76
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda, ada yang memiliki intelegensi rendah (di bawah rata-rata), normal, bahkan tinggi (di atas rata-rata). Siswa yang menunjukkan prestasi belajar yang rendah biasanya diasumsikan sebagai siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang rendah pula. Intelegensi memiliki hubungan yang erat dengan prestasi belajar siswa sehingga digunakan sebagai alat untuk meramalkan kemampuan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, tingkat intelegensi dianggap sebagai penyebab utama rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Ketika seorang siswa memiliki potensi intelegensi yang tinggi maka ia tidak akan mengalami kesulitan dalam mencapai prestasi di sekolah, namun pada kenyataannya sangat sedikit siswa yang

Skripsi Nurul Suryani (54453)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Nurul Suryani (54453)

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang

Setiap siswa memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda, ada yang

memiliki intelegensi rendah (di bawah rata-rata), normal, bahkan tinggi (di

atas rata-rata).

Siswa yang menunjukkan prestasi belajar yang rendah biasanya

diasumsikan sebagai siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang rendah

pula. Intelegensi memiliki hubungan yang erat dengan prestasi belajar siswa

sehingga digunakan sebagai alat untuk meramalkan kemampuan yang dimiliki

siswa. Oleh karena itu, tingkat intelegensi dianggap sebagai penyebab utama

rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Ketika seorang siswa memiliki

potensi intelegensi yang tinggi maka ia tidak akan mengalami kesulitan dalam

mencapai prestasi di sekolah, namun pada kenyataannya sangat sedikit siswa

yang menunjukkan prestasi belajar yang sama persis dengan kapasitas yang

dimilikinya.

Barret dan Depinet (dalam Sunawan, 2003: 16) menjelaskan bahwa “anak

yang lebih tinggi skor inteligensinya mendapatkan nilai akademis yang lebih

tinggi, lebih menikmati sekolah, lebih mampu mengikuti pelajaran, dan dalam

kehidupan selanjutnya cenderung mendapatkan keberhasilan”.

Oleh karena itu siswa ber-IQ tinggi seharusnya mempunyai prestasi yang

tinggi sesuai dengan potensinya.

Permasalahan pendidikan ini masih sering muncul, banyaknya anak

berbakat yang berprestasi kurang tidak diketahui dengan pasti, tetapi angka-

1

Page 2: Skripsi Nurul Suryani (54453)

2

angka yang diperoleh dari survey dan penelitian cukup mengejutkan. Di

Amerika Serikat diperkirakan jumlah mereka berkisar antara 15 sampai 50

persen (Marland, 1972), di Inggris sekitar 25 persen ( Pringle, dikutip

Whitmore, 1980). Studi Yaumil Achir (1990) di dua SMA di Jakarta

menunjukkan bahwa 39 persen dan siswa berbakat yang diidentifikasi

berdasarkan tes intelegensi dan tes kreativitas termasuk underachievement.

Dalam makalah ini akan dibahas konsep dan karakteristik anak berbakat

berprestasi kurang, serta bagaimana mengenali mereka. Sehubungan dengan

sebab-sebab mengapa anak berbakat menjadi underachiever akan ditinjau latar

belakang pribadi underachiever , serta latar belakang lingkungan rumah dan

sekolah mereka.

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui fenomena yang terjadi pada siswa underachiever.

2. Mengetahui dan memahami konsep dan karakteristik underachiever.

3. Mengetahui dan memahami identifikasi ciri-ciri dari underachiever.

4. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menyebabkan

underachiever.

5. Mengetahui dan memahami latar belakang dari underachievement dari

berbagai lingkungan.

6. Mengetahui dan memahami cara guru BK mengatasi

underachievement.

Page 3: Skripsi Nurul Suryani (54453)

3

C. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penulisan makalah ini yaitu fenomena yang terjadi

pada siswa underachiever, konsep dan karakteristik underachiever, identifikasi

ciri-ciri dari underachiever, faktor-faktor yang menyebabkan underachiever,

latar belakang dari underachievement dari berbagai lingkungan, cara guru BK

mengatasi underachievement.

Page 4: Skripsi Nurul Suryani (54453)

4

BAB IIHAKEKAT SISWA UNDERACHIEVER

A. Fenomena yang terjadi pada Underachiever

1. Nilai-nilai Ari di sekolah menunjukkan prestasi di bawah rata-rata,

meskipun taraf intelegensinya cukup tinggi. Tampaknya ia sama sekali

tidak bermotivasi untuk berprestasi. Namun, ia mempunyai banyak minat

dan hobi, dan dalam diskusi kelas sering memaparkan gagasan yang

orisinal.dalam kegiatan di luar kelas dengan teman sebaya ia tampil

sebagai pemimpin. Sebetulnya, ia memiliki dasar pengetahuan yang cukup

luas, tetapi ia kurang tekun dan rajin dalam membuat tugas-tugas di dalam

kelas dan pekerjaan rumah. Ia ingin memasuk perguruan tinggi, tetapi

melihat keadaannya sekarang, walaupun memiliki potensi intelektual dan

kreatif yang tinggi, sulit diharapkan bahwa ia dapat diterima.

2. Adi adalah siswa salah satu sekolah unggulan di Jakarta yang

mengikuti tes Minat dan Bakat di LPTUI. Selama ini prestasi Adi di

sekolah hanya mendapat nilai maksimal 70, itupun pada satu pelajaran

saja, yaitu komputer. Namun demikian, hasil tes minat dan bakat

menunjukkan bahwa Adi memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Orangtua

Adi sangat heran, lantas menghubungi LPTUI untuk meminta waktu

konseling dengan psikolog.

Saat menemui psikolog, ayah Adi menjelaskan dengan berapi-api

bahwa Adi yang saat ini baru naik kelas tiga SMP tak pernah terlihat

belajar di rumah. Sehari-hari ia hanya membaca komik dan menonton

4

Page 5: Skripsi Nurul Suryani (54453)

5

televisi, sehingga ayah Adi menjadi sangat cerewet pada anak bungsunya

itu.

Kedua kakaknya yang berusia terpaut cukup jauh dengan Adi, satu

sudah lulus sarjana dan yang satu lagi duduk di bangku kuliah di Fakultas

Kedokteran sebuah universitas di Bandung. Ayah Adi ingin agar Adi juga

memiliki prestasi seperti kakak-kakaknya.

Sementara itu, ibu Adi merasa tak bisa terus menerus mendampingi

Adi belajar. Adi sendiri merasa kalau di rumah ia memang sudah tak ingin

belajar, karena merasa sudah seharian belajar di sekolah, mulai pukul 7.15

hingga 15.00 petang. Belum lagi dilanjutkan les, dan baru sampai di rumah

pukul delapan malam.

Sejak kelas tiga SMP, Adi sudah sangat jarang mengerjakan hobinya

bermain bola, karena ia sudah diarahkan untuk memusatkan perhatian pada

Ujian Nasional (UN) di akhir tahun. Orangtua Adi sangat cemas melihat

perilaku belajar anak bungsunya itu. Mereka berharap Adi rajin dan tekun

belajar, dan lulus UN.

Apa yang terjadi pada Adi dan Ari? Kecerdasan umumnya di atas rata-

rata, tapi mengapa prestasi sekolahnya tidak sesuai? Kasus seperti Adi dikenal

dengan sebutan underachiever. Yaitu orang-orang yang memiliki potensi

tinggi, tapi prestasi yang mereka tampilkan berada di bawah potensi yang

dimiliki. Contoh kasus seperti ini dapat terjadi jika anak berbakat tidak

didukung oleh lingkungan rumah dan/ lingkungan sekolah. Lingkungan yang

paling sering menimbulkan masalah bagi anak-anak ini. Menurut Davis dan

Page 6: Skripsi Nurul Suryani (54453)

6

Rimm (dalam Munandar, 1999:270) ialah lingkungan yang ekstrem “terlalu

membatasi” (otoriter) atau “terlalu permisif”. Konselor perlu menemukenali

anak-anak ini sebagai kreatif dan member system dukungan yang memupuk

produktivitas prestasi mereka.

Untuk mengetahui lebih lanjut penyebab underachiever yang dialami oleh

Ari dan Adi, akan dibahas pada pembagian selanjutnya.

B. Konsep dan Karakteristik Underachiever

1. Konsep

Menurut C. Burlingh Wellington dan Jean Wellington (dalam suradi, 1994:

29) siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah “keadaan seseorang atau

siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal,

tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah” . sedangkan menurut Davis dan Rimm

(dalam Munandar, 1999:139) menyatakan bahwa “Siswa berprestasi kurang

(underachiever) ialah jika ada ketidak sesuaian antara prestasi sekolah anak dan

indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau

kreativitas, atau dari data observasi, di mana tingkat prestasi sekolah nyata lebih

rendah daripada tingkat kemampuannnya”. Selaras dengan hal itu menurut

LeoNora M. Cohen dan Erica Frydenberg (dalam Sihadi, 2000:69) menyatakan

bahwa Underachievement adalah prestasi yang ditampilkan secara signifikan di

bawah potensi prestasi akademiknya.

