125
NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI SKRIPSI Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh BAGUS SYARIFUDIN NIM 111 12 019 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017

SKRIPSIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2071/1/Bagus...vi Serta Skripsi ini dapat dipublikasikan. vii MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO “Kehendak Tuhan tidak ada yang pernah tahu,

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA

    KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI

    SKRIPSI

    Disusun untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh

    BAGUS SYARIFUDIN

    NIM 111 12 019

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • ii

  • iii

    NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL LIMA MENIT SAJA

    KARYA JOHN RINALDI ASH SHIDQI

    SKRIPSI

    Disusun untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh

    BAGUS SYARIFUDIN

    NIM 111 12 019

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2017

  • iv

  • v

  • vi

    Serta Skripsi ini dapat dipublikasikan.

  • vii

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    “Kehendak Tuhan tidak ada yang pernah tahu, terkadang apa yang kita inginkan

    tidak begitu sama dengan apa yang kita harapkan itulah kehidupan. Dalam

    menjalani kehidupan perlulah berpikir positif untuk menuai hasil yang baik,

    meskipun apa yang di impikan tidaklah sesuai dengan adanya”

    (Novel Karya Bagus Syarifudin “Manis Roda Cinta”)

    PERSEMBAHAN

    Untuk orang tuaku,

    Para dosenku, saudara-saudaraku,

    Calon Istriku Aisah kensar Nawang Wulan sari

    Dan Sahabat-sahabat seperjuanganku,

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, Skripsi ini saya

    persembahkan kepada orang-orang yang telah mendukung dan membantu

    mewujudkan mimpi saya:

    1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Maryono dan Ibu Salbiyah yang

    senantiasa mendukung dan memotivasi dalam setiap pengerjaan skripsi

    ini, tanpa adanya dorongan dan kekuatan yang mereka berikan tidaklah

    mungkin diri ini bisa menyempatkan dalam kesibukan mengajar, untuk

    menyelesaikan skripsi.

    2. Orang tua keduaku Bapak Sardi dan Ibu Niken walaupun tidaklah

    memberikan dukungan yang nyata, akan tetapi karenanya diri ini

    senantiasa semangat untuk mempersembahkan gelar Sarjana Pendidikan

    untuk mereka.

    3. Keluarga besar SMP Muhammadiyah 10 Andong-Program Khusus, yang

    juga senantiasa memberikan dukungan terhadapku.

    4. Terhadap calon Istriku Aisah Kensar Nawang Wulan Sari, yang senantiasa

    memberikan semangat dan dukungan tiada henti, keluh kesah pembuatan

    Skripsi ini selalu terbangkitkan dengan motivasi yang dia berikan.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum Wr.Wb.

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

    Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT, atas

    segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

    kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha

    tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

    pengikut setianya.

    Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

    gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama

    Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis

    mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

    3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

    (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    4. Bapak Drs. Bahroni, M. Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

    dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya

    dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  • x

  • xi

    ABSTRAK

    Syarifudin, Bagus. 2017. Nilai-Nilai Moral dalam Novel Lima Menit Saja Karya

    John Rinaldi Ash Shidqi. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi

    Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

    Pembimbing: Drs. Bahroni, M. Pd.

    Kata kunci: Nilai-Nilai Moral, Novel Lima Menit Saja

    Penulis meneliti tentang Nilai-Nilai Moral dalam Novel Lima Menit Saja

    Karya John Rinaldi Ash Shidqi. Penelitian ini bertujuan untuk:

    1. Mendeskripsikan Nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel Lima

    Menit Saja karya John Rinaldi?, 2. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai moral

    dalam novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini?

    Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan metode library

    research, yaitu penelitian dimana objek penelitiannya digali dengan cara

    membaca, memahami serta menelaah buku-buku, serta sumber-sumber yang

    berkenaan dengan permasalahan.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Nilai-nilai moral dalam Novel

    Lima Menit Saja karya John Rinaldi adalah adanya hubungan antara manusia

    dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan

    manusia dengan manusia lain dalam lingkup lingkungan sosial.

    2. Relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Sajai karya John Rinaldi

    dengan pendidikan masa kini adalah Pendidikan terhadap kekusaan Allah SWT

    perlu dikenalkan terhadap kehidupan masa kini sedari dini. Diharapkan dengan

    model seperti ini banyak manusia yang mampu bersyukur terhadap Allah SWT,

    dan mampu menunakian aktifitas Ibadah terhadap Allah SWT dengan baik dan

    benar. Generasi yang bermartabat merupakan investasi bangsa yang senantiasa

    mengharapkan kedamaian. Nilai pendidikan moral akan kepercayaan terhadap

    Allah SWT sangat perlu ditanamkan terhadap jati diri manusia. Hal ini sebagai

    bahan penyadaran diri (Muhasabah Diri), Dengan mempunyai sikap percaya

    terhadap Allah SWT, manusia akan lebih terima dalam mengarungi kehidupan

    yang dijalaninya. Apabila mendapat cobaan akan selalu dihadapi dengan rasa

    sabar dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

  • xii

    DAFTAR ISI

    SAMPUL ................................................................................................................. i

    LEMBAR BERLOGO ............................................................................................ ii

    JUDUL ................................................................................................................... iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv

    PENGESAHAN KELULUSAN .............................................................................. v

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. vi

    MOTTO ................................................................................................................ vii

    PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

    ABSTRAK ............................................................................................................. xi

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7

    C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7

    E. Penegasan Istilah .............................................................................. 8

  • xiii

    F. Metode Penelitian ............................................................................. 9

    G. Sistematika Penulisan Skripsi......................................................... 11

    BAB II : BIOGRAFI DAN HAKIKAT NOVEL

    A. Biografi John Rinaldi ash-Shidqi ................................................... 13

    B. Hakikat Novel ................................................................................. 14

    1. Pengertian Novel ..................................................................... 14

    2. Unsur-Unsur Pembangunan Novel .......................................... 17

    a. Unsur Intrinsik .................................................................... 18

    1) Tema ............................................................................. 19

    2) Plot (Alur Cerita) .......................................................... 21

    3) Tokoh dan Penokohan .................................................. 24

    4) Latar (Setting) ............................................................... 28

    5) Sudut Pandang Penceritaan........................................... 29

    6) Gaya Bahasa ................................................................. 32

    7) Amanat .......................................................................... 34

    b. Unsur Ekstrinsik ................................................................. 35

    BAB III: KAJIAN PUSTAKA

    A. Konsep Pendidikan Moral .............................................................. 37

    1. Pengertian Pendidikan Moral .................................................. 37

    2. Landasan Pendidikan Moral .................................................... 50

    B. Tujuan Pendidikan Moral ............................................................... 52

    C. Ruang Lingkup Pendidikan Moral ................................................. 56

  • xiv

    1. Teknik penyampaian nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit

    Saja karya John Rinaldi ......... .. ............................................... 56

    a. Bentuk penyampaian langsung ........................................... 56

    b. Bentuk penyampian tidak langsung.................................... 57

    2. Jenis dan wujud nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja

    karya John Rinaldi .................................................................... 58

    BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja Karya

    John Rinaldi .................................................................................... 62

    1. Hubungan manusia dengan Allah SWT .................................. 62

    a. Bersyukur kepada Allah SWT ............................................ 63

    b. Memanjatkan do’a .............................................................. 65

    2. Hubungan manusia dengan diri sendiri ................................... 68

    a. Teguh pendirian .................................................................. 68

    b. Optimis ............................................................................... 71

    c. Penyesalan .......................................................................... 75

    3. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup

    lingkungan sosial ..................................................................... 78

    a. Peduli sesama...................................................................... 78

    b. Berterima kasih ................................................................... 81

    c. Menghargai orang lain ........................................................ 83

    d. Jujur .................................................................................... 85

  • xv

    B. Relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

    John Rinaldi dengan pendidikan masa kini .................................... 87

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpulan ..................................................................................... 95

    B. Saran-saran ..................................................................................... 96

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Mempelajari ilmu karya sastra tidak akan pernah habis, karena semua

    yang ada di dunia ini ada keterkaitan dengan sastra. Misalkan, pengalaman

    yang dialami sehari-hari dapat dijadikan sebuah karya sastra. Sastra berbeda

    dengan ilmu hitung, jika pada ilmu hitung satu ditambah satu sama dengan

    dua, akan tetapi karya sastra satu ditambah satu tidak selalu sama dengan dua,

    bisa saja sama dengan tiga, empat dan sebagainya. Hal itu karena ilmu sastra

    tidak hanya terpaku dengan hal-hal yang bersifat pasti.

    Karya sastra pada umumnya berisikan tentang permasalahan yang

    melengkapi kehidupan manusia. Karena karya sastra memiliki dunia yang

    merupakan hasil dari pengamatan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh

    pengarang baik berupa novel, puisi, maupun drama yang berguna untuk

    dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu,

    dalam setiap yang dibaca atau dilihat pasti mengandung nilai-nilai pendidikan

    yang dapat dijadikan pengetahuan dan pembelajaran.

