143
SKRIPSI EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK Oleh : RINA DWI OKTAVIA F24104063 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SKRIPSI EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. … · keseharian konsumen akan menjadi referensi ... yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai ... sajian produk Good

  • Upload
    ngokien

  • View
    273

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

SKRIPSI

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985

di Mataram

Tanggal lulus : 27 Oktober 2008

Menyetujui,

Bogor, Desember 2008

Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Ir. Rachmat Riyadi Dosen Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008.

RINGKASAN

Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan

suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence

product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama.

Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies

memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good

Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies

yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran.

Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time

cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%).

Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta

rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium.

Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya.

Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip

cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral.

Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan

repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.

merupakan anak kedua

Nathalia

Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

(Ujian Seleks

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004

divisi Research and Development

Pangan IPB (HIMITEPA) (2007

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan

Musik dan Cretive Ministry

Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis

Competition dengan judul

Scholarship (2004-2006) dan beasiswa peningkata

(2007-2008).

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Produk

Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk”

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

Indonesia.

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober

merupakan anak kedua dari pasangan Sunarwan

Nathalia. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 9

Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, dan berhasil

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

(Ujian Seleksi Masuk IPB).

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004-

Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek

Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen

Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas.

Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan

dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC

2006) dan beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA)

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai

Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sug

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan

asangan Sunarwan dan Iin

tempuh penulis di SDN 9

, dan berhasil

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

-2008), staf

Mahasiswa Teknologi

). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

Departemen

Business Plan

Heinz ABC

n prestasi akademik (PPA)

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai

Dr. Ir. Sugiyono

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

SKRIPSI

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S

INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RINA DWI OKTAVIA

F24104063

Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985

di Mataram

Tanggal lulus : 27 Oktober 2008

Menyetujui,

Bogor, 14 Januari 2009

Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Ir. Rachmat Riyadi Dosen Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008.

RINGKASAN

Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan

suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence

product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama.

Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies

memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good

Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies

yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran.

Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time

cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%).

Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta

rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium.

Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya.

Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip

cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral.

Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan

repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.

merupakan anak kedua

Nathalia

Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

(Ujian Seleks

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004

divisi Research and Development

Pangan IPB (HIMITEPA) (2007

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan

Musik dan Cretive Ministry

Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis

Competition dengan judul

Scholarship (2004-2006) dan beasiswa peningkata

(2007-2008).

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Produk

Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk”

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

Indonesia.

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober

merupakan anak kedua dari pasangan Sunarwan

Nathalia. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 9

Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, dan berhasil

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

(Ujian Seleksi Masuk IPB).

Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004-

Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek

Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen

Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas.

Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan

dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC

2006) dan beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA)

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai

Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sug

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan

asangan Sunarwan dan Iin

tempuh penulis di SDN 9

, dan berhasil

masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI

ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai

kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan

-2008), staf

Mahasiswa Teknologi

). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum

Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar

Departemen

Business Plan

Heinz ABC

n prestasi akademik (PPA)

Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang

Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai

Dr. Ir. Sugiyono

M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini, produk snack yang ada di pasaran sangat beragam jenisnya

seiring berkembangnya budaya ngemil atau snacking di masyarakat. Menurut

Muchtadi et al. (1988), snack merupakan segala jenis makanan atau minuman

yang dikonsumsi di antara dua waktu makan utama dan merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari terutama di kalangan

anak-anak dan remaja. Cookies adalah salah satu contoh produk snack yang

banyak ditemukan dan digemari oleh masyarakat.

Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari

adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang

potongannya bertekstur kurang padat. Akan tetapi, cookies rendah dalam

kandungan gizi yang lain (Khomsan, 2007). Produk cookies yang ada di

pasaran hanya menonjolkan faktor bentuk dan rasa saja. Oleh karena itu,

produk cookies yang memiliki merek yang sangat dikenal konsumen dan

mempunyai rasa yang enak akan lebih dipilih.

Semakin banyaknya produk cookies yang memiliki kemiripan rasa dan

bentuk akan menciptakan persaingan antar produk cookies yang ada di

pasaran. Oleh karena itu, produk yang memiliki additional benefit atau nilai

tambah tertentu akan menjadi pertimbangan tersendiri oleh konsumen untuk

memilih produk tersebut. Hal ini merupakan sebuah tantangan dan peluang

bagi industri pangan untuk mengembangkan produk cookies yang memiliki

nilai tambah tertentu dan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Oleh

karena itu, industri pangan harus jeli dalam merancang hingga memasarkan

produk tersebut sehingga dapat bersaing dan meraih pangsa pasar yang lebih

luas.

PT. Arnott’s Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang

menghasilkan produk-produk makanan ringan terutama produk biskuit. Salah

satu produk PT. Arnott’s Indonesia yang sudah cukup dikenal konsumen

adalah Good Time cookies. Good Time bukan merupakan produk baru

sehingga sudah memiliki pangsa pasar tersendiri dan cukup dikenal

masyarakat. Good Time dikenal sebagai cookies dengan taburan cokelat butir

(chocochip). Namun makin banyaknya produk sejenis yang diproduksi oleh

pesaing membuat persaingan semakin ketat. Oleh karena itu, PT. Arnott’s

Indonesia melakukan evaluasi dan eksplorasi kembali terhadap produk Good

Time cookies yang sudah dikenal oleh konsumen. Evaluasi dan eksplorasi ini

bertujuan mencari atribut yang mungkin dapat dijadikan nilai tambah

(additional benefit) tertentu yang bermanfaat ataupun dapat mempengaruhi

konsumen. Oleh karena itu diperlukan riset untuk menetapkan atribut dari

produk Good Time yang memiliki nilai tambah dan layak untuk

dikomunikasikan kepada konsumen.

B. TUJUAN

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi

tentang produk Good Time cookies. Berdasarkan informasi tersebut, dapat

ditentukan nilai tambah yang dimiliki oleh produk Good Time cookies. Selain

itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperkirakan pengembangan produk

Good Time cookies menyesuaikan tren pangan yang berkembang di

masyarakat.

C. MANFAAT

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi yang dapat

dijadikan nilai tambah produk Good Time cookies. Informasi nilai tambah

tersebut dapat dikomunikasikan kepada konsumen dan digunakan sebagai key

selling point untuk meningkatkan nilai jual dan pangsa pasar produk Good

Time cookies.

II. PROFIL PERUSAHAAN

A. SEJARAH PERUSAHAAN

Awal mula PT. Arnott's Indonesia berasal dari berdirinya perusahaan

yang bergerak di bidang makanan kering yang bernama PT. Tatas Mulia pada

tahun 1977 di Pulo Mas, Jakarta Timur dan tahun 1982 secara resmi dibuat

akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott's Indonesia

tersebut. Pada tahun 1984, perusahaan semakin berkembang dan berhasil

mendirikan perusahaan baru, yaitu PT. Cipta Rasa Primatama yang berlokasi

di Pulo Gadung, Jakarta Timur. PT. Tatas Mulia selanjutnya berganti nama

menjadi PT. Bukit Manikam Sakti pada bulan Januari 1985 dan mulai

memproduksi makanan bayi, biskuit, dan kacang panggang.

Pada bulan Oktober 1990, PT. Bukit Manikam Sakti membeli aset PT.

Marsico yang memproduksi dipping snack, cookies, dan cookies stick. Setelah

itu pada tahun 1993, PT. Bukit Manikam Sakti juga membeli PT. Jaya Distra

yang memproduksi kacang dengan merek John Farmer's. Pada bulan

Desember 1995, PT. Bukit Manikam Sakti menjalin kerjasama dengan

Arnott's Biscuit Limited.

Arnott's Biscuit Limited adalah perusahaan biskuit terbesar di Australia

yang menguasai pangsa pasar lebih dari 60%. Arnott's Biscuit Limited

didirikan pada tahun 1865 di Australia dan selama lebih dari 134 tahun,

Arnott's Biscuit Limited memimpin dalam distribusi dan produk biskuit yang

berkualitas. PT. Bukit Manikam Sakti kemudian berganti nama menjadi PT.

Helios Arnott's Indonesia dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan

yang terkenal di Indonesia.

Pada awalnya PT. Helios Arnott’s Indonesia memiliki dua lokasi, yaitu

di Pulo Gadung untuk head office dan bagian marketing sedangkan untuk

pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun terhitung

sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik disatukan dan

berlokasi di Bekasi Barat. Pada akhir tahun 1998, PT. Helios Arnott's

Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott's Inonesia. Kini PT. Arnott's

Indonesia menjadi perusahaan multi nasional dengan modal asing (PMA)

setelah berafiliasi langsung dengan Campbell Soup Company, yaitu sebuah

perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi berbagai jenis

makanan ringan.

Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan untuk memenuhi

kebutuhan konsumen, PT. Arnott's Indonesia pun mulai memproduksi

beberapa produk andalan. Beberapa produk andalan PT. Arnott's Indonesia

yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk-produk PT. Arnott’s Indonesia

No Merek Jenis Produk

1. Nyam-nyam Biscuit plus cream

2. Good Time Cookies

3. Tim-Tam Biscuit + cream

4. Stico Cookies Stick

5. Mic Mac Crakcers + cream

6. Milk Plus Biscuit

7. Sunshine Biscuit

8. Pirouette Cookies stick

9. Corinthians Cookies Stick

10. Prestige Assorted

11. Venesia Assorted

12. Delight Assorted

13. Joddy Cookies stick

14. Tartlets Cookies

15. Crazy Face Cookies

Selain produk-produk tersebut, masih banyak produk lain yang

dihasilkan oleh PT. Arnott's Indonesia untuk perusahaan pangan lain. Pangsa

pasar untuk produk-produk PT. Arnott's Indonesia hingga saat ini tidak hanya

mencakup kebutuhan dalam negeri saja tetapi juga telah diekspor ke berbagai

negara di dunia, diantaranya adalah Australia; negara-negara di Asia seperti

China, Thailand, Birma, dan Malaysia; kota-kota di Timur-Tengah; dan

berbagai negara di Eropa.

B. LOKASI PERUSAHAAN

PT. Arnott's Indonesia terletak di Jl. Haji Wahab Affan No.8 Medan

Satria, Bekasi Barat atau Jl. Raya Bekasi Km.28. Luas area pabrik yang

dimiliki oleh PT. Arnott’s Indonesia mencapai 6.7 ha. PT. Arnott’s Indonesia

berada di kawasan industri sehingga juga terdapat beberapa pabrik lain,

diantaranya adalah pabrik makanan ternak, baja, dan otomotif. Denah pabrik

dapat dilihat pada Lampiran 1.

PT. Arnott's Indonesia terletak di daerah strategis karena dekat dengan

wilayah Jakarta yang merupakan daerah potensial untuk pemasaran produk

sehingga biaya pemasaran dan transportasi dapat dikurangi. Lokasi PT.

Arnott’s Indonesia juga dekat dengan sumber tanaga kerja karena berada dekat

dengan pemukiman penduduk dan juga dengan bahan baku produksi karena

dekat dengan beberapa perusahaan penyedia bahan baku. Selain itu juga

tersedia jalur transportasi yang memadai, yaitu jalan tol Cikampek sehingga

memudahkan proses distribusi.

C. STRUKTUR ORGANISASI

PT. Arnott's Indonesia mempunyai beberapa bagian yang memiliki

fungsi dan tugas yang berbeda. Setiap bagian yang terdapat di PT. Arnott’s

Indonesia menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu. Perusahaan

berada di bawah kendali Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan dan

pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing pimpinan

departemen seperti Supply Chain & Manufacturing Director, Research and

Development & Quality manager, HRD, Finance and Accounting Director,

Commercial Director, dan IR Director. Kemudian dari masing-masing

departemen diteruskan pada staf dan karyawan lainnya.

D. KETENAGAKERJAAN

Berdasarkan pada tingkat dan waktu kerjanya, status kerja karyawan

dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pekerja tetap, pekerja tidak tetap, dan

pekerja kontrak.

1. Pekerja Tetap

Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk 20

hari dalam satu bulan dan melebihi tiga bulan secara terus menerus, serta

digaji bulanan maupun borongan. Untuk memperlancar jalannya proses

produksi, perusahaan melalukan pembagian waktu kerja.

a. Karyawan

Karyawan kantor bekerja mulai pukul 08.00-16.30 WIB, dengan

waktu istirahat selama 30 menit.

b. Karyawan Bagian Produksi

Karyawan bagian produksi dapat digolongkan dalam tiga

kelompok kerja (shift) secara bergantian selama seminggu, yaitu:

1. Shift 1: Pukul 06.15 – 14.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit,

2. Shift 2: Pukul 14.30 – 22.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit,

3. Shift 3: Pukul 22.30 – 06.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit.

Karyawan bekerja selama lima hari dalam seminggu, yaitu mulai

hari senin hingga jumat, kecuali pada hari libur nasional dan hari libur

yang ditetapkan perusahaan. Fasilitas berupa jaminan sosial dan

kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh perusahaan adalah;

i. Sistem pengupahan yang sudah diatur menurut status kerja,

ii. JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa: jaminan

kecelakaan kerja, kematian, pemeliharaa kesehatan yang meliputi

pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit,

dan biaya bersain istri pekerja dan keluarga berencana,

iii. Perlengkapan kerja berupa pakaian kerja yang diberikan

perusahaan,

iv. Peralatan keselamayan kerja seperti kacamata las, sarung tangan

kerja dan topi yang selalu tersedia bagi karyawan yang

memerlukan,

v. Tunjangan Hari Raya (THR),

vi. Tunjangan Akhir Tahun (TAT),

vii. Tunjangan biaya transportasi,

viii. Koperasi karyawan,

ix. Tempat ibadah,

x. Sarana Olahraga dan klinik.

2. Pekerja Tidak Tetap

Pekerja tidak tetap yaitu pekerja yang memiliki hubungan kerja

berdasarkan hari kerja yang tidak lebih dari 20 hari dalam satu bulan dan

tidak lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dengan menerima gaji

secara bulanan, harian, maupun borongan.

3. Pekerja Kontrak

Pekerja kontrak adalah yang memiliki hubungan kerja untuk jangka

waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan sistem penggajian sesuai

dengan jumlah hari hadir.

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. COOKIES

Snack merupakan segala jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi

diantara dua waktu makan utama dan merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari (Muchtadi et al., 1988). Produk snack

sangat digemari oleh konsumen terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Menurut Chaudhari (2007), pada tahun 2005 total pemasaran produk snack

mencapai nilai US $ 2.9 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat, melihat

kebiasaan ngemil (snacking) yang semakin digemari. Di Indonesia sendiri

kebiasaan ngemil ini sudah ada sejak jaman dahulu, hal ini dapat dilihat dari

banyaknya jenis jajanan tradisional yang dibuat oleh masyarakat Indonesia.

Tetapi seiring perkembangan gaya hidup, konsumen lebih menyukai jajanan

(snack) yang lebih praktis dan cepat dalam penyajiannya. Namun, terkadang

produk snack hanya menonjolkan aspek rasa sehingga kurang memperhatikan

aspek kebutuhan gizi. Salah satu produk snack yang banyak dijumpai di

pasaran adalah cookies.

Cookies adalah salah satu jenis dari produk biskuit. Selain cookies,

produk pangan yang termasuk dalam kategori biskuit adalah biskuit keras,

craker, dan wafer. Menurut BSN (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang

terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan

proses pemanasan dan pencetakan. Oleh karena itu syarat mutu cookies di

Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit seperti terlihat pada Tabel 2.

Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari

adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang

potongannya bertekstur kurang padat. Cookies adalah produk snack dengan

kandungan gula dan lemak yang tinggi tetapi rendah dalam kandungan gizi.

Menurut Brown (2000), ciri khas yang melekat pada produk cookies adalah

memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air yang rendah

(kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah, apabila dikemas akan terlindung

dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama. Ciri khas cookies

tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya.

Tabel 2. Syarat mutu biskuit

*SNI-2973-1992

B. BAHAN BAKU COOKIES

Menurut Matz dan Matz (1978), bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan cookies terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan

bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah terigu,

susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai

pelembut adalah gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning

telur. Bahan pendukung lain yang sering digunakan adalah garam, flavor,

emulsifier, dan cokelat bubuk. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus

melibatkan penambahan premix mineral, premix vitamin serta serat pangan

(fiber).

1. Terigu

Terigu adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum.

Menurut Anonima (2008), terigu dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis

gandum dan kandungan proteinnya. Jenis terigu berdasarkan jenis

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gr) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat Kasar (%) Maksimum 0.5

Logam Berbahaya Negatif

Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

gandumya dibedakan atas terigu keras dan terigu lunak. Sedangkan

berdasar kandungan proteinnya, terigu dibedakan atas; (1) terigu

berprotein tinggi (bread flour) dengan kadar protein antara 11%-13%,

biasa digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat; (2) terigu

berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour) dengan kadar protein

sekitar 8%-10%, sering digunakan sebagai bahan pembuat kue dan cake;

dan (3) terigu berprotein rendah (pastry flour) dengan kadar protein sekitar

6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti

biskuit atau kulit gorengan. Namun menurut Matz dan Matz (1978), terigu

dengan kadar protein 7%-7.5% sangat baik digunakan untuk pembuatan

cookies. Cookies yang dibuat menggunakan terigu berkadar protein tinggi

akan memiliki tekstur yang keras dan penampakannya menjadi kasar.

Semakin tinggi kadar protein terigu yang digunakan, maka semakin

banyak gula dan lemak yang harus ditambahkan untuk menghasilkan

tekstur yang baik.

Protein terigu sebagian besar tersusun atas protein yang tidak larut

dalam air yang jumlahnya berkisar antara 80%-85% dari total protein yang

ada dalam terigu. Protein terigu sebagian besar dalam bentuk gluten yang

berperan dalam menentukan tekstur dan kekenyalan makanan yang terbuat

dari bahan terigu. Menurut Mc Williams (1979), gluten merupakan satu-

satunya kompleks protein dalam gandum yang mampu membentuk

jaringan struktur yang elastis dan kohesif, sehingga menghasilkan produk

dengan tekstur yang lembut dan kompak.

2. Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan

dengan karbohidrat dan protein. Menurut Mc Williams (1979), lemak

dapat mencegah pengembangan gluten. Gluten yang terselubung lemak

akan menyebabkan rantai glutan saling lepas dan lemak yang ada juga

membatasi daya serap air (shortening effect) sehingga tekstur produk

pangan menjadi lebih lembut. Selain fungsi di atas, lemak juga berfungsi

memperbaiki daya terima konsumen, membentuk struktur, memberikan

flavor, membantu pengembangan sewaktu dikrimkan. Lemak juga

meningkatkan nilai gizi pada produk pangan terutama zat gizi yang larut

dalam lemak seperti terlihat pada Tabel 3. SNI 01-3744-1995 merupakan

acuan untuk syarat mutu mentega sedangkan margarin tercantum dalam

SNI 01-3541-1994.

Tabel 3. Kandungan asam lemak pada mentega dan margarin

Jenis Mentega

(gr/100gr)

Margarin

(gr/100gr)

Asam lemak jenuh 47.35 29.02

Asam lemak tidak jenuh tunggal 26.10 34.61

Asam lemak tidak jenuh majemuk 2.24 13.78

(Astawan, 2004)

Lemak yang sering digunakan dalam pembuatan produk bakery dan

biskuit adalah mentega, margarin, dan shortening. Produk-produk lemak

tersebut merupakan produk emulsi dengan tipe w/o (water in oil), artinya

fase air yang berada dalam fase minyak. Shortening memiliki kandungan

lemak dan titik didih/titik asapnya yang lebih tinggi daripada mentega dan

margarin. Shortening memiliki kandungan lemak 100%, sedangkan

mentega dan margarin umumnya 80% lemak, sisanya air dan bahan lain.

Oleh karena itu shortening sering dipakai untuk pembuatan biskuit karena

hasilnya menjadi lebih renyah. Mentega mempunyai aroma yang enak

tetapi terlalu lembut dan daya emulsinya kurang baik sehingga

menyebabkan tekstur kue kurang kokoh. Sedangkan margarin aromanya

tidak seenak mentega tetapi daya emulsinya baik sehingga dapat

menghasilkan tekstur kue yang bagus.

Selain itu, daya pengkriman mentega tidak begitu baik serta

keseragamannya kurang sedangkan margarin bersifat plastis (Anonimb,

1981). Dalam pembuatan kue, daya pengkriman dan daya pengemulsi dari

lemak sangat penting artinya. Daya krim adalah kemampuan lemak untuk

menangkap dan menahan sel-sel udara selama pengocokan dan

percampuran dengan bahan lainnya, sedangkan daya emulsi adalah

kemampuan lemak untuk membentuk campuran (emulsi) yang stabil dan

tidak terpisah lagi (terutama untuk komponen lemak dan air).

3. Susu

Susu dalam produk cookies digunakan sebagai pemberi aroma, rasa,

mempengaruhi tekstur, dan menambah nilai gizi produk (Anonimb, 1981).

Zat padat susu (laktosa) mempunyai pengaruh mengikat pada protein

terigu dan memberi warna permukaan cookies. Susu yang biasanya

gunakan dalam bentuk susu bubuk baik susu fullcream maupun susu skim.

Menurut SNI 01-2970-1995, susu bubuk berlemak (fullcream) adalah susu

sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk sedangkan susu rendah

lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil

sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Kandungan gizi

skim milk powder sama dengan kandungan gizi yang terdapat dalam susu

segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ± 15%.

Susu full cream memberikan rasa dan aroma susu yang lebih kuat

dibandingkan dengan susu skim. Sedangkan jika dilihat dari nilai kalori,

penggunaan susu skim akan menyumbang energi lebih kecil dibandingkan

dengan susu full cream. Menurut Buckle (1987), dalam produk biskuit

dengan skim milk powder memiliki nilai kalori yang lebih rendah yaitu

hanya 55% dari seluruh energi susu.

4. Gula

Menurut Fennema (1985), gula berfungsi sebagai humektan,

membantu pembentukan tekstur, memberi flavor melalui reaksi

pencoklatan, memberi rasa manis. Selain itu, Buckle (1987) menyatakan

bahwa apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada

konsentrasi cukup tinggi ± 40% padatan terlarut, sebagian air yang ada

untuk pertumbuhan mikroba atau aw dari bahan pangan akan menjadi

berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuannya

mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-

sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan pangan.

Umumnya, gula yang digunakan dalam pembuatan kue berbentuk

gula halus (SNI 01-2970-1995) dan atau sirup (SII 1390-1985). Gula halus

diperoleh dengan menghaluskan gula pasir dengan atau tanpa penambahan

bahan lain. Menurut Thorpe (1974), gula pasir mengandung sukrosa

sebanyak 97.10%, gula preduksi 1.24%, senyawa organik bukan gula 0.7%

dan air 0.65%. Sedangkan gula berbentuk sirup yang sering digunakan

adalah HFS (high fructose syrup). Menurut Hyun Soo Lee (1985), HFS

dihasilkan dengan cara merubah sebagian glukosa yang diperoleh dari

hidrolisa pati melalui proses isomerasi (pengubahan pati menjadi

dekstrin), sakarifikasi (pemecahan dekstrin menjadi glukosa), dan

isomerasi (pengubahan glukosa menjadi fruktosa). Selain melalui

mekanisme enzimatik, pemecahan pati juga dapat dilakukan melalui

hidrolisa asam (Matz dan Matz, 1978; Platz, 1985).

Keuntungan dari penggunaan HFS adalah kandungan padatan

menjadi lebih tinggi dan viskositasnya menjadi lebih rendah sehingga

memudahkan penanganan, memilik tingkat kemanisan yang relatif sama,

serta harga yang lebih murah sehingga dapat menurnkan biaya produksi

(Matz dan Matz, 1978). Selain itu HFS dapat memperbaiki sifat adonan,

meningkatkan kualitas karena daya menahan uap air yang cukup tinggi

serta memberikan penampakan warna crust yang baik pada produk roti

(Hyun Soo Lee, 1985).

5. Telur

Telur merupakan bahan pangan alami dengan kandungan nutrisi

paling baik. Telur utuh dapat bagi atas 60% putih telur dan 40% kuning

telur. Bagian-bagian telur utuh dapat dilihat pada Gambar 1. Telur yang

digunakan sebagai bahan baku produk pangan dapat berupa telur segar

ataupun dalam bentuk tepung telur instan. Pembuatan tepung telur utuh

(whole egg powder) cukup sederhana. Pada dasarnya, proses pembuatan

tepung telur meliputi beberapa proses yaitu pasteurisasi, proses

pengeluaran gula, dan pengeringan.

Gambar 1

Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya

adalah lebih konsisten,

kontrol terhadap cemaran mikrobiologi juga dapat dihindari

mudah dalam penanganannya karena

ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur

untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.

Biasanya satu bagian tepung telur dicampur den

untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang

lebih 15 menit (RSI, 2007). D

kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses

penepungan yang meliba

organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta

hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu

gizi dan mutu mikrobiologinya seperti telihat pada

1. Bagian-bagian dari telur (Anonimc, 1969).

Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya

adalah lebih konsisten, cukup stabil dengan umur simpan relatif panjang

kontrol terhadap cemaran mikrobiologi juga dapat dihindari,

mudah dalam penanganannya karena telur dapat disimpan dan

ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur

untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.

Biasanya satu bagian tepung telur dicampur dengan tiga bagian cairan

untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang

lebih 15 menit (RSI, 2007). Daya kembang tepung telur lebih rendah dari

kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses

penepungan yang melibatkan panas. Mutu fisik tepung telur yang secara

organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta

hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu

gizi dan mutu mikrobiologinya seperti telihat pada Tabel 4.

Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya

cukup stabil dengan umur simpan relatif panjang,

, dan lebih

telur dapat disimpan dan

ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur

untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.

gan tiga bagian cairan

untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang

aya kembang tepung telur lebih rendah dari

kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses

Mutu fisik tepung telur yang secara

organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta

hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu

Tabel 4. Syarat mutu tepung telur

Kriteria

Tepung

telur utuh

Tepung

putih telur

Tepung

kuning telur

pH 7-9 7-8 6-7

Karbohidrat Max. 40% Max. 8% Max. 4%

Lemak Min. 40% Max. 0.2% Min 57.0%

Protein Min. 45% Min. 78% Min. 30%

Abu Max. 4% Max 4% -

Whipping ability - - Min 130 mm

SPC Max 5000/g

Kapang/khamir Max. 10/g - -

Coliform E. coli - - -

S. aureus 0.01/g - -

(Anonimd, 2006)

Pembentukkan tekstur produk-produk bakery juga dipengaruhi oleh

telur. Hal ini dikarenakan telur memiliki daya emulsi sehingga dapat

menjaga kestabilan adonan, memberi rasa dan warna bagi produk.

Kemampuannya sebagai emulsifier dikarenakan telur mengandung

senyawa lesitin. Menurut John (2005), kuning telur mengandung lesitin

sebesar 4.18 gr/100 gr. Selain sebagai emulsifier, lesitin telur juga

berfungsi sebagai pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Sebagai pengaerasi

karena kemampuannya menangkap udara ketika dikocok. Selain itu lesitin

memiliki peran penting dari aspek gizi. Menurut Matz dan Matz (1978),

telur juga menambah nilai gizi, warna dan flavor.

6. Kokoa

Produk kokoa dapat ditemukan di pasaran dalam bentuk natural

cocoa powder, natural cocoa liquaor/unsweetened baking chocolate,

alkalized cocoa powder, dan cocoa fat. Menurut SNI 01-3448-1995, cocoa

powder adalah produk kakao yang berbentuk bubuk dan diperoleh dari

cocoa mass yang telah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa

perlakuan alkalisasi. Sedangkan alkalized cocoa powder adalah bubuk

kokoa yang diperoleh melalui proses alkali. Kegunaan alkalized cocoa

powder juga sama seperti kokoa bubuk biasa, sangat ideal digunakan pada

produk yang dipanggang, pastry, permen, dan produk berbasis kokoa

lainnya seperti untuk minman susu cokelat, es krim, flavor cokelat, biskuit,

sirup, dan produk tembakau (Anonime. 2008). Cokelat butir merupakan

produk yang dibuat dari kokoa bubuk dan bahan-bahan lainnya seperti

susu, gula, dan lemak. Perbedaan antara natural cocoa dan alkalized cocoa

powder dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan antara natural alkalized cocoa powder dan alkalized

cocoa powder

Parameter Natural cocoa powder Alkalized cocoa powder

Kemampakan Light brown, sometimes

with a yellow cast. Deep brown or red.

