65
ANALISIS PEMBENTUKAN DUSUN IV BABAH LUENG MENJADI GAMPONG BABAH LUENG (Studi Pada Dusun IV Babah Lueng gampong Mata Ie Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya) SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH-ACEH BARAT 2013

SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

ANALISIS PEMBENTUKAN DUSUN IV BABAH LUENGMENJADI GAMPONG BABAH LUENG

(Studi Pada Dusun IV Babah Lueng gampong Mata IeKecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya)

SKRIPSI

OLEH:

ZAINAL ARIFINNIM: 07C20201169

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT

2013

Page 2: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

ANALISIS PEMBENTUKAN DUSUN IV BABAH LUENGMENJADI GAMPONG BABAH LUENG

(Studi Pada Dusun IV Babah Lueng Gampong Mata IeKecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya)

SKRIPSI

OLEH:

ZAINAL ARIFINNIM: 07C20201169

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana SosialPada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH-ACEH BARAT

2013

Page 3: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi: ANALISIS PEMBENTUKAN DUSUN IV BABAH LUENGMENJADI GAMPONG BABAH LUENG (Studi Pada DusunIV Babah Lueng gampong Mata Ie Kecamatan BlangpidieKabupaten Aceh Barat Daya)

Nama Mahasiswa : ZAINAL ARIFINNim : 07C20201169Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyetujui.Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

SUDARMAN ALWY, M. Ag Drs. SAID NADIR

Mengetahui,

Dekan Ketua Jurusan Program StudiFakultas Ilmu Sosial dan Politik Ilmu Administrasi Negara

Universitas Teuku Umar

SUDARMAN ALWY, M. Ag NELLIS MARDHIAH, S. Sos

Page 4: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi/tugas akhir dengan judul:

ANALISIS PEMBENTUKAN DUSUN IV BABAH LUENGMENJADI GAMPONG BABAH LUENG

(Studi Pada Dusun IV Babah Lueng gampong Mata IeKecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya)

Yang disusun oleh :Nama : ZAINAL ARIFINNim : 07C20201169Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikProgram Studi : Ilmu Administrasi Negara

Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 23 Februari 2013 dandinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

1. SUDARMAN ALWY, M. Ag(Ketua Penguji) : …………………….

2. NELLIS MARDHIAH, S.Sos(Anggota) : …………………….

3. MARIA BAREN, MM(Anggota) : …………………….

4. TRIANTO, S. Sos(Anggota) : …………………….

5. Drs. SAID NADIR(Anggota) : …………………….

Alue Peunyareng, 23 Februari 2013Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara

NELLIS MARDHIAH, S. Sos

Tanggal Lulus: 23 Februari 2013

Page 5: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde

baru pada bulan Mei 1998, menghasilkan dua proses politik yang berjalan secara

simultan: Desentralisasi dan Demokratisasi. Kedua proses politik itu terlihat

jelas dalam pergeseran format pengaturan politik di taraf lokal maupun nasional,

dari pengaturan politik yang bersifat otoritarian-sentralistik menjadi lebih

demokratis-desentralistik (Dwipayana dan Sutoro Eko, 2003: 5).

Desentralisasi dianggap penting karena setidaknya telah merubah pola relasi

kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang selama ini

bersifat sentralistik, desentralisasi menghadirkan pola kebijakan bottom-up yang

selama ini bersifat top-down. Sedangkan hadirnya demokratisasi telah merubah

paradigma pola kekuasaan yang selama ini dimiliki secara penuh oleh birokrat,

beralih kepada kekuasaan hak asasi warga Negara Indonesia di bidang politik.

Perubahan penyelenggaraan pemerintah daerah semakin kearah

demokratisasi yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintah daerah, dimana salah satu pasal didalamnya mengatur tentang desa

atau nama lain, telah merubah tentang kehidupan masyarakat yang lebih

demokratis. Dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia desa atau

gampong di Aceh merupakan organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah

Camat, kecuali di Provinsi Aceh gampong berada dibawah koordinasi mukim

dengan wewenangnya sebagai berikut (Qanun Nomor 5 Tahun 2003 yaitu):

Page 6: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

2

a. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul gampong dan

ketentuan adat dan istiadat.

b. Kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

c. Kewenangan yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan

belum menjadi atau belum dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, Pemerintah

Kecamatan dan Pemerintah Mukim.

d. Kewenangan pelaksaan tugas pembantuan dari Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan dan

Pemerintah Mukim.

Menyinggung keterkaitan antara gampong dengan pelaksanaan

pembangunan, ternyata gampong memegang peranan penting dalam proses

implementasi pusat kebijakan-kebijakan pembangunan. Sebab setiap kebijakan

pembangunan pemerintah pusat, sebagian besar implementasinya dilakukan oleh

pemerintah gampong.

Melihat pentingnya peranan gampong dalam proses pembangunan, maka

upaya-upaya meningkatkan peran struktur pemerintahan gampong harus selalu

ditingkatkan agar proses pembangunan yang telah dicanangkan dapat menyentuh

seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Masyarakat gampong adalah unsur

pembangunan yang harus diperhatikan kesetaraannya dalam proses pembangunan,

namun fokus masalah tersebut dalam realita di lapangan banyak yang tidak

terlaksana secara baik, sehingga kondisi demikian tentu ada sebabnya. Padahal

seseorang geucik (Kepala Desa) harus mampu melaksanakan tugas dan

Page 7: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

3

wewenangnya secara baik, sehingga kepemimpinannya mampu membawa

kebaikan kepada warga gampongnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa,

disebutkan dalam Pasal 14 Ayat 1, bahwa tugas kepala gampong adalah:

menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan,

sedangkan Ayat 2 Pasal 14 tersebut dinyatakan bahwa: Dalam melaksanakan

tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala gampong mempunyai

wewenang:

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan gampong berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama BPD;

b. Mengajukan rancangan peraturan gampong;

c. Menetapkan peraturan gampong yang telah mendapat persetujuan bersama

BPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan gampong mengenai APB

gampong untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD;

e. Membina kehidupan masyarakat gampong;

f. Membina perekonomian gampong;

g. Mengkoordinasikan pembangunan gampong secara partisipatif;

h. Mewakili gampongnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan; dan

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Memperhatikan kondisi lapangan dibandingkan dengan kemampuan

kepemimpinan geucik tidak akan terpenuhi harapan dan kesejahteraan

Page 8: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

4

masyarakat, maka dalam mencari solusi adanya pemerataan hasil pembangunan

dan peningkatan sosial kemasyarakatan kiranya pembentukan Dusun IV Babah

Lueng menjadi gampong Babah Lueng, menjadi sebuah pilihan dan perlu

dilakukan pengkajian.

Bahwa kebijakan desentralisasi yang memberikan kewenangan yang lebih

besar kepada daerah otonom termasuk gampong dalam mengatur dan mengurus

rumah tangganya, pada intinya antara lain, adanya perwujudan demokratisasi

penyelengaraan pemerintah daerah yang selama ini sentralistis. Kedua, kebijakan

penyerahan kewenangan kepada daerah untuk lebih memberdayakan dan

memandirikan daerah, baik dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat,

maupun peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dari aspek

geografis terkadang suatu wilayah daerah, sangat jauh dari rentang kendali ibu

kota daerah otonom, sehingga berpengaruh pada ekselerasi pelayanan. Pada

dimensi yang terakhir inilah lahir tuntutan pemekaran daerah. (Murtir: 111).

Secara teoritis, pembentukan gampong baru nantinya akan melahirkan

kesejahteraan dengan adanya peningkatan pelayanan yang lebih baik dan lebih

cepat karena rentang-rentang kendali pemerintah yang lebih pendek, namun

pembentukan gampong baru tentunya tidak hanya didasarkan pada persoalan hak-

hak sosial ekonomi yang belum terpenuhi saja, tanpa mempertimbangkan studi

kelayakan apakah dusun tersebut sudah memenuhi persyaratan menjadi gampong

baik secara administratif maupun secara fisik kewilayahan.

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 dan

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan,

Penghapusan, Penggabungan gampong dan Perubahan Status gampong menjadi

Page 9: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

5

Kelurahan yang didalamnya memuat tentang syarat-syarat pembentukan

gampong. Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh sebuah daerah (dusun) yang

ingin melakukan pembentukan gampong baru, sehingga nantinya pembentukan

gampong baru menghadirkan kehidupan masyarakat gampong yang maju dan

sejahtera.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Pembentukan Dusun IV Babah

Lueng Menjadi Gampong Babah Lueng Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh

Barat Daya”.

1.2 Rumusan Masalah

Suharsimi Arikunto (1993: 17) menguraikan bahwa agar penelitian dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus merumuskan

masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan

dengan apa ia melakukan penelitian. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa

pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, yang akan

dicari penyelesaian pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apa yang menjadi pemicu utama munculnya rencana pemekaran Dusun IV

Babah Lueng?

b. Bagaimanakah Analisis Pembentukan Dusun IV Babah Lueng Menuju

Pembentukan Gampong Babah Lueng?

c. Bagaimanakah identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam proses Pembentukan Dusun IV Babah Lueng untuk Menjadi

Gampong Babah Lueng?