    Di dalam sastra terdapat aspek keindahan, kejujuran dan kebenaran,

    sehingga dengan tiga aspek tersebut harapannya karya sastra yang dihasilkan

    asli atau orisinil bukan hasil dari meniru atau menjiplak. Sebagimana Mada

    dan Nyoman (2014: 1) berpendapat, karya sastra adalah ungkapan pikiran dan

    perasaan seseorang pengarang dalam usahanya untuk menghayati kejadian-

  • 2

    kejadian yang ada di sekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi

    pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang

    tersebut diungkapkan kedalam karya untuk dihidangkan kepada masyarakat

    pembaca agar dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan.

    Karya sastra merupakan salah satu cabang seni di samping seni lukis,

    seni tari, dan seni musik. Sebagaimana karya seni lainnya, sastra merupakan

    produk budaya yang mengutamakan keindahan. Dengan penekanan pada

    aspek tersebut maka akan membuat sebuah sastra menjadi enak untuk dibaca.

    Hal ini sejalan dengan pendapat Kosasih (2008: 1) Berdasarkan asal-usulnya,

    istilah kesusastraan berasal dari bahasa Sansekerta, yakni susastra. Su berarti

    ‘bagus’ atau ‘indah’, sedangkan sastra berarti ‘buku’, ‘tulisan’, atau ‘huruf’.

    Berdasarkan kedua kata itu, susastra diartikan sebagai tulisan atau teks yang

    bagus atau tulisan yang indah.

    Sastra merupakan wujud dari gagasan seseorang melalui pandangan

    terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan

    menggunakan bahasa yang indah dan imajinatif. Sastra hadir sebagai hasil

    perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya

    fiksi juga memiliki pemahaman yang mendalam, bukan hanya sekadar cerita

    khayal atau angan saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam

    menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.

  • 3

    Dalam sastra, isi yang termuat di dalamnya memberikan pesan

    informatif yang bermanfaat bagi pembacanya. Oleh karena itu maka karya

    yang dibuat merupakan karangan yang baik dengan tujuan untuk melukiskan

    sesuatu tentang kehidupan manusia yang penuh dengan nilai-nilai. Begitu

    juga pendapat Jabrohim (1994: 15) Bahasa yang dipergunakan secara

    istimewa dalam ciptaan sastra, pada hakikatnya, dalam rangka fungsi sastra

    berperan sebagai sarana komunikasi, yaitu untuk menyampaikan informasi.

    Setiap karya sastra tidak akan bisa tercipta tanpa melibatkan

    unsur-unsur yang lain di antanya adalah unsur kebudayaan. Semua sastra

    akan terkait dan melibatkan dinamika suatu kehidupan masyarakat yang

    mempunyai adat dan tradisi tertentu. Munculnya unsur-unsur ekstrinsik

    semacam itu dalam karya sastra memang sangatlah masuk akal karena karya

    sastra dicipta atas dasar kekayaan rohani, imajinasi, dan pengalaman

    pengarang. Sementara itu, pengarang dipengaruhi oleh struktur kehidupan,

    kebiasaan, dan sejarah masyarakat dan budayanya.

    Sebagai karya seni yang bermediakan bahasa, karya sastra dipandang

    sebagai karya imajinatif. Sebagaimana pendapat dari Kosasih (2008: 2)

    bahawa ciri-ciri sastra adalah menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan

    gaya penyajiannya ”indah” atau tertata dengan baik sehingga menimbulkan

    daya tarik dan berkesan di hati pembacanya. Di samping itu, ada pula yang

    memberikan ciri bahwa seni sastra bersifat imajinatif, yakni hasil renungan,

    khayalan, dan perasaan yang diwujudkan dalam kata-kata yang menimbulkan

    pesona tertentu bagi pembacanya.

  • 4

    Salah satu bentuk karya sastra yang mengandung nilai-nilai moral

    adalah novel. Sebagaimana Kosasih (2008: 4) berpendapat dengan membaca

    karya sastra, seseorang dapat memperoleh pengetahuan tentang seluk-beluk

    kehidupan manusia dan pelajaran tentang nilai-nilai kebenaran dan kebaikan

    yang ada di dalamnya. Dari sana, orang tersebut terbangkitkan kreativitas dan

    emosinya untuk berbuat sesuatu, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk

    orang lain.

    Perkembangan karya seni novel di Indonesia berkembang cukup pesat,

    hal itu dapat diketahui dengan hadirnya berbagai macam novel yang telah

    diterbitkan, sehingga bentuk dan isi novel tersebut beragam. Pada dasarnya,

    novel selalu hadir sebagai sebuah gambaran atau cerminan kehidupan

    manusia dalam mengarungi kehidupannya. Novel juga merupakan gambaran

    lingkungan masyarakat yang hidup di suatu masa dan suatu tempat. Tokoh

    dan peristiwa yang disajikan dalam novel merupakan pantulan realitas yang

    ditampilkan oleh pengarang dari suatu keadaan tertentu.

    Pengarang dalam karyanya sudah pasti memiliki pesan yang ingin

    disampaikan terhadap para pembaca sebagai makna dari sebuah karya sastra

    yang dapat dilakukan melalui pemaparan cerita, salah satunya adalah nilai

    moral. Seperti novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi yang juga ingin

    menyampaikan pesan kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Novel

    tersebut memiliki pesan yang baik untuk para penikmatnya karena di dalam

    cerita tersebut mengisahkan tentang tekat dan usaha untuk mengubah sikap

    diri dan tingkah laku untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

  • 5

    Karya sastra berupa novel memiliki nilai yang sangat strategis dan

    mendalam bagi pembacanya hal ini karena pesan dari novel penuh dengan

    nilai-nilai kehidupan. Melalui konflik dan tokoh-tokohnya, pembaca akan

    belajar tentang menyikapi setiap permasalahan dalam kehidupan. Selain itu,

    karya sastra dapat menumbuhkan imajinasi yang dapat menjadi instrumen

    hebat dalam menciptakan karakter pembacanya dan memperkaya kehidupan

    pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan masalah pribadi. Imajinasi

    yang baik akan mendorong pembaca untuk menyenangi dan membiasakan

    dirinya berprilaku baik. Maka dari itu dengan senantiasa membaca karya

    sastra ini harapan dari pengarang akan banyak orang yang berubah menjadi

    lebih baik lagi.

    Setiap karya sastra (dalam hal ini prosa) selalu mengungkapkan nilai

    pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis (keindahan). Perkembangan

    moral yang merupakan aneka ragam pengalaman peran berdasarkan situasi

    tertentu sehingga mampu mengatasi masalah moral atas prakarsanya sendiri

    secara bebas (tanpa diawasi orang lain) dan memilih objek moral yang

    penting dan berguna bagi dirinya.

    Pemilihan karya sastra khususnya pada novel, untuk dijadikan bahan

    kajian penelitian dirasa tepat, hal ini dikarenakan karya sastra novel pada

    dasarnya dapat dijadikan sebuah alat untuk mengarahkan, mengajar, memberi

    petunjuk, dan instruksi terhadap para penikmatnya. Membaca cerita

    khususnya novel, pada hakikatnya seseorang akan dibawa untuk melakukan

    eksplorasi, sebuah penjelajahan, sebuah petualangan baru, menarik,

  • 6

    menyenangkan, menegangkan sekaligus memuaskan lewat berbagai kisah dan

    peristiwa yang dahsyat sebagaimana yang diperankan para tokoh cerita.

    Moral yang disampaikan kepada pembaca melalui karya sastra ini tentu

    mempunyai manfaat yang dalam. Demikian juga pelajaran yang terdapat

    dalam novel Lima Menit Saja, penanaman moral yang ditekankan berkaitan

    dengan persoalan hubungan manusia dengan manusia, misalnya nilai kasih

    sayang antara orang tua dengan anak dan persoalan hidup antara hubungan

    manusia dengan Allah SWT. Novel ini dapat dijadikan contoh untuk

    bersikap, bergaul serta bertingkah laku yang baik dan benar dalam tatanan

    kehidupan sehari-hari.

    Novel Lima Menit Saja karya John Rinaldi ini diterbitkan pertama kali

    pada Juni 2013. Kehadirannya mendapatkan tanggapan positif dari penikmat

    sastra. Antusiasnya apresiasi masyarakat menjadikan karya John Rinaldi ini

    masuk dalam kategori novel psikologi pembangun jiwa. Cerita novel Lima

    Menit Saja menggambarkan tentang cara memandang hidup secara positif.

    Diterangkan bahwa saat seseorang mampu menafsirkan gambar kehidupan

    yang dilukiskan dalam sebuah kisah, maka dia merupaan orang yang mampu

    meraih inspirasi dari kisah tersebut.

    Penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang nilai-nilai moral yang

    terkandung dalam novel tersebut yang sesuai dengan perbaikan

    kualitas moral pendidikan dan relevansi novel Lima Menit Saja pada masa

    kini. Selain itu, novel dapat dijadikan salah satu media atau bahan ajar yang

  • 7

    tepat dalam mentransfer sejumlah nilai-nilai moral kepada pembaca. Dengan

    membaca novel maka sejatinya seseorang tanpa sadar akan mendapati

    berbagai ilmu tentang bagaimana cara menjalani kehidupan ini dengan baik

    dan benar.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam

    penelitian ini adalah:

    1. Nilai-nilai moral apa saja yang terdapat dalam novel Lima Menit Saja

    karya John Rinaldi?