Flavor Sepat dan pahit, dengan rasa khas buah.

Flavor coklat intensif. Tidak begitu pahit, menghasilkan campuran yang lebih baik

pH Sekitar 5.5

6.0 untuk coklat bubuk alkali sedang dan hingga 8.0 untuk coklat bubuk yang sangat alkali

Efek ketika pemanggangan

Menyerap kelembaban air, kadar asam yang tinggi dapat berdampak pada daya kembang cakes, muffins, dll.

Rasa coklat yang lebih intensif, tidak begitu pahit, menghasilkan campuran yang lebih baik.

Kelarutan

Tambahkan cairan pada formula. Mengatur kembali daya kembang dengan meningkatkan jumlah baking soda atau dengan mengurangi jumlah bahan yang bersifat asam

Atur formula dengan mengurai jumlah baking soda atau dengan menambah jumlah ingredient yang bersifat asam.

(Anonimf, 2005)

Alkalized cocoa powder merupakan kokoa bubuk yang memenuhi

aspek psikologis terbaik. Menurut Matz dan Matz (1978), karakteristik

yang dimiliki oleh alkalized cocoa powder, yaitu warna yang lebih gelap

dan lebih menarik (coklat kemerahan), flavor yang lebih kuat, dan rasa

yang lebih enak (tidak begitu asam) membuat flavor campurannya dengan

dengan bahan lain menjadi lebih baik, kelarutannya tinggi karena beberapa

lemak kokoanya tersaponifikasi, karbohidrat sebagian tergelatinisasi,

material selulosa larut. Oleh karena warna dan rasa alkalized cocoa yang

dihasilkan pada produk lebih baik maka memungkinkan industri untuk

menggunakan lebih sedikit flavor dan pewarna tambahan.

Produk cocoa termasuk alkalized cocoa powder juga mengandung

berbagai jenis senyawa kimia yang berkorelasi dengan kimiawi tubuh

(body chemistry) yang dapat mempengaruhi kinerja otak yang berkaitan

dengan psikologi serta dapat digunakan untuk kepentingan medis.

Senyawa tersebut diantaranya adalah theobromine, phenylathylamine

(PEA), tryptophan, adenamin, dan kafein. Selain itu, alkalized cocoa

powder juga mengandung komponen gizi mineral terutama Mg yang

cukup tinggi yaitu 476 mg/100 gr, dimana AKG Mg ditetapkan sebesar

270 mg. Kolin yang terkandung di dalam alkalized cocoa powder sebesar

11.4 mg (Silver, 2007).

7. Lesitin

Lesitin (phosphatidyl choline) adalah suatu fosfolipid yang

merupakan komponen utama fraksi fosfatida yang dapat diisolasi dari

bahan hewani seperti pada kuning telur dan hati maupun nabati seperti

pada kacang kedelai dan kacang tanah. Sekarang ini, lesitin yang banyak

digunakan adalah lesitin yang berasal dari kedelai. Hal ini disebabkan

karena lebih murah selain itu kandungan lesitin dalam kedelai cukup

tinggi, yaitu 20–22% (Astawan, 2007). Kuning telur juga merupakan

sumber lesitin yang baik. Tepung kuning telur memiliki kandungan lesitin

sebanyak 4.18 gr/100 gr tepung kuning telur (John, 2005). Kandungan

lesitin pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi lesitin kedelai

Komposisi Kandungan (%)

Minyak kacang kedelai 35

Phospatidylcholine 18

Caphalin (phospatidyl etanolamine) 15

Inositol phospatides 11

Phospholipids lainnya dan polar lipid 9

Karbohidrat (sterol, glukosida) 12

(Manley, 2001)

Lesitin banyak digunakan pada produk pangan dan aplikasi industri

karena lesitin terutama dari kedelai bersifat multifungsional, fleksibel dan

serbaguna. Untuk industri pangan, khususnya cookies, lesitin sering

digunakan pada produk pangan sebagai emulsifier atau surfaktan. Daya

emulsinya meningkatkan kualitas creaming sehingga distribusi lemak

menjadi lebih merata dan menghasilkan produk yang lembut bahkan ketika

hanya menggunakan sedikit lemak. Lesitin merupakan emulsifier yang

efektif untuk memperoleh ukuran remah yang baik dan struktur crumb

yang konsisten. Lesitin banyak digunakan pada produk rendah lemak atau

bebas lemak. Biasanya produk seperti ini akan sangat lengket karena tanpa

lemak. Dengan adanya lesitin akan memberi efek lubrikasi pada adonan

dan mengurangi kerapuhan produk (Seabolt, K. R. A., 1946). Selain itu,

dalam adonan biskuit dan cookies, lesitin dapat memodifikasi konsistensi

dan membantu dari segi proses karena mengurangi kelengketan. Lesitin

juga banyak digunakan pada industri pangan berbasis cokelat. Hal ini

dikarenakan dengan penambahan lesitin, produk berbasis cokelat tersebut

akan mudah ditangani dan pelepasan air yang terperangkap lebih cepat.

Selama ini, pemanfaatan lesitin oleh industri pangan hanya sebatas

sebagai bahan pemgemulsi. Lesitin mengandung komponen nutrisi yang

baik bagi tubuh, seperti vitamin B, asam fosfat, kolin, asam linoleat, dan

inositol. Salah satu komponen nutrisi penting adalah kolin. Kolin adalah

senyawa prekusor tubuh pembentukan acethylcholine, yaitu zat untuk

kepentingan neurotransmiter pada otak untuk fungsi memori. Menurut

Astawan (2007), fungsi asetilcholine lainnya adalah membantu tidur lebih

nyenyak karena dapat menghambat stimulus dari luar. Penghambatan

stimulus tersebut juga dapat membantu seseorang berkonsentrasi atau

berpikir dalam memecahkan masalah.

US Food and Nutrition Board (FNB) merekomendasikan Adequate

Intake untuk konsumsi kolin yang ideal seperti tercantum dalam Tabel 7.

Higdon (2003) menyatakan bahwa konsumsi kolin berlebih memiliki

toksisitas tertentu. Konsumsi kolin dengan dosis tinggi (10-16 gr/hari)

dapat menimbulkan gejala-gejala, seperti aroma tubuh menjadi amis,

muntah-muntah, berliur, dan berkeringat dalam jumlah banyak. Aroma

amis dapat terjadi akibat produksi berlebih salah satu metabolit kolin,

yaitu trimetilamin. Konsumsi kolin sekitar 7.5 gr/hari dapat menyebabkan

hipotensi, pening kepala, dan pingsan. Sedangkan konsumsi sedang (3

gr/hari) dapat menghambat berbagai fungsi hati, menimbulkan gatal-gatal,

dan telinga berdesing (Higdon, 2003).

Tabel 7. Kebutuhan kolin harian

(Anonimg, 2008)

8. Bahan Pengembang

Bahan pengembang adalah bahan tambahan pangan yang terdiri dari

garam-garam anorganik. Bahan pengembang digunakan dalam pembuatan

roti dan kue supaya adonan menggelembung sehingga menambah volume

adonan. Bahan pengembang akan membentuk gas pengaerasi seperti CO2

Kategori Usia Adequate Intake

Bayi 0-6 bulan

6-12 bulan

125 mg/hari, 18mg/kg

150 mg/hari

Anak-anak

Anak-anak

1-3 tahun

4-8 tahun

9-13 tahun

200 mg/hari

250 mg/hari

375 mg/hari

Ibu Hamil Semua umur 450 mg/hari

Menyusui Semua umur 550 mg/hari

yang akan terperangkap di dalam gluten sehingga menjadi mengembang

karena gas yang dihasilkan semakin banyak. Pengaerasi adalah zat-zat

bersifat gas yang ada dalam adonan sehingga membuat adonan menjadi

ringan dan porus. Ada tiga jenis pengaerasi yaitu udara, uap air, dan

karbon dioksida (Kaplan, 1971). Salah satu bahan kimia pengaerasi

dikenal dengan sebutan baking powder atau tepung biang (Anonimb.

1981).

Menurut definisi yang diberikan USDA (United Stages

Deparyement of Agriculture), baking powder adalah bahan pengaerasi

yang dibuat dari campuran zat pereaksi asam dengan sodium bikarbonat

(soda) dengan atau tanpa penambahan pati (pengisi). Senyawa asamnya

adalah garam asam dari asam tartarat, fosfat, senyawa aluminium, atau

gabungan ketiganya. Menurut Peckham (1969), kecepatan reaksi baking

powder dalam menghasilkan gas karbon dioksida tergantung pada

kelarutan senyawa asam dalam air.

Bahan pengembang yang sering digunakan adalah soda kue atau

natrium bikarbonat (NaHCO3) dan amonium bikarbonat atau campuran

keduanya.Menurut Winarno (1992), soda kue memiliki aktivitas yang

lambat dalam melepaskan CO2 sehingga setelah adonan terbentuk akan

menghasilkan retak-retak pada tepi produk. Bahan pengaerasi yang baik

untuk produk-produk kue kering atau cookies adalah ammonium

bikarbonat (Matz dan Matz, 1978).

9. Flavor

Flavor adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai

pemberi rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan agar semakin

menarik untuk dikonsumsi. Menurut Sudarmadji et al. (1990), flavor

merupakan senyawa sintetik yang menimbulkan aroma dan citarasa yang

hampir menyerupai aslinya. Selain itu, flavor juga berfungsi memperkuat

flavor yang sudah ada. Sesuai peraturan tentang bahan tambahan makanan,

flavor yang ditambahkan adalah sekitar 0.2 - 0.3%.

10. Garam

Garam adalah bahan yang biasanya diperlukan dalam jumlah sedikit

untuk menguatkan flavor pada produk pangan. Garam yang diperlukan

tergantung pada beberapa faktor terutama pada jenis terigu yang

digunakan. Terigu protein rendah lebih banyak memerlukan garam sebab

garam akan berpengaruh memperkuat protein gluten. Selain itu, menurut

Kaplan (1971), garam dapat memperkuat struktur (body) adonan jika

sedikit ditambahkan pada putih telur selama pengocokan krim.

11. Air

Air merupakan bahan yang dapat mempengaruhi sifat adonan.

Menurut Desrosier (1988), air dapat membantu pembentukan gluten dalam

adonan, dimana bila terigu dicampur dengan air maka akan membentuk

suatu substansi yang elastis yaitu gluten. Penggunaan air yang terlalu

banyak akan menghasilkan produk dengan permukaan yang lebih keras.

Umumnya, air yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah air sedang

untuk menghasilkan adonan yang renyah (Winarno, 1986). Air sedang

mengandung garam-garam mineral yang berfungsi sebagai pelarut gluten

dan akan mempengaruhi kelengketan adonan.

C. PEMBUATAN COOKIES

Proses pembuatan cookies terdiri dari tiga tahap, yaitu pembuatan

adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali

dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley

(2000), metode dasar pencampuran adonan dapat dibedakan menjadi metode

krim (creaming method) dan metode all in.

Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Tahap

pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna

dan perisa. Tahap selanjutnya adalah penambahan susu dan bahan kimia aerasi

berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan

tepung terigu dilakukan pada bagian paling akhir. Menurut Matz dan Matz

Pengistirahatan

Pencetakan

Bahan-bahan cookies

Penimbangan

Pencampuran (secara bertahap*)

Pengadonan

Pemanggangan

(1978), metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang

bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Sedangkan metode

all in, seluruh bahan baku dicampurkan bersamaan dan diaduk sampai

membentuk adonan. Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam

loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven.

Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang

setelah dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu ±176.7ºC (350ºF)

selama ±10 menit. Pembuatan cookies disajikan dalam bentuk diagram alir

pada Gambar 2.

*Tahap I : gula, shortening nabati, mentega

Tahap II : bubuk susu, natrium bikarbonat, perisa Tahap III : premix vitamin dan mineral Tahap IV : tepung terigu

Gambar 2. Diagram alir pembuatan cookies

Pendinginan

Pengemasan

Cookies dalam kemasan

Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies.

Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan

lemak yang digunakan, maka proses pemanggangan dapat dilakukan pada

suhu yang lebih tinggi (177-204ºC). Setelah dipanggang, cookies harus segera

didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan

lemak. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan

penambahan premix mineral dan premix vitamin serta serat pangan (fiber).

D. MUTU COOKIES

Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak

untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Muhandri

dan Kadarisman (2005), mutu dapat disimpulkan sebagai kesesuaian

serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan

produsen berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Oleh

karena itu, mutu sangat identik dengan karakteristik/atribut yang dimiliki oleh

produk tersebut. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa

mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang

dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi),

terutama sifat organoleptiknya. Beberapa karakteristik yang menentukan mutu

cookies adalah karakteristik fungsional, psikologi, dan umur simpan.

1. Karakteristik Fungsional

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), karakteristik fungsional

produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu;

(1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan sifat spektral), (2) sifat

kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, dan

bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi (mikroba alami,

kontaminan, patogen, dan pembusuk). Penelitian ini difokuskan pada

komposisi kimia sehingga mencakup kandungan gizi cookies. Syarat mutu

gizi cookies mengacu pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001),

cookies dikenal sebagai sumber energi, dimana kontribusi terbesar dari

kadar karbohidrat dan lemak.

2. Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan

adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, dan tekstur). Menurut

Brown (2000), konsumen mengenal cookies sebagai produk yang renyah

dan cenderung manis. Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu

organoleptik konsumen terhadap suatu produk pangan, yaitu pengukuran

preferensi dan pengukuran penerimaan/konsumen (Lawless dan Heymann,

1999). Tingkat kesukaan dan preferensi konsumen akan tetap baik, jika

produk cookies yang dimodifikasi tidak mengalami perubahan mutu

organoleptik ke arah yang tidak disukai.

3. Karakteristik Umur Simpan

Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa

dimana produk pangan masih dapat memenuhi kepuasan konsumen.

Menurut Floros (1993), umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh

produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan tertentu, untuk sampai

pada suatu level atau tingkat degradasi mutu tertentu. National Food

Association mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu

produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas

produk tersebut secara umum masih dapat diterima untuk tujuan seperti

diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki

integritas serta memproteksi produk. Menurut Brown (2000), cookies

merupakan produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama.

E. KECUKUPAN GIZI PANGAN

Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), hampir semua bahan

makanan yang dikonsumsi mengalami tahap pengolahan, baik pengolahan

minimal (pengupasan, pengecilan ukuran, pemotongan) maupun pengolahan

lanjutan seperti pemasakan hingga matang. Pada umumnya bahan pangan

yang telah melalui proses pengolahan akan mengalami penurunan nilai gizi.

Oleh karena itu, pengetahuan terhadap kestabilan zat gizi selama pengolahan

penting adanya untuk penentuan pengolahan yang sesuai sehingga

meminimalkan tingkat kerusakan atau hilangnya zat gizi tersebut. Potensi

kehilangan zat gizi ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan zat gizi

dari luar sebelum melalui tahap pengolahan. Jumlah yang ditambahkan

diperhitungkan berdasar perkiraan tingkat kerusakan akibat proses dan jumlah

yang diinginkan pada produk akhirnya. Tingkat kestabilan komponen gizi

terhadap panas dan tingkat kehilangan pada produk biskuit akibat

pemanggangan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kebutuhan gizi yang ditetapkan oleh RDA merupakan jumlah zat-zat

gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat dalam suatu populasi.

RDA didefinisikan sebagai tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang

dikeluarkan atau ditentukan oleh Commitee on Dietary Allowances of the

Food and Nutrition Board berdasarkan pertimbangan dan perhitungan secara

ilmiah, untuk memenuhi zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang

yang sehat. RDA digunakan sebagai pedoman kecukupan zat-zat gizi yang

dianjurkan, baik dalam perencanaan diet, suplai makanan, keperluan

pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang

dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992). Di Indonesia digunakan AKG

yang merupakan standar kecukupan gizi yang di keluarkan dan dianjurkan

oleh Departemen Kesehatan Indonesia bagi masyarakat Indonesia. AKG revisi

terbaru tahun 2007 terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor.

HK. 00.05.52.6291 mengenai acuan label gizi yang dipakai untuk kelompok

konsumen dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kebutuhan akan zat-zat gizi bervariasi tergantung individu untuk

kelangsungan hidup manusia. Standar-standar kebutuhan gizi yang ada

sekarang dibuat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena

keterbatasan data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia, tidak heran

jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu

komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya.

F. KLAIM TERHADAP PRODUK PANGAN

Klaim untuk produk pangan yang beredar di Indonesia mengacu pada

pedoman umum pelabelan produk pangan yang dikeluarkan oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2004, khususnya pada Bab XII.

Sedangkan, untuk pencantuman klaim di tingkat perdagangan internasional

mengacu pada Guidelines For Use Of Nutrition Claims CAC/GL 23-1997

yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).

Menurut BPOM, klaim pada label adalah pernyataan, saran atau logo

yang menyatakan atau menyarankan bahwa produk mengandung zat gizi dan

manfaat tertentu terhadap kesehatan. Sedangkan menurut Codex Alimentarius

Commission, klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau

mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik

terkait asal, kandungan gizi, kealamian, produksi, proses, komposisi atau

segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Dalam pedoman umum pelabelan

produk pangan yang dikeluarkan BPOM, klaim pada label produk pangan

terbagi atas klaim nutrisi, klaim kesehatan, dan klaim halal. Aturan klaim

nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM dapat dilihat pada Lampiran 4.

1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan,

menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan

memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan

kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan

vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari:

a. Klaim kandungan zat gizi. Klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat

keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan.

Contoh: sumber kalsium dan atau tinggi serat dan rendah lemak.

b. Klaim perbandingan zat gizi. Klaim yang membandingkan tingkat

keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih

produk pangan. Contoh: dikurangi, kurang dari, lebih sedikit.

2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan,

menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk

pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim

ini terdiri dari:

a. Klaim fungsi zat gizi. Klaim nutrisi yang menggambarkan peran

fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi

normal tubuh. Contoh: zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi

X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan

membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X

adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).

b. Klaim fungsi lainnya. Klaim ini fokus kepada efek spesifik yang

menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya,

dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal

tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan

dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu

fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan.

Contoh: substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka

meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas

biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung X gram

substansi A.

c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang

berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari

makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk

mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi

yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: konsumsi

makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A

dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi

atau substansi A. Atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi

yang kaya akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D.

Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi A.

3. Klaim halal merupakan klaim yang memberi jaminan bahwa pangan yang

dihasilkan adalah halal bagi kaum tertentu (muslim, kosher, vegetarian).

Namun klaim halal di Indonesia ditujukan untuk memberi jaminan

kehalalan pangan bagi kaum muslim. Klaim ini diperbolehkan setelah

produk dinyatakan halal oleh lembaga akreditasi dan mendapat

persetujuan Majelis Ulama Indonesia. Pangan Halal menurut PP 69 pasal 5

adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau

dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya dilakukan

sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam.

Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) juga

membagi klaim pelabelan makanan dan minuman atas empat ketegori. Klaim-

klaim tersebut juga banyak yang diaplikasikan oleh industri pangan di

Indonesia. Pembagian klaim tersebut diantaranya adalah;

1. Klaim tipe jaminan pada pangan. Klaim mengarah pada sistem yang

spesifik atau proses yang telah diterapkan untuk menyediakan jaminan

untuk kategori konsumen khusus. Klaim dapat didukung dengan data,

dokumentasi, sertifikasi, dan sertifikat performen dari pihak berwenang.

Contoh: klaim halal, kosher, dan vegetarian (Martin, 2006).

2. Klaim terkait proses/ persiapan/ produksi. Klaim menunjuk pada proses

spesifik atau tahap persiapan atau proses produksi atau sistem yang

berkaitan dengan produk akhir. Klaim proses yang meliputi tahap

penyediaan makanan harus benar dan akurat. Klaim harus didukung

dokumentasi proses, dan level/substansi dari klaim Contoh: untuk klaim

produksi: organik, biodynamic ; klaim tahap persiapan: baked-not-fried,

flame-grilled, chilled; klaim proses: chilled, frozen, concentrated,

sweetened (Martin, 2006).

3. Klaim asal bahan. Klaim pernyataan menyiratkan hubungan tertentu

secara geografis, region, negara, kota, entity atau klaim umum.

Aplikasinya tidak hanya klaim dengan pernyataan ‘produk dari…’atau

‘terbuat dari…’, namun sama dengan klaim untuk produk yang mengaku

asli dari wilayah geografis tertentu, seperti ‘locally grown produce’ (bahan

baku lokal) atau lebih spesifik dengan menyebutkan lokasinya ‘King

Island-born and breed’ (Martin, 2006).

4. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan. Klaim mengarah pada hubungan

dengan standar tertentu, metode atau pemilihan produk yang menyiratkan

hubungan antara standar tertentu dengan jenis atau pemilihan produk.

Contoh: Pure, segar (Fresh), tanpa di proses (Natural), rendah

(Trim/Lean), alami (Original), asli (Genuine), benar (True), nyata (Real).

Klaim ini biasanya ditujukan untuk menyampaikan pesan positif untuk

mendukung pola makan yang sehat dan menjual makanan yang

menyehatkan. Klaim juga memberikan deskripsi singkat yang dapat

membantu konsumen membuat pilihan yang lebih baik dan lebih sehat

(Martin, 2006).

Klaim lainnya di luar kategori tersebut digolongkan dalam Puffery

claim. Klaim atau pernyataan yang bersifat subyektif biasanya merupakan

bagian dari presentasi penjualan atau iklan yang memberikan sebuah pujian

dengan pendapat subyektif, superlatif, atau pendapat yang berlebihan

(exaggeration), terkadang tanpa fakta (Martin, 2006 dan Pradopo, 2007).

Penggunaan puffery claim yang sudah sangat umum. Contoh: BMW menggunakan tagline “The

Ultimate Driving Machine“, rokok Kretek Dji Sam Soe menggunakan “kenikmatan Sempurna”,

Soft Care dengan “super Maxi”, dan BNI Taplus dengan “Hidup selalu bisa lebih mudah” atau

dengan kata the best, finest, greatest dan lain-lain (Pradopo, 2007). Puffery claim ini sama

sepeti wordmark dari sebuah produk. Dan yang sering digunakan pada produk pangan ada lima

kategori yang tergolong dalam puffery yaitu hasil pertanian (Farmhouse), ciri

khas dalam negeri (Country Style), resep nenek moyang (Grandma’s Recipe),

terbaik di dunia (World’s Best) dan semacamnya.

G. KONSUMEN

Menurut Nugroho (2002), penggunaan kata konsumen secara lebih

umum menyatakan kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kegiatan dan

penggunaan produk. Istilah pelanggan digunakan untuk menggambarkan

seseorang yang secara teratur membeli atau menggunakan produk dari toko

atau perusahaan tertentu. Pengertian pelanggan digunakan pada perusahaan

tertentu sedangkan konsumen akan mencakup produk secara umum. Nuradi et

al. (1996) menyebut konsumen sebagai pembeli produk, merek ataupun jasa.

Konsumen merupakan faktor utama dalam pemasaran suatu produk.

Panuju (2000) menegaskan bahwa inti persoalan pemasaran adalah bagaimana

konsumen memberikan jawaban terhadap rangsangan pemasaran. Prilaku

membeli konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebudayaan,

sosial, pribadi, dan psikologi. Menurut Panuju (2000), prilaku individu, pola-

pola, dan intensitasnya sangat dipengaruhi oleh konsep diri, bawaan (genetis),

dan lingkungan. Konsep diri terbentuk berdasarkan karakter manusia di

lingkungannya. Menurut Sutisna (2001), persepsi seorang konsumen atas

berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi oleh karakteristik yang

dimilikinya. Respon konsumen terhadap terpaan produk yang ditawarkan

dipengaruhi oleh karakteristik individu masing-masing konsumen.

Nugroho (2002) menyatakan bahwa karakteristik konsumen yang perlu

diperhatikan meliputi: umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis.

Termasuk dalam karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas,

mental, dogmatis, orientasi, dan kemudahan menerima inovasi. Sutisna (2001)

menyatakan bahwa orang-orang yang mengadopsi inovasi pada tahap awal

cenderung lebih berpendidikan, mempunyai status sosial yang lebih tinggi dan

mau menggunakan dana yang lebih banyak daripada pengadopsi lamban.

Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa status ekonomi mempunyai hubungan

positif dengan tingkat kecepatan mengadopsi inovasi.

Panuju (2000) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan

sangat mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap informasi-informasi

yang diperoleh. Danudiredja (1998) menyatakan bahwa media masa berperan

memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian,

menumbuhkan aspirasi dan sebagainya, tetapi bergantung pada keterdenahan

khalayaknya pada media massa. Danudiredja (1998) melaporkan bahwa

seseorang lebih inovatif karena memiliki keingintahuan yang besar terhadap

media massa. Jahi (1988) menegaskan bahwa keingintahuan pada media

massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan prilaku.

Proses komunikasi secara primer adalah penyampaian pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai

media (Engel et al., 1994). Lambang yang digunakan sebagai media dalam

proses komunikasi adalah bahasa, gambar, warna, dan lain-lain yang secara

langsung mampu menterjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada

komunikannya. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi adalah proses

merubah prilaku orang lain. Tujuan dari suatu proses komunikasi adalah

terjadinya perubahan prilaku penerima pesan sesuai dengan keinginan

pengirim pesan. Pada komunikasi pemasaran, tujuan komunikasi adalah agar

pesan dari produsen berupa penawaran barang atau jasa ditanggapi oleh

konsumen dengan tindakan membeli produk atau jasa yang ditawarkan.

Teknik komunikasi yang biasa digunakan dalam komunikasi pemasaran

adalah teknik komunikasi persuasi. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi

persuasi merupakan teknik mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan

data dan fakta psikologis maupun sosiologis serta kebudayaan dari komunikan

yang hendak dipengaruhi. Engel et al. (1994) menyatakan bahwa pada

komunikasi persuasi, komunikan akan selalu mengevaluasi dan

memperhitungkan manfaat penerimaan atau penolakan suatu ide yang

ditawarkan. Oleh karena itu dalam komunikasi pemasaran, komunikator harus

mampu menyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan itu

menguntungkan dan bermanfaat bagi konsumen.

1. Atribut dan Sifat Konsumen

Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting

oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian

(Tjiptono, 1997). Hal yang sama dikemukakan oleh Engel et al. (1994)

bahwa atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi

sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan, penilaian

terhadap atribut produk dapat menggambarkan sikap konsumen terhadap

produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan prilaku konsumen

dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk tertentu.

Menurut Kotler dan Amstrong (1995), sikap didefinisikan sebagai

evaluasi perasaan dan kecendrungan seseorang yang relatif konsisten

terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap juga akan menempatkan

seseorang dalam suatu pikiran rasa menyukai atau tidak menyukai sesuatu,

bergerak mendekati atau menjauhi hal tersebut. Menurut Engel et al.

(1994), sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan

seseorang memberikan respon dengan cara menguntungkan atau tidak

menguntungkan terhadap suatu objek atau alternatif yang diberikan. Lebih

jauh lagi sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan positif dan negatif

terhadap merek dan dipandang sebagai hasil penilaian merek dan atribut

evaluatif yang penting. Ditambahkan oleh Bovee dan Thill (1992), sikap

relevan terhadap prilaku pembelian dimana sikap terbentuk sebagai hasil

pengamatan langsung individu dengan produk, berdasarkan informasi

yang diberikan oleh pihak ataupun pengetahuan yang diperoleh dari media

masa.