Munculnya siswa berprestasi kurang (underachiever) ternyata tidak lepas dari

beberapa faktor penyebab seperti yang diungkapkan oleh Hawadi (2004: 70)

Page 7: Skripsi Nurul Suryani (54453)

7

bahwa “munculnya berprestasi kurang (underachiever) biasanya disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu sekolah, rumah, budaya dan pribadi”.

Sementara Menurut Prayitno dan Amti (1990:280) ialah “underachiever

identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa ‘keadaan siswa yang

diperkirakan memiliki inteligensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat

memanfaatkannya secara optimal’ ”.

Definisi Renzulli ( dalam Munandar, 1999: 6) tentang keberbakatan yang

diadposi di Indonesia, menyatakan bahwa keberbakatan mempersyaratkan

ketekaitan antara tiga tanda ciri-ciri, yaitu kemampuan umum atau kecerdasan,

kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi intrinsik.

Sementara (Davis and Rimm, 1989: 225) mengungkapkan bahwa

“Underachievement, yakni (1) berprestasi kurang (underachievement) dilihat

sebagai suatu perilaku yang dapat berubah sepanjang waktu dan (2) berprestasi

kurang ( underachievement) adalah sesuatu yang berkenaan dengan isi dan situasi

yang spesifik”.

Siswa Underachiever digambarkan oleh Hurlock dan Rimm(dalam Sulistiana,

2009) “sebagai siswa yang prestasi akademikya berada di bawah kemampuan

akademik”. Didasari oleh kesulitan untuk menemukan istilah teknis yang baku

dalam bahasa Indonesia maka Moh. Surya (dalam Sulistiana, 2009 : 26)

mengidentifikasikan istilah underachiever dengan istilah siswa berprestasi kurang.

Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang siswa berprestasi kurang

tersebut Moh. Surya (1983: 73) mengemukakan bahwa “siswa yang tergolong

berprestasi kurang adalah yang memiliki potensi tergolong tinggi tetapi prestasi

Page 8: Skripsi Nurul Suryani (54453)

8

belajarnya tergolong rendah atau di bawah dari seharusnya dapat dicapai”. Jadi

prestasinya masih kurang dari yang diharapkan dapat tercapai sesuai dengan

potensinya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat kita simpulkan bahwa siswa

underachiever adalah siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, namun

tingkat prestasi akademiknya tidak sesuai dengan kapasitas kemampuan yang

dimilikinya. Siswa underachiever memiliki kesenjangan antara skor tes intelegensi

dengan skor hasil nilai belajar siswa di sekolah yang diukur dengan tingkatan

kelas dan hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru.

2. Karakteristik Underachiever

Siswa underachiever dikatakan tidak berprestasi sesuai dengan

kemampuannya karena sebenarnya mereka bisa mencapai prestasi yang baik jika

sedang dalam meadaan penuh semangat berprestasi. (Hurlock, 1978; Rimm,

1986) menambahkan Namun ketika motivasinya hilang, prestasi belajar yang

diraihnya kembali buruk.

Menurut Clark (dalam Tol’ah 2009:17) mengatakan ada beberapa

karakteristik yang ditunjukan siswa berprestasi kurang (underachiever) , yaitu

sebagai berikut:

1. Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang dimilikinya.

2. Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah.

3. Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas.

4. Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.

Page 9: Skripsi Nurul Suryani (54453)

9

5. Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas.

6. Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.7.      Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang

Kaufman (Trevallion, 2008 ) mengemukakan Siswa underachiever

sering mengatakan bahwa pelajaran di sekolah tidak relevan atau tidak

penting karena itu mereka biasanya lebih tertarik kegiatan selain kegiatan

sekolah. Rimm (1986:2) menyatakan :

“buruknya keahlian dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, kebiasaan belajar yang buruk, memiliki masalah penerimaan oleh teman sebaya, konsentrasi yang buruk dalam aktivitas sekolah, tidak bisa mengatur diri baik dirumah maupun di sekolah, mudah bosan, ‘meninggalkan’ kegiatan kelas, memiliki kemampuan berbahasa yang baik tetapi buruk dalam menulis, mudah terdistraksi dan tidak sabaran, sibuk dengan pikirannya sendiri, kurang jujur, sering mengkritik diri sendiri, mempunyai hubungan pertemanan yang kurang baik, suka bercanda dikelas (membuat keributan), dan berperilaku yang tidak biasa”.

Beberapa penelitian yang membandingkan siswa achiever dan

underachiever ditemukan oleh Durr dan Coller (dalam Sulistiana, 2009:25)

bahwa siswa underachiever cenderung menarik diri dari pergaulan, tidak

mandiri, merasa tidak mempunyai kebiasaan bertindak, tidak ada rasa

memiliki, dan merasa tidak berarti, Sedangkan siswa achiever

menunjukkan kepercayaan diri, merasa bebas membuat pilihan sendiri,

bisa mengahadapi kesulitan dan mengatasinya dengan baik. Rimm dan

Page 10: Skripsi Nurul Suryani (54453)

10

Whitmore (dalam Munandar,2002; 338) mengungkapkan karekteristik

siswa Underachiever adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik Primer: Rasa Harga Diri Rendah

( Preckle & Vock, 2006; Trevallion, 2008 dalam psi-

pendidikan.usu.ac.id) menjelaskan bahwa “Karakteristik utama yang

duhubungkan dengan siswa underachiever adalah rendahnya self-

esteem”. Rosenberg sebagaimana dikutip oleh R.B Burns (1993:69)

mendefinisikan self esteem (harga diri) sebagai suatu sikap positif atau

negative terhadap suatu objek, yaitu diri.

Salah satu faktor terpenting yang menentukan siswa berhasil di

sekolah adalah self-esteem (harga diri). Sebagaimana yang

dikemukakan Harri Clemes dan Reynold Bean (alih bahasa Anton

2001:8) bahwa anak-anak yang sangat cerdas namun self-esteem

(harga diri) rendah, bisa mendapatkan hasil belajar yang buruk di

sekolah. Sementara anak dengan kecerdasan rata-rata dengan self-

esteem (harga diri) rendah cenderung mendapat sedikit kepuasan di

sekolah, mereka cenderung kehilangan motivasi dan minat, dan

cenderung terlalu bnayak menghabiskan energy pada hal-hal yang

mempengaruhi perasaannya mengenai diri sendiri, hubungan dengan

orang lain, problem, rasa takut, kecemasan dan hanya sedikit minat

untuk tugas sekolah.

(Rimm,1985;Whitmore, 1980) Karakter yang paling sering di

temukan secara konsisten pada anak berbakat prestasi kurang ialah rasa

Page 11: Skripsi Nurul Suryani (54453)

11

harga diri yang rendah. Mereka tidak percaya bahwa mereka mampu

melakukan apa yang diharapkan orang tua dan guru mereka; mereka

dapat menutupi rendahya rasa harga diri mereka dengan perilaku

berani dan menentang, atau dengan mekanisme pertahanan diri untuk

melindungi diri. Misalnya menyalahkan sekolah atau guru yang

mengajar, atau dengan menyatakan “tidak peduli” atau “tidak berusaha

dengan sungguh-sungguh” jika prestasi mereka kurang memuaskan.

Bertalian dengan rasa harga diri yang rendah adalah rasa kurang dapat

mengendalikan pribadi mereka sendiri. Jika gagal pada suatu tugas,

mereka menjelaskannya karena kemapuan mereka yang kurang, jika

mereka berhasil, mereka menjelaskannya Karena beruntung. Melihat

keberhasilan karena usaha, ia akan meningkatkan usaha berikutnya,

sedangkan melihat keberhasilan karena tugasnya mudah atau karena

beruntung, tidak meningkatkan usaha selanjutnya.

b. Karakteristik Sekunder: Perilaku Menghindari

Karakteristik sekunder yang biasanya mereka perlihatkan perilaku

menghindar. Mereka sering mengatakan bahwa pelajaran di sekolah

tidak relevan atau tidak penting karena itu mereka biasanya lebih

tertarik kegiatan selain kegiatan sekolah. Kaufman (dalam Trevallion,

2008) menyatakan bahwa karakteristik ini tampil dalam dua arah yaitu

agresif atau menghindar. Mereka juga akan memperlihatkan

ketergantungan seperti tergantung pada orang lain untuk

menyelesaikan tugasnya.

Page 12: Skripsi Nurul Suryani (54453)

12

Rasa harga diri yang rendah mengakibatkan perilaku yang

menghindari non-produktif, baik di sekolah maupun di rumah.

Misalnya anak berbakat berprestasi kurang menghindari upaya

berprestasi dengan menyatakan bahwa tidak ada gunanya untuk

belajar. Selanjutnya, mereka dapat mengatakan bahwa jika mereka

betul memang berminat untuk belajar, mereka dapat berprestasi baik.

