skripsi-sandra.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • SKRIPSI

    APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN DASAR DERIVAT

    SELULOSA TERHADAP KUALITAS KERIPIK KENTANG DARI TIGA VARIETAS

    Oleh:

    Sandra Widyo Astuti NIM A1D006003

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

    2010

  • SKRIPSI

    APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN DASAR DERIVAT

    SELULOSA TERHADAP KUALITAS KERIPIK KENTANG DARI TIGA VARIETAS

    Oleh:

    Sandra Widyo Astuti NIM A1D006003

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian

    Universitas Jenderal Soedirman

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

    2010

  • SKRIPSI

    APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN DASAR DERIVAT

    SELULOSA TERHADAP KUALITAS KERIPIK KENTANG DARI TIGA VARIETAS

    Oleh: Sandra Widyo Astuti

    NIM A1D006003

    Diterima dan disetujui

    Tanggal: ......................

    Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Nur Aini., S.TP., M.P. Pepita Haryanti., S.TP., M.Sc. NIP 19730201 199702 2 001 NIP 19780720 200604 2 002

    Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

    Dr. Ir. H. Achmad Iqbal, M.Si. NIP 19580331 198702 1 001

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

    berjudul Aplikasi Edible Coating Berbahan Dasar Derivat Selulosa terhadap

    Kualitas Keripik Kentang dari Tiga Varietas.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Dr. Ir. H. Achmad Iqbal, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

    Jenderal Soedirman Purwokerto.

    2. Dr. Nur Aini., S.TP., M.P., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

    bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

    3. Pepita Haryanti., S.TP., M.Sc., selaku dosen pembimbing II yang telah

    memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

    4. Orang tua, keluarga, teman-teman, serta segenap pihak yang telah memberikan

    dukungan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

    sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang belum

    memadai sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan

    demi perbaikan di masa yang akan datang.

    Purwokerto, Mei 2010

    Penulis

    iv

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL .................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR................................................................................ viii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix

    RINGKASAN ........................................................................................... xi

    SUMMARY................................................................................................ xii

    I. PENDAHULUAN . 1

    II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5 A. Kentang .. 5

    B. Keripik Kentang 9

    C. Edible Coating 13

    III. METODE PENELITIAN 20 A. Tempat dan Waktu ......................................................................... 20

    B. Bahan dan Alat .............................................................................. 20

    C. Rancangan Percobaan.. .................................................................. 21

    D. Variabel dan Pengukuran...... ......................................................... 22

    E. Analisis Data.................................................................................. 25

    F. Pelaksanaan Penelitian................................................................... 25

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN . 28 A. Variabel Kimia .. 28

    1. Kadar air.. .... 28

    2. Kadar abu. .... 34

    3. Kadar lemak . 36

    B. Variabel Sensori. 40

    v

  • 1. Warna 40

    2. Aroma 43

    3. Flavor 45

    4. Tekstur . 47

    5. Kesukaan .. 50

    C. Pembahasan Umum 52

    V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 55

    A. Simpulan ........................................................................................ 55

    B. Saran............................................................................................... 56

    DAFTAR PUSTAKA... 57

    LAMPIRAN.. 61

    RIWAYAT HIDUP .. 78

    vi

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    1. Kandungan gizi kentang per 100 g bahan........................................... 7 2. Syarat mutu keripik kentang menurut SNI 01-4031-1996.................. 11 3. Suhu deep fat frying yang direkomendasikan berdasarkan jenis

    pangan................................................................................................. 13

    4. Sifat fisik dan kimia sorbitol.. 19 5. Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang dan jenis derivat

    selulosa dalam pembuatan keripik terhadap variabel kimia yang diamati 28

    6. Hasil uji Friedman terhadap variabel sensori keripik

    kentang... 40 7. Perbandingan hasil penelitian dengan SNI 53

    vii

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    1. Struktur kimia hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) ..... 16

    2. Struktur kimia metilselulosa (MC)...................................................... 17

    3. Struktur kimia karboksimetilselulosa (CMC)...................................... 18

    4. Pengaruh varietas kentang terhadap kadar air keripik kentang........... 29

    5. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating terhadap kadar air keripik kentang................... 30 6. Interaksi perlakuan jenis bahan dasar larutan edible coating dan

    varietas kentang terhadap kadar air keripik kentang............................ 32 7. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating terhadap kadar abu keripik kentang. ................ 34 8. Pengaruh varietas kentang terhadap kadar lemak keripik kentang .... 37 9. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating terhadap kadar lemak keripik kentang............ . 38 10. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dan

    pencelupan ke dalam larutan edible coating terhadap warna keripik kentang................................................................................................. 41

    11. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dan

    pencelupan ke dalam larutan edible coating terhadap aroma keripik kentang................................................................................................. 44

    12. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dengan pencelupan edible coating terhadap flavor keripik kentang................ 46

    13. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dengan pencelupan edible coating terhadap tekstur keripik kentang............... 48

    14. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dan pencelupan ke dalam larutan edible coating terhadap kesukaan keripik kentang.................................................................................... 50

    viii

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Proses pengolahan keripik kentang dengan edible coating derivat

    selulosa varietas Tenggo, Atlantik, dan Ping (Matz, 1984).................................................................................. 61

    2. Diagram alir pembuatan larutan edible coating dengan jenis CMC (Utami, 2008)..................................................... 62

    3. Diagram alir pembuatan larutan edible coating dengan jenis

    HPMC (Utami, 2008)....................................................... . 63

    4. Diagram alir pembuatan larutan edible coating dengan jenis MC (Utami, 2008)..................................................................................... 64

    5. Kartu uji organoleptik keripik kentang...... 65 6. Hasil analisis ragam kadar air, kadar abu dan kadar lemak keripik

    kentang....................................................................... 67 7. Nilai rerata pengaruh varietas kentang dan pencelupan ke dalam

    larutan edible coating dalam pembuatan keripik kentang terhadap variabel yang diamati. 68

    8. Nilai rata-rata kadar air, kadar abu, vitamin C dan kadar gula

    reduksi pada kentang segar kentan.................... 69 9. Hasil uji Friedman terhadap warna keripik kentang... ... 70

    10. Hasil uji Friedman terhadap aroma keripik kentang...................... 71 11. Hasil uji Friedman terhadap flavor keripik kentang... ... 72

    12. Hasil iji Friedman terhadap tekstur keripik kentang.. 73 13. Hasil uji Friedman terhadap kesukaan keripik kentang... .. 74

    14. Nilai rerata dan nilai uji lanjut untuk kombinasi perlakuan antara

    varietas kentang dan jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan larutan edible coating terhadap variabel sensori keripik kentang... 75

    ix

  • 15. Penentuan terbaik dengan metode Indeks Efektifitas 76

    16. Dokumentasi hasil penelitian............................................................ 77

    x

  • RINGKASAN

    Keripik kentang merupakan produk goreng yang biasa disajikan sebagai makanan ringan. Atlantik merupakan salah satu varietas kentang yang digunakan dalam industri keripik kentang. Teknologi pemuliaan tanaman telah mengembangkan varietas baru diharapkan dapat digunakan sebagai bahan baku keripik kentang antara lain Tenggo dan Ping. Tingkat penyerapan minyak pada keripik kentang dapat dikurangi dengan penggunaan edible coating untuk meningkatkan kualitas produk akhir. Karboksimetil selulosa (CMC), metil selulosa (MC) dan hidroksipropil metilselulosa (HPMC) adalah jenis derivat selulosa yang merupakan kelompok hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai edible coating. Penelitian bertujuan untuk (1) Menentukan jenis edible coating berbahan dasar derivat selulosa yang menghasilkan kualitas sensori keripik kentang dengan warna kuning kecoklatan, tekstur renyah, dan flavor enak, (2) Menentukan jenis varietas kentang yang menghasilkan kualitas sensoris keripik kentang dengan warna kuning kecoklatan, tekstur renyah, dan flavor enak, (3) Menentukan kombinasi antara jenis derivat selulosa dan varietas kentang sehingga menghasilkan keripik kentang dengan warna kuning kecoklatan, tekstur renyah dan flavor enak.

    Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor yang dicoba meliputi varietas kentang terdiri dari varietas Tenggo (K1), varietas Atlantik (K2), dan varietas Ping (K3) sedangkan faktor kedua yaitu jenis edible coating meliputi CMC (C1), MC (C2), HPMC (C3) dan tanpa pencelupan edible coating (C0).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan edible coating HPMC menghasilkan keripik kentang dengan warna kuning terang sampai kuning keemasan, tekstur mendekati renyah dan flavor mendekati enak, (2) Kentang varietas Tenggo dan Atlantik cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan keripik kentang karena menghasilkan kualitas sensori keripik kentang dengan warna kuning terang sampai kuning keemasan, tekstur renyah dan flavor enak dan (3) Kombinasi terbaik dari kedua perlakuan berdasarkan sifat kimia dan sensori yaitu keripik kentang varietas Atlantik tanpa penambahan edible coating (K2C0) diikuti kentang varietas Tenggo dan Ping. Kentang varietas Tenggo dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating HPMC (K1C3) memiliki sifat sensori yang mirip dengan Atlantik yaitu warna kuning terang sampai kuning keemasan (2,52), tekstur mendekati renyah (2,84), kesukaan mendekati suka (2,57), flavor mendekati enak (2,68), aroma agak kuat sampai kuat (2,40), dengan kadar lemak 41,39 % bk, kadar air 2,41 % bk, dan kadar abu 2,10 % bk sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan baku keripik kentang.

    xi

  • xii

    SUMMARY

    Potato chips are fried product and usually presented as snack food. Atlantic is one of potato variety applied in potato chips industry. Plant breeding technology has developed new variety is expected serve the purpose of potato chips raw material for example Tenggo and Ping. Level of absorbtion of oil at deductible potato chips with usage of edible coating to increase quality of end product. Carboxymethyl cellulose (CMC), methylcellulose (MC) and hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) was cellulose derivative type which is group of hydrocolloid that is serve the purpose of edible coating. This research aims to (1) Determining type edible coating from cellulose derivative that can produce potato chips with the sensory characteristics of the best with amber color, crispy texture, and delicious flavor, (2) Determining the varieties of potato varieties that can produce potato chips with the sensory characteristics of the best are amber color, crispy texture, and delicious flavor, (3) Determining combination between cellulose derivative types and potato variety causing yields potato chips with amber color, crispy texture and delicious flavor.

