Upload
vuquynh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERONMENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR)
PADA PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGANMENGGUNAKAN KOMBINASI GnRH DAN PGF2α
SKRIPSI
ANDI REZKI MASFIRAH PUTRI1111 07015
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
ii
RESPON OVARIUM DENGAN PEMBERIAN PROGESTERONMENGGUNAKAN CONTROLLED INTERNAL DRUG RELEASE (CIDR) PADA
PERLAKUAN SINKRONISASI BERAHI DENGAN MENGGUNAKANKOMBINASI GnRH DAN PGF2α
SKRIPSI
Oleh:
ANDI REZKI MASFIRAH PUTRI
I 111 07 015
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SarjanaPeternakan Pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : A.Rezki Masfirah putri
NIM : I111 07 015
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ;
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab Hasil dan
Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi
akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, November 2012
Ttd
ANDI REZKI MASFIRAH PUTRI
iii
Judul Penelitian : Respon Ovarium dengan Pemberian Progesteron MenggunakanControlled Internal Drug Release (CIDR) pada PerlakuanSinkronisasi Berahi dengan Menggunakan Kombinasi GnRHdan PGF2α
Nama : Andi Rezki Masfirah Putri
No. Pokok : I 111 07 015
Jurusan : Produksi Ternak
Program Studi : Produksi Ternak
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Oleh:
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Prof.Dr.Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc Dr. Muhammad Yusuf, S.PtNIP. 19540602 197802 1 001 NIP. 19700725199903 1 001
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Jurusan Produksi Ternak
Prof. Dr. Ir. H. SyamsuddinHasan, M.Sc Prof.Dr.Ir. H. Sudirman Baco,M.Sc,NIP. 19520923 197903 1 002 NIP. 19641231 198903 1 025
Tanggal Lulus : 26 November 2012
iv
Andi Rezki Masfirah Putri (I11107015). Respon Ovarium dengan Pemberian ProgesteronMenggunakan Controlled Internal Drug Release (CIDR) pada Perlakuan Sinkronisasi Berahi denganMenggunakan Kombinasi GnRH dan PGF2α. Dibawah bimbingan Abd. Latief Toleng SebagaiPembimbing Utama dan Muhammad Yusuf Sebagai Pembimbing Anggota.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon ovarium dengan dan tanpa pemberianprogesteron (CIDR) pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasihormon GnRH dan PGF2α. Penelitian ini menggunakan 20 ekor sapi perah Fries Holland (FH)dan dibagi dalam 2 perlakuan sinkronisasi berahi yakni 10 ekor ternak sapi perah denganpemberian CIDR dan 10 ekor ternak sapi perah tanpa pemberian CIDR. Pada hari pertamaperlakuan sinkronisasi, seluruh ternak sapi perah diinjeksi dengan hormon GnRH sebanyak100 µg (fertirelin acetate) (hari-0). Pada hari yang sama, 10 ekor ternak sapi perah tersebutdiberikan progesteron dalam bentuk CIDR secara intravaginal sebagai perlakuan, sedangkan10 ekor lainnya sebagai kontrol. Pada hari ke-7 sebanyak 27,5 µg dinoprost hormon PGF2αdisuntikkan kepada seluruh ternak serta CIDR pada kelompok perlakuan dilepaskan.Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-0, hari ke-7, dan pada hari ke-10. Plasmadarah masing-masing sampel kemudian dimasukkan ke dalam tabung plasma kemudiandisimpan pada suhu -20ºC sampai pelaksanaan analisa untuk mengetahui konsentrasi hormonprogesteron dengan menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa dari total 20 ekor ternak sapi perah, terdapat perbedaan yang nyata(P=0,046) antara 12 ekor ternak sapi atau sebanyak 60% menunjukkan fase luteal danselebihnya 8 ekor ternak sapi perah atau 40% adalah fase folikul atau ovarium yang belummenujukkan aktivitas pada awal perlakuan sinkronisasi berahi. Dengan pemberian CIDR,konsentrasi progesteron yang tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada hari ke-10 adalahsebanyak 80% sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan tanpa pemberianCIDR. Dapat disimpulkan bahwa pemberian progesteron dalam bentuk CIDR sangat nyatalebih efektif dalam mensinkronkan munculnya berahi pada ternak sapi perah yang mendapatperlakuan sinkronisasi GnRH dan PGF2.
Kata Kunci: Sapi Perah, Sinkronisasi Berahi, Respon Ovarium, Progesteron
v
Andi Rezki Masfirah Putri (I11107015). Ovarian Responses with Controlled Internal DrugRelease (CIDR) Insertion on Estrous Synchronization Using a Combination of GnRH and PGF2α.Under Abd. Latief Toleng as Main Supervisor and Muhammad Yusuf as Co-supervisor.