Prilaku mengacu pada pembelian konsumen dan pola penggunaan

untuk produk atau jasa yang dimiliki. Kebutuhan informasi biasanya

berfokus pada apa yang dibeli, dimana dan kapan pembelian dilakukan,

situasi dan kondisi yang melingkupi pembelian serta karakteristik pembeli

(Sciffman dan Kanuk, 1994).

Penataan skala sikap (attitude scalling) merupakan istilah yang biasa

digunakan mengacu kepada proses pengukuran sikap. Penataan skala sikap

dalam pemasaran cendrung berfokus pada pengukuran keyakinan

responsen tentang atribut-atribut produk (komponen kognitif) dan perasaan

responden tentang daya tarik atribut-atribut ini (komponen afektif).

Kombinasi keyakinan dan perasaan biasanya diasumsikan untuk

menentukan niat membeli (komponen prilaku) (Kinnear dan Tylor, 1991).

Model sikap multi atribut dapat digunakan untuk mengetahui hubungann

pengetauan produk dengan sikap terhadap produk yang berkenan dengan

ciri atau atribut prduk (Engel et al., 1994).

2. Persepsi Konsumen

Menurut De Vito (1997), persepsi sangat penting bagi studi

komunikasi dalam semua bentuk dan fungsinya. Gruenwald (1992)

mengatakan bahwa persepsi merupakan kunci dalam pemberian nama

merek produk. Keberadaan ini setiap hari kita hadapi misalnya nama

’Mamat’ menimbulkan citra yang berlainan dari ”Dermawan”.

Rakhmat (2001) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman

tentang obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah

memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Sutisna (2001)

mendefinisikan sensasi sebagai aktivitas merasakan keadaan atau

penyebab emosi yang menggembirakan atau menghebohkan. Sutisna

(2001) mendefinisikan sensasi sebagai tanggapan yang cepat dari indera

penerima seperti mata, telinga, hidung, mulut, dan jari terhadap stimuli

dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses

bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.

Sutisna (2001) mengungkapkan beberapa karakteristik iklan dan

stimuli pemasaran yang akan membuat pesan lebih dirasakan konsumen

seperti yang diharapkan oleh pamasar. Karakteristik iklan itu dibagi ke

dalam dua kelompok, yaitu elemen inderawi (sensory element) seperti bau,

rasa, penglihatan, dan pendengaan. Kelompok kedua yaitu elemen

struktural (structural element) seperti ukuran, bentuk dan posisi. Sutisna

(2001) memaparkan bahwa faktor-faktor sensori mempengaruhi

bagaimana suatu produk dirasakan dan hal itu sangat penting dalam desain

produk. Suatu penelitian melakukan pengujian terhadap pengguna

kemasan deodoran roll-on dengan warna yang berbeda dengan isi sama.

Hasil dari masing-masing responden menunjukan respon yang berbeda.

Responden mengatakan bahwa deodoran pada kemasan A cepat kering dan

efektif, deodorant pada kemasan B mempnyai bau yang menyengat dan

deodoran pada kemasan C membuat iritasi pada kulit dan tidak efektif.

Tanggapan yang berbeda atas penggunaan kemasan produk

memungkinkan pemasar mamperhatikan kemasan produk sedemikian rupa

agar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap produk.

3. Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan, atau sesuatu

hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi ini terbentuk dari

persepsi terhadap produk (Assael, 1992). Persepsi adalah proses di mana

seorang individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan informasi

dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran yang berarti bagi

dunia (Kotler dan Amstrong, 1995). Assael (1992) membatasi kata

”persepsi” sebagai perhatian kepada pesan yang mengarah kepada

pemahaman dan ingatan. Persepsi yang sudah melekat dalam pikiran akan

menjadi preferensi.

Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derejat kesukaan

atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi akan berpengaruh

terhadap konsumsi pangan (Suharjo, 1989). Psikologi, perasaan, dan sikap

terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan tersebut dan akhirnya

membentuk prilaku konsumsi terhadap pangan. Preferensi dapat berubah

dan dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis

terutama pada orang-orang muda dan akan permanen bila seorang telah

memiliki gaya hidup yang kuat. Derajat kesukaan dan ketidaksukaan dapat

diperoleh dari pengolahan terhadap makanan tertentu dan dapat

berpengaruh kuat terhadap preferensi. Interaksi dengan keluarga dan

teman-teman juga akan mempengaruhi preferensi terhadap makanan

(Sanjur, 1982).

Lyman (1989) menjelaskan bahwa preferensi dapat dipengaruhi oleh

waktu dan kondisi pada saat makanan disajikan seperti perasaan lapar dan

kesan pada saat terakhir mengkonsumsinya. Dalam memilih makanan

tertentu yang disukai, pengalaman seseorang dapat menjadi landasan yang

kuat. Beberapa faktor lainnya yang apat menjadi dasar pemilihan makanan

antara lain; enak, menyenangkan, tidak membosankan, berharga murah,

mudah didapatkan dan diolah. Penampakan merupakan hal yang paling

banyak mempengaruhu preferensi dan kesukaan konsumen (Sanjur, 1982).

Stare dan Williams (1973) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi preferensi terhadap makanan yaitu: (1) ketersediaan

makanan di suatu tempat, (2) kesukaan makanan oleh anggota keluarga

khususnya orang tua, (3) pembelian makanan dan penyediaannya yang

mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya, dan (4) rasa makanan,

tekstur, serta harga.

Demikian pula ditegaskan oleh Engel et al. (1994), bahwa preferensi

konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan

psikologis. Faktor kebudayaan meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor

sosial meliputi kelompok preferensi, keluarga, peranan, dan status. Faktor

pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,

gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Adapun faktor psikologis

meliputi inovasi, persepsi, belajar, kepercayaan, dan sikap.

H. KEMASAN

Saat ini, kemasan sudah melampaui fungsi dasarnya sebagai

pembungkus dan pelindung. Kemasan sudah menjadi alat yang berfungsi

sebagai silent salesman di rak-rak toko dan rumah konsumen, bahkan juga

untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Kemasan yang

menarik dapat membuat orang tertarik sehingga meningkatkan brand

awareness. Apalagi kalau produk tersebut sangat berbeda dibandingkan

kompetitor. Ini dapat membuat nilai jual produk menjadi lebih tinggi.

Mengeluarkan kemasan limited edition, “the law of scarcity” dapat dilakukan

selama memungkinkan. Hal ini dapat daya tarik tersendiri bagi konsumen.

Menurut Roslyn dan Wiria (2007), semakin terbatas jumlah produk yang ada

di pasaran maka akan membuat orang akan semakin tertarik untuk

mendapatkannya.

Kemasan merupakan bungkus luar yang melindungi produk serta

merupakan tempat mencantumkan berbagai informasi mengenai produk di

dalamnya. Menurut Syarief et al. (1989), kemasan memiliki beberapa fungsi

dasar, antara lain menjaga produk pangan agar tetap bersih dan terhindar dari

kontaminasi, melindungi produk dari kerusakan fisik, memiliki kemudahan

dalam membuka atau menutup, memberikan identitas dan informasi yang jelas

serta bertanggung jawab terhadap produk yang ada di dalamnya.

Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kemasan, beberapa di

antaranya: (1) elemen-elemen visual yang terdiri dari: bentuk, gambar, tulisan

serta warna, (2) material yang digunakan: kertas, plastik, gelas, kayu atau

metal, (3) elemen brand identity: logo, maskot, slogan, dan endorsement, (4)

ukuran: berat atau isinya (gr/l), (5) informasi-informasi yang menjelaskan

(fungsi label): data perusahaan, cara penyimpanan, cara pemakaian, manfaat

produk, tanggal kadaluwarsa, barcode, tanda halal (makanan/minuman),

info/peringatan (obat-obatan), serta authentication seal (untuk menjamin

barang itu baru dan asli).

Berdasarkan PP RI No. 69 Tahun 1999 pasal 31, pada label wajib

dicantumkan kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan

(jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui

(termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pada pasal 32 dinyatakan

bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label

wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan

mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan.

Contoh format label informasi gizi yang dapat dicantumkan pada label

kemasan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pelabelan informasi nilai gizi pada kemasan

(Fardiaz, et al., 2007)

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan

dan kemasannya. Good Time cookies

cookies (C2) dan Good Time chocochip chocolate cookies

kedua jenis cookies

masing cookies. Kedua jenis

Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.

Sedangkan untuk analisis statistika dan menggunakan

Office Excel 2003, SPSS 12, dan

Gambar

B. TAHAPAN PENELITIAN

Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis

produk Good Time cookies

1. Analisis Produk

Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk

Good Time cookies

menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan

melihat peluang pe

dilakukan meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk

Time cookies. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses

pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.

IV. METODOLOGI

BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Good Time cookies

Good Time cookies terdiri dari Good Time chocochip

Good Time chocochip chocolate cookies (C3). Perbedaan

cookies tersebut terdapat pada bahan baku penyusun masing

. Kedua jenis cookies tersebut dapat dilihat pada Gambar 4

alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.

Sedangkan untuk analisis statistika dan menggunakan software

, SPSS 12, dan Nutrition fact Version 0.9.3.5.

Gambar 4. Good Time C2 dan C3

TAHAPAN PENELITIAN

Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis

Good Time cookies baik C2 maupun C3 dan analisis konsumen.

Analisis Produk Good Time Cookies

Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk

Good Time cookies baik C2 maupun C3. Kegiatan ini bertujuan untuk

menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan

melihat peluang pengembangan produk. Evaluasi dan eksplorasi yang

meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk

. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses

pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.

C2 C3

Good Time cookies

Good Time chocochip

(C3). Perbedaan

tersebut terdapat pada bahan baku penyusun masing-

Gambar 4.

alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.

Microsoft

Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis

baik C2 maupun C3 dan analisis konsumen.

Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk

baik C2 maupun C3. Kegiatan ini bertujuan untuk

menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan

ngembangan produk. Evaluasi dan eksplorasi yang

meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk Good

. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses

pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.

Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode benchmarking, studi

literatur, dan menggunakan data sekunder dari perusahaan.

Selain itu, analisis produk ini juga bertujuan untuk mengetahui

karakteristik Good Time cookies menurut konsumen. Oleh karena itu

digunakan metode survei terhadap responden. Survei penentuan

karakteristik yang menjadi ciri produk Good Time cookies juga

menggunakan produk kompetitor sebagai pembandingnya. Survei ini

dilakukan pada 60 orang responden dari masyarakat umum dengan kisaran

usia 15 hingga 35 tahun. Responden diminta untuk menyebutkan atribut

yang sangat melekat pada produk Good Time cookies, dimana atribut

tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk memilih

dan membeli produk Good Time cookies.

2. Analisis Konsumen

a. Penentuan Pengetahuan Konsumen terhadap Informasi Tentang

Produk Terutama Klaim pada Produk Pangan.

Penentuan tingkat pengetahuan konsumen ini dilakukan dengan

menggunakan metode survei. Survei dilakukan menggunakan 60 orang

responden. Responeden merupakan masyarakat umum yang terdiri dari

29 orang responden pria dan 31 orang responden wanita dengan usia

bervariasi antara 15-35 tahun. Survei ini dilakukan untuk mengetahui

pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap informasi yang

terdapat pada kemasan, terutama tentang klaim-klaim pada produk

pangan. Selain itu, responden diminta untuk mengurutkan jenis-jenis

klaim yang umumnya sudah ada di produk-produk pangan berdasarkan

tingkat kepentingannya. Skor yang digunakan 1-7, dimana semakin

kecil skor maka semakin penting klaim tersebut bagi konsumen. Klaim

tersebut diantaranya adalah klaim nutrisi, klaim kesehatan, klaim halal,

klaim proses, klaim standar/jenis/pilihan, klaim jaminan mutu, dan

klaim asal bahan. Selanjutnya responden diminta mengurutkan tiga

besar klaim tersebut beserta alasannya. Contoh kuisioner tersaji pada

Lampiran 5.

b. Penentuan Atribut Utama Cookies.

Penentuan atribut utama produk cookies dilakukan dengan

menggunakan metode survei konsumen dan wawancara. Survei

dilakukan terhadap 100 orang responden dari masyarakat umum

dengan kisaran usia antara 15 hingga 35 tahun. Responden diminta

untuk mengurutkan lima buah atribut organoleptik cookies secara

umum yang ada di pasaran. Uji yang digunakan adalah uji rangking,

dimana atribut yang memiliki skor paling kecil merupakan atribut

paling utama cookies. Skor yang digunakan adalah skor 1 (paling

penting) sampai skor 5 (paling tidak penting). Kelima atribut tersebut

adalah warna, aroma, rasa, kerenyahan (tekstur), dan penampakan

(visual cookies). Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 6.

wawancara dilakukan untuk mengetahui kriteria yang diinginkan

konsumen pada produk cookies dengan taburan cokelat butir.

Wawancara dilakukan pada 30 orang dengan range usia 15 hingga 35

tahun. Secara keseluruhan, diagram alir pelaksanaan penelitan dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Bahan

baku

Atribut utama

cookies

Analisis Produk Analisis Konsumen

(survei)

Evaluasi Produk Good Time

cookies

Proses

pengolahan

Kemasan

Jaminan

Mutu

Produk

akhir

Pemasaran dan

iklan

Tingkat

pengetahuan

terhadap klaim

Gizi

Makro

Gizi

Mikro

Karakteristik

produk

EVALUASI NILAI TAMBAH PRODUK

PREFERENSI

KONSUMEN

NILAI TAMBAH PRODUK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BAHAN BAKU, PROSES, DAN PENGENDALIAN MUTU GOOD TIME

COOKIES

1. Bahan Baku

Good Time cookies diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia dalam

dua varian yaitu Good Time chocochip cookies (C2) dan Good Time

chocochip chocolate cookies (C3). Keduanya memiliki bahan baku

penyusun (ingredient) yang berbeda tetapi proses pembuatannya sama.

Perbedaan bahan baku ini mempengaruhi ciri khas produk dari aspek

organoleptik produk Good Time cookies. Perbedaan bahan baku dari C2

dan C3 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Bahan baku penyusun Good Time Cookies

Menurut Brown (2000) dan Fellows (1990), ciri khas cookies

tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya.

Chocochip cookies

(C2)

Chocochip chocolate

cookies (C3)

Terigu Terigu

Telur Telur

Lemak Nabati Lemak Nabati

Susu skim Susu skim

Cokelat butiran Cokelat butiran

Garam Garam

Natrium Bikarbonat Natrium Bikarbonat

Perisa Artifisial Perisa Artifisial

Gula Gula

Mentega -

HFS -

Pewarna Karamel -

- Cokelat Bubuk

- Lesitin Kedelai

Produk C2 dicirikan dengan original taste atau bisa disebut sebagai classic

taste sedangkan produk C3 memiliki rasa cokelat yang lebih terasa

sehingga disebut chocolate cookies. Bahan baku penyusun produk Good

Time cookies dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan baku utama dan

bahan baku penunjang. Kedua bagian bahan baku tersebut memiliki fungsi

yang saling melengkapi. Komposisi gizi bahan baku penyusun Good Time

cookies dapat dilihat pada Lampiran 7.

a. Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dalam pembuatan produk Good Time cookies

adalah terigu. Peran utama terigu adalah membentuk adonan cookies

selama proses pencampuran, memberikan tekstur, kekentalan dan

meningkatkan palatibilitas dari cookies yang dihasilkan. Selain itu,

terigu juga dapat mengikat gas selama pemanggangan karena adanya

komponen protein dalam terigu.

Terigu yang digunakan dalam pembuatan produk Good Time

cookies tergolong jenis terigu dari gandum lunak (soft wheat). Menurut

Matz dan Matz (1978), gandum lunak (soft wheat) menghasilkan terigu

yang memiliki sedikit kandungan protein tetapi kandungan pati yang

tinggi. Terigu yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies

memiliki kandungan protein 8-9%. Menurut SNI 01-3751-1995, terigu

dengan kandungan protein 8-9% termasuk dalam terigu dengan protein

rendah. Selain itu terigu yang digunakan dalam pembuatan Good Time

cookies juga memiliki warna yang tidak terlalu putih kerena tidak

mengalami proses pemutihan (unbleached). Menurut Anonimb (1981),

terigu yang tidak diputihkan sangat ideal untuk digunakan dalam

pembuatan cookies, karena akan menghasilkan kue kering dengan

warna yang merata. Selain itu, menurut Anonimh (2004), kandungan

serat terigu yang tidak diputihkan lebih tinggi dibandingkan terigu

yang diputihkan, karena proses pemutihan justru akan menghilangkan

kandungan serat terigu. Spesifikasi mutu terigu yang digunakan

sebagai bahan baku produk Good Time cookies sesuai dengan standar

yang ditetapkan dalam SNI mutu terigu 01-3751-1995 dan 01-3751-

2006.

Berdasarkan Certificate of Analysis (COA), terigu yang

digunakan memiliki kadar abu sebesar 0.52% dan telah sesuai dengan

standar kadar abu terigu (SNI) sebesar 0.6%. Namun, menurut

Anonimb (1981), terigu yang ideal untuk pembuatan kue kering adalah

terigu dengan kadar abu < 0.4%. Terigu untuk pembuatan Good Time

cookies baik C2 maupun C3, menggunakan terigu yang telah

difortifikasi mineral sehingga menyebabkan kadar abu terigu cukup

tinggi. Fortifikan mineral yang ditambahkan adalah zat besi dan seng.

b. Bahan Baku Penunjang

Bahan baku penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan

Good Time cookies adalah lemak, susu skim bubuk, gula, cokelat

bubuk, telur, garam, butiran cokelat, lesitin kedelai, natrium

bikarbonat, flavor, high fructose syrup (HFS), lemak, dan air. Bahan

baku penunjang inilah yang menjadi pembeda antara C2 dan C3.

1. Lemak

Good Time cookies menggunakan dua jenis lemak, yaitu

shortening atau mentega putih dan butter. Good Time cookies C2

dan C3 menggunakan shortening sebagai sumber utama lemak.

Shortening yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies

berasal dari minyak inti sawit. Selain shortening, pada produk C2

juga ditambahkan sumber lemak lainnya yaitu mentega (butter).

Penambahan mentega pada produk C2 digunakan untuk

memperkuat aroma dan rasa butter. Hal ini dikarenakan produk C2

memiliki ciri khas butter taste.

Mentega memiliki butter flavour yang lebih baik daripada

shortening, namun memiliki daya krim yang rendah. Oleh karena

itu, shortening digunakan pada C2 dan C3 untuk meningkatkan

daya krim pada saat pembuatan adoanan cookies. Lemak juga

digunakan untuk meningkatkan keempukan dan memperbesar

volume adonan. Selain itu, lemak juga digunakan untuk membatasi

pengembangan gluten dari terigu sehingga tekstur cookies tidak

menjadi retak-retak.

Selain bepengaruh pada aspek organoleptik, lemak juga

memberikan tambahan nilai gizi pada produk pangan, terutama

komponen gizi seperti asam lemak dan vitamin yang larut lemak.

Mentega merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang lebih

baik daripada shortening. Mentega juga merupakan sumber

kolesterol. Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh untuk pengaturan

fungsi organ tubuh dan merupakan bahan dasar penyusun beberapa

hormon seperti estrogen dan androgen.

2. Susu

Susu yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies

adalah susu bubuk skim. Menurut BSN (1995), susu bubuk skim

(skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya

dan diubah bentuknya menjadi bubuk dengan atau tanpa

penambahan bahan makanan yang diizinkan.

Susu bubuk skim berguna sebagai bahan penahan cairan

yang baik. Padatan susu berfungsi sebagai penahan, penegar pada

protein terigu sehingga meningkatkan volume cookies, terutama

jika digunakan terigu jenis protein sedang. Apabila digunakan

terigu lunak/terigu protein rendah maka diperlukan jumlah susu

yang lebih banyak daripada kebutuhan susu pada adonan dengan

terigu protein sedang. Selain itu, warna kerak akan lebih baik

karena laktosa dan protein dalam susu bubuk skim membantu

menghasilkan kerak dengan warna kekuning-kuningan dan juga

mempertinggi mutu pemanggangan (Anonimb, 1981). Oleh karena

itu, permukaan luar dari cookies akan menjadi lebih baik dari segi

organoleptik.

Umumnya, tujuan penambahan susu pada produk digunakan

untuk meningkatkan kelezatan dan nilai gizi dari produk pangan.

Susu full cream memberian rasa dan aroma susu yang lebih tajam

dibandingkan susu skim. Namun susu skim memiliki kandungan

protein yang lebih tinggi dibandingkan susu full cream yang akan

membantu memperbaiki tekstur protein terigu dan lebih mudah

dalam pencampuran. Jika dilihat dari nilai kalori, penggunaan susu

skim akan menyumbang energi lebih kecil pada produk akhir

dibandingkan dengan susu full cream. Selain itu, harga susu skim

juga relatif lebih murah dengan kualitas organoleptik yang hampir

sama dengan susu full cream. Oleh karena itu, Good Time cookies

menggunakan susu skim dalam komposisinya baik C2 dan C3.

Spesifikasi susu skim yang ditetapkan PT. Arnott’s

Indonesia sesuai standar yang mutu susu bubuk yang ditetapkan

dalam SNI. Bahkan untuk cemaran mikroba, spesifikasi mutu

mikrobiologi yang ditetapkan perusahaan lebih ketat dibandingkan

dengan SNI. Seperti ALT (angka lempeng total) pada SNI susu

bubuk 01-2970-1995 maksimum sebesar 5x105 koloni/g sedangkan

spesifikasi perusahaan maksimum sebesar 104 koloni/g, coliform

dalam SNI maksimum sebesar 20 APM, sedangkan pada

spesifikasi perusahaan cemaran coliform harus negatif.

3. Gula

Menurut Matz dan Matz (1978), gula yang ideal digunakan

dalam pembuatan kue adalah gula dalam bentuk halus. Hal ini

dikarenakan gula pasir kasar akan menyebabkan penyebaran

kurang merata, tekstur kurang lembut, dan kurang lezat. Oleh

karena itu, produk Good Time cookies baik C2 dan C3

menggunakan jenis gula tepung (sukrosa). Selain untuk

memberikan rasa manis, penggunaan gula halus juga bertujuan

untuk menghasilkan tekstur adonan yang halus dan mudah larut

dalam proses mixing. Menurut Hyun Soo Lee (1985), gula juga

membantu memperbaiki warna kerak. Warna kerak tersebut terjadi

akibat reaksi antara gugus hidroksil gula peredukasi dengan gugus

amina protein yang menghasilkan warna cokelat yang dikehendaki

atau sering disebut sebagai karamelisasi. Pada C2 juga digunakan

high fructose syrup (HFS). Produk C2 memiliki aroma dan rasa

butter (creamy) sehingga dibutuhkan rasa manis dan aroma susu

yang lebih tinggi serta tekstur yang lebih lembut.

HFS adalah gula invert yang memiliki intensitas kemanisan

lebih tinggi daripada gula pasir (sukrosa). Oleh karena itu,

penambahan HFS menggantikan sejumlah sukrosa dapat

memberikan intensitas manis yang tinggi dibandingkan dengan

hanya menggunakan sukrosa saja. HFS termasuk dalam kelompok

gula pereduksi. Dengan adanya gugus amina dari protein dan panas

akan terjadi reaksi maillard yang akan menghasilkan warna coklat

keemasan pada cookies. Menurut Matz dan Matz (1978),

penggunaan HFS juga dapat meningkatkan total padatan pada

cookies. Selain itu, HFS juga dapat memperbaiki sifat adonan

karena daya menahan uap air yang cukup tinggi sehingga cookies

akan memiliki struktur dan tekstur yang lembut (Hyun Soo Lee,

1985). Selain itu, HFS bersifat cair dan memiliki viskositas yang

rendah sehingga akan memudahkan dalam proses pencampuran

adonan.

Spesifikasi mutu tepung gula yang digunakan dalam

pembuatan Good Time cookies lebih ketat dibandingkan standar

mutu tepung gula yang diatur dalam SNI tepung gula nomor 01-

3821-1995. Spesifikasi yang lebih ketat tersebut meliputi jumlah

gula yang dihitung sebagai sukrosa (%b/b), jumlah gula pereduksi

(%b/b), kadar air, kadar abu, dan cermaran tembaga (Cu).

Demikian pula dengan HFS yang digunakan, telah sesuai dengan

persyaratan mutu sirup fruktosa yang ditetapkan dalam SNI 01-

2985-1992.

4. Telur

Telur berpengaruh pada tekstur produk-produk bakery

karena memiliki daya emulsi sehingga dapat menjaga kestabilan

adonan. Selain itu, telur juga berperan memberi rasa dan warna

bagi produk. Dalam pembuatan Good Time cookies digunakan

telur yang sudah ditepungkan (egg powder). Hal ini dikarenakan

tepung telur memiliki keunggulan daripada telur dalam bentuk

segar. Mutu tepung telur lebih konsisten, cukup stabil dalam proses

pengolahan, dan memiliki umur simpan yang relatif lebih panjang.

Selain itu, tepung telur lebih mudah dalam penanganannya karena

tepung telur dapat disimpan dan ditransportasikan pada suhu ruang.

Good Time cookies dibuat dengan menggunakan tepung

kuning telur. Kuning telur memiliki kemampuan melembutkan

adonan lebih baik daripada putih telur dan telur utuh. Hal ini

dikarenakan pada kuning telur lebih banyak mengandung lesitin

daripada bagian putih telur. Menurut John (2005) bagian kuning

telur memiliki banyak kandungan lesitin yaitu sebesar 4.18%

kuning telur segar. Kuning telur juga digunakan untuk memberi

aroma, warna, dan meningkatkan nilai gizi hasil bakaran.

5. Lesitin Kedelai

Lesitin kedelai banyak diaplikasikan pada produk pangan

terutama yang berbasis cokelat karena bersifat multifungsional,

fleksibel, dan menjadi mudah ditangani. Good Time cookies C3

merupakan cookies yang memiliki basis cokelat. Oleh karena itu,

C3 menggunakan lesitin kedelai dalam bahan baku penyusunnya.

Lesitin kedelai ini memiliki fungsi utama sebagai emulsifier.

Sebagai emulsifier, lesitin dapat memodifikasi konsistensi adonan,

membantu dari segi proses karena selain menstabilkan emulsi, juga

mengurangi kelengketan, menurunkan viskositas, dan

memudahkan penyebaran partikel-partikel bahan sehingga

homogen. Selain itu, lesitin juga dapat mempercepat pelepasan air

yang terperangkap pada adonan yang dipanggang.

Lesitin kedelai yang digunakan memiliki warna kuning

kecoklatan, tidak berasa, dan berbentuk cairan yang agak kental.

Lesitin kedelai digunakan dalam jumlah sedikit sehingga tidak

mempengaruhi warna dan rasa. Menurut Kooy (1996),

penambahan lesitin yang berlebihan dapat merusak tekstur lemak.

Lesitin dapat meningkatkan fluiditas lemak dalam krim sehingga

lemak akan menjadi encer. Selain itu, lesitin juga dapat berfungsi

sebagai antioksidan alami sehingga dapat melindungi lemak dalam

krim dari oksidasi (Kooy, 1996).

Menurut Manley (2001), dengan menggunakan lesitin

sebanyak 2% dari berat lemak akan meningkatkan efek fungsional

lemak sehingga dimungkinkan pengurangan lemak hingga 10%

dari formula awal namun dengan kualitas makan yang sama. Hal

ini tentu saja menguntungkan dari sisi industri maupun bagi

konsumen karena dengan jumlah lemak yang berkurang maka

biaya bahan baku akan menjadi lebih rendah. Secara tidak

langsung, hal ini juga akan menguntungkan konsumen dari aspek

kesehatan, karena kandungan lemak cookies menjadi lebih rendah.

Selain itu, penambahan sejumlah kecil lesitin pada produk pangan

dapat mengurangi rasa berminyak pada produk pangan (Manley,

2001).

