Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DIFUSI INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP” DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Disusun oleh:
Adilah Bagus Prasojo
NIM: 11170510000031
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2021 M
i
DIFUSI INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP” DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)
Oleh:
Adilah Bagus Prasojo
NIM: 11170510000031
Pembimbing
Thalitha S. Rosyidiani, M.Ikom
NIP. 199102172018012004
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H/ 2021 M
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adilah Bagus Prasojo
NIM : 11170510000031
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul DIFUSI
INOVASI GERAKAN “MENSHOLATKAN ORANG
HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN YOGYAKARTA
DALAM MENINGKATKAN KUALITAS IMARAH” adalah
benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan
tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada
dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam Skripsi. Saya bersedia melakukan proses
semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
jika ternyata tesis ini sebagian atau keseluruhan merupakan
plagiat dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 01 Agustus 2021
Penulis,
Adilah Bagus Prasojo
NIM. 11170510000031
iii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI
Skripsi yang berjudul DIFUSI INOVASI GERAKAN
“MENSHOLATKAN ORANG HIDUP” DI MASJID
JOGOKARIYAN YOGYAKARTA DALAM
MENINGKATKAN KUALITAS IMARAH telah diujikan
dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari Selasa, 24 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
pada S1 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
Jakarta, 24 Agustus 2021
Sidang Munaqosyah
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Armawati Arbi, M.Si Dr. Edi Amin, M.A
NIP. 196502071991032002 NIP. 197609082009011010
Penguji I Penguji II
Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si Fita Fathurokhmah, M.Si
NIP. 197608122005011005 NIP. 198306102009122001
Pembimbing
Thalitha S. Rosyiidiani, M.I.Kom
NIP. 199102172018012004
iv
ABSTRAK
Adilah Bagus Prasojo, Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam Meningkatkan
Kualitas Imarah.
Saat ini, eksistensi masjid sudah mulai tergerus seiring dengan
perkembangan zaman. Banyak fenomena dimana pertumbuhan masjid yang
semakin banyak namun tidak diimbangi dengan upaya memakmurkannya.
Dalam menjawab persoalan tersebut, hadirnya gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta mampu menarik kembali
minat masyarakat dalam memakmurkan masjid. Dari permasalahan di atas, sebagai tujuan dari tulisan ini, dapat
diajukan sebuah pertanyaan mayor, yaitu bagaimana difusi inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam
meningkatkan kualitas imarah? Pertanyaan ini akan dijawab dengan dua
pertanyaan minor: 1) Bagaimana proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup”? 2) Apa saja faktor pendukung dan penghambat difusi difusi
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”?
Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme untuk melihat
realitas nyata pada proses difusi dan pengambilan keputusan inovasi terhadap
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Sebagai pisau analisis, penulis
gunakan Teori Difusi Inovasi milik Everret M. Rogers yang diartikan sebagai
proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran komunikasi
tertentu dalam jangka waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Teori ini
melihat suatu inovasi menyebar dalam pola yang dapat diprediksi.
Hasil penelitian menujukan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” yang hadir dalam bentuk pelayanan dan kemudahan dalam
beribadah telah berhasil dikomunikasikan melalui saluran interpersonal dan
media. Dalam menerima inovasi warga jamaah melalui serangkaian tahapan
pada proses pengambilan keputusan, diantaranya: tahap pengetahuan, tahap
persuasi, tahap keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.
Terdapat faktor pendukung yaitu: 1) Derajat manfaat, 2) Efektivitas diri, 3)
Insentif status, dan 4) Nilai individu. Juga terdapat faktor penghambat
proses difusi inovasi yaitu berkaitan dengan 1) aspek ideologis dan historis,
2) Sosiologis, 3) Dampak negatif internet.
Sebagai refleksi, melalui inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta kini telah menjadi pilar penting
dalam membangun masyarakat madani dengan pendekatan aktivitas sosio-
keagamaannya. Dimulai dengan membangkitkan kesadaran dan pemahaman
masyarakat akan pentingnya sholat berjamaah.
Kata Kunci: Masjid, Kemakmuran, Difusi, dan Inovasi
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah Segala Puji Allah SWT, atas segala
limpahan berupa rahmat, hidayah dan inayah-Nya, serta
kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas
akhir ini. Shalawat bertangkaikan salam berbuah syafaat penulis
ucapkan kepada junjungan alam yakni Rasulullah Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah
kepada zaman yang penuh cahaya dan ilmu pengetahuan seperti
yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Komunikasi Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusunan Skripsi hingga terselesaikannya, banyak sekali
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc.
MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti Napsiyah, S.Ag sebagai
wakil Dekan I Bidang Akademik. Dr. Sihabbudin
Noor, M.Ag sebagai wakil dekan II Bidang
vi
Administrasi Umum dan Dr. Cecep Castrawijaya,
MA. sebagai wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
3. Dr. Armawati Arbi, M.Si selaku Ketua Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Dr. H. Edi
Amin, M.A selaku sekertaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
4. Thalitha Sachariissa Rosyiidiani, M.I.Kom. selaku
Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya di tengah kesibukannya untuk
membimbing, mengarahkan, memotivasi dan
membagi ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan keberkahan dan
kebaikan kepada beliau.
5. Fita Fathurokhmah, M.Si. selaku Dosen pembimbing
Akademik yang telah membantu memperlancar dan
memberikan semangat dalam penggarapan Skripsi ini.
6. Segenap Dosen, Karyawan serta Staff Tata Usaha
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Segenap Keluarga Besar Takmir Masjid Jogokariyan
Yogyakarta dan para informan yang telah bekerja
sama memberikan izin penelitian dan telah membantu
penulis selama penelitian.
8. Orang Tua penulis, Bapak Sugiyanto, Ibu Rohimah,
dan Adik Diah Telogo Wiyah serta keluarga besar
tercinta yang selalu memberikan doa, semangat,
vii
bantuan dan dukungan baik secara moril dan materil
disetiap langkah penulis dalam menuntut ilmu di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Teman terdekat penulis di Kontrakan B4 An-Nubala
Hasanal Ali Tambak, Sasli Agus, Feri Arifyanto, Budi
Santoso, Aan Najmutsaqib, Zainy M. Hulwany,
Muslimin dan Mas Doni. Sohib penulis, akh Adi
Saputra, Qhoirul Aziz, Barkah Tri Anggono. Terima
kasih telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu
membersamai penulis dalam keadaan apapun. Tiada
henti memberikan doa, dukungan semangat, motivasi
baik secara moril maupun materil selama penulis
menuntut ilmu baik di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun di rumah.
10. Sahabat tercinta, sahabat seperjuangan di Ma’had Al-
Jami’ah Mabna Syekh Nawawi 2017/2018 khususnya
Arranda Alvin Bamisti, M. Ikhwanul Muslimin, Rais
Rahardi, AMR Hisyam dan di kelas S1 Komunikasi
Penyiaran Islam Angkatan 2017 Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Tantya
Legystania, S.Sos, Luthfhiya Mufiidah, S.Sos,
Febriansyah, Nafan Hudzaifi, S.Sos, Multazam,
Zaenal Ameth, Yefriadi Syahrin, Muslimin, Alyasa
Wasyil Bahri, Ryan Aldian. Yang sudah sama-sama
berjuang dalam menimba ilmu dan saling memberikan
bantuan dan dorongan motivasi satu sama lain.
viii
11. Tim Yogyakarta, Sedulur Mas Fitra Purnama Agung,
M.Pd, Ahmad Faisal Amini Fadli, Jepri Yanto,
Wildan Ahmad Nugraha dan Lanjar Triyono, Terima
kasih telah memberikan tempat kepada penulis dan
banyak membantu penulis selama melaksanakan
penelitian. Serta kepada semuanya yang telah
mendukung penulis yang tidak cukup disebutkan
namanya satu-persatu.
Demikian ucapan terima kasih yang penulis haturkan.
Semoga Allah senantiasa membalas semua kebaikan serta
menuntun kita ke jalan yang diridhai-Nya, Aamiin.
Penulis juga menyadari bahwa kripsi ini tidak terlepas
dari kekurangan, namun penulis berharap agar skripsi ini
dapat bermanfaat dan berguna sebagai referensi baik bagi
para pembaca, peneliti lama, maupun peneliti baru yang
sedang menulis karya ilmiah. Semoga skripsi ini dapat
memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan
keilmuan, serta menambah khazanah perpustakaan.
Jakarta, 01 Agustus 2021
Penulis,
Adilah Bagus Prasojo
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG ........................................ iii
ABSTRAK .................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
B. Batasan Masalah ........................................................... 8
C. Rumusan Masalah ......................................................... 9
D. Tujuan Penelitian .......................................................... 9
E. Batasan Masalah ............................................................ 10
F. Review Kajian Terdahulu .............................................. 10
G. Metodologi Penelitian ................................................... 13
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................... 13
2. Paradigma Penelitian ................................................ 16
3. Subjek dan Objek Penelitian ..................................... 19
4. Sumber Data.............................................................. 19
5. Teknik Pengumpulan Data .................................... 20
6. Teknik Analisis Data................................................. 23
7. Teknik Keabsahan Data ............................................ 24
8. Waktu dan Tempat Penelitian ................................... 25
x
H. Pedoman Penulisan Skripsi ........................................... 25
I. Sistematika Penulisan ..................................................... 25
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Difusi Inovasi ...................................................... 28
1. Unsur Difusi Inovasi ................................................. 30
2. Proses Keputusan Inovasi ......................................... 36
3. Karakteristik Inovasi ................................................. 41
4. Kategori Adopter ...................................................... 43
B. Konsep Kemakmuran Masjid (Imarah) ........................ 49
1. Pengertian Imarah .................................................... 41
2. Upaya Memakmurkan Masjid................................... 51
C. Kerangka Berpikir ......................................................... 54
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta ......................... 57
1. Sejarah Berdirinya Masjid Jogokariyan .................... 57
2. Proses Pembangunan Masjid Jogokariyan ................ 61
3. Bangunan Masjid ...................................................... 64
4. Visi dan Misi Masjid Jogokariyan Yogyakarta ........ 66
5. Struktur Organisasi ................................................... 67
6. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sarana
Masjid ....................................................................... 72
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam
Meningkatkan Kualitas Imarah ................................... 74
1. Pola Penyebaran Informasi Inovasi .......................... 98
xi
2. Faktor Ketertarikan Terhadap Inovasi Yang
Mempengaruhi Tahap Keputusan .......................... 103
3. Penerapan Inovasi dalam Kehidupan Beragama Warga
Masyarakat ............................................................. 110
4. Tanggapan Informan Terhadap Pengambilan Keputusan
Inovasi ...................................................................... 115
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi
Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid
Jogokariyan Yogyakarta dalam Meningkatkan Kualitas
Imarah .......................................................................... 118
BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarta dalam
Meningkatkan Kualitas Imarah ................................... 124
1. Tahap Pengetahuan ................................................... 135
2. Tahap Persuasi Terhadap Tahap Keputusan ............. 141
3. Tahap Implementasi .................................................. 152
4. Tahap Konfirmasi ..................................................... 159
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi
Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid
Jogokariyan Yogyakarta dalam Meningkatkan Kualitas
Imarah .......................................................................... 160
1. Faktor Pendukung ..................................................... 161
2. Faktor Penghambat ................................................... 162
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 175
B. Saran.............................................................................. 176
xii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 178
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 .................................................................................... 41
Gambar 2.2 .................................................................................... 47
Gambar 3.1 .................................................................................... 63
Gambar 3.2 .................................................................................... 66
Gambar 4.1 .................................................................................... 81
Gambar 4.2 .................................................................................... 85
Gambar 4.3 .................................................................................... 86
Gambar 4.4 .................................................................................... 91
Gambar 4.5 .................................................................................... 92
Gambar 4.6 .................................................................................... 94
Gambar 4.7 .................................................................................... 97
Gambar 4.8 .................................................................................... 111
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ........................................................................................ 55
Tabel 4.1 ........................................................................................ 117
Tabel 5.1 ........................................................................................ 132
Tabel 5.2 ........................................................................................ 136
Tabel 5.3 ........................................................................................ 155
Tabel 5.4 ........................................................................................ 169
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Bimbingan ............................................................................ 186
Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ........................ 187
Dokumentasi Penelitian ................................................................ 188
Daftar Informan ............................................................................ 189
Transkip Wawancara dengan Informan ........................................ 190
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, masjid merupakan tempat yang
sangat mulia yang biasa digunakan oleh umat Muslim
untuk menjalankan kegiatan ibadah seperti sholat,
berdzikir, bersholawat, dan majlis ta’lim. Istilah masjid
sendiri berasal dari bahasa Arab, diambil dari kata
“sajada, yasjudu, sajdan” yang berarti bersujud, patuh,
taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim.
Secara syara, sujud adalah menempelkan dahi, kedua
tangan, lutut dan kaki ke bumi.1
Karena itulah, Allah SWT begitu sangat mencintai
masjid dan orang orang yang berjalan untuk beribadah
dalam rangka memakmurkan masjid. Dalam Q.S. At-
Taubah ayat 18 Allah SWT berfirman,
ي قام عمر م إنما وأ وٱلوم ٱلأخر ءامن بٱلل من سجد ٱلل
إل يش ولم ة كو ٱلز وءات ة لو ه ٱلص ن سى فع ٱللأ ىئك ول
أ
١٨ يكونوا من ٱلمهتدين
1 Eman Suherman, Manajemen Masjid, (Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 61.
2
Yang artinya; “Sesungguhnya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. 2
Pada zaman Rasulullah SAW masjid tidak hanya
berperan sebagai tempat beribadah, tetapi juga dipakai
sebagai tempat menuntut ilmu, tempat pertemuan,
tempat bermusyawarah, tempat perlindungan, tempat
kegiatan sosial, tempat pengobatan orang sakit, dan
madrasah ilmu.3
Data World Population Review pada tahun 2020
mencatat populasi Muslim di Indonesia mencapai 229
juta jiwa atau membentuk 87,2 persen dari total
penduduknya yang sebanyak 273,5 juta jiwa.4 Sebagai
negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di
dunia, berdasarkan data Dewan Masjid Indonesia (DMI)
tahun 2021 Indonesia memiliki lebih dari 800 ribu
masjid. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua
Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla, dari
jumlah tersebut diperkirakan setiap 220 orang terdapat
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Bandung:
Gema Risalah Press, 2005)
3 Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta: Al Qalam,
2009), hlm. 44 4 https://worldpopulationreview.com/countries/indonesia-population,
Diakses pada tanggal 24 Agustus 2020 pukul 16.46 WIB
3
satu masjid dengan jarak rata-rata 500 m dari tempat
tinggal.5 Muslim Indonesia terkenal Islami dimana dari
99% Muslim yang mengaku shalat, 78% diantaranya
menunaikannya dengan rutin.6 Namun hal tersebut tidak
selaras dengan pembumian ajaran Islam dalam dimensi
sosial dan kemanusiaan. Survei terakhir yang dilakukan
oleh Rehman dan Askari pada tahun 2010 tentang
“Seberapa Islami Negara-Negara Islam”,
mengungkapkan sebuah ironi. Dari 208 negara yang
diteliti, Indonesia berada di urutan ke-140.7
Dari data survei di atas patut dipertanyakan peran
yang dimainkan masjid selama ini terhadap peningkatan
kesalehan sosial umat Islam. Masjid yang makmur
adalah masjid yang terus tumbuh dan dapat menjadi
pusat pelayanan dan pemberdayaan bagi umat Islam.
Tugas memakmurkan masjid sesungguhnya bukan hanya
tugas para pengurus masjid saja, tetapi juga kesadaran
masyarakat yang menjadi jamaahnya. Masjid yang
makmur, disamping diukur dari ramainya jamaah dan
maraknya kegiatan, juga dilihat dari kualitas dan
kesatuan jamaahnya.
5 https://www.antaranews.com/berita/1323622/ketum-dmi-jusuf-
kalla-jumlah-masjid-indonesia-terbanyak-di-dunia, Di akses pada 24 Agustus
2021 pukul 16.55 WIB
6 Winfried Weck, Noorhaidi Hasan, and Irfan Abubakar, Islam in the
Public Sphere: The Politics of Identity & the Future of Democracy in
Indonesia (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2011). hlm. 47.
7 Scheherazade S. Rehman and Hossein Askari, “How Islamic Are
Islamic Countries?,” Global Economy Journal Vol.10, No. 2 (2010). hlm.2
4
Saat ini, keberadaan masjid sudah mulai tergerus
seiring dengan perkembangan zaman. Ada banyak
fenomena dimana pertumbuhan masjid yang semakin
banyak namun tidak diimbangi dengan upaya
memakmurkannya. Masjid justru jauh dari jamaah,
hampir tidak terlihat orang berkumpul didalamnya untuk
mengkaji ayat-ayat Allah, dan hilanglah satu persatu
fungsi masjid. Padahal, nilai hikmah dari membangun
masjid sesungguhnya bukan hanya sekedar membangun
fisik masjid saja, tetapi juga menghidupkan fungsi
masjid sebagai tempat ibadah dan pusat pembinaan
umat.8
Di sinilah diperlukan sebuah upaya untuk
mengembalikan eksistensi masjid sebagai pusat
pemberdayaan umat Islam. Seiring dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, perlu ada
improvisasi dan inovasi dari pengurus masjid untuk
menjawab persoalan tersebut. Tentunya program-
program tersebut perlu dikenalkan dan dikomunikasikan,
sebagai upaya pembentukan sikap dan pola pikir.
Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan
sosial atau sebagai inti dari pembangunan masyarakat.
Salah satu masjid di Indonesia yang menjadi
percontohan dalam hal inovasi dan kemakmuran adalah
Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Masjid ini memiliki
8 Asadullah Al-Faruq, Mengelola dan Memakmurkan Masjid, (solo:
Pustaka Arafah, 2010).hlm.24
5
gagasan yang sangat unik dan berbeda daripada masjid
kebanyakan. Sebagai institusi percontohan, saat ini
Masjid Jogokariyan mampu menarik minat masyarakat
dalam memakmurkan masjid melalui berbagai inovasi
yang dilakukan. Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
menjadi salah-satu inovasi unggulan yang tidak lain
bertujuan untuk mendekatkan Masjid Jogokariyan
kepada masyarakat muslim yang sudah mukallaf (sudah
baligh) agar dapat selalu menunaikan sholat lima waktu
secara berjamaah dalam rangka meramaikan masjid.
Sebagai sesuatu yang dianggap baru dan unik oleh
masyarakat, Inovasi ini telah dihadirkan melalui
berbagai bentuk pelayanan seperti pelayanan sprititual,
pelayanan sosial, dan pelayanan ekonomi yang
dikomunikasikan kepada sistem sosial oleh Takmir
Masjid Jogokariyan dengan memanfaatkan berbagai
saluran seperti melalui komunikasi interpersonal dengan
cara bersilaturahmi ke rumah-rumah warga. Dengan
adanya kemajuan teknologi, membuat cara berdakwah
mengalami perkembangan. Dakwah tidak lagi dilakukan
secara sederhana, tetapi mulai memanfaatkan kemajuan
teknologi komunikasi itu sendiri agar pesan dakwah
lebih meluas dan bisa dilakukan secara efektif. Masjid
Jogokariyan juga menggunakan saluran media baru
seperti YouTube, Instagram, Facebook Page, dan lain-
lain.
6
Sudah bukan rahasia lagi seperti shalat subuh
misalnya, banyak masjid di Indonesia hanya diikuti oleh
segelintir jamaah saja. Namun tidak demikian halnya
dengan Masjid Jogokariyan, kita akan menemukan suatu
realitas yang berbeda. Kita akan melihat jamaah yang
berjumlah ratusan orang memenuhi shaf-shaf yang ada
di ruang utama maupun di pelataran kanan, kiri, dan
belakang masjid. Sudah menjadi pemandangan biasa di
pagi subuh, puluhan perempuan bermukena putih
berjalan kaki menuju masjid dari rumah-rumah mereka.9
Masjid juga terus berinovasi agar terus seiiring sejalan
dengan perkembangan masyarakat dan dapat menjawab
permasalahan sosial masyarakat.
Keberhasilan Masjid Jogokariyan dalam
mengkomunikasikan gerakan “Mensholatkan orang
Hidup” dalam meningkatkan kemakmuran masjidnya
seperti sekarang tidak terjadi dengan sendirinya.
Sebaliknya, realitas tersebut merupakan buah dari proses
panjang melalui pembinaan dan pemberdayaan yang
bersifat continue terhadap masyarakat sekitar masjid.
Disinilah komunikasi perlu dibangun secara efektif, jelas
dan terarah supaya dapat menciptakan feedback yang
positif.
9 Rahmad Nasution, Menyingkap Tabir Subuh di Jogokariyan.
Diakses dari (https://megapolitan.antaranews.com/), pada tanggal 20 Januari
2021, pukul 19.00 WIB.
7
Setidaknya ada tiga hal yang menjadikan proses
difusi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup Ini” sebagai
sebuah kasus yang layak dikaji sebagai sebuah obyek
penelitian;
Pertama, implementasi inovasi ini telah
dikomunikasikan pada waktu yang cukup lama sejak
tahun 1999 dan telah mengalami peningkatan terutama
pada tahun 2015 sehingga pada tahun 2016 Masjid
Jogokariyan memperoleh penghargaan dari Kementerian
Agama Republik Indonesia sebagai masjid percontohan
nasional dalam bidang inovasi dan imarah
(kemakmuran). Kedua, keterlibatan banyak pihak
menjadikan proses difusi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” ini menjadi kompleks. Ketiga, inovasi gerakan
“Mensholatkan orang Hidup ini” merupakan manifestasi
inovasi di bidang keislaman yang diinisiasi oleh Takmir
Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang bisa dicontoh oleh
seluruh masjid yang ada di Indonesia untuk membantu
meningkatkan kualitas kemakmuran seiring dengan
eksistensi masjid yang terus tergerus seiring
perkembangan zaman.
Penulis akan meninjau permasalahan di atas
menggunakan teori difusi inovasi dari Everett M.
Rogers.10 Dalam sosialisasi dan pengambilan keputusan
10 Difusi Inovasi adalah proses dimana suatu inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara
anggota sistem sosial. Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third
Edition (New York: The Free Press, 1983).hlm.6
8
inovasi, proses ini terdiri dari serangkaian tindakan dan
pilihan dari waktu ke waktu di mana seorang individu
atau organisasi mengevaluasi ide baru dan memutuskan
apakah akan memasukkan ide tersebut ke dalam praktik
yang berkelanjutan.11
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin
mengkaji lebih dalam kasus tersebut dengan judul
“Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” Di Masjid Jogokariyan Dalam
Meningkatkan Kualitas Imarah”.
B. Batasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih terarah, berangkat dari
beberapa permasalahan diatas, penting untuk dikaji bagaimana
proses difusi dan proses pengambilan keputusan gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” tersebut serta apa saja faktor
pendukung dan penghambatnya. Untuk itu penelitian ini mencoba
melihat bagaimana proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” dan bagaimana gagasan tersebut di adopsi. Takmir
Masjid Jogokariyan bertindak sebagai penyampai pesan akan
hadirnya inovasi baru yaitu gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup”, sedangkan penerima inovasi adalah para warga jamaah
yang dalam penelitian ini dibatasi pada masyarakat Kampung
Jogokariyan.
11 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983). hlm.163
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa
pertanyaan minor diantaranya:
a. Bagaimana proses difusi inovasi gerakan
“mensholatkan orang hidup” di Masjid
Jogokariyan Yogyakarta dalam meningkatkan
kualitas imarah ?
b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat
difusi inovasi pada gerakan “mensholatkan orang
hidup” di Masjid Jogokariyan Yogyakarya dalam
meningkatkan kualitas imarah?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses difusi inovasi gerakan
“mensholatkan orang hidup” di Masjid Jogokariyan
Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas imarah.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi faktor
pendukung dan penghambat difusi inovasi pada
“gerakan mensholatkan orang hidup” di Masjid
Jogokariyan dalam meningkatkan kualitas imarah.
10
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini ialah:
a. Manfaat Secara Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
wawasan tentang keberlakukan teori-teori komunikasi
mengenai difusi inovasi. Selain itu, penelitian ini
diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
terhadap penelitian selanjutnya, terutama bagi civitas
akademika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya dibidang Komunikasi
Penyiaran Islam.
b. Manfaat Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan bagi akademisi, praktisi, dan kepada
pembaca pada umumnya serta dapat memberikan
gambaran mengenai difusi inovasi beserta faktor-
faktor pendukungnya, khususnya dalam proses difusi
inovasi program masjid jogokariyan Yogyakarta
sehingga dapat diterima dan diadopsi oleh masyarakat.
F. Review Kajian Terdahulu
Tinjauan pustaka sangat penting untuk dilakukan oleh
peneliti. Hal ini bertujuan untuk memperkuat konten hasil
penelitian temuan peneliti di lapangan serta menghindari
kesamaan karya milik orang lain. Berikut adalah bahan
referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang
peneliti angkat:
11
1. Skripsi Gista Aprilia mahasiswa Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Kasim Riau (2018)
dengan judul “Komunikasi Inovasi Transaksi
Elektronik Melalui Program Smart Card di Kota
Pekanbaru”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui komunikasi inovasi transaksi
elektronik melalui program Smart Card di kota
Pekanbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa Inovasi program smart card madani sangat
membantu pemerintah dalam pelayanan publik di
kota Pekanbaru karena dapat digunakan dengan
mudah, efektif dan efisien oleh masyarakat.
Namun, perlu adanya peningkatan dari dinas
terkait dalam hal mempromosikan program smart
card ini melalui media massa, serta peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan
informasi. Persamaan dari penelitian ini dengan
yang akan penulis teliti yaitu sama-sama
menggunakan teori difusi inovasi dan metode
deskriptif kualitatif namun dengan fokus yang
berbeda di mana penelitian ini berfokus pada
elemen difusi inovasi sedangkan penulis berfokus
pada proses keputusan inovasi. Selain itu subjek
dan objek yang dikaji pun berbeda.
2. Skripsi Martini mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan judul “Difusi Inovasi Media
12
Dakwah Digital (Survei terhadap Tingkat
Pengguna Aplikasi SalingSapa Tahun 2019)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana proses difusi inovasi pengguna aplikasi
SalingSapa dan bagaimana pengaruh difusi inovasi
terhadap tingkat inovasi aplikasi SalingSapa. Hasil
penelitian menunjukkan jika pengetahuan user
terhadap aplikasi dakwah tersebut sangat tinggi,.
Prilaku user mencerminkan jika mereka
mengimplementasikan ajaran dakwah yang didapat
dari aplikasi dakwah tersebut. Sehingga jika dikaji
tingkat inovasi aplikasi SalingSapa cukup besar
dan berpengaruh dalam proses difusi inovasi.
Persamaan dari penelitian ini dengan yang akan
penulis teliti yaitu penggunaan teori difusi inovasi
namun dengan jenis penelitian yang berbeda,
dimana penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survei, sedangkan
penulis menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus. Selain itu subjek dan
objek yang dikaji pun berbeda.
3. Skripsi Rino Akmal mahasiswa Fakultas Dakwah
dan Komunkasi UIN Syarif Kasim Riau (2019)
dengan judul “Komunikasi Difusi Inovasi Dinas
Perindustrian Provinsi Riau Dalam Meningkatkan
Produktivitas Kerja Industri Kecil Menengah”.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisa
13
bagaimana komunikasi difusi inovasi Dinas
Perindustrian Provinsi Riau dalam meninkatkan
produktivitas kerja industri kecil menengah. Hasil
penelitian ini yaitu komunikasi difusi inovasi
Dinas Perindurtrian Provinsi Riau dalam
penyebaran inovasi standarisasi adalah berupa
pembaruan pada penggunaan bahan, alat produksi,
penggunaan dan perawatan alat, serta lingkungan
kerja ke dalam beberapa tahapan yaitu pengenalan,
persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi
sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja
industri kecil menengah. Persamaan dari penelitian
ini dengan yang akan penulis teliti yaitu sama-
sama menggunakan teori difusi inovasi dan
metode deskriptif kualitatif namun dengan subjek
dan objek kajian yang berbeda.
G. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah
untuk mendapatkan data dan kegunaan tertentu. Sehingga
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:12
1. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang merupakan fokus perhatian dengan beragam metode,
mencangkup pendekatan interpretif yang mencoba
12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: IKAPI, 2017). hlm.2.
14
mendeskripsikan pendapat yang ada dalam objek penelitian
dan naturalistik terhadap subjek kajiannya.13 Lexy J.
Moleong dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan
kualitatif merupakan suatu pendekatan yang menghasilkan
suatu data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari
orang atau perilaku yang dapat diamati.14
Metode penelitian yang penulis gunakan ialah studi
kasus yang merupakan studi mendalam hanya pada satu
kelompok orang atau peristiwa, teknik ini hanyalah sebuah
deskripsi tentang individu.15 Metode Studi Kasus penulis
gunakan untuk mendapatkan deskripsi yang jelas dan
mendalam tentang suatu peristiwa atau fenomena yang
nuansanya terikat sangat kental dengan tempat dan waktu.
Studi kasus dalam penelitian ini digunakan untuk menelaah
bagaimana proses difusi dan proses pengambilan keputusan
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.
13 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.2.
14 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002) hlm.3.
15 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi,
Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,
2007) hlm.132. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok
bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why, bila
peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peistiwa
yang akan diselidiki, dan bila mana penelitiannya terletak dalam konteks
kehidupan nyata. Lihat: Robert.K.Yin. Studi Kasus: Desain dan Metode
diterjemahkan oleh Djauzi Mudzakir (Jakarta: PT.Raja Grafiindo Persada
2012) hlm.1.
15
Ada beberapa alasan yang mendasari penulis dalam
memilih metode studi kasus dibandingkan dengan metode
yang lain, misalnya fenomenologi:
Pertama, jika dilihat dari obyek penelitian, metode
fenomenologi merupakan strategi untuk mengidentifikasi
hakikat dari suatu fenomena yang berkaitan dengan
pengalaman orang lain (individu) tentang dunianya.
Sedangkan studi kasus penulis gunakan untuk mempelajari
dan memahami sebuah kasus yang spesifik. Karena dalam
penelitian ini penulis tidak hanya meneliti jamaah tetapi dari
berbagai pihak seperti takmir yang mendifusikan inovasi
serta pengalaman jamaah yang menerima inovasi.
Kedua, jika dilihat dari hasil penelitian. Hasil dari
metode fenomenologi lebih kepada pemahaman tentang cara
orang lain menyikapi dunianya (how and why). Sedangkan
studi kasus penulis gunakan untuk mengeneralisasi dari
kasus-kasus yang spesifik.
Ketiga, ditahapan awal penelitian. Fenomenologi
menghindari kemungkinan penggunaan teori saat memulai.
Sedangkan dalam penelitian ini penulis sudah dibekali
kerangka teori di awal penelitian.
Keempat, unit analisis metode fenomenologi berupa
kesadaran subjek penelitian dalam menafsirkan
pengalamannya melalui interaksi. Sedangkan studi kasus,
unit analisis berupa satu individu, satu organisasi, dan satu
kasus.
16
Kelima, jika dalam fenomenologi peneliti
menempatkan diri sebagai orang yang diteliti untuk
memahami cara orang tersebut dalam memahami sesuatu.
Sedangkan disini peneliti bertindak sebagai pengamat yang
menganalisis (how and why) dari suatu kasus.
Studi kasus dalam penelitian ini menggunakan
desain studi kasus tunggal (single case) yakni penelitian
yang menyajikan uji kritis suatu teori yang signifikan.
Desain kasus tunggal ini lebih menekankan pada penentuan
unit analisis atau kasus itu sendiri.16
Semoga dengan penjelasan ini, didapat pengertian
yang sama bahwa penggunaan satu kasus difusi inovasi
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” dalam penelitian ini
tidak akan mengurangi substansi yang ada maupun hasil
yang didapat.
2. Paradigma penelitian
Pada sebuah riset para peneliti membutuhkan sebuah
paradigma agar penelitian yang dilaksanakan menemukan
solusi pemecahan yang tepat. Paradigma dimaknai sebagai
serangkaian keyakinan dasar yang membimbing suatu
tindakan. Paradigma berkaitan dengan prinsip-prinsip
pertama, atau dasar.17 Paradigma juga memiliki arti yaitu
16 Robert K. Yin, Studi Kasus: Desain dan Metode, (Depok: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012),hlm. 48.
17 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.123.
17
suatu cara pandang untuk memahami kompleksifitas dunia
nyata.18
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini
adalah paradigma post-positivisme (realitas nyata) yang
bertujuan untuk menjelaskan hasil penelitian yang pada
akhirnya memungkinkan untuk memprediksi dan
mengendalikan fenomena, apakah itu benda fisik atau
manusia.19 Paradigma Post-Positivisme muncul pada tahun
1980-an dipelopori Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para
filsuf Frankfurt, Feyerabend dan Richard Rotry. Pemikiran
Post-positivisme merupakan gugatan terhadap paradigma
positivisme yang muncul pada abad 19 yang dimotori oleh
sosiolog August Comte dan juga Henry de Saint Simon. Hal
ini dikarenakan manusia bukanlah benda mati atau makhluk
yang statis. Manusia selalu berubah, tindakannya tak dapat
diprediksi hanya dengan satu penjelasan yang mutlak.
Pemikiran post-positivisme banyak dipengaruhi oleh
penemuan Neils Bohr, Werer Heisenberg, dan Einstein,
mendasarkan pada pandangan positivis terkait dengan
masalah peramalan dan pengendalian, tetapi mencoba
menggembangkan pemahaman berbeda tentang hal-hal lain
18 Basrowi & Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008) hlm.12.
19 Paradigma dalam metodologi ini bertujuan untuk memecahkan
sebagian persoalan yang dipaparkan di muka dengan melakukan penelitian
dalam setting yang lebih alami, mengumpulkan informasi yang lebih
situasional, dan mengenalkan kembali penemuan sebagai satu elemen dalam
penelitian terutama dalam ilmu ilmu sosial, menentukan makna dan tujuan
yang dilekatkan manusia kepada tindakan-tindakan mereka. Norman K.Denzin
& Yvonna S.Lincoln (Eds). Handbook Of Qualitative Research diterjemahkan
oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm.139.
