Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Skripsi
INOVASI KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
(KLHK) DALAM MENGHASILKAN LISTRIK MURAH PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA MICRO HIDRO (PLTMH) BAGI MASYARAKAT
KAMPUNG KAYU BIRANGA KABUPATEN BULUKUMBA
Disusun dan diusulkan oleh
WILLY AGUSTIAWAN
Nomor Stambuk : 105640210815
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
INOVASI KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
(KLHK) DALAM MENGHASILKAN LISTRIK MURAH PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA MICRO HIDRO (PLTMH) BAGI MASYARAKAT
KAMPUNG KAYU BIRANGA KABUPATEN BULUKUMBA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan
WILLY AGUSTIAWAN
Nomor Stambuk : 105640210815
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
vi
ABSTRAK
WILLY AGUSTIAWAN, 2020. Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit
Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu
Biranga Kabupaten Bulukumba (di bimbing oleh Nuryanti Mustari dan Ahmad
Taufik)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui inovasi Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dalam menghasilakn listrik murah Pembangkit Listrik
Tenaga Micro Hidro (PLTMH) bagi masyarakat Kampung Kayu Biranga
Kelurahan Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang
berfokus pada tiga indikator yaitu keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumitan,
dengan alasan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh serta manfaat inovasi
listrik murah PLTMH ini bagi kehidupan masyarakat. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif yaitu tidak untuk menguji hipotesa tertentu melainkan untuk
menemukan gambaran mengenai inovasi listrik murah PLTMH. Data dan
informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari keterangan
informan yaitu orang-orang yang dianggap mengetahui dan bisa dipercaya dalam
memberikan informasi yang akurat dengan menggunakan dua macam data yaitu
data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah observasi langsung ke lokasi penelitian, wawancara secara mendalam dan
dokumentasi di lokasi penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi listrik murah PLTMH dilihat
pada keuntugan relatif, dimana keuntungan yang didapat dari adanya inovasi
listrik murah PLTMH ini ialah meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat
Kampung Kayu Biranga dimana sebelumnya masyarakat yang hanya memakai
lampu pelita sebagai penerangan kini sudah bisa memakai bohlam lampu listrik
dan sudah bisa menikmati daya listrik yang memadai untuk keperluan sehari-hari.
Selanjutnya kesesuaian, inovasi listrik murah PLTMH ini sangat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Kampung Kayu Biranga dimana masyarakatnya adalah
ekonomi menengah kebawah, dan letak geografis yang sesuai untuk membangun
PLTMH. Selanjutnya kerumitan, selama proses pembangunan dan berjalannya
inovasi listrik murah PLTMH hal tersebut berupa permasalahan anggaran
pembangunan, permasalahan infrastruktur jalanan di kampung dan juga perawatan
mesin PLTMH namun masalah tersebut bisa diselesaikan dengan adanya
sosialisasi dan juga pendampingan oleh pihak BLI KLHK. Adapun faktor
pendukung dan penghambat inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dalam menghasilkan listrik murah pembangkit listrik tenaga micro
hidro (PLTMH) bagi masyarakat Kampung Kayu Biranga Kelurahan Borong
Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yaitu faktor pendukungnya
ialah sumber daya, diantaranya yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia
sedangkan untuk faktor penghambatnya adalah musim
Kata kunci: Inovasi, PLTMH.
vi
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tiada kata terindah yang patut di ucapkan oleh peneliti selain puji syukur
yang sebesar-besarnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
melimpahkan nikmat kesehatan, kesabaran, kekuatan serta ilmu pengetahuan
kepada hambaNya. Atas perkenaannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan dan
mempersembahkan skripsi ini, bukti dari perjuangan yang panjang nan
melelahkan dan jawaban atas do’a dan senantiasa mengalir dari orang-orang
terkasih. Sholawat serta salam “Allahumma Sholli ala Sayyidina” juga peneliti
sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sang pejuang sejati
yang telah membawa kita menuju zaman perdamaian.
Skripsi dengan judul “Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan dalam Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit Listrik Tenaga Micro
Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu Biranga Kabupaten
Bulukumba” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa mulai dari awal hingga akhir proses pembuatan
skripsi ini bukanlah hal yang mudah. Ada banyak drama, rintangan dan hambatan
yang selalu menyertainya. Hanya dengan kesabaran dan kerja keraslah sehingga
membuat penulis termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga dengan
adanya berbagai bantuan baik berupa moril dan materil dari berbagai pihak
vii
viii
sehingga mempermudah penyelesaian penulisan skripsi ini.
Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Muchlisin dan Ibunda Nurmawanti dan
saudara-saudaraku serta keluarga besar yang selalu memberikan do’a, dukungan
dan kasih sayang yang menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi
penulis.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak,
diantaranya:
1. Ibu Dr. Hj. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si dan Bapak Ahmad Taufik, S.IP.,
M.AP selaku pembimbing I dan II yang selalu memberikan arahan dan
motivasi atas penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE, M.M selaku rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar
3. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP M.Si selaku ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
dan Bapak Ahmad Harakan, S.IP., M.H.I selaku sekretaris Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku dosen Penasehat Akademik yang
selalu memberikan motivasi kepada penulis selama 4 tahun menjalani jenjang
viii
ix
pendidikan di bangku kuliah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar.
6. Para dosen dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan
dan membantu penulis selama menjalani proses perkuliahan.
7. Seluruh informan yang berada di Kantor Camat Kindang, kantor Lurah Borong
Rappoa dan Kampung Kayu Biranga atas kesediaannya memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengambil data dalam rangka
merampungkan penelitian.
8. Kakanda Jusran yang telah berbaik hati menemani dan mengarahkan penulis
dalam pengambilan data khususnya di Kampung Kayu Biranga
9. Saudara-saudara seperjuanganku di bangku perkuliahan Jaya, Rahmat, Akbar,
Willy, Sawal, Adi, Ririn, Sofyan, Fandi, Egy, Arfan, Alam, Iksan, Iccang,
Fery, Ilham, Wulan, Tri, Ime, Novi, Fifin, Titin, Fitri, Alfi, Rahma, Ismi, Ika,
Andi Sri, Dina, Cevy, Sinar, Kak Indah yang telah menjadi teman, sahabat dan
saudara dan support system yang selalu memberi dukungan moril dan bantuan
tenaga kepada penulis selama 4 tahun terakhir ini.
10. Teman-teman 98tb production yang telah menyemangati penulis
9. Teman-teman KKP KOPEL Bulukumba, Amar, Fahmul, Irsan, Rahmat, Rizal,
Sofyan, Desi, Fani, Karmila, Lisna, Titin dan Yayank yang telah mengukir
kenangan di hati penulis.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Sampul .................................................................................................. i
Halaman Pengajuan Skripsi .................................................................................. ii
Halaman Persetujuan ……………........................................................................ iii
Halaman Penerimaan Tim ……………………………………………………… iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ........................................................ v
Abstrak .................................................................................................................. vi
Kata Pengantar...................................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................... xi
Daftar tabel ......................................................................................................... xiii
Daftar Bagan ....................................................................................................... xiv
Daftar gambar ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Inovasi.......................................................................................... 10
B. Konsep PLTMH........................................................................................ 16
C. Kerangka Pikir.......................................................................................... 19
D. Fokus Penelitian........................................................................................ 20
E. Deskripsi Fokus Penelitian........................................................................ 21
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 23
B. Jenis dan Tipe Penelitian.......................................................................... 23
C. Sumber Data............................................................................................. 24
D. Informan Penelitian................................................................................... 24
E. Teknik Pengumpulan Data........................................................................ 25
F. Teknik Analisis Data................................................................................. 26
G. Keabsahan Data......................................................................................... 26
xi
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian....................................................................... 29
B. Hasil Penelitian......................................................................................... 30
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 60
B. Saran......................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 63
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Informan Penelitian .............................................................................. 25
Tabel 4.1 penjabaran indikator dan sub-sub indikator penelitian ........................ 46
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Fikir .................................................................................. 20
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Mesin Turbin dan Generator Listrik PLTMH ................................ 33
Gambar 4.2 Rumah Instalasi (Power House) ..................................................... 34
Gambar 4.3 Pembersihan saluran irigasi PLTMH ............................................. 42
Gambar 4.4 Saluran irigasi PLTMH .................................................................. 50
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Listrik merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting di zaman
ini. Hampir disemua aktivitas sehari-hari kita memerlukan tenaga listrik, bahkan
ketika kita tidak beraktivitas sekalipun tenaga listrik tetap diperlukan. Hal ini
tentunya menjadikan Konsumsi listrik Indonesia terus meningkat setiap tahunnya
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, peran pemerintah disini sangat dibutuhkan dalam
membuat sebuah kebijakan mengingat peran pemerintah juga sebagai pelayan
publik. Bisa kita saksikan dan rasakan sendiri di era digital ini semakin banyak
aktifitas masyarakat yang dibantu dengan barang elektronik. Hal ini Kemudian
membuat konsumsi listrik di Indonesia sangat begitu besar.
Hal ini tentunya akan menjadi suatu masalah bila dalam penyediaannya
tidak sejalan dengan kebutuhan. Apabila penyelesaian masalah penyediaan listrik
tidak segera diatasi maka dapat dipastikan sistem perekonomian bangsa Indonesia
akan terganggu. Kemudian jika terjadi krisis energi listrik biasanya pemerintah
memunculkan sebuah kebijakan.
Salah satu kebijakam yang biasa kita rasakan yaitu pemadaman bergilir.
Dimana pemadaman bergilir tersebut menurut saya kurang efisien karena dapat
mengganggu aktifitas masyarakat. Selain itu hal tersebut juga peralatan
elektronik biasanya menjadi lebih cepat rusak karena tegangan listrik yang
1
2
diterima terkadang tidak stabil.
BUMN dalam hal ini PLN adalah penyedia pasokan listrik secara
kelembagaan. Pada umumnya PLN masih menggunakan pembangkit dengan
tenaga diesel atau berbahan minyak yang nampaknya belum mampu secara
optimal memenuhi kebutuhan listrik. Harga minyak dunia yang naik secara
signifikan dari tahun ketahun menjadi salah satu faktor penghambat.
Tidak meratanya distribusi listrik yang secara umum hanya dapat
dijangkau pada wilayah-wilayah dengan akses yang lebih mudah dan kemudian
untuk Daerah-daerah tertinggal yang relatife terisolisir atau akses berat masih
sangat kurang di aliri jaringan PLN juga menjadi penghambat dalam
mengupayakan pemenuhan kebutuhan listrik secara nasional. Maka dari itu
PLTMH disini hadir untuk menjadi alternatif pemenuhan listrik khususnya pada
wilayah daerah-daerah tertinggal. Dengan begitu setidaknya upaya pemenuhan
kebutuhan listrik bisa sedikit diatasi.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas bahwa pada pasal 6 ayat 1
menyebutkan jenis infrastruktur prioritas dan salah satunya adalah infrastruktur
ketenagalistrikan yang kemudian diperjelas pada Pasal 6 ayat 8 dimana pada ayat
ini menyebutkan tentang apa saja yang termasuk dalam infrastruktur
ketenagalistrikan dan salah satunya itu adalah pembangkit. Berdasarkan Peraturan
Presiden di atas dapat kita pahami bahwa infrastruktur ketenagalistrikan
merupakan sebuah kebutuhan penting yang harus dimiliki oleh masyarakat.
3
Sehingga untuk infrastruktur yang satu ini benar-benar harus dimaksimalkan
pengadaannya.
Listrik harga ekonomis yang berasal dari microhidro sebelumnya sudah
pernah dilakukan yaitu pembangunan PLTMH Teres Genit di Desa Bayan,
Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara pada tahun 2015 (Nanang, 2017).
Sumberdaya air telah memberikan manfaat nyata untuk kesejahteraan masyarakat
dan juga memberikan motivasi serta mendorong partisipasi masyarakat untuk aktif
dalam rangka melestarikan sumberdaya alam hutan sebagai pengahasil dan
pengatur tata air sehingga debit air bisa terjaga dan energi listrik yang dihasilkan
dapat dinikmati masyarakat secara berkesinambungan. Pembangunan PLTMH
Teres Genit ini merupakan proyek pemerintah dengan umur ekonomis proyek
yang diasumsikan selama lima belas tahun.
Sejak adanya PLTMH ini masyarakat telah mendapat manfaat yang luar
biasa salah satunya itu ialah iuran listrik yang lebih murah. Adanya ketersediaan
debit air yang baik menjadi faktor pendukung kesuksesan PLTMH ini. Selain itu
PLTMH ini juga mendorong munculnya usaha-usaha produktif masyarakat.
Berbeda dengan pelitian sebelumnya, untuk penelitian saya sendiri berada
di Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu provinsi terbesar di
Indonesia dengan beberapa suku yang hidup didalamnya salah satu diantarnya
ialah suku bugis. Sulawesi Selatan memiliki 24 Kabupaten dan salah satu
kabupaten yang menarik perhatian saya adalah kabupaten Bulukumba. Kabupaten
ini terletak di ujung bagian selatan ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, yang
terkenal dengan industri perahu phinisinya.