Salah satu komponen nutrisi dari lesitin yang sangat penting

bagi tubuh masnusia adalah kolin. Kolin adalah senyawa prekusor

tubuh untuk pembentukan acethylcholine. Acethylcholine

merupakan zat yang berfungsi sebagai neurotransmiter pada otak.

Fungsi lainnya adalah untuk melindungi sel dari oksidasi terutama

pelindung lapisan permukaan otak dan untuk fungsi memori.

Menurut Astawan (2007), konsumsi kolin hingga 1 gr sehari dapat

meningkatkan kemampuan berpikir dan daya ingat. Kandungan

acethylcholine yang rendah dalam otak dapat menyebabkan

seseorang menjadi lebih mudah marah, sensitif, dan sulit

berkonsentrasi.

6. Kokoa Bubuk

Kokoa bubuk hanya digunakan pada Good Time cookies C3.

Ciri khas produk tersebut adalah mempunyai rasa cokelat yang

lebih dominan dibandingkan dengan produk C2. Jenis kokoa bubuk

yang digunakan adalah kokoa bubuk alkali. Kokoa bubuk alkali

adalah bubuk cokelat yang diperoleh melalui proses alkali (Kooy,

1996). Proses alkali ini bertujuan untuk menetralkan asam dan

sepat, seperti yang dikandung pada kokoa bubuk biasa. Kegunaan

kokoa bubuk alkali ini sama seperti cokelat bubuk biasa dan sangat

ideal digunakan pada produk panggang, pastry, permen, dan

produk pangan berbasis cokelat (Anonimi, 2008). Kokoa bubuk,

termasuk kokoa bubuk alkali mengandung beberapa komponen

gizi, seperti theobromine, phenylathylamine (PEA), tryptophan,

adenamin, dan kafein. Kokoa bubuk alkali juga mengandung

mineral magnesium (Mg) yang cukup tinggi, yaitu 476 mg/100 gr.

Kokoa bubuk alkali memiliki warna lebih gelap dan lebih

menarik sehingga pada formula Good Time cookies tidak

diperlukan bahan pewarna tambahan yang diizinkan. Selain itu

kokoa bubuk alkali memiliki flavor dan rasa cokelat yang lebih

enak sehingga penggunaan flavor cokelat tambahan untuk

mempertegas flavor cokelat yang digunakan hanya sedikit.

Menurut Matz dan Matz (1978), cokelat bubuk alkali memiliki pH

pada kisaran 6-8 sehingga tidak terlalu asam dan sepat. Kokoa

bubuk alkali ‘red alkalized’ merupakan cokelat bubuk alkali

kualitas premium (Daham, 2005). Selain itu spesifikasi yang

ditetapkan untuk memilih kokoa bubuk juga sesuai dengan standar

yang ditetapkan dalam SNI cokelat bubuk 01-3747-1995.

7. Bahan-Bahan Lain

Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan Good

Time cookies adalah cokelat butir, garam, baking powder, perisa

artifisial, dan air. Cokelat butir atau chocochip yang digunakan

sebagai topping terbuat dari campuran minyak sawit, emulsifiers,

gula halus, susu bubuk full cream, whey powder, cocoa liquor, dan

cocoa powder.

Garam digunakan sebagai penstabil rasa. Garam yang

digunakan dalam pembuatan Good Time cookies adalah garam

yang telah difortifikasi dengan yodium. Oleh karena itu, garam

merupakan sumber mineral yodium pada produk Good Time.

Menurut Matz dan Matz (1978), jumlah garam dalam adonan

cookies juga disesuaikan dengan jenis terigu yang digunakan.

Terigu lunak membutuhkan lebih banyak garam untuk memperkuat

struktur protein terigu. Selain itu, garam juga dapat menghambat

aktivitas protease dan amilase sehingga adonan tidak bersifat

lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Anonimb, 1981).

Baking powder yang digunakan dalam pembuatan Good

Time cookies berfungsi sebagai bahan pengembang. Bahan

pengembang yang digunakan adalah natrium bikarbonat

(NaHCO3). Penambahan natrium bikarbonat akan meningkatkan

pH adonan menjadi sekitar 7 - 7.5. Kondisi ini akan mempercepat

pengembangan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas

cookies setelah pemanggangan, dan membuat cookies menjadi

lebih ringan dan renyah. Oleh karena itu, natrium bikarbonat

digunakan dalam jumlah sedikit. Hal ini untuk menghidari

terjadinya proses pengembangan yang berlebihan.

Perisa atau flavour merupakan bahan tambahan pangan

(BTP) yang digunakan untuk memberi dan memperkuat rasa dan

aroma produk pangan (Sudarmadji et al., 1990). Good Time

cookies menggunakan dua jenis perisa, yaitu perisa vanila untuk

produk C2 dan cokelat untuk produk C3. Pada produk Good Time

cookies, penggunaan perisa digunakan untuk memperkuat rasa dan

aroma pada produk tersebut. Penggunaan perisa pada produk Good

Time cookies dalam jumlah yang sedikit yaitu hanya 0.01% untuk

perisa cokelat dan 0.04% untuk perisa vanila. Perisa cokelat pada

produk C3 digunakan dalam jumlah sedikit dan tidak ditambahkan

pewarna karena sudah menggunakan cokelat bubuk alkali yang

memiliki aroma dan rasa cokelat yang kuat. Pada produk C2

digunakan pewarna karamel digunakan untuk memperkuat warna

panggangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan telah

mengikuti aturan pemakaian sehingga aman bagi konsumen.

Bahan penunjang lain yang digunakan adalah air. Fungsi

dasar dari air sebagai pembasah dan sebagai pelarut bahan-bahan

lainnya, sehingga adonan menjadi satu ikatan dan memungkinkan

terbentuknya yang mempengaruhi tekstur cookies. Disamping itu,

air juga sangat berpengaruh terhadap kepekatan adonan. Menurut

Desroiser (1988), penggunaan air yang berlebih akan menghasilkan

produk yang lebih keras. Air yang digunakan pada pembuatan

Good Time cookies berasal dari PDAM yang telah di proses

kembali oleh PT. Arnott’s Indonesia sehingga sesuai dengan syarat

mutu air untuk industri. Air dalam produk Good Time tidak

dicantumkan dalam kemasan karena air digunakan sebagai

pembantu proses pembuatan adonan (processing aids) dan akan

dikurangi attau dihilangkan selama proses pemanggangan.

Menurut Blanchfield (2000), fungsi air seperti ini tidak termasuk

dalam bahan baku penyusun produk dan tidak dicantumkan dalam

daftar bahan baku pada label kemasan.

Berdasarkan hasil evaluasi bahan baku di atas diketahui

bahwa bahan baku yang digunakan untuk membuat produk Good

Time Cookies adalah bahan-bahan pilihan dengan mutu yang baik.

Spesifikasi mutu bahan baku yang ditetapkan dengan ketat untuk

mengkasilkan cookies berkualitas baik dari aspek organoleptik

maupun keamanannya.

2. Proses Pengolahan

Aliran proses pengolahan Good Time cookies di PT. Arnott’s

Indonesia disusun berdasarkan rangkaian seri dengan tujuan

mempermudah dan mengefisienkan waktu dan proses pengolahan. Dalam

pelaksanaan sistem produksi dan operasi, terutama dalam menghasilkan

produk, digunakan proses produksi yang kontinyu. Sistem kontinyu ini

menggunakan peralatan produksi disusun dan diatur dengan

memperhatikan urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk

tersebut, serta arus bahan dalam proses yang telah distandardisasi.

Diagram alir proses pengolahan produk Good Time cookies C2 dan C3

dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

a. Persiapan Bahan

Setiap bahan dipisahkan berdasarkan penampakannya.

Pemisahan dilakukan dalam ruang persiapan, agar tidak terjadi

kontaminasi bau, rasa dan yang lainnya antar bahan baku dengan

benda lainnya. Beberapa bahan seperti tepung terigu, susu bubuk,

cokelat bubuk, dan gula akan melalui tahap pengayakan terlebih

dahulu sebelum penimbangan. Setelah masing-masing bahan tersebut

ditimbang sesuai formulasinya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam

plastik dengan warna yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk

membedakan jenis-jenis bahan. Bahan-bahan yang siap untuk satu kali

produksi akan disatukan ke dalam satu palet dan dikirim ke setiap line

produksi dengan menggunakan forklift.

b. Pencampuran Bahan

1. Creaming

Pencampuran bahan baku Good Time cookies menggunakan

metode creamming semi all in. Hal ini disebabkan pada proses

pencampuran tidak hanya bahan-bahan pembentuk krim saja yang

dicampur. Khusus produk C3, cokelat bubuk juga ditambahkan

pada tahap ini untuk memperoleh hasil pencampuran yang

optimum. Cokelat bubuk akan tercampur lebih merata dengan

adanya emulsifier pada krim dan selanjutnya akan lebih mudah

bercampur dengan terigu pada pencampuran berikutnya. Proses

creaming dilakukan selama 30 detik dengan kecepatan tinggi,

sehingga bahan-bahan tersebut menjadi homogen.

2. Pencampuran I

Setelah creaming atau bahan-bahan sebelumnya larut,

kemudian kecepatan mixer akan diperlambat (low speed) dan

secara bertahap dimasukkan terigu dengan waktu percampuran 4

menit dan natrium bikarbonat dalam 1 menit terakhir. Oleh karena

itu, total mixing I selama 5 menit dan didapatkan adonan yang

merata.

3. Pencampuran II

Tahap terakhir dari pencampuran adalah memasukkan

cokelat butir. Kecepatan mixer yang digunakan adalah kecepatan

tinggi dan waktu yang dibutuhkan adalah selama 30 detik lalu

mixer dimatikan. Kecepatan tinggi dan waktu yang singkat

diperlukan untuk meratakan penyebaran chocochip dan dapat tetap

mempertahankan chocochip dalam keadaan utuh. Waktu

pencampuran yang terlalu lama akan membuat suhu adonan

meningkat sehingga chocochip mudah lumer. Keutuhan chocochip

pada cookies jadi merupakan salah satu paremeter mutu yang

penting pada produk Good Time cookies

c. Pembentukan Adonan

1. Pembentukan Lembaran (Sheeting)

Adonan yang telah tercampur rata kemudian dipindahkan ke

konveyor dengan alat bantu berupa sekop. Di atas konveyor,

adonan akan melewati pembatas pada sisi atas, sehingga adonan

menjadi lebih tipis kemudian adonan ini akan masuk ke dalam

penampungan untuk siap untuk pencetakan.

2. Pencetakan Adonan

Adonan yang telah ditipiskan turun ke dalam penampungan

dengan dibantu menggunakan roll. Adonan akan diteruskan

menuju lubang pencetak dengan adanya dorongan dan pengaturan

berat standar. Alat pencetak terdiri atas tabung dan lubang

sebanyak 18 lubang dengan diameter kurang lebih 2 cm.

3. Pemotongan Adonan

Adonan yang telah masuk dalam pipa pencetak akan

diteruskan ke bagian mulut bawah pipa. Proses selanjutnya, adonan

yang terdorong keluar akan dipotong menggunakan kawat tipis

(wire cutter) hingga membentuk koin tebal (bulatan cookies) yang

kemudian jatuh ke atas konveyor untuk mengalami tahap

berikutnya.

d. Pemanggangan

Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan indirect oven

yang mempunyai lima zona dengan total waktu pemanggangan selama

8 menit. Indirect oven tidak menggunakan api langsung sebagai

sumber panas pada oven. Sumber panas menggunakan udara kering

yang berasal dari pipa-pipa panas berisi air yang dipanaskan dengan

bahan bakar gas elpiji. Pembagian zona ini memiliki tujuan berbeda

yaitu, zona 1 dan 2 bertujuan untuk penngembangan adonan cookies.

Suhu di zona ini 175ºC dan 185ºC. Zona 3 memilik suhu 195ºC

bertujuan untuk pematangan cookies. Zona 4 dan 5 bertujuan untuk

pewarnaan dengan suhu 190ºC dan 175ºC.

e. Pendinginan

1. Pendinginan I

Setelah pemanggangan, tahap selanjutnya akan dilakukan

pendinginan. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan kipas

angin dan exhaust fan dengan suhu 20-27ºC selama 12-16 menit.

Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu cookies

sehingga tekstur cookies akan menjadi renyah dan mempunyai

kadar air yang memenuhi standar. Bersamaan dengan proses ini

dilakukan pengecekan dari segi dimensi, kadar air, dan warna dari

cookies oleh operator bagian produksi sebelum dilakukan

pengemasan.

2. Pendinginan II

Setelah melalui exhaust fan, cookies akan melewati tunnel

pendingin bersuhu 10-15ºC selama 4-5 menit. Hal ini bertujuan

untuk mendinginkan chocochip yang ada dalam cookies.

Pendinginan ini untuk memperkuat dan mempertegar tekstur

chocochip sehingga tidak mudah lumer.

f. Pengemasan

1. Pengemasan I

Proses yang dilakukan untuk menyusun cookies ke dalam

tray dan kemudian di kemas dengan plastik Oriented Poly

Propylene (OPP). Cookies diletakkan dalam sebuah tray yang

terbagi atas 3 bagian yang dipisahkan oleh 2 sekat. Dimana untuk

produk 42 gr masing-masing bagian berisi 2 buah cookies sehingga

total cookies dalam 1 kemasan adalah 6 buah. Dan untuk produk 84

gr masing-masing bagian berisi 4 cookies sehingga total dalam 1

tray berisi 12 cookies. Proses pengisian dilakukan secara manual

dan selanjutnya produk dilewatkan pada alat metal detector.

Pengemasan dilakukan menggunakan mesin pengemas

(warping machine), dimana sealer yang digunakan mempunyai

kecepatan 0-50 pack per menit. Hal ini bertujuan untuk mewadahi,

melindungi produk, dan mempertahankan kualitas tekstur serta

aroma dari produk.

2. Pengemasan II

Pengemasan ini merupakan proses pengemasan produk yang

sudah dikemas dengan OPP ke dalam karton (doos). Salah satu

tujuannya adalah mempermudah pendistribusian barang dari ruang

produksi ke gudang penyimpanan hingga ke tangan konsumen.

g. Penanganan Pasca Produksi

Produk akhir Good Time cookies akan dikirim ke gudang finish

good atau biasa disebut gudang warehouse dengan suhu ruangan

terkontrol antara 25-30ºC. Sebelum produk tersebut di release oleh

QA, produk harus disimpan di ruang karantina dan belum dapat

dipasarkan hingga waktu yang dibutuhkan, yaitu lebih kurang satu

bulan.

3. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk

menghasilkan suatu produk yang baik, dapat memuaskan keinginan

konsumen maupun produsen, bermutu tinggi dengan tingkat mutu yang

dapat dipertahankan pada setiap produksinya. Pengawasan dilakukan

dengan cara pencegahan bahaya yang mungkin terjadi pada titik paling

awal, yaitu mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi,

pengemasan, dan penyimpanan produk akhir. PT. Arnott’s Indonesia

telah menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk menjamin bahwa

produk yang dihasilkan aman dan bermutu. Hubeis (1997) berpendapat

bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari

jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan

bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan

bagi konsumen. Pelaksanaan HACCP di PT. Arnott’s Indonesia dilakukan

berdasarkan pada CAMPBELL’S USA tahun 2002. Pengawasan mutu

yang dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia mencakup pengawasan dan

pengendalian terhadap parameter-parameter CCP (critical control point),

CP (control point), QCP (quality control point), dan QHP (quality

holding point). CCP dan CP digunakan untuk menjaga keamanan produk

(food safety insurance) sedangkan QCP dan QHP digunakan untuk

menjaga mutu produk (food quality insurance).

Quality Control Point (QCP) merupakan prosedur pengawasan

dalam proses produksi makanan agar mutu produk sesuai dengan standar

dan spesifikasi mutu yang ditetapkan. Titik yang termasuk dalam QCP

antara lain berat produk, dimensi produk, warna produk, rasa, dan kadar

air. Sedangkan Quality Hold Point (QHP) merupakan prosedur

pengawasan agar proses produks sesuai dengan standar proses sehingga

mutu produk terjaga. Titik atau tahapan yang termasuk QHP adalah

sealing, check weigher, dan ingredient scale.

a. Pengawasan Mutu Bahan Baku dan Kemasan

Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan produk yang akan dihasilkan. Pengawasan terhadap bahan

baku dimulai dari bahan baku di terima sampai digunakan untuk

produksi. Pengawasan mutu bahan baku dan kemasan dimulai ketika

bahan baku dan kemasan tersebut tiba di pabrik pada saat penurunan

bahan dari kontainer.

Pengujian pada bahan baku terdiri dari pengujian fisik, kimia

dan mikrobiologi. Pengujian fisik dilakukan secara organolepetik,

seperti warna, aroma, tekstur, dan penampakan. Pengujian kimia

dilakukan sesuai dari bahan baku yang akan digunakan. Pada

umumnya, pengujian ini meliputi pengukuran pH, kadar air, kadar

protein, kadar lemak, kadar gluten untuk terigu, dan lain-lain.

Pengujian mikrobiologi diutamakan kepada bahan baku yang selama

produksi tidak mengalami proses pemanasan yang relatif tinggi atau

tanpa pemanasan pendahuluan sebelum proses. Pengujian yang

dilakukan meliputi uji E.coli, Salmonella, kapang, kamir, dan TPC.

Bahan baku yang pengujiannya labih dari satu hari akan disimpan

terlebih dahulu di ruang karantina sampai pengecekan selesai dan

diputuskan untuk diterima atau ditolak. Sedangkan pemeriksaan bahan

kemasan dilakukan secara visual yang meliputi dimensi, bentuk,

kejelasan printing (tingkat warna dan kecerahan) gambar dan tulisan.

Bahan baku yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan PT.

Arnott’s Indonesia akan disimpan di gudang bahan baku. Bahan baku

yang akan dikirim ke ruang produksi ditimbang terlebih dahulu sesuai

formulasi produk yang akan diproduksi. Pengiriman bahan baku ke

ruang produksi berdasarkan sistem FIFO (First In First Out).

b. Pengawasan Mutu Selama Proses Pengolahan

Kualitas produk tidak hanya cukup ditentukan oleh bahan baku

yang digunakan tetapi juga ditunjang oleh proses sampai produk

tersebut dihasilkan. Pengawasan mutu yang dilakukan terhadap suatu

line produksi berbeda satu dengan yang lainya dikerenakan proses

pengolahan yang berbeda. Secara garis besar tahap proses pengolahan

produk Good Time cookies meliputi tahap pencampuran, pembentukan,

pemanggangan, pendinginan, penyusunan cookies, dan pengemasan.

1. Pencampuran Bahan

Faktor-faktor penting yang diperhatikan pada tahap mixing

adalah jumlah dan formulasi bahan, suhu dari bahan baku dan

adonan selama mixing, lama mixing, dan kecepatan mixing. Pada

proses mixing, laju aliran air yang masuk ke dalam mixer juga

merupakan faktor penting. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena

air akan mempengaruhi kelancaran mixing sehingga berpengaruh

terhadap kualitas cookies yang dihasilkan. Selain itu, lamanya

proses mixing dan begitu pula tahapan pemasukan bahan baku pun

harus diperhatikan.

2. Pemanggangan

Pengawasan selama pemanggangan meliputi pengawasan

suhu oven, jalannya konveyor hingga cookies keluar dari oven.

Proses pemanggangan dilakukan selama 8 menit. Setiap 30 menit

sekali dilakukan pengecekan cookies yang meliputi warna, kadar

air, diameter, bentuk (pecah/tidak) ketebalan yang dibandingkan

dengan sampel standar.

3. Pendinginan

Pengawasan mutu selama pendinginan (cooling) produk

meliputi pemeriksaan berat, tebal, diameter, kadar air, dan

keseragaman warna. Parameter yang paling penting adalah kadar

air dari produk akhir. Kadar air yang diinginkan adalah di bawah

5% karana produk tersebut memiliki masa simpan hingga 1 tahun.

Proses pengukuran kadar air dilakukan menggunakan

moistermetter setiap 30 menit sekali setelah produk keluar dari

oven dan melalui pendinginan I (exhaust fan) dan pendinginan II

(cooling tunnel).

4. Pengemasan

Pengawasan yang dilakukan meliputi jumlah cookies dan

deteksi metal. Good Time cookies 84 gr berisi 12 buah cookies dan

Good Time cookies 42 gr berisi 6 buah cookies. Cookies yang telah

disusun secara manual pada tray, dilewatkan dalam metal detector

dan dikemas.

Tahap utama dari proses pengemasan adalah sealing dengan

menggunakan mesin. Tahap ini sangat penting sehingga ditetapkan

sebagai QHP. Pengawasannya terdiri dari kerekatan sealing, kode

produksi, kode kemasan, kejelasan printing, uji kebocoran dengan

vaccum test.

c. Pengawasan Mutu Produk

Pengawasan yang dilakukan terhadap produk akhir meliputi

kadar air, berat, ukuran, dan penampakan secara organoleptik yang

dibandingkan dengan standar produk. Hal ini dilakukan sekaligus

untuk mengontrol kondisi mesin agar dapat diketahui jika terdapat

penyimpangan dari produk tersebut. Pengujian dari cookies dilakukan

secara berkala yaitu satu bulan sekali yang meliputi pengujian kimia

(air, protein, kadar abu, dan kadar lemak), uji mekroorganisme

(meliputi uji Salmonella, dan kapang) dan uji organoleptk (rasa, bau,

tekstur, dan warna). Uji organoleptik juga dilakukan pada produk

setelah produk dikemas. Sampling dipilih secara acak pada hari yang

sama sebagai upaya evaluasi harian.

Pengawasan mutu yang telah dilakukan adalah sebagai upaya

penjaminan mutu produk yang dihasilkan. Menjamin bahwa produk

yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan

oleh perusahaan dan pemerintah serta mendekati harapan konsumen

bahkan memberi lebih dari yang diharapkan oleh konsumen. Dan

tentunya agar produk dapat bersaing di pasaran baik pasar nasional

maupun internasional.

B. KARAKTERISTIK GOOD TIME COOKIES

1. Atribut Utama Cookies

Analisis tentang karakteristik produk cookies dapat digunakan

sebagai upaya pendahuluan untuk mengetahui mutu dan sifat-sifat produk,

baik sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi. Mutu adalah hal-hal tertentu yang

membedakan produk satu dengan lainnya, terutama yang berhubungan

dengan daya terima dan kepuasan konsumen (Andarwulan dan Hariyadi,

2006). Mutu cookies berhubungan dengan atribut yang dimiliki oleh

cookies sehingga produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Oleh

karena itu, sangat penting untuk mengetahui atribut yang dimiliki oleh

cookies.

Secara umum, atribut yang dimiliki oleh produk pangan adalah rasa,

aroma, tekstur, bentuk, warna, dan penampakan (visual). Atribut yang

dimiliki produk cookies secara umum yang ada di pasaran berdasarkan

survei konsumen dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil survei

tersebut, atribut cookies secara berurutan dari atribut yang penting ke

atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45),

warna (3.91), dan visual (3.92). Survei ini menggunakan uji rangking,

dimana atribut yang memiliki skor paling rendah merupakan atribut utama

cookies. Berdasarkan uji friedman dan LSD ranking, atribut utama produk

cookies adalah rasa, karena rasa memiliki skor ranking terendah dari

keempat atribut yang lain dan berbeda nyata pada taraf 5%. Tabulasi hasil

survei dan hasil uji statistik (Friedman dan LSD ranking) terdapat pada

Lampiran 10.

Gambar 6. Atribut utama cookies

Setelah rasa, mutu utama produk biskuit seperti cookies adalah

kerenyahannya. Cookies biasanya dinilai dari teksturnya. Menurut Brown

(2000), konsumen mengenal cookies karena memiliki rasa yang manis dan

renyah. Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk

dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000).

Menurut Arpah (2001), tekstur merupakan atribut utama yang mudah

diidentifikasi oleh konsumen bila produk biskuit termasuk cookies sudah

mengalami penurunan mutu. Dalam hal ini adalah tekstur (kerenyahan)

cookies yang sudah mulai turun atau cookies menjadi lembek (sogginess)

sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen.

Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 69% responden

menyatakan bahwa produk Good Time cookies disukai oleh konsumen

karena aspek organoleptik yaitu rasa dan bentuk atau visaul cookies

(Gambar 7). Menurut Brown (2000), konsumen akan lebih mudah

mengenal produk cookies berdasarkan karakteristik organoleptik yang

dimilikinya. Rasa merupakan atribut utama produk cookies yang

menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk cookies

(Mileiva, 2007). Secara umum, produk cookies yang ada di pasaran

memiliki rasa manis dan gurih karena cookies tersusun dari gula, susu,

garam, dan telur. Komponen tersebut sebagian besar merupakan penyusun

3.91

1.37

3.45

2.35

3.92

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

Sk

or

Ra

nk

ing

Warna RasaAroma Tekstur (kerenyahan)Penampakan (visual)

1,50

3,76

2,05

2,69

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

Sk

or

Ra

nk

ing

Chocochip Diameter Warna Bentuk

adonan krim pada cookies. Selain itu, perisa pangan (flavour) sering

ditambahkan untuk memperkuat rasa pada produk pangan tersebut.

Gambar 7. Karakteristik produk Good Time cookies

Selain karena rasanya Good Time cookies disukai oleh konsumen

juga karena mutu visualnya. Tabulasi hasil survei terdapat pada preferensi

konsumen terhadap atribut visual dapat dilihat pada Lampiran 11. Faktor

visual yang paling mempengaruhi tersebut adalah adanya chocochip yang

ada di permukaan cookies seperti telihat pada Gambar 8. Survei dilakukan

dengan uji ranking dimana chocochip memiliki nilai yang paling rendah.

Gambar 8. Atribut visual Good Time cookies

4%

22%

69%

4%1%

Kemasan Merek Rasa&Bentuk Iklan Harga

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah cokelat butir

yang terdapat pada permukaan cookies dari masing-masing produk cookies

dengan cokelat butir (Gambar 9) dengan merek Broniz, Mia Classy,

Chocomania, Chipy dan Siesta diketahui bahwa produk Good Time

memiliki jumlah cokelat butir yang lebih banyak jika dibandingkan

dengan produk lainnya. Selain itu ukuran cokelat butirnya lebih besar,

utuh, dan tersebar merata pada cookies. Hasil pengamatan dan perhitungan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 9.

Gambar 9. Produk cookies dengan taburan cokelat butir

Tabel 9. Jumlah chocochip di permukaan beberapa produk cookies

Merek Chocochip

cookies

Kisaran jumlah

chocochip

Good Time cookies (C3) 5 – 11

Broniz 2 -7

Mia Classy 0 – 3

Chocomania 2 – 5

Chipy Monde 0 -4

Siesta 2 – 6

Kriteria lainnya yang juga diharapkan konsumen dari sebuah

produk cookies dengan taburan cokelat butir yang dirangkum berdasarkan

hasil wawancara diantaranya berupa intensitas rasa manis, rasa cokelat,

kerenyahan, intensitas warna cokelat base cookies, ketebalan cookies,

ukuran diameter, dan hancur tidaknya produk (keutuhan), aroma susu dan

tentunya yang paling banyak disebut adalah jumlah, keutuhan dan ukuran

dari cokelat butir. Akan tetapi, keputusan pembelian produk cookies oleh

konsumen lebih banyak didasarkan pada refrensi konsumen terhadap

produk tersebut sebelumnya dan display produk tersebut di toko.

Pada Gambar 10 tersaji foto dari beberapa produk cookies dengan

taburan cokelat butir. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil

sebanyak 19 orang memilih produk nomor 4 (Good Time cookies), 4 orang

memilih produk nomor 1 (Broniz) dan 3 orang memilih produk nomor 5

(Chipy), 2 orang memilih produk nomor 3 (Chocomania), dan 2 orang

sisanya memilih nomor 2 (Mia Classy). Alasan pemilihan produk Good

Time adalah jumlah cokelat butirnya yang lebih banyak, ukuran

diameternya yang lebih besar, dan tekstur permukaanya lebih menarik.

