Upload
dangtuyen
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN
DI KAMPUNG ADAT URUG BOGOR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
HALIMI
NIM: 109015000062
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
ii
SURAT PERNYATAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Halimi
NIM : 109015000155
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan
Pangan Di Kampung Adat Urug” merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syaif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.i
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Desember 2013
Penulis
Halimi
NIM.109015000155
iii
ABSTRAK
HALIMI. Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan Di Kampung
Adat Urug Bogor, Skripsi. Jakarta: Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Hidayatullah. 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kearifan lokal dalam upaya
menjaga ketahananan pangan di Kampung Adat Urug. Penelitian telah
dilakasanakan pada bulan Agustus s/d Desember 2013 di Kampung Adat Urug,
Desa Urug. Sukajaya. Bogor. Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan emik. Teknik
pengumpulan data adalah wawancara mendalam, observasi partisipan dan
dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam
menjaga ketahanan pangan di Kampung Adat Urug yaitu dengan tetap
menjalankan konsep ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya
Gotong-royong. konsep Ajaran Ngaji Diri adalah pandangan hidup Kampung
Adat Urug yang tertuang dalam ungkapan Mipit kudu amit, Ngala kudu menta,
Murah Bacot Murah concot, Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah tukang
teuing besi tijengkang, Nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan. Budaya
Pamali ialah beberapa aturan yang berkaitan dengan pertanian dan ketahanan
pangan, aturan tersebut ialah larangan untuk menjual beras dan padi, larangan
untuk memakai mesin dalam mengolah padi menjadi beras, Masa Tanam yang
dibolehkan hanya satu kali dalam satu tahun yang mana waktu tanamnya selama
6-7 bulan, yang dilaksanakan secara serempak.
Kata kunci: Kearifan Lokal, Kampung Adat Urug, Ketahanan Pangan
iv
ABSTRACT
Halimi, The Local Wisdom in an effort to Keep the Food Endurance in Urug
Village, Bogor, Thesis Jakarta: Social Science Department, Faculty of
Tarbiyah and Education State Islamic University Syarif Hidayatullah. 2014.
This research is aimed to describe local wisdom in an effort to keep the food
endurance in Urug Village, the research had been done since august until
December 2013 in Urug Vilage, Sukajaya, Bogor, West Java. The method used in
this research is qualitative Method with Emik approach, the collecting data
technique is in-depth interview, participant observation and documentation.
The result of the research indicates that one of the local wisdom action in an effort
to keep the food endurance in Urug Vilage is that by doing the concept of “ Ngaji
Diri”, “Pamali” Culture and “ gotong-royong” culture. The concept of “Ngaji-
Diri” is the life view of Urug Village that is describe in expressions of the “Mipit
kudu amit, Ngala kudu menta, Murah Bacot Murah concot, Ulah hareup teuing
bisi tijongklok, ulah tukang teuing besi tijengkang, Nafsu kasasarnya lampah
badan anu katempuhan”. The “Pamali” culture is some of agricultural rules and
the food endurance those rules are The Prohibition to sell rice and paddy, the
prohibition to use machine in Processing Paddy into rice, the allowed Periode in
planting rice plant is only in a year in which the period is lasting for 6-7 monthat
is done synchronously.
Keyword: Local Wisdom, Urug Village, The Food Endurance
v
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur atas segala rahmat dan karunia Allah SWT, Tuhan
semesta alam, yang telah memberikan segala nikmat, kesabaran, dan kekuatan.
Alhamdulillah, karena atas ridho-Nya skripsi ini dapat menyelesaikan dengan
judul “Kearifan Lokal dalam upaya ketahanan pangan di Kampung Adat Urug”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Dalam penulisan skripsi ini tidak
telepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mencurahkan segenap pikiran,
memberikan dorongan, bantuan baik material maupun spiritual. Dengan ketulusan
dan kerendahan hati, mengucapkan terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.d, Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., Ketua jurusan pendidikan IPS Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan
3. Drs. H. Syaripulloh, M.Si., selaku sekretaris jurusan pendidikan IPS Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
4. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., Pembimbing Akademik dan dosen yang telah
meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan,
bimbingan, motivasi
5. Dr. Ulfah Fajarini M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah
meluangkan waktu memberikan arahanan dan bimbingan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan
6. Cut Dhien Nourwahida. MA,. selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah
meluangkan waktu memberikan arahanan dan bimbingan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan
7. Seluruh dosen FITK yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menyelesaikan perkuliahan
8. Komunitas Kampung Adat Urug, sesepuh Abah Ukat Bapak Yayan, Tata
Sukandar, Ade Eka Komara, Aditia, asep aspar, ambu dan ibu enas dan
masyarakat Kampung Adat Urug, yang telah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian serta memberi banyak informasi dan juga nasehatnya.
vi
9. Keluarga tercinta, Ayahanda Mad Soleh, Ibunda Nyi Saiyah, Andi Lesmana,
Epah Syaripah, Whenih, M. Bibin Syahrudin. Nyi Selviyah. yang selalu
mencurahkan kasih sayang, memberi dukungan berupa moril maupun spirituil
dan mengajari penulis untuk selalu berusaha, berdoa, sabar dan tawakal
10. Rekan-rekan seperjuangan P.IPS angkatan 2009. Dengan tulus penulis
berdo’a semoga kita semua mendapatkan kesuksesan dan kebahagian dunia-
akherat, amien
11. Sahabat-sahabatku: Alumni Madrasah Mualimin Muhammadiyah Lewiliang
Bogor angkatan 2008 dengan tulus penulis berdo’a semoga kita mendapatkan
kesuksesan, kebahagian dunia-akhirat dan menjadi Sang Pencerah bagi
seluruh dunia. Amien
Dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan baik teknis maupun
isi materi penulisan karena keterbatasan ilmu. Untuk itu sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga berguna bagi perbaikan
dan kemajuan dimasa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua,
khususnya dalam dunia pendidikan.
Jakarta, 8 Desember 2013
Penulis
Halimi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................ 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 5
D. Perumusan Masalah ................................................................ 5
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Kearifan Lokal ....................................................................... 8
1. Pengertian kearifan lokal ................................................... 8
2. Potensi keungulan kearifan lokal ..................................... 10
3. Kearifan lokal sebagai sumber hukum ............................. 12
B. Adat Istiadat ............................................................................ 12
1. Pengertian Adat Istiadat ...................................................... 13
C. Perubahan Sosial ..................................................................... 13
1. Pengertian Perubahan Sosial ............................................... 13
2. Faktor- Faktor Perubahan Sosial ......................................... 15
D. Hasil Penelitian Relevan ......................................................... 16
E. Kerangka Berpikir................................................................... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
viii
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 18
B. Metode Penelitian ................................................................... 18
C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ................ 20
D. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................ 22
E. Analisis Data .......................................................................... 23
F. Refleksi Penelitian .................................................................. 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Kampung Adat Urug.................................... 28
1. Letak Geograpis Kampung Adat Urug ............................... 28
2. Penduduk dan Mata Pencaharian ....................................... 30
3. Pendidikan di Kampung Adat Urug ................................... 31
4. Kondisi Sarana dan Prasarana ............................................ 32
5. Organisasi Kemasyarakatan ................................................ 33
B. Sejarah, Upacara Adat, Sumber Hukum Biograpi Tokoh Di
Kampung Adat Urug .............................................................. 34
1. Sejarah Kampung Adat Urug .............................................. 34
2. Upacara Adat Kampung Adat Urug .................................... 36
3. Sumber Hukum Kampung Adat Urug ................................ 38
4. Biograpi Tokoh Kampung Adat Urug ................................ 39
C. Kearifan Lokal Kampung Adat Urug ................................... 42
1. Konsep Ngaji Diri ............................................................... 42
2. Budaya Pamali ..................................................................... 47
3. Budaya Gotong royong........................................................ 51
D. Kearifan Dalam Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan ....... 52
1. Sejarah Mitologi Dewi Sri ..................................................... 52
2. Tata Cara Pengelolaan Bahan Pangan.................................... 53
3.Kearifan Loka Upaya Ketahanan Pangan ............................... 56
4. Implikasi Kearifan Lokal ....................................................... 58
5. Dinamika Kearifan Lokal ....................................................... 60
E. Analisis dan Pembahasan ......................................................... 61
ix
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 66
B. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 68
LAMPIRAN ........................................................................................................ 72
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampian 1 Daftar Wawancara dengan Abah Ukat Pimpinan Kampung Adat
Urug
Lampiran 2 Daftar Wawancara dengah Bapak Ade Eka Komara Tokoh
Kasepuhan Kampung Adat Urug
Lampiran 3 Daftar Wawancara dengan Bapak Yayan Pengurus Kasepuhan
Kampung Adat Urug
Lampiran 4 Daftar Wawancara dengan Bapak Wawan Aparat Desa Urug
Lampiran 5 Daftar Wawancara dengan Bapak Aditia Guru SDN 02
Kiarapandak
Lempiran 6 Daftar Wawancara dengan Bapak Suganda Petani Kampung Adat
Urug
Lampiran 7 Monografi Kampung Adat Urug
Lampiran 8 Poto Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program pasar bebas yang merupakan program sistem ekonomi kapitalis
memberikan kendala dalam upaya ketahanan pangan, karena sistem pasar
bebas akan menyebabkan hilangnya peranan negara, seperti hilangnya peranan
negara dalam mengatur ketersedian pangan, contohnya hilangnya peranan
Bulog yang selama ini mempunyai tugas pokok melaksanakan ketersedian
akan pangan melalui tugas pokok mengendalikan harga beras, gabah, gandum
dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga baik produsen dan
konsumen yang mempunyai tujuan ketahanan pangan.
Dahulu berdasarkan Keppres No.39/1978, “Bulog mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengendalian harga beras, gabah, gandum, dan bahan pokok
lainnya guan menjaga kestabilan harga pokok bagi produsen dan konsumen.”1
Dan disempurnakan lagi melalui Keppres RI NO.50/1999, “Bulog ditugaskan
mengendalikan harga dan mengelola persedian beras, gula, tepung terigu,
kedelai, pakan, dan bahan pangan lainnya.”2
Memasuki reformasi peranan bulig sebagai pengatur dan pengendali
keberadaan bahan pangan mulai dihilangkan akibat perjanjian dengan IMF
dalam bentuk perjanjian Letter of Intent (Lol) antara pemerintah dan IMF pada
21 Oktober 1997. Salah satu poin pentig dalam perjanjian Lol adalah kebijakan
dalam bidang pertanian, dimana Bulog harus menanggalkan, praktik monopoli
beras dan peranan pengawasan terhadap harga-harga produk pertanian atau
kebutuhan pokok seperti beras, gula, cengkih, kedelai, dan lain-lain,
1Budi Sucahyo, “Bulog dari masa kemasa”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka,
Jakarta, 1 Desember 2013, h.15. 2Bulog, Bulog Sebelum Menjadi Perum, 2013. 10,
(tp://bulog.co.id/old_Website/sejarah.php).
2
“pemerintah tidak lagi mempunyai wewenang untuk melakukan kontrol
langsung atas komoditas-komoditas utama pangan yang sejak tahun 1998
diterapkan liberalisasi di sektor pertanian.”3
Akibat dari perjanjian tersebut harga bahan pokok yang diserahkan kepada
mekanisme pasar menyebabkan pemenuhan akan pangan mengalami gangguan
akibat harga bahan pangan dan pupuk yang tidak mampu terjangkau
masyarakat.
Pangan merupakan kebutuhan paling dasar yang pemenuhannya menjadi
hak bagi setiap bagi setia orang. Akan tetapi, memilki hak atas pangan pada
keyataanya masih banyak orang yang mengalami kelaparan dan kekurangan
pangan. Dibuktikan dengan data “FAO yang menyatakan populasi orang
kelaparan dan kekurangan pangan, Edisi kedua bulan april 2008 ada sekitar 35
negara yang mengalami rawan pangan terutama di benua afrika.”4
Pangan sangat penting bagi sebuah bangsa dan negara, sejarah mencatat
kelangsungan sebuah bangsa dan negara tergantung pada ketersedian
pangan.bahkan pangan juga menentukan kejayaan dan kekuasaan sebuah
bangsa. Seorang ekonom Syahrir, “pernah berujar, siapa (bangsa) yang
menguasai pangan makan akan menguasai dunia.5 Lebih dari itu, “ketahanan
pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan akhir dari
pembangunan nasional.”6
Kesadaran akan pentingnya menjaga ketahanan pangan sangat diperlukan
tidak saja untuk kepentingan individu, Indonesia, melainkan untuk kepentingan
masyarakat dunia secara keseluruhan dan diarahkan untuk kepentingan jangka
panjang. Pengelolaan ketahanan pangan yang baik akan meningkatkan
3Budi Sucahyo. “Bulog dari masa kemasa”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka
Jakarta, 1 Desember 2013, h.15.
4Detik Finace, Negara-Negara Rawan Pangan, 2013, (http Finace Detik.com).
5Budi Sucahyo, “ Memperkuat Peranan Bulog”, Media Komunikasi Petani, Tani Merdeka
Jakarta, 1 Desember 2013, h.10. 6Gatoet S. Hartono dkk, Libealisasi Perdagangan:Sisi Teori, Dampak Empiris dan
Prespektif Ketahanan Pangan, (Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, 2004), h. 75.
3
kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumber daya alam
yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu,
diperlukan pengelolaan sumber daya alam yang baik agar menghasilkan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dengan tidak
mengorbankan kelestarian sumberb daya alam dan lingkungan..
Sumber daya pangan merupakan salah satu unsur yang penting untuk
keberlanjutan kehidupan makhluk hidup terutama manusia. Keberadaan pangan
mempunyai manpaat banyak salah satunya ialah dapat digunakan sebagai
sumber tenaga, lebih dari itu ketahanan pangan bagi pembangunan manusia
yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional. Maka diperlukan
adanya suatu pengelolaan terhadap sumber daya pangan yang baik agar
keberadaannya tetap terjaga dan berkelanjutan untuk kepentingan jangka
panjang.
Didasari oleh semangat otonomi daerah Di mana setiap daerah diberikan
kebebasan dalam pengelolaan bahan pangan seperti yang dikatakan oleh
Ginanjar Kartasasmita, “Desentraliasi dan otonomi daerah membuka peluang
manajemen pembanguan, termasuk program ketahanan pangan untuk dapat
tumbuh atas prakarsa dan inovasi daerah masing-masing dengan berbagai
kearifannya.”7
Pengelolaan sumber daya pangan harus disesuaikan dengan kondisi lokal
dan kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dalam memenuhi pangannya. Pada suatu
komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang baik yang
berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pangan, sebagai tata pengaturan
lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama
dalam upaya ketahanan pangan.
Untuk itu Pengelolaan sumber daya pangan harus disesuaikan dengan
kondisi lokal dan kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah
7Ginanjar Kartasasmita, “Ketahanan Pangan dan ketahanan Bangsa,” Makalah
disampakan pada Seminar Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal, Universitas
Pasundaan, Bandung, 26 November 2005.
4
memiliki karakteristik yang berbeda dalam memenuhi pangannya. Pada suatu
komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang baik yang
berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pangan, sebagai tata pengaturan
lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama
dalam upaya ketahanan pangan.
Salah satu kampung adat yang menarik untuk dikaji lebih dalam adalah
Kampung Adat Urug, terletak di Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat. Kampung ini dikenal sangat menghormati warisan
leluhurnya. Adat dan tradisi menjadi salah satu peninggalan leluhur yang tidak
boleh dilanggar. “Kampung ini dikategorikan sebagai kampung adat karena
sudah di resmikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.”8 Mempunyai ketua
adat yaitu Abah kolot Ukat, Abah Amat dan Abah Sukardi dan adanya adat
istiadat yang mengikat masyarakatnya dan seperti kampung-kampung adat
yang masih mempunyai undang-undang atau peraturan. Kampung Adat Urug
memiliki aturan khusus dalam pengelolaan sumber daya pangan dan ketahanan
pangan.
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan kajian ilmiah
tentang “KEARIFAN LOKAL DALAM UPAYA KETAHANAN
PANGAN DI KAMPUNG ADAT URUG BOGOR”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan ruang lingkup masalah yang ditentukan, maka masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pengaruh globalisasi dalam bentuk program pasar bebas telah membawa
pengaruh terhadap ketahanan pangan daam sebuah negara.
8Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug, 2013.
(www.disparbudjabarprov.go.id
5
2. Ketahan pangan bagi pembangunan manusia yang merupakan tujuan
akhir dari pemangunan nasional.
3. Peranan penting ketahanan pangan untuk kehidupan salah satunya ialah
sebagai sumber energi.
4. Otonomi daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah memberikan
kesempatan nilai-nilai kearifan local untuk kembali diperkenankan dalam
rangka membantu ketahanan nasional.
5. Pemenuhan akan pangan harus disesuaikan dengan kondisi local dan
kearifan lokal pada setiap daerah, karena setiap daerah memilki
karakteristik yang berbeda-beda
6. Kampung Adat Urug adalah kampung yang mempunyai adat-istiadat
tentang ketahanan pangan yang telah berlangsung lama dan berlaku
sampai sekarang.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang, maka penelitian
dibatasi sebagai berikut:
1. Kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam upaya ketahan pangan
2. Implementasi kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah utama penelitian ini adalah bagaimanakah kearifan
lokal Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan pangan? Berikut adalah
perumusan masalah yang ada kaitannya dengan perumusan masalah utama;
1. Bagaimana kearifan lokal Kampung Adat Urug?
2. Bagaimana implementasi kearifan lokal Kampung Adat Urug dalam
pengelolaan bahan pangan?
3. Bagaimana kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan kearifan lokal
Kampung Adat Urug?
6
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. Mengetahui kearifan lokal kampung Adat Urug.
2. Mengetahui implementasi kearifan lokal dalam pengelolaan bahan
pangan
3. Mengetahui kearifan dalam upaya ketahanan pangan lokal kampung
Adat Urug
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Manfaat penyusunan penelitian bagi peneliti, adalah:
1. Mengetahui kearifan local sebagai upaya ketahanan pangan yang
terdapat di Kampug Adat Urug
2. Untuk hasil temuannya supaya dikenal banyak pihak dan membuat
hasil penelitian lebih bermakna.
3. Penyusunan penelitian ini sebagai syarat gelar sarjana pendidikan
(S.Pd)
b. Bagi pembaca, dengan adanya informasi dari penelitiian ini diharapkan
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasannya.
c. Bagi peneliti lain diharapkan penelitian ini menjadi contoh dan lebih baik
lagi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi masyarakat khususnya komunitas Kampung Adat Urug, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang keraifan lokal
yang mereka miliki sehingga mereka senantiasa menjaga dan
melestarikan kearifan lokal tersebut.
2) Bagi peneliti, dapat menganalisis kearifan lokal yang terdapat di
Kampung Adat Urug yang berhubungan dengan pengeloalaan sumber
daya pangan.
3) Bagi akademis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi
atau referensi untuk penelitian selanjutnya.
7
4) Bagi UIN JKT, diharapkan penelitian ini ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kearifan Lokal
1. Pengertian kearifan lokal
Istilah kearifan lokal mempunyai pengertian yang bermacam-macam
menurut pemahaman dan prespektip masing-masing orang dari sudut
pandang yang berbeda. diantara pengertian itu ada orang yang melihat
pengertian kearifan lokal sebagai sebuah gagasanya konseptual yang
mengandung nilai-nilai yang di miliki komunitas masyarakat tertentu. Ada
juga cenderung melihat pengertian dari pengertian filosofis dan juga dari
sudut bahasa. Berikut adalah pengertian mengenai kearifan lokal:
Kearifan lokal adalah terdiri dari dua kata yaitu kearifan dan lokal,
kearifan sepadan dengan kebijaksanaan, seperti halnya seorang filsuf
yang mencintai kebijaksanaan, sedangkan istilah lokal berarti
setempat, istilah menunjuk kepada kekhususan tempat atau
kewilayahan karena itu kearifan lokal dapat dipahami sebagai
kebijakan setempat dalam masyarakat multikultural, masing-masing
kelompok mempunyai kebenaran masing-masing karena itu, kita lihat
bahwa kearifan local itu akan bersipat relative terhadap keraifan lokal
lainnya.1
Pengertian kearifan lokal didefinisikan sebagai suatu budaya yang
diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui melalui proses yang berulang
ulang, melalui internalisasi dan interpretasi melalui ajaran agama dan
budaya yang sosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan
pedoman dalam kehidupan masyarakat.2
1 Mikka Wildha Nurochsyam, “ Tradisi Pasola antara Kekerasan dan Kearifan Lokal”.
Dalam Ade Makmur, (ed), Kearifan Lokal Di Tengah Modernisasi,, (Jakarta:Kementrian
Kebudayaan Dan Pariwisata Republik Indonesia, 2011), h.86. 2 Haidlor sebagai landasan pembangunan bangsa, jurnal multicultural dan multireligius,
Vol 9 2010, 5.Ali ahmad, kearifan lokal
9
Sedangkan menurut Caroline Nyamai-Kisia, “kearifan lokal adalah
sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan
diteruskan oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman
mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya”.3
Dari beberapa paparan di atas mengenai kearifan lokal maka dapat di
pahami bahwa kearifan lokal adalah suatu budaya, yang di ciptakan melaui
internalisasi dan interpretasi melalui agama dan budaya. Kearifan lokal juga
adalah sumber pengetahuan ang dijadikan sebagai pedoman yang di
ciptakan oleh aktor-aktor melalui proses yang berulang..
Perbincangan mengenai kearifan lokal dimulai ketika pada tahun 1980-
an, ketika, “nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam masyarakat
Indonesia sebagai warisan nenek moyang yang sudah hampir habis di gerus
oleh modernisasi yang menjadi kebijakan dasar dalam pembangunan yang
di laksanakan oleh Orde Baru.”4 Kearifan lokal juga adalah merupakan
warisan nenek moyang dalam tata nilai kehidupan yang menyatu dalam
bentuk religi, budaya dan adat istiadat. Kearifan lokal juga adalah proses
adaptif keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan yang ada
masyarakat yang diwariskan secara turun menurun dan menjadi pedoman
dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkunganya, yang diketahui
sebagai kearifan lokal, suatu masyarakat. Dan melalui, “keraifan lokal ini
masyarakat bisa mampu bertahan mampu menghadapi berbagai krisis yang
menimpanya.”5
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa kearifan lokal
menjadi bahan perbincangan di mulai pada tahun 1980, dan kearifan lokal
3Pasopati Media Group Bondowoso, Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia, 2013,
(www.passopatifm.com).
4 Rosidi Ajip, kearifan lokal dalam perspektif budaya sunda, (Bandung: kiblat utama,
2011), h. 35-36. 5Suhartini, “Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Penggelolan Sumber Alam dan
Lingkungan,” Makalah disampaikan pada Seminar, Pendidikan dan Penerapan MIPA, FMIPA
Universitas Negeri (Yogyakarta, Yogyakarta, 16 Mei 2009.
10
juga di sebut juga proses adaftip, terhadap lingkungan dan sekitarnya yang
diwariskan secara turun menurun dan kearifan local juga adalah sarana yang
bisa digunakan masyarkat dalam menghadapi berbagai tangtangan yang
dihadapi masyarakat .
