden, diketahui bahwa produk mie
kering jagung substitusi sesuai apabila disajikan pada produk olahan mie
bakso. Bahkan, sebagian besar responden (81%) menyatakan setuju bila
produk ini dijadikan sebagai alternatif pengganti mie terigu komersial.
Disamping mie bakso, produk ini cocok pula bila diolah menjadi produk
olahan mie goreng (43.55%), soto mie (33.87%), toge goreng (14.52%) dan
lainnya seperti spaghetti (8.06%).
Pendugaan umur simpan produk mie kering jagung substitusi dengan
metode Arrhenius ini menggunakan parameter mutu diantaranya, parameter
mutu organoleptik (atribut warna, kecerahan, kerapuhan, aroma tengik dan rasa
pahit) serta parameter mutu obyektif (bilangan TBA, KPAP dan warna-
Hunter). Hasil evaluasi penurunan mutu selama penyimpanan menunjukkan
bahwa parameter yang signifikan mengalami perubahan terhadap kenaikan
suhu adalah parameter organoleptik meliputi parameter kecerahan, aroma
tengik dan rasa. Ordo reaksi yang sesuai digunakan pada penelitian ini adalah
ordo nol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter aroma merupakan
parameter mutu kritis yang paling sesuai digunakan sebagai penduga umur
simpan produk. Hal ini dapat dilihat dari tingginya nilai koofisien korelasi (R2)
yang diperoleh. Umur simpan produk mie kering jagung substitusi yang
dihasilkan melalui parameter ini, yaitu sebesar 4.57 bulan pada suhu
penyimpanan 28 oC.
72
B. SARAN
Informasi umur simpan produk memiliki arti penting dalam upaya
pengembangan produk mie berbasis jagung ini secara lebih meluas. Hasil
penelitian memberikan nilai umur simpan produk pada suhu penyimpanan 28 oC sebesar 4.57 bulan. Oleh karena itu, perlu direkomendasikan penelitian
lanjutan berupa kajian penghambatan laju kerusakan oksidatif/ketengikan serta
laju degradasi betakaroten tepung jagung ataupun penggunaan kemasan yang
mampu meminimalisir penurunan mutu tersebut, sehingga mampu
meningkatkan masa simpan produk mie jagung kering substitusi.
73
DAFTAR PUSTAKA
Aminullah. 2009. Pengaruh Penambahan Tawas, Guar Gum, dan Kadar Air terhadap Mutu Fisik Mie Jagung Giling Basah yang Dibuat dengan Ekstruder Pasta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anonima. 2009. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung. [30 Desember 2009].
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budijanto. 1989. Petunjuk Pelatihan Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk. Program Studi Ilmu Pangan. IPB, Bogor.
Astawan, M. 2005. Membuat mi dan bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3727-1995 tentang Tepung Jagung. BSN, Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-2974-1996 tentang Mie kering. BSN, Jakarta.
Basmal, J., Sugiyono, dan Peranginangin, R. 1995. Pengaruh Fortifikasi Surimi Layang Terhadap Mutu Mie Kering Selama Penyimpanan. J Pasca Panen Perikanan. 84: 41-51.
BPS. 2009. Angka Ramalan 2009 dan Angka Sementara 2008 Produksi Padi, Jagung dan Kedelai di Provinsi Jawa Barat. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 10/03/32 Th. XI.
Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati jagung (Corn Starch) dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Pembuatan Mie Jagung Instan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Cardello, A. V. 1994. Consumer Expectation and Their Role in Food Acceptance. Di dalam: MacFie, H. J. H and D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp 253-291. Blackie Academic and Profesional, Glasgow.
Darrah, L. L., M. D. Mc Mullen, dan M. S. Zuber. 2003. Breeding, Genetics, and Seed Corn Production. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.
De Man, J. M. 1989. Principles of Food Chemistry. Kosasih Padmawinata (penerjemah). ITB, Bandung.
Deptana. 2005. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id. [19 Januari 2010].
Deptanb. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005-2010. BPPT, Jakarta.
74
Dilana, I. A. 2008. Pembentukan Tim Panelis dan Analisis Deskripsi Citarasa Kacang Salut dengan Variasi Bawang Putih di PT Garudafood, Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ekafitri, R. 2009. Karakterisasi Tepung Lima Varietas Jagung Kuning Hibrida dan Potensinya Untuk Dibuat Mie Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Eliasson, A. C. dan M. Gudmunson. 1996. Starch : Physicochemical and functional aspects. Di dalam : Eliasson, A. C. (ed.) Carbohydrates in Food. Marcel Dekker Inc., New York.
Etikawati E. 2007. Pengaruh Perlakuan Passing, Konsentrasi Na2CO3, dan Kadar Air Terhadap Mutu Mi Basah Jagung yang Dibuat dengan Ektruder Ulir Pemasak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fadlillah, H. N. 2005 . Verifikasi Formulasi Mie Jagung Instan Dalam Rangka Penggandaan Skala. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fahmi, A. 2007. Optimasi Produksi Mie Basah Berbasis Tepung Jagung dengan Teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
FAO. 2005. Standart Tabel of Food Composition. http:// www.fao.org/infood/tables_asia_en.sym#japan [10 September 2008]. Di dalam Lestari, O. A. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Faridi H, Faubion J M. 1995. Wheat end Uses Around the World. American Association of Cereal Chemists, Minnesota.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York.
Fitriani, D. 2004. Kajian Pengembangan Produk, Mikrostruktur dan Analisis Daya Simpan Mie Jagung Instan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Floros, J. D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Chemical, Biological Physical and Nutrition Aspecta. Elsefier Publ, London.
Guo G, DS Jackson, RA Graybosch, and AM Parkhurst. 2003. Asian Salted Noodle Quality: Impact of Amylose Content Adjustments Using Waxy Wheat Flour. J Cereal Chem. 80: 437-445.
Hadiningsih, N. 1999. Pemanfaatan tepung jagung sebagai bahan pensubstitusi terigu dalam pembuatan produk mi kering yang difortifikasi dengan tepung bayam. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hariyadi, P dan N. Andarwulan. 2006. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia dan Mikrobiologi) Produk Pangan Selama Pengolahan dan Penyimpanan. Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa
75
Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor.
Harnani, N. D. 2001. Kajian Penggunaan Bilangan TBA sebagai Indikator Penduga Umur Simpan Bumbu Masak Siap Pakai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hatorangan, E.F. 2007. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi NaCl, Kadar Air, dan Passing terhadap Mutu Fisik Mie Basah Jagung yang Diproduksi dengan Menggunakan Ekstruder Ulir Pemasakan dan Pencetak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Heymann, H., Holt, D. L. dan Cliff, M. A. 1993. Measurement of Flavor by Sensory Descriptive Techniques. Di dalam: Manley, C. H. dan Ho, C. T (eds). Flavor Measurement. Marcell Dekker, Inc., New York.
Hou, Guoquan dan Mark Kruk. 1998. Asian Noodle Technology. http://secure.aibonline.org/catalog/example/V20Iss12.pdf. [28 Juni 2006].
Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appearance, 2nd edition. Gaithersburg. Aspen Publisher. Inc, Maryland.