Alasan pemilihan produk Bronis dikarenakan warna base cookiesnya lebih

cokelat sehingga mengesankan rasa cokelat yang lebih kuat, sedangkan

alasan pemilihan produk Ciphy lebih dikarenakan ukurannya yang mungil,

berbeda dari produk yang lainnya. Tabulasi hasil wawancara tersaji pada

Lampiran 12.

Gambar 10. Perbandingan beberapa produk chocochip cookies

1 2 3 4 5

2. Karakteristik Kimia Cookies

a. Nilai Gizi Makro Produk

Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan gizi pada Good

Time cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu SNI

biskuit. Menurut Khomsan (2007), cookies memiliki kandungan lemak

dan gula yang tinggi namun rendah dalam kandungan gizi yang lain.

Good Time cookies memiliki kandungan lemak yang telah memenuhi

persyaratan SNI, kandungan serat serat kasar yang lebih tinggi dari

standar SNI dan kandungan karbohidrat dan protein masih dibawah

SNI. Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan gizi

terutama protein dan karbohidrat pada Good Time cookies. Hasil

analisis kimia produk Good Time cookies dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil analisis kimia Good Time cookies

Ket : * Hasil perhitungan per 100 g r produk ** Hanya dilakukan pada C3

Pada penelitian ini dilakukan juga benchmarking terhadap

informasi nilai gizi dari beberapa produk cookies dengan taburan

cokelat butir di pasaran yang meliputi positioning produk, ukuran

sajian, kandungan protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, dan energi.

Hasil benchmarking ini digunakan sebagai masukan untuk

pengembangan kandungan gizi produk Good Time cookies. Hasil

bench marking tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

Parameter Hasil Analisis

SNI 01-2973-1992 C2* C3*

Air (%) 2.06 2.17 Maks 5

Abu (%) 1.66 2.17 Maks 1.5

Protein (%) 6.36 7.33 Min 9

Lemak (%) 23.30 20.43 Min 9.5

Serat Kasar (%)** - 2.82 Maks 0.5

Karbohidrat (%) 65.70 68.10 Min 70

Energi (kkal) 497.94 481.72 Min 400

Tabel 11. Informasi nilai gizi makro beberapa merek chocochip cookies dengan taburan cokelat butir

Ket: ( ) jumlah gizi persaji

1. Kadar Air

Kadar air mempengaruhi penampakan, citarasa, dan

keawetan cookies. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis

yang mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena

dapat menentukan tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000).

Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan

teksturnya kurang disukai. Menurut Badan Standarisasi Nasional

(1992), kadar air cookes maksimal mempunyai kadar air 5%.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air C2

adalah 2.06% dan C3 sebesar 2.17% (Tabel 10). Kadar air C2 dan

Para-

meter

Good Time Choco

mania Broniz Siesta

Chipy

chocol

ate-

chip

WRP

Cookies

Diet

C2* C3* C3 C3 C3 C2

Positioning High quality

product general general general general

Diet

cookies

Ukuran saji 29 g 29 g 21 g 20 g

Per -keping

(7 g)

25 g 20 g

Protein

(g)

6.36

(1.8)

7.33

(2.1)

9.52

(2)

10

(2)

6.29

(0.44)

4

(1)

5

(1)

Lemak

(g)

23.30

(6.7)

20.43

(5.8)

23.8

(5)

25 23.85

(1.67)

24

(6)

25

(5)

Serat Kasar

(g) - 2.82 0 - - -

10

(2)

Karbohidrat

(g)

65.70

(18.8)

68.10

(19.5)

66.7

(14)

60

(12)

65.85

(4.61)

60

(15)

55

(11)

Natrium

(mg)

399

(114)

482.7

(140)

523.8

(110)

250

(50)

n.a 480

(120)

500

(100)

Energi (kkal)

497.9

(142)

481.7

(139)

476.2

(100)

500

(100)

503

(35.21)

520

(130)

500

(100)

C3 sudah memenuhi standar SNI. Kadar air yang rendah

mengakibatkan umur simpan produk menjadi cukup panjang

(kurang lebih satu tahun) tanpa memerlukan tambahan bahan

pengawet. Tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven

dengan kisaran suhu 175-195oC menyebabkan penurunan kadar air

pada cookies. Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara

transfer panas dan transfer massa dimana energi panas dipindahkan

ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di

dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari

bahan pangan ke udara di sekelilingnya.

2. Kadar Abu

Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan

organik dan air, sedangkan sisanya adalah unsur bahan anorganik.

Bahan anorganik dikenal sebagai mineral. Dalam proses

pembakaran, bahan anorganik tidak terbakar sehingga disebut

dengan abu (Winarno, 1992). Oleh karena pemahaman itu, kadar

abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari komponen yang tidak

mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran

senyawa organik.

Kadar abu C2 adalah 1.66% sedangkan C3 memiliki kadar

abu yang lebih tinggi, yaitu 2.17% dalam basis basah (Tabel 10).

Kadar abu yang dimiliki oleh Good Time cookies tidak memenuhi

SNI yaitu maksimum 1.5%. Kadar abu berarti juga jumlah mineral

dari produk. Kandungan mineral pada produk Good Time cookies

yang cukup tinggi ini berasal alami dari bahan baku yang

digunakan dan dari fortifikasi mineral pada terigu sesuai

persyaratan SNI terigu. Pada formula produk sendiri tidak

dilakukan penambahan mineral secara khusus. Berbagai bahan

baku lainnya yang berkontribusi terhadap jumlah kadar abu cookies

diantaranya adalah kuning telur, lesitin, dan cokelat bubuk. C3

memiliki kadar abu yang lebih tinggi karena C3 menggunakan

bahan baku yang lebih banyak menyumbangkan kandungan

mineral daripada C2 yaitu cokelat bubuk.

3. Kadar Protein

Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur

C, H, O, dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein

kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung

dalam bahan (Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies

sebagian besar berasal dari susu, telur, dan terigu. Umumnya,

terigu yang digunakan pada pembuatan cookies adalah terigu lunak

dengan kandungan protein 8%-9%. Menurut Anonimb (1981),

terigu protein rendah dengan kandungan protein 8%-10% yang

sangat ideal digunakan untuk pembuatan kue kering.

Selama proses pengolahan panas, misalnya pemasakan,

sterilisasi komersial, pengeringan atau pemanggangan, dan

pembakaran, protein yang terkandung dalam bahan pangan akan

mengalami perubahan. Penyebab utama terjadinya perubahan

kandungan protein dalam bahan pangan adalah denaturasi protein

dan reaksi protein dengan komponen-komponen lain dalam bahan

pangan (Andarwulan dan Hariyadi, 2006).

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kadar protein pada C2

adalah sebesar 6.36% dan pada C3 sebesar 7.33% (Tabel 10).

Kadar protein Good Time cookies ini belum dapat memenuhi

standar SNI, yaitu minimum 9%. Berdasarkan benchmarking

dengan produk sejenis (Tabel 11) kandungan protein Good Time

cookies masih di bawah produk cookies kategori umum lainnya.

Untuk meningkatkan kandungan protein produk akhir dapat

digunakan bahan baku sumber protein seperti telur ataupun

konsentrat protein dalam jumlah yang lebih banyak (Almatsier,

2002). Salah satu konsentrat protein yang sering digunakan adalah

konsentrat protein dari kedelai. Menurut Manley (1998)

penggunaan tepung kedelai sebanyak 3%-4% dari berat terigu

dapat digunakan untuk memperbaiki penampakan, kualitas makan,

dan umur simpan produk jika digunakan.

4. Kadar Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi

tekstur lembut pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber

energi yang memberikan nilai energi lebih besar daripada

karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gr (Almatsier, 2002).

Standar mutu SNI mensyaratkan jumlah minimal lemak pada

cookies adalah sebesar 9.5%. Berdasarkan hasil analisis, kadar

lemak C2 adalah 23.3% dan C3 sebesar 20.43%. C2 dan C3 sudah

memenuhi persyaratan kadar lemak minimal berdasarkan SNI.

Lemak merupakan komponen penyumbang energi kedua

pada Good Time cookies setelah karbohidrat. Sumbangan energi

dari lemak kurang lebih satu pertiga dari total kalori kedua produk.

Lemak yang ada pada cookies berasal dari shortening, mentega,

dan telur. Kandungan lemak pada C2 lebih tinggi dibandingkan

dengan C3, dikarenakan pada formula C2 digunakan komponen

lemak yang lebih banyak daripada C3. Komposisi C2 selain

menggunakan shortening, dalam formulanya juga ditambahkan

mentega untuk meningkatkan rasa dan aroma produk. Berdasarkan

hasil perbandingan kandungan lemak produk Good Time cookies

dengan produk cookies lainnya diketahui bahwa kandungan lemak

cookies tersebut secara umum tidak berbeda jauh (Tabel 10).

Kandungan lemak (per 100 gr) dari produk Good Time cookies ini

lebih rendah dibandingkan kandungan lemak dari produk cookies

diet WRP. Namun untuk dapat memposisikan diri sebagai diet

cookies, diperlukan peningkatan komponen gizi untuk memenuhi

kebutuhan diet lainnya.

5. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan

hewan serta harganya relatif murah. Di negara-negara sedang

berkembang, kurang lebih 80% energi makanan berasal dari

karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen karbohidrat yang

banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa.

Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik

produk pangan.

Penentuan kadar karbohidrat cookies menggunakan cara

perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference.

Menurut Winarno (1992), perhitungan carbohydrate by difference

adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar

dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan

pangan. Kadar karbohidrat C2 dan C3, yaitu 65.70% dan 68.10%

(Tabel 10). Nilai karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang

dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 70%. Perubahan

komposisi formula dengan meningkatkan penggunaan tepung-

tepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya karbohidrat

diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat pada cookies

6. Serat Kasar

Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang

tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia,

sehingga dapat mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri

probiotik (Winarno, 1992). Serat kasar adalah bagian pangan yang

tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan

dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 dan NaOH.

Menurut Winarno (1992), kira-kira hanya sekitar seperlima sampai

setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi

sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada

cookies ini dapat berasal dari tepung terigu dan bubuk coklat.

Pada Tabel 10 terlihat hasil analisis kadar serat kasar C3

adalah 2.82% sedangkan pada C2 tidak dilakukan analisa. Nilai

tersebut melebihi persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%.

Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah mengingat produk

cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar

serat kasar yang tinggi. Konsumsi serat bermanfaat untuk

kesehatan, lebih lagi saat ini serat menjadi tren yang termasuk

dalam kategori pangan fungsional yang mulai banyak diminati oleh

konsumen terutama bagi mereka yang ingin berdiet.

Dari hasil benchmarking (Tabel 11), diketahui bahwa

kandungan serat pada pada cookies diet (WRP) lebih tinggi

dibandingkan dengan cookies lainnya yaitu sebesar 10%.

Kandungan serat pada Good Time cookies yang masih rendah dapat

ditingkatkan dengan mensubstitusi sebagian terigu yang digunakan

dengan bahan baku yang memiliki kandungan serat (serat larut dan

tidak larut) yang baik. Penggunaan sumber serat seperti whole

grain (wheat, oat, rye) dan bran (oat bran, rice bran, dan wheat

bran) dapat digunakan untuk menghasilkan produk cookies tinggi

serat yang baik untuk kesehatan.

7. Nilai energi

Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein,

lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan

dalam unit panas atau kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar

adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gr, sedangkan

karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gr

(Almatsier, 2002). Pada C2 dan C3, komponen gizi yang

memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak

yang kandungannya cukup tinggi pada cookies.

Hasil perhitungan (Tabel 10) menunjukkan nilai energi

Good Time C2 adalah sebesar 497.4 kkal dan C3 adalah sebesar

481.72 kkal per 100 gr cookies. Berdasarkan SNI, nilai minimum

energi untuk cookies adalah 400 kkal per 100 gr. Nilai energi Good

Time cookies sudah sesuai dengan SNI. Energi persajian (29 gr~4

keping) cookies C2 sebesar 142 kkal dan C3 sebesar 139 kkal.

Menurut Khomsan (2007) mengkonsumsi snack satu sajian dengan

kandungan energi 100 - 200 kkal tidak menyebabkan kenaikan

berat badan jika dikonsumsi moderat.

Berdasarkan penagamatan nilai energi beberapa produk

cookies dengan taburan cokelat butir lainnya (Tabel 11), diketahui

bahwa kandungan energi dari produk - produk cookies yang ada

dipasaran ternyata hampir sama walaupun positioning produk

berbeda. Fakta ini dapat dimanfaatkan untuk mengubah persepsi

bahwa mengkonsumsi regular cookies (non diet cookies) akan

menyebabkan kenaikan berat badan dan tidak cocok untuk snack

bagi mereka yang sedang berdiet.

Ukuran sajianlah yang memperngaruhi nilai energi yang

tercantum pada label informasi gizi. Nilai energi persaji produk

dapat lebih kecil jika ukuran persajinya lebih rendah. Ukuran saji

produk Good Time cookies cukup besar (29 gr) dibandingkan

dengan dengan kuran persaji produk cookies secara umum dari

hasil pengamatan yaitu sebesar ± 20 gr (4 keping). Sehingga energi

persaji Good Time cookies ± 140 kkal hampir setara dengan satu

setengah kali porsi energi yang dihasilkan dari produk lainnya

yaitu ± 100 kkal. Pengurangan ukuran cookies dapat dijadikan

alternatif untuk memperoleh ukuran persaji yang lebih rendah

dibandingkan dengan pengurangan jumlah cookies persajinya.

b. Nilai Gizi Mikro Produk Good Time Cookies dan AKG

Bahan baku penyusun cookies merupakan kontributor utama

kandungan vitamin dan mineral pada produk. Hal ini dikarenakan,

Good Time cookies tidak menggunakan tambahan fortifikan vitamin

dan mineral. Tabel 12 menunjukkan hasil perhitungan kandungan

vitamin dan mineral dengan memperhitungkan faktor penyusutan

vitamin dan mineral yang terjadi selama proses pengolahan

berdasarkan literatur. Perhitungan kandungan vitamin dan mineral

yang ada pada Good Time cookies tersebut dapat dilihat pada

Lampiran 13. Kandungan gizi yang diperkirakan ini tidak berdasarkan

daya cerna dan daya serap dari komponen gizi tersebut.

Tabel 12. Kandungan vitamin dan mineral perkiraan dan persentase kehilangan vitamin dan mineral pada C2 dan C3 per sajian cookies

a Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti, 2002 dan, dBauernfeind dan Lachance, 1999.

Konversi jumlah vitamin dan mineral perkiraan dalam AKG ini

bertujuan melihat potensi untuk dilakukannya klaim nutrisi. Sebagai

acuan penetapan nilai AKG digunakan nilai acaun label gizi untuk

kelompok konsumen kategori umum (2000 kkal) dari BPOM yaitu

AKG tahun 2003 dan 2007. Nilai AKG i gizi mikro produk pada Tabel

13.

Komponen Gizi Penyu-

sutan

Jumlah/ 28.5 g C2

Jumlah/ 28.5 g C3

MINERAL

Besi (Fe), (mg) 0%a 1.06 1.15

20%b 0.85 0.92

Magnesium Mg, (mg) 0%a 6.25 9.94

3%a 6.07 9.64

Kalsium (Ca), (mg) 0%a 12.56 9.22

3%a 12.18 8.94

Seng (Zn), (mg)

0%a 0.56 0.59

3%a 0.55 0.57

20%d 0.45 0.47

Kalium (K), (mg)

0%a 37.05 58.11

3%a 35.94 56.37

Fosfor (P), (mg)

0%a 25.00 29.54

3%a 24.25 28.66

Selenium (Se), (µg) 0%a 2.15 2.30

3%a 2.08 2.23

VITAMIN

Folat (µg)

7%a,b 34.46 33.02

50% a 18.52 17.75

95% 1.85 1.78

Vitamin K (µg) 0%a 0.18 0.13

5%a 0.17 0.12

Choline (mg) 0%a 2.20 4.68

5%a 2.09 4.44

Vitamin A (IU) 18%a,b 41.91 3.99

74%c 13.29 1.26

Vitamin C (mg) 60%a,b 0.01 0.00

Vitamin B1 (mg) 20%a 0.06 0.06

32%b 0.05 0.05

Vitamin B2 (mg) 15%a 0.07 0.08

Vitamin E (mg) 27%a,b 0.58 0.75

Tabel 13. Perkiraan nilai kecukupan gizi (AKG) mikro Good Time cookies pada berbagai tingkat penyusutan

Komponen

Nutrisi

Penyu

sutan

2003

Komponen

Nutrisi

Penyu

sutan

2007

%AKG/

28.5 g

(C2)

%AKG/

28.5 g

(C3)

%AKG/

28.5 g

(C2)

%AKG/

28.5 g

(C3)

Folat 400 µg

7%a,b 8.61 8.25 Folat

400 µg

7%a,b 8.61 8.25

50%a 4.63 4.44 50%a 4.63 4.44

95%c 0.46 0.44 94%c 0.46 0.44

Vitamin K 65 µg

0%a 0.28 0.10 Vitamin K 60 µg

0%a 0.30 0.21

5%a 0.26 0.10 5%a 0.29 0.20

Choline 550 mg

0%a 0.40 0.85 Choline 550 mg

0%a 0.40 0.85

5%a 0.38 0.81 5%a 0.38 0.81

Vitamin A 5000 IU

18%a,b 0.84 0.08 Vitamin A 5000 IU

18%a,b 0.84 0.08

74%d 0.27 0.03 74%d 0.27 0.03

Vitamin C 60 mg 60%a,b 0.73 0.07

Vitamin C 90 mg 60%a,b 0.01 0.00

VitaminB1 1.2 mg

20%a 5.29 5.03 Vitamin B1 1 mg

20%a 6.34 6.03

32%b 4.49 4.27 32%b 5.39 5.13

VitaminB2 1.3 mg 15%a 5.76 6.00

VitaminB2 1.2 mg 15%a 6.24 6.50

Vitamin E 10 mg 27%a,b 5.78 7.47

Vitamin E 15mg 27%a,b 3.85 4.98

Fe 29 mg

0%a 3.65 3.96 Fe 26 mg

0%a 4.07 4.42

20% 2.92 3.17 20% 3.26 3.53

Mg 260 mg

0%a 2.41 3.82 Mg 270 mg

0%a 2.32 3.68

3%a 2.33 3.71 3%a 2.25 3.57

Ca 700 mg

0%a 1.79 1.32 Ca 800 mg

0%a 1.57 1.15

3%a 1.74 1.28 3%a 1.52 1.12

Zn 10.5 mg

0%a 5.37 5.63 Zn

12mg

0%a 4.70 4.93

3%a 5.21 5.46 3%a 4.56 4.78

20%d 4.30 4.50 20%a 3.76 3.94

K 3500 mg

0%a 1.06 1.66 K 4200 mg

0%a 0.88 1.38

3%a 1.03 1.61 3%a 0.86 1.34

P 700 mg

0%a 3.57 4.22 P 600 mg

0%a 4.17 4.92

3%a 3.46 4.09 3%a 4.04 4.78

Se 34 mcg

0%a 6.31 6.77 Se 30 mcg

0%a 7.15 7.68

3%a 6.12 6.57 3%a 6.94 7.45 a Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti 2002 dan dBauernfeind dan

Lachance 1991

1. Kadar Vitamin A

Menurut Almatsier (2002), lemak dari telur, susu, mentega,

dan shortening merupakan beberapa sumber vitamin A. Bahan-

bahan tersebut termasuk sebagai bahan baku penyusun Good Time

cookies. Shortening yang digunakan sudah difortifikasi dengan

vitamin A. Menurut Lotfi dan Merx (1996), shortening dapat

difortifikasi dengan vitamin A dan setelah mengalami

pemanggangan terdapat retensi 80-100%.

Kandungan vitamin A produk Good Time cookies akan

mengalami penyusutan selama proses pengolahan. Menurut

Manley (2001), rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah

18%. Penyusutan vitamin A terjadi akibat proses panas, paparan

cahaya, dan oksigen. Good Time cookies mengalami proses panas

dan terpapar oksigen selama pemanggangan. Suhu pemanggangan

yang digunakan cukup tinggi, yaitu 175-195oC. Berdasarkan hasil

perhitungan yang disesuaikan dengan penyusutan Haris R.S. dan

Kamas, E (1978) (18%) kadar vitamin A per sajian C2 adalah

sebesar 41.91 IU sedangkan per sajian C3 sebesar 3.99 IU (Tabel

12).

Menurut Sayuti (2002), penyusutan vitamin A yang terjadi

pada cookies yang terbuat dari tepung garut adalah sebesar 73.27%.

Oleh karena itu, kandungan vitamin A pada Good Time cookies

dengan menggunakan pendekatan penyusutan 74% menjadi

sebesar 13.29 IU untuk C2 dan C3 sebesar 1.26 IU. Kandungan

vitamin A pada Good Time cookies baik C2 maupun C3 ini

tergolong rendah karena hanya mencukupi sekitar 0.27% dari

kebutuhan vitamin A harian, yaitu sebesar 5000 IU. Hal ini

disebabkan terjadinya degradasi vitamin A pada bahan baku juga

terjadi selama penyimpanan dan proses pasca produksi

(Andarwulan dan Hariyadi, 2006).

Hasil perhitungan di atas didapatkan berdasarkan asumsi

bahwa hanya terjadi pada proses pengolahan saja. Selain itu, sifat

oksidatif dari mineral besi pada cookies dapat berkontribusi

terhadap besarnya kehilangan tersebut (Bauernfeind dan Lachance,

1991).

2. Kadar Asam Folat

Terigu merupakan kontributor utama asam folat pada

cookies. Terigu yang telah difortifikasi memiliki kandungan asam

folat mininmal 2 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu, dapat

diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan asam folat

yang berasal dari terigu yang digunakan dan juga dari bahan

lainnya. Asam folat sangat tidak stabil terhadap panas sehingga

akan mengalami penyusutan selama proses panas.

Menurut teori Manley (2001), kehilangan asam folat hanya

terjadi sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut

terjadi karena asam folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002)

menyatakan bahwa sebanyak 50-95% asam folat (alami) dapat

hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan pangan alami.

Selain panas, asam folat juga tidak stabil terhadap cahaya dan

radiasi ultraviolet. Menurut Bauernfeind dan Lachance (1991),

kristal asam folat juga dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi

ultraviolet.

Penyusutan kandungan asam folat sebesar 94% terjadi pada

cookies yang terbuat dari garut yang difortifikasi dengan asam folat

(Sayuti, 2002). Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor

penyusutan paling ekstrim sebesar 95% (Almatsier, 2002),

kandungan asam folat per sajian C2 adalah sebesar 1.85 µg dan per

sajian C3 adalah sebesar 1.78 µg (Tabel 11). Sedangkan Mileiva

(2007) menyebutkan bahwa kandungan asam folat cookies garut

yang tidak difortifikasi asam folat adalah sebesar 23.41 µg/100 gr

atau setara dengan 6.8 µg/28.5 gr (28.5 gr adalah satu sajian Good

Time cookies). Kandungan asam folat pada Good Time cookies

diperkirakan lebih tinggi dari kandungan asam folat cookies tepung

garut. Hal ini dikarenakan Good Time cookies menggunakan terigu

yang telah difortifikasi dengan asam folat (minimal 2 ppm).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor penyusutan sebesar

50% (Almatsier, 2002), kandungan asam folat per sajian C2 adalah

sebesar 18.52 µg dan per sajian C3 adalah sebesar 17.73 µg (Tabel

12). Jumlah ini memenuhi sekitar 4% AKG folat.

3. Kadar Vitamin C

Vitamin C adalah jenis vitamin yang larut dalam air.

Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin C per sajian C2

adalah sebesar 0.01 mg dan per sajian C3 diperkirakan tidak

mengandung vitamin C. Nilai tersebut mencerminkan bahwa bahan

baku pembuatan Good Time cookies hanya sedikit atau bahkan

sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier

(2002), vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan

nabati, seperti sayur dan buah terutama yang asam. Kontributor

vitamin C pada produk Good Time cookies adalah terigu dan susu

skim.

Vitamin C tidak stabil terhadap panas sehingga akan

mengalami penyusutan selama proses panas. Menurut Manley

(2001), penyusutan vitamin C selama proses pengolahan adalah

sebesar 60%. Kehilangan vitamin C pada Good Time cookies

terjadi selama proses pemanggangan.

Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat, yaitu untuk

meningkatkan asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang

membantu melindungi vitamin A, dan meningkatkan penyerapan

besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen pereduksi mampu

meningkatkan bioavailibilitas zat besi. Pemilihan kombinasi

fortifikan sejalan Bauernfeind dan Lachance (1991), yang

menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan

tempat yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral

lainnya.

4. Kadar Vitamin B1 (Tiamin)

Menurut Almatsier (2002), tiamin banyak terdapat pada biji-

bijian dan beras. Pada Good Time cookies, sumber tiamin berasal

dari terigu yang digunakan. Stabilitas tiamin merupakan suatu

masalah dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas

seperti pemanggangan. Menurut Kamman et al. (1981), tiamin

merupakan vitamin larut air yang paling tidak stabil. Retensi tiamin

semakin menurun dengan meningkatnya suhu dan nilai aw. Pada

nilai aw yang tinggi, air bebas yang tersedia semakin tinggi

sehingga memudahkan transfer ekektron untuk degradasi tiamin

(Labuza dan Kamman, 1982). Oksigen terlarut juga merupakan

faktor yang berperan dalam degradasi tiamin.

Umumnya, terigu difortifikasi dengan tiamin minimal 5 ppm

(BSN, 1995). Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan tiamin per

sajian C2 dan C3 adalah 0.05 mg. Hasil ini disesuaikan dengan

penyusutan tiamin selama proses pengolahan menurut teori Manley

(2001), kehilangan tiamin rata-rata pada biskuit sebesar 32%.

Namun menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan

tiamin akibat pemanggangan sebesar 20%. Kandungan tiamin pada

produk Good Time cookies tidak tinggi, namun cukup berpotensi

untuk dikembangkan.

5. Kadar Vitamin B2 (Riboflavin)

Sumber utama riboflavin pada produk Good Time cookies

adalah terigu. Terigu yang difortifikasi memiliki kandungan

riboflavin miniman 4 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu,

diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan riboflavin.

Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan riboflavin per sajian C2

dan C3 adalah sebesar 0.07 mg dan 0.08 mg. Oleh karena itu,

kandungan riboflavin per sajian Good Time cookies hanya

mencukupi sekitar 5% dari kebutuhan riboflavin per hari.

Kecukupan gizi riboflavin harian sebesar 1.2 - 1.3 mg.

Riboflavin bersifat foto-labil sehingga apabila terekspos

cahaya terlalu banyak dalam waktu lama akan meningkatkan

kehilangan vitamin ini. Seperti halnya tiamin, riboflavin juga akan

semakin tidak stabil dengan meningkatnya suhu dan nilai aw.

Tingkat keasaman lingkungan juga mempengaruhi retensi dari

riboflavin. Menurut Tannanbaum et al. (1985), riboflavin stabil

dalam kondisi asam kuat tetapi tidak stabil dalam kondisi alkali

dan akan segea terdegradasi menjadi lumiflavin dengan adanya

cahaya.

6. Kadar Vitamin E

Vitamin E membantu menstabilkan membran sel, mengatur

reaksi oksidasi dan melindungi vitamin A. Vitamin E merupakan

antioksidan. Dalam peranannya sebagai antioksidan, vitamin E

mempunyai pengaruh besar terhadap sel, seperti sel darah merah

dan sel darah putih yang melewati paru-paru.