ABSTRACT
This study aimed to know the responses of ovarian with and without CIDR (controlledinternal drug release) insertion on estrous synchronization using a combination of GnRH andPGF2α. The study was using 20 dairy cows of Fries Holland (FH), in which the cows wereallocated into two treatment groups of estrous synchronization; 10 dairy cows with CIDRinsertion and 10 without CIDR insertion. At first day of synchronization treatment, all cowswere injected 100 µg of GnRH (fertirelin acetate) (day-0). At the same day, 10 cows wereinserted with CIDR intra-vaginally as treatment, while the remaining 10 cows as control(without CIDR insertion). On day-7, the cows were injected 27.5 µg of dinoprost (PGF2α) andremoval of CIDR in CIDR group. Blood samples were collected on day-0, day-7, and day-10.The blood plasma were separated and put into plasma tube, then kept on -20ºC until assayedwas performed using radioimmunoassay (RIA) technique. The results of this study showedthat of 20 cows, there was a significant different (P=0.046) between 12 cows or 60% showedluteal phase and 8 cows or 40% in follicular phase or inactive ovaries in the beginning ofestrous synchronization. In CIDR group, high progesterone concentration on day-7 and low onday-10 was 80% and significantly higher (P<0.01) than in cows without CIDR insertion. It canbe concluded that administration of progesterone using CIDR was significantly more effectivein synchronizing the estrus using a combination of GnRH and PGF2 treatments.
Key Words: Dairy cows, Estrous synchronization, Ovarian response, Progesterone
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah rabbil alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah SWT, sebanyak tetesan
air hujan, sebanyak butiran biji-bijian, sebanyak makhluk-Nya di langit, di bumi dan diantara
keduanya. Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah SWT,
meskipun puja segala pemuji selalu kurang dari sewajarnya.
Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkat dan pertolongan-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga
penyusunan skripsi ini, yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana pada Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril
maupun materil. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati, penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Abd. Latief Toleng, M.Sc Selaku pembimbing utama dan bapak
Dr. Muhammad Yusuf S,Pt. Selaku pembimbing anggota, atas segala bantuan dan
keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran-saran sejak awal
penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.
vii
2. Sembah sujudku kepada Ayahanda H.A.Muh Djufri dan Ibunda Hj.Ratnah yang tercinta
serta kakak yang kusayang atas segala limpahan doa, kasih sayang, kesabaran,
pengorbanan yang telah diberikan tanpa henti.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Syamsuddin Hasan, M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. Sebagai Ketua Jurusan Produksi Ternak
beserta seluruh dosen dan staf Jurusan Produksi Ternak atas segala bantuan dan saran-
sarannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof.Dr. Ir. Muin Liwa, MS selaku penasehat akademik yang senantiasa
memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi penulis .
6. Sahabatku Nur Aliah S.Pt, Muthmainnah Bahri S.S, Hardianti S.Pt, Masturi, S.Pt,
Suparno, S.Pt, Ummul Masir, S.Pt, Nurul Azima, S.Pt, dan Desy Aryani, S.Pt terima
kasih atas telah mengajarkan arti persaudaraan dan persahabatan yang tulus serta semua
bantuannya selama ini memberikan dukungan dan motivasi.
7. Sahabat-sahabat “Rumput 07” yang tidak sempat saya sebutkan namanya terima kasih
yang setinggi-tingginya serta penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala cinta,
pengorbanan, bantuan, pengertian, canda tawa serta kebersamaan selama ini, waktu yang
dilalui sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak mungkin untuk
terlupakan dan terimakasih telah memberiku sedikit tempat di hatimu untuk menjadikanku
sahabat dan teriring dengan doa semoga rekan dan sahabatku sukses selalu.
viii
Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya mendidik,
apabila dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca Amin
Penulis
Andi Rezki Masfirah Putri
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
ABSTRACT ................................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DFTAR TABEL........................................................................................... xii
LAMPIRAN................................................................................................. xiii
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
Mekanisme Kerja CIDR .................................................................. 3
Sinkronisasi Berahi.......................................................................... 5
GnRH dan PGF2α............................................................................ 6
METODE PENELITIAN ................................................................. 8
Waktu dan Tempat........................................................................... 8
Materi Penelitian.............................................................................. 8
Prosedur Penelitian ......................................................................... 8
Parameter Penelitian ........................................................................ 12
Analisis Data ................................................................................... 12
x
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Ovarium Sebelum Perlakuan Sinkronisasi Berahi........... 13
Respon Ovarium Dengan dan Tanpa Pemberian CIDR PadaPelaksanaan Sinkronisasi Berahi pada Ternak Sapi Perah ............. 15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan.......................................................................................... 18
Saran.................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 19
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
PENDAHULUAN
Sapi perah memberikan konstribusi yang besar dalam upaya meningkatkan
pendapatan petani di Sulawesi Selatan. Peluang pasar sapi Perah di daerah ini
sangat cerah sehingga komoditi tersebut cukup strategis dijadikan usaha yang
dapat meningkatkan pendapatan petani maupun kalangan pengusaha peternak
(Djagra, 1989).
Permasalahan yang ditemukan pada petani peternak sapi rakyat di
Sulawesi Selatan adalah kecenderungan sapi perah mengalaini masa anestrus post
partum yang lambat, berkisar antara enam sampai empat bulan, bahkan lebih.
Dengan kata lain timbulnya estrus post partum yang lambat akan menyebabkan
interval antara kelahiran yang panjang (Marawali, 2001).
Dari beberapa hasil penelitian mengenai estrus post partum pada sapi
perah, kisaran masa anestrus post partum empat sampai enam bulan merupakan
hal yang biasa ditemukan pada sapi perah di Indonesia pada umumnya. Tetapi
percepatan timbulnya estrus post partum merupakan suatu usaha untuk
meningkatkan efisiensi reproduksi ternak tersebut (Anonim, 20ll).