18
untuk menjawab kritik-kritik yang dilontarkan terhadap
kelompok positivis.
Paradigma Post-Positivisme sependapat dengan
pandangan positivisme yang mengatakan bahwa realitas
objektif diyakini ada, tetapi pada sisi lain hanya dapat
didekati dan tidak dapat dipotret sepenuhnya. Manusia tidak
mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila
peneliti membuat jarak dengan realitas. Post-positivisme
menggunakan berbagai metode dalam penelitiannya, sambil
tetap menekankan penemuan (discovery) dan pembuktian
teori (theory verification). Meskipun mengambil posisi
objektif, tetap akan ada interaksi antara peneliti dan
partisipan untuk mendapatkan hukum-hukum umum
pendekatan yang dipilih.20
Paradigma post-positivisme digunakan karena
memberikan ruang bagi keterlibatan peneliti, tidak hanya
sekedar menilai fakta-fakta yang ada, sehingga
penggambaran hasil penelitian ini diharapkan cukup jelas
tanpa mengurangi obyektifitas. Paradigma ini penulis
gunakan untuk melihat realitas yang ada pada proses difusi
dan pengambilan keputusan terhadap inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan.
20 E.Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian
Prilaku Manusia (Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia, 2007) hlm. 37
19
3. Subjek dan objek penelitian.
Subjek penelitian kualitatif adalah subjek atau
informan yang memahami objek penelitian.21 Subjek pada
penelitian ini adalah takmir dan masyarakat masjid
Jogokariyan.
Sesuai dengan karakteristik kualitatif terdapat
teknik pemilihan subjek atau informan. Dalam penelitian
ini infroman dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu
misalnya orang tersebut dianggap yang paling tahu tentang
apa yang diharapkan sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek atau situasi yang diteliti.22
Objek penelitian kualitatif adalah menjelaskan
objek penelitian yang fokus dan lokus penelitian, yaitu apa
yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak tergantung
pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret
tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Objek
penelitian ini ialah inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” di Masjid Jogokariyan.23
4. Sumber data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah:
21 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi,
Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,
2007) hlm.78.
22 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Cet: ke-5, (Bandung:
Alfabeta, 2009) hlm.1
23 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,
2007) hlm.78.
20
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data data yang
diperoleh secara langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok, dan organisasi. Data ini
berupa wawancara, dokumentasi, observasi.24
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder ialah pelengkap
yang sifatnya melengkapi data yang sudah ada,
data yang mengutip dari sumber lain sehingga
tidak bersifat autentik karna sudah diperoleh dari
tangan kedua dan selanjutnya, seperti buku-buku
referensi, koran, majalah dan internet ataupun
situs-situs.25
5. Teknik Pengumpulan Data
Terdapat beberapa teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan dalam penelitian ini, diantaranya:
a. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini merupakan
teknik pengumpulan utama yang penulis gunakan.
Wawancara adalah bentuk perbincangan, seni
bertanya dan mendengar.26 Wawancara kualitatif
24 Burhan Bungin, Analisis Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003) hlm.52
25 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta:
Gajahmada Universitas Press, 1998) hlm.95.
26 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.495.
21
dapat dilakukan dengan face-to-face interview
(berhadap-hadapan) dengan partisipan,
mewawancarai mereka dengan telepon, atau
terlibat focus group interview (kelompok tertentu)
yang terdiri dari enam sampai delapan partisipan
per-kelompok.27
Tipe wawancara yang penulis gunakan ialah
wawancara tidak terstruktur (unstructured
interview)28 yang memberikan ruang lebih luas
dibandingkan tipe-tipe wawancara lainnya.29 Jenis
wawancara ini peneliti mengajukan serangkaian
pertanyaan terkait proses pengambilan keputusan
inovasi yang dilalui para jamaah serta penguat data
Takmir Masjid Jogokariyan (sebagian) melalui
tatap muka langsung, pesan whatsapp, dan telepon
whatsapp.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode
pengumupul data yang digunakan dalam
27 Jhon W. Creswell, Research Design (Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed) diterjemahkan oleh Achmad Fawaid (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010) hlm.266.
28 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.507.
29 Tipe wawancara ini juga memiliki sifat informal, tidak
berpedoman pada apapun, sehingga dapat mengeksplorasi suatu topik umum
bersama-sama dengan partisipan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan tujuan tertentu. Lihat: Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif
Dasar-Dasar Edisi 2 (Jakarta: PT.Indeks, 2003) hlm.47.
22
metodologi penelitian sosial.30 Dokumentasi sudah
lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber
data karena banyak hal sebagai sumber data yang
dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan untuk meramalkan.31
Jenis dokumen yang peneliti gunakan ialah
dokumentasi sumber eksteren yang masuk ke
dalam dokumen resmi sebagai bahan untuk
menelaah objek penelitian.32 Data dokumentasi
yang penulis gunakan dalam hal ini ialah berupa
data e-book resmi milik Masjid Jogokariyan
Yogyakarta.
c. Observasi
Observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dua
30 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana,
2007) hlm.124.
31 Lexy J.moleong. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1989) hlm.161. 32 Dokumen eksteren berupa bahan-bahan informasi yang
dikeluarkan oleh lembaga, seperti majalah, bulletin, berita-berita yang
disiarkan ke media massa, penggumuman atau pemberitahuan, Lihat: Burhan
Bungin. Penelitian Kualitatif (Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan Politik, Dan
Ilmu Sosial Lainnya) Edisi Kedua (Jakarta: Kencana, 2007) hlm.125-126. Dan
Norman K.Denzin juga menyebutkan bahwa data dokumen bisa berupa
teknologi personal, Lihat: Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds),
Handbook Of Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm.544.
23
diantaranya yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan.33
6. Teknik Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan lainnya,
sehingga mudah dipahami dan dapat diinformasikan
kepada orang lain.34Analisis data yang penulis
gunakan ialah model interaktif dari Miles &
Huberman di mana terdapat tiga sub proses yang
saling berkaitan yaitu;35
Pertama, Reduksi data yaitu proses memilih,
memfokuskan, menentukan kerangka konseptual dari
berbagai sumber, yaitu wawancara, catatan observasi
dan data yang telah tersedia dengan cara merangkum,
memilih hal pokok. Penulis menfokuskan hanya pada
kalimat-kalimat serta frasa-frasa yang secara
langsung membahas fenomena difusi inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” yang diteliti lalu
dideskripsikan.
33 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: IKAPI, 2017) hlm.145.
34 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2005) hlm.82.
35 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.592.
24
Kedua, Penyajian data adalah bagian kedua dari
tahap analisis. Seorang peneliti perlu mengkaji proses
reduksi data sebagai dasar pemaknaan. Penyajian data
yang lebih terfokus meliputi ringkasan terstruktur.
Penyajian data yang penulis lakukan dalam bentuk
uraian proses difusi dan pengambilan keputusan para
informan dalam menerima gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup”.
Ketiga, Tahap kesimpulan dan verifikasi ini
melibatkan peneliti dalam proses interpretasi;
penetapan makna dari data yang tersaji. Dalam hal ini
ialah penarikan kesimpulan dan verifikasi dengan
proses difusi dan keputusan inovasi melalui teori
difusi inovasi.
7. Teknik Keabsahan data
Pengujian keabsahan data dilakukan dengan cara
teknik Triangulasi. Teknik triangulasi biasanya
merujuk pada suatu proses pemanfaatan persepsi yang
beragam untuk klarifikasi makna, memverifikasi
kemungkinan penggulangan dari suatu observasi
ataupun interpretasi.36
Adapun pada triangulasi terdapat empat jenis
teknik, yaitu: triangulasi sumber, triangulasi peneliti,
36 Norman K.Denzin & Yvonna S.Lincoln (Eds), Handbook Of
Qualitative Research diterjemahkan oleh Dariyatno (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009) hlm.307.
25
triangulasi metodologi dan triangulasi teoritis.37
Terkait penelitian ini penulis menggunakan teknik
triangulasi sumber yang mana penulis
menggumpulkan data wawancara, dokumentasi dan
observasi dari beragam sumber yang saling berbeda
dengan menggunakan suatu metode yang sama untuk
menguji kredibilitas data dan validitas data. Penulis
membandingkan jawaban yang disampaikan oleh
informan kunci dengan informan pendukung untuk
mendapatkan data yang valid.
8. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-
Maret 2021 di Masjid Jogokariyan, Mantijeron,
Yogyakarta.
H. Pedoman Penulisan Skripsi
Pedoman penulisan skripsi sesuai dengan SK Rektor
No 5 Tahun 2017
I. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini teratur secara sistematis,
penulis membagi pembahasan menjadi 6 bab sesuai
ketentuan yang berlaku, sebagai berikut;
BAB I PENDAHULUAN
Dimulai dengan “pendahuluan” yang berisi latar
37 M.Q. Patton, How To Use Qualitative Methods In Evaluation.
(California: Sage Publications,Inc, 1987) hlm.331.
26
belakang masalah. Dalam bab ini terdapat pula batasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian terdahulu yang relevan, metode penelitian sampai
dengan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab selanjutnya berisikan landasan teori pertama,
membahas mengenai teori difusi inovasi mulai dari
pengertian, unsur/elemen, tahapan keputusan sampai kategori
adopter. kedua, membahas tentang konsep Imarah
(kemakmuran) dan kerangka berfikir.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisi gambaran umum mengenai Masjid
Jogokariyan Yogyakarta yang membahas mengenai profil,
fasilitas, serta kegiatan secara deskriptif.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN
Selanjutnya bab ini berisi uraian penyajian data yang
penulis dapatkan dari pada informan yang terdiri dari
masyarakat dan takmir Masjid Jogokariyan yogyakarta
berdasarkan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini.
BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Bab ini berisi uraian pemaparan temuan serta fakta
yang terjadi di lapangan yang penulis fokuskan pada hasil
temuan data dari para informan yang dikaitkan dengan latar
belakang dan teori yang penulis gunakan.
BAB VI PENUTUP
Dan terakhir bab ini berisi pemaparan kesimpulan
27
dari penelitian yang telah penulis lakukan, di mana
dituangkan hasil dan ide-ide ilmiah yang bersumber dari
data-data temuan dari penelitian. Selain itu bab ini juga akan
memberikan saran untuk peneliti selanjutnya serta saran
kepada lembaga terkait dan pembaca.
28
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Difusi Inovasi
Kajian mengenai difusi mulai tersebar sejak
adanya riset dari Everett M. Rogers dan beberapa peneliti
lainnya pada tahun 1950-an yang melakukan penelitian di
bidang pemasaran dan budaya. Penelitian difusi inovasi
tersebut berhasil menghasilkan karya tulisan yang
dijadikan sebagai rujukan penelitian di bidang pertanian
dan juga komunikasi pembangunan. Sebelum Everett M.
Rogers menerbitkan buku Diffusion of Innovation, teori
difusi inovasi sudah terlebih dahulu dikemukakan oleh
sosiolog Perancis, bernama Gabriel Tarde.1 Gabriel Tarde
memperkenalkan kurva difusi (shape diffusion curve)
yang berbentuk huruf S. Kurva difusi yang berbentuk
huruf S tersebut menggambarkan bagaimana suatu inovasi
diadopsi oleh masyarakat dari waktu ke waktu. Kontribusi
dari teori difusi inovasi terhadap perubahan sikap manusia
kemudian semakin berkembang dari tahun ke tahun.
Barulah kemudian pada tahun 1964 teori difusi
inovasi mulai dikenal luas melalui buku Everett M.
Rogers yang berjudul Diffusion of Innovations. Teori ini
dikembangkan Rogers sebagai suatu teori yang berusaha
menjelaskan bagaimana, mengapa, dan seberapa cepat
1 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New York: The
Free Press, 1983) hlm 37-39.
29
ide-ide baru dan teknologi menyebar melalui berbagai
budaya. Difusi inovasi diartikan Rogers sebagai suatu
proses dimana sebuah inovasi yang dikomunikasikan
melalui saluran tertentu dari waktu ke waktu di antara
anggota sistem sosial. Ini adalah jenis komunikasi khusus
di mana peduli dengan ide-ide baru.2
Secara teori, difusi inovasi menjadi dasar untuk
mendukung keputusan para aktor untuk memakai sebuah
inovasi dengan menggabungkan pengaruh yang saling
mengimbangkan dari tingkat inividu, tingkat sub
kelompok, tingkat sistem, yang menerangkan perubahan
organisasi dan mengurangi ketidakpastian.3
Menurut Suciati Teori difusi inovasi sangat tepat
diterapkan dalam konteks komunikasi pembangunan di
negara-negara yang sedang berkembang seperti di
Indonesia.4 Sedangkan Sumadi Dilla mengatakan bahwa
komunikasi pembangunan bertujuan untuk
menyampaikan, mengkaji, dan menjelaskan tentang suatu
isu, ide atau gagasan aktual yang berkaitan dengan
perubahan menuju pembangunan masyarakat.5 Dari
pernyataan para pakar tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya teori difusi inovasi oleh para ahli
2 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.5
3 Charles R. Berger, Michael E.Roloff, & Roskos E. David,
Handbook ilmu komunikasi, (Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2014). hlm. 349
4 Suciati, Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif, (Yogyakarta:
Buku Litera, 2017). hlm. 89
5 Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu,
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007). hlm. 4
30
dikategorikan dalam konteks komunikasi pembangunan.
Teori ini di awal perkembangannya menduduki
peran pemimpin opini dalam mempengaruhi sikap dan
prilaku masyarakat. Artinya, media massa mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menyebarkan penemuan baru.
Apalagi jika penemuan baru itu kemudian diteruskan oleh
para pemuka masyarakat.6 Teori ini memiliki mata rantai
secara teoritis yang penting dengan riset efek komunikasi.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,
penekananya memang tertuju pada efek komunikasi,
kemampuan dari pesan media dan opini pimpinan dalam
menciptakan pengetahuan dari gagasan baru dan
meyakinkan target untuk mengadopsi pembaharuan yang
telah diperkenalkan.7 Sehingga dalam difusi inovasi
dianggap sesuai dengan penelitian yang sedang penulis
kaji karena didalamnya merupakan informasi yang
nantinya akan diterima masyarakat dalam proses
komunikasi atau melalui kegiatan yang memiliki tujuan
menciptakan perubahan sosial.
1. Unsur Difusi Inovasi
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses
difusi inovasi terdapat 4 unsur pokok, yaitu: suatu
inovasi, yang dikomunikasikan melalui saluran
6 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007) hlm.188.
7 Srinivas R Melkote, Communication for Development in Third
World. (New Delhi: Sage Publications, 1991) hlm.75.
31
komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi
diantara anggota-anggota sistem sosial. Berikut
penjelasannya:
a. Inovasi (Innovation)
Inovasi adalah ide, praktik atau objek yang
dianggap baru oleh indivitu atau unit adopsi lainnya.
Itu tidak terlalu penting, sejauh menyangkut perilaku
manusia, terlepas dari apakah sebuah ide “objektif”
atau tidak yang baru diukur dengan selang waktu
sejak penggunaan pertama. Kebaruan gagasan yang
dirasakan individu menentukan reaksinya
terhadapnya. Jika ide itu tampak baru bagi individu,
itu adalah inovasi.8
Rogers mengatakan kebaruan dalam suatu
inovasi tidak hanya melibatkan pengetahuan baru.
Seseorang mungkin sudah tahu tentang suatu inovasi
beberapa waktu tapi belum mengembangan sikap
terhadapnya, juga belum mengadosi atau
menolaknya. Aspek ini dapat diekspresikan dalam
hal pengetahuan, persuasi, atau keputusan untuk
mengadopsi.9
8 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.11. Dalam hal ini, kebaharuan inovasi diukur
secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimannya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.
Namun, konsep baru dalam inovasi tidak harus baru sama sekali. Lihat: Andi
Ridwan Makkulawu. “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu
Sterilisasi Nonhermal” Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.
hlm.47 9 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
32
b. Saluran Komunikasi (Communication Channel)
Saluran Komunikasi Adalah sarana dimana
pesan itu didapatkan dari satu individu ke individu
lainnya. Jika dikaitkan dengan teori dasar
komunikasi, yang mana komunikasi akan berjalan
dengan sempurna jika mempunyai unsur chanel atau
saluran dalam menyampaikan pesan dari
komunikator kepada komunikan, hal itu pula sangat
berlaku dalam difusi inovasi. Totok Mardikanto
dalam bukunya menyebutkan terdapat tiga ragam
saluran dalam proses difusi inovasi,yaitu :10
1) Saluran Interpersonal
Saluran interpersonal tidak terlepas dari
proses komunikasi, yaitu komunikasi antara orang-
orang secara tatap muka adanya hasil yang efektif
pada tahapan lebih lanjut, memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung baik secara verbal atau nonverbal.11
Sosiolog Perancis, Gabriel Tarde
menyatakan, hubungan sosial, ditegaskannya akan
lebih mudah terbina diantara pribadi-pribadi yang
memiliki kesamaan dalam kedudukan dan
York: The Free Press, 1983) hlm.11.
10 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta : UNS
Press, 2010) hlm.27.
11 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.81.
33
pendidikan.12 Sehingga dalam melakukan proses
komunikasi interpersonal, baiknya seorang
komunikator melihat latar belakang dari anggota
sistem sosial yang menjadi komunikannya.13
2) Saluran Media Massa
Saluran media-massa berdasar pada
pengertian komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media baik itu media cetak dan
elektronik.14 Sedangkan, pengertian media massa
adalah alat-alat yang bisa menyebarkan pesan-
pesan secara serempak, cepat kepada audience
yang luas dan heterogen.15 Penggunaan saluran
media-massa lebih efektif dan murah untuk
mengenalkan inovasi kepada khalayak yang
banyak dan tersebar luas, juga sangat berguna
pada pengunaan pada tahap persuasi dalam adopsi
inovasi.
12 Depari dan Mac Andrews, Pernanan Komunikasi Massa Dalam
Pembangunan, (Yogyakarta : UGM University Press, 1995) hlm.27.
13 Latar belakang anggota sistem sosial dapat dikonsepkan menjadi
tiga. Pertama, sikap homofili. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan
tingkat di mana pihak yang berinteraksi memiliki kesamaan dalam beberapa
hal, seperti nilai-nilai, kepercayaan, pendidikan, status sosial dan sebagainya.
Sikap ini mendukung terbentuknya hubungan sosial yang efektif. Kedua,
heterofili, adalah tingkat di mana individu yang berinteraksi sangat berbeda
dalam berbagai hal. Dalam proses komunikasi di mana terdapat sikap seperti
ini, maka biasanya adanya usaha yang lebih agar komunikasi tersebut berjalan
satu pemahaman. Lihat, Depari dan Mac Andrews, Pernanan Komunikasi
Massa Dalam Pembangunan, (Yogyakarta : UGM University Press, 1995)
hlm.27.
14 Nurudin, Komunikasi Massa, (Malang: Cespur, 2003) hlm.2.
15 Nurudin, Komunikasi Massa, (Malang: Cespur, 2003) hlm.8.
34
3) Saluran Kelompok
Saluran komunikasi kelompok merupakan
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan
bersama, berinteraksi satu dengan yang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Komunikasi kelompok
hampir sama dengan komunikasi interpersonal,
yaitu bersifat tatap muka. Umpan baliknya juga
terjadi secara langsung, di mana antar anggota
dapat memberikan tanggapan saat terjadi proses
komunikasinya.16
c. Jangka Waktu
Waktu adalah elemen penting dalam proses
difusi. Waktu adalah aspek yang jelas dari suatu
perusahaan.17 Proses keputusan inovasi, dari mulai
seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk
menereima atau menolaknya dan pengukuhan
terhadap keputusaan itu sangat berkaitan dengan
dimensi waktu.18 Paling tidak dimensi waktu
terlihat dalam:
1) Proses pengambilan keputusan di mana
seorang individu beralih dari pengetahuan
pertama tentang suatu inovasi melalui adopsi
16 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2010) hlm.82.
17 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.20.
18 Andi Ridwan Makkulawu, Proses Percepatan Difusi Inovasi
Produk Susu Sterilisasi Nonhermal, Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340
IPB, Bogor. hlm.48.
35
atau penolakannya,
2) Keunikannya seorang individu atau unit
adopsi lainnya yaitu: lebih awal atau lebih
lambat suatu inovasi diadopsi lalu
dibandingkan dengan anggota lain dari suatu
sistem.
3) Tingkat inovasi dalam suatu sistem biasanya
diukur sebagai jumlah anggota dari sistem
yang mengadopsi inovasi dalam periode
waktu tertentu.19
d. Sistem Sosial
Sistem sosial didefinisikan sebagai suatu
unit yang saling terkait yang terlibat dalam
pemecahan masalah bersama untuk mencapai
tujuan bersama.20 Anggota atau unit sistem sosial
dapat berupa individu, kelompok, informal,
organisasi atau subsistem. Di sini kita akan
berhubungan dengan topik: bagaimana struktur
sosial mempengaruhi difusi, pengaruh norma pada
difusi, peran pemimpin opini dan agen perubahan,
jenis keputusan inovasi dan konsekuensi dari
inovasi. Semua masalah ini melibatkan hubungan
antara sistem sosial dan proses difusi yang terjadi
19 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.20.
20 Everett M. Rogers, Diffusion of Innovatios Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.24
36
di dalamnya.21
2. Proses Keputusan Inovasi
Proses pengambilan keputusan inovasi adalah
proses yang yang dilaluinya seorang individu (atau
unit pembuat keputusan lainnya) beralih dari
pengetahuan awal tentang suatu inovasi, ke
pembentukan sikap terhadap inovasi, ke suatu
keputusan untuk mengadopsi atau menolak, hingga
implementasi dari ide baru, dan untuk konfirmasi
keputusan ini. Proses ini terdiri dari serangkaian
tindakan dan pilihan dari waktu ke waktu di mana
seorang individu atau organisasi mengevaluasi ide
baru dan memutuskan apakah akan memasukkan ide
baru tersebut ke dalam praktik yang berkelanjutan.22
Dalam proses keputusan inovasi terdapat lima
tahapan pengambilan keputusan yang dapat dilihat
pada model adopsi inovasi dari Rogers.
a. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Tahap pengetahuan terjadi ketika seseorang
(atau unit pengambilan keputusan lainnya)
terpapar pada keberadaan inovasi dan memperoleh
pemahaman tentang bagaimana fungsinya. Kami
menganggap proses keputusan-inovasi sebagai
21 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.24.
22 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.163.
37
dimulai dengan pengetahuan yang paling besar
tentang hal-hal yang terjadi ketika individu (unit
pembuat keputusan) dihadapkan pada keberadaan
inovasi dan memperoleh pemahaman tentang
bagaimana fungsinya.23
Namun, Rogers juga mengatakan bahwa suatu
inovasi seringkali sangat berbeda dari
menggunakan ide. Kebanyakan orang tahu tentang
banyak inovasi yang belum mereka adopsi. Karena
seseorang mungkin tahu tentang ide baru tetapi
tidak menganggapnya sebagai relevan dengan
situasinya, sebagai berpotensi berguna. Sikap
terhadap inovasi, oleh karena itu, sering
mengintervensi antara pengetahuan dan fungsi
keputusan. Dengan kata lain, sikap atau
kepercayaan individu tentang inovasi memiliki
banyak hal untuk dikatakan tentang perjalanannya
melalui proses keputusan inovasi.24
Menurut Hanafi terdapat tiga jenis
pengetahuan, pertama adalah pengetahuan
kesadaran, yakni pengetahuan kesadaran akan
adanya inovasi seperti yang dibicaakan di atas.
Kedua, pengetahuan teknis yang meliputi
informasi yang diperlukan mengenai cara
23 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.164.
24 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.169.
38
pemakaian inovasi. Ketiga adalah pengetahuan
prinsip, yaitu berkenaan dengan prinsip-prinsip
berfungsinya suatu inovasi.25
b. Tahap persuasi (Persuasion)
Persuasi terjadi ketika seorang individu (atau
unit pengambilan keputusan lainnya) membentuk
sikap yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan terhadap inovasi.26 Sedangkan
aktivitas mental pada tahap pengetahuan terutama
kognitif (atau mengetahui), tipe berpikir utama
pada fungsi persuasi adalah afektif (atau perasaan).
Sampai individu itu tahu tentang ide baru, tentu
saja, dia tidak bisa mulai membentuk sikap
terhadapnya.27
Di sini perilaku penting adalah ketika dia
mencari informasi, pesan apa yang dia terima, dan
bagaimana dia mengartikan informasi yang
diterima. Dengan demikian, persepsi selektif
penting dalam menentukan perilaku individu pada
tahap persuasi, karena pada tahap persuasilah
persepsi umum tentang inovasi dikembangkan.
Atribut yang dirasakan dari suatu inovasi sebagai
keunggulan relatif, kompatibilitas, dan
25 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.43.
26 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.164.
27 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.169.
39
kompleksitasnya sangat penting pada tahap ini.28
c. Tahap keputusan (Decision)
Tahap keputusan dalam proses keputusan-
inovasi terjadi ketika seorang individu (atau unit
pengambilan keputusan lainnya) terlibat dalam
kegiatan yang mengarah pada pilihan untuk
mengadopsi atau menolak inovasi. Adopsi adalah
keputusan untuk memanfaatkan sepenuhnya
inovasi sebagai tindakan terbaik yang tersedia.
Penolakan adalah keputusan untuk tidak
mengadopsi inovasi. Penting untuk diingat bahwa
proses keputusan-inovasi dapat secara logis
mengarah pada keputusan penolakan dan adopsi.29
d. Tahap implementasi (Implementation)
Implementasi terjadi ketika seorang individu
(atau unit pengambilan keputusan lainnya)
menggunakan inovasi. Sampai tahap
implementasi, proses inovasi-keputusan telah
menjadi latihan mental yang ketat. Tetapi
implementasi melibatkan perubahan perilaku yang
terang-terangan, karena ide baru secara aktual
dipraktikkan. Implementasi biasanya mengikuti
tahap keputusan secara langsung kecuali jika
28 Everett M. Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.169-170.
29 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.172-173.
40
dihambat oleh beberapa masalah logistik, seperti
tidak tersedianya sementara inovasi.30
e. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Pada tahap konfirmasi, individu (atau unit
pembuat keputusan lainnya) mencari penguatan
untuk keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi
ia dapat membalikkan keputusan ini jika terkena
pesan yang saling bertentangan tentang inovasi
tersebut. Tahap konfirmasi berlanjut setelah
keputusan untuk mengadopsi atau menolak untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Sepanjang tahap
konfirmasi, individu berusaha untuk menghindari
keadaan disonansi atau menguranginya jika
terjadi.31
30 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.174.
31 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.184.
41
Gambar 2.1
Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi.
3. Karakteristik Inovasi
Inovasi bukan sekedar sesuatu yang baru tetapi
lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru
tetapi yang dinilai baru atau dapat mendorong
terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada
lokalitas tertentu.32 Hal yang perlu dipahami, nilai
yang dianggap “baru” tidak selalu merupakan sesuatu
yang benar-benar baru, tetapi dapat juga sebagai nilai
yang baru diterapkan kepada anggota sistem sosial.
Menurut Rogers terdapat 5 karakteristik inovasi:
a. Keuntungan Relatif (relative advantage)
Keuntungan relatif adalah sejauh mana inovasi
dianggap lebih baik daripada ide yang
32 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan (Surakarta : UNS
Press, 2010) hlm.113.
42
digantikannya. Tingkat keuntungan relatif sering
dinyatakan dalam profitabilitas status, dengan cara
yang lain. Sifat inovasi sangat menentukan jenis
spesifik keuntungan relatif (seperti ekonomi, sosial
dan sejenisnya) yang penting bagi pengadopsi,
meskipun karakteristik pengadopsi potensial juga
mempengaruhi dimensi keuntungan relatif mana
yang paling penting.33
b. Kesesuaian Inovasi (compatibility).
Kompatibilitas adalah sejauh mana inovasi
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada,
pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi
potensial. Gagasan yang lebih kompatibel kurang
tidak pasti bagi calon pengadopsi. Suatu inovasi
dapat kompatibel atau tidak kompatibel (1) dengan
nilai-nilai dan kepercayaan sosiokultural, (2)
dengan ide ide yang sebelumnya diperkenalkan
atau (3) dengan kebutuhan klien untuk inovasi.34
c. Kerumitan inovasi (complexity).
Kompleksitas adalah tingkat di mana suatu
inovasi dianggap relative sulit untuk dipahami dan
33 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.213.
34 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.223.
43
digunakan. Mungkin ada ide baru di klasifikasikan
pada kontinum kompleksifitas kesederhanaan.35
d. Kesempatan Mencoba Inovasi Secara Terbatas
(trialability).
Triabilitas adalah sejauh mana inovasi dapat
diujicobakan secara terbatas. Ide-ide baru yang
dapat diuji pada rencana angsuran umumnya akan
diadopsi lebih cepat dari pada inovasi yang tidak
dapat dibagi.36
e. Cepatnya Hasil Inovasi Itu Dapat Dilihat
(observability)
Observabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil dari
beberapa ide mudah diamati dan dikomunikasikan
kepada orang lain, sedangkan beberapa inovasi
sulit untuk dijelaskan kepada orang lain.37
4. Kategori Adopter
Adopsi adalah reaksi positif orang terhadap
inovasi dan pemanfaatan. Reaksi yang dikeluarkan
oleh seseorang adalah buah dari proses interaksi
secara langsung maupun tidak langsung terkait
dengan perbaikan mutu-hidup melalui penerapan
35 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.230-231.
36 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.231.
37 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.232.
44
teknologi yang dipilih.38 Proses adopsi inovasi terjadi
di dalam diri masing-masing anggota sistem sosial.
Anggota sistem sosial dibagi ke dalam kelompok
adopter atau penerima inovasi berdasarkan tingkat
keinovatifannya. Terdapat tipe ideal yang merupakan
konseptualisasi berdasarkan pengamatan realitas dan
dirancang untuk memungkinkan perbandingan.
Fungsi tipe ini untuk memandu upaya penelitian dan
untuk melayani sebagai kerangka kerja untuk sintesis
temuan penelitian. Lima kategori pengadopsi menurut
Rogers yaitu:39
a. Inovator (Innovator)
Innovator adalah sebutan bagi mereka yang
pertama-tama mengadopsi inovasi. Seorang
innovator juga disebut sebagai agen pembaru
karena merekalah yang aktif menyebarkan inovasi
ke dalam suatu sistem sosial. Ciri agen pembaru
adalah cerdas, kemampuan ekonomi tinggi,
mobile, berani mengambil resiko.40
38 Totok Mardikanto, Komunikasi Pembangunan, (Surakarta : UNS
Press, 2010) hlm.137.
39 Ayu Mutiara Annur, Difusi Dan Adopsi Inovasi
Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan Adopsi Inovasi Layanan
“Mbela Wong Cilik‟ Unit Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan
(UOTPK) Di Kabupaten Sragen), Journal Of Rural and Development, Vol.
IV, No.1, Februari 2013. hlm.73.
40 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.31.
45
b. Pengadopsi Awal (Early Adopters)
Adopter awal disebut sebagai pemuka
pendapat karena keberadaan mereka relatif dapat
mempengaruhi sikap dan tingkah laku anggota
sistem lainnya untuk bertindak dalam caranya.41
Rogers mengatakan bahwa pengadopsi dalam hal
ini adalah lokal. Kategori pengadopsi ini lebih dari
yang lain, memiliki tingkat kepemimpinan
pendapat terbesar sebagian besar sistem sosial.
Pengadopsi awal dianggap oleh banyak orang
sebagai “individu yang harus diperiksa” sebelum
menggunakan ide baru.42
c. Mayoritas Awal (Early Majority)
Mayoritas Awal adalah individu atau
kelompok sebagai pengikut awal dari adanya
inovasi. Ketertarikan mereka terhadap inovasi
yang lebih awal dari anggota sistem sosial lainnya
dapat menjadikan mereka sebagai penghubung
atau tangan kanan dari pemuka pendapat. Ciri
mereka adalah interaksi tinggi dan penuh
pertimbangan.43 Hal yang sama diungkapkan oleh
Hanafi di mana mayoritas awal sering berinteraksi
dengan rekan-rekan mereka, tetapi jarang
41 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.31.
42 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.248.
43 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.31.
46
memegang posisi kepemimpinan. Posisi unik
mayoritas awal ini antara yang paling awal dan
yang paling relatif terlambat untuk diadopsi
membuat mereka menjadi penghubung penting
dalam proses difusi.44
d. Mayoritas Akhir (Late Majority)
Mayoritas akhir mengadopsi ide-ide baru
setelah rata-rata anggota sistem sosial. Adopsi
mungkin merupakan kebutuhan ekonomi dan
jawaban untuk meningkatkan tekanan jaringan.
Inovasi didekati dengan sikap skeptis dan hati-
hati, dan mayoritas yang terlambat tidak
mengadopsi sampai kebanyakan orag lain dalam
sistem sosial mereka melakukannya.45 Sama
halnya dengan Hanafi yang menyebutkan sebagai
mayoritas akhir adalah mereka yang mengadopsi
inovasi setelah kebanyakan orang dalam
masyarakat tersebut menerima inovasi. Ciri
mereka diantaranya skeptis, terlalu berhati-hati.46
e. Pengadopsi Terakhir atau Orang Lamban
(Laggards)
Orang lamban adalah yang terakhir dalam
sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi.
44 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.249.
45 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.249-250.
46 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.31.