    This research uses Completely Randomized Design (RCD) with three replications. Factors that were studied is the varieties of potato chips include Tenggo (K1), Atlantic (K2) and Ping (K3) and the second factor is types of cellulose derivative consist of CMC (C1), MC (C2), HPMC (C3) and without dipping edible coating ( C0).

    Result of this research indicate that (1) Usage of edible coating HPMC yields potato chips with light yellows color until golden yellows, texture comes near crispy and flavor to come near delicious, (2) Tenggo and Atlantic suited for applied as component of making standard of potato chips because yielding quality of sensory potato chips with light yellows color until golden yellows, crispy texture and delicious flavor and (3) Best combination from both treatment based on sensory and chemical properties that is Atlantic variety potato chips without addition of edible coating (K2C0) followed variety potato Tenggo and Ping. Variety potato Tenggo with dipping into condensation edible coating HPMC (K1C3) measures up to sensory is looking like Atlantic that is light yellows colour until golden yellows (2.,52), texture comes near crispy (2.84), hobby comes near liking (2.57), flavor comes near delicious (2.68), smell rather strong until strong (2.40), with fat rate 41.39 % bk, water content 2.41 % bk, and ash content 2.10 % bk so it is potentially used as a raw material chips.

  • I. PENDAHULUAN

    Kentang (Solanum tuberrasum L.) merupakan salah satu jenis tanaman

    hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi dan di kalangan masyarakat

    dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang banyak mengandung karbohidrat yang

    sangat bermanfaat bagi tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan

    kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat mensubstitusi bahan pangan

    lain yang berasal dari beras, jagung dan gandum. Samadi (1997) menambahkan

    bahwa kentang diketahui memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi dari ketiga

    sumber karbohidrat tersebut.

    Pengembangan teknologi budidaya kentang telah mengalami peningkatan.

    Semula kentang hanya memiliki beberapa varietas saja, antara lain Granola,

    Atlantik dan Agria. Kini teknologi pemuliaan tanaman telah mengembangkan

    varietas kentang baru yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap

    peningkatan produksi kentang di Indonesia maupun di negara-negara lain.

    Beberapa varietas kentang baru yang telah diakui di Indonesia antara lain

    Tenggo dan Ping. Pengakuan kentang varietas Tenggo sebagai kentang dengan

    varietas unggul berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

    261/kpts/sr.120/7/2005. Keputusan tersebut menyatakan bahwa kentang varietas

    Tenggo memiliki beberapa keunggulan yaitu produktivitas tinggi, agak tahan

    terhadap nematoda dan penyakit busuk daun, serta cocok untuk bahan baku

    industri olahan kentang.

    1

  • Keripik kentang adalah potongan tipis kentang yang digoreng deep fried

    atau dipanggang sampai kering. Keripik kentang umumnya disajikan sebagai

    pembangkit selera (appetizer) atau makanan ringan (snack). Keripik kentang

    komersial biasanya dikemas dalam kantong untuk dijual. Penyiapan keripik yang

    paling sederhana adalah dengan digoreng dan diberi garam, tapi para produsen

    dapat menambahkan berbagai jenis penyedap (umumnya menggunakan rempah,

    aditif buatan atau MSG). Keripik kentang adalah bagian penting dari pasar

    makanan ringan di negara-negara berbahasa Inggris dan banyak negara

    (Wikipedia, 2009).

    Ciri keripik kentang yang merupakan produk goreng adalah permukaannya

    kering dan menyerap minyak goreng. Produk goreng umumnya mengandung

    proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak bahan pangan

    dengan minyak goreng selama proses penggorengan. Minyak yang diserap pada

    produk dapat merugikan produsen, yaitu meningkatkan biaya produksi, sedangkan

    bagi konsumen kurang disukai karena alasan kesehatan, yaitu dapat

    mengakibatkan kegemukan dan penyakit jantung (Wulansari, 2008).

    Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi penyerapan minyak

    goreng adalah dengan aplikasi edible coating. Aplikasi edible coating pada buah

    adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk

    menghambat keluarnya gas, uap air dan kontak dengan oksigen, sehingga proses

    pemasakan dan reaksi pencoklatan buah dapat diperlambat. Lapisan yang

    ditambahkan di permukaan buah tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama

    buah (Hwa et al., 2009). Lapisan tersebut dapat mencegah hilangnya senyawa-

    2

  • senyawa volatil pada aroma atau flavor khas suatu produk pangan. Garcia (2002)

    menyatakan bahwa penggunaan coating berbahan dasar derivat selulosa dan

    plasticizer dapat mengurangi minyak pada produk french fries. Aplikasi edible

    film/ coating dapat digunakan pada potongan buah atau sayuran, dengan cara

    pencelupan, pembuihan, penyemprotan, penetesan, dan penetesan terkendali.

    Menurut Donhowe dan Fennema 1994 dalam Krochta (1994), komponen

    utama penyusun edible film dan coating dikelompokkan menjadi tiga kategori,

    yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit (campuran). Beberapa jenis hidrokoloid

    adalah protein, derivat selulosa, alginat, pektin, tepung, dan polisakarida lainnya.

    Derivat selulosa merupakan salah satu kelompok hidrokoloid yang dapat

    digunakan sebagai edible coating. Derivat selulosa memiliki kemampuan untuk

    melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid serta memiliki

    sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk

    (Anin, 2008). Derivatisasi selulosa dilakukan melalui proses eterifikasi dengan

    metil klorida, propilen oksida atau sodium monokloroasetat sehingga

    menghasilkan turunan selulosa berturut-turut MC (metilselulosa), CMC

    (karboksimetilselulosa), dan HPMC (hidroksipropilmetilselulosa). MC, CMC, dan

    HPMC memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Derivatisasi selulosa

    akan menurunkan kristalinitas dan meningkatkan kelarutan (Imeson, 1999).

    Pembuatan edible coating memerlukan bahan lain yaitu plasticizer untuk

    meningkatkan kesatuan coating dan sifat penghalang. Plasticizer yang sering

    digunakan dalam pembuatan edible film dan coating adalah mono-, di-, dan

    oligosakarida, poliol (gliserol dan sorbitol), lipida dan turunannya (asam lemak,

    3

  • monogliserida dan turunannya). Plasticizer akan mereduksi ikatan hidrogen

    internal dan meningkatkan jarak antar molekul, serta meningkatkan mobilitas

    rantai polimer, sehingga meningkatkan fleksibilitas film. Penambahan plasticizer

    akan meningkatkan permeabilitas film terhadap oksigen, uap air, dan pelarut

    (Garcia et al., 2002). Permana (2006) menambahkan bahwa karakteristik

    perlakuan penambahan 1% sorbitol dan 0% asam palmitat pada edible coating 1%

    pektin disarankan untuk diaplikasikan pada produk keripik.

    Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dikaji pengaruh

    edible coating berbahan dasar derivat selulosa dengan penambahan sorbitol

    sebagai plasticizer yang diaplikasikan pada keripik kentang. Tujuan penelitian ini

    adalah: 1.) Menentukan jenis edible coating berbahan dasar derivat selulosa yang

    menghasilkan keripik kentang dengan warna kuning kecoklatan, tekstur renyah,

    dan flavor enak, 2.) Menentukan jenis varietas kentang yang menghasilkan

    kualitas sensoris keripik kentang dengan warna kuning kecoklatan, tekstur renyah,

    dan flavor enak, 3.) Menentukan kombinasi antara jenis derivat selulosa dan

    varietas kentang sehingga menghasilkan keripik kentang dengan kualitas terbaik

    yaitu warna kuning kecoklatan, tekstur renyah dan flavor enak.

    Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan teknologi

    pengolahan keripik kentang yaitu penggunaan edible coating berbahan dasar

    derivat selulosa dalam pembuatan keripik kentang dan memberikan informasi

    tentang varietas kentang selain Atlantik yang berpotensi sebagai bahan baku

    keripik kentang.

    4

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kentang

    Tanaman kentang menghasilkan umbi sebagai komoditas sayuran yang

    diprioritaskan untuk dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan di dalam

    negeri dan diekspor. Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman penunjang

    program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

    Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu

    mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan

    elemen-elemen mikro, di samping juga merupakan sumber vitamin C (asam

    askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan mineral P, Mg,

    dan K (International Potato Center, 1984 dalam Rusiman, 2008).

    Perbandingan protein terhadap karbohidrat umbi kentang lebih tinggi

    daripada biji serealia dan umbi lainnya. Selain itu, kandungan asam amino pada

    kentang juga seimbang sehingga sangat baik bagi kesehatan manusia

    (Niederhauser, 1993 dalam Rusiman, 2008). Umbi kentang tidak mengandung

    lemak dan kolesterol, namun mengandung karbohidrat, sodium, protein, vitamin

    A, vitamin C, kalsium, dan zat besi, di samping juga vitamin B6 yang cukup

    tinggi dibandingkan dengan beras (Kolasa, 1993 dalam Rusiman, 2008).

    Tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan umbi kentang dikenal sebagai

    bahan pangan yang dapat menggantikan bahan pangan penghasil karbohidrat lain

    seperti beras, gandum dan jagung.

    5

  • Berdasarkan karakteristik potensi hasil dan nilai gizi yang tinggi, kentang

    adalah tanaman terpenting nomor empat di dunia setelah gandum, padi dan

    jagung. Data terakhir dari FAO (2002) menunjukkan bahwa produksi kentang

    dunia pada tahun 2002 mencapai 311 juta ton dan diusahakan pada luasan lahan

    sekitar 19 juta hektar. Kentang merupakan tanaman non-sereal terpenting di dunia

    dan 35% dari produksi total dunia berasal dari negara-negara berkembang.

    Komoditas ini merupakan makanan pokok bagi lebih kurang 500 juta konsumen

    di dunia dan diperkirakan peranannya dalam menu makanan harian penduduk

    miskin akan semakin meningkat (Adiyoga, 2004).

    Melihat kandungan gizinya, kentang merupakan sumber utama kabohidrat.

    Sebagai sumber utama karbohidrat, kentang sangat bermanfaat untuk

    meningkatkan energi di dalam tubuh, sehingga manusia dapat melakukan

    aktivitas. Di samping itu, karbohidrat sangat penting untuk meningkatkan proses

    metabolisme tubuh, seperti proses pencernaan, dan pernafasan. Zat protein dalam

    tubuh manusia bermanfaat untuk membangun jaringan tubuh, seperti otot-otot dan

    daging. Sebagai sumber lemak kentang dapat meningkatkan energi. Kandungan

    gizi lainnya seperti zat kalsium dan fosfor bermanfaat untuk pembentukan tulang

    dan gigi. Selain itu juga mengandung zat besi (Fe) yang bermanfaat dalam

    pembentukan sel darah merah (haemoglobin) (Samadi, 1997). Kandungan gizi

    kentang dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

    6

  • Tabel 1. Kandungan gizi kentang per 100 g bahan.