Ada beberapa upaya yang dilakukan untuk percepatan estrus post parturn
antara lain pemberian penambahan CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi
dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α. Meskipun harga preparat
CIDR ini cukup tinggi tetapi secara ekonoinis dapat meningkatkan pendapatan
bila ditinjau dari segi keaktifan kerja hormon tersebut. Pemberian preparat CIDR
ini selain mempercepat estrus post partum sekaligus mensinkronkan estrus
2
sehingga dapat diantisipasi clan diperkirakan waktu inseininasi secara cepat dan
serentak, terutama ternak pada peternak sapi rakyat yang dipelihara secara
ekstensif dimana ternak digembalakan pada ternak rumput, jarang dilihat, jarang
dikandangkan dan pendeteksian estrusnya cukup sulit dilakukan (Marawali,
2001).
Selain itu peternak dapat mengatur waktu kelahiran yang disesuaikan
dengan ketersediaan pakan pada musim tertentu, sehingga dapat mempertahankan
efisiensi waktu dan tenaga kerja serta efesiensi reproduksi, juga untuk
penyesuaian produksi dengan kebutuhan pasar. Keuntungan dalam penggunaan
preparat CIDR dengan menyuntikkan GnRH dan PGF2α dapat memunculkan
berahi pada sekelompok ternak secara serentak dan musim perkawinan dapat
dipersingkat sehingga dapat menghemat biaya terutama bila perkawinan
menggunakan Inseminasi Buatan (Anonim, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon ovarium dengan dan
tanpa pemberian progesteron (CIDR) pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan
menggunakan kombinasi hormon GnRH dan PGF2α.
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan pertimbangan tentang
pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi dengan menggunakan
kombinasi hormon GnRH dan PGF2α pada sapi perah.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Kerja CIDR
Controlled Internal Drug Release (CIDR) merupakan alat yang terbuat
dan sebatang silikon berbentuk huruf T dan mengandung 1,9 gram hormon
progesteron untuk hewan besar (seperti sapi dan kerbau) dan 0,33 gram hormon
progesteron untuk hewan kecil (seperti kambing dan domba). Keuntungan
penggunaan alat ini adalah untuk mengontrol siklus berahi, mengatasi problem
fertilitas seperti anovulatory anoestrus (ternak yang tidak bersiklus) dan ovarium
yang sistik, serta untuk program seleksi dan transfer embrio (Anonim 2011b).
Pemakaian CIDR yang mengandung hormon progesteron efektif dilakukan
untuk proses sinkronisasi siklus estrus pada sapi perah. Selain itu, kombinasi
penggunaan CIDR dengan penyuntikan hormon prostaglandin secara nyata dapat
meningkatkan jumlah sapi yang standing pada saat estrus (Vargas et.al.,1994).
Pemberian hCG pada proses superovulasi dengan FSH dilaporkan dapat
menghasilkan lebih banyak embrio layak transfer walaupun tidak berbeda secara
nyata dan kontrol (Armstrong, 1993).
Pemasangan CIDR dilakukan secara asepsis dengan aplikator khusus yang
sudah dicelupkan dalam larutan antiseptik standar, diberi pelumasan dengan gel
steril, netral, kemudian dimasukkan ke dalam vagina sampai di depan os uteri dari
servik, seterusnya implan dideposisikan pada tempat itu. Estrus akan timbul dalam
waktu 3 hari kemudian setelah CIDR dicabut, sehingga inseininasi buatan dapat
dilakukan antara hari ke 48 sampai 72 jam kemudian ( Putro, 2008).
4
Penggunaan CIDR untuk sinkronisasi estrus sapi Holstein telah dilakukan
di Jepang oleh Vargas et al. (1994) dan menghasilkan sebanyak 90,7% induk
estrus dan 63,3% induk bunting sebagai respon terhadap penggunaan CIDR.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa penyuntikan pada saat pencabutan
CIDR tidak berpengaruh terhadap persentase kebuntingan, tetapi berpengaruh
secara nyata terhadap peningkatan kejadian standing estrus dan jumlah CL yang
dihasilkan yaitu rata-rata per induk sebesar 3,1.
Mekanisme kerja dari alat ini, yaitu alat ini dimasukkan dan didiamkan
dalam vagina selama beberapa hari, selanjutnya progesteron yang terdapat di
dalam alat ini akan diserap oleh vagina dan segera disekresikan ke dalam aliran
darah yang akan menghambat pelepasan FSH dan LH dan adenohipofisis melalui
mekanisme umpan balik negatif. Kadar progesteron dalam darah akan meningkat
pada saat alat disisipkan dalam vagina dan tetap stabil dipertahankan selama
periode penyisipan alat ini. Setelah alat ini dicabut terjadi penurunan progesteron
secara mendadak dan mencapai level basal sehingga terjadi feedback positif pada
hipotalamus untuk melepaskan GnRH yang akhirnya terjadi pelepasan hormon
FSH dan LH dari adenohipofisis dan akan terjadi pematangan folikel, berahi dan
ovulasi. CIDR memberikan fertilitas terbaik bila diinsersikan selama 7 sampai 10
hari (Putro, 2008).
Pada pemasangan CIDR di vagina dilakukan pada hari ke-0. Setelah
selang 7 hari CIDR dicabut, tetapi 24 jam sebelum pencabutan CIDR di injeksi
PGF2α untuk melisiskan korpus luteum yang tersisa, sehingga akan lebih
5
meminimumkan kadar progesteron setelah CIDR dicabut, sebagai akibatnya
proses estrus dan ovulasi akan menjadi lebih baik ( Putro, 2008).