47
Titik acuan untuk laggard adalah masa lalu.
Keputusan sering dibuat dalam hal apa yang telah
dilakukan pada generasi sebelumnya dan individu-
individu ini berinteraksi terutama dengan orang
lain yang juga memiliki nilai-nilai yang relatif
tradisional. Ketika lamban akhirnya mengadopsi
inovasi, itu mungkin sudah digantikan oleh
gagasan lain yang lebih baru yang sudah
digunakan oleh para inovator. Orang lamban
cenderung terus terang curiga terhadap inovasi dan
agen perubahan. Posisi memaksa orang-orang ini
untuk sangat berhati-hati dalam mengadopsi
inovasi.47
Gambar 2.2 Kategori Pengadopsi Inovasi atau Kurva Difusi Yang
Diperkenalkan Oleh Gabriel Tarde
47 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.250.
48
Jahi dalam bukunya menyebutkan bahwa terdapat
lima kelompok jumlah pengadopsi dari suatu populasi
yaitu: 48
1) Perintis (Innovator), yang mencangkup
sekitar 2,5% dari suatu populasi;
2) Pelopor (early adopter) sekitar 1,5%;
3) Penganut dini (early majority) sekitar 34%;
4) Penganut lambat (late majority) sekitar
34%;
5) Kaum kolot (laggard) sekkitar 16%.
Kelima kelompok ini mencangkup hampir 100%.
Bagian sisanya adalah kepala batu. Kelompok ini tidak
pernah mengadopsi inovasi. Kelompok ini misalnya dosen
yang tidak perah mau menggunakan metode baru yang
lebih efektif dalam proses belajar mengajar atau juru
masak yang tidak pernah menggunakan blender atau food
processor. Para adopter awal ini biasanya berusia lebih
muda dibanding adopter akhir dan bersetatus sosial lebih
tinggi.49
48 Amri Jahi, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di
Negara-Negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, (Jakarta: Gramedia, 1988)
hlm.38.
49 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2007) hlm.191.
49
B. Konsep Kemakmuran Masjid (Imarah)
1. Pengertian Imarah
Imarah di ambil dari ayat al-Qur’an dalam surah
At-Taubah yaitu imarah, yuamiru, amaarah yang artinya
makmur, memakmurkan. Imarah masjid yaitu
memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid yaitu upaya
agar lembaga masjid dapat berfungsi seperti yang
diharapkan yakni sebagai pusat ibadah, pemberdayan dan
persatuan umat dalam rangka meningkatkan keimanan,
ketaqwaan, akhlak mulia, kecerdasan umat dan
tercapainya masyarakat adil dan makmur yang diridhai
Allah SWT.50
Menurut istilah, Imarah adalah satu usaha untuk
memakmurkan masjid sebagai tempat ibadah,
pembinaan umat dan peningkatan kesejahteraan jama’ah.
Masjid merupakan rumah Allah yang harus dipelihara
kesucian dan keagungannya.51 Imarah berarti
memakmurkan masjid seperti peribadatan,
pendidikan,kegiatan sosial, dan peringatan hari besar
Islam dan lain sebagainya.52 Jadi, secara singkat dapat
disimpulkan bahwa imarah adalah suatu proses
memakmurkan masjid dengan berbagai kegiatan-
50 Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Jakarta: Al-
Qalam, 2009), hlm. 44
51 Zubandi, Manajemen Masjid. Diakses dari
(https://humaskemenagmajambi.blogspot.com) pada tanggal 01 Maret 2021,
pukul 18.59 WIB.
52 Eman Suherman, Manajemen Masjid, (Bandung: Alfabeta, 2012),
hlm. 86.
50
kegiatan masjid dalam rangka meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan jamaah.
Setiap bentuk ketaatan kepada Allah dapat
digolongkan sebagai usaha memakmurkan masjid.
Diantaranya adalah:53
a. Mendirikan dan membangun masjid.
b. Memberikan dan menyucikan masjid, serta
memberikan wewangian.
c. Mendirikan shalat jamaah dimasjid.
d. Memperbanyak dzikrullah dan tilawah Qur’an
dimasjid.
e. Memakmurkan masjid dengan taklim halaqah
dan masjlis ilmu lainnya.
Banyak hal yang bisa dilakukan dalam rangka
memakmurkan masjid. Hal yang paling sederhana
namun memiliki nilai yang sangat besar adalah dengan
cara menunaikan shalat berjamaah di masjid secara rutin.
Tak sebatas pahala yang diperoleh, keterikatan secara
emosional terhadap masjid dapat menjadikan kita
semakin mencintainya. Rasa cinta inilah yang kemudian
akan menjadikan semangat kita semakin mantap,
sehingga muncul keinginan untuk menghidupkan dan
memajukan masjid dari ranah ibadah hingga efektivitas
dakwah.
53 Abdul Rahmat & M.Ariel Effendi, Seni Memakmurkan Masjid,
(Gorontalo: Ideas publishing, 2014), hlm.8.
51
Perlahan namun pasti, dari usaha yang sungguh-
sungguh, maka apa yang kita cita-citakan yaitu
mewujudkan masjid sebagai pusat pembinaan akan
menjadi kenyataan. Pembinaan tidak hanya sebatas
dalam ritual ibadah, namun seluruh aspek kehidupan.
2. Upaya Memakmurkan Masjid
Masjid yang makmur adalah masjid yang
berhasil tumbuh menjadi sentral dinamika umat. Masjid
adalah tempat yang semata-mata bukan hanya sebagai
tempat ibadah namun juga sebagai pusat kebudayaan
Islam. Dan masjid sendiri merupakan simbol eksistensi
nya sebuah masyarakat muslim. Berbagai macam usaha
berikut ini, benar-benar dilaksanakan dapat diharapkan
memakmurkan masjid secara material dan spiritual
namun, kesemuanya tetap tergantung, pada kesadaran
diri pribadi muslim, yakni:
a. Kegiatan Pembangunan
Bangunan masjid perlu dipelihara dengan
sebaik-baiknya apabila ada yang rusak diperbaiki atau
diganti dengan yang baru, yang kotor dibersihkan,
sehingga masjid senantiasa berada dalam keadaan
bagus, bersih, indah, dan terawat. Memakmurkan
masjid dari segi material ini mencerminkan tingginya
kualitas hidup dan arena iman umat di sekitarnya.
Sebaliknya, apabila masjid itu tidak dipelihara, jorok
dan rusak, hal itu secara jelas menunjukkan betapa
52
rendah kualitas iman umat yang berada
disekitarnya.54
Masjid yang bersih dan indah akan membuat
para jamaah nyaman, dan akan semakin menarik
minat jamaah yang datang. Maka dari itu,
pembangunan masjid itu sangat diperlukan. Disini
takmir yang berada dalam bidang riayah sangat
diperlukan dalam pembangunan masjid, sarana dan
prasarana, serta kebersihan masjid.
b. Kegiatan Ibadah
Masjid sebagai tempat ibadah seperti shalat
merupakan hal yang lumrah bahkan masih di
praktekan hingga saat ini, hikmah yang didapat
dari kewajiban shalat adalah mengetahui waktu
untuk menata kehidupannya, suara adzan, suara
tahrim, suara bacaaan Al-Quran, juga kajian rutin
tentang ilmu agama, ataupun kegiatan menyambut
hari raya Islam, atau acara keagamaan yang lain,
dapat menambah keimanan dan ketaqwaan.55
Ibadah adalah tujuan utama yang umat
Islam lakukan saat berada dalam masjid. Disini
para takmir dalam bidang ibadah berupaya agar
masjid selalu ramai tidak hanya sekedar sholat 5
waktu dan sholat jumat saja, bahkan mungkin
54 Moh E.Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta:Gema Insani
Press,1996), hlm.73
55 Ahmad Sutardi, Manajemen Masjid Kontemporer, (Jakarta: Media
Bangsa, 2012),hlm.43
53
sholat sunnah juga bisa diupayakan dalam rangka
memakmurkan masjid.
c. Kegiatan Keagamaan
Meliputi kegiatan pengajian rutin, khusus
ataupun umum, yang dilaksanakan untuk
menngkatkan kualitas iman dan menambah
pengetahuan: peringatan hari-hari besar Islam,
kursus-kursus keagamaan (seperti kursus bahasa,
kursus mubaligh), bimbingan dan penyuluhan
masalah keagamaan, keluarga, dan perkawinan,
pensyahadatan para muallaf, upacara pernikahan
atau resepsi perkawinan.56
Dalam bidang keagamaan, masjid bukan
hanya tentang pengajian rutin ibu-ibu. Malainkan
juga takmir dapat merangkul remaja remaja sekitar
masjid untuk ikut kajian rutin dimasjid atau
bahkan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat
memakmurkan masjid.
d. Kegiatan Pendidikan
Masjid adalah pusat pendidikan karenanya
masjid juga disebut sebagai pusat ilmu, Ilmu-ilmu
itu disampaikan melalui pengkajian-pengkajian
ceramah, kuliah, dan khutbah.Mencakup
pendidikan formal dan informal, secara formal
56 Moh E.Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta:Gema Insani
Press,1996), hlm.74
54
yaitu misalnya dilingkungan masjid didirikan
sekolah atau madrasah.57
e. Kegiatan-Kegiatan Lainnya
Banyak bentuk kegiatan yang juga perlu
dilaksanakan dalam usaha memakmurkan masjid
sebut saja dari menyantuni fakir miskin,dan yatim
piatu, kegiatan olahraga, kesenian, keterampilan,
perpustakaan, hingga penerbitan. Dengan demikian,
takmir masjid perlu memahami upaya apa yang harus
dilakukan, lalu mengaktualisasikan dikehidupan
sebenarnya. Sehingga makmurnya sebuah masjid
bukan hanya sebuah harapan tapi sebuah kenyataan
baik dengan tindakan nyata para takmir masjidnya.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir adalah serangkaian konsep dan
kejelasan hubungan antar konsep tersebut yang
dirumusakan oleh peneliti berdasar pada tinjauan pustaka,
dengan mininjau teori yang disusun dan hasil-hasil
penelitian. Kerangka berfikir ini digunakan sebagai dasar
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
diangkat. Atau dapat diartikan untuk mengalirkan jalan
pikiran menurut kerangka konseptual yang relevan untuk
57 A. Bahrun Rifai & Moch Fakhroji, Manajemen Masjid:
Mengoptimalan Fungsi Sosial Ekonomi Masjid, (Jakarta: Benang Merah Press,
2005) hlm. 59
55
menjawab permasalahan yang diangkat. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat melalui skema di bawah ini:
Tabel 2.1
Kerangka Berpikir
Sumber: Penulis, 2021
Difusi Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid
Jogokariyan dalam Meningkatkan Kualitas Imarah (Kemakmuran)
Inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup”
Proses Pengambilan Keputusan
Inovasi
Tahap Pengetahuan
Tahap Persuasi
Tahap Keputusan:
1. Adopsi
2. Menolak
Tahap Implementasi
Tahap Konfirmasi
Faktor Pendukung
dan Penghambat
Elemen Difusi Inovasi
Inovasi
Saluran
Komunikasi
Jangka Waktu
Sistem Sosial
56
Berpijak dari kerangka pemikiran di atas, penelitian ini
akan mengkaji bagaimana proses difusi inovasi pada gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” yang dilakukan oleh Takmir
Masjid Jogokariyan Yogyakarta terhadap warga masyarakat
Kampung Jogokariyan.
Proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” akan dianalisis dengan cara mengidentifikasi elemen
difusi inovasi yang ditawarkan oleh Rogers. Elemen difusi yang
akan dijadikan konsep penelitian diantaranya inovasi, saluran
komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial. Menurut Lisa
Lindawati esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi
antar individu mengenai suatu ide atau beberapa ide baru.58
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka elemen dasar yang
membentuknya yaitu inovasi, komunikator, komunikan, dan
terakhir adalah saluran komunikasi yang menghubungkan kedua
unit ini.
Kemudian untuk menganalisis proses pengambilan
keputusan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” akan
dikaji dengan dengan cara mengidentifikasi tahapan proses
keputusan inovasi. Tahapan tersebut terdiri dari tahap
knowledge, persuasion, decision, implementation, dan
confirmation.
58 Lisa Lindawati, Difusi Inovasi Relevansi Teori di Era
Perkembangan Internet dalam Bianglala Pemikiran Komunikasi, (Yogyakarta:
Fisipol UGM, 2014). hlm. 272
57
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta
1. Sejarah Berdirinya Masjid Jogokariyan
Kampung Jogokariyan baru memiliki masjid sesudah
tahun 1967. Sebelum itu, kegiatan keagamaan dan
dakwah dipusatkan di sebuah langgar kecil di pojok
kampung yang terletak di RT 42 RW 11 yang sekarang
menjadi rumah keluarga Drs. Sugeng Dahlan. Langgar ini
berukuran 3x4 meter persegi dengan lantai berundak
tinggi dan tidak pernah terisi oleh jamaah. Hal tersebut
dikarenakan masyarakat Jogokariyan pada saat itu
umumnya adalah kalangan “Abangan” karena kultur Abdi
dalam prajurit keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang
lebih ngugemi “Tradisi Kejawen” dari pada kultur pada
kultur ke Islaman.1
Kampung Jogokariyan dibuka sejak masa Sultan
Hamengku Buwono IV (1802-1822) atau yang dikenal
sebagai Sinuwun Sedo Plesir karena wafat saat pesiar.
Pada masa itu, penduduk di dalam Benteng Baluwarti
yaitu para abdi dalem termasuk abdi dalem prajurit sudah
dirasa terlalu padat. Kawasan yang hanya seluas 1,6 Km²
dihuni oleh 36.000 penduduk. Maka tentara prajurit
Kesatuan dipindah keluar benteng bersama keluarganya
1 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 5
58
dan Abdi Dalem Prajurit dari Kesatuan “Jogokariyo”
dipindah di selatan benteng, di utara Panggung Krapyak
atau Kandang Menjangan, sehingga tempat tinggal
/Palungguhan Prajurit ini sesuai dengan Toponemnya
dikenal dengan nama “Kampung Jogokariyan”.
Pada masa Sultan Hamengku Buwono ke VIII ada
perubahan peran prajurit di Keraton Ngayogyakarta yang
semula adalah Prajurit Perang hanya menjadi prajurit
upacara saja dan dipersempit yang semula jumlahnya 750
orang hanya menjadi 75 orang saja. Maka para abdi dalam
prajurit banyak yang kehilangan jabatan dan pekerjaan.
Kebiasaan hidup mapan sebagai Abdi Dalem pun
harus berubah yang tadinya dengan senang judi, mabuk,
bahkan nyeret (Nyandu) menjadi petani karena tidak lagi
menerima gaji dari keraton, tetapi diberi tanah Palungguh
(sawah) dan Pekarangan. Namun tidak sedikit yang tidak
bisa menyesuaikan diri sehingga tanah pekarangan banyak
yang jatuh dijual kepada pengusaha batik dan tenun dari
Kampung Jogokariyan.
Terjadilah perubahan sosial ekonomi yang cukup
mencolok. Kampung Jogokariyan mulai berubah jadi
kampung batik dan tenun, generasi anak-anak Abdi
Dalem terpaksa bekerja menjadi buruh di pabrik-pabrik
Tenun dan Batik. Masa-masa kejayaan Batik dan Tenun,
merupakan masa-masa buram bagi keturunan Abdi Dalem
prajurit Jogokariyan yang tidak bisa menyesuaikan diri,
mereka penduduk asli yang sudah menjadi miskin
59
ditengah kemakmuran pendatang, padahal mereka punya
gelar bangsawan, Raden atau Raden Mas. Kesenjangan
sosial ekonomi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) dengan sentimen kelas buruh dan
majikan.2
Maka gerakan PKI disambut antusias oleh warga
Jogokariyan yang termarjinalisasi ini, sehingga Kampung
Jogokariyan dijadikan basis PKI yang didominasi warga
miskin dan buruh. Pada saat meletus G30S PKI 1965,
banyak warga yang ditangkap dan dipenjara sebagai
tahanan politik. Di masa-masa kritis tersebut Masjid
Jogokariyan mulai dibangun dan menjadi alat perekat
untuk melakukan perubahan sosial menjadi masyarakat
Jogokariyan yang berkultur Islam.
Masjid Jogokariyan kemudian telah benar-benar
melaksanakan fungsi sebagai agen perubahan.
Jogokariyan yang dulu merupakan masyarakat “Abangan”
Komunis kini telah berubah mejadi masyarakat Islami
melalui dakwah berbasis Masjid.3
Masjid Jogokariyan mulai dibangun pada tanggal 20
September 1966, dan sejak dalam proses
pembangunannya sudah banyak usulan “Nama” yang
diusulkan. Bahkan hingga hari ini masih selalu saja ada
orang yang mempertanyakan tentang nama Masjid yang
2 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 6
3 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 6
60
terletak di tengah-tengah kampung ini. Tetapi para pendiri
dan perintis dakwah di Jogokariyan telah sepakat
memberi nama Masjid ini dengan nama “Masjid
Jogokariyan” dengan beberapa alas an sebagai berikut:4
a. Berdasarkan sunnah Rasulullah SAW yang memberi
nama masjid sesuai dengan nama kampungnya.
Seperti masjid yang pertama beliau dirikan di
kampung Kuba Madina di beri nama dengan “Masjid
Kuba” demikian pula dengan masjid yang dibangun
di kampung “Bani Salamah” juga dikenal sebagai
Masjid “Bani Salamah”, hanya karena ada peristiwa
peralihan arah kiblat, maka masjid tersebut kini lebih
dikenal sebagai “Masjid Kiblatain”.
b. Masjid diharapkan memiliki wilayah yang jelas,
dengan nama masjid “Jogokariyan” seperti nama
kampungnya, maka otomatis masjid telah memiliki
wilayah teritorial dakwahnya.
c. Masjid diharapkan mampu menjadi perekat dan
pemersatu masyarakat Jogokariyan yang sebelumnya
terkotak-kotak dalam aliran politik dan gerakan
politik dimasa-masa pergolakan sebelum peristiwa
1965, sehingga proses ishlah masyarakat segera
berlangsung melalui masjid.
4 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 3
61
2. Proses Pembangunan Masjid Jogokariyan
Pembangunan Masjid Jogokariyan dimulai dari ide
seorang Pengusaha batik dari Karangkajen yang bernama
H. Jazuri yang memiliki rumah di kampung Jogokariyan.
Ide ini kemudian dibicarakan dengan beberapa tokoh
ummat dan masyarakat ketika itu, maka dibentuklah
panitia pembangunan untuk kemudian segera bekerja
mengumpulkan dana untuk pembelian lahan untuk
dibangun masjid.
Pada awal Juli 1966, panitia berhasil membeli tanah
seluas kurang lebih 600 m2 di selatan masjid sekarang
berkat bantuan para pengusaha batik dan tenun yang
tergabung dalam koperasi “Karang Tunggal” dan koperasi
“Tri Jaya” yang sebagian besar adalah pendukung dakwah
Muhammadiyah dan Masyumi. Ketika hendak dimulai
pembangunan, ada usulan kalau masjid akan lebih baik
jika dibangun di pinggir jalan, agar supaya bisa lebih
menunjukkan syiar dan lebih monumental. Setelah
dirapatkan untuk tukar guling, maka terjadilah
kesepakatan tukar lokasi tanah dengan syarat panitia
diminta untuk membangunkan rumah permanen untuk
keluarga Bapak Sukadis selaku pemilik tanah dan tanah
beliau menjadi lokasi Masjid Jogokariyan saat ini.5
Pembangunan dimulai pada tanggal 20 September
1966 dan selesai pada hari Jumat Kliwon 20 Agustus
5 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 4
62
1967 masjid sekaligus diresmikan oleh Bapak Isman
sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Kotamadya Yogyakarta kala itu. Di saat itu pula Sholat
Jumat pertama di Kampung Jogokariyan ditegakkan
dengan imam dan khotib H. Amin Said Noto Widarso.
Saat diresmikan, bangunan masjid terdiri atas
bangunan utama 15x9m² dan serambi 6x15m² di atas
tanah 900m². Perkembangan dakwah mulai nampak
memberi harapan, maka pada tahun 1969 dibangun aula
untuk kegiatan pengajian dan pendidikan anak-anak
seluas 6x16m² di selatan masjid. Karena di Jogokariyan
tidak ada tanah wakaf, maka dibentuklah panitia dan
kemudian mengumpulkan dana untuk membeli tanah
dimana di atasnya akan dibangun Masjid Jogokariyan.6
Tetapi dalam perkembangannya masjid tidak lagi
cukup untuk menampung banyaknya Jama’ah sehingga di
tahun 1976 dibangunlah serambi selatan dengan atap seng
dan Tahun 1978 dibangun serambi utara dengan atap
Alumunium Krei. Karena Masjid tidak lagi memiliki
halaman, bahkan jalan masuk untuk tempat meletakkan
sandal saja tidak ada, kemudian Takmir memutuskan
membeli tanah milik Ibu Hj.Sukaminah Hadits Hadi
Sutarno seluas 100 m2. Sehingga pada Tahun 1978, luas
tanah masjid menjadi 760 m2.7
6 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 4
7 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 5
63
1 Masjid Jogokariyan Pada Tahun 1970-an
(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)
Pada Tahun 1999 ketika terjadi peremajaan Pengurus
Takmir, dimulailah renovasi masjid tahap I dan
dilanjutkan Tahun 2003 Tahap ke II, dengan menjadikan
masjid menjadi 3 lantai. Renovasi tersebut kemudian
selesai pada tahun 2004 dengan menghabiskan biaya
kurang lebih 2,1 Milyar Rupiah.
Pada Tahun 2009, Ibu Hj.Sukaminah Hadits Hadi
Sutarno, menawarkan agar tanah beliau di depan masjid
dibeli dan disusul dengan keluarga Hery Wijayanto
menawarkan tanah dirumahnya dibeli masjid.
Alhamdulillah hanya dalam waktu 3 minggu Takmir bisa
membeli 2 bidang tanah tersebut dengan harga 485 Juta
Rupiah yang kemudian dibangun Islamic Center Masjid
Jogokariyan, sehingga sekarang luas tanah masjid menjadi
64
1.478 m2. Semua dilakukan semata-mata untuk syiar
Islam, memakmurkan masjid, dan menjadikan masyarakat
sekitar masjid menjadi lebih maju, baik secara spiritual
maupun material.
3. Bangunan Masjid
Kondisi bangunan Masjid Jogokariyan saat ini berdiri
diatas tanah 635 m2 dan berbadan Hukum
Muhammadiyah Cabang Mantrijeron berdasar Akta Ikrar
Wakaf tanggal 30 November 1990 No. W.3/02/K-8/1990.
Sampai saat ini Masjid Jogokariyan dapat menampung
sholat Jum’at sebanyak 1350 orang. Adapun jumlah
pengurus masjid sebanyak 116 orang. Dengan Imam tetap
sebanyak 7 orang.8
Kondisi Fisik:
Lantai 1:
Ruang Utama : 9 x 15 m2
Serambi Utara : 5 x 15 m2
Serambi Selatan : 9 x 12 m2
Dapur : 4 x 6 m2
Garasi : 4 x 6 m2
Gudang Dapur : 4 x 6 m2
Kamar Mandi/Tempat Wudhu Wanita : 4 x 7 m2
Kamar Mandi/Tempat Wudhu Pria : 6 x 7 m2
8 M. Fanni Rahman. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 52-53
65
Gudang Sound : 3 x 7 m2
Poliklinik : 3 x 6 m2
Lantai 2:
Serambi Utara : 4 x 15 m2
Serambi Selatan : 4 x 16 m2
Perpustakaan : 19 x 8 m2
Serambi Timur : 8 x 9 m2
Aula Lantai : 15 x 9 m2
Gudang : 3 x 7 m2
Kamar Mandi dan Tempat Wudhu :3 x 5 m2
Kamar Musafir 1 : 3 x 5 m2
Kamar Musafir 2 : 4 x 6 m2
Lantai 3:
Aula Santai 3 : 19 x 8 m2
Kamar Mandi : 3 x 6 m2
66
Gambar 3.2 Masjid Jogokariyan Tahun 2021 Saat Ini
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
4. Visi dan Misi Masjid Jogokariyan Yogyakarta
Visi yang diusung oleh Masjid ini adalah
“Terwujudnya masyarakat sejahtera lahir batin yang
diridhoi Allah melalui kegiatan kemasyarakatan yang
berpusat di Masjid”. Sedangkan misi yang ingin
dicapai adalah sebagai berikut:
a. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan
masyarakat
b. Memakmurkan kegiatan Ubudiyah di Masjid
c. Menjadikan masjid sebagai tempat rekreasi rohani
jama’ah
d. Menjadikan masjid tempat merujuk berbagai
persolaan masyarakat
e. Menjadikan masjid sebagai pesantren dan kampus
masyarakat.
67
Selain visi dan misi, takmir Masjid Jogokariyan
mempunyai moto pemicu, semangat dan motivasi
para pengurus, serta sebagai prinsip dan jati diri dari
Takmir Masjid Jogokariyan. Moto dari Takmir
Masjid Jogokariyan adalah: “Dari Masjid
Membangun Umat”.9
5. Struktur Organisasi Masjid Jogokariyan Yogyakarta
Susunan pengurus takmir Masjid Jogokariyan periode
2019-2023 adalah sebagai berikut:10
a. Dewan Syuro
Ketua : H.M. Muhammad Jazir, Asp
Anggota : H. Muhammad Fanni Rahman, SIP
: Drs. H. Jufri Arsyad
: H. M. Chamid
: H. M. Supriyanto, ST.
b. Pengurus Harian
Ketua Umum : drh. Dwi Agus Abadianto
Ketua 1 : Arif Nur salim
Ketua 2 : M. Syaiful Basya
Sekretaris : Ridwan Shodiq
Eko Hidayatul Fikri
9 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 2
10 Surat Keputusan Camat Mantijeron No. 451/43b Tentang
Penetapan Ketua dan Pengurus Masjid Besar Jogokaryan Kecamatan
Mantijeron Kota Yogyakarta Bakti Tahun 2019 s.d. 2023 M.
68
Bendahara : M. Rizqi Rahim
Muhammad Agus
Amiruddin Hamzah
M.Ikhlas
Bidang 1
1. Biro Pembinaan HAMAS (Himpunan Anak-Anak
Masjid Jogokaryan); Dely, Adifa, Falah (11), Audi,
Akmal, Difa, Detta, Meisya
2. Biro Pembinaan RMJ (Remaja Masjid Jogokariyan);
Yusna, Haidar, Gustami, Dina, Istighfari
Ayuningtyas, Nur Santi
3. Biro Perpustakaan; Haidar, Bp.Supribadi, Nadifa,
Falah, Hakim,Matin Nuha Munada, Falahul Insan
4. Biro Komite Aksi untuk Umat (KAUM) dan Relawan
Masjid; Rais, Supradiyana, Bustami, Totok SP,
Purnomo, Sugiarto RT.44, Sunarto
5. Biro Pendidikan dan Pengkajian Islam; Arief Nur
Salim, M. Fanni Rahman, H. Rudiatin, Eko Budi
Prasetyo, H. Suhardjono, Nuruddin
6. Biro Humas, Media dan Teknologi Informasi;
Krishna Yuniar, Ahmeda aulia, Rizki Baldi, Adi
Maryanto, Lutfi Efendi, Nanda Eka, Andrian Kusuma
Wardana RW 10
7. Biro Pemberdayaan Ekonomi; Jardiyanto, Latif,
Cahyo Indarto, Tsalis Ikhwan, Wahyu Nur Putro, Bp.
Muslikhin, Firdaus, Wahyu Indrianto
69
8. Biro Klinik dan Kesehatan; Dina SKM, Ana Adina
Patriani, Budi Munarti, Endah Atantiasari, Istighfari
Ayuningtiyas, Intan, Isti, Husna, Nanda, Ilham Rais,
M.Ridhaniar Rahman, Bp. Heru Nurinto, Liza
Uswatun, Bp Eko Teguh
9. Biro Tadarus; Bp. Jendra Wardana, Bp.
Busani,Bp.Abdulloh Kahfi, Bp jardianto, Ibu. Ummu
Hanik, Ibu Mujiono, Ibu Basir, Ibu Rudiatin,
10. Biro Ahad Legi; Amiruddin Hamzah, Rudiatin,
Subandi Suyuti, Suharjono, Iwan Arif
Bidang 2
11. Biro Pembinaan Ibadah Haji; H. Subandi
Suyuti,BcHk, H.M.Ikhsan, H.Dedi Suwaryo,
Ibu.Hj.Joko Waskito, H. Wahyu Wijayanto, H.
Wildan Ahmad, Amiruddin Hamzah
12. Biro Pembinaan Imam dan Muazin; Syubban Rizali
Noor, Busani, H. Wahyu Wijayanto, Wafi Abdul
Qudus, Labibudin Alfin Afifi
13. Biro Ibadah Jumat; Nursaid, Falakhul Insan,
Bambang Wisnugroho, Suratno, Fian, Enggar Haryo
14. Biro Pembangunan; Ridwan Shodiq, ST, H. Ali
Rosadi, Sugeng (40), Yusna Septian, Sinung
Wijayanto
15. Biro Perawatan Jenazah; Anjang Nur Rohman,
Muhammad Rosyidi, ST., Jendro Wardana, Furqoni,
Joko Waskito, Sugeng Widodo, Waljiman, Surahman,
70
Ibu Rudiatin, Ibu Wasto, Ibu Sujono, Ibu Hj.Supadmi,
Ibu Hj.Juwariyah Suroto, Ibu Siti Jupari, Ibu Indah
Qomarinah
16. Biro Peringatan Hari Besar Islam (PHBI);
Muhammad Fibran, Aditya kuskarismantoro
17. Biro Kuliah Subuh dan Pembinaan Jamaah; M.
Rosyidi, H. Suharjono, Suratno, Subandi Suyuti,
Abdullah Kahfi, Bambang Wisnugroho, Joko
Sulasno, H. Rudiatin, Ibu Siti Zamharoch,Ibu Sri
Rahayu, Ibu Ummu Hanik, Ibu Dra.Alice,M.Hum,
Ibu Anis ASP, Ibu.Hj.Ismujadi, Ibu Suhardjono, Ibu
Wasto.
18. Biro Kerumahtanggaan; Bp. Riyadi Agustono,
Bp.Sudi Wahyono, Agung SA, Irgus Tri Cahyo,
Buditomo, Alfian, Ridwan S, Affan, Bp. Budi
Nugroho, Bp.Joko Waskito, Bp. Totok, Bp.Boi
Supriadi, Bp. Joko , Ibu Jufri Arsyad, Ibu Tok
Sutarno, Bp.Sugiarto, Bp.Sulistyono RW 9, Edi
Siswo, Sumanto,Ibu Marsuti Poniman.
19. Biro Ziswaf; Wahyu Tejo Raharjo, Nursaid, Ridwan
Shodiq, ST., Rizqi Rahim, Eko Hidayatul Fikri, Toni
Subiantoro, Aditya, Rigen, Ali Riyanto, Nunung.
20. Biro Keamanan; Joko Purnomo, Dhani Tri R, Egha,
Bustami Istianto, Nunung, Bp.Barwanto,
Bp.Poniman, Bp.Faturahman, Bp.Supra, Supri
Hartanto, Rigen, Aminudin Zaqi Riza, Irfan Syofyan.
71
Bidang 3
21. Biro Ummida (Ummi Muda); Dini Istiana, S.Psi.,
Liya Triyani, S.Psi, Fitri Kartikasari, Wahyuni Sri
Winasih, ST, Dina Andriana ST, Yuni Krisilowati,
Aida Melia, Nur Santi.
22. Biro Kurma (Keluarga Alumni Remaja Masjid); M.
Fanni Rahman, Eryo Sasongko, Dimas Fibran, Adi
Maryanto, Ibnu, Hasnan, Rosma Suparta, Irfan
Syofyan, Dhani Tri Rahmadi, Joko Wasisto,
Setyawanto Budi, Wawan RT.42
23. Biro Kebudayaan dan Olahraga; gittDr.Andre
Indrawan, Rusdi Harminto, Taufiq Nur Setiawan, Eko
HP, M. Rais Rusyadi, Sugiarto RT44, Bu Teddy,
Dhani Tri Rahmadi, Bp Mujiono.
24. Biro IKS (Ikatan Keluarga Sakinah); Wahyu Tejo, H.
Jupari, Ismail Thoha Putra, Zamzawi Ruslan,SE, Siti
Kusniatun, Sri Kadarwati, Siti Harjono, Suwarto, Ibu
Indra Welly, Bp. Janu Hermadi.
25. Biro Donor Darah; Mujiraharjo, Bagas, Ali Riyanto,
M.Diwan Sigit, Indri Prayoko.
26. Biro Dokumentasi dan Kearsipan; Adhi Maryanto,
Ananda Eka, Lutfi Efendi, Yoga, Zaki Ta’awud
27. Biro Pelatihan dan Pengembangan Masjid; Enggar
Haryo P, Gitta Welly A, Gustami, Suharyanto, SE.
Haidar M. Tilmitsani.
72
28. Biro Hukum dan Advokasi; Mustofa,SH, Agung
Setyo,SH , Ismail Thoha Putra,SH , Agus Triatno,SH,
Rudi Fadilah, Gustami.
29. Biro Binaan Dakwah; Muhammad Affan Priyono,
Nendi Sofanni, Hasan Habib, Bambang Priyambodo,
Suratno, Bp.Sugiarto.