Vitamin E banyak tersedia dalam sayuran, telur, dan minyak

biji-bijian. Almatsier (2002) menyatakan bahwa margarin, salad

dressing, dan shortening mengandung vitamin E dalam jumlah

yang sedikit. Sebaliknya, lemak hewani seperti butter dan susu

hampir tidak mengandung vitamin E. Kandungan vitamin E pada

Good Time cookies cukup rendah. Hal ini dikarenakan vitamin E

mudah rusak selama proses panas seperti pemanggangan. Selain

itu, bahan baku yang memberikan kontribusi vitamin E pada Good

Time cookies, yaitu mentega, shortening dan telur juga sudah

mengalami proses pengolahan dengan panas. Oleh karena itu,

shortening dan telur memberikan asupan vitamin E pada produk

Good Time cookies dalam jumlah yang sedikit.

Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin E per

sajian C2 adalah sebesar 0.58 mg dan per sajian C3 adalah 0.75

mg. Kandungan vitamin E pada Good Time cookies cukup rendah

karena per sajiannya hanya dapat memenuhi sekitar 3% dari

kebutuhan vitamin E harian, yaitu 10-15 mg. Nilai perhitungan

tersebut sesuai dengan penyusutan vitamin E menurut Harris, R.S.

dan Kamas, E. (1975) dan menurut teori Manley (2001),

kehilangan vitamin E rata-rata pada biskuit sebesar 26%.

7. Kadar Vitamin K

Vitamin K sangat penting untuk sintesis beberapa protein

termasuk dalam pembekuan darah. Berdasarkan hasil perhitungan,

kandungan vitamin K per sajian C2 adalah sebesar 0.17 µg dan per

sajian C3 adalah sebesar 0.12 µg. Hasil tersebut dihitung

menggunakan perkiraan kehilangan vitamin K menurut Harris,

R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 0-5%. Kandungan vitamin K

pada C2 lebih tinggi daripada C3 karena C2 menggunakan

mentega. Mentega juga berkontribusi terhadap kandungan vitamin

K produk. Selain itu, sumber vitamin K adalah sayur-sayuran hijau

(bayam, brokoli, sawi), ikan teri kering, udang kering, tahu,

kacang-kacangan, salmon, sardine, dan susu. Hasil perhitungan

menunjukkan kandungan vitamin K pada produk Good Time

cookies sangat rendah.

8. Kadar Kolin

Asupan kolin bagi tubuh dapat diperoleh melalui dua sumber

utama, yaitu dari sintesis di dalam tubuh secara alami dan dari

pangan yang dimakan. Secara alami tubuh manusia dapat

melakukan sintesis kolin dalam jumlah terbatas. Sumber kedua

yang dapat memenuhi kebutuhan kolin adalah pangan sehari-hari

yang juga sangat penting untuk mempertahankan kesehatan.

Berdasarkan beberapa penelitian, jumlah konsumsi kolin harian

rata-rata pada orang dewasa adalah 730-1040 mg per hari

(Astawan, 2007). Sumber kolin pada produk Good Time cookies

adalah kuning telur, lesitin kedelai dan cokelat bubuk.

Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan kolin per sajian

C2 adalah 2.09 mg dan per sajian C3 adalah 4.44 mg. Hasil

perhitungan tersebut berdasarkan penyusutan menurut Harris, R.S.

dan Kamas, E. (1975), sebesar 5%. Kandungan kolin C3 lebih

tinggi daripada C2. Hal ini dikarenakan C3 menggunakan bahan

baku yang memiliki kandungan kolin cukup tinggi yaitu lesitin

kedelai dan cokelat bubuk. Hasil perhitungan juga menunjukkan

kandungan kolin per sajian Good Time cookies hanya memenuhi

1% kebutuhan kolin harian C3 dan sangat randah pada C2. Untuk

dapat meningkatkan kandungan kolin atau hingga 10 atau 20%

RDI kolin dapat dilakukan dengan penambahan lesitin 10 kali lebih

banyak dari jumlah lesitin yang digunakan sebagai emulsifier

(Anonimo, 2008). Misalnya, gar persaji cookies mengandung 10%

RDI ditambahkan lesitin (CENTROLEX FP 30 ) sekitar 15% dari

berat tepung yang digunakan (Anonimo, 2008).

9. Kadar Besi

Kadar besi per saji cookies adalah 0.85 mg untuk C2 dan

0.92 mg untuk C3 setara dengan 3% AKG. Hasil perhitungan ini

menggunakan faktor penyusutan sebesar 20%, karena disebutkan

bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk

pasta yang mengalami pemasakan (Bauernfeind dan Lachance,

1991). Rendahnya kadar besi cookies dikarenakan tidak melibatkan

fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk

dalam bahan baku cookies. Sumber zat besi yang baik antara lain

adalah daging, ayam, ikan, telur, dan beberapa sayuran hijau

(Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan besi pada cookies

adalah dari terigu. Menurut BSN (1995), terigu wajib difortifikasi

zat besi minimal 50 ppm.

10. Kadar Magnesium

Magnesium merupakan mineral yang bersifat multifungsi

dan sangat diperlukan setiap sel untuk menghasilkan energi.

Magnesium diperlukan tubuh untuk memproduksi 300 jenis enzim,

pengiriman pesan melalui sistem syaraf, membuat otot-otot tetap

lentur dan rileks, serta memelihara kekuatan tulang dan gigi.

Fungsi penting lainnya adalah menjaga konsistensi detak/ritme

jantung serta membuat tekanan darah tetap normal (Anonimj,

2008).

Menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan

mangnesium akibat pengolahan adalah sebesar 0-3%. Berdasarkan

perhitungan kandungan magnesium pada cookies dengan

memperhitungkan kehilangan sebesar 3%, diperkirakan pada

cookies C2 per sajian terdapat magnesium sebesar 6.07 mg dan

pada C3 sebesar 9.64 mg. Kandungan magnesium pada C3 lebih

tinggi dibandingkan pada C2 karena cokelat bubuk pada C3

berkontribusi terhadap kandungan magnesium cookies dan jumlah

ini sangat rendah karena hanya dapat memenuhi kebutuhan harian

sekitar 1% saja.

11. Kadar Kalsium

Kadar kalsium per saji cookies adalah 12.18 mg untuk C2

dan 8.94 mg untuk C3. Kehilangan kalsium akibat pemanggangan

menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) dapat terjadi hingga

3%. Rendahnya kadar kalsium cookies dikarenakan tidak

melibatkan fortifikasi zat kalsium dan bahan pangan sumber

kalsium hanya digunakan dalam jumlah kecil. Sumber utama

kalsium adalah susu. Kalsium penting untuk berbagai fungsi tubuh,

termasuk kontraksi otot dan konduksi saraf (Anonimk, 2008).

12. Kadar Fosfor

Fosfor terlibat dalam metabolisme energi dan juga

digunakan sebagai zat pembangun molekul-molekul penting seperti

DNA. Kuning telur dan cokelat bubuk merupakan bahan baku yang

berkontribusi terhadap kandungan fosfor cookies. Kadar fosfor

persaji cookies berdasarkan perhitungan menggunakan faktor

penyusutan menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 3%

adalah 24.25 mg pada C2 dan sebesar 28.66 mg pada C3. C3

mengandung fosfor lebih tinggi dari pada C2, karena pada C3

cokelat bubuk yang digunakan juga pada base cookeis-nya tidak

hanya pada chocochip.

13. Kadar Selenium

Selenium termasuk dalam kelompok zat gizi mikro, yaitu

jumlah yang diperlukan sangat keci (µg), namun perannya sangat

besar dalam sistem kerja biologis tubuh seperti meningkatkan daya

tahan tubuh, proses reproduksi, menjaga kesehatan otak, dan

sebagai antioksidan. Selenium diperlukan untuk sintesa salah satu

dari enzim antioksidan. Peran selenium dalam memperbaiki mood

telah dilaporkan dalam tiga hasil penelitian (Harli, 2003).

Umumnya, sumber selenium adalah bahan pangan yang

tinggi kadar proteinnya, seperti seperti ikan (tawar maupun laut),

kerang-kerangan, daging ternak, telur, ayam, bawang putih, tomat,

dan makanan fermentasi seperti tempe, tahu, yoghurt, ragi. Pada

cookies, kontributor selenium berasal dari telur. Kandungan

selenium pada cookies berdasar hasil perhitungan persajinya

diperkirakan sebesar mg pada C2 dan 2.08 µg pada C3 sebeasr

2.23 µg. Jumlah ini memenuhi AKG selenium sekitar 6%.

14. Kadar Seng

Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang, telur, dan

kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Sedangakan pada cookies,

terigu yang digunakan merupakan kontributor utama kadar seng

cookies. Menurut BSN (1995), syarat minimal fortifikasi seng pada

terigu adalah 30 ppm.

Persentase kehilangan seng menurut Bauernfeind dan

Lachance (1991) dapat terjadi yaitu sebanyak 0-20% pada produk

pasta yang mengalami pemasakan. Kehilangan seng pada cookies

dapat terjadi karena proses pemanggangan cookies. Selain itu,

kehilangan juga mungkin terjadi selama distribusi ataupun

penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan penyusutan

sebesar 20%, kadar seng persaji C2 adalah 0.45 mg dan C3 sebesar

0.47 mg yaitu sekitar 4% AKG zat besi harian.

Berdasarkan nilai AKG komponen gizi makro Good Time

cookies diketahui bahwa persajian produk memenuhi kebutuhan

karbohidrat harian sebesar 6%, kebutuhan lemak harian sebesar 11%

(C2) dan 10% (C3), hanya memenuhi 4% dari kebutuhan harian

protein dan memenuhi kebutuhan natrium harian sebesar 5% (C2) dan

6% (C3). Berdasarkan kandungan gizi makronya terutama karbohidrat

dan lemak yang cukup tinggi, cookies termasuk produk yang kaya

energi. Oleh karena itu produk cookies juga dapat dijadikan pangan

alternatif pengganti menu utama karena cukup mengenyangkan.

Namun tentunya diperlukan keseimbangan antara komponen gizi

lainnya untuk dapat benar-benar digunakan sebagai pengganti menu

utama. Dari perhitungan kecukupan zat gizi produk tersebut, dapat

ditarik garis besar bahwa produk Good Time cookies mengandung

komponen gizi mikro yang masih terbatas jika dibandingkan dengan

gizi makronya. Walaupun demikian kandungan vitamin dan mineral

produk ini dapat ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi vitamin

dan mineral yang diinginkan.

Berdasarkan nilai AKG masing-masing dari vitamin dan mineral

hasil perhitungan (Tabel 13), diketahui bahwa produk Good Time

cookies hanya memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dalam jumlah

rendah. Jumlah vitamin ini tidak sampai 10% AKG baik jika dihitung

dengan standar AKG tahun 2003 maupun 2007 sehingga pada produk

belum dapat dilakukan klaim nutrisi. Namun beberapa vitamin dan

mineral diperkirakan melebihi 5% AKG nya yaitu vitamin B1 dan B2,

seng dan selenium. Kandungan folat, zat besi dan kalsiumnya juga

cukup potensial untuk ditingkatkan sehingga dapat menjadi nilai

tambah dari produk. Vitamin dan mineral tersebut potensial untuk

ditingkatkan hingga ketaraf dapat di kalim dengan melakukan

fortifikasi.

C. KEMASAN DAN PELABELAN

1. Kemasan

Good Time cookies menggunakan OPP (Oriented Polyprophylene)

sebagai kemasan primer. OPP termasuk dalam jenis matellized plastic.

Menurut Brown (2000), metallized plastic memiliki ketahanan terhadap

uap air dan gas yang lebih baik dari plastik tunggal, tidak meneruskan

cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Penggunaan kemasan ini

sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti

panggang. Ukuran kemasan OPP yang digunakan untuk mengemas Good

Time cookies memiliki beberapa variasi ukuran sesuai dengan ukuran berat

produk. Good Time cookies yang dikemas dengan OPP tersedia dalam 4

ukuran berat, yaitu 25 gr (khusus C3), 42 gr, dan 84 gr. Pada ukuran 42

dan 84 gr, produk disusun menggunakan bantuan tray agar memberi

bentuk pada kemasan dan melindungi produk dari efek mekanik selama

distribusi. Tray merupakan kemasan plastik yang dibuat dengan bahan

dasar berupa lembaran polipropilen atau lembaran polistiren atau lembaran

polivinilklorida (Gambar 11).

Gambar 11. Tray Good Time cookies 42 gr

Selain menggunakan OPP, digunakan juga kemasan kaleng untuk

produk Good Time assorted dengan ukuran 260 gr dan 520 gr. PT.

Arnott’s Indonesia juga mengemas kembali produk Good Time 84 gr ke

dalam kemasan karton yang disebut kemasan festival (festive pack). Dalam

kemasan sekunder ini, terdapat tiga buah Good Time 84 gr. Festive pack

ini merupakan kemasan momentual sehingga tidak rutin diproduksi.

Variasi jenis kemasan Good Time dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Variasi kemasan Good Time cookies

Variasi ukuran kemasan Good Time memiliki tiga fungsi, yaitu

fungsi harga, fungsi kenyamanan, dan fungsi lifestyle. Varian kemasan

juga digunakan untuk segmentasi pasar. Kemasan besar (84 gr) dan

medium (42 gr) lebih ditujukan untuk segmen pasar modern sedangkan

kemasan kecil (25 gr) untuk segmen pasar tradisional.

Kemasan Good Time mempunyai fungsi harga artinya variabel

kemasan, khususnya berat produk dalam kemasan digunakan oleh PT.

Arnott’s Indonesia untuk menetapkkan harga Good Time cookies yang ada

di pasaran. Semakin besar berat produk, kemasannya akan semakin besar,

dan harga produk akan semakin tinggi. Kemasan kecil (renceng, 25 gr)

mempunyai aspek ekonomis karena jumlah uang yang dikeluarkan untuk

sekali konsumsi Good Time cookies tentunya akan lebih sedikit

dibandingkan produk kemasan besar. Fungsi kenyamanan artinya kemasan

Good Time memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen.

Aspek lifestyle merupakan keistimewaan yang ditawarkan kemasan kaleng

dan festive pack. Kemasan menonjolkan kesan lux (mewah) dilihat dari sisi

disain (elegan dan menarik) dan bahan yang digunakan. Produk dalam

festive pack memberi kesan mewah, simpel, ringan dan dengan harga

terjangkau.

Tipe kemasan produk Good Time yang bervariasi dimaksudkan

untuk memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih. Namun

demikian tetap diperlukan pengembangan jenis dan disain pengemas yang

disesuaikan dengan tren bahan pengemas saat ini dan masa yang akan

datang yaitu kemasan ramah lingkungan (mudah diperoleh dan mudah

dihancurkan) dan dapat dimanfaatkan kembali. Melihat potensi pemilihan

produk snack ke depan turut mempertimbangkan bahan dan disain

pengemas yang digunakan terutama ketika rasa dan keamanan telah

merupakan faktor yang umum dan standar.

2. Label Dan Informasi Nilai Gizi Good Time Cookies

Label yang tertera pada kemasan Good Time cookies sudah

memenuhi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam

undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa label sekurang-kurangnya

memuat keterangan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat

bersih, nama dan alamat produsen, keterangan halal, serta keterangan

tentang waktu kadaluarsa.

Label kemasan Good Time cookies juga mencantumkan informasi

nilai gizi produk atau nutrition fact. Pencantuman informasi nilai gizi pada

kemasan Good Time cookies hingga saat ini masih bersifat voluntary

labeling. Hal ini dikarenakan Good Time cookies belum mencantumkan

klaim nutrisi (kandungan gizi dan atau klaim perbandingan) atau kesehatan

pada kemasan. Informasi nilai gizi yang dicantumkan pada kemasan Good

Time cookies hanya sebatas untuk memberikan informasi kandungan gizi

produk. Oleh karena itu, informasi yang tercantum pada kemasan tersebut

masih terbatas pada kandungan gizi yang wajib dicantumkan (mandatory)

seperti terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Informasi nilai gizi pada kemasan C2 dan C3

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun

1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa

pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib

dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan

mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang

ditambahkan. Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan

merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi

dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10-19% dari jumlah

kecukupan zat gizi (AKG) sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji

bagi pangan tersebut (LIPI, 2004). Pencantuman keterangan kandungan

gizi secara sukarela juga tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar

dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan.

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan ulang kandungan gizi

makro produk yang disesuaikan dengan standar nilai acuan kecukupan gizi

tahun 2007. Hal ini dikarenakan nilai AKG kandungan gizi yang

dicantumkan pada kemasan produk Good Time cookies masih

menggunakan standar nilai acuan kecukupan gizi tahun 2003. Hasil

perkiraan kandungan gizi pada Good Time cookies C2 dan C3 berdasar

AKG 2003 dan 2007 tersaji pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil perhitungan nilai AKG Good Time Cookies berdasar AKG 2003 dan 2007

Komponen

nutrisi

Good Time Chocochip Cookies

Good Time Chococ hip Chocolate

Cookies

Jumlah/

28.5

gram

%AKG

(2003)

%AKG

(2007)

Jumlah/

28.5

gram

%AKG

(2003)

%AKG

(2007)

Karbohidrat 142.41 5.76 (6)

6.24 (6)

19.4

5.96 (6)

6.47 (6)

Lemak 18.72 12.18 (12)

10.7 (11) 5.82

10.58 (11)

9.39 (9)

Protein 1.81 3.62 (4)

3.02 (3) 2.08

4.16 (4)

3.48 (3)

Natrium 113.71 4.73 (5)

4.94 (5) 139.08

5.79 (6)

6.05 (6)

( ) AKG setelah pembulatan

D. PEMASARAN

Good Time cookies merupakan cookies dengan taburan butiran cokelat

pertama yang ada di Indonesia. Good Time cookies sudah cukup dikenal oleh

konsumen karena produk tersebut sudah lama ada di pasaran. Oleh karena itu,

produk Good Time cookies sudah mempunyai kesan atau citra yang kuat bagi

konsumen. Segmen konsumen dari Good Time cookies adalah keluarga,

konsumen dengan usia 20 - 40 tahun, dan tingkat perekonomian menengah ke

atas untuk Good Time regular dan menengah ke bawah untuk Good Time

mini. Good Time cookies merupakan produk yang mengutamakan kualitas.

Hal ini terlihat dari mottonya yaitu ‘there is no substitutes for quality’.

Positioning produk adalah ‘high quality product with reasonable price’.

Semakin banyaknya produk sejenis Good Time akan menciptakan persaingan

di pasaran. Oleh karena itu diperlukan strategi pemasaran yang tepat, kreatif,

dan efektif merupakan kunci dari suksesnya produk di pasar.

Strategi pemasaran produk Good Time perlu dievaluasi kembali untuk

menyesuaikan keinginan konsumen dan tren yang berkembang. Perubahan

perilaku mengkonsumsi snack, isu-isu terkini, dan perkiraan perkembangan

tren dapat menjadi masukkan untuk mengarahkan product existing Good Time

agar lebih mendekati keinginan konsumen sekarang. Hal-hal tersebut juga

dapat dijadikan sebagai acuan untuk upaya repositioning produk. Saat ini tren

konsumsi produk snack adalah snack yang sehat, aman, menawarkan

kepraktisan dan kenyamanan, dan snack dengan kemasan yang ramah

lingkungan.

Repositioning produk perlu dilakukan agar posisi produk lebih jelas dan

menjadi lebih tepat sasaran ataupun sekedar untuk peremajaan merek.

Menurut Anonimn (2007), repositioning produk dapat dilakukan ketika produk

kompetitor terdekat memberi pengaruh kurang menguntungkan terhadap

peluang pasar, ketika preferensi konsumen berubah, penemuan preferensi baru

dari konsumen yang menjanjikan peluang lebih baik, dan ketika terdapat

kesalahan pada positioning pada produk sebelumnya. Menurut Anonimn

(2007), tidak mudah untuk mereposisi produk yang sudah menjadi preferensi

konsumen sehingga harus ditemukan aspek-aspek yang memenuhi kriteria

konsumen. Langkah yang dapat digunakan untuk mereposisi produk

berdasarkan kriteria segmen yang dituju menurut Anonimn (2007), yaitu

dengan mengkomunikasikan kembali kegunaan, keistimewaan, keunggulan

dari produk, mempromosikan kegunaan alternatif dari produk tersebut,

mengarahkan produk untuk dapat memiliki fungsi yang berbeda bagi masing-

masing konsumen baru, dan dengan melakukan pencarian alternatif kegunaan

potensial yang belum tereksplorasi. Reposisi produk dapat dilakukan antar

konsumen yang sudah ada dan reposisi produk antar konsumen baru.

Good Time cookies mini 25 gr merupakan ukuran kemasan produk

Good Time dalam porsi terkecil. Selain berat sajiannya lebih sedikit, produk di

dalamnya juga berukuran lebih kecil berdiameter ± 2 cm, dan jumlah cookies

perkemasannya sebanyak 12 - 13 buah. Kualitas organoleptik keseluruhan

sama dengan Good Time Chocochip chocolate regular, yang membedakan

keduanya hanya ukuran cookies dan ukuran kemasan.

Good Time mini ini ditujukan untuk target pasar tradisional, sehingga

komunikasi promosi lebih menekankan pada aspek keekonomisan (harga).

Harga perkemasan Good Time mini kurang lebih Rp. 1200. Konsep cookies

dengan ukuran mini ini dibuat dengan pertimbangan ukuran cookies yang

lebih kecil akan membuat isi cookies perkemasannya menjadi lebih banyak.

Harga murah dan terkesan banyak merupakan hal yang identik dengan

konsumen untuk pasar tradisional. Namun, sepertinya produk Good Time mini

ini kurang mendapat respon positif oleh konsumen pasar tradisional. Hal ini

dikarenakan persaingan produk-produk snack di pasar tradisional sangat ketat.

Selain konsumennya sangat sensitif terhadap harga, persaingan masih

didominasi produk seharga Rp. 500-an. Oleh sebab itu masih diperlukan

positioning produk yang lebih tepat terkait target pasar.

Di balik keekonomisannya, produk Good Time cookies mini

sebenarnya juga memiliki nilai kepraktisan. Ukuran kemasan kecil (renceng)

akan memudahkan konsumen membawa produk ketika berpergian (adventure

pack), terutama ketika terburu-buru (on the go packaging), ketika tidak cukup

space untuk menaruh produk yang dikemas dalam ukuran besar (pocket size).

Selain itu, sajian Good Time mini yang hanya satu sajian (single serve) dapat

mempermudah konsumen memperkirakan nilai gizi dan mengontrol asupan

kalori ketika mengkonsumsi produk Good Time cookies. Oleh karena itu Good

Time mini dapat juga dikomunikasikan sebagai solusi untuk dapat menikmati

cookies tanpa rasa takut kelebihan asupan kalori. Ukuran cookies yang lebih

kecil juga memberi kenyamanan secara psikologis karena sesuai dengan

keadaan psikologis dan mulut anak-anak dan wanita, ‘bite size cookies’ dapat

meminimalisir terbentuknya remahan-remahan.

Good Time cookies ukuran mini ini sangat potensial untuk dikemas

dalam kemasan renceng dan kemudian dikemas menjadi satu kemasan ukuran

besar. Hal ini melihat perkembangan produk-produk snack (biscuit dan

cookies) di pasar, dimana banyak produk yang di buat dalam ukuran mini dan

dikemas dalam pouch dengan isi yang cukup banyak sehingga dapat ditujukan

untuk konsumsi bersama-sama dengan teman.

Sebagai produk lama, eksistensi produk Good Time hingga saat ini tetap

unggul dikarenakan kualitas produk tetap terjaga. Namun tetap diperlukan

konsistensi dalam mengkomunikasikan brand personality dari produk,

misalnya melalui kegiatan promosi dan iklan yang berkesinambungan.

Menurut Anonimp (2008) komunikasi pemasaran di dalamnya mencakup

periklanan, yaitu suatu metode komunikasi non-personal dari sponsor

teridentifikasi dengan menggunakan media massa untuk membawa pesan

tentang produsen dan produk kepada pemirsa target. Selain itu, diperlukan

juga brand maintenance agar citra merek produk dapat terus dipertahankan

bahkan ditingkatkan mengingat persaingan antar produsen dengan produk

yang hampir sama semakin ketat. Komunikasi yang tepat tentang brand

personality yang dimiliki oleh Good Time cookies dapat meningkatkan

kembali brand awareness dan brand loyality konsumen terhadap produk.

Periklanan melalui media massa saat ini cukup beragam dengan biaya

bervariasi. Beriklan melalui media elektronik audiovisual memang

memerlukan biaya yang tidak sedikit, namun untuk saat ini periklanan melalui

media audiovisual tersebut dirasa paling efektif karena ditayangkan serempak

pada waktu dan channel yang sama. Beberapa fakta yang teramati adalah

terkadang produk baru dapat mengambil pangsa pasar produk lama hanya

karena iklannya yang menarik, berkesinambungan, dan meyakinkan.

Beriklan atau berpromosi melalui media elektronik tidak hanya sebatas

melalui media televisi dan radio. Saat ini media internet juga merupakan

media iklan dan promosi elektronik yang cukup dapat diandalkan karena

biayanya yang lebih murah dan lebih cepat dalam proses pembaharuan

informasi. Pemanfaatan media ini dapat dengan membuat website dan blog

sebagai media interaktif. Media ini juga dapat berlaku sepertihalnya layanan

suara konsumen yang biasanya difasilitasi melalui telepon serta pemanfaatan

lainnya.

Mengkomunikasikan produk berkualitas tentunya tidak hanya terpaku

pada iklan yang mewah sepertihalnya iklan-iklan produk kecantikan.

Mengkomunikasikan produk berkualitas juga dapat dikemas secara unik,

atraktif-kreatif, dan tentunya harus orisinil (berbeda). Seperti iklan produk

cream sandwiched cookies “Oreo” yang diproduksi oleh suatu perusahaan

yang juga menghasilkan produk bermutu. Iklannya dikemas sedemikian rupa

sehingga aspek ‘pengalaman konsumsi’nya menarik perhatian pemirsa yang

melihat iklan tersebut. Iklan produk tersebut menunjukkan cara makan produk

yang unik ‘diputar, dijilat, trus dicelupin’ membuat setiap orang yang melihat

iklan tersebut pasti penasaran untuk mencobanya (product experience)

sehingga tidak heran produk tersebut cepat menarik perhatian pasar. Cara

tersebut tentunya dapat dijadikan contoh ide awal dalam mengkomunikasikan

produk Good Time cookies.

Dari hasil evaluasi produk Good Time cookies sebelumnya, diketahui

bahwa produk Good Time cookies memiliki cokelat butir lebih banyak

dibandingkan dengan produk cookies dengan taburan cokelat butir lainya.

Cokelat butir pada Good Time cookies tersebar di bagian dalam dan

permukaan cookies. Dari aspek pemasaran produk, cokelat butir yang banyak

pada Good Time cookies ini merupakan salah satu keunggulan dari Good Time

cookies yang potensial untuk di ekspos kepada konsumen. Cokelat butir ini

dapat dikomunikasikan dengan lebih atraktif, misalnya saja cokelat butir yang

terdapat pada permukaan cookies dijadikan sebagai sarana belajar anak-anak

untuk berhitung sebelum produk dikonsumsi (lets count your chips!!). Selain

beriklan disisipkan juga sisi edukasi dengan gaya yang lebih menarik. Promosi

dengan pemberian gimmic untuk setiap pembelian produk dengan jumlah

tertentu untuk mendukung kegiatan di atas juga dapat dilakukan. Gimmic

dapat berupa buku belajar berhitung yang berisi gambar produk cookies

sebagai objek hitungan.

Selain melalui periklanan, promosi melalui brand experiance lainnya

juga penting untuk dilakukan. Diasumsikan konsumen yang memiliki

pengalaman pribadi yang berkesan terhadap produk akan bersikap lebih loyal,

misalnya saja melalui promosi dengan berinteraksi langsung dengan

konsumen yang sedang berbelanja (in place promotion). atau berpromosi

dengan menggunakan konsumen sebagai sarana promosi (peergroup) ‘satu

orang mengajak yang lain’.

E. SIKAP KONSUMEN TERHADAP INFORMASI TERKAIT PRODUK

COOKIES

Secara umum, produk dengan merek yang memiliki kesan dan

pengalaman yang baik bagi konsumen akan lebih diprioritaskan untuk dipilih.