Sinkronisasi Berahi
Sinkronisasi birahi merupakan suatu cara untuk menimbulkan gejala birahi
secara bersama-sama, atau dalam selang waktu yang pendek dan dapat diramalkan
pada sekelompok hewan. Tujuan sinkronisasi berahi adalah untuk memanipulir
proses reproduksi, sehingga hewan akan terinduksi berahi proses ovulasinya,
dapat diinseminasi serentak dan dengan hasil fertilitas yang normal. Penggunaan
teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan
reproduksi kelompok ternak, disamping juga mengoptimalisasi pelaksanaan
inseminasi buatan dan meningkatkan fertilitas kelompok (Wenkoff, 1986).
Terdapat dua cara sinkronisasi berahi, yang pertama dengan melisiskan
corpus luteum misalnya dengan prostaglandin dan yang kedua substitusi fungsi
corpus luteum dengan progestagen. Lisisnya corpus luteum akan diikuti dengan
pembebasan hormon gonadotrophin yang menyebabkan birahi dan timbulnya
proses ovulasinya (Peters, 1986).
Substitusi corpus luteum dengan pemberian progesteron eksogen akan
menyebabkan penekanan pembebasan hormon gonadotrophin dari pituitaria
anterior. Penghentian pemberian progesteron eksogen ini akan diikuti dengan
pembebasan hormon gonadotrophin secara tiba-tiba yang berakibat terjadinya
berahi dan ovulasi serentak (Wenkoff, 1986).
6
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRII) dan Prostaglandm (PGF2α)
GnRH merupakan suatu dekadeptida (10 asam amino) dengan berat
molekul 1183 dalton. Hormon ini menstimulasi sekresi follicle stimulating
hormon (FSH) dan Lutinizing Hormone (LH) dari hipofisis anterior (Salisbury
dan Vandemark, 1985). Pemberian GnRH meningkatkan FSH dan LH dalam
sirkulasi darah selama 2 sampai 4 jam (Chenault dkk., 1990).
Secara alamiah, terjadinya level tertinggi (surge) LH yang menyebabkan
ovulasi merupakan basal kontrol umpan balik positif dan sekresi estrogen dan
folikel yang sedang berkembang. Berikut ini adalah mekanisme kerja GnRH.
Hipotalamus akan mensekresi GnRH, kemudian GnRH akan menstimulasi
hipofisis anterior untuk mensekresi FSH dan LH. FSH bekerja pada tahap awal
perkembangan folikel dan dibutuhkan untuk pembentukan folikel antrum. FSH
dan LH merangsang folikel ovarium untuk mensekresikan estrogen. Menjelang
waktu ovulasi konsentrasi hormon estrohen mencapai suatu tingkatan yang cukup
tinggi untuk menekan produksi FSH dan dengan pelepasan LH menyebabkan
terjadinya ovulasi dengan menggertak pemecahan dinding folikel dan pelepasan
ovum. Setelah ovulasi maka akan terbentuk korpus luteum dan ketika tidak
bunting maka PGF2α dari uterus akan melisiskan korpus luteum. Tetapi jika
terjadi kebuntingan maka korpus luteum akan terus dipertahankan supaya
konsentrasi progesteron tetap tinggi untuk menjaga kebuntingan (Adnan dan
Ramdja, 1986).
Prostaglandin adalah senyawa C20 dengan satu cincin siklopenta yang
mirip derivate asam lemak tak jenuh seperti arakidonat (Solihati, 2005). Nama
7
prostaglandin diberikan oleh Von Euler karena ia berpendapat bahwa zat ini
dihasilkan oleh kelenjar prostat manusia. Prostaglandin mempunyai implikasi
pada pelepasan gonadotropin, ovulasi, regresi CL, motilitas uterus dan motilitas
spermatozoa (Djajosoebagio, 1990).
PGF2α bersifat luteolitik sehingga mampu menginduksi terjadinya regresi
CL yang mengakibatkan estrus, akan tetapi mekanisme yang sebenarnya belum
diketahui dengan pasti walaupun salah satu dari postulat-postulat yang ada
menyatakan bahwa efek vasokonstriksi dan PGF2α dapat menyebabkan luteolisis.
Beberapa hipotesis tentang bagaimana kerja PGF2α dalam melisiskan CL yaitu
(1) PGF2α langsung berpengaruh kepada hipofisis, (2) PGF2α menginduksi
luteolisis melalui uterus dengan jalan menstimulir kontraksi uterus sehingga
dilepaskan luteolisis uterin endogen, (3) PGF2α langsung bekerja sebagai racun
terhadap sel-sel CL, (4) PGF2α bersifat sebagai antigonadotropin, baik dalam
aliran darah maupun reseptor pada CL, dan (5) PGF2α mempengaruhi aliran darah
ke ovarium (Solihati, 2005). PGF2α hanya efektif bila ada korpus luteum yang
berkembang, antara hari 7 sampai 18 dan siklus estrus (Putro, 2008).
8
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian mengenai respon ovarium dengan penambahan CIDR pada
perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α
telah dilaksanakan di Kabupaten Sinjai. Analisa sampel plasma darah untuk
mengetahui konsentrasi hormon progesteron, dilakukan di Divisi Isotop,
Laboratorium Terpadu, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin,
Makassar pada Bulan Mei sampai Juni 2012.