Dengan perilaku menghindari semacam ini mereka melindungi diri

sendiri dari pengakuan bahwa mereka tidak mempunyai kepercayaan

diri atau mereka tidak mampu. Menentang otoritas merupakan cara

lain untuk melindungi diri. Menyalahkan sekolah membantu anak

berbakat berprestasi kurang menghindari tanggung jawab untuk

berprestasi. Memperkirakan akan mencapai nilai rendah juga

merupakan mekanisme pertahanan yang digunakan anak berbakat

berprestasi kurang. Dengan menduga akan mendapat nilai rendah

mereka mengurangi resiko kegagalan.

Perfectionism meskipun tampaknya bertentangan, tetapi dapat juga

digunakan sebagai mekanisme pertahanan. Anak memberi alasan

untuk prestasinya yang kurang adalah karena ia menentukan sasaran

belajar mereka lebih tinggi daripada siswa lain, dengan sendirinya

mereka tidak selalu dapat mencapainya. Sebaliknya, anak yang

berprestasi menentukan sasaran yang realistis dan dapat dicapai, dan

kegagalan digunakan secara konstruktif untuk menunjukkan

kelemahan yang perlu mendapat perhatian.

Page 13: Skripsi Nurul Suryani (54453)

13

c. Karakteristik Tersier

Karena anak berprestasi kurang meghindari usaha dan prestasi

untuk melindungi rasa harga diri mereka yang rentan, maka timbul

karakteristik tersier seperti kebiasaan belajar buruk, masalah

penerimaan oleh teman sebaya, daya konsentrasi kurang, dan masalah

disiplin di rumah dan di sekolah.

Karakteristik tersier siswa underachiever antara lain buruknya

keahlian dalam tugas-tugas sekolah, kebiasaan belajar yang buruk,

memiliki masalah penerimaan oleh teman sebaya, konsentrasi yang

buruk dalam aktivitas sekolah, tidak bisa mengatur diri baik dirumah

maupun di sekolah, mudah bosan, “meninggalkan” kegiatan kelas,

memiliki kemampuan berbahasa oral yang baik, tapi buruk dalam

menulis, mudah terdistraksi dan tidak sabaran, sibuk dengan

pikirannya sendiri, kurang jujur, sering mengkritik diri sendiri,

mempunyai hubungan pertemanan yang kurang baik, suka bercanda di

kelas (membuat kekeributan), ramah terhadap orang yang lebih tua,

dan berperilaku tidak biasa.

Untuk mengatasi prestasi rendah dari anak berbakat, pendidik

harus menangani ketiga tingkat karakteristik secara terbalik. Mula-

mula karakteristik tersier yang nyata perlu dikoreksi, demikian pula

karakteristik sekunder perilaku menghindari tugas akademik. Namun,

tujuan yang paling penting ialah membantu anak berbakat berprestasi

kurang menangani masalah intinya, yaitu rasa harga diri yang rendah.

Page 14: Skripsi Nurul Suryani (54453)

14

C. Identifikasi Ciri-ciri Underachiever

Penelitian tentang anak berbakat berprestasi kurang menemukan ciri-ciri

yang khas dari anak-anak ini. Whitmore (dalam Munandar, 2002: 242)

meringkas ciri-ciri yang paling penting yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi anak underachiever,

Amatilah anak selama sekurang-kurangnya dua minggu untuk menentukan

apakah ia memiliki ciri-ciri berikut. Jika siswa menunjukkan lebih dari

sepuluh ciri-ciri dalam daftar, kemungkinan besar ia termasuk anak berbakat

berprestasi kurang , dan memerlukan evaluasi yang lebih lanjut, misalnya

dengan tes intelegensi individual, tes bakat dan minat, dan tes kepribadian.

Tabel Daftar Identifikasi Ciri-ciri Underachiever

1. Nilai rendah pada tes prestasi

2. Mencapai nilai rata-rata atau di bawah rata-rata kelas dalam keterampilan dasar:

membaca, menulis, berhitung.

3. Pekerjaan sehari-hari tidak lengkap atau buruk

4. Memahami dan mengingat konsep-konsep dengan baik jika berminat

5. Kesenjangan antara tingkat kualitatif pekerjaan lisan dan tulisan (secara lisan

lebih baik)

6. Pengetahuan factual sangat luas

7. Daya imajinasi kuat

8. Selalu tidak puas dengan pekerjaannya, juga seni

9. Kecenderungan ke perfeksionisme dan mengkritik diri sendiri menghindari

Page 15: Skripsi Nurul Suryani (54453)

15

kegiatan baru seperti untuk menghindari kinerja yang tidak sempurna

10. Menunjukkan prakarsa dalam mengerjakan proyek di rumah yang dipilih sendiri

11. Mempunyai minat luas dan mungkin keahlian khusus dalam suatu bidang

penelitian dan riset

12. Rasa harga diri rendah nyata dalam kecenderungan untuk menarik diri atau

menjadi agresif di dalam kelas

13. Tidak berfungsi konstruktif dalam kelompok

14. Menunjukkan kepekaan dalam persepsi terhadap diri sendiri, orang lain, dan

terhadap hidup pada umumnya

15. Menetapkan tujuan yang tidak realistis untuk diri sendiri; terlalu tinggi atau

terlalu rendah

16. Tidak menyukai pelajaran praktis dan hafalan

17. Tidak mampu memusatkan perhatian dan berkonsentrasi pada tugas-tugas

18. Mempunyai sikap acuh atau negatif terhadap sekolah.

19. Menolak upaya guru untuk memotivasi atau mendisiplinkan perilaku di dalam

kelas.

20. Mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan teman sebaya; kurang dapat

mempertahankan persahabatan

Sumber : J. Whitmore. Giftedness, conflict, and underachievement.

(Boston: Allyian & Bacon, 1980).

Sementara menurut Menurut Clark (dalam Tol’ah 1992: 471)

mengungkapakn ada beberapa karakteristik yang ditunjukkan siswa

berprestasi kurang (underachiever) , yaitu sebagai berikut:

1) Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang dimilikinya,

2) Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah,

3) Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas,

4) Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual,

Page 16: Skripsi Nurul Suryani (54453)

16

5) Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas.

6) Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh,

7) Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang.

Muhammad Surya (1979 : 116) mengemukakan bahwa “untuk mengidentifikasi siswa underachiever terlebih dahulu ditetapkan karakteristik potensi dan prestasi”.1. Untuk potensi pada umumnya berdasarkan hasil tes

intelegensi dengan menggunakan skor2. Karakteristik prestasi dinyatakan dalam bentuk

tingkatan (grade). Untuk prestasi secara keseluruhan dinyatakan dalam bentuk nilai pukul rata-rata dalam bentuk nilai komposit dari setiap bidang studi yang dipandang mewakili prastasi.

Langkah-langkah untuk menentukan siswa underachiever adalah sebagai berikut:

1. Menggolongkan siswa-siswa yang berpotensi tinggi berdasarkan hasil tes intelegensi

2. Menganalisa prestasi belajar untuk mengetahui siswa underachiever.

D. Faktor-faktor Underachiever

Butter-Por(dalam Esofita,2011: 33) menyatakan bahwa

“underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk

melakukan sesuatu dengan lebih baik, tetapi karena pilihan-pilihan yang

dilakukan”.

Menurut McClelland, Yewchuk, dan Mulcahy dalam (Esofita, 2011:33)

yang menyatakan bahwa Ada dua faktor utama yang mempengaruhi performa

underachiever, yaitu (a) faktor emosi dan motivasi, dan (b) faktor yang

berhubungan dengan strategi belajar.

Page 17: Skripsi Nurul Suryani (54453)

17

Mc Clelland dan rekannya percaya bahwa ketika faktor- faktor pada dua

set tersebut berkombinasi dan saling berinteraksi, bisa menjadi konsekuensi

yang paling kuat untuk mencegah siswa menjadi underachiever.

Natawidjaya (dalam Husein,1999:1) mengemukakan:

“terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam belajar adalah faktor-faktor yang ada pada individu yang mencakup intelegensi atau kecerdasan, kepribadian, bakat, motivasi, metode belajar, serta sikap dan kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi yang didapat individu yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat”.

“underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan

sesuatu dengan lebih baik, tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan”

sskMenurut

Faktor Emosi dan Motivasi

Beberapa hal termasuk faktor ini adalah oxfordbrooks.ac.uk (dalam Esofita,

2011:33) :

a. Tidak menyadari potensinya, sehingga mereka kurang

memahami dirinya dan orang lain. (Buteler-Por, 1987)

b. Mempunyai harapan / target yang terlalu rendah (montage

mery, 1996), sehingga membuat mereka tidak mempunyai

tujuan dan nilai yang jelas (Butter-Por, 1987)

c. Mempunyai self-esteem yang rendah, dan menjadi peka

terhadap penilaian orang lain (Butter-Por, 1987)

Page 18: Skripsi Nurul Suryani (54453)

18

d. Pernah mengalami high incident of emotional difficulties

(Pringle, 1970), dan membuat mereka depresi / cemas (Butter-

Por, 1987)

1. Faktor dalam diri individu

Menurut Gustian (dalam Esofita,2011: 38) ada bebrapa faktor yang

menyebabkan siswa menjadi underachiever, antara lain sebagai berikut:

a.Persepsi diriTidak tercapainya prestasi sekolah yang lebih baik juga sangat ditentukan oleh karakteristik siswa. Salah satunya adalah penilaian siswa terhadap kemampuan yang dimilikinya. Penilaian siswa terhadap kemampuannya berpengaruh banyak terhadap pencapaian prestasi sekolah. Siswa yang merasa dirinya mampu akan berusaha untuk mendapatkan prestasi sekolah yang baik sesuai dengan penilalian terhadap kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, siswa yang menilai dirinya sebagai orang yang tidak mampu atau anak yang bodoh akan menganggap nilai-nilai kurang yang didapatkannya sebagai hal yang sepatutnya dia dapatkan.

b. Hasrat berprestasi Faktor lain yang menentukan prestasi yang akan dicapainya adalah faktor keinginan untuk berprestasi (need for achievement) itu sendiri. Ada siswa yang memiliki dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk berprestasi, tetapi ada pula yang kurang memiliki dorongan tersebut. Keinginan untuk berprestasi adalah hasil dari pengalaman-pegalaman siswa dalam mengerjakan sesuatu. Siswa yang sering gagal dalam mengerjakan sesuatu akan mengalami frustasi dan tidak mengharapkan hasil yang baik dan tindakan-tindakan yang dilakukannya.

c. Lokus controlBagaimana siswa menilai prestasi yang dimiliknya dapat menyebabkan tercapainya prestasi yang tinggi. Siswa dapat menilai bahwa penyebab terjadinya prestasi tersebut karena faktor usaha yang dilakukannya atau karena faktor-faktor diluar yang tidak dapat dikontrolnya.Siswa yang menilai bahwa bahwa penyebab terjadinya prestasi karena faktor usaha termasuk siswa yang memiliki lokus control (locus of control) internal, dan jika sebaliknya memiliki lokus control eksternal. Siswa yang memiliki lokus control internal akan menilai bahwa angka 4 yang didapatkannya adalah karena ia kurang belajar, sedangkan mereka yang

Page 19: Skripsi Nurul Suryani (54453)

19

memiliki lokus control eksternal akan mengatakan guru yang sentiment pada dirinya.

d. Pola belajarPola belajar siswa sangat mempengaruhi pencapaian prestasi siswa.ada siswa yang terbiasa belajar secara teratur walaupun besok harinya tidak ada tes atau ujian, tetapi ada pula siswa yang hanya belajar jika ada ujian.

E. Latar Belakang Underachievement dari berbagai Lingkungan

Anak tidak dilahirkan sebagai underachiever. Berprestasi di bawah taraf

kemampuan adalah perilaku yang dipelajari, oleh karena itu dapat juga

dihindari. Underachievement dapat dipelajari baik di rumah maupun di

sekolah atau di dalam masyarakat.

Munandar (1999) menyatakan Faktor penyebab siswa berprestasi kurang

(underachiever) dibedakan menjadi dua latar belakang keluarga dan latar

belakang keluarga dan latar belakang sekolah.

Mengenal faktor-faktor yang menyebabkan, mendukung, dan memperkuat

perilaku anak berbakat berprestasi kurang membantu memahami dinamika

underachievement dan cara mengatasinya.

1. Latar Belakang Keluarga

Jika latar belakang keluarga anak berbakat berprestasi kurang

dibandingkan dengan keluarga anak berbakat berprestasi, akan nyata

beberapa karakteristik. Beberapa dari karakteristik ini sulit diubah, seperti

keluarga dengan moral yang rendah, atau keluarga yang terpecah,

misalnya karena perceraian atau kematian, sepaham dengan hal itu

Rimm(dalam Semiawan, 1997:212) mengungkapkan “lingkungan rumah

yang menjadikan anak underachievement karena disadari atau tidak

Page 20: Skripsi Nurul Suryani (54453)

20

diasadari, tidak ada contoh mendidik yang baik dari awal seperti belajar

mandiri maupun keterlekatan pada karier atau anggapan bahwa sekolah itu

berharga”. Dari pernyataan tersebut terdapat langkah-langkah agar dapat

dapat diubah dengan mudah oleh orang tua yang peduli dan memahami

dinamika underachievement, seperti perlindungan yang berlebih oleh

orang tua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan secara

berlebih, dan ketidakajegan sikap kedua orang tua.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Yaumil Achir (dalam

Sihadi, 2000:71) yang menjelaskan bahwa adanya perbedaan komitmen

terhadap tugas antara anak berbakat yang berprestasi dan anak berbakat

yang berprestasi kurang, disini orang tua mampu mengarahkan antara

bakat anak dan tugas yang dijalankan anak sesuai dengan bakatnya

sehingga bukan hanya bakat anak saja berkembang, tetapi didorong juga

oleh prestasi yang baik.

Bagi guru akan dapat membantu jika memahami pola “keluarga

bermasalah”, karena dengan demikian guru dapat berkomunikasi lebih

efektif dengan orang tua. Juga sering terjadi bahwa anak memanipulasi

pola keluarga, dan memanipulasi ini diteruskan di dalam kelas. Dengan

memahami pola keluarga anak berprestasi kurang, guru dapat menghindari

memanipulasi oleh siswa.

a. Identifikasi dan model

Studi Terman dan Oden (dikutip Rimm,1985 dalam Munandar,

1999:244) menunjukkan bahwa kebanyakan anak berbakat berprestasi

Page 21: Skripsi Nurul Suryani (54453)

21

kurang adalah anak laki-laki ini ialah bahwa mereka tidak

mengidentifikasi diri dengan ayah mereka. Rimm (1984, dalam

Munandar, 1999:244) juga menemukan bahwa anak berprestasi kurang

sering tidak mengidentifikasikan dirinya dengan orang tua dari jenis

kelamin yang sama. Yang menarik ialah bahwa beberapa

beridentifikasi dengan orang tua dari jenis kelamin yang sama jika

orang tua itu juga merupakan seseorang yang berprestasi kurang dari

perspektif anak, atau memberi kesan kepada anak bahwa belajar dan

berprestasi itu tidak penting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model orang tua yang dipilih

anak untuk imitasi dan identifikasi sebagian besar tergantung dari

kombinasi antara tiga perubah, sebagaimana diamati oleh anak, yaitu :

1) nurturance, 2) power, dan 3) kesamaan anatar orang tua dan anak.

Anak cenderung untuk mengidentifikasi diri dengan orang tua yang

sangat nurturant. Antara orang tua dan anak ada hubungan kasih

sayang dan hangat. Jika orang tua itu tidak menekankan perstasi, maka

anak akan dapat mengadopsi tingkah yang sama.

Jika salah satu orang tua lebih berkuasa dari perspektif anak, tetapi

tidak menghargai pendidikan atau prestasi sekolah, kemungkinan besar

anak tidak akan berprestasi baik di sekolah.

Perubahan ketiga yang mempengaruhi yaitu kesamaan yang dilihat

anak antara dirinya dengan salah satu orang tua. Kesamaan ini

merupakan dasar yang kuat untuk identifikasi dengan peran jenis

Page 22: Skripsi Nurul Suryani (54453)

22

kelamin. Beberapa peneliti mendapatkan bahwa jika ayah lama tidak

dirumah, maka anak laki-laki cenderung underachiever. Sikap anak

perempuan terhadap karier sangat dipengaruhi secara positif oleh ibu

yang bekerja dan berhasil, dengan pengertian bahwa sikap keluarga

positif terhadap bekerjanya ibu dan bahwa ibu tidak mengalami

konflik peran.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan pentingnya identifikasi

dengan model orang tua yang baik sebagai faktor keluarga yang

menunjang prestasi tinggi.

b. Identifikasi berbalik (Counter-Identification)

Counter-identification terjadi jika orang tualah yang

mengidentifikasikan dirinya dengan anak.sebagai contoh ialah orang

tua yang sangat memerhatikan, mengikuti, dan ikut merasakan segala

upaya, keberhasilan dan kegagalan anak. Hal ini dapat berpengaruh

positif terhadap prestasi anak, tetapi dapat juga mempunyai dampak

negative, yaitu jika anak menjadi tergantung pada dorongan orang tua

untuk membuat dan menyelesaikan pekerjaan sekolahnya.

Kemungkinan lain dari identifikasi berbalik ialah bahwa orang tua

memberikan kekuasaan berlebih kepada anak berbakat merek,

sehingga anak menjadi manipulative agresif. Anak berbakat yang

tampak begitu cerdas menggunakan kosakata dan penalaran orang

dewasa dan orang tua berinteraksi dengan mereka seperti orang

Page 23: Skripsi Nurul Suryani (54453)

23

dewasa. Anak belajar memanipulasi orang tua dan guru dengan

mengatakan bahwa pekerjaan yang harus dilakukan “membosankan”

atau “tidak penting”, bahwa mereka dapat menjawab secara lisan

sehingga tidak perlu menyelesaikan pekerjaan secara tertulis. Guru

perlu memahami dinamika pola perilaku memanipulatif ini dalam

membina siswa berbakat di sekolah.

