Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
MAJAS DALAM TERJEMAHAN KITAB ASBABUL WURUD JILID III
KARYA IBNU HAMZAH AD-DAMSYIQI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh:
Muhamad Sahryl Juniawan
1113024000031
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
iii
iv
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Skripsi ini menggunakan pedoman transliterasi berdasarkan pada pedoman
transliterasi Arab-Indonesia yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB)
Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun
1987 dan Nomor: 0543 b/U/1987, sebagai berikut:
1. Konsonan
No. Huruf Arab Nama Huruf
Latin
Keterangan
Alif Tidak dilambangkan ا .1
Ba B Be ب .2
Ta T Te ت .3
Tsa Ts Te dan es ث .4
Jim J Je ج .5
Ha H H dengan garis bawah ح .6
Kha Kh Ka dan ha خ .7
Dal D De د .8
Dzal Dz De dan zet ذ .9
Ra R Er ر .10
Zai Z Zet ز .11
vi
Sin S Es س .12
Syin Sy Es dan ye ش .13
Sad S Es dengan garis bawah ص .14
Dad D De dengan garis bawah ض .15
Ta T Te dengan garis bawah ط .16
Za Z Zet dengan garis bawah ظ .17
Ain ‘ Koma terbalik di atas hadap kanan‘ ع .18
Gain Gh Ge dan ha غ .19
Fa F Ef ف .20
Qaf Q Ki ق .21
Kaf K Ka ك .22
Lam L El ل .23
Mim M Em م .24
Nun N En ن .25
Wau W We و .26
Ha H Ha ه .27
Hamzah , Apostrof ء .28
Ya Y Ye ي .29
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa
pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).
vii
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.Vokal tunggal bahasa Arab
yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ا
I Kasrah ا
U Dammah ا
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat
dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
Tanda Nama Huruf Latin Keterangan
Fathah dan ya Ai A dan I ى ي
Fathah dan wau Au A dan U ى و
3. Maddah atau Vokal Panjang
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harakat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Keterangan
|... ىا … Fathah dan alif
atau ya Ā
a dengan garis
di atas
Kasrah dan ya Ī ىI dengan garis
di atas
viii
و Dammah dan
wau Ū
U dengan garis
di atas
1. Ta Marbūtah
Transliterasi untuk ta marbūtah ada dua, yaitu: ta marbūtah yang hidup atau
mendapat harakat fathah, kasrah, dan dammah, transliterasinya adalah [t].
sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan ta marbūtah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta
marbūtah itu ditransliterasikan dengan ha (h). contohnya:
ف ال األط ض ة و raudah al-atfāl : ر
ال ف اضل ة دي ن ة al-madĪnah al-fādilah : ا ل م
ة al-hikmah : ا ل حك م
ix
ABSTRAK
MUHAMAD SAHRYL JUNIAWAN Majas Dalam Penerjemahan Kitab Asbabul
Wurud Jilid III Karya Ibnu Hamzah Al-Dimasyqi
Skripsi ini fokus pada indentifikasi majas yang terdapat dalam teks
terjemahan Kitab Asbabul Wurud Jilid III karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi.
Adapun kitab tersebut diterjemahkan oleh H.M. Suwarta Wijaya dan Zafrullah
Salim. Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi korpus hanya
100 halaman yang dimulai dari halaman 1 hingga 100, di mana keseluruhan kitab
tersebut berjumlah 493 halaman. Metodologi yang digunakan yaitu analisis
kualitatif dengan menggunakan teori analisis majas metafora penerjemahan teks
keagamaan hadis. Adapun dalam proses analisisnya, peneliti mengambil hanya
beberapa terjemahan hadis saja sebagai contoh yang diambil lalu dianalisis,
kemudian menganalisis makna dalam terjemahan, serta makna majas yang
terkandung di dalamnya. Setelah menganalisis terjemahan kitab Asbabul Wurud
berdasarkan kandungan majas, peneliti mempunyai kesimpulan bahwa teks
penerjemahan kitab Asbabul Wurud banyak mengandung majas metafora dengan
klasifikasi jenis; Simile, Personifikasi, dan Metonimi.
Kata Kunci: Penerjemahan, Hadis, Majas Metafora.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala karunia yang Allah berikan pada kita semua selaku
hamba-Nya, dan berkat rahmat-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Muhammad SAW.beserta
keluarga dan sahabatnya, dan semoga kita senantiasa menjadi umatnya yang taat
hingga akhir zaman.
Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya banyak kendala yang penulis hadapi,
namun itu semua dapat dijalani dengan maksimal berkat dukungan dari berbagai
pihak terutama dosen pembimbing, Kajur dan Sekjur Tarjamah yang telah
memberikan motivasi agar penulis segera dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah
ini. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih, kepada:
1. Bapak Drs. Saeful Umam, M.A Ph.D. selaku dekan fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr Darsita S, M.Hum selaku ketua Jurusan Tarjamah dan Bapak Ulil
Abshar, S.S, M.Hum Jurusan Tarjamah yang selalu mensupport saya
dalam menyelesaikan tugas perkuliahan saya.
3. Bapak Drs. Ikhwan Azizi, M.A selaku Dosen Pembimbing skripsi ini
yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saranya dalam proses
mengerjakan skripsi saya ini.
4. Seluruh dosen Jurusan Tarjamah yang telah memberikan ilmu-ilmu yang
bermanfaat dan dukunganya selama proses awal masuk perkuliahan
xi
Semoga skripsi yang sekiranya masih banyak kekurangan ini dapat
bermanfaat dalam dunia pendidikan dan khususnya bagi peneliti sendiri. Amin.
Depok, 10 Juli 2019
Muhamad Sahryl Juniawan
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
E. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 6
F. Metode Penelitian ............................................................................. 7
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10
BAB II TEORI
A. Penerjemahan ................................................................................... 11
B. Metode Penerjemahan Teks Keagamaan ...................................... 12
C. Metafora ............................................................................................ 15
BAB III GAMBARAN UMUM KITAB TERJEMAHAN ASBABUL
WURUD JILID III
A. Kitab Asbabul Wurud Jilid III ....................................................... 25
B. Biografi Zafrullah Salim.................................................................. 25
BAB IV ANALISIS DATA
A. Temuan Penelitian .......................................................................... 28
B. Analisis Data ..................................................................................... 38
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 53
B. Saran.................................................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian Bahasa sering kali dipisahkan dari realitas sosial, padahal bahasa
adalah bagian dari realitas itu sendiri. Suatu pesan bahasa hanya bisa dipahami
apabila ditautkan dengan realitas sosial demikian rupa, sehingga ruang, waktu
dan peristiwa yang terjadi, berusaha dihadirkan dalam wacana, dan realitas sosial
itu sendiri seakan-akan menjadi hadir, tersaji secara utuh. Pembaca dibawa
masuk dalam dunia baru, ruang pentas imajinatif, yang sekaligus melibatkan
dirinya, seakan menonton secara langsung, kisah atau peristiwa yang dituturkan
di dalamnya.
Inilah kemampuan bahasa (dalam tradisi tulis menulis, sekaligus bisa
dituturkan secara lisan) dalam menggambarkan suatu hal. Dalam sekala yang
lebih luas, tindakan bahasa semacam ini, memadukan banyak hal, mulai dari
ekspresi kreatif penutur ataupun bentuk-bentuk bunyi dan susunan kalimat tutur
sampai dengan keindahan susastra.1
Kajian terhadap bahasa (tradisi ilmu bahasa, dengan segalam macam ragam
dan bentuknya) selalu menarik, selalu memberikan nuansa-nuansa pemikiran
dan interpretasi baru, yang lebih segar, pas dan mengena (baik secara tekstual
maupun kontekstual) serta memberi kemungkinan kajian interdisipliner dengan
bidang-bidang ilmu yang lain.2
1 Zubair Ahmad, Gaya Bahasa Hukum Al-Quran, (Jakarta: Adabia Press, 2016) h. 2-3 2 Zubair Ahmad, Gaya Bahasa Hukum Al-Quran, h. 3
1
2
Studi stilistika termasuk dalam studi linguistik modern, kajiannya meliputi
hamper semua fenomena kebahasaan, sehingga pembahasan tentang makna. Ia
mengkaji lafal baik secara terpisah maupun tatkala digabungkan ke dalam
struktur kalimat.3 Di dalam stilistika, persoalan seperti relevansin linguistik
terhadap studi sastra, atau interaksi yang rumit antara bentuk dan makna yang
sering luput dari perhatian dan pengamatan dapat dijelaskan.4
Selain itu, studi stilistika dapat menjelaskan preferensi penggunakan kata
atau struktur bahasa (Stylistic features) yang memberdakan suatu karya dengan
karya lainnya. Ciri ini dapat bersifat fonologis (pola bunyi bahasa), leksikal
(diksi, frekuensi penggunaan kelas kata tertentu), sintaksis (tipe struktur kalimat)
dan semantik. Pengkajian semacam ini dapat membantu menyingkap pola
pengulangan yang merupakan ciri penting penyebab adanya kepaduan dalam
suatu karya.5
Masih Termasuk pada kajian stilistika yaitu penerjemahan metafora, di
mana praktiknya memiliki salah satu masalah khusus dalam teknik
penerjemahan yang banyak dijumpai dalam penerjemahan berbagai bahasa.6
Pada hakikatnya metafora tidak menerjemahkan bentuk saja, akan tetapi makna
yang terkandung dalam bahasa sumber (Bsu) dapat dipahami dalam bahasa
sasaran (Bsa) dengam memperhatikan kesepadanan dan kesewajaran makna.
3 Syukri Muhammad ‘Ayyad, Manhad Ila Ilmi al-Uslub, (Riyadh: Dar al-Ulum, 1982), h.
48. 4 Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, (Jakarta: Pustaka Utama Grafitti, 1993), h.
Vii. 5 Panuti Sudjiman, Bunga Rampai Stilistika, h. 14-15.
6 Rochayah Muchali, Pedoman Bagi Penerjemah. (Jakarta: PT Grasindo,2009), h. 86.
3
Penerjemahan sendiri merupakan suatu kegiatan mengalihbahasakan makna
dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Menurut Newmark
penerjemahan yaitu menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain
sesuai dengan yang dimaksud pengarang.7 Berbeda dengan Nida dan Taber yang
dikutip oleh A.Widiyatmaja, menurut mereka “translating consist in
reproducing in the receptor language the closest natura equivalent of the source
message, first in terms of style” (menerjemahkan merupakan kegiatan
menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang sedekat-dekatnya
dan sewajarnya sepadan dengan pesan dalam Bsu, pertama-tama
mengungkapkan makna dan kedua mengungkapkan gaya.8
Dalam perjalananya dinamika penerjemahan ada beberapa hal yang
menyebabkan hasil terjemahan menjadi lebih “hidup” dan lebih sesuai dengan
pesan Tsu. Ada beberapa hal yang terkait dengan dinamika penerjemahan, yang
ditawarkan New-mark, di antaranya: gaya bahasa, konvensi gramatikal, dan
kebudayaan format teks dugaan pada calon pembaca.9
Menurut Hoed, adanya perbedaan struktur bahasa antara Bsu dan Bsa yang
dilibatkan dalam proses penerjemahan mengakibatkan munculnya kendala-
kendala dalam menerjemahkan. Hal ini dikarenakan faktor ketidakserumpunan
7 Machali Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah,(Jakarta: Grasindo,2000) h. 5 8 A.Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994) h. 11 9 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer.