    Kandungan gizi Jumlah Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Serat (g) Zat besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Niasin (mg) Energi (kal)

    2.00 0.10 19.10 11.00 56.00 0.30 0.70 0.09 0.03 16.00 1.40 83.00

    Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996).

    Pengembangan teknologi kentang telah mengalami peningkatan. Semula

    kentang hanya memiliki beberapa varietas saja, antara lain Granola, Atlantik dan

    Agria. Kini teknologi pemuliaan tanaman telah mengembangkan varietas kentang

    baru yang lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan

    produksi kentang di Indonesia maupun di negara-negara lain. Mengenal varietas-

    varietas baru, terutama dari jenis unggul dan bernilai ekonomi tinggi merupakan

    salah satu langkah penting dalam pembudidayaan tanaman sehingga petani dapat

    memperoleh hasil panen yang lebih tinggi. Salah satu varietas kentang yang

    banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Granola. Menurut Sahat et al. (1998),

    budidaya kentang varietas Granola diperkirakan 85-90% dari total lahan kentang

    di Indonesia.

    Kentang varietas Granola umumnya digunakan sebagai bahan pelengkap

    makanan dan masih sedikit pemanfaatannya dalam industri pangan. Kentang jenis

    ini perlu penanganan khusus untuk menghindari hasil yang kurang baik. Apabila

    kentang varietas Granola digunakan untuk industri keripik kentang, maka akan

    7

  • menghasilkan keripik yang tidak renyah dan warna yang kurang menarik (kuning

    kecoklatan sampai coklat), dibandingkan dengan varietas Vanda, Atlantik dan

    Hertha, oleh karena itu diperlukan teknologi pengolahan yang tepat untuk

    memperbaiki kualitas produk akhir. Teknologi pengolahan kentang varietas

    Hertha dan Vanda telah diteliti oleh Anggraeni (2005) dengan perlakuan

    pencelupan ke dalam lemak jenuh (margarin).

    Umbi kentang yang sering digunakan untuk makanan olahan di Indonesia

    adalah umbi kentang varietas Atlantik. Kentang varietas Atlantik mengandung

    beberapa keunggulan, yaitu kemudahan dalam pengolahan hasil umbi, tingkat

    produksi yang tinggi, dan mempunyai kualitas umbi chip and fried, namun

    memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap penyakit dan hama (Plaisted et

    al., 1975 dalam Rusiman, 2008). Menurut Khumaida (1994) dalam Rusiman

    (2008), varietas Atlantik tergolong ke dalam Solanum tuberosum L. yang diseleksi

    di Amerika Serikat dengan karakteristik tertentu, yaitu produktivitas tinggi, kulit

    umbi putih kekuningan, daging umbi putih, mata umbi dangkal, bentuk umbi

    bulat, kadar air rendah dan tidak mengalami perubahan setelah diproses.

    Selain varietas Atlantik, terdapat beberapa varietas kentang baru yang

    memiliki kualitas unggul dan cocok digunakan sebagai olahan makanan antara

    lain Tenggo dan Ping. Jenis kentang tersebut sudah diakui pada Keputusan

    Menteri Pertanian tahun 2005. Keputusan tersebut menyatakan bahwa kentang

    varietas Tenggo memiliki beberapa keunggulan yaitu produktivitas tinggi, agak

    tahan terhadap nematoda dan penyakit busuk daun, serta cocok untuk bahan baku

    keripik pada industri kecil dan menengah.

    8

  • Beberapa kendala pada usaha tani kentang masih ditemukan seperti

    varietas, benih, cara budidaya, termasuk teknik pengendalian hama dan penyakit

    serta perlakuan pasca panennya. Varietas kentang sayur yang sekarang banyak

    diusahakan oleh petani adalah varietas Granola dan beberapa varietas yang telah

    dilepas oleh Badan Litbang Pertanian seperti MB-17, Amoedra, Manohara,

    Tenggo. Badan Litbang Pertanian juga telah melepas varietas yang cocok untuk

    industri chip dan french fries yaitu Crespo dan Balsa. Varietas Ping memiliki

    warna kulit umbi merah muda, bentuk umbi agak bulat, daging umbi kuning, mata

    agak dalam, dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan baku keripik kentang.

    Varietas Ping telah dinyatakan lolos oleh Tim Penilai dan Pelepas Varietas

    (TP2V) pada sidang pelepasan bulan Agustus 2008. Kentang varietas Tenggo

    memiliki umbi berbentuk bulat dengan mata umbi berlekung sedang. Ukuran

    umbi 6-7 cm, berat per umbi 60-80 g, dengan warna kulit kuning. Daging umbi

    kentang varietas Tenggo berwarna krem dan mempunyai tekstur sedikit berair

    atau pulen (waxy). Beberapa kelebihan kentang varietas Tenggo yaitu tahan

    terhadap nematode akar, tahan terhadap penyakit yang menyebabkan pembusukan

    pada daun serta beradaptasi baik di dataran tinggi. Menurut Balitsa Lembang,

    produktifitas kentang mencapai 33,5 ton/ha (Ashandi, 2007).

    B. Keripik Kentang

    Bentuk kentang hasil olahan yang paling populer adalah kentang goreng

    dalam bentuk potongan-potongan memanjang (french fries) atau irisan-irisan tipis

    bulat (keripik/potato chips). Keripik kentang merupakan makanan ringan (snack

    9

  • food) yang lebih mengutamakan kenampakan (appearance), kerenyahan (texture),

    dan warna dibandingkan kandungan gizinya, sehingga peningkatan kualitas

    keripik kentang sebaiknya diarahkan pada peningkatan kerenyahan dan perbaikan

    warna agar lebih menarik (Wibowo et al., 2006). Menurut Wikipedia (2009)

    keripik kentang adalah potongan tipis kentang yang digoreng deep fried atau

    dipanggang sampai kering. Keripik kentang umumnya disajikan sebagai

    pembangkit selera (appetizer) atau makanan ringan (snack).

    Ada dua jenis keripik kentang, yaitu keripik tradisional dan keripik

    formulasi. Keripik kentang tradisional dibuat dengan cara menggoreng kentang

    mentah yang telah diiris-iris tipis. Keripik kentang formulasi dibuat dengan cara

    mengukus kentang, kemudian melumatkan dan mencampurkannya dengan bahan-

    bahan lain (tapioka, lemak, garam, dan bumbu) menjadi suatu formula adonan.

    Selanjutnya formula adonan dicetak, dikeringkan, dan digoreng. Proses

    penggorengan kentang tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar protein produk

    akhir. Kandungan asam amino lisin pada kentang goreng masih cukup tinggi,

    sehingga masih dapat diandalkan untuk menutupi kekurangan lisin pada serealia

    (biji-bijian) (Astawan, 2009).

    Menurut Matz (1984), tahap-tahap yang penting dalam pembuatan keripik

    kentang meliputi sortasi dan penerimaan kentang, penyimpanan kentang di bawah

    kondisi optimum penyimpanan, pengupasan dan penghilangan akar umbi,

    pengirisan, penggorengan, perendaman dalam air garam atau pemberian flavor,

    dan pengemasan. Proses pengolahan keripik kentang dengan aplikasi edible

    10

  • coating dilakukan dengan cara pencelupan irisan kentang dalam larutan edible

    coating selama 10 detik sebelum pengorengan (Utami, 2008).

    Syarat mutu keripik kentang menurut SNI 01-4031-1996 dapat dilihat pada

    Tabel 2.

    Tabel 2. Syarat mutu keripik kentang menurut SNI 01-4031-1996

    No. Kriteria Satuan Persyaratan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Bau Rasa Warna Tekstur Keutuhan Ukuran Diameter Kadar air Kadar abu

    - - - - % bb % bb cm % bb % bb

    Normal Normal Kuning-coklat muda Renyah Min. 90 Min. 90 Min. 2 Maks. 3 Maks. 3

    Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1996)

    Secara umum pengolahan keripik kentang melalui beberapa tahapan, yaitu

    pengupasan, pengirisan, perendaman dan penggorengan. Pengupasan dilakukan

    untuk menghilangkan kulit umbi dan mata tunas yang menempel pada umbi. Alat

    yang digunakan yaitu peeler yang khusus digunakan untuk mengupas kentang

    sehingga kulit yang terkelupas seragam. Kentang yang telah dikupas kemudian

    direndam dengan menggunakan air yang berfungsi sebagai pencegah adanya

    kontak dari udara luar sehingga kentang tidak berubah warna menjadi kecoklatan.

    Kentang kemudian diiris dengan ketebalan 2 mm dan dicuci dengan air mengalir

    dan ditiriskan. Setelah dicuci dan ditiriskan kentang siap untuk digoreng.

    Penggorengan adalah salah satu unit operasi yang digunakan untuk

    mengubah eating quality suatu makanan dan memberikan efek pengawetan akibat

    destruksi thermal mikroorganisme dan enzim, serta menurunkan aktivitas air.

    Umur simpan bahan gorengan hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah

    11

  • penggorengan. Menurut Fellows (1990), pada saat makanan dimasukkan ke dalam

    minyak panas, suhu permukaan akan naik dengan cepat dan air akan menguap,

    selanjutnya permukaan makanan akan mengering.

    Sistem penggorengan dibedakan ke dalam dua metode berdasarkan

    transfer panasnya yaitu pan frying (sistem gangsa) dan deep fat frying (sistem

    penggorengan biasa). Bahan yang digoreng menggunakan metode pan frying tidak

    sampai terendam dalam minyak. Transfer panas ke makanan pada umumnya

    secara konduksi, yaitu dari permukaan wajan melalui lapisan tipis minyak

    (Ketaren, 1986). Penggorengan dengan menggunakan metode deep fat frying,

    bahan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak. Suhu minyak pada

    penggorengan dengan metode deep fat frying dapat mencapai 200 sampai 205 C.

    Saat ini terdapat metode baru yang dapat diaplikasikan pada metode

    penggorengan deep fat frying, yaitu metode frying fat. Menurut Elizabeth (2009),

    frying fat sangat mempengaruhi karakteristik produk pangan yang digoreng

    seperti flavor, cita rasa, tekstur, umur simpan serta sifat gizinya, karena frying fat

    akan diserap ke dalam makanan. Tingkat penyerapan minyak atau lemak selama

    penggorengan sangat bervariasi, tergantung pada suhu, jenis produk yang

    digoreng dan operasional penggorengan. Kisaran umum jumlah minyak yang

    diabsorpsi oleh produk selama penggorengan adalah 8-25%.