Johnson, L.A. 1991. Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di dalam: Lorenz, K. J. dan K. Kulp (eds.). Handbook of Cereal Science and Technology. Marcell Dekker Inc., New York.
Jugenheimer, R. W. 1976. Corn: Improvement, Seed Production, and Uses. John Willey and Sons, New York.
Juniawati. 2003. Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ketaren, S. 1989. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Kurniawati, R. D. 2006. Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniawati, M. 2007. Penentuan Formula Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan Selama Satu Bulan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2006. Desain Percobaan dalam Penetapan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius dan Kadar Air Kritis). Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor.
Kusnandar, F. 2008. Mengenal Mie Jagung. Di dalam: Modul Pelatihan Proses Produksi Mie Jagung. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, Bogor.
76
Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Westport Connecticut: Food and Nutrition Press Inc.
Lawless, H. T. dan Heymann, H. 1998. Sensory Evaluation of Food Principles and Practises. Kluwer Academic/Plenum Publishers, New York.
Lestari, O. A. 2009. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai gizi Biologis Mie Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Meilgaard, M., GV. Civille, dan BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, New York.
Merdiyanti, A. 2008. Paket Teknologi Pembuatan Mie Kering dengan Memanfaatkan Bahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nawar, W. W. 1996. Lipids. Di dalam: Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcell Dekker Inc, New York.
Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y. 1983. Noodles I. Measuring the textural characteristics of cooked noodles. J Cereal Chem. 60 (6): 433-8. Di dalam Khouryieh, H et al. Quality and Sensory Properties of Fresh Egg Noodles Formulated eith Either Total or Partial Replacement of Egg Substitutes. J Food and Science. 71: S433-S437.
Oh, N. H., Seib, P. A., Finney, K. F., dan Pomeranz, Y. 1985. Oriental Noodles. J Cereal Chem. 63:93-96.
Prasetiawati, W. 2009. Pengembangan Produk Ekstrusi Berbahan Baku Kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Putra, S. N. 2008. Optimalisasi Formula dan Proses Pembuatan Mie Jagung dengan Metode Kalendering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Putra, G. B. 2009. Analisis Preferensi Konsumen dan Pedagang Mie Bakso terhadap Mie Basah Jagung dengan teknologi Ekstrusi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rianto, B.F. 2006. Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspective in Nutrition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New York.
Setiadi, J. N. 2003. Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Prenada media, Jakarta.
Simamora, B. 2002. Riset Pemasaran. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Soraya, A. 2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi
77
Kuning Kering Panen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Stepherd, R. dan Sparks, P. 1994. Modelling Food Choice. Di dalam: MacFie, H. J. H. dan D. M. H. Thomson (eds). Measurement of Food Preference. Pp 202-223. Blackie Academic and Profesional, Glasgow
Stone, H dan JL. Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practises. Elsevier, Amsterdam.
Suhardjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor.
Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen danTeori Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Petanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto. 1998. Bertanam Jagung. Cetakan ke-18. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2005. Bertanam Jagung edisi Revisi. Cetakan ke-14. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syarief, R., S. Santausa, dan St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Syarief dan Y. Halid. 1993. Teknologi Pengemasan Pangan. Arcan, Bandung.
Takdir A, Sunarti S, Mejaya M J. 2007. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Thomson, DMH. 1986. The Meaning of Flavor. Di dalam: Birch, GG. dan MG. Lindley (ed.). Development in Food Flavors. Elsevier, London.
Watson, S. A. 2003. Description, Development, Structure and Composition of the Corn Kernel. Di dalam: White, P. J. dan L. A. Johnson (eds). Corn: Chemistry and Technology, 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry Inc., St. Paul, Minnesota, USA.
Zulkhair, H. 2009. Karakterisasi Tepung Jagung Lokal dan Mie Basah Jagung yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
78
Lampiran 1. Format Kuesioner Analisis Preferensi Konsumen
Kuesioner ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PRODUK MIE JAGUNG
OLAHAN Tempat : Baso Favorit/Baso Kabayan* (pilih salah satu) Tanggal : Nama Responden : Jenis Produk Olahan : Mie Bakso/Mie Ayam* (pilih salah satu) Petunjuk pengisian : Responden diharapkan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan cara memberi tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. (Mohon diisi dengan lengkap)
A. Profil Responden 1. Jenis kelamin Anda :
a. Laki-laki b. Perempuan
2. Usia Anda saat ini : a. 16-25 tahun b. 26-35 tahun c. 36-45 tahun d. >45 tahun
3. Tingkat pendidikan terakhir Anda adalah : a. SMP b. SMA c. Diploma d. S1 e. S2/S3 f. Lainnya, sebutkan ……..
4. Pekerjaan Anda saat ini : a. Pelajar/Mahasiswa b. Pegawai Negeri c. Karyawan Swasta d. Wiraswasta e. Ibu Rumah Tangga f. Lainnya, sebutkan …….
5. Rata-rata pengeluaran pribadi Anda per bulan saat ini : a. <Rp. 300.000 b. Rp. 300.000-Rp. 500.000 c. Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 d. Rp. 1.000.000-Rp. 5.000.000 e. >Rp. 5.000.000
B. Profil Responden dalam Mengkonsumsi Mie
79
1. Seberapa seringkah Anda mengkonsumsi mie dalam seminggu ? a. < 2 kali b. 3 - 4 kali c. 5 – 7 kali d. > 7 kali
2. Faktor/hal apa yang paling menentukan pilihan Anda dalam mengkonsumsi mie ? (jawaban boleh lebih dari 1)
a. Kualitas atau mutu mie (mencakup rasa/tekstur yang enak) b. Kemudahan untuk membeli c. Harga yang terjangkau d. Pengganti pangan pokok (mengenyangkan) e. Lainnya, sebutkan........
3. Menurut Anda, faktor mutu apa yang menentukan pilihan Anda untuk mengkonsumsi mie ? (tolong diurutkan (1) mulai dari yang terpenting hingga (4) yang kurang penting)
Rasa .... Aroma/bau .... Warna .... Tekstur ....
4. Menurut Anda, karakteristik atau ciri-ciri mie ayam/mie dalam bakso seperti apa yang paling banyak disukai? .....................................................................................................................
C. Preferensi Responden terhadap Mie Kering Jagung Substitusi dalam
Produk Mie Bakso
1. Apakah Anda pernah mengenal atau mendengar mie jagung sebelumnya? a. Ya b. Tidak
2. Bagaimana tingkat kesukaan Anda terhadap produk olahan mie jagung ini (secara keseluruhan)?
a. Suka b. Agak suka c. Biasa saja/netral d. Agak tidak suka e. Tidak suka
3. Apa alasan Anda terhadap jawaban pertanyaan no.2 diatas ? .....................................................................................................................
4. Menurut Anda, apakah mie jagung sesuai atau cocok bila diolah menjadi produk ini ?
a. Ya b. Tidak
5. Jika jawaban pertanyaan no. 4 adalah “Ya”, apakah mie jagung ini dapat menggantikan jenis mie yang sudah ada (mie terigu) ?