4
Baru-baru ini di kabupaten Bulukumba, pemerintah tengah gencar
mengimplementasikan sejumlah program yang dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat desa. Salah satu diantaranya ialah, pengembangan pembangkit listrik
tenaga microhidro (PLTMH) berbasis partisipasi masyarakat oleh kementrian
lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) di kabupaten Bulukumba. PLTMH
adalah suatu pembangkit listrik kecil yang menggunakan tenaga air yang berasal
dari saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi
terjun dan debit air (Sakban, 2018).
Kayu Biranga ialah nama kampung yang masuk golongan desa tertinggal.
kampung terpencil dan terisolisir itu berada di kaki gunung atau kawasan Hutan
Gunung Lompo battang, kelurahan Borong Rappoa, Kecamatan Kindang,
Kabupaten Bulukumba, provinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya kampung ini
tidak dialiri listrik dikarenakan PLN tidak dapat menjangkau wilayah tersebut.
Hal itu dikarenakan akses menuju wilayah tersebut dikelilingi pendakian
dan tebing terjal. Sebelum adanya PLTMH, warga di kampung ini harus
menggunakan generator listrik dengan bahan bakar bensin dan juga pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS), namun karena terdapat kerusakan yang tidak dapat
diperbaki akhirnya masyarakat pun kembali menggunakan lampu pelita yang
menggunakan minyak tanah sehingga dalam semalam biaya untuk penerangan
cukup membebani. Manfaat dari adanya microhidro ini bisa dibilang sangat
menguntungkan karena selain adanya pertumbuhan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan itu kelestarian hutan pun tetap terjaga
karena PLTMH ini tidak mengganggu ekosistem pegunungan yang ada.
5
Hal itu dikarenakan air yang digunakan untuk memutar turbin tidak
terbuang, akan tetapi kembali lagi ke jalurnya. PLTMH yang dikembangkan oleh
Badan Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK ini menghasilkan 5.700 watt atau 57
KVA. Ada beberapa kepala keluarga (KK) yang tersebar di beberapa kampung di
satu desa telah memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari seperti penerangan
dan juga mendukung peningkatan nilai tambah hasil pertanian meraka.
Kini hanya dengan membayar 10 ribu rupiah perbulan/KK untuk biaya
pemeliharaan PLTMH ini, masyarakat sudah dapat memperoleh fasilitas
penerangan yang cukup memadai. Indonesia memiliki potensi tenaga air yang
cukup besar karena kondisi topografi yang sangat mendukung, yaitu bergunung
dan berbukit serta dialiri oleh banyak sungai serta adanya danau yang cukup
potensial sebagai sumber tenaga air. Potensi tenaga air tersebut tersebar hampir di
seluruh wilayah Indonesia.
Namun tidak semua wilayah mempunyai peluang untuk dapat
dikembangkan secara optimal (Agus Sugiyono,2009). Sumber daya air memiliki
fungsi strategis yaitu dapat meningkatkan keamanan pasokan energi dalam negeri
bila digunakan untuk PLTMH seperti ini. Hal ini karena akan mengurangi
ketergantungan seperti impor bahan bakar.
Disamping itu sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk irigasi dan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih. Sumber daya air merupakan barang bersama
(common goods) yang hak kepemilikannya tidak dapat diberikan kepada satu
individu melainkan diberikan kepada kelompok masyarakat. Dalam
pemanfaatannya, setiap individu akan cenderung untuk menggunakan secara
6
berlebihan sehingga dapat merugikan orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
Hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan kepentingan antar setiap
anggota masyarakat. Maka dari itu perlu peran pemerintah untuk mengatur
kekayaan yang masuk dalam kategori kekayaan bersama (common property).
Pemerintah diharapkan agar membuat suatu kebijakan atau regulasi untuk
masyarakat.
Sehingga dengan begitu setiap kelompok pemilik dapat bekerja sama dan
tidak hanya mengejar kepentingan pribadi. Agar PLTMH ini bisa dirasakan untuk
jangka waktu yang lama dan juga menudukung pembangunan berkelanjutan, ada
beberapa aspek yang harus diperhatikan. Apek pertama yang berkaitan dengan
lingkungan misalnya kelestarian sumber daya air terkait dengan kebutuhan air
untuk irigasi, air minum dan pembangkit listrik.
Selain itu yang tidak kalah penting adalah kesadaran dan pertisipasi
masyarakat dalam memelihara daerah aliran sungai (DAS) serta kesadaran
masyarakat mengenai pemanfaatan dan tata guna air. Aspek kedua adalah yang
berkaitan dengan ekonomi yakni dalam hal peningkatan pendapatan masyarakat.
Aspek yang satu ini sangat berkaitan dengan aspek yang ketiga yaitu aspek sosial.
Pembangunan PLTMH ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat
dalam meningkatkan kegiatan perekonomian. Untuk meningkatkan pendapatan
penduduk setempat, BLI dan LSM pendamping mulai menginisisasi
pengembangan produksi kopi hasil masyarakat sampai jadi bubuk. BLI
menawarkan ipteknya, LSM dari sisi pendampingannya, masyarakat punya modal
7
kekuatan kebersamaanya dan pemda bisa melanjutkan untuk pengembangan
sampai ke pemasarannya.
Dengan begitu masyarakat akan menjadi lebih aktif berpartisipasi dalam
kegiatan ekonomi. Pemberdayaan masyarakat amatlah sangat penting untuk
mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses,
kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kemiskinan serta keengganan
pemerintah untuk membagi wewenang pengelolaan sumber daya kepada
masyarakat. Dengan adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat ini tentunya akan
membawa dampak yang baik untuk masyarakat yang ada di lingkungan pedesaan.
Peningkatan skill, ekonomi, dan kesejahteraan sosial pastinya akan
dirasakan oleh masyarakat yang memang benar-benar terlibat aktif dalam proses
ini pemberdayaan ini. Selain daripada hal-hal di atas, agar PLTMH ini bisa
dinikmati dalam waktu yang lama, tentunya masyarakat juga harus diberi edukasi,
pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola PLTMH. Ini bertujuan agar
masyarakat dapat melakukan perbaikan jika sewaktu-waktu PLTMH ini
mengalami kerusakan.
Dengan begitu masyarakat tidak akan selalu bergantung pada pemerintah
atau orang-orang yang ahli dalam bidang ketenagalistrikan. Rencananya PLTMH
ini akan terus dikembangkan sebaik mungkin. Tidak hanya itu PLTMH ini
rencananya juga direplikasikan ke desa-desa lain di kabupaten Bulukumba yang
mempunyai potensi.
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti
“Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dalam
8
Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH)
Bagi Masyarakat kampung Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis
menarik rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) dalam menghasilkan listrik murah pembangkit listrik tenaga
micro hidro (PLTMH) bagi masyarakat kampung Kayu Biranga
Kabupaten Bulukumba?
2. Apakah faktor pendukung dan penghambat Inovasi Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menghasilkan
listrik murah pembangkit listrik tenaga micro hidro (PLTMH) bagi
masyarakat kampung Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui Inovasi Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menghasilkan listrik murah bagi
masyarakat kampung Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
berbagai pihak. Hasil penelitian yang akan dilaksanakan ini dapat bermanfaat
untuk berbagai hal, antara lain :
9
1. Manfaat teoritis
a) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu social dan ilmu politik pada umumnya dan ilmu
pemerintahan pada khususnya.
b) Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi
dibidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di
masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis
a) Secarah praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan
dan pertimbangan bagi pihak pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba
agar lebih inovatif dan juga lebih bijak lagi dalam mengeluarkan suatu
inovasi ataupun kebijakan untuk daereah Bulukumba kuhususnya dalam
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Inovasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inovasi adalah
pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru, pembaharuan atau penemuan baru
yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan,
metode, atau alat). Sebuah konsep pembaharuan yang diperkenalkan kepada
khalayak banyak dalam mengganti sistem yang sudah usang disebut inovasi. Dari
pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa inovasi merupakan suatu cara yang
baru atau ide yang menampilkan sesuatu yang baru.
Konsep inovasi merupakan hal yang baru dalam dunia pemerintahan dan
juga administrasi. Dinamika masyarakat yang semakin global membuat inovasi
menjadi sebuah keniscayaan dan menjadi jalan keluar manakala tuntutan-tuntutan
pelayanan masyarakat tidak dapat terpenuhi. Inovasi sebagai pendorong
perubahan dalam kebijakan-kebijakan publik yang nantinya akan bermanfaat bagi
masyarakat luas (Sururi, 2017).
Azizah, dkk (2017) mengemukakan bahwa pada umumnya, inovasi pada
sektor publik bersifat sebagai suatu kebijakan yang berdampak masif dan
cenderung berlangsung cukup lama sehingga terjadi perubahan pada pola interaksi
antara individu atau masyarakat. Kita berada pada zaman dimana di sekitar kita
terdapat banyak inovasi. Inovasi dalam teknologi, ekonomi dan pengetahuan
sangat banyak kita jumpai di kehidupan sehari-hari. Segala sisi dari kehidupan
10
11
kita saat ini ditunjang dengan inovasi, baik itu inovasi dalam bentuk produk
maupun inovasi dalam bentuk pelayanan.
Dapat dipahami bahwa mengapa konsep inovasi begitu tidak populer pada
masa lalu disebabkan karena birokrasi di masa tersebut masih dipengaruhi oleh
konsep birokrasi Weber yang lebih menekankan pada sistem yang hierarkis,
aturan yang jelas serta lingkungan kerja yang relatif stabil. Sehingga inovasi pada
masa lalu dipandang sebagai hal yang tidak perlu, jikalaupun ada inovasi yang
muncul pada saat itu maka itu hanya berada pada level atau intensitas kecil.
Pemerintah pada masa lalu sangat berorientasi pada aturan sehingga mereka
bergerak berdasarkan aturan atau rule driven (Mulyadi dkk, 2016).
Secara umum inovasi seringkali diterjemahkan sebagai penemuan baru.
Namun sebenarnya aspek kebaruan dalam inovasi sangat ditekankan untuk inovasi
di sektor swasta atau sektor industry. Sedangkan inovasi pada sektor publik lebih
ditekankan pada aspek perbaikan yang dihasilkan dari kegiatan inovasi tersebut,
yaitu pemerintah mampu memberikan pelayanan publik secara lebih efektif,
efisien dan berkualitas, murah dan terjangkau.
Sedangkan pengertian lainnya menurut Rogers (dalam Suwarno, 2008)
inovasi merupakan suatu ide, gagasan, dan hal baru yang ada pada suatu sistem
unit kerja. Pendapat lain menjelaskan bahwa inovasi adalah produk atau jasa yang
baru, teknologi yang baru dan rencana baru dari suatu organisasi. Inovasi dapat
dikatakan sebagai perubahan perilaku dan sangat erat kaitannya dengan
lingkungan yang dinamis dan berkembang.
12
Menurut Rogers (Suwarno, 2008) sebuah inovasi memiliki beberapa atribut
diantaranya:
1. keuntungan relatif atau relative advantage
Sebuah inovasi harus mempunyai keunggulan dan nilai lebih
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai
kebaruan yang melekat dalam inovasi yang menjadi ciri yang
membedakannya dengan yang lain. Meski berbeda namun perbedaan ini
biasanya tidak terlalu signifikan. Untuk dapat mengetahui inovasi
menguntungkan atau tidak pada sebuah masyarakat, bisa dilihat dari
indikator-indikatornya seperti:
a) Kenyamanan, berhasil tidaknya suatu inovasi bisa diukur dari
faktor kenyamanan.
b) Kepuasan, aspek kepuasan bisa menjadi tolak ukur dalam menilai
suatu inovasi. Kemudahan mendapatkan pelayanan dan jasa
merupakan bagian dari faktor kepuasan ini.
2. kesesuaian atau compatibility
Inovasi juga sebaiknya mempunyai sifat kompatibel atau kesesuain
dengan inovasi yang digantinya. Hal ini dimaksudkan agar inovasi yang
lama tidak serta merta dibuang begitu saja, selain karena alasan faktor
biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi yang lama menjadi bagian
dari proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap inovasi itu secara
13
lebih cepat. Dalam mengukur aspek kesesuaian, bisa diketahui dari
item-item berikut:
a) Sesuai dengan kebutuhan masyarakat, inovasi yang baru harus
bisa memudahkan urusan masyarakat.
b) Kemudahan dalam adminsitrasi, artinya masyarkat sangat
dimudahkan dalam pengurusan administrasi.
3. kerumitan atau complexity
Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi mempunyai tingkat kerumitan
yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.
Namun demikian, karena sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih
baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak
menjadi masalah penting. Untuk memahami tingkat kerumitan dari
suatu inovasi, bisa dilihat dari ease of use dimana item ini mengukur
sejauh mana inovasi ini dapat diapahami dengan baik oleh masyarakat.