Page 10: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

6

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tentunya

mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Adapun yang menjadi tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pemicu utama munculnya rencana pemekaran atau

pembentukan Dusun IV Babah Lueng,

b. Untuk mengetahui Analisis Pembentukan Dusun IV Babah Lueng Menuju

Pembentukan Gampong Babah Lueng,

c. Untuk mengetahui identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam proses Pembentukan Dusun IV Babah Lueng untuk Menjadi

Gampong Babah Lueng.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khazanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai pembentukan

gampong guna mewujudkan percepatan pembangunan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka

yang berminat menindaklanjuti hasil penelitian ini kancah penelitian yang

berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak;

b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi

masyarakat gampong khususnya di tempat penelitian ini dilaksanakan agar

masyarakat terus mempersiapkan segala kebutuhan untuk menjadi sebuah

gampong definitif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 11: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis

Menurut M. Ali (1999: 215) analisis adalah langkah pertama dari proses

perencanaan atau penguraian suatu pokok dari berbagai bagiannya dan penelaahan

bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian

yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

2.2 Gampong

Sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintah daerah, dalam pasal 216 antara lain mengamanahkan batas

pengaturan lebih lanjut mengenai pemerintah desa diatur dengan peraturan

pemerintah, dimana akhirnya keluar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Tentang desa. Yang melahirkan batasan desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang di akui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan

gampong dibentuk Badan Permusyawaratan gampong (BPD) atau sebutan lain

yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang

berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelenggaraan pemerintahan

gampong, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan gampong,

Anggaran Pendapatan dan Belanja gampong, dan keputusan geucik atau kepala

Page 12: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

8

gampong. Di gampong dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan

sebagai mitra kerja pemerintah gampong dalam memberdayakan masyarakat

gampong. Geucik pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat gampong

yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada

Bupati atau Walikota melalui Camat. Geucik wajib memberikan keterangan

laporan pertanggungjawabannya kepada BPD atau Tuha Peut gampong dan

kepada rakyat tentang informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun

tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan

Taha Peut gampong untuk menanyakan dan meminta keterangan lebih lanjut

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pertanggungjawaban yang dimaksud.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang

mengatur tentang gampong yaitu pasal 115 sampai 117 yang berbunyi:

a. Pasal 115 bagian kedua gampong

(1) Dalam wilayah kabupaten atau kota dibentuk gampong atau nama lain.

(2) Pemerintah gampong terdiri atas geucik dan badan permusyawaratan

gampong atau tuha peut atau nama lain.

(3) Gampong dipimpin oleh geucik yang dipilih secara langsung dari dan

oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat

dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

b. Pasal 117

(1) Pembentukan, penggabungan, dan atau penghapusan gampong dilakukan

dengan memperhatikan asal-usul dan prakarsa masyarakat.

Page 13: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

9

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, fungsi, pembiayaan,

organisasi perangkat pemerintahan gampong atau nama laindiatur

dengan Qanun Kabupaten atau kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut tata cara pemilihan geucik diatur dengan Qanun

Aceh.

Dengan demikian, jika kita membahas mengenai gampong, setidak-

tidaknya memuat beberapa ciri berikut:

a. Adanya suatu wilayah yang jelas dengan demikian wilayah ini telah

didefinisikan dengan jelas batas-batas teritorialnya;

b. Adanya sekumpulan orang (bukan pribadi atau sebuah keluarga) yang

bertempat tinggal di daerah yang dimaksud, dan menempatkan wilayah

tempat tinggal tersebut sebagai “wilayah mereka”;

c. Adanya ikatan dengan dasar yang beragam dan luas, seperti: kebutuhan

akan rasa aman bersama; hubungan darah (satu nenek moyang); dan nilai-

nilai sosial bersama yang dibangun bersama dari pengalaman hidup

bersama;

d. Mempunyai kekuasaan untuk mengatur urusan mereka sendiri menetapkan

pemerintahan sendiri; dan

e. Mempunyai harta benda, kekayaan desa.

Sedangkan dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan

sebagai organisasi kekuasaan. Melalui perspektif ini, desa dipahami sebagai

organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai

wewenang tertentu dalam struktur pemerintahan negara. Dengan sudut pandang

ini, gampong bisa dipilah dalam beberapa unsur penting:

Page 14: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

10

(1) Adanya orang-orang atau kelompok;

(2) Adanya pihak-pihak yang menjadi “penguasa” atau pemimpin;

(3) Adanya organisasi (badan) penyelenggaraan kekuasaan;

(4) Adanya tempat, atau wilayah yang menjadi teritori penyelenggaraan

kekuasaan; dan

(5) Adanya mekanisme, tata aturan dan nilai, yang menjadi landasan dalam

proses pengambilan keputusan.

Siti Waridah, dkk, (2004: 125-126) mengutip pendapat pakar Sosiologi

“Talcot Parsons” yang menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat

tradisional (gemeinischaff) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut:

a. Afektifitas; ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan,

dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong,

menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan

menolongnya tanpa pamrih;

b. Orientasi kolektif; sifat ini merupakan konsekuensi dari afektifitas, yaitu

mereka mementingkan kebersamaan, tidak suka menonjolkan diri, tidak suka

berbeda pendapat, intinya semua harus mempelihatkan keseragaman

persamaan;

c. Partikularisme; pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya

dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan

subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk

kelompok tertentu saja (lawannya universalisme);

d. Askripsi; yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak

diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak sengaja, tetapi merupakan suatu

Page 15: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

11

keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan (lawannya

prestasi);

e. Kekaburan (diffuseness); sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan

antar pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa

menggunakan bahasa tidak langsung untuk menunjukkan sesuatu.

2.3 Pembangunan Gampong dan Pemberdayaan Masyarakat

2.3.1 Pembangunan Gampong

Tujuan pembentukan desa atau gampong adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada

di desa tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pembangunan desa.

Pembangunan desa seharusnya menerapkan prisip-prisip yaitu: (1) transparansi

(keterbukaan), (2) partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4) dapat

dipertanggungjawabkan, dan (5) berkelanjutan (sustainable). Kegiatan-kegiatan

pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan dikembangkan keseluruh

pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan itu pada

dasarnya adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat

seharusnya diajak untuk menentukan visi (wawasan) pembangunan masa depan

yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan impian tentang keadaan masa

depan yang lebih baik dan lebih indah dalam arti tercapainya tingkat kemakmuran

yang lebih tinggi.

Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan desa, diperlukan juga kerja

sama yang erat antar daerah dalam satu wilayah dan antar wilayah. Dalam

hubungan ini perlu selalu diperhatikan kesesuaian hubungan antar kota dengan

daerah pegampongan sekitarnya, dan antar suatu kota dengan kota-kota

Page 16: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

12

sekitarnya. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lokasi industri, lokasi

kegiatan pertanian atau sektor-sektor lain yang menunjang atau terkait cenderung

terkonsentrasi hanya pada daerah administrasi yang berdekatan. Dengan

kerjasama antar daerah, maka daerah-daerah yang dimaksud dapat tumbuh secara

serasi dan saling menunjang.

Seperti dalam pembangunan ekonomi pada umumya, maka dalam

mewujudkan tujuan pembangunan gampong, terdapat paling sedikit empat

strategi, yaitu (a) strategi pertumbuhan, (b) strategi kesejahteraan, (c) strategi yang

responsif terhadap kebutuhan masyarakat, (d) strategi terpadu atau strategi yang

menyeluruh.

a) Strategi Pertumbuhan

Strategi pertumbuhan umumnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan

secara cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan perkapita,

produksi dan produktivitas sektor pertanian, permodalan, penempatan kerja dan

peningkatan kemampuan partisipasif masyarakat pedesaan/gampong.

b) Strategi Kesejahteraan

Strategi kesejahteraan pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki taraf

hidup atau kesejahteraan penduduk gampong melalui pelayanan dan peningkatan

program-program pembangunan sosial yang berskala besar atau nasional, seperti

peningkatan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, penanggulangan

urbanisasi, perbaikan pemukiman penduduk, pembangunan fasilitas transportasi,

penyediaan prasarana dan sarana sosial lainnya.

Page 17: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

13

c) Strategi yang Responsif terhadap Kebutuhan Masyarakat

Strategi ini merupakan reaksi terhadap strategi kesejahteraan yang

dimaksudkan untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan

pembangunan dan dirumuskan oleh masyarakat sendiri dan mungkin saja dengan

bantuan pihak luar (sell need and assistance) untuk memperlancar usaha mandiri

melalui pengadaan teknologi dan tersedianya sumber-sumber daya yang sesuai

dengan kebutuhan di desa.

d) Stategi Terpadu dan Menyeluruh

Stategi terpadu dan menyeluruh ingi mencapai tujuan-tujuan yang

menyangkut kelangsungan pertumbuhan, persamaan, kesejahteraan dan partisipasi

aktif masyarakat dalam proses pembangunan desa.

2.3.2 Pemberdayaan Masyarakat

Untuk mengatasi persoalan kemiskinan dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat baik di gampong maupun di perkotaan, maka hal

tersebut dapat dilaksanakan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya dimana masyarakat berdaya dan

mandiri dalam mengelola berbagai potensi yang mereka miliki dalam mencapai

kesejahterannya. Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho Dwidjowijoto (2007:

37-41) menyatakan bahwa ada 5 argumentasi mengapa pemberdayaan masyarakat

untuk dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pembangunan Indonesia.

Pertama, demokratisasi proses pembangunan. Konsep pemberdayan dipercaya

mampu menjawab tantangan pelibatan aktif setiap warga negara dalam proses

pembangunan, mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan

evluasinya. Salah satu pendekatan untuk mendemokratisasikan proses

Page 18: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

14

pembangunan adalah memberikan perluan sebesar-besarnya kepada lapisan

masyarakat paling bawah (garss-root) untuk terlibat dalam pengalokasian sumber

daya pembangunan. Inilah hakikat konsep pembangunan yang diarahkan oleh

rakyat atau dalam istilah lain disebut pembangunan yang digerakkan oleh

masyarakat (community-driven development). Proses ini diyakini mampu mejadi

wahana pembelajaran pencerdasan bagi rakyat untuk mengenali kebutuhannya

serta melaksanakan dan melestarikan upaya memenuhi kebutuhannya itu.

Penerapan konsep pemberdayaan dengan demikian mempunyai efek samping

dalam bentuk mampu mamberikan jalan terlaksananya penyelenggaraan

ketatanegaraan secara baik.

Kedua, penguatan peran organisasi lokal. Konsep pemberdayaan dipercaya

mampu menjawab tantangan bagaimana melibatkan organisasi kemasyarakatan

lokal berfungsi dalam pembangunan. Organisasi kemasyarakatan lokal merupakan

pemegang peran sentral terjadinya perubahan sosial karena merekalah yang paling

mengerti karakter lapisan masyarakat bawah. Dalam mekanisme manajemen

pembangunan modern, peran mereka harus diorganisasikan secar hierarki agar

imformasi tentang situasi terkini dapat dijalin secara multiarah, baik vertikal

maupun horizontal. Peran organisasi kemasyarakatan dalam mendampingi rakyat

miskin sangat bervariatif, mulai dari berbagai inisiator, katalisator, hingga

fasilitator.