80
a. Ya b. Tidak
6. Jika jawaban pertanyaan no. 4 adalah “Tidak”, apa alasan Anda? ………………………………………………………………………………………………………
7. Menurut Anda, apakah produk mie jagung ini cocok pula untuk produk olahan lainnya, seperti di bawah ini (jawaban boleh lebih dari 1) :
a. Soto mie b. Toge goreng c. Mie goreng d. Lainnya, sebutkan ……
****************** terima kasih atas partisipasi Anda ****************** Lampiran 2. Format Kuesioner Seleksi Panelis
Identifikasi Rasa Dan Aroma Dasar
81
Sampel: larutan rasa dasar Nama: ……………… Tanggal pengujian: …..…… Petunjuk: Berikut ini telah disediakan lima jenis larutan dasar. Lakukan pencicipan secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Ambil satu sendok sampel larutan, tempatkan pada sendok pencicip. Rasakan selama 5 detik, kemudian identifikasi rasa tersebut. Lakukan pembilasan lidah setiap akan mencicipi sampel berikutnya. Tidak diperbolehkan mengulang pengujian.
Kode sampel Deskripsi rasa
Sampel: larutan aroma dasar Petunjuk: Berikut ini telah disediakan lima jenis larutan volatil. Lakukan penciuman sampel secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Buka botol sampel larutan, kemudian kibaskan tepat didepan hidung. Amati dan identifikasi aroma tersebut. Istirahatkan hidung Anda setiap akan menguji sampel berikutnya.
Kode sampel Deskripsi aroma
Uji Rangking
Sampel: larutan rasa dasar Nama: ……………… Tanggal pengujian: …..……
82
Petunjuk: Berikut ini telah disediakan 1 set larutan rasa dasar. Lakukan pencicipan secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Kemudian, urutkan contoh-contoh dibawah ini berdasarkan intensitas rasanya, dari yang paling tinggi intensitasnya (tulis angka 1 dibawah kolom rangking) hingga yang paling rendah intensitasnya (tulis angka 4 dibawah kolom rangking). Lakukan pembilasan lidah setiap akan mencicipi sampel berikutnya. ~ set 1 (rasa asin)
Kode sampel Rangking
Uji Segitiga Nama : ………….. Produk : mie kering Atribut : kekerasan Petunjuk: Berikut telah disediakan 3 sampel uji, yang terdiri dari 2 sampel sama dan 1 sampel berbeda. Lakukan pencicipan sampel secara berurutan dari kiri ke kanan satu per satu. Kemudian identifikasi mana sampel yang berbeda (dalam atribut kekerasan). Berikan tanda checklist (√) didepan kode sampel berbeda. Set 1 Set 2 Set 3
Lampiran 3. Format Kuesioner Uji Rating
UJI RATING Nama :
Kode sampel Sampel beda
Kode sampel Sampel beda
Kode sampel Sampel beda
83
Petunjuk : 1. Berikut telah disediakan 2 set sampel mie kering 2. Evaluasi sampel tersebut berdasarkan atribut masing-masing 3. Buka kemasan, evaluasi atribut aroma terlebih dahulu kemudian diikuti atribut lainnya 4. Untuk atribut aroma, letakkan potongan mie didepan hidung untuk dihirup secara dalam
selama 5 detik 5. Untuk atribut kerapuhan, amati sampel dengan menekan/mematahkan mie dengan kedua
tangan 6. Beri tanda checklist (V) sesuai dengan pilihan Anda. (Bandingkan Dengan Sampel
Kontrol).
Atribut Spesifikasi/ intensitas Skor Kode contoh
… … … … … …
Sebelum rehidrasi
Warna
Warna kuning cerah homogen/sama dengan kontrol 10
9
Warna kuning cerah, tidak homogen 8
7
Warna kuning mulai terlihat pudar 6
5
Warna kuning pudar 4
3
Warna kuning pucat 2
1
Warna kuning sangat pucat 0
Tingkat kecerahan
Warna normal/sama dengan kontrol 10
9
Warna mulai terlihat kusam 8
7
Warna sedikit kusam 6
5
Warna kusam sebagian 4
3
Warna kusam dominan menyeluruh 2
1
Warna sangat kusam 0
Atribut Spesifikasi/ intensitas Skor Kode contoh
… … … … … …
Tekstur (kerapuhan)
Tidak mudah patah/sama dengan kontrol 10
9
Cukup mudah patah 8
7
84
Lampiran 4. Performa Calon Panelis Terlatih Pada Rangkaian Proses Seleksi
Mudah patah 6
5
Mudah patah dan hancur 4
3
Sangat mudah patah dan hancur 2
1
Sangat mudah patah dan sangat mudah hancur 0
Off Odor
Tidak ada off odor/sama dengan kontrol 0
1
Off odor mulai tercium lemah 2
3
Off odor tercium cukup kuat 4
5
Off odor tercium kuat, tengik 6
7
Off odor tercium kuat, sangat tengik 8
9
Off odor tercium sangat kuat, sangat tengik 10
Setelah rehidrasi
Off flavor
Tidak ada off flavor/sama dengan kontrol 0
1
Off flavor (rasa menyimpang) mulai terdeteksi lemah 2
3
Off flavor terdeteksi cukup kuat 4
5
Off flavor kuat, rasa tidak enak 6
7
Off flavor kuat, rasa sangat tidak enak 8
9
Off flavor sangat kuat, rasa sangat tidak enak 10
panelis
persentase (%) lulus seleksiuji identifikasi uji rangking uji segitiga
rasa aroma asin kekerasan kekenyalan aroma panelis 1 100 100 100 100 100 100 ya panelis 2 100 100 100 100 100 100 ya panelis 3 100 80 100 100 100 100 ya
85
panelis 4 100 100 100 100 100 100 ya panelis 5 100 100 100 100 60 100 ya panelis 6 80 100 100 100 100 100 ya panelis 7 100 100 100 100 60 100 ya panelis 8 100 100 100 100 100 100 ya panelis 9 80 80 100 100 100 100 ya
86
Lampiran 5. Rekapitulasi Konsep Pelatihan Panelis Mie Kering Jagung Substitusi
Lampiran 6. Tabulasi Data Uji Umur Simpan
No Tujuan Jenis Uji Hasil
1 Mengenalkan berbagai mie kepada panelis, antara lain mie kering-mie instan; mie terigu-mie jagung; dan mie segar-mie rusak
FGD Panelis mengenal dan mampu membedakan antara mie kering-mie instan dan mie segar-mie rusak
2 Menetapkan parameter mutu kritis mie kering substitusi jagung yang berpotensi terhadap kerusakan selama penyimpanan
FGD Parameter mutu kritis hasil kesepakatan panelis adalah rasa untuk mie setelah rehidrasi, serta warna, kerapuhan dan aroma untuk mie sebelum rehidrasi
3 Melatih panelis dalam memberi skor penilaian/merating sampel
Uji rating dan FGD
Belum ada kesepakatan diantara panelis mengenai penilaian skor masing-masing atribut (keragaman penilaian panelis cukup tinggi).
4 Melihat konsistensi panelis dalam memberi skor penilaian
Uji rating dan FGD
Untuk atribut aroma, masih ada beberapa panelis yang keliru dalam melakukan penilaian, yaitu mengganggap bahwa sampel mie yang telah rusak dan cenderung tengik masih tergolong normal dan dapat diterima.