Materi Penelitian
Materi penelitian adalah 20 ekor induk sapi Perah FH (Holstein Friesian)
yang dipelihara oleh petani-peternak. Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah aplikator CIDR, spoit injeksi, alkohol, kapas, jarum venoject,
holder, tabung sampel darah dan sampel plasma, centrifuge, dan seperangkat
peralatan analisa hormon progesteron dengan teknik radioimmunoassay (RIA).
Untuk perlakuan sinkronisasi berahi, hormon yang digunakan adalah controlled
internal drug release (CIDR), Gonadotropin releasing hormone (GnRH), dan
Prostaglandin F2α (PGF2α).
Rancangan
Ternak Sapi Perah; Sebanyak 20 ekor sapi perah yang telah diseleksi dan
digunakan dalam penelitian dibagi dalam 2 perlakuan sinkronisasi berahi dengan
9
menggunakan kombinasi GnRH dan PGF2α yakni 10 ekor ternak sapi perah
dengan pemberian CIDR dan 10 ekor ternak sapi perah tanpa pemberian CIDR.
Sinkronisasi Berahi; Pada hari pertama perlakuan sinkronisasi, seluruh
ternak sapi perah diinjeksi dengan hormon GnRH sebanyak 100 µg (fertirelin
acetate) (hari-0). Pada hari yang sama, 10 ekor ternak sapi perah tersebut
diberikan progesteron dalam bentuk CIDR secara intravaginal sebagai perlakuan,
sedangkan 10 ekor lainnya sebagai kontrol. Pada hari ke-7 sebanyak 27,5 µg
dinoprost hormon PGF2α disuntikkan kepada seluruh ternak Gambar 1 dan 2).
Perlakuan 1 Tanpa CIDR
Hari
Gambar 1. Sapi perah mendapatkan perlakuan hormon GnRH, PGF2α,(perlakuan 1).
Perlakuan 2. Dengan Penambahan CIDR
Hari
Gambar 2. Sapi Perah mendapatkan perlakuan hormon GnRH, PGF2α danpemasangan CIDR (perlakuan 2).
Deteksi Berahi
DeteksiBerahi
9a
10
Sampel Darah; Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-0 (pada
saat injeksi GnRH) , hari ke-7 (pada saat injeksi PGF2α), dan pada hari ke-10
(pada saat diperkirakan munculnya berahi). Sampel darah dari seluruh ternak sapi
perah diambil dari vena jugularis kira-kira sebanyak 10 ml ke dalam tabung yang
mempunyai anti-koagulan. Dalam waktu 2 jam setelah pengambilan sampel darah,
sampel-sampel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 1500 x g untuk
memisahkan plasma darah. Plasma darah masing-masing sampel kemudian
dimasukkan ke dalam tabung plasma kemudian disimpan pada suhu -20ºC sampai
pelaksanaan analisa untuk mengetahui konsentrasi hormon progesteron dilakukan.
Analisa Hormon Progesteron; Analisa hormon progesteron dilakukan dengan
menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA) dengan prosedur sebagai beriukut.
1. Semua bahan reaksi diequilibrasi pada temperatur kamar
2. Tabung dilabeli secara duplikat
3. Semua bahan reaksi dan sampel dicampur sebelum digunakan dan
dihindari terjadinya busa yang berlebihan
4. Sebanyak 50 ml masing-masing standar dipipet ke dalam tabung yang
telah dilabeli
5. Ke dalam seluruh tabung, kemudian dimasukkan 100 ml larutan tracer
6. Kemudian 100 ml anti serum dimasukkan kemudian ke dalam semua
tabung kecuali tabung T dan NSB
7. Masing-masing tabung kecuali T diaduk selama 2-5 detik. Kemudian
didiamkan tabung selama 2 jam dalam temperatur kamar (20-280C)
11
8. Tabung T ditempatkan pada rak terpisah. Botol yang mengandung
magnetic immunosorbent dikocok dan diaduk sampai tercampur.
Kemudian ditambahkan 500 ml ke masing-masing tabung kecuali
tabung T.
9. Seluruh tabung diaduk secara merata dan diamkan selama 15 menit pada
temperatur kamar.
10. Sentrufugasi; semua tabung disentrifugasi selama 15 menit pada 1500g
atau lebih kemudian supernatant diaspirasi.
11. Radioaktifitas semua tabung dihitung selama 60 detik.
12. Konsentrasi hormone progesterone dihitung berdasarkan persamaan di
bawah ini.
Bo/T%=100*(S1-NSB)/T
B/80%=100*(S2-b:M-NSB)/(S1-NSB)
Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Kondisi fisiologi reproduksi/aktivitas ovarium pada hari ke 0.