    2. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja

    karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini?

    C. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah:

    1. Mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

    John Rinaldi.

    2. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja

    karya John Rinaldi dengan pendidikan masa kini.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktik dan teoritik.

    1. Manfaat Teoritis

    a. Secara teoritis, penelitian ini mendukung dan menerapkan teori

    tentang nilai-nilai moral pada karya sastra khususnya pada novel

    Lima Menit Saja karya John Rinaldi.

  • 8

    b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap

    perkembangan karya sastra, terutama karya sastra yang banyak

    mengandung ajaran nilai moral.

    2. Manfaat Praktis

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca memahami

    secara menyeluruh apa yang terkandung dalam novel tersebut dan dapat

    mengambil nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk mengetahui pemahaman serta untuk menetukan arah yang jelas dalam

    menyusun skripsi ini, maka penulis memberikan penegasan dan maksud

    penulisan judul sebagai berikut:

    1. Nilai

    Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang disusun oleh

    Purwadarminta (1984 : 677), nilai adalah : a) harga dalam arti taksiran,

    misal nilai intan; b) harga sesuatu, misalnya uang; c) angka kepandian; d)

    kadar, mutu; e) sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi

    kemanusiaan, misalnya : nilai-nilai agama.

    2. Moral

    Dalam Kamus Umum bahasa Indonesia, yang disusun oleh

    Purwadarminta (1984: 654), kata “moral” berarti ajaran tentang baik

    buruk perbuatan dan kelakuan. Dengan kata lain moral atau kesusilaan

    adalah kesempurnaan sebagai manusia. Moral sebagai tingkah laku hidup

    manusia, yang mendasarkan diri pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh

  • 9

    keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang

    berlaku dalam lingkungannya. Dengan demikian moral atau kesusilaan

    adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di

    masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan baik dan benar.

    3. Novel

    Dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang disusun oleh Dendy Sugono

    (2008: 1008), Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung

    rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di

    sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

    4. Nilai Moral

    Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai moral

    adalah ilmu tentang apa yang benar dan apa yang salah yang dianut oleh

    masyarakat umum mengenai sikap, perbuatan dan keyakinan.

    F. Metode Penelitian

    Sebgaimana pendapat Ruslan (2010: 24) pengertian metode berasal dari kata

    methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan.

    Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja

    (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian sebagai

    upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara

    ilmiah dan keabsahannya.

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan

    mengenai penyampaian nilai moral dalam novel Lima Menit Saja.

  • 10

    Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode yang dipakai dengan

    menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan

    dalam kajian ini dijabarkan ke dalam langkah-langkah sesuai dengan

    tahapan pelaksanaannya, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap

    analisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data.

    Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah suatu

    prosedur penelitian dengan hasil sajian data deskriptif berupa tuturan

    pengarang dalam novel Lima Menit Saja. Sudaryanto (1993: 62),

    menyatakan bahwa istilah deskriptif menyarankan kepada suatu

    penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada dan

    juga fenomena yang memang secara empiris hidup di dalam penuturnya,

    sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa uraian bahasa yang

    biasa dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti apa adanya.

    2. Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca dan catat. Teknik

    membaca dilakukan dengan membaca novel Lima Menit Saja. Pada

    mulanya dilakukan pembacaan keseluruhan terhadap novel tersebut

    dengan tujuan untuk mengetahui identifikasi secara umum. Setelah itu

    dilakukan pembacaan secara cermat dan menginterpretasikan unsur

    moral dalam novel tersebut. Setelah membaca cermat dilakukan

    pencatatan data langkah berikutnya adalah pencatatan yang dilakukan

    dengan mencatat kutipan secara langsung dari novel yang diteliti.

  • 11

    3. Sumber Data

    Penelitian ini menggunakan data dari novel Lima Menit Saja karya John

    Rinaldi yang diterbitkan oleh DIVA Press, Jogjakarta pada bulan juni

    2013 fokus penelitian ini adalah mengenai aspek nilai- nilai moral.

    4. Instrumen Penelitian

    Sebagaimana mestinya penelitian deskriptif kualitatif, penelitian ini

    instrumennya manusia, tepatnya peneliti sendiri. Manusia digunakan

    sebagai alat untuk mengumpulkan data, berdasarkan kriteria-kriteria yang

    dipahami. Kriteria yang dimaksud adalah pengetahuan tentang nilai- nilai

    moral.

    5. Metode Analisis Data

    Teknik analisis data menggunakan teknik analisis isi (content analysis)

    dengan menggunakan cara berpikir induktif yaitu berangkat dari fakta-

    fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkret, kemudian ditarik

    generalisasi yang bersifat umum.

    G. Sistematika Penulisan Skripsi

    Agar terdapat kejelasan secara garis besar dan dapat dimengerti dengan

    mudah, maka dalam pembahasannya secara berurutan penulis membagi

    dalam lima bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II kajian pustaka, Bab III

    Paparan data dan hasil temuan, Bab IV Pembahasan, Bab V Penutup.

    BAB I Pedahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

    tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metode

    penelitian, sistematika penulisan skripsi.

  • 12

    BAB II Biografi dan Hakikat Novel, bab ini akan memuat tentang

    biografi penulis dan unsur - unsur novel.

    BAB III Kajian Pustaka, bab ini akan memuat tentang pendidikan moral

    yang mencakup pengertian pendidikan moral, tujuan

    pendidikan moral, dan lingkup pendidikan moral.

    BAB IV Analisis Data, bab ini memuat tentang nilai-nilai moral dan

    relevansi nilai-nilai moral dalam novel Lima Menit Saja karya

    John Rinaldi dengan pendidikan masa kini.

    BAB V Penutup, berisi kesimpulan, saran dan lampiran-lampiran.

  • 13

    BAB II

    BIOGRAFI DAN HAKIKAT NOVEL

    A. Biografi Penulis

    John Rinaldi ash Shidqi lahir di Mandailing Natal, Sumatra Utara, pada

    23 April 1979. Anak ke-4 dari tujuh orang bersaudara dari pasangan

    Khairuddin dan Sri Hayati Lubis. Setelah menamatkan SD di tanah

    kelahirannya, ia menyeberang ke Pulau Jawa guna melanjutkan pendidikan.

    Pernah singgah di Pesantren Gontor, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian,

    pindah ke Yogyakarta. Di sini, ia melanjutkan studinya di SMP 9 dan SMU 5

    yang sama-sama berlokasi di wilayah Kotagede. Setelah selesai pendidikan

    menengahnya, ia masuk ke Fakultas Filsafat UGM. Disebabkan kenyataan

    hidup yang tidak seindah bayangannya, maka pada tahun 2005 ia baru bisa

    menyelesaikan pendidikan S1-nya.

    Pendidikan nonformalnya di jalani di Pesantren al-Mahalli,

    Wonokromo, Plered, Bantul, di bawah asuhan alm. KH Ahmad Mudjab

    Mahalli. Ia tidak lama tinggal di sana, namun cukup memberikan bekal

    baginya untuk mengenal ajaran agama yang dianutnya. Karya-karya yang

    telah dihasilkannya antara lain: Syekh Siti Jenar (Pustaka Pelajar, 2008), Iblis

    Pun Ingin Bertaubat (Pustaka Insan Madani, 2009), Berjumpa Allah di langit

    dunia (Diva Press), Beginilah Cara Mendidik Anak yang Diajarkan

    Rasulullah (Diva Press), Sembuhkan Segala Jenis Penyakit Anak bersama

    Nabi (Penerbit Sabil), 115 Smart Games untuk meningkatkan kecerdasan dan

    kreativitas Bayi Usia 0-3 Tahun. (Diva Press), Nasihat Emas Khalifah ar-

  • 14

    Rasyidin (Diva Press), Seni Mendekati Anak dan Berdiaolog dengan Anak

    (Diva Press), Tuhan Pun Jatuh Cinta (Diva Press), Tuntunan Praktis Puasa

    Ramadhan Seperti Rasulullah (Pustaka Wasilah), Haramkah Tahlilan,

    Yasinan dan Kenduri Arwah? (Pustaka Wasilah) dan, beberapa naskah

    terjemahan yaitu Sejarah Filsafat Cina (Pustaka Pelajar, 2007), dan

    Handbook Of Qualitative Research (Pustaka Pelajar).