Namun secara keseluruhan, panelis mampu memberi penilaian skor dalam kisaran ragam yang tidak terlalu lebar
5 Melihat konsistensi panelis dalam memberi skor penilaian dan mereview serta menyamakan persepsi
Uji rating dan FGD
Masih ada beberapa panelis yang memberi nilai skor secara ekstrim. Namun hampir sebagian besar panelis telah paham dan memiliki kesepakatan mengenai kualitas mie subtitusi jagung yang normal serta yang telah rusak.
Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa belum seluruh panelis konsisten dan paham dengan benar dalam melakukan penilaian
87
Parameter Sensori Atribut Warna
H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 351 8 10 9 9 8 9 9 10 9 9 8 7 9 10 9 9 9 8 9 9 9 9 8 9 9 9 9 7 8 9 9 9 9 9 8 82 10 8 9 6 2 1 10 9 8 8 7 4 10 8 7 6 6 4 8 9 8 8 7 1 10 8 9 7 2 1 7 9 7 7 4 43 10 8 9 8 8 6 9 7 8 10 9 6 10 8 9 9 8 6 10 9 8 10 8 6 10 9 8 9 8 7 10 8 9 9 8 74 10 10 9 8 5 2 10 10 10 9 5 4 10 10 9 10 6 5 10 10 10 10 6 4 10 10 8 9 6 3 10 10 9 10 6 25 9 9 8 7 7 10 8 9 10 9 8 10 8 8 9 10 9 9 9 8 8 9 8 10 10 8 9 6 7 8 10 10 9 6 8 96 9 9 8 10 4 5 10 10 10 10 4 6 10 9 8 10 4 2 10 10 10 9 4 3 10 9 8 6 5 2 10 10 10 6 5 37 10 10 9 9 5 8 10 9 8 8 6 8 10 9 9 9 9 8 10 9 8 8 6 8 10 9 10 9 4 8 10 9 8 7 4 88 10 10 10 9 8 10 10 10 10 7 10 6 10 8 10 7 6 6 10 9 10 5 9 10 10 8 8 6 4 6 10 8 8 9 9 69 9 10 8 6 7 2 9 9 10 9 8 4 10 10 9 8 6 3 9 9 10 7 8 7 9 10 10 6 9 7 9 8 9 8 7 4
RATAAN 9.4 9.3 8.8 8.0 6.0 5.9 9.4 9.2 9.2 8.8 7.2 6.1 9.7 8.9 8.8 8.7 7.0 5.7 9.4 9.1 9.0 8.3 7.1 6.4 9.8 8.9 8.8 7.2 5.9 5.7 9.4 9.0 8.7 7.9 6.6 5.7
37U1 U2
45U1 U2
55U1 U2panelis
Parameter Sensori Atribut Kecerahan
88
H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 351 8 10 9 9 8 9 9 10 10 9 9 7 9 10 10 9 9 8 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 9 9 9 9 10 9 9 82 9 10 9 7 8 7 10 8 8 9 3 4 6 8 9 5 8 6 4 9 9 9 3 3 9 9 9 6 8 6 9 10 9 8 4 33 10 10 9 7 2 1 8 9 9 8 6 4 9 8 9 8 2 4 8 10 9 8 6 2 10 8 9 8 2 1 7 9 9 8 4 14 10 9 9 8 7 6 9 8 8 9 8 6 9 9 9 9 8 6 10 9 9 10 7 6 10 9 9 8 8 7 9 8 9 8 7 75 10 8 9 10 5 2 10 9 9 10 5 2 10 9 9 8 6 2 10 8 10 10 7 2 10 8 8 10 7 3 7 8 8 10 6 16 8 10 10 9 8 10 9 9 10 9 9 10 9 8 9 8 8 9 8 9 9 7 8 9 10 9 9 7 9 5 10 10 10 8 8 97 10 10 8 10 2 2 9 9 10 10 2 2 10 10 9 10 2 3 10 10 10 9 2 3 10 10 8 6 7 1 10 10 10 7 5 38 10 9 9 9 8 8 10 8 9 7 8 8 10 9 8 9 9 8 10 8 9 8 4 8 10 9 9 9 6 9 10 8 9 8 6 89 10 7 9 8 9 8 9 7 8 6 6 8 6 9 10 3 8 2 10 9 9 3 4 8 10 9 7 6 4 6 6 9 7 8 8 6
RATAAN 9.4 9.2 9.0 8.6 6.3 5.9 9.2 8.6 9.0 8.6 6.2 5.7 8.7 8.89 9.11 7.67 6.67 5.33 8.78 9 9.22 8.11 5.56 5.56 9.78 8.89 8.67 7.56 6.67 5.22 8.56 9 9 8.22 6.33 5.11
panelis37 45 55
U1 U2 U1 U2 U1 U2
Parameter Sensori Atribut Kerapuhan
89
H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 351 9 10 10 9 9 8 10 10 9 8 9 9 10 10 9 8 8 7 9 9 10 8 9 9 9 10 8 7 8 8 10 9 9 7 8 62 10 8 10 6 4 4 7 10 6 6 6 5 10 8 9 7 5 6 8 9 8 6 7 5 10 8 9 6 6 3 8 10 7 8 6 23 10 9 9 9 7 7 10 8 9 9 7 5 9 9 9 8 8 5 10 7 8 8 8 4 10 8 9 8 8 5 10 8 9 7 7 64 9 8 10 10 3 5 8 8 8 10 7 6 9 8 10 6 5 5 8 10 10 10 8 3 9 8 10 5 4 6 9 8 10 4 4 45 10 9 7 8 6 8 8 9 9 8 4 7 9 10 9 10 6 8 8 10 10 8 7 9 7 10 10 7 7 8 8 10 10 9 4 66 10 9 9 4 3 3 9 10 9 7 2 1 10 6 7 6 5 4 9 9 9 5 2 2 9 10 9 5 9 3 10 10 9 9 5 37 10 9 10 8 3 9 10 8 10 4 4 9 10 9 10 7 8 8 10 8 9 5 2 8 10 9 10 6 2 9 10 9 9 3 2 78 8 10 8 9 10 9 8 10 9 9 8 7 9 9 10 8 6 5 9 10 10 6 9 9 10 6 9 6 5 7 10 6 7 8 6 59 8 9 10 8 6 3 9 9 8 8 6 4 9 9 10 9 4 4 9 10 10 7 6 7 9 10 7 8 9 1 10 8 10 9 5 1
RATAAN 9.3 9.0 9.2 7.9 5.7 6.2 8.8 9.1 8.6 7.7 5.9 5.9 9.4 8.7 9.2 7.7 6.1 5.8 8.9 9.1 9.3 7.0 6.4 6.2 9.2 8.8 9.0 6.4 6.4 5.6 9.4 8.7 8.9 7.1 5.2 4.4
panelis37 45 55
U1 U2 U1 U2 U1 U2
Parameter Sensori Atribut Aroma Tengik
90
H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 351 1 0 1 1 1 2 1 0 0 1 0 3 1 1 1 1 1 1 1 1 0 2 2 1 1 1 1 2 2 0 1 1 1 2 2 12 0 0 1 6 6 7 1 1 1 2 8 9 0 1 6 6 7 3 2 1 3 3 8 7 3 2 5 7 8 9 5 1 8 7 8 103 1 0 1 0 5 4 1 1 1 1 1 3 1 0 2 1 4 4 3 2 2 1 2 5 0 2 2 1 2 5 4 2 4 1 2 64 0 2 0 0 1 3 0 1 1 1 3 2 0 2 1 2 2 3 0 1 2 1 2 2 0 2 0 2 2 4 0 1 1 1 3 45 1 2 2 1 4 1 1 1 1 0 4 7 1 1 2 1 5 6 1 2 1 1 4 7 1 1 2 4 3 9 0 1 3 2 5 106 2 1 0 3 5 7 2 1 1 0 5 7 3 0 0 0 4 6 0 2 0 2 2 6 0 0 0 2 3 1 1 0 1 1 4 57 0 0 0 1 2 1 1 2 1 2 5 0 1 0 1 1 2 3 1 2 2 2 4 3 1 2 0 1 2 3 0 2 1 3 6 18 1 0 1 1 0 2 1 0 1 4 0 5 0 3 0 4 2 5 0 2 4 7 1 1 2 4 4 7 5 7 4 4 0 1 2 79 1 1 2 2 2 1 1 1 3 2 2 1 2 1 2 2 4 3 2 1 0 1 2 1 1 1 2 3 1 1 1 1 2 3 4 1
RATAAN 0.8 0.7 0.9 1.7 2.9 3.1 1.0 0.9 1.1 1.4 3.1 4.1 1.0 1.0 1.7 2.0 3.4 3.8 1.1 1.6 1.6 2.2 3.0 3.7 1.0 1.7 1.8 3.2 3.1 4.3 1.8 1.4 2.3 2.3 4.0 5.0
panelis37 45 55
U1 U2 U1 U2 U1 U2
Parameter Sensori Atribut Rasa
91