Dengan ke tiga atribut tersebut maka menjadikan inovasi sebagai sebuah
inovasi. Inovasi merupakan sesuatu yang baru atau mengganti kepada yang baru,
namun tidak menutup kemungkinan bahwa inovasi ditempatkan pada satu tempat
yang baru tetapi telah terjadi atau biasa terjadi di suatu tempat. Segala sesuatu
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing maka dari itu inovasi pun
mempunyai hambatan dalam pelaksanaannya. Menurut Albury (dalam Suwarno,
2008) mengatakan setidaknya terdapat 8 penghambat inovasi, diantaranya:
1. Keengganan menutup program yang gagal
14
2. Ketergantungan berlebih pada high performer
3. Teknologi ada, terhambat budaya dan penataan organisasi
4. Tidak ada penghargaan atau insentif
5. Ketidakmampuan menghadapi resiko dan perubahan
6. Anggaran jangka pendek dan perencanaan
7. Tekanan dan hambatan administratif
8. Budaya Risk Aversion
Hal-hal diatas merupakan penghambat berjalannya suatu inovasi sehingga
ketika masih terdapat hal-hal seperti diatas di sistem pemerintahan kita maka itu
tidak akan menghasilkan suatu inovasi. Salah satu faktor diatas adalah budaya risk
aversion, risk aversion adalah budaya dimana birokrasi yang tidak menyukai
dengan resiko. Ini tentu bertolak belakang dengan sifat inovasi yang cenderung
selalu mempunyai resiko seperti resiko untuk gagal sehingga birokrasi enggan
melakukan inovasi dan lebih memilih untuk melakukan semuanya secara
prosedural-administratif dengan tingkat resiko yang minim. Selain daripada faktor
penghambat inovasi, terdapat juga faktor pendukung dalam berhasilnya suatu
inovasi, diantaranya:
1. penempatan pegawai yang sesuai
2. evaluasi kinerja berbasis manajemen
3. model kerja berbasis tim
4. analisis beban kerja
5. standar kompetensi jabatan
15
Inovasi tidak selamanya menampilkan wajah baru akan tetapi lebih
kepada sesuatu yang di make over atau lebih dikenal dengan re-invention. Proses
ini bukanlah menemukan sebuah inovasi secara orisinil akan tetapi
memperbaharui sebuah inovasi. Tujuannya adalah untuk lebih mendekatkan
inovasi kepada pengguna (Suwarno, 2008).
Dari beberapa pengertian diatas bisa dipahami bahwa inovasi adalah
sesuatu yang baru tampil kepada masyarakat yang akan membawa ke perubahan
yang lebih baik. Inovasi bisa berbentuk produk atau jasa yang akan dipasarkan
kepada masyarakat. Inovasi erat kaitannya dengan perkembangan teknologi dan
biasanya lebih dekat kepada masyarakat muda. Inovasi mempunyai beberapa
aspek, seperti apa yang dituliskan oleh Peter Drucker dalam bukunya Innovation
and Entrepreneurship: Practice and Principles (1996) setidaknya ada tiga askpek
dari sebuah inovasi yaitu:
1. Inovasi menghendaki pengetahuan
Dalam hal ini inovasi membutuhkan seseorang yang pintar dan tekun.
Kita mengetahui ada banyar inovator di dunia sebut saja Edison penemu
bola lampu, walaupun dikenal sebagai orang yang inovatif namun beliau
hanya menghabiskan waktunya menekuni satu bidang saja yaitu
kelistrikan.
2. Inovasi menuntut resiko
Setiap hal baru selalu menemui tantangan, inovasi adalah sesuatu yang
tak bisa lepas dari resiko. Maka dari itu seorang inovator adalah orang
yang rela bekerja keras, tekun dan tidak kenal lelah.
16
3. Inovasi senantiasa dekat dengan pasar
Inovator yang baik adalah inovator yang senantiasa melihat dan
memperhatikan perubahan pola perilaku masyarakat. Sebuah inovasi
harus sesuai dengan pelanggannya oleh karena itu inovasi harus
senantiasa dekat dengan pasar dan benar-benar harus digerakkan oleh
pasar.
B. Konsep PLTMH
PLTMH merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro atau dalam bahasa Inggrisnya Micro Hydro Power (MHP). PLTMH adalah
suatu sistem pembangkit listrik dengan menggunakan sumber energi dari tenaga
air. Mikro menunjukan ukuran kapasitas pembangkit, yaitu antara 5 kilo – 100
kilo menurut United Nations Industrial Development Organization (UNIDO),
sedangkan menurut peraturan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
tahun 2002 Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), biasa disebut
mikrohidro, adalah suatu pembangkit listrik kecil yang menggunakan tenaga air di
bawah kapasitas 100 kW yang dapat berasal dari saluran irigasi, sungai atau air
terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjun dan debit air.
Umumnya PLTMH adalah pembangkit listrik tenaga air jenis di mana
diperoleh tidak dengan cara membangun bendungan besar, tetapi dengan
mengalihkan sebagian aliran air sungai ke salah satu sisi sungai dan
menjatuhkannya lagi ke sungai yang sama pada suatu tempat di mana yang
diperlukan sudah diperoleh. Dengan melalui pipa pesat air diterjunkan untuk
memutar turbin yang berada di dalam rumah pembangkit. Energi mekanik dari
17
putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator.
PLTMH adalah pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air sebagai
media utama untuk penggerak turbin dan generator. Tenaga mikrohidro, memiliki
skala daya yang dapat dibangkitkan 5 kilo watt hingga 50 kilo watt. Menurut
Natosudjono (Sukamta dan Kusmantoro, 2013) Pada PLTMH proses perubahan
energy kinetic berupa (kecepatan dan tekanan air), yang digunakan untuk
menggerakan turbin air dan generator listrik hingga menghasilkan energi listrik.
Secara teknis, mikrohidro mempunyai tiga komponen utama yaitu air
sumber energi, turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu
disalurkan dengan ketinggian tertentu melalui pipa pesat menuju rumah instalasi
(power house). Di rumah instalasi, air tersebut akan menumbuk turbin sehingga
akan menghasilkan energi mekanik berupa berputarnya poros turbin. Putaran
poros turbin ini akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) adalah pembangkit listrik
berskala kecil (kurang dari 200 kW), yang memanfaatkan tenaga (aliran) air
sebagai sumber penghasil energi. PLTMh termasuk sumber energi terbarukan dan
layak disebut clean energy karena ramah lingkungan(Damyati, 2015). Dari segi
teknologi, PLTMh dipilih karena konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan,
serta mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang. Secara ekonomi,
biaya operasi dan perawatannya relatif murah, sedangkan biaya investasinya
cukup bersaing dengan pembangkit listrik lainnya.
Secara sosial, PLTMH mudah diterima masyarakat luas (bandingkan
misalnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). PLTMh biasanya dibuat
18
dalam skala desa di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan listrik dari
PLN. Tenaga air yang digunakan dapat berupa aliran air pada sistem irigasi,
sungai yang dibendung atau air terjun.
PLTMh pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit
air per detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran
air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi
ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan listrik (Damyati,
2015).
Secara Umum lokasi rencana PLTMh ini dipilih sesuai dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Mempunyai ketersediaan debit yang cukup.
b. Terdapat besarnya tinggi jatuh.
c. Kondisi topografi yang memungkinkan untuk penempatan fasilitas
bangunan.
d. Berada tidak jauh dari daerah pelayanan
e. Tidak mempengaruhi sistim pengairan yang sudah ada
Untuk penempatan lokasi bangunan pada PLTMh ini direncakana sebagai
berikut:
a) Intake disesuaikan dengan hasil survey.
b) Dari intake air dialirkan melalui pengahantar berupa saluranterbuka
direncakan sesuai saluran air yang sudah ada.
19
c) Letak pipa pesat direncanakan sekitar 50 meter disebelah hilir intake
untuk menenangkan aliran dibuatkan kolam penenang.
d) Power house ditempatkan didepan bagian bawah penstock dengan
tinggi jatuh lebih kurang 6 meter.
C. Kerangka Fikir
Listrik merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting di zaman
ini. Hampir disemua aktivitas sehari-hari kita memerlukan tenaga listrik, bahkan
ketika kita tidak beraktivitas sekalipun tenaga listrik tetap diperlukan. Hal ini
tentunya menjadikan Konsumsi listrik Indonesia terus meningkat setiap tahunnya
sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas bahwa pada pasal 6 ayat 1
menyebutkan jenis infrastruktur prioritas dan salah satunya adalah infrastruktur
ketenagalistrikan yang kemudian diperjelas pada Pasal 6 ayat 8 dimana pada ayat
ini menyebutkan tentang apa saja yang termasuk dalam infrastruktur
ketenagalistrikan dan salah satunya itu adalah pembangkit. Berdasarkan Peraturan
Presiden di atas dapat kita pahami bahwa infrastruktur ketenagalistrikan
merupakan sebuah kebutuhan penting yang harus dimiliki oleh masyarakat.
Sehingga untuk infrastruktur yang satu ini benar-benar harus dimaksimalkan
pengadaannya. Dalam penelitian ini terkait dengan Inovasi Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah
Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung
20
Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba menggunakan teori atau pendapat dari
Rogers yang mengatakan bahwa inovasi dalam penerapannya memiliki atribut
yaitu relative advantage (keuntungan relatif), compatibility (kesesuaian), dan
complexity (kerumitan).
Berdasarkan uraian kerangka piker diatas, maka dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.1 bagan kerangka pikir
D. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini dapat memfokuskan masalah terlebih dahulu supaya
tidak terjadi perluasan permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan penelitian
ini. Maka peneliti memfokuskan untuk meneliti Inovasi Kementrian Lingkungan
Listrik murah pembangkit listrik tenaga micro hidro
(PLTMH) bagi masyarakat kampung Kayu Biranga
Kabupaten Bulukumba
Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dalam
Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hidro
(PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba
Faktor
penghambat
yaitu
1.Ketidakpastian
Musim
2.Bencana alam
3.Sarana dan
Prasarana
Atribut inovasi
Rogers (Suwarno, 2008) :
1. Relative Advantage
2. Compatibility
3. Complexity
Faktor
Pendukung
yaitu
1.sumber daya
alam dan
sumber daya
manusia.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122
tahun 2016 tentang percepatan penyediaan
infrastruktur prioritas.
21
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit
listrik Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu Biranga
Kabupaten Bulukumba.
E. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Relative Advantage
Relative advantage atau keuntungan relative, sebuah inovasi harus
mempunyai keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi
sebelumnya. Selalu ada sebuah nilai kebaruan yang melekat dalam inovasi
yang menjadi ciri yang membedakannya dengan yang lain.
2. Compatibility
Compatibility atau kesesuaian, inovasi juga mempunyai sifat
kompatibel atau sesuai dengan inovasi yang digantinya. Hal ini
dimaksudkan agar inovasi yang lama tidak serta merta dibuang begitu saja,
selain karena alas an faktor biaya yang tidak sedikit, namun juga inovasi
yang lama menjadi bagian proses transisi ke inovasi terbaru. Selain itu
juga dapat memudahkan proses adaptasi dan proses pembelajaran terhadap
inovasi itu secara lebih cepat.
3. Complexity
Complexity atau kerumitan, dengan sifatnya yang baru, maka
inovasi mempunyai tingkat kerumitan yang boleh menjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya. Namun demikian, karena
sebuah inovasi menawarkan cara yang lebih baru dan lebih baik, maka
tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak masalah penting.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung selama kurang lebih dua bulan
setelah seminar proposal.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bulukumba tepatnya di
Kampung Kayu Biranga, Kelurahan Borong Rappoa, Kecamatan Kindang,
Kabupaten Bulukumba sebagai daerah yang menerapkam inovasi listrik murah
dengan adanya pembangkit listrik tenaga microhidro oleh Kementrian
Lingkungn Hidup dan Kehutanan (KLHK).
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian studi kasus. Studi kasus merupakan suatu penelitian kualitatif yang
berusaha menemukan makna, menyelidiki proses dan memperoleh pengertian
dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus karena berusaha untuk
mengetahui pengembangan PLTMH yang diterapkan di Kampung Kayu
Biranga.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Tipe penelitian ini bertujuan untuk memberikan
22
23
gambaran secara jelas mengenai objek yang diteliti dengan berusaha melihat
fenomena yang terjadi dalam pengembangan PLTMH di Kampung Kayu
Biranga.
C. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder antara lain sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara yang didapatkan dari narasumber atau informan yang dianggap
berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya
dilapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sebagai data yang mendukung data primer dari
literatur dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi dengan
permasalahan dilapangan yang terdapat pada lokasi penelitian berupa bacaan,
bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian.
D. Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, pengambilan informan secara purposive sampling.
Purposive sampling adalah tekhnik pengambilan informan yang memiliki
pengetahuan yang luas serta mampu menjelaskan sebenarnya tentang objek
penelitian. Peneliti telah menetapkan informan dalam pelaksanaan penelitian
ini yaitu sebagai berikut:
24
Tabel 3.1 informan penelitian
E. Tekhnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini , jenis data yang dikumpulkan adalah data primer
dan data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dan sekunder peneliti
menggunakan beberapa tekhnik pengumpulan data, yaitu:
1. Observasi, ialah tekhnik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap objek penelitian
untuk memperoleh keterangan data yang akurat mengenai hal-hal yang
diteliti serta untuk mengetahui relevansi antara jawaban responden dengan
kenyataan yang terjadi dilapangan.
2. Wawancara, adalah kegiatan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data guna
kelengkapan data-data yang diperoleh sebelumnya.
No Nama Inisial Jabatan/Instansi Jumlah
1. H. A. Awaluddin, S.Sos., M.Si AA Camat 1 orang
2. H. Lukman, SE LM Kepala
Desa/Kelurahan
1 orang
3. Hamsah HS Masyarakat
kampung Na’na
1 orang
4. Ramli RL Masyarakat
kampung Kayu
Biranga
1 orang
4. Juddin JD
Operator PLTMH
Na’na
1 orang
6. Nasiri NS Operator PLTMH
Kayu Biranga
1 orang
Jumlah informan 6 orang
25
3. Dokumentasi, adalah suatu pengumpulan data melalui dokumentasi dalam
bentuk gambar.