2. Latar belakang Sekolah

Beberapa kondisi pribadi dan sekolah dapat menimbulkan masalah

bagi anak berbakat yang merupakan awal dari pola perilaku berprestasi di

bawah taraf kemampuan.

a. Iklim sekolah

Whitmore (1980, dalam Munandar, 1999:246) menggambarkan

lingkungan kelas yang menyebabkan terjadinya underachievement,

yaitu kurangnya menghargai anak sebagai individu, iklim yang sangat

kompetitif, penekanan terhadap evaluasi eksternal, kekakuan, perhatian

yang berlebih terhadap kesalahan dan kegagalan, dan kurikulum yang

tidak menunjang keberbakatan.

1) Kelas yang tidak fleksibel

Anak berbakat intelektual belajar lebih cepat dan lebih mudah

memadukan informasi. Anak berbakat kreatif mempunyai cara

pemikiran yang berbeda dan sering mengajukan pertanyaan.

Guru yang kaku berpegangan secara ketat pada jadwal yang

Page 24: Skripsi Nurul Suryani (54453)

24

telah disusun dan tidak memberi kesempatan kepada mereka

yang berbeda dalam kecepatan dan gaya belajar. Anak berbakat

mengamati bahwa jika menyelesaikan tugas dengan cepat akan

diberikan tugas-tugas lain yang tidak menantang tetapi sekedar

untuk menyibukkan anak. Anak menjadi bosan dan

menganggap tugas tambahan sebagai hukum untuk bekerja

cepat. Agar tidak diberi tugas lain ia bekerja lebih lamabat

sehingga selesai bersama-sama dengan anak yang lain. Namun,

karena pikirannya tetap aktif, ia mencari kesibukan lain, seperti

diam-diam membaca buku lain yang menarik, melamun, atau

menganggu tata tertib kelas. Ia kurang memperhatikan tugas-

tugas belajar regular, yang baginya membosankan, sehingga

prestasinya menurun.

2) Kelas yang kompetitif

Pengumuman nilai siswa, perbandingan hasil tes siswa dan

ranking siswa secara terus menerus sangat mendorong

persaingan dalam kelas. Anak yang berprestasi baik mungkin

saja lebih termotivasi untuk berprestasi dalam lingkugan kelas

yang sangat kompetitif. Namun, terlalu banyak penekanan pada

ganjaran ekstrinsik dapat mengurangi motivasi intrinsik untuk

belajar dan berkreasi.

Siswa yang berprestasi kurang akan menganggap bahwa setiap

hari mereka tidak dapat memenuhi standar keunggulan dalam

Page 25: Skripsi Nurul Suryani (54453)

25

kelas. Guru hanya menghargai prestasi dan karena anak-anak

ini tidak percaya bahwa mereka mampu memperoleh

penghargaan guru, maka mereka mencari cara-cara lain di

dalam kelas untuk mendapatkan penghargaan atau bersikap

defensive untuk mempertahankan diri.

b. Harapan negatif

Harapan guru mempunyai dampak terhadap konsep diri dan

prestasi sekolah siswa. Masalahnya ialah bahwa bagi anak, guru dan

keberhasilan di sekolah merupakan sumber umpan balik utama

mengenai kemampuan, kompetensi, dan makna seseorang. Jika guru

mempunyai harapan rendah atau negative terhadap siswa, biasanya

anak itu akan berprestasi kurang, termasuk anak berbakat.

Tidak semua anak berbakat merespons denga prestasi yang kurang

terhadap sikap dan harapan negative dari guru. Beberapa melihat sikap

guru ini sebagai tantangan untuk berusaha lebih keras. Namun, anak

berbakat berprestasi kurang yang konsep dirinya rendah, pada

umumnya melihat harapan guru yang negatif sebagai konfirmasi

bahwa ia memang tidak mampu.

c. Kurikulum yang tidak menantang

Anak berbakat dengan kebutuhan intelektual dan kreatif sangat

rentan terhadap kurikulum yang tidak menantang. Mereka biasanya

senang mempertanyakan, mendiskusikan, mengkritik, dan dapat

Page 26: Skripsi Nurul Suryani (54453)

26

belajar melampaui tingkatan dari kebanyakan siswa di dalam kelas.

Jika kurikulum kurang member tantangan, maka siswa berbakat akan

mencari rangsangan di luar kurikulum. Tidak jarang siwa yang

berbakat berprestasi kurang di sekolah dapat mencapai keunggulan

dalam kegiatan yang tidak berhubungan dengan sekolah.

BAB IIIUPAYA MENGATASI SISWA UNDERACHIEVER

Bekerja di bawah kemampuan seseorang mempunyai dampak terhadap

keberhasilan dalam pendidikan dan kemungkinan besar juga terdapat

keberhasilan dalam karier, oleh karena itu masalah ini diperlukan mendapat

perhatian khusus.

Menurut Rimm (dalam Munandar, 1999: 247) menyatakan “ mengatasi

underachievement memerlukan strategi kerja sama antara sekolah dan

keluarga dalam menerapkan lima langkah yang penting” yaitu :

1. Penilaian kemampuan, keterampilan dan kemungkinan penguatan dari

rumah dan sekolah,

2. Modifikasi dari penguatan dirumah dan sekolah,

3. Mengubah harapan dari orang yang penting/berarti,

4. Model identifikasi yang ditingkatkan, serta

5. Memperbaiki keterampilan yang kurang.

A. Peran Orang tua dalam Mengatasi siswa Underachiever

Page 27: Skripsi Nurul Suryani (54453)

27

Peran orang tua dalam mengahadapi anaknya yang megalami

underachiever adalah sebagai berikut:

1. Ciptakan gaya hidup sehat dengan membangun harmoni antara kondisi

fisik, mental, dan emosional. Misalnya dengan memberi nutrisi yang

baik, latihan atau olahraga, serta pengelolaan stres.

2. Cari bantuan konseling untuk anak dan seluruh keluarga jika perlu.

Jika seluruh keluarga ikut terlibat konseling, diharapkan perubahan

dapat lebih cepat terjadi karena dukungan dari seluruh keluarga.

Perubahan perilaku bukan hanya dari anak tetapi juga perubahan

perlakuan anggota keluarga yang lain terhadap anak.

3. Cari guru pembimbing untuk membantu anak mengatasi kelemahan

dalam pelajaran-pelajaran tertentu.

4. Komunikasikan harapan yang tinggi terhadap anak dengan rasa cinta,

penuh pujian, kebanggaan dan respek.

5. Adakan pertemuan keluarga untuk menetapkan target jangka pendek

dan jangka panjang dan membuat aturan-aturannya, serta buatlah

semacam “kontrak” (kesepakatan bersama).

6. Jadikan keluarga sebagai sistem pendukung dan unit pemecahan

masalah yang bermanfaat bagi anak, dipandu orangtua yang

menjalankan peran pemimpin tapi berbasis cinta.

7. Menekankan kerja keras sebagai kunci sukses, dengan usaha

individual, motivasi dari dalam diri, komitmen dan kepercayaan diri

sebagai resep keberhasilan.

26

Page 28: Skripsi Nurul Suryani (54453)

28

8. Rancang waktu-waktu beraktivitas di sekitar rumah selama 25 – 35

jam per minggu (misalnya membaca, melakukan hobi, olahraga, dan

lain-lain) dan mengeksplorasi lingkungan bersama-sama sebagai

sumber belajar.

9. Cobalah untuk tertarik pada aktivitas anak di sekolah dan di rumah.

Dorong anak untuk menceritakan aktivitas mereka.

10. Jangan membandingkan antar saudara, pandang setiap anak sebagai

individu yang memiliki keunikan, kualitas dan kemampuan.

11. Bantu anak mengelola waktu dan menetapkan prioritas.

12. Dorong anak untuk memiliki minat di luar sekolah. Ketika hasil

belajarnya buruk, jangan cepat-cepat menuding kegiatan luar sekolah

sebagai sumber masalah dan menghukum anak untuk tidak boleh lagi

berkegiatan.

13. Bantu anak mendapatkan mentor/pembimbing yang dapat menjadi

model menyangkut suatu karier atau kualitas personal yang diinginkan.

Misalnya, bukakan jalinan interaksi dengan paman yang bisa menjadi

model peran, atau Anda sendiri yang berusaha untuk dapat menjadi

model bagi anak.

14. Batasi waktu menonton TV dengan membuat kesepakatan-kesepakatan

yang realistis.

15. Konsisten dan tenang menghadapi naik turunnya prestasi anak,

fokuskan pada masalah, jangan bertindak emosional.