2. Potensi keungulan Kearifan Lokal
Potensi keungulan kearifan lokal diinspirasi dari berbagai sumber potensi
yang dimiliki setiap kelompok-kelompok masyarakat tertentu, hal-hal
tersebutlah yang menjadi adanya sebauh keungulan yang dimiliki kelompok
tertentu sesuai dengan daerah masing-masing. Menurut, “Akhmad Sudrajat,
konsep pengembangan keunggulan lokal diinspirasi dari berbagai potensi,
“yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM),
geografis, budaya, dan historis.”6 Berikut adalah penjelasn potensi-potensi
tersebut:
a. Potensi Sumber daya alam, adalah potensi yang terkandung dalam
bumi, air, dan dirgantara yang dapat digunakan untuk berbagai
kepentingan hidup, contohnya bidang pertanian ialah padi, jagung,
dan buah buahan, sayuran sayuran, dan lain sebagainya; bidang
perkebunan, seperti karet, tebu, tembakau, sawit, cokelat dan lain lain;
bidang perternakan misalnya unggas, kambing, sapi, dan lain
sebagainya. bidang perikanan, seperti ikan laut dan tawar, rumput laut,
tambak, dan lain-lain.
b. Potensi Sumber daya manusia. Sumber daya manusia, didefinsikan
sebagai manusia dengan segenap potensi yang dapat dimanfaatkan dan
di kembangkan menjadi mahluk sosial yang adaptif dan transformatif,
serta mampu mendayagunakan potensi alam sekitarnya secara
seimbangan dan berkesinambungan, pengertian adaptif artinya mampu
menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK, dan
perubahan sosial budaya, bangsa jepang, karena biasa di guncang
6 Jamal Ma’ mur Asmani, pendidikan Berbasis Keunggulan lokal, (Jakarta: DIVA Press,
2012), h. 32-39
11
gempa, sehigga cara hidup dan sistem arsitektur yang dipilih
diadaptasikan dari resiko menghadapi gempa, keraifan lokal
(indigenous wisdom) semacam ini juga dipunyai di berbagai daerah di
Indonesia. Sedangkan tranformatif artinya mampu memahami,
menerjemahkan, serta dari kontak sosialnya dan dengan fenomena
alam, bagi kemasalahatan dirinya di masa depan, sehingga yang
bersangkutan menjadi mahluk sosial yang berkembang
berkesinambungan.
c. Potensi Geograpis. Tidak semua objek geografi menjadi dan
penomena geografis berkaitan dengan konsep keunggulan kearifan
lokal, sebab, keunggulan lokal dicirikan nilai guna penhomena
geografis bagi penghidupan dan kehidupan yang memiliki, dampak
ekonomis, dan pada giliranya berdampak pada kesejahteraan
masyarakat. Misalnya angin yang merupakan cuaca dan iklim sebagai
penomena geografis di atmosfer.
d. Potensi budaya. budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah
kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik,
masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme, yang
pada hakikatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri
khas budaya masing-masing daerah tertentu(yang berbeda dengan
daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan daerah
sehingga menjadi keunggulan lokal.
e. Potensi Historis. Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan
potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala
maupun tradisi adat istiadat yang masih dilestarikan hingga saat ini.”7
Berdasarkan uraian tersebut kelima potensi tersebut menjadi sumber
utama dalam menentukan keunggulan lokal yang di miliki setiap komunitas-
komunitas tertentu sesuai dengan di daerah masing-masing.
7 Ibid. h. 32-39.
12
3. Kearifan lokal sebagai sumber hukum
Sebelum adanya hukum negara dengan segala perangkatnya. Masyarakat
melewati beberapa fase yang merupakan juga sebuah fase berlakunya
hukum-hukum sebelumnya, baik sebagai sumber hukum dalam
bermasyarakat ataupun untuk pribadi. Menulusuri sejarah peradaban
manusia membawa kita kepada empat era, “yang pertama merupakan zaman
kebangkitan logos yang meninggalkan takhayul dan mistisme, Kedua zaman
medieval yang di dominasi oleh gereja, dimana akal dijadikan budak
perempuan keimanan, Ketiga era kebangkitan kembali rasionalisme dan
empirisme dan kombinasinya. Keempat, adalah era kesadaran dimana kita
merasa perlu untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran filosofis yang di
harapkan akan memanusiakan manusia.”8 Sedangkan menurut auguste
comte, “Membagi perkembangan masyarakat dalam arti lembaga
kemasyarakatan disesuaikan dengan tahap perkembangan manusia sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan pikiran manusia yaitu tahap teologis,
tahap metafisis, tahap positivistis.” 9
Jadi sebelum adanya hukum formal masyarakat desa atau adat memakai
hukum adat atau kebudayaan sebagai sumber hukum. keberadaan sumber
daya alam dimaksud di yakini telah lahir mendahului negara, demikian pula
masyarakat telah ada sebelum negara berdiri. Dengan demikian “potensi
penggelolan sumber daya alam berdasarkan budaya lokal telah di lakukan
oleh masyarakat sebelum negara berdiri.”10
B. Adat Istiadat
Berkaitan dengan pembahasan yang penulis jadikan bahan rujukan
penelitian, adat istiadat mempunyai keterkaitan dengan dengan pembahasan
8A Mappadjantji Amien, Kemandirian Lokal konsepsi pembangunan, organisasi, dan
pendidikan dalam prespektif Sains Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2005), h. 2-3. 9Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo persas 2005),
h. 349-350. 10
Ade Saptomo, Hukum dan Kearifan lokal Revatalisasi Hukum Adat Nusantara
,(Jakarta: Grasindo 2005), h. 2.
13
peneliti karena adat istiadat mempunyai keterkaitan dengan kearifan local yang
mana kearifan local dapat berupa adat istiadat. Berikut adalah pengertian adat
istiadat dari beberapa pandangan:
1. Pengertian Adat-Istiadat
Adat istiadat termasuk ke dalam wujud kebudayaan yang bersipat
abstrak, karena adat istiadat berisi gagasan, ide-ide atau peraturan yang
dituangkan melalui tulisa, adat berfungsi untuk mengatur mengendalikan
dan member arah kepad kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyaraka.
Berikut beberapa pengertian tentang adat-istiadat dari beberapa sumber:
Adat istiadat secara umum dapat di katakan bahwa kata adat itu
berarti keseluruhan bentuk kelakuan (behavior) yang diwarisi turun-
menurun (tradiotion) oleh satu kumpulan. Kata istiadat dapat di
artikan sebagai kegunaan dan cara sesuatu adat itu dipakai. Jadi secara
singkat dapatlah kita simpulkan pengertian adat istiadat itu sebagai
bentuk keseluruhan bentuk kelakuan turun–menurun. cara dan
kegunaanya pada satu kumpulan.11
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, adat istiadat diartikan
sebagai aturan tentang perbuatan atau kelakuan yang lazim di ikuti
atau di lakukan sejak dahulu kala, yang sudah menjadi kebiasaan
turun menurun antar generasi sebagai warisan sehingga integrasinya
dengan pola perilaku masyarakat. Adat termasuk wujud gagasan
kebudayaan yang terdiri atas nilai nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan yang satu dan yang lainya berkaitan menjadi satu sistem.12
Berdasarkan uraian di atas berkaitan dengan Adat istiadat adalah nilai-
nilai yang abstrak yang didalamnya mengandung nilai-nilai yang merupakan
sumber hukum atau tata kelakuan yang di jalani seseorang dalam sebuah
kesatuan hidup dalam kelompok masyarakat sama seperti kearifan lokal
yang merupakan tata-cara perilaku dalam sebuah kesatuan kelompok
masyarkat.
C. Perubahan Sosial
1. Pengertian Perubahan Sosial
11
Ikhtisar budaya ( Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayan kementian
kebudayaan, 1976), h. 7. 12
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h. 7.
14
Hasil studi Ajip Rosidi “menyebutkan bahwa seiring dengan perubahan
zaman akan terjadi pergeseran atau pengikisan adat istiadat dan tradisi.”13
Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan,
perubahan dapat berupa pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang
lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat. Perubahan dapat
mengenai nilai dan norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan
lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Perubahan-perubahan yang terjadi
pada masyarakat merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar
dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern.
Perubahan dalam masyarakat telah ada sejak zaman dahulu. Namun, sekarang
perubahan-perubahan berjalan dengan sangat cepat sehingga dapat
membingungkan manusia yang menghadapinya. Berikut adalah pengertian
mengenai perubahan sosial:
a. William F.Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan-
perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material
maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-
unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
b. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
c. MacIver mengatakan perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai
perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau
sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan
sosial.
d. JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-
penemuan baru dalam masyarakat.
e. Samuel Koenig mengatakan bahwa perubahan sosial menunjukkan pada
modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.14
Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola
13
Ajip Rosidi, Manusia Sunda, (Jakarta:Inti Idayu Press 1984), h.13. 14
Ibid, Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo persas
2005), h. 262-263.
15
pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat.”15
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian perubahan sosial dapat di
simpulkan bahwa perubahan sosial akan di alami oleh setiap kelompok
masyarakat, perubahan itu akan terjadi secara perlahan-lahan ataupun secara
cepat. Perubahan itu akan meliputi perubahan unsur-unsur budaya baik yang
material maupun immaterial, struktur dan juga fungsi masyarakat, perubahan
dalam hubungan sosial dan juga perubahan dalam demografi yang terdiri dari,
jumlah penduduk, angka kelahiran, dan angka kematian, dan juga perubahan
idiologi maupun difusi dalam penemuan-penemuan baru.
2. Faktor-Faktor Perubahan Sosial
Masyarakat adat dengan segala adat-istiadatnya yang dimilikinya tentu
akan mengalami perkembangan baik secara cepat ataupun lambat.
“Masyarakat berkembang bukan merupakan satu mayat yang terbujur kaku,
melainkan sebagai satu organsime yang hidup.”16
Perubahan ini tentu saja
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua
katagori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal ini berasal dari dalam masyarakat itu sendiri seperti:
1. Bertambah/berkurangnya penduduk
2. Penemuan-penemuan baru
3. Pertentangan (conflict)Masyarakat
4. Terjadinya pemberontakan atau Revolusi.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat
diantaranya adalah:
1. sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di
sekitar manusia.
2. Peperangan
3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.17
Berdasarkan uraian di atas masyarakat akan menggalami perubahan dan
perubahan tersebut disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal
15
Hariyanto, pengertian perubahan sosial, 2013, 1, http://belajarpsikologi.com 16
Anthoni Giddent, dkk,. Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikiranya,
(Yogyakart:Kreasi Wacana, 2004), h. 4. 17
Ibid Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada),
h. 275-282.
16
perubahan. Faktor tersebut ada yang berasal dari masyarakat sendiri yang
terdiri dari Bertamabah/berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru,
pertentangan (conflict).
Masyarakat, dan terjadinya pemberontakan atau Revolusi, dan juga
perubahan yang berasal dari luar masyarakat yang terdiri dari sebab-sebab
yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia,
peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
D. Hasil Penelitian Yang Relevan
Untuk mendukung penelahaan yang lebih mendetail, penulis berusaha
melakukan kajian terhadap beberapa pustaka ataupun hasil penelitian yang
relevan dengan topik penulisan ini. Buku-buku dan karya ilmiah yang
sebelumnya pernah ditulis ditelusuri sebagai bahan perbandingan maupun
rujukan dalam penulisan karya lmiah ini, yakni:
1. Dalam buku yang berjudul Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan
dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup karya Suharso dan tim
Penelitian ini berlangsung di baturetno Kabupaten Wonogiri Provinsi
Jawa Tengah, mendapat kesimpulan hubungan manusia dengan
lingkungan sangat bergantung dengan pola pikir manusia. Pada masa lalu
pola pikir yang irasional kiranya telah mendapat tempat yang layak.
Karena besarnya dominasi sistem pengetahuan tradisional maka
lingkungan mendapat perhatian yang begitu besar. Di masyarakat
Baturetno sistem pengetahuan tradisional yang di sosialisasikan secara
turun menurun masih mendapat tempat, sehingga perilaku pertanian
masyarakat masih banyak yang mengandalkan pada pengetahuan
tradisional itu, seperti penggunaan mangsa, pengolahan lahan,
pemanenan dan teknologi paska panen.18
2. Dalam buku yang berjudul kearifan tradisional masyarakat pedesaan
dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup di daeah riau hasil
penelitian yang di lakukan Winoto dan tim di daerah kecamatan lingga,
18
Gatot Suharso dkk: Kearifan Tradisional dalam upaya pemeliharaan lingkungan hidup
di jawa tengah, (Jawa Tengah: Departemen Pendidikan dan kebudayaan), h. 94-95.
17
kabupaten lingga yang secara administratif termasuk wilayah kepulauan
riau mendapat kesimpulan hubungan manusia dengan lingkungan dapat
dilihat dari pandangan, pengetahuan, dan persepsi terhadap lingkungan.
Pengetahuan terhadap alam dijadikan panduan dalam bercocok tanam
dan juga pengetahuan terhadap lingkungan seperti metode melihat
bintang.19
3. Dari hasil penelitian yang di lakukan sumarna dan Dharmawan didaerah
Kampung Kuta yang secara administratip wilayah Kabupaten Ciamis
Propinsi Jawa barat dalam penelitian kearifan lokal dalam pengelolan
sumber air di kampung kuta ciamis, mendapat kesimpulan bahwa
terjaganya lingkungan dan sumber tidak terlepas dari budaya pamali
yang mana budaya ini menjadi aturan main dalam berprilaku kehidupan
sehari-hari sehingga keadaan lingkungan selalu terjaga rapih dan sumber
air terjamin, selain manfaat tersebut ada juga manfaat yang lebih baik
lagi yaitu terhindarnya dari permasalahan longsor dengan tidak di
bolehkannya membuat sumbur dan juga tidak bolehkannya membuat
makam atau kuburan.20
Persamaan dari tiga penelitian tersebut ialah membahas dan meneliti tentang
kearifan lokal yaitu tentang pandangan hidup mengenai lingkungan hidup dan
pertanian, sedangkan yang membedakan dari tiga penelitian tersebut ialah
objek kajian penelitian seperti penelitian yang dilakukan di baturetno
Wonogiri, Jawa Tengah oleh Suharso dan tim membah ialah membahas
tentang pertanian dengan sistem mangsa, pengeloalan paska panen dalam
melakukan pertanian demi menjaga lingkungan, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh winoto yang melakukan penelitian di Lingga, Kabupaten
Lingga Kepulauan Riau membahas tata-cara pertanian dengan melihat gejala
19
Gatot Winoto dkk: Kearifan Tradisional masyarakat pedesaan dalam upaya
pemeliharaan lingkungan hidup di daerah riau, (Kepulauan Riau: Departemen Pendidikan dan
kebudayaan), h. 108-112. 20
Tia Oktaviani Sumarna dan Arya Hadi Dharmawan, Kearifan Lokal dalam Pengelolan
Sumber Daya Air Kampung Kuta, (Bogor: jurnal transdisiplin sosiologi, komunikasi dan ekolog
manusia, 2010), h. 345.
18
alam sebagai pegangan dalam melakukan proses pertanian dan menjaga
lingkungan hidup, gejala alam tersebut ialah melihat rasi bintang. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Kampung Kuta Ciamis, Jawa Barat, membahas
tentang kearifan lokal dalam menjaga lingkungan hidup dengan menjalankan
peraturan budaya Pamali, di dalam budaya pamali tersebut ada peraturan agar
lingkungan tetap terjaga seperti tidak di bolehkanya membuat sumbur dan
makam atau kuburan.
E. Kerangka Berpikir
Kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan Kampung Adat Urug Bogor.
kearifan lokal adalah suatu budaya, yang diciptakan melaui internalisasi dan
interpretasi melalui agama dan budaya, kearifan lokal adalah sumber
pengetahuan dan budaya turun-menurun dari sejumlah generasi ke generasi
lainya. Kearifan lokal yang terdiri dari pola-pikir tradisional pandangan,
persepsi dan pengetahuan bisa dijadikan sumber pengetahuan, dan dijadikan
panduan kaitanya dengan ketahanan pangan, dan kearifan lokal juga adalah
sumber hukum pada masa lalu dan juga menjadi pembahasan kembali ketika
sistem hukum atau sistem sekarang tak mampu menjawab kebutuhan
masyarakat dihubungkan dengan ketahanan pangan.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan September-Desember 2013.
Penelitian lapangan berlangsung dari tanggal 6-15 tahun September 2013.
Sedangkan tempat yang dijadikan penelitian adalah Kampung Adat Urug. Desa
Urug, Kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor.
B. Metode Penelitian
Metodologi penelitian merupakan “ilmu yang mempelajari tentang metode-
metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian.1 Berkaitan dengan
hal itu, pada hakikatnya, “penelitian merupakan suatu upaya untuk menemukan
kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran”.2 Selain itu, Mahsun juga
mendefinisikan penelitian sebagai suatu ikhtiar yang dilakukan manusia dalam
upaya pemecahan masalah yang dihadapi.”3 Namun dalam praktiknya, upaya
untuk mencari kebenaran atau pemecahan masalah seperti yang disebutkan di
atas dalam dunia ilmiah tidak begitu saja bisa dikatakan sebagai penelitian. Hal
ini sangat bergantung pada jenis masalah yang ingin dicari jawabannya serta
prosedur atau cara apa yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.”4
Dalam sebuah penelitian yang ditempuh tentu terdapat tujuan yang ingin
dicapai, untuk itulah dibutuhkan suatu pendekatan guna mempermudah
penelitian. Pendekatan yang digunakan oleh seorang peneliti akan
menuntunnya pada metode apa yang harus digunakan, tetapi dalam
pemilihannya ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti jenis data yang
1 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),
h.4. 2 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), h. 49. 3 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 1.
4 Ibid
20
diteliti, serta paradigma yang menyertainya. Sehingga apa yang menjadi tujuan
penelitian dapat tercapai.
Dalam hal penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif
yaitu penelitian yang diarahkan untuk mengambil fakta berdasarkan fakta
subjek penelitian mengetengahkan hasil penelitian secara rinci. Pendekatan
yang digunakan disesuaikan dengan lapangan penelitian, maka pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan Emik dan alasaan digunakan pendekatan ini
objek dan subjek yang berhubungan dengan penomena kebudayaan tentang
keberadaan kearifan lokal dari kampung Adat Urug dan mengambarkan
kearifan lokal berdasarkan pada sudut pandang partisipan (informan
setempat).”5 Kerangka teori yang telah dibangun menjadi pengarah agar hasil
penelitian dapat memenuhi hasil penelitian.
Berdasarkan tujuan dalam memperoleh data, jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis yang tujuanya
memberikan gambaran yang jelas tentang karakteristik dari phenomena yang
sedang di teliti. Phenomena yang di teliti adalah kearifan lokal di kampung
Adat Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Jawa Barat. Sehingga akan
diperoleh gambaran yang jelas tentang kearifan lokal dan adaat istiadat
dikaitkan dalam hubunganya dengan ketahanan pangan.
Dalam penyusunan Skripsi ini, peneliti mengacu pada buku,”Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2013”.
C. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Teknik Observasi Partisipan
Menurut S. Margono (1997:158), observasi diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian. “Pengamatan dan pencatatan dilakukan
5Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi,
Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006). h. 56.
21
terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa.
Selanjutnya penelitian ini juga termasuk ke dalam jenis teknik observasi
langsung yaitu observasi yang dilakukan dimana observer berada
bersama objek yang diselidiki.”6 Dalam penelitian kebudayaan
observasi yang digunakan adalah observasi partisipan. Observasi
partisipan adalah bagian dari kerja lapangan budaya, sepenuhnya
kegiatan ini dilakukan di lapangan budaya, disertai perangkat yang telah
dipersiapkan. Cara ini merupakan langkah penting dalam kajian budaya.
Observasi partisipan melibatkan keikutsertaan peneliti dengan individu
yang di observasi atau komunitas. “Peneliti budaya akan membuat
mereka merasa nyaman dengan kehadiran peneliti sehingga observasi
dan proses pencatatan informasi mengenai kehidupan mereka bisa
dilakukan lebih baik.”7 Obervasi partisipan dilakukan dengan cara
mengunjungi Kampung Adat Urug, kecamatan Sukajaya, bogor.
diantaranya pengamatan terhadap keadaan Lingkungan, Petani,
Masyarakat, dan insitusi-insitusi bersangkutan dan mengikuti beberapa
acara adat yang dilaksanakan. Observasi digunakan antara lain :
a. Untuk mendapatkan data yang lebih obyektif, jika dilakukan
pengamatan secara langsung.
b. Mengamati data secara langsung akan memudahkan dalam
menganalisis data-data tersebut.
2. Teknik Wawancara Mendalam
Teknik pengumpulan data selanjutnya yaitu wawancara.Wawancara
adalah, “bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang
ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.”8 Sedangkan
menurut pendapat lain wawancara, “adalah suatu proses memperoleh
6Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara,
2006), h.47 7Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi,
Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006), h. 140. 8 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2004), h. 180
22
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap
muka antara si penanya dengan si penjawab (responden) dengan
menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara).”9 Kegiatan wawancara dalam penelitian budaya bertujuan
untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam
suatu masyaratkat. wawancara merupakan suatu pembantu utama dari
observasi (pengamatan). Melalui wawancara mendalam (indept
interview) menurut Bogdan dan Taylor peneliti akan membentuk dua
macam pertayaan, yaitu pertayaan substantif dan pertayanyaan teoritik.
Pertayaan substantif berupa persoalan khas yang terkait dengan aktivitas
budaya dan pertayaan teoritik berkaitan dengan makna dan fungsi.
Selanjutnya peneliti melakukan pertemuan berulang-ulang setelah
aktivitas budaya untuk melaksanakan wawan-cara guna memperoleh data
aktivitas kultural, sosial, religious, dan lain-lain.”10
dan yang di jadikan
sumber wawancara adalah Abah Ukat, Bapak Suganda, Asep Aspar,
Yayan, Adit, Ade Eka Komara dan Ibu Enas, dan segenap warga
Kampung Adat Urug dan sekitarnya.
3. Teknik Dokumentasi
Arikunto juga menjelaskan bahwa dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar,
majalah, jurnal dan sebagainya.”11
Teknik dokumentasi diperlukan untuk
mengetahui arsip-arsip atau data-data Monografi Desa yang berhubungan
erat dengan penelitian yang dilakukan, dalam hal ini peneliti
menggunakan data-data mengenai kependudukan, luas wilayah dan dan
juga struktur pemerintahan dan juga sosial ekonomi Masyarakat
Kampung Adat Urug, Desa Urug.
D. Pemeriksaan Keabsahan Data
9 M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), h. 234
10 Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi,
Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006). Hal. 152. 11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Untuk Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2002), h. 236.
23
Pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk menentukan beberapa kriteria
yaitu derajad kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability). Sedangkan
tehnik pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan delapan cara yaitu
perpanjangan, keikutsertaan, ketekunan, keajegan pengamatan, tringulasi,
pemeriksaan sejawat melakukan diskusi, analisis kasus negatif, pengecekan
anggota, uraian rinci dan auditing. Berdasarkan teori diatas, penelitian ini
menggunakan triangulasi sebagai alat pengecekan keabsahan data.12
Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data. Secara singkat, macam-macam tehnik triangualsi adalah;
1. Triangulasi sumber data, yaitu menggunakan multi sumber data
untuk membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh.
2. Triangulasi metode, yaitu menggunakan berbagai macam metode
pengumpulan data untuk menggali data sejenis.