2. Konsetrasi Hornon progesteron pada hari ke 0 ke 7 dan ke 10 dengan dan
tanpa pemberian progesteron dengan menggunakan CIDR
12
Analisis Data
Profil Hormon progesteron hari ke 7 dan 10 ekor ternak pada masing-
masing perlakuan digambarkan dengan menggunakan program excel konsentrasi
masing-masing pada hari ke 7 dan 10 pada perlakuan dengan dan tanpa pemberian
progesteron akan dikategorikan ke dalam fase luteal atau fase folikel persentase
fase luteal pada hari ke 7 dan persentase fase folikel pada hari ke 10 masing-
masing perlakuan di bandingkan dengan menggunakan chi-square.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Ovarium Sebelum Perlakuan Sinkronisasi Berahi
Pada penelitian ini pembagian ternak sapi dalam kelompok dengan dan
tanpa CIDR untuk tujuan sinkronisasi berahi dilakukan secara acak terhadap
aktivitas ovarium atau kondisi fisiologi reproduksi ternak sapi. Aktivitas ovarium
ternak sapi pada awal pelaksanaan sinkronisasi berahi yang digunakan dalam
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas Ovarium Ternak Sapi Perah pada Awal PelaksanaanSinkronisasi Berahi
Perlakuan JumlahTernak
Fase Luteal(%)
Fase Folikel/Ovarium
Tidak Aktif (%)Nilai P
CIDR 10 70 30 < 0,01
Tanpa CIDR 10 50 50 1.000
Jumlah 20 60 40 0,046
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa pada perlakuan
dengan menggunakan CIDR, terdapat 70% ternak sapi dengan fase luteal pada
awal sinkronisasi berahi dilakukan yang ditandai dengan tingginya konsentrasi
hormon progesteron (≥1 ng/ml). Sedangkan selebihnya 30% adalah kemungkinan
fase folikel atau ovarium tidak aktif yang ditandai dengan rendahnya (konsentrasi
hormon progesteron (≤1 ng/ml). Hasil analisis Chi-Square menunjukkan bahwa
kondisi ternak pada fase luteal pada perlakuan CIDR lebih tinggi (P<0,01)
dibandingkan dengan fase folikel atau ovarium yang belum aktif. Hal ini dapat
14
terjadi karena dalam satu siklus berahi ternak sapi, fase luteal lebih panjang
dibandingkan dengan fase folikel (Bearden dan Fuquay, 1992). Dengan demikian,
memungkinkan persentase fase luteal lebih tinggi dibandingkan dengan fase
folikel pada ternak yang bersiklus. Pada perlakuan dengan tanpa pemberian
CIDR, perbandingan jumlah ternak baik dengan fase luteal dan fase folikel atau
ovarium yang belum aktif adalah relatif sama (Tabel 1). Hal ini mungkin
disebabkan oleh beberapa ternak yang tidak atau berhenti bersiklus, sehingga
perbandingan antara ternak dengan fase luteal dan fase folikel secara kebetulan
menjadi seimbang.
Dengan demikian, secara keseluruhan bahwa dari total 20 ekor ternak sapi
perah yang digunakan dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 12 ekor
ternak sapi atau sebanyak 60% menunjukkan fase luteal (konsentrasi hormon
progesteron tinggi; ≥ ng/ml). Selebihnya 8 ekor ternak sapi perah atau 40% adalah
fase folikul atau ovarium yang belum menujukkan aktivitas. Hasil analisis Chi-
square dari kedua fase atau aktivitas ovarium tersebut menunjukkan perbedaan
yang nyata (P=0,046) (Tabel 1).
15
Respon Ovarium Dengan dan Tanpa Pemberian CIDR Pada PelaksanaanSinkronisasi Berahi pada Ternak Sapi Perah
Pada penelitian ini, respon ovarium ternak-ternak sapi perah berdasarkan
konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7 pelaksanaan
sinkronisasi berahi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Respon Ovarium pada Hari ke-7 Ternak Sapi Perah Dengan danTanpa Pemberian Progesteron Pada Perlakuan SinkronisasiBerahi
Perlakuan JumlahTernak Fase Luteal Persentase
(%) Nilai P
CIDR 10 10 100= 0,021
Tanpa CIDR 10 7 70
Jumlah 20 17 85
Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa pada perlakuan
dengan pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, seluruh ternak
sapi perah yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan konsentrasi hormon
progesteron yang tinggi pada hari ke-7. Sedangkan dengan tanpa pemberian CIDR
jumlah ternak yang menunjukkan konsentrasi hormon progesteron yang tinggi
pada hari ke-7 pelaksanaan sinkronisasi berahi tersebut, nyata lebih rendah
(P<0.05); yang hanya 70%. Hal ini memberi indikasi bahwa dengan pemberian
CIDR pada perlakuan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH
dan PGF2α dapat lebih efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian
Vargas dkk. (1994) bahwa pemakaian CIDR yang mengandung hormon
progesteron efektif dilakukan untuk proses sinkronisasi siklus estrus pada sapi
perah. Selain itu, kombinasi penggunaan CIDR dengan penyuntikan hormon
16
prostaglandin secara nyata dapat meningkatkan jumlah sapi yang standing pada
saat estrus. Pemberian hCG pada proses superovulasi dengan FSH dilaporkan
dapat menghasilkan lebih banyak embrio layak transfer walaupun tidak berbeda
secara nyata dan kontrol (Armstrong, 1993).
Pada pelaksanaan penelitian ini 3 dari 10 ekor ternak sapi perah dengan
tanpa pemberian CIDR menunjukkan tanda–tanda berahi sebelum penyuntikan
PGF2α (Hari ke-7). Ini dapat berarti bahwa dengan pemberian CIDR pada
pelaksanaan sinkronisasi berahi dengan menggunakan kombinasi GnRH dan
PGF2α mencegah terjadinya berahi dini sebelum sebelum penyuntikan PGF2α.