F. Tekhnik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012) penelitian
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Hal-hal yang dilakukan dalam
analisis data, yaitu data reducation, dan display, dan conclusion
drawing/verification.
1. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan
pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan
tranformasi data kasar yang diperoleh.
2. Penyajian data (data display), peneliti mengembangkan sebuah deskripi
informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini
adalah dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and
ferification). Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan
verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperoleh dari
lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur
kausalitas dan fenomena, dan droposisi.
G. Keabsahan Data
Sugiyono (2012) dalam penelitian yang dikumpulkan diharapkan dapat
26
menghasilkan penelitian yang bermutu atau data yang kredibel, oleh karena itu
peneliti melakukan pengabsahan data dengan berbagai hal sebagai berikut:
1. Perpanjangan Masa Penelitian
Peneliti akan melakukan perpanjangan masa pengamatan jika data yang
dikumpulkan dianggap belum cukup, maka dari itu peneliti dengan melakukan
pengumpulan data, pengamatan dan wawancara kepada informan baik dalam
bentuk pengecekan data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh
sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti menghubungi kembali para informan
dan mengumpulkan data sekunder yang masih diperlukan.
2. Meningkatkan ketekunan: melakukan pengamatan secara lebih cermat dan
berkesinambungan.
3. Triangulasi: pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan banyak waktu. Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara
yaitu:
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber adalah membandingkan cara mengecek ulang
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber
yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan
wawancara, membandingkan apa yang dikatakan umum dengan yang
dikatakan pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan apa yang
terjadi di Kampung Kayu Biranga yang menerapkan listrik murah
PLTMH.
b. Triangulasi tekhnik
27
Triangulasi tekhnik dilakukan dengan cara mengecek data kepada
sumber yang sama dengan tekhnik yang berbeda. Dalam penelitian ini
akan menggunakan tekhnik observasi dan wawancara untuk mengecek
data yang diperoleh dengan tekhnik pengumpulan data sebelumnya.
c. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan
dengan pengecekan data berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu. Perubahan suatu proses dan perilaku manusia
mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Untuk mendapatkan data
yang sah melalui observasi pada penelitian ini, akan diadakan
pengamatan yang tidak hanya dilakukan dalam satu kali pengamatan
aja, sehingga data yang diperoleh di Kampung Kayu Biranga yang ada
di Kabupaten Bulukumba valid.
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini, peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian dan
pembahasan dari data yang berkaitan dengan fokus penelitian sebagai tindak
lanjut dari hasil pengumpulan data. Sebelum mendeskripsikan hasil penelitian dan
pembahasan, maka terlebih dahulu peneliti akan menguraikan secara singkat
tentang gambaran umum lokasi penelitian, yaitu di kampung Kayu Biranga, Kel.
Borong Rappoa, Kec. Kindang, Kab. Bulukumba.
A. Deskripsi Obyek Penelitian
Borong Rappoa adalah nama Kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang
Kabupaten Bulukumba. Wilayah Kelurahan Borong Rappoa didominasi oleh areal
perkebunan, selebihnya digunakan sebagai areal permukiman penduduk.
Hamparan kebun-kebun yang hijau menjadi pemandangan yang indah dan
menjadikan Kelurahan Borong Rappoa menjadi sebuah wilayah luas yang
menjadikan warga Kelurahan Borong Rappoa sebagai penghasil cengkeh dan kopi
terbesar di wilayah Kabupaten Bulukumba.
Jarak dari ibu kota Kecamatan ke Kelurahan kurang lebih 20 meter,
sedangkan untuk jarak dari ibu kota Kabupaten kurang lebih 35 km, dan jarak dari
kota Provinsi kurang lebih 175 km. Luas wilayah Kelurahan Borong Rappoa
seluas 854,18 Km2, yang terdiri dari lahan perkebunan, ladang, hutan, lahan kritis,
jalanan, dan lahan perumahan/pemukiman. Adapun batas wilayah Kelurahan
Borong Rappoa sebagai berikut:
28
29
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kindang
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Paenre
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tammauna
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Anrihua
Di Kelurahan Borong Rappoa terdapat 4 Dusun/Lingkungan yakni Dusun Borong
Rappoa, Dusun Bangsalaiyya, Dusun Baturapa, dan Dusun Bontomanai. Setiap
Dusun memiliki perkampungan, dan untuk kampung Kayu Biranga sendiri
terletak di Dusun Bontomanai.
B. Hasil Penelitian
1. Bagaimana Inovasi Kementrian Lingkungan Hidup dan kehutanan
(KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit Listrik
Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu
Biranga Kabupaten Bulukumba.
Listrik merupakan satu kebutuhan manusia yang sangat penting di zaman
ini. Hampir dalam semua aktivitas sehari-hati kita memerlukan tenaga listrik,
bahkan ketika kita tidak beraktifitas sekalipun, tenaga listrik tetap diperlukan. Hal
ini tentunya menjadikan konsumsi listrik Indonesia terus meningkat setiap
tahunnya sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sosial.
Tidak meratanya distribusi listrik yang secara umum hanya dapat
dijangkau pada wilayah-wilayah dengan akses yang lebih mudah dan kemudian
untuk daerah-daerah terpencil yang relatife terisolisir atau akses berat masih
sangat kurang dialiri jaringan PLN. Selain dari pada itu harga listrik PLN yang
semakin tinggi juga menjadi salah satu penghambat dalam mengupayakan
30
pemenuhan kebutuhan listrik secara nasional utamanya bagi masyarakat daerah
terpencil yang kurang mampu. Oleh sebab itu pemerintah secepatnya harus
melakukan suatu gebrakan untuk memecahkan permasalahan ini.
Maka dari itu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan disini
berinovasi dengan membuat sebuah pembangkit listrik tenaga micro hidro
(PLTMH) yang menghasilkan listrik murah bagi masyarakat daerah terpencil di
kampung Kayu Biranga, kelurahan Borong Rappoa, kecamatan Kindang,
kabupaten Bulukumba. Dengan hadirnya PLTMH ini dapat menjadi alternative
pemenuhan kebutuhan listrik khususnya pada wilayah daerah-daerah terpencil,
sehingga dengan begitu setidaknya upaya pemenuhan kebutuhan listrik di
Indonesia bisa sedikit diatasi. Sejalan dengan itu maka untuk mengukur inovasi
ini berjalan dengan efektif atau tidak terdapat beberapa indikator diantaranya :
1. Relative Advantage (keuntungan relative)
Keuntungan relative ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan
kenyamanan dan kepuasan terhadap hasil yang dirasakan dari sebuah inovasi.
Sejauh mana masyarakat menilai terhadap hasil yang dirasakan sangat ditentukan
dari segi ekonomi, kenyamanan dan kepuasan dari inovasi tersebut. Keuntungan
relative disini mengukur apakah layanan yang diberkan dari sebuah inovasi sudah
efisien atau tidak.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak selaku Camat
di Kecamatan Kindang kabupaten Bulukumba yang mengatakan bahwa:
“Sebelum ada pembangkit listrik tenaga micro hidro di kampung Kayu
Biranga, Masyarakat setempat pada awalnya memakai lampu pelita yang
berbahan bakar dari minyak tanah sebagai penerangan. Dibandingkan
dengan listrik dari PLN masyarakat setempat lebih memilih listrik dari
31
PLTMH ini dikarenakan lebih murah yakni hanya dengan membayar 10
ribu rupiah perbulan/KK untuk biaya pemeliharaan PLTMH ini. Selain
dimanfaatkan untuk penerangan PLTMH ini juga sudah sangat membantu
kegiatan masyarakat sehari-hari misalnya saja saat memakai alat-alat
pertukangan, kemudian setelah adanya PLTMH ini masyarakat juga sudah
bisa menyalakan televisi dan perabotan rumah tangga elektronik seperti
rice cooker, seterika dan barang elektronik lainnya selain kulkas dan ac
dikarenakan besar watt yang dihasilkan PLTMH ini hanya sebesar 15 KW
untuk 48 KK sehingga masih belum cukup mampu untuk menghidupkan
alat/barang tersebut. Dalam hal memenuhi kebutuhan listrik di kampung
ini sendiri, masyarakat sudah cukup puas dengan adanya inovasi PLTMH
ini”.
(Wawancara AA, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa PLTMH ini
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di masyarakat khususnya untuk
penerangan, dibandingkan dulu dimana masyarakat pada waktu itu masih
memakai lampu pelita dengan bahan bakar minyak tanah. Wawancara di atas juga
didukung dengan hasil wawancara bersama Bapak selaku Lurah di kelurahan
Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang mengatakan:
“Pada awalnya di kampung Kayu Biranga itu masyarakatnya memakai
lampu pelita dari minyak tanah untuk penerangan dan selain itu ada juga
yang pakai generator genset yang bahan bakar bensin dan dulu itu
masyarakat juga sempat memakai pembangkit listrik tenaga surya namun
hal itu tidak terlalu lama digunakan karena cepat rusak dan masyarakat
tidak dapat memperbaikinya. Hingga akhirnya pada tahun 2018 kemarin
dibangunlah PLTMH ini, yang kemudian dengan adanya pembangkit
listrik ini, masyarakat sudah tidak lagi pakai pelita dan beralih ke
pembangkit listrik tenaga air ini karena lebih murah dibandingkan dengan
membeli bahan bakar minyak. Setelah adanya PLTMH ini, masyarakat
sudah bisa pakai bola lampu yang terang, bisa putar music, menonton
televisi dan juga peralatan elektronik lainnya. Dengan hadirnya ini
PLTMH bisa dikatakan sudah cukup memenuhi kebutuhan listrik di
kampung Kayu Biranga”.
(Wawancara LM, 02 Januari 2020)
32
Dari hasil wawancara disimpulkan, bahwa pembangkit listrik tenaga micro
hidro ini lebih baik dibandingkan lampu pelita yang berbahan bakar minyak tanah
dan pembangkit listrik tenaga surya. Dengan adanya PLTMH ini masyarakat bisa
berhemat karena tidak perlu lagi membeli bahan bakar untuk genset dan lampu
pelita. Kemudian dengan adanya PLTMH ini kegiatan masyarakat sehari-hari juga
dimudahkan. Sejalan dengan wawancara di atas, wawancara dengan Bapak selaku
operator PLTMH Kayu Biranga juga mengatakan:
“Dulu itu kita disini pakai lampu pelita yang pakai minyak tanah untuk
penerangan, tapi setelah ada ini pembangkit listrik tenaga air kita disini
sudah bisa pakai bohlamp lampu. PLTMH ini sudah cukup membantu
disini contohnya sekarang saya sudah bisa menonton, masak nasi dengan
ricecooker dan juga saya itu sudah bisa pakai alat-alat mesin perkakas
seperti gurinda, kattang (gergaji mesin)”.
(Wawancara NS, 02 Januari 2020)
Gambar 4.1 Mesin Turbin dan Generator Listrik PLTMH
Dari wawancara di atas dapat diketahui bahwa inovasi PLTMH ini benar-
benar sudah mencukupi kebutuhan listrik dan memberikan kemudahan bagi
masyarakat dalam bekerja sehari-hari.
33
Berdasarkan pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
inovasi listrik murah pembangkit listrik tenaga micro hidro (PLTMH) ini sungguh
memberikan keuntungan, manfaat serta pengaruh yang dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat yang ada di Kampung Kayu Biranga. Masyarakat yang dulunya
tak memiliki aliran listrik di rumah, dengan adanya PLTMH kini hanya dengan
membayar 10 ribu/bulan untuk biaya perawatan mesin kini masyarakat sudah bisa
menikmati fasilitas arus listrik yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Gambar 4.2 Rumah Instalasi (Power House)
2. Compatibility (Kesesuaian)
Kompatibilitas atau kesesuaian adalah derajat dimana inovasi diukur dari
tingkat sejauh mana masyarakat membutuhkan inovasi tersebut. Ada beberapa hal
yang menjadi pertimbangan dalam melihat kesesuaian inovasi yaitu nilai, budaya
local masyarakat setempat, keseharian masyarakat serta kebermanfaatan dari
sebuah inovasi. Setiap lingkungan masyarakat memiliki karakteristik yang
34
berbeda-beda sehingga pemerintah harus giat dalam mensosialisasikan setiap
inovasi, layanan, ataupun kebijakan yang akan diterapkan ke masyarakat.