Ketiga, penguatan modal sosial. Konsep pemberdayaan diyakini mampu

menggali dan memperkukuh ikatan sosial diantara warga negara. Penguatan

modal sosial mengandung arti pelembagaan nili-nilai luhur yang bersifat

universal, yaitu kejujuran, kebersamaan, dan kepedulian. Penguatan modal sosial

Page 19: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

15

merupakan motivasi dasar setiap kegiatan yang dapat menjadi spirit (pemacu)

perwujudan tujuan pemberdayaan itu sendiri. Proses pemberdayaan dengan

sendirinya mampu menciptakan kultur masyarakat yang mandiri, menciptakan

hubungan harmonis diantara rakyat serta antara rakyat dengan pamong praja.

Keempat, penguatan kapasitas birokrasi lokal. Konsep pemberdayaan secara

khusus diyakini mampu meningkatkan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan

khususnya kepada penduduk setempat. Konsep pemberdayaan memaksa jajaran

rakyatnya agar rakyat dapat memperoleh dan memenuhi kebutuhan hidupnya baik

fisik maupun nonfisik secara mudah. Dalam proses pemberdayaan akhirnya-

akhirnya karena rakyatnya bertambah cerdas, pada akhirnya mereka mampu

memaksa para penyelenggara pelayanan publik dan pemerintahan untuk belajar

memahami dan melayani rakyatnya lebih baik.

Kelima, mempercepat penanggulangan kemiskinan. Konsep pemberdayaan

dalam bentuknya yang paling menonjol diyakini dapat mempercepat

penanggulangan kmiskinan, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin,

karena dalam pendekatan pemberdayaan ini para penyelenggara pembangunan

baik pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan dituntut memberikan

pemihakan dan perlindungan kepada rakyat miskin. Pemihakan dilakukan dengan

senantiasa mengalokasikan sumber daya pembangunan untuk rakyat miskin.

Karakter lokal harus menjadi landasan dalam pemihakan agar antara berpeluang

dan aspirasi dapat terartikulasikan secara baik. Perlindungan dilakukan dengan

senantiasa dilindungi dan didampingi agar memiliki kekuatan untuk meraih

(mengakses) sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, peran pendamping sangat

dibutuhkan untuk mencapai tujuan ini.

Page 20: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

16

Selanjutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bahwa: tidak semua

penduduk mempunyai usaha atau melakukan memiliki pekerjaan tertentu,

memiliki pengahasilan yang mencukupi kebutuhan konsumsinya dan konsumsi

untuk seluruh anggota keluarganya.

Dengan demikian, kita dapat mengatakan: (1) apabila penduduk yang

mempunyai usaha atau melakukan memiliki pekerjaan tertentu mempunyai

penghasilan yang kurang dari kebutuhan konsumsinya (termasuk konsumsi

seluruh anggota keluarganya) berdasarkan kebutuhan minimum lokal, ia dapat

dikatagorikan sebagai penduduk miskin; dan (2) apabila penduduk miskin tidak

mempunyai usaha atau tidak melakukan dan tidak memiliki pekerjaan tertentu

(sehingga tidak mempunyai penghasilan), ia dapat dikatagorikan sebagai

penduduk miskin parah.

Agar penduduk miskin menjadi tidak miskin lagi, mereka memerlukan

sesuatu yang dapat memberikan penghasilan atau sesuatu yang dapat meringankan

beban konsumsinya. Dalam rangka memberikan peluang bagi penduduk miskin

agar dapat mempunyai usaha atau melakukan memiliki pekerjaan tertentu

sehingga dapat mempunyai penghasilan, kita dapat memberikan peluang

pekerjaan yang dapat mempunyai penghasilan, kita dapat memberikan peluang

pekerjaan yang dapat menambah atau memberikan penghasilan.

Untuk dapat menjalankan kebijakan pembangunan yang baik dan

berkelanjutan maka diperlukan proses pemberdayaan masyarakat yang baik juga

agar tujuan-tujuan pembangunan yang ingin diwujudkan dapat terlaksana sesuai

rencana.

Page 21: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

17

2.4 Pembentukan Gampong

2.4.1 Pengertian Pembentukan Gampong

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang desa

pada pasal 2 ayat (1) mengatakan bahwa desa dibentuk atas prakarsa masyarakat

dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat

setempat. Pembentukan desa atau nama lain dalam hal ini gampong adalah dapat

berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau

pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa

diluar desa yang telah ada.

2.4.2 Tujuan Pembentukan Gampong

Berdasarkan Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 pada pasal 2 menyatakan

bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya pemekaran adalah bagian dari proses implementasi

desentralisasi yang berbagai macam tujuan. Secara umum berbagai macam tujuan

dapat diklasifikasikan ke dalam dua variabel penting yakni peningkatan efisiensi

dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan peningkatan partisipasi

masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Secara otomatis melalui

otonomi daerah dalam hal ini adalah pembentukan gampong baru degan azas

desentralisasi akan terjadi optimalisasi hierarki penyampaian layanan akibat dari

penyediaan pelayanan publik dilakukan oleh instansi yang memiliki kedudukan

lebih dekat dengan masyarakat sehingga keputusan-keputusan strategis dapat

lebih mudah dibuat, adanya penyesuaian layanan terhadap kebutuhan dan kondisi

yang ada di tingkat lokal, adanya tingkat perawatan terhadap infrastruktur yang

Page 22: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

18

ada melalui alokasi anggaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada

di wilayahnya tersebut.

2.5 Dasar-dasar Hukum Pembentukan Gampong

2.5.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang

otonomi khusus adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Otonomi daerah menjadi satu hal yang penting, bukan semata-mata karena

memberikan kewenangan yang besar kepada daerah, tapi dengan otonomi, sebuah

pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran akan lebih dimungkinkan. Kita

selama ini dapat melihat, ketika kebijakan ekonomi dan pembangunan ditentukan

oleh pemerintah pusat, maka banyak sekali kebijakan yang dilakukan itu tidak

tepat sasaran. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan lebih dapat

melaksanakan program ekonomi dan pembangunan dengan mempertimbangkan

kondisi riil daerah. Lebih dari itu, dengan otonomi maka percepatan pembangunan

daerah dapat dilaksanakan karena otonomi memberikan peluang financial yang

lebih baik, yang apabila digunakan secara maksimal akan menciptakan jalan

kemakmuran bagi masyarakat. (Sugiarto, 2005: 16).

Adanya kebijakan otonomi daerah itu membawa konsep pemekaran daerah.

Daerah-daerah di tanah air menyambut dengan antusias ide pemekaran daerah

tersebut, saat ini saja di Provinsi Aceh telah terbentuk 13 Kabupaten baru. Melihat

kecenderungan dan semangat daerah dalam memekarkan daerahnya, ada

Page 23: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

19

kekhawatiran bahwa ide pemekaran daerah lebih banyak dilatarbelakangi oleh

nafsu segelintir orang yang tidak terakomodasi kepentingannya di daerah induk

sehingga dengan berbagai upaya taktis dan politis dikembangkan wacana tentang

perlunya pemekaran daerah. Hal ini tentunya melenceng dari tujuan pemekaran

daerah yang sebenarnya untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

2.5.2 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Pada pasal 2 ayat (3) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Tentang desa menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan

beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa

menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.

Sedangkan pada pasal 2 ayat (4) menyebutkan bahwa pemekaran dari satu desa

menjadi dua desa atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5

(lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan desa.

2.5.3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang pembentukan, penghapusan,

penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan merupakan

aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 yang mengatur

lebih lanjut tentang mekanisme pembentukan desa. Permendagri tersebut memuat

tentang syarat dan tata cara pembentukan desa yang merupakan aturan terbaru

yang ada pada saat ini.

Tata cara pembentukan desa sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 dilaksanakan sebagai berikut:

(a) Adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk desa;

Page 24: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

20

(b) Masyarakat mengajukan usul pembentukan desa kepada BPD dan Kepala

desa;

(c) BPD mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul

masyarakat tentang pembentukan desa, dan kesepakatan rapat dituangkan

dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang pembentukan desa;

(d) Kepala desa mengajukan usul pembentukan desa kepada Bupati/walikota

melalui camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah

administrasi desa yang akan dibentuk;

(e) Dengan memperhatikan dokumen usulan Kepala Desa, Bupati/Walikota

menugaskan Tim Kabupaten/Kota bersama Tim Kecamatan untuk melakukan

observasi ke desa yang akan dibentuk, yang hasilnya menjadi bahan

rekomendasi kepada Bupati atau Walikota;

(f) Bila Rekomendasi Tim Observasi menyatakan layak dibentuk gampong atau

desa baru, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pembentukan Desa;

(g) Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa

sebagaimana dimaksud pada huruf f, harus melibatkan pemerintah desa, BPD,

dan unsur masyarakat desa, agar dapat ditetapkan secara tepat batas-batas

wilayah desa yang akan dibentuk;

(h) Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang

Pembentukan desa hasil pembahasan pemerintah desa, BPD, dan unsur

masyarakat desa kepada DPRD dalam forum rapat Paripurna DPRD;

Page 25: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

21

(i) DPRD bersama Bupati/Walikota melakukan pembahasan atas Rancangan

Peraturan Daerah tentang pembentukan desa, dan bila diperlukan dapat

mengikutsertakan pemerintah desa, BPD dan unsur masyarakat desa;

(j) Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa yang telah disetujui

bersama oleh DPRD dan Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD

kepada Bupati atau Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah;

(k) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa

sebagaimana dimaksud pada huruf j, disampaikan oleh Pimpinan DPRD

paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama;

(l) Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa sebagaimana

dimaksud pada huruf k, disampaikan oleh Pimpinan DPRD paling lambat 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama; dan

(m)Dalam hal sahnya Rancangan Peratura Daerah tetang Pembentukan Desa yang

telah ditetapkan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada huruf I,

Sekretaris Daerah mengundangkan Peraturan Daerah tersebut didalam

Lembaran Daerah.

2.5.4 Syarat-syarat Pembentukan Gampong

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

menyatakan bahwa pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa,

atau bagian desa yang bersanding, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua

desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar Gampong yang telah ada.

Sedangkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006

menyatakan bahwa pembentukan desa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan

publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Page 26: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

22

Adapun pembentukan desa harus memenuhi berbagai syarat yang tertuang

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang desa dan

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan,

Penggabungan Desa, dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.

Adapun dalam Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 pada pasal 3 dijelaskan

lebih lanjut tentang syarat pembentukan tentang desa adalah sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk, yaitu:

1) Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 1500 jiwa atau 300 KK;

2) Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 1000 jiwa atau 200 KK;

dan

3) Wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 750

jiwa atau 75 KK.

b. Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan

pembinaan masyrakat;

c. Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar

dusun;

d. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama

dan kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;

e. Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;

f. Batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan

dengan peraturan daerah; dan

g. Sarana dan prasaranaa yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan

desa dan perhubungan.

Page 27: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah

metode deskriptif. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 44) memberikan

pengertian penelitian deskriptif sebagai penelitian yang berusaha untuk

menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia

juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi; ia juga bersifat

komperatif dan korelatif. Sudarwan Damin (2002: 41) memberikan beberapa ciri

dominan dari penelitian deskriptif yaitu:

a. Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual.

Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau

narasi semata-mata dari suatu fenomena.

b. Dilakukan secara survei. Oleh karena itu penelitian deskriptif sering

disebut juga sebagai penelitian survei.

c. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail.

d. Mendiskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang

tertentu dalam waktu yang bersamaan.

3.2 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan data

primer dan data skunder.

Page 28: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

24

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung

di lapangan untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan

masalah yang diteliti seperti:

a. Metode wawancara mendalam, yaitu dengan cara memberikan pertanyaan

langsung kepada sejumlah pihak terkait yang didasarkan pada percakapan

dibutuhkan. Metode wawancara ditujukan untuk informan penelitian yang

telah ditetapkan. wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara mendalam.

Harsono (2009) menyatakan “wawancara mendalam(in–depth interview) adalah proses memperoleh keteranganuntuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatapmuka antara pewawancara dengan informan atau orang yangdiwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibatdalam kehidupan sosial yang relatif lama”.

b. Metode observasi. Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat

memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat

dipahami dalam konteksnya.

Nawawi & Martini (1991) mengatakan bahwa“observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatikterhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala ataugejala-gejala dalam objek penelitian. Observasi yang akandilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjekselama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan datatambahan terhadap hasil wawancara”.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang

memperkuat data primer seperti:

a. Studi Kepustakaan, Yang dimaksud dengan studi kepustakaan adalah

segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi

yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti.

Page 29: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

25

Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian,

karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan,

ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber

tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Untuk melakukan studi

kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna

memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan,

dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan (Roth: 1986). Seorang peneliti

hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan

sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah

menemukan apa yang diperlukan. Untuk mendapatkan informasi yang

diperlukan peneliti mengetahui sumber-sumber informasi tersebut,

misalnya kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman,

buku petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal,

ensiklopedi, dan bahan-bahan khusus lain. Dengan demikian peneliti akan

memperoleh informasi dan sumber yang tepat dalam waktu yang singkat.

b. Dokumentasi, dokumen adalah sesuatu yang tertulis atau tercatat yang

dapat dipakai sebagai bukti atau keterangan (WJS. Porwodarminto. 1984:

256). Jadi pengertian metode dokumentasi adalah suatu cara untuk

memperoleh data dengan jalan mengambil atau mengutip catatan/

dokumen dari suatu kejadian atau peristiwa, baik berupa tulisan, gambar

atau rekaman yang disimpan.

Page 30: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

26

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan

yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa

sehingga observasi berada bersama objek yang diselediki, disebut observasi

langsung. Sedang observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan

tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselediki. (Maman

Rachman, 1999: 77).

Pentingnya pengamatan ini dilakukan adalah untuk melihat sejauh mana

persiapan Dusun IV Babah Lueng dalam mempersiapkan dusunnya menuju nama

sebuah gampong. Persiapannya ini berupa data tertulis dan tidak tertulis, laporan

gampong dan catatan lainnya yang berhubungan dengan Dusun IV Babah Lueng.

Dengan demikian Dusun IV Babah Lueng ini mampu lebih berkembang dan

mandiri dari sebelumnya dan tidak terikat karena mengingat Dusun IV Babah

Lueng selalu dianaktirikan dari dusun-dusun tetangga lainnya oleh desa induk.

Pengamatan ini dilaksanakan oleh peneliti sejak awal pembentukan panitia

pemekaran Dusun IV Babah Lueng menjadi gampong Babah Lueng pada tahun

2005 dan dikarenakan peneliti berasal dari dusun tersebut.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Pelaksanaannya

dilakukan pada Dusun IV Babah Lueng Kcamatan Blangpidie Kabupaten Aceh

Barat Daya. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara(interviewer) atau yang mengajukan pertanyaan, dan yang

Page 31: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

27

diwawancarai (interviewee), atau yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

(Moleong, 2002: 137).

Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informan kunci (key

informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memilki berbagai informasi pokok

yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang terlibat

langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, (3) informan tambahan, yaitu mereka

yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam

interaksi sosial yang sudah diteliti. (Sugiono, 2006: 171-172).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menentukan informan dengan

menggunakan teknik tujuan yaitu: penentuan informan tidak didasarkan atas

strata, pedoman atau wilayah, tetapi berdasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap

berhubungan dengan permasalahan penelitian, maka peneliti dalam hal ini

menggunakan informan penelitian yang terdiri dari:

a. Informan kunci, berjumlah 1 orang yaitu pemrakarsa pembentukan gampong,

b. Informan utama, berjumlah 2 orang yaitu tokoh masyarakat:

1. Camat Blangpidie;

2. Kepala Gampong Mata Ie.

c. Informan tambahan, Informan dari masyarakat diambil sebanyak 6 orang

dengan pertimbangan informan mengetahui duduk persoalan masalah yang

diteliti dengan sebaran 3 (tiga) orang dari desa awal dan 3 (tiga) orang dari

desa pemekaran.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan hanya sebagai

pelengkap dari teknik pengumpul data lainnya. Data-data yang diambil dari

Page 32: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

28

dokumen hanya meliputi gambaran umum wilayah penelitian, yang diperoleh dari

data monografi Dusun IV Babah Lueng yang meliputi: luas wilayah, jumlah

penduduk, tingkat pendidikan, sarana pendidikan, dan prasarana umum.

Pengertian dokumen menurut Lexy J Moleong (2002: 161) adalah setiap bahan

tertulis ataupun film, antara lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena

adanya permintaan dari seorang penyidik. Dokumen dan arsip yang dipergunakan

dalam penelitian ini berupa catatan, laporan, blangko dan berbagai macam slip,

peraturan yang berlaku dan lain-lain yang menerangkan secara jelas mengenai

pelaksanaan manajemen supervisor.

3.3 Instrumen Penelitian

Penelitian yang menggunakan metode kualitatif, adalah suatu metode

penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, maka

peneliti adalah sebagai instrumen kunci (Moleong, 2002: 4), peneliti merupakan

skenario penelitian serta langsung turun kelapangan melakukan pengamatan dan

wawancara dengan informan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data

yang valid dan realible. Namun, untuk membantu kelancaran dalam

melaksanakannya, penelitian ini juga didukung oleh instrumen pembantu berupa

panduan wawancara. Oleh karena itu, sebelum turun ke lapangan, maka peneliti

akan menyiapkan panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan penelitian

di lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dokumen,

laporan dan lain sebagainya.

Page 33: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

29

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Moleong, 2001: 103). Analisis data

menggunakan metode deskriptif kualitatif, dimana pembahasan penelitian serta

hasilnya diuraikan melalui kata-kata berdasarkan data empiris yang diperoleh.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data yang bersifat kualitatif, maka

analisis data yang digunakan non statistik.

Analisis data dalam kualitatif berlangsung secara interaktif, di mana pada

setiap tahapan kegiatan tidak berjalan sendiri-sendiri. Meskipun tahap penelitian

dilakukan sesuai dengan kegiatan yang direncanakan, akan tetapi kegiatan ini

tetap harus dilakukan secara berulang antara kegiatan pengumpulan data, reduksi

data, penyajian data serta verifikasi data atau penarikan suatu kesimpulan.

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, digunakan langkah-langkah

atau alur yang terjadi bersamaan yaitu pengumpulan data , reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan atau alur verifikasi data (Miles, 1992: 15-19).

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan

yang dilakukan terhadap berbagai jenis dan bentuk data yang ada di lapangan

kemudian data tersebut dicatat.

2. Reduksi data

Reduksi adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis di lapangan (Miles dan Huberman, 1992: 17).

Page 34: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

30

Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data yang lebih

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data agar

diperoleh kesimpulan yang dapat ditarik atau diverifikasi.

Dalam penelitian ini, proses reduksi data dilakukan dengan mengumpulkan

data dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi kemudian dipilih dan

dikelompokkan berdasarkan kemiripan data.

3. Penyajian data

Penyajian data adalah pengumpulan informasi tersusun yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles dan

Huberman, 1992: 18). Dalam hal ini, data yang telah dikategorikan tersebut

kemudian diorganisasikan sebagai bahan penyajian data. Data tersebut disajikan

secara deskriptif yang didasarkan pada aspek yang diteliti yaitu Analisis

Pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi Gampong Babah Lueng.

4. Verifikasi data atau penarikan kesimpulan

Verifikasi data adalah sebagian dari suatu kegiatan utuh, artinya makna-

makna yang muncul dari data telah disajikan dan diuji kebenarannya,

kekokohannya dan kecocokannya (Miles dan Huberman, 1992: 19).

Penarikan kesimpulan berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang

disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan

mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.

3.5 Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan

Page 35: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

31

member check. Digunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

lebih mendalam mengenai subyek penelitian (Sugino, 2008: 270).

Adapun pengujian kredibilitas data adalah sebagai berikut:

1. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan perlu dilakukan karena berdasarkan pengamatan

yang telah dilakukan, dirasakan data yang diperoleh masih kurang memadai.