    Faktor terpenting pada produk goreng adalah stabilitasnya, baik stabilitas

    terhadap panas maupun oksidasi. Jika produk pangan yang digoreng nantinya

    akan dikonsumsi langsung, maka stabilitas frying fat lebih ditujukan pada umur

    penggunaanya. Kontrol sederhana terhadap kualitas penggorengan dapat

    12

  • dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor seperti perubahan warna,

    pembentukan buih (foaming), asap (smoking), perubahan aroma dan evaluasi

    sensori terhadap produk yang dihasilkan (Elizabeth, 2009).

    Tabel 3. Suhu deep fat frying yang direkomendasikan berdasarkan jenis pangan. No. Jenis Produk Pangan Suhu (C) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    French fries blanching French fries finishing Keripik kentang Donut Ayam (potongan besar) Ayam (potongan kecil) Potongan daging Mie instan Snack ekstrusi

    165 185

    170-175 185 165 175

    165-170 130

    185-205 Sumber: Elizabeth (2009)

    Temperatur yang digunakan untuk menggoreng ditentukan oleh

    pertimbangan ekonomi dan sifat-sifat produk yang dikehendaki. Pada temperatur

    tinggi, waktu proses menjadi lebih pendek dan produk yang dihasilkan akan

    meningkat. Temperatur yang tinggi juga mempercepat kerusakan minyak menjadi

    asam lemak bebas yang merubah viskositas, flavor dan warna minyak.

    C. Edible Coating

    Edible coating merupakan lapisan tipis yang dilekatkan pada permukaan

    buah atau sayuran. Edible coating sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas

    dan umur simpan makanan (Anonymous, 2005). Edible coating telah banyak

    diaplikasikan ke dalam produk pangan sebelum penggorengan. Menurut

    Ghasemzadeh et al (2008), penggunaan edible coating bermanfaat untuk

    melindungi komponen nutrisi pada makanan, khususnya buah dan sayur serta

    13

  • memperpanjang daya tahan makanan. Pada awalnya penggunaan edible coating

    diperoleh dari kulit buah dan sayur yang berupa lapisan tipis dari komponen

    pelapis yang dapat melindungi buah dan sayur terhadap hilangnya air, oksigen dan

    komponen lain yang terdapat dalam bahan pangan.

    Empat keuntungan penggunaan edible coating menurut Ghasemzadeh et

    al. (2008) adalah sebagai berikut:

    1. Cocok untuk produk pangan

    2. Mengurangi pencemaran lingkungan

    3. Berpengaruh besar terhadap komponen rasa

    4. Menambah nilai gizi

    Kemampuan film dan coating yang telah terbukti membatasi transfer uap

    air dari lingkungan, menjadi kunci pada produk gorengan yang lebih renyah.

    Lebih jauh lagi, edible film dan coating berlaku sebagai pengontrol transfer air,

    oksigen, karbondioksida, lipida, dan komponen flavor dapat mencegah dan

    meningkatkan umur simpan produk makanan (Utami, 2008). Cara aplikasi

    tergantung jumlah, ukuran, sifat produk, dan hasil yang diinginkan. Bahan dasar

    pembuatan edible film / coating dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu

    hidrokoloid (protein, polisakarida), lemak (asam lemak, wax), serta campuran

    (hidrokoloid dan lemak).

    Polisakarida adalah salah satu jenis bahan dasar edible coating. Kelompok

    polisakarida antara lain pati dan selulosa. Selulosa adalah polimer -glukosa

    dengan ikatan -14 glikosidik. Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam

    jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya

    14

  • disertai polisakarida lain dan lignin dalam jumlah yang beragam. Molekul selulosa

    memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan (deMan, 1898). Menurut Mac

    Gregor and Greenwood (1980) dalam Haryanti (2009), selulosa adalah polimer

    linear yang tersusun atas unit D-glucopyranosyl yang berikatan -1,4. Selulosa

    merupakan senyawa pembentuk struktur sel pada tumbuhan dan memiliki

    kelarutan rendah pada pelarut terutama air. Selulosa memiliki sifat kelarutan yang

    rendah dalam beberapa jenis pelarut yang umum digunakan, hal ini disebabkan

    karena tingginya level ikatan hidrogen intra dan inter molekuler dalam polimer

    selulosa sehingga untuk kepentingan industri pangan, selulosa digunakan dalam

    bentuk derivatnya (Imeson, 1999). Derivatisasi selulosa akan menurunkan

    kristalinitas dan meningkatkan kelarutan.

    Struktur kimia dan fisik edible coating merupakan komponen utama yang

    membuat edible coating menjadi penghalang yang efektif terhadap minyak dan

    uap air. Derivat selulosa merupakan salah satu jenis hidrokoloid yang memiliki

    kemampuan untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid

    serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan

    struktural produk (Anin, 2008).

    1. HPMC (hidroksipropilmetilselulosa)

    HPMC (hidroksipropilmetilselulosa) merupakan derivat selulosa yang

    dibuat dengan menggunakan metil klorida dan propilena oksida sebagai bahan

    reaksi, secara bertahap, atau kombinasinya (Imeson, 1999). HPMC bersifat dapat

    larut dalam air dingin, tetapi tidak dapat larut dalam air panas. Ketika larutan

    dipanaskan, gel dengan struktur tiga dimensi terbentuk pada suhu thermal gel

    15

  • berkisar antara 50-90 C. Larutan HPMC dalam air dingin bersifat lembut, bening,

    dan pseudoplastik. HPMC stabil pada kisaran pH yang cukup luas yaitu 2-13,

    sehingga viskositas hampir bebas dari pengaruh pH. Struktur kimia HPMC

    disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Struktur kimia hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Nisperos Carriedo dalam Krochta et al., 1994)

    2. MC (metilselulosa)

    MC (metilselulosa) memiliki kemiripan sifat dengan HPMC

    (hidroksipropilmetilselulosa) yaitu tidak larut dalam air panas, sehingga dapat

    dimurnikan dengan mencucinya dengan air panas (Imeson, 1999). Menurut

    Widianto (2009), MC diperoleh dengan mereaksikan selulosa fiber dengan NaOH

    menjadi selulosa alkali. Selulosa alkali dibuat dengan cara perendaman dengan

    larutan basa pada serat selulosa kemudian direaksikan dengan metil eter

    berdasarkan reaksi eterifikasi Williamson pada 50-100C dan tekanan 14 kg/cm2

    selama beberapa jam. Hasil reaksinya adalah metileterselulosa. Metilselulosa

    berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak bersifat toksik. Protein dan

    polisakarida sering dihubungkan dengan substansi hidrofobik seperti lipid untuk

    16

  • meningkatkan efisiensi penghalangan. Hal tersebut menyebabkan pembuatan film

    sering melibatkan lipid. Struktur kimia MC disajikan pada Gambar 2.

    Gambar 2. Struktur kimia metil selulosa (MC) (Nisperos-Carriedo dalam Krochta et al., 1994)

    3. CMC (karboksimetilselulosa)

    CMC (karboksimetilselulosa) merupakan turunan selulosa yang dapat larut

    dalam air, baik panas maupun dingin. Purvitasari (2004) menambahkan bahwa

    CMC merupakan koloid hidrofilik yang efektif untuk mengikat air sehingga

    memberikan tekstur yang seragam, meningkatkan kekentalan, dan cenderung

    membatasi pengembangan. CMC dibuat dari selulosa yang direaksikan dengan

    larutan NaOH, kemudian selulosa alkalis tersebut direaksikan dengan sodium

    monokloroasetat (Glicksman, 2000). CMC terdiri atas molekul panjang dan cukup

    kaku yang mengandung muatan negatif. Molekul-molekul pada larutan

    merenggang karena daya tolak menolak antar segmen rantai. Selanjutnya, rantai

    tolak menolak satu sama lain sehingga menghasilkan larutan yang sangat kental.

    Struktur kimia CMC disajikan pada Gambar 3.

    17

  • Gambar 3. Struktur kimia karboksimetilselulosa (CMC) (Nisperos-Carriedo dalam Krochta et al., 1994)

    Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi

    yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material

    tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan kekuatan intermolekuler,

    fleksibilitas dan menurunkan sifat-sifat penghalangan edible film. Salah satu

    bahan plasticizer adalah sorbitol. Menurut Lineback dan Inglett (1982) dalam

    Wijayanti (2007), sorbitol merupakan glukosa tereduksi yang terbentuk karena

    terjadinya oksidasi glukosa. Sorbitol dapat diisolasi dari buah beri dan rumput laut

    merah. Sorbitol diproduksi dalam industri melalui proses hidrogenasi glukosa.

    Berdasarkan penelitian Garcia et al. (2002), pengaruh sorbitol sebagai

    plasticizer dalam larutan derivat selulosa telah diteliti. Konsentrasi sorbitol yang

    digunakan yaitu sekitar 0,25; 0,5; 0,75 dan 1%. Sorbitol (C6H14O6) tidak cepat

    mengalami reaksi pencoklatan (maillard) dan karamelisasi seperti gula lainnya,

    seperti fruktosa dan glukosa. Sorbitol memiliki sifat fungsional yang sama dengan

    gula sukrosa, yaitu bersifat mengikat air (humektan). Sifat fisik dan kimia sorbitol

    disajikan pada Tabel 4.

    18

  • Tabel 4. Sifat fisik dan kimia sorbitol

    Sifat fisik dan kimia Nilai rumur empiris berat molekul titik didih panas larutan pada pH 25 C rotasi spesifik (dalam 10% larutan) higroskopisitas kelarutan dalam H2O

    C6H14O6 182,18 110-112 C anhidrat -26,5 cal/g []26 = -1,9859 higroskopis 235 g/100 g pada 25 C

    Sumber: Lineback dan Inglett (1982) dalam Wijayanti (2007)

    Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer yang efektif karena memiliki

    kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan

    intramolekular (Widianto, 2009). Penambahan sorbitol sebanyak 1% (v/v)

    menurut penelitian Permana (2006) direkomendasikan untuk produk goreng

    seperti keripik kentang. Berdasarkan penelitian Garcia et al. (2002) diketahui

    bahwa keripik kentang yang digoreng dengan lapisan edible coating tanpa

    penambahan plasticizer akan menghasilkan struktur yang pecah dan akan

    menurunkan sifat penghalang coating. Penambahan sorbitol dapat meningkatkan

    elastisitas coating, meningkatkan sifat penghalang coating dengan penurunan

    kadar minyak dan meningkatkan pemasukan uap air dibandingkan dengan yang

    tidak di-coating.