Pembangkit listrik tenaga micro hidro (PLTMH) telah berhasil memberi
manfaat nyata yang membuat senang masyarakat dengan kemudahan yang
dirasakan. Masyarakat yang dulunya terbebani akan penerangan rumah, kini
kesejahteraannya perlahan-lahan meningkat berkat adanya inovasi ini. Bukan
hanya untuk penerangan saja, bahkan dengan adanya inovasi ini telah memberikan
manfaat yang sangat menguntungkan karena juga membantu maringankan
pekerjaan dan kegiatan-kegiatan masyarakat khususnya petani kopi dan cengkeh
yang dulu terasa berat dilakukan sehingga pertumbuhan perekonomian
masyarakat pun bertumbuh. Sebagaimana hasil wawancara penulis dengan Bapak
Camat Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba sebagai berikut:
“Sebelum PLTMH ini dibangun, dulu itu ada yang namanya Badan
Litbang dan Inovasi (BLI) KLHK pernah melakukan penelitian dan
mensurvei terlebih dahulu di kampung Kayu Biranga kalau tidak salah
waktu tahun 2013/2014 yang kemudian mereka juga mengagendakan
sebuah pertemuan yang menghadirkan masyarakat, pemerintah yang ada di
kecamatan dan kelurahan untuk bermusyawarah. Dalam pertemuan itulah
kemudian dicari tahu kebutuhan apa yang paling mendesak untuk
masyarakat saat ini dan akhirnya masyarakat pada saat itu sepakat bahwa
listriklah yang paling mereka butuhkan saat ini. Kemudian sejak saat itu
pembangunan PLTMH pun direncanakan dan dikembangkan bersama-
sama dengan swadaya masyarakat serta LSM lokal OASE (Organisasi
Aksi Sosial dan Ekologi) dan Balang Institute. Hingga pada tahun 2015
kemarin itu, PLTMH akhirnya berhasil dibangun dan dinikmati oleh
masyarakat kampung Kayu Biranga”.
(Wawancara AA, 02 Januari 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa inovasi PLTMH ini
adalah hasil dari bentuk kesesuaian dan kesepakan bersama antara masyarakat dan
35
pemerintah yang mengacu pada kondisi dan kebutuhan masyarakat. Terdapat
pernyataan serupa dengan hasil wawancara diatas, wawancara dengan Bapak
selaku Lurah di Kelurahan Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten
Bulukumba juga mengatakan bahwa:
“Jadi masyarakat Kayu Biranga itu dulu mengeluhkan bahwa mereka
harus segera memiliki aliran listrik di kampung mereka saat ada pertemuan
dengan LHK (maksudnya disini BLI KLHK). LHK ini dulu pernah datang
kesini untuk meneliti dan mensurvei kondisi masyarakat dan hutan karena
kebetulan ini Kayu Biranga juga termasuk dalam kawasan Hutan Lindung.
Kemudian dari situlah kami ini dengan masyarakat dan juga LHK itu
bersama-sama membangun dan mengembangangkan PLTMH ini. Jadi
PLTMH ini adalah buah dari kesepakatan bersama yang dimana memang
masyarakat di Kayu Biranga itu sangat membutuhkan inovasi ini.
Mungkin mereka juga melirik dari kampung sebelahnya yakni kampung
Na’na yang sudah lebih dulu memakai listrik tenaga air tapi mereka murni
swadaya tanpa bantuan dari pihak manapun.
(Wawancara dengan, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa memang benar
masyarakat kampung Kayu Biranga ini sudah sangat membutuhkan pasokan
listrik sampai pada akhirnya mereka meluapkan keresahan mereka pada saat
adanya pertemuan dengan BLI KLHK dan pemerintah setempat, hingga pada
akhirnya dikembangkanlah PLTMH ini sebagai jalan keluar untuk memenuhi
keinginan masyarakat. Sejalan dengan wawancara diatas, wawancara dengan
Bapak selaku Operator PLTMH Na’na yang mengatakan :
“Untuk di kampung Na’na itu swadaya murni, hanya saja untuk
pemasangan alatnya dulu itu tahun 2014 kami dibantu tekhnisi dari
makassar. Jadi kami Patungan kumpul dana bersama-sama yang kemudian
dana yang terkumpul itu dipakai untuk membeli turbin dan pipa. Pada saat
itu dana awal yang terkumpul jumlahnya kurang lebih 120 juta kemudian
ditambah lagi 20 juta karena adanya penambahan pipa. Untuk biaya
pemeliharaan awalnya dulu itu hanya 10 ribu/bulan tapi kami kemudian
36
baru-baru ini menaikkan tarifnya menjadi 20 ribu/bulan dan itu sudah
disepakati tahun kemarin 2019”.
(Wawancara JD, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa PLTMH yang
ada di kampung Na’na berbeda dengan PLTMH yang dibangun di kampung Kayu
Biranga. Jika Kayu Biranga PLTMH dibangun dan dikembangkan oleh BLI
KLHK, Na’na sendiri dibangun dari murni swadaya masyarakat. Kemudian untuk
tarif pembayarannya sendiri berbeda, yakni 10 ribu/bulan untuk Kayu Biranga dan
20 ribu/bulan untuk Na’na.
Wawancara diatas juga didukung dengan hasil wawancara bersama Bapak
selaku masyarakat yang ada di kampung Na’na yang mengatakan:
“Pembangkit listrik tenaga air yang ada di kampung ini adalah hasil
kerjasama antar sesama masyarakat tanpa adanya bantuan dari pihak lain.
Jika ada atau terjadi kerusakan pada mesin pun masyarakat sendiri yang
belajar untuk memperbaikinya. Jika sewaktu-waktu ada perubahan tarif
pembayaran (biaya operasional) biasanya akan ada musyawarah bersama-
sama masyarakat dan kemudian disepakati bersama. Jadi disini itu
masyarakatnya bisa dibilang sudah mandiri”.
(Wawancara HS, 04 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat disimpulkan dan menguatkan
hasil wawancara selumnya bahwa terdapat perbedaan antara PLTMH yang ada di
kampung Na’na dengan PLTMH yang ada di kampung Kayu Biranga. Namun
untuk kegunaannya sendiri tidak jauh beda yaitu hanya mampu dipakai untuk
penerangan, menyalakan alat perkakas dan barang elektronik lainnya kecuali AC
dan kulkas. Lanjut, sejalan dengan wawancara diatas Bapak Operator PLTMH
Kayu Biranga juga mengatakan:
37
“Di Kampung ini pembangunan PLTMH itu semi swadaya, jadi dulu kami
patungan kumpul-kumpul dana dan juga meminta bantuan dari pihak
pemerintah khususnya BLI KLHK agar kami segera bisa merasakan aliran
listrik di kampung kami, karena PLN tidak bisa menjangkau kampung
kami. Kemudian adapun dulu sumber dana dari swadaya masyarakat yaitu
sekitar 2 juta/KK dan sebelum adanya pembangunan PLTMH ini, kami
masyarakat disini bersepakat dengan KLHK tentang larangan menebang
pohon, jadi selama pembangunan ini berjalan tidak boleh ada pohon yang
dikorbankan”.
(Wawancara NS, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terdapat
kesesuaian antara pembangunan PLTMH ini dengan kondisi masyarakat
sebelumnya. Kemudian pembangunan PLTMH ini tidak langsung dibangun
begitu saja namun ada aturan-aturan yang telah disepakati bersama yaitu tentang
larangan penebangan pohon. Selanjutnya adapun wawancara dengan Bapak selaku
masyarakat kampung Kayu Biranga yang mengatakan:
“Kami lebih memilih PLTMH ini karena lebih murah dan menghemat
pengeluaran kami yang dulunya kami pakai untuk membeli bahan bakar
untuk pelita dan juga genset. Masa-masa penggunaan pelita cukup
memprihatinkan, dimana minyak tanah semakin langka dan harganya pun
mahal. Kemudian untuk genset sendiri satu liter bahan bakar premium
(bensin) hanya mampu menghasilkan listrik selama satu jam sehingga
biaya untuk penerangan dalam semalam cukup membebani. Saat kami
pakai genset dulu kami bersyukur sudah bisa menonton televisi. Namun
kami harus menghemat listrik misalnya saja saat kami menonton tv, jadi
kalau lagi iklan televisinya dimatikan kemudian diperkirakan film/acara
televisinya sudah main lagi baru dihidupkan. Kami berharap layanan dari
PLTMH ini berlanjut terus dan memliki peningkatan.”
(Wawancara RL, 04 Januari 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat deketahui bahwa inovasi PLTMH ini
memang sudah sangat sesuai dengan kondisi masyarakat yang ada di kampung
Kayu Biranga yang terpencil dan tak dialiri listrik dari PLN serta kondisi
38
perekonomian yang belum bisa dikatakan sangat sejahtera. Kemudian masyarakat
setempat berharap bisa menikmati inovasi ini dalam jangka waktu yang lebih
lama.
Berdasarkan pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa pembangunan
atau penerapan inovasi PLTMH di Kampung Kayu Biranga ini sudah sangat
sesuai karena selain kondisi geografis daerahnya yang mendukung seperti
tersedianya sumber air untuk menggerakkan mesin PLTMH, dan juga dilihat dari
kondisi perekonomian masyarakat yang sebagian besar hanya bekerja sebagai
petani. Jadi, dengan adanya listrik murah PLTMH ini setidaknya masyarakat bisa
menghemat dan tidak khawatir lagi dengan pengeluaran yang berlebih seperti
dahulu.
3. Complexity (Kerumitan)
Complexity (kerumitan) adalah tingkat kesukaran untuk memahami dan
menggunakan inovasi bagi penerima. Dengan sifatnya yang baru, maka inovasi
mempunyai tingkat kerumitan yang boleh jadi lebih tinggi dibandingkan dengan
inovasi sebelumnya. Namun demikian karena sebuah inovasi menawarkan cara
yang lebih baru dan lebih baik, maka tingkat kerumitan ini pada umumnya tidak
menjadi masalah penting.
Adapun Kerumitan yang dialami oleh masyarakat saat pertamakali
maupun setelah PLTMH ini dibangun. Namun kerumitan-kerumitan tersebut
dapat diatasi dengan baik karena pihak BLI KLHK yang dengan sangat baik
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang system dan cara kerja dari
39
inovasi PLTMH ini. Seperti wawancara penulis dengan Bapak selaku Camat di
kecamatan Kindang kabupaten Bulukumba yang mengatakan:
“Jadi pada awal-awal pembangunan PLTMH ini, yang menjadi kerumitan
itu ialah infrastruktur atau akses jalan menuju kampung Kayu Biranga
dimana pada saat itu masih belum baik apalagi tantangan semakin berat
pada saat musim penghujan yang membuat kondisi jalan menjadi becek
sehingga mempengaruhi proses pembangunan PLTMH. Kerumitan
selanjutnya adalah saat pemasangan kabel-kabel listrik di rumah-rumah
masyarakat dimana jarak antara rumah satu dengan yang lain cukup
berjauhan ditambah lagi akses jalanan yang kurang baik. Selain sebagai
konsumen pemakai PLTMH, masyarakat juga diberi pembelajaran tentang
bagaimana perawatan mesin turbin sehingga jika sewaktu-waktu ada
kerusakan masyarakat bisa bersama-sama bergotong royong untuk
memperbaikinya sendiri tanpa bergantung kepada pihak BLI KLHK.
(Wawancara AA, 2 Januari 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kerumitan yang
dialami saat proses pembangunan PLTMH di Kampung Kayu Biranga adalah
akses jalan masuk ke perkampungan yg belum baik dan juga pemasangan kabel
listrik dirumah-rumah masyarakat yang jarak antara rumah masyarakat satu
dengan masyarakat yang lain cukup berjauhan. Kemudian selain menjadi
pemakai, masyarakat juga ternyata diajari merawat mesin PLTMH. Sejalan
dengan wawancara diatas, wawancara dengan Bapak selaku Lurah Kelurahan
Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba juga mengatakan
bahwa:
“Karena pembangunan PLTMH ini adalah semi swadaya maka kerumitan
pertamakali yang dihadapi adalah masalah anggaran khususnya dilingkup
masyarakat dimana pada saat itu masyarakat setempat mengumpulkan
uang sebesar 2 juta/KK yang untuk sebagian masyarakat itu bukanlah
jumlah yang sedikit. Kerumitan yang dialami selanjutnya itu adalah
masalah jalanan masuk ke perkampungan dimana jalanan disana itu masih
tanah dan bebatuan. Dulu itu mobil susah masuk kesana jadi untuk
membawa alat-alat yang diperlukan untuk membangun PLTMH sedikit
40
terhambat. Untuk perawatan mesin PLTMH sendiri itu adalah tugas setiap
masyarakat yang memakai pembangkit itu, apalagi mereka juga telah di
ajarkan cara merawatnya oleh BLI KLHK.”
(Wawancara LM, 2 Januari 2020)
Dari wawancara diatas dapat diketahui bahwa pembangunan PLTMH di
Kampung Kayu Biranga adalah semi swadaya yang berarti dalam proses
pembangunan PLTMH yang berperan dalam pembangunan bukanlah hanya dari
pihak BLI KLHK saja melainkan masyarakat juga ikut berperan dalam
pembangunan yaitu dengan mengumpulkan dana dari masyarakat yang ada di
Kampung Kayu Biranga. Kemudian selain memakai, masyarakat juga diajarkan
cara merawat PLTMH. Selain wawancara diatas, ada pun hasil wawancara dengan
Bapak selaku Operator PLTMH Kampung Kayu Biranga yang mengatakan :
“Waktu mau ini dibangun pembangkit listrik, disini masyarakat itu
kumpul-kumpul uang untuk sama-sama nantinya membantu pembangunan
ini PLTMH. Jadi, setidaknya itu jadi sumbangsi kami ini masyarakat
untuk BLI KLHK dalam pembangunan. Saya rasa itu saja kalau tentang
kendala atau kerumitan saat pertamakali mau dibangun ini pembangkit.