(Tangerang: Alkitabah) h.30-31
4
antara kedua bahasa tersebut sehingga menimbulkan kesulitan yang cukup
besar.10
Nida dan Taber menyatakan bahwa penerjemahan merupakan suatu
kegiatan untuk mencari padanan yang terdekat dan wajar (closest natural
equivalence) dalam Bsa. Padanan harus memiliki makna yang terdekat dengan
makna Bsu, khususnya dalam konteks bahasa dan budaya Bsu. Untuk
mempertahankan makna, penerjemah harus melakukan penyesuaian baik dalam
bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan gaya bahasa yang ada di dalam Bsa.11
Penerjemah harus menghadirkan terjemahan sebagai suatu bacaan yang
enak dibaca dan mudah dipahami. Selain itu, ia juga harus bisa menangkap
pemikiran penulis teks sumber seraya mengalihkanya ke dalam Bahasa target
dengan tingkat kesepadanan teks yang paling mendekati. Kesepadanan teks
hadir manakala sebuah terjemahan dipandang sepadan dengan teks sumber.12
Selanjutnya, mengenai penerjemahan yang peneliti ambil tentunya
menerjemahkan Bahasa Sumber yaitu Bahasa Arab ke dalam Bahasa Sasaran
yaitu Bahasa Indonesia. Dalam hal ini fokus kajian terletak pada hasil
terjemahan mengenai retorika dan gaya bahasa di dalamnya.
10Dewi Puspita Sari, dkk, “Kesepadanan Pada Penerjemahan Kata Bermuatan Budaya
Jepang Ke Dalam Bahasa Indonesia”: Studi Kasus dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki dan
Terjemahannya Botchan Si Anak Bengal oleh Jonjon Johana, Jurnal Izumi, Vol. 3 No. 2, 2014 11 Dewi Puspita Sari, dkk, “Kesepadanan Pada Penerjemahan Kata Bermuatan Budaya
Jepang Ke Dalam Bahasa Indonesia”: Studi Kasus dalam Novel Botchan Karya Natsume Soseki dan
Terjemahannya Botchan Si Anak Bengal oleh Jonjon Johana, Jurnal Izumi, Vol. 3 No. 2, 2014 12Ibnu Bardah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab,
(Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya, 2004), h. 65
5
Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini akan peneliti tulis dalam bentuk
karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Majas Dalam Terjemahan Kitab
Asbabul Wurud Jilid III Karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi”.
B. Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang di atas, peneliti telah merumuskan masalah
sebagaimana berikut:
1. Apa saja macam-macam majas dalam terjemahan kitab Asbabul Wurud
Karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi?
2. Bagaimana cara identifikasi Majas dalam terjemahan kitab Asbabul
Wurud karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui macam-macam Majas dalam terjemahan kitab Asbabul
Wurud karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi.
2. Mengetahui bagaimana cara identifikasi Majas dalam terjemahan kitab
Asbabul Wurud karya Ibnu Hamzah Ad-Damsyiqi .
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini tentunya diharapkan agar dapat memberikan sumbangsih ilmu
pengetahuan dalam bidang penerjemahan, khususnya dalam persoalan metode
penerjemahan teks keagamaan. Sebagaimana diketahui bahwa teks keagamaan
merupakan salah satu teks yang cukup banyak digunakan sebagai bahan
penerjemahan yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan agama dan
6
selalu digunakan dalam kegiatan keagamaan dan ritual-ritual peribadatan
lainnya.
E. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang masih dalam satu tema dengan
penelitian yang dilakukan peneliti sekarang, pada bagian ini peneliti akan
mendeskripsikan persamaan dan perbedaan antara penelitian yang peneliti
lakukan dengan penelitian terdahulu, sebagai berikut:
Pertama, Dafik Hasan Perdana, “Strategi Penerjemahan Bahasa Arab yang
Berterima dan Mudah Dipahami”, Jurnal Lingua Scentia, Vol. 9 No. 1, Juni 2017
Kedua, Gustia Rahmah, “Analisis Metafora dalam Terjemahan Kitab
Asbabul Wurud Jilid II Karya HM Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim” Skripsi
Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ketiga, Novi Aryanita, “Personifikasi dan Simile dalam Terjemahan Kitab
Durratun Nashihin Karya Ahmad Sunarto: Tinjauan Balaghah”, Skripsi Jurusan
Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang peneliti paparkan di
atas, terdapat perbedaan dengan apa yang peneliti teliti yaitu:
1. Korpus penelitian, yakni berupa Kitab Asbabul Wurud baik dari kitab
aslinya maupun kitab terjemahannya.
2. Pembatasan masalah, dalam hal ini peneliti hanya meneliti bagian jilid
III yang dimulai dari halaman 1 sampai dengan 100.
7
3. Sudut pandang, adapun peneliti memfokuskan pada perjemahan
metaforis yang terdapat di dalam teks terjemahan serta
mengidentifikasinya.
F. Metode penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara yang dipergunakan dalam sebuah
penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian atau sering disebut
juga metodologi penelitian adalah sebuah desain atau rancangan penelitian.
Rancangan ini berisi rumusan tentang objek atau subjek yang akan diteliti, teknik
teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan dan analisis data berkenaan
dengan fokus masalah tertentu.13
Metode ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif. Metode kualitatif pula
adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat di pahami.14
Sedangkan deskriptif merupakan metode penelitian yang menganalisis data-data
dalam bentuk karya tulis ilmiah dari gejala-gejala yang diamati kemudian
mendeskripsikanya kedalam hasil penelitian.15
13 N.S. Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008),
h.317. 14 Muhammad, “Metode Penelitian Bahasa”(Yogyakarta: Ar-Ruz Media,2011), h. 165. 15 M. Subana, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah” (Jakarta: Pustaka Setia, 2002).h.17
8
Pada metedologi penelitian ini peneliti ingin memaparkan beberapa antara lain;
1. Fokus penelitian
Penelitian berfokus mendeskripsikan makna majas dalam terjemahan kitab
Asbabul Wurud dan mendeskripsikan penerapan metode penerjemahan teks
keagamaan hadist dalam kitab Asbabul Wurud.
2. Sumber data
Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, peneliti
menggunakan metode kepustakaan (library research) supaya menghasilkan
penelitian yang akurat. Kemudian, agar hasil penelitian lebih maksimal,
peneliti menggunakan sumber data sekunder yang merujuk pada buku,
kamus, internet, dan ensiklopedia. Sedangkan, sumber data primer terkait
dengan penelitian adalah kitab Asbabul wurud
3. Metode penyediaan data
Minimal peneliti melakukan tiga kegiatan dalam menyediakaan data, yaitu
mengumpulkan; memilih, memilah; dan menata. Karena walaupun data
sudah dikumpulkan, data akan tetap sulit dianalisis jika belum ditata dan
dipilah. Oleh karenya, data yang telah dikumpulkan harus dipilah-pilah.
Alternatif pilihan peneliti untuk memilah dan menata data atau bahan
analisis adalah dengan melakukan pengelompokan berdasarkan konteks
data, dimana pengelompokan ini merujuk pada fenomena yang
mengandung dan tentunya berkaitan langsung dengan masalah penelitian.16
4. Analisis data
16 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 200.
9
Berikut ini, peneliti akan memaparkan langkah-langkah analisis yang
dilakukan agar penelitian ini dilaksanakan secara sistematis, bertahap, dan
maksimal. Tahap penelitian yang dijalani oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Membaca teks terjemahan secara keseluruhan.
b. Memperhatikan pola kalimat dan penggunaan diksi di dalamnya.
c. Mengidentifikasi kalimat metaforis.
d. Mengelompokan data yang mengandung dan berkaitan langsung
dengan masalah penelitian.
e. Menganalisis data yang sudah dikumpulkan.
5. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi atau
mengelompokan data. Dalam rangka pengklasifikasian dan pengelompokan
data, tentu harus didasarkan pada tujuan penelitian. Hasil penelitian akan
disajikan dengan metode informal. Hasil analisis disajikan melalui
perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan
terminologi yang bersifat teknis.
6. Teknik Penulisan
Secara teknis skripsi ini berpedoman pada buku pedoman penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang berlaku dilingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan.
10
G. Sistematika Penulisan
Berdasarkan karya ilmiah yang sistematis, maka peneliti memaparkan
sistematika penulisan sbb:
BAB I Pendahuluan, adapun isi dari pendahuluan yaitu latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan pnelitian, manfaat penelitian,
metodologi penelitian, sistematika penulisan.
BAB II Kerangka Teori; Dalam bab ini penulis menyajikan pembahasan
tentang landasan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori
tentang Penerjemahan, Teks keagamaan dan Majas. Sehingga dapat dijadikan
acuan untuk bab iv yaitu analisis objek penelitian.
BAB III Gambaran Umum Kitab Asbabul Wurud Karya Ibnu Hamzah ad-
Dimasyqi, yang berisi tentang biografi pengarang kitab tersebut maupun
biografi dari penerjemahnya, serta karya-karya Ibnu Hamzah ad-Dimasyqi
maupun karya terjemahan dari HM Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim.
BAB IV Temuan penelitian dan menyampaikan tentang temuan dan
analisis mengenai majas metafora, serta mengidentifikasi jenis-jenisnya.
BAB V Penutup; dalam bab terakhir ini terdapat kesimpulan dan saran atau
rekomendasi, yang diharapkan hasil dari skripsi ini dapat dijadik referensi
untuk menambah khazanah keilmuan terutama dalam bidang penerjemahan.
11
BAB II
TEORI
A. Penerjemahan
Menurut Moeliono unsur-unsur linguistik yang diekuivalensikan dengan
bahasa penerima mencakup hal-hal berikut.
Pertama, masalah ejaan dan tanda baca. Masalah ini berkaitan dengan
transliterasi dan transkripsi kata-kata yang diambil dari bahasa sumber. Kedua,
morfologi. Di sini penerjemah diharapkan. Di antaranya, pada dua masalah:
perbedaan kelas kata dan perbedaan kategori gramatis. Ketiga, tata kalimat,
pada tataran ini penerjemah berhadapan dengan masalah urutan kata dan frase,
hubungan koordinasi dan subordinasi, dan aposisi. Keempat, leksikon. Di
antara masalah yang dihadapi penerjemah pada aspek ini ialah pemadanan
istilah istilah khusus, bukan kata-kata bersifat umum.17
Kata dilihat dari makna yang dipakai pada kata itu. Dilihat dari sudut ini,
kata terbagi atas empat macam seperti dipaparkan berikut ini.