30. Biro Koordinator Jamaah; RW 9: Bp. Mujiono,
RW10: Bp.Eko Teguh, RW 11: Bp.Jazir ASP, RW12:
Bp.Agus Triyatno, SH, Hartono, Jamaah Non Warga:
Bp.Sugiarto
6. Program Pengembangan dan Pemberdayaan Sarana
Masjid
“Masjid mandiri” telah menjadi sebuah cita-cita dari
Masjid Jogokariyan sejak beberapa tahun yang lalu. Setelah
sukses menggerakkan gerakan Jamaah Mandiri yang
mempunyai konsep agar Masjid dapat hidup mandiri dengan
infaq dari jamaah, tanpa sokongan dana eksternal, Masjid
Jogokariyan terus mengembangkan strategi menuju tahapan
selanjutnya dalam konsep pembiayaan menghidupi Masjid.
Konsep “masjid mandiri” mengharuskan sebuah Masjid harus
bisa memenuhi seluruh kebutuhan pemeliharaan dan
operasional rutin harian dari dana usaha masjid.
73
Dengan demikian, Seluruh infaq yang terkumpul dari
masyarakat dapat digunakan sepenuhnya untuk pelayanan dan
kegiatan dakwah.11
11 M. Fanni Rahman, Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta,
(Dokumen Arsip, 2019) hlm. 54
74
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN
A. Proses Difusi Inovasi ‘Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup’ Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam
Meningkatkan Kualitas Imarah.
Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
merupakan suatu gagasan yang mana tidak lain adalah
upaya untuk mengajak warga jamaah Muslim yang sudah
mukallaf (sudah baligh) untuk dapat menunaikan shalat
secara berjamaah di masjid.1 Banyak masjid di Indonesia
yang program-programnya hanya berfokus pada
peringatan hari besar Islam. Namun berbeda di Masjid
Jogokariyan Yogyakarta, gagasan utama masjid adalah
“Mensholatkan Orang Hidup”.
Gagasan ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun
1999, yang awalnya muncul sebagai bentuk keresahan
pengurus masjid akan sepinya warga jamaah yang datang
untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid.2 Padahal,
diperkirakan ada sekitar 3.960 warga yang tinggal di
Kampung Jogokariyan.3 Gagasan ini sebagai suatu inovasi
baru yang menghadirkan ide-ide baru ditengah
1 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20
Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
2 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
3 Hasil Survei Masjid Jogokariyan Pada Tahun 2005.
75
masyarakat sebagai tujuan untuk memudahkan kaum
muslimin dalam beribadah dalam rangka memakmurkan
masjid. Dimana inovasi berupa Gerakan mensholatkan
orang hidup ini kemudian disebarluaskan dan
dikomunikasikan melalui saluran tertentu, dari waktu ke
waktu, diantara anggota sistem sosial. Proses difusi
inovasi ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan terhadap inovasi tersebut.
Sebelum memasuki tahapan pengambilan
keputusan inovasi yang dilakukan oleh para warga jamaah
Masjid Jogokariyan, maka baiknya dan sesuai dengan
teori difusi inovasi itu sendiri, penulis harus mengetahui
elemen apa saja yang ada di dalam sebuah difusi inovasi.
Berikut hasil temuan penulis melalui wawancara bersama
Dewan Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
1. Inovasi
Inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” adalah
sebuah gagasan yang dianggap baru oleh warga jamaah.
Gagasan ini menawarkan solusi dan berbagai ide-ide
menarik berupa pelayanan untuk memudahan warga
jamaah yang belum bisa sholat dan yang masih enggan
untuk mengerjakan sholat. Salah satu upaya yang
dilakukan yaitu memberikan pelayanan serta
memberikan pelatihan sholat kepada warga yang belum
bisa sholat, dan masjid berusaha memupuk semangat
76
jamaah sehingga tidak malu pergi ke masjid untuk sholat
berjamaah. Sebagaimana Takmir Masjid Jogokariyan
mengungkapkan bahwa :
“Saya kira menshalatkan orang yang sudah mati kita
sudah terbiasa, tapi menshalatkan yang masih hidup ini
tidaklah mudah dan adalah proses untuk mengajak
orang kepada rukun Islam, dan yang paling asasi ketika
mati, yang pertama ditanya (malaikat) adalah shalat.
Banyak masjid yang pogram-programnya adalah
peringatan hari besar Islam. Di tempat kami, program
utama masjid adalah “menshalatkan” orang hidup. Ini
lebih sulit dari pada menshalatkan orang mati.
Menshalatkan orang hidup tidak lain mengajak Muslim
yang sudah mukallaf (sudah baligh) untuk shalat
berjamaah di masjid..”4
Dalam pernyataan di atas, ada beberapa hal baru yang
dilakukan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” yang mana ide
ide ini dipilih karena ingin memberikan sesuatu kesan
yang berbeda dan unik dibanding masjid-masjid
kebanyakan untuk dapat menarik jamaah agar mau
melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Seperti yang
dikatakan oleh Ketua Takmir Masjid Jogokariyan:
4 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20
Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB. .
77
“Pada awalnya, gagasan ini muncul karena
keresahan Pengurus masjid akan sepinya warga jamaah
yang datang untuk melaksanakan sholat berjamaah di
masjid. Waktu itu ketuanya ust. Jazir tahun 1999. Waktu
itu yang sholat berjamaah hanya sekitar 2 keluarga,
kemudian kami berusaha mengajak warga di kampung
Jogokariyan untuk dapat melaksanakan sholat secara
berjamaah. Kami semaksimal mungkin memberi
pelayanan kepada jamaah supaya mau untuk datang
melaksanakan sholat berjamaah di masjid sekaligus
memaramaikannya. Inilah yang dinamakan (gerakan)
menshalatkan orang hidup.”
Berikut beberapa hal yang dihadirkan oleh Takmir
Masjid Jogokariyan dalam gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” sebagai ide baru dalam sebuah inovasi :
a. Pelayanan Spiritual
Pelayanan spiritual ditujukan agar Jama’ah
merasa tenang dan nyaman dalam beribadah di
Masjid. Pelayanan ini banyak jenisnya, sebagaimana
di ungkapkan oleh ketua Takmir Masjid
Jogokariyan:
“Mulai 15 mei tahun 2000 kita berikan
undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi
kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah.
78
Selain itu jamaah kita layani, kita berikan fasilitas
supaya mereka mau melaksanakan sholat
berjamaah, yang tidak bisa sholat kita ajari, yang
sudah aktif kita semangati supaya lebih aktif lagi.
Kita sediakan Wifi gratis dan kulkas air minum
dingin terutama untuk anak-anak supaya betah,
ketika masuk waktu sholat mereka sholat. Masjid
mencoba mencukupi kebutuhan mendasar warga.
Jadi warga mudah diajak, karena kebutuhannya
dipenuhi oleh masjid”.5
Selain itu masjid juga memberikan
pelayanan berupa konsultasi syariah kepada jamaah
yang memiliki masalah baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun masalah ibadah. Sehingga
harapannya jamaah mendapatkan solusi dari
permasalahannya tersebut dan dapat membuat
jamaah lebih tenang dalam beribadah di masjid. Hal
ini dirasakan oleh jamaah seperti yang dikatakan
Informan 4 berikut ini:
“ ... Juga kalo jamaah ada masalah pasti masjid
bisa ngasih solusi...”6
5 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.
6 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB.
79
Guna menambah pemahaman jamaah,
Masjid juga membuat kajian-kajian khusus setiap
bada sholat yang materinya pun berbeda-beda
sesuai dengan segmentasi jamaahnya. Seperti,
kajian UMIDA (Umi-Umi Muda) dilaksanakan 2
kali, ada yang materinya soft skill seperti memasak
dan membuat kerajinan dan yang lainya berupa
kajian tafsir untuk meningkatkan kapastitas ilmu
agama para ibu-ibu muda (UMIDA).
“Selain itu, kita berikan pemahaman ke
jamaah melalui kajian-kajian keislaman yang kita
sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai
dari remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang
khusus untuk para haji (orang kaya/muzakki)”.7
Dibuatkan juga lomba keaktifan shalat
berjama’ah yang dilakukan dua kali dalam
setahun, masing-masing dilaksanakan selama
empat bulan. Lomba keaktifan Jama’ah ini
didukung dengan finger print sebagai alat presensi
sehingga data yang diperoleh akurat. Hafalan surat
khusus pun berhadiah umroh, pelaksanaanya pun
sama dengan lomba keaktifan shalat berjama’ah.
Sehingga dapat menarik jamaah.
7 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20
Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
80
“... Kita juga memberikan hadiah umrah
bagi jamaah yang paling giat melaksanakan
sholat Subuh berjamaah di Masjid
Jogokariyan...”8
Dari berbagai pernyataan di atas, dapat
diketahui bahwa banyak sekali bentuk pelayanan
spiritual yang diberikan oleh Masjid Jogokariyan
dalam rangka memberikan pemahaman dan
kenyamanan kepada Warga Jamaahnya.
b. Pelayanan Sosial
Masjid Jogokariyan memberikan
pelayanan sosial yang bertujuan agar jamaah
lebih terbantu dalam beraktivitas di masjid
sehingga menjadikan masjid sebagai pusat
aktivitas masyarakat. Seperti yang dijelaskan
oleh Takmir Masjid Jogokariyan:
“Nah, di Jogokariyan kita punya model
pemetaan dakwah, kita punya sensus dakwah
yang datanya kita update setiap bulan
Ramadhan, jadi disitu kita punya data jamaah
yang dalam lingkup dakwah kita, yang sudah
shalat, yang belum shalat atau yang shalatnya
8 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
81
masih bolong-bolong kita punya data jumlah.
Khusus untuk jamaah yang masih belum shalat,
maka Masjid Jogokariyan memberikan solusi
agar jamaah mau shalat, Nah kepada yang
belum shalat ini kita bisa hadirkan ustadz untuk
datang ke rumah, memberikan hadiah-hadiah,
bergembira merangkul mengajari shalat dirumah
sampai mereka bisa, sampai mereka percaya
diri, kemudian mengajak mereka untuk ke
masjid.”9
Gambar 4.1 Pembagian Bantuan Sembako Ke Rumah
Jamaah
(Sumber: Dokumentasi Masjid Jogokariyan 2021)
9 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
82
Takmir juga berusaha merangkul berbagai
komunitas yang ada. Seperti yang dijelaskan oleh
Takmir Masjid Jogokariyan:
Kita juga berusaha mengajak mereka sholat
dengan masuk dalam kumpulan atau pemilik hobi
tertentu, semisal gowes. Untuk mewadahi kegiatan
hobi sepeda ini, akhirnya takmir mendukung
pendirian Djamboel (Djamaah Masjid Bersepeda
Oentel). Setiap kegiatan gowes pagi, misi
dakwahnya kita selipkan, misalnya dengan
mengajak mereka berhenti untuk shalat Dhuha di
masjid setelah itu kulineran yang biayanya
ditanggung masjid. Mereka yang hobi mancing juga
kita fasilitasi. Takmir masjid patungan untuk
dibelikan mobil bagi yang berhobi mancing. Seperti
biasa, sebelum berangkat ke lokasi, malamnya
mancing mania ini sudah diajak mabit dan
Tahajjudan di masjid.10
Senada dengan penyataan di atas, Gitta Welly
Ariadi mengungkapkan bahwa:
“Yang muda kita fasilitasi olahraga,
badminton, futsal, dan sepakbola. Pokokya
bagaimana caranya supaya jamaah betah dan mau
10 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
83
aktif di masjid. Kalo Cuma diteriaki adzan sih
nggak mempan mas.”11
Selain itu Masjid Jogokariyan juga memiliki
Relawan masjid yang siap sedia membantu masjid
dalam melayani jamaah.
“... Ya biasanya di dibantu anak-anak RMJ
dan juga Relawan Masjid.”12
Dari data temuan di atas, Pelayanan sosial
yang dilakukan takmir Masjid Jogokariyan meliputi
relawan masjid, mengadakan komunitas-komunitas,
olahraga. Relawan Masjid Jogokariyan ini
anggotanya memiliki skill yang beragam, dokter,
dokter hewan, ahli medis, atau lainya, sesuai
kebutuhan. Komunitas-komunitas pun dibuat agar
warga tetap meramaikan Masjid, seperti komunitas
DJAMBUL (komunitas sepeda onthel).
Olahraga seperti futsal, sepak bola dan
badminton pun rutin diadakan. Futsal dan sepakbola
umumnya diikuti oleh anak muda dan disediakan
klub khusus yang bernama MU (Muslim United).
11 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.
12 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
84
Badminton biasanya lebih beragam, diikuti oleh
anak muda hingga orangtua.
c. Pelayanan Ekonomi
Pelayanan ekonomi dilakukan agar
masyarakat terutama yang menjadi Jama’ah rutin
menjadi lebih sejahtera. Program pelayanan di
bidang ekonomi ini salah satunya melalui kulineran.
Seperti yang diungkapkan takmir masjid
jogokariyan:
“Selain itu kita mengajak warga sholat
melalui kulineran. Kita cari warga yang ingin
berdagang. Mereka kita kasih tempat di masjid
tanpa harus membayar, tapi kita kasih tugas kalau
azan tiba agar menyilahkan dan mengajak para
pembeli setia untuk sholat berjamaah”.13
Selain kulineran, takmir juga memberikan
pelayanan berupa jaminan kesehatan kepada jamaah
agar tetap sehat dalam melaksanakan ibada di
masjid.
“Langkah lainnya kami berikan jaminan
kesehatan bagi jamaah yang tidak mampu dengan
asuransi kesehatan, kami juga menyediakan klinik
13 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
85
kesehatan gratis yang buka seusai sholat maghrib
sampai jam 9 malam.”14
Gambar 4.2 RMJ Yang Bertugas Mengelola Poliklinik
Masjid
(Sumber: Dokumentasi Masjid Jogokariyan 2021)
Untuk memenuhi kebutuhan jamaah, Takmir
juga memberikan sembako gratis setiap 15 hari
sekali dan bantuan beras. Seperti yang disampaikan
oleh Takmir Masjid Jogokariyan sebagai berikut:
“Agar mau ke masjid, yang miskin dan yatim
kita kasih sembako gratis dan beras per 15 hari
sekali, sekarang sudah ada juga ATM beras.”15
14 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
86
Selain itu, takmir juga memberikan
bantuan biaya pendidikan untuk warga
jamaahnya yang kurang mampu.
“Selain itu kami menyediakan ATM beras
bagi jamaah yang tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan ekonominya, kita sediakan seragam
dan biaya pendidikan juga untuk yang kurang
mampu.”16
Gambar 4.3 ATM Beras Masjid Jogokariyan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
15 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.
16 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB
87
Pembagian sembako biasanya diawali dengan
pembagian kupon sehari sebelumnya, kupon
tersebut dapat ditukarkan dengan sembako,waktu
penukarannya setelah shalat subuh dan tidak berlaku
setelah itu. Sarapan dan wedhangan setelah shalat
subuh ditujukan agar Jama’ah bersemangat datang
ke Masjid dan mengikuti ceramah setelah subuh.17
2. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi adalah sarana atau perantara yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator ke komunikan. Dalam hal ini adalah sarana
yang digunakan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam
melakukan penyebaran inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup”.
Pola penyebaran informasi atas keberadaan inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini utamanya
dilakukan dengan melalui berbagai saluran komunikasi
seperti:
17 Wedangan berasal dari sebuah kata berbahasa Jawa yaitu
“wedang” yang berarti minuman. Wedangan sendiri dapat berarti suatu tempat
makan sederhana yang buka pada malam hari dimana kita bisa menikmati
berbagai macam makanan dan minuman sambil duduk bersantai untuk sekedar
menikmati suasana yang ada atau bahkan bersosialisasi kepada sesama warga.
Wedangan atau angkringan atau HIK (Hidangan Istimewa ala Kampung)
sangat familiar dan populer di Jawa Tengah khususnya di Yogyakarta dan
Solo. Lihat: RA Kurniawan. Perancangan Promosi Pariwisata Kuliner
Wedangan Kota Solo Melalui Komik Ginasthel. UNS ( Universitas Sebelas
Maret, 2014). hlm. 55
88
a. Komunikasi Interpersonal dan Kelompok
Bersilaturrahim ke rumah-rumah warga di Kampung
Jogokariyan menjadi strategi pendekatan interpersonal
yang berhasil dilaksanakan. Dari, oleh, dan bagi
masyarakat, adalah manfaat yang kini dirasakan. Untuk
mencapai hal itu, takmir juga harus menyatu dengan
masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ust
Salim A. Fillah selaku Takmir Masjid Jogokariyan:
“Takmir sering mengajak dengan silaturahmi ke
rumah-rumah warga secara langsung, karena Takmir
harus mengenal secara utuh nama-nama kepala
keluarga”.18
Selain itu Takmir juga mengirim para dai ke setiap
rumah warga mukallaf yang belum melaksanakan sholat
untuk kemudian diajari sholat sampai selesai.
“Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa
hadirkan ustadz untuk datang ke rumah, memberikan
hadiah-hadiah, bergembira merangkul mengajari shalat
dirumah sampai mereka bisa, sampai mereka percaya
diri, kemudian mengajak mereka untuk ke masjid.”19
18 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
19 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
89
Dari Pendekatan interpersonal terbukti meningkatkan
jumlah partisipasi aktif warga Kampung Jogokariyan
yang kini mencapai ratusan jamaah. Pengamatan peneliti
di lokasi, Masjid Jogokariyan yang memiliki dua lantai
bahkan tidak mampu menampung jamaah salat subuh.
Ini membuktikan bahwa masyarakat setempat sudah
menjadi bagian Masjid Jogokariyan.
Setelah waktu sholat, Takmir juga mengadakan
sebuah kajian pekanan yang diisi dengan berbagai
macam materi mencakup semua aspek yang mengatur
kehidupan manusia dalam beragama, bersosial, dan lain
sebagainya. Kajian ini diadakan setiap hari senin, selasa,
kamis, dan ahad. Didalam kajian ini semua warga
jamaah berkumpul dari yang tua sampai yang muda
untuk mendengarkan ceramah agama oleh ustadz.
Melalui pendekatan komunikasi kelompok ini,
diharapkan dapat memberikan semangat dan motivasi
kepada jamaah untuk dapat menambah ilmu serta
memupuk keharmonisan dan kerukunan antar warga
jamaah. Sebagaimana disampaikan oleh Informan 1;
“Pengalaman dan ilmu jelas bertambah karna sering
ada kajian-kajian setiap ba’da sholat....”20
20 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
90
b. Saluran Komunikasi Massa
Untuk mengajak dan menarik masyarakat agar mau
sholat berjamaah, Masjid Jogokariyan juga
menggunakan berbagai saluran new media seperti
Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, WhatApp, serta
Telegram. Seperti yang dikatakan oleh Ust. Welly selaku
Takmir Masjid Jogokariyan sebagai berikut :
“Belum lama ini karena perkembangan internet kita
maksimalkan lewat media sosial. Setiap masjid ada
kegiatan kita share. Kita punya tim IT, Setiap kali azan,
kita akan membuat status untuk mengingatkan waktu
salat dan mengajak salat berjamaah, baik melalui
Facebook, Twitter, Telegram maupun Istagram. Tahun
2020 kemarin berhubung pandemi, jamaah juga mulai
kita buatkan grup WA untuk memudahkan kita berbagi
informasi. Sekarang kita pakai cara dengan media
sosial, dengan kata-kata yang lebih mengena. Kita
dakwah menyasar lini media sosial agar bisa tersebar
luas.”21
21 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.
91
Gambar 4.4 Ruang Studio Tim IT Masjid Jogokariyan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis, 2021)
Memperjelas penuturan di atas, bahwasannya Takmir
memilih melakukan komunikasi melalui saluran media
massa karena dianggap efisien dan jangkauannya luas.
Hal ini selaras dengan pernyataan drh. Agus Abadianto
selaku Ketua Takmir Masjid Jogokariyan, berikut
pemaparannya:
“Sekarang karena zaman sudah berkembang, kita
juga sudah menggunakan media sosial untuk bisa
mengajak orang sholat berjmaaah di masjid karena
lebih cepat dan sasarannya bisa lebih luas.”22
22 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
92
Gambar 4.5 Ajakan Sholat Gerhana Berjamaah di
Masjid Melalui Media Sosial
(Sumber: Instagram @masjidjogokariyan)
Sebagaimana disampaikan oleh Informan 1, bahwa
jamaah akan tertarik ke masjid jika konten yang
disampaikan di media sosial jelas dan menarik.
“Efektif, apalagi dengan info yang jelas dan konten
yang menarik.. Apalagi sekarang ada Ig masjid
jogokariyan, kemudian ada salah satu postingan yang
93
membuat saya tergugah dan menambah semangat untuk
beraktivitas di masjid.”23
Untuk meningkatkan jumlah jamaah sholat, selain
memanfaatkan new media, Masjid Jogokariyan juga
pernah membuat undangan cetak eksklusif yang
kemudian di sebar ke rumah-rumah warga yang menjadi
wilayah dakwah Takmir Masjid. Hal ini dibuat untuk
menarik jamaah agar dapat melaksanakan sholat.
Hasilnya pun cukup menakjubkan. Ada peningkatan
jumlah jamaah secara signifikan. Sebagaimana
diungkapkan oleh Takmir Masjid Jogokariyan:
“Dulu masjid pernah mengundang jamaah untuk
sholat subuh. Caranya, yaitu dengan membuat
undangan cetak, layaknya pernikahan. Semua undangan
ditulis dengan daftar nama jamaah. Undangan itu persis
berbunyi “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara
dalam acara Shalat Subuh Berjamaah, besok pada pukul
04.15 WIB di Masjid Jogokariyan”. Undangan itu
dilengkapi hadist-hadist keutamaan Shalat Subuh.”24
Setiap Tahun, Masjid Jogokariyan juga menerbitkan
kalender dan buletin yang di beri nama BULIF (Buletin
Idul Fitri) konten-kontenya berisi tentang sejarah
23 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
24 Hasil Wawancara dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan pada 5 Maret 2021, Pukul: 20.00 WIB.
94
sahabat, inspirasi, kegiatan-kegiatan Masjid
Jogokariyan, cerita anak Islami, iptek qur’ani dan masih
banyak lagi. Seperti yang diungkapkan oleh Takmir
Masjid Jogokariyan:
“Kalau sekarang medianya banyak mas, kita setiap
tahun cetak kalender dan buletin setiap idul fitri, disitu
tetap kita sisipkan ajakan untuk sholat berjamaah di
masjid.” 25
Gambar 4.6 Kalender Masjid Jogokariyan 2021
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
25 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB.
95
Kalender dan buletin ini digunakan sebagai media
informasi dan komunikasi di kampung Jogokariyan.
setiap tahun buletin ini di cetak sebanyak 1.500
eksemplar.
3. Jangka Waktu
Pada elemen ini berkaitan dengan gambaran umum
tentang kapan suatu inovasi diputuskan untuk diterima
atau ditolak. Waktu penyebaran inovasi “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” oleh Takmir Masjid
Jogokariyan sudah dimulai sejak tahun 1999, dalam hal
ini berdasarkan penuturan Takmir Masjid Jogokariyan
mengungkapkan bahwa:
”Memang kita programkan. Sebenarnya gagasan dan
inovasi mengajak warga untuk sholat berjamaah di
masjid itu sudah muncul dari tahun 1999. Kita buat
skenario planning sejak tahun 2000, skenario
planingnya, tahun 2005 jogokariyan kampung islami,
indikatornya shalat subuhnya mencapai 20% dari
jumatan, jumlah muzakkinya 15% dari jumlah penduduk,
program-program masjid menyentuh kebutuhan pokok
masyarakat. Mulai 15 mei tahun 2000 kita berikan
undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi
kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah.
96
Sebenarnya kata kunci dari semuanya itu ya
perencanaan dan kesinambungan.”26
Dari pernyataan di atas bahwasannya adanya dimensi
waktu dalam proses difusi inovasi berawal dari tahun
1999 dan seiring berjalannya waktu jamaah Masjid
Jogokariyan kian bertambah banyak dan “Gerakan
mensholatkan orang hidup” ini mulai terlihat hasilnya
pada tahun 2015, dan sekarang mukallaf yang belum
shalat tinggal 3 orang. Sebagaimana diungkapkan oleh
Tamir Masjid Jogokariyan:
“Dari jumlah tersebut, 1.900 orang adalah mukallaf.
Masjid pernah melakukan survei tahun 2005 ada 480
dari 1900-an mukallaf yang belum melaksanakan shalat.
Alhamdulillah tahun ini mukallaf yang belum shalat
tinggal 3 orang. Mereka (yang sudah dilatih) kini lebih
rajin dari jamaah lama. Banyak yang datang ke masjid
jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh dilakukan.”.27
Meskipun demikian, jangka waktu atau kecepatan
yang dilalui informan dalam menerima inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” ini berbeda-beda. Hal
tersebut dapat dilihat pada proses pengambilan keputusan
inovasi.
26 Hasil Wawancara dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan pada 11 Maret 2021, Pukul: 09.00 WIB
27 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
97
4. Sistem Sosial
Pada dasarnya sistem sosial yang dimaksud adalah
sistem sosial yang mengetahui serta ikut dalam
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. inovator
perlu untuk memahami sistem sosial yang menjadi
sasaran penerapan suatu inovasi yang akan
disebarluaskan. Elemen sistem sosial berkaitan
dengan siapa aktor yang terlibat dalam proses difusi
inovasi. Sebagaimana penuturan Takmir Masjid
Jogokariyan, sebagai berikut:
“Masjid kami melayani 4 RW dan 18 RT
mencakup 870 KK dengan perkiraan 3.960 jiwa. Dari
jumlah tersebut, 1.900 orang adalah mukallaf.”28
Gambar 4.7 Peta Dakwah Masjid Jogokariyan
(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)
28 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
98
Berdasarkan hasil wawancara diatas ditemukan aktor
yang terlibat dalam proses difusi inovasi dikategorikan
menjadi dua yaitu inovator yaitu Takmir Masjid
Jogokariyan Yogyakarta dan adopter yaitu para warga
masyarakat Kampung Jogokariyan.
Pada temuan data terkait proses adopsi inovasi
yang dilaluinya jamaah dalam hal ini penulis paparkan
berdasarkan kategorinya, berikut ini:
1. Pola Penyebaran Informasi Inovasi Gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup”
Tahap awal ketika seseorang memutuskan
mengadopsi suatu inovasi ialah pada keberadaan inovasi
dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana
fungsinya.
a. Kesadaran Para Informan Terhadap Kehadiran
Inovasi
Berdasarkan data temuan yang penulis dapatkan,
para jamaah kebanyakan mendapatkan pengetahuan
melalui komunikasi interpersonal, seperti yang
diungkapkan informan 1 berikut ini:
“Dari ajakan mas, Awal mulanya dulu pernah ikut
TPA, kemudian bergaul dengan kakak-kakak dan
99
pengurus masjid. Nah disitu saya lalu dijelaskan
mengenai keutamaan memakmurkan masjid dan
sekarang direkrut jadi pengurus RMJ. Sekarang si
sudah banyak dishare di medsos masjid tentang
program itu.”29
Begitu pula halnya dengan yang dialami oleh
informan 4, berikut pemaparannya:
“Tahu pertama kali ada program seperti itu dari
takmir masjid ketika datang ke rumah pada tahun
2008, waktu ngobrol-ngobrol di ajak untuk aktif
sholat berjamaah di masjid dan dikasih tahu
keutamaannya. Itu cukup lama mas tadinya saya gak
langsung aktif. Baru sekitar tahun 2009 akhirnya
saya sadar.”30
Sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh
informan 3 yang sudah aktif di masjid sedari usia
dini, berikut pemaparannya:
“Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas.
Sering diajak orang tua ke masjid karena rumah saya
dekat. Tapi sekitar umur 20an baru benar benar
terpahamkan tentang keutamaan sholat berjamaah.
29 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
30 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
100
Pernah dapet undangan juga dari takmir untuk sholat
subuh berjamaah dan itu sangat menarik buat
saya.”31
Ketiga informan ini sama sama mendapatkan
infromasi keberadaan “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup” melalui saluran komunikasi Interpersonal.
Sedangkan pada infroman 2 pengetahuan tentang
kehadiran gagasan “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup” didapatkan melalui ajakan dan dari saluran
komunikasi massa yaitu new media. Seperti yang
diutarakan oleh informan 2 yang mengetahui dari
aplikasi Instagram dan WhatsApp:
“Dari ajakan dan kesadaran mas, waktu masih
anak-anak kadang juga sering diajak ikut ke masjid.
Tapi mulai benar-benar aktif mungkin sekitar tahun
2015, liat-liat teman share kegiatan masjid
jogokariyan di Instagram dan WA kok menarik.”32
Pernyataan di atas memberikan pengertian bahwa
komunikasi interpersonal dan komunikasi massa
mempunyai peranan yang amat penting dalam
tahapan pengetahuan gerakan “Mensholatkan Orang
31 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
32 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
101
Hidup” ini. Saluran komunikasi interpersonal menjadi
salah satu faktor utama sehingga ke 4 infroman di
atas dapat mengenal dan mengetahui sebuah inovasi
baru berupa “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”.
b. Fungsi dari Adanya Gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup”
Penyebaran informasi terkait inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” yang berasal dari
saluran interpersonal dan komunikasi massa membuat
masyarakat tentunya memiliki kesadaran terkait
fungsi inovasi yang akan mereka adopsi.
Sebagaimana data yang penulis dapatkan, para
informan setelah proses penyebaran informasi yang
mereka dapatkan terkait inovasi tersebut, mereka
mencari tau fungsi dari gerakan tersebut.
Seperti yang dipaparkan oleh informan 4 yang
berpendapat bahwa ‘gerakan mensholatkan orang
hidup ini’ berfungsi sebagai solusi bagi warga jamaah
yang memiliki masalah seputar keagamaan :
“... Adanya gerakan ini cukup membantu, bisa
jadi solusi karena kebanyakan masyarakat males
untuk beraktivitas dan beribadah di masjid karena
102
mereka belum paham mengenai keutamaannya dan
kadang malu seperti saya dulu...”33
Begitu pula dengan informan 3 yang berpendapat
bahwa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini bisa
menjadi alternatif solusi bagi permasalahan di
masyarakat:
“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan
masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang
diberikan sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan
khusu shalat dimasjid. Ada juga yang jamaah belum
sholat diajak sholat, diajari sampai bisa. Yang
kurang mampu di bantu, jadi jamaah merasakan
manfaat dari kehadiran masjid. Kalo ngomongin
manfaatnya masih banyak mas, menambah ilmu,
wawasan tentang islam, mempererat silaturrahmi
dengan jamaah yang lainnya.”34
Berdasarkan data temuan di atas, para informan
beranggapan gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
ini memiliki fungsi yang relevan. Di mana gagasan
ini sebagai alternatif solusi untuk warga jamaah
dalam masalah masyarakat dan keagamaan sehingga
merasa terfasilitasi. Pelayanan yang diberikan Takmir
33 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
34 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
103
Masjid Jogokariyan dinilai sangatlah bermanfaat dan
dapat memperkuat semangat para jamaahnya untuk
memakmurkan masjid. Dengan kata lain, sikap atau
kepercayaan individu tentang inovasi memiliki
banyak hal untuk dikatakan tentang perjalanannya
melalui proses keputusan inovasi.
2. Faktor Ketertarikan Terhadap Gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” Yang Mempengaruhi
Tahap Keputusan
Proses disfusi inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” memiliki pertimbangan di mana inovasi
berupa gagasan tersebut akan diadopsi atau tidak.
Pertimbangan-pertimbangan ini dapat dilihat berdasarkan
karakteristik yang dapat mempengaruhi proses adopsi
tersebut.
a. Kemanfaatan Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
1) Inovasi yang mengguntungkan.
Sifat inovasi sangat menentukan jenis
spesifik keuntungan relatif (seperti ekonomi,
sosial dan sejenisnya) yang penting bagi
pengadopsi, dalam hal ini para pengguna
merasakan inovasi itu mengguntungan atau tidak.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Informan 3 :
“Pelayanannya banyak mas, dari segi
kebersihan masjid, keamanan, dan fasilitas
masjid yang diberikan sehingga jamaah bisa
104
merasa nyaman dan khusu shalat dimasjid. Ada
juga yang jamaah belum sholat diajak sholat,
diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di
bantu, jadi jamaah merasakan manfaat dari
kehadiran masjid. Kalo ngomongin manfaatnya
masih banyak mas, menambah ilmu, wawasan
tentang islam, mempererat silaturrahmi dengan
jamaah yang lainnya.”35
Tidak hanya itu gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” dapat dimanfaatkan para jamaah
sebagai media dakwah untuk dapat mengajak
orang lain dalam berbuat kebaikan. Sebagaimana
disampaikan oleh Informan 2:
“... banyak manfaatnya. Karena semakin
banyak yang ikut semakin baik. Dan bisa jadi
ladang dakwah kita juga.”36
Hal tersebut senada dengan informan 1
yang merasakan keuntungan dari adanya gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup”.
“Pengalaman dan ilmu jelas bertambah
karna sering ada kajian-kajian setiap ba’da
sholat. Apalagi sering ada banyak pelatihan jadi
35 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
36 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
105
bisa tambah softskill dan bisa nemuin jati diri
seorang muslim”.37
Adanya gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup telah memenuhi kebutuhan para jamaah.
Para informan yang merupakan warga jamaah ini
tidak hanya memperoleh keuntungan berupa bisa
menunaikan sholat berjamaah saja. Para jamaah
juga memperoleh keuntungan dari segi agama,
sosial dan ekonomi. Di mana ditemukan data para
jamaah lebih terpahamkan akan urgensi sholat
berjamaah beraktivitas di masjid. Serta dari segi
sosial, gagasan ini sangat efektif untuk membina
kebersamaan jamaah. Di sisi lain warga jamaah
juga merasa terbantu dengan bantuan dan fasilitas
pelayanan yang diberikan.