Kalau untuk tentang di ajari cara merawat dan memperbaiki ini mesin
pembangkit, yah sudah jelas kami diajari itulah kenapa ada yang namanya
kelompok pemelihara. Jadi ini di kampung kan ada beberapa mesin, jadi
setiap mesin itu ada kelompok pemeliharanya masing-masing dan juga di
kelompok itu ada juga ketuanya yang namanya ketua operator. Jadi kalau
nanti ada kerusakan, itu kelompok pemelihara yang bertanggung jawab
untuk memperbaikinya.”
(Wawancara NS, 2 Januari 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa kerumitan yang
dialami khususnya masyarakat saat PLTMH pertamakali dibangun adalah masalah
anggaran dimana mereka patungan untuk membantu BLI KLHK dalam
pembangunan PLTMH ini. Selanjutnya, untuk penjagaan dan perawatan PLTMH
41
masyarakat juga diajarkan oleh BLI KLHK yaitu dengan membentuk kelompok
pemelihara disetiap mesin PLTMH yang nantinya akan mengkoordinir apabila
sewaktu-waktu terjadi masalah atau kerusakan. Sejalan dengan hasil wawancara
diatas, wawancara dengan Bapak selaku masyarakat kampung Kayu Biranga juga
mengatakan bahwa :
“Kalau kendala itu dulu di masalah uang saja, jadi dulu masyarakat di
kampung ini per KK itu kumpul 2jt yg dimana itu bukan uang sedikit bagi
masyarakat disini karena sebagian masyarakat disini itu pekerjaannya
cuman petani. Tapi demi bantu-bantu supaya cepat ini pembangunan
pembangkit listrik maka kami usahakan itu, kan nantinya itu yang akan
nikmati kami juga semua. Kalau untuk masalah memperbaiki mesin itu
kan setiap mesin ada operator dan kelompok pemeliharanya, jadi meraka
itu yang diajari cara memperbaiki kalau terjadi misalnya kerusakan, biasa
juga itu masyarakat yang lain diajari juga intinya disini gotong royong ji
masyarakat.”
(Wawancara RL, 4 Januari 2020)
Gambar 4.3 Pembersihan saluran irigasi PLTMH
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa karumitan
yang dialami khususnya dalam lingkup masyarakat adalah masalah anggaran saat
42
itu masyarakat patungan untuk membantu pembangunan PLTMH namun ada
beberapa masyarakat yang kurang mampu untuk ikut patungan karena sebagian
penduduk di kampung Kayu Biranga hanya bekerja sebagai petani. Kemudian
ketika terjadi kerusakan pada mesin PLTMH, masyarakat bergotong royong
bersama-sama dengan kelompok pemelihara untuk memperbaikinya.
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dapat disimpulkan bahwa
kerumitan saat awal-awal PLTMH ini dibangun adalah masalah infrastruktur jalan
masuk ke kampung yang belum baik kemudian adapula sedikit permasalahan
anggaran oleh masrakat namun hal ini dapat langsung cepat diatasi dan kemudian
untuk masalah pendampingan masyarakat disini telah mendapatkan pelajaran dan
pengalaman tentang bagaimana cara menjaga mesin PLTMH oleh dampingan
dari BLI KLHK.
Indikator Sub Indikator Keterangan
Relative advantage
(Keuntungan relative)
1. Biaya lebih murah
2. Aktif 24 jam
3. Tahan lama
1. Hanya dengan
membayar 10 ribu
perbulan masyarakat
sudah bisa menikmati
fasilitas listrik yang
sudah memadai
dibandingkan dengan
generator listrik yang
berbahan bakar bensin
yang itupun hanya
dapat dipakai untuk
penerangan dimalam
hari.
2. Inovasi PLTMH ini
bisa menghasilkan
listrik dari hasil
43
dorongan air yang
berasal dari aliran
sungai dimana air
sungai ini mengalir 24
jam tanpa henti,
sedangkan
pembangkit listrik
tenaga surya hanya
mendapatkan sumber
energi berupa panas
matahari dipagi atau
siang hari itupun
kalau tidak mendung
atau hujan. Kemudian
untuk generator listrik
berbahan bakar bensin
hanya dipakai
masyarakat pada
malam hari karena
jika untuk
menghidupkan
generator ini dalam 24
jam maka dibutuhkan
pula bahan bakar
minyak yang banyak
yang pastinya
memakan banyak
biaya.
3. Inovasi PLTMH ini
lebih diminati
masyarakat setempat
karena tidak
gampang rusak dan
sedikit mudah dalam
perawatannya.
Berbeda dengan
pembangkit listrik
tenaga surya yang
cepat rusak dan
masyarakat masih
kurang tahu untuk
memperbaikinya
kemudian untuk
generator listrik
berbahan bakar
44
minyak sendiri
ditinggalkan
masyarakat karena
harga bbm yang
makin hari makin
naik.
Compatibility
(Kesesuaian)
1. Adanya sumber daya
alam
2. Kondisi masyarakat
1. Tersedianya sumber
daya alam yaitu aliran
sungai yang mengalir
masuk ke saluran
irigasi yang kemudian
nantinya akan
mendorong dan
memutar turbin
PLTMH.
2. Masyarakat kampung
Kayu Biranga sendiri
rata-rata berprofesi
sebagai petani kopi
dan cengkeh dimana
pendapatannya itu
bergantung pada hasil
panennya dan
menunggu masa
panen itu sedikit lama.
Jadi selama dalam
masa tidak panen
mereka harus mengirit
pengeluaran mereka.
Complexity (kerumitan) 1. Terbatasnya
pemakaian listrik
2. Pemasangan kabel
listrik
1. Pembatasan
pemakaian listrik
disini adalah untuk
barang-barang
elektronik yang
mengkonsumsi listrik
yang banyak seperti
Ac dan kulkas.
2. Untuk memasang
kabel bagi konsumen
baru sedikit rumit
karena jarak rumah-
keerumah yang
berjauhan ditambah
45
Tabel 4.1 penjabaran indikator dan sub-sub indikator penelitian
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Inovasi Kementrian Lingkugan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah
Pembangkit Listrik Murah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) Bagi Masyarakat Kampung Kayu Biranga Kabupaten
Bulukumba.
1. Faktor pendukung
Faktor-faktor yang mempengaruhi Inovasi Kementrian Lingkugan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) Dalam Menghasilkan Listrik Murah Pembangkit Listrik
Murah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Bagi Masyarakat
Kampung Kayu Biranga Kel. Borong Rappoa Kec. Kindang Kab. Bulukumba.
Sumber daya alam dan sumber daya manusia menjadi faktor yang sangat
mendukung dalam kelancaran inovasi PLTMH ini. Sumber daya seperti sumber
daya alam dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai membuat program
PLTMH ini dapat berjalan dengan lancar. Dalam penerapan inovasi PLTMH
sejauh ini, sumber air dan keterlibatan masyarakat sangat mempengaruhi jalannya
inovasi ini. Terlihat dari adanya aliran sungai yang menyediakan sumber air yang
memadai serta adanya keikut sertaan atau partisipasi masyarakat dalam membantu
pembangunan dan juga menjaga kelestarian lingkungan agar PLTMH di kampung
lagi kondisi jalanan
yang kurang baik.
46
Kayu Biranga dapat dinikmati dalam jangka panjang. Sebagaimana wawancara
dengan Bapak Camat Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang
mengatakan bahwa:
“Sebelum inovasi ini diterapkan di Kampung Kayu Biranga, kehidupan
masyarakat disana itu hampir bisa dibilang kurang sejahtera karena untuk
penerangan rumah saja itu, mereka hanya memakai lampu pelita yang itu
pun tidak begitu terang cahayanya dan kemudian untuk kegiatan
masyarakat disana itu juga sebelum adanya ini inovasi sangat terbatas dan
sedikit terhambat misalnya saja saat ada masyarakat yang ingin
membangun rumah, nah dulu itu Cuma pakai alat-alat perkakas yang
sederhana saja sehingga untuk jadi itu sebuah rumah, prosesnya sangat
lama. Namun saat adanya ini PLTMH yang dari BLI KLHK nah akhirnya
sudah mulai aga’ sejahtera masyarakat disana. Jadi karena ada disana
aliran sungai untuk bikin ini pembangkit listrik maka Alhamdulillah
akhirnya masyarakat disana sudah bisa menikmati penerangan yang cukup
memadai. Kemudian, saat dibangun ini PLTMH kan dibuat itu saluran
buatan semacam selokan untuk nanti jadi penampungan air , jadi dulu itu
masyarakat juga berpartisipasi itu saat pembangunan itu, kan nantinya
yang akan menikmati inovasi itu adalah mereka sendiri, jadi yah disana itu
masyarakatnya menerima baik itu pembanguan PLTMH sehingga disana
itu masyarakatnya terlibat aktif dan gotong royong juga dalam membantu
itu pembangunan.”
(Wawancara AA, 2 Januari 2020)
Berdasarkan wawancara diatas dapat diketahui bahwa kehidupan
masyarakat di Kayu Biranga sebelumnya bisa dibilang kurang sejahtera karena
tidak memiliki penerangan yang cukup. Kemudian setelah adanya inovasi ini,
perlahan-lahan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat mulai meningkat. Hal
ini didukung dengan adanya ketersedian sumber air untuk membuat sebuah
PLTMH dan juga partisipasi masyarakat yang tinggi saat pembanguan PLTMH
dilakukan. Selanjutnya, adapun wawancara dengan Bapak Lurah Kelurahan
Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang menyatakan
bahwa:
47
“Masyarakat di Kampung Kayu Biranga itu dulu penerangannya cuman
pakai lampu pelita, namun setelah adanya ini LHK (BLI KLHK) masuk di
Kampung Kayu Biranga untuk membangun sebuah pembangkit listrik
tenaga air maka masyarakat disana itu sudah bisa pakai lampu seperti yang
saya bilang di pertanyaan sebelumnya. Kemudian bagusnya lagi disana
untungnya ada sumber air yang dari aliran sungai yang bisa dipakai itu
untuk kasi jalan ini mesin PLTMH dan juga karena masyarakat disana ini
menerima baik itu pembangunan PLTMH, jadi masyarakat itu bersama-
sama gotong royong dulu waktu mau dibangun ini pembangkit listrik.”
(Wawancara L, 2 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa penerangan
yang dipakai Masyarakat Kampung Kayu Biranga adalah lampu pelita namun
setelah BLI KLHK membangun sebuah PLTMH di Kampung tersebut akhirnya
masyarakat sudah bisa memakai bohlam lampu sebagai penerangan sehari-hari.
Kemudian saat pembangunan PLTMH ini berlangsung, masyarakat sangat terbuka
dan menerima dengan baik pembangunan tersebut. Sejalan dengan wawancara di
atas, wawancara dengan Bapak operator PLTMH Kayu Biranga juga mengatakan:
“Mesin pembangkit listrik ini bisa jalan karena ada dibikin saluran air
yang airnya itu dari sungai. Kemudian itu aliran air mengarah ke rumah
tempat mesin pembangkit listrik. Jadi semakin deras ini air maka semakin
besar dan kuat listrik yang dihasilkan. Saat dibangunan ini pembangkit,
dulu kami disini masyarakat sama-sama membantu gotong royong supaya
bisa juga cepat dinikmati ini pembangkit listrik.
(Wawancara N, 2 Januari 2020)
Dari hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa sumber daya paling
utama untuk PLTMH adalah aliran air yang deras. Jadi, semakin besar debit air,
maka kuat pula arus listrik yang dihasilkan. Saat pembangunan PLTMH
berlangsung, masyarakat di Kampung Kayu Biranga bersama-sama saling
membantu dan turut berpartisipasi dalam pembangunan. Sejalan dengan
48
wawancara diatas, wawancara dengan Bapak selaku masyarakat Kampung Kayu
Biranga yang mengatakan bahwa:
“Pembangkit listrik ini kan bisa beroprasi karena tenaga dorongan air, nah
itu air dari saluran irigasi yang sumber airnya itu dari aliran sungai yang
ada di kampung atas yang kemudian mengarah ke tempat mesin
pembangkit listrik ini berada. Jadi ini pembangkit sangat bergantung sekali
sama air, semakin deras aliran air maka ini pembangkit listrik juga
semakin bagus dan bisa menghasilkan arus listrik yang kuat. Masyarakat
disini kalau ada kerusakan pasti akan gotong royong bersama-sama juga
dengan kelompok pemelihara PLTMH, contohnya saja biasa kita disini
bersih-bersih saluran irigasi yang kotor, biasanya itu banyak daun-daun
kering yang jatuh di saluran, jadi kami ambil supaya tidak menyumbat
aliran air.”
(Wawancara R, 4 Januari 2020)
Berdasakan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa dorongan aliran
air yang berasal dari saluran irigasi sangat mempengaruhi kinerja mesin PLTMH.
Saat saluran irigasi kotor, masyarakat biasanya bersama-sama membersihkan
saluran tersebut agar sampah-sampah yang ada tidak menyumbat saringan air
yang ada di saluran irigasi sehingga aliran air tetap bisa mengalir dengan baik.
Berdasarkan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa Dalam
penerapan inovasi PLTMH ini sangat dipengaruhi dengan adanya sumber daya,
baik itu sumber daya alam dan juga sumber daya manusia. Air sebagai sumber
daya alam yang menjadi tenaga penggerak mesin PLTMH dan masyarakat
Kampung Kayu Biranga sebagai koloni, kelompok yang menjadi penjaga dan
perawat dari mesin PLTMH.