1) Majaz. Istilah majaz berasal dari ajaza al-maudhi’a yang berarti
meninggalkan dan menempuh suatu tempat. Jika ditilik dari kajian hukum,
majaz berarti perpindahan satu kondisi ke kondisi lain. Secara
terminologis, majaz berarti perpindahah turunan dari yang hakiki kepada
yang bukan hakiki.
2) Hakikat, ialah sebuah kata yang dipakai untuk makna yang sebenarnya.
17Syihabudin, Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005), h.13
11
12
3) Mufassir,fassara berarti menerangkan atau menjelaskan. Tafsir berarti
menyingkapkan maksud tuturan yang kompleks. Dari pengertian harfiah
ini istilah mufassir dapat didefinisikan sebagai kata yang jelas maknanya
tanpa memerlukan petakwilan.
4) Muhkam, adalah sebuah kata yang sangat jelas maknanya sehingga tidak
menimbulkan keraguan dan perselisihan perdebatan di antara para
penerimanya dan tidak mungkin di ta’wil serta diperbaiki. Inilah jenis kata
atau tuturan yang paling tinggi peringkat kejelasanya di antara keempat
jenis tuturan yang ada.18
B. Metode Penerjemahan Teks Keagamaan
1. Definisi Teks Keagamaan
Definisi teks keagamaan menurut Hoed, teks keagamaan adalah teks yang
subtansinya didominasi oleh tema dan topik-topik yang bersumber pada satu
agama atau lebih. Bentuk teks keagamaan beragam. Dalam islam, teks
keagamaan bisa ditemukan pada Alquran, hadis, kitab tafsir, kitab fiqih, kitab
tasawuf, kitab akhlaq, dan yang lain. Kebetulan teks keagamaan dalam islam
didominasi teks yang berbahasa Arab.19
2. Penerjemahan Alquran
Pada pembahasan ini yang di magsud Penerjemahan Alquran adalah
mengalih pesan Alquran, ke bahasa asing selain bahasa Arab, agar dapat
dikaji oleh mereka yang tidak menguasai bahasa Arab, sehingga dapat di
18Syihabudin, Penerjemahan Arab Indonesia...h.23-26
19Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer...
h.97
13
mengerti maksud dari firman Allah tersebut sesuai pemahaman umum yang
diterima oleh umat islam.
Ada beberapa yang harus kita ketahui mengenai teknik umum yang harus
oula diketahui seseorang yang hendak menerjemahkan al-Quran, seperti
berikut:
1) Penulisan miring pada penerjemahan ayat
2) Penerjemahan informasi ayat dituliskan sesuai dengan kelaziman
yang dipakai, seperti selingkung yang berlaku;
3) Penerjemahan ayat sebaiknya diapit oleh tanda petik ganda;
4) Penerjemahan harus mengacu pada penerjemahan yang lain yang
telah disepakati keakuratanya oleh banyak kalangan, meskipun tetap
dibenarkan melakukan penyuntingan bahasa, bukan isi terjemahan;
5) Penerjemahan al-Quran didalam teks lain, biasanya didahului
dengan kuasa Allah swt.Berfirman. ini bukan merupakan keharusan.
Penerjemahan bisa memodifikasinya.20
3. Penerjemahan Hadis
Secara epistemologis, hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah
al-Quran (al-mashdar al-tsani fi al-tasyri” al-islami). Dikatakan sebagai
sumber ajaran kedua, karena hadis merupakan penjelas terhadap ayat-ayat
al-Quran yang masih umum. Meskipun di lain waktu secara mandiri hadis
dapat berfungsi sebagai penetap suatu hukum yang belum ditetapkan oleh
Alquran. Hadis sendiri terdiri dari sanad (deretan nama-nama informan yang
20Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer... h.99-102
14
menghubungkan antara guru-murid hingga ke Nabi Muhammad Saw) dan
matan (substansi informasi tentang diri Nabi Muhammad Saw).
4. Asbabul Wurud
Asbabul Wurud adalah sebab-sebab atau sesuatu yang membatasi arti kepada
suatu hadis, bisa dalam hal definisi ‘am atau khash, mutlak atau terbatas dan
seterusnya. Selain itu, sebagaimana Hasbi ash-Shiddiqi yang menyatakan
bahwa Asbabul Wurud merupakan ilmu untuk memperoleh sebab-sebab
munculnya hadis.21
Adapun hadis dilihat dari segi Asbabul Wurud atau penyebab munculnya
hadis itu ditentukan oleh beberapa hal, di antaranya:22
1. Terdapat ayat al-Quran yang perlu dijelaskan oleh rasulullah SAW,
sebab salah satu fungsi hadis sebagai tafsir atau penjelas bagi al-
Quran.
2. Hadis yang isi atau matanya masih perlu dijelaskan oleh rasulullah
SAW, yang mana juga berfungsi sebagai Asbabul Wurud hadis itu.
3. Adanya pertanyaan maupun permasalahan yang muncul dari para
sahabat.
21 Adi Fadli, “Asbab al-Wurud; antara Teks dan Konteks”, EL-HIKAM: Jurnal pendidikan
dan Kajian Keislaman, Vol. VII, No. 2, (Juli-Desember 2014)
22 Ibnu Hamzah Ad-Damasyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang Historis Timbulnya
Hadis-hadis Rasul (Jakarta-Kalam Mulia, 1996) ha. vi
15
C. Metafora
1. Definisi Metafora
“Majas metafora adalah suatu gaya bahasa dalam karya sastra yang
bermakna kiasan untuk menggambarkan suatu objek dengan perbandingan
langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hamper sama dengan
objek lainya.”
Pada dasarnya metafora merupakan perbandingan implisit yang mana
satu dari unsurnya mempunyai makna yang berkaitan dengan topik yang
diperbandingkan.23 Apabila metafora dilihat dari segi ilmu balaghah, sering
dirujuk pada istilah al-Isti’arah yaitu penggunaan kata yang menyatakan
makna lain dari makna sebenarnya atau bahasa kiasan.24
Meskipun sering digunakan, metafora ini sering disebut sebagai ekspresi
yang misterius karena maknanya sulit dijelaskan, apalagi diterjemahkan,
sehingga metafora dipandang sebagai bagian paling sulit dalam tugas
penerjemahan. Menurut Newmark, masalah utama dalam penerjemahan
secara umum adalah pemilihan metode penerjemahan bagi sebuah teks,
sedangkan masalah penerjemahan yang paling sulit secara khusus adalah
penerjemahan metafora.25 Di satu pihak, tidak sedikit ahli penerjemahan,
seperti Nida, Vinay dan Darbelnet, yang menganggap metafora tidak bisa
23 M. Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 149. 24 Mohammad Syukri bin Abd Rahman dan Muhammad bin Seman, “Metafora al-Isti’arah
dalam Hadis Rasulullah s.a.w,: Tumpuan Terhadap Hadis-hadis Kitab Riyad al-Shalihin”. HADis:
Jurnal Ilmiah Berimpak, (Juni 2014), h. 11. 25 Peter Newmark, A Textbook of Translation. (New York: Prentice-Hall International,
1988), h. 104.
16
diterjemahkan. Akibatnya, teori dan kajian tentang penerjemahan metafora
yang tersedia sangat minim.
Larson, menjelaskan enam penyebab sulitnya memahami dan
menerjemahkan metafora. Penyebab pertama adalah citra yang digunakan
dalam metafora mungkin tidak lazim dalam Bsa. Sebagai contoh, ungkapan
“white as snow” tidak begitu dipahami oleh penutur bahasa Indonesia.
Ungkapan itu lebih baik diterjemahkan menjadi “seputih kapas”. Kedua,
topik metafora tidak selalu dinyatakan dengan jelas. Sebagai contoh,
ungkapan “the tide turned against the government” sulit dipahami pembaca
karena ketidaktahuan bahwa “the tide” mengacu pada “opini publik”. Ketiga,
titik kesamaan kadang-kadang implisit sehingga sulit diidentifikasi atau
mengakibatkan pemahaman yang berbeda bagi penutur bahasa lain. Sebagai
contoh, ungkapan “He is a pig” bisa diapahami menjadi “Dia jorok”, atau
“Dia rakus” dalam budaya tertentu. Ke empat, perbedaan budaya BSu dan
BSa dapat membuat penafsiran yang berbeda terhadap titik kesamaan. Ke
lima, BSa mungkin tidak membuat perbandingan seperti yang terdapat pada
metafora TSu. Sebagai contoh, bahasa Inggris mengungkapkan perdebatan
yang sengit dengan ungkapan “storm”, seperti dalam “There was a storm in
the parliament yesterday”, namun bahasa lain mungkin menggunakan “fire”,
bukan “storm” untuk menyatakan hal yang sama. Keenam, setiap bahasa
memiliki perbedaan dalam penciptaan dan penggunaan ungkapan.26
26 Larson, Mildred L. Meaning-Based Translation: a Guide to Cross-Language
Equivalence. (Lanham and London: University Press of America, 1998), h. 275-276.
17
Newmark merupakan salah satu pakar penerjemahan yang yakin bahwa
metafora dapat diterjemahkan. Menurut Newmark secara garis besar,
penerjemahan metafora dilakukan dalam dua langkah: (1) mengidentifikasi
tipe metafora yang akan diterjemahkan, dan (2) menentukan prosedur
penerjemahan yang sesuai untuk mengalihkan metafora tersebut ke dalam
Bsu.27
Moon dan Knowless merumuskan konsep metafora kedalam dua bagian
yaitu metafora kreatif dan konvensional. Metafora kreatif merupakan
metafora yang biasa dipakai untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan,
perasaan tertentu dalam konteks tertentu dan menuntut lawan bicara atau
pembaca untuk mengeri makna di dalamnya, sedangkan metafora
konvensional ialah jenis metafora yang sudah biasa digunakan dalam
masyarakat.28 Moon dan Knowles merinci metafora kedalam 4 bagian di
antaranya: Personafikasi, Simile, Metonimi, Sinestesia.29
1) Personifikasi, yaitu semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Contoh:
angin yang meraung di tengah malam menambah ketakutan kami.30
27 Peter Newmark. Approaches to Translation: A Guide to Cross-Language Equivalence.
(Oxford: Pergamon Press, 1981), h. 88. 28Akhmad Saifudin, “Metafora dalam Lirik Lagu Kokaro No Tomo Karya Itsuwa
Mayumi”, Jurnal Lite, Vol. 8, No. 2, (September 2012) h. 95-96. 29 Murray Knowles dan Rosamund Moon, Introduching Metaphor. (London: Routledge,
2006), hal. 3. 30 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.