Maka sesuai dengan pengertian macam-macam triangulasi diatas, peneliti
menggunakan triangulasi metode, yaitu menggunakan berbagai macam metode
pengumpulan data seperti: wawancara, observasi dan dokumentasi untuk
menggali data yang sejenis. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian
ini, data yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis deskriptif, melalui
proses pengumpulan data secara keseluruhan yang diperoleh setelah penelitian,
yang kemudian data tersebut diklasifikasikan sesuai dengan hasil pengumpulan
data sesudah proses penelitian, selanjutnya data tersebut diverifikasi yaitu
penyahihan atau pembuktian kebenaran dari data yang diperoleh tersebut.
E. Analisis Data
Analsis data penelitian budaya ialah berupa hasil pengkajian, hasil
wawancara, observasi dan dokument yang telah terkumpul. Data yang banyak
12
Lexy.J. Moleong, Metodelogi Psssenelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002), h.324.
24
jumlahnya tersebut dan yang kurang relevan patut direduksi. Reduksi data
dilakukan dengan membuat pengelompokan dan abstraksi. Analisis bersipat
terbuka, open-ended, dan induktif. Maksudnya, analisis bersipat longgar, tidak
kaku, dan tidak statis. Analis boleh berubah, kemudian mengalami perbaikan,
dan pengembangan sejalan dengan data yang masuk. Analisis juga tidak
direncanakan terlebih dahulu. Tahap-tahap analisis data dalam penelitian
budaya meliputi: open coding, axial coding, dan selective coding. Pada tahap
open coding peneliti berusaha memperoleh sebanyak-banyaknya variasi data
yang terkait dengan topic penelitian. Open coding meliputi proses memerinci
(breaking down), memeriksa (examining), memperbandingkan (comparing),
dan mengkonseptual sasikan (concept-tualizing), dan mengkatagorikan
(categorizing) data pada tahap axial cading hasil data yang diperoleh dari open
codin diorgansisir kembali berdasarkan katagori untuk dikembangkan kearah
proposisi. Pada tahap ini dilakukan hubungan antar kategori. Hubungan
tersebut dianalisis seperti model paradigma grounded theory menurut Straus
dan Corbin yang meliputi kondisi penyebab fenomena-konsteks-kondisi
intervening-strategi interaksi dan konsekuensi. Tahap selanjutnya ialah
selective coding tahapan ini peneliti mengklasifikasikan proses pemeriksaan
kategori inti kaitannya dengan kategori lainnya. Katagori inti ditemukan
melalui perbandingan hubungan kategori dengan mengunakan model
paradigma. Selanjutnya memeriksa hubungan kategori dan akhirnya
menghasilkan simpulan yang diangkat menjadi general design. Tahapan ini
akan memudahkan peneliti untuk member makna pada setiap kategori. Tiap
kategori dapat ditafsirkan dan disimpulkan, agar diperoleh kejelasan
pemahaman.”13
F. Refleksi Penelitian
Peneliti memulai penelitian dari tanggal 6-15september 2013, selama
penelitian peneliti tinggal di Rumah Abah Ukat (Ketua adat Kampung Adat
13
Suwardi Endraswara, Metode Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan, Idiologi,
Epistemologi, dan aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widayatama, 2006), h. 174-175.
25
Urug) untuk bisa meniliti di Kampung Adat Urug peneliti membuat surat
penelitian dari fakultas sebagai surat keterangan untuk melakukan penelitian.
Hari jumat peneliti berangkat ke lokasi penelitian dengan membawa kendaraan
motor sendiri alasan peneliti membawa motor adalah agar bisa mudah
mendatangi objek dan subjek penelitian di karenakan objek dan subjek
penelitian jaraknya lumayan jauh dari rumah adat dan kondisi jalannya
menanjak, sedangakan objek yang didatangi peneliti adalah situs batu tapak
yang lokasinya sekitar 2 km dari rumah adat, situs pasir jambu yang lokasinya
sekitar 10 km dari rumah adat, sampai ada beberapa objek penelitian tidak bisa
dimasuki kendaraan karena kondisi jalannya becek dan berbatu dan sempit
misalnya ke lokasi hutan lindung, persawahan dan gunung manapa. Sedangkan
subjek penelitian yaitu para informan yang menjadi sumber penelitian antar
satu informan dengan informan lainya jaraknya jauh.
Sebelum ke rumah Abah Ukat peneliti ke rumah kepala desa dan diterima
oleh sekertaris desa Bapak Jaya Karma untuk meminta ijin meneliti di Desa
Urug dan akhirnya diperbolehkan, selanjutnya peneliti ke rumah Abah Ukat
peneliti membicarakan tentang tujuan kedatangan peneliti, setelah bicara
hampir dua jam akhirnya peneliti membuat perjanjian dengan Abah Ukat
bahwa peneliti akan melakuakan penelitian selama tujuh hari dan
diperkenankan untuk tinggal di Gedong Gede rumah adat.
Di waktu malam peneliti membuat perencanaan tentang kegiatan penelitian
yang dilakukan di waktu siang, objek atau subjek penelitian disesuaikan
dengan kebutuhan penelitian, untuk sejarah, adat-istiadat, seni budaya dan
kegiatan pertanian dan pengelolaan bahan pangan peneliti melakukan
wawancara terhadap Abah Ukat, Bapak Yayan, Ade Alek Komara, Suganda,
asep, Asep aspar dan Ibu Enas. Sedangkan penelitian mengenai demografi dan
kehidupan sosial budaya masyarakat peneliti melakukan wawancara dan
meminta data yang dibutuhkan kepada pegawai desa Urug yaitu Bapak
Wawan, dan Bapak Wardu.
26
Waktu wawancara dengan Abah Ukat biasanya dilakukan di waktu sore dan
setelah solat magrib wawancara bisa dilakukan dengan memanpaatka disela-
sela waktu kosong ditengah kesibukan kegiatannya sebagai pimpinan adat,
kegiatan Abah Ukat ialah melayani masyarakat seperti untuk kegiatan adat dan
sosial, bertani dan juga melayani tamu yang datang dari luar dengan tujuan
masing-masing. Waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Suganda
dilakukan di persawahan, ketika melakuan observasi partisipan ialah pada pagi
hari ketika para petani mulai ke lahan persawahan. Waktu dan tempat
wawancara dengan Bapak Yayan dilakukan di rumah beliau di Desa
Kiarapandak wawancara dilakukan siang hari sampai menjelang magrib
wawancara ini bisa dilakukan setelah beliau selesai mengajar disalah satu
sekolah di daerah sekitar. Waktu dan tempat wawancara dengan Bapak Ade
Alek Komara dilakukan di rumah beliau di Desa Kiarapandak dari siang
sampai sore hari sedangkan wawancara dengan Bapak Asep dan Ibu enas yang
merupakan pasangan suami istri waktu dan tempatnya dilakuakn di rumah
beliau dan waktunya bisa kapan saja karena mereka banyak menghabiskan
waktu untuk berdagang dan mempunyai anak didik santri. Selanjutnya waktu
dan tempat wawancara dengan Bapak Wawan dan Wardu di lakukan di kantor
Desa Urug dan dilakuakan pada waktu jam kerja.
Wawancara dengan para informan berjalan secara alamiah ketika peneliti
melakukan wawancara dengan salah-satu informan dan ketika sudah selesai
wawancara, informan sebelumnya memberikan rekomendasi tentang informan
yang layak diwawancarai. Misalnya ketika wawancara dengan Bapak Yayan,
informan tersebut merupakan rekomendasi dari informan sebelumnya yaitu
kang Asep.
Selama peneliti melakukan penelitian baik itu wawancara, observasi, dan
dokumentasi alhamdulilah banyak mendapatkan kemudahan misalnya
wawancara dengan para informan sikapnya terbuka, santai dan kritis yang
membuat peneliti merasa tidak jenuh dan nyaman, sedangkan hambatan yang
didapatkan adalah ketika wawancara, masalahnya ialah jarak yang jauh antara
27
informan satu dengan informan yang lainnya, dan ketika peneliti kurang
mampu menelaah secara sempurna hasil wawancara karena terkendala oleh
alat, misalnya ketika alat rekam wawancara habis batrai maka peneliti harus
wawancara tanpa alat rekam, hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi dengan
banyaknya informan yang memberikan keterangan yang sama ketika
diwawancari sehingga memudahkan peneliti untuk melacak kekurangan data
yang dibutuhkan. Untuk melengkapi informasi penelitian ini peneliti datang
dan mengikuti beberapa acara adat di Kampung Adat Urug misalnya acara adat
Seren Tahun, Sedekah Bumi dan Seren Patahun yang dilakukan sebelum dan
sesudah penelitian.
28
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHSASAN
A. Keadaan Umum Kampung Adat Urug
Keadaan umum Kampung Adat Urug akan menggambarkan kondisi nyata di
Kampung Adat Urug yang terdiri dari kondisi geogarfis, jumlah penduduk dan
mata pencaharian, tingkat pendidikan kondisi sarana-prasarana dan organisasi
kemasyarakatan.
1. Letak Geograpis Kampung Adat Urug.
Kampung Adat Urug terletak di kabupaten Bogor. Tepatnya di desa Urug
kecamatan sukajaya. Kampunga Adat Urug terdiri dari 8 RW dan 24 RT.
Secara administratif, “Kampung Adat Urug masuk dalam pemerintahan desa
Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor.”1 Jarak tempuh Kampung
Adat Urug dari ibukota provinsi jawa barat sekitar 165 Km kearah Barat,
Sementara dari Ibukota Kabupaten Bogor kurang lebih 48 Km sedangkan
dari kecamatan sukajaya 6 kilometer sedangkan dari kantor Desa Urug
sekitar 1,2 Km”2. Kondisi jalan dari kecamatan ke Kampung Adat Urug
berkelok-kelok naik gunung mengikuti lereng bukit dengan badan jalan
yang sempit dengan kondisi jalan yang mulai bagus karena telah ada
perbaikan jalan yang di lakukan pemerintah daerah setempat. “Untuk
mencapai lokasi dapat mengunakan roda dua maupun roda empat. Jika
menggunakan angkutan Umum, dari pertigaan Jasinga-Leuwiliang menuju
ke Cipatat. Dipertigaan jalan bisa menggunakan ojeg atau mobil (sebagai
1Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor Desa Urug Kecamatan Sukajaya,
2013) 2 Ibid
29
angkutan umum) sampai ke kampung Adat Urug.”3 Secara Geograpis Desa
Urug berbatasan dengan beberpa wilayah sebagai berikut:
a. Kampung Adat Urug berbatasan Desa Nanggung Kecamatan
Nanggung di sebelah timur dengan sungai Cidurian sebagai pembatas
langsung.
b. Sebelah Barat, kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa Cisarua
dan Desa Pasir Madang kecamatan Sukajaya.
c. Sebelah Selatan, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa
Kiarasari kecamatan Sukajaya dan Desa Curug Bitung kecamatan
Nanggung.
d. Sebelah utara, Kampung Adat Urug berbatasan dengan Desa
Harkatjaya Kecamatan Sukajaya.”4
Topograpi tanah. terletak pada kordinat 6 34’ 42” Lintang selatan, dan
106 29’ 28’’ bujur timur,”5 dengan luas wilayah 10 Ha. Terletak pada sebuh
lembah yang sangat subur menjadikan Kampung Adat Urug cocok untuk
lahan pertanian khususnya tanaman padi. Luas lahan pertanian kampung
adat Urug melebihi luas wilayah pemukimannya sendiri. Kampung Adat ini
dikelilingi sungai-sungai diantaranya sungai Cidurian, Ciapus, dan Cipatat
Leutik.
Bentang alam kampung Adat Urug juga dilengkapi oleh pegunungan,
Gunung Pongkor yang merupakan tempat eksplorasi pertambangan emas
yang ada di sebelah timur kampung Adat Urug. Pertambangan Pongkor
sendiri masuk wilayah Kecamatan Nanggung dan tidak sedikit warga dari
kampung Adat Urug yang usaha di sini baik sebagai penambang Tradisional
maupun sebagai buruh tambang ataupun pedagang khususnya anak muda.
3Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug, 2013.
(www.disparbudjabarprov.go.id). 4Ibid
5Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug,
2013,(www.disparbudjabarprov.go.id).
30
Sementara diarah selatan menjulang tinggi gunung Manapa dan perkebunan
sawit yang di kelola oleh (PTPN) di sebelah kampung Adat Urug.
Tabel 4.1
Wilayah Pemanfaatan Lahan Kampung Adat Urug
No Pemanfaatan Lahan Luas Wilayah m2.
1. Hutan Kramat 20. 000 m2
2. Komplek Pemakaman 10.000 m2
3. Lahan Pertanain 6.200 h2
4. Luas Tanah darat. 3.800 Ha
Sumber: Data Topograpi Desa Urug.
2. Penduduk dan Mata pencaharian
Menurut data monografi, Jumlah penduduk Kampung Adat Urug tercatat
5.125 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 2.874 jiwa dan penduduk
perempuanya 2.250 jiwa yang berstatus warga negara Indonesia dan
beragama islam dengan jumlah Seribu Delapan Ratus Dua Puluh satu
Kepala Keluarga.,”6 mata pencaharian warga Urug adalah pertanian,
berdagang, perternakan dan penambang Liar khususnya anak mudanya”.
Tabel 4.2
Sumber Penghidupan Di Kampung Adat Urug.
NO Sumber Penghidupan Jumlah Jiwa
1. Petani 4.320
2. Pedagang 1.279
3. Perternakan 6
Sumber: Data Monograpi Desa Urug.
6 Ibid.
31
3. Pendidikan di kampung Adat Urug
Tingkat pendidikan di Kampung Adat Urug kebanyakan hanya sampai
tingkat dasar ada sampai SLTP dan juga SLTA ada yang melanjutkan ke
perguruan tinggi, bahkan tak sedikit tidak lulus atau tamat SD dan ada yang
tidak pernah sama sekali duduk di bangku sekolah, “pendidikan formal yang
ada di desa Urug hanya ada satu pendidikan tingkat dasar yaitu SDN
Kiarapandak 02 dan pendidikan non formalnya yaitu dua pesantren yang di
pimpin KH Ujang dan KH Suri,”7 menurut, keterangan dari bapak Aditia,
“penyebab tingkat pendidikan di Urug rendah disebabkan karena ada
pandangan miring bahwa pendidikan itu tidak terlalu di anggap penting”.8
Namun semenjak Desa Urug lepas dari desa induknya yaitu Desa
Kiarapandak, di barengi dengan pemilihan kepala Desa baru yang mana
setiap calon kepala Desa diwajibkan mempunyai ijasah sekolah sebagai
sarat administrasi yang harus di miliki setiap calon maka warga mulai
terbuka dan perduli terhadap dunia pendidikan dengan menyekolahkan
anaknya ke tingkat lanjutan.
Tabel 4.3
Tingkat Pendidikan Di Kampung Adat Urug
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
1. Tamat Sekolah Dasar 3.780 Jiwa
2. Tamat SLTP 235 Jiwa
3. Tamat SLTA 30 Jiwa
4. Perguruan Tinggi 2 Jiwa
Sumber: Monografi Kampung Adat Urug.
7 Aspar Asep. Wawancara. Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 September 2013 Pukul 14:30.
8Adita. Wawancara. SDN 02 Urug-bogor, 15 September 2013 Pukul 14:30.
32
Table 4. 4
Data Siswa Sekolah Dasar Tiga Tahun Terakhir.
Tahun
ajaran
Jumlah
Pendaftar
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
Jumlah
Siswa
2011/2012 57 78 55 60 67 55 62 378
2012/2013 57 79 57 56 63 74 38 367
2013/2014 50 67 66 65 57 63 62 380
Sumber: Data SDN Kiarapandak 02.
Menurut keterangan Bapak Aditia, “dari 35 siswa yang lulus sekolah
dasar yang melanjutkan ke tingkat selanjutnya hanya lima siswa.
Kebanyakan dari mereka setelah lulus sekolah dasar mereka lebih memilih
membantu orang tuanya berjualan ikan basah dan menambang tradsional ke
gunung Pongkor tempat eksplorasi emas PT Antam”.9
4. Kondisi Sarana Prasarana
Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kampung Adat Urug diantaranya
adalah sarana transportasi, komunikasi, sarana peribadatan. Sarana
transportasi sudah cukup baik, jalan utama dapat dilalui oleh kendaraan
darat apa saja meskipun kondisi jalan belum dalam kondisi baik seluruhnya,
beberapa ruas jalan kondisinya masih berbolong. Jarak tempuh dari
Kampung Adat Urug ke Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Ibukota Propinsi
yaitu :
a. Kampung Adat Urug ke Kantor Desa Urug: 1,2 km
b. Kampung Adat Urug ke Kantor Camat Sukajaya: 6 km
c. Kampung Adat Urug ke Ibukota Kabupaten Bogor : 45 Km
d. Kampung Adat Urug ke ibukota Propinsi Jawa Barat : 165 Km
9Ibid
33
Sarana komunikasi yang berkembang di Kampung Adat Urug yaitu
handphone (telepon genggam) dan televisi (menggunakan parabola).
Di Desa Urug mempunyai tempat yaitu Gedong Gede, Gedong Paniisan
dan Gedong alit yang biasanya digunakan untuk keperluan acara adat, dan
tempat tinggal bagi para tamu. Pemenuhan kebutuhan rohani terutama
dalam peribadatan, di “Kampung Adat Urug sudah terdapat tiga mesjid dan
empat mushola dan dua lembaga pendidikan yaitu pesantren. Pimpinan
Kiyai Haji Suri dan Kiyai Haji Ujang dan ada pengajian malam selasa
sebagai pemenuh kebutuhan rohani warga.”10
Terdapat enam warga yang
membuka warung kecil di depan rumahnya di sekitar Rumah Adat. Sarana
pemandian umum dan sungai di manfaatkan oleh mayoritas masyarakat
Kampung Adat Urug untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti buat
mandi, cuci dan masak.
5. Organisasi Kemasyarakatan
Kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug tampaknya banyak
mengalami kemajuan di beberapa bidang material dan imaterial. Kemajuan-
kemajuan ini disadari oleh masyarakat Kampung Adat Urug sebagai hasil
usaha yang mereka lakukan sendiri. Keberhasilan yang dicapai oleh
masyarakat Kampung Adat Urug mengakibatkan kebutuhan di segala
bidang terus meningkat.
Keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug tidak terlepas dari
kearifan pemimpin formal dan pemimpin informal, “pemimpin formal
masyarakat adalah kepala Desa dibantu oleh 4 ketua RW, 15 ketua RT, 1
Kepala Dusun, 3 angota BPD, 6 guru ngaji dan 3 petugas P3N/Amil.”11
Pemimpin Informal adalah ketua-ketua adat yang memiliki peran besar
dalam mengurus dan mempertahankan adat-istiadat di Kampung Adat Urug,
dan membantu proses pembangunan sarana umum, dan terjadi di Kampung
adat Urug yang Mana Abah Ukat dengan segala kemampuanya sebagai
10
Aspar Asep, Wawancara , Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 September 2013 Pukul 14:30. 11
Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor Desa Urug Kecamatan Sukajaya,
2013)
34
Ketua Adat telah berhasil membangun jalan Adat, begitu juga pemerintahan
formalnya yang di wakili oleh Kepala Desa Bapak Tata Iskandar yang telah
berhasil membangun jalan Desa, kendaraan roda empat ada 15 buah dan
roda kendaraan dua 200 buah.12
Kepemimpinan di Kampung Adat Urug di bagi menjadi tiga wilayah
yang masing-masing di kepalai oleh seorang Ketua Adat. “Abah Ukat
sebagai Ketua Adat Urug Lebak (bawah) dan menjadi pusat pimpinan. Abah
Amat sebagai Ketua Adat Tengah (Tengah) dan Abah sukardi sebagai Ketua
Adat Urug Tonggoh (Atas) selain ketiga Ketua Adat yang ada di Urug”13
.
Menurut keterangan Bapak Wardu, “ada ketua adat yang merupakan
masih satu lingkup dengan yang ada di Urug di desa lain, seperti di Cipatat
Kolot yaitu Abah MamatSacim dan Abah Memed dan Abah Sihud dan
Sahim di Desa Harkatjaya.”14
Pembagian ini hanya untuk mempermudah
jalanya acara Adat, misalnya pada Upacara Adat Seren Taun (Sukuran hasil
panen) warga Urug dan sekitarnya yang banyak itu tidak akan tertampung
dalam satu rumah adat. Sejak tahun 2010 menurut keterangan Abah Ukat,
“Kampung Adat Urug ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah
melalui Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Bogor”.15
B. Sejarah, Upacara Adat, Sumber Hukum Dan Biografi Tokoh Di Kampung
Adat Urug
Sejarah Kampung Adat Urug mempunyai keterkaitan dengan dengan
keberadaan Kerajaan Padjajaran dan juga keberadaan Raja Prabu Siliwangi.
Dan juga terdapat upacara-upacara adat dan hokum yang berlaku di Kampung
Adat Urug.
1. Sejarah Kampung Adat Urug
12
Ibid 13
Ibid 14
Wardu. Wawancara. Kantor Desa Urug-bogor, 9 september 2013 Pukul 13:00. 15
Abah Ukat. Wawancara. Gedung Ageung Urug-bogor, 6 September 2013 Pukul 17:00
35
Berikut adalah sejarah mengenai Kampung Adat Urug dari Bapak Ade
Eka Komara berikut adalah sejarahnya:
Menurut keterangan yang diperoleh dari Bapak Ade Eka Komara,
keberadaan kasepuhan Kampung Adat Urug berawal dari di utusnya
Para Inohong (tokoh) di Pajajaran(1482-1579 M) yang ahli dalam
bidang pertanian oleh untuk mencari daerah yang subur sebagai lahan
pertanian. Para tokoh ini berangkar dari pusat, di kota Bogor sekarang,
singgah di Kampung Panyaungan, di sinilah mereka mendirikan
tempat untuk membuat perkakas pertanian yang di sebut Gosali atau
tempat pandai besi. Dari panyaungan terus ke Parung Sapi kemudian
menulusri sungai Cidurian dan sampai di Kampung Adat Urug, pada
saat itu kampung Adat Urug masih hutan, ditemukanlah lahan yang
cocok oleh mereka dan di kampung inilah mereka mengajarkan ilmu-
ilmu pertanian, maka sebenarnya Kampung Adat Urug ini awalnya
disebut kampung Guru.untuk menghindari hal-hal yang tidak
dinginkan maka para inohong atau tokoh tadi disembunyikan di muara
sungai di Ciapus Leutik, dan kampung Guru dibalik namanya menjadi
Kampung Urug dengan tujuan agar tidak diketahui, di Kampung Adat
Urug inilah dikembangkan ilmu-ilmu pertanian oleh para tokoh tadi
tadi sampai mereka memiliki keturunan yang sekarang menjadi para
ketua Adat. Kemudian ada juga keturunanya di yang di Cipatat Kolot,
Kecamatan Sukajaya Kemudian ada yang di Lewi Catang desa Bantar
Karet Kecamatan Nanggung dan cipta-gelar cisolok sukabumi.16
Sedangkan juga ada yang menyatakan asal muasal Kampung Adat Urug
di mulai dari di utusnya para inohong atau tokoh dari wetan (sumedang) lalu
singgah di panjaungan di sini mereka membuat perkakas pertanian yang di
sebuat Gasali atau tempat pandai besi, dari panyaungan terus singgah ke
cilame ciasahan kemudian ke parung sapi ka Urug ciapus ngolah tanah di
sini membuat batas yabg sekarang terkenal dengan nama Batu Tapak yang
merupakan situs yang ada hingga sekarang letaknya sebelum Kampung
Adat Urug.