49
Gambar 4.4 saluran irigasi PLTMH
2. Faktor penghambat
Faktor-faktor yang menghambat jalannya inovasi PLTMH dalam
menghasilkan listrik murah bagi masyarakat Kampung Kayu Biranga.
a. Ketidakpastian Musim
Agar mesin PLTMH menghasilkan arus listrik yang kuat maka dibutuhkan
dorongan aliran air yang deras yang bersumber dari aliran sungai menuju saluran
irigasi. Semakin besar debit air maka semakin besar pula arus listrik yang
dihasilkan begitu pula sebaliknya jika debit air kecil maka lemah pula arus listrik
yang dihasilkan. Debit air yang tinggi biasanya terjadi saat musim penghujan yang
dimana membuat sungai meluap dan daya aliran air di sungai meningkat
sedangkan debit air yang kecil biasanya terjadi saat musim kemarau dimana air
yang ada di sungai sedikit mongering sehingga aliran airnya lemah. Seperti yang
dikatakan oleh Bapak Camat Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang
mengatakan bahwa:
50
“Karena ini pembangkit listrik bertenaga micro hidro atau tenaga air maka
permasalahannya disini adalah penyediaan air itu sendiri. Jadi, apabila
jumlah debit air ini tinggi maka bagus juga ini dia punya listrik. Nah yang
akan jadi masalah penghambatnya ini mesin pembangkit adalah saat
musim kemaru yang dimana biasanya itu air disungai itu airnya berkurang
dan tidak deras alirannya.”
(Wawancara AA, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa mesin
pembangkit listrik tenaga micro hidro sangat bergantung pada ketersediaan
sumber air, semakin besar jumlah debit air maka listrik yang dihasilkan juga kuat.
Namun saat musim kemarau tiba debit air yang ada sangat kecil, ini disebabkan
karena sungai yang menjadi sumber pemasok air mengalami kekeringan. Selain
wawancara di atas, ada pula hasil wawancara bersama Bapak Lurah Kelurahan
Borong Rappoa Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba yang mengatakan
bahwa:
“Sumber air ini sangat mempengaruhi jalannya ini mesin karena ini kan
pembangkit listrik tenaga air. Jadi, kalau aliran sungai deras maka banyak
pula air yang masuk ke saluran irigasi sehingga air selanjutnya mengalir ke
power house tempat dimana ini mesin pembangkit berada. Jadi, misal
kalau musim hujan toh, nah biasanya itulah saat-saat dimana lagi bagus
sekali ini mesin pembangkit menghasilkan listrik karena deras ini aliran
sungai dan kalau kemarau malah sebaliknya, karena ini air disungai pasti
mengering dan tidak deras airnya sehingga hanya sedikit yang masuk ke
saluran irigasi.”
(Wawancara L, 2 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa Sumber air
sangat mempengaruhi kinerja mesin PLTMH. Semakin deras aliran air sungai
maka banyak pula air yang akan mengalir ke saluran irigasi kemudian selanjutnya
akan menuju power house. Derasnya air sungai biasa terjadi pada musin hujan dan
51
saat musim kemarau aliran sungai tidak begitu deras dan mengakibatkan air yang
masuk ke saluran irigasi hanya sedikit dan kurang mampu menggerakkan turbin
mesin PLTMH. Pernyataan diatas juga didukung oleh pendapat Bapak Operator
PLTMH Kampung Kayu Biranga yang mengatakan bahwa:
“Ini PLTMH tergantung dari airnya yah debit air, jadi kalau musim hujan
yah banyak juga airnya ini saluran irigasi jadi bagus juga putarannya
mesin. Eee yang paling dikhawatirkan disini itu kalau lagi musim
kemarau, karena ini airnya sungai biasa sedikit ee kering begitu e, jadi ini
air kurang sekali yang masuk ke saluran irigasi ini sehingga ini mesin
tidak kencang putarannya.”
(Wawancara N, 02 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketaui bahwa mesin PLTMH
bergantung pada besar kecilnya debit air. Jika musim penghujan maka deras arus
sungai meningkat sehingga putaran turbin sangat cepat kemudian listrik yang
dihasilkan pun kuat sedangkan di musim kemarau air sungai begitu sedikit dan
nyaris mengering. Hal ini kemudian mempengaruhi aliran air yang ada di saluran
irigasi, karena air sungai yang sedikit maka putaran mesin juga melemah. Sejalan
dengan wawancara diatas, wawancara dengan Bapak selaku Masyarakat Kampung
Kayu Biranga juga mengatakan bahwa:
“Kalau Musim hujan yah deras juga air yang putar ini mesin karena dan
kalau kemarau yah pasti lemah juga putarannya ini mesin karena sedikit
air yang mendorong ini mesin pembangkit. Jadi, tergantung derasnya air
ini kalau deras air yah kuat juga ini listrik yg ada dan kalau lemah ini
aliran air maka lemah juga listriknya.”
(Wawancara RL, 4 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa derasnya air
sungai adalah bergantung pada musim, jika musim penghujan maka sumber air
52
pun melimpah namun jika musim kemarau, air di sungai pun mengalami
kekeringan. Hal inilah yang kemudian akan mempengaruhi kinerja dar mesin
PLTMH. Apabila arus air yang mendorong turbin deras, maka kuat pula arus
listrik dan sebaliknya jika arus air lemah, turbin tidak akan mampu terdorong atau
bisa juga terdorong namun putarannya sangat lemah dan pelan.
Berdasarkan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa dalam
penerapan inovasi PLTMH ini memiliki sedikit kendala yakni masih sangat
dipengaruhi oleh musim dimana jika terjadi musim kemarau, maka air sungai
yang menjadi sumber energy mengalami kekeringan sehingga membuat debit air
tidak mampu untuk memutar turbin PLTMH.
b. Bencana alam
Dalam penerapan PLTMH tentunya tak bisa dikatakan sempurna sebab
ada beberapa hal yang menjadi kendala salah satunya ialah bencana alam yang
paling harus dihindari. Bencana alam yang mempengaruhi PLTMH yaitu banjir
dan angin kencang dimana ketika terjadi banjir maka air sungai mengalami erosi
yang menyebabkan air tidak mengalir masuk kesaluran irigasi yang mengarah ke
power house (tempat mesin PLTMH berada) dan juga apabila arus air yang masuk
kesaluran irigasi terlalu deras, maka akan menyebabkan putaran mesin turbin
PLTMH sangat kencang dan tidak stabil. Kemudian bencana selanjutnya ialah
angin kencang dimana bencana ini bisa menyebabkan pohon tumbang karena
letak mesin PLTMH ini berada kampung yang berada di kawasan hutan dimana
pastinya dikelilingi dengan pepohonan. Pepohonan yang tumbang bisa saja
mengenai kabel-kabel listrik hingga putus dan juga bahkan dapat mengenai power
53
house yang juga dikelilingi dengan pepohonan. Sebagaimna hasil wawancara
penulis dengan Bapak Lurah kelurahan Borong Rappoa Kecamatan Kindang
Kabupaten Bulukumba yang mengatakan bahwa :
“Faktor yang mempengaruhi ini pembangkit listrik adalah salah satunya
itu yang ditakutkan adalah bencana banjir karena ini pembangkit listrik
kan memakai tenaga air yang airnya itu bersumber dari sungai, nah kalau
terjadi musibah banjir ini kan air disungai pastinya mengalami erosi dan
bisa-bisa air yang masuk ke dalam mesin ini volumenya terlalu besar
sampai akhirnya tidak bisa dikontrol sama ini mesin pembangkit yang
kemudian pastinya akan menyebabkan mesin mengalami kerusakan”.
(Wawancara LM, 2 Januari 2020 )
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa bencana alam
mempengaruhi proses kerja mesin PLTMH salah satunya ialah bencana banjir
yang menyebabkan air sungai mengalami peningkatan jumlah air yang berlebihan
sehingga air yang masuk kedalam mesin pembangkit tidak dapat terkontrol karena
alirannya terlalu deras. Sejalan dengan wawancara diatas, wawancara dengan
Bapak Operator PLTMH Kayu Biranga juga mengatakan bahwa:
“Ini kampung kan berada didalam kawasa hutan yang banyak pohon jadi,
bencana alam seperti angina kencang itu sangat ditakutkan disini karena
bisa saja pohon tumbang dan kena ini semua kabel-kabel listrik punyanya
masyarakat. Kemudian biasa juga terjadi ini, apa, air sungai meluap dan
bikin banjir sehingga ini mesin biasanya dialiri air dengan jumlah besar
yang bikin ini mesin jadi rusak karena berputar terlalu kencang”.
(Wawancara NS, 2 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa selain bencana
banjir, adapun bencana yang lain yaitu bencana angina kencang yang jika
membuat pohon tumbang akan mengenai kabel-kabel listrik masyarakat. Terdapat
54
pernyataan yang sama dari Bapak Operator PLTMH Na’na yang mengatakan
bahwa :
“Faktor yang menjadi kendalanya ini mesin disini adalah bencana alam
seperti angina kencang dan banjir. Ini kan mesin pakai tenaga aliran air
toh, jadi kalau musim hujan berkepanjangan itu biasanya itukan air sungai
pasti meluap dan pastinya alirannya itu sangat deras sehingga biasanya
saking derasnya, biasa tidak terlalu banyak yang mengalir masuk
kesaluran irigasi karena air sungai mengikuti jalur sungai, dan kalaupun
misalnya masuk ini arus kencang ke mesin PLTMH, pasti akan bikin ini
mesin jadi rusak karena itu tadi arus yang terlalu kencang pasti akan
memutar ini turbin dengan sangat kencang dan tidak bisa dikontrol oleh ini
mesin dan biasanya juga ini bikin koslet listrik yang ada di rumah
masyarakat yang tidak memasang kilometer (bargainser). Kemudian ada
lagi selain banjir, yaitu masalah angina kencang yang bisa saja bikin
pohon-pohon di kampung ini jadi tumbang, roboh dan mengenai ini ini
rumah instalasi ataupun kabel-kabel listrik yang ada di kampung.
Kampung ini kan berada di kawasan hutan yang banyak pepohonan, jadi
hal itulah yang harus diwaspadai dan di antisipasi”.
(Wawancara JD, 2 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa di Kampung
Kayu Biranga biasa terjadi banjir yang menyebabkan arus air sungai menjadi
deras dan meluap kemudian adapula bencana alam yang lain yaitu angina kencang
yang biasanya membuat pepohonan tumbang dan tidak jarang mengenai kabel
listrik yang ada di perkampungan yang terletak dalam kawasan hutan tersebut.
Pernyataan diatas juga didukung oleh Bapak selaku masyarakat kampung Na’na
yang mengatakan bahwa :
“Kalau yang menjadi penghambat ini mesin pembangkit listrik menurut
saya itu salah satunya itu adalah bencana alam seperti banjir dan angin
kencang. Tidak dapat kita tahu toh, itu kalau angina kencang biasnya itu
bikin tumbang pohon yang sudah tua dan ditakutkan itu kena kabel listrik
yang ada di kampung karena itu kabel-kabel berada di antara pepohonan”.
(Wawancara HS, 4 Januari 2020)
55
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa faktor
penghambat yang ditakutkan oleh kampung Na’na dan Kayu Biranga sama yaitu
bencana banjir dan juga angin kencang yang dimana bencana banjir ditakutkan
akan merusak mesin karena putaran turbin yang kencang karena arus air sungai
yang masuk terlalu deras dan kemuadian bencana angina kencang ditakutkan akan
membuat pohon di kampung tersebut tumbang dan mengenai pemukiman dan
juga kabel-kabel listrik.
Berdasarkan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa salah satu
penghambat kinerja dari inovasi PLTMH adalah bencana alam yang terkadang
tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi. Bencana alam yang biasanya terjadi
adalah bencana banjir dan bencana angin kencang dimana saat terjadi banjir maka
akan membuat air disungai meluap dan alirannya sangat deras sehingga air hanya
mengikuti jalur aliran sungai dan hanya sedikit yang masuk ke saluran irigasi
namun, tidak jarang pula air sungai yang deras masuk ke saluran irigasi dan
membuat kolam penenang meluap dan juga kadang masuk ke dalam mesin
sehingga mesin pun akan mengalami kerusakan karena tidak bisa mengontrol
kecepatan turbin.
c. Sarana dan Prasarana (Voltage yang masih rendah)
Seiring berjalannya waktu, peningkatan jumlah penduduk pun juga ikut
bertambah sehingga konsumsi listrik pun ikut meningkat. Dengan adanya inovasi
PLTMH ini setidaknya sudah bisa memenuhi kebutuhan listrik masyarakat
khususnya yang berada di Kampung Kayu Biranga. Namun jika berbicara untuk
jangka panjang, sepertinya belum mampu untuk memenuhi kebutuhan listrik
56
masyarakat karena semakin lama maka kebutuhan listrik akan meningkat belum
lagi daya listrik yang dihasilkan dari mesin PLTMH ini masih tergolong rendah
sehingga konsumennya pun sedikit dan ditambah lagi jika ada masyarakat yang
ingin memakai kebutuhan daya listrik dengan jumlah yang besar seperti
menyalakan kulkas, mesin cuci, AC dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh
Bapak Operator PLTMh Kayu Biranga yang mengatakan bahwa :
“Untuk di Kampung Kayu Biranga sendiri itu, tenaga listrik yang
dihasilkan oleh mesin pembangkit listrik sebesar 15 KW (kilowatt) dan
dipakai untuk 47 Keluarga. Kalau untuk sekarang 15 kilowatt (KW) itu
bagi kami sudah cukup, kami sudah bisa nyalakan lampu, menanak nasi
pakai rice cooker, pakai kattang (alat perkakas) dan lainnya kecuali untuk
pemakaian yang besar seperti kulkas dan AC belum bisa kita pakai karena
mengingat yang pakai ini listrik PLTMH bukan satu dua orang saja jadi
kalau misalkan ada yang pakai kulkas, itu listrik yang untuk 47 KK tidak
akan teraliri semua. Jadi, mungkin untuk waktu yang lama ini kalau
bertambah jumlah penduduk masyarakat disini, ini listrik yang 15 KW
akan kurang mampu untuk menangani kebutuhan listrik masyarakat”.