B. Peran Guru dan Konselor dalam Mengatasi siswa Underachiever

Page 29: Skripsi Nurul Suryani (54453)

29

Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan guru dan konselor adalah

sebagai berikut.

1. Diagnotik Penanganan

a. Kebutuhan, Potensi, Minat, Bakat, dan Masalah Anak

Underachiever dalam Kegiatan Pembelajaran

Kebutuhan anak underachiever antara lain: anak diberikan

kebebasan untuk mengeksplor bakat dan minatnya sesuai dengan

kemampuan dirinya. Orangtua hanya memberikan pengarahan, jangan

menuntut anak jika di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak,

orangtua harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah

berusaha maksimal), menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas

ia berhasil atau gagal. Jangan sekali-kali berkata kasar atau

melecehkan. Anak juga diberikan motivasi, ditanggapi keluhannya,

misalnya ketika ia meragukan kemampuannya, kita bisa memberinya

motivasi: "Insya Allah kamu bisa". Tekankan bahwa yang paling

penting adalah berusaha semaksimal mungkin, gagal itu merupakan

hal yang bukan tidak diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.

Potensi/minat anak underachiever antaralain: anak yang kreatif,

memiliki kompetensi yang tinggi, dan memiliki kemampuan matematis

yang sangat tinggi.

Page 30: Skripsi Nurul Suryani (54453)

30

Bakat anak underachiever antara lain: menjadi seorang penulis, melihat dari ciri-

ciri anak underachiever yang cenderung pendiam, jadi dia bisa mengungkapkan

apa yang dia rasakan lewat tulisan. Selain itu anak underachiever berbakat untuk

pekerjaan yang berada dibalik layar. Anak underachiever bisa menjadi apapun

yang orangtua mereka inginkan.

b. Mengidentifikasi Gejala-Gejala Anak Underachiever Dalam Kegiatan

Pembelajaran

Gejala-gejala anak underachiever dalam kegiatan pembelajaran yang

sering dijumpai adalah: Emosional, anak underachiever lebih sering tersinggung

jika ada perkataan yang menurutnya kurang sesuai dengan dirinya. Ia lebih suka

menyendiri, pendiam dan bersifat acuh tak acuh terhadap teman-temannya. Raut

wajahnya menunjukkan ketidakceriaan karena ia merasa tertekan. Entah karena

masalah keluarga ataupun prestasi akademik. Anak merasa rendah diri. Perasaan

tidak berharga menurunkan motivasi anak. Anak merasa tidak berdaya

berhadapan dengan lingkungannya. Ia merasa tidak berharga, tidak bisa belajar

apa-apa bahkan tidak berani menginginkan sesuatu. Ia hanya berani menginginkan

target di bawah potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut ketahuan

bahwa ia tidak mampu atau tak berguna. Maka ia lebih suka menarik diri daripada

menempuh risiko gagal dalam mencoba kemampuannya.

Konflik nilai juga bisa membuat anak rendah diri, misalnya anak yang

kreatif, eksentrik, easygoing, merasa dirinya unik, bisa-bisa merasa bersalah dan

tidak berguna dihadapan orangtuanya yang rapi, konservatif dan hanya

Page 31: Skripsi Nurul Suryani (54453)

31

menghargai prestasi akademik. Akhirnya anak menyalahkan dirinya sendiri lalu

mencari teman di luar rumah dan mencari kepuasan dari aktifitas yang justru tidak

diharapkan orangtuanya.

c. Pertumbuhan dan perkembangan anak underachiever di lingkungan

sekolah

Langkah –langkah yang dilkukan oleh guru dalam melatih

pertumbuhan dan perkembangan anak pada underachiever adalah

sebagai berikut:

1) Guru senantiasa memonitor perkembangan prestasi anak.

2) Guru ikut menyadari adanya masalah underachievers ini,

dan guru melakukan usaha untuk mengarahkan,

memberikan motivasi, dan memberikan perhatian,

3) Pastikan anak bisa mengikuti kelas bimbingan konseling

individual/kelompok jika diperlukan,

4) Guru perlu kreatif, menggunakan media ataupun metode

pembelajaran yang menarik, merancang pembelajaran yang

menantang, bermakna secara personal, dan rewarding untuk

anak yang disesuaikan dengan permasalahan spesifik anak.

Karena upaya ini merupakan suatu hal yang patut dan

berharga dibangun untuk mengoptimalkan prestasi anak,

baik secara akademik maupun non akademik sesuai bakat

dan minat anak,

Page 32: Skripsi Nurul Suryani (54453)

32

5) Sekolah menyediakan berbagai fasilitas sesuai kebutuhan

anak, misalnya anak suka olah raga maka disediakan

berbagai permainan olahraga,

6) Disediakan buku-buku bacaan, karena anak underachiever

kurang bisa bergaul dengan teman-temannya, maka buku-

buku yang ada di sekolah bisa membantu dalam proses

pertumbuhan dan perkembangannya,

7) Arena bermain yang sesuai dengan minat anak,

8) Untuk meningkatkan kreativitas anak diberikan kegiatan

kreatif, seperti main musik, menyanyi, olah raga, menari,

dan sebagainya. Guru dan orang tua harus menghargai

bakat dan minat anak. Segala yang ingin diketahui anak

jangan diabaikan dan dibebaskan mengembangkan

kreativitasnya.

d. Bimbingan kelompok bagi anak underachiever

1) Diberikan tugas kelompok untuk memecahkan suatu

masalah, guru memonitor, membimbing siswa untuk

menyelesaikan masalah tersebut.

2) Di sini siswa underachiever bisa berkelompok dengan

teman-temannya, guru memantau kegiatan siswa supaya

tidak ada keinginan anak underachiever untuk menyendiri

atau meninggalkan kelompoknya.

Page 33: Skripsi Nurul Suryani (54453)

33

3) Percobaan, anak diberikan bimbingan melalui percobaan

untuk melakukan suatu penelitian, jadi siswa ada kegiatan,

bisa aktif, tidak melamun sesuai gejala anak underachiever,

4) Bimbingan narkoba, anak underachiever yang merasa

tertekan menginginkan untuk lari dari tekanan, di rumah ia

merupakan anak yang pasif dan penurut terhadap perintah

orangtua, namun di luar dia justru melakukan hal yang

tidak dikehendaki orangtua. Untuk itu diperlukan

bimbingan narkoba untuk mengantisipasi terjadinya hal

yang tidak diinginkan,

5) Bimbingan kenakalan remaja, bimbingan kenakalan remaja

juga perlu diberikan karena tidak hanya dari faktor keluarga

saja melainkan dari pengaruh pergaulan teman anak bisa

menjadi lupa diri.

e. Melengkapi Rencana-rencana yang Telah Dirumuskan Anak

Underachiever

Untuk menghilangkan rasa jenuh siswa, rasa tertekan siswa, guru

dan siswa perlu membuat rencana untuk merefresh pikiran siswa

antaralain dengan: Karyawisata berbasis penelitian, untuk

mengenalkan anak terhadap alam, pembelajaran yang konkret,

karyawisata di sini bertujuan untuk mengakrabkan siswa

underachiever dengan anak-anak lain.

Page 34: Skripsi Nurul Suryani (54453)

34

Selain itu, perlu diadakan perombakan strategi pembelajaran

disesuaikan dengan bakat dan minat siswa. Guru perlu bekerjasama

dengan siswa mengenai strategi pembelajaran yang bagaimana yang

disukai siswa, memotivasi untuk giat belajar, tidak membosankan dan

penuh rasa kekeluargaan

Perlu sesekali sekolah mengadakan kegiatan jalan santai atau

kegiatan bakti lingkungan, untuk melatih siswa bersosialisasi dengan

masyarakat.

f. Melaksanakan Pengajaran Sesuai dengan Kebutuhan Anak

Underachiever

Pengajaran dapat dilakukan dengan memunculkan rasa

keingintahuan anak dan mengajukan pertanyaan yang memancing rasa

keingintahuan siswa kemudian bersama-sama mencari jawaban,

sehingga belajar kegiatan itu terasa menyenangkan. Lontarkan saja

pertenyaan pada diri sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan

terangsang rasa ingin tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja

sesuatu (yoyo yang sedang dimainkan anak, juicer di dapur, hujan

turun dari langit dan sebagainya).

Biasakan secara bersama mencari jawaban dari buku. Jadi secara

tidak langsung anak mendapatkan bekal bagaimana caranya belajar

aktif dan menyenangi kegiatan belajar. Motivasi belajar akan bangkit

Page 35: Skripsi Nurul Suryani (54453)

35

dan terpelihara dalam dirinya karena anak merasakan sendiri

manfaatnya.

g. Mengumpulkan Data dan Informasi Tentang Anak Underachiever

dalam Kegiatan Belajar

Menurut (Syamsudin, 2005: 312- 313) menyatakan “Data dan

informasi yang perlu dikumpulkan dapat berupa apa saja mengenai

siswa underachiever, misalnya tentang kesulitan belajar”. Untuk

mengetahui siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan

mendeteksi hasil dan proses belajarnya dapat ditempuh dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

Sementara dalam proses pengumpulan data (Syah, 2006:108)

mengungkapkan bahwa “Menghimpun semua siswa yang angka nilai

prestasinya dibawah nilai batas lulus tersebut, Mengadakan prioritas

layanan kepada mereka yang diduga paling berat kesulitnnya atau

paling banyak membuat kesalahan, seyogyanya dibuat membuat

ranking” .