    Bersama istrinya, Uswatun Khasanah dan putrinya, Fathimah Zahratul

    ‘Athira Rinaldi, saat ini ia tinggal di Klaten mengabdikan dirinya untuk

    menyambung lidah para nabi. “Tiada yang istimewa dalam hidupku, tiada

    yang pantas kuceritakan tentang diriku pada orang lain. Hanya karena kasih

    sayang Allah-lah sehingga aibku tak diketahui orang. Dia masih

    merahasiakan semua keburukanku sehingga masih banyak orang yang mau

    duduk bersamaku. Seandainya semuanya dibeberkan Allah, tak seorang pun

    yang mau menatapku dan mendengarkanku. Aku malu” Itulah kata-kata yang

    diucapkannya untuk mengakhiri tulisan ini. Rinaldi (2013: 265-266)

    B. Hakikat Novel

    1. Pengertian Novel

    Karya sastra ini sudah tidak asing lagi bagi penikmat yang gemar

    membacanya. Dalam novel banyak cerita inspiratif yang termuat di

    dalamnya. Bacaan yang ringan, asyik dan menambah wawasan sehingga

    novel banyak digemari oleh pembacanya, bahkan banyak dijadikan

    sebagai bacaan terfavorit bagi semua kalangan. Novel berbeda dengan

  • 15

    cerpen, meskipun sama-sama berbentuk prosa, namun novel tidaklah

    cerita yang hanya beberapa lembar saja, akan tetapi cerita yang terdapat

    di dalamnya cukup panjang dan dikhususkan menjadi satu buku yang

    didesain dengan cover sesuai isi dari novel tersebut.

    Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa karya sastra novel

    adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita

    kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta

    menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel

    dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh

    cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.

    Pemaparan tersebut sejalan dengan pendapat Tarigan (1984:164),

    novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu,

    yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang

    representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau

    kusut. Novel merupakan suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang

    mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita

    yang bersifat imajinatif.

    Novel ada berbagai bentuk baik itu fiksi maupun fakta. Dari dua

    macam novel tersebut akan membuat pembacanya semakin tertarik

    dengan karya sastra ini. Novel sebagai sebuah karya imajinatif atau

    menceritakan tentang fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia

    dan kehidupan. Fiksi juga menceritakan berbagai masalah kehidupan

  • 16

    manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya

    dengan diri sendiri, serta dengan Allah SWT. Pengarang menghayati

    berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang

    kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi yang sesuai

    dengan pandangannya.

    Sastra yang dianggap fiksi pada hakikatnya adalah fakta (Nyata),

    karya-karya itu lahir didasarkan atas kesadaran pengarang dalam melihat

    realitas (Kenyataan) masyarakatnya. Ciri khas novel adalah

    kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara

    penuh, namun perlu diketahui bahwa dunia kesastraan terdapat suatu

    bentuk karya sastra yang mendasarakan diri pada fakta. Sebagaimana

    Nurgiyantoro (1995: 6) mengemukakan, bahwa realitas dalam karya fiksi

    merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan yang

    ditampilkan, namun tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.

    Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara

    naratif dan biasanya ditulis dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari

    bahasa Italia yaitu “novella” yang artinya sebuah kisah atau sepotong

    cerita. Penulis novel disebut dengan novelis. Isi novel lebih panjang dan

    lebih kompleks dari isi cerpen, serta tidak ada batasan struktural dan

    sajak. Pada umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dalam

    kehidupan sehari-hari beserta semua sifat, watak dan tabiatnya.

  • 17

    Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (1995: 9) Kata

    novel berasal dari bahasa Latin novellus. Sebutan novel dalam bahasa

    Inggris dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia, sedangkan dari

    bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). sedangkan

    Priyatni (2010: 124) mendefinisikan novel sebagai cerita dalam bentuk

    prosa yang agak panjang dan meninjau kehidupan sehari-hari.

    Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pada

    hakikatnya novel adalah cerita atau kisah yang disampaikan oleh

    pengarang terhadap pembaca yang didasarkan pada kehidupan nyata

    maupun hanya cerita ilusi saja. Setiap isi yang terkandung dalam novel

    selalu memberikan banyak inspirasi bagi penikimatnya, bahkan

    terkadang membuat pembaca jatuh dalam skenario di dalamnya.

    Dalam arti umum novel adalah cerita berbentuk prosa dalam

    ukuran luas yang mempunyai cerita dengan plot (alur) yang kompleks,

    karakter yang banyak, tema yang baik, suasana cerita yang beragam, dan

    setting cerita yang beragam pula.

    2. Unsur-Unsur Pembangunan Novel

    Nurgiyantoro (2013: 29-30) berpendapat unsur-unsur pembangun

    sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas

    itu di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya.

    Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara

  • 18

    tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian walau pembagian

    itu tidak benar-benar pilah. Pembagian unsur yang dimaksud adalah

    unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak

    disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan karya

    sastra pada umumnya.

    a. Unsur Intrinsik

    Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang membangun prosa. Pada

    umumnya, para ahli membagi unsur intrinsik prosa rekaan atas tema,

    tokoh, penokohan, alur (plot), latar cerita (setting), sudut pandang, gaya

    bahasa, dan amanat. Sehingga dengan pembagian tersebut novel akan

    lebih mudah untuk dipahami. Sebagaimana Wiyanto (2012: 213)

    berpendapat, unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang

    (secara langsung) turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar

    berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.

    Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur (cerita)

    inilah yang akan dijumpai jika kita membaca novel. Unsur yang

    dimaksud untuk menyebut sebagian saja misalnya, peristiwa, cerita, plot,

    penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya

    bahasa, dan lain-lain.

  • 19

    1) Tema

    Tema adalah suatu gagasan pokok atau ide pikiran tentang

    sesuatu hal, salah satunya dalam membuat sebuah karya tulis.

    Contoh halnya cerpen, puisi, novel dan berbagai macam jenis tulisan

    lainnya haruslah memiliki sebuah tema.

    Berdasarkan gagasan pokok atau ide utama, pengarang akan

    mudah untuk mengembangkan cerita. Oleh karena itu, dalam suatu

    novel akan terdapat satu tema pokok dan sub tema. Pembaca harus

    mampu menentukan tema pokok dari suatu novel. Tema pokok

    adalah tema yang dapat memenuhi atau mencakup isi dari

    keseluruhan cerita. Tema pokok yang merupakan makna keseluruhan

    cerita tidak tersembunyi, namun terhalangi dengan cerita yang

    mendukung tema tersebut. Maka pembaca harus dapat

    mengidentifikasi dari setiap cerita dan mampu memisahkan antara

    tema pokok dan sub-subtema atau tema tambahan.

    Jadi apabila diperumpamakan sebuah rumah, tema menjadi

    sebuah fondasinya karena tema adalah suatu hal yang paling utama

    dilihat oleh para pembaca. Jika ide pikiran dalam tulisan tersebut itu

    menarik, maka akan memberikan nilai yang lebih pada tulisan

    tersebut. Sebagaimana Siswanto (2008: 161) juga mengemukakan,

    bahwa tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan

    tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.

  • 20

    Semakin menarik tema yang tersaji dalam sebuah tulisan

    tersebut maka akan menambah daya tarik bagi para pembaca

    terhadap karya tersebut, akan tetapi apabila tema itu tidak

    memberikan kesan yang menarik maka pembaca akan jenuh dan bisa

    jadi meninggalkan untuk membaca karya tersebut. Dengan demikian

    tema dapat dikatakan sebagai ide pokok atau gagasan dalam

    membangun sebuah cerita. Sebuah cerita akan berkembang sesuai

    dengan tema yang telah ditentukan oleh seorang pengarang

    Tema berarti pokok pikiran atau masalah yang akan

    dikembangkan dalam sebuah cerita oleh pengarangnya. Dengan,

    tema semua permasalahan dalam sebuah karya sastra akan terwujud

    dengan baik dan benar. Oleh karena itu, peranan tema menjadi

    pokok pikiran yang diutamkan dalam membuat karya sastra.

    Sehingga dengan pemahaman di atas maka sangat jelas dalam

    membuat penulisan, tema sangat perlu diperhatikan secara

    mendalam untuk kebaikan sebuah tulisan yang dibuat. Semakin

    menarik ide gagasan tersebut maka akan semakin banyak penikmat

    yang akan membaca dari tulisan tersebut.

    Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka

    bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Oleh karena itu, untuk

    menentukan tema sebuah novel harus disimpulkan dari keseluruhan

    cerita tidak hanya berdasarkan bagian tertentu cerita.

  • 21

    2) Plot (Alur Cerita)

    Alur atau plot juga merupakan kerangka dasar yang juga

    penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus berkaitan

    antara satu dengan yang lain, bagaimana suatu peristiwa mempunyai

    hubungan dengan peristiwa lain. Sedangkan plot adalah sebagai

    peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana,

    karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan

    kaitan sebab dan akibat.

    Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa yang dijalin untuk

    menggerakkan jalan cerita, sangat penting memperhatikan plot karena

    alur cerita yang teruraikan secara sistematis akan membuat pembaca

    lebih nyaman dalam memahami sebuah tulisan yang terkandung pada

    sebuah karya tulis tersebut.

    Sebagaimana Nurgiyantoro (1995: 209-210) berpendapat,

    Pengarang menyusun cerita sehingga pembaca ingin selalu mengikuti

    apa yang terjadi setelah itu, ingin tahu mengapa hal itu terjadi. Akibat

    plot itu bagi pembaca ada dua macam: akan terus mengikuti apa yang

    terjadi berikutnya atau tidak mau lagi mengikuti apa yang terjadi

    selanjutnya. Selain rincian mengenai pengertian plot sebagaimana

    yang telah dikemukakan, terdapat tahapan plot yang dikemukakan

    lebih rinci. Rincian yang dimaksud oleh tasrif dalam Nurgiyantoro

    adalah membedakan tahap plot menjadi lima bagian, yaitu:

  • 22

    a) Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi

    pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

    Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita.

    b) Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik, Pada

    tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan akan

    berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

    c) Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang

    telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang.