Berdasarkan survei konsumen, Sebanyak 35% responden menyatakan bahwa

merek sebuah produk baik non pangan maupun pangan termasuk pada cookies

menjadi faktor penentu konsumen untuk memilih produk seperti terlihat pada

Gambar 14. Oleh karena itu, merek sebuah produk merupakan atribut sangat

penting yang mudah diingat oleh konsumen. Faktor penentu lainnya bagi

konsumen adalah informasi-informasi tentang produk yang dapat menjadi

referensi konsumen.

Gambar 14. Faktor penentu konsumen dalam memilih produk

Umumnya, konsumen dapat menemukan informasi yang terkait produk

pangan termasuk produk cookies pada label di kemasan produk tersebut. Hasil

survei yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen sudah memperhatikan

informasi yang terdapat pada kemasan produk tersebut. Seperti ditunjukkan

pada Gambar 15. sebanyak 35% responden menyatakan selalu

memperhatikan informasi yang ada di kemasan. Akan tetapi, informasi yang

diperhatikan oleh konsumen masih terbatas pada waktu kadaluarsa dan

jaminan kehalalan produk.

35%

18%

5%

33% 8%

Merek Harga Kemasan Informasi tentang produk lainnya

35%

38%

25%

2%

Selalu Sering Terkadang Tidak pernah

Gambar 15. Tingkat perhatian konsumen terhadap informasi yang tercantum pada kemasan

Salah satu informasi terkait produk yang cukup penting untuk diketahui

oleh konsumen adalah informasi nilai gizi dan pernyataan klaim tentang

keunggulan produk tersebut. Hasil survei yang terdapat pada Lampiran 14

menunjukkan sebanyak 87% responden menyatakan bahwa selain merek,

adanya pernyataan klaim pada produk cookies dapat mempengaruhi keputusan

konsumen untuk memilih produk cookies tersebut. Konsumen lebih memilih

produk pangan dengan pernyataan klaim-klaim yang sudah umum terdapat

pada produk pangan dan terkait tren yang sedang dibicarakan karena alasan

lebih dapat dipercaya. Banyaknya produk yang menggunakan pernyataan

klaim ini, membuat konsumen familiar dan beberapa konsumen menjadi

loyal.

Berdasarkan hasil survei yang dapat dilihat pada Gambar 16,

menunjukkan bahwa klaim halal merupakan jenis klaim utama yang paling

mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi (kandungan

zat gizi) (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim

standar/jenis/pilihan (13%) klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir

adalah klaim proses (8%). Adanya jaminan kehalalan produk berupa

pernyataan klaim halal mutlak diperlukan bagi konsumen tertentu karena

alasan prinsip keyakinan sedangkan produk dengan klaim nutrisi dan atau

dengan klaim kesehatan, diminati karena alasan meningkatnya kepedulian

18%

14%

13%

10%

8%

23%

13%

Klaim nutrisi Klaim kesehatan. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan Klaim jaminan mutuKlaim proses. Klaim tipe jaminan halal.Klaim mengenai asal bahan

2.02

3.13

4.98 5.005.43

2.88

4.55

0

1

2

3

4

5

6

Sk

or

Ra

nk

ing

Klaim Jaminan Halal Klaim Kesehatan. Klaim Standar/jenis/pilihan

Klaim Jaminan mutu Klaim Proses Klaim nutrisi.

Klaim Asal bahan

terhadap aspek kesehatan. Demikian pula pada produk cookies, prioritas klaim

yang mempengaruhi pemilihan produk cookies adalah klaim halal, klaim

nutisi dan kesehatan (Gambar 17).

Gambar 16. Jenis-jenis klaim pada produk pangan

Gambar 17. Prioritas jenis klaim pada produk cookies

Akan tetapi berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak

72% responden belum dapat mengartikan esensi sebenarnya dari klaim-klaim

pada produk pangan yang mereka konsumsi. Hal ini dikarenakan kurangnya

edukasi dan sosialisasi tentang informasi pada label kemasan khususnya

terkait klaim produk. Oleh karena itu, diperlukan informasi produk yang lebih

mudah dimengerti konsumen agar tidak dipandang sebagai politik dagang.

Hasil survei mengenai prioritas klaim dan preferensi konsumen dapat dilihat

pada Lampiran 14.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Produk Good Time cookies terdiiri atas dua varian rasa, yaitu Good

Time chocochip cookies dan Good Time chocochip chocolate cookies.

Perbedaan kedua jenis cookies tersebut adalah pada bahan baku penyusunnya.

Perbedaan rasa ini bertujuan memenuhi keinginan konsumen dan

meningkatkan pangsa pasar Good Time cookies. Secara garis besar Good Time

cookies dibuat dengan proses yang sesuai standar untuk industri pangan.

Berdasarkan hasil survei, atribut cookies secara berurutan dari atribut

yang penting ke atribut yang tidak penting menurut penilaian konsumen adalah

rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92).

Informasi lainnya yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya

pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama

yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi

atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan

(13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang

terakhir adalah klaim proses (8%).

Secara umum, cookies mengandung lemak dan gula yang tinggi tetapi

rendah dalam kandungan gizi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, Good

Time cookies memiliki kandungan gizi makro dan mikro yang berasal dari

bahan baku penyusunnya tetapi kandungan persajian cookies masih tergolong

rendah. Good Time cookies mengandung vitamin dan mineral yang beragam

dengan jumlah yang mencukupi sehingga dapat dijadikan sebagai keunggulan

produk dalam hal klaim kandungan gizi. Beberapa vitamin tersebut adalah

vitamin B1, B2 dan asam folat. Good Time cookies memiliki kandungan

mineral seng, besi, kalsium, fosfor dan selenium.

Produk Good Time cookies lebih disukai oleh konsumen karena faktor

organoleptiknya (rasa keseluruhan dan faktor visual). Jumlah, ukuran, dan

bentuk cokelat butir yang terlihat pada permukaan cookies merupakan

komponen atribut visual utama produk cookies dengan taburan cokelat butir.

Selain itu, cokelat butir Good Time cookies lebih banyak dibandingkan pada

produk cookies lainnya. Oleh karena itu, arah komunikasi pemasaran produk

jangka pendek dapat lebih ditekankan pada aspek visual dan organoleptik ini.

Apabila dibandingkan dengan produk-produk cookies dengan taburan

cokelat butir lainnya, kandungan gizi Good Time cookies hampir sama dengan

produk cookies lainnya. Misalnya saja kandungan lemak dan energi per seratus

gram Good Time cookies hampir sama dengan cookies cokelat butir lainnya.

Namun, ukuran satu sajian produk Good Time cookies lebih besar

dibandingkan ukuran sajian produk cookies lainnya. Ukuran satu sajian produk

Good Time cookies sebesar ± 29 gr lebih tinggi dibandingkan ukuran saji

cookies pada umumnya yang hanya sebesar ± 20 gr. Hal ini membuat nilai

gizinya terkesan lebih tinggi dibanding cookies lainnya. Merujuk pada hasil

benchmarking, komposisi gizi produk Good Time cookies dengan cookies diet,

dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk

mencapai hal tersebut seperti halnya produk cookies diet WRP. Namun, untuk

itu diperlukan peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan

karbohidrat, pengurangan ukuran satu sajian serta pemenuhan beberapa jenis

vitamin dan mineral.

B. Saran

Produk Good Time cookies masih memerlukan pembaharuan dan

pengembangan untuk menyesuaikan tren produk snack (cookies) saat ini dan

untuk penentuan keunggulan jangka panjang. Brand refrehsing dan

repositioning merupakan kegiatan yang juga diperlukan seiring dilakukannya

perbaikan dan peningkatan kegiatan pemasaran yang didukung oleh kegiatan

marketing mix yang handal terutama pada kegiatan promosi, iklan, dan

pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat kembali kekayaan

merek dan mendukung eksistansi dari produk sehingga dapat lebih bersaing di

pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Andarwulan, N. dan Sutrisno K. 1992. Bahan Pengajaran, Kimia Vitamin.. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IUC FN IPB, Bogor

Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2006. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia, Mikrobiologi) selama Pengolahan dan Penyimpanan Produk Pangan. Dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan, 7-8 Agustus 2006, Bogor.

Anonima. 2000. Nutrisi Bahan Pangan. http://www.asiamaya.com. [15 Maret 2008].

Anonimb. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Penerbit Jembatan, Jakarta.

Anonimc. 1969. The Pantry: Eggs. http://www.baking911.com. [23 Juni 2008].

Anonimd. 2006. Yolk Powder Whole Egg Powder http://www.alibaba.com [4 Juni 2007].

Anonime. 2008. Alkalized Cocoa Powder. http://www.macroliteasia.com. [2 Mei 2008].

Anonimf. 2005. Tips for Baking With Cocoa Powder. http://www.progressivebaker.com. Cargill, Inc. [23 Juni 2008].

Anonimg. 2008. Use of Lecithin in Sweet Goods: Cookies. http://www.lecitina.it.com [26 Juni 2008].

Anonimh. 2004. Menangkal Penyakit Dengan Pola Makan Sehat. http://www.keluargasehat.com. [24 Juni 2007].

Anonimi. 2008. Choline the ‘Memory Vitamin” for your Child. http://www.brainy-child.com [25 Juni 2008].

Anonimj. 2008. Magnesium, Si Penguat Jantung. http://www.kompas.com. [23 Juni 2008]

Anonimk. 2008. Tulang dan Kalsium. http://www.medicastore.com. [23 Juni 2008]

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. Kent Publishing Company, Boston.

Astawan, Made. 2007. Lesitin Kedelai. http://www.info-sehat.com. [24 Juni 2007].

Badan Standarisasi Nasional. 1985. Syarat Mutu Sirup Fruktosa (SII. 1930-85). BSN, Jakarta.

____________________________ . 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-2973-1992). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1994. Syarat Mutu Margarin (SNI 01-3541-1994). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional . 1995. Syarat Mutu Telur (SNI 01-3448-1995). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Mentega (SNI 01-3744-1995). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Susu Bubuk (SNI 01-2970-1995). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Gula Tepung (SNI 01-3821-1995). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Cokelat Bubuk (SNI 01-3448-1995). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1996. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 01-3751-1996). BSN, Jakarta.

BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 2006. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 01-3751-2006). BSN, Jakarta.

Bauernfeind, J.C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition: Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J.C. dan P.A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.

Blanchfield, R. B., 2000. Food Labelling. Cambridge England. CRC Press Boca Raton, Boston.

Bovee, C.L. and J.V. Thill. 1992. Markeing. Mc Graw-Hill, New York.

Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth Inc., Belmont.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.

Chaudhari, Ram. 2007. The Future of Snacks In The Asian Market. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta.

Danudiredja, D.E. 1998. Hubungan Karakteristik dan Prilaku komunikasi Penerima Bantuan P4DT Dengan Persepsi dan Partisipasi Dalam Penerapan Program P4DT Di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor.

Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Golden Bintara, UI Press, Jakarta.

De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. (Edisi kelima, terjemahan). Profesional Books. Harper Collin Publisher Inc, New York.

Engel, J.F., R.D. Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Prilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta.

Fardiaz , D., Sri Irawati Susalit, Tetty, H.S., et al. 2007. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. BPOM – RI, Jakarta.

Fellows, P.J. 1990. Food Processing Principle and Practise. Ellies Horwood Limited, New York.

Floros, J.D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier Publishing, New York.

Gruenwald, G. 1992. Seri Pemasaran dan Promosi. Pengembangan Produk Baru.

PT. Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta.

Harli, Mohamad 2003. Mineral Selenium Memperbaiki "Mood" ..! www.gizi.net. [2 Mei 2008].

Harris, R.S. 1975. General Discussion on The Stability of Nutrients. Di dalam

Harris, R.S. dan E. Karmas (eds.). 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing. The AVI Publ.Co.Inc., Westport, Connecticut.

Higdon, Jane. 2003. Choline. Linus Pauling Institute Oregon State University http://www.lpi.oregonstate.edu. [25 Juni 2008].

Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.

Hyun Soo Lee. 1985. Application/Formula of HFS as Sweetener. Sun Hill, USA.

Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara Dunia Ketiga, Suatu Pangantar. Gramedia, Jakarta.

John, C. 2005. The Incredible, Edible Egg Yolk. http://www.cholesterol-and-health.com. [26 Mei 2008].

Juran, J.M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA.

Kamman, J.F., T.P. Labuza dan J.J. Warthesen. 1981. Kinetics of Thiamin and Riboflavin Loss in Pasta As a Function of Constant and Variable Storage Conditions. J. Food Sci. 46:1457.

Kaplan, A. 1971. Elment of Food Production and Baking. ITT Educational Service, Inc., NY.

Khomsan, Ali. 2007. Healthy Snacks for You. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta.

Kinnear, T.C. and J.R. Taylor. 1991. Marketing Research and Applied Approach. Mc Graw-Hill, New York.

Kooy, L.W. 1996. Alkalized Cocoa Powder and Food Stuffs Containing Such Powder. http://www.freepatentsonline.com. [2 Mei 2008].

Kotler, P. dan G. Amstrong. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Terjemahan. Intermedia, Jakarta.

Labuza, T.P dan J.F. Kamman. 1982. Comparison of Stability of Thiamin Salts at High Temperature and Water Activity. J.Food Sci. 47:664.

Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer Academic/Plenium Publishers, New York.

LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Lotfi, M. dan R.J.H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food. Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada, Netherland.

Lyman, B. 1989. A Psychology of Food More Than a Matter of Taste. Van Nostrand Reinho Ld, New York.

Manley, D. 1998. Biscuits, Cookie and Crackers Maufacturing Manual. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

________ . 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.

Martin, John. 2006. 8th Annual Food Regulations and Labelling Standards Conference “Misleading claims and the Trade Practices Act”, Sydney.

Matz, S.A. dan T.D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Texas.

Mileiva, S. 2007. Evaluasi Mutu Cookies Garut yang digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil. Skripsi. Bogor IPB.

Mc Williams, M. 1979. Food Fundamental. 3rd Ed. John Wiley & Son Inc., Toronto.

Muchtadi, T.R., Purwiyatno, dan Basuki, A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB, Bogor.

Muhandri, T. dan D. Kadarisman., 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nugroho, A. 2002. Prilaku Konsumen. Studia Press, Jakarta.

Panuju, R. 2000. Komunikasi Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Peckham, G.C. 1969. Foundation of Food preparation. 2nd. Mc Milan, London.

Platz, J.L. 1985. General Information of HFS. NOVO-HFS Seminar, Jakarta.

Radio Singapore Internasinal (RSI). 2007. Bolehkah telur digantikan?. www.rsi.og [4 Juni 2007].

Rakhmat, J. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. PT Remaja Rodakarya, Bandung.

Roslyn, N.W., dan Wiria, R.N. 2007. Kemasan Itu Bisa Menjual. http://www.marketing.co.id.

Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Prespective in Nutrition. Prentice Hall, New York.

Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scifffman, L. dan B. Kanuk. 1994. Fundamental of Marketing. Terjemahan. Penerbit Alumni Bandung.

Seabolt, K. R. A., 1946. Lecithin Baking Aplication. http://www.ift.confex.com [6 Mei 2008].

Silver, M. 2007. Nutrition Fact Software. http://www.silvertriad.com. [1 Juni 2008].

Stare and Williams. 1973. Living Nutrion. The C.V. Mosboy Company, St. Louis.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1990. Analisa Kimia dan Bahan Makanan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Suharjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor.

Sutisna. 2001. Prilaku Konsumen dan Komunikasi pemasaran. PT. Remaja Rodakarya, Bandung.

Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tannenbaum, S.R, V.R. Young dan M.C. Archer. 1985. Vitamins dan Minerals. Dalam Fennema, O.R. (ed.). Principales of Food Science. Marcel Dekker, Inc., New York.

Thorpe, J.F. 1974. Thorpe’s Dictionary of Applied Chemical. 4th edition. Vol III. Longman Green and Company, London.

Tjiptono, F. 1997. Strategi Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1986. Air untuk Industri Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah pabrik PT. Arnott’s Indonesia

Lampiran 2. Kestabilan nutrisi terhadap panas

Kelompok Nutrisi

Nutrisi Susut Masak

Secara Umum(%)a

Susut Masak pada Proses

Pemanggangan (%)a

Kehilangan Rata-rata Beberapa

Mikronutrien Labil pada

Biskuit (%)b

Vitamin A 0 - 40 18 18

C 0 - 100 60 60

Biotin 0 - 60 0

Karoten (Pro A) 0 - 30

Kolin 0 - 5 Cobalamin (B

12) 0 - 10 10 10

D 0 - 40 40

Folate 0 - 100 7 7

Inositol 0 - 95

K 0 - 5

Niasin 0 - 75 5 5

Asam Panttotenat 0 - 50 25

p-Amino asam benzoat

0 - 5 -

B6 0 - 40 25

Riboflavin (B2) 0 - 75 15

Thiamin (B1) 0 - 80 20 32

Tokoferol (E) 0 - 55 27 27

Asam Lemak Esensial

0 - 10

Asam amino Esensial

Isoleusin 0 - 10

Leusin 0 - 10

Lisin 0 - 40

Metionin 0 - 10

Fenilalanin 0 - 5

Threonin 0 - 20

Triptofan 0 - 15

Valin 0 - 10 Garam Mineral

0 - 3

aHarris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001

Lampiran 3. Acuan label gizi produk pangan 2007&2003

Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen 2007

No Zat Gizi

Satuan

Umum

Bayi 0-6

bulan

Anak 7-23 bulan

Anak 2-5 tahun

Ibu Hamil

Ibu Menyusui

1 Energi Kal 2000 550 800 1300 2160 2425

2 Lemak Total g 62 35 27 40 60 67

3 lemak jenuh g 18 19 22

4 Kolesterol mg <300 <300 <300

5 Asam linoleat g 2 3 4 6 7

6 Protein g 60 10 20 35 81 91

7 Karbohidrat total

g 300 50 120 200 324 364

8 Serat makanan g 25 25 25

9 Vitamin A *) RE 600 375 400 440 800 850

10 Setara Karoten Total *)

mcg 7200 4500 4800 5280 9600 10200

11 Setara Beta Karoten *)

mcg 3600 2250 2400 2640 4800 5100

12 Vitamin D mcg 10 5 5 5 5 5

13 Vitamin E mg 15 4 6 7 15 19

14 Vitamin K mcg 60 5 12 18 55 55

15 Thiamin mg 1,0 0,3

0,5 0,7 1,3 1,3

16 Riboflavin mg 1,2 0,3 0,5 0,6 1,4 1,5

17 Niasin mg 15 2 5 7 18 17

18 Asam Folat mcg 400 65 90 185 600 500

19 Asam Panthotenat

mg 7 1,4 2,0 3,0 7 7

20 Piridoksin mg 1,3 0,1 0,4 0,6 1,7 1,8

21 Vitamin B12 mcg 2,4 0,4 0,6 1,0 2,6 2,8

22 Vitamin C mg 90 40 40 45 90 100

23 Kalium mg 4700 400 700 3400 4700 5100

24 Natrium mg <2300 120 370 1100 1500 < 2300

25 Kalsium mg 800 200 480 500 950 950

26 Fosfor mg 600 100 320 400 600 600

27 Magnesium mg 270 25 60 80 270 270

28 Besi mg 26 0,3 8 8 32 32

29 Yodium mcg 150 90 90 110 200 200

30 Zink mg 12 5,5 8 9,4 14,7 13,9

31 Selenium mcg 30 5 13 19 35 40

32 Mangan mg 2 0,003 0,8 1,4 2 2,6

33 Fluor mg 2,5 0,01 0,6 0,8 2,7 2,7

*) Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik) KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.52.6291 TANGGAL : 9 Agustus 2007

Lanjutan Lampiran 3 Angka kecukupan gizi untuk acuan pelabelan pangan umum (2003)

Zat Gizi Satuan AKG

Energi kkal 2000

Protein g 50

Lemak Total g 55

Lemak jenuh g 20

Kolesterol mg 300

Karbohidrat total g 325

Serat makanan g 25

Vitamin A *) RE 600

Setara Karoten Total *) mg 7200

Setara Beta Karoten *) mg 3600

Vitamin D mg 5

Vitamin E mg 10,0

Vitamin K mcg 65

Thiamin mg 1,2

Riboflavin mg 1,3

Niasin mg 16

Asam Panthotenat mg 1,3

Asam Folat mg 400

Vitamin B12 mcg 2,4

Vitamin C mg 60

Kalium mg 3500

Natrium mg <2400

Kalsium mg 700

Fosfor mg 700

Besi mg 29

Magnesium mg 260

Zink mg 10,5

Selenium mcg 34

Yodium mg 130

Keterangan 1 RE = 1 mg retinol 1 RE = 12 mg karopten 1 RE = 6 mg beta karoten

KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.5.1142 TANGGAL : 25 Maret 2003

Lampiran 4. Aturan klaim nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM

No Klaim Syarat

1. Pangan Berkalori Minimum 300 kkal perhari

2. Pangan Rendah Kalori ≤ 40 kkal per saji

3. Kurang Kalori Sedikitnya mengandung kalori 25 % lebih rendah dari jumlah kalori dalam pangan sejenis per saji. Syarat ini berlaku untuk klaim”kurang…” semua jenis zat gizi

4. Tanpa Kalori < 5 kkal per saji

5. Rendah Lemak ≤ 3 gram lemak per saji atau per 50 g

6. Bebas Lemak < 0,5 gram lemak per saji

7. Rendah Lemak Jenuh ≤ 1 gram lemak jenuh per saji dan ≤ 15 % kalori yang berasal dari lemak lemak jenuh; untuk makanan kecil dan makanan utama ≤ 1 gram per 100 gram dan < 10 % dari kalori berasal dari asam lemak jenuh

8. Tanpa Lemak Jenuh < 0,5 gram lemak jenuh per 100 gram atau per 100ml

9. Rendah Kolesterol ≤ 20 mg kolestrol dan asam lemak jenuh per saji

Ket: klaim kolesterol hanya berlaku bila lemak jenuh 2 gr per saji

10. Bebas Kolesterol <2 mg kolesterol per saji

11. Protein Klaim tentang protein tidak boleh dinyatakan dalam label atau iklan pangan, kecuali bila 20 % kandungan kalorinya berasal dari protein, dan jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung > 10 gram protein

12. Rendah Natrium ≤ 140 mg natrium per saji atau per 50 gram untuk pangan de

13. Bebas Natrium < 5 mg natrium per saji

14. Bebas Gula < 0,5 gram gula per saji

15. “Diperkaya”

“Ekstra”,”Plus”

“Lebih”,

“Ditambahkan”

Apabila pangan mengandung vitamin, mineral, protein, serat makanan atau kalium sedikitnya 10 % Angka Kecukupan Gizi lebih banyak dari kandungan

Zat tersebut dalam pangan sejenis per saji.

16. “Tinggi”,”Kaya Akan”, “Merupakan Sumber”

Mengandung vitamin, mineral, protein serat makanan atau kalium> 20 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total

17. “Mengandung” Vitamin, mineral, protein, serat, kalium 10-19 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total

Lampiran 5. Kuisioner penentuan tingkat kepentingan atribut produk cookies

Nama : Tanggal : Alamat : No Telpon : PETUNJUK PENGISIAN :

- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat

- Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

A. IDENTITAS

1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun

3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta □ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta

□ Lainnya (sebutkan)….

4.Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2)

□ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….

B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG COOKIES

1. Apakah anda pernah mendengar

produk pangan “cookies”?

a. Ya

b. tidak (stop disini)

2. Apakah anda pernah mengkonsumsi jenis produk seperti ini sebelumnya?

a. Ya

b. Tidak (stop sampai disini)

3. Seberapa sering anda mengkonsumsi produk cookies dalam seminggu a. sering (≥6 kali) b. biasa saja (3-5 kali) c. jarang (< 2 kali)

4. Apakah hal utama yang menjadi pertimbangan anda ketika membeli produk cookies?

a. Rasa

b. Ingin mencoba saja

c. Penampakan produk

d. Ukuran saji (per kemasan)

e. Harga

f. Merek

5. Peringkatkan 5 atribut dari cookies

berikut menurut Anda. (rangking 1-5, 1 = sangat penting, 2 = penting, 3 = biasa, 4 = tidak penting, 5 = sangat tidak penting)

( ) warna ( ) rasa ( ) aroma ( ) kerenyahan/tekstur ( ) penampakan

Lampiran 6. Kuisioner persepsi dan prioritas konsumen terhadap klaim pada produk cookies Nama : Tanggal : Alamat : No Telp : PETUNJUK PENGISIAN : - Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat

- Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas

A. IDENTITAS

1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun □ 46-55 tahun □ Lebih dari 55 tahun

3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta

□ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta □ Lainnya (sebutkan)….

4. Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2)

□ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….

B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG KLAIM PADA PRODUK PANGAN

1. Apakah setiap membeli produk pangan, anda memperhatikan info yang tertera pada kemasan? a. Selalu (pasti memperhatikan bila membeli produk) b. Sering (lebih banyak memperhatikan dibanding tidak) c. Terkadang (lebih banyak tidak dibandingkan memperhatikan) d. Tidak

2. Selain rasa, hal apakah yang pertama kali anda perhatikan alam memilih produk pangan? a. Nama (merek) produk b. Harga produk c. Kemasan produk (disain dan ukuran) d. Informasi tentang produk e. Lainnya (sebutkan)….

Klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik terkait, asal, kandungan gizi, kealamian,produksi, proses, komposisi atau segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Seperti: Tinggi kalsium, mencegah osteoporosis, dua kali penyaringan, halal, terbuat dari bahan pilihan, fresh/alami, jaminan mutu (HACCP/ISO). 3. Apakah anda pernah menemukan adanya klaim tersebut yang tercantum pada

kemasan pangan?

a. Pernah

b. Jarang

c. Tidak pernah (stop sampai disini)

4. Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan? (boleh lebih dari 1) a. Susu/ produk2 yang terbuat dari susu b. Produk pangan diet/ untuk konsumen tertentu c. Snack (biskuit, ciki,….) d. Cokelat / permen e. Ice cream (es krim) f. Lainnya (sebutkan)

..........................................................................................................................................

.............................................................................................................................

5. Klaim apakah yang pernah anda temukan itu (pilihlah dengan melingkari kode dibawah)

llllllllll

lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll

6. Menurut anda, apakah fungsi dan manfaat adanya klaim pada kemasan sebuah produk pangan bagi anda ................................................................................................................................... ...................................................................................................................................

7. Apakah dengan adanya klaim tertentu anda merasa terbantu dalam mencari jenis pangan tertentu ? (misal pangan dengan kandungan gizi tertentu, jaminan halal, dll) a.Ya b.Tidak

8. Apakah anda dapat menyebutkan perbedaan pengertian dari pernyataan klaim kandungan zat gizi misal. ‘Tinggi akan kalsium’ dan ‘dipekaya kalsium’? a. ya, jelaskan................................................................................................................ b.Tidak

9. Jika ada dua jenis produk pangan (biskuit) sejenis, A dan B, dengan harga dan rasa yang identik. Apakah ada atau tidaknya klaim tertentu (lihat no 4 [a-g]) pada kemasan akan mempengaruhi anda dalam pemilihan dan pembelian produk tersebut?

a.Ya, b.Tidak

10. Apakah adanya klaim pada produk cookies mempengaruhi anda ketika memilih produk cookies? a. Ya. b. Tidak (stop sampai disini)

a. Klaim tipe Jaminan Halal

(Halal, Vegetarian, Kosher)

b. Klaim Kesehatan misal ”..dapat mengurangi resiko penyakit jantung”, “mencegah osteoporosis c. Klaim mengenai Standar/jenis/pilihan

produk Pure’, segar ‘Fresh’, ‘Natural’, alami ‘Original’, asli ‘Genuine’

d. Klaim Jaminan Mutu dapat dilihat dalam bentuk Logo misalnya logo HACCP atau ISO e. Klaim Proses

misal dipanggang bukan digoreng, (roti dengan) double proofing, UHT f. Klaim Kandungan gizi

misal ’Sumber Kalsium’ ‘Tinggi serat dan rendah lemak’, sugar free (bebas gula), “protein setara dengan segelas susu”

g. Klaim mengenai asal bahan

…’ misal ‘produk dari…’ and ‘terbuat dari

11. Bersediakah anda membayar lebih tinggi untuk produk dengan klaim (manfaat atau jaminan) tertentu? a. ya b.Tidak

12. Klaim manakah yang anda rasa penting dan bagi produk cookies tersebut (urutkan a-g)

a. Klaim kandungan gizi.

b. Klaim kesehatan.

c. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan

d. Klaim jaminan mutu

e. Klaim proses.

f. Klaim tipe jaminan halal.

g. Klaim mengenai asal bahan

----, ----, ----, ----, ----, ----, ----.