Menurut Moleong (2007: 327) perpanjangan pengamatan berarti peneliti tinggal

dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

2. Peningkatan Ketekunan

Peningktan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

mendalam untuk memperoleh kepastian data. Meningkatkan ketekunan dilakukan

dengan membaca berbagai referensi baik buku maupun dokumen yang terkait

dengan temuan yang diteliti sehingga berguna untuk memeriksa data apakah benar

dan bisa dipercaya atau tidak.

3. Triangulasi

Triangulasi dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa

pihak secara terpisah namun dengan karakteristik yang sama, kemudian hasilnya

di cross check antara jawaban yang satu dengan jawaban yang lain. Triangulasi

dala penelitian ini dilakukan terhadap orang tua dan sahabat dekat responden. Dari

hasil jawaban dari beberapa pihak tersebut kemudian dilihat kesamaan dan

perbedaannya, sehingga dapat dilihat penerimaan diri berdasarkan pengalaman

psikologis obesitas dari orang yang satu dengan yang lain.

Page 36: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

32

4. Pemeriksaan Teman Sejawat

Pemeriksaan teman sejawat dilakukan dengan mendiskusikan data hasil

temuan dengan rekan-rekan sesam mahasiswa maupun teman yang bukan

mahasiswa. Melalui diskusi ini diharapkan akan ada saran atau masukan yang

berguna untuk proses penelitian.

5. Analisis Kasus Negatif

Menurut Sugiono (2008: 275) melakukan analisis kasus negatif berarti

peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang

telah ditemukan.

6. Member Check

Member Check atau pengujian anggota yang dilakukan dengan cara

mendiskusikan hasil penelitian kepada sumber-sumber yang telah memberikan

data untuk mengecek kebenaran data dan interprestasinya. Menurut Moleong

(2007: 336) pengecekan dilakukan dengan jalan:

a) Penelitian dilakukan oleh responden,

b) Mengkoreksi kekeliruan,

c) Menyediakan tambahan informasi secara sukarela,

d) Memasukkan responden dalam kancah penelitian, menciptakan kesempatan

untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis data,

e) Menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan.

Pengujian kredibilitas data (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran

dari temuan penelitian kualitatif. Kredibilitas ditunjukkan ketika partisipan

mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai

Page 37: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

33

pengalaman dirinya sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang

telah ditranskripkan untuk dibaca ulang oleh partisipan.

Page 38: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi lingkungan yang akan

diteliti merupakan hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh peneliti.

Adapun lokasi penelitian yang diambil penulis adalah Dusun IV Babah Lueng

Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Sehubungan dengan

penelitian ini, maka perlu diketahui kondisi geografis, sarana dan prasarana serta

kondisi sosial ekonomi gampong.

4.1.1 Sejarah Singkat Nama Gampong

Nama gampong Babah Lueng diambil dari nama mata air dipegunungan

yang mengalir diperkampungan. Air ini mengalir dari sumber mata air

pegunungan dan mengalir membentuk sungai-sungai yang mengaliri air ke sawah-

sawah penduduk, selain itu hampir sebagian besar sungai yang terbentuk juga

digunakan masyarakat gampong sebagai tempat MCK (mandi, cuci dan kakus).

4.1.2 Kondisi Geografis Dusun IV Babah Lueng

1. Letak Desa

Dusun IV Babah Lueng berada di Kecamatan Blangpidie Kabupaten Aceh

Barat Daya. Desa ini memiliki luas wilayah 2000 Ha2 yang terdiri dari 4 Dusun,

yaitu Dusun I Blang, Dusun II Teumpeun, dan Dusun III Pisang dan Dusun IV

Babah Lueng.

Page 39: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

35

2. Batas Desa

Adapun batas-batas wilayah Dusun IV Babah Lueng adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan gampong Seunaloh;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan gampong Keude Paya;

c. Sebelah Barat berbatasan dengan gampong Kuta Tinggi;

d. Sebelah Timur berbatasan dengan gampong Panton Raya.

3. Luas Desa

Dusun IV Babah Lueng mempunyai luas tanah secara keseluruhan mencapai

2.000 hektar, yang terbagi menjadi:

a. Dusun Cot Keumenyan;

b. Dusun Tengku Dileubok;

c. Dusun Madu;

d. Dusun Seumancang.

4.1.3 Sarana dan Prasarana Dusun IV Babah Lueng

Ketersediaan sarana dan prasarana di Dusun IV Babah Lueng hampir

memadai, sedangkan untuk sarana transportasi rata-rata penduduk sudah

mengendarai sepeda motor bahkan mobil. Selain itu, untuk menuju pusat kota

Provinsi Aceh di Banda Aceh tidak terlalu sulit karena adanya angkutan umum

dan keberadaan gampong yang terletak tidak jauh dari Pusat Kota Kabupaten

Aceh Barat Daya.

Gampong Babah Lueng terdiri dari beberapa unit jalan, yaitu jalan ke Ibu

Kota kecamatan dengan jarak 2,5 Km, jalan ke Ibu Kota Kabupaten dengan jarak

2 Km dan jalan ke Ibu Kota Provinsi dengan jarak 300 Km. Di Gampong Babah

Lueng tidak terdapat saluran pembuangan, karena di dusun tersebut tidak

Page 40: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

36

memiliki limbah pabrik dan juga karena air irigasi dimanfaatkan warga untuk

kebutuhan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan mengaliri sawah. Sedangkan untuk

penggunaan energi listrik, hampir 99% masyarakat sudah menggunakannya untuk

berbagai kepentingan rumah tangga.

1. Fasilitas Umum

Ketersediaan fasilitas umum di Dusun IV Babah Lueng dapat peneliti

gambarkan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 4.1 Ketersediaan Fasilitas Umum di Dusun IV Babah Lueng

Jenis Ukuran/Daya Tampung Kondisi

Sekolah Dasar (1 Unit)Sekolah Menengah PertamaSekolah Menengah UmumGedung gampong (KantorMukim)PesantrenBalai PengajianTPATempat Pelelangan IkanPolindes (1 Unit)PasarKuburan UmumIrigasi Tekhnis (1 Unit)

180--

13x8 meter

160 orang10-20 orang

40 orang-

15 orang-

200 kuburan-

Layak--Layak

LayakLayakLayakTidak LayakLayak-Layak-

Sumber: Data Dusun IV Babah Lueng, 2012

2. Sumber-sumber Air Bersih

Ketersediaan sumber air bersih di Dusun IV Babah Lueng dapat peneliti

gambarkan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Ketersediaan Sumber-sumber Air Bersih di Dusun IV BabahLueng

Jenis Satuan/Unit

SungaiSumur CincinSumur Bor

12 unit70 unit

Page 41: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

37

PDAM 1 Unit

Sumber: Data Dusun IV Babah Lueng, 2012

4.1.4 Kondisi Sosial Ekonomi Dusun IV Babah Lueng

1. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat gampong Babah Lueng pada umumnya

adalah sektor Pertanian. Dengan lahan sawah seluas 30 Hektar, lahan perkebunan

seluas 98 Hektar, lahan perkebunan rakyat seluas 20.000 Hektar, dan lahan

pertanian tanaman pangan seluas 33 Hektar. Masyarakat Babah Lueng umumnya

menanam padi. Sedangkan didaerah yang berbukit dan gunung merupakan daerah

kebun penduduk yang sebagian besar ditanami pohon pala, kopi, cengkeh,

cokolat, durian, pinang, dan karet.

Selain disektor pertanian, masyarakat di gampong Babah Lueng juga

memelihara ternak di hampir setiap rumah, yaitu berupa ternak ayam, bebek dan

beternak kambing.

2. Sumber-sumber Mata Pencaharian Pokok

Sumber mata pencaharian pokok di Dusun IV Babah Lueng dapat peneliti

gambarkan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 4.3 Ketersediaan Sumber-sumber Mata Pencaharian Pokok di DusunIV Babah Lueng

Jenis Mata Pencaharian Utama Jumlah

Pegawai Negeri SipilBuruhPengusaha Kecil/Industri Rumah TanggaPengusaha AngkutanPengemudi dan Tukang BecakTukang kayuTukang Jahit/Usaha TaylorPenambang Pasir/BatuPedagang/TokoPedagang Kaki Lima

532554354735151

Page 42: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

38

Pedagang Keliling/IkanWarung Kopi/MiePetani dan Buruh TaniPeternak

47

48817

Sumber: Data Dusun IV Babah Lueng, 2012

3. Jenis Mata Pencaharian dan Perlengkapan yang digunakan

Jenis mata pencaharian dan ketersediaan perlengkapan yang digunakan di

Dusun IV Babah Lueng Babah Lueng dapat peneliti gambarkan dalam bentuk

tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Ketersediaan Jenis Mata Pencaharian dan Perlengkapan yangdigunakan di Dusun IV Babah Lueng

Jenis Mata Pencaharian Peralatan yang digunakan JumlahOrang

Tukang Becak a. Motor 23

Menjahit a. Mesin Jahitb. Guntingc. Meterand. Benange. Jarumf. Mesin borderg. Mesin pinggir

7

Tani dan tukang kayu a. Parangb. Cangkulc. Bajakd. Hand Tractore. Chainsawf. Gergajig. Ketam

488

Sumber: Data Dusun IV Babah Lueng, 2012

4. Potensi Sumber Daya Alam

Ketersediaan potensi Sumber Daya Alam di Dusun IV Babah Lueng

Babah Lueng dapat peneliti gambarkan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Page 43: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

39

Tabel 4.5 Ketersediaan Potensi Sumber Daya Alam di Dusun IV BabahLueng

Jenis Luas/Unit

SawahKolamPerkebunanKehutananRekreasiLain-lain

30 Ha1,5 Ha

20000 Ha3000 Ha

1 Ha860

Sumber: Data Dusun IV Babah Lueng, 2012

5. Sosial Budaya

Di gampong Babah Lueng terdapat kelompok Pengajian Wirid Yasin, Dalail

Khairat dan kegiatan olah raga seperti Bola Kaki dan Bola Volly, akan tetapi

sampai sejauh ini belum pernah diikutkan dalam pelatihan-pelatihan yang

diadakan baik oleh Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi.