    Peristiwaperistiwa dramatik yang menjadi inti semakin

    menegangkan. Konflikkonflik yang terjadi internal dan eksternal,

    pertentangan, benturanbenturan antarkepentingan masalah dan

    tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

    d) Tahap climax: tahap klimaks, konflik yang terjadi, yang

    dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai

    titik intesitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh

    tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita

    terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja

    memiliki lebih dari satu klimaks.

    e) Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah

    mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini

    berkesesuaian dengan tahap akhir di atas.

  • 23

    Masih menurut pandangan Nurgiyantoro (1995: 213-216) plot

    dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan kriteria

    urutan waktu. Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya

    urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, yang

    pertama disebut sebagai plot maju atau progresif, kedua plot sorot

    balik atau regresif flash-back, dan plot campuran.

    Plot progresif bersifat kronologis, secara runtut cerita dimulai

    dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),

    tengah (konflik meningkat, klimaks), akhir (penyelesaian). Plot

    progresif biasanya menunjukkan kesederhanaan cara penceritaan,

    tidak berbelitbelit, dan mudah diikuti. Plot flash-back, cerita tidak

    dimulai dari tahap awal melainkan mungkin dari tahap tengah atau

    bahkan tahap akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Teks

    yang berplot jenis ini, langsung menyuguhkan adegan-adegan konflik,

    bahkan konflik yang meruncing.

    Selanjutnya, plot campuran atau progresif regresfif, barangkali

    tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau

    sebaliknya sorot balik. Secara garis besar plot sebuah novel mungkin

    progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya sering

    terdapat adegan-adegan sorot balik. Jadi, dapat dikatakan tidak

    mungkin ada sebuah cerita yang mutlak flash-back. Pengategorian

    plot sebuah novel ke dalam progresif atau flash-back, sebenarnya

  • 24

    lebih didasarkan pada mana yang lebih dominan. Hal tersebut

    disebabkan pada kenyataannya sebuah novel pada umumnya akan

    mengandung keduanya atau berplot campuran untuk mendukung tema

    dan penokohan dalam novel.

    3) Tokoh dan Penokohan

    Pembahasan ini merupakan suatu hal yang mengacu terhadap

    pelaku dalam karya sastra. Jalan cerita dalam novel dilakukan oleh

    tokoh cerita tersebut. Tokoh merupakan individu rekaan yang

    mengalami peristiwa di dalam berbagai kejadian cerita. Tokoh pada

    umumnya berwujud manusia, tetapi juga dapat berwujud binatang

    atau benda-benda yang diinsankan. Individu ini semata-mata hanya

    bersifat rekaan, tidak ada dalam dunia nyata. Bila pun ada mungkin

    hanya kemirip-miripan dengan individu tertentu yang memiliki sifat-

    sifat yang sama yang kita kenal dalam kehidupan kita.

    Penokohan dalam novel adalah komponen yang sama

    pentingnya dengan unsur yang lain. Penokohan adalah teknik

    bagaimana pengarang menampilkan tokoh dalam cerita sehingga

    dapat diketahui karakter atau sifat para tokoh tersebut.

    Menurut pendapat dari Nurgiyantoro (1995: 165) tokoh

    merupakan sosok atau pelaku yang berada di dalam cerita sehingga

    peristiwa itu menjalin suatu cerita. Abrams mengemukakan, tokoh

  • 25

    adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya, yang oleh

    pembaca ditafsirkan memilik kualitas moral dan kecenderungan

    tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

    dilakukan dalam tindakan.

    Sama halnya dengan manusia yang ada pada alam kehidupan

    nyata, maka tokoh dalam suatu fiksi hendaknya memiliki dimensi

    fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi fisiologis meliputi usia,

    jenis kelamin, keadaan tubuh, dan sebagainya. Dimensi sosiologis

    meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam

    masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas

    sosial, organisasi, hobi, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi

    psikologis meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan

    pribadi, sikap dan kelakuan juga intelektualitasnya.

    Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis.

    Sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh

    utama (sentral) dan tokoh tambahan (periferal). Tokoh disebut

    sebagai tokoh sentral apabila memenuhi tiga syarat yaitu paling

    terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan

    tokoh lain, paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

  • 26

    Nurgiyantoro (1995: 259-267) juga mengemukakan, tokoh-

    tokoh dalam cerita dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

    penamaan, berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh

    dibedakan menjadi; tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari segi

    peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita ada tokoh

    yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa

    mendominasi sebagain besar cerita. Sebaliknya, ada tokoh yang hanya

    dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu pun

    mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang

    disebut pertama adalah tokoh utama, sedang yang kedua adalah tokoh

    tambahan.

    Tokoh utama merupakan tokoh yang diutamakan

    penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Dia merupakan tokoh

    yang paling banyak diceritakan, dia sangat menentukan perkembangan

    plot cerita secara keseluruhan, karena tokoh utama paling banyak

    diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat

    menentukan perkembangan plot cerita secara keseluruhan.

    Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih dari

    seorang walau kadar keutamaannya belum tentu sama. Keutamaan

    mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan dan

    pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Selain

    tokoh utama terdapat tokoh utama tambahan yang memiliki kadar

  • 27

    keutamaan dibawah tokoh utama. Pada tokoh tambahan terdapat

    pembedaan berdasarkan gradasi karena kadar keutamaannya, yaitu

    tokoh tambahan utama dan tokoh tambahan (yang memang)

    tambahan.

    Membicarakan masalah tokoh berarti membicarakan pula

    penokohan. Menurut Kosasih (2003: 256) Penokohan menyaran pada

    perwatakan, karakter dari tokoh yang menunjuk pada sifat dan sikap.

    Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan

    mengembangkan tokoh-tokoh dalam cerita.

    Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang

    seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan dapat

    juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan yang

    menunjukan pada penempatan tokoh-tokoh dengan watak tertentu

    dalam sebuah cerita. Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas

    pengertiannya dibandingkan tokoh karena ia sekaligus mengartikan

    masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana

    penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup

    memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

    Dengan demikian, penokohan merupakan gambaran tokoh

    cerita yang dilukiskan melalui bentuk lahir dan bentuk yang tidak

    terlihat. Dapat diamati melalui dioalog antar tokoh, tanggapan tokoh

    lain terhadap tokoh utama, atau pikiran-pikiran tokoh.

  • 28

    4) Latar (Setting)

    Latar yaitu penggambaran seputar waktu, tempat, dan suasana

    terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Tokoh-tokoh dalam cerita

    pada tempat dan waktu (masa) tertentu. Menurut Atmazki (1990: 62)

    latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas, hal ini

    penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca,

    menciptakan suasana tertentu seolah-olah sungguh-sungguh ada dan

    terjadi. Dalam karya sastra, latar tidak mesti realitas objektif, tetapi

    bisa jadi realitas imajinatif. Artinya latar yang digunakan hanya

    ciptaan pengarang, yang kalau dilacak kebenarannya tidak akan

    bertemu sebagaimana diceritakan.

    Nurgiyantoro (1995: 304-308) mengemukakan, latar terbagi

    menjadi latar fisik dan latar spiritual, latar netral dan latar fungsional.

    Latar fisik adalah latar tempat secara jelas menunjuk pada lokasi

    tertentu, yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya, sedang latar

    spiritual adalah latar yang berwujud tata cara, adat istiadat,

    kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang

    bersangkutan. Latar netral adalah sebuah tempat hanya sekedar

    sebagai tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan tidak lebih dari

    itu dan tidak akan mempengaruhi pemlotan dan penokohan, sedang

    latar fungsional adalah latar yang mampu mempengaruhi cerita dan

    bahkan ikut menentukan perkembangan plot dan pembentukan

  • 29

    karakter tokoh, karena mempengaruhi perkembangan plot dalam

    sebuah cerita fiksi, latar fungsional tidak dapat digantikan dengan latar

    lain tanpa mengganggu atau bahkan merusak cerita.

    Sebagaimana pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

    latar dibagi dalam dua jenis yaitu latar secara fisik dan latar secara

    spritual. Latar fisik terdiri dari latar tempat dan waktu. Nama lokasi

    tertentu seperti nama kota, desa, jalan, sungai, dan lain-lain.

    Hubungan waktu seperti tahun, tanggal, pagi, siang, malam, dan lain-

    lain yang menyaran pada waktu tertentu merupakan latar waktu. Latar

    spritual dalam karya fiksi berwujud tata cara, adat istiadat,

    kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku ditempat bersangkutan. Ada

    juga yang menyebutnya sebagai latar sosial.

    5) Sudut Pandang Penceritaan

    Sudut pandang atau point of view adalah cara pengarang

    memandang sebuah cerita. Sudut pandang mengandung arti hubungan

    di antara tempat pencerita dengan ceritanya. Hubungan antara

    pengarang dan cerita ada dua macam, yaitu hubungan pencerita

    “diaan” dengan ceritanya dan hubungan pencerita äkuan” dengan

    ceritanya.