H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 35 H-0 7 14 21 28 351 1 0 0 0 0 2 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 2 1 0 1 1 1 1 12 0 1 1 4 4 3 0 0 2 0 1 1 0 0 2 2 1 3 1 1 3 0 3 3 1 1 2 7 4 7 2 1 1 1 3 103 0 0 0 2 1 3 1 0 1 2 2 1 0 2 1 2 1 1 1 2 1 4 3 5 0 2 0 6 5 4 1 1 1 0 6 54 0 1 1 1 1 3 0 1 1 1 1 3 0 2 2 1 2 2 0 1 2 1 2 1 0 1 2 1 2 4 0 1 2 2 2 35 0 1 0 0 1 1 2 0 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 2 1 0 0 1 1 2 0 0 0 3 1 2 1 0 3 3 26 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 2 1 0 0 1 0 0 2 0 0 1 0 0 0 1 0 27 1 1 0 1 2 3 1 0 1 1 3 3 0 0 2 0 2 6 0 1 0 1 3 5 0 0 3 2 7 7 0 0 4 2 6 98 0 0 2 2 1 1 0 1 2 3 2 2 0 0 1 2 3 2 0 1 1 3 3 2 0 0 2 3 3 2 0 2 2 3 3 29 0 1 0 0 1 0 0 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2 0 0 2 3 3 1 0 0 0 0 5 5 0 0 0 3 4 5
RATAAN 0.2 0.7 0.6 1.2 1.3 1.8 0.6 0.4 1.2 1.1 1.3 1.6 0.4 0.8 1.1 1.1 1.4 2.1 0.4 1.0 1.1 1.4 2.1 2.1 0.3 0.4 1.2 2.3 3.4 3.6 0.6 0.8 1.2 1.8 3.1 4.3
panelis37 45 55
U1 U2 U1 U2 U1 U2
92
Parameter Objektif KPAP H-… T (oC) U b.sampel (B) b.cawan kosong b.cawan+isi sblm oven b.stlh oven (A) KPAP SD
U1 5.0353 3.3284 17.3295 7.7109 4.3566 0.0799U2 5.0416 3.3376 17.9694 7.7204 4.4695U1 5.0040 5.8087 12.6441 10.0778 6.7020 0.6298
5.0092 5.5747 13.1754 9.8399 6.8840U2 5.0015 4.5087 13.1339 8.7991 6.1896
5.0048 3.3051 13.2512 7.6309 5.4780U1 5.0089 5.8605 11.3560 10.0908 7.6404 1.4971
5.0009 5.3858 12.0126 9.6254 7.2893U2 5.0016 5.2494 11.6982 9.5874 5.1507
5.0017 5.3793 12.6400 9.7397 4.6629U1 5.0043 5.0719 11.3640 9.4492 4.3431 0.5421
5.0077 5.0458 11.6818 9.3833 5.2772U2 5.0060 4.2823 12.3517 8.6133 5.3870
5.0075 5.2835 12.4827 9.6584 4.4566U1 5.0050 5.2536 14.0164 9.5485 6.1569 6.1973 0.4281
5.0029 5.3887 13.2997 9.6781 6.2377U2 5.0059 5.5792 13.6544 9.8377 6.9690 6.8858
5.0060 5.0928 14.1606 9.3590 6.8026U1 5.0001 5.2545 12.9444 9.5046 7.0448 7.1232 0.3147
5.0069 3.1279 12.6509 7.3766 7.2016U2 5.0075 3.3044 12.8495 7.5852 6.5117 6.6067
5.0082 3.3573 13.2996 7.6300 6.7016U1 5.0043 4.2842 13.6425 8.6591 4.3955 4.3280 0.1613
5.0082 4.6559 14.1374 9.0404 4.2604U2 5.0001 4.5119 13.1894 8.8842 4.3721 4.5076
5.0088 3.2455 12.8009 7.6130 4.6430U1 5.0062 5.5746 16.0938 9.9685 4.0168 0.2246
5.0006 5.0438 14.1822 9.4197 4.3029U2 5.0033 5.8093 14.3566 10.1784 4.5032
5.0037 5.3774 14.5422 9.7479 4.4802U1 5.0035 3.3176 13.5586 7.6880 4.4786 0.2441
5.0048 5.3783 12.5406 9.7232 5.0606U2 5.0012 4.5083 13.7836 8.8613 4.8152
5.0048 3.1249 14.3503 7.4777 4.8880U1 5.0056 5.8546 13.8585 10.2543 3.8786 0.1684
5.0046 5.4476 13.4779 9.8488 3.8266U2 5.0063 5.3828 15.0235 9.8001 3.5075
5.0068 5.8088 12.6497 10.2195 3.6613U1 5.0097 5.3814 13.5647 9.6183 7.5111 0.2839
5.0025 5.3794 14.8205 9.6318 7.0391U2 5.0034 5.3783 13.5723 9.6221 7.2438
5.0022 5.5804 14.9099 9.8032 7.6806U1 5.0064 5.0716 12.8429 9.4092 5.2504 0.2532
5.0094 4.2797 12.8855 8.6445 4.7134U2 5.0039 5.4482 14.6929 9.7838 5.2468
5.0015 3.1264 14.8183 7.4661 5.1117U1 5.0027 3.2448 12.7917 7.5307 6.3105 0.3425
5.0066 5.4504 13.6726 9.7529 6.0209U2 5.0078 5.2495 13.8280 9.5187 6.7706
5.0001 5.3842 14.4185 9.6517 6.6642U1 5.0048 4.6536 12.0459 8.9740 5.5960 0.4344
5.0041 5.8587 11.9451 10.2017 5.0889U2 5.0070 5.8092 13.3921 10.1114 6.0350
5.0077 5.0719 13.9975 9.3777 5.9695U1 5.0091 5.3800 14.7311 9.7358 4.9042 0.4956
5.0087 5.3863 15.0647 9.7677 4.3376U2 5.0019 4.5103 12.8093 8.9127 3.7484
5.0064 5.0859 13.6593 9.4795 4.0272U1 5.0099 3.3538 12.1742 7.7829 3.3193 0.3467
5.0034 5.5673 13.2699 9.9765 3.6287U2 5.0092 3.3829 13.0427 7.8114 3.3189
5.0045 4.2823 13.2335 8.7307 2.7932
55
rataan
H-0
6.31345.8338
457.4648
6.18584.9068
55
4.81024.8660
4.9218
H-7
376.7930
454.7696
4.81064.8516
H-14
37
45
H-21
37
3.85263.7185
3.5844
4.15994.3258
4.4917
H-28
377.2751
7.36867.4622
454.9819
5.08065.1792
55
3.8878
3.47403.2650
3.0561
6.16576.4416
6.7174
5.6723
4.2543H-35
37
45
55
6.5416
6.8649
4.4178
5.3424
6.0022
4.6209
4.4131
93
Parameter Objektif TBA H-… T (oC) U b.sampel SD
U1 10.0031 0.014 0.019 0.1092 0.1482 0.0011 0.0015 0.0013U2 10.0039 0.012 0.015 0.0936 0.1170 0.0009 0.0012 0.0011
37 U1 10.0010 0.032 0.031 0.2496 0.2418 0.0025 0.0024 0.0025U2 10.0048 0.033 0.035 0.2574 0.2730 0.0026 0.0027 0.0027
45 U1 10.0067 0.032 0.036 0.2496 0.2808 0.0025 0.0028 0.0027U2 10.0047 0.032 0.036 0.2496 0.2808 0.0025 0.0028 0.0027
55 U1 10.0020 0.032 0.031 0.2496 0.2418 0.0025 0.0024 0.0025U2 10.0051 0.030 0.031 0.2340 0.2418 0.0023 0.0024 0.0024
37 U1 10.0062 0.021 0.022 0.1638 0.1716 0.0016 0.0017 0.0017U2 10.0014 0.023 0.022 0.1794 0.1716 0.0018 0.0017 0.0018
45 U1 10.0067 0.034 0.035 0.2652 0.2730 0.0027 0.0027 0.0027U2 10.0070 0.039 0.038 0.3042 0.2964 0.0030 0.0030 0.0030
55 U1 10.0087 0.030 0.032 0.2340 0.2496 0.0023 0.0025 0.0024U2 10.0096 0.031 0.031 0.2418 0.2418 0.0024 0.0024 0.0024