    19

  • III. METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan dan

    Laboratorium Pangan dan Gizi, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian

    Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Penelitian telah dilaksanakan pada

    November 2009 sampai Desember 2009.

    B. Bahan dan Alat

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kentang

    (Varietas Tenggo, Atlantik, dan Ping) yang diperoleh dari petani kentang di Desa

    Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga, derivat selulosa (MC,

    CMC, dan HPMC) merk Sigma Aldrich, sorbitol, akuades, minyak goreng, serta

    bahan kimia petroleum benzine yang diperoleh dari toko bahan kimia Brata Chem

    untuk keperluan analisis.

    Alat yang digunakan yaitu slicer, peeler, deep frier (Philips), baskom,

    panci steam, alat peniris minyak, kompor, beaker glass, pengaduk, spatula,

    timbangan analitik (And), nampan alumunium dan nampan plastik, alumunium

    foil, plastik, alat penjepit, dan peralatan laboratorium untuk analisis kimia.

    20

  • C. Rancangan Percobaan

    Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental.

    Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL).

    Faktor yang dicoba terdiri atas 2 faktor, yaitu:

    A. Faktor varietas kentang untuk pembuatan keripik kentang (K), terdiri atas tiga

    taraf:

    K1 : Varietas Tenggo

    K2 : Varietas Atlantik

    K3 : Varietas Ping

    B. Faktor jenis turunan selulosa untuk pembuatan larutan edible coating (C),

    terdiri atas empat taraf:

    C0 : tanpa edible coating

    C1 : CMC

    C2 : MC

    C3 : HPMC

    Kombinasi perlakuan seluruhnya terdiri dari 3 x 4 = 12 dengan kombinasi

    perlakuan sebagai berikut:

    K1C0 K1CI K1C2 K1C3

    K2C0 K2C1 K2C2 K2C3

    K3C0 K3C1 K3C2 K3C3

    Tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan sesuai

    dengan kombinasi perlakuan yang telah ditetapkan.

    21

  • D. Variabel dan Pengukuran

    Variabel yang diamati pada keripik kentang meliputi:

    1. Kadar air

    2. Kadar abu

    3. Kadar lemak

    4. Pengujian sifat inderawi produk yang meliputi warna, tekstur, citarasa

    dan kesukaan.

    1. Kadar air (Metode pemanasan, Sudarmadji et al., 1997)

    Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 g dalam cawan

    yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada

    temperature 100-105 C selama 3-5 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator

    sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Dilakukan beberapa kali

    penimbangan sampai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang

    dari 0,2 mg).

    Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Kadar air (bb) = B C x 100% B A Kadar air (% bk) = kadar air (% bb) x 100% 100% - kadar air (% bb) Keterangan: A = berat cawan (g) B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g) C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g) 2. Kadar abu (Metode pemanasan tanur, Sudarmadji et al., 1997)

    Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 g dalam cawan

    yang telah diketahui beratnya, kemudian dibakar dalam tanur pada suhu 500 C

    22

  • selama 4-5 jam. Selanjutnya dibiarkan dingin sampai suhu 100 C dalam tanur.

    Kemudian didinginkan dalam dsikator sampai mencapai suhu kamar dan

    ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai mencapai berat konstan.

    Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Kadar abu (% bb) = berat abu (g) x 100% Berat sampel (g) Kadar abu (% bk) = kadar abu (% bb) x 100% 100% - kadar air (% bb) 3. Kadar lemak (Metode Soxhlet, Sudarmadji et al., 1997)

    Sampel keripik kentang dihaluskan dan ditimbang dengan teliti sebanyak 2

    g, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya.

    Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet yang telah

    dialiri dengan air kran sebagai pendingin. Labu Erlenmeyer yang telah diisi 30 ml

    pelarut petroleum benzin dipasangkan pada tabung reaksi selama 4 jam. Setelah

    waktu ekstraksi cukup, kertas saring dan sampel dimasukkan dalam oven pada

    suhu 100 C selama satu jam, dan didinginkan dalam desikator beberapa kali

    sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Dilakukan beberapa kali

    penimbangan sampai mencapai berat konstan.

    Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Kadar lemak (% bb) = C B x 100% A Kadar abu (% bk) = kadar lemak (% bb) x 100% 100% - kadar air (% bb)

    Keterangan: A = berat sampel awal (g) B = berat sampel setelah diekstraksi dan dikeringkan (g) C = berat sampel awal setelah dikeringkan (g)

    4. Penilaian terhadap sifat inderawi produk

    23

  • Penilaian terhadap sifat inderawi produk dilakukan dengan cara

    memberikan skoring pada masing-masing variabel, yaitu: warna, flavor, aroma,

    tekstur dan kesukaan. Panelis diminta memberikan penilaian terhadap keripik

    kentang yang ada dihadapan panelis dengan cara memberikan tanda (X) pada

    kolom sampel sesuai dengan skala kesan yang dirasakan. Adapun deskripsi pada

    masing-masing variabel sebagai berikut:

    a. Warna

    1. Kuning

    2. Kuning terang

    3. Kuning keemasan

    4. Kuning kecoklatan

    b. Aroma

    1. Tidak kuat

    2. Agak kuat

    3. Kuat

    4. Sangat kuat

    c. Flavor

    1. Tidak enak

    2. Agak enak

    3. Enak

    4. Sangat enak

    d. Tekstur

    1. Tidak renyah

    24

  • 2. Agak renyah

    3. Renyah

    4. Sangat renyah

    e. Kesukaan

    1. Tidak suka

    2. Agak suka

    3. Suka

    4. Sangat suka

    E. Analisis Data

    Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan

    analisis ragam (Uji F). Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata,

    maka dilanjutkan dengan Duncans Range Test (DMRT). Data hasil uji

    organoleptik dianalisis menggunakan uji Friedman dan apabila menunjukkan

    adanya pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan ganda.

    Penentuan kombinasi perlakuan terbaik dilakukan dengan metode Indeks

    Efektifitas.

    F. Pelaksanaan Penelitian

    1. Penelitian pendahuluan

    Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan

    MC, CMC, dan HPMC yang digunakan dalam pembuatan larutan edible coating.

    25

  • Pembuatan larutan edible coating jenis CMC dan HPMC untuk diaplikasikan pada

    keripik kentang mengacu pada Utami (2008). Secara rinci pembuatan larutan

    edible coating jenis CMC dan HPMC dapat dilihat pada Lampiran 2 dan

    Lampiran 3. Indikator penentu konsentrasi adalah larutan edible coating yang

    dapat menempel di irisan kentang, sedikitnya tetesan yang jatuh setelah

    pencelupan, viskositas, dan suhu yang tepat pada saat pencelupan.

    Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menambahkan CMC, MC, dan

    HPMC ke dalam akuades. Larutan yang dibuat masing-masing memiliki

    konsentrasi sebesar 1%, 2% dan 3%. Hasil pengamatan pada penelitian

    pendahuluan menunjukkan bahwa penggunaan CMC, MC, dan HPMC dengan

    konsentrasi 1% menghasilkan larutan edible coating dengan kekentalan yang

    cukup. Apabila irisan dicelupkan ke dalam larutan tersebut selama 10 detik dan

    ditiriskan, maka larutan menetes sebanyak tiga kali dan menyelimuti permukaan

    irisan kentang dengan sempurna. Pada larutan edible coating dengan konsentrasi

    2% dan 3% menghasilkan larutan yang sangat kental bahkan cenderung

    menjendal. Apabila irisan kentang dicelupkan ke dalam larutan tersebut dan di

    angkat, maka larutan edible coating tidak dapat menetes. Menurut Tranggono

    (1989) dalam Mulyani (2009), penggunaan CMC secara umum dalam makanan,

    minuman dan obat-obatan berbentuk cair maupun padatan berupa bubuk dengan

    batas konsentrasi penggunaan sebesar 1-2%. Dalam pembuatan larutan juga

    dibutuhkan penambahan sorbitol sebanyak 1% (v/v).

    26

  • 2. Penelitian lanjutan

    Penelitian lanjutan dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan dengan

    mengambil beberapa perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan. Penelitian

    lanjutan dilakukan untuk mengetahui pengaruh aplikasi edible coating berbahan

    dasar derivat selulosa dan varietas kentang terhadap kualitas keripik kentang.

    Metode pembuatan keripik kentang dengan penggunaan edible coating mengacu

    pada penelitian yang telah dilakukan Utami (2008). Proses pembuatan keripik

    kentang dapat dilihat pada Lampiran 1. Derivat selulosa yang digunakan dalam

    pembuatan larutan edible coating adalah CMC (karboksimetilselulosa), MC

    (metilselulosa), dan HPMC (hidroksipropilmetilselulosa). Pembuatan larutan

    edible coating jenis MC dilakukan dengan cara melarutkan 1 g MC ke dalam

    akuades 100 ml dengan penambahan sorbitol 1 ml, kemudian dilakukan

    pencampuran dengan pengadukan manual sampai larutan homogen. Setelah itu

    dilakukan pemanasan sampai larutan mencapai suhu 50 C dengan hot plate

    disertai pengadukan manual selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan pengkondisian

    pada suhu ruang sehingga suhunya menjadi 25 C. Pembuatan larutan edible

    coating jenis MC dapat dilihat dalam Lampiran 4. Kentang yang digunakan dalam

    penelitian terdiri dari tiga varietas yaitu Tenggo, Atlantik, dan Ping.

    Ketebalan irisan kentang yang digunakan adalah irisan kentang dengan

    ketebalan 2 mm. Irisan kentang yang sudah siap kemudian dicelupkan ke dalam

    larutan edible coating yang terdiri atas larutan CMC, MC, dan HPMC dengan

    konsentrasi 1% selama 10 detik dan kemudian digoreng sampai matang (3,5

    menit) dengan suhu penggorengan 175 C.

    27

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Variabel Kimia

    Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang (K) dan jenis derivat

    selulosa (C) sebagai bahan dasar pembuatan edible coating keripik kentang serta

    interaksinya (KxC) ditunjukkan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang dan jenis derivat selulosa dalam pembuatan keripik terhadap variabel kimia yang diamati

    No. Variabel yang diamati Perlakuan K C K x C 1. Kadar air ** ** ** 2. Kadar abu ns * ns 3. Kadar lemak * * ns

    Keterangan: K = varietas kentang; C = jenis derivat selulosa untuk pembuatan edible coating; KxC = interaksi perlakuan antara varietas kentang dan jenis derivat selulosa; ns = tidak berpengaruh nyata; * = berpengaruh nyata; ** = berpengaruh sangat nyata

    1. Kadar air

    Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan varietas kentang (K)

    dan jenis derivat selulosa sebagai edible coating (C) serta interaksi keduanya

    memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air keripik kentang.