  • 30

    Dalam penyampaian sebuah cerita, pengarang dapat

    menggunakan sudut pandang melalui sebuah kejadian yang

    dialaminya. Menurut pandangan dari Stanton (2007: 61) Sudut

    pandang merupakan tempat pengarang memandang cerita. Sudut

    pandang pada dasarnya merupakan strategi, teknik, siasat yang yang

    disengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan dan

    ceritanya untuk menampilkan pandangan hidup dan tafsirannya

    terhadap kehidupan yang semua sudut pandang tokoh.

    Sudut pandang menyaran pada cara atau pandangan yang

    dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,

    tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

    sebuah karya kepada pembaca.

    Minderop (2005: 88) mengemukakan bahwa sudut pandang

    terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada tiga varian

    mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal, orang ketiga

    dan orang pertama. Sudut pandang impersonal adalah apabila

    pencerita berdiri di luar cerita dan bergerak bebas dari satu tokoh ke

    tokoh lainnya, satu tempat ke tempat lainnya, satu episode ke episode

    lainnya yang dapat memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan

    tokoh dengan bebasnya. Jenis sudut pandang orang ketiga terbagi atas;

    pertama “dia” maha tahu dan “dia” terbatas. “Dia” maha tahu yaitu

    pencerita yang berada di luar cerita dan melaporkan peristiwa-

  • 31

    peristiwa yang menyangkut para tokoh dari sudut pandang “ia” atau

    “dia”. Pencerita mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan

    tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya.

    Ia bebas bergerak menceritakan apa saja dalam lingkup waktu

    dan tempat cerita, berpindah-pindah tokoh “dia” yang satu ke tokoh

    “dia” yang lain, menceritakan ucapan, tindakan tokoh bahkan juga

    hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara

    jelas. Kedua, “Dia” terbatas yaitu pencerita yang berada di luar cerita

    yang mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang tokoh saja baik

    tindakan maupun batin tokoh tersebut. Dalam percakapan antar tokoh

    banyak penyebutan “aku” dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh “dia”

    sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.

    Jenis sudut pandang pertama “akuan” terdiri atas “aku” tokoh

    utama dan “aku” tokoh tambahan. Sudut pandang “Aku” tokoh utama

    yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan

    cerita dari sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita.

    Sudut pandang “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak ikut

    berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif

    sebagai pendengar atau penonton dan hanya melaporkan cerita kepada

    pembaca dari sudut pandang “saya”.

  • 32

    Dengan demikian, bahwa dalam sudut pandang (point of view)

    seperti halnya, akuan-sertaan, tokoh sentral (utama) cerita adalah

    pengarang secara langsung terlibat dalam cerita. Sudut pandang

    akuan-taksertaan, tokoh “aku: di sana berperan sebagai figuran atau

    pembantu tokoh lain yang lebih penting, sedangkan sudut pandang

    diaan-mahatahu, pengarang berperan sebagai pengamat saja yang

    berada diluar cerita. Hal ini berkebalikan dengan sudut pandang

    diaanterbatas yakni, pengarang memakai orang ketiga sebagai

    pencerita yang terbatas dalam bercerita

    6) Gaya Bahasa

    Bahasa dapat menjadi sarana pengungkapan sebuah karya

    sastra. Dalam sastra, gaya keindahan sebuah kata-kata adalah cara

    pengarang dalam menggunakan bahasa yang baik. Gaya berdasarkan

    pendapat Siswanto (2008: 158-159) adalah cara seorang pengarang

    menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang

    indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana

    yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Alat

    gaya dapat melibatkan masalah kiasan dan majas: majas kata ataupun

    majas kalimat.

    Gaya bahasa dalam Wikipedia (2015: 1-3) ada beberapa

    macam, yaitu alegori, metafora, simile, sinestesia, litotes, hiperbola,

    personifikasi, enumerasio, dan satire.

  • 33

    a) Alegori, yaitu menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau

    penggambaran.

    b) Metafora, yaitu gaya bahasa yang membandingkan suatu benda

    dengan benda lain karena mempunyai sifat yang sama atau

    hampir sama.

    c) Simile, yaitu pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang

    dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya,

    bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".

    d) Sinestesia, yaitu suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang

    dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

    e) Litotes, yaituungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta

    dengan tujuan merendahkan diri.

    f) Hiperbola, yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan

    sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.

    g) Personifikasi, yaitupengungkapan dengan menggunakan perilaku

    manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.

    h) Enumerasio, yaituungkapan penegasan berupa penguraian bagian

    demi bagian suatu keseluruhan.

  • 34

    i) Satire, yaitu ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau

    parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan.

    Dari pengertian di atas dapat disimpulkan gaya bahasa

    merupakan penggunaan bahasa dalam menyampaikan suatu makna.

    Gaya bahasa digunakan untuk membantu menyampaikan kesan dan

    maksud kepada pembaca melalui pilihan kata.

    7) Amanat

    Karya sastra selain berfugsi sebagai hiburan bagi pembacanya,

    juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan penyampaian sebuah

    nilai-nilai moral. Dengan kata lain, pengarang selain ingin menghibur

    pembaca (penikmat) juga ingin mengajari pembaca. Ajaran yang ingin

    disampaikan itu dinamakan amanat. Jadi, amanat adalah unsur

    pendidikan terutama pendidikan moral, yang ingin disampaikan oleh

    pengarang kepada pembaca lewat karya sastra yang ditulisnya.

    Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri

    pengarang dan pembacanya. Dari sudut pengarang, nilai ini biasa

    disebut amanat. Siswanto (2008: 162) mengemukakan, amanat adalah

    gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan

    pengarang kepada pembaca atau pendengar.

  • 35

    Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat

    sementara dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.

    Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan amanat

    adalah pesan atau nasihat pengarang yang disampaikan kepada

    pembaca, secara implisit ataupun eksplisit.

    b. Unsur ekstrinsik

    Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya

    sastra itu; biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan

    sosial dan ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.

    Sebagaimana pandangan dari Nurgiyantoro (2013: 30) unsure

    ekstrinsi adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra itu, tetapi

    secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme teks

    sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur

    yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra.

    Begitupun sama dengan yang dikemukakan Adisusilo (2012: 56)

    bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya

    sastra itu; biografi pengarang, psikologi pengarang, keadaan lingkungan

    sosial dan ekonomi pengarang, dan pandangan hidup suatu bangsa.

    Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (2013: 30-31) juga

    berpendapat bahwa unsur ektrinsik terdiri atas sejumlah unsur. Unsur-

    unsur yang dimaksud antara lain adalah keadaan subjektivitas individu

  • 36

    pengarang yang meniliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang

    kesemuanya itu akan memengaruhi karya yang ditulisnya. Pendek kata,

    unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang

    dihasilkan. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi pengarang (yang

    mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun penerapan

    prinsip psikologi dalam karya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti

    ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra,

    dan hal itu merupakan unsur ekstrinsik pula. Unsur ekstrinsik yang lain

    misalnya pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain,

    dan sebagainya

    Unsur ekstrinsik sebuah karya sastra bergantung pada pengarang

    menceritakan karya itu. Unsur ini mengandung nilai dan norma yang

    telah dibuatnya. Norma adalah suatu ketentuan atau peraturan-peraturan

    yang berlaku dan harus ditaati oleh seseorang.

    Sehingga unsur ekstrinsik ini sangat penting sekali dalam

    pemberian pesan atau nilai pada sebuah novel. Karya sastra dikatakan

    baik apabila sebuah sastra mampu memperhatikan dengan baik akan

    unsur intrinsik dan ekstrinsik.

  • 37

    BAB III

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Konsep Pendidikan Moral

    1. Pengertian Pendidikan Moral

    Sebelum mengetahui tentang pengertian dari pendidikan

    moral, maka alangkah baiknya jika didefinisikan dengan konteks

    makna secara bahasa. Karena pendidikan moral tersebut terdiri dari

    dua komponen yaitu pendidikan dan moral. Sehingga dengan

    mengetahui dua makna dari kata tersebut akan memudahakan untuk

    memahami tentang arti dari pendidikan moral yang sebenarnya.

    Ramayulis (2002: 1) berpendapat bahwa Istilah pendidikan

    berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe’ dan akhiran “kan”,

    mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya). Istilah

    pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “pedagogie”

    yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.

    Sebagaimana Purwanto (1985: 10) juga berpendapat,

    Pendidikan juga bisa diartikan segala usaha orang dewasa dalam

    pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan

    jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.

    Mengacu dari pengertian di atas maka pendidikan adalah

    proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan

    berbagai macam bentuk tingkah laku lainnya baik di dalam

  • 38

    lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di mana dia hidup.

    Proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan

    yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah)

    sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan

    kemampuan sosial dan kemampuan individual yang optimum.

    Pendidikan merupakan faktor yang teramat penting dalam

    tatanan kehidupan manusia. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari

    kehidupan, baik kehidupan keluarga, diri sendiri maupun kehidupan

    dalam bermasyarakat dan negara.