37 U1 10.0071 0.038 0.038 0.2964 0.2964 0.0030 0.0030 0.0030U2 10.0097 0.035 0.036 0.2730 0.2808 0.0027 0.0028 0.0028
45 U1 10.0026 0.032 0.035 0.2496 0.2730 0.0025 0.0027 0.0026U2 10.0075 0.033 0.032 0.2574 0.2496 0.0026 0.0025 0.0025
55 U1 10.0056 0.036 0.036 0.2808 0.2808 0.0028 0.0028 0.0028U2 10.0013 0.036 0.037 0.2808 0.2886 0.0028 0.0029 0.0028
37 U1 10.0025 0.031 0.031 0.2418 0.2418 0.0024 0.0024 0.0024U2 10.0091 0.032 0.032 0.2496 0.2496 0.0025 0.0025 0.0025
45 U1 10.0042 0.030 0.030 0.2340 0.2340 0.0023 0.0023 0.0023U2 10.0021 0.027 0.030 0.2106 0.2340 0.0021 0.0023 0.0022
55 U1 10.0070 0.040 0.039 0.3120 0.3042 0.0031 0.0030 0.0031U2 10.0053 0.041 0.038 0.3198 0.2964 0.0032 0.0030 0.0031
37 U1 10.0057 0.051 0.052 0.3978 0.4056 0.0040 0.0041 0.0040U2 10.0070 0.053 0.050 0.4134 0.3900 0.0041 0.0039 0.0040
45 U1 10.0047 0.030 0.031 0.2340 0.2418 0.0023 0.0024 0.0024U2 10.0021 0.031 0.031 0.2418 0.2418 0.0024 0.0024 0.0024
55 U1 10.0039 0.048 0.047 0.3744 0.3666 0.0037 0.0037 0.0037U2 10.0056 0.043 0.044 0.3354 0.3432 0.0034 0.0034 0.0034
Abs. bil TBA (mg MDA/ kg sampel) bil TBA (mg MDA/ g sampel) RATAAN (mg MDA/ g sampel)
H-0 0.0012 0.0002
H-7
0.0026 0.0001
0.0027 0.0000
0.0024 0.0001
H-14
0.0017 0.0001
0.0028 0.0002
0.0024 0.0000
H-21
0.0029 0.0001
0.0026 0.0001
0.0028 0.0000
H-28
0.0025 0.0001
0.0023 0.0001
0.0031 0.0000
H-35
0.0040 0.0000
0.0024 0.0000
0.0036 0.0002
94
Parameter Objektif Warna-Kromameter
I II III IV I II III IV I II III IV37 U1 21.190 21.300 21.390 22.480 0.4057 0.4069 0.4047 0.4076 0.4083 0.4099 0.4087 0.4076
U2 25.380 25.460 27.040 20.800 0.4006 0.4010 0.4028 0.4029 0.4074 0.4084 0.4087 0.410437 U1 18.800 15.240 22.170 22.250 0.4054 0.3993 0.4004 0.3963 0.4085 0.4033 0.4049 0.4019
U2 12.870 21.710 17.330 17.070 0.3968 0.3892 0.3910 0.3944 0.3989 0.3982 0.3970 0.402145 U1 19.930 15.990 19.720 21.430 0.4030 0.4050 0.4039 0.4024 0.4077 0.4099 0.4083 0.4078
U2 21.360 20.620 24.060 22.120 0.3940 0.3928 0.3990 0.4037 0.4016 0.4013 0.4051 0.409355 U1 19.020 15.800 21.750 18.470 0.4023 0.4011 0.4034 0.4078 0.4067 0.4060 0.4086 0.4078
U2 22.730 16.980 26.840 26.330 0.3949 0.3998 0.4008 0.4033 0.3997 0.4026 0.4055 0.407137 U1 22.610 25.530 25.970 29.740 0.4023 0.4005 0.3967 0.4066 0.4069 0.4066 0.4021 0.4103
U2 25.340 29.150 29.650 28.490 0.3906 0.3922 0.3940 0.3975 0.3957 0.3976 0.3987 0.400645 U1 21.570 20.780 24.670 20.020 0.3926 0.4024 0.4017 0.3987 0.3989 0.4063 0.4060 0.4024
U2 20.340 28.460 19.690 23.050 0.3922 0.3956 0.3993 0.3967 0.3980 0.4031 0.4027 0.401355 U1 22.630 26.620 22.700 20.210 0.3973 0.3940 0.3962 0.3920 0.4013 0.3985 0.3950 0.3956
U2 26.690 20.050 21.450 23.080 0.3941 0.3895 0.3879 0.3911 0.4001 0.3950 0.3933 0.396237 U1 23.000 18.870 20.320 23.010 0.4101 0.4040 0.4147 0.4089 0.4129 0.4062 0.4142 0.4108
U2 36.340 28.550 34.020 23.750 0.4096 0.4129 0.4108 0.4118 0.4148 0.4151 0.4162 0.414345 U1 20.400 21.780 18.300 22.920 0.3988 0.3953 0.3999 0.4000 0.4031 0.4004 0.4037 0.4042
U2 19.280 16.410 17.780 20.660 0.4090 0.3999 0.4118 0.4139 0.4119 0.4036 0.4117 0.413855 U1 16.500 16.170 16.810 18.700 0.4012 0.4098 0.4060 0.4067 0.4020 0.4112 0.4086 0.4081
U2 21.280 26.270 19.040 17.400 0.4100 0.4117 0.4075 0.4064 0.4140 0.4140 0.4113 0.408537 U1 23.960 33.300 24.970 26.530 0.3986 0.3985 0.4003 0.3972 0.4009 0.4024 0.4035 0.4017
U2 22.700 27.630 24.960 22.780 0.4045 0.4035 0.4013 0.3994 0.4072 0.4065 0.4043 0.402845 U1 24.340 21.810 23.260 22.710 0.3908 0.3993 0.3982 0.4025 0.3953 0.4036 0.4005 0.4045
U2 16.620 16.230 18.600 16.650 0.3995 0.3972 0.4039 0.4050 0.4029 0.4018 0.4075 0.405455 U1 26.130 19.560 26.530 19.040 0.3931 0.3989 0.3921 0.3967 0.3968 0.4024 0.3960 0.3994
U2 23.330 14.760 25.920 23.470 0.4010 0.3898 0.3979 0.4002 0.4043 0.3943 0.4003 0.401937 U1 24.310 19.790 20.900 20.890 0.3921 0.3904 0.3930 0.3945 0.3981 0.3960 0.3958 0.3984
U2 17.900 25.260 28.460 28.590 0.4038 0.4032 0.3941 0.3943 0.4071 0.4072 0.3993 0.399945 U1 21.870 28.790 24.900 20.630 0.3916 0.3968 0.3952 0.3925 0.3951 0.4010 0.4000 0.3957
U2 21.180 21.220 20.730 29.910 0.3929 0.4002 0.3917 0.3958 0.3990 0.4033 0.3980 0.401655 U1 24.920 29.650 29.270 23.630 0.3888 0.3915 0.3937 0.3940 0.3950 0.3964 0.3933 0.3931
U2 23.590 23.580 27.350 29.150 0.3952 0.3894 0.3987 0.3892 0.3998 0.3932 0.4026 0.3959
H-0
H-… T (oC) U Y x y
H-7
H-14
H-21
H-28
H-35
95
Lampiran 7. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Warna
96
Lampiran 8. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Warna
perhitungan nilai k persamaan umur simpan ordo 0 suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 suhu k ln k T 1/T
37
0 9.5 2.251 0 -0.087 9.500 0.850
37 0.087 -2.442 310 0.003226
7 9.3 2.230 45 0.081 -2.513 318 0.003145
14 9.0 2.197
50 0.104 -2.263 323 0.003096
21 8.4 2.128 Slope intersep R2