Jadi asal mula adanya kampung Adat Urug atau kampung guru, hasil dari
perintah Prabu Siliwangi untuk mengutus beberapa tokoh yang ahli dalam
bidang pertanian yang subur untuk meningkatkan kesejahteraan negara dan
masyarakatnya. Dari hasil penelusuran para tokoh yang ahli dalam bidang
16
Ade Eka Komara. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013
Pukul 13:00.
36
pertanian tadi untuk daerah subur, maka singgah dan menjadikan kampung
panyaungan tempat pembuatan perkakas pertanian seperti cangkul, arit,
golok, kored dan sebagainya. Terus dari di Parung Sapi mereka menulusuri
sungai Ciduriat yang sekarang menjadi Cidurian, kemudian mereka
bermukim di Cipatat, di sini mereka kemudian sebuah tempat Guru, tempat
memberikan petunjuk dalam tata-cara pertanian.
Karena zaman dulu zaman peperangan maka untuk menghindarkan
gangguan dari musuh tempat pemukiman tadi dipindahkan dari cipatat ke
mura sungai Ciapus dan nama Guru di sembunyikan atau sandi asma
menjadi Urug diberi tanda berupa Batu Gudang dan Batu Tapak (semacam
padatala, cap telapak kaki pada batu) di kaki gunung Manapa, di tepi sungai
Cidurian dan Pasir Jambu.itulah cirinya.
2. Upacara Adat Kampung Adat Urug
Masyarakat Kampung Adat Urug hingga kini masih melaksanakan
berbagai upacara/ritual adat yaitu diantaranya:
a. muludan, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW (tanggal 12
Rabbi’ul Awal). Dalam acara ini ketua Adat bersama warga khusus
mengirim do’a untuk nabi Muhammad karena sudah berjasa
membawa agam islam. Biasanya dalam acara tersebut dihidangkan
makanan-makanan khas daerah dan olahan lauk-pauk yang akan di
bagikan kepada warga setelah di doakan.
b. seren taun (Sukuran hasil panen) dilaksanakan sebagai ungkapan
rasa sukur dari petani yang dipimpin oleh ketua Adat, rasa sukur ini
ditujukan kepada yang pertama telah memberikan bibit pokok dalam
masalah pangan kepada manusia, yaitu yang maha kuasa pertama,
karena pada hakekatnya bumi tempat tumbuh berbagai macam
tanaman yang bermanfaat bagi manusia, maka ketika akan
mengambilnya harus meminta izin kepada yang punya. Kegiatan ini
dilakukan setelah setelah semua warga selesai panen, dalam proses
37
Seren Taun di tandai dengan peyembelihan kerbau yang dagingnya
di masak dan dijadikan untuk selametan, selanjutnya warga dan
ketua adat melakukan ziarah ke makam leluhur ketua adat, dan
selanjutnya masyarakat pun melakukan ziarah ke makam kerabatnya.
Sepulang ziarah mengadakan selametan lagi sebagai tanda telah
mengadakan ziarah kemakam leluhur setelah itu warga
mempersiapkan hidangan buat warga dan juga tamu yang sengaja
datang dari luar baik tamu dari instansi pemerintah, mahasiswa, dan
juga pedagang. Selanjutnya mengadakan selametan yang d pimpin
oleh ketua adat, setelah selesai selametan baru hiburan dimulai
seperti jaipongan, golek dan sebagainya, dan kesokan harinya warga
mengadakan selametan kembali dengan membawa pangang ayam
dan nasi sebakul, ayam yang di pangang di sembelihnya dekat rumah
adat.
c. sedekah rowahan tanggal 12 bulan Rowah (Bulan sya’ ban),
dilaksanakan pada bulan (sya’ban), pagi hari masyarakat membawa
ayam satu ekor per-keluarga, dan disembelih dihalaman rumah adat,
setelah selesai dimasak, dibawah lagi ke rumah adat, selametannya
di lakukan bada dhuhur, acara ini dan doa yang dikirim sebagai
wujud bakti kepada nabi adam alaihi salam karena menjadi induk
semua umat manusia.
d. sedekah bumi, lewat beberapa bulan setelah selesai bulan Rowah
(syaban), puasa (Ramadhan), syawal. Acara ini diadakan sebelum
menanam padi. Semua warga makan bersama di halaman rumah
adat, sebelum makan bareng warga memanjat Doa agar ketika
selama menanam padi selamat dari hama dan tanpa kendala, pada
tahun ini sedekah bumi ini berlangsung pada tanggal 1-3 oktober .17
e. Seren pataunan. Adalah sebuah acara adat pentup tahun. acara ini
bertujuan agar bisa di selamatkan tahun yang sudah dijalani, ritual
17
Herli. Wawancara. Urug-bogor, 11 September 2013 Pukul 15:30.
38
adat hampir sama dengan seren tahun, untuk tahun sekarang acara
adat ini di lakukan pada tanggal 13-14 November 2013.”18
Demikianlah, lima upacara adat yang ada di Kampung Adat Urug,
melalui lima upacara adat tersebut, nilai-nilai adat yang sudah turun
menurun itu di lestarikan. Selain itu, Ketua Kampung Adat Urug juga
menjalin kerjasama dengan pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata baik tingkat kabupaten Bogor maupun Provinsi jawa barat,
hingga pada tahun 2010, “kampung Adat Urug di tetapkan sebagai cagar
Budaya dan setiap tahun dianggarkan dana dalam rangka membantu acara-
acara adat di Kampung Adat Urug”19
.
Selain masih mempertahankan berbagai upacara adat, masyarakat
Kampung Adat Urug mengenal berbagai kesenian, baik kesenian tradisional
maupun kesenian modern, diantaranya: angklung tagoni, dongdang
krampak, jaipongan Wayang Golek, kesenian dangdut, kesenian tersebut
dipertunjukkan pada saat hajatan perkawinan atau pada saat upacara-upacara
adat, “kelompok kesenian yang terdapat di Kampung Adat Urug yaitu:
Degung dan dongdang.”20
3. Sumber Hukum Kampung Adat Urug
Berkaitan dengan hukum, warga Kampung Adat Urug memakai tiga
hukum yaitu hukum kasepuhan, hukum agama dan hukum negara yang
mereka lambangkan dalam tiga bangunan adat yaitu:
a. Gedong Gede
Gedong Gede adalah bangunan yang mempunyai pungsi sebagai
tempat musyawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada
permasalahan berkaitan dengan adat, pertanian dan tempat penerimaan
tamu dan penginapan tamu.
b. Gedong atas ( paniisan)
18
Abah Ukat, Wawancara, Gedong Gede Urug-bogor, 6 September 2013 Pukul 17:00. 19
Ibid 20
Agus. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul 13:00.
39
Depan gedung Gede terdapat sebuah bangunan pangung namun lebih
tinggi dan jauh lebih kecil, hanya ada satu ruangan, disebut gedung luhur
(gedung paniisan), panisan berarti tempat berteduh, tetapi bukan tempat
berteduh warga. Tempat ini di pergunakan sebagai tempat bersemedi
abah kolot.
c. Gedong Alit
Terdapat bangunan kecil yang di sebut gedung alit yaitu merupakan
tempat makam leluhur, makam ini sering di jarahi warga ketika ada acara
adat misalnya acara seren tahun dan seren patahun.
Tiga gedung tersebut merupakan simbol dari berlakunya hukum yang
ada di masyarakat Kampung Adat Urug. Hukum tersebut adalah hukum
kasepuhan, hukum agama/sarat dan juga hukum negara, hukum negara atau
hukum formal berlaku untuk mengatur yang berhubungan dengan
kehidupan sosial masyarakat miasalnya terkait dengan proses jual-beli,
sedangkan hukum sareat atau agama adalah seperangkat nilai nilai yang
bersumber dari agama yang di anut yaitu agama islam yang mengatur
masalah peribadatan, sedangkan hukum kasepuhan adalah hukum yang
terbentuk dalam ajaran konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya
gotong-oyong adalah seperangkat hukum yang mengatur dan di aplikasikan
dalam pandangan hidup, ritual-ritual adat dan juga di gunakan untuk
kebutuhan kehidupan sosial, budaya. Misalnya dalam ketahanan pangan
dihubungkan dengan penanaman padi.
4. Biografi Tokoh Kampung Adat Urug
Ada beberapa tokoh yang menjadi pemimpin dan menjadi pelaksanaan
tugas dalam rangka menjalankan segala kegiatan kebutuhan adat dan juga
menggurus segala kebutuhan dan pengembangan Kampung Adat Urug dan
mereka disebut tokoh kasepuhan yang mempunyai peran dan juga
kewajiban yang telah diamanatkan oleh leluhur untuk menjaga dan
menjalankan segala apa yang telah diturunkan dan juga amanatkan. Berikut
40
adalah biograpi tokoh yang yang menurut peneliti mempunyai peranan
terhadap bertahannya kebudayaan, adat-istiadat dan kearifan lokal dan
pengembangan Kampung Adat Urug kearah yang lebih baik. Berikut adalah
biografi dari dua tokoh kasepuhan tersebut:
a. Abah Ukat
Abah Ukat adalah ketua adat Kampung Adat Urug Lebak dan juga
menjadi pusat pimpinan Kampung Adat Urug juga meupakan salah satu
induk dari kampung adat yang ada di Jawa Barat. Abah ukat menjadi
Ketua Adat di Urug lebak pada tahun 2004 M atau 1425 H tanggal 1
Mulud, “beliau adalah generasi ke-11. Sebelumnya ketua Adat dijabat oleh
paman Abah Ukat, sebelumnya pamannya, ayahnya dan sebelumnya
ayahnya, kakeknya, tapi seperti kata Abah Ukat, nama-nama dari ketus
adat sebelumnya tidak ditulis.”21
Sebelum menjabat sebagai ketua adat,
“abah ukat adalah seseorang pedagang ikan air laut dalam sekala besar di
pasar Leuwiliang,”22
namun karena ketua Adat sebelumnya (pamannya)
meninggal dan menurut wangsit, Abah Ukatlah yang harus menjadi ketua
Adat berikutnya, maka beliaupun meninggalkan propesinya.
Setelah menduduki jabatan ketua Adat, Abah Ukat jarang bahkan tidak
pernah kemana-mana, 24 jam ada di rumah. Beliau bukan tidak mau
menyaksikan kegiatan di mana-mana tapi harus melayani masyarakat dan
juga sering banyak tamu yang datang. Seperti yang disaksikan peneliti
hampir tiap hari abah diam di rumah dan melayani masyarakat dan juga
banyak menerima tamu dari luar yang berkunjung dengan tujuan masing-
masing misalnya meminta nasehat, doa dan meminta keterangan untuk
kepentingan penelitian seperti keterangan yang peneliti terima dari Abah
Ukat, “menyatakan beberapa bulan ke belakang ada peneliti dari negara
yang abah tidak tahu asalnya namun akhirnya abah tahu negaranya adalah
negara Denmark”.23
Dalam menerima tamu abah tidak melihat latar
belakang agama dan suku dan budaya karena mereka adalah saudara yang
21
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 12 September 2013 Pukul 19:30. 22
Ibid 23
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 12 September 2013 Pukul 19:30.
41
harus dihormati”.24
Seperti yang disaksikan oleh peneliti ketika melakukan
penelitian dan menghadiri acara adat banyak tamu yang datang dari luar
daerah dengan suku, agama dan budaya yang beda dengan agama, budaya
dengan warga Kampung Adat Urug.
Di mata peneliti, Abah Ukat adalah orang yang ramah dan bersahaja,
walaupun terkadang menjadi dingin”dan pendiam, tapi satu hal yang pasti,
abah ukat sebagai pusat pimpinan dan sebagai tokoh kasepuhan yang
selalu menjalankan tugas dan kewajibanya, dan bagi peneliti Abah Ukat
adalah pimpinan informal yang berhasil membangun insfratruktur jalan
misalnya dalam membangun jalan adat.
b. Bapak Eka Komara.
Bapak Ade Eka Komara adalah, “salah-satu tokoh kasepuhan dan juga
tokoh masyarakat yang aktip mengabdi kepada masyarakat beliau lahir di
bogor 24 febuari 1970.”25
Jika Abah Ukat pemimpin informal sebagai
ketua adat maka beliau adalah tokoh yang pernah menjadi, “pimpinan
formal yaitu sebagai wakil ketua BPD dari tahun 2000-2006 dan sebagai
sekdes 2007-2012.”26
Di mata peneliti, Bapak Ade Komara adalah orang yang ramah,
bersahaja, dan keritis, beliau adalah tempat bersandar bagi para peneliti
ketika ada persoalan yang berkaitan dengan penelitian. Bapak Ade Eka
Komara adalah tempat mencari keterangan bagi setiap peneliti yang
melakukan penelitian di Kampung Adat Urug, seperti yang dialami oleh
peneliti sendiri ketika mencari penjelasan mengenai suatu masalah terkait
penelitian, peneliti langsung datang kepada beliau. Alasan peneliti
menjadikan beliau sebagai salah-satu informan penelitian dikarenakan
beliau mempunyai pengetahuan tentang apa yang dibutuhkan oleh peneliti.
24
Ibid 25
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00 26
Ibid
42
C. Kearifan Lokal Kampung Adat Urug
Dalam bahasa setempat istilah kearifan lokal sama dengan Talek (aturan),
yang menjadi pedoman warga Adat Urug dalam menjalani kehidupanya. Talek
di wariskan secara turun-menurun secara lisan dan masih ada sampai sekarang.
Talek adalah, “wujud kebudayaan abstrak tidak bisa dilihat tapi dirasakan dan
dihayati serta diamalkan.”27
Dalam istilah ilmu bahasa sunda adalah Talek juga di istilah dengan, “elmu
buhun (ilmu papaku, ilmu karuhun, ilmu leluhur, ilmu kasepuhan, yang
tersembunyi karena letaknya dalam hati). Tidak ada caret atau tulisanya tapi
hanya carek atau ucapan dan amanat.”28
Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug mempunyai tiga fungsi
yaitu mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan
perbuatan manusia baik dalam bermasyarakat, hubunganya dengan alam dan
juga hubunganya dengan sang pencipta.”29
Ada beberapa kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug diantaranya
adalah konsep ajaran Ngaji Diri yang merupakan falsafah atau pandangan
hidup warga kasepuhan Adat Urug yang diturunkan oleh leluhur dan dijalankan
dan dipakai dalam rutinitas kehidupan. Selanjutnya ialah budaya Pamali yang
merupakan talek atau aturan, misalnya aturan dalam pengelolaan pertanian ,
bahan pangan (padi) dan penggunan bahan bangunan rumah adat dan juga
rumah warga kasepuhan, Selanjutnya ialah budaya Gotong-royong.
1. Konsep Ngaji Diri
Konsep Ngaji Diri (memahami diri sendiri atau mawas diri) adalah
suatu ajaran pembinaan moral yang didalamnya tercermin pengertian
koreksi diri. Di Kampung Adat Urug, ajaran Ngaji Diri di sebut juga Tapa
27
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00 28
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00. 29
Ibid
43
manusia. (memahami siapa sebenarnya jati diri manusia, hakekat manusia)
seperti penuturan Bapak Yayan, “manusia di wajibkan untuk Ngaji Diri
agar mengetahui dirinya sendiri, manusia yang sudah mengenal dirinya
sendiri akan dekat dengan tuhan. Maka hidupnya tak akan sombong dan
angkuh. Berikut adalah ajaran dalam konsep Ngaji Diri:
Tabel 4.5
Prinsip-prinsip dalam konsep Ngaji Diri
No Prinsip-prinsip utama dalam Ngaji Diri Terjemahan dalam bahasa Indonesia
1 Mipit kudu amit, Ngala kudu menta Mengambil atau memetik itu harus meminta ijin
kepada yang mempunyainya, dengan kata lain
jangan mencuri.
2. Murah Bacot Murah concot Sikap ramah tamah kepada tamu dan harus
menjamu tamu dengan hidangan sekedarnya.
3 Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah
tukang teuing besi tijengkang
Jangan terlalu depan, nanti tersungkur, jangan
terlalu belakang nanti terlentang.
4 Nafsu kasasarnya lampah badan anu
katempuhan
Bila kita terbawa nafsu, maka badan yang akan
menanggung akibatnya.
Sumber: Abah Ukat dan Bapak Yayan 2013.
Ajaran konsep Ngaji Diri atau Tapa Manusia tersebut diuraikan lagi
dan melahirkan beberapa larangan atau anjuran yang yang di sebut talek
(aturan hidup) baik untuk pribadinya sendiri maupun untuk hidup
bermasyarakat. Di bawah ini, peneliti jelaskan aturan atau ajaran yang ada
dalam ajaran konsep Ngaji Diri.
a. Larangan Untuk Mengambil Yang Bukan Haknya
Larangan untuk mengambil yang bukan haknya ini tergambar
dalam ungkapan, “Mipit Kudu Amit, Ngala Kudu Menta.”30
artinya
mengambil atau memetik itu harus meminta izin kepada yang
mempunyainya, dengan kata lain jangan mencuri. Para Ketu Adat di
30
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
44
Kampung Adat Urug dan warga umumnya juga mengatakan hal
yang sama, bahkan ada istilah, “jika kita melewati kebun seseorang,
tangan itu harus dikepalkan.”31
Artinya jangan memetik buah-
buahan di kebun orang, jika kita mau, ya harus meminta izin kepada
si pemilik kebun. Di lingkungan Kampung Adat atau kasepuhan hal
semacam inilah yang disebut pamali.
Pada masyarakat Kampung Adat Urug, ungkapan Mipit kudu amit
ngala kudu menta tidak hanya berarti secara Harfiah saja, yaitu
larangan jangan mencuri, dibalik arti itu terdapat makna yang dalam
mengenai rasa sukur mereka terhadap yang maha kuasa. Pada
hakekatnya bumi beserta isinya ini adalah milik Tuhan yang
dianugrahkan kepada segenap mahluknya, tanaman padi yang
menjadi bahan pokok mereka dan tanaman lainya, tumbuh di atas
bumi-nya atas izin-nya pula, maka ketika akan mengambil atau
memanen hasil dari tanaman itu, harus memohon izin dulu kepada
pemilik bumi dan harus disukuri segala yang telah diberikan oleh
pemilik bumi.
Ungkapan rasa sukur ini mereka wujudkan dalam acara adat
Seren Taun, sukuran hasil panen, dalam acara ini adat ini diadakan
selametan dan doa, berterimakasih kepada sang pencipta atas hasil
panen tahun ini dan semoga panen pada tahun-tahun berikutnya juga
bagus.
b. Murah Bacot Murah Congcot
Murah Bacot artinya senang menyapa orang lain dengan ramah
dan sopan santun, sedangkan murah congcot, baik hati suka memberi
atau berbagi makanan, murah bacot murah congcot secara harfiah
adalah sikap ramah tamah yang harus ditunjukan seorang pribumi
kepada tamu. Murah congcot berarti si pribumi harus menjamu tamu
dengan hidangan sekedarnya, jika hidangan disuguhkan maka harus
murah bacot, si pribumi harus menawari tamu untuk mencicipinya,
31
Ibid
45
karena jika tidak di tawari, kemungkinan tamunya akan sungkan
padahal sebenarya mau”.32
Anjuran ini sepertinya lahir karena Kampung Adat Urug sering
dikunjungi tamu baik pada hari-hari biasa maupun pada upacara
adat, dan untuk bahan pangan sebagai hidangan sang tamu, warga
Kampung Adat Urug selalu tersedia, karena mereka belum pernah
kekurangan bahan pokok makanan terutama beras, ternyata murah
bacot murah congcot tidak hanya sikap ramah tamah kepada kamu,
murah dalam perkataan tidak hanya dikhususkan kepada tamu, tapi
umum untuk semua orang, maksudnya kita harus menyapa orang
lain terlebih dahulu, bertutur kata dengan baik dan sopan, perrmisi
jika melewati orang lain di jalan karena dengan begitu kita pasti akur
dan akrab dengan orang lain, begitupun dengan sebaliknya jika kita
adigung (sombong), tidak akan yang mau akrab dengan kita.”33
c. Hidup Sederhana dan Mandiri
Hidup sederhana mempunyai pengertian jangan berlebihan dalam
segala sesuatu. Misalnya makan hanya sekedar penghilang lapar,
minum sekedar menghilangkan haus dan tidur hanya untuk
menghilangkan kantuk, jangan berlebihan, dan jangan pula
kekurangan asal berkecukupan.
Makan hanya penghilang lapar tujuanaya untuk menghindari sifat
rakus, kareana manusia sudah nemilki sifat rakus, tamak dan
serakah. Kemudian tidur hanya penghilang kantuk, manusia itu
hidup punya kewajiban baik masalah maupun akhirat, jangan siang
dan malam tidur, siang untuk bekerja mencari nafkah untuk
keluaraga, malam untuk istirahat, segala sesuatu juga harus pada
waktu dan tempatnya. Juga bisa menimbulkan penyakit jika tidur
dan makan berlebihan, dalam masyarakat kasepuhan hidup
32
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00. 33
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
46
berkucukupan ini, tidak berlebihan dan tidak kekurangan disebut Sri
(ditengah-tengah)."34
Hidup mandiri seperti itulah yang penulis saksikan pada
kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug. Mereka memilki sawah
yang luas (50.000 m2) bahkan sampai masuk ke Desa lain, tapi hasil
panen itu sama sekali tidak dijual, panen satu tahun sekali cukup
untuk persedian, minimal dua tahun.
Air melimpah, tidak kekeringan pada musim kemarau, karena
mereka mereka merawat alam, menjaga hutan larangan, yang
dijadikan kayu bakar hanya batang pohon yang sudah kering atau
mati, lauk pauk mereka sediakan sendiri, seperti ayam, itik, kecuali
ikan asin mereka membeli begitu juga dengan pakaian.
d. Pengendalian Alat Tubuh
Salah satu jalur Pamali di Kampung Adat Urug yaitu
mengendalikan alat tubuh. Alat tubuh atau indera kita jangan sampai
di salahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik. Indra kitapun sudah
tau haknya masing-masing sekarang misalnya hidung hanya untuk
bisa mencium, sukanya wewangian, telinga hanya bisa mendengar,
mata hanya bisa melihat, makan sariatnya hanya dilakukan oleh
mulut, lidah yang merasakan, tapi mata, telinga dan hidung tidak
pernah protes ingin merasakan makanan yang di makan mulut,
karena mereka sadar akan haknya masing-masing.”35
Begitupun manusia harus konsisten dengan tugasnya masing-
masing. Jadi Pamali itu banyak jalurnya bila kita melanggar pasti
badan merasakan akibatnya ada pribahasa nafsu kasasarnya lampah
badan anu katempuhan (bila kita terbawa nafsu, maka badan yang
menanggung akibatanya). Bicara jangan sembarangan, melangkah
34
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00. 35
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
47
jangan salah. Kata orang tua jaman dulu, lebok mah ulah ditincak
(jangan berlubang jangan dilewati), nanti celaka.36
Seperti yang sudah dijelaskan di awal. Semua alat tubuh manusia
itu hakekatnya pemberian Sang Pencipta, maka harus dimanfaatkan
untuk hal-hal yang baik saja karena akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak, terutama yang harus di pelihara itu
lisan.