Data dan informasi yang diperoleh guru bimbingan dan konseling

melalui diagnostik kesulitan belajar tadi perlu dianalisis sedemikian

rupa, sehingga jenis kesulitan khusus yang dialami siswa yang

berpresatasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.

Page 36: Skripsi Nurul Suryani (54453)

36

h. Melaksanakan kontak dengan masyarakat, terutama dengan orang

tua/wali anak, antara lain dengan mengadakan kunjungan rumah

(homevisit)

Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen

penting untuk mengatasi/mengurangi Underachiever. Oleh karena itu .

(Semiawan, 1997: 215) menjelaskan bahwa

“Komunikasi dapat dengan membicarakan perkembangan belajar siswa, dalam hal ini tidak boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan atau penguasaan siswa”.

Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak

dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah.

i. Melaksanakan konseling terbatas mengingat hubungan yang baik

dapat terjalin dengan mudah antara guru dan siswa

Peserta didik underachiever, di pandang sebagai siswa yang

mengalami kesulitan belajar di sekolah, karena secara potensial mereka

memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestai belajar yang tinggi.

Keadaan ini biasanya di latar belakangi oleh aspek-aspek motivasi,

minat, sikap, kebiasaan belajar, dan sebagainya.

(Tohirin, 2007: 3) mengungkapkan bahwa “Tidak semua individu

mampu mengatasi masalahnya sendiri. Dalam keadaan seperti itu ia

perlu mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain”.

Page 37: Skripsi Nurul Suryani (54453)

37

Dengan adanya layanan Bimbingan Koseling diharapkan dapat

mengatasi segala bentuk permasalahan yang dihadapi oleh siswa atau

paling tidak dapat mengarahkan penyesuaian yang salah menuju

penyesuaian yang benar baik secara internal maupun eksternal yang

dialami siswa.

Karena diperkuat oleh kesimpulan (Tohirin, 2007: 3) yakni Tidak

semua individu mampu mengatasi masalahnya sendiri. Dalam keadaan

seperti itu ia perlu mendapatkan bimbingan (bantuan) dari orang lain.

j. Memberikan pelayanan rujukan, yaitu melimpahkan anak kepada

orangtua yang lebih kompeten untuk mendapatkan bantuan yang

tepat

Untuk menetapkan usaha bantuan harus berdasarkan hasil analisis

diagnostik bidang kecakapan ini dapat dikategorikan menjadi tiga

macam (Syah, 2006: 176) mengungkapkan bahwa

1) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh

guru sendiri,

2) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh

guru dengan bantuan orang tua,

3) Bidang kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani

oleh guru maupun orang tua.

Selanjutnya, untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai

alternatif-alternatif kiat pemecahan masalah kesulitan belajar siswa,

Page 38: Skripsi Nurul Suryani (54453)

38

guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai

bimbingan dan konseling. Selain itu (Syah, 2006: 178) “guru juga

dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model

mengajar yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung

cara memecahkan masalah kesulitan belajar” .

2. Langkah Pelaksanaan Bantuan atau Bimbingan

a. Asesmen Kemampuan Anak dan Kemungkinan Penguatan

Langkah pertama untuk mengatasi prestasi kurang dari anak

berbakat meliputi kerja sama antara psikolog sekolah atau guru BP,

guru, dan orang tua. Psikolog, guru BP, atau pengelola program anak

berbakat sebaiknya a) mampu melakukan pengukuran/pengetesan, b)

memahami berbagai gaya dan masalah belajar dan motivasi, c)

menguasai teori belajar perilaku, dan d) mengenal karakteristik khusus

dari anak berbakat dan kreatif.

Untuk mengetahui kemampuan anak sesungguhnya, sebaiknya

pertama-tama memberikan tes inteligensi individual. Pada anak yang

kurang bermotivasi, tes inteligensi kelompok mungkin tidak

mencerminkan potensi intelektual sesungguhnya. Juga, pada beberapa

tes inteligensi kelompok sulit untuk mencapai skor di atas 125, hal ini

tentu merupakan masalah anak berbakat intelektual. Psikolog dapat

memberikan Wescheler Intelligence Scale for Children (WISC) yang

sudah diadaptasi untuk penggunaan di Indonesia, atau tes inteligensi

Page 39: Skripsi Nurul Suryani (54453)

39

Stanford-Binet, kedua-duanya harus diberikan oleh seorang psikolog.

Selama pengetesan, pemeriksa harus waspada terhadap karakteristik

khusus pada anak yang berkaitan cengan tugas seperti gejala

ketegangan, perhatian, ketekunan, keuletan dalam mengerjakan tugas,

respon terhadap frustasi, cara pemecahan masalah, dan respons

terhadap dorongan dari pemeriksa. Ciri-ciri ini mencerminkan

perilaku anak dalam belajar dan bekerja di rumah dan di sekolah.

Pengetesan inteligensi perlu dilanjutkan dengan tes prestasi individual

yang menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam keterampilan dasar,

trutama membaca dan matematika.

Tes kreativitas dan inventori sebaiknya juga diberikan oleh

psikolog. Di samping skor berpikir kreatif diperoleh gambaran

mengenai ciri-ciri afektif ( sikap) yang berkaitan dengan kreativitas,

seperti kemandirian, kepercayaan diri, dan pengambilan resiko, untuk

lebih memahami terjadinya underachievement.

Wawancara dengan orang tua membantu menemukenali pola

berprestasi kurang yang nyata di rumah dan di sekolah. Sebaiknya

kedua orang tua di wawancara, tetapi jika hanya satu orang yang dapat

hadir, perlu dipertanyakan mengenai hubungan orang tua yang tak

hadir itu dengan anak. Analisis kemampuan anak dan sejauh mana

lingkungan rumah dan sekolah memperkuat pola berprestasi kurang,

penting untuk langkah kedua dari program mengatasi

underachievement.

Page 40: Skripsi Nurul Suryani (54453)

40

b. Modifikasi Penguatan di Rumah dan Sekolah

Berdasarkan analisis perilaku anak dan wawancara orang tua pada

langkah pertama dapat ditemukenali keadaan di rumah dan sekolah

yang menyebabkan anak berprestasi kurang. Perilaku anak perlu

diubah dengan menentukan tujuan jangka panjang dan beberapa

sasaran jangka pendek yang menjamin anak mengalami keberhasilan

langsung, meskipun kecil baik di rumah maupun di sekolah.

Pengalaman keberhasilan ini perlu diperkuat dengan penghargaan atau

hadiah.

Ada beberapa pertimbangan dalam memberikan hadiah kepada

anak. Pertama, hadiah itu harus berarti dan bermakna bagi anak.

Hadiah itu harus sesuai dengan sistem nilai dan kemungkinan dari

pemberi.hadiah yang efektif dan sesuai dengan sistem nilai orang tua

dan kemungkinan diberikan oleh guru adalah misalnya, waktu bebas.

Hadiah dapat ditingkatkan jika perlu, dengan mengingat bahwa jika

pendidik telah memberikan hadiah yang besar, hadiah kecil tidak akan

efektif lagi. Yang penting adalah member hadiah yang telah disetujui

kedua pihak, dan memberikannya secara teratur langsung serelah tugas

diselesaikan dengan berhasil.

c. Mengubah Harapan Orang yang Penting

Harapan orang tua, guru, dan teman sebaya sulit diubah. Hasil tes

inteligensi yang tinggi sangat efektif untuk mengubah harapan. Guru

dapat meyakinkan remaja dan orang tua bahwa anak memiliki bakat

Page 41: Skripsi Nurul Suryani (54453)

41

matematika, hal ini nyata dari cepatnya memahami konsep matematika

dan kecakapannya dalam memecahkan masalah. Psikolog berdasarkan

tes bakat dan prestasi dapat meyakinkan guru tentang kekuatan-

kekuatan anak, misalnya dalam kosakata atau dalam keterampilan

memecahkan masalah.

Bagi anak berprestasi kurang sangat penting bahwa orang tua dan

guru dengan jujur dapat mengatakan bahwa mereka percaya akan

kemampuan anak untuk berprestasi. Harapan dari orang tua yang

berarti bagi anak sangat penting untuk mengubah harapan diri anak

dari seorang yang kurang berprestasi menjadi prestasi tinggi.

Penelitian jangka pajang dengan siswa kelas empat, lima, dan enam

yang cerdas tetapi berprestasi kurang, Rimm (dalam Munandar, 1999:

249) menunjukkan bahwa harapan positif dari orang tua dan guru

mempunyai dampak jangka panjang yang nyata dari prestasi di sekolah

menengah.