2) Inovasi Konsisten dengan Nilai-Nilai Yang Dianut
Salah satu yang mempengaruhi proses
adopsi adalah sebuah inovasi yang dianggap
konsisten dengan nilai nilai yang ada, pengalaman
masa lalu serta kebutuhan. Jika inovasi tidak
sesuai dengan nilai dan norma dalam sistem sosial
dalam masyarakat umumnya, maka inovasi tidak
akan di adopsi. Seperti yang dikatakan informan 1
bahwa selain fokus mengajak orang untuk
melaksanakan sholat berjamaah di masjid
37 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
106
sebagaimana diusung dalam gerakan ini, materi
materi yang disampaikan seputar keutamaan
sholat berjamaah dan memakmurkan masjid pun
berlandaskan Alquran dan Hadist serta
kepercayaan juga berasal dari adanya kegiatan-
kegiatan masjid yang disesuaikan dengan adat
budaya yang berlaku di lingkungan setempat.
“Sangat sesuai mas, sama seperti yang di
ajarin guru waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang
dipakai juga jelas ada di al-Quran dan hadist
kalau sholat berjamaah itu lebih utama daripada
sholat sendirian”.38
Sehingga para informan berpendapat
bahwa apa yang dilakukan oleh Takmir masjid
Jogokariyan dalam “Gerakan Mensholatkan orang
Hidup” ini sangat mulia dan dapat dipertanggung
jawabkan, sebagaimana yang diungkapkan oleh
informan 3:
“Ya sangat sesuai mas, karena menurut
saya sholat berjamaah itu penting. Apalagi
mengajak orang untuk berbuat kebaikan itu
perbuatan yang sangat mulia.”39
Dalam penelitian ini para informan
memiliki ketertarikan dengan gerakan
38 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
39 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
107
“Mensholatkan orang Hidup” dikarenakan nilai
nilai yang dianut dalam inovasi tersebut. di mana
gagasan ini memiliki kesesuaian dengan ajaran
agama Islam dan adat budaya setempat.
3) Inovasi yang Mudah Digunakan Atau Dipahami.
Keberadaan gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” yang berbasis pelayanan dalam
memudahkan ibadah merupakan sebuah inovasi
dari perkembangan dakwah di era modern.
Inovasi yang mudah untuk dipahami dan
dimengerti akan mempengaruhi kecepatan
individu untuk mengadopsi nya. Semakin mudah
dimengerti oleh warga masyarakat, maka inovasi
tersebut semakin mudah untuk menarik perhatian
dan diadopsi. Seperti yang dikatakan oleh
informan 4 di mana ia merasa gagasan ini mudah
dimengerti dan dipahami berdasarkan pelayanan
dan fasilitas yang diberikan Takmir Masjid
Jogokariyan :
“kami jamaah diberikan bantuan berupa
sembako dan beras oleh masjid. Juga kalo
jamaah ada masalah pasti masjid bisa ngasih
solusi. Terus dimasjid ada wifi yang bisa bikin
jamaah betah.”40
40 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
108
Selain itu Takmir Masjid Jogokariyan
mengangap gerakan “Mensholatkan orang Hidup”
yang berbasis pelayanan dan fasilitas sudah
digolongkan sesuai dengan segmentasi sistem
sosial masing-masing :
“... kita berikan pemahaman ke jamaah
melalui kajian-kajian keislaman yang kita
sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai
dari remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang
khusus untuk para haji (orang kaya/muzakki)”.41
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis
mengambil kesimpulan bahwa para informan di
atas sama sekali tidak merasa kesulitan dalam
mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.
b. Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
Pengambilan keputusan dalam adopsi inovasi
berupa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
terjadi ketika seorang individu terlibat dalam
aktivitas yang mengarah pada pilihannya untuk
menerima atau menolak inovasi tersebut. Dalam
penelitian ini, peneliti menemukan data bahwa
para warga jamaah memutuskan untuk menerima
inovasi tersebut dikarenakan faktor kepercayaan
41 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
109
terkait substansi ajakan kepada seseorang untuk
melaksanakan sholat berjamaah dan beraktivitas
memakmurkan masjid yang dilakukan Takmir
Masjid Jogokariyan dalam bentuk pelayanan dan
fasilitas yang memudahkan warga masyarakat
untuk beribadah di masjid.
Berdasarkan hasil temuan yang telah penulis
jelaskan sebelumnya di mana keuntungan dari
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini seluruh
informan rata-rata berpendapat bahwa faktor
kemanfaatan dari pelayanan dan fasilitas yang
diberikan untuk memudahkan warga jamaah
dalam beribadah menjadikan mereka mempercayai
nilai nilai atau substansi materi yang terdapat
dalam gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”.
Sedangkan, terdapat faktor lain di mana para
informan memiliki ketertarikan mengadopsi
gagasan ini dikarenakan referensi yang dipakai
oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam
menjalankan “gerakan mensholatkan orang hidup”
ini berdasarkan Al-Quran dan hadist serta sesuai
dengan nilai-nilai ajaran islam sebagaimana ia
pelajari di TPA dan di sekolah berbasis agama.
“Sangat sesuai mas, sama seperti yang di
ajarin guru waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang
dipakai juga jelas ada di al-Quran dan hadist
110
kalau sholat berjamaah itu lebih utama daripada
sholat sendirian”.42
Berdasarkan data di atas, ditemukan bahwa
informan memiliki ketertarikan pada gagasan ini
dan memutuskan untuk mengadopsi gagasan ini
dikarenakan sesuai dengan apa yang ada pada
Alquran dan Hadist. Gerakan “Mensholatkan
orang Hidup” ini bisa menjadi alternatif solusi
untuk warga masyarakat untuk dapat
melaksanakan sholat berjamaah dan
memakmurkan masjid.
3. Penerapan Gerakan “Mensholatkan orang Hidup”
dalam Kehidupan Beragama Warga Masyarakat
a. Program ini sebagai solusi kemakmuran Masjid
Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini
berfokus pada pelayanan berupa memberikan fasilitas
ibadah yang dapat membantu dan menarik warga
masyarakat untuk dapat menjalankan sholat berjamaah
dan beraktivitas di Masjid. seperti yang diungkapkan oleh
informan 1, sebagai berikut :
“Awalnya saya bingung apa itu maksudnya
mensholatkan orang hidup, tapi setelah tahu filosofinya
42 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
111
jadi malah sangat ikut mensupport. Seneng kalau
masjidnya ramai.”43
Sementara itu informan 4 mengatakan bahwa
warga masyarakat memandang program ini dapat
meningkatkan motivasi masyarakat untuk sholat
berjamaah di masjid juga sekaligus sebagai alternatif
solusi bagi mereka yang memiliki permasalahan baik
dalam hal ibadah sampai dengan masalah sosial.
”kami jamaah diberikan bantuan berupa sembako
dan beras oleh masjid. Juga kalo jamaah ada masalah
pasti masjid bisa ngasih solusi. Terus dimasjid ada wifi
yang bisa bikin jamaah betah.”44
Gambar 4.8 Suasana Sholat Berjamaah Yang Tetap Ramai di
Masa Pandemi Covid-19
(Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis)
43 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
44 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
112
b. Intensitas penggunaan gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup”
Semakin sering dan semakin tinggi intensitas suatu
inovasi disebarluaskan dan dijalankan, maka setiap
individu akan semakin cepat mengadopsi inovasi tersebut.
Ditemukan data yang berbeda-beda dari setiap informan
dalam mengadopsi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” ini. Berdasarkan data temuan diperoleh informasi
bahwa para informan rata-rata sudah aktif mengikuti
sholat berjamaah dan kegiatan di masjid ketika sudah
mengadopsi inovasi tersebut. Seperti yang disampaikan
informan 3 :
“Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas.
Sering diajak orang tua ke masjid karena rumah saya
dekat. Tapi sekitar umur 20an baru benar benar
terpahamkan tentang keutamaan sholat berjamaah.”45
Hal yang tidak jauh berbeda juga disampaikan
informan 1:
“Alhamdulillah sering, Saya sudah enam belas
tahun aktif ikut sholat jamaah”.46
Berdasarkan data temuan di atas, didapati fakta
bahwa beberapa informan terbilang intens dalam
melaksanakan sholat berjamaah dan berkaktivitas di
45 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
46 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
113
masjid setelah mereka mengadopsi “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” ini
c. Perilaku individu dalam menerapkan inovasi.
Beberapa informan juga menunjukkan antusiasme
lebih setelah mengadopsi inovasi. Mereka tidak hanya
menikmati inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”
untuk diri mereka sendiri, tetapi juga berupaya mengajak
secara langsung dan berbagi informasi kepada orang lain
(teman ataupun keluarga). Mereka percaya bahwa dengan
membagikan informasi seputar keutamaan sholat
berjamaah dan memakmurkan masjid di new media
merupakan bentuk dari ekspresi dakwah. Seperti yang
dilakukan informan 1 yang tak ragu untuk mengajak
warga masyarakat yang lain untuk ikut sholat berjamaah
dan beraktivitas di masjid:
“Insya Allah selalu mas, bismillah untuk
istiqomah. Ya, karena itu bagian dari dakwah.”47
Sedikit berbeda dengan informan 2 yang
mengekspesikan dakwahnya dalam bentuk share dan
rekomendasi mengenai inovasi ini melalui media sosial
seperti informan 2 :
“Karena semakin banyak yang ikut semakin baik.
Dan bisa jadi ladang dakwah kita juga. Saya saya share
di medsos juga kalo ada acara.”48
47 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
114
Berdasarkan data temuan di atas terkait prilaku
individu dalam penerapan inovasi berupa gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup”. Beberapa informan ada
yang mengekspresikan dakwahnya melalui ajakan secara
langsung. Sedangkan, ada juga yang merekomendasikan
inovasi ini ke khalayak melalui new media.
d. Perubahan Pengetahuan Spiritual Keagamaan dalam
Sistem Sosial
Intensitas serta aktivitas dalam mengikuti gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” ini berdampak pada
perbaikan sikap dan pengetahuan dalam kehidupannya.
Asumsi ini berangkat dari pertanyaan: apakah agama
dapat memberikan dorongan positif atau negatif terhadap
masyarakatnya.
Para informan rata rata mengaku ada perubahan
positif dari akibat intensifitas mereka selama mengikuti
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Seperti yang
diungkapkan informan 4 sebagai berikut:
“Insya Allah iya mas, alhamdulillah saya
sekarang selalu ikut sholat berjamaah dan gak mau
ketinggalan setiap masjid ada kegiatan karena sangat
positif dan banyak manfaatnya.”49
48 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
49 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
115
Informan 4 berpendapat perubahan yang ia
rasakan ialah perubahan sikap yang lebih religius lebih
semangat dalam beribadah. Hal tersebut pun diungkapkan
oleh informan 2:
“...saya semakin terpahamkan dengan berjamaah
makin banyak manfaat yang bisa kita dapatkan, hidup
jadi lebih tenang. Bisa kumpul dengan orang-orang baik
yang mengajak kepada kebaikan.”50
Pemaparan di atas ialah pembuktian bahwa adanya
inovasi berupa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
dapat memberikan energi pengaruh yang positif baik itu
perubahan sikap yang menjadi lebih religius serta
pemahaman agama yang semakin bertambah.
4. Tanggapan Informan Terhadap Pengambilan
Keputusan Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup”
Temuan data dalam mencari penguatan untuk
keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi ia dapat
membalikkan keputusan ini jika terkena pesan yang saling
bertentangan tentang inovasi tersebut. Dalam hal ini semua
informan memutuskan untuk mengadopsi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” karena dinilai sesuai dengan
kebutuhan mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh informan
4 berikut ini:
50 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
116
“Ya saya menerima, karna unik. Soalnya kayaknya
belum ada masjid yang begini. Seneng saja begitu mas kalo
masjidnya ramai. Adanya gerakan ini cukup membantu” 51
Hal yang tak jauh berbeda di ungkapkan oleh
informan 3:
“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan
masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan
sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat
dimasjid. Ada juga yang jamaah belum sholat diajak sholat,
diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di bantu, jadi
jamaah merasakan manfaat dari kehadiran masjid.”52
Pada tahap ini warga masyarakat memutuskan untuk
mengadopsi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
karena memberikan kemanfaatan, menambah pemahaman
seputar memakmurkan masjid dan sholat berjamaah serta
dapat menjadi alternatif solusi keagamaan sesuai kebutuhan
bagi para penggunanya melalui layanan dan fasilitas yang
diberikan.
51 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
52 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
117
Tabel 4.1 Data Partisipasi Jamaah Masjid Jogokariyan Tahun
2005-2020
(Sumber: Hasil Survei Masjid Jogokariyan)
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa terdapat
perkembangan yang sangat signifikan terhadap peningkatan
jumlah partisipasi aktif jamaah Masjid Jogokariyan dari
tahun 2005 sampai dengan tahun 2020. Dimana jumlah
mukallaf yang belum sholat mengalami penurunan disetiap
tahunnya hingga hanya tersisa beberapa orang saja di tahun
2020.53
53 Hasil Survei Masjid Jogokariyan Pada Tahun 2005-2020
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
2005 2010 2015 2020
DATA PARTISIPASI JAMAAH MASJID JOGOKARIYAN TAHUN 2005-2020
Mukallaf Yang Belum Sholat Jamaah Aktif
118
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Difusi Inovasi
Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” Di Masjid
Jogokariyan dalam Meningkatkan Kualitas Imarah
Berdasarkan data yang peneliti temukan di
lapangan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
diterima atau ditolaknya suatu inovasi atau perilaku baru.
Begitu pula yang terjadi di Masjid Jogokariyan dalam
menjalankan Inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup”
1. Faktor Pendukung:
a. Derajat Manfaat
Derajat manfaat dimaksudkan apabila inovasi baru
tersebut bermanfaat bagi masyarakat, maka inovasi
tersebut dengan cepat akan diterima oleh masyarakat.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Informan 3, bahwa:
“Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan
masjid, keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan
sehingga jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat
dimasjid. Ada juga yang jamaah belum sholat diajak
sholat, diajari sampai bisa. Yang kurang mampu di bantu,
jadi jamaah merasakan manfaat dari kehadiran
masjid.”54
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” yang dijalankan
54 Hasil Wawancara dengan Bambang, Jamaah Masjid Jogokariyan
pada 9 Maret 2021, Pukul: 10.00 WIB
119
oleh Takmir masjid Jogokariyan memiliki banyak
manfaat. Dengan adanya manfaat dari program ini maka,
kemungkinan besar untuk diterimanya gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” ini sebagai inovasi baru
bagi masyarakat kampung Jogokariyan semakin besar.
b. Efektivitas Diri
Efektivitas diri dimaksudkan yaitu kepercayaan
pada diri sendiri dalam melakukan penerimaan inovasi.
Kadang perilaku membuat seorang menjadi ragu untuk
ikut gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini.
Namun, untuk difusi inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” diperlukan keyakinan pada
diri sendiri bahwa program yang diikuti tidak ada unsur
negatif dan merugikan, sehingga mau mencobanya. Hal
ini dibuktikan oleh penuturan informan 2 yang
mengungkapkan bahwa:
“Itu cukup lama mas tadinya saya gak langsung
ikut. Baru sekitar tahun 2009 akhirnya saya paham.”55
Insentif pernyataan di atas menunjukan bahwa
adanya rasa efektivitas diri yang tumbuh dari seorang,
dimana ia menemukan kepercayaan dirinya dan
mengaggap bahwa gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
ini bukan hal yang negatif untuk dirinya.
55 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
120
Adapun informan lainya, tidak ada yang
menjadikan efektivitas diri sebagai salah satu faktor
pendukung difusi inovasi.
c. Insentif Status
Insentif Status ini menjadi faktor paling
mempengaruhi penerimaan inovasi. Yang dimaksud
dengan insentif status ialah penerimaan terhadap
sesuatu yang baru seperti fasilitas jejaring sosial terbaru
dan segala sesuatu yang baru. Informan menyatakan
bahwa:
“... Liat-liat teman share kegiatan masjid
jogokariyan di Instagram dan WA kok menarik.”56
Dari pernyataan di atas, faktor insentif status
dalam proses difusi inovasi sangat berpengaruh.
Melihat kondisi sistem sosial yang ada tidak dapat
dinafikan lagi bahwa dari perkembangan teknologi
komunikasi ini, tidak sedikit warga jamaah yang
memanfaatkan beberapa flatform media sosial.
d. Nilai Individu
Penerimaan atau adopsi juga tergantung pada
nilai-nilai individu seseorang dan persepsi dirinya.
Jika inovasi atau perilaku baru tersebut berkonflik
dengan nilai atau persepsi yang dimilikinya, maka
56 Hasil Wawancara dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB
121
kecil peluang orang itu akan menerimanya. Hal ini di
ungkapkan oleh informan 1 bahwa:
“Awal mulanya dulu pernah ikut TPA, kemudian
bergaul dengan kakak-kakak dan pengurus masjid.
Nah disitu saya lalu dijelaskan mengenai keutamaan
memakmurkan masjid “57
Hal yang sama di ungkapkan oleh informan :
“Tahu pertama kali ada program seperti itu
dari takmir masjid ketika datang ke rumah pada
tahun 2008, waktu ngobrol-ngobrol di ajak untuk
aktif sholat berjamaah di masjid dan dikasih tahu
keutamaannya...”58
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
salah satu faktor pendukung difusi inovasi yaitu
komunikasi. Dengan adanya interaksi antara dua
individu yang saling bertukar pikiran dan wawasan,
maka penyebaran inovasi gerakan mensholatkan
orang hidup bisa semakin luas, yang tadinya tidak
tahu, menjadi tahu dan dari yang tadinya tidak paham
keutamaan sholat berjamaah dan beraktivitas di
masjid, menjadi paham. Namun, jika informasi yang
disampaikan tidak sesuai dengan persepsi komunikan
57 Hasil Wawancara dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 7 Maret 2021, Pukul: 11.00 WIB
58 Hasil Wawancara dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan pada 15 Maret 2021, Pukul: 14.00 WIB
122
maka secara otomatis komunikan akan menolak suatu
inovasi, tapi jika informasi yang disampaikan oleh
komunikator sesuai dengan persepsi komunikan maka
dengan mudahnya komunikan akan menerima inovasi
tersebut.
2. Faktor Penghambat
Selain faktor pendukung sebagaimana disebutkan
di atas, penulis juga menyinggung mengenai alasan
kenapa para warga masyarakat kampung Jogokariyan
masih ada sebagian warga yang belum aktif atau tidak
ikut dalam gerakan “Mensholatkan orang Hidup” ini.
Takmir Masjid Jogokariyan mengungkapkan bahwa:
“Hambatan pasti ada, karena Jogokariyan dulu
terkenal basis PKI, banyak budaya yang masih melekat.
Masih Banyak yang suka mabuk, judi dan bermain
perempuan.”59
Selain dari segi faktor historis dan ideologis
Kampung Jogokariyan di atas, ketua takmir masjid
menambahkan, sebagai berikut:
“Dulu awalnya banyak mas, karena di Kampung
Jogokariyan sini dulu terkenal basis PKI, jadi banyak
budaya-budaya komunis yang masih kebawa sampai
sekarang. Ada juga yang karena sebagian masyarakat
59 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada
20 Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
123
kerja di luar kota mungkin pas pulang capek mau ke
masjid.”
Dari pernyataan di atas, diketahui bahwa faktor
penghambat berasal dari aspek historis, ideologis, dan
sosiologis. Aspek historis dan ideologis awalnya sangat
berperan dalam menghambat proses pengembangan
Jama’ah Masjid Jogokariyan karena dahulunya banyak
warga Jogokariyan yang suka mabuk-mabukan, berjudi
dan bermain perempuan. Namun berdasarkan pengamatan
dilapangan, peneliti juga menemukan fakta lain seperti
penggunaan gawai yang berlebihan ikut menjadi faktor
penghambat.
124
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Proses Difusi Inovasi Gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” Di Masjid Jogokariyan Yogyakarta Dalam
Meningkatkan Kualitas Imarah
Berdasarkan hasil temuan yang sudah didiskusikan
pada bab sebelumnya, untuk meningkatkan jumlah jamaah
dalam rangka meningkatkan kualitas kemakmurannya Masjid
Jogokariyan Yogyakarta mencoba untuk menyajikan berbagai
hal pelayanan dan kemudahan yang dapat dirasakan oleh
jamaah. Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” dihadirkan
menjadi bagian dari apa yang dikatakan oleh Rogers sebagai
inovasi karena mengandung unsur kebaruan. Sifat kebaruan
inilah yang menggantikan pengetahuan, cara, teknologi, objek
atau penemuan yang lama yang sudah tidak efektif dalam
menyelesaikan suatu masalah yang ada. Inovasi yang telah
dicetuskan perlu untuk disebarluaskan atau dikomunikasikan.
Ahmed H. Tolba dan Maha Mourad menjelaskan
bahwa penyebaran inovasi dapat dilakukan secara difusi atau
diseminasi. Difusi inovasi adalah adalah proses untuk
mengkomunikasikan inovasi melalui sarana komunikasi pada
kurun waktu tertentu dalam sistem sosial. Itu artinya bahwa
difusi merupakan proses mengkomunikasikan sebuah ide atau
125
gagasan dan atau metode yang dianggap baru dengan tujuan
untuk melakukan pembaharuan.1
Berdasarkan analisis penulis, dalam penelitian ini
ditemukan empat permasalahan yang melatarbelakangi
lahirnya gagasan inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup”, yaitu:
1. Banyaknya warga masyarakat mukallaf yang masih
belum bisa dan belum mengerti tata cara sholat.
2. Sedikitnya warga masyarakat yang melaksanakan
sholat berjamaah di Masjid karena permasalahan
sosial dan ekonomi.
3. Sulitnya takmir masjid memberikan pemahaman
kepada warga masyarakat akan pentingnya
memakmurkan Masjid.
4. Kondisi sosiokultural kampung Jogokariyan yang
dulu terkenal sebagai basis PKI yang mayoritas
penduduknya merupakan kaum abangan.2
1 Tolba Ahmed H. & Mourad Maha. Individual and Cultural Factor
affecting Diffusion of Innovation. Journal International Business and Cultural
Studies 5, 2011. Diakses dari www.aabri.com/manuscripts/11806.pdf.\ pada 09
Juli 2021 pukul 22.00 WIB.
2 Sebagaimana disebut Greertz (1954) dalam kajiannya yang berjudul
“The Religion of java” Kaum Abangan adalah orang yang beragama Islam
tetapi tidak menjalankan peribadatan yang diwajibkan menurut syariat seperti
sholat, puasa, zakat, dan haji. Kaum Abangan melakukan ritual keagamaannya
berdasarkan tradisi lokal. Mereka menganggap praktik slametan sebagai ritual
keagamaan dan mata pencaharian kaum Abangan kebanyakan adalah petani.
Di bidang politik pada Pemulu 1955, aspirasi kaum Abangan adalah kepada
PKI. Lihat: Ani Nursalikah. Fenomena Sosial di Jawa: Santri dan Abangan.
2020. Diakses dari https://www.republika.co.id/ pada 09 Juli 2021. Pukul
21.45 WIB.
126
Berdasarkan keempat persoalan tersebut, inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” memiliki potensi
yang sangat luas untuk menghadirkan warga masyarakat
agar dapat beraktivitas dan beribadah dalam rangka
meningkatkan kualitas imarah Masjid. Secara substansi,
“Mensholatkan Orang Hidup” merupakan suatu gerakan
atau gagasan yang mana tidak lain adalah upaya untuk
mengajak warga jamaah Muslim yang sudah mukallaf
(sudah baligh) untuk dapat menunaikan shalat secara
berjamaah dalam rangka meningkatkan kualitas
kemakmuran masjid. Saat ini keadaan masyarakat
Kampung Jogokariyan yang tadinya sebagian besar
terkenal sebagai kaum abangan dan basis komunisme
berubah menjadi kampung Islami yang segala aktivitas
masyarakatnya berpusat di Masjid.
Fakta tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa difusi inovasi merupakan suatu gejala
kemasyarakatan yang berlangsung seiring dengan
perubahan sosial yang terjadi. Kedua hal itu bahkan
merupakan sesuatu yang menjadi penyebab satu sama
lain. Penyebaran inovasi menyebabkan masyarakat
berubah dan perubahan sosial pun merangsang orang lain
untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang
baru.3
3 Thalitha Sacharissa Rosyiidiani, dkk. Eksistensi Aplikasi
Keagamaan sebagai Media Informasi Umat (Studi Difusi Inovasi pada
Aplikasi Masjidku). Jurnal Publikasi Ilmu Komunikasi Media dan Cinema.
Vol. 1 No. 2 : Maret 2019. P-ISSN 2622-547X. hlm. 47-48
127
Penulis kemudian menganalisis proses
pengambilan keputusan oleh para warga jamaah terhadap
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. Hal ini dapat
menjawab pertanyaan mayor dengan teknik pengumpulan
data yang penulis lakukan dan menganalisisnya dengan
menggunakan teori difusi inovasi.
Sebelum memasuki tahapan pengambilan
keputusan oleh para warga jamaah terhadap gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup”, penulis akan memaparkan
terlebih dahulu proses terkait elemen difusi inovasi yang
sangat berpengaruh pada proses pengambilan keputusan,
diantaranya:
a. Inovasi
Inovasi merupakan ide, praktik, atau objek yang
dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya.4
Inovasi yang dimaksud ialah gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” yang menawarkan berbagai ide-ide menarik
dan cukup berbeda dari Masjid kebanyakan yang dianggap
baru oleh para warga jamaahnya. Berdasarkan fakta yang
penulis dapatkan, inovasi tersebut dipilih karena dinilai
4 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.11. Dalam hal ini, kebaharuan inovasi diukur
secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimannya. Jika suatu
ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.
Namun, konsep baru dalam inovasi tidak harus baru sama sekali. Lihat: Andi
Ridwan Makkulawu. “Proses Percepatan Difusi Inovasi Produk Susu
Sterilisasi Nonhermal” Jurnal Teknik Industry ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.
hlm.47
128
merupakan suatu yang hal unik dan tidak biasa, yang
cukup berbeda dengan masjid-masjid kebanyakan yang
biasanya hanya berfokus pada peringatan hari besar Islam
saja. Keunikan tersebut lah yang justru mampu menarik
minat masyarakat untuk datang ke masjid. Gagasan ini
dihadirkan dengan menawarkan solusi menarik untuk
memudahan dan membantu warga jamaah untuk mau
mengerjakan sholat terutama berjamaah di Masjid yang
disesuaikan dengan segmentasi masyarakatnya. Inovasi
yang hadir berupa pelayanan yang mana dianggap baru dan
sangat menarik para warga jamaahnya, diantaranya:
1) Pelayanan ibadah dan spiritual, ditujukan agar jamaah
merasa tenang dan nyaman dalam beribadah di
Masjid. Masyarakat yang memiliki masalah fisik
untuk sholat (karena difabel, faktor usia, kesehatan,
dan lain-lain) adalah orang-orang yang memiliki hak
besar untuk difasilitasi agar tetap bisa sholat jamaah
di masjid.
2) Pelayanan sosial, yang bertujuan agar jamaah lebih
terbantu dalam beraktivitas di masjid sehingga
menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas
masyarakat. Masyarakat diberikan santunan beras dan
sembako setiap bulan, termasuk dalam hal ini
pelayanan kesehatan, jamaah difasilitasi dengan
klinik kesehatan yang diperuntukkan kepada jamaah
Masjid Jogokariyan dan masyarakat Kampung
129
Jogokariyan. klinik ini biasa melakukan praktik setiap
hari selasa dan rabu ba’da shalat isya. Namun jika
dibutuhkan secara mendadak, klinik Masjid
Jogokariyan akan siap sedia selama 24 jam.
3) Pelayanan ekonomi, dilakukan agar masyarakat
terutama yang kurang mampu yang menjadi jamaah
rutin menjadi lebih sejahtera. Termasuk dalam hal ini
bantuan pendidikan.
Berbagai bentuk pelayanan tersebut merupakan
sebuah cara Masjid Jogokariyan untuk menghidupkan
suasana gembira dan menyenangkan bagi jamaah supaya
betah dalam beribadah dan beraktivitas di masjid.
b. Saluran Komunikasi
Saluran Komunikasi adalah sarana yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator kepada komunikan.5 Proses difusi inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” menunjukkan
bahwa terdapat berbagai saluran komunikasi yang
digunakan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam
melakukan penyebaran inovasi yang utamanya dilakukan
dengan pendekatan komunikasi interpersonal. Dalam hal
ini Takmir bersilaturahmi ke rumah-rumah warga untuk
kemudian memahamkan dan mengajak untuk sholat
berjamaah.
5 Hanafi, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.27.
130
Selain itu untuk menarik masyarakat agar mau
sholat berjamaah, Masjid Jogokariyan memanfaatkan
saluran komunikasi massa baik media cetak seperti
undangan, kalender, buletin idul fitri. Yang terbaru, seiring
berkembangnya internet yang sudah menjadi bagian dari
gaya hidup masyarakat. Masjid Jogokariyan juga
melakukan penyebaran inovasi dengan memanfaatkan
media baru seperti melalui website
www.masjidjogokariyan.com, channel YouTube Masjid
Jogokariyan, Instagram @masjidjogokariyan, Grup
WhatsApp dan Telegram Masjid Jogokariyan Channel
yang dikelola khusus oleh Tim IT Masjid Jogokariyan.
Dalam perpektif Komunikasi massa, terpaan informasi
yang disebarkan media bisa menjangkau wilayah yang
lebih luas. Bahkan beberapa informan menyatakan senang
dengan adanya konten di media sosial yang menarik.
Kemudian untuk terus membangkitkan motivasi
dan kesadaran warga jamaah untuk selalu memakmurkan
masjid, Masjid Jogokariyan menghadirkan kajian-kajian
ilmu yang rutin dilaksanakan. Secara tidak langsung, hal
tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat
yang menunaikan sholat. Melalui proses difusi inovasi
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” ini, jamaah sudah
memiliki kesadaran untuk menunaikan kewajiban sholat
lima waktu. Tentunya, kesadaran itu semua tidak terlepas
dari Takmir masjid yang tidak bosan mengajak dan
131
mengingatkan melalui berbagai pendekatan komunkasi
yang dilakukan.
c. Jangka Waktu
Waktu adalah elemen penting dalam proses difusi.
Pada elemen ini yaitu proses dijelaskannya waktu yang
digunakan dalam menyampaikan inovasi tersebut.6
Dimensi waktu dalam proses difusi inovasi “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” berawal pada tahun 1999
yang kemudian dikembangkan setiap lima tahun dan
seiring berjalannya waktu jamaah Masjid Jogokariyan kian
meningkat disetiap tahunnya. “Gerakan mensholatkan
orang hidup” ini mulai terlihat hasilnya pada tahun 2015,
dari yang tadinya hanya diisi oleh tiga keluarga kini
menjadi 1.800an orang dan sekarang mukallaf yang belum
shalat tinggal beberapa orang saja dari 480 orang.7 Dalam
praktiknya berdasarkan data hasil temuan, kecepatan warga
masyarakat dalam menerima gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” ini berbeda-beda.
Fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan
menggunakan skema aksi Parson. Apabila ada inovasi
dalam masyarakat, maka ada rentang waktu yang
dibutuhkan oleh sebuah inovasi bermanfaat untuk
dicernakan dalam suatu sistem sampai kemudian seseorang
dapat memiliki sebuah tindakan yang akan dipilih untuk
6 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.20.
7 Hasil Wawancara dengan Ust. Salim A. Fillah, Pendakwah pada 20
Maret 2021, Pukul: 13.00 WIB.
132
menerima ataupun menolak inovasi tersebut. Keputusan
menolak inovasi sesungguhnya merupakan inovasi yang
tertunda karena kurun waktu tertentu seseorang dapat
menerima inovasi itu kembali.8
Dalam perkembangannya jangka waktu proses
difusi inovasi gerakan “Mensholatkan orang Hidup” dapat
digambarkan melalui tabel berikut:
Tabel 5.1 Jangka Waktu Penyebaran Inovasi
Periode Pencapaian
2000 – 2005
Jogokariyan Islami
- Mengubah masyarakat
abangan menuju islami
- Mengajak warga sholat
jamaah di masjid
- Target jamaah sholat subuh
sebanyak 25% jamaah sholat
jumat
2005 – 2010
Jogokariyan Darussalam I
- Membiasakan masyarakat
berkomunitas di masjid
- Memperbanyak pelayanan
sosial untuk jamaah masjid
- Target jamaah sholat subuh
sebanyak 10 shaf (50% sholat
jumat)
2010 – 2015
Jogokariyan Darussalam II
- Meningkatkan kualitas
keagamaan masyarakat
- Menuntaskan mengajak
warga yang belum sholat
jamaah di masjid
- Target jamaah sholat subuh
sebanyak 14 shaf (75% sholat
jumat).
(Sumber: Dokumen Arsip Masjid Jogokariyan)
8 Burhan, Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2017) hlm. 156
133
d. Sistem Sosial
Pada dasarnya sistem sosial yang dimaksud adalah
sistem sosial yang mengetahui serta ikut dalam “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup”. Segmentasi yang dimaksud
oleh gagasan ini dalam menyampaikan inovasinya, yaitu
utamanya adalah warga masyarakat kampung Jogokariyan
dan masyarakat umum yang dapat mengakses informasi
mengenai “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” di new
media.
Difusi inovasi yang berlangsung pada sistem sosial
sudah mulai terbuka terhadap ide-ide baru, paling tidak
ditandai dengan perubahan wawasan, pandangan, sikap,
dan baru kepada perubahan prilaku.