Demikianlah nilai-nilai budaya atau kearifan lokal yang menjadi adat
istiadat di Kampung Adat Urug dalam ajaran konsep Ngaji Diri atau Tapa
Manusia beserta bagian-bagianya bukan milik khusus warga Kampung
Adat atau kasepuhan saja, tetapi merupakan pandangan hidup orang sunda
umunya pada masa lampau, hanya saja pada masyarakat kasepuhan, adat-
istiadat tersebut masih banyak yang bertahan, berbeda dengan masyarakat
sunda di luar kasepuhan, walaupun ada yang mengetahui dan
mengamalkanya itu hanya beberapa kalangan saja.
2. Budaya Pamali
Pamali (tabu) adalah suatu aturan atau norma yang mengikat kehidupan
masyarakat adat, dan merupakan turunan ajaran konsep Ngaji Diri berikut
adalah kearifan lokal terkait dengan peraturan yang terkandung dalam
budaya Pamali dalam hubunganya dengan pangan:
Tabel 4.6
Bentuk Kearifan Lokal yang Ditekankan di Kampung Adat Urug
Kearifan
Lokal
Budaya Pamali
Nilai Talek (aturan)
36
Ibid
48
Norma 1. Larangan untuk mejual beras dan padi.
2. Larangan untuk memakai mesin dalam menjadikan
gabah menjadi beras
3. Masa Tanam yang dibolehkan hanya satu kali
dalam satu tahun yang mana waktu tanamnya
selama 6- 7 bulan.
4. Masa tanamnya serempak
Actor Seluruh Masyarakat Kampung Adat Urug
Sanksi Seluruh pelanggaran terhadap aturan/talek dipercaya akan
mendatangkan bala/ganjaran.
Sumber: Bapak Suganda dan Bapak Ade Eka Komara 2013.
Larangan menjual beras dan padi di Kampung Adat Urug berlaku dalam
kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug, tetapi warga diperbolehkan
untuk membeli beras dari luar.
Alasan beras tidak di perbolehkan untuk dijual menurut keterangan
Bapak Ade Eka Komara, “ketika beras dimasak oleh satu keluarga maka
beras yang menjadi nasi tersebut akan bisa dimakan oleh semua anggota
keluarga dan sebaliknya jika beras tersebut dijual maka uangnya akan di
nikmati oleh segelintir orang seperti misalnya seseorang membeli rokok
yang mana uangnya hasil dari menjual beras maka rokok tersebut hanya
akan dinikmati oleh para perokok saja sedangkan yang lain tidak”.37
Larangan pemakaian mesin dalam menjadikan padi menjadi beras.
Menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “peraturan tersebut ada di
sebabakan pada waktu itu tidak ada mesin sehinga yang dipakai waktu itu
hanya alat Lesung, Lulumpang sebagai alat penumbuk padi, dan peraturan
tersebut terus berlaku walaupun sekarang mesin pembuat padi menjadi
beras sudah ada tapi kebiasaan yang sudah menjadi peraturan tersebut
masih tetap dipakai”.38
37
Ade Eka Komara. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013
Pukul 13:00. 38
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
49
Masa tanam satu kali dalam satu tahun. Menurut keterangan Bapak Ade
Eka Komara, “peraturan ini lahir karena melihat dalam waktu satu tahun
ada dua musim cuaca yaitu musim hujan dan musim kemarau, maka dari
itu pertanian padi yang memang membutuhkan air, diperbolehkan hanya
satu kali tanamnya dalam satu tahun yaitu pada musim hujan.”39
Masa
tanam serempak. Menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “peraturan
tersebut lahir karena melihat Gejala ketika masa tanam tidak serempak
akan mendatangkan hama yang silih berganti datang menganggu tanaman
padi misalnya hama burung”.40
Aturan tersebut adalah seperangkat aturan yang ditaati dan dipakai oleh
masyarakat Kampung Adat Urug dalam hubunganya dengan padi. Setiap
orang yang melangar peraturan tersebut akan mendatangkan bala atau
ganjaran, ganjaran tersebut ialah penyakit gatal, hama tanaman atau dalam
istilah warga setempat yaitu Bendoaan.”41
Kampung Adat Urug mempunyai peraturan dalam bagian atap
bangunan rumah yaitu rumah di Kampung Adat Urug tidak diperbolehkan
memakang genteng. Peraturan tersebut tetap dipertahankan karena
peraturan adalah aturan dan warisan dari leluhur dan merupakan salah satu
bagian dari peraturan budaya Pamali.
Bentuk rumah adat di Kampung Adat Urug terikat oleh suatu aturan
dalam bentuk dan bahan bangunaan yang digunakan. kriteria dari rumah
adat tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7
Kriteria Rumah Adat Kampung Adat Urug Tahun 2013
No Kriteria Keterangan
1 Model Rumah Pangung tanpa Tembok
2 Bentuk
3 Atap Terbuat dari Kirai dan Injuk
39
Ibid 40
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00. 41
Ibid
50
4 Plafon/langit langitan Plafon terbuat dari anyaman bambo/bilik dan juga
kayu
5 Dinding Seluruh dinding terbuat dari kayu.
6 Tiang Tiang dari kayu yang mendukung rangka Atap
7 Pintu Memiliki enam pintu yang tiga di depan dan yang dua
di dapur.
8 Jendela Jendela berbentuk persegi panjang dengan daun
jendela kayu sebagai penutupnya.
9 Lantai Terbuat dari papan kayu.
10 Warna Warna Rumah dominan warga kuning dan hijau.
11 Tempat Masak Menggunakan tungku (hawu) dan juga terdapat
paraseneu.
Sumber: Hasil Observasi dan pengamatan 2013.
Bangunan Adat di Kampung Adat Urug ada tiga bangunan yang
mewakili tiga bentuk hukum yang berlaku di kampung Adat Urug yaitu
hukum Sareat atau agama, buhun atau kesepuhan, dan hukum negara,
nama gedung itu ialah “gedong Gede , gedong paniisan dan gedong alit.”42
Gedong Gede adalah gedung yang mempunyai fungsi sebagai tempat
musawarah dan juga balai pertemuan warga ketika ada permasalahan
berkaitan dengan adat, dan masalah-masalah yang masih mempunyai
hubungan dengan masalah sosial salah satunya ialah masalah pangan.
Ciri dan bentuk bangunan ini mempunyai makna, “atap bangunan
berjumlah tujuh, menandakan jumlah hari dalam satu minggu yang terus
berputar dalam kehidupan, panjangnya 30 meter menandakan hitungan
hari dalam satu bulan, sedangkan lebar 12 meter adalah jumlah bulan
dalam satu tahun”43
.
42
Yayan. Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00. 43
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 14 September 2013 Pukul 20:00.
51
Sementara warna dinding yaitu warna kuning dan hijau seperti warna
dalam lampu lalu-lintas warna kuning muncul sebagai pertanda hati-hati
sama halnya dengan warna kuning pada Gedong Gede, setelah warna
kuning apakah akan hijau atau merah, jika warna hijau maju terus artinya
masih berlangsung jika merah berhenti. Jadi warna hijau pada “Gedong
Gede menandakan keberlangsungan Kampung Adat Urug.”44
Rumah di Kampung Adat Urug tidak dibolehkan memakai genteng
seperti penuturan bapak suganda “warga sini tidak akan memakai genteng
bahkan di kasih sekalipun bagi yang tau tidak akan menerima genteng
tersebut peraturan ini sudah jadi peraturan dari kokolot yang harus
dijalankan dan dipatuhi”.45
Sedangkan menurut Bapak Alek Komara, “alasan masyarakat tidak
memakai genteng untuk rumahnya ada dua alasan yang menyebabkannya,
pertama alasannya ialah karena masyarakat tidak memakai genteng untuk
rumahnya karena genteng terbuat dari tanah mereka menyatakan bahwa
sesuatu yang ditutupi oleh tanah adalah sesuatu yang sudah meninggal,
sedanga alasan kedua ialah supaya masyarakat rajin menanam tanaman
rumbiak, tanaman rumbiak adalah tanaman yang bisa digunakan untu
membuat atap, anyaman bilik, buat konsumsi, penahan air, rajin bekerja
dan suasana sejuk.”46
3. Budaya Gotong-royong
Gotong-royong adalah budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap
suku-suku bangsa di Indonesia, tak terkecuali di Kampung Adat Urug,
nilai gotong royong bisa kita lihat dalam falsafah sunda yaitu, “silih
asuh, silih asah, silih asih silih elingan bejan, ilmu pangempuh
44
Abah Ukat. Wawancara. Gedong Gede Urug-bogor, 8 September 2013 Pukul 20:00. 45
Suganda. Wawancara. Persawahan Urug-bogor, 9 September 2013 Pukul 08:30. 46
Ade Eka Komara,Wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00.
52
kadagelan.”47
Istilah tersebut mempunyai nilai untuk saling melindungi,
membantu, mengayomi, membantu, dan menasehati. Nilai yang
terkandung dalam falsafah tersebut adalah seperangkat nilai dan
pegangan dalam perilaku masyarakat, seperti perilaku gotong- royong
yang ada di Kampung Adat Urug. Perilaku gotong-royong tersebut ialah
dalam melakukan proses pertanian yang dilakukan secara bersama-sama
seperti penanaman padi bareng, pengurusan irigasi secara bersama-sama,
dan panen padi bersama-sama.
D. Kearifan Lokal Upaya Dalam Upaya Ketahanan Pangan
Sebelum menjelaskan tentang ketahanan pangan pengelolaan bahan
pangan, dan implikasi dalam pengelolaan bahan pangan. Peneliti akan
mendeskripsikan tentang mitologi Dwi Sri yang mempunyai hubungan dengan
padi berikut adalah deskripsinya:
1. Sejarah Mitologi Dewi Sri
Berkaitan denga pertanian (padi), di kampung Adat Urug di kenal
cerita tentang Dewi Sri yang disebut Nyai Sri, Nyai berarti perempuan
Dwi Sri dikenal oleh masyarakat sebagai dewi kemakmuran yang
mempunyai sejarah yang berkaitan dengan padi berikut adalah ceritanya:
Menurut keterangan Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug)
yang di sebut Nyai Sri, berarti perempuan. Jensinya merah, putih,
hitam, hijau dan kuning gelarnya di pajajaran-bogor oleh Prabu
Siliwangi kiriman dari Sorga Maniloka dari Kahyangan Jagad
Suralaya dari Para Dewa. Wujud awalnya berupa telur yang di jaga
oleh Dewa Anta selama 40 hari sampai menetasnya. Awalnya
selama 39 hari tidak menetas, dewa Anta memanggil Prabu
Siliwangi, oleh Prabu Siliwangi dicipta menjadi seorang manusia,
perempuan di kenal dengan Dewi Sri, umur sekian tahun tanpa
dikubur digeletakan begitu saja. Dari kedua mata Dewi Sri tanaman
berupa padi, tiga ikat dan dua ikat, jadi ada lima jenis, akhirnya
yang hijau dan yang kuning menyatu ke dalam Raga Prabu
Siliwangi. Jenis yang merah, putih dan hitam gelar ke dunia
menjadi padi seperti yang kita kenal sekarang. Kelima jenis padi
47
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013 Pukul
14:00.
53
tersebut tadinya di turunkan di Pajajaran Bogor, berhubung Prabu
Siliwangi menghilang dan menuju Kampung Adat Urug, dan
dibawa oleh Prabu Siliwangi termasuk bibit yang lima itu.
Sareatnya yang ditanam hanya tiga, yang merah, putih dan hitam,
hakekatnya bibit yang lima tadi disimpan di suhunan (atap) rumah
adat Urug lebak yang berjumlah lima, satu atap satu warna. Tiga
yang digelar tadi, hakekatnya Gedong Gede (Rumah Adat Urug
Lebak), Gedong luhur atau paniisan (tempat berteduh), berupa
bangunan panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong
Leutik bangunan sangat kecil.48
Mengenai kisah Dewi Sri, ditambahkan oleh bapak Yayan, “Sri
adalah identifikasi dari sebuah kecintaan seseorang akan padi yang
dijadikan beras, seseorang tidak akan bisa hidup tanpa padi yang
menghasilkan tenaga dan juga kekuatan maka dari itu masyarakat begitu
mencintainya dan mengasihinya seperti cintanya sesorang lelaki terhadap
perempuan yang di cintainya.”49
2. Tata Cara Pengelolaan Bahan Pangan
Kegiatan Sumber daya pangan di Kampung Adat Urug adalah
pertanian padi. Padi yang terdapat di Kampung Adat Urug digunakan
dalam dua fungsi yaitu untuk pangan dan kebutuhan adat dan acara
pernikahan, dalam pengelolaan bahan padi masyarakat Kampung Adat
Urug masih menjalankan cara-cara tradisional yang berasal dari kearifan
lokal yaitu budaya Pamali.
Menurut Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) kegiatan yang
dilaksanakan di sini ada beberapa kegiatan salah satunya dalam
pertanian sebagai jalan kehidupan masyarakat di sini khusunya
menanam padi wajibnya setahun sekali, warga menanam padi itu
satu tahun sekali, bahan pokok pagi dan sore. Prabu siliwangi
sebagai leluhur kami menguatkan kegiatanya pada pertanian,
senjatanya juga kujang, itu alat pertanian. Maka kegiatan yang
digarap oleh masyarakat tidak lewat dari pertanian, sebab tani itu
tidak bisa berbohong, yang dilaksanakan dalam urusan padi yang
sangat dimulyakan sebagai tanda penghormatan karena sebenarnya
apa padi itu? Secara sareat, kita tidak akan punya tenaga jika tidak
48
Abah Ukat. Wawancara. Geong Gede Urug-bogor, 10 September 2013 Pukul 15:30. 49
Yayan, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 9 September 2013Pukul 14:00.
54
ada padi, di antarnya acara sukuran sebanyak lima kali sebagai
ketuanya adalah abah.50
Dalam perkara menanam padi masyarakat kampung Adat Urug
menggunakan padi yang di lakukan satu tahun sekali menanamnya.
dalam menanam padi menurut keterangan dari Ibu Enas, “bibit padi
masih mengunakan bibit padi masa lalu seperti rajawesi, gadong, sri
kemuning, jalupang, bebek, gadog, jidah, carci kunig, carci markati”.51
Dan terdapat adat-istiadat dalam masa tanam dan setelah selesai
menanam yang harus di jalankan.
Menurut Bapak Suganda (Petani Kampung Adat Urug) dalam
perkara menanam Padi. Masyarakat masih mengunakan padi yang
tujuh bulan, jadi satu tahun sekali menanamnya. Awalnya dijemur
sampai kering (dilantaian) dalam waktu beberapa minggu pokonya
sampai kering kemudian diangkut ke lumbung, selanjutnya
menentukan kapan untuk menumbuk padi yang baru di panen.
Setelah waktunya di tentukan kemudian beras ditumbuk, dalam
proses penumbukan padi yang baru di panen itu, para penumbuk
padi tidak akan bicara sampai padi menjadi beras, baik di antara
penumbuk padi maupun dengan orang lain.
Apabila melanggar ada hukumannya, tidak akan dikeluarkan peraturan
seperti itu jika tidak ada hukumanya bagi yang melanggar. Dalam hukum
adat di sebut kawalat, akibatnya bisa langsung terasa di dunia atau pun di
akherat,
Setelah selesai jadi beras, kemudian menentukan juga waktu
yang tepat untuk memasak beras ini menjadi nasi, dari mulai
mengambil beras di pendaringan (tempat menyimpan beras)
kemudian di cuci dan sampai di masak mereka tidak akan bicara
(proses nganyaran, mengunakan pertama hasil panen) baru setelah
itu menentukan waktu untuk Seren Taun, sukuran akan hasil panen,
dan ketika akan menanam kembali padi (tandur) di tunggu
waktunya sampai 40 hari setelah acara Seren Taun, wajibnya
menunggu sampai 40 hari lebih tidak apa-apa asal jangan kurag
dari 40 hari, di ibaratkan seorang istri kita yang baru melahirkan
sebelum 40 hari setelah melahirkan jangan di dulu dicampuri,
peraturan itu harus, wajib diikuti. Selesai tandur atau menanam
50
Abah Ukat, Wawancara, Gedong Gededi Urug-bogor, 10 September 2013 Pukul 15:30. 51
Enas. Wawancara. Rumah Pribadi Urug-bogor, 7 september 2013 Pukul 10:00.
55
semua, kembali mengadakan selametan. Setelah beberapa minggu
ketika padi mulai muncul nyiram atau reuneuh (padi berisi),
kembali selametan lagi, minta kepada yang kuasa agar padi ini
beukah (mengembang) selamat keluarnya, setelah padi beukah
mekar, selametan lagi agar padi beuneur (berisi) sampai matang,
dan ketika akan memanennya, mengadakan selametan lagi.52
Dalam penanaman padi masyarakat Kampung Adat Urug
menyediakan sendiri pupuknya untuk pupuk penanaman padi pupuk
tersebut hasil dari perilaku masyarakat di samping menggunakan pupuk
kimia.
Menurut Bapak Ade Eka Komara surubuk (pupuk) untuk penanaman
padi adalah, “pupuk yang dihasilkan dari sampah rumah tangga seperi
cangkang bekas dari buah-buahan misalnya dari bekas buah rambutan
dan buah-buahan lainya dan bekas sisa-sisa makanan.”53
Bekas makanan
tersebut mereka bawa ke persawahan untuk dibuang di persawahan
supaya bisa jadi pupuk bagi padi yang akan di tanam, dan jerami bekas
dari panen itu tidak di boleh di bakar dan itu sengaja dibiarkan dan
akhirnya menjadi surubuk (pupuk) bagi padi yang akan ditanam
selanjutnya.
Selanjutnya dalam pengunaan padi dan beras ada aturan yang dipakai
berikut adalah peraturanya. Dalam dalam menumbuk dan menjemur padi
tidak boleh pada hari senin dan jum’at, dan ketika akan mengambil beras
dari pandaringan (tempat menyimpan beras) harus rapih dalam
berpakaian dalam tata-cara mengambil beras tersebut jangan asal, pada
saat mau menyimpan padi ke lumbung padi ada peraturanya, tidak asal
menumpuk begitupun jika akan mengeluarkan padi dari lumbung, pada
saat akan menyimpan padi di lumbung ini disebut entep seureuh (entep
sereh adalah aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak
sembarangan) dan padi ketika di panen di potong menggunakan ketam
52
Suganda, Wawancara, Persawahan Urug-bogor, 9 September 2013 Pukul 08:30. 53
Ade Eka Komara, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November 2013 Pukul
13:0
56
atau ani-ani, selanjutnya dalam menanam padi orang tua dulu sebelum
menanm padi melihat resi bintang terlebih dahulu, ketika bintang waluku
sudah terlihat atau keluar maka itu waktu untuk menanam padi, di Urug
mengenai waktu penanaman padi ini masih dipakai.”54
Jadi padi di kampung Adat Urug digunakan dalam dua fungsi yaitu
kebutuhan pangan sehari-hari dan digunakan untuk ritual adat seperti
acara seren tahun, seren patahaun dan acara pernikahan, ada beberapa
adat-istiadat atau kearifan lokal yang berkaitan dengan padi disaat padi
mulai di tanam, proses penanaman, panen dan ketika padi akan disimpan
di lumbung padi, dan ketika akan mengambil padi dari lumbung padi dan
mengambil beras dari tempat penyimpanan, adat-istiadat tersebut ialah
selametan seren tahun dan aturan entep sereh, dalam penanaman padi
untuk pupuknya masyarakat Kampung Adat Urug mengandalkan pupuk
yang mereka hasilkan dari perilaku mereka sendiri seperti bekas dan sisa-
sisa makanan yang mereka dapatkan dari rumah mereka sendiri.
3. Kearifan Lokal Dalam Upaya Ketahanan Pangan
Ada beberapa pengertian yang berhubungan dengan ketahanan pangan
berikut adalah beberapa pengertian terkait dengan ketahanan pangan:
a. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya
kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau.
b. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat
mempunyai aksessecara fisik dan ekonomi untuk memperoleh
kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
c. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses
baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh
54
Ade Eka Komara, Wawancara, Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 14 November
2013 Pukul 13:00
57
anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami
kehilangan kedua akses tersebut.
d. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara
fisik,social dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup,
aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai
dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan
sehat.
e. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat
mempunyaiakses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap
kecukupan pangan, amandan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai
dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.55
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan
pangan memiliki lima unsur yang harus dipenuhi yaitu berorientasi pada
rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan
dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu,
baik fisik, ekonomi dan sosial, berorientasi pada pemenuhan gizi dan
diitujukan untuk hidup sehat dan produktif.
Sedangkan pengertian ketahanan pangan dari kampung Adat Urug,
ketahanan pangan adalah menjaga, mengawasi didalam kehidupan dalam
diri seseorang agar jangan meninggalkan kebudayaan misalnya pertanian,
pertanian adalah mengolah tanah agar kita bisa memenuhi kebutuhan sehari-
hari, bukan pertanian yang hanya mengejar keuntungan.”56
Masayarakat Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan pangan ialah
dengan cara memenuhi ketahanan panganya dengan tetap bertani dan
pengelolaan bahan pangan secara tradsional sesuai yang diwariskan oleh
para leluhur mereka, seperti atuaran tidak menjual beras atau padi.
55
Nuhfil Hanani Akhir, Pengertian Ketahanan pangan (tt.p. tp) 56
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00.
58
Seperti sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kearifan lokal yang
bertahan di Kampung Adat Urug yang dijadikan fokus pembahasan yaitu
pandangan hidup dari sebuah kebudayaan berupa nilai-nilai kehidupan
mengenai tata-kelakuan yang diwariskan leluhur, hal ini dalam lingkungan
kasepuhan terangkum dalam ajaran konsep Ngaji Diri (memahami diri
sendiri) budaya pamali (peraturan dalam pengelolaan pertanian dan bahan
pangan) dan budaya gotong-royong. Upaya-upaya yang dilakukan oleh
masyarakat dalam upaya ketahanan pangan di sini untuk sementara ialah
dengan tetap menjalankan tata-cara pertanian, pengelolaan bahan pangan
dengan tetap mengikuti para leluhu.
Tinggal di kasepuhan masyarakatnya harus menjalankan kearifan lokal
yang sudah menjadi norma, peraturan sejak dahulu, segala peraturan
tersebut di wariskan oleh leluhur agar tetap dijalankan oleh masyarakat,tidak
sedikit yang melanggar dan ketika mereka mendapat akibatnya, mereka
kembali ke tata-cara adat.
Jadi seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sejauh ini hasil pengamatan
peneliti untuk sementara usaha masyarakat dalam upaya ketahanan pangan
di Kampung Adat Urug, ialah dengan tetap menjalankan ajaran konsep
Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya gotong-royong.