    Sebagaimana dalam undang-undang Indonesia ditegaskan

    bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

    mewujudkan suasana belajar dan proses belajar pembelajaran agar

    peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

    memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

    kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

    diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

    Pelaksanaan suatu pendidikan mempunyai berbagai macam

    fungsi, antara lain; inisiasi, inovasi, dan konservasi. Inisiasi

    merupakan fungsi pendidikan untuk memulai suatu perubahan.

    Inovasi merupakan wahana untuk mencapai perubahan. Konservasi

    berfungsi untuk menjaga nilai-nilai dasar. Oleh sebab itu, untuk

    memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai penataan dari

  • 39

    segala aspek. Salah satu aspek yang dimaksud di atas adalah

    manajemen pendidikan.

    Pendidikan bertujuan tidak hanya membentuk manusia yang

    cerdas otaknya dan trampil dalam melaksanakan tugas, namun

    diharapkan menghasilkan manusia yang memiliki moral dan budi

    pekerti yang baik, sehingga menghasilkan seseorang yang excellent.

    Oleh karena itu pendidikan tidak semata-mata mentrasfer ilmu

    pengetahuan saja, akan tetapi juga mentransfer nilai moral dan nilai

    kemanusiaan yang bersifat universal (menyeluruh).

    Sebagaimana Habibah (2007: 1) berpendapat, Disinilah

    pentingnya nilai-nilai moral yang berfungsi sebagai media

    transformasi manusia Indonesia agar lebih baik, memiliki

    keunggulan dan kecerdasan di berbagai bidang; baik kecerdasan

    emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan spiritual, kecerdasan

    kinestika, kecerdasan logis, musikal, lenguistik, kecerdasan special.

    Sebagaimana di dalam Al Qur’an dan terjemahan (2002: 598)

    Q.S Al Alaq : 1-5 juga membahas tentang pentingnya peran

    pendidikan bagi kehidupan manusia. Sehingga dengan pentingnya

    akan hal itu maka pendidikan sangat ditekankan bahkan diwajibkan.

  • 40

    Artinya : 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

    menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

    darah, 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4.

    Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, 5. Dia

    mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

    Di dalam Al Qur’an dan terjemahan (2002: 24) yang

    mempelajari tentang pendidikan selain itu terdapat dalam

    Q.S. Al Baqoroh : 151 yang berbunyi:

    Artinya : “sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat

    Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul

    diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada

    kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al

    kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa

    yang belum kamu ketahui.”

    Melihat dari pembahasan ayat tersebut maka sangat jelas

    bahwa utamanya ilmu itu akan bertambah apabila seseorang mau

    untuk senantiasa belajar. Dengan prinsip “membaca” maka akan

    munculah beberapa pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui.

  • 41

    Pendidikan sastra di Negara Indonesia sangatlah tertinggal

    dibandingkan dengan dunia Barat atau Asia sendiri. Hal ini

    dikarenakan para siswa di Indonesia sangat kurang dalam membaca

    karya-karya sastra dan juga kegiatan menulis atau mengarang. Di

    Jerman, pada pendidikan tingkat SMA, para siswa telah membaca

    sekurang-kurangnya 15 judul buku sastra, di New York membaca 32

    judul buku sastra, di Rusia 12 judul buku sastra, di Singapura dan

    Malaysia masing-masing 6 judul, sementara di Indonesia belum bisa

    menerapkan itu.

    Pengarang sastra di sekolah umum Indonesia sangat tertinggal

    dalam kegiatan apresiasi siswa untuk gemar membaca karya sastra.

    Di Indonesia sendiri dan juga lemahnya kemampuan pengungkapan

    jiwa lewat bahasa tulisan. Sehingga dengan pandangan seperti itu

    perlulah adanya pembinaan dalam pendidikan sastra.

    Dari beberapa pakar terkemuka atas pendapat di atas, maka

    dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses transformasi

    ilmu pengetahuan, nilai-nilai dan pengembangan potensi yang dapat

    mempengaruhi perkembangan jiwa dan watak manusia yang

    diharapkan bisa diaktualisasikan melalui perilakunya dalam

    kehidupan sehari-hari. Sehingga merupakan perbuatan yang

    mengarah pada pembimbingan agar tercapai suatu kebaikan seperti

    yang telah dicita-citakan.

  • 42

    Sedangkan Pengertian moral dalam KBBI (2008: 929) adalah

    “ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,

    kewajiban, akhlak dan budi pakerti”. Sebagaimana Nurgiyantoro

    (2009: 321) berpendapat, Moral merupakan sesuatu yang ingin

    disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, yang merupakan

    makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra dan makna yang

    disarankan lewat cerita. Hal ini berarti pengarang menyampaikan

    pesan-pesan moral kepada pembaca melalui karya sastra baik

    penyampaian secara langsung maupun tidak langsung.

    Menurut Bambang (1998: 22) Secara etimologis kata “Moral”

    berasal dari kata latin “mos” yang berarti tata cara, adat istiadat atau

    kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah “Mores”. Dalam arti adat

    istiadat atau kebijaksanaan, kata-kata “Moral”mempunyai arti yang

    sama dengan kata Yunan ”Ethos”, yang menurunkan kata”etika”.

    Dalam bahasa arab kata”Moral”berarti budi pekerti adalah sama

    dengan “akhlak”, sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “Moral”

    dikenal dengan arti kesusilaan.

    Pada hakikatnya moral adalah membicarakan tentang

    persoalan benar atau salah, apa yang perlu dilakukan dan

    ditinggalkan atas sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan

    timbulnya “pengadilan” dari masyarakat mengenai tindakan yang

    telah dilakukan oleh seorang individu. Pertimbangan moral

    tergantung kepada suasana atau keadaan yang membentuk individu

  • 43

    tersebut. Misalnya, sistem sosial, kelas sosial, dan kepercayaan yang

    dianut. Moralitas dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang

    baik buruk, tentang larangan, tentang yang harus dilakukan, dalam

    setiap tindakan manusia secara tidak langsung dibebani oleh

    tanggung jawab moral yang harus selalu dipatuhi.

    Di masyarakat moral yang berlaku bersifat mengikat terhadap

    setiap individu pada segala lapisan masyarakat yang ada. Setiap

    individu dalam bersikap, bertingkah laku, dan bergaul dalam

    masyarakat haruslah memperhatikan tatanan yang ada. Selain

    melakukan apa yang ditugaskan kepadanya oleh kehidiupan sosial

    dan oleh nasib pribadinya.

    Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan

    perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.

    Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak

    bermoral dan tidak memilki nilai positif di mata manusia lainnya.

    Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.

    Pada dasarnya pendidikan moral itu diajarkan dalam sebuah

    lingkungan (Sekolah, Keluarga dan Masyarakat) dan manusia harus

    mempunyai moral jika ingin dihormati oleh sesamanya.

    Moral juga bisa diartikan sebagai perbuatan atau tingkah laku

    dan ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila

    yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku

    di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan

  • 44

    lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral

    yang baik, begitu juga sebaliknya.

    Sebagaimana pendapat dari Ali (2004: 26) bahwa pengertian

    moral atau yang lazimnya disebut dengan khuluqiyah atau akhlak

    adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari

    karakteristikkarakteristik akal atau tingkah laku yang membuat

    seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik tersebut

    membentuk kerangka psikologi seseorang seseorang dan

    membuatnya berprilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok

    dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda.

    Menurut Nurgiyantoro (2013: 430), moral dalam karya sastra

    biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang

    bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal

    itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Jadi, pada intinya

    moral merupakan representasi ideologi pengarang. Karya sastra yang

    berwujud berbagai genre yang notabene adalah “anak kandung”

    pengarang pada umumnya terkandung ideologi tertentu yang

    diyakini kebenarannya oleh pengarang terhadap berbagai masalah

    kehidupan dan sosial, baik terlihat eksplisit maupun implisit.

    Kenny dalam Nurgiyantoro (2013: 430) mengemukakan bahwa

    moral dalam karya sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran

    yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat

    praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat cerita yang

  • 45

    bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja

    diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan

    dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan

    santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” nyata,

    sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap

    dan tingkah laku tokoh-tokohnya.

    Poespoprodjo (1999: 13) menyatakan bahwa dengan moral

    berarti hidup kita mempunyai arah tertentu meskipun arah tersebut

    sekarang belum dapat kita tunjuk sepenuhnya. Seseorang menangis

    atau menyesal dalam hatinya karena melihat bahwa perbuatan

    melanggar, menyeleweng, menghianati arah ini.

    Jika mendiskusikan nilai moral dalam karya sastra, maka harus

    mencari unsur-unsur yang dapat menjadi sumber harmoni atau

    konflik antara perbuatan dan norma. Dalam bertindak, dua orang

    bisa melakukan tindakan yang sama tetapi dengan motif yang

    berbeda, atau melakukan tindakan yang berbeda tetapi dengan motif

    yang sama. Selain itu bisa juga bertindak dengan motif yang sama,

    tetapi dengan keadaan yang berbeda.