Sebagaimana yang sudah disebutkan, bahwa difusi
inovasi sangatlah dekat dengan perubahan sosial,
sedangkan perubahan sosial itu sendiri berkaitan dengan
sistem sosial masyarakatnya.9
Sebagaimana Talcott Parsons dalam Ritzer (1966)
mejelaskan teori sistem sosial, bahwa setiap masyarakat
memiliki sistem sosialnya. Sistem juga secara laten
memiliki kemampuan untuk mempertahankan pola-pola
dan aturan yang ada, bahkan memiliki kemampuan untuk
memperbaiki sistem yang rusak apabila ada serangan dari
luar sistem. Maka perubahan sosial yang terjadi sebagai
9 Burhan, Bungin. “Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.” (Jakarta: Kencana, 2017)
hlm. 154
134
akibat dari proses sistem yang saling bergerak. Setiap
sistem sosial berhubungan dengan sistem sosial lainnya
yang lebih besar maupun dalam sub sistemnya seperti
sistem budaya, sistem prilaku organisme dan sistem
kepribadian.10
Keempat elemen difusi inovasi di atas sangat
berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan pada
ide ide baru yang diberikan oleh ”Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup”.
Proses pengambilan keputusan inovasi adalah
proses yang dilaluinya seorang individu beralih dari
pengetahuan awal tentang suatu inovasi, ke pembentukan
sikap terhadap inovasi, ke suatu keputusan untuk
mengadopsi atau menolak, hingga implementasi dari ide
baru dan konfirmasi keputusan. Proses ini terdiri dari
serangkaian tindakan dan pilihan dari waktu ke waktu di
mana seorang individu atau organisasi mengevaluasi ide
baru dan memutuskan apakah akan memasukkan ide baru
tersebut ke dalam praktik yang berkelanjutan.
Berdasarkan data dan informasi yang telah penulis
dapatkan sebelumnya. Di sini penulis akan mengulas fakta
dari para warga jamaah untuk mengetahui pengalaman
terkait proses pengambilan keputusan yang penulis sajikan
dalam suatu matriks.11 Hasil analisis penulis sesuai data
10 George Ritzer. Sociological Theory, Fourth Edition. (New York:
McGraw-Hill International Editions, 1996) hlm. 238-240
11 Matriks penelitian merupakan gambaran keseluruhan isi penelitian
yang akan dibuat. Menurut Creswell (1998) matriks ini mengandung empat
135
dan fakta yang didapatkan, di mana pada 5 proses yang
dilalui para pengguna di sini penulis kategorikan menjadi 4
sub.
1. Tahap Pengetahuan
Tahap pengetahuan terjadi ketika seseorang atau
unit pengambilan keputusan lainnya terpapar informasi
pada keberadaan inovasi dan memperoleh pemahaman
tentang bagaimana fungsinya.12 Hasil analisis yang
penulis dapatkan, para informan melalui beberapa tahapan
pengetahuan terlebih dahulu sebelum memasuki proses
keputusan mengadopsi inovasi, di mana para informan
terlebih dahulu mengetahui atau memiliki kesadaran
adanya inovasi dan setelah itu baru mengetahui fungsinya.
Sebagaimana dikelompokan menjadi 2 yaitu:
a. Saluran Komunikasi
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, bahwa
para informan mengetahui keberadaan gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” ini melalui saluran
tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual untuk
kolom dan bentuk spesifik dari informasi. Dengan menggunakan model
matriks dalam menyampaikan data, peneliti dapat menunjukkan kedalaman
data dan banyaknya data yang berhadil dikumpulkan. Dengan demikian
kompleksitas kasus yang diangkat akan tampak dengan sendirinya. Lihat:
Cosmas Gatot Haryono, Ragam Metode Penelitian Kualitatif Komunikasi.
(Jawa Barat: CV Jejak, 2020) hlm. 164
12 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.164. Tahap pengetahuan terjadi ketika
seseorang (atau unit pengambilan keputusan lainnya) terpapar pada keberadaan
inovasi dan memperoleh pemahaman tentang bagaimana fungsinya. Kami
menganggap proses keputusan-inovasi sebagai dimulai dengan pengetahuan
yang paling besar tentang hal-hal yang terjadi ketika individu (unit pembuat
keputusan) dihadapkan pada keberadaan inovasi dan memperoleh pemahaman
tentang bagaimana fungsinya.
136
komunikasi yang berbeda.13 Dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.2 Saluran Komunikasi
Informan Saluran Komunikasi
Informan 1 Rekomendasi RMJ
Informan 2 Media sosial Ig dan WA
Informan 3 Rekomendasi orang tua
Informan 4 Rekomendasi Takmir
(Sumber: Data Wawancara)
Berdasarkan analisis, penyebaran informasi terkait inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” yang berasal dari Saluran
Komunikasi Interpersonal dalam sistem sosial terbukti dominan
dan sangatlah efektif dalam menarik masyarakat. Upaya
mengajak warga mukallaf untuk dapat sholat berjamaah dalam
rangka memakmurkan Masjid Jogokariyan cukup berhasil dengan
adanya komunikasi interpersonal, yaitu jenis komunikasi yang
frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya-upaya yang dilakukan takmir Masjid Jogokariyan
yaitu dengan membangun komunikasi dua arah antara takmir dan
jamaah. Takmir mengambil langkah pendekatan secara personal
dan informal melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan
13 Hanafi. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru (Surabaya : Usaha Offset
Printing, 1981) hlm.27. Saluran Komunikasi adalah sarana atau perantara yang
dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada
komunikan. Dalam penyampaian pesan tidaklah terlepas dari proses
komunikasi dengan melihat beberapa pertimbangan diantaranya tujuan
diadakannya komunikasi dan audiens dengan siapa saluran itu disambungkan.
137
masyarakat setempat. Hal ini berdampak pada umpan balik yang
positif, seperti terlihat pada kebersamaan dan tingkat partisipasi
jamaah yang meningkat. Komunikasi interpersonal takmir Masjid
Jogokariyan bersifat dinamis secara timbal balik dan
berkelanjutan. Efektifitas komunikasi interpersonal tidak hanya
ditentukan oleh pesan tetapi juga hubungan antarpribadi. Hal ini
merupakan aktivitas yang dibangun secara berkelanjutan, ada
ikatan emosional yang terjalin antara takmir masjid dan jamaah
Masjid Jogokariyan.
Liliweri (2011) menyampaikan ciri-ciri komunikasi
interpersonal yang efektif dengan adanya keterbukaan, empati,
dukungan, rasa positif dan kesetaraan. Takmir masjid sebagai
komunikator antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada
komunikan, dalam hal ini adalah warga jamaah. Dalam teori
komunikasi interpersonal fokus aktivitas yang dilakukan adalah
melalui percakapan. Percakapan yang dilakukan takmir Masjid
Jogokariyan melalui silaturahim yang intens kepada jamaah
setempat. Hal ini berdampak baik pada antusiasme jamaah salat
lima waktu di masjid dan keaktifan jamaah dalam berbagai
kegiatan masjid.14
Selain itu, komunikasi massa juga ikut mengambil
peranan yang cukup penting terhadap keberhasilan penyebaran
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini. Sebagai media
informasi, efek komunikasi massa memiliki andil dalam hal
14 Atik Nurfatmawati. “Strategi Komunikasi Takmir Dalam
Memakmurkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta”. Dalam Jurnal Dakwah
Risalah. Volume 31 Nomor 1 Juni 2020. P-ISSN: 1412-0348. hlm. 30-31
138
pembentukan sikap, prilaku, dan keadaan masyarakat seperti
halnya penyebaran budaya global yang menyebabkan masyarakat
berubah dari tradisional ke modern, dari modern ke post modern,
dan dari taat beragama ke sekuler, dan begitu sebaliknya.15
Dengan era digital saat ini, metode mengajak orang dalam
melaksanakan sholat berjamaah pun ikut berubah. Sebagaimana
untuk meningkatkan shalat subuh berjamaah, Masjid Jogokariyan
pernah membuat sebuah surat undangan eksklusif yang dicetak
layaknya seperti undangan pernikahan yang kemudian di sebar ke
rumah-rumah warga yang menjadi wilayah dakwah. Hal tersebut
ternyata cukup berhasil menarik minat jamaah untuk
melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid.
Masjid Jogokariyan saat ini memiliki tim IT khusus yang
bertugas mengelola dan membuat konten-konten agar inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” juga bisa menyentuh
khalayak khususnya anak-anak muda yang kerap berselancar di
dunia online. Cara ini cukup kompetibel dengan kebiasaan
masyarakat saat ini yang selalu aktif beraktualisasi diri melalui
media baru. Media baru sendiri merupakan sebuah perkembangan
dan kemajuan dari teknologi media massa. Terry Flew dalam
Gun Gun Heryanto (2018) menjelaskan bahwa pemikiran dasar
dari media baru itu adalah untuk menggabungkan keunikan dari
digital media dengan pemakaian media konvensional untuk
15 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. (Jakarta, Kencana : 2017)
hlm. 326
139
mengadopsi dan mengadaptasi teknologi media baru.16 Sebagian
besar teknologi yang digambarkan sebagai media baru adalah
digital, seringkali memiliki karakteristik dapat dimanipulasi,
bersifat jaringan, padat, interaktif dan tidak memihak.17 Sekarang
ini kita mungkin banyak mengenal situs jejaring sosial seperti
Tiktok, Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, Telegram, dan
lain-lain yang memungkinkan kita berinteraksi secara lebih
efektif sebagaimana yang digunakan oleh Masjid Jogokariyan
dalam menarik masyarakat ke masjid.
Penyebaran inovasi “Gerakan Mensholatkan orang
Hidup” melalui media sosial ini memang baru diterapkan dalam
beberapa tahun terakhir. Namun sudah cukup berhasil
menginspirasi dan menarik minat anak muda untuk mau ke
masjid.
Everett M. Rogers dalam bukunya Communication
Technology: The New Media in Society menguraikan hubungan
komunikasi dalam masyarakat mencakup era tulis, media cetak,
media telekomunikasi dan era komunikasi interaktif.18 Berkaitan
dengan hal tersebut, kegiatan dakwah melalui dunia maya
mengalami proses perubahan yang berjalan sangat cepat yang
memberi peluang bagi masyarakat untuk mengakomodasikan diri
dalam suatu aktivitas dakwah.
16 Gun Gun Heryanto, Media Komunikasi Politik: Relasi Kuasa
Media di Panggung Politik (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018) hlm. 25
17 Danaher and Davis. A Comparison of Online and Offline
Consumer Brand Loyalty, Marketing Science, dalam Horton, Paul B dan
Chestern L Hunt. (1996). Sosiologi Jilid 2 (edisi 6) Diterjemahkan oleh:
Amiruddin Ram dan Tita Sobari). (Jakarta: Erlangga, 2003) hlm.462.
18 Everett M. Rogers. Communication Technology: The New Media
in Society. (London: The Free Press Collier Publisher, 1986) hlm. 25
140
Sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Takmir Masjid
Jogokariyan. Proses difusi inovasi “Gerakan Mensholatkan orang
Hidup” menggunakan pendekatan komukasi kelompok melalui
kajian-kajian ilmu dibuat untuk memberikan pemahaman dan
membangkitkan semangat serta kesadaran masyarakat akan
pentingnya memakmurkan masjid. Perspektif Psikologi
komunikasi melihat aktivitas dakwah ini sebagai proses
membangkitkan motivasi untuk melakukan suatu tindakan yang
dinilai benar menurut ajaran.19
Dalam kerangka komunikasi, motivasi sendiri merupakan
kekuatan internal yang akan menentukan efektif tidaknya suatu
proses. Karena itu, jika aktivitas dakwah menargetkan terjadinya
perubahan, baik individu maupun kelompok, penggunaan
berbagai saluran, termasuk pemilihan bahasa dan logika yang
digunakan, pemanfaatan media cetak maupun elektronik, serta
beragam media sosial lainnya, dimaksudkan untuk
mempermudah proses perubahan tersebut. Proses dakwah sendiri
pada dasarnya merupakan proses komunikasi sosial yang
dilakukan untuk melakukan perubahan. Komunikasi dilakukan
bukan hanya dalam menyampaikan suatu pesan. Komunikasi juga
sering dilakukan justru untuk menumbuhkan gairah dan
kesenangan, sekaligus mendorong untuk melakukan suatu
tindakan.
19 Aminudin. Efektivitas Dakwah: Tinjauan Psikologi Komunikasi.
Dalam Jurnal Al-Munzir Vol. 8, No. 2, November 2015. hlm. 152
141
b. Pengetahuan Fungsi
Selain itu para jamaah tentunya memiliki kesadaran
terkait fungsi inovasi yang akan mereka adopsi. Berdasarkan data
temuan di atas, para informan beranggapan “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” memiliki fungsi yang relevan, yaitu:
1) Sebagai alternatif menemukan jati diri seorang muslim
2) Sebagai wadah mendekatkan diri kepada Allah
3) Sebagai solusi permasalahan keagamaan
4) Sebagai solusi permasalahan sosial kemasyarakatan
Tahap pengetahuan mengenai fungsinya tersebut masuk
kedalam jenis pengetahuan kesadaran (di mana kesadaran berasal
dari pola penyebaran informasi yang para informan dapatkan
melalui saluran komunikasi) dan jenis pengetahuan prinsip yaitu
berkenaan dengan prinsip-prinsip berfungsinya suatu inovasi
dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2. Tahap Persuasi Terhadap Tahap Keputusan
a. Tahap Persuasi
Tahap persuasi terjadi ketika seorang individu
membentuk sikap yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan terhadap inovasi.20 Pertimbangan pertimbangan
para informan untuk mengadopsi inovasi ini dapat dilihat
berdasarkan karakteristik yang dapat mempengaruhi proses
adopsi tersebut.
20 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.164.
142
Berdasarkan hasil analisis para warga jamaah memiliki
pertimbangan yang penulis kelompokan menjadi 3 karakteristik
pada inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”, yaitu :
1) Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
Keuntungan relatif adalah sejauh mana inovasi
dianggap lebih baik daripada ide yang digantikannya.21
Sebagaimana keuntungan relatif yang pada para pengguna
rasakan ialah:
a) Keuntungan Dari Segi Keagamaan
Keuntungan dari segi keagamaan di mana “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” ini dapat dimanfaatkan
para jamaah sebagai media dakwah untuk dapat
mengajak orang lain dalam berbuat kebaikan. Karena
adanya pelatihan sholat ke rumah-rumah warga serta
banyaknya kajian ilmu yang dibuat oleh Masjid
Jogokariyan, mereka yang tadinya belum mau
melaksanakan sholat karena kurangnya pengetahuan
mengenai urgensi keutamaan sholat berjamaah di masjid
pun menjadi lebih terpahamkan. Hadirnya gagasan
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” melaui media
sosial yang mulai dikembangkan Masjid Jogokariyan
juga dapat memenuhi kebutuhan jamaah mengenai
informasi keagamaan dengan lebih cepat yang dapat
diakses kapanpun dan dimanapun oleh siapapun.
21 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.213.
143
b) Keuntungan Dari Segi Sosial dan Ekonomi
Para warga jamaah merasa terbantu saat
beribadah di masjid karena kebutuhan sehari-hari
mereka sudah dipenuhi oleh Takmir melalui fasilitas
dan pelayanan yang diberikan. Manfaat sosial seperti
kenyamanan dirasakan saat beribadah di masjid karena
timbulnya kerukunan dan kebersamaan antar tiap
jamaah karena seringnya terjadi interaksi.
Meskipun demikian, selama proses difusi
dilakukan tidak ada unsur paksaan sama-sekali yang
dilakukan oleh Takmir Masjid Jogokariyan dalam
mengajak warga jamaah untuk selalu dapat
melaksanakan sholat lima waktu di masjid maupun ikut
dalam kegiatan yang diselenggarakan. Aspek
kemanfaatan yang dirasakan warga jamaah lah yang
kemudian memunculkan kesadaran untuk tergerak
dalam menunaikan sholat berjamaah dan beraktivitas di
Masjid.
2) Kesesuaian Inovasi (Compatibility)
Kompatibilitas adalah sejauh mana inovasi
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada,
pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi
potensial.22 Jika inovasi tidak sesuai dengan nilai dan
norma dalam sistem sosial dalam masyarakat umumnya,
maka inovasi tidak akan di adopsi.
22 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.223.
144
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh informan
berpendapat bahwa faktor mereka memustuskan
mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”
dikarenakan nilai nilai yang dianut dalam inovasi ini
sesuai dengan apa yang mereka anut. Selain memiliki
fokus tersendiri yaitu mengajak warga untuk
melaksanakan sholat berjamaah. Di mana sumber-sumber
yang dipakai dalam inovasi ini pun didasarkan pada Al-
Quran dan Hadist. Dimana dalam Islam kita diajarkan
untuk berbuat baik kepada setiap makhluk-Nya dan kita
diajarkan juga untuk senantiasa mengajak orang lain
untuk berbuat baik. Apalagi mengajak orang lain untuk
menegakkan salah satu rukun Islam yaitu sholat yang
merupakan pondasi atau pilar dari sebuah agama. Hal ini
merupakan suatu pekerjaan yang mulia yang sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat sehingga dapat
diterima dengan baik.
3) Kerumitan inovasi (complexity).
Kompleksitas adalah tingkat di mana suatu inovasi
dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan.23
Keberadaan “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”
merupakan sebuah inovasi dari perkembangan media
dakwah. Inovasi yang mudah untuk dipahami dan
dimengerti akan mempengaruhi kecepatan individu untuk
mengadopsinya. Begitu pula dengan kemudahan dari
23 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.230-231.
145
segala pelayanan dan fasilitas yang sudah digolongkan
sesuai dengan segmentasi masyarakat untuk
menumbuhkan minat dan semangat warga jamaah untuk
sholat berjamaah dari inovasi ini. Semakin mudah
dimengerti oleh warga jamaah maka inovasi tersebut
semakin mudah untuk menarik perhatian dan diadopsi.
Berdasarkan hasil penelitian, inovasi ini mudah untuk
diikuti dan dijalankan. Hal tersebut terbukti dengan pendapat dari
seluruh informan yang telah penulis jelaskan di Bab sebelumnya.
Hal ini membuktikan bahwa para informan menggangap bahwa
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini justru memudahkan
mereka dalam menjalankan ibadah di masjid sehingga mudah
dipahami.
Dari ke lima karakteristik yang Rogers sebutkan dalam
teorinya, dalam hal ini penulis hanya menemukan tiga diantara
nya yang mempengaruhi proses keputusan inovasi dari para
pengguna, yaitu: Keuntungan Relatif, Kesesuaian Inovasi dan
Kerumitan inovasi.
b. Tahap Keputusan
Tahap keputusan dalam proses keputusan-inovasi terjadi
ketika seorang individu (atau unit pengambilan keputusan
lainnya) terlibat dalam kegiatan yang mengarah pada pilihan
untuk mengadopsi atau menolak inovasi.24 Berdasarkan analisis
24 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.172-173.
146
penulis, para informan memutuskan untuk menerima inovasi
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” atau mengadopsi tersebut
dikarnakan terdapat faktor ketertarikan, yaitu:
1) Seluruh informan berpendapat bahwa faktor kemudahan
dan kemanfaatan dari pelayanan dan fasilitas yang
diberikan pada iniovasi ini yang menjadikan mereka
mempercayai nilai nilai atau subtansi ajakan untuk
melaksanakan sholat berjamaah dan aktivitas
memakmurkan masjid yang dilakukan Takmir Masjid
Jogokariyan.
2) Referensi yang dipakai oleh Takmir Masjid Jogokariyan
dalam menjalankan “gerakan mensholatkan orang hidup”
ini berdasarkan Al-Quran dan hadist serta sesuai dengan
nilai-nilai ajaran islam.
Selain itu, pada tahap keputusan ini juga sangat berkaitan
dengan dimensi waktu yang bisa dilihat pada kategori adopter.25
Dalam tahap keputusan ini melibatkan kategori adopter yaitu
mayoritas awal dan mayoritas akhir dikarnakan jangka
penerimaan informasi yang berbeda. Masyarakat yang
menghadapi suatu difusi inovasi, oleh Rogers dan Shoemaker
25 Kategori Adopter adalah Anggota sistem sosial dapat dibagi ke
dalam kelompok-kelompok adopter atau penerima inovasi berdasarkan tingkat
keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih akhirnya seseorang mengadopsi
inovasi.
147
(1971) dikelompokkan dalam golongan-golongan sistem sosial
yaitu:26
1) Inovator, yakni mereka yang memang sudah pada
dasarnya menyenangi hal-hal baru, dan rajin
melakukan percobaan-percobaan. Dalam penelitian
ini inovator ialah para Takmir Masjid Jogokariyan
yang membuat “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup”. Menurut Rogers (1983) seorang inovator
memiliki beberapa ciri, di antaranya: (1) suka
berpetualang dan mencoba hal-hal baru; (2) memiliki
obsesi terhadap hal-hal baru; (3) memiliki nilai
finansial yang lebih untuk mengembangkan inovasi
yang akan dilakukan; (4) jauh dari lingkup putaran
lokal dan berada dalam lingkungan yang kosmopolit;
(5) dan berani menghadapi risiko terhadap
ketidakpastian mengenai kapan inovasi yang mereka
adopsi akan diterima oleh adopter.27
2) Early adopter (penerima dini), yaitu orang-orang
yang berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya
memperoleh informasi, dan merupakan orang-orang
26 Ayu Mutiara Annur.“Difusi Dan Adopsi Inovasi
Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan Adopsi Inovasi Layanan
“Mbela Wong Cilik‟ Unit Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan
(UOTPK) Di Kabupaten Sragen)” Journal Of Rural and Development,
Vol.IV, No.1, Februari 2013. hlm.73. 27 Sidiq Setiawan. Pola Proses Penyebaran dan Penerimaan
Informasi Teknologi Kamera DSLR (Studi Kasus Tentang Pola Proses
Penyebaran dan penerimaan Informasi Teknologi Kamera Dari Kamera
Analog Menjadi DSLR Pada Fotografer Profesional di Kota Solo dan
Yogyakarta). Dalam Tesis, UNS: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2015)
hlm. 31
148
yang lebih maju dibanding orang sekitarnya. Dalam
penelitian ini, Golongan ini diisi oleh informan 1 dan
3 yang sudah mengikutinya sejak dini serta kerabat
dekat para inovator yang kemudian turut serta
mensosialisasikan “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup ” melalui saluran komunikasi antarpribadi.
3) Early majority (mayoritas dini), yaitu orang-orang
yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu
dari rata-rata kebanyakan orang lainnya. Berdasarkan
analisis, informan 2 dan 4 masuk di kategori ini.
Informan mulai mencari tahu lebih banyak mengenai
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” dan selama
rentang waktu tersebut mereka bisa membandingkan
program tersebut dengan program-program yang
sudah ada sebelumnya. Kelompok inilah yang mulai
aktif mengikuti sholat berjamaah dan setiap aktivitas
Masjid, baik sebagai peserta maupun panitia.
4) Late majority (mayoritas belakangan), yaitu orang-
orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi
apabila menurut penilaiannya semua orang di
sekelilingnya sudah menerima. Orang-orang pada
golongan ini termasuk orang-orang yang cukup
terlambat mengetahui “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup”.
5) Laggards, yaitu lapisan orang yang paling akhir
dalam menerima suatu inovasi. Berdasarkan data
temuan, masih terdapat sebagian kecil warga
149
masyarakat yang termasuk kedalam kategori ini.
Mereka belum mau ikut dalam “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” diantaranya karena
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dan sosiologis.
Meskipun demikian, beberapa hal yang telah
dipaparkan sebelumnya. Keputusan warga masyarakat
kampung Jogokariyan dalam nerima atau menolak adanya
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” tetap
dipengaruhi oleh pengalaman dasar sesesorang, khususnya
melalui apa yang disebut dengan lingkup refrensi (frame of
reference) dari jenis dan jumlah pengalaman (field of
experience).
Dalam teorinya Talcott Parsons berpendapat bahwa
aksi (action) itu bukanlah perilaku (behavior). Aksi
merupakan tanggapan atau respon mekanis terhadap suatu
stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang
aktif dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah
tindakan individual, melainkan norma-norma dan nilai-nilai
sosial yang menurunkan dan mengatur perilaku.28
Parsons melihat bahwa tindakan individu dan
kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial,
sistem budaya, dan sistem kepribadian masing-masing
individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem
sosialnya melalui status dan perannya. Dalam setiap sistem
28 Sarlito W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2008) hlm. 19
150
sosial individu menduduki suatu status dan berperan sesuai
dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut
dan perilaku ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya.29
Dalam menyesuaikan tingkah lakunya dengan norma
masyarakat biasanya individu melihat kepada kelompok
acuannya (reference group). Kelompok referensi yaitu
kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan
anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan
perilakunya. Dengan perkatan lain, seorang yang bukan
anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasi
dirinya dengan kelompok tadi.30
Menurut Parsons, salah satu asumsi dari teori aksi adalah
bahwa subyek, manusia bertindak atau berperilaku untuk
mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut antara lain untuk
mencukupi kebutuhan hidup manusia yang meliputi
kebutuhan makan, minum, keselamatan, perlindungan,
kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan akan harga diri, dan
lain sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat
diupayakan dengan bekerja. Jadi tujuan yang hendak dicapai
seorang individu merupakan landasan dari segenap
perilakunya.
Orientasi sesorang bertindak terdiri dari dua elemen dasar,
yaitu orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi
motivasional menunjuk pada keinginan individu yang
29 Sarlito W. Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2008) hlm. 19
30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 1990) hlm. 154
151
bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi
kekecewaan. Sedangkan orientasi nilai menunjuk pada
standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan
individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan
adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya
yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku merupan respon individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya, setelah
melalui proses berpikir dan respon yang muncul dapat berupa
perilaku yang tampak.
Pada titik tertentu setelah pengadopsi potensial
menyadari adanya suatu inovasi dan mempertimbangkan
keuntungan relatifnya, keputusan akan dibuat untuk
menerima atau menolak. Rogers mengungkapkan ada tiga
jenis keputusan inovasi:31
1) Opsional. Pada dasarnya setiap orang dalam sistem
sosial bebas menentukan pilihannya sendiri.
2) Kolektif. Melalui kesepakatan atau norma budaya yang
kuat, adopsi membutuhkan konsensus seluruh
kelompok.
3) Otoritas. Seorang pembuat keputusan membuat
keputusan untuk seluruh sistem sosial. Misalnya,
eksekutif perusahaan; pejabat pemerintah.
31 Everett M.Rogers, Diffusion Of Innovations Third Edition, (New
York: The Free Press, 1983) hlm.212.
152
Dari berbagai uraian di atas, dapat dipahami bahwa
masyarakat dalam menerima inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” tidak menerimanya begitu saja secara
langsung, tetapi melewati beberapa tahap dalam proses
selektivitas individu. Proses selektivitas ini juga banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal seorang
individu.32
3. Tahap Implementasi
Implementasi terjadi ketika seorang individu (atau unit
pengambilan keputusan lainnya) menggunakan inovasi.
Sampai tahap implementasi, proses inovasi-keputusan telah
menjadi latihan mental yang ketat.33 Berdasarkan analisis
penulis, bahwa para warga jamaah mengimplementasikan
keberadaan inovasi dalam kehidupan beragama mereka.
a. Implementasi dalam Kehidupan Beragama
Berdasarkan analisis, para warga jamaah melalui tahap
implementasi dalam mengikuti “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” ini menerapkan dalam kehidupan beragama,
yaitu:
32 Nurul Syobah. “Konstruksi Media Massa dalam Pengembangan
Dakwah”.Jurnal Dakwah Tabligh, Vol.14, No. 2, Desember 2013. hlm. 164
33 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.174.
153
1) Inovasi Ini Sebagai Solusi Kemakmuran Masjid
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” ini
menjadi solusi permasalahan keagamaan dari para
informan. warga masyarakat memandang program ini
dapat meningkatkan motivasi masyarakat untuk sholat
berjamaah dan beraktivitas di masjid juga sekaligus
sebagai alternatif solusi bagi mereka yang memiliki
permasalahan baik dalam hal ibadah sampai dengan
masalah sosial. Berdasarkan hasil temuan yang telah
dipaparkan di bab sebelumnya, jumlah partisipasi jamaah
aktif Masjid Jogokariyan mengalami peningkatan di setiap
tahunnya sejak inovasi ini dilaksanakan. Semakin
banyaknya jamaah yang beribadah ataupun beraktivitas di
masjid, secara tidak langsung juga ikut mendorong
semakin banyaknya dana infaq yang didapatkan oleh
Masjid Jogokariyan.
Supardi mengatakan kaum muslimin saat ini
hampir- hampir tidak ada waktunya lagi untuk mampir
shalat berjamaah di masjid. Walaupun ada masjid yang
dekat dari tempat kerjanya itupun, mereka tidak ada lagi
kesempatan untuk ke masjid. Kalaupun dia shalat karena
kesibukannya dia memilih untuk shalat sendiri di kamar
kerjanya daripada shalat berjamaah di masjid.34 Akhir-
akhir ini kita mungkin melihat wujud fisik yang
bangunannya megah tetapi sunyi dari jamaah yang
34 Supardi. Manajemen Masjid dalam Pembangunan Masyarakat.
(Yogyakarta: UII Press, 2001) hlm. 3
154
beribadah. Di kota-kota, banyak masjid yang megah indah
dan strategis tempatnya tapi jamaahnya tidak lebih dari
lima orang pada saat shalat subuh. Beberapa masjid malah
hanya berfungsi untuk shalat Jum'at. Allah mencintai
masjid dan orang orang yang berjalan menuju masjid
untuk memakmurkannya sebagaimana Allah firmankan
dalam Q.S. At-Taubah ayat 18;
ي ن إ عمر م ما م سجد ٱلل ءامن بٱلل قام ن وأ وٱلوم ٱلأخر
ي ولم ة كو ٱلز وءات ة لو إل ٱلص فعسى ش ه ٱللأ ن
أ ىئك ول
١٨يكونوا من ٱلمهتدين Yang artinya; “Sesungguhnya yang memakmurkan
masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk
golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. 35
Inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” di
Masjid Jogokariyan yang terletak di Daerah Istimewa
Yogyakarta, dapat menjadi jembatan baru bagi warga
Jogokariyan untuk saling mengenal dan saling mengetahui
satu sama lain. Sehingga hati warga merasa memiliki
35 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
(Bandung: Gema Risalah Press, 2005)
155
masjid seperti rumah sendiri, hal ini mampu dilihat dari
semangat warga dalam usaha memakmurkan masjid
dengan kegiatan-kegiatan keagamaan. Masjid dengan
bangunan sederhana, membuat warga merasa nyaman.
Kemudian banyaknya kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan di masjid tersebut, ternyata menarik warga
sekitar untuk ikut serta dalam kegiatan masjid.
2) Jamaah Cukup Intens dalam Memakmurkan Masjid
Berdasarkan analisis didapati informasi bahwa
para informan terbilang intens dalam melaksanakan sholat
berjamaah dan beraktivitas di masjid setelah mereka
mengadopsi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”.
Tabel 5.3 Intensitas Memakmurkan Masjid
Informan Keterangan
Informan 1 Setiap hari
Informan 2 Setiap hari
Informan 3 Setiap hari
Informan 4 Setiap hari jika tidak ada
kegiatan
(Sumber: Data Wawancara)
3) Mengajak Orang Lain dan Membagikan Informasi di
Media Sosial Sebagai Bentuk Dakwah.
Berdasarkan ketertarikan dari masing-masing
informan, mereka tidak hanya menikmati inovasi
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” untuk diri mereka
156
sendiri, tetapi juga berupaya mengajak secara langsung
dan berbagi informasi kepada orang lain (teman ataupun
keluarga). Mereka percaya bahwa dengan membagikan
informasi seputar keutamaan sholat berjamaah dan
memakmurkan masjid di media merupakan bentuk dari
ekspresi dakwah. Pelaksanaan dakwah melalui media
sesungguhnya selaras dengan perintah Islam yang
mewajibkan kepada seluruh umat muslim untuk
menyampaikan kebaikan apalagi ketika melihat suatu
kemungkaran. Meminjam istilah Mc Luhan, bahwasanya
pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah medium bukan
hanya terletak pada isi pesan dakwahnya, melainkan pula
dipengaruhi oleh jenis media yang digunakan baik
interpersonal, media cetak, maupun media baru.36
Saat ini dakwah tidak hanya dilakukan sebatas
pemberian khutbah di Masjid ataupun di Musholla,
kantor-kantor, sekolah maupun lembaga formal lainnya,
tetapi penyebaran dakwah Islam sudah berkembang
dengan melalui teknologi media, khususnya teknologi
komunikasi dan informasi yaitu internet. Internet sudah
difungsikan sebagai media berdakwah online, hal
tersebut semakin memudahkan umat muslim untuk
menyampaikan dakwah dan mendapatkan pengetahuan
Islam.
36 Jalaluddin Rakhmat. “Psikologi Komunikasi”. (Cet. XIII;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999). hlm. 220
157
Dakwah sendiri menurut Ibnu Taimiyah yaitu
mengajak manusia untuk beriman kepada Allah,
mengimani apa yang dibawa para Rasul-Nya, dengan
membenarkan apa yang mereka kabarkan kepada
manusia, mentaati mereka, mengucapkan dua kalimat
syahadat, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa
di bulan Ramadan, haji ke Baitullah, mengajak manusia
untuk beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, beriman kepada hari
akhir (dibangkitkannya manusia sesudah mati), iman
kepada qadar yang baik dan buruk, dan mengajak manusia
untuk beribadah hanya kepada Allah saja seolah-olah ia
melihat-Nya.37
Dakwah merupakan sebesar-besar ketaatan di
jalan Allah dan merupakan salah satu amal shalih yang
sangat dianjurkan karena begitu banyak keutamaannya.