    Pengaruh varietas kentang terhadap kadar air keripik kentang dapat dilihat

    pada Gambar 4. Kadar air keripik dari kentang varietas Tenggo (K1), Atlantik

    (K2), dan Ping (K3) berturut-turut adalah 2,48%; 2,61% dan 4,44%. Hasil uji

    lanjut DMRT pada taraf 1% menunjukkan bahwa keripik kentang varietas Ping

    (K3) berbeda sangat nyata dengan varietas Tenggo (K1) dan Atlantik (K2),

    28

  • sedangkan antara kentang varietas Tenggo (K1) dan Atlantik (K2) tidak berbeda

    nyata.

    2,48 b 2,61 b

    4,44 a

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    K1(Tenggo) K2(Atlantik) K3(Ping)

    kada

    r ai

    r (%

    bk)

    varietas kentang

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata untuk tingkat kepercayaan 99%. Gambar 4. Pengaruh varietas kentang terhadap kadar air keripik kentang.

    Keripik kentang varietas Ping memiliki kadar air yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan keripik dari kentang varietas Tenggo dan Atlantik yaitu

    4,44%. Hal tersebut disebabkan kentang varietas Ping memiliki kadar air 81,77%,

    lebih tinggi daripada kentang varietas Tenggo dan Atlantik, masing-masing

    sebesar 80,89% dan 76,89%. Hal ini sesuai dengan pendapat Asikin (1996) yang

    menyatakan bahwa perbedaan kadar air pada produk disebabkan oleh

    bervariasinya kadar air masing-masing varietas. Lebih jauh lagi, tiap-tiap varietas

    secara genetik mempunyai kandungan air yang berbeda-beda dan mempunyai

    kemampuan menahan air yang berbeda pula. Meyer (1976) menambahkan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air suatu bahan adalah jenis bahan serta

    komponen-komponen yang terdapat di dalamnya, proses dan kondisi pengolahan.

    29

  • Jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan larutan edible

    coating berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air keripik kentang. Kadar air

    pada perlakuan jenis derivat selulosa sebagai bahan pembuatan edible coating

    pada perlakuan C0 (tanpa perlakuan), C1 (pencelupan dalam larutan edible

    coating CMC), C2 (pencelupan dalam larutan edible coating MC) dan C3

    (pencelupan dalam larutan edible coating HPMC) berturut-turut adalah 1,65%;

    3,57%; 3,33%, dan 4,16%. Hasil uji DMRT pada taraf 1% menunjukkan bahwa

    C3 berbeda sangat nyata dengan C0, C1 dan C2, tetapi antara perlakuan C1 dan

    C2 tidak berbeda nyata. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar

    pembuatan larutan edible coating (C) terhadap kadar air keripik kentang dapat

    dilihat pada Gambar 5.

    1,65 c

    3,57 b 3,33 b

    4,16 a

    00.51

    1.52

    2.53

    3.54

    4.5

    C0(tanpaediblecoating)

    C1(CMC) C2(MC) C3(HPMC)

    kada

    r ai

    r (%

    bk)

    jenis edible coating

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata untuk tingkat kepercayaan 99%. Gambar 5. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating terhadap kadar air keripik kentang. Keripik kentang tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating (C0)

    memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding keripik kentang dengan

    penambahan edible coating yaitu sebesar 1,65%. Pada keripik kentang tanpa

    30

  • dilakukan pencelupan larutan edible coating mengakibatkan kandungan air yang

    terdapat pada irisan kentang dapat keluar melalui irisan kentang dan digantikan

    oleh minyak saat menggoreng. Kentang dengan perlakuan pencelupan larutan

    edible coating memiliki kadar air yang lebih tinggi, disebabkan irisan kentang

    sebelum digoreng dilapisi oleh larutan edible coating sehingga air yang terdapat di

    dalam irisan kentang lebih sulit untuk menguap pada saat penggorengan. Hal

    tersebut sesuai dengan pendapat Anggraeni (2005) yang menyatakan bahwa

    perlakuan pencelupan dalam larutan edible coating menyebabkan adanya lapisan

    permukaan bahan sehingga air yang ada dalam bahan sulit keluar pada waktu

    penggorengan.

    Gambar 5 memperlihatkan bahwa penggunaan edible coting HPMC

    menghasilkan kadar air yang lebih tinggi daripada penggunaan coating jenis CMC

    dan MC. Nilai rata-rata kadar air keripik kentang dengan pencelupan dalam

    larutan edible coating HPMC sebesar 4,16%. HPMC bersifat hidrofobik sehingga

    air yang ada dalam bahan sulit menguap pada saat penggorengan, yang

    mengakibatkan kadar air menjadi lebih besar. Pada proses penggorengan, air yang

    terdapat dalam bahan akan mengalami penguapan akibat kenaikan temperatur

    bahan dan minyak. Pada proses pemanasan akan menyebabkan terjadinya

    penguapan air dan kemudian minyak masuk ke bagian kerak dan mengisi ruang

    kosong yang semula berisi air (Ketaren, 1986). Adanya lapisan pada permukaan

    bahan pada awal penggorengan akan mempersulit masuknya minyak disertai

    dengan sulitnya air untuk menguap. Jika film tersebut dilewati oleh uap air yang

    31

  • bersifat polar maka molekul air akan lebih sukar menembus film yang

    menyebabkan permeabilitasnya semakin kecil (Garcia, 1999).

    Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

    antara varietas kentang dan jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air keripik

    kentang. Pengaruh interaksi perlakuan antara varietas kentang dan pencelupan

    edible coating ditunjukkan pada Gambar 6.

    1,93

    def

    1,70

    ef

    1,31

    f

    3,16

    c

    2,46

    cde

    5,08

    b

    2,42

    cde

    2,89

    cd 4

    ,68

    b

    2,41

    cde

    3,37

    c

    6,70

    a

    0.001.002.003.004.005.006.007.008.00

    K1 (Tenggo) K2 (Atlantik) K3 (Ping)

    kada

    r ai

    r (%

    bk)

    varietas kentang

    C0 = tanpa edible coating

    C1 = edible coating CMC

    C2 = edible coating MC

    C3 = edible coating HPMC

    Gambar 6. Interaksi perlakuan jenis bahan dasar larutan edible coating dan

    varietas kentang terhadap kadar air keripik kentang. Gambar 6 menunjukkan bahwa kentang varietas Tenggo tanpa pencelupan

    edible coating (K1C0) tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kentang

    varietas Atlantik dan Ping tanpa pencelupan edible coating (K2C0 dan K3C0).

    Nilai rata-rata kadar air berturut turut adalah 1,93%; 1,70% dan 1,31%. Selain itu,

    kentang varietas Tenggo dengan pencelupan edible coating CMC (K1C1), MC

    (K1C2) dan HPMC (K1C3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan

    kentang varietas Atlantik dengan pencelupan edible coating CMC (K2C1) dan

    32

  • MC (K2C2). Kentang varietas Atlantik dengan pencelupan edible coating HPMC

    (K2C3) juga memberikan perbedaan yang nyata dengan interaksi perlakuan antara

    kentang varietas Ping dengan pencelupan edible coating CMC (K3C1) dan MC

    (K3C2), serta memiliki perbedaan yang nyata dengan interaksi perlakuan antara

    kentang varietas Ping dengan pencelupan edible coating HPMC (K3C3). K3C3

    memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada kombinasi perlakuan lainnya yaitu

    6,70%.

    Hasil uji DMRT pada taraf 1%, interaksi perlakuan antara kentang varietas

    Ping dengan perlakuan pencelupan ke dalam larutan edible coating (K3C1, K3C2,

    K3C3) memiliki perbedaan yang nyata dengan kentang varietas Tenggo tanpa

    pencelupan edible coating (K1C0) dan dengan pencelupan dalam edible coating

    CMC (K1C1), MC (K1C2) dan HPMC (K1C3), serta interaksi perlakuan antara

    kentang varietas Atlantik baik yang dilakukan pencelupan edible coating maupun

    tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating (K2C0, K2C1, K2C2 dan

    K2C3).

    Kentang varietas Ping dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating

    memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan kentang varietas Tenggo

    dan Atlantik. Hal tersebut disebabkan kentang segar pada varietas Ping memiliki

    kadar air yang lebih tinggi yaitu 81,77% bb. Kentang varietas Ping dengan

    pencelupan dalam edible coating memiliki kadar air yang lebih tinggi

    dibandingkan tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating. Kentang varietas

    Tenggo dan Atlantik dengan penggunaan coating CMC, MC dan HPMC tidak

    menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kadar air keripik kentang, namun

    33

  • memiliki perbedaan yang nyata dengan kentang varietas Ping. Menurut Anggraeni

    (2005), perlakuan pencelupan dalam larutan edible coating menyebabkan adanya

    lapisan permukaan bahan sehingga air yang ada dalam bahan sulit keluar pada

    waktu penggorengan. Hal ini mengakibatkan kadar air keripik kentang varietas

    Ping dengan perlakuan pencelupan larutan edible coating lebih tinggi daripada

    tanpa pencelupan.

    2. Kadar abu Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan

    mineral yang terdapat dalam keripik kentang yang dihasilkan. Hasil analisis ragam

    menunjukkan bahwa jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan larutan

    edible coating berpengaruh nyata terhadap kadar abu keripik kentang. Pengaruh

    jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan edible coating (C) terhadap

    kadar abu keripik kentang dapat dilihat pada Gambar 7.

    1,87 b

    2,57 a2,28 ab

    2,10 b

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    C0 CMC MC HPMC

    kada

    r ab

    u (%

    bk)

    jenis edible coating

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata untuk tingkat kepercayaan 95%.

    Gambar 7. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan larutan edible coating terhadap kadar abu keripik kentang.

    34

  • Keripik kentang dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC

    (C1) memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada keripik kentang dengan

    pencelupan jenis edible coating MC dan HPMC maupun tanpa pencelupan yaitu

    2,57 % bk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada Utami (2008)

    bahwa penggunaan CMC pada keripik kentang menghasilkan keripik dengan

    kadar abu relatif lebih tinggi daripada jenis edible coating MC dan HPMC. CMC

    merupakan anionik selulosa, yang dibuat dengan cara mereaksikan selulosa

    dengan larutan NaOH, kemudian alkali tersebut direaksikan dengan sodium mono

    kloro asetat sehingga akan menghasilkan selulosa-O-CH2-COONa (Krochta et al.