140.
18
Jika dilihat dari segi teori balaghah dikenal dengan istilah جماز لغوي
majaz lughawi. Adapun yang dimaksud dengan majaz lughawi ialah:
هو اللفظ املستعمل يف غري ما وضع له لعالقة مع قرينة مانعة من ارادة اجملاز
املعىن احلقيفي
Majaz adalah kata yang digunakan bukan pada tempatnya karena
ada alaqah serta qarinah yang mencegah dari arti yang sebenarnya.31
2) Simile, yaitu perbandingan antara suatu hal dengan hal lain secara
eksplisit. Contohnya: kau bagaikan arjuna, bagai sang surya menyinari
dunia. Jika ditinjau dari segi ilmu balaghah, maka sering dikenal dengan
istilah التشبيه at-tasybih yang definisinya yaitu:
التشبيه هو إحلاق أمر أبمر آخر يف وصف أبداة لغرض
Menyerupakan sesuatu dengan sesuatu lain dalam satu sifat dengan
menggunakan alat karena ada tujuan.32
Adapun menurut Jhon Saeed simile merupakan majas yang
membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lainnya dengan
menggunakan kata penghubung atau kata pembanding. Simile berasal
31 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa alquran Balaghah I (Ilmu Bayan), (Jakarta:
Adabia Press, 2014), h. 61.
32 Ahmad Syatibi, Pengantar Memahami Bahasa alquran Balaghah I (Ilmu Bayan), h. 2.
19
dari bahasa Latin yang mempunyai arti kemiripan atau persamaan,
secara teknis merupakan perbandingan dua bentuk obyek dengan
beberapa kesamaan dan menggunakan kata penghubung, seperti,
laksana, bagaikan, seumpama.
3) Metonimi, yaitu suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata
untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang
sangat dekat. Contohnya: ia membeli sebuah chevrolet.33 Metonimi
dalam ilmu balaghah disebut juga dengan al-kinayah yaitu cara
penyampaian kata yang mempunyai makna konotatif. Kinayah atau
majaz hampir sama karen keduanya mempunyai makna konotatif, hanya
perbedaanya kalau kinayah dapat dipahami dengan makan denotatif
sedangkan majaz tidak.34
4) Sinestesia, yaitu perumpamaan yang didasarkan pada indera, baik
penglihatan, rasa, sentuhan, pendengaran, dan penciuman. Contohnya:
lawakanmu garing sekali.
Dalam pandangan Newmark, metafora dapat berupa sebuah kata atau
kata yang diperluas semisal kolokasi, idiom, kalimat, pribahasa, alegori, teks
imajenatif yang lengkap. Pada dasarnya penuangan metafora mempunyai dua
tujuan:
1) Tujuan Refensial (Referential Purpose) berfungsi untuk mencandarkan
suatu proses menta, kedaan, konsep, objek, kualitas, atau tindakan
33 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 142. 34 Yayan Nurbayan, “Implikasi Hermeneutis dan Pedagogis Perbedaan Pemahaman Ayat-
Ayat Kinayah dalm al-Quran”, Jurnal PBA UPI Bandung, h. 2.
20
secara lebih ringkas dan komprehensf dibanding dengan menggunakan
ungkapan-ungkapan yang bersifat literal, tujuan ini bersifat kognitif. 35
2) Tujuan Pragmatik (Pragmatic Purpose) berfungsi untuk melahirkan
makna tertentu, menarik perhatian, memperjelas, menyenagkan,
menggembirakan, dan membuat kejutan. Tujuan kedua ini bersifat
esteties.36
Paparan di atas mengungkapkan bahwa keunikan metafora dalam
penerjemahan membuat pandangan para ahli terhadap metafora ini cukup
beragam. Sebagian ahli menganggap metafora tidak bisa diterjemahkan.
Sebagian lagi berpendapat, metafora bisa diterjemahkan. Bahkan tidak sedikit
yang menjaga jarak dengan permasalahan ini sehingga teori dan kajian
tentang penerjemahan metafora masih sangat sedikit. Berdasarkan prosedur
dan strategi yang ada, terlihat bahwa keunikannya membuat penerjemahan
setiap metafora perlu diawali dengan pemilahan elemen-elemen yang ada dan
analisis terhadap unsur-unsur itu untuk memperoleh pemahaman linguistik,
kultural, dan konteks eksternal maupun internal lainnya.
2. Perubahan Makna
Pada sebuah diksi, penulis juga perlu mewaspadai kemungkinan makna
sebuah kata berubah sesuai dengan ruang dan waktunya. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Ada
35 M. Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, h. 149. 36 M. Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, h. 149.
21
beberapa kemungkinan terjadinya perubahan makna:perluasan, penyempitan,
ameliorasi, peyorasi, sinestesia, dan asosiasi.
Perluasan makna artinya dalam ruang lingkup makna yang baru lebih luas
dari pada makna yang lama, misalnya: hubungan kekerabatan yang dulunya
hanya digunakan untuk panggilan dikalangan keluarga, sekarang digunakan
secara umum: saudara, bapak, ibu, kakek, nenek, adik, dan sebagainya. Dulu:
putra-putri hanya untuk anak raja (putra bangsawan), sekarang digunakan
untuk semua anak.
Penyempitan makna artinya dalam ruang lingkup makna yang baru
lebih sempit daripada makna yang lama (makna aslinya). Makna ustad
(ustadz) dan ustazah (ustadzah) bermakna asal guru, sekarang bermakna guru
agama saja. Kasus kata seperti ini harus terjadi pada tabib, ulama, pendetadan
sarjana.
Ameliorasi adalah perubahan makna lama yang menghasilkan makna
baru terasa lebih tinggi atau lebih baik daripada makna asalnya (makna lama).
Kata istri lebih baik dari pada bini, kata wanita lebih baik dari pada kata
perempuan, kata hamil lebih baik daripada kata bunting. Kata perempuan
pada mulanya bermakna positif yaitu orang yang mempunyai.
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan indera
yang berlainan kata manis, pahit, dan asam dirasakan di lidah (alat pengecap).
Asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat.
Kata ampelop bermakna pembungkus surat. Namun, dalam situasi yang lain,
bisa digunakan untuk pembungkus uang. Berdasarkan persamaan sifatnya itu,
22
ampelop berarti juga uang sogokan, misalnya jika ingin cepat selesai, kamu
berikan saja ampelop kepadanya. Demikian pula untuk kata lintah darat
untuk orang yang meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Lintah ialah
binatang penghisap darah biasanya ia menghisap darah.37
3. Penyesuaian dalam Kalimat Bahasa Arab
Pada susunan subjek dan predikat dalam jumlah ismiyyah harus selamanya
sesuai. Maksudnya, bila subjeknya mufrod (tunggal), maka predikatnya juga
mufrod. Bila predikatmya mutsanna: (dual), atau jama’ (jamak), maka
predikatnya juga harus Mutsanna. Atau jama’. Bila subjeknya muannats
(feminim), maka predikatnya pun muannats. Demikian juga bila mudzakkar
(maskulin). Contoh penyesuaian dalam jumlah ismiyyah adalah sebagai
berikut:
Al-walad mujtahid ‘anak itu tekun’
Al-walada:n mujtahida:n‘dua anak itu tekun’
Al-muslimu:n mujtahidu:n ‘anak-anak itu tekun’
Al-mar’ah mujtahidah ‘wanita itu tekun’
Al-binta:n mujtahidata:n ‘dua anak (pr.) itu tekun’
Al-bana:t mujtahida:t ‘anak-anak (pr.) itu tekun’
Oleh karena itu, susunan dalam jumlah subyek dan predikat dalam
jumlah fi’liyyah yang disesuaikan hanya jenisnya saja. Bila subjeknya
muannats maka predikatnya juga muannats. Demikian juga bila mudzakkar,
37Mahmudah Fitriah, Pembinaan bahasa indonesia, (UIN jakarta press: Ciputat), h.87-89
23
maka predikatnya pun harus mudzakkar. Contoh penyesuaian dalam jumlah
ismiyyah adalah sebagai berikut:
Yaqra’ al-tha:lib ‘siswa itu membaca’
Taqra’ al-thalibah ‘siswa itu membaca’
Yaqra’ al-tha’liban ‘dua siswa itu membaca’
Taqra’ al-tha:libata:n ‘dua siswa itu membaca’
Yaqra’ al-thulla:b ‘siswa-siswa itu membaca’
Taqra’ al-tha:liba:t ‘siswi-siswi itu membaca’38
4. Perluasan Unsur
Unsur kalimat, seperti subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan,
dapat diperluas sehingga informasi tentang unsur-unsur itu menjadi lebih
lengkap. Perluasan ini diartikan sebagai pengubahan unsur-unsur dengan
penambahan, pemindahan, ataupun peniadaan.
5. Perluasan Nomina
Nomina, baik yang berfungsi sebagai subyek maupun obyek, dapat
diperluas dengan penambahan kata, frasa, atau anak kalimat. Penambahan
ini dapat dilakukan dengan keterangan yang berkonjungsi yang atau tanpa
konjungsi.
a. Perluasan dengan ‘yang’
Nomina subjek atau objek dapat diperluas dengan penambahan
keterangan ‘yang’ dapat dikategorikan berkonjungsi ‘yang’
38 Moch. Syarif Hidayatullah, Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern), (Jakarta
: UIN Syarif Hidayatullah), h. 107-108.
24
walaupun tidak selalu yang itu di ekplisitkan. Keterangan yang
berkonjungsi ‘yang’ itu biasanya menyatakan keterangan pewatas.
b. Perluasan dengan Penderetan Unsur Keterangan tanpa
Konjungsi
Nomina subjek atau objek dapat diperluas dengan keterangan
pewatas tanpa konjungsi yang. Penambahan keterangan itu dapat
dilakukan dengan menderet saja unsur keterangan dibelakang subjek
atau objek itu.39
39Dendy Sugono, Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar, (Jakarta : PT Gramedia,
2009 ), hal.146-148.
25
BAB III
GAMBARAN UMUM KITAB TERJEMAHAN
ASBABUL WURUD JILID III
A. Kitab Asbabul Wurud Jilid III
Kitab Asbabul Wurud Jilid III merupakan kitab seri terakhir dari kitab
Asbabul Wurud yang membahas latar belakang historis timbulnya hadits-
hadits Rasul. Kitab ini dicetak pada bulan Maret 2002, yang merupakan
karangan asli Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi ad-Dimasyqi (1054-1120
H), lalu diterjahkan oleh H.M. Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. Di
samping itu, kedua penerjemah ini mendapat dorongan dari alm. Bapak H.
Bakar Ibrahim dan juga Direksi Kalam Mulia yaitu Ibu Hj. Sumarni Bakar.