4. Implikasi Kearifan Lokal
Kearifan lokal yang berupa konsep Ngaji Diri, budaya Pamali yang di
dalamnya ada peraturan pertanian, pengelolaan bahan pangan, pandangan
tentang ketahanan pangan dan budaya Gotong-royong berhasil menjaga
kelestarian hutan, tanah, dan ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
Dalam Kearifan lokal tersebut ada tata-cara pengelolaan bahan pangan,
pandangan ketahanan pangan, dan pandangan hidup. Masyarakat tetap
melakukan pemenuhan pangan dengan berlandaskan pada konsep ajaran
Ngaji Diri budaya Pamali dan budaya gotong-royong yang telah dilakukan
secara turun-temurun. Keberhasilan Kampung Adat Urug dalam
59
Melestarikan konsep Ngaji Diri budaya pamali dan budaya gotong-royong
yaitu:
a. Melestarikan rumah adat Urug.
b. Melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat).
c. Melestarikan kesenian setempat seperti jaipongan, angklung
tagonik, dan degung.
d. Melestarikan upacara adat setempat yaitu Seren Tahun, Sedekah
Bumi, Seren Patahun dan lainya.
e. Melestarikan tata-cara pertanian tradisional yaitu: pemakaian bibit
padi masih memakai bibit warisan leluhur, pemakaian pupuk
tradisonal, penanaman padi setahun sekali dan masa tanam
serempak.
f. Melestarikan tata-cara pengelolaan padi yaitu: menyimpan padi di
leuit (tempat penyimpanan beras), penggunaan lesung untuk
menumbuk padi, dan aturan dalam aturan pengelolaan padi yang
terdapat dalam aturan entep sereh (aturan dalam mengambil beras
dan padi agar tidak sembarangan)."57
Kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyakat Kampung Adat
Urug memberikan hasil dampak untuk kehidupan mereka. Keberhasilan
tersebut telah membawa masyarakat Kampung Adat Urug di kenal di dunia
internasional dengan adanya peneliti luar yang datang ke Kampung Adat
Urug untuk melakukan penelitian, terbukti dengan 18 negara telah
melakukan penelitian ke Kampung Adat Urug, dan juga menjadi Gebyar
budaya setiap tahunya. Manpaat yang dapat dirasakan dari keberhasilan
masyarakat Kampung Adat Urug dalam melestarikan kebudayaan,
kebudayaan dan adat-istiadat yang diturunkan dari leluhurnya yaitu:
a. Biaya pembuatan/perbaikan rumah lebih murah.
b. Menumbuhkan pola hidup sederhana.
57
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00
60
c. Kerusakan lingkungan dapat ditekan/dikendalikan.
d. Lestarinya sumber-sumber mata air, meskipun musim kemarau
airnya tetap tersedia.
e. Tumbuhnya sikap kebersamaan dan gotong royong.
f. Memiliki potensi hiburan tradisional khas Kampung Adat Urug.
g. Kebutuhan Pangan yang selalu terpenuhi.”58
5. Dinamika Kearifan Lokal
Konsep ajaran Ngaji Diri, budaya Pamali yang didalamnya ada peraturan
pertanian, pengelolaan bahan pangan dan pandangan terhadap ketahanan
pandangan kebudayaan gotong-royong di Kampung Adat Urug tidak
mengalami perubahan dan peluruhan kearifan lokal. Hal ini dikarenakan
masyarakat masih memegang teguh amanah yang disampaikan oleh leluhur.
Pergeseran memang terlihat dari adanya dua pengilingan padi di Kampung
Adat Urug, namun hal ini tidak menjadi alasan dikatakanya perubahan
kearifan lokal. segenap kearifan lokal, adat istiadat dan kebudayaan tetap
dipertahankan dan tetap efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat,
salah satunya ialah pemenuhan pangan.
Adanya pergeseran perilaku masyarakat dalam pengelolaan bahan,
pertanian, dan cara pandang tentang ketahanan pangan muncul akibat oleh
faktor masuknya budaya luar, perpindahan atau masuknya penduduk lain ke
Kampung Adat Urug dan Kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) dan mulai terbukanya masyarakat terhadap dunia luar.
Adanya pergeseran perilaku masyarakat merupakan salah satu ancaman
terhadap kelestarian kearifan lokal dalam pemenuhan pangan di Kampung
Adat Urug, selain itu pengunaan pupuk plestisida dalam pertanian yang
akan membawa dampak pada hancurnya kelestarian lingkungan dan
ruksaknya tanah.”59
58
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00 59
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00
61
Perubahan dalam kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug sudah
mulai terlihat seperti mulai adanya pabrik penggilingan padi, mulai adanya
penggunaan genteng untuk atap rumah walaupan masih minim dan adanya
perubahan perilaku masyarakat seperti penerimaan teknologi seperti alat
komunikasi telepon gengam, parabola, “perubahan dalam pertanian mulai
terlihat dari adanya kelompok warga yang menama padinya setahun dua kali
dengan bibit padi yang ada sekarang.”60
E. Analis dan Pembahasan
Berdasarkan analisa data hasil penelitian, dengan langkah menghimpun
data, mentabulasikan kemudian menginterpretasikan, mengenai Kearifan lokal
Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan yang mengambil lokasi penelitian
di Kampung Adat Urug, maka penelitian ini dapat dianalisis sebagai berikut:
1. Komunitas Kampung Adat Urug berada di Desa Urug Kecamatan
Sukajaya Kabupaten Bogor adalah situs cagar budaya yang mempunyai
hubungan dengan sejarah Kerajaan Padjajaran dan yang di resmikan
sebagai cagar budaya oleh pada 2010 oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan.
2. Penghasilan komunitas Kampung Adat Urug adalah mengabdi pada adat-
istiadat, dimana Prabu Siliwangi memberikan warisan tentang pertanian
sebagai jalan penghidupan maka sebagian besar mata pencaharian
komunitas Kampung Adat Urug adalah petani. Pekerjaan tersebut
memberikan peranan terhadap ketahanan pangan, hasil setiap penanaman
padi yang satu tahun sekali mampu mencukupi kebutuhan pangan selama
dua tahun.
3. Komunitas Kampung Adat Urug mempunyai kearifan lokal yaitu ajaran
konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya Gotong-royong.
60
Ade Eka Komara, wawancara. Rumah Pribadi Kiarapandak-bogor, 1 Desember 2013
Pukul 14:00
62
4. Komunitas Kampung Adat Urug memakai tiga sumber hukum untuk
bekal dalam kehidupan yaitu hukum kasepuhan, hukum agama/sareat dan
hukum negara.
5. Dalam pengelolaan pertanian, pengelolaan bahan pangan yaitu padi dan
upaya ketahanan pangan masyarakat Kampung Adat Urug masih
memakai dan melaksanakan tata-cara warisan masa lalu.
6. Perubahan kebudayaan mulai terjadi di Kampung Adat Urug seperti
mulai di terimanya gagasan Pariwisata dan di temukannya dua mesin
penggiling padi.
Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan berdasarkn hasil analisis melalui
data observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi bahwa
kearifan lokal dalam upaya ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
Ketahanan pangan di Kampung Adat Urug disebabkan masyarakat masih
melaksanakan ajaran konsep Ngaji Diri dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya ialah budaya Pamali dalam budaya pamali ada berbagai macam
peraturan, salah-satunya ialah yaitu aturan dalam pengelolaan bahan pangan,
pertanian pengelolaan hasil panen dan pandangan tentang ketahanan pangan,
selanjutnya ialah budaya gotong-royong. Berdasarkan wawancara mendalan
observasi partisipan dan dokumentasi kearifan lokal tersebutlah yang
memberikan dampak terhadap ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran konsep Ngaji Diri menjadi salah-
satu bagian yang memberikan peranaan dalam ketahanan pangan di Kampung
Adat Urug. Misalnya perilaku sikap hidup hemat dan mandiri yang terkandung
dalam ungkapan Ulah hareup teuing bisi tijongklok, ulah tukang teuing besi
tijengkang, ungkapan ini merupakan pemahaman akan sebuah perilaku bahwa
seseorang dalam berperilaku harus selalu dalam batasan yang normal,
contohnya pemakaian padi sebagai bahan pangan. padi adalah sumber pangan
dan sumber energi, keterkaitan antara perilaku hidup hemat dan mandiri
dengan ketahanan pangan ialah dalam pemakaian padi, agar masyarakat
terhindar dari kerisis pangan dan juga permasalahan lainya terkait pangan,
63
maka masyarakat harus hidup sederhana dengan tidak membuang dan
menggunakan padi secara berlebihan, contohnya adalah pemakaian untuk
konsumsi, seperti dalam ungkapan makan hanya untuk menghilangkan lapar,
mempunyai pemahaman bahwa makan jangan berlebih-lebihan karena makan
hanya sekedar untuk menghilangkan lapar, selain dalam ajaran hidup hemat
dan mandiri, ajaran yang ada dalam konsep Ngaji Diri lainnya juga
memberikan peranan dalam ketahanan pangan di Kampung Adat Urug
walaupun tidak berhubungan secara langsung dikarenakan ajaran konsep Ngaji
Diri adalah adalah pandangan hidup yang berkaitan dengan norma untuk
kehidupan sehari-hari.
Aturan dalam budaya Pamali memgenai aturan dalam penaganan bahan
pangan di Kampung Adat Urug, seperti larangan memakai mesin dalam
menjadikan padi menjadi beras, penanaman padi setahun sekali, larangan
menjual padi dan beras, dan masa tanam yang serempak adalah atuaran yang
memberikan peranan terhadap ketahanan pangan di kampung. Di antaranya
dalam aturan penanaman padi bersama, perilaku tersebut mempunyai
perananan dalam melindungi padi dari hama, dikarenakan jika padi ditanam
tidak bersama maka hama akan silih berganti datang menghampiri tanaman
padi, berbeda jika padi ditanam bersama maka akan menghindarkan padi dari
hama misalnya hama burung.
Selanjutnya ialah pelarangan menjual padi dan beras aturan ini sebenarnya
aturan yang dianggap tidak relevan pada waktu sekarang untuk sebagain orang
tapi jika dilihat dari alasan adanya aturan tersebut menjadikan aturan tersebut
adalah sebuah langkah yang baik untuk ketahanan pangan dan juga keadilan
dalam satuan keluarga maksudnya ialah agar padi dipakai untuk yang
semestinya yaitu buat kebutuhan pangan.
Selanjutnya ialah aturan penanaman padi setahun sekali atuaran ini
mempunyai tujuan dan tujuannya adalah melindungi padi dari kekurangan air,
maka dari itu masa tanam padi di Kampung Adat Urug diwajibkan setahun
64
sekali yaitu terjadi pada musim hujan dan selanjutnya ialah aturan larangan
memakai mesin dalam menjadikan padi menjadi beras.
Jika dilihat dari ilmu kesehatan padi yang di tumbuk pakai lesung bagus
untuk kesehatan, makan nasi beras tumbuk seperti yang dirasakan peneliti rasa
keyang cepat datang dikarenakan dalam nasi tumbuk kadar karbohidratnya
masih tinggi sehinga menghemat pengunaan padi, dan beras tumbuk jauh lebih
sehat karena bersih dari campuran bahan kimia seperi beras yang memakai
mesin.
Budaya gotong-royong meruapakan kebudayaan asli Indonesia dan
memberikan peranan terhadap ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
Contoh perilaku gotong-royong yang dikerjakan bersama-sama ialah
penanaman padi, perbaikan irigasi, dan panen padi bersama. jika cermati secara
seksama, perilaku tersabut tidak hanya mengandung nilai kerbergantungan
dengan sesamanya, kebersamaan, musawarah, tetapi juga kerjasama. Nilai-nilai
tersebut sangat mendukung kehidupan bersama dalam suatu masyarakat, oleh
karena itu gotong-royong perlu dilestarikan. Mengingat kandungan nilainya
sangat berarti dalam kehidupan bersama, maka pelaksanaan gotong-royong
dalam mewujudkan kepentingan bersama tersebut, secara tidak langsung,
merupakan wahana dalam pendidikan budaya (penanaman nilai-nilai), dan
mempunyai peranan dengan ketahanan pangan, adanya sikap saling pengertian
dan memahami akan pentingnya perilaku kerjasama dalam rangka melindungi
sumber ketahanaan pangan seperti penanaman padi bersama agar terhindar dari
hama dan juga gagal panen dan perbaikan irigasi agar air selalu mengalir ke
persawahan memberikan peranan ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
Yang dimaksud ketahanan pangan di Kampung Adat Urug bukan hanya
banyaknya padi, tapi yang dimaksud ketahanan pangan adalah
mempertahankan budaya agar jangan samapai di tinggalkan salah satu ialah
kebudayaan, adat-istiadat dan kearifan lokal terkait dengan pengelolaan
pertanian, bahan pangan (padi) dan perilaku ketahanan pangan.
65
ketahanan pangan tidak hanya sekedar program untuk mengatasi kelaparan
atau kekuranga pangan, lebih dari itu ketahanan pangan bagi pembangunan
manusia yang merupakan tujuan akhir dari pembangunan nasional dan untuk
itu harus ada solusi atau cara agar ketahanan pangan bisa selalu terjaga seperti
yang di cita-citakan Prabu Siliwangi yang menyuruh para inohong untuk
mencari lahan subur agar dapat di tanami padi untuk memunuhi kebutuhan
negara, dan kearifan lokal, kebudayaan dan adat-istiadat yang ada dalam ajaran
konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan gotong-royong memberikan manpaat
bagi ketahanan pangan di Kampung Adat Urug dan juga memberikan implikasi
terhadap bidang sosial, budaya dan ekonomi.
Dalam buku kebudayaan sosialis karya Soedjatmiko yang menyatakan
bahwa kebudayaan adalah asas dalam mengambil kebijakan seperti dalam
bidang ekonomi, sastra, dan teknologi. Di contohkan tindakan-tindakan
ekonomi yang tidak disertai semangat kebudayaan seperti keputusan ekonomi
kita yang tidak menyertakan kebudayaan melainkan selalu atas dasar keputusan
politik padahal diketahui bahwa keputusan politik selalu berwatak totaliter
yang selalu berwatak totaliter yang mengharamkan etika dan budaya.”61
Dihubungkan dalam upaya ketahanan pangan bahwa dalam memenuhi
kebutuhan pangan harus disesuaikan dengan semangat kebudayaan daerah
masing-masing karena jika tidak menyesuaikan dengan semangat kebudayaan
hanya akan menghilangkan perilaku yang selama ini menjadi adat istiadat,
kearifan lokal, yang selama ini menjadi tata-cara memenuhi kebutuhan akan
pangan.
Di Kampung Adat Urug dalam upaya ketahanan `pangan masyarakat masih
tetap memegang tradisi, kearifan lokal adat istiadat telah menjadi amanat yang
harus dijalankan dan masih tetap dipakai dan masih relevan dan berguna bagi
kehidupan sekarang.
61
Soedjatmiko, Kebudayaan Sosialia, (Jakarta:Melibas 2001),h.22)
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kampung Adat Urug adalah salah satu kampung adat yang diakui
keberadaannya yang terletak di Desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten
Bogor Provinsi Jawa Barat. Latar belakang keberadaanya kampung adat ini
adalah dari di utusnya para inohong ( ahli pertanian ) untuk mencari tempat
pengolahan pertanian padi untuk memenuhi kebutuhan negara.
Kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug adalah ajaran konsp Ngaji
Diri, budaya Pamali, dan budaya gotong-royong yang di pakai secara turun
menurun. Kearifan lokal ini merupakan suatu keyakinan masyarakat Kampung
Adat Urug mengenai kepercayaan spiritual terhadap leluhur mereka dan
menjadi norma yang mengatur perilaku masyarakat.
Konsep ajaran Ngaji Diri adalah pandangan hidup, budaya Pamali adalah
seperangkat aturan dalam berperilaku diantaranya aturan pemenuhan akan
pangan, budaya gotong-royong adalah budaya komunal yang menjadi sarana
memperkuat persaudaraan terdapat empat hal dalam konsep Ngaji Diri yaitu
larangan mengambil yang bukan haknya, murah bacot murah congcot, hidup
sederhana dan mandiri dan pengendalian alat tubuh, selanjutnya ialah budaya
Pamali terdapat peraturan terkait pertanian yaitu, pelarangan pemakaian mesin
giling padi, pelarangan penanaman padi tidak bareng, pelarangan menjual
beras dan gabah, dan penanaman padi yang satu tahun sekali. Selanjutnya ialah
budaya gotong-royong yang mempunyai anjuran untuk hidup saling
berdampingan dan membantu. Kearifan lokal tersebut menjadi norma adat
yang mengikat masyarakat karena bersumber dari peraturan para leluhur,
kearifam lokal tersebutlah yang mempunyai peranan terhdap ketahanan
pangan.
Jadi konsep ajaran Ngaji Diri, budaya Pamali dan budaya gotong royong
yang mempunyai peranan dalam ketahanan pangan di Kampung Adat Urug.
67
B. Saran
1. Konsep ajaran Ngaji-Diri budaya Pamali dan budaya gotong royong perlu
dilestariakn dan dipelihara dalam masyarakat Kampung Adat Urug dan juga
masyarakat umum mengigat pentingnya bagi ketahanan panga, dan
persaudaran.
2. Masyarakat Kampung Adat Urug harus waspada dengan gejala masuknya
budaya luar yang mempengaruhi dan juga menghilangkan kearifan lokal
yang selama ini di pakai dalam upaya ketahanan pangan.
3. Bagi pembelajaran Antropologi, sebagai bahan pengayaan terutama
mengenai kearifal lokal yang dihubungkan dengan ketahana pangan.
4. Di perolehnya status sebagai cagar budaya dalam kategori kampung adat
dari dinas Pariwisata dan Kebudayaan, ada kecenderungan Kampung Adat
Urug seperti dijadikan daerah tujuan wisata budaya dan alam. Oleh karena
itu, masyarakat dengan dibantu oleh Pemerintah Pusat dan Daerah lebih
selektif dalam menerima tamu atau pihak-pihak yang ingin mengunjungi
Kampung Adat Urug.
68
DAFTAR PUSTAKA
A Mappadjantji Amien: Kemandirian Lokal konsepsi pembangunan, organisasi,
dan pendidikan dalam prespektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2005.
Ajip Rosidi : kearifan lokal dalam perspektif budaya sunda. Bandung: kiblat
utama, 2011.
Anthoni Giddent: Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikiranya. Yogyakarta:
Kreasi Wacana,2004.
Ade Makmur, et.al: kearipan lokal di tengah modernisasi. Jakarta: Kementrian
kebudayaan dan Parawisata Republik Indonesia, 2011.
Ade Saptomo: HUKUM DAN KEARIPAN LOKAL Revatalisasi Hukum Adat
Nusantara. Jakarta: Grasindo , 2005.
Deddy Mulyana: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004.
Gatot Winoto, et. Al: Kearifan Tradisional masyarakat pedesaan dalam upaya
pemeliharaan lingkungan hidup di daerah riau. Kepulauan Riau: Departemen
Pendidikan dan kebudayaan, 1992.
Gatoet S. Hartono dkk: Libealisasi Perdagangan:Sisi Teori, Dampak Empiris dan
Prespektif Ketahanan Pangan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian, 2004.
Ikhtisar budaya : Bandar Sri Begawan: Dewan bahasa dan kebudayan kementian
kebudayaan, 1976
Jamal Ma’ mur Asmani: pendidikan Berbasis Keunggulan lokal. Jakarta: DIVA
Press, 2012.
Joseph E. Stiglitz, Dekade era’90-an dan awal mula petaka ekonomi dunia
keserakahan. Indonesia: PT Cipta Lintas Wacana, 2006.
Koentjararaningrat: Pengantar ilmu antropologi. Jakarta: Rineka cipta, 2009.
------- kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarata: PT Gramedia, 1947.
Lexy J. Moeloeng: Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007
Mahsun: Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
69
M. Nazir: Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985.
Monograpi Kampung Adat Urug (Bogor: Kantor Desa Urug Kecamatan Sukajaya,
2013
Nurul Zuriah: Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2006.
Nuhfil Hanani Akhir, Pengertian Ketahanan pangan (tt.p. tp)
Noeng Muhadjir: Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin,
1996.
Soerjono Soekanto: Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005.
Suharso, et.al.: Kearifan Tradisional dalam upaya pemeliharaan lingkungan
hidup di jawa tengah. jawa Tengah: Departemen Pendidikan dan kebudayaan,
1991.
Suharsimi Arikunto: Prosedur Penelitian Untuk Pendekatan Praktek, Jakarta:
Bumi Aksara, 2002.
Soedjatmiko: Kebudayaan Sosialis Jakarta: Melibas, 2001.
Suwardi Endaswara, Metode Teori, Teknik Penelitian kebudayaan Idiologi,
Epistimolgi dan Aplikasi, Yongyakarta:Pusaka Widayatama 2006
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed., kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.
Tim Penyusun. Pedoman Skripsi 2013. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Joseph E. Stiglitz, Dekade era’90-an dan awal mula petaka ekonomi dunia
keserakahan, (Indonesia:PT Cipta Lintas Wacana, 2006), h. 5.
Wawancara:
Aspar, Asep. Wawancara, Bogor 7 September, 2013.
Ade Eka Komara, Wawancara, Bogor 14 November, 2013.
Ade Eka Komara, Wawancara, Bogor 1 Desember, 2013.
Adita. Wawancara, Bogor, 15 September 2013.
70
Wardu. Wawancara, Bogor, 9 september 2013.
Abah, Ukat. Wawancara, Bogor, 6, 9, 12, 8 September 2013.
Yayan, Wawancara. Bogor, 9 September 2013.
.
Agus. Wawancara. Bogor, 9 September 2013.
Enas. Wawncara. Bogor, 7 september 2013.
Suganda. Wawancara. Bogor, 9 September 2013.
Jurnal :
Tia Oktaviani, et.al. Kearifan Lokal dalam Pengelolan Sumber Daya Air
Kampung Kuta. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi
Manusia. 04, 2010.
Haidlor Ali ahmad, kearifan lokal sebagai landasan pembangunan bangsa,
Harmoni Jurnal Multicultural dan Multireligius. 9. 2010
Internet:
Dinas kebudayaan Dan pariwisata Kabupaten Bogor, Situs Kampung Adat Urug,.
www.disparbudjabarprov.go.id, 20 September 2013.
Pasopati Media Group Bondowoso, Kearifan Lokal dan Pembangunan Indonesia,
www.passopatifm.com, 24 September 2013.
Detik Finace, Negara-Negara Rawan Pangan, http. Finace Detik.com, 20
November 2013.
Haryanto, “Pengertian Perubahan Sosial,” http//belajarpsikologi.com 20
November 2013.
Bulog, Bulog Sebelum Menjadi Perum,. 10,
(tp://bulog.co.id/old_Website/sejarah.php). 10, 2013
MAKALAH
Budi Sucahyo, “Bulog dari masa kemasa”, Makalah Disampaikan pada Media
Komunikasi Petani, Tani Merdeka, Jakarta, 1 Desember 2013.
Budi Sucahyo, “ Memperkuat Peranan Bulog”, Makalah Disampaikan pada Media
Komunikasi Petani, Tani Merdeka, Jakarta, 1 Desember 2013.
71
Ginanjar Kartasasmita, “Ketahanan Pangan dan ketahanan Bangsa,” Makalah
disampakan pada Seminar Pengembangan Ketahanan Pangan Berbasis
Kearifan Lokal, , 26 November, Bandung : Universitas Pasundaan 2005.
Suhartini. “ Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Alam
dan Lingkunga,” Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan
dan Penerapan MIPA 16 Mei. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta, 2009.