Hasil penelitian Martinez dkk. (2002) menunjukkan bahwa pemberian
intravaginal progesterone (CIDR) dalam sinkronisasi berahi yang menggunakan
GnRH diawal perlakuan mencegah terjadinya berahi dini dan bahkan
meningkatkan angka kebuntingan pada sapi potong dara. Dengan tanpa pemberian
CIDR atau progesteron, beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa berahi dini
akan terjadi dan dideteksi sekitar 5 – 11.8%, dimana terjadi antara injeksi GnRH
pada awal perlakuan sinkronisasi dan injeksi PGF2α (Roy dkk., 1999; DeJarnette
dkk., 2001). Sebagai tambahan terhadap munculnya berahi dini pada perlakuan
sinkronisasi dengan tanpa menggunakan CIDR atau progesteron, adalah tidak
sempurnanya regresi luteal pada saat penyuntikan PGF2α yang juga dapat
menyebabkan gagalnya konsepsi (Burke dkk., 1996).
Dengan demikian, dari 20 ekor ternak sapi perah secara keseluruhan yang
disinkronisasi berahinya, terdapat 17 atau 85% ternak tersebut dengan fase luteal
17
atau konsentrasi hormon progesteron yang tinggi pada hari ke-7 yang sekaligus
menunjukkan efektifitas pelaksanaan sinkronisasi berahi.
Tabel 3. Konsentrasi Hormon Progesteron Ternak Sapi Perah yang TinggiPada Hari Ke 7 dan Rendah Pada Hari Ke 10 Dengan dan TanpaPemberian Progesteron
Perlakuan JumlahTernak
Konsentrasi HormonProgesteron yang Tinggi
pada Hari Ke-7 danRendah pada Hari ke-10
Persentase (%)
CIDR 10 8 80**
Tanpa CIDR 10 4 40
Total 20 12 60**)Berbeda sangat nyata (P<0,01) dibanding tanpa CIDR
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada perlakuan yang tanpa pemberian
CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, dari 10 ekor ternak sapi perah yang
digunakan hanya 4 ekor atau 40% saja yang konsentrasi hormon progesteronnya
tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada hari ke-10. Sedangkan pada perlakuan
dengan pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi, ternak-ternak sapi
perah dengan konsentrasi progesteron yang tinggi pada hari ke-7 dan rendah pada
hari ke-10 adalah sebanyak 80% atau sangat nyata lebih tinggi (P<0,01)
dibandingkan dengan tanpa pemberian CIDR (Tabel 3). Ini berarti bahwa
pemberian CIDR pada pelaksanaan sinkronisasi berahi yang menggunakan
kombinasi GnRH dan PGF2α sangat nyata lebih efektif dibandingkan dengan
tanpa pemberian CIDR.
18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian progesteron dalam bentuk CIDR sangat efektif dalam
mensinkronkan munculnya berahi pada ternak sapi perah yang mendapat
perlakuan sinkronisasi GnRH dan PGF2.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada pelaksanaan penelitian ini
dan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan sinkronisasi berahi yang
mengkombinasikan penggunaan hormon GnRH dan PGF2α serta untuk mencegah
munculnya berahi dini, maka disarankan untuk memberikan tambahan hormon
progesteron dalam bentuk CIDR. Lebih lanjut disarankan adanya penelitian
lanjutan untuk melihat angka konsepsi dengan dan tanpa pemberian CIDR pada
perlakuan sinkronisasi berahi yang menggunakan kombinasi hormon GnRH dan
PGF2α.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A. dan Ramdja, M. 1986. Fisio Patologi Ovarium Sapi Dan AktivitasHormonalnya. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Anonim, 2011a. Teknik Sinkronisasi Estrus Pada Sapi. http//.dokterhewanku.comAnonim, 201 1”. Gejala-gejala berahi sapi perah. http//.akhirman.com
Bearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction. ThirdEdition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Burke, J.M, R.L. De La Sota, C.A. Risco CA, C.R. Staples, E.J.P. Schmitt, W.W.Thatcher. 1996. Evaluation of timed insemination using a gonadotropin-releasing hormone agonist in lactating dairy cows. J. Dairy Sci., 79:1385–1393.
Chenault, J. R., D.D Kratser, R.A Rzepkowski, and M.C. Goodwin. 1990. LH andFSH response of Holstein Heifer To Fertirelin Acetate, Gonadrelin AndBuserin. Theriogenology.
DeJarnette, J.M., R.R. Salverson, C.E. Marshall. 2001. Incidence of prematureestrus in lactating cows and conception rates to standing estrus or fixed-time inseminations after synchronization using GnRH and PGF2α. Anim.Reprod. Sci., 67:27–35.
Djagra, I. B. 1989. Sapi Bali Betina Sebagai Tenaga Kerja. Buletin ISPI Bali No.1 ThnI.
Djajosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar endokrin Volume II. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan. Dirjen. Dikti. Pusat Antar Universitas IlmuHayat, IPB.
Marawali, A. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Reproduksi Ternak. DepartemenPendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Badan Kerja SamaPerguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur. Jakarta
Martinez M.F, J.P. Kastelic, G.P. Adams, B. Cook, W.O. Olson, R.J. Mapletoft.2002. The use of progestins in regimens for fixed-time artificialinsemination in beef cattle. Theriogenology, 57:1049–1059.
Pumo, P.P., 2008. Dampak Crossbreeding terhadap Reprociuksi IndukTurunannya:
Hasil Studi Klinis. Lokakarya Lustrum VIII Fak. Peternakan UGM, 8 Agustus2009
20
Salisbury, R.F. dan W.L. vandemark. 1985. Fisiologi reproduksi dan inseminasibuatan pada sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.
Solihati, N. 2005.PengaruhMetodePemberian PGF2a Dalam Sinkronisasi EstrusTerhadap angka Kebuntingan Sapi Perah Anestrus. Fakultas Peternakan.Universitas Padjajaran.