(Wawancara NS, 2 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa tinggi daya
listrik yang dihasilkan mesin PLTMH di Kampung Kayu Biranga sebesar 15
kilowatt (KW) yang dipakai untuk 47 keluarga. Daya listrik sebesar itu sudah
mampu digunakan oleh masyarakat sebagai kebutuhan sehari-sehari seperti
menyetrika, menonton tv, menanak nasi pakai rice cooker, dan lainnya kecuali
untuk alat yang memakai daya listrik besar seperti kulkas dan AC belum bisa
dilakukan karena daya listrik tidak akan mampu sampai ke 47 rumah jika ada satu
atau dua orang yang memakai alat tersebut. Kerena daya listrik 15 kw ini masih
terasa rendah untuk masyarakat maka untuk pemakaian jangka panjang kedepan
dimana pastinya jumlah penduduk akan bertambah maka masyarakat kampung
57
Kayu Biranga harus menyesuaikan dan membatasi pemakaian agar masyarakat
yang lain juga bisa merasakan daya listrik yang dimana hal ini tentunya akan
sedikit menghambat kebutuhan sehari-hari masyarakat yang lain. Selain
wawancara diatas, ada pula wawancara bersama Bapak selaku masyarakat
Kampung Kayu Biranga yang mengatakan bahwa :
“Untuk pemakaian sehari-hari saya disini bersama keluarga saat ini masih
tercukupi dengan daya listrik yang ada sekarang, kami sudah bisa menanak
nasi, pakai penerangan lampu dan nonton tv tapi kalau kulkas bisa dipakai
karena tidak mampu ini listrik kan itu kulkas pastinya akan dipakai 24 jam
toh dan ini daya listrik yang ada bisa dibilang masih rendah jadi ndak bisa
ki egois lah dalam pakai ini barang-barang agar yang lain juga bisa
merasakan listrik ini”.
(Wawancara RL 4 Januari 2020)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa untuk
sebagian masyarakat daya listrik PLTMH yang ada ini sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan listrik. Hanya saja ada beberapa barang yang masih belum
bisa digunakan oleh masyarakat yaitu alat pendingin seperti kulkas dan ac. Jadi,
dalam pemakaian listrik ini masyarakat tidak bisa sembarangan dan egois dalam
memakainya karena jika ada satu, dua atau lebih rumah yang menuruti ego
masing-masing maka daya listrik yang seharusnya teraliri ke 47 rumah saat ini
tidak akan mendapatkan daya listrik yang cukup.
Berdasarkan pengamatan penulis, dapat disimpulkan bahwa untuk saat ini
dengan besar daya listrik 15 KW masih mampu untuk mencukupi kebutuhan 47
KK yang ada di Kampung Kayu Biranga namun untuk pemakaian daya listrik
yang besar seperti pemakaian mesin pendingin seperti kulkas dan ac masih
dibatasi. Jadi, untuk saat ini saja sudah dilakukan pembatasan untuk pemakaian
58
listrik, kemudian bagaimana jika nanti kedepannya terjadi pertumbuhan jumlah
penduduk di kampung ini, pastinya hal ini akan membuat masyarakat akan
melakukan penyesuaian ulang pemakaian listrik atau kalau tidak dilakukan
pembaruan atau peningkatan pada voltage mesin PLTMH dengan cara
menerapkan mesin PLTMH yang lebih canggih agar listrik bisa tetap dinikmati
seluruh masyarakat yang ada di Kampung Kayu Biranga untuk jangka waktu yang
lama.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai inovasi Kementrian
Lingkungan dan Kehutan (KLHK) dalam menghasilkan listrik murah pembangkit
listrik tenaga micro hidro (PLTMH) bagi masyarakat Kampung Kayu Biranga
Kabupaten Bulukumba, ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu:
1. Inovasi pembangkit listrik tenaga micro hidro (PLTMH) menunjukkan 3
indikator yaitu : a) Keuntungan relatif, dengan adanya inovasi PLTMH ini
masyarakat perkampungan yang dulunya hanya mengandalkan lampu pelita
berbahan bakar minyak tanah sebagai penerangan, kini hanya dengan
membayar Rp10,000/bulan masyarakat sudah bisa merasakan penerangan yang
memadai dan juga bisa menggunakan peralatan elektronik. b) Kesesuaian,
penerapan inovasi PLTMH ini sangat sesuai dilakukan karena Kampung Kayu
Biranga memiliki potensi sumber air untuk menggerakkan mesin PLTMH.
Selain itu dengan tarif pembayarannya yang murah juga sangat sesuai dengan
kondisi perekonomian di Kampung tersebut. c) Kerumitan, untuk kerumitan
sendiri sebenarnya selama inovasi ini sudah diterapkan, tidak ada kerumitan,
yang menjadi kerumitan ialah saat proses pembangunan PLTMH dulu dimana
pada saat itu akses jalan ke kampong Kayu Biranga masih buruk sehingga
mengganggu proses pembangunan, kemudian selanjutnya ialah masalah
anggaran yang cukup besar bagi masyarakat perkampungan dimana pada saat
itu masyarakat yang ada di kampung tersebut mengumpulkan dana sebagai
59
60
bantuan dan sumbangsi mereka untuk pembangunan PLTMH. Selain itu jika
terjadi kerusakan, masyarakat masih bergantung pada pihak LHK jika
kerusakannya itu tidak bisa ditangani oleh kelompok pemelihara.
2. Faktor-faktor pendukung inovasi listrik murah PLTMH yaitu Sumber daya
alam dan sumber daya manusia, dimana tersedianya sumber air dari sungai
yang menjadi penggerak mesin. Kemudian ada pula sumber daya manusia yaitu
dimana masyarakat sangat berperan aktif menjadi perawat dan pengelola mesin
PLTMH serta menjaga kelestarian lingkungan. Sedangkan faktor
penghambatnya yaitu musim yang sangat mempengaruhi sumber air dimana air
adalah sumber tenaga utama dari mesin PLTMH. Jika musim penghujan datang
maka air disungai pun meningkat dan apabila musim kemarau datang maka air
di sungai menjadi berkurang karena mengalami kekeringan. Kemudian adapun
bencana alam seperti Banjir dan angin kencang yang harus dihindari dan
terakhir adalah daya listrik atau voltage yang masih rendah dimana untuk
jangka waktu yang lama belum dapat dipastikan bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat jika terjadi pertumbuhan penduduk
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka berikut ini
dikemukakan saran atau masukan bagi pemerintah, instansi dan juga masyarakat
terkait dengan penerapan inovasi listrik murah PLTMH bagi masyarakat
Kampung Kayu Biranga Kabupaten Bulukumba agar inovasi tersebut berjalan
efektif.
61
1. Sebaiknya pemerintah khususnya pemerintah Kabupaten Bulukumba agar bisa
lebih dekat dan lebih memperhatikan lagi kampung-kampung terpencil yang
ada di kabupaten Bulukumba dan juga kampung-kampung yang ada di
Indonesia seperti kampung Kayu Biranga yang memiliki potensi untuk
dibangun sebuah pembangkit listrik tenaga micro hidro (PLTMH ) ini.
2. Selanjutnya ialah perbaikan infrastruktur akses jalanan baik itu di Kampung
Kayu Biranga maupun kampung-kampung kecil lainnya yang ada di Kabupaten
Bulukumba.
3. Mengupgrade/mengengembangkan mesin PLTMH agar lebih baik lagi
sehingga menghasilkan watt yang lebih tinggi mengingat juga pertumbuhan
jumlah penduduk kedepannya dengan begitu inovasi ini bisa nikmati dalam
jangka waktu yang lebih lama oleh masyarakat.
4. Masyarakat dan pemerintah setempat bersama-sama mencari solusi untuk
mengatasi dan mengantisipasi ketersediaan listrik saat musim kemarau.
62
DAFTAR PUSTAKA
Akib Haedar. 2010. “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan
Bagaimana”. Jurnal Administrasi Publik, 1 (1) Thn. 2010.
Akhmaddhian,S. 2013. “Peran Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Hutan
Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan (Studi Di Kabupaten Kuningan)”. Jurnal Dinamika Hukum, 13
(3) Thn.2013.
Andini, UH. 2015. “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dari Desa Tertinggal
Menuju Desa Tidak Tertinggal (Studi di Desa Muktiharjo Kecamatan
Margorejo Kabupaten Pati)”. Jurnal Administrasi Publik, 3 (1) Thn 2015.
Maulana, A, dkk. 2019. “Pengelolaan Alokasi Dana Desa Untuk Pemberdayaan
Masyarakat: Perspektif Maqashid Syariah”. Journal of Islamic
Economics, Business and finance, 9 (1) Thn.2019.
Ramdhani, A & Ramdhani,MA. (2017). “Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan
Publik”. Jurnal Publik, 11(1) Thn. 2017.
Syahza, A & Suarman. 2014. “Model Pengembangan Daerah Tertinggal Dalam
Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan”. Jurnal Ekonomi
dan Keuangan, 18 (3) Thn.2014.
Tahir Arifin. 2011.”Kebijakan Publik & Tranparansi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah”, Jakarta: Pustaka Indonesia
Sukamta, Sri dan Adhi Kusmantoro. 2013 “Perencanaan Pembangkit Listrik
Tenaga Micro Hidro (PLTMH) Jantur Tabalas Kalimantan Timur”.
Jurnal Tekhnik Electro, 5 (2) Thn.2013.
Suwarno, Yogi. 2008. Inovasi Di Sektor Publik. Jurnal Ilmu Administrasi.
Azizah, Elly Candra, dkk. 2017. Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah Daerah
(Studi Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Administrasi Terpadu
Kecamatan (PATEN) di Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang).
Jurnal Ilmu Pemerintahan.
Drucker, Peter. 1996. Innovation and Entrepreneurship: Practice and Principles.
New York: Harper & Row Publishers.
Mulyadi, Deddy. 2016. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik: Konsep
dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik Berbasis Analisis Bukti Untuk
Pelayanan Publik. IAIN Palangka Raya.
62
63
Dimyati. 2015. “Studi Kelayakan Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
di Desa Setren Kecamatan Slogoimo Kabupaten Wonogiri”. Jurnal
Emitor, 15 (2) Thn.2015
Shaufi, Fikri. 2014. “Studi Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) Berbantuan Program Casimir di Riam Pagung Desa
Sanantab Kecamatan Sajingan Besar Kabupaten Sambas”.
Peraturan Perundang-undangan
Presiden RI, 2016, Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden No.75 Tahun 2014 Tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Jakarta.
64
L
A
M
P
I
R
A
N
65
Wawancara dengan bapak Camat kecamatan Kindang kabupaten Bulukumba,
pada tanggal 2 Januari 2020
Wawancara dengan bapak Lurah kelurahan Borong Rappoa Kecamatan
Kindang kabupaten Bulukumba, pada tanggal 2 Januari 2020
66
Wawancara dengan operator PLTMH Na’na, pada tanggal 2 Januari 2020
Wawancara dengan operator PLTMH Kayu Biranga, pada tanggal 2 Januari
2020
67
Wawancara dengan masyarakat perkampungan Na’na, pada tanggal 4 Januari
2020
Perawatan saluran irigasi PLTMH perkampungan Kayu Biranga, pada tanggal
4 Januari 2020
68
Power house (rumah pembangkit) PLTMH perkampungan Kayu Biranga
Mesin PLTMH perkampungan Kayu Biranga
69
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Willy Agustiawan lahir di Bira pada tanggal 1 Agustus
1997 dari pasangan suami istri Bapak Muchlisin dan
Nurmawanti. Merupakan anak pertama dari lima
bersaudara. Saat ini peneliti tinggal Jl. Delima dusun
Tunege desa Darubiah kecamatan Bontobahari kabupaten
Bulukumba. Peneliti menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 168 Dangke
pada tahun 2003 hingga tahun 2009. Pada tahun yang sama peneliti melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 32 Bulukumba dan selesai di tahun 2012. Kemudian
melanjutkan sekolah di SMA Negeri 3 Bulukumba dan selesai di tahun 2015. Di
tahun yang sama peneliti melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas
Muhammadiyah Makassar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan
Program Studi Ilmu Pemerintahan yang Insya Allah pada tahun 2020 ini akan
membawa peneliti dalam mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1).
69