    (1994). Kandungan Na pada CMC akan menyebabkan kadar abu menjadi semakin

    tinggi karena Na merupakan salah satu jenis mineral.

    Berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa penggunaan

    edible coating CMC dan MC sebagai bahan dasar pembuatan larutan edible

    coating tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kadar abu keripik kentang.

    Hal ini disebabkan pada proses pembuatannya, MC memiliki persamaan dengan

    CMC. Widianto (2009) menyatakan bahwa MC diperoleh dengan mereaksikan

    selulosa fiber dengan NaOH menjadi selulosa alkali. Penggunaan NaOH juga

    diterapkan pada pembuatan CMC. Menurut Glicksman (2000), CMC dibuat dari

    selulosa yang direaksikan dengan larutan NaOH, kemudian selulosa alkalis

    tersebut direaksikan dengan sodium mono kloro asetat.

    Selain itu, MC dan HPMC tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

    terhadap kadar abu keripik kentang. Hal ini disebabkan keduanya memiliki

    kemiripan sifat. Metilselulosa (MC) berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa,

    35

  • dan tidak bersifat toksik. Pembuatan HPMC memiliki kesamaan dengan

    pembuatan MC, yaitu derivat selulosa yang dibuat dengan penggunaan metil

    klorida dan propilena oksida sebagai bahan reaksi, secara bertahap, atau

    kombinasinya (Imeson, 1999).

    Varietas kentang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu keripik

    kentang. Keripik kentang varietas Tenggo, Atlantik dan Ping masing-masing

    memiliki rata-rata kadar abu sebesar 2,28% bk; 2,08% bk dan 2,25% bk. Selain

    itu, interaksi antara varietas kentang dengan jenis derivat selulosa sebagai bahan

    dasar pembuatan larutan edible coating juga tidak memberikan perbedaan yang

    nyata terhadap kadar abu keripik kentang.

    3. Kadar lemak

    Ciri keripik kentang yang merupakan produk goreng adalah permukaannya

    kering dan menyerap minyak goreng. Produk goreng umumnya mengandung

    proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak bahan pangan

    dengan minyak goreng selama kegiatan penggorengan. Analisis kadar lemak

    bertujuan untuk mengetahui banyaknya minyak yang terikut pada keripik kentang

    selama penggorengan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas kentang

    (K) dan jenis derivat selulosa (C) sebagai bahan dasar pembuatan larutan edible

    coating berpengaruh nyata terhadap kadar lemak keripik kentang, sedangkan

    interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata.

    Pengaruh varietas kentang (K) terhadap kadar lemak keripik kentang

    ditunjukkan pada Gambar 8.

    36

  • 43,25 a

    39,06 b 38,56b

    35

    36

    37

    38

    39

    40

    41

    42

    43

    44

    K1(Tenggo) K2(Atlantik) K3(Ping)

    kada

    r le

    mak

    (%bk

    )

    varietas kentang

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata untuk tingkat kepercayaan 95%.

    Gambar 8. Pengaruh varietas kentang terhadap kadar lemak keripik kentang

    Berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% diketahui bahwa keripik kentang

    varietas Tenggo (K1) memiliki kadar lemak yang lebih tinggi daripada keripik

    kentang varietas Atlantik (K2) dan Ping (K3). Nilai rata-rata kadar lemak yang

    terdapat pada keripik kentang varietas Tenggo yaitu 43,25% bk, sedangkan pada

    keripik kentang varietas Atlantik dan Ping masing-masing sebesar 39,06% bk dan

    38,56% bk. Menurut Ketaren (1986), selama proses penggorengan berlangsung

    maka sebagian minyak masuk ke bagian kerak (crust) dan bagian luar (outer

    zone), kemudian mengisi ruang yang pada mulanya diisi air. Jumlah minyak yang

    terserap bahan sebanding dengan kehilangan air. Selain itu, dengan adanya

    blanching dan penggorengan akan membentuk gel dan kerak (crust). Gelatinisasi

    pati terjadi selama blanching dan penggorengan, sedangkan kerak (crust) akan

    dibentuk selama proses penggorengan.

    Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan larutan

    edible coating terhadap kadar lemak keripik kentang ditunjukkan pada Gambar 9.

    37

  • 44,71 a

    39,83 b 38,17 b 38,45 b

    34363840424446

    C0 CMC MC HPMC

    kada

    r le

    mak

    (%bk

    )

    jenis edible coating

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

    nyata untuk tingkat kepercayaan 95%. Gambar 9. Pengaruh jenis derivat selulosa sebagai bahan dasar pembuatan

    larutan edible coating terhadap kadar lemak keripik kentang. Gambar 9 memperlihatkan bahwa keripik kentang tanpa pencelupan ke

    dalam larutan edible coating (C0) memiliki nilai rata-rata kadar lemak yang lebih

    tinggi dibandingkan keripik kentang dengan pencelupan ke dalam larutan edible

    coating yaitu sebesar 44,71% bk. Nilai rata-rata kadar lemak keripik kentang

    dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating jenis CMC, MC, dan HPMC

    berturut-turut adalah 39,83% bk, 38,17% bk, dan 38,45% bk. Menurut Garcia et

    al., (2002), keripik kentang memiliki kadar lemak sekitar 40%. Adanya pengaruh

    pencelupan dalam larutan edible coating menyebabkan penurunan kadar lemak

    pada keripik kentang. Hal ini disebabkan lapisan coating mempunyai kemampuan

    dalam mengurangi penyerapan minyak. Menurut Nisperos-Carriedo dalam

    Krochta et al. (1994) bahwa edible coating berbahan dasar hidrokoloida akan

    mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan. Edible coating dapat

    berfungsi untuk melindungi irisan kentang selama penggorengan sehinggga

    absorbsi minyak dapat dikurangi dan produk akhir yang dihasilkan mempunyai

    kadar lemak yang lebih rendah.

    38

  • Dalam pembuatan larutan edible coating dilakukan penambahan sorbitol

    1%. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan kadar lemak keripik kentang baik

    yang dibuat dengan edible coating maupun tanpa edible coating. Penambahan

    sorbitol dapat menurunkan kadar lemak keripik kentang karena sorbitol

    merupakan salah satu jenis plasticizer. Berdasarkan penelitian Garcia et al. (2002)

    diketahui bahwa keripik kentang yang digoreng dengan lapisan edible coating

    tanpa penambahan plasticizer akan menghasilkan struktur yang pecah sehingga

    menurunkan sifat penghalang dari coating tersebut. Penambahan sorbitol dapat

    meningkatkan elastisitas coating, meningkatkan sifat penghalang coating dengan

    penurunan kadar minyak dan meningkatkan pemasukan uap air dibandingkan

    dengan yang tidak di-coating.

    39

  • B. Variabel Sensori

    Hasil uji Friedman terhadap variabel sensori produk keripik kentang

    disajikan dalam Tabel 6.

    Tabel 6. Hasil uji Friedman terhadap variabel sensori keripik kentang. No. Variabel sensorik Hasil uji 1. Warna ** 2. Aroma ** 3. Flavor ** 4. Tekstur ** 5. Kesukaan ** Keterangan: **= Berpengaruh sangat nyata.

    1. Warna

    Warna merupakan bagian yang penting bagi banyak makanan, baik bagi

    makanan yang tidak diproses maupun bagi yang diproses. Warna merupakan

    variabel sensori pertama yang akan menentukan terhadap penerimaan makanan

    selanjutnya. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia

    dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan, 1997).

    Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara

    varietas kentang dan jenis derivat selulosa sebagai bahan pembuatan edible

    coating berpengaruh sangat nyata terhadap warna keripik kentang yang

    dihasilkan. Nilai rata-rata warna keripik kentang kombinasi perlakuan varietas

    kentang dan jenis derivat selulosa sebagai bahan edible coating ditunjukkan pada

    Gambar 10.

    40

  • 1,43

    d

    2,33

    abc

    2,23

    abc

    2,4

    abc

    2,38

    abc

    2,61

    ab

    2,11

    bcd

    2,00

    cd

    2,74

    a

    2,52

    abc

    1,94

    cd

    2,49

    abc

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    K1(Tenggo) K2(Atlantik) K3(Ping)

    war

    na (k

    unin

    g ke

    cokl

    atan

    )

    varietas kentang

    C0 = tanpa edible coating

    C1 = edible coating CMC

    C2 = edible coating MC

    C3 = edible coating HPMC

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

    tingkat kepercayaan 95%. Gambar 10. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dan

    pencelupan ke dalam larutan edible coating terhadap warna keripik kentang.

    Warna keripik kentang berkisar antara 1,43 (kuning) sampai 2,74 (kuning

    keemasan). Hasil uji perbandingan ganda pada taraf 5% menunjukkan bahwa

    kombinasi perlakuan kentang varietas Ping dengan pencelupan dalam larutan MC

    (K3C2) berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1C0, K1C2, K2C2, dan K2C3,

    tetapi antara K1C1, K1C3, K2C0, K2C1, K3C0, dan K3K1 tidak berbeda nyata.

    Warna keripik kentang kuning keemasan dihasilkan oleh perlakuan K3C2 yaitu

    keripik kentang dari kentang varietas Ping dengan penggunaan MC sebagai edible

    coating, sedangkan warna kuning dihasilkan oleh varietas Atlantik dengan edible

    coating jenis MC dan HPMC.

    41

  • Keripik kentang dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating

    menghasilkan warna yang lebih coklat dibandingkan dengan keripik kentang

    tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating. Menurut Ketaren (1986),

    permukaan lapisan luar produk goreng berwarna coklat keemasan disebabkan oleh

    reaksi browning non enzimatis yaitu reaksi maillard. Tingkat intensitas warna

    tergantung waktu dan suhu penggorengan serta komposisi kimia pada permukaan

    luar bahan pangan.

    Selama penggorengan terjadi reaksi maillard yaitu reaksi antara gula

    reduksi dan protein pada suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya warna coklat

    pada produk goreng (Anggraini, 2005). Mulyani (2009) menambahkan, perubahan

    pati menjadi gula pada kentang sangat penting diperhatikan, karena dengan

    pengolahan suhu tinggi (suhu penggorengan) maka gula akan membentuk karamel

    (warna coklat kehitaman) pada suhu 170180 C. Selain itu jika sukrosa berubah

    menjadi glukosa dan fruktosa (gula reduksi), maka gula reduksi bereaksi dengan

    asam amino terjadi reaksi maillard (pencoklatan non enzimatis).