Kadang-kadang, mengubah lingkungan sekolah anak merupakan

cara yang efektif. Sebelum melakukan hal ini, kita harus yakin bahwa

perubahan lingkungan sekolah akan bermakna. Jika anak berbakat luar

biasa dihambat dalam lingkungan sekolah yang hanya menentukan

tujuan dan harapan yang rata-rata, sering anak dapat mengubah pola

prestasinya jika ditempatkan di dalam lingkungan yang menghargai

dan mengharapkan prestasi tinggi. Namun, bagi kebanyakan anak lebih

realistis untuk mencoba mengubah harapan di dalam sekolah.

Page 42: Skripsi Nurul Suryani (54453)

42

d. Identifikasi Model

Menentukan model identifikasi bagi anak berprestasi kurang sangat

penting melebihi upaya treatment lainnya. Anak berbakat berprestasi

kurang, memerlukan tokoh yang berhasil dan berprestasi sebagai

model. Tokoh ini dapat menjadi model untuk lebih dari satu anak,

misalnya dalam peran sebagai konselor, tutor, mentor, guru, orang tua,

kakak, psikolog, pemimpin pramuka, Pembina sanggar, dan lain-

lainnya. Sebaiknya model itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap anak.

2. Jenis kelamin yang sama.

3. Kesamaan dengan anak. Misalnya dalam agama, minat,

talenta, latar belakang ekonomi, pengalaman masalah khusus,

dan sifat-sifat lain yang sama sehingga memudahkan

identifikasi.

4. Keterbukaan. Kesediaan model untuk berbagi pengalamannya,

kesulitan yang pernah dialami, dan cara mengatasinya sehingga

mencapai prestasi tinggi sehingga memotivasi anak untuk

berprestasi.

5. Kesediaan untuk member waktu. Agar efektif dan positif,

model harus dapat menyediakan waktu, apaka itu waktu kerja

atau waktu senggang. Jika anak dapat melihat model ketika

bekerja, melihat sifat dan sikap model dalam menghadapi

tantangan, menang dan kalah dalam kompetensi, gaya

Page 43: Skripsi Nurul Suryani (54453)

43

penalaran, kepemimpinan, anak akan belajar bersikap dan

keterampilan yang perlu untuk berhasil.

6. Rasa kepuasan. Model menunjukkan kepada anak bahwa

prestasi yang dihasilkan memberi kepuasan pribadi. Prestasi

menuntut pengorbanan dan penundaan kepuasan yang segera.

e. Mengoreksi Keterampilan yang Kurang

Anak berbakat berprestasi kurang sebagai akaibat tidak

memperhatikan di dalam kelas dan kebiasaan belajar yang buruk

menunjukkan kekurangan keterampilan yang perlu dikoreksi. Namun,

karena ia berbakat ia dapat mengatasinya dengan cukup cepat dengan

bantuan tutor dari luar (bukan orang tua). Memperbaiki kekurangan-

kekurangan akademis ini perlu dilakukan dengan tepat sehingga anak

dapat belajar mandiri, anak tidak dapat memanipulasi tutor, dan anak

melihat hubungan antara usaha dan prestasi.

Whitmore (dalam Munandar, 1999: 250) menyarankan strategi

remedial untuk memperbaiki prestasi akademis siswa dalam bidang

dimana ia mengalami kesulitan belajar, mengalami kegagalan, dan

tidak menjadi bermotivasi untuk melakukan tugas-tugas belajar.

Bantuan di luar rumah dan sekolah

Jika anak disamping berprestasi kurang, juga terlibat dalam

masalah lain seperti drug, alcohol, kriminalitas, atau depresi yang

Page 44: Skripsi Nurul Suryani (54453)

44

serius, ia memerlukan bantuan psikolog atau psikoterapis. Alternative

lain ialah menempatkan remaja tersebut dalam sekolah berasrama

dengan kesempatan pendidikan dan terapi psikologi dalam lingkungan

yang dikendalikan dan dimana ia dapat mengikuti terapi individual dan

terapi kelompok termasuk teknik modifikasi perilaku untuk mengatasi

masalah pribadi dan underachievement.

f. Komunikasi.

Komunikasi antara orang tua dan guru yang merupakan komponen

penting untuk meremidi prestasi belajar kurang. Komunikasi ini tidak

boleh saling menyalahkan, melainkan harus mencakup diskusi tentang

yang dinilai, dan kemajuan belajar yang dievaluasi baik formal

maupun informal dengan memperhatikan pernyataan ketergantungan

atau penguasaan anak. (Semiawan, 1997: 215) mengungkapkan

“Komunikasi ini harus jelas, jangan sampai komunikasi itu tidak

dipahami orang tua sehingga jatuh kembali dalam pola masalah”.

Page 45: Skripsi Nurul Suryani (54453)

45

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Underachievement ialah tidak sesuainya antara skor intelegensi dengan

skor hasil nilai belajar siswa di sekolah, artinya terjadi kesenjangan antara

bakat yang dimiliki siswa dengan hasil prestasi yang tidak sejalan.

Underachievement terjadi karena faktor internal yang mencakup emosi

dan motivasi, persepsi diri, hasrat berprestasi, lokus control( siswa menilai

dirinya sendiri), dan pola belajar sementara faktor eksternal yang meliputi

keluarga (keluarga dengan moral yang rendah, atau keluarga yang terpecah,

misalnya karena perceraian atau kematian, perlindungan yang berlebih oleh

orang tua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan secara

berlebih, dan ketidakajegan sikap kedua orang tua), dan dari lingkungan

sekolah mencakup (kelas yang tidak fleksibel, kelas yang kompetetif,

kurikulum yang tidak menantang, guru lebih memperhatikan anak yang

unggul, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan tidak adanya

reinforcement dari sekolah terhadap bakat anak).

Dan cara mengatasi siswa underachievement adalah dengan kerja sama

yang baik anatara orang tua dan guru, dari pihak orang tua dengan melakukan

ciptakan gaya hidup sehat, komunikasi yang tinggi dengan menciptakan (rasa

Page 46: Skripsi Nurul Suryani (54453)

46

cinta, penuh pujian, dan respek), keluarga sebagai pendukung dan unit

pemecahan masalah yang bermanfaat bagi anak. Sementara dari pihak sekolah

dapat melakukan asesmen kemampuan anak dan kemungkinan penguatan,

modifikasi penguatan di rumah dan sekolah, mengubah harapan orang yang

penting, identifikasi model, mengoreksi keterampilan yang kurang,

komunikasi yang lebih efektif terhadap siswa.

B. Saran

Siswa yang berbakat diharapkan dapat memiliki prestasi yang unggul agar

anatar bakat dan prestasi dapat berjalan dengan optimal. Dengan adanya siswa

underachiever ini kita sebagai pihak yang sangat mempengaruhi terhadap

perkembangan seluruh aspek individu agar mampu memberikan reinforcement

yang penuh terhadap siswa baik lingkungan rumah maupun sekolah karena

banyak konsep yang ditawarkan dalam upaya memberikan layanan bagi anak

underachiever, salah satu diantaranya yang dipandang efektif adalah dengan

mengupayankan iklim yang kondusif baik dalam keluarga amupun di sekolah.

Guna menciptakan iklim yang kondusif tersebut dibutuhkan ketulusan,

kepekaan, dan empati yang kuat dari orang tua dan guru dalam mengorganisir

program layanan agar siswa mampu menepis gangguan perilakunya dan

akhirnya mampu mengembangkan potensinya seoptimal mungkin

Page 47: Skripsi Nurul Suryani (54453)

47

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosda

Karya

Conny Semiawan. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta : PT

Grasindo

Desra Esofita. 2011. Motivasi Belajar Siswa Underachiever pada Mata Pelajaran

Matematika di Kelas XI SMA Adabiah Padang. Skripsi. Tidak diterbitkan.

BK FIP UNP

Dewang Sulistiana. 2009. Program Bimbingan Bagi Siswa Underachiever.

Skripsi. Tidak diterbitkan. Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

UPI Bandung.

Hamzah B. Uno dan Masri Kudrat. 2009. Mengelola Kecerdasan dalam

Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara

Muhibbin Syah. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosda Karya

Oxfordbrooks.ac.uk. (2006). Underachievement: What do We Mean by

Underachievement?

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.

Jakarta : PT Rineka Cipta

Reni Akbar H, Sihadi. 2001. Akselerasi A-Z Informasi Pemcapaian Program

Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta : PT Grasindo

Page 48: Skripsi Nurul Suryani (54453)

48

Surya.M.  1979.  Pengaruh faktor-faktor   Non-intelektual terhadap Gejala

Berprestasi Kurang. Disertasi. Tidak diterbitkan . FPS IKIP Bandung

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada

Utami Munandar. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT

Rineka Cipta

Winkel, W.S. 1991. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta :

Gramedia