28 6.6 1.887 1 -0.011 2.251 0.821-1144 1.205 0.34
35 6.0 1.792
45
0 9.5 2.251 0 -0.081 9.500 0.869 perhitungan umur simpan (ordo 0) 7 9.0 2.197 suhu 28 (301 K)
suhu 30 (303 K)
14 8.9 2.186 ln k -2.5957
ln k -2.5706
21 8.5 2.140 K 0.0746
k 0.0765
28 7.1 1.960 1 -0.010 73.73 0.832 umur simpan 73.73 umur simpan 71.90 35 6.1 1.808 (hari) (hari)
50
0 9.5 2.251 0 -0.104 9.500 0.941 7 8.9 2.186
14 8.7 2.163
21 7.6 2.028 28 6.2 1.825 1 -0.013 2.251 0.914 35 5.7 1.740
97
Lampiran 9. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kecerahan
98
Lampiran 10. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kecerahan
perhitungan nilai k persamaan umur simpan ordo 0 suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 suhu k ln k T 1/T
37
0 9.1 2.208 0
-0.076 9.1 0.72037 0.076 -2.577 310 0.003226
7 8.9 2.186 45 0.088 -2.430 318 0.003145
14 9.0 2.197
50 0.089 -2.419 323 0.003096
21 8.6 2.152 slope intersep R2 28 6.3 1.841
1 -0.010 2.208 0.705
-1276 1.552 0.903 35 5.8 1.758
45
0 9.1 2.208 0
-0.088 9.1 0.775perhitungan umur simpan (ordo 0)
7 8.9 2.186 suhu 28 (301 K) suhu 30 (303 K) 14 9.2 2.219
ln k -2.6872 ln k -2.6592
21 7.9 2.067 k 0.0681 k 0.0700
28 6.1 1.808 1
-0.012 74.92 0.759umur simpan 74.92 umur simpan 72.85
35 5.4 1.686 (hari) (hari)
50
0 9.1 2.208 0
-0.089 9.1 0.825
7 8.9 2.186 14 8.8 2.175
21 7.9 2.067 28 6.5 1.872
1 -0.012 2.208 0.784
35 5.2 1.649
99
Lampiran 11. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Kerapuhan
100
Lampiran 12. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Kerapuhan
perhitungan nilai k persamaan umur simpan ordo 0 suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 suhu k ln k T 1/T
37
0 9.2 2.219 0 -0.088 9.2 0.811
37 0.088 -2.430 310 0.003226
7 9.1 2.208 45 0.086 -2.453 318 0.003145
14 8.9 2.186
50 0.111 -2.198 323 0.003096
21 7.8 2.054 slope intersep R2 28 5.8 1.758 1
-0.011 2.219 0.783
-1576 2.615 0.536 35 6.1 1.808
45
0 9.2 2.219 0 -0.086 9.2 0.813
perhitungan umur simpan (ordo 0) 7 8.9 2.186 suhu 28 (301 K)
suhu 30 (303 K)14 9.3 2.230
ln k -2.6209 ln k -2.5863
21 7.3 1.988 k 0.0727 k 0.075328 6.3 1.841 1
-0.011 2.219 0.815umur simpan
71.49 umur simpan 69.06
35 6.0 1.792 (hari) (hari)
50
0 9.2 2.219 0 -0.111 9.2 0.884
7 8.7 2.163
14 8.9 2.186
21 6.8 1.917 28 5.8 1.758 1
-0.015 2.219 0.869
35 5.0 1.609
101
Lampiran 13. Grafik Plot Ordo Nol dan Satu pada Parameter Aroma Tengik
102
Lampiran 14. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Aroma Tengik
perhitungan nilai k persamaan umur simpan ordo 0 suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 suhu k ln k T 1/T
37
0 8.9 2.186 0 0.054 1.1 0.690
37 0.054 -2.919 310 0.0032267 9.2 2.219 45 0.066 -2.718 318 0.003145
14 9.0 2.197
50 0.092 -2.386 323 0.00309621 8.4 2.128 slope intersep R2 28 7.0 1.946 1
0.027 0.095 0.663
-3937 9.749 0.921 35 6.4 1.856
45
0 8.9 2.186 0 0.066 1.1 0.903
perhitungan umur simpan (ordo 0) 7 8.7 2.163 suhu 28 (301 K)
suhu 30 (303 K) 14 8.4 2.128
ln k -3.3307 ln k -3.2444
21 7.9 2.067 k 0.0358 k 0.039028 6.8 1.917
1 0.034 0.095 0.971
umur simpan 137.00
umur simpan 125.67
35 6.3 1.841 (hari) (hari)
50
0 8.9 2.186 0 0.092 1.1 0.965
7 8.4 2.128
14 7.9 2.067
21 7.2 1.974 28 6.4 1.856 1
0.042 0.095 0.992
35 5.3 1.668
103
Lampiran 15. Grafik Ordo Nol dan Satu Parameter Rasa
104
Lampiran 16. Rekapitulasi dan Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Rasa
perhitungan nilai k persamaan umur simpan ordo 0 suhu hari ke- skor Ln skor ordo slope intersep R2 suhu k ln k T 1/T
37
0 9.6 2.262 0 -0.035 9.6 0.984
37 0.035 -3.352 310 0.0032267 9.4 2.241 45 0.048 -3.037 318 0.003145
14 9.1 2.208
50 0.093 -2.235 323 0.00309621 8.8 2.175 slope intersep R2 28 8.7 2.163 1
0.044 -0.916 0.939-7156 19.65 0.885
35 8.3 2.116
45
0 9.6 2.262 0 -0.048 9.6 0.977
perhitungan umur simpan (ordo 0) 7 9.1 2.208 suhu 28 (301 K) suhu 30 (303 K)
14 8.9 2.186
ln k -4.1241 ln k -3.967221 8.7 2.163 k 0.0162 k 0.018928 8.2 2.104 1
0.053 -0.916 0.823umur simpan
346.14 umur simpan 295.87
35 7.9 2.067 (hari) (hari)
50
0 9.6 2.262 0 -0.093 9.6 0.936
7 9.4 2.241
14 8.8 2.175
21 7.9 2.067 28 6.7 1.902 1
0.071 -0.916 0.97535 6.1 1.808
105
Lampiran 17. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Warna
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1193.403(a) 8 149.175 2679.798 .000 hari 31.200 5 6.240 112.096 .000 sampel .583 2 .292 5.240 .028 Error .557 10 .056 Total 1193.960 18
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) skor Duncan
sampel N
Subset
1 2 sampel 50 6 7.78 sampel 37 6 8.12sampel 45 6 8.20Sig. 1.000 .554
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .056. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
106