Adapun kitab ini, dicetak oleh Radar Jaya Offset dan diterbitkan oleh
penerbit Kalam Mulia Jakarta, yang tepatnya beralamat di Jalan Teladan No.
2 Johar Baru V, Jakarta Pusat. Selain itu, kitab ini juga telah diterbitkan
kembali oleh Penerbit Kalam (Kuala Lumpur-Malaysia) yang sengaja
diterbitkan untuk para pembaca di negara Malaysia. Selanjutnya, kitab
Asbabul Wurud Jilid III ini dimulai dari hadis nomor 1170 hingga 1832 yang
berjumlah 493 halaman.
B. Biografi Penerjemah
Pada bagian ini peneliti akan menyampaikan mengenai biografi penerjemah.
Biografi ini peneliti tulis berdasarkan hasil wawancara dengan bapak
25
26
Zafrullah Salim selaku penerjemah kitab Asbabul Wurud karya Ibnu Hamzah
Ad-Dymasiqi.
Zafrullah Salim merupakan seorang penerjemah kelahiran 1 April 1953
Sulit Air-Padang.Beliau pernah bersekolah di SD Sulit Air selama 6 tahun
pada tahun 1959-1965, kemudian beliau melanjutkan sekolahnya SMP Sulit
Air pada tahun 1966-1968, beliau sangat gemar belajar Bahasa Arab sejak
kelas 2 SMP, gemar dalam mengumpulkan kosa-kata dan juga mempelajari
dasar-dasar dari Bahasa Arab, sejak beliau lulus SMP ada niatan untuk
melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Darussalam Gontor-Ponorogo.
Beliau sudah sangat berniat sekali ingin pergi menimba ilmu diantar oleh
Kakak kandungnya untuk pergi, namun sang Ayah melarangnya karena
terlalu jauh dan menyarankan untuk melanjutkan studinya hanya disini saja.
Kemudian beliau melanjutkan studinya di SPAIN (SMA) Sulit Air-
Padang pada tahun 1969-1971.Semakin bertemu dengan pelajaran Bahasa
Arab semakin mahir dalam berbahasa Arab.Kemudian setelah lulus SMA
beliau melanjutkan studinya ke IAIN Sunan Kali Jaga (Yogyakarta) pada
tahun 1972-1977 Jurusan Tafsir-Hadist. Di jurusan ini hampir tidak sama
sekali beliau bertemu dengan pelajaran Bahasa Indonesia, karena hampir
semua mata kuliah berbau Bahasa Arab semua, semakin dipelajari semakin
mahir pula beliau untuk memperdalam Nahwu-Sharaf dan menerjemahkan
Bahasa Arab. Setelah lulus pada tahun 1977 beliau pergi ke Jakarta dan
diangkat sebagai asisten Prof. Ibrahim Hosen selama 2 tahun, kemudian pada
tahun 1983 beliau pernah diangkat menjadi Staff Badan Pembinaan Nasional.
27
Pada tahun 1985 pergi ke Indiana University Scholl of Low
(1Semester).Pada tahun 1988-1989 dan pada tahun 1988-1989 pergi ke
Belanda di Leiden Wetgevings Teelink. Pada tahun 1990 pernah menjadi
dosen di Perguruan Tinggi Tawalib-Jakarta. Dan sampai sekarang ini beliau
mengabdi di Dewan Syariah Nasional MUI-Jakarta Pusat sebagai Anggota
Bidang IKNB BPH. Selain itu beliau juga mengabdikan dirinya di Jimly
School sebagai Wakil Direktur Jimly School of Law and Government.40
40 Wawancara dengan Bapak Drs. H. Zafrullah Salim, M.Hum. di gedung MUI (Majelis
Ulama Indonesia) Jakarta Pusat.
28
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Temuan Penelitian
Berikut peneliti memaparkan temuan penelitian mengenai majas metafora
yang terdapat dalam terjemahan kitab Asbabul Wurud jilid III karya Ibnu
Hamzah Ad-Damsyqi. Penelian yang dilakukan oleh peneliti difokuskan pada
halaman 1 sampai halaman 100. Sedangkan majas metafora yang peneliti
temukan antara lain; simile, personifikasi, dan metonimi yang akan disampaikan
dalam bentuk table berikut:
Tabel 1.1: Temuan data.
No Teks Sumber Teks Sasaran
No
Hadis/Hlm
Keterangan
1
ت م أ ن م م و ق من ت ب ج ع
وك ل م ال ك ر ح الب ن و ب ك ر ي
ة ر س ى ال ل ع
Aku kagum akan umatku,
mereka mengarungi lautan
laksana raja-raja di atas
wilayah kekuasaannya.
1173 / 3 Simile
2 Ampunan Allah lebih besar ك وب ن ذ ن م ب ك أ للا و ف ع
dari dosa-dosamu.
1177 / 6 Metonimi
3
م ل الع ن إ ، ف م ل لع ب ك ي ل ع
ه ر ي ز و م ل احل و ن م ؤ م ال ل ي ل خ
Hendaknya kau memiliki
ilmu, karena ilmu itu
sahabat karibnya orang
1186 / 12 Personifikasi
dan
Metonimi
28
29
ل م ع ال ، و ه ل ي ل د ل ق ع ال و
ن ي الد و ه و ب أ ق ف الر و ه م ي ق
ه ري م أ ب الص و ه و خ أ
yang beriman. Hendaklah
kau memiliki sifat pemurah,
sebab pemurah itu
pembantunya orang yang
beriman. Hendaklah kau
memiliki dan memelihara
akal, sebab akal itu petunjuk
orang yang beriman.
Hendaklah kau beramal,
sebab amal itu nilainya
orang yang beriman.
Hendaklah kau memiliki
keramahan, sebab
keramahan itu ayahnya
orang yang beriman.
Hendaklah kau memiliki
kelembutan, sebab
kelembutan saudaranya
orang yang beriman.
Kemudian hendaklah kau
memiliki kesabaran, sebab
sabar itu merupakan
30
komandan pasukannya
orang yang beriman.
4
ىد ي أ ا ف م أس لب ب ك ي ل ع
،ع م الط و ك ي إ و ،اس الن
ر اض ح ر ق ف ه ن إ ف
Hendaknya kau berhati-hati
terhadap putus asa dari apa
yang ada pada tangan-
tangan manusia. Janganlah
kau serakah sebab serakah
itu kefakiran jiwa yang
selalu hadir.
1187 / 13 Metonimi
dan
personifikasi
5
ى ل ي ك بت ق و ى للا ت ع ع ا
بري ع ل ى ك ل ش ر ف و ال ت ك
Hendaklah kau selalu
bertaqwa kepada Allah SWT
dan bertakbir pada setiap
jalan mendaki.
1188 / 14 Metonimi
6
ن ا ع ل ي ك بت ق و ى للا ف إ
ج اع ك ل خ ري و ع ل ي ك
ب اني ه اد ف إن ه ر ه ة بل
، و ع ل ي ك بذك لمي س ر امل
و ة كت اب للا ف إن ه للا و تال
Hendaklah kau selalu
bertaqwa kepada Allah,
sebab taqwa itu himpunan
semua kebaikan. Hendaklah
kau berjihad, sebab jihad itu
“pendetanya” kaum
muslimin. Hendaklah kau
selalu berzikir kepada Allah
dan membiasakan membaca
kitab-Nya, sebab kitabullah
1189 / 14 Metonimi,
Personifikasi,
dan Simile
31
ر ن و ر ل ك يف ال ر ض و ذك
ز ن ل ك يف الس م اء، و اخ
ك لس ان ك إل من خ ري ف إن
.لك ت غ لب الش ي ط ان بذى
itu merupakan cahaya
bagimu di bumi dan
peringatan bagimu di langit,
dan kuncilah lidahmu
kecuali dari perkataan yang
baik, maka sesungguhnya
dengan demikian engkau
akan dapat mengalahkan
setan.
7
قي ة ال د م ا ل ت ع ل ي ك م أب س
ث ع ل ى أ ف و اهه ا ي ال
Hendaklah kalian meminum
dengan air minuman yang
dibawa dengan geribah yang
diikat mulutnya.
1206 / 26 Simile
8
م،ال ك ال ة ل ق ب م ك ي ل ع
،ان ط ي الش م ك ن ي و ه ت س ي ل و
ن م م ال الك ق ي ق ش ت ن إ ف
ان ط ي الش ق ائ ق ش
Hendaklah kau sedikit bicara
dan jangan menurutkan
kehendak setan sebab orang
yang berbelit-belit bicara
termasuk saudara kandung
setan.
1208 / 27 Metonimi
32
9
،اد اص ق ي د ه م ك ي ل ع
،اد اص ق ي د م ه ك ي ل ع
ه ن إ ف ،اد اص ق ي د م ه ك ي ل ع
ه ب ل غ ي ن ي ا الد ذ ه اد ش ن ي م
Hendaklah kau (ikuti)
petunjuk yang mudah,
untukmu petunjuk yang
mudah, untukmu petunjuk
yang mudah. Sebab siapa
yang memperberat Agama,
itu akan menyulitkannya.
1210 / 28 Personifikasi
10
ن م ن و ر ه ة ل ز ن ىن م ي ل ع
يد ع ب ب ن ل ه ن أ ل ى إ س و م
Ali terhadap diriku
berkedudukan (seperti)
Harun terhadap Musa,
hanya tidak ada Nabi setelah
aku.
1213 / 30 Simile
11
،ي ن م ؤ م ال ب و س ع ي ي ل ع
ب و س ع ي ال م ال و
.ي ق اف ن م ال
Ali memimpin orang-orang
yang beriman, sedang harta
memimpin orang-orang
munafik.
1214 / 31 Personifikasi
12
ل د ع ن ان ض م ر ف ة ر م ع
ة ج ح
Satu (kali) umrah pada bulan
Ramadhan mengimbangi
satu (kali) haji.
1216 / 32 Simile
33
13
،ت م أ م ي ك ح ر ي و ع
ش ي ع ي ت م أ د ي ر ط ب د ن ج و
للا و ،ه د ح و ت و ي و ،ه د ح و
ه د ح و ه ث ع ب ي
Uwaimir adalah hakim
umatku. Jundub adalah
petualang umatku. Ia hidup
sendirian, mati sendirian dan
akan dibangkitkan sendirian.
1221 / 35 Simile
14
ا له ر ى مري اث ل ه الع م
Al-‘Umra itu (menjadi) harta
warisan untuk keluarganya.
1226 / 39 Metonimi
15
ء ي ش ن اك و ل و ق ح ي الع
ي الع ه ت ق ب س ر د الق ق اب س
.وال س اغ م ف ت ل س ت ا اغ ذ إ و
Al-‘Ain (pandangan, sihir
mata, hipnotis) itu
kenyataan. Seandainya ada
sesuatu yang dapat
mendahului takdir, sihirlah
yang akan (dapat
mendahuluinya). Dan jika
kalian dimintai (untuk)
mecucinya, maka cucilah
(mata itu).