    Penampilan, warna dan tekstur adalah karakteristik utama dalam produk

    goreng dan dengan adanya coating akan mempengaruhi karakteristik produk

    dalam penggorengan deep-fat frying. Coating akan berperan sebagai penghalang

    yang akan melindungi makanan dari oksigen. Menurut Wulansari (2008), Coating

    dapat meningkatkan penampilan (appearance), memelihara integritas struktural,

    meningkatkan sifat mekanis pada saat penanganan, membawa zat aktif seperti

    antioksidan.

    42

  • Pembuatan larutan edible coating dilakukan dengan menambahkan

    sorbitol sebagai plasticizer. Sorbitol bersifat mudah larut dalam air dan stabil

    dalam larutan berair, meskipun dilakukan pemanasan yang cukup lama. Sorbitol

    tidak cepat mengalami reaksi pencoklatan (maillard) dan karamelisasi seperti gula

    lain misalnya fruktosa dan glukosa (Wijayanti, 2007). Penambahan sorbitol dapat

    mencegah atau mengurangi reaksi maillard sehingga keripik kentang yang

    dihasilkan tidak terlalu coklat.

    Warna berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) keripik kentang

    memiliki kisaran produk kuning sampai coklat muda, sehingga warna keripik

    kentang dari ketiga varietas dengan pencelupan dalam larutan edible coating telah

    memenuhi standar mutu keripik kentang, yaitu kuning sampai kuning keemasan.

    2. Aroma

    Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi antara varietas kentang

    dan pencelupan ke dalam larutan edible coating berpengaruh sangat nyata

    terhadap aroma keripik kentang yang dihasilkan. Aroma keripik kentang berkisar

    antara 1,98 (agak kuat) sampai 2,57 (kuat). Keripik kentang dengan bahan baku

    kentang varietas Tenggo dengan pencelupan edible coating CMC (K1C1)

    memiliki aroma yang lebih tinggi yaitu 2,57. Pengaruh kombinasi perlakuan

    dengan aroma keripik kentang ditunjukkan pada Gambar 11.

    43

  • 2,43

    abc

    2,27

    abc

    2,3

    abc

    2,57

    a

    2,01

    bc 2,51

    ab

    2,26

    abc

    2,29

    abc

    2,53

    ab

    2,4

    abc

    1,98

    c 2,49

    abc

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    K1(Tenggo) K2(Atlantik) K3(Ping)

    arom

    a (s

    anga

    t kua

    t)

    varietas kentang

    C0= tanpa edible coating)

    C1 = edible coating CMC

    C2 = edible coating MC

    C3 = edible coating HPMC

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

    tingkat kepercayaan 95 %. Gambar 11.Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dan pencelupan

    ke dalam larutan edible coating terhadap aroma keripik kentang. Gambar 11 memperlihatkan bahwa kombinasi perlakuan antara kentang

    varietas Tenggo dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC (K1C1)

    menghasilkan aroma yang tidak berbeda nyata dengan keripik kentang varietas

    Ping dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC (K3C1) dan MC

    (K3C2). Keripik kentang varietas Tenggo dengan pencelupan ke dalam larutan

    edible coating CMC menghasilkan aroma yang lebih tinggi dengan kisaran

    mendekati kuat (2,57) sedangkan keripik kentang dari varietas Atlantik dengan

    pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC dan HPMC menghasilkan

    aroma yang lebih rendah daripada kombinasi perlakuan lainnya dengan kisaran

    mendekati agak kuat (1,98) sampai agak kuat (2,01).

    Kentang varietas Tenggo dan Ping memiliki aroma dengan kisaran agak

    kuat (2,26) sampai kuat (2,57), yang diikuti oleh keripik kentang dengan

    kombinasi perlakuan varietas Atlantik dengan perlakuan tanpa pencelupan ke

    44

  • dalam larutan edible coating dan pencelupan ke dalam larutan edible coating

    CMC dan MC. Kentang veriatas Atlantik dengan pencelupan ke dalam larutan

    edible coating HPMC menghasilkan aroma keripik kentang mendekati agak kuat.

    Selama menggoreng produk dapat membentuk senyawa volatil dan non-

    volatil. Senyawa volatil membentuk asap, aroma maupun flavor pada makanan.

    Oksidasi akan membentuk karbonil volatil, asam-asam hidroksi, asam-asam keto

    dan asam-asam epoksi yang memunculkan aroma yg tidak diharapkan dan warna

    minyak menjadi gelap. Suhu yang tinggi pada penggorengan mengakibatkan

    hilangnya komponen volatil kentang sehingga menyebabkan berkurangnya aroma

    spesifik yang terdapat dalam kentang (Suyanti dan Sjaifullah, 1998).

    Menurut Winarno (1997), reaksi maillard melalui degradasi strecker akan

    menghasilkan senyawa aroma yang enak akibat terbentuknya senyawa furfural

    dan maltol. Selain senyawa furfural dan maltol, degradasi strecker juga

    menghasilkan komponen herterosiklis hasil kondensasi senyawa intermediet

    seperti pyrazines, pyrrolines, oxazoles, oxazoline, dan thiazole. Adanya coating

    dalam bahan menyebabkan senyawa voaltil yang mudah menguap akan

    terperangkap sehingga aroma yang ditimbulkan akan semakin kuat.

    3. Flavor

    Flavor atau citarasa adalah perasaan yang dihasilkan oleh barang yang

    dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan oleh indra rasa dan bau, reseptor nyeri dan

    raba serta suhu dalam mulut. Flavor mempunyai tiga komponen yaitu bau, rasa,

    dan mouthfeel.

    45

  • Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara

    varietas kentang dan pencelupan ke dalam larutan edible coating berpengaruh

    sangat nyata terhadap flavor keripik kentang. Kisaran produk antara agak enak

    sampai sangat enak. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang

    dengan jenis derivat selulosa terhadap flavor ditunjukkan pada Gambar 12.

    2,7

    abc

    2,87

    a

    2,53

    abc

    d

    2,67

    abc

    2,84

    a

    2,63

    abc

    2,79

    ab

    2,73

    abc

    2,25

    cd2,6

    8 ab

    c

    2,34

    bcd

    2,05

    d

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    K1(Tenggo) K2(Atlantik) K3(Ping)

    flavo

    r (s

    anga

    t ena

    k)

    varietas kentang

    C0= tanpa edible coating)

    C1 = edible coating CMC

    C2 = edible coating MC

    C3 = edible coating HPMC

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

    tingkat kepercayaan 95%. Gambar 12. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dengan

    pencelupan edible coating terhadap flavor keripik kentang. Berdasarkan uji perbandingan ganda pada taraf 5%, kombinasi perlakuan

    kentang varietas Tenggo dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating MC

    (K1C2) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kentang varietas

    Atlantik tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating (K2C0) dan

    pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC (K2C1). Demikian pula kentang

    varietas Atlantik dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating HPMC tidak

    menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kentang varietas Ping dengan

    46

  • pencelupan ke dalam larutan edible coating MC (K3C2) dan HPMC (K3C3).

    Keripik kentang dari varietas Tenggo dengan pencelupan edible coating MC

    memiliki flavor yang lebih enak dengan kisaran mendekati enak, sedangkan

    keripik kentang yang dihasilkan dari varietas Ping dengan pencelupan ke dalam

    larutan edible coating HPMC memiliki flavor yang paling rendah yaitu agak enak.

    Kentang varietas Tenggo memiliki flavor agak enak sampai enak, yang diikuti

    oleh kentang varietas Atlantik dan Ping. Pencelupan dalam larutan edible coating

    tidak mengakibatkan citarasa yang lebih baik dibanding tanpa perlakuan edible

    coating. Hal ini diakibatkan adanya pengaruh pencelupan edible coating

    menyebabkan senyawa-senyawa yang menyebabkan citarasa produk tertahan oleh

    lapisan edible coating.

    Coating dapat meningkatkan penampilan (appearance), memelihara

    integritas struktural, meningkatkan sifat mekanis pada saat penanganan,

    membawa zat aktif seperti antioksidan dan mempertahankan flavor yang mudah

    menguap (Wulansari, 2008). Menurut Matz (1984), penggorengan dengan minyak

    dapat menimbulkan flavor (citarasa) khas pada produk snack yang dihasilkan.

    Lemak dapat dipecah menjadi asam lemak bebas dan gliserin oleh uap air, oksigen

    dan panas.

    4. Tekstur

    Keripik kentang merupakan makanan ringan (snack food) yang lebih

    mengutamakan kenampakan (appearance), kerenyahan (texture), dan warna

    dibandingkan kandungan gizinya, sehingga peningkatan kualitas keripik kentang

    47

  • sebaiknya diarahkan pada peningkatan kerenyahan dan perbaikan warna agar

    lebih menarik (Wibowo et al., 2006). Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa

    kombinasi perlakuan varietas kentang (K) dengan jenis derivat selulosa sebagai

    bahan dasar pembuatan larutan edible coating (C) berpengaruh sangat nyata

    terhadap tekstur keripik kentang yang dihasilkan. Kombinasi perlakuan terhadap

    tekstur ditunjukkan pada Gambar 13.

    3,13

    ab

    3,27

    a

    2,8

    abc

    2,97

    ab

    3,23

    a

    2,63

    bc3

    ,26

    a

    3,04

    ab

    1,91

    c

    2,84

    abc

    2,89

    ab

    1,99

    c

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    2.00

    2.50

    3.00

    3.50

    K1 (Tenggo) K2 (Atlantik) K3 (Ping)

    teks

    tur

    (san

    gat r

    enya

    h)

    varietas kentang

    C0= tanpa edible coating)C1 = edible coating CMCC2 = edible coating MCC3 = edible coating HPMC

    Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

    tingkat kepercayaan 95%. Gambar 13. Pengaruh kombinasi perlakuan antara varietas kentang dengan

    pencelupan edible coating terhadap tekstur keripik kentang.

    Kisaran tekstur pada produk antara agak renyah sampai sangat renyah.

    Hasil uji perbandingan ganda pada taraf 5% menunjukkan bahwa kombinasi

    perlakuan antara kentang varietas Tenggo dengan pencelupan ke dalam larutan

    edible coating MC (K1C2) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan

    kentang varietas Atlantik tanpa pencelupan ke dalam larutan edible coating

    48

  • (K2C0) dan dengan pencelupan ke dalam larutan edible coating CMC (K2C1).

    Selain itu kentang varietas Ping dengan pencelupan ke dalam larutan edible

    coating MC (K3C2) dan HPMC (K3C3) juga tidak menunjukkan perbedaan yang

    nyata. Tekstur yang paling baik dihasilkan