Lampiran 18. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kecerahan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1134.694(a) 8 141.837 2342.259 .000 sampel .274 2 .137 2.266 .154 hari 36.178 5 7.236 119.486 .000 Error .606 10 .061 Total 1135.300 18
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .999) skor Duncan
sampel N
Subset
1 sampel 45 6 7.70sampel 50 6 7.75sampel 37 6 7.98Sig. .086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .061. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
107
Lampiran 19. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Kerapuhan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1101.140(a) 8 137.643 1418.995 .000 hari 37.892 5 7.578 78.127 .000 sampel .643 2 .322 3.316 .079 Error .970 10 .097 Total 1102.110 18
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998) skor Duncan
sampel N
Subset
1 sampel 50 6 7.42sampel 37 6 7.80sampel 45 6 7.83Sig. .051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .097. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
108
Lampiran 20. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Aroma Tengik
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1110.251(a) 8 138.781 4095.189 .000 hari 20.543 5 4.109 121.236 .000 sampel 2.374 2 1.187 35.033 .000 Error .339 10 .034 Total 1110.590 18
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999) skor Duncan
sampel N
Subset
1 2 3 sampel 50 6 7.30 sampel 45 6 7.83 sampel 37 6 8.18Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .034. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
109
Lampiran 21. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Sensori Rasa
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1344.423(a) 8 168.053 576.181 .000 hari 10.553 5 2.111 7.237 .004 sampel 2.590 2 1.295 4.440 .042 Error 2.917 10 .292 Total 1347.340 18
a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996) skor Duncan
sampel N
Subset
1 2 sampel 50 6 8.08 sampel 45 6 8.73 8.73sampel 37 6 8.98Sig. .064 .441
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .292. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
110
Lampiran 22. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter TBA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model .000(a) 8 1.47E-005 64.943 .000 hari 7.53E-006 5 1.51E-006 6.677 .006 sampel 1.90E-007 2 9.50E-008 .421 .668 Error 2.26E-006 10 2.26E-007 Total .000 18
a R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .966) skor Duncan
sampel N
Subset
1 sampel 45 6 .002333sampel 37 6 .002483sampel 50 6 .002583Sig. .405
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 2.26E-007. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
111
Lampiran 23. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter KPAP
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 501.651(a) 8 62.706 100.623 .000 sampel 4.763 2 2.381 3.821 .059 hari 12.598 5 2.520 4.043 .029 Error 6.232 10 .623 Total 507.883 18
a R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .978) skor Duncan
sampel N
Subset
1 2 sampel 50 6 4.520333 sampel 45 6 5.268217 5.268217sampel 37 6 5.772467Sig. .132 .294
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .623. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
112
Lampiran 24. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter
(Nilai L)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 40543.889(a) 8 5067.986 881.979 .000 hari 47.981 5 9.596 1.670 .229 sampel 17.233 2 8.616 1.499 .269 Error 57.462 10 5.746 Total 40601.350 18
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .997) skor Duncan
sampel N
Subset
1 suhu 45 6 46.335100suhu 50 6 47.222960suhu 37 6 48.706966Sig. .133
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 5.746. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
113
Lampiran 25. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter
(Nilai a)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 12.134(a) 8 1.517 155.322 .000 hari .533 5 .107 10.911 .001 sampel .087 2 .044 4.478 .041 Error .098 10 .010 Total 12.232 18
a R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .986) skor Duncan
sampel N
Subset
1 2 suhu 45 6 .716083 suhu 37 6 .796533 .796533suhu 50 6 .886733Sig. .189 .145
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .010. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
114
Lampiran 26. Hasil Uji Sidik Ragam (ANOVA) pada Parameter Warna-Hunter
(Nilai b)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Model 6868.943(a) 8 858.618 567.974 .000 hari 8.331 5 1.666 1.102 .417 sampel 4.574 2 2.287 1.513 .267 Error 15.117 10 1.512 Total 6884.060 18
a R Squared = .998 (Adjusted R Squared = .996) skor Duncan
sampel N
Subset
1 suhu 45 6 19.100562suhu 50 6 19.222876suhu 37 6 20.225846Sig. .161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.512. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.