1228 / 41 Simile
16
ن ن ذ ال و ،ن ال ي ل د ان ن ي الع
،ان ج ر ت ان س ل ال و ،ان ع م ق
Kedua mata itu petunjuk,
kedua telinga itu corong,
lidah itu penterjemah, kedua
1229 / 42 Simile
34
د ب ك ل او ،ان اح ن ج ان د الي و
،ك ح ض ال ح الط و ،ة ح ر
ان ي ل ك ال و ،س ف ن ة ئ الر و
ا ذ إ ف ،ك ل م ب ل ق ال و ،ر ك م
ت ح ل ص ك ل م ال ح ل ص
ك ل م ال د س ا ف ذ إ و ،ه ت ي ع ر
.ه ت ي ع ر ت د س ف
tangan itu sayap, hati itu
rahmah, limpa itu madu,
paru-paru itu nafas, kedua
ginjal itu pengairan dan
kalbu itu raja. Apabila raja
itu baik, baiklah rakyatnya,
apabila ia rusak, rusak pula
rakyatnya.
17
غ طوا ح ر م ة ع و ر ته ف إن
ر م ة ح ر م ة ع و ر ة الص غري ك ح
بري ، و ل ي ن ظ ر للا ع و ر ة ال ك
ك اشف ع و ر ة . إ
Tutuplah kehormatan
auratnya maka
sesungguhnya kehormatan
aurat anak kecil seperti
kehormatan aurat orang
dewasa. Sebab Allah tidak
akan melihat kepada orang
yang membuka auratnya.
1231 / 44 Simile
35
18
ا ف م س ي ال و ه ىن الغ
اس ى الن د ي أ
Kecukupan itu ialah tidak
mengharap terhadap apa
yang ada pada tangan-
tangan manusia.
1234 / 46 Metonimi
19
ت ك م ع ل ى ال ب ي ض اء ق د ت ر ك
اره ا ل ي زي غ ن ه ا ل ي ل ه ا ك ع ن ه
ب ع دي إل م الك و م ن
ي عش من ك م ف س ري ى
ا ف ع ل ي ثري فا ك تال ك م ا اخ
ة ع ر ف ت م من س ن ت و س ن
دي ي ال ل ف اء الر اشدي ن ال م ه
، ع ضوا ع ل ي ه ا بلن و اجذ
ان و ع ل ي ك م بلط اع ة و إن ك
م ؤ من ع ب دا ح ب شيا ف إن ا ال
Sungguh telah kutinggalkan
kalian di tempat yang terang
di mana malamnya seperti
siangnya. Tidak akan
tergelincir daripadanya
setelah aku kelak kecuali
orang itu binasa dan siapa
yang hidup di antara kalian,
niscaya ia akan melihat
perselisihan paham yang
banyak, maka wajiblah bagi
kalian (berpegang teguh)
kepada apa yang telah
kalian ketahui daripada
sunnah-ku dan sunnah
khulafaurrasyidin yang
mendapat petunjuk, gigitlah
dengan gerahammu; dan
hendaklah kalian selalu taat
1260 / 65 Simile
36
ي ث م ا ق ي د ك ال م ل ال نف ح
ان ق اد .
sekalipun (yang
menasehatimu) seorang
budah Habsyi.
Sesungguhnya orang
mukmin itu seperti seekor
unta yang ditusuk hidunya
kemana saja ditarik (orang)
harus diikuti.
20
ر اك ذ ان س ل و ر اك ش ب ل ق
ىل ع ك ن ي ع ت ة احل ص ة ج و ز و
ا م ري خ ك ن ي د و اك ي ن د ر م أ
.اس الن ز ن ت اك
Hati yang bersyukur, lidah
yang berzikir dan istri
salihah yang akan
menyelamatkan dalam
urusan duniamu atau
akhiratmu adalah
(simpanan) terbaik yang
disimpan manusia.
1278 / 77 Metonimi
dan Simile
21
ة ق م ف ص ل ف إن ف الص ال
شف اء
Bangun dan shalatlah, maka
sesungguhnya di dalam
shalat itu ada obat.
1282/80 Metonimi
22
دى ك ب ى للا مائ ة م ر ة و اح
ب حى للا للا مائ ة م ر ة و س
Besarkanlah Allah (ucapan
Allahu Akbar) seratus kali,
pujilah Allah (ucapan
1294/90 Metonimi
37
مائ ة م ر ة خ ري من مائ ة
ر ج ف ف ر س م ل ج م م س
بي ل للا و خ ري من م ائ ة س
ن ة و خ ري من مائ ة ق ب ة .ر ب د
Alhamdulillah) seratus kali,
sucikan Allah (ucapan
Subhanallah) seratus kali,
niscaya lebih baik dari
seratus kuda yang berkendali
dan berpelana dalam
(peperangan) di jalan Allah,
lebih baik dari seratus unta
dan lebih baik dari
(memerdekakan) seratus
budak.
23
ر و اعظا ك ف ى بلد ه
و ت م ف ر قا. و بل م
Cukuplah masa (yang selalu
berganti) memberi
pengajaran dan kematian
yang memisahkan (dari
dunia).
1298/93 Personifikasi
dan Simile
24 Cukuplah dengan pedang ك ف ى بلس ي ف ش اهدا.
sebagai saksi.
1299/93 Metonimi
25
ع ل ى ك ف ى بب ارق ة السي و ف
ر أ سه فت ن ة.
Cukup kilatan pedang di
kepalanya (menjadi) siksa.
1301/95 Metonimi
38
26
ك ف ع ن ه أ ذ اك و اص ب
ل ذ اه ف ك ف ى بل م و ت
م ف ر قا.
Tahanlah rasa sakit hatimu
terhadapnya dan bersabarlah
untuk menyakitinya;
cukuplah dengan kematian
yang (akan) memisahkan.
1303/96 Simile
Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel di atas bisa kita ketahui bahwa
dari 26 data yang terkumpul terdapat 32 frasa dan klausa yang mengandung
unsur metaforis. Hal itu dikarenakan dalam satu data bisa terdapat dua atau
bahkan tigas jenis metafora sekaligus. Adapun pengklasifikasiannya akan
disebutkan sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1.2: Akumulasi hasil temuan
No Jenis Metafora Jumlah
1 Simile 13
2 Personifikasi 6
3 Metoninimi 13
Total: 32
B. Analisis Data
Pada bagian ini peneliti akan menyampaikan analisis atau cara
mengidentifikasi majas metafora yang diperoleh dalam penelitian. Namun,
tidak semua temuan penilitian akan disampaikan pada analisis ini, peneliti
39
hanya mengambil beberapa sebagai contoh dari masing-masing majas metafora
yang berhasil diidentifikasi.
1. Simile
Tabel 1.1: Data 1
Teks Sumber Teks Sasaran
ر ح الب ن و ب ك ر تم أ ن مم و ق من ت ب ج ع
ةر سىال ل ع وكل م ال ك
Aku kagum akan umatku, mereka
mengarungi lautan laksana raja-raja
di atas wilayah kekuasaannya.
Simile pada terjemahan di atas terletak pada klausa “laksana raja-raja di
atas wilayah kekuasaannya”. Hal itu berdasarkan pengumpamaan kaum yang
mengarungn lautan dengan raja di atas singgasananya, yakni mengumpamakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Selain itu juga terdapat kata yang hanya
terdapat dalam metafora jenis simile yakni kata “lasksana”. Sedangkan letak
persamaan di sini secara implisit terletak pada sama-mama menguasai.
Adapun dalam kitab Asbabul Wurud hadis ini menerangkan tentang
sekelompok umat Islam yang sangat besar, kedudukan dan kekuasaannya di
dunia. Mereka konsisten di dalam urusan mereka, jumlahnya besar, serta
bilangannya banyak. Selain itu, mereka tidak hanya memiliki kedudukan tinggi
di dunia, melainkan mereka juga posisi yang mulya di surga.
Tabel 1.2: Data 2
Teks Sumber Teks Sasaran
40
مي لع ل ه ن أ ل ىإس و م ن من و ر ه ةل زن ن
يدع ب ب ن
Ali terhadap diriku berkedudukan
(seperti) Harun terhadap Musa,
hanya tidak ada Nabi setelah aku.
Pengumpamaan sayyidina Ali bagi Rasullullah disamakan seperti halnya
nabi Harun terhada nabi Musa, oleh karena itu bandingan ini termasuk pada
kategori simile. Selain itu, simile pada klausa tersebut makin kuat dengan adanya
kata “seperti” sebagai salah satu cirinya. Sedangkan letak keserupaan Ali dengan
Nabi harun dalam hal ini adalah kedudukan.
Disebutkan hadis ini disabdakan oleh Rasulullah saat menjelang kepergian
beliau ke madan Tabuk.41 Saat itu beliau menugaskan Ali menggantikan beliau
untuk menjaga keluarganya. Tindakan Rasulullah ini tentu membuat tidak
senang orang-orang munafik. Mereka berkata bahwa Rasulullah berbuat
demikian tiada lain hanya untuk menyelamatkan sayyidina Ali dari kejaran
mereka. Mendengar hal itu tentu saja sayyidina Ali tidak terima seraya
menghunuskan pedang, namun tindakannya segera disanggah Rasulullah bahwa
apa yang dikatakan orang-orang munafik tidak benar dan tetap melaksanakan
apa yang Rasulullah perintahkan. Pada saat itulah Rasullah menyamakan
kedudukan sayyidina Ali dengan Nabi Harun.
41 Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Al-Damsyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Hlm. 30
41
Tabel 1.3: Data 3.
Teks Sumber Teks Sasaran
الص ع و ر ة ح ر م ة ف إن ع و ر ته ح ر م ة غ طوا يغر
إل هللا ن ظ ر و ل ال ك بر ، ع و ر ة ك ح ر م ة
اشفع و ر ة . ك
Tutuplah kehormatan auratnya
maka sesungguhnya kehormatan
aurat anak kecil seperti kehormatan
aurat orang dewasa. Sebab Allah
tidak akan melihat kepada orang
yang membuka auratnya.
Pada terjemahan di atas simile terdapat pada klausa “kehormatan aurat anak
kecil seperti kehormatan orang dewasa”, karena termasuk membandingkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Selain itu simile pada klausa tersebut
dikuatkan dengan ciri kata seperti yang tidak terdapat pada ciri jenis metafora
yang lain. Perbandingan yang ada di dalamnya menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan antara aurat anak kecil dengan aurat orang dewasa, yakni Rasulullah
menghukumi sama, serta memerintahkan untuk menutupnya.
Tabel 1.4: Data 4.