4.1.5 Deskripsi Dusun IV Babah Lueng

Nama Dusun IV Babah Lueng diambil dari air yang mengalir dari sumber

mata air pegunungan yang mengalir ke irigasi perumahan penduduk. Berdasarkan

sensus terbaru tahun 2012, jumlah penduduk di Dusun IV Babah Lueng adalah

1.182 jiwa yang terdiri dari 557 jiwa laki-laki dan 626 perempuan atau 288

Kepala Keluarga (KK).

Secara umum masyarakat Dusun IV Babah Lueng telah menggunakan

Listrik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, selain itu letak

Dusun IV Babah Lueng yang strategis sangat memudahkan masyarakat dalam

memperoleh arus informasi dan transportasi untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari dan terdapat areal persawahan dan pegunungan sebagai tempat penduduk

berkebun (pala, coklat, cengkeh dan karet).

Page 44: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

40

4.1.6 Pedoman Administratif Pembentukan Gampong

Berdasarkan kerangka acuan (proposal) Pembentukan Dusun IV Babah

Lueng menjadi Gampong Babah Lueng di tahun 2005, pedoman administratif

yang dipakai oleh warga Dusun IV Babah Lueng adalah Undang-undang Nomor.

20 Tahun 1999. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus)

Aceh, dan Qanun Nomor 27 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa dalam

Kabupaten Aceh Barat Daya. Didalam Bab II Bagian tentang Syarat-syarat

pembentukan desa, Qanun tersebut menyebutkan bahwa:

1. Untuk membentuk suatu gampong sekurang-kurangnya mempunyai

penduduk 250 jiwa;

2. Memiliki luas tertentu dan terjangkau secara berdaya guna dan berhasil guna

dalam rangka memberikan pelayanan dan pembinaan kepada masyarakat;

3. Letak wilayah memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antara dusun

yang letaknya memungkinkan terpenuhi dalam wilayah tesebut;

4. Terjadinya sarana dan prasarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi,

sarana dan prasarana pemerintahan gampong;

5. Kesamaan sosial budaya yaitu suasana yang memberikan kemungkinan

teerbinanya kerukunan hidup beragama dan kerukunan hidup bermasyarakat

yang berhubungan dengan adat-istiadat;

6. Dalam pembentukan gampong atau desa perlu mempedomani pola tata

gampong yang memungkinkan kelancaran perkembangan yang selaras dan

sesuai dengan adat pemerintahan gampong, tata masyarakat dan fisik

gampong atau desa guna mempertahankan keseimbangan dan kelestariannya.

Page 45: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

41

7. Calon gampong baru memilki empat dusun, mengenai peta wilayah calon

gampong ada dilampirkan dalam lampiran, berikut ini masing-masing dusun

di gampong tersebut:

Selain itu terdapat pula bukti dukungan dari masyarakat yang terbentuk

dalam Panitia Pemekaran gampong Babah Lueng Kecamatan Blangpidie

Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2005. Kepanitiaan ini merupakan bukti atas

keinginan dan aspirasi masyarakat dalam analisis pembentukan Dusun IV Babah

Lueng untuk menjadi gampong Babah Lueng definitif.

4.1.7 Kondisi Fisik Kewilayahan Dusun IV Babah Lueng

Syarat fisik meliputi cakupan wilayah yang memungkinkan masyarakat

dapat beraktifitas secara leluasa berdasarkan tata adat istiadat yang ada ditengah-

tengah masyarakat. Wilayah calon gampong yang akan dimekarkan seluas kurang

lebih 2 Km2. Wilayah pembentukan gampong digambarkan dalam peta wilayah

calon gampong serta sarana dan prasarana yang tersedia.

Berikut gambaran gampong berdasarkan proposal yang diajukan panitia

pemekaran:

a. Dusun Cot Keumenyan;

b. Dusun Tengku Dileubok;

c. Dusun Madu;

d. Dusun Seumancang.

Sarana dan prasarana yang tersedia berdasarkan pengamatan penulis pada

calon gampong tersebut berupa 2 unit sarana peribadatan berupa Mesjid dan

Dayah dan adanya 1 unit kilang padi (Pabrik Padi).

Page 46: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

42

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, Dusun IV Babah Lueng

merupakan jalan penghubung antara Kota Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya

dengan Kabupaten Aceh Selatan.

4.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dusun IV Babah Lueng Kecamatan

Blangpidie Kabupaten Aceh Barat Daya Provinsi Aceh, selama kurang lebih 2

bulan. Dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan

penelitian, ada beberapa tahapan yang dilakukan penulis, yaitu: pertama,

penelitian diawali dengan pengumpulan berbagai dokumen tertulis tentang kondisi

umum Dusun IV Babah Lueng seperti profil gampong Babah Lueng atau Dusun

IV Babah Lueng. Kedua, penulis melakukan wawancara dengan beberapa

informan yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan informasi dan fakta-fakta

yang lebih komprehensif menyangkut permasalahan penelitian.

Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari

para key informan tentang analisis pembentukan Dusun IV Babah Lueng untuk

menjadi gampong. Sesuai dengan rancangan penelitian, penulis menetapkan

jumlah key informan sebanyak 6 (enam) orang. Keenam orang yang ditetapkan

sebagai key informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang memilki

kedudukan tertentu karena dianggap dapat menjawab segala sesuatu yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu yang berhubungan dengan pembentukan

Dusun IV Babah Lueng menjadi gampong Babah Lueng. Keenam orang yang

menjadi key informan terdiri dari Pemrakarsa pembentukan gampong, Camat

Blangpidie, Kepala Gampong Babah Lueng dan Kepala Dusun IV Babah Lueng.

Page 47: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

43

Maka dalam hal ini penulis akan menyajikan hasil wawancara dalam bentuk

uraian-uraian dan penjelasan sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh

informan yang bersangkutan berdasarkan rumusan permasalahan.

4.2.1 Pemicu Utama Munculnya Rencana Pemekaran Dusun IV BabahLueng

Munculnya pemicu utama rencana pemekaran ini adalah berawal dari

keresahan warga yang merasakan bahwa adanya ketidakadilan pembangunan di

dusun tersebut sehingga mereka sama-sama berfikir, berkumpul dan mengambil

keputusan bahwa mereka menginginkan dusun IV Babah Lueng dimekarkan

menjadi sebuah gampong seperti gampong induknya gampong Mata Ie.

Hal tersebut sesuai wawancara dengan Bapak Cut Ahmad (masyarakat

Dusun IV Babah Lueng) yang mengatakan bahwa:

“Pada dasarnya dusun kami sudah layak untuk dimekarkan karena dari segi

jumlah penduduk sudah mencukupi, bahkan tim observasi sudah turun kelapangan

untuk mengumpulkan data terkait syarat-syarat pembentukan atau pemekaran”.

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat dikatakan bahwa Dusun IV

Babah Lueng sudah mencerminkan layaknya sebuah gampong yang seharusnya

dimekarkan. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh kepala Dusun IV Babah

Lueng bahwa:

“Panjangnya Dusun IV Babah Lueng ada 1 ½ km dan bila dilihat dari

gunung sampai persawahan masyarakat lebar kurang lebih 4 km”.

Selanjutnya ditambahkan oleh Kepala Desa Mata ie bahwa:

Page 48: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

44

“Saya sendiri sudah menandatangani surat rekomendasinya, bukan saja

kepala desa, dan camat bahkan bupati pun sudah menerima proposal dari dusun

tersebut”.

Selanjutnya Bapak Cut Ahmad selaku lapisan masyarakat Dusun IV

Babah Lueng juga mengatakan bahwa:

“Sudah sejak lama kami berjuang untuk pemekaran dusun kami menjadi

gampong. Proposal kami sudah kami sampaikan kepada pemerintah kabupaten

melalui DPRK Abdya”.

Kemudian ditambahkan oleh pemrakarsa desa yang menyatakan bahwa:

“Rencana pemekaran sudah lama kami usul sejak tahun 2005. Terakhir

kemarin kami ajukan proposal sampai ke dewan kabupaten dan Bapak Bupati dan

ketika Qanun Abdya mengatur tentang 250 jiwa syaratnya. Tapi itu kan dulu.

Sekarang sudah ada aturan baru, yakni harus ada 1.000 jiwa”.

Berdasarkan wawancara diatas maka dapat dijelaskan bahwa munculnya

rencana pemekaran ini memang sudah lama bahkan sebelum Kepala Dusun IV

Babah Lueng diangkat menjadi Kepala Dusun. Seperti yang dikatakan oleh Camat

Blangpidie bahwa:

“Saya melihat benar. Semua masyarakat berniat membentuk danmemekarkan Dusun IV Babah Lueng menjadi desa dan sepenuhnyamereka memang mendukung ide pembentukan dan pemekaran tersebutdan alhamdulillah semua masyarakat mendukung rencanapemebentukan atau pemekaran ini. Karena masyarakat sudah mengertitentang pentingnya dusun ini menjadi sebuah desa”.

Berdasarkan wawancara diatas dapat dipahami bahwa masyarakat selama ini

hanya merasakan ketidakadilan pembangunan di dusun mereka tersebut oleh

karena itu mereka ingin mekar menjadi sebuah desa atau gampong, dan

Page 49: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

45

masyarakatpun sangat mendukung ide pemekaran ini guna kesejahteraan dusun

tersebut.

4.2.2 Pembentukan Dusun IV Babah Lueng Menuju PembentukanGampong Babah Lueng

Untuk menganalisis pembentukan dusun IV Babah Lueng, sebelumnya

diperhatikan dulu apakah dusun tersebut mempunyai kriteria dan syarat untuk

dimekarkan. Bila sudah sesuai dan layak maka pembentukan dapat dijalankan

sesuai yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

pemerintah daerah, dalam pasal 216 antara lain mengamanahkan batas pengaturan

lebih lanjut mengenai pemerintah desa diatur dengan peraturan pemerintah,

dimana akhirnya keluar Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang

desa. Yang melahirkan batasan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang di akui dan dihormati dalam sistem Negara kesatuan Republik

Indonesia.