    Mangunwijaya dalam Nurgiyantoro (2013: 446) menyatakan

    kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah setua

    keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu

    yang bersifat religious. Pada awal mula segala sastra adalah religius.

    Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius

  • 46

    dan agama memang erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat

    melebur dalam kesatuan, namun sebenarnya keduanya menunjuk

    pada makna yang berbeda

    Moral sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan moral

    merupakan bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan dalam

    kehidupan manusia. Pentingnya mempunyai moral tidak hanya

    dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga dirasakan oleh orang lain,

    misalnya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa

    dan bernegara.

    Dalam Al-Qur’an dan terjemahan (2002: 279) telah

    diterangkan dengan jelas tentang manfaat mempelajari akhlak

    (moral) yang mulia. Sebagaiman dijelaskan dalam Firman Allah

    SWT dalam QS An-Nahl: 97.

    Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik

    laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka

    Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang

    baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada

    mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

    mereka kerjakan.” (Q.S. An-Nahl: 97).

    Ayat tersebut telah menjelaskan tentang keuntungan atau

    manfaat dari sifat bermoral, dalam hal ini beriman dan beramal

    shaleh. Yang mana mereka akan mendapatkan kehidupan baik,

    mendapat rezeki yang berlimpah ruah, dan mendapatkan pahala yang

  • 47

    berlipat ganda di akhirat dengan masuk dalam surga-Nya

    sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah SWT.

    Dari uraian tersebut menjelaskan sebagian kecil dari manfaat

    yang menghasilkan sebagai akibat dari mempelajari moral yang telah

    dikerjakan dan tentunya masih banyak lagi manfaat dari bermoral

    mulia. Namun dengan menyebut sebagian kecil dari manfaat

    tersebut. Maka rasanya sudah cukup untuk memberikan isyarat

    kepada manusia sebagai tujuan hidupnya untuk memperoleh

    kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

    Mengambil dari pemahaman tersebut, maka mengindikasikan

    bahwa antara moral dan etika mempuyai arti yang sama yaitu sebuah

    hal yang mempelajari tentang pola prilaku seseorang dalam

    kehidupannya sehari-hari.

    Sehingga dari pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa

    Moral adalah suatu hal yang didasari oleh prilaku seseorang melalui

    kebiasaan yang didapati dalam lingkungkannya. Apabila lingkungan

    tersebut baik maka akan menumbuhkan moral yang baik begitupun

    juga dengan sebaliknya.

    Mengacu dari dua pengertian tersebut maka Pendidikan Moral

    mempunyai sebuah keterkaitan yang saling menentukan untuk

    kebaikan dari orang tersebut. Hal ini bisa diartikan bahwa

    Pendidikan Moral adalah diartikan sebagai proses pendidikan yang

    ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku siswa

  • 48

    yang memancarkan akhlak (moral) yang baik atau budi pekerti luhur,

    lewat pendidikan moral ini kepada anak didik akan diterapkan nilai

    dan perilaku yang positif.

    Pendidikan moral dapat disebut juga sebagai pendidikan nilai

    atau pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang disampaikan

    dalam pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain

    afektif. Nilai tersebut antara lain, meliputi : perasaan, sikap, emosi,

    kemauan, keyakinan, dan kesadaran.

    Dalam mensosialisasikan nilai moral perlu adanya sebuah

    komitmen para elit politik, tokoh masyarakat, guru, stakeholders

    pendidikan moral, dan seluruh masyarakat. Hal ini dikarenakan

    bahwa sosialisasi pendidikan moral harus memperhatikan prinsip-

    prinsip antara lain: Pendidikan moral adalah suatu proses,

    pendekatan yang digunakan secara komperhensip, pendidikan ini

    hendaknya dilakukan secara kondusif baik di lingkungan sekolah,

    rumah dan masyarakat, semua partisan dan komunitas terlibat di

    dalamnya.

    Sosialisasi pendidikan moral perlu diadakan bagi kepala

    sekolah, guru, murid, orang tua murid, dan komunitas pemimpin

    yang merupakan esensial utama. Perlu perhatian terhadap latar

    belakang murid yang terlibat dalam proses kehidupan pendidikan

    moral. Perhatian pendidikan moral harus berlangsung cukup lama

  • 49

    (terus menerus), dan pembelajaran moral harus diintegrasikan dalam

    kurikulum secara praksis di sekolah dan masyarakat.

    Pendidikan moral harus direncanakan secara baik dan matang

    oleh stakeholders , sebagai think-tank, baik para pakar Pendidikan

    moral seperti tokoh agama, pemimpin nonformal (tokoh

    masyarakat), kepala sekolah, guru-guru, orang tua mood. Pendidikan

    moral ini harus memperhatikan nilai-nilai secara holistik dan

    uiniversal. Keberhasilan pendidikan moral dengan keluaran

    menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi personal dan

    kompetensi sosial yang memiliki moral luhur dan dinamis sehingga

    menghasilkan warga negara yang baik (good citizen).

    Dengan demikian dapat disimpulkn bahwa pendidikan moral

    adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh seorang

    pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak

    didik, sehingga terbentuk manusia yang taat terhadap norma yang

    berlaku serta mampu taat dan patuh kepada Allah SWT.

    pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara terus menerus

    dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun.

    Pendidikan moral diharapkan dapat menciptkan seorang yang

    memiliki kompetensi personal dan sosial sehingga menjadi warga

    negara yang baik (good care atau good citizen). Arah kebijaksanaan

    pendidikan moral adalah untuk mewujudkan masyarakat sipil dengan

    parameter masyarakat lebih baik; demokratis, anti kekerasan,

  • 50

    berbudi pekerti luhur, bermoral; masyarakat mendapat porsi

    partisipasi lebih luas, serta adanya landasan kepastian hukum,

    mengedepankan nilai keadilan, menghargai HAM, penegakan

    hukum, menghargai perbedaan SARA dalam kesatuan bangsa.

    2. Landasan Pendidikan Moral

    Dalam hubungannya dengan Agama Islam, Pendidikan moral

    merupakan suatu hal yang berlandaskan dan berpedoman pada

    Al-Qur’an dan Al-Hadits. Mengenai landasan pendidikan moral

    telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Terjemahan (2002: 413) Surat

    Al-Lukman ayat 14-17 yang berisikan nasihat Lukmanul Hakim

    kepada anaknya, jelasnya yaitu:

  • 51

    Artinya: “14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat

    baik) kepada dua orang, ibu-bapanya; ibunya telah

    mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-

    tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah

    kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-

    Kulah kembalimu. 15. dan jika keduanya memaksamu untuk

    mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada

    pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti

    keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,

    dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian

    hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu

    apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): "Hai

    anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat

    biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam

    bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).

    Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. 17.

    Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)

    mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan

    yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa

    kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang

    diwajibkan (oleh Allah).” (Q.S Al Luqman : 12-19)

    Dalam pembahasan ayat tersebut maka sangat jelas pendidikan

    moral yang pertama dilakukan oleh manusia adalah untuk senantiasa

    berbakti kepada orang tua, karena merekalah yang utama dalam

    kehidupan manusia. Barulah setelah itu untuk senantiasa berbuat

    baik kepada siapapun baik itu di dalam lingkungan keluarga maupun

    masyarakat karena hal itu merupakan sebuah kewajiban yang telah

    ditetapkan oleh Allah SWT.

    Kaitannya dengan pendidikan moral yang terkandung dari

    Q.S Al luqman : 14-17 adalah pada dasarnya moral (akhlak) yang

    diajarkan syari’at Islam untuk kebaikan dan kemanfaatan bagi

    manusia. Syari’at Islam akan selalu dilandasi dengan hujjah yang

    kuat dan dalil-dalil yang jelas, menunjukkan kebaikan dan

  • 52

    keutamaannya. Syari’at Islam merupakan kajian yang sangat luas

    untuk dipikirkan (tafakkur), direnungkan (tadabbur) dan dipahami

    untuk mengetahui keagungan ajaran Islam serta tingkat

    kemaslahatannya bagi umat manusia.

    Sehingga mengambil ide gagasan pada dasar Al-Qur’an dan

    Al-Hadits tersebut menunjukkan betapa pendidikan moral itu sangat

    penting untuk diajarkan kepada setiap orang. Bahkan bila

    memperhatikan dalam surat di atas pendidikan moral itu sebenarnya

    mulai diberikan sejak anak masih kecil (dini), sehingga dewasa dia

    mempunyai karakter pribadi yang baik.

    B. Tujun Pendidikan Moral

    Suatu usaha atau kegiatan apabila tidak mempunyai tujuan yang jelas

    maka tidak akan berarti apa-apa. Oleh karena itu tidak ada sebuah kegiatan

    yang tanpa tujuan. Sedangkan tujuan itu sendiri telah terkandung dalam

    pengertian kegiatan, agar suatu kegiatan terarah dan mencapai sesuatu

    yang diharapkan, tentu saja perlu adanya tujuan. Demikian juga dengan

    pendidikan. Untuk dapat melihat tujuan dan orientasi pendidikan moral,

    perlu kiranya menjadikan peta wacana pendidikan moral yang berkembang