Teks Sumber Teks Sasaran
و ،نل ي لد انن ي الع ان س لال و ،انع م ق نن ذ ال
،ة ح ر د بك ال و ،اناح ن ج اند الي و ،ان ج ر ت
Kedua mata itu petunjuk, kedua
telinga itu corong, lidah itu
penterjemah, kedua tangan itu
sayap, hati itu rahmah, limpa itu
madu, paru-paru itu nafas, kedua
42
اني ل كال و ،س ف ن ة ئ الرو ،ك حض ال ح الطو
ص ذ إف ،ك لم ب ل ق ال و ،ر ك م ك لم ل اح ل ا
ف ذ إو ،ه ت ي عر ت ح ل ص ت د س ف ك لم ال د س ا
.ه ت ي عر
ginjal itu pengairan dan kalbu itu
raja. Apabila raja itu baik, baiklah
rakyatnya, apabila ia rusak, rusak
pula rakyatnya.
Dalam terjemahan hadits di atas, dapat kita lihat bahwa hati merupakan
sesuatu yang utama dalam diri manusia. Sebagaimana dalam Kitab Jauhar at-
Tauhid, Ibrahim al-Baijuri dijelaskan bahwa hati merupakan tempatnya akal
(fikiran), dan hati memiliki cahaya sebagai daya yang karenanya akal bisa
berfikir.
Terjemahan di atas juga mengandung makna metafora yang merupakan
suatu ungkapan secara langsung berupa perbandingan analogis dimana kata atau
frasa yang digunakan bukanlah makna sebenarnya namun untuk
menggambarkan perbandingan atau persamaan suatu objek dengan objek
lainnya. Sebagaimana terjemahan di atas menyatakan “telinga adalah corong”
yang berarti telinga manusia sebagai salah satu alat panca indera yang dapat
menangkap informasi kemudian terekam di dalam kalbu atau hati.
Oleh sebab itu, Objeknya tidak hanya kepada hal-hal yang bersifat profan,
namun nilai objektifitas dari hati adalah untuk mencapaiperkara yang bersifat
spiritual dan sakral, seperti halnya ketulusan atau keikhlasan dan rasa syukur,
43
bahkan untuk mengenal Allah Subhanahu Wata’ala (al-ma’rifah). Tanpa
mengupayakan hati dapat menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesesatan.
Hal ini terjadi ketika orang-orang musyrik mendustakan kebenaran
Rasulullah Shalallahu ‘alahi Wassallam sehingga membawa mereka ke dalam
azab yang pedih.
2. Personifikasi
Tabel 2.1: Data 1
Teks Sumber Teks Sasaran
ف مل لعبك ي ل ع نمؤ م ال ل ي لخ م ل العن إ،
و ه ل ي لد ل ق ع ال و ه ر زو م ل ال و ه م ي ق ل م ع ال ،
ه ر مأ ب الص و ه و خ أ ن الدو ه و ب أ ق ف الرو
Hendaknya kau memiliki ilmu,
karena ilmu itu sahabat karibnya
orang yang beriman. Hendaklah
kau memiliki sifat pemurah, sebab
pemurah itu pembantunya orang
yang beriman. Hendaklah kau
memiliki dan memelihara akal,
sebab akal itu petunjuk orang yang
beriman. Hendaklah kau beramal,
sebab amal itu nilainya orang yang
beriman. Hendaklah kau memiliki
keramahan, sebab keramahan itu
ayahnya orang yang beriman.
Hendaklah kau memiliki
kelembutan, sebab kelembutan
44
saudaranya orang yang beriman.
Kemudian hendaklah kau memiliki
kesabaran, sebab sabar itu
merupakan komandan pasukannya
orang yang beriman.
Pada teks terjemahan di atas ada beberapa klausa yang termasuk pada
metafora jenis personifikasi, yakni memperlakukan sesuatu layaknya manusia.
Personifikasi pada terjemahan tersebut terdapat dalam klausa ilmu itu sahabat
karibnya orang yang beriman, pemurah itu pembantunya orang yang beriman,
akal itu petunjuk orang yang beriman, keramahan itu ayahnya orang yang
beriman, dan sabar itu merupakan komandan pasukannya orang yang
beriman.
Contoh pertama, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan.42 Namun, dalam kasus ini
ilmu diibaratkan seorang sahabat yang dapat menemani seseorang layaknya
manusia yang menjadi sahabat.
Kedua, pemurah merupakan karakter orang yang suka memberi, tidak pelit,
murah hati.43 Namun, pada kasus ini pemurah diumpakan dengan manusia
yang bisa melakukan tindakan bantu layaknya manusia yang dapat membantu
42 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring, 2016 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 43 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring.
45
orang lain atau bahkan layaknya pembantu rumah tangga. Dengan demikian,
perbandingan ini bisa dimasukkan ke dalam metafora jenis personifikasi.
Ketiga, akal, di mana sejatinya merupakan daya pikir (untuk memahami
sesuatu dan sebagainya); pikiran; ingatan.44 Pada terjemahan di atas, jika kita
lihat sangat berbeda dengan definisi akal itu sendiri. Jelas ini merupakan
penggunaan kata tidak pada arti sebenarnya, di mana hal itu bisa diidentifikasi
sebagai majas metafora. Selanjutnya, pada teks tersebut akal disamakan dengan
sesuatu yang dapat melakukan tindakan tunjuk, yakni menunjukkan sesuatu.
Tindakan tunjuk atau menunjukkan umumnya hanya bisa dilakukan oleh
manusia, maka secara tidak langsung dalam hal ini akal diumpamakan manusia
yang bisa melakukkan tindakan tunjuk. Oleh karenanya klausa ini masuk pada
kategori metafora jenis personifikasi.
Keempat, keramahan di dalam KBBI disebutkan bahwa artinya adalah sifat
ramah; kebaikan hati dan keakraban dalam bergaul.45 Pada klausa keramahan
itu ayahnya orang yang beriman, sangat jelas bisa kita lihat bahwa keramahan
disamakan dengan seorang yang mempunyai anak dan istri layaknya manusia.
Padahal keramahan itu sendiri merupakan prilaku atau suatu tindakan. Namun,
di sini keramahan disifati dengan kata yang tidak pada semestinya dan disifati
dengan sesuatu yang biasa disandangkan dengan manusia. Oleh karenanya
perbandingan ini disebut sebagai metafora jenis personifikasi.
44 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring. 45 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring.
46
Kelima, sabar adalah suatu sifat yang dilekatkan pada seseorang yang tahan
menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah
hati); tabah.46 Pada klausa sabar itu merupakan komandan pasukannya orang
yang beriman. Kata sabar di sini seaka-akan bukan sebuah sifat, melaikan
orang yang memiliki jiwa memimpin dan mengatur layaknya seorang
komandan dalam suatu pasukan. Berdasarkan hal itu, sabar disifati dengan
dengan sifat yang biasa melekat pada manusia meskipun sabar sendiri adalah
sifat. Oleh karenanya perbandingan ini masuk pada kategori metafora jenis
personifikasi.
Tabel 2.2: Data 2.
Teks Sumber Teks Sasaran
،اداصق يد مه ك ي ل ع ،اداصق يد ه م ك ي ل ع
ه ك ي ل ع م ه ن إف ،اداصق يد م اذ ه اد ش ن
ه ب ليغ ن الد
Hendaklah kau (ikuti) petunjuk
yang mudah, untukmu petunjuk
yang mudah, untukmu petunjuk
yang mudah. Sebab siapa yang
memperberat Agama, itu akan
menyulitkannya.
Pada teks terjemahan di atas, kita bisa lihat contoh dari personifikasi, yaitu
pada klausa siapa yang memperberat Agama, itu akan menyulitkannya. Jika
kita pahami, akan berarti “orang yang memberatkan agama maka agama itu
akan menyulitkannya. Titik fokus pada pembahasan ini terletak pada kata
46 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring.
47
agama, yang mana agama berarti ajaran atau system yang mengatur tata
keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia, dan pergaulan
manusia dengan lingkungannya.47 Namun, pada klausa tersebut dikatakan
agama dapat menyulitkan seseorang atau melakukan tindakan sulit terhadap
seseorang, padahal agama adalah suatu keyakinan yang tidak bisa melakukan
sesuatu seperti manusia. Oleh karena itu perbandingan dalam klausa tersebut
masuk pada kategori metafora jenis personifikasi.
Pada kitab Asababul Wurud disebutkan bahwa hadis ini disabdakan oleh
Rasulullah ketika melihat salah seorang sahabat yang melaksanakan shalat,
namun karena dalam shalatnya, orang tersebut melakukan dengan cara yang
sedikit menyulitkan dirinya, maka oleh Rasulullah ditegur dan menyabdakan
hadis tersebut.48
Tabel 2.3: Data 3.
Teks Sumber Teks Sasaran
نمؤ م ال ب و س ع ي لع ب و س ع ال م ال و ،ي
قافن م ال .ي
Ali memimpin orang-orang yang
beriman, sedang harta memimpin
orang-orang munafik.
47 KBBI V 0.2.1 Beta (21) Daring. 48 Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Al-Damsyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, Hlm. 29.
48
Personifikasi pada teks di atas bisa kita dapati pada klausa harta memimpin
orang-orang munafik. Harta merupakan banda berharga yang dimiliki oleh
seseorang, merupakan benda mati yang tidak bisa melakukan tindakan sendiri.
Namun, pada klausa tersebut harta dikatakan mimimpin orang munafik, yakni
harta bisa melakukan tindakan layaknya manusia. Dengan demikian,
perbandingan ini bisa dikategorikan ke dalam metafora jenis personifikasi,
karena menghukumi sesuatu atau benda mati, layaknya manusia.
Disebutkan dalam kitab Asbabul Wurud bahwa hadis tersebut disabdakan
oleh Rasulullah ketika meng-elukan sayyidina Ali di antara para sahabat. Saat
itu beliau menyampaikan bahwa sayyidina Ali merupakan salah seorang
sahabat terbesarnya yang akan bersalaman pertama kali dengan belaiu di hari
kiamat kelak akhirnya Rasulullah menyabdakan hadis tersebut.49
6) Metonimi
Tabel 3.1: Data 1.
Teks Sumber Teks Sasaran
ت ع الع هللا بت ق و ى و ال ت ل ي ك ك ل ع ل ى بر ك
ش ر ف
Hendaklah kau selalu bertaqwa
kepada Allah SWT dan bertakbir
pada setiap jalan mendaki.
49 Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Al-Damsyiqi, Asbabul Wurud Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadits-Hadits Rasul, Hlm. 31.