Sebagaimana diriwayatkan dari Sahabat Jarir bin
‘Abdillah Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
37 Ibnu Taimiyyah. Majmu’ah Al-Fatawa, (Beirut: Darul Fikr, 1980)
hlm. 157-158
158
سلم سنة من سن فـي جر من ة حسن ,الجرها وأ
فله أ
جو عمل ن ينقص من أ
ومن ,ء ش م ه ر بها بعده من غي أ
ـ س سن فـي ال وزرها ووزر من كن عليه , ة ئ لم سنة سين عمل بها
ء من بعده من غي أ وزارهم ش
ينقص من أ
"Barangsiapa yang memberi teladan (contoh)
perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala
perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya
(sampai hari kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh
kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan
tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya
(sampai hari kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka
sedikit pun". (HR. Muslim, No. 1017).38
b. Implikasi Terhadap Pengimplementasian dalam Kehidupan
Beragama
Dari tahap implementasi terdapat implikasi dari Intensitas
serta aktivitas dalam mengikuti gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup”. Seluruh informan merasakan adanya perubahan, dimana
memberikan energi pengaruh yang positif baik itu perubahan
sikap yang menjadi lebih religius serta pemahaman agama yang
semakin bertambah. Dalam bukunya Soekidjo Notoadmodjo
mengemukakan bahwa sikap (attitude) adalah merupakan reaksi
38 M. Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu’ Wal Marjan (Shahih Bukhari
Muslim). Terj. (Jakarta: Quanta, 2017) hlm. 20
159
atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus
atau obyek.39 Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi
terhadap obyek yang diekspresikan ke dalam proses-proses
kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di
atas menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari
komponen kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan
pembicaraan dan dipelajari), perilaku (cenderung mempengaruhi
respon sesuai dan tidak sesuai) dan emosi (menyebabkan respon-
respon yang konsisten).40
Dengan segala kemudahan beribadah di masjid jamaah
merasakan banyak manfaat seperti mendapat ketenangan dalam
hidup dan bisa berkumpul dengan orang-orang baik yang
mengajak kepada kebaikan. Berdasarkan analisis penulis seluruh
informan tidak ragu untuk ikut terlibat mendifusikan inovasi
“Gerakan Mensholatkan Orang Hidup” Ini kepada orang lain
dengan membagikan informasi melalui media sosial. Namun
disisi lain juga perlu kita ingat bahwasannya masih ada
masyarakat yang masuk kedalam kesenjangan digital yang masih
belum melek terhadap hadirnya media baru.
4. Tahap Konfirmasi
Pada tahap konfirmasi, individu (atau unit pembuat
keputusan lainnya) mencari penguatan untuk keputusan inovasi
39 Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm. 124
40 Eagle & Chaiken (1993) dalam Wawan A. dan Dewi M, Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia, (Yogyakarta: Nuha
Medika, 2010) hlm. 20
160
yang telah dibuat, tetapi ia dapat membalikkan keputusan ini jika
terkena pesan yang saling bertentangan tentang inovasi tersebut.
Sepanjang tahap konfirmasi, individu berusaha untuk
menghindari keadaan disonansi atau menguranginya jika
terjadi.41
Pada tahap ini warga masyarakat memberikan penegasan
seperti memberikan dukungan dan merasakan kepuasan setelah
memutuskan untuk menerima dan mengimplementasikan inovasi
gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” karena memberikan
kemanfaatan, menambah pemahaman seputar memakmurkan
masjid dan sholat berjamaah serta dapat menjadi alternatif solusi
keagamaan sesuai kebutuhan bagi para penggunanya melalui
layanan dan fasilitas yang diberikan.
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Difusi Inovasi Pada
Gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” Di Masjid
Jogokariyan Dalam Meningkatkan Kualitas Imarah
Berdasarkan analisis penulis, keberhasilan Takmir Masjid
Jogokariyan Yogyakarta dalam meningkatkan jumlah partisipasi
jamaah aktif melalui gerakan “Mensholatkan Orang Hidup” ini
pastinya tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhi
diterimanya suatu inovasi, diantaranya yaitu:
41 Everett M.Rogers. Diffusion Of Innovations Third Edition (New
York: The Free Press, 1983) hlm.184.
161
1. Faktor Pendung
a. Derajat Manfaat
Dengan adanya inovasi ini masyarakat merasakan
banyak sekali manfaat yang dirasakan dan kemudahan
dalam beribadah di masjid yang diberikan oleh Takmir,
sehingga warga jamaah dengan mudah untuk menerima
“Gerakan mensholatkan orang hidup” ini sebagai inovasi
baru bagi masyarakat kampung Jogokariyan.
b. Efektivitas Diri
Rasa efektivitas diri merupakan keyakinan yang
tumbuh dari seorang, dimana ia menemukan
kepercayaan dirinya dan mengaggap bahwa “Gerakan
mensholatkan orang Hidup” ini bukan hal yang negatif
untuk dirinya. Berdasarkan analisis, informan meyakini
bahwa program yang diikuti tidak ada unsur negatif dan
merugikan bahkan sebaliknya.
c. Insentif Status
Faktor insentif status dalam proses difusi inovasi
sangat berpengaruh. Saluran komunikasi yang digunakan
untuk mengkomunikasikan gerakan “Mensholatkan
orang Hidup” banyak ragamnya. Melihat kondisi sistem
sosial yang ada tidak dapat dinafikan lagi bahwa dari
perkembangan teknologi komunikasi ini, tidak sedikit
warga jamaah yang memanfaatkan beberapa flatform
media sosial.
162
d. Nilai Individu
Interaksi antara dua individu yang saling bertukar
pikiran dan wawasan, menyebabkan penyebaran inovasi
gerakan mensholatkan orang hidup bisa semakin luas.
Dalam hal ini, silaturahmi yang dilakukan oleh Takmir
ke rumah-rumah warga yang cukup intens ikut
mendukung terjadinya proses difusi terhadap warga
jamaah tadinya tidak tahu, menjadi tahu dan dari yang
tadinya tidak paham keutamaan sholat berjamaah dan
beraktivitas di masjid, menjadi paham.
2. Faktor Penghambat
Selain keempat faktor pendukung yang telah disebutkan
diatas, proses difusi inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” ini tentu tidak serta merta berjalan lancar begitu saja.
Masih ada sebagian kecil warga masyarakat yang belum aktif
atau tidak ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid.
Menurut Chaney dan Martin dalam bukunya Intercultural
Business Communication mengungkapkan bahwa yang di
maksud dengan hambatan komunikasi adalah segala sesuatu
yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang
efektif.42 Beberapa faktor penghambat tersebut yaitu:
42 Chaney & Martin, Intercultural Business Communication (New
Jersey: Pearson Education. Inc, 2004) hlm. 11
163
1. Faktor Historis dan Ideologis Kampung Jogokariyan
Adanya perbedaan budaya antara Takmir Masjid
Jogokariyan dan Masyarakat Kampung Jogokariyan,
karena dulunya tak sedikit generasi keturunan para Abdi
Dalem yang terpaksa bekerja sebagai buruh di pabrik-
pabrik batik dan tenun. Berbanding terbalik dengan
masyarakat pendatang yang lebih makmur daripada
penduduk asli, yakni generasi Abdi Dalem. Kesenjangan
itu lalu dimanfaatkan oleh PKI untuk menggaungkan
sentimen kelas buruh melawan majikan. Lantas
kehadiran PKI kemudian disambut baik.43 Karena itu,
Kampung Jogokariyan akhirnya didominasi oleh kaum
abangan yang sejatinya mengaku beragama Islam namun
tidak pernah sama sekali menjalankan ajarannya dan
menjadi salah satu basis massa PKI di Yogyakarta.
Diantara budayanya yang kental dan masih sulit sekali
ditinggalkan oleh masyarakat yaitu suka mabuk-
mabukan, berjudi, mencuri serta bermain perempuan.
Selain itu perbedaan persepsi mengenai inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” ini menyebabkan adanya
perbedaan dalam mengartikan atau memaknai sesuatu.
Dalam perspektif komunikasi antar budaya, perbedaan
tersebut merupakan salah satu faktor penghambat
komunikasi.
43 Adi Nur Ahmad, Masjid Membangun Umat: Sejarah Masjid
Jogokariyan di Yogyakarta 1980-2013.Dalam Skripsi. (UGM, 2017). hlm. 16
164
2. Faktor Sosiologis
Berdasarkan hasil analisis, hambatan selanjutnya
berkaitan dengan struktur sosial masyarakatnya. Jamaah
yang antusias dalam mengikuti sholat berjamaah dan
kegiatan di masjid utamanya diisi oleh orang-orang yang
tidak begitu sibuk dengan pekerjaanya (umumnya adalah
petani dan pedagang) dan masyarakat yang tinggal paling
dekat dengan masjid. Namun lain halnya dengan mereka
yang bekerja kantoran atau bahkan sering dinas ke luar
kota. Sangat sedikit sekali waktu untuk bisa mengikuti
sholat berjamaah dan mengikuti kegiatan masjid karena
adanya tuntutan pekerjaan.
Pada umumnya kelompok sosial di atas adalah
kelompok sosial yang teratur, artinya mudah diamati dan
memiliki struktur yang jelas. Menurut Burhan Bungin,
kelompok sosial merupakan kehidupan bersama dalam
himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang
umumnya secara relatif kecil yang hidup secara guyub.44
Pergaulan dalam kelompok tersebut cukup mempengaruhi
dan menciptakan kebiasaan yang melembaga bagi setiap
anggota kelompok, dan kebiasaan itu menciptakan suatu
pola prilaku yang dilakukan terus-menerus.
44 Burhan, Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2017)
hlm. 43.
165
3. Dampak Negatif Internet
Berkembangnya teknologi komunikasi turut
berperan dalam perubahan masyarakat. Internet atau
istilah lain disebut dengan media online sudah menjadi
bagian dari gaya hidup penggunanya. Sebagaimana fakta
yang penulis dapatkan di lapangan, ketergantungan
terhadap Internet turut menjadi penghambat proses difusi
inovasi gerakan “Mensholatkan Orang Hidup”. Ketika
adzan berkumandang di Masjid yang juga memberikan
fasilitas Wi-fi gratis selama 24 jam tersebut, masih
didapati sebagian orang yang masih sibuk dengan
gawainya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang sangat
disayangkan sekali. Gawai yang seharusnya memudahkan
manusia menjadi pengingat waktu ibadah atau mencari
materi-materi seputar keagamaan justru mengganggu
fokus kita dalam melaksanakan ibadah. Begitu banyak
waktu terbuang sia-sia untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat, kemudian melalaikan waktu shalat lima
waktu.
Sebagai refleksi, melalui inovasi gerakan “Mensholatkan
Orang Hidup” ini, Masjid Jogokariyan berupaya membangkitkan
kesadaran dan menjadi alat perekat umat Islam. Untuk melakukan
perubahan sosial dalam lingkup masyarakat setempat dimulai
dengan memberikan informasi dan memahamkan warga jamaah
akan pentingnya sholat berjamaah. Sekalipun sulit dilakukan,
seiring perjalanan waktu kesan buruk di Kampung Jogokariyan
166
itu mulai berubah bahkan saat ini dikenal sebagai kampung
Islami.
Setelah melalui serangkaian proses penyebaran inovasi yang
cukup panjang. Masjid Jogokariyan Yogyakarta kini telah hadir
menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat madani
dengan pendekatan aktivitas sosio-keagamaannya.45 Keberhasilan
ini terus berkembang sehingga membuat Masjid Jogokariyan
menjadi destinasi pengurus masjid lainnya di Indonesia untuk
datang dan belajar bagaimana membuat masjid menjadi situs
penting dalam pemberdayaan masyarakat sekitar terutama
menghidupkan kesadaran sholat berjamaahnya.
Pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk
tujuan beribadah kepada-Nya. Ibadah merupakan bentuk
penghambaan manusia sebagai makhluk kepada sang pencipta.
Karna ibadah merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah
kepada Allah membebaskan manusia pemujaan dan pemujaan
yang salah dan sesat. Sebagai seorang muslim kita harus
melaksanakan kewajiban kita kepada Tuhan, yakni dengan
melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya. Shalat merupakan bagian dari bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT dan pengabdian atas segala nikmat dan
karunia yang telah diberikan. Dalam ajaran islam ibadah sholat
memiliki kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya,
bahkan kedudukannya terpenting dalam islam yang yang tak
45 Suhairi Umar, Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid.
(Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019). hlm. 90-91
167
tertandingi oleh ibadah lain, karena ibadah shalat yang terdahulu
sebagai konsekuensi iman, tidak ada syariat samawi lepas dari-
Nya.46
Allah SWT mewajibkan ibadah shalat kepada kita bukan
karna Dia membutuhkan tetapi justru untuk kepentingan kita
sendiri sebagai seorang hamba, agar kita bisa meraih derajat
ketakwaan yang akan melindungi kita dari berbagai kemaksiatan
dan kesalahan sehingga kita bisa meraih keridhoan Allah SWT
untuk mendapatkan surga-Nya. Allah SWT berfirman dalam Q.S
Ibrahim ayat 40 sebagai berikut :
ٱجعلن مقيم ٱلص يت ربنا وتقبل دعء رب ة ومن ذر ٤٠لو
”Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang
yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah
doaku”.47
Ayat di atas mengandung makna bahwa ibadah sholat
merupakan ibadah utama selain ibadah-ibadah lainnya. Islam
memandang sholat sebagai tiang agama dan pokok ajaran islam
terletak pada ibadah sholat, sebab dalam sholat tersimpul seluruh
rukun agama. Dalam sholat terdapat kalimat “syahadatain”
kesucian hati terhadap Allah, agama dan sesama manusia. Maka
46 Shalih bin Ghanim as-Sadlan, Fiqih Shalat Berjamaah, (Jakarta:
Pustaka as Sunnah, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 30
47 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
(Bandung: Gema Risalah Press, 2005)
168
dari itu orang yang paham dengan kewajibannya sebagai hamba
atau orang yang cinta dan bersyukur kepada allah SWT, pasti ia
akan melaksanakann sholat. Shalat juga merupakan sebuah
pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial yang
bernapaskan Islam. Karena itu, Al-Qur’an menekankan
pentingnya sholat. Kemalasan dan keengganan melaksanakannya
merupakan tanda seorang hamba yang lalai dan merupakan tanda
hilangnya iman.48
Lebih lanjut, dalam situasi pandemi ini masjid harus
mengambil peran sebagai kepemimpinan arus bawah. Artinya
dapat melayani masyarakat, memastikan kelangsungan hidup
jamaah dari mulai pasokan pangan hingga proses pemulasaran
jenazah, menjamin keamanan dan kenyamanan jamaah dalam
beribadah di masjid, serta membantu memberikan informasi yang
positif dan benar kepada warga jamaah dengan memaksimalkan
berbagai saluran komunikasi yang digunakan. Diseminasi
infromasi yang benar dari pengurus masjid sangat penting saat ini
dilakukan untuk mengurai disinformasi.
Masjid harus hadir ikut berperan aktif sebagai konsekuensi
dari suatu bentuk pelayanan sosial terhadap warga masyarakat
yang menjadi jamaahnya. Jangan kemudian, kita menuntut masjid
selalu makmur, ramai akan jamaah yang beribadah tetapi tidak
diimbangi dengan rasa kepedulian terhadap permasalahan
jamaah.
48 Sudirman Tebba, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Banten: Pustaka
Irvan, 2008), Cet. Ke-1.hlm. 17
169
Tabel 5.4 Matriks Difusi Inovasi Para Informan
Difusi Inovasi Pertanyaan Pengguna Hasil Kesimpulan
Saluran
komunikasi
Sumber informasi terhadap
keberadaan “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup”
Penyebaran informasi terkait inovasi “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” terjadi pada saluran
Komunikasi Interpersonal, Kelompok dan Komunikasi
Massa .
Informan 1 : atas rekomendasi pengurus RMJ
Informan 2 : atas rekomendasi teman melalui media sosial
Instagram, dan WhatsApp
Informan 3 : atas ajakan orang tua dan takmir
Informan 4 : atas ajakan takmir
Di mana informasi keberadaan “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” melalui saluran komunikasi media sosial
yaitu Instagram dan WhatsApp. Sedangkan, pada saluran
komunikasi interpersonal para informan mendapat
pengetahuan tentang kehadiran “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” melalui rekomendasi dan ajakan dari
keluarga, kerabat, dan Takmir.
Karakteristik adopter
Lama penggunaan inovasi
Informan 1 dan 3 : sejak kecil
Informan 2 : sejak tahun 2015
Informan 4 : sejak tahun 2009
170
Tahap Pengetahuan
Pengetahuan terhadap fungsi
dari “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup”
Informan 1 : menambah pengalaman dan menemukan jati
diri
Informan 2 : menambah pahala dan pengalaman
Informan 4 : sebagai alternatif solusi permasalahan
keagamaan.
Informan 3 : sebagai solusi permasalahan sosial
Dengan kata lain, sikap atau kepercayaan individu tentang
inovasi memiliki banyak hal untuk dikatakan tentang
perjalanannya melalui proses keputusan inovasi. Tahap
pengetahuan mengenai fungsinya tersebut masuk kedalam
2 jenis, yaitu: Pengetahuan Kesadaran dan Pengetahuan
prinsip
Pengetahuan terhadap fasilitas
yang menjadi ketertarikan
pengguna.
Para informan memiliki ketertarikan tersendiri pada
fasilitas yang diberikan “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup”:
Informan 1 : pelatihan dan kajian ba’da sholat
Informan 2 dan 3 : semua sesuai kebutuhan
Informan 4 : bantuan sembako dan beras
Karakteristik Inovasi
Keuntunggan Relatif
Para informan tidak hanya memperoleh keuntungan
berupa lebih terpahamkan akan urgensi sholat berjamaah
dan memakmurkan masjid saja. Di mana ditemukan data
para jamaah juga memperoleh keuntungan dari segi
171
agama, sosial dan ekonomi. “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” ini dapat dimanfaatkan para jamaah sebagai
media dakwah untuk dapat mengajak orang lain dalam
berbuat kebaikan dan sangat efektif untuk membina
kebersamaan jamaah. Di sisi lain warga jamaah juga
merasa terbantu dengan bantuan dan fasilitas pelayanan
yang ditawarkan.
Inovasi sesuai dengan nilai
nilai yang anut.
Berdasarkan hasil temuan yang telas dijelaskan
sebelumnya di mana bahwa selain fokus mengajak orang
untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid
sebagaimana diusung dalam gerakan ini. seluruh informan
rata rata berpendapat bahwa materi materi yang
disampaikan seputar keutamaan sholat berjamaah dan
memakmurkan masjid pun sesuai dengan kepercayaan
mereka karena berlandaskan Alquran dan Hadist.
Kegiatan-kegiatan masjid juga sesuai dengan adat budaya
yang berlaku di lingkungan setempat.
Inovasi mudah untuk
dipahami.
Kemudahan yang diberikan dalam “Gerakan
Mensholatkan orang Hidup” yang berbasis pelayanan dan
fasilitas sudah digolongkan sesuai dengan segmentasi
jamaah menjadi ketertarikan warga jamaah.
172
Sikap informan terhadap
“Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup”
Sikap seluruh informan menggambarkan bahwa mereka
menerima atau mengadopsi “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” ini karena ide ide baru yang diberikan dan
sesuai dengan kebutuhan warga jamaah.
Sikap
Faktor Informan
mempercayai substansi materi
“Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup”
Para warga jamaah memutuskan untuk menerima inovasi
tersebut dikarenakan faktor kemanfaatan dari pelayanan
dan fasilitas yang diberikan untuk memudahkan warga
jamaah dalam beribadah. Selain itu, seluruh informan juga
mengatakan referensi yang dipakai oleh Takmir Masjid
Jogokariyan dalam menyebarkan inovasi ini berdasarkan
Al-Quran dan hadist yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran
islam sebagaimana yang pelajari di TPA dan di sekolah
berbasis agama.
Intensias penggunaan
“Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup”
Intensitas penggunaan ini dilihat dalam kurun waktu
dimana sesorang mulai menyadari dan menggunakan
inovasi tersebut.
Informan 1 : setiap hari
Informan 2 : setiap hari
Informan 3 : setiap hari
Informan 4 : setiap hari jika tidak ada kegiatan lain.
Perilaku Inovasi ini sebagai solusi Berdasarkan data temuan, “Gerakan Mensholatkan Orang
173
kemakmuran masjid Hidup” ini berfokus pada pelayanan berupa memberikan
fasilitas ibadah yang dapat membantu dan menarik warga
masyarakat untuk dapat menjalankan sholat berjamaah dan
beraktivitas di Masjid. Beberapa informan memandang
program ini dapat meningkatkan motivasi masyarakat
untuk sholat berjamaah di masjid juga sekaligus sebagai
alternatif solusi bagi mereka yang memiliki permasalahan
baik dalam hal ibadah sampai dengan masalah sosial.
Informan merekomendasikan
dan turut mengajak orang lain
untuk ikut dalam kegiatan
memakmurkan masjid
Seluruh informan menunjukkan antusiasme. Mereka tidak
hanya menikmati inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang
Hidup” untuk diri mereka sendiri, tetapi juga berupaya
mengajak secara langsung dan berbagi informasi kepada
orang lain (teman ataupun keluarga). Mereka percaya
bahwa dengan membagikan informasi seputar keutamaan
sholat berjamaah dan memakmurkan masjid di new media
merupakan bentuk dari ekspresi dakwah.
Perubahan sikap, prilaku dan
pengetahuan terhadap
informan.
Intensitas serta aktivitas dalam mengikuti “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup” ini berdampak pada
perbaikan sikap dan pengetahuan dalam kehidupannya.
Para informan rata rata mengaku ada perubahan positif
dari akibat intensifitas mereka selama mengikuti inovasi
tersebut. Ada perubahan sikap yang lebih religius dan
174
lebih bersemangat dalam beribadah serta terpahamkan
keutamaan sholat berjamaah.
Konfirmasi Pendapat informan mengenai
keikutsertaan dalam “Gerakan
Mensholatkan Orang Hidup”
Setelah warga masyarakat memutuskan untuk mengadopsi
inovasi “Gerakan Mensholatkan Orang Hidup”. Rata-rata
informan akan terus ikut karena memberikan kemanfaatan,
menambah pemahaman seputar memakmurkan masjid dan
sholat berjamaah serta dapat menjadi alternatif solusi
keagamaan sesuai kebutuhan bagi para penggunanya
melalui layanan dan fasilitas yang diberikan.
(Sumber : Data Wawancara)
175
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan temuan yang sudah
dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini, penulis
dapat menyimpulkan bahwa:
1. Hasil penelitian membuktikan, sebagai sesuatu yang
dianggap baru dan unik. Inovasi “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” yang dihadirkan oleh Takmir Masjid
Jogokariyan dalam bentuk pelayanan dan kemudahan
dalam beribadah seperti: Pelayanan spiritual, Pelayanan
sosial, dan Pelayanan ekonomi telah berhasil
dikomunikasikan kepada masyarakat kampung
Jogokariyan melalui berbagai saluran seperti: komunikasi
interpersonal, kelompok dan komunikasi media. Seluruh
informan dalam penelitian ini sudah bisa dikatakan
sebagai adopter karena telah menerima inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” dan telah melewati proses
adopsi inovasi sebagaimana dengan lima tahapan proses
pada teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Everett
M. Rogers seperti: 1) Tahap Pengetahuan, 2) Tahap
Persuasi, 3) Tahap keputusan, 4) Tahap Konfirmasi, dan
5) Tahap Konfrimasi. Adapun jangka waktu masyarakat
dalam menerima inovasi gerakan “Mensholatkan Orang
Hidup” berbeda-beda.
176
2. Keberhasilan proses difusi inovasi gerakan
“Mensholatkan Orang Hidup” di Masjid Jogokariyan
Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas
kemakmurannya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
pendukung seperi: 1) Derajat manfaat, 2) Efektivitas diri,
3) Insentif status, dan 4) Nilai individu. Adapun faktor
yang menghambat proses difusi yaitu: 1) Berkenaan
dengan aspek historis dan ideologis Kampung
Jogokariyan, 2) Faktor Sosiologis Masyarakatnya, dan 3)
Faktor dampak negatif internet.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka
penulis memnberikan saran berkenaan dengan penelitian
yang telah dilakukan, yaitu:
1. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa
para warga masyarakat memiliki ketertarikan
untuk ikut dalam “Gerakan Mensholatkan
Orang Hidup” dikarenakan banyak sekali
manfaat yang diberikan serta bisa menjadi
alternatif solusi untuk meningkatkan
kemakmuran masjid. Untuk itu, bagi para
Takmir diharapkan tetap memberikan
pelayanan yang terbaik bagi warga jamaah dan
juga meningkatkan serta mengembangkan
inovasi ini supaya jamaah tetap betah dan
177
konsisten dalam menjadikan masjid sebagai
pusat aktivitas ibadah.
2. Penelitian ini tentunya masih jauh dari kata
sempurna karena terdapat banyak sekali
kekurangan seperti keterbatasan waktu selama
proses pelaksanaannya sehingga peneliti tidak
dapat memperoleh data dan hasil yang
maksimal sehingga itu menjadi kekurangan
dalam penelitian ini. Oleh karena itu
diharapkan pada penelitian selanjutnya,
dengan waktu yang cukup, penelitian ini bisa
dikembangkan menjadi lebih baik lagi dengan
penggalian data secara lebih mendalam dan
maksimal.
3. Bagi para pembaca khalayak, hal ini bisa
dijadikan motivasi untuk melakukan sesuatu
yang memberikan manfaat. Pada dasarnya
semua umat islam di dunia ini mempunyai
peran dalam melakukan dakwah, menyeru atas
kebaikan dan melarang akan keburukan.
Semua orang mempunyai peranan penting
dalam melakukan kebaikan, melakukan
dakwah dengan tingkah dan prilakunya
masing-masing.
178
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdul Baqi, M. Fuad. 2017. Al-lu’lu’ Wal Marjan (Shahih
Bukhari Muslim)-Terj. Jakarta: Quanta
Al-Faruq, Asadullah. 2010. Mengelola dan Memakmurkan
Masjid, Solo: Pustaka Arafah.
Ahmad, Adi Nur. 2017. Masjid Membangun Umat: Sejarah
Masjid Jogokariyan di Yogyakarta 1980-2013. Dalam
Skripsi, UGM: Fakultas Ilmu Budaya.
Ayub, E. Moh. 1996. Manajemen Masjid, Jakarta: Gema Insani
Press.
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif
Jakarta: Rineka Cipta.
Berger, Charles R, Roloff, Michael E. dan David Roskos E. 2014.
Handbook Ilmu Komunikasi. Jakarta: Penerbit Nusa
Media.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif (Komunikasi ,
Ekonomi, Kebijakan Politik, dan Ilmu Sosial Lainnya)
Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Penelitian, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Bungin, Burhan. 2017. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma,
dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat.
Jakarta: Kencana.
Chaney & Martin. 2004. Intercultural Business Communication,
New Jersey: Pearson Education. Inc
Creswell, Jhon W. 2010. Research Design (Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed) diterjemahkan oleh
Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
179
Danaher, P.J., Wilson, I and Davis, R. 2003. A Comparison of
Online and Offline Consumer Brand Loyalty, Marketing
Science. Horton, Paul B dan Chestern L Hunt. (1996).
Sosiologi Jilid 2 (edisi 6) Diterjemahkan oleh: Amiruddin
Ram dan Tita Sobari). Jakarta: Erlangga
Denzin, K. Norman & Yvonna S.Lincoln (Eds). 2009. Handbook
Of Qualitative Research-terj oleh Dariyatno. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Depari & Andrews, Mac. 1995. Pernanan Komunikasi Massa
Dalam Pembangunan. Yogyakarta : UGM University
Press.
Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Bandung: Gema Risalah Press.
Dilla, Sumadi. 2007. Komunikasi Pembangunan: Pendekatan
Terpadu. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Ghanim as-Sadlan, Shalih. 2006. Fiqih Shalat Berjamaah.
Jakarta: Pustaka as Sunnah. Cet. Ke-1
Hanafi. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Surabaya : Usaha
Offset Printing.
Haryono, Cosmas Gatot. 2020. Ragam Metode Penelitian
Kualitatif Komunikasi. Jawa Barat: CV Jejak.
Heryanto, Gun Gun. 2018. Media Komunikasi Politik: Relasi
Kuasa Media di Panggung Politik. Yogyakarta: IRCiSoD
Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan
Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga: Suatu
Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Lindawati, Lisa. 2014. Difusi inovasi relevansi teori di era
perkembangan internet dalam bianglala pemikiran
komunikasi. Yogyakarta: Fisipol UGM.
180
Mardikanto, Totok. 2010. Komunikasi Pembangunan, Surakarta :
UNS Press.
Melkote, Srinivas R. 1991. Communication for Development in
Third World. New Delhi: Sage Publications.
Moleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
Bandung : Remaja Rosdakarya.
M.Q. Patton, 1987. How To Use Qualitative Methods In
Evaluation. California: Sage Publications,Inc.
Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gajahmada Universitas Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa.Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nurudin. Komunikasi Massa. 2003. Malang: Cespur.
Poerwandari, E.K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian
Prilaku Manusia. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia
RA Kurniawan. 2014. Perancangan Promosi Pariwisata Kuliner
Wedangan Kota Solo Melalui Komik Ginasthel.
Universitas Sebelas Maret.
Rahman, M. Fanni. 2019. Profil Masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Masjid Jogokariyan: Dokumen Arsip.
181
Rahmat, Abdul & Effendi, M.Ariel. 2014. Seni Memakmurkan
Masjid,Gorontalo: Ideas Publishing.
Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi Komunikasi. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Cet. XIII
Rifai, A. Bahrun & Fakhroji, Moch. 2005. Manajemen Masjid:
Mengoptimalan Fungsi Sosial Ekonomi Masjid, Jakarta:
Benang Merah Press.
Ritzer, George. 1996. Sociological Theory, Fourth Edition. New
York: McGraw-Hill International Editions.
Rogers, Everett M. 1983. Diffusion Of Innovations Third Edition.
New York: The Free Press.
Rogers, Everett M. 1986. Communication Technology: The New
Media in Society. London: The Free Press Collier
Publisher.
Sarosa, Samiaji. 2003. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Edisi 2
Jakarta: PT.Indeks
Sarwono, Sarlito W. 2008. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada
Setiawan, Sidiq. 2015. Pola Proses Penyebaran dan Penerimaan
Informasi Teknologi Kamera DSLR (Studi Kasus Tentang
Pola Proses Penyebaran dan penerimaan Informasi
Teknologi Kamera Dari Kamera Analog Menjadi DSLR
Pada Fotografer Profesional di Kota Solo dan
Yogyakarta). Dalam Tesis, UNS: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
PT Rajagrafindo Persada.
Suciati. 2017. Teori komunikasi dalam multi perspektif.
Yogyakarta: Buku Litera.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
182
R&D. Bandung: IKAPI.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Sutardi, Ahmad. 2012. Manajemen Masjid Kontemporer, Jakarta:
Media Bangsa.
Suherman, Eman. 2012. Manajemen Masjid, Bandung: Alfabeta.
Supardi. 2001. Manajemen Masjid dalam Pembangunan
Masyarakat. Yogyakarta: UII Press.
Taimiyyah, Ibnu. 1980. Majmu’ah Al-Fatawa, Beirut: Darul Fikr
Tebba, Sudirman. 2008. Nikmatnya Shalat Jamaah. Banten:
Pustaka Irvan.
Umar, Suhairi. 2019. Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid.
Yogyakarta: CV Budi Utama.
Wawan A. dan Dewi M. 2010. Teori dan Pengukuran
Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta:
Nuha Medika
Weck, Dkk. 2011. Islam in the Public Sphere: the Politics of
Identity & the Future of Democracy in Indonesia. Jakarta:
CSRC UIN Jakarta.
Yani, Ahmad. 2009. Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al
Qalam.
Yin, Robert. K. 2012. Studi Kasus: Desain dan Metode
diterjemahkan oleh Djauzi Mudzakir. Jakarta:
PT.Rajagrafiindo Persada.
183
Jurnal:
Ahmed H, Tolba & Maha, Mourad. 2011. Individual and
Cultural Factor affecting Diffusion of Innovation. E-
Journal International Business and Cultural Studies 5.
Diakses dari www.aabri.com/
Aminudin. 2015. Efektivitas Dakwah: Tinjauan Psikologi
Komunikasi. Jurnal Al-Munzir Vol. 8, No. 2.
Annur, Ayu Mutiara. 2013. Difusi Dan Adopsi Inovasi
Penanggunalangan Kemiskinaan (Studi Difusi Dan
Adopsi Inovasi Layanan “Mbela Wong Cilik‟ Unit
Pelayanan Terpatu Penanggualangan Kemiskinan
(UOTPK) Di Kabupaten Sragen). Journal Of Rural and
Development, Vol. IV, No.1
Makkulawu, Andi Ridwan. Proses Percepatan Difusi Inovasi
Produk Susu Sterilisasi Nonhermal. Jurnal Teknik
Industri ISSN: 1411-6340 IPB, Bogor.
Nurfatmawati, Atik. 2020. Strategi Komunikasi Takmir Dalam
Memakmurkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta”. Jurnal
Dakwah Risalah. Volume 31 Nomor 1. P-ISSN: 1412-
0348
Rehman, Scheherazade S. & Askari, Hossein. 2010. “How
Islamic Are Islamic Countries?” Global Economy Journal
International 10, No. 2
Rosyiidiani, Thalitha S dkk. 2019. Eksistensi Aplikasi
Keagamaan sebagai Media Informasi Umat (Studi Difusi
Inovasi pada Aplikasi Masjidku). Jurnal Publikasi Ilmu
Komunikasi Media dan Cinema. Vol. 1 No. 2. P-ISSN
2622-547X.
Syobah, Nurul. 2013. Konstruksi Media Massa dalam
Pengembangan Dakwah.. Jurnal Dakwah Tabligh, Vol.14,
No. 2.
184
Internet:
Nasution, Rahmad. 2016. Menyingkap Tabir Subuh di
Jogokariyan . Internet,
(https://megapolitan.antaranews.com/berita/24942/menyin
gkap-tabir-subuh-di-jogokariyan).