Roy, G.L., and H. Twagiramungu. 1999. Time interval between GnRH andprostaglandin injections influences the precision of estrus in synchronizedcattle. Theriogenology, 51:413 [abstract].
21
LAMPIRAN-LAMPIRAN
22
Lampiran 1. Konsentrasi Hormon Progesteron pada Perlakuan Sinkronisasi yangBerbeda
Perlakuan NoTernak
Konsentrasi Hormon Progesteron(ng/ml) Hari ke- Keterangan
0 7 10
TanpaCIDR
K1 37 0,9 1,6 1,3 RTTK1 14 6,9 1,6 1,3 TRRP 12 3,8 3,8 1,4 TTRK1 02 0,6 0,9 0,8 RRRP 11 2,1 6,3 3,8 RTRP 04 2,2 2,2 1,6 TTRK1 33 1,9 2,5 1,9 RTRK1 01 12,6 0,6 13,8 TRTK1 21 13,2 2,7 15,7 TRTK1 16 1,3 1,3 1,5 RRT
DenganCIDR
K1 27 0,6 2,5 0,6 RTRK1 32 13,5 8,8 0,9 TTRK1 26 1,6 1,7 0,7 RTRP 06 0,6 0,9 0,8 RRRK1 19 0,5 2,5 0,7 RTRK1 02 0,6 0,9 0,8 RRRK1 10 3,1 7,2 2,6 TTRK1 09 7,2 6,9 3,5 TTRK1 17 3,5 5,3 0,6 TTRK1 39 5,3 5,7 0,8 TTR
Keterangan:
R = Konsentrasi hormon progesteron rendahT = Konsentrasi hormon progesteron tinggi
23
Lampiran 2. Profil Hormon Progesteron pada Perlakuan Sinkronisasi yang Berbeda
Perlakuan Profil Jumlah TR
Tanpa CIDR
RRR 1
40/10(40%)
RRT 1RTR 1RTT 1TTR 3TRT 2TRR 1
Dengan CIDR
RRR 2
80/10(80%)
RRT 0RTR 3RTT 0TTR 5TRT 0
Keterangan:
R = Konsentrasi hormon progesteron rendahT = Konsentrasi hormon progesteron tinggi
24
Lampiran 3. Hasil perhitungan Chi-square
Chi-Square Test
Test Statistics
Perlakuan
Chi-Square 4.000a
df 1Asymp. Sig. .046Monte CarloSig.
Sig. .060b
99% ConfidenceInterval
Lower Bound .054Upper Bound .066
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cellfrequency is 50.0.b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 299883525.
Frequencies
Perlakuan
Observed N Expected N Residual
1 60 50.0 10.02 40 50.0 -10.0Total 100
25
Chi-Square Test
Test Statistics
Treatment
Chi-Square 5.294a
df 1Asymp. Sig. .021Monte Carlo Sig. Sig. .028b
99% Confidence Interval Lower Bound .024Upper Bound .033
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cellfrequency is 85.0.b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 926214481.
Frequencies
Treatment
Observed N Expected N Residual
Tanpa CIDR 70 85.0 -15.0Dengan CIDR 100 85.0 15.0Total 170
26
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Treatment 120 1.67 .473 1 2
Chi-Square Test
Test Statistics
Treatment
Chi-Square 13.333a
Df 1Asymp. Sig. .000Monte Carlo Sig. Sig. .001b
99% Confidence Interval Lower Bound .000Upper Bound .002
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cellfrequency is 60.0.b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 1314643744.
Frequencies
Treatment
Observed N Expected N Residual
Tanpa CIDR 40 60.0 -20.0Dengan CIDR 80 60.0 20.0Total 120
27
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Treatment 100 1.30 .461 1 2
Chi-Square Test
Test Statistics
Treatment
Chi-Square 16.000a
df 1Asymp. Sig. .000Monte Carlo Sig. Sig. .000b
99% Confidence Interval Lower Bound .000Upper Bound .000
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cellfrequency is 50.0.b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 624387341.
Frequencies
Treatment
Observed N Expected N Residual
Tanpa CIDR 70 50.0 20.0Dengan CIDR 30 50.0 -20.0Total 100
28
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Treatment 100 1.50 .503 1 2
Chi-Square Test
Test Statistics
Treatment
Chi-Square .000a
df 1Asymp. Sig. 1.000Monte Carlo Sig. Sig. 1.000b
99% Confidence Interval Lower Bound 1.000Upper Bound 1.000
a. 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cellfrequency is 50.0.b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 334431365.
Frequencies
Treatment
Observed N Expected N Residual
Tanpa CIDR 50 50.0 .0Dengan CIDR 50 50.0 .0Total 100
29
RIWAYAT HIDUP
Andi Rezki Masfirah Putri. Lahir di Makassar pada
Tanggal 31Mei 1990. Penulis adalah anak kelima dari
enam bersaudara dari pasangan H.A.Muh Djufri dan
Hj. Ratnah pendidikan yang ditempuh penulis
adalah tahun 1996 Sekolah Dasar Negeri Impres
Kampus Unhas, tamat pada tahun 2001.
Melanjutkan pendidikan di Sekolah SMP Negeri 30 Makassar. Kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Madrasah Aliyah Negri 3 Makassar. Pada tahun
2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan Jurusan Produksi
Ternak Universitas Hasanuddin melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(UMPTN).