Hal tersebut sesuai wawancara dengan Bapak Amir, AR selaku pemrakarsa

pembentukan Dusun IV Babah Lueng dan Kepala Desa Mata Ie Bapak M. Yasin:

“Jumlah penduduk dusun IV Babah Lueng ada sekitar 1.182 jiwa”.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa untuk syarat Dusun IV Babah

Lueng sudah terpenuhi, sedangkan syarat-syarat yang lain seperti potensi daya

alam mereka sudah memilikinya dengan adanya areal persawahan dan

perkebunan cokelat sebagai tempat penduduk mencari nafkah. Hal yang senada

Page 50: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

46

juga diungkapkan oleh salah satu masyarakat dusun IV Babah Lueng Bapak Cut

Ahmad bahwa:

“Untuk syarat menjadi desa, dusun kami jika dilihat dari jumlah

penduduknya sudah memenuhi syarat dan potensi wilayah juga mendukung, dan

kami pun tidak menunda-nunda proses pemekaran, hanya saja semua masih dalam

proses pengurusan”.

Berdasarkan wawancara diatas maka dapat dijelaskan bahwa camat pun ikut

membantu dalam proses pembentukan Dusun IV Babah Lueng Ini mengingat

syaratnya pun sudah memadai. Selanjutnya diungkapkan juga oleh Kepala Desa

Mata Ie Bapak M. Yasin bahwa:

“Dusun IV sudah memiliki sarana dan prasarana pelayanan publik yang

sudah memadai untuk mendukung pemekaran tersebut dan saya pun tidak melihat

adanya pro kontra. Saya hanya menerima proposal pemekaran dari mereka dan

saya tandatangani, sebagai bentuk mengapresiasi aspirasi warga”.

Berdasarkan beberapa hal yang diwawancarai diatas maka dapat dijelaskan

bahwa analisis pembentukan gampong ini sangat diharapkan oleh Dusun IV

Babah Lueng guna memakmurkan dan mensejahterakan dusun IV Babah lueng

sehingga tidak ada lagi yang dianaktirikan dan ketidakadilan.

4.2.3 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalamAnalisis Pembentukan Dusun IV Babah Lueng untuk MenjadiGampong Babah Lueng

Dari hasil penilaian analisis pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi

Gampong Babah Lueng, meliputi syarat jumlah penduduk, luas wilayah, wilayah

kerja yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi, sosial budaya,

potensi desa, batas desa dan sarana dan prasarana serta juga hasil pengamatan dan

Page 51: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

47

wawancara dengan pihak yang terkait maka dapat diidentifiksi kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang dikelompokkan dalam kondisi internal dan

eksternal sebagai berikut:

a. Kondisi Internal

Lingkungan internal merupakan komponen-komponen atau variabel

lingkungan yang berasal atau berada dalam organisasi itu sendiri. Komponen

lingkungan internal ini cenderung lebih mudah dikendalikan oleh organisasi

tersebut. Kondisi internal meliputi kekuatan dan kelemahan dari satuan organisasi

yang ada. Dalam hal ini sesuai dengan hasil penilaian syarat teknis, observasi dan

wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, maka dapat diidentifikasi kekuatan

dan kelemahan dari Dusun IV Babah Lueng untuk menjadi desa definitif,

sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak M. Yasin selaku Kepala Desa Mata

Ie sebagai desa induk yang menyatakan bahwa:

“Sensus terbaru jumlah penduduk yang ada di Dusun IV Babah Lueng

adalah 626 jiwa perempuan dan 557 jiwa laki-laki”.

Dari hasil wawancara diatas dapat dijelaskan bahwa dari hasil jumlah

penduduk 1.182 jiwa, maka ini merupakan sebuah kekuatan (Strength) bagi dusun

tersebut. Dan ini langkah awal dusun tersebut menuju rencana pemekaran Dusun

menjadi gampong karena sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan

syarat pemekaran gampong. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa kekuatan Dusun

IV Babah Lueng yang meyakinkan dusun tersebut menjadi sebuah gampong

antara lain :

Page 52: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

48

a) Ide pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi desa Babah Lueng definitif

mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat yang ada di dususn

tersebut;

b) Potensi wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Dusun IV Babah

Lueng memungkinkan untuk menjadi desa mandiri apabila mampu dikelola

dengan baik;

c) Letak yang strategis, Dusun IV Babah Lueng dilalui oleh Jalan Lintas Negara

Kabupaten Aceh Barat Daya-Kabupaten Aceh Selatan yang memudahkan

jaringan perhubungandan komunikasi dalam usaha percepatan pembangunan

desa dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

d) Kondisi sosial budaya yang mendukung stabilitas dan keamanan desa.

Disamping kekuatan diatas, terdapat juga kelemahan-kelemahan yang secara

tidak langsung memperlambat pelaksanaan pemekaran dusun tersebut menjadi

sebuah gampong, yaitu:

1. Belum adanya sarana dan prasarana pemerintahan atau sarana pelayanan

publik;

2. Kualitas sumber daya manusia di Dusun IV Babah Lueng yang masih rendah

yang dikhawatirkan tidak mampu mengelola potensi dengan baik sehingga

menghambat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat bagi calon desa

tersebut.

Namun demikian, kelemahan ini tidak mengurangi semangat Dusun IV

Babah Lueng dalam mempercepat menuju pembentukan sebuah gampong.

Page 53: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

49

b. Kondisi Eksternal

Lingkungan eksternal merupakan komponen atau variabel yang berada

diluar organisasi. Pada analisis lingkungan ini akan dikemukakan mengenai

peluang dan ancaman yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

dengan pihak yang terkait, dapat dikemukakan yang akan menjadi peluang

(Opportunity) dalam pembentukan gampong antara lain:

1. Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan Permendagri

Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, penghapusan, penggabungan

Desa dan Perunahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang merupakan landasan

hukum yang memberikan peluang untuk dapat melakukan pembentukan desa;

2. Proposal pembentukan desa sudah pernah disampaikan ke Bupati dan DPRK

Aceh Barat Daya;

3. Adanya potensi sumber daya yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh

masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Disamping itu ditemukan juga adanya ancaman (Threat) yang dihadapi oleh

Dusun IV Babah Lueng dalam menuju pembentukan gampong, karena

mengingat masih ada pihak-pihak tertentu yang kurang berkenan dengan ide

pemekaran Dusun IV Babah Lueng menjadi gampong Babah Lueng, walaupun

ancaman ini terlihat secara tidak langsung, namun Dusun IV Babah Lueng dan

pemrakarsa pembentukan gampong sangat mewaspadainya dalam rangka

pelaksanaan pembentukan gampong. Ancaman tersebut antara lain:

1. Kurang tepatnya sasaran sosialisasi dapat berakibat pemekaran dijadikan

sumber keuntungan elit politik semata, Karena masyarakat awam kurang

memahami pentingnya pembentukan desa tersebut;

Page 54: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

50

2. Belum direvisinya Permendagri Nomor Tahun 2006 yang mengatur tentang

syarat 1.000 jiwa atau 250 KK bagi pembentukan desa di Sumatera dan

Sulawesi.

Mengingat hasil ancaman di atas yang memperlambat jalannya pemekaran,

maka pada akhirnya setelah melalui beberapa tahap penilaian berdasarkan

analisis data primer berupa petikan wawancara mendalam dengan beberapa key

informan yang cukup berkompeten maka dapat dijelaskan bahwa analisis

pembentukan Dusun IV Babah Lueng guna menjadi desa Babah Lueng definitif

belum sepenuhnya memenuhi persyaratan pembentukan sebagaimana yang

tertuang dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang

Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa

menjadi Kelurahan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh yang Mengatur tentang gampong pada pasal 115 sampai 117

yang berbunyi:

a. Pasal 115 bagian kedua gampong

(1) Dalam wilayah kabupaten atau kota dibentuk gampong atau nama lain.

(2) Pemerintah gampong terdiri atas geucik dan badan permusyawaratan

gampong atau tuha peut atau nama lain.

(3) Gampong dipimpin oleh geucik yang dipilih secara langsung dari dan

oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat

dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

b. Pasal 117

(1) Pembentukan, penggabungan, dan atau penghapusan gampong dilakukan

dengan memperhatikan asal-usul dan prakarsa masyarakat.

Page 55: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

51

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, fungsi, pembiayaan,

organisasi perangkat pemerintahan gampong atau nama laindiatur

dengan Qanun Kabupaten atau kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut tata cara pemilihan geucik diatur dengan qanun

Aceh.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Pemicu Utama Munculnya Rencana Pemekaran di Dusun IVBabah Lueng Menjadi Gampong Babah Lueng

Sebagaimana kita ketahui Otonomi Daerah menurut Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2001 Tentang otonomi khusus adalah hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Sehingga lahirlah pemicu utama munculnya ide pemekaran Dusun IV

Babah Lueng menjadi gampong Babah Lueng karena mengingat dusun tersebut

sudah mandiri dan tidak ingin lagi bergantung pada desa induk. Ditambah

kurangnya pembangunan sehingga Dusun IV Babah Lueng sepakat memisahkan

diri dari desa induk dan ingin membentuk gampong baru agar dapat mempercepat

jalannya proses pembangunan di gampong tersebut. Selain itu masyarakat

berharap rencana ini mampu secepatnya membawa Dusun IV Babah Lueng untuk

menjadi gampong Babah Lueng.

Walaupun demikian, menurut (Sugiarto, 2005: 16) otonomi daerah menjadi

satu hal yang penting, bukan semata-mata karena memberikan kewenangan yang

besar kepada daerah, tapi dengan otonomi, sebuah pembangunan yang lebih

Page 56: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

52

terarah dan tepat sasaran akan lebih dimungkinkan. Kita selama ini dapat melihat,

ketika kebijakan ekonomi dan pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat,

maka banyak sekali kebijakan yang dilakukan itu tidak tepat sasaran. Sebenarnya

dengan otonomi daerah, pemerintah daerah akan lebih dapat melaksanakan

program ekonomi dan pembangunan dengan mempertimbangkan kondisi riil

daerah. Lebih dari itu, dengan otonomi maka percepatan pembangunan daerah

dapat dilaksanakan karena otonomi memberikan peluang financial yang lebih

baik, yang apabila digunakan secara maksimal akan menciptakan jalan

kemakmuran bagi masyarakat sebagaimana yang diharapkan oleh seluruh

masyarakat Dusun IV Babah Lueng dalam rencana pemekaran gampong.