72
Lampiran 1
DAFTAR WAWANCARA
(Wawancara Dengan Abah Ukat,Pimpinan Kampung Adat Urug)
1. Kapan Kampung Adat Urug di resmikan sebagai cagar budaya dari Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan?
Jawab:
Di resmikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada tahun 2010.
2. Ada berapa upacara adat dan bagaimana pelaksanaan?
Jawab:
Berikut adalah acara-acara adat dan pelaksananya:
a. muludan, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW (tanggal 12
Rabbi’ul Awal). Dalam acara ini ketua Adat bersama warga khusus
mengirim do’a untuk nabi Muhammad karena sudah berjasa
membawa agam islam. Biasanya dalam acara tersebut di hidangkan
makanan –makanan khas daerah dan olahan lauk pauk yang akan di
bagikan kepada warga setelah di doakan.
b. seren taun (Syukuran hasil panen), di laksanakan sebagai ungkapan
rasa syukur dari petani yang di pimpin oleh ketua Adat, rasa syukur
ini ditujukan kepada kepada yang pertama kali telah memberikan bibit
pokok dalam masalah pangan kepada manusia, yaitu yang maha kuasa
pertama, karena pada hakekatnya bumi tempat tumbuh berbagai
macam tanaman yang bermanfaat bagi manusia, maka ketika akan
mengambilnya harus meminta izin kepada yang punya. Kegiatan ini
dilakukan setelah setelah semua warga selesai panen, dalam proses
seren tahun di tandai dengan peyembelihan kerbau yang dagingnya di
masak dan dijadikan untuk selametan, selanjutnya warga dan ketua
adat melakukan ziarah ke leluhur ketua adat dan selanjutnya
masyarakat pun melakukan ziarah ke makam kerabatnya. Sepulang
ziarah menggadakan selametan lagi sebagai tanda telah menggadakan
73
ziarah kemakam leluhur setelah itu warga mempersiapkan hidangan
buat warga dan juga tamu yang sengaja datang dari luar baik tamu
dari instansi pemerintah, mahasiswa, dan juga pedagang. Selanjutnya
menggadakan selametan yang di pimpin oleh ketua adat, setelah
selesai selametan baru hiburan dimulai seperti jaipongan, golek dan
sebagainya, dan kesokan harinya warga menggadakan selametan
kembali dengan membawa panggang ayam dan nasi sebakul, ayam
yang di panggang di sembelihnya dekat rumah adat.
c. sedekah rowahan tanggal 12 bulan Rowah (Bulan sya’ ban),
dilaksanakan pada bulan (sya’ban), pagi hari masyarakat membawa
ayam satu ekor per-keluarga, dan disembelih dihalaman rumah adat,
setelah selesai dimasak, dibawah lagi ke rumah adat, selametanya di
lakukan bada dhuhur, acara ini dan doa yang dikirim sebagai wujud
bakti kepada nabi adam alaihi salam karena menjadi induk semua
umat manusia.
d. sedekah bumi, lewat beberapa bulan setelah selesai bulan Rowah
(syaban), puasa (Ramadhan), syawal. Acara ini diadakan sebelum
menanam padi. Semua warga makan bersama di halaman rumah adat,
sebelum makan bareng warga memanjat Doa agar ketika selama
menanam padi selamat dari hama dan tanpa kendala, pada tahun ini
sedekah bumi ini berlangsung pada tanggal 1-3 oktober .
e. seren pataunan. Adalah sebuah acara adat pentup tahun. acara ini
bertujuan agar bisa di selamatkan tahun yang sudah di jalani, ritual
adat hampir sama dengan seren tahun, untuk tahun sekarang acara
adat ini di lakukan pada tanggal 13-14 November 2013.
3. Bagaimana sejarah Dwi Sri?
Jawab:
Menurut keterangan Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) yang di
sebut Nyai Sri, berarti perempuan. Jensinya merah, putih, hitam, hijau dan
kuning gelarnya di pajajaran-bogor oleh Prabu Siliwangi kiriman dari Sorga
Maniloka dari Kahyangan Jagad Suralaya dari Para Dewa. Wujud awalnya
74
berupa telur yang di jaga oleh Dewa Anta selama 40 hari sampai menetasnya.
Awalnya selama 39 hari tidak menetas, dewa Anta memanggil Prabu
Siliwangi, oleh Prabu Siliwangi dicipta menjadi seorang manusia, perempuan
di kenal dengan Dewi Sri, umur sekian tahun tanpa dikubur digeletakan begitu
saja. Dari kedua mata Dewi Sri tanaman berupa padi, tiga ikat dan dua ikat,
jadi ada lima jenis, akhirnya yang hijau dan yang kuning menyatu ke dalam
Raga Prabu Siliwangi. Jenis yang merah, putih dan hitam gelar ke dunia
menjadi padi seperti yang kita kenal sekarang. Kelima jenis padi tersebut
tadinya di turunkan di Pajajaran Bogor, berhubung Prabu Siliwangi
menghilang dan menuju Kampung Adat Urug, dan dibawa oleh Prabu
Siliwangi termasuk bibit yang lima itu. Sareatnya yang ditanam hanya tiga,
yang merah, putih dan hitam, hakekatnya bibit yang lima tadi disimpan di
suhunan (atap) rumah adat Urug lebak yang berjumlah lima, satu atap satu
warna. Tiga yang digelar tadi, hakekatnya Gedong Gede (Rumah Adat Urug
Lebak), Gedong luhur atau paniisan (tempat berteduh), berupa bangunan
panggung tinggi tapi tidak terlalu besar dan Gedong Leutik bangunan sangat
kecil
4. Kenapa kegiatan di Kampung Adat ini pertanian?
Jawab:
Menurut Abah Ukat (Ketua Kampung Adat Urug) kegiatan yang
dilaksanakan di sini ada beberapa kegiatan salah satunya dalam pertanian
sebagai jalan kehidupan masyarakat di sini khusunya menanam padi
wajibnya setahun sekali, warga menanam padi itu satu tahun sekali, bahan
pokok pagi dan sore. Prabu siliwangi sebagai leluhur kami menguatkan
kegiatanya pada pertanian, senjatanya juga kujang, itu alat pertanian.
Maka kegiatan yang digarap oleh masyarakat tidak lewat dari pertanian,
sebab tani itu tidak bisa berbohong, yang dilaksanakan dalam urusan padi
yang sangat dimulyakan sebagai tanda penghormatan karena sebenarnya
apa padi itu? Secara sareat, kita tidak akan punya tenaga jika tidak ada
padi, di antarnya acara sukuran sebanyak lima kali sebagai ketuanya
adalah abah.
75
5. Kearifan Lokal di Kampung Adat Urug?
Jawab:
Konsep Ngaji Diri, Budaya Pamali, dan Gotong-royong
6. Sejak Kapan Abah jadi Ketua dan bagaimana prosesnya?
Jawab:
Abah Ukat adalah ketua adat Kampung Adat Urug Lebak dan
juga menjadi pusat pimpinan Kampung Adat Urug juga meupakan salah
satu induk dari kampung adat yang ada di Jawa Barat. Abah ukat
menjadi Ketua Adat di Urug lebak pada tahun 2004 M atau 1425 H
tanggal 1 Mulud, “beliau adalah generasi ke-11. Sebelumnya ketua
Adat dijabat oleh paman Abah Ukat, sebelumnya pamannya, ayahnya
dan sebelumnya ayahnya, kakeknya, tapi seperti kata Abah Ukat, nama-
nama dari ketus adat sebelumnya tidak ditulis. Sebelum menjabat
sebagai ketua adat, “abah ukat adalah seseorang pedagang ikan air laut
dalam sekala besar di pasar Leuwiliang, namun karena ketua Adat
sebelumnya (pamannya) meninggal dan menurut wangsit, Abah
Ukatlah yang harus menjadi ketua Adat berikutnya, maka beliaupun
meninggalkan propesinya.
Setelah menduduki jabatan ketua Adat, Abah Ukat jarang bahkan
tidak pernah kemana-mana, 24 jam ada di rumah. Beliau bukan tidak
mau menyaksikan kegiatan di mana-mana tapi harus melayani
masyarakat dan juga sering banyak tamu yang datang. Seperti yang
disaksikan peneliti hampir tiap hari abah diam di rumah dan melayani
masyarakat dan juga banyak menerima tamu dari luar yang berkunjung
dengan tujuan masing-masing misalnya meminta nasehat, doa dan
meminta keterangan untuk kepentingan penelitian seperti keterangan
yang peneliti terima dari Abah Ukat, menyatakan beberapa bulan ke
belakang ada peneliti dari negara yang abah tidak tahu asalnya namun
akhirnya abah tahu negaranya adalah negara Denmark Dalam menerima
tamu abah tidak melihat latar belakang agama dan suku dan budaya
karena mereka adalah saudara yang harus dihormati.
76
7. Penjelasan mengenai larangan yang ada dalam budaya pamali:
Jawab:
Larangan untuk mengambil yang bukan haknya ini tergambar dalam
ungkapan, Mipit Kudu Amit, Ngala Kudu Menta artinya mengambil atau memetik
itu harus meminta izin kepada yang mempunyainya, dengan kata lain jangan
mencuri. Para Ketu Adat di Kampung Adat Urug dan warga umumnya juga
mengatakan hal yang sama, bahkan ada istilah, “jika kita melewati kebun
seseorang, tangan itu harus dikepalkan Artinya jangan memetik buah-buahan di
kebun orang, jika kita mau, ya harus meminta izin kepada si pemilik kebun. Di
lingkungan Kampung Adat atau kasepuhan hal semacam inilah yang disebut
pamali.
Pada masyarakat Kampung Adat Urug, ungkapan Mipit kudu amit ngala
kudu menta tidak hanya berarti secara Harfiah saja, yaitu larangan jangan
mencuri, dibalik arti itu terdapat makna yang dalam mengenai rasa sukur mereka
terhadap yang maha kuasa. Pada hakekatnya bumi beserta isinya ini adalah milik
Tuhan yang dianugrahkan kepada segenap mahluknya, tanaman padi yang
menjadi bahan pokok mereka dan tanaman lainya, tumbuh di atas bumi-nya atas
izin-nya pula, maka ketika akan mengambil atau memanen hasil dari tanaman itu,
harus memohon izin dulu kepada pemilik bumi dan harus disukuri segala yang
telah diberikan oleh pemilik bumi.
Ungkapan rasa sukur ini mereka wujudkan dalam acara adat Seren Taun,
sukuran hasil panen, dalam acara ini adat ini diadakan selametan dan doa,
berterimakasih kepada sang pencipta atas hasil panen tahun ini dan semoga panen
pada tahun-tahun berikutnya juga bagus.
Murah Bacot artinya senang menyapa orang lain dengan ramah dan sopan
santun, sedangkan murah congcot, baik hati suka memberi atau berbagi makanan,
murah bacot murah congcot secara harfiah adalah sikap ramah tamah yang harus
ditunjukan seorang pribumi kepada tamu. Murah congcot berarti si pribumi harus
menjamu tamu dengan hidangan sekedarnya, jika hidangan disuguhkan maka
77
harus murah bacot, si pribumi harus menawari tamu untuk mencicipinya, karena
jika tidak di tawari, kemungkinan tamunya akan sungkan padahal sebenarya mau.
Anjuran ini sepertinya lahir karena Kampung Adat Urug sering dikunjungi tamu
baik pada hari-hari biasa maupun pada upacara adat, dan untuk bahan pangan
sebagai hidangan sang tamu, warga Kampung Adat Urug selalu tersedia, karena
mereka belum pernah kekurangan bahan pokok makanan terutama beras, ternyata
murah bacot murah congcot tidak hanya sikap ramah tamah kepada kamu, murah
dalam perkataan tidak hanya dikhususkan kepada tamu, tapi umum untuk semua
orang, maksudnya kita harus menyapa orang lain terlebih dahulu, bertutur kata
dengan baik dan sopan, perrmisi jika melewati orang lain di jalan karena dengan
begitu kita pasti akur dan akrab dengan orang lain, begitupun dengan sebaliknya
jika kita adigung (sombong), tidak akan yang mau akrab dengan kita.
Hidup sederhana mempunyai pengertian jangan berlebihan dalam segala
sesuatu. Misalnya makan hanya sekedar penghilang lapar, minum sekedar
menghilangkan haus dan tidur hanya untuk menghilangkan kantuk, jangan
berlebihan, dan jangan pula kekurangan asal berkecukupan.
Makan hanya penghilang lapar tujuanaya untuk menghindari sifat rakus,
kareana manusia sudah nemilki sifat rakus, tamak dan serakah. Kemudian tidur
hanya penghilang kantuk, manusia itu hidup punya kewajiban baik masalah
maupun akhirat, jangan siang dan malam tidur, siang untuk bekerja mencari
nafkah untuk keluaraga, malam untuk istirahat, segala sesuatu juga harus pada
waktu dan tempatnya. Juga bisa menimbulkan penyakit jika tidur dan makan
berlebihan, dalam masyarakat kasepuhan hidup berkucukupan ini, tidak
berlebihan dan tidak kekurangan disebut Sri (ditengah-tengah).
Hidup mandiri seperti itulah yang penulis saksikan pada kehidupan
masyarakat Kampung Adat Urug. Mereka memilki sawah yang luas (50.000 m2)
bahkan sampai masuk ke Desa lain, tapi hasil panen itu sama sekali tidak dijual,
panen satu tahun sekali cukup untuk persedian, minimal dua tahun.
Air melimpah, tidak kekeringan pada musim kemarau, karena mereka
mereka merawat alam, menjaga hutan larangan, yang dijadikan kayu bakar hanya
78
batang pohon yang sudah kering atau mati, lauk pauk mereka sediakan sendiri,
seperti ayam, itik, kecuali ikan asin mereka membeli begitu juga dengan pakaian.
Salah satu jalur Pamali di Kampung Adat Urug yaitu mengendalikan alat
tubuh. Alat tubuh atau indera kita jangan sampai di salahgunakan untuk hal-hal
yang tidak baik. Indra kitapun sudah tau haknya masing-masing sekarang
misalnya hidung hanya untuk bisa mencium, sukanya wewangian, telinga hanya
bisa mendengar, mata hanya bisa melihat, makan sariatnya hanya dilakukan oleh
mulut, lidah yang merasakan, tapi mata, telinga dan hidung tidak pernah protes
ingin merasakan makanan yang di makan mulut, karena mereka sadar akan
haknya masing-masing
Begitupun manusia harus konsisten dengan tugasnya masing-masing. Jadi
Pamali itu banyak jalurnya bila kita melanggar pasti badan merasakan akibatnya
ada pribahasa nafsu kasasarnya lampah badan anu katempuhan (bila kita terbawa
nafsu, maka badan yang menanggung akibatanya). Bicara jangan sembarangan,
melangkah jangan salah. Kata orang tua jaman dulu, lebok mah ulah ditincak
(jangan berlubang jangan dilewati), nanti celaka.
Seperti yang sudah dijelaskan di awal. Semua alat tubuh manusia itu
hakekatnya pemberian Sang Pencipta, maka harus dimanfaatkan untuk hal-hal
yang baik saja karena akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, terutama yang
harus di pelihara itu lisan.
8. Apa makna dan juga bentuk dalam bangunan gedong gede?
Jawab:
Ciri dan bentuk bangunan ini mempunyai makna, “atap bangunan
berjumlah tujuh, menandakan jumlah hari dalam satu minggu yang terus berputar
dalam kehidupan, panjangnya 30 meter menandakan hitungan hari dalam satu
bulan, sedangkan lebar 12 meter adalah jumlah bulan dalam satu tahun.
Sementara warna dinding yaitu warna kuning dan hijau seperti warna
dalam lampu lalu-lintas warna kuning muncul sebagai pertanda hati-hati sama
halnya dengan warna kuning pada Gedong Gede, setelah warna kuning apakah
akan hijau atau merah, jika warna hijau maju terus artinya masih berlangsung jika
79
merah berhenti. Jadi warna hijau pada “Gedong Gede menandakan
keberlangsungan Kampung Adat Urug.
80
Lampiran 2
DAFTAR WAWANCARA
(Wawancara dengan Bapak Ade Eka Komara Tokoh Kasepuhan Adat Urug)
1. Bagaimana Sejarah Kampung Adat Urug?
Jawab:
Menurut keterangan yang diperoleh dari Bapak Ade Eka Komara,
keberadaan kasepuhan Kampung Adat Urug berawal dari di utusnya Para
Inohong (tokoh) di Pajajaran(1482-1579 M) yang ahli dalam bidang
pertanian oleh untuk mencaru daerah yang subur sebagai lahan pertanian.
Para tokoh ini berangkar dari pusat, di kota Bogor sekarang, singgah di
Kampung Panyaungan, di sinilah mereka mendirikan tempat untuk
membuat perkakas pertanian yang di sebut Gosali atau tempat pandai besi.
Dari panyaungan terus ke Parung Sapi kemudian menulusri sungai
Cidurian dan sampai di Kampung Adat Urug, pada saat itu kampung Adat
Urug masih hutan, ditemukanlah lahan yang cocok oleh mereka dan di
kampung inilah mereka mengajarkan ilmu-ilmu pertanian, maka
sebenarnya Kampung Adat Urug ini awalnya disebut kampung
Guru.untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan maka para inohong
atau tokoh tadi disembunyikan di muara sungai di Ciapus Leutik, dan
kampung Guru dibalik namanya menjadi Kampung Urug dengan tujuan
agar tidak diketahui,di Kampung Adat Urug inilah dikembangkan ilmu-
ilmu pertanian oleh para tokoh tadi tadi sampai mereka memiliki
keturunan yang sekarang menjadi para ketua Adat. Kemudian ada juga
keturunanya di yang di Cipatat Kolot, Kecamatan Sukajaya Kemudian ada
yang di Lewi Catang desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung dan cipta-
gelar cisolok sukabumi.
2. Kenapa ada peraturan beras atau padi tidak di jual?
Jawab:
81
Larangan menjual beras dan padi di Kampung Adat Urug berlaku dalam
kehidupan masyarakat Kampung Adat Urug, tetapi warga di perbolehkan
untuk membeli beras dari luar. alasan beras tidak di perbolehkan untuk di
jual menurut keterangan Bapak Ade Eka Komara, “ketika beras di masak
oleh satu keluarga maka beras yang menjadi nasi tersebut akan bisa di
makan oleh semua anggota keluarga dan sebaliknya jika beras tersebut di
jual maka uangnya akan di nikmati oleh segelintir orang, misalnya jika
seorang menjual beras dan uangnya di belikan rokok, maka rokok tersebut
hanya akan di nikmati segelintir orang saja.
3. Kenapa ada peraturan padi tidak boleh di giling pakai mesin?
Jawab:
peraturan tersebut ada di sebabakan pada waktu itu tidak ada mesin
sehinga yang dipakai waktu itu hanya alat Lesung, Lulumpang sebagai alat
penumbuk padi maka peraturan tersebut terus berlaku walaupun sekarang
mesin pembuat padi menjadi beras sudah ada tapi kebiasaan yang sudah
menjadi peraturan tersebut masih tetap berlaku.
4. Kenapa ada peraturan masa tanam satu kali dalam satu tahun?
Jawab:
peraturan ini lahir karena melihat dalam waktu satu tahun ada dua musim
cuaca yaitu musim hujan dan musim kemarau, maka dari itu pertanian padi
yang memang membutuhkan air maka masa tanam padi di perbolehkan
hanya satu kali dalam satu tahun yaitu pada musim hujan.
5. Kenapa ada peraturan penanaman padi serempak?
Jawab:
peraturan tersebut lahir karena melihat gejala ketika masa tanam tidak
serempak akan mendatangkan hama yang silih berganti datang menganggu
tanaman padi misalnya hama burung.
6. Apakah benara kalau misalnya meninggal peraturan tersebut akan
mendatangkan hukuman
Jawab:
82
Aturan tersebut adalah seperangkat aturan yang ditaati dan dipakai oleh
masyarakat Kampung Adat Urug dalam hubunganya dengan padi. Setiap
orang yang melangar peraturan tersebut akan mendatangkan bala atau
ganjaran, ganjaran tersebut ialah penyakit gatal, hama tanaman atau dalam
istilah warga setempat yaitu Bendoaan
7. Apakah ada hutan lindung di Kampung Adat Urug?
Jawab:
Ada letaknya di Urug Lebak luasnya sekitar 10.000 m2 hutan ini warga
tidak boleh menebang sembarangan kecuali mengambil ranting-ranting
yang sudah mati.
8. Kenapa rumah di sini di larang pakai genteng?
Jawab:
alasan masyarakat tidak memakai genteng untuk rumahnya ada dua alasan
yang menyebabkannya, pertama alasannya ialah karena masyarakat tidak
memakai genteng untuk rumahnya karena genteng terbuat dari tanah
mereka menyatakan bahwa sesuatu yang ditutupi oleh tanah adalah sesuatu
yang sudah meninggal, sedanga alasan kedua ialah supaya masyarakat
rajin menanam tanaman rumbiak, tanaman rumbiak adalah tanaman yang
bisa digunakan untu membuat atap, anyaman bilik, buat konsumsi,
penahan air, rajin bekerja dan suasana sejuk.
9. Bagaimana aturan dalam penggunaan beras atau padi dan Surbuk?
Jawab?
surubuk (pupuk) untuk penanaman padi adalah, pupuk yang dihasilkan
dari sampah rumah tangga seperi cangkang bekas dari buah-buahan
misalnya dari bekas buah rambutan dan buah-buahan lainya dan bekas
sisa-sisa makanan. Bekas makanan tersebut mereka bawa ke persawahan
untuk dibuang di persawahan supaya bisa jadi pupuk bagi padi yang akan
di tanam, dan jerami bekas dari panen itu tidak di boleh di bakar dan itu
sengaja dibiarkan dan akhirnya menjadi surubuk (pupuk)bagi padi yang
akan di tanam selanjutnya
83
Selanjutnya dalam pengunaan padi dan beras ada aturan yang dipakai
berikut adalah peraturanya. Dalam dalam menumbuk dan menjemur padi
tidak boleh pada hari senin dan jum’at, dan ketika akan mengambil beras
dari pandaringan (tempat menyimpan beras) harus rapih dalam berpakaian
dalam tata-cara mengambil beras tersebut jangan asal, pada saat mau
menyimpan padi ke lumbung padi ada peraturanya, tidak asal menumpuk
begitupun jika akan mengeluarkan padi dari lumbung, pada saat akan
menyimpan padi di lumbung ini disebut entep seureuh (entep sereh adalah
aturan dalam mengambil beras dan padi agar tidak sembarangan) dan padi
ketika di panen di potong menggunakan ketam atau ani-ani, selanjutnya
dalam menanam padi orang tua dulu sebelum menanm padi melihat resi
bintang terlebih dahulu, ketika bintang waluku sudah terlihat atau keluar
maka itu waktu untuk menanam padi, di Urug mengenai waktu penanaman
padi ini masih dipakai
10. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
Jawab:
ketahanan pangan dari kampung Adat Urug, ketahanan pangan adalah
menjaga, mengawasi didalam kehidupan dalam diri seseorang agar jangan
meninggalkan kebudayaan misalnya pertanian, pertanian adalah mengolah
tanah agar kita bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan pertanian
yang hanya mengejar keuntungan.
11. Keberhasilan dan implikasi apa yang dihasilkan dari kearifan local di
Kampung Adat Urug?