Tiga teratas

Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................

C. PRODUK COOKIES

14. Apakah yang menjadi kriteria anda

terhadap produk cookies dengan taburan cokelat butir? Sebutkan......................,......................................................,..........................................................,..........................................................,..........................................................,........................

15. Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan taburan cokelat butir berikut dari yang paling mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil) ( ) Jumlah cokelat butir ( ) Diameter cookies ( ) Warna cookies ( ) bentuk cookies

16. Sebutkan salah satu/ beberapa merek produk Cookies?

.................................................................

................................................................. 17. Dari manakah anda mengenal merek

tersebut

a. Iklan

b. Display di toko/supermarket

c. Teman

d. Keluarga 18. Diantara merek Cookies dengan

taburan cokelat berikut manakah yang anda kenali

a. Mia Classy Cookies

b. Choco mania cookies

c. Good Time Cookies

d. Siesta cookies 19. Ciri apakah yang anda rasakan dari

produk merek tersebut dibandingkan dengan produk lain

a. Kemasan (warna, disain)

b. Merek (kualitas)

c. Rasanya

d. Iklannya

e. Harganya

Lampiran 7. Komposisi gizi bahan baku penyusun Good Time cookies

Lampiran 8. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C2)

Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin

dan garam

Penimbangan

Creaming

t = 30 detik

Pencampuran I

t = 5 menit

Pencampuran II t = 30 detik

Penipisan adonan

Pemotongan adonan (wire cutting)

Pendinginan I T = 20-27ºC

t = 12-16 menit

Pendinginan II

T = 7-9ºC t = 4-5 menit

Penyusunan cookies

Chocochip chocolate cookies

Pengecekan metal

Pengemasan I

Pengemasan II

Tepung terigu dan cokelat bubuk

Pengayakan

Penimbangan

Residu

Air

Natrium bikarbonat

Chocochip

Udara kering

Uap air

Udara dingin

(Freon)

Tray

Reject

product

OPP (Oriented

Polipropylene

Karton

Pemanggangan

Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC

Penyimpanan T = 25-30C t = ± 1 bulan

Lampiran 9. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C3)

Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin

, dan garam

Penimbangan

Creaming

t = 30 detik

Pencampuran I

t = 5 menit

Pencampuran II

t = 30 detik

Penipisan adonan

Pemotongan adonan

(wire cutting)

Pendinginan I T = 20-27ºC

t = 12-16 menit

Pendinginan II

T = 7-9ºC t = 4-5 menit

Penyusunan cookies

Chocochip chocolate cookies

Pengecekan metal

Pengemasan I

Pengemasan II

Penyimpanan T = 25-30C

t = ± 1 bulan

Tepung terigu dan cokelat bubuk

Pengayakan

Penimbangan

Residu

Air

Natrium bikarbonat

Chocochip

Udara kering

Uap air

Udara dingin (Freon)

Tray

Reject

product

OPP (Oriented

Polipropylene

Karton

Pemanggangan

Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC

t = 8 menit

Lampiran 10. Rekapitulasi penentuan atribut utama cookies

No. Kisaran

Usia Pekerjaan

Parameter

Warna Rasa Aroma Kere-

nyahan

Penam-

Pakan

1 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4

2 15-25 Mahasiswa 5 1 2 3 4

3 15-25 Pegawai Swasta 4 1 3 2 5

4 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5

5 26-35 Pegawai Negeri 5 2 4 1 3

6 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3

7 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3

8 15-25 Wiraswasta 1 4 3 5 2

9 15-25 Pegawai Swasta 5 1 2 4 3

10 26-35 Pegawai Negeri 3 1 5 2 4

11 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4

12 15-25 Pegawai Swasta 1 4 3 5 2

13 15-25 Pegawai Negeri 5 1 2 3 4

14 15-25 Mahasiswa 1 2 3 5 4

15 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

16 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3

17 15-25 Pegawai Swasta 4 2 3 1 5

18 15-25 Pegawai Negeri 5 1 3 2 4

19 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3

20 15-25 Mahasiswa 4 1 5 3 2

21 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

22 15-25 Pegawai Negeri 3 1 4 5 2

23 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

24 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5

25 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3

26 26-35 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3

27 26-35 Pegawai Swasta 4 1 2 3 5

28 26-35 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3

29 26-35 Pegawai Swasta 2 1 3 4 5

30 15-25 Pegawai Swasta 4 1 2 3 5

31 15-25 Mahasiswa 4 1 3 2 5

32 15-25 Mahasiswa 5 1 2 3 4

33 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

34 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 3 2

35 15-25 Pegawai Swasta 5 1 2 3 4

36 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4

37 15-25 Pegawai Swasta 1 2 3 5 4

38 15-25 Mencari pekerjaan 5 1 3 2 4

39 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3

40 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

41 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

42 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3

43 15-25 Mahasiswa 4 1 5 3 2

44 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

45 15-25 Mahasiswa 3 1 4 5 2

46 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

47 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5

48 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3

49 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3

50 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5

51 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3

52 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5

53 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5

54 26-35 Karyawan swasta 4 1 3 2 5

55 26-35 Sales eksekutive 5 2 3 1 4

56 26-35 Karyawan swasta 3 1 5 2 4

57 26-35 Karyawan swasta 3 1 5 2 4

58 15-25 Guru 4 1 3 2 5

59 26-35 Karyawan 2 1 3 4 5

60 15-25 Pelajar 5 2 4 1 3

61 36-45 Ibu rumah tangga 4 1 2 3 5

62 26-35 Karyawan swasta 5 1 3 2 4

63 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

64 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5

65 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5

66 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5

67 15-25 Mahasiswa 3 1 4 2 5

68 15-25 Mahasiswa 3 1 4 5 2

69 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4 5

70 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3

71 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5

72 15-25 Mahasiswa 5 3 2 1 4

73 15-25 Mahasiswa 5 3 4 1 2

74 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3

75 15-25 Mahasiswa 4 1 3 2 5

76 15-25 Mahasiswa 5 3 2 1 4

77 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 4

78 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3

79 15-25 Mahasiswa 4 2 1 3 5

80 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4

81 15-25 Wiraswasta 5 1 4 2 3

82 15-25 Mahasiswa 5 2 4 1 3

83 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

84 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

85 15-25 Mahasiswa 3 1 4 2 5

86 15-25 Mahasiswa 5 2 4 1 3

87 15-25 Mahasiswa 3 2 4 1 5

88 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3

89 15-25 Mahasiswa 4 2 5 3 1

90 15-25 Pegawai Negeri 3 2 5 1 4

91 15-25 Pelajar 4 1 5 2 3

92 15-25 Pelajar 3 1 5 2 4

93 15-25 Pelajar 4 1 3 2 5

94 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5

95 15-25 Pegawai Swasta 3 1 4 2 5

96 15-25 Pegawai Negeri 4 1 3 2 5

97 26-35 Ibu rumah tangga 4 1 3 2 5

98 26-35 Pegawai Negeri 5 2 3 1 4

99 15-25 Pegawai Negeri 3 1 5 2 4

100 15-25 Mahasiswa 3 1 5 2 4

Jumlah 391 137 345 235 392

Rata-rata 3.91 1.37 3.45 2.35 3.92

Keterangan : 1 = Sangat penting 4 = tidak penting

2 = penting 5 = sangat tidak penting 3 = biasa

( )

83.43

6

155100960.1

=

+×=

Friedman test Ranks Test Statistics(a)

Mean Rank

Warna_a 3.91

Rasa_b 1.37

Aroma_c 3.45

Kerenyahan_d 2.35

Penampakan _e 3.92

a Friedman Test Skala ranking : 1-5( 1 = sangat penting ; 5 = sangat tidak penting)

LSD Ranking

dimana : p = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan R = jumlah peringkat setiap perlakuan tα/2,α = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960

E (392) – A (391) – C (345) – D (235) – B (137)

RE-RA = 392-391 = 1 < LSD → E = A RE-RC = 392-345 = 47 > LSD → E ≠ C RE-RD = 392-235 = 157 > LSD → E ≠ D RE-RB = 392-137 = 225 > LSD → E ≠ B RA-RC = 391-345 = 46 > LSD → A ≠ C RA-RD = 391-235 = 156 > LSD → A ≠ D RA-RB = 391-137 = 254 > LSD → A ≠ B RC-RD = 345-235 = 110 > LSD → C ≠ D RC-RB = 345-137 = 208 > LSD → C ≠ B RD-RB = 235-137 = 98 > LSD → D ≠ B

E A C D B

Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)<

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut

cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa atribut warna

dan penampkan pada cookies tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Maka secara

berurut atribut cookies dari skor terendah ingá paling tinggi adalah rasa,

kerenyahan, aroma, warna, dan penampakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

atribut utama cookies adalah rasa karena memiliki skor paling rendah.

N 100

Chi-Square 198.256 df 4 Asymp. Sig. .000

6/)1.(.,2/ += ttptLSD αα

Lampiran 11. Rekapitulasi prioritas konsumen terhadap faktor visual produk chocochip cookies

No Usia Pekerjaan

Parameter visual

Chocochip Diameter

Warna

base Bentuk

1 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4

2 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4

3 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3

4 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4

5 26-35 Pegawai negeri 3 4 2 1

6 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

7 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

8 15-25 Wiraswasta 1 4 3 2

9 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3

10 26-35 Pegawai negeri 1 4 3 2

11 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1

12 15-25 Pegawai swasta 3 4 2 1

13 15-25 Pegawai negeri 1 3 4 2

14 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

15 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

16 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2

17 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3

18 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3

19 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

20 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

21 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2

22 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3

23 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

24 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

25 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

26 26-35 Pegawai swasta 2 4 1 3

27 26-35 Pegawai swasta 3 4 2 1

28 26-35 Pegawai swasta 1 3 2 4

29 26-35 Pegawai swasta 1 4 2 3

30 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3

31 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

32 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4

33 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1

34 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3

35 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3

36 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1

37 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4

38 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3

39 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

40 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1

41 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

42 15-25 Mahasiswa 3 4 1 2

43 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

44 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4

45 15-25 Mahasiswa 2 4 1 3

46 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2

47 26-35 Pegawai swasta 1 4 2 3

48 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1

49 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4

50 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4

51 15-25 Mahasiswa 1 2 3 4

52 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4

53 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3

54 15-25 Pegawai swasta 3 4 1 2

55 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4

56 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1

57 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

58 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3

59 15-25 Mahasiswa 2 4 1 3

60 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1

90 223 123 164

Rata-rata 1,50 3,72 2,05 2,73

Lampiran 12. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir

No Usia Pekerjaan

PRODUK 1 2 3 4 5

1 15-25 Pegawai swasta 1 2 15-25 Pegawai swasta 1 3 26-35 Pegawai negeri 1 4 15-25 Mahasiswa 1 5 15-25 Mahasiswa 1 6 15-25 Pegawai swasta 1 7 15-25 Pegawai negeri 1 8 15-25 Mahasiswa 1 9 15-25 Pegawai swasta 1

10 15-25 Mahasiswa 1 11 15-25 Mahasiswa 1 12 15-25 Mahasiswa 1 13 15-25 Mahasiswa 1 14 26-35 Mahasiswa 1 15 26-35 Mahasiswa 1 16 15-25 Mahasiswa 1 17 15-25 Mahasiswa 1 18 15-25 Pegawai swasta 1 19 15-25 Pegawai swasta 1 20 15-25 Mahasiswa 1 21 15-25 Mahasiswa 1 22 15-25 Mahasiswa 1 23 15-25 Mahasiswa 1 1 24 26-35 Pegawai swasta 1 25 15-25 Mahasiswa 26 15-25 Mahasiswa 1 27 15-25 Pegawai swasta 1 28 15-25 Mahasiswa 1 29 15-25 Mahasiswa 1 30 15-25 Mahasiswa 1

Jumlah 4 2 2 19 3

Keterangan: 1. Broniz 2. Mia Classy 3. Chocomania 4. Good time cookies 5. Chipy

Lampiran 13. Perhitungan kandungan vitamin dan mineral

Lampiran 14. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap informasi dan klaim pada produk cookies

Ya Tidak

PANELIS 1 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 2 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 3 Pria 15-25 Sering iseng Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 4 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 5 Pria 26-35 Terkadang Ukuran Jarang 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 6 Pria 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 7 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 8 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 Ya

PANELIS 9 Pria 15-25 Terkadang Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 10 Wanita 26-35 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 11 Pria 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 12 Pria 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 13 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 14 Pria 15-25 Selalu Harga Jarang 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 15 Wanita 15-25 Sering Harga Jarang 1 1 1 Ya

PANELIS 16 Wanita 15-25 Terkadang Merek Jarang 1 1 1 1 Ya

PANELIS 17 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tidak

PANELIS 18 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 19 Wanita 15-25 Sering Kepingin Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 20 Pria 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 21 Wanita 15-25 Selalu coba-coba Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 22 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 23 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 24 Pria 15-25 Selalu Harga Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 25 Wanita 15-25 Terkadang Merek Jarang 1 1 1 Ya

PANELIS 26 Pria 26-35 Tidak Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 27 Wanita 26-35 Selalu Informasi Sering 1 1 1 Ya

PANELIS 28 Wanita 26-35 Selalu Harga Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 29 Wanita 26-35 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 30 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 31 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 32 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 33 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 34 Wanita 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 35 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 36 Wanita 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 Ya

PANELIS 37 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 38 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 39 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 40 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 41 Wanita 15-25 Terkadang Harga Sering 1 1 1 1 1 1 Tidak

PANELIS 42 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 43 Pria 15-25 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 44 Pria 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 45 Wanita 15-25 Selalu Ukuran Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 46 Pria 15-25 Selalu Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 47 Wanita 26-35 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 48 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 49 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 Ya

PANELIS 50 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 51 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 52 Wanita 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 53 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 54 Wanita 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 Ya

PANELIS 55 Wanita 15-25 Terkadang Merek ikut2an Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 56 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 57 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 58 Pria 15-25 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 59 Wanita 15-25 Selalu Ukuran Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

PANELIS 60 Pria 15-25 Selalu kepingin Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya

21 23 15 1 21 11 3 20 5 55 5 0 56 31 37 17 17 5 36 30 28 18 16 44 25 58 2

35% 38% 25% 2% 35% 18% 5% 33% 8% 92% 8% 0% 34% 19% 23% 10% 10% 3% 18% 14% 13% 10% 8% 23% 13% 97% 3%

Klaim tipe

jaminan

halal.

Apakah anda sering

memperhatikan informasi

nilai gizi pada label kemasan?

JarangSering

Kemasan

produk

(disain dan

ukuran)

Selain rasa, hal apakah yang menjadi pertimbangan anda dalam

memilih produk cookies

Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan?

(boleh lebih dari 1)Klaim apakah yang pernah anda temukan itu

Apakah dengan adanya klaim

tertentu anda merasa terbantu

dalam mencari jenis pangan

tertentu ?

Lainnya

(sebutkan)

….

Apakah setiap membeli produk pangan, anda

memperhatikan info yang tertera pada

kemasan?

Selalu Sering Terkadang Tidak

PANELIS

Jenis Kelamin Usia

Produk

pangan diet/

untuk

konsumen

tertentu

lainnya

cokelat/

permenPria Wanita 15-25 26-35

Nama

(merek)

produk

Harga

produk

Informasi

tentang

produk

Tidak

pernah

Susu/

produk2

yang

terbuat dari

susu

ice cream

(es krim)

Klaim

proses.

Klaim

jaminan

mutu

Snack

(biskuit,

ciki..)

Klaim

mengenai

asal bahan

Lampiran 14. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap informasi dan klaim pada produk cookies

Klaim

nutrisi

Klaim

kesehatan.

Klaim

mengenai

standar/jenis/p

ilihan

A B C D E F G

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 4 5 2 6 1 3 2 4 1 1

Ya Ya Ya Ya 2 5 3 4 7 1 6 1 3 2 4 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 4 3 5 2 4 1 3 1 1

Tidak Ya Tidak Tidak Tidak 2 1 7 5 6 4 3 1 3 2 4 1 1

Ya Ya Tidak Tidak 6 2 7 4 5 3 1 3 4 2 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 2 5 4 6 3 7 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Ya 3 1 5 6 7 4 2 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Tidak Ya 2 1 7 5 4 3 6 1 4 3 2 1 1

Tidak Ya Ya Tidak 2 1 6 7 5 3 4 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Ya 2 1 7 6 3 4 5 1 4 3 2 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 6 3 7 2 4 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 4 1 6 2 7 3 5 3 4 2 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 1 3 4 2 1 1

Tidak Ya Tidak Ya 3 1 5 6 7 4 2 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 4 3 1 4 2 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 2 4 5 7 3 6 1 3 4 2 1 1

Tidak Tidak Tidak Tidak 1 7 3 6 5 2 4 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 5 3 4 2 4 1 3 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 7 4 3 6 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 7 3 4 5 2 6 1 3 4 2 1 1 1

Ya Ya Tidak Ya 1 7 2 5 3 4 6 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 3 4 1 4 2 3 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 4 3 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Ya 4 5 6 3 7 1 2 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Tidak 1 6 5 3 4 2 7 2 4 1 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 4 6 5 3 7 3 4 2 1 1 1

Tidak Tidak Ya Tidak 2 1 3 7 6 5 4 1 3 2 4 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 7 4 6 5 2 3 1 4 2 3 1 1

Ya Ya Ya Ya 1 6 5 4 7 3 2 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 1 4 2 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 3 1 2 6 7 5 4 1 3 2 4 1 1

Ya Ya Ya Ya 3 6 5 1 7 2 4 3 4 2 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 7 2 6 5 4 3 2 4 1 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1

Tidak Tidak Tidak Ya 1 7 4 3 6 2 5 2 4 3 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 2 7 6 5 4 1 3 1 3 2 4 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 6 7 3 4 2 4 1 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 5 4 3 6 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 4 3 7 3 4 2 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 3 4 7 5 1 2 6 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 3 4 7 5 1 2 6 3 4 1 2 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 4 6 7 3 5 1 4 2 3 1 1 1

ya Ya Ya Ya 2 1 6 4 5 3 7 1 3 2 4 1 1

Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 5 2 4 6 2 4 1 3 1 1

Tidak Tidak Ya Ya 2 1 4 5 7 3 6 1 3 4 2 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 1 7 4 6 5 2 3 1 4 2 3 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 6 5 4 7 3 2 2 4 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 2 3 1 4 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 3 1 2 6 7 5 4 2 3 1 4 1 1

Tidak Ya Ya Ya 3 6 5 1 7 2 4 1 2 3 4 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 7 2 6 5 4 3 1 3 2 4 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 2 4 1 3 1 1

Tidak Tidak Tidak Ya 1 7 4 3 6 2 5 3 4 1 2 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 7 6 5 4 1 3 1 3 2 4 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 5 3 4 2 4 3 1 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1 1 1 1

Ya Ya Ya Ya 2 1 4 6 7 3 5 1 4 2 3 1 1 1

Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 5 2 4 6 2 4 1 3 1 1

Tidak Tidak Ya Ya 2 1 4 5 7 3 6 3 4 2 1 1 1 1

18 42 54 6 52 8 55 5 121 188 299 300 326 173 273 2 13 59 2 3 15 47 3 1

28% 72% 90% 10% 87% 13% 92% 8% 3% 17% 78% 3% 4% 22% 68% 4% 1%

Ciri apakah yang anda rasakan dari produk merek tersebut

dibandingkan dengan produk lain

Apakah anda dapat

menyebutkan perbedaan

pengertian dari pernyataan

klaim kandungan zat gizi

misal. ‘Tinggi akan kalsium’

dan ‘diperkaya kalsium’?

Apakah ada atau tidaknya

klaim tertentu (lihat no 4

[a-g]) pada kemasan akan

mempengaruhi anda

dalam pemilihan dan

pembelian produk

tersebut

Urutkan Klaim menurut prioritas anda

Klaim

jaminan

mutu

Klaim

proses.

Klaim

nutrisi

Klaim

mengenai

asal bahan

Klaim tipe

jaminan

halal.

Choco

mania

Good

Time

Cookies

Apakah adanya klaim pada

produk cookies

mempengaruhi anda ketika

memilih produk cookies ?

Bersediakah anda

membayar lebih tinggi

untuk produk dengan

klaim (manfaat atau

jaminan) tertentu?

RasanyaSiesta

Klaim

kesehatan.

Klaim

mengenai

standar/jenis/p

ilihan

Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan

taburan cokelat butir berikut dari yang paling

mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil)

Diantara merek Cookies dengan taburan

cokelat berikut manakah yang anda kenali

Iklannya HarganyaMerek

(kualitas)

Kemasan

(warna,

disain)

Parameter visual

Chocochip Diameter BentukWarna base

Mia Classy

Cookies

Lanjutan Lampiran 14.

No Usia Pekerjaan Jenis Klaim

A B C D E F G

1 15-25 Pegawai swasta 3 2 7 4 5 1 6

2 15-25 Mahasiswa 3 2 5 4 7 1 6

3 15-25 Pegawai swasta 2 3 6 5 7 1 4

4 15-25 Mahasiswa 2 4 7 5 6 1 3

5 26-35 Pegawai negeri 5 6 7 3 2 4 1

6 15-25 Mahasiswa 1 5 4 6 7 2 3

7 15-25 Mahasiswa 3 4 5 6 7 1 2

8 15-25 Wiraswasta 2 3 7 5 4 1 6

9 15-25 Pegawai swasta 2 3 6 7 5 1 4

10 26-35 Pegawai negeri 2 3 7 5 6 1 4

11 15-25 Pegawai swasta 2 3 5 4 7 1 6

12 15-25 Pegawai swasta 2 3 4 7 5 1 6

13 15-25 Pegawai negeri 2 3 5 4 7 1 6

14 15-25 Mahasiswa 2 3 7 5 4 1 6

15 15-25 Mahasiswa 2 4 6 5 7 1 3

16 15-25 Mahasiswa 1 3 4 5 7 2 6

17 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 6 5 7 4

18 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 7 5 6 4

19 15-25 Mahasiswa 1 2 7 4 5 6 3

20 15-25 Mahasiswa 2 3 5 7 4 1 6

21 15-25 Mahasiswa 1 2 3 4 5 7 6

22 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 5 3 7 6

23 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 7 1 4

24 15-25 Mahasiswa 2 4 6 5 7 1 3

25 15-25 Mahasiswa 4 1 6 3 7 5 2

26 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 3 6 4 7

27 26-35 Pegawai swasta 2 3 6 7 5 1 4

28 26-35 Pegawai swasta 2 5 3 7 6 1 4

29 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 7 4 6 3

30 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 5 7 6 1

31 15-25 Mahasiswa 3 2 4 5 7 1 6

32 15-25 Mahasiswa 3 5 2 6 7 1 4

33 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 7 6 4

34 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 6 5 7 3

35 15-25 Pegawai swasta 1 2 4 7 5 6 3

36 15-25 Pegawai swasta 2 3 1 7 4 5 6

37 15-25 Pegawai swasta 4 1 2 5 3 7 6

38 15-25 Pegawai swasta 2 3 5 6 7 1 4

39 15-25 Mahasiswa 2 3 7 5 4 1 6

40 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 4 1 7

41 15-25 Mahasiswa 3 2 7 5 1 4 6

42 15-25 Mahasiswa 3 2 7 5 1 4 6

43 15-25 Mahasiswa 2 1 3 7 4 5 6

44 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 4 1 7

45 15-25 Mahasiswa 3 4 6 5 2 1 7

46 15-25 Mahasiswa 2 3 4 6 7 1 5

47 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 7 4 6 3

48 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 5 7 6 1

49 15-25 Mahasiswa 3 2 4 5 7 1 6

50 15-25 Mahasiswa 3 5 2 6 7 1 4

51 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 7 6 4

52 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 6 5 7 3

53 15-25 Pegawai swasta 1 2 4 7 5 6 3

54 15-25 Pegawai swasta 2 3 1 7 4 5 6

55 15-25 Pegawai swasta 4 1 2 5 3 7 6

56 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 7 5 6 4

57 15-25 Mahasiswa 1 2 7 4 5 6 3

58 15-25 Mahasiswa 2 1 3 7 4 5 6

59 15-25 Mahasiswa 3 4 6 5 2 1 7

60 15-25 Mahasiswa 2 3 4 6 7 1 5

Jumlah 126 173 277 319 313 196 276

Rata-rata 2,10 2,88 4,62 5,32 5,22 3,27 4,60

Keterangan:

A = Klaim Jaminan Halal

B = Klaim Kesehatan

C = Klaim Standar/jenis/pilihan

D = Klaim Jaminan mutu

E = Klaim Proses

F = Klaim Kandungan gizi.

G = Klaim Asal bahan

Friedman test

Ranks Test Statistics(a)

Mean Rank

Halal 2.10

kandungan_gizi 2.88

Standar_jenis_pilihan 4.62 jaminan_mutu 5.32

Proses 5.22

kesehatan 3.27

asal_bahan 4.60

a Friedman Test

Skala ranking : 1-7 ( 1 =; 7=)

LSD Ranking

( )

38.46

6

17760960.1

=

+××=

dimana : p = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan R = jumlah peringkat setiap perlakuan tα/2,α = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960

E (319) – D (313) – C (277) – G (276) – F (196) – B (173) – A (126)

RE-RD = 319-313 = 6 <LSD → E = D RE-RC = 319-277 = 42 <LSD → E = C RE-RG = 319-276 = 43 <LSD → E = G RE-RF = 319-196 = 123 >LSD → E ≠ F RE-RB = 319-173 = 146 >LSD → E ≠ B RE-RA = 319-126 = 193 >LSD → E ≠ A RD-RC = 313-277 = 36 <LSD → D = C RD-RG = 313-276 = 37 <LSD → D = G RD-RF = 313-196 = 117 >LSD → D ≠ F RD-RB = 313-173 = 140 >LSD → D ≠ B RD-RA = 313-126 = 187 >LSD → D ≠ A RC-RG =277-276 = 1 <LSD → C = G RC-RF = 277-196 = 81 >LSD → C ≠ F RC-RB = 277-173 = 104 >LSD → C ≠ B RC-RA = 277-126 = 151 >LSD → C ≠ A RG-RF = 276-196 = 80 >LSD → G ≠ F RG-RB = 276-173 =103 >LSD → G ≠ B RG-RA = 276-126 = 150 >LSD → G ≠ A RF-RB = 196-173 = 23 <LSD → F = B

N 60

Chi-Square 120.200

df 6

Asymp. Sig.

.000

6/)1.(.,2/ += ttptLSD αα

RF-RA = 196-126 = 70 >LSD → F ≠ A RB-RA = 173-126 = 47 >LSD → B ≠ A

E D C G F B A

Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)<

0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut

cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa klaim proses,

klaim jaminan mutu, klaim standar/jenis/pilihan dan klaim asal bahan tidak

berbeda nyata pada taraf 5%. Klaim kandungan gizi dan klaim kesehatan juga

tidak berbeda nyata pada taraf 5% ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa klaim

utama yang paling dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk

cookies adalah klaim Halal, selanjutnya adalah adanya klaim kandungan gizi dan

kesehatan kemudian adanya klaim asal bahan, klaimstandar/jenis /pilihan, klaim

jaminan mutu dan klaim proses.