4.2.2 Analisis Pembentukan Dusun IV Babah Lueng Menuju PembentukanGampong Babah Lueng

Suatu desa dapat dibentuk atau dimekarkan menjadi desa otonom baru

harus melalui berbagai persyaratan. Hal ini agar desa yang terbentuk maupun desa

induknya masing-masing dapat berkembang, sehingga kesejahteraan masyarakat

akan meningkat. Oleh karena itu rencana pembentukan Dusun IV Babah Lueng

menjadi gampong Babah Lueng harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penghapusan,

Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan.

Pada tempat penelitian ini berlangsung, yakni Dusun IV Babah Lueng

Kecamatan Blangpidie Aceh Barat Daya dapat dilakukan penilaian terhadap

beberapa aspek yang merupakan sorotan bagi pelaksanaan pembentukan desa.

Page 57: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

53

Adapun aspek-aspek tersebut bersandar pada Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 28 Tahun 2006 sebagaimana telah disebutkan diatas, yakni:

1) Jumlah penduduk, yakni 1000 jiwa atau 200 KK untuk wilayah Sumatera

dan Sulawesi;

2) Luas wilayah dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan

pembinaan masyarakat;

3) Wilayah kerja memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun;

4) Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan

kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat setempat;

5) Potensi desa yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia;

6) Batas desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang ditetapkan dengan

peraturan daerah;

7) Sarana dan prasarana yaitu tersedianya potensi infrastruktur pemerintahan

desa dan perhubungan.

4.2.3 Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalamRencana Analisis Pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadiGampong Babah Lueng

Identifikasi Strength, Weaknees, Opportunity dan Threat yang disingkat

SWOT adalah identifikasi yang dilakukan dengan pencermatan terhadap

lingkungan dengan menggunakan analisis kekuatan (Strength), kelemahan

(Weaknees), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Analisis SWOT

merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi kondisi internal dan kondisi

eksternal. Kondisi internal meliputi kekuatan dan kelemahan, sedangkan kondisi

eksternal meliputi peluang dan ancaman. Dengan analisis SWOT ini akan dapat

Page 58: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

54

diketahui isu-isu strategis yang diperlukan untuk membentuk suatu strategi dalam

menghadapi rencana pemekaran daerah.

Dari hasil penilaian analisis Dusun IV Babah Lueng menuju pembentukan

gampong meliputi penilaian syarat jumlah penduduk, luas wilayah, wilayah kerja

yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi, sosial budaya, potensi

desa, batas desa, sarana dan prasarana serta juga hasil pengamatan dan wawancara

dengan pihak yang terkait maka dapat diidentifikasikan lingkungan internal dan

eksternalnya., yang kemudian akan dirinci menjadi identifikasi pada kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman dalam rencana pembentukan Dusun IV Babah

Lueng menjadi Desa Babah Lueng. Berikut ini akan disajikan identifikasi kondisi

internal dan kondisi eksternal. Berikut ini disajikan identifikasi kondisi internal

dan kondisi eksternal.

1. Kondisi Internal

Lingkungan internal merupakan komponen-komponen atau variabel

lingkungan yang berasal atau berada dalam organisasi itu sendiri. Komponen

lingkungan internal ini cenderung lebih mudah dikendalikan oleh organisasi

tersebut. Kondisi internal meliputi kekuatan dan kelemahan dari satuan organisasi

yang ada. Dalam hal ini sesuai dengan hasil penilaian syarat teknis, observasi dan

wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, maka dapat diidentifikasi kekuatan

dan kelemahan dari Dusun IV Babah Lueng untuk menjadi gampong definitif.

1.1 Kekuatan (Strength)

a. Ide analisis pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi Gampong

Babah Lueng definitif mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat

Page 59: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

55

yang ada di dusun tersebut dan sesuai dengan syarat-syarat pembentukan

Gampong 250 KK;

b. Potensi wilayah dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Dusun IV

Babah Lueng memungkinkan untuk menjadi desa mandiri.

c. Letak yang strategis, Dusun IV Babah Lueng dilalui oleh jalan bendungan

irigasi Kabupaten Aceh Barat dalam usaha percepatan pembangunan

gampong dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat;

d. Kondisi sosial budaya yang mendukung stabilitas dan keamanan gampong.

1.2 Kelemahan (Weaknees)

Kualitas sumber daya manusia di dusun IV Babah lueng yang masih rendah

yang dikhawatirkan tidak mampu mengelola potensi Sumber Daya Alam dengan

baik sehingga menghambat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat bagi

calon gampong tersebut.

2. Kondisi Eksternal

Lingkungan eksternal merupakan komponen atau variabel yang berada

diluar organisasi. Pada analisis lingkungan ini akan dikemukakan mengenai

peluang dan ancaman yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara

dengan pihak yang terkait, dapat dikemukakan yang akan menjadi peluang dam

ancaman yang dihadapi oleh Dusun IV Babah Lueng dalam pembentukan

gampong.

2.1 Peluang (Opportunity)

a. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang desa dan

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang pembentukan, penghapusan,

penggabungan desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan yang

Page 60: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

56

merupakan landasan hukum yang memberikan peluang untuk dapat

melakukan pembentukan desa;

b. Proposal pembentukan gampong sudah pernah disampaikan ke Bupati dan

DPRK Aceh Barat Daya;

c. Adanya potensi sumber daya yang belum dimanfaatkan secara maksimal

oleh masyarakat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.2 Ancaman (Threat)

a. Kurang tepatnya sasaran sosialisasi dapat berakibat pemekaran dijadikan

sumber keuntungan elit politik semata, karena masyarakat awam kurang

memahami pentingnya pembentukan gampong tersebut;

Page 61: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

57

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan pengumpulan data berupa hasil jawaban dari hasil

wawancara denga key informan yang penulis anggap menguasai masalah

penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan berhubungan dengan

penelitian ilmiah tentang kesiapan pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi

gampong Babah Lueng antara lain:

a. Dengan adanya rencana pembentukan gampong, masyarakat terlepas dari

ketidakadilan pembangunan dan lebih dapat merasakan pembangunan

yang selama ini mereka inginkan dan mampu menjadi gampong yang

lebih berkembang dari sebelumnya seperti yang masyarakat harapkan.

b. Dusun IV Babah Lueng sudah sepenuhnya sudah layak untuk menjadi

gampong Babah Lueng dan memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang

dalam Qanun Nomor 27 Tahun 2005 Tentang pemerintahan desa dan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang

pembentukan, penghapusan, penggabungan, desa dan perubahan status

desa menjadi kelurahan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang

mencapai 1.182 jiwa atau 288 KK, sedangkan syarat penduduk yang

tertuang dalam Permendagri adalah 1.000 jiwa atau 200 KK. Hal lain

yang memungkinkan Dusun IV Babah Lueng untuk dapat menjadi

gampong adalah sudah tersedianya sarana dan prasarana pemerintahan

seperti Sekolah dan Puskesmas. Sedangkan untuk persyaratan yang lain

Page 62: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

58

seperti tertuang dalam Permendagri yaitu, luas wilayah dapat dijangkau,

wilayah kerja jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun, sosial

budaya yang dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama dan

kehidupan bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat, potensi gampong

yang meliputi sumber daya alam dan sumber daya manusia, dan batas

gampong. Berdasarkan hasil penelitian dan kajian penulis, maka Dusun

IV Babah Lueng sudah mampu memenuhi syarat tersebut.

c. Berdasarkan analisis, ide pembentukan Dusun IV Babah Lueng mendapat

dukungan dari seluruh lapisan masyarakat di dusun tersebut, hal ini

merupakan suatu kekuatan untuk dapat terus memperjuangkan

pembentukan gampong dikemudian hari. Disisi lain, Dusun IV Babah

Lueng juga memiliki potensi alam yang menjanjikan seperti luasnya areal

persawahan, perkebunan, dan tambang bijih besi yang belum dikelola

dengan baik. Ini merupakan peluang yang baik untuk dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat bila nantinya menjadi gampong

dan pengelolaannya dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan kelemahan

yang paling mendasar dari ide pembentukan gampong tersebut adalah

rendahnya kualitas sumber daya manusia di dusun IV Babah Lueng yang

dikhawatirkan tidak mampu mengelola potensi dengan baik sehingga

menghambat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat bagi calon

gampong tersebut.

Page 63: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

59

5.2 Saran

d. Masyarakat gampong dalam mengajukan proposal tentang pembentukan

gampong harus berpedoman pada peraturan yang lebih tinggi yaitu

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006.

e. Upaya pembentukan Dusun IV Babah Lueng menjadi gampong Babah

Lueng yang belum dipenuhi agar dapat disikapi oleh masyarakat dengan

objektif, arif dan bijaksana tanpa harus terprovokasi oleh pihak-pihak

tertentu untuk melakukan tindakan anarkis.

f. Pemerintah (Khususnya Pemerintah Aceh Barat Daya) agar lebih merata

dalam melakukan distribusi pembangunan calon gampong.

Page 64: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

60

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1993. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: PustakaAmani.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta.

Damin, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Dwipayana, dkk. 2003. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.Jakarta: Rajawali Press.

Jeddawi, Murtir. 2009. Pro Kontra Pemekaran Daerah (Analisis Empiris).Yogyakarta: Total Medai.

Moloeng, J Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya.

Narbuko, Cholid dkk. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Porwodarminto, WJS. 1984. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rekakarya.

Rachman, Maman. 1999. Strategi dan Langkah-langkah Penelitian. Semarang:IKIP Semarang Press.

Sugiarto. 2005. “Suara Rakyat: Otonomi!” dalam Soegeng Sukardi dan SukardiRinakit. Membaca Indonesia. Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate.

Sugiono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Waridah, Siti, dkk. 2004. Sosiologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. 2006. Manajemen PembangunanIndonesia: Sebuah Pengantar dan Panduan. Jakarta: Elekx MediaKomputindo.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Page 65: SKRIPSI OLEH: ZAINAL ARIFIN NIM: 07C20201169repository.utu.ac.id/201/1/BAB I_V.pdf · Transisi Politik yang terjadi di Indonesia, sejak berakhirnya kekuasaan orde baru pada bulan

61

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.

Permendagri Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan,Penggabungan, Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan.

Qanun Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Kewenangan Desa, dan Pemerintah Desa.

Qanun Nomor 27 Tahun 2005 Tentang Pemerintahan Desa.