Jawab :
Keberhasilan Kampung Adat Urug dalam Melestarikan konsep Ngaji Diri
budaya pamali dan budaya gotong-royong yaitu:
a. Melestarikan rumah adat Urug.
b. Melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat).
c. Melestarikan kesenian setempat seperti jaipongan, angklung
tagonik, dan degung.
84
d. Melestarikan upacara adat setempat yaitu Seren Tahun, Sedekah
Bumi, Seren Patahun dan lainya.
e. Melestarikan tata-cara pertanian tradisional yaitu: pemakaian bibit
padi masih memakai bibit warisan leluhur, pemakaian pupuk
tradisonal, penanaman padi setahun sekali dan masa tanam
serempak.
f. Melestarikan tata-cara pengelolaan padi yaitu: menyimpan padi di
leuit (tempat penyimpanan beras), penggunaan lesung untuk
menumbuk padi, dan aturan dalam aturan pengelolaan padi yang
terdapat dalam aturan entep sereh (aturan dalam mengambil beras
dan padi agar tidak sembarangan).
Kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyakat Kampung
Adat Urug memberikan hasil dampak untuk kehidupan mereka.
Keberhasilan tersebut telah membawa masyarakat Kampung Adat Urug di
kenal di dunia internasional dengan adanya peneliti luar yang datang ke
Kampung Adat Urug untuk melakukan penelitian, terbukti dengan 18
negara telah melakukan penelitian ke Kampung Adat Urug, dan juga
menjadi Gebyar budaya setiap tahunya. Manpaat yang dapat dirasakan dari
keberhasilan masyarakat Kampung Adat Urug dalam melestarikan
kebudayaan, kebudayaan dan adat-istiadat yang diturunkan dari leluhurnya
yaitu:
a. Biaya pembuatan/perbaikan rumah lebih murah.
b. Menumbuhkan pola hidup sederhana.
c. Kerusakan lingkungan dapat ditekan/dikendalikan.
d. Lestarinya sumber-sumber mata air, meskipun musim kemarau
airnya tetap tersedia.
e. Tumbuhnya sikap kebersamaan dan gotong royong.
f. Memiliki potensi hiburan tradisional khas Kampung Adat Urug.
g. Kebutuhan Pangan yang selalu terpenuhi.
12. Bapak lahir tahun berapa ?
85
Jawab:
Lahir di Bogor 24 Februari 1970
13. Bagaimana riwayat pendidikan anda?
Jawab:
SDN 01 Kiarapandak SMP 01 CIBUNGBULANG SMA 01 Negeri
leuwiliang.
14. Bagaimana riwayat pekerjaan anda?
Jawab:
Pekerjaan bapak sebenarnya wirasawasta dalam perjalanya saya aktif
dalam pemerintahan desa maupun social jabatan yang pernah saya
jalankan yaitu ketua BPD (Badan Permusyawaraktan Desa 2000-2006)
sekdes (sekertaris Desa 2007-2012) dan pernah menjadi pengurus
muhammadiyah.
86
Lampiran 3
DAFTAR WAWANCARA
(Wawacara dengan Pengurus Kasepuhan Urug, BapakYayan)
1. Bagaimana sejarah Kampung Adat Urug?
Jawab:
menurut keterangan dari Bapak Yayan Menyatakan Asal Muasal
Kampung Adat Urug di mulai dari di utusanya para inohong atau tokoh
dari wetan (sumedang) lalu singgah di panjaungan di sini mererka
kemudian membuat perkakas pertanian yang disebut Gasali atau tempat
pandai besi, dari panyaungan terus singgah ke cilame ciasahan kemudian
ke parung sapi ka urug ciapus ngolah tanah di situlah membuat batas yang
sekarang terkenal dengan nama Batu Tapak yang merupakan situs yang
ada hingga sekarang letakanya sebelum Kampung Adat Urug. Dan juga
merupakan proses pengislaman oleh Sunan Gunung Djati di tanah sunda.
2. Apa yang di maksud dengan kebudayaan sunda?
Jawab:
Kebudayaan sunda ada yang di Parahiyangan, Pakuan Padjajaran, galuh
pakuana semuanya
3. Apa makna budaya?
Jawab:
Yusunkeun dimana-mana singkatan-singkatan akar permasalahan baik di
negara lingkungan dina agama, contohna (depe-depe handap ashor ulah
adigung ulah jumeneng) ngajaga ngariksa dina hiji kahirupan urang, silih
asuh silih asih silih asah, silih sengitaan, silih elingan, silih bejaan, ilmu
pangempuh kadageulan.
4. Apa yang di maksud dengan ketahanan pangan?
Jawab :
Ketahanan pangan adalah Cuma istilah pemerintah tapi yang di maksud
dengan ketahanan pangan adalah pertahankan budaya jangan sampai di
87
tinggalkan, pertanian itu identik dengan ngolah sawah , ngisi kabutuhan
urang sapoe-poe. Tani tinggal daki lain ngahasilkun.
5. Apa yang di maksud dengan pertanian?
Jawab :
Kata pertanian berasal dari gunung maratani nu aya di gunung maratani.
Yang menanam secara bersama-sama supaya ulah kahakan nu di luhur.
6. Kenapa sentral Pertanian di urug?
Di karenakan urug mempunyai tugas untuk mempertahankan ketahanan
pangan oleh para inohong.
7. Hukum yang berlaku dikampung Adat Urug?
Jawab:
8. Hiji ilmu buhun, ilmu negara dan ilmu agama.tiga hukum ini jika bersatu
maka rakyat akan sadar.
9. Apa yang di maksud dengan padi (pare))?
Jawab:
Yang di maksud dengan pare adalah parele, dina rukun, susunan, jajaran
(padjajaran)
10. Apa yang di maksud dengan Dwi Sri?
Jawab:
Sri itu bukan wanita itumah dongeng, di karenakan setiap orang suka ama
pare makanya istilah Dwi sri itu Cuma perumpamaan.
11. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
Jawab:
Dalam bahasa setempat istilah kearifan lokal sama dengan Talek (aturan),
yang menjadi pedoman warga Adat Urug dalam menjalani kehidupanya.
Talek di wariskan secara turun-menurun secara lisan dan masih ada sampai
sekarang. Talek adalah, wujud kebudayaan abstrak tidak bisa dilihat tapi
dirasakan dan dihayati serta diamalkan.
Dalam istilah ilmu bahasa sunda adalah Talek juga di istilah dengan, elmu
buhun (ilmu papaku, ilmu karuhun, ilmu leluhur, ilmu kasepuhan, yang
88
tersembunyi karena letaknya dalam hati). Tidak ada caret atau tulisanya
tapi hanya carek atau ucapan dan amanat.
12. Kearifan Lokal di Kampung Adat Urug?
Jawab:
Ngaji Diri, Budaya Pamali dan Gotong Royong.
13. Apa yang dimaksud dengan ajaran ngaji diri?
Jawab:
Konsep Ngaji Diri (memahami diri sendiri atau mawas diri) adalah suatu
ajaran pembinaan moral yang didalamnya tercermin pengertian koreksi
diri. Di Kampung Adat Urug, ajaran Ngaji Diri di sebut juga Tapa
manusia. (memahami siapa sebenarnya jati diri manusia, hakekat manusia)
manusia di wajibkan untuk Ngaji Diri agar mengetahui dirinya sendiri,
manusia yang sudah mengenal dirinya sendiri akan dekat dengan tuhan.
Maka hidupnya tak akan sombong dan angkuh.
14. Bagaimana dengan budaya gotong royong?
Jawab:
Gotong-royong adalah budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap suku-
suku bangsa di Indonesia, tak terkecuali di Kampung Adat Urug, nilai
gotong royong bisa kita lihat dalam falsafah sunda yaitu, silih asuh, silih
asah, silih asih silih elingan bejan, ilmu pangempuh kadagelan. Istilah
tersebut mempunyai nilai untuk saling melindungi, membantu,
mengayomi, membantu, dan menasehati.
89
Lampiran 4
DAFTAR WAWANCARA
(Wawancara dengan Bapak Wawan Aparat Desa Urug)
1. Sejak kapan Desa Urug menjadi Desa?
Jawab:
Sejak bulan Febuari dimana desa Urug di Mekarkan dari desa induk yaitu
desa Kiarapandak di tandai dengan pemelihan kepala desa untuk pertama
kali, dan terpilihlah Jaro Tata sukandar.
2. Berapa Jumlah Penduduk?
Jawab:
Belum ada catatan yang pasti di sebabkan desa kami masih baru di
perkirakan penduduk desa Urug semenjak Lepas dari desa induknya desa
Kiarapandak 4627 jiwa.
3. Berapa Kampung yang ada di desa Urug?
Jawab:
Di desa Urug ada tujuh kampung yaitu kampung Urug Kidul, Tonggoh,
Lebak dan Tengah. Kampung Anyar, Kiraycucuk dan Pabuaraan.
4. Berapa jumlah Daftar Pemilih Tetap di Desa Urug?
Jawab:
3091 hak pilih dengan jumlah 1636 laki-laki dan 1455 perempuan.
5. Ada berapa RW dan RT di Desa Urug?
Jawab:
Di desa Urug ada 8 RW dan 24 RT.
6. Apa mata pencaharian warga desa Urug?
Jawab:
Mata pencaharaian warga Urug adalah petani, pedagang ikan basah dan
penambang liar di gunung pongkor khususnya anak muda.
90
Lampiran 5
DAFTAR WAWANCARA
(Wawancara dengan Bapak Aditia Guru SDN 02 Kiarapandak)
1. Sudah berapa tahun anda mengajar?
Jawab:
Saya mengajar sudah hampir lima tahun tugas saya di sini sebagai guru
dan juga sebagai operator sekolah.
2. Ada berapa lembaga pendidikan di Kampung Adat Urug?
Jawab:
Kampung adat ini memeilki satu pendidikan Formal yaitu SDN
Kiarapandak 02 dan dua pesantren .
3. Bagaimana tangapan warga terhadap pendidikan?
Jawab:
Butuh waktu lama untuk menyadarkan warga terhadap pendidikan, dan
menurut saya hanya inisiatif dari warga yang bisa merubah sikap
masyarakat terhadap pendidikan. Dan itu terjadi ketika pemilihan kepala
desa yang mengharuskan mempunyai ijasah sebagai sarat administrasi
maka perubahan sikap terhadap pendidikan mulai berubah dan sedikit ada
kemajuan.
4. Bagaimana tingkat pendiikan ?
Tingkat pendidikan ada yang sudah mencapai sarjana walaupun hanya
beberapa orang saja, tingkat SMA dan SMP dan juga sekolah dasar, ada
juga yang tidak sekolah.
91
Lampiran 6
DAFTAR WAWANCARA
(Wawancara Dengan Bapak Suganda Petani Kampung Adat Urug)
1. Kenapa rumah di sini kagak pakai genteng?
Jawab:
Leluhur kami tidak membolehkan, dan itu udah jadi aturan adat yang harus
di patuhi dan di jalani.
2. Bagaimana pertanian kampung adat ini?
Jawab :
Menurut Suganda (Petani Kampung Adat Urug) dalam hal menanam Padi.
Masyarakat masih mengunakan padi yang tujuh bulan, satu tahun sekali
menanamnya. Selanjutnya setelah padi di panen, awalnya padi dijemur
sampai kering (dilantaian) dalam waktu beberapa minggu di sawah
kemudian diangkut ke lumbung, selanjutnya menentukan kapan untuk
menumbuk padi yang baru di Panen. Setelah waktunya di tentukan
kemudian beras ditumbuk, dalam penumbukan padi yang baru di panen
itu, para penumbuk padi tidak akan bicara sampai padi menjadi beras, baik
di antara penumbuk padi maupun dengan orang lain. Apabila melanggar
ada hukumannya, tidak akan dikeluarkan peraturan seperti itu jika tidak
ada hukumanya bagi yang melanggar. Dalam hukum adat di sebut
kawalat, akibatnya bisa langsung terasa di dunia atau pun di akherat padi
di sini untuk menjadi beras tidak boleh di giling tapi di tumbuk pakai
lesung. Setelah selesai jadi beras, kemudian menentukan juga waktu yang
tepat untuk memasak beras ini menjadi nasi, dari mulai mengambil beras
di pendaringan (tempat menyimpan beras) kemudian di cuci dan sampai di
masak mereka tidak akan bicara (proses nganyaran, mengunakan pertama
hasil panen) baru setelah itu menentukan waktu untuk Seren Taun,
suukuran akan hasil panen, dan ketika akan menanam kembali padi
(tandur) di tunggu waktunya sampai 40 hari setelah acara Seren Taun,
92
wajibnya menunggu sampai 40 hari lebih tidak apa-apa asal jangan kurag
dari 40 hari, di ibaratkan seorang istri kita yang baru melahirkan sebelum
40 hari setelah melahirkan jangan di dulu dicampuri, peraturan itu harus,
wajib diikuti. Selesai tandur atau menanam semua, kembali mengadakan
selametan. Setelah beberapa minggu ketika padi mulai muncul nyiram atau
reuneuh (padi berisi), kembali selametan lagi, minta kepada yang kuasa
agar padi ini beukah (mengembang) selamat keluarnya, setelah padi
beukah mekar, selametan lagi agar padi beuneur (berisi) sampai matang,
dan ketika akan memanennya, mengadakan selametan lagi.
93
Lampiran 7
GAMBARAN UMUM DESA URUG
LETAK DAN KEADAAN GEOGRAFIS
Desa Urug adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor, dengan
Luas wilayah 583.000 Ha, terdiri dari 253.474 Ha Darat dan 259.570 Ha Sawah, serta terbagi 5
Dusun , 14 RW dan 50 RT. Desa kiarapandak memiliki wilayah dengan batas- batas sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara : Desa Harkat Jaya Kecamatan Sukajaya
2. Sebelah Timur : Desa Nanngung Kecamatan Nanggung
3. Sebelah selatan : Desa Kiarasari Kecamatan Sukajaya
4. Sebelah Barat : Desa Pasir Madang dan Desa Cisarua Kecamatan Sukajaya
Jalan Ibu Kota ke Kecamatan, Ibukota Kabupaten , Ibu Kota Propinsi dan Ibu Kota Negara
sebagai berikut:
1. Ibu Kota Ke Kantor Kecamatan : 7 Km
2. Ibu Kota ke Kabupaten Bogor :60 Km
3. Ibu Kota Ke Propinsi Jawa Barat : 180 Km
4. Ibu Kota Negara : 100 Km
Pemanpaat lahan atau pengguna tanah Desa Kiarapandak Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor
sebagai berikut :
1. Hutan Negara : Ha
2. Perkebunan Negara ( PTPN ) : 100 Ha
3. Perkebunan PT. SAP : 200 Ha
4. Persawahan Milik Masyarakat : 259.570 Ha
5. Ladang Kering Milik Masyarakat : 583.000 Ha
6. Kuburan : 0,450 Ha
7. Jalan Desa : 12 Km
8. Jalan Kabupaten : 7 Km
MONOGRAFI KP.URUG DESA URUG
KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR
- Luas wilayah Kp.Urug : 10 Ha
- Luas Tanah sawah : 6.200 Ha
- Luas Tanah Darat/Kering : 3.800 Ha
- Hutan Lindung/Larangan : 20.000 M2
- Luas Pemakaman Keramat : 10.000 M
- Jumlah KK : 1.821
- Jumlah penduduk : 5.125 Orang
94
- Laki-laki : 2.875 Orang
- Perempuan : 2.250 Orang
- Jumlah sarana Pendidikan : 2 Buah
- Sekolah Dasar Negri : 1 Unit SDN.Karapandak l
- Ponpes : 1 Unit
- Jumlah sarana Keagamaan : 7 Unit
- Mesjid : 3 Buah
- Mushola : 4 Buah
- Jumlah Rumah Adat/Kasepuhan : 3 Rumah
- Urug tonggoh : 1 Rumah ( Abah sukardi)
- Urug Tengah : 1 Rumah ( Abah Amat )
- Urug Leubak : 1 Rumah ( Abah Ukat )
- Mata Pencaharian Masyarakat:
- Pertanian Sawah : 4.320 Orang
- Perdagangan : 1.279 Orang
- Peternakan : 6 Orang
- Pendidikan Warga masyarakat :
- SD : 3780 Orang
- SLTP / Mts : 235 Orang
- SLTA / MAN : 30 Orang
- Perguruan Tinggi : 2 Orang
- Jumlah Perangkat Desa :
- Kepala Dusun : 1 Orang
- Ketua RW : 4 Orang
- Ketua RT : 15 Orang
- Anggota BPD : 3 Orang
- Guru Ngaji : 6 Orang
- Petugas P3N / Amil : 3 Orang
- Alat Transportasi :
- Kendaraan Roda Empat : 15 Buah
- Kendaraan roda dua : 200 Buah
DAFTAR NAMA KETUA RT DAN JUMLAH KK DESA URUG
KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR
NO KETUA SLS NAMA SLS BLOK
SENSUS
JUMLAH
KK
A L A M A T
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
ATING
IRJA
SARNATA
ACANG
USTIB
ASPIN
ARTIM
EMEN
SALMAN
ADUL
E D I
SAHI
UNDA
MUDI
N A D I
YUNUS
MOMON
ATIM
NARAN
RW.13 RT. 01
RW.13 RT. 02
RW.12 RT. 01
RW.12 RT.02
RW.09 RT. 03
RW.08 RT. 01
RW.09 RT. 01
RW.09 RT.02
RW.09 RT.04
RW.11 RT.01
RW.11 RT. 02
RW.10 RT.01
RW.10 RT.02
RW.10 RT.03
RW.07 RT. 01
RW.07 RT.02
RW.07 RT.03
RW.08 RT.02
RW.08 RT.03
001 B
001 B
002 B
002 B
004 B
004 B
005 B
005 B
005 B
006 B
006 B
007 B
007 B
007 B
008 B
008 B
009 B
009 B
009 B
46 KK
37 KK
91 KK
53 KK
48 KK
81 KK
67 KK
75 KK
50 KK
77 KK
43 KK
63 KK
61 KK
75 KK
87 KK
65 KK
41 KK
64 KK
78 KK
KP.CIJAMBU
KP.CIJAMBU
KP.SATU
KP.SATU
KP.KIRAY CUCUK
KP.PABUARAN
KP.CIPATAT
KOLOT
KP.CIPATAT
KOLOT
KP.PASIR EURIH
KP.SUKAMANAH
KP.SUKAMANAH
KP.PASIR
GOMBONG
KP.PASIR
MANGGU
KP.NANGKA
BEURIT
KP.KIARAPANDAK
95
KP.PASIR DEGUL
KP.LEUGOK CAU
KP.PABUARAN
KP.PABUARAN
DAFTAR NAMA KETUA RT DAN JUMLAH KK DESA URUG
KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR TAHUN
NO KETUA SLS NAMA SLS BLOK
SENSUS
JUMLAH
KK
A L A M A T
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
AHMAD
ACONG
ROHI
SUKARDI
ATNA
ASKA
SARTA
NATA
AMRI
SARHAM
PENDI
JASIM
LAPI
SUANDI
MARTAM
UDIS
AHEN
MOMON
IDIS
UTOM
SAHI
AMAN
OMO
HENDRI S.
ARSIM
ADIH.S
NADI
YUNUS
MOMON
ASPIN
ATIM
NARAN
ARTIM
EMEN
USTIB
SALMAN
SAHI
UNDA
MUDI
ADUL
EDI
SARNATA
ACANG
ATING
IRJA
SANA
MAAN
AAT
NAMIN
RT. O01 / 001
RT, 002 / 001
RT. 003 / 001
RT. 004 / 001
RT. 005 / 001
RT, 006 / 001
RT. 001 / 002
RT. 002 / 002
RT. O03 / 002
RT, 004 / 002
RT. 005 / 002
RT. 006 / 002
RT. 001 / 003
RT, 002 / 003
RT. 003 / 003
RT. 004 / 003
RT. O01 / 004
RT, 002 / 004
RT. 003 / 004
RT. 004 / 004
RT. 001 / 005
RT, 002 / 005
RT. 001 / 006
RT. 002 / 006
RT. 003 / 006
RT, 004 / 006
RT. 001 / 007
RT. 002 / 007
RT. 002 / 007
RT, 001 / 008
RT. 002 / 008
RT. 003 / 008
RT. 001 / 009
RT, 002 / 009
RT. 003/ 009
RT. 001 / 009
RT. 002 / 010
RT, 003 / 010
RT. 001 / 010
RT. 002 / 011
RT. 001 / 011
RT, 002 / 012
RT. 001 / 012
RT. 002 / 013
RT. 005 / 013
RT, 006 / 014
RT. 001 / 014
RT. 002 / 014
RT. 003 / 014
46 KK
55 KK
48 KK
44 KK
38 KK
45 KK
50 KK
37 KK
44 KK
47 KK
46 KK
48 KK
48 KK
46 KK
54 KK
57 KK
69 KK
62 KK
84 KK
71 KK
56 KK
54 KK
69 KK
57 KK
36 KK
48 KK
87 KK
65 KK
41 KK
81 KK
67 KK
78 KK
67 KK
75 KK
48 KK
50 KK
63 KK
61 KK
75 KK
77 KK
43 KK
91 KK
53 KK
46 KK
37 KK
33 KK
52 KK
44 KK
48 KK
Kp, Pasir Walang I
Kp, Pasir Walang I
Kp, Pasir Sake
Kp, Pasir Sake
Kp, Pasir Sake
Kp, Pasir Sake
Kp, Cirempug
Kp, Pasir Walang II
Kp, Pasir Walang II
Kp, Pasir Walang II
Kp, Katulampa
Kp, Nyomplong
Kp, Urug Tonggoh
Kp, Urug Tonggoh
Kp, Urug Tengah
Kp, Urug Tengah
Kp, Urug Gardu
Kp, Urug Gardu
Kp, Urug Lebak
Kp, Urug Lebak
Kp, Urug Kidul
Kp, Urug Kidul
Kp, Cipatat
Kp, Cipatat
Kp, Wates
Kp, Cipatat
Kp, Karapandak
Kp, Pasir Degul
Kp, Legok Cau
Kp, Pabuaran
Kp, Pabuaran
Kp, Pabuaran
Kp, Cipatat Kolot
Kp, Cipatat Kolot
Kp, Kiaray Cucuk
Kp, Pasir Erih
Kp, Pasir Gombong
Kp, Pasir Manggu
Kp, Nangka Berit
Kp, Sukamanah
Kp, Sukamanah
Kp, Satu
Kp, Satu
Kp, Cijambu
Kp, Cijambu
Kp, Urug Tonggoh
Kp, Urug Tonggoh
Kp, Anyar
Kp, Anyar
96
50 HATA RT. 005 / 014
39 KK Kp, Urug Tonggoh
Peta Kampung Adat Urug
97
Lampiran 8
Poto Hasil Penelitian.
1. Peneliti dengan Abah Ukat (Pimpinan Kampung Adat Urug)
2. Peneliti dengan Bapak Ade Alek komara (Tokoh Kasepuhan Kampung Adat Urug)
98
3. Keterangan dari Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan.
4. ritual numbuk padi
5. Padi
Kampung Adat Urug.
6. Warga Menyimpan Di Padi leuit (Tempat Penyimpanan Padi.
99
7. sesuguhan selametan seren tahun.
8. Sedekah bumi
9. Batu tapak