Nursalikah, Ani. 2020. Fenomena Sosial di Jawa: Santri dan
Abangan. Internet, (https://www.republika.co.id)
Zubandi. 2017. Manajemen Masjid. Internet,
(https://humaskemenagmajambi.blogspot.com).
https://www.antaranews.com/
https://worldpopulationreview.com/
Hasil Wawancara:
Wawancara pribadi dengan M. Falakhul Insan, Jamaah Masjid
Jogokariyan, Yogyakarta,7 Maret 202.
Wawancara pribadi dengan Muhammad Syafiq H, Jamaah Masjid
Jogokariyan, Yogyakarta, 7 Maret 2021.
Wawancara pribadi dengan Tri Junianto, Jamaah Masjid
Jogokariyan Yogyakarta, 15 Maret 2021.
Wawancara pribadi dengan Bambang Wisnugroho, Jamaah
Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, 9 Maret 2021.
Wawancara pribadi dengan drh. Agus Abadianto, Ketua Takmir
Masjid Jogokariyan, Yogyakarta, 5 Maret 2021.
Wawancara pribadi dengan Gitta Welly Ariadi, Takmir Masjid
Jogokariyan, Yogyakarta, 11 Maret 2021.
Wawancara pribadi (online) dengan Salim A. Fillah, Pendakwah,
Yogyakarta, 20 Maret 2021.
189
DAFTAR INFORMAN WARGA JAMAAH MASJID JOGOKARIYAN
No Nama Umur Pekerjaan Status
1. Muhammad Syafiq H. 22 Tahun Karyawan Swasta Informan 1
2. M. Falakhul Insan 23 Tahun Tutor Informan 2
3. Bambang Wisnugroho 45 Tahun Pedagang Informan 3
4. Tri Junianto 30 Tahun Petugas Kebersihan Informan 4
DAFTAR INFORMAN PENDUKUNG TAKMIR MASJID JOGOKARIYAN
5. drh. Agus Abadianto 57 Tahun Dokter Hewan/ Ketua
Takmir Informan Pendukung
6. Gitta Welly Ariadi 44 Tahun Wiraswasta/ Takmir Biro
Latbang Masjid Informan Pendukung
7. Ust. Salim A. Fillah 37 Tahun Pendakwah Informan Pendukung
190
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : Muhammad Syafiq H.
Tempat/Tanggal Lahir: Kudus, 13 Februari 1999
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Telp/Email : 089560327****
Tgl.Wawancara : 7 Maret 2021
Jam : 11.00 WIB
B. Daftar Pertanyaan
1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti
kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran
pribadi atau ada ajakan?
Dari ajakan mas, Awal mulanya dulu pernah ikut TPA,
kemudian bergaul dengan kakak-kakak dan pengurus masjid.
Nah disitu saya lalu dijelaskan mengenai keutamaan
memakmurkan masjid dan sekarang direkrut jadi pengurus
RMJ. Sekarang si sudah banyak dishare di medsos masjid
tentang program itu.
191
2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam
kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?
Alhamdulillah sering, Saya sudah enam belas tahun aktif ikut
sholat jamaah
3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program
‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?
Apakah menerima atau menolak ?
Awalnya saya bingung apa itu maksudnya mensholatkan
orang hidup, tapi setelah tahu filosofinya jadi malah sangat
ikut mensupport. Seneng kalau masjidnya ramai
4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan
oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma
yang anda anut?
Sangat sesuai mas, sama seperti yang di ajarin guru
waktu di TPA dan sekolah. Dalil yang dipakai juga jelas ada
di al-Quran dan hadist kalau sholat berjamaah itu lebih utama
daripada sholat sendirian.
5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta
manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid
Jogokariyan?
Pengalaman dan ilmu jelas bertambah karna sering ada
kajian-kajian setiap ba’da sholat. Apalagi sering ada banyak
pelatihan jadi bisa tambah softskill dan bisa nemuin jati diri
seorang muslim.
192
6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan
selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid
Jogokariyan?
Insya Allah selalu mas, bismillah untuk istiqomah.
7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang
lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid
Jogokariyan?
Ya, karena itu bagian dari dakwah.
8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang
dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat
media massa dalam menarik minat jamaah untuk
memakmurkan masjid?
Efektif, apalagi dengan info yang jelas dan konten yang
menarik.. Apalagi sekarang ada Ig masjid jogokariyan,
kemudian ada salah satu postingan yang membuat saya
tergugah dan menambah semangat untuk beraktivitas di
masjid.
Ttd Infroman,
193
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
B. Identitas Informan
Nama : M. Falakhul Insan
Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 18 April 1998
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Tutor
Telp/Email : 08121502****/
Tgl.Wawancara : 7 Maret 2021
Jam : 13.00 WIB
C. Daftar Pertanyaan
1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti
kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran
pribadi atau ada ajakan?
Dari ajakan dan kesadaran mas, waktu masih anak-anak
kadang juga sering diajak ikut ke masjid. Tapi mulai benar-
benar aktif mungkin sekitar tahun 2015, liat-liat teman share
kegiatan masjid jogokariyan di Instagram dan WA kok
menarik.
194
2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam
kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?
Benar-benar aktif mungkin sekitar tahun 2015 an sampai
sekarang.
3) Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program
‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?
Apakah menerima atau menolak ?
Saya sangat menerima dan mensupport, karena dari sini
kita dipahamkan urgensi sholat berjamaah. Orang kadang ke
masjid karena gak bisa sholat dan malu mau tanya.
Alhamdulillah adanya “Gerakan mensholatkan orang hidup”
ini sangat membantu dan bermanfaat.
4) Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan
oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma
yang anda anut?
Tentu saja sesuai, mengajak orang untuk menegakkan
sholat sesuai rukun Islam.
5) Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta
manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid
Jogokariyan?
Yang membuat menarik itu ramainya orang yang sholat
berjamaah. Disitu sangat terasa sekali kebersamaan jamaah.
Sangat banyak manfaat yang saya rasakan seperti menambah
pengalaman, senang saja jika ramai sholat berjamaah.
Manfaat dari sisi agama ya kita dapat pahala, juga manfaat
sosial dimana kalau bertemu jamaah di masjid bisa saling
mengenal, bertukar pikiran, dan bekerja sama bikin kegiatan.
195
Apalagi ditambah fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh
takmir jadi lebih nyaman kalo ke masjid.
6) Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan
selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid
Jogokariyan?
Semoga bisa, karena saya semakin terpahamkan dengan
berjamaah makin banyak manfaat yang bisa kita dapatkan,
hidup jadi lebih tenang. Bisa kumpul dengan orang-orang
baik yang mengajak kepada kebaikan.
7) Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang
lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid
Jogokariyan?
Tentu saja, banyak manfaatnya. Karena semakin banyak yang
ikut semakin baik. Dan bisa jadi ladang dakwah kita juga.
Saya saya share di medsos juga kalo ada acara.
8) Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang
dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat
media massa dalam menarik minat jamaah untuk
memakmurkan masjid?
196
Untuk sekarang menurut saya efektif, Jadi mas belum
lama tahun 2020, takmir Masjid Jogokariyan membuat grup di
WhatsApp khusus untuk jamaah. Disitu lalu informasi-
informasi mengenai Aktivitas kegiatan di Masjid Jogokariyan
di share supaya semua jamaah mengetahui dan mengikuti
sambil disemangati untuk terus mau sholat berjamaah di
masjid. Tapi mungkin perlu di maksimalkan lagi
Ttd Infroman,
197
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : Bambang Wisnugroho
Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 6 Oktober 1976
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pedagang
Telp/Email : 08190472****
Tgl.Wawancara : 9 Maret 2021
Jam : 10.00 WIB
B. Daftar Pertanyaan
1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti
kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran
pribadi atau ada ajakan?
Dari masih kecil saya sudah aktif ke masjid mas. Sering
diajak orang tua ke masjid karena rumah saya dekat. Tapi
sekitar umur 20an baru benar benar terpahamkan tentang
keutamaan sholat berjamaah. Pernah dapet undangan juga
dari takmir untuk sholat subuh berjamaah dan itu sangat
menarik buat saya.
198
2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam
kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?
Yaa sejak kecil mas sudah jamaah di masjid sini, soalnya
rumah saya gak jauh dari sini. Alhamdulillah setiap waktu
saya berjamaah di masjid ini.
3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program
‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?
Apakah menerima atau menolak ?
Saya si mendukung dan menyambut positif gagasan ini.
Disini semua sudah kita anggap seperti saudara, sehingga
kami bisa sering berkumpul setiap ada aktivitas di masjid .
4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan
oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma
yang anda anut?
Ya sangat sesuai mas, karena menurut saya sholat
berjamaah itu penting. Apalagi mengajak orang untuk berbuat
kebaikan itu perbuatan yang sangat mulia.
5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta
manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid
Jogokariyan?
Pelayanannya banyak mas, dari segi kebersihan masjid,
keamanan, dan fasilitas masjid yang diberikan sehingga
jamaah bisa merasa nyaman dan khusu shalat dimasjid. Ada
juga yang jamaah belum sholat diajak sholat, diajari sampai
bisa. Yang kurang mampu di bantu, jadi jamaah merasakan
manfaat dari kehadiran masjid. Kalo ngomongin manfaatnya
199
masih banyak mas, menambah ilmu, wawasan tentang islam,
mempererat silaturrahmi dengan jamaah yang lainnya
6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan
selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid
Jogokariyan?
InsyaAllah selagi masih sehat akan terus istiqomah ke
masjid mas. Bisa kumpul bersilaturahmi dengan jamaah
lainnya.
7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang
lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid
Jogokariyan?
Pasti mas. Saya juga selalu ngajak istri, anak-anak, dan
saudara kalau masjid ada kegiatan. Teruatama sholat subuh
berjamaah yang ramai sekali.
8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang
dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat
media massa dalam menarik minat jamaah untuk
memakmurkan masjid?
Setiap kajian-kajian selalu ramai mas, masjid terasa
penuh karena banyaknya jamaah yang ikut. Alhamdulillah
masyarakat kini mulai paham. Dan menurut saya media sosial
sekarang efektif untuk menarik jamaah apalagi orang tua ga
Cuma anak-anak muda sekarang kan pegangannya HP.
Ttd Infroman,
200
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : Tri Junianto
Tempat/Tanggal Lahir: Bantul, 11 Juni 1991
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Petugas Kebersihan
Telp/Email : 08574303****
Tgl.Wawancara : 15 Maret 2021
Jam : 14.00 WIB
B. Daftar Pertanyaan
1. Kapan dan bagaimana awal mula Anda aktif mengikuti
kegiatan memakmurkan Masjid Jogokariyan? Kesadaran
pribadi atau ada ajakan?
Tahu pertama kali ada program seperti itu dari takmir
masjid ketika datang ke rumah pada tahun 2008, waktu
ngobrol-ngobrol di ajak untuk aktif sholat berjamaah di
masjid dan dikasih tahu keutamaannya. Itu cukup lama mas
tadinya saya gak langsung ikut. Baru sekitar tahun 2009
akhirnya saya paham.
201
2. Sudah berapa lama dan seberapa sering Anda ikut aktif dalam
kegiatan memakmurkan masjid Jogokariyan?
Sudah dari tahun 2009. Sering mas kalau tidak ada kegiatan
lain
3. Bagaimana sikap Anda setelah mengetahui adanya program
‘gerakan mensholatkan orang hidup’ di Masjid Jogokariyan?
Apakah menerima atau menolak ?
Ya saya menerima, karna unik. Soalnya kayaknya belum
ada masjid yang begini. Seneng saja begitu mas kalo
masjidnya ramai. Adanya gerakan ini cukup membantu, bisa
jadi solusi karena kebanyakan masyarakat males untuk
beraktivitas dan beribadah di masjid karena mereka belum
paham mengenai keutamaannya dan kadang malu seperti saya
dulu.
4. Apakah “gerakan mensholatkan orang hidup” yang dilakukan
oleh takmir masjid jogokariyan sesuai dengan nilai atau norma
yang anda anut?
Menurut saya sesuai mas, karena selama ini ajakannya
baik. Ngajak orang untuk mau sholat berjamaah di masjid.
5. Apa yang menjadi ketertarikan anda dan apa keuntungan serta
manfaat pada anda dengan aktif sholat berjamaah di Masjid
Jogokariyan?
Yang pertama si mungkin pelayanan ya mas, kami jamaah
diberikan bantuan berupa sembako dan beras oleh masjid.
Juga kalo jamaah ada masalah pasti masjid bisa ngasih
solusi. Terus dimasjid ada wifi yang bisa bikin jamaah betah.
202
6. Berdasarkan perubahan Anda, apakah kedepannya Anda akan
selalu ikut dalam kegiatan memakmurkan Masjid
Jogokariyan?
Insya Allah iya mas, alhamdulillah saya sekarang selalu
ikut sholat berjamaah dan gak mau ketinggalan setiap masjid
ada kegiatan karena sangat positif dan banyak manfaatnya.
7. Apakah Anda merekomendasikan dan turut mengajak orang
lain untuk ikut dalam kegiatan memakmurkan masjid
Jogokariyan?
Tentu saja, saya selalu mengajak keluarga dan kawan-kawan
saya setiap masjid ada kegiatan.
8. Menurut Anda , seberapa efektifkah saluran komunikasi yang
dipakai masjid jogokariyan baik lewat kajian maupun lewat
media massa dalam menarik minat jamaah untuk
memakmurkan masjid?
Saya kira sekarang efektif sekali ya mas, terutama
sekarang kan jamannya orang pakai internet semua. Kalo pas
saya dulu masih sempat dikasih undangan sholat berjamaah
dari takmir.
Ttd Infroman,
203
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : drh. Agus Abadianto
Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 13 Agustus 1964
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Dokter Hewan/ Ketua Takmir Masjid
Jogokariyan
Telp/Email : 0816489****
Tgl.Wawancara : 5 Maret 2021
Jam : 20.24 WIB
B. Daftar Pertanyaan
1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan
siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?
Pada awalnya, gagasan ini muncul karena keresahan
Pengurus masjid akan sepinya warga jamaah yang datang
untuk melaksanakan sholat berjamaah di masjid. Waktu itu
ketuanya ust. Jazir tahun 1999. Waktu itu yang sholat
berjamaah hanya sekitar 2 keluarga, kemudian kami berusaha
mengajak warga di kampung Jogokariyan untuk dapat
melaksanakan sholat secara berjamaah. Kami semaksimal
mungkin memberi pelayanan kepada jamaah supaya mau
204
untuk datang melaksanakan sholat berjamaah di masjid
sekaligus memaramaikannya. Inilah yang dinamakan
(gerakan) menshalatkan orang hidup.
2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi tersebut?
Nah, di Jogokariyan kita punya model pemetaan dakwah,
kita punya sensus dakwah yang datanya kita update setiap
bulan Ramadhan, jadi disitu kita punya data jamaah yang
dalam lingkup dakwah kita, yang sudah shalat, yang belum
shalat atau yang shalatnya masih bolong-bolong kita punya
data jumlah. Khusus untuk jamaah yang masih belum shalat,
maka Masjid Jogokariyan memberikan solusi agar jamaah
mau shalat, Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa
hadirkan ustadz untuk datang ke rumah, memberikan hadiah-
hadiah, bergembira merangkul mengajari shalat dirumah
sampai mereka bisa, sampai mereka percaya diri, kemudian
mengajak mereka untuk ke masjid. Selain itu untuk menarik
jamaah agar mau sholat berjamaah, kita tunjang dengan
pelayanan dan fasilitas. Bagi yang tidak bisa sholat, kita
sediakan tenaga untuk mengajari sholat. Kemudian kita
menyebarkan undangan untuk melaksanakan sholat
berjamaah di Masjid Jogokariyan. Kita berikan fasilitas
kulkas bagi jamaah yang mau minum, apabila ada alas kaki
jamaah yang hilang, kita siap mengganti dengan merk yang
sama. Kita juga memberikan hadiah umrah bagi jamaah yang
paling giat melaksanakan sholat Subuh berjamaah di Masjid
Jogokariyan. Langkah lainnya kami berikan jaminan
205
kesehatan bagi jamaah yang tidak mampu dengan asuransi
kesehatan, kami juga menyediakan klinik kesehatan gratis
yang buka seusai sholat maghrib sampai jam 9 malam. Selain
itu kami menyediakan ATM beras bagi jamaah yang tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, kita sediakan
seragam dan biaya pendidikan juga untuk yang kurang
mampu.
3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini
efektif dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid
Jogokariyan?
Bisa dilihat sekarang alhamdulillah jamaah sholat subuh
kita ramainya sudah seperti sholat jumat. Apalagi setiap tahun
kita juga menggelar kegiatan Kampung Ramadan dan pasar
sore yang pesertanya sangat luar biasa banyaknya.
4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi
tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,
ada berapa media yang digunakan?
Kalau sekarang beragam mas. Kadang lewat ngobrol-ngobrol
pas lagi di angkringan masjid. Juga setiap hari bisa lewat
kajian-kajian di masjid, tapi sekarang lagi off karena
pandemi. Dulu masjid pernah mengundang jamaah untuk
sholat subuh. Caranya, yaitu dengan membuat undangan
cetak, layaknya pernikahan. Semua undangan ditulis dengan
daftar nama jamaah. Undangan itu persis berbunyi
“Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara dalam acara
Shalat Subuh Berjamaah, besok pada pukul 04.15 WIB di
206
Masjid Jogokariyan”. Undangan itu dilengkapi hadist-hadist
keutamaan Shalat Subuh. Sekarang karena zaman sudah
berkembang, kita juga sudah menggunakan media sosial untuk
bisa mengajak orang sholat berjmaaah di masjid karena lebih
cepat dan sasarannya bisa lebih luas.
5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang
dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan
kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?
Nah kepada yang belum shalat ini kita bisa hadirkan
ustadz untuk datang ke rumah, memberikan hadiah-hadiah,
bergembira merangkul mengajari shalat dirumah sampai
mereka bisa, sampai mereka percaya diri, kemudian mengajak
mereka untuk ke masjid. Ya biasanya di dibantu anak-anak
RMJ dan juga relawan masjid.
6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam
mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup
tersebut’ ?
Dulu awalnya banyak mas, karena di Kampung
Jogokariyan sini dulu terkenal basis PKI, jadi banyak budaya-
budaya komunis yang masih kebawa sampai sekarang. Ada
juga yang karena sebagian masyarakat kerja di luar kota
mungkin pas pulang capek mau ke masjid.
7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan
tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor
apa saja yang mendukungnya?
Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik. Jadi ada
proses dan tahapan-tahapan panjang untuk mencapai visi kita
207
itu. Kita berusaha bagaimana membuat kehadiran masjid
sangat dibutuhkan masyarakat. Masyarakat sudah percaya
karena sudah merasakaan manfaat dari apa yang kita
lakukan.
8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini
? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?
Masyarakat menyambut baik dan alhamdulillah bisa
meningkatkan jumlah jamaah.
9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya
gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam
peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?
Warga lebih antusias, biasanya mereka tidak lupa
mengajak warga yang lain untuk bersama-sama menuju
masjid. Sebagian jamaah juga ada yang lebih aktif, setiap ada
kegiatan masjid pasti selalu hadir.
10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan
mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang
diharapkan Masjid Jogokariyan?
Perjuangan masih terus berlangsung, minimal kehadiran
masjid telah dirasakan oleh jamaah. Terutama di masa
pandemi ini kita terus berusaha hadir untuk bisa memberi
manfaat nyata secara ekonomi, sosial dan budaya kepada
masyarakat.
Ttd Infroman,
208
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : Gitta Welly Ariadi
Tempat/Tanggal Lahir: Yogyakarta, 15 Sepetember 1977
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Wiraswasta/Takmir Biro Latbang
Telp/Email : 08127116****
Tgl.Wawancara : 11 Maret 2021
Jam : 09.00 WIB
B. Daftar Pertanyaan
1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan
siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?
Jadi ceritanya pada waktu tahun 1999 ketika itu ust. Jazir
terpilih menjadi ketua takmir. Waktu itu miris melihat yang
sholat jamaah di masjid sepi sekali hanya 2 keluarga,
kemudian setiap malam lampu masjid sudah mati gelap gulita
seperti tidak ada kehidupan. Dimulailah ide cita-cita
mengembalikan masjid seperti zaman rasulullah, sebagai
tempat segala aktivitas dan peradaban umat. Kami coba
mengajak jamaah untuk shalat namun awalnya sangat sulit,
terus akhirnya kami punya gagasan untuk membuat undangan
209
kepada warga untuk menghadiri shalat subuh berjamaah,
akhirnya dari ide itu masyarakat terpanggil untuk shalat
subuh.
2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi
tersebut?
Memang kita programkan. Sebenarnya gagasan dan
inovasi mengajak warga untuk sholat berjamaah di masjid itu
sudah muncul dari tahun 1999. Kita buat skenario planning
sejak tahun 2000, skenario planingnya, tahun 2005
jogokariyan kampung islami, indikatornya shalat subuhnya
mencapai 20% dari jumatan, jumlah muzakkinya 15% dari
jumlah penduduk, program-program masjid menyentuh
kebutuhan pokok masyarakat. Mulai 15 mei tahun 2000 kita
berikan undangan shalat subuh berjamaah, materi-materi
kajiannya seputar keutamaan shalat berjamaah. Sebenarnya
kata kunci dari semuanya itu ya perencanaan dan
kesinambungan. Selain itu jamaah kita layani, kita berikan
fasilitas supaya mereka mau melaksanakan sholat berjamaah,
yang tidak bisa sholat kita ajari, yang sudah aktif kita
semangati supaya lebih aktif lagi. Kita sediakan Wifi gratis
dan kulkas air minum dingin terutama untuk anak-anak
supaya betah, ketika masuk waktu sholat mereka sholat.
Masjid mencoba mencukupi kebutuhan mendasar warga. Jadi
warga mudah diajak, karena kebutuhannya dipenuhi oleh
masjid. Komunitas-komunitas pun yang ada seperti olahraga,
sepeda onthel atau warga yang suka mancing kita dekati kita
ikut jadi anggotanya sambil kita selipkan ajakan untuk sholat
210
berjamaah dan beraktivitas di masjid. Agar mau ke masjid,
yang miskin dan yatim kita kasih sembako gratis dan beras
per 15 hari sekali, sekarang sudah ada juga ATM beras. Yang
muda kita fasilitasi olahraga, badminton, futsal, sepakbola,
komunitas pencinta. Pokokya bagaimana caranya supaya
jamaah betah dan mau aktif di masjid. Kalo Cuma diteriaki
adzan sih nggak mempan mas.
3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini efektif
dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid
Jogokariyan?
Alhamdulillah hasilnya sangat efektif, tapi memang
prosesnya tidak sebentar.
4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi
tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,
ada berapa media yang digunakan?
Ya tadi awalnya kita silaturahmi ke rumah-rumah warga,
ngobrol-ngobrol sambil kita ajak ke masjid baik-baik. Lalu
kemudian ada ide untuk buat undangan sholat subuh
berjamaah yang dibuat persis seperti undangan pernikahan.
Kalau sekarang medianya banyak mas, kita setiap tahun cetak
kalender dan buletin setiap idul fitri, disitu tetap kita sisipkan
ajakan untuk sholat berjamaah di masjid. Di masjid juga ada
kajian-kajian untuk memahamkan jamaah. Belum lama ini
karena perkembangan internet kita maksimalkan lewat media
sosial. Setiap masjid ada kegiatan kita share. Kita punya tim
IT, Setiap kali azan, kita akan membuat status untuk
mengingatkan waktu salat dan mengajak salat berjamaah,
211
baik melalui Facebook, Twitter, Telegram maupun Istagram.
Tahun 2020 kemarin berhubung pandemi, jamaah juga mulai
kita buatkan grup WA untuk memudahkan kita berbagi
informasi. Sekarang kita pakai cara dengan media sosial,
dengan kata-kata yang lebih mengena. Kita dakwah menyasar
lini media sosial agar bisa tersebar luas.
5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang
dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan
kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?
. Tentu saja kita tidak sendirian dalam mengajak seluruh
masyarakat untuk bisa sholat ke masjid. Kita alhamdulillah
punya relawan masjid yang selalu siap sedia membantu
jamaah. Kita kirim mereka ke rumah-rumah warga untuk
mengajak sholat sambil membawa sembako, setiap ada
kegiatan sosial pokoknya mereka ikut kita libatkan. Termasuk
kami melibatkan rt rw mas supaya mengajak warganya untuk
ikut jamaah ke masjid.
6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam
mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup
tersebut’ ?
Jogokariyan kan dulu dikenal sebagai kampung brengsek,
banyak pemabuk dan PKI, jadi orang-orang itu takut datang
kesini, dan itu berlangsung sampai tahun 1990an. Banyak
pertikaian antar keluarga, dan lainya. Tapi kadang budayanya
sulit hilang sampai sekarang
212
7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan
tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor
apa saja yang mendukungnya?
Kalo dalam kurun waktu 10 tahun ini mungkin karena
sudah terbiasa dengan kultur masjid, karena masjid menjadi
pusat perubahan sosial, maka masyarakat lebih mudah
diarahkan.
8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini
? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?
Responnya si positif sekali, sebab banyak manfaat karena
masjid mencukupi kebutuhan mendasar mereka.
9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya
gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam
peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?
Ya pasti ada mas, itu mas masyarakat jadi sadar akan
pentingnya shalat berjamaah sehingga mereka tidak ragu
untuk mengajak warga yang lain untuk ke masjid. Perubahan
kultul masyarakatnya pun berubah jauh lebih baik dibanding
tahun 1990an.
10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan
mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang
diharapkan Masjid Jogokariyan?
Kita berhasil membuat kultur baru yang sesuai dengan
yang kita rencanakan. Dan itu prosesnya panjang.
Ttd Infroman,
213
TRANSKRIP PERTANYAAN WAWANCARA
SKRIPSI
DIFUSI INOVASI GERAKAN ‘MENSHOLATKAN
ORANG HIDUP’ DI MASJID JOGOKARIYAN
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS
IMARAH
A. Identitas Informan
Nama : Salim A. Fillah
Tempat/Tanggal Lahir: Kulon Progo, 21 Maret 1984
Jenis Kelamin : LK
Pekerjaan : Pendakwah/Pakar Komunikasi Islam
Telp/Email : 08575590****
Tgl.Wawancara : 20 Maret 2021
Jam : 13.00 WIB Via WhatsApp Telepon
B. Daftar Pertanyaan
1. Apa itu program ‘Gerakan mensholatkan orang hidup’ dan
siapa yang pertama kali menemukan gagasan tersebut?
Saya kira menshalatkan orang yang sudah mati kita
sudah terbiasa, tapi menshalatkan yang masih hidup ini
tidaklah mudah dan adalah proses untuk mengajak orang
kepada rukun Islam, dan yang paling asasi ketika mati, yang
pertama ditanya (malaikat) adalah shalat. Banyak masjid
yang pogram-programnya adalah peringatan hari besar
Islam. Di tempat kami, program utama masjid adalah
“menshalatkan” orang hidup. Ini lebih sulit dari pada
menshalatkan orang mati. Menshalatkan orang hidup tidak
214
lain mengajak Muslim yang sudah mukallaf (sudah baligh)
untuk shalat berjamaah di masjid.
2. Seperti apa konsep dan implementasi dari inovasi tersebut?
Masjid kami melayani 4 RW dan 18 RT mencakup 870 KK
dengan perkiraan 3.960 jiwa. Dari jumlah tersebut, 1.900
orang adalah mukallaf. Masjid pernah melakukan survei
tahun 2005 ada 480 dari 1900-an mukallaf yang belum
melaksanakan shalat. Alhamdulillah tahun ini mukallaf yang
belum shalat tinggal 3 orang. Mereka (yang sudah dilatih)
kini lebih rajin dari jamaah lama. Banyak yang datang ke
masjid jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh dilakukan. Ya
tidak mengherankan, karena Jogokariyan dulu terkenal basis
PKI, bahkan tahun 1966 LEKRA setempat pernah mengemas
pertujukan ketoprak Patine Gusti Allah (Matinya Allah).
Kebanyakan dari mereka orang tua. Mereka tidak ke masjid
karena belum bisa shalat. Meskipun di masjid sudah digelar
kajian shalat, mereka tetap tidak datang karena malu. Karena
itu, kami membuka open donation untuk menyiapkan kafalah
bagi para dai yang datang langsung ke rumah mereka dan
mengajari mereka sampai 10 kali pertemuan. Setelah selesai,
mereka diberikan hadiah dari sarung, peci, hingga mukena
untuk memacu dan menyemangati semangat menegakkan
shalat. Selain itu kita mengajak warga sholat melalui
kulineran. Kita cari warga yang ingin berdagang. Mereka kita
kasih tempat di masjid tanpa harus membayar, tapi kita kasih
215
tugas kalau azan tiba agar menyilahkan dan mengajak para
pembeli setia untuk sholat berjamaah.
Kita juga berusaha mengajak mereka sholat dengan
masuk dalam kumpulan atau pemilik hobi tertentu, semisal
gowes. Untuk mewadahi kegiatan hobi sepeda ini, akhirnya
takmir mendukung pendirian Djamboel (Djamaah Masjid
Bersepeda Oentel). Setiap kegiatan gowes pagi, misi
dakwahnya kita selipkan, misalnya dengan mengajak mereka
berhenti untuk shalat Dhuha di masjid setelah itu kulineran
yang biayanya ditanggung masjid.
Mereka yang hobi mancing juga kita fasilitasi. Takmir
masjid patungan untuk dibelikan mobil bagi yang berhobi
mancing. Seperti biasa, sebelum berangkat ke lokasi,
malamnya mancing mania ini sudah diajak mabit dan
Tahajjudan di masjid.
3. Apakah inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup’ ini
efektif dalam meningkatkan kualitas kemakmuran di Masjid
Jogokariyan?
Sangat efektif, hasilnya mulai kelihatan tahun 2015,
mukallaf yang belum shalat tinggal 28 orang. Mereka (yang
sudah dilatih) kini lebih rajin dari jamaah lama. Banyak yang
datang ke masjid jam tiga pagi, jauh sebelum shalat Subuh
dilakukan. Dan sekarang alhamdulillah setiap ada kegiatan
masjid terisi penuh .
216
4. Media apa saja yang dipilih untuk mensosialisasikan inovasi
tersebut? Jika menggunakan media massa dan media internet,
ada berapa media yang digunakan?
Takmir sering mengajak dengan silaturahmi ke rumah-rumah
warga secara langsung, karena Takmir harus mengenal
secara utuh nama-nama kepala keluarga. Kita pernah
kirimkan undangan sholat subuh eksklusif yang kita cetak
seperti undangan pernikahan lengkap disertai hadist-hadist
dan keutamaan sholat berjamaah. Selain itu, kita berikan
pemahaman ke jamaah melalui kajian-kajian keislaman yang
kita sesuaikan dengan segmentasi jamaahnya mulai dari
remaja, ibu-ibu muda, keluarga, hingga yang khusus untuk
para haji (orang kaya/muzakki). Dan beberapa tahun
belakangan ini kita coba manfaatkan menggunakan berbagai
media sosial seperti twitter dan instagram karena cepat dan
luas.
5. Apakah ada kagiatan penyuluhan atau sosialiasi yang
dilakukan oleh Masjid Jogokariyan untuk mengkomunikasikan
kepada masyarakat? Siapa saja yang terlibat?
Ada, ya itu tadi. Kebanyakan dari mereka orang tua. Mereka
tidak ke masjid karena belum bisa shalat. Meskipun di masjid
sudah digelar kajian shalat, mereka tetap tidak datang karena
malu. Karena itu, kami membuka open donation untuk
menyiapkan kafalah bagi para dai yang datang langsung ke
rumah mereka dan mengajari mereka sampai 10 kali
pertemuan.
217
6. Apakah ada kesulitan dan hambatan komunikasi dalam
mensosialisasikan inovasi ‘gerakan mensholatkan orang hidup
tersebut’ ?
Hambatan pasti ada, karena Jogokariyan dulu terkenal
basis PKI, banyak budaya yang masih melekat. Masih Banyak
yang suka mabuk, judi dan bermain perempuan.
7. Bagaimana pandangan Anda Sejauh ini, apakah gagasan
tersebut sudah berjalan dengan baik hingga saat ini? Faktor
apa saja yang mendukungnya?
Selama ini dakwah hanya dipahami memberikan satu
materi dakwah dalam pengajian, ceramah, khutbah dan
sebagainya. Padahal kita tahu asasnya dakwah adalah
menjemput. merangkul, mengetuk. Itulah yang kita lakukan
sehingga masyarakat merasakan sebuah kemanfaatan yang
membuat mereka tergerak untuk memakmurkan masjid.
8. Bagaimana sikap dan respon masyarakat terhadap gerakan ini
? Apakah masyarakat menerima dengan baik atau tidak?
Alhamdulillah selama program ini berjalan, masyarakat
sangat menyambut positif dan antusias.
9. Apakah ada perubahan perilaku masyarakat setelah adanya
gerakan mensholatkan orang hidup ini? Terutama dalam
peningkatan kualitas kemakmuran di masjid Jogokariyan?
Mereka (yang sudah dilatih) kini lebih rajin dari jamaah
lama. Banyak yang datang ke masjid jam tiga pagi, jauh
sebelum shalat Subuh dilakukan. Dan sekarang alhamdulillah
setiap ada kegiatan masjid terisi penuh.
218
10. Apakah feedback umpan balik dari gagasan “gerakan
mensholatkan orang hidup” ini sudah sesuai dengan yang
diharapkan Masjid Jogokariyan?
Semua itu butuh yang namanya proses, tetapi
alhamdulillah kini sudah membuahkan hasil. InsyaAllah
kedepan akan terus kita perbarui dan kembangkan supaya
warga jamaah terutama millenial tetap betah dan nyaman
beraktivitas di masjid.