49
Pada teks terjemahan di atas terdapat frase jalan mendaki, namun dalam
konteks ini jalan mendaki tidak pada arti yang sebenarnya, dalam artian ini
adalah kiasan atau kinayah, yakni bukan jalan yang menanjak dalam arti
sebenarnya. Maksudnya adalah kita dituntut dan dianjurkan untuk selalu
mengagungkan Allah di sepanjang hidup kita dan dalam keadaan apapun. Jalan
mendaki bisa berarti cobaan atau kesulitan yang menimpa seseorang dalam
hidupnya. Dengan demikian frase tersebut masuk kategori metafora jenis
metonimi.
Hadis ini disebutkan dalam kitab Asbabul Wurud, disabdakan oleh
Rasulullah pada salah seorang sahabat yang meminta nasihat kepada beliat saat
hendak melakukan perjalanan. Kemudian beliau bersabda sebagaimana yang
tertulis pada hadis di atas.
Tabel 3.2: Data 2.
Teks Sumber Teks Sasaran
فم أسلب بك ي ل ع الن د أ ا ك ي إو ،ساى
ر اضح ر ق ف ه ن إف ،ع م الط و
Hendaknya kau berhati-hati
terhadap putus asa dari apa yang
ada pada tangan-tangan manusia.
Janganlah kau serakah sebab
serakah itu kefakiran jiwa yang
selalu hadir.
Metonimi pada teks terjemahan di atas bisa kita lihat pada klausa apa yang
ada pada tangan-tangan manusia. Pada klausa ini, sesuatu yang ada pada
50
tangan manusia, bukanlah arti yang sebenarnya yang diartikan sesuatu yang
dipegang oleh seseorang, melainkan kiasan dari prilaku buruk yang
ditimbulkan sebab rasa iri terhadap sesuatu yang dimiliki oleh orang lain.
Sesuatu yang dimiliki oleh orang lain bisa beruapa kekayaan, kemakmuran
hidup, pasangan yang baik, anak-anak yang saleh dan saliahah yang berbakti
kepada orang tuanya, dan lain sebagainya. Namun dalam klausa tersebut hanya
menyebutkan apa yang ada pada tangan-tangan manusia sebagai pengibaratan
dari apa yang orang lain miliki atau sesuatu yang dalam genggaman
kekuasaannya.
Hadis ini menganjurkan kita untuk selalu bersifat qanaah atau menerima
apapun yang telah Allah anugerahkan kepada kita, sangat tidak dianjutrkan
untuk iri terhadap apa yang dimiliki orang lain tanpa terkecuali. Sebab setiap
manusia sudah memiliki bagiannya masing-masing.
Tabel 3.3: Data 3.
Teks Sumber Teks Sasaran
ك ن ي عت ة ال ص ة ج و ز و ر اكذ ان س لو ر اكش ب ل ق
.اس الن ز ن ت ااك م ر خ ك ن دو اك ي ن د رم ىأ ل ع
Hati yang bersyukur, lidah yang
berzikir dan istri salihah yang akan
menyelamatkan dalam urusan
duniamu atau akhiratmu adalah
(simpanan) terbaik yang disimpan
manusia.
51
Pada terjemahan di atas metonimi bisa kita pada klausa hati yang bersyukur
dan lidah yang berdzikir. Merupakan kiasan, peyebutan hati untuk tindakan
syukur disebabkan semua keinginan atau obsesi terhadap suatu hal awal
bersumber dari keinginan hati. Sedangkan maksud dari hati yang bersyukur
ialah kiasan dari merasa cukup atas karunia Allah yang telah dianugerahkan,
yakni bersyukur karena telah dianugerahi sesuatu yang luar biasa, jangan
sampai mengingikan hal yang sama seperti yang Allah anugerahakan pada
orang lain atau bahkan lebih, di mana hal itu akhirnya akan menimbulkan rasa
iri dan dengki. Oleh karenanya frase hati yang bersyukur termasuk dalam
kategori metafora jenis metonimi.
Kemudian frase lidah yang berdzikir merupakan kiasan, sebab lidah tidak
bisa berdzikir, karena yang bisa berdzikir adalah mulut. Sedangkan maksud
dari frase tersebut adalah mulut yang selalu berdzikir, yakni orang yang selalu
mengingat Allah hingga mulutnya basah kerena selalu berdzikir mengucapkan
asama-Nya. Sedangkan lidah sendiri adalah salah satu organ yang terdapat di
dalam mulut. Dengan demikian frase tersebut masuk ke dalam kategori
metafora jenis metonimi.
Tabel 3.4: Data 4.
Teks Sumber Teks Sasaran
له االع ر ى مري اث ل ه م
Al-‘Umra itu (menjadi) harta
warisan untuk keluarganya.
52
Pada hadits di atas, terlihat bahasa sumber menggunakan kata العمرى yang
juga diartikan “al-‘Umra”. Sebagaimana diketahui bahwa al-‘umra merupakan
pemberian semasa hidup yang diberikan kepada orang lain untuk diwarisi atau
dipergunakan semasa hidupnya. Namun ketika sudah meninggal harta tersebut
harus dikembalikan kepada orang yang memberikannya atau ahli warisnya.
Al-‘umra juga bermaksud suatu pemberian yang bersifat sementara yang
merujuk kepada masa hidup seseorang seperti halnya pemberi dan penerima
hibah. Sekiranya penerima hibah meninggal dunia maka harta yang dihibahkan
itu dikembalikan kepada pemberi hibah. Sebaliknya, jika pemberi hibah
meninggal dunia maka harta hibah akan dikembalikan kepada waris pemberi
hibah.
Selanjutnya, dalam terjemahan tersebut sebetulnya menggunakan majas
metonimi yaitu majas yang digunakan untuk menyebutkan satu kata dengan kata
lainnya yang masih berhubungan erat. Penjelasan mudahnya seperti
menggunakan merk atau nama khusus suatu benda sebagai pengganti benda lain
yang lebih umum.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, peneliti menyampaikan
kesimpulan bahwa teks terjemahan dari kitab Asbabul Wurud karya Ibnu
Hamzah ad-Damsyiqi Jilid III, banyak mengandung majas metafora yang di
antaranya termasuk pada jenis Simile, Personifikasi, dan Metonimi. Sedangkan
untuk presentase jenis metafora di dalamnya bisa diakumulasikan dengan simile
sebanyak 40%, personifikasi sebanyak 20%, dan metonimi sebanyak 40%.
Selain itu, untuk mengidentifikasi majas metafora di dalamnya harus
melihat pada retorika bahasa, gaya bahasa, dan pengambilan diksi yang
digunakan. Sedangkan cara lainnya, seseorang harus mengenal setiap ciri dari
masing-masing jenis metafora yang menggambarkan apakah termasuk
personifikasi, simile, atau metonimi. Setelah itu baru bisa mengklasifikasikan
data berdasarkan jenis metaforan yang terdapat dalam sebuat kata, frase, klausa,
bahkan kalimat.
B. Saran
Penelitian ini, tentu masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu,
peneliti berharap adanya kritik membangun dari para pembaca sekalian.
Sedangkan saran peneliti bagi para pembaca, khusus mahasiswa semester akhir
dan adik-adik kelas. Penelitian ini tidak cukup sampai di sini, dan bukanlah
bersifat final, semoga ada peneliti-peneliti selanjutnya yang siap melakukan
penelitian khusus di bidang terjemahan naskah klasik.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. “Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik”
Jakarta: Rineka Cipta
Burdah, Ibnu. 2004. “Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah
Teks Arab”. Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya
Chaer, Abdul. 2000. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Cohen, JM. 1973. Translation, The ensiclopedia America Interbational Ed.New
York American Corporation
Dafik Hasan Perdana, “Strategi Penerjemahan Bahasa Arab yang Berterima dan
Mudah Dipahami”, Jurnal Lingua Scentia, Vol. 9 No. 1, Juni 2017
Dewi Puspita Sari, dkk, “Kesepadanan Pada Penerjemahan Kata Bermuatan
Budaya Jepang Ke Dalam Bahasa Indonesia”: Studi Kasus dalam Novel
Botchan Karya Natsume Soseki dan Terjemahannya Botchan Si Anak Bengal
oleh Jonjon Johana, Jurnal Izumi, Vol. 3 No. 2, 2014
Emzir. Teori Dan Pengajaran Penerjemahan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2015)
Fitriah, Mahmudah. Pembinaan bahasa Indonesia, (UIN jakarta press: Ciputat)
Hidayatullah, Moch. Syarif. 2014.Seluk-Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia
Kontemporer. Tangerang: Alkitabah
Hidayatullah, Moch. Syarif. Pengantar Linguistik Bahasa Arab (Klasik Modern),
(Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah)
Keraf, Gorys. “Tata Bahasa Indonesia”. Flores: Nusa Indah
55
Khon, Abdul Majid.Pemikiran Modern dalam Sunah Pendekatan Ilmu Hadis,
(Kencana Prenada Media Grup: Jakarta)
Muhammad. 2011. “Metode Penelitian Bahasa” Yogyakarta: Ar-Ruz Media
Rochayah, Machali.2000. Pedoman Umum Pembentukan istilah. Jakarta: Grasindo
Satori, Ahmad. 2004. Diktat Penerjemahan Tahririyah: Prinsip-prinsip
Penerjemahan. Jakarta: tp
Subana, M. 2002. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah Jakarta: Pustaka Setia
Mohammad Syukri bin Abd Rahman dan Muhammad bin Seman, “Metafora al-
Isti’arah dalam Hadis Rasulullah s.a.w,: Tumpuan Terhadap Hadis-hadis
Kitab Riyad al-Shalihin”. Hadis: Jurnal Ilmiah Berimpak, (Juni 2014)
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)
Sudijono, Anas. 1997. Pengantar Statistik Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Newmark, Peter. A Textbook of Translation. (New York: Prentice-Hall
International, 1988)
Larson, Mildred L. Meaning-Based Translation: a Guide to Cross-Language
Equivalence. (Lanham and London: University Press of America, 1998).
Newmark, Peter. Approaches to Translation: A Guide to Cross-Language
Equivalence. (Oxford: Pergamon Press, 1981).
Saifudin, Akhmad. “Metafora dalam Lirik Lagu Kokaro No Tomo Karya Itsuwa
Mayumi”, Jurnal Lite, Vol. 8, No. 2, (September 2012).
Murray Knowles dan Rosamund Moon, Introduching Metaphor. (London:
Routledge, 2006).
56
Sugono, Dendy. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar, (Jakarta : PT
Gramedia, 2009)
Sukmadinata, S.N, 2008. Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya)
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2000).
Syatibi, Ahmad. Pengantar Memahami Bahasa alquran Balaghah I (Ilmu Bayan),
(Jakarta: Adabia Press, 2014).
Syihabudin. Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung : Humaniora, 2005)
Wasito, Hermawan. 1992. Pengantar Metedologi Penelitian: Buku Panduan
Mahasiswa, Jakarta Gramedia Pustaka Utama
Wasito, Hermawan. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia
Widyamartaya. 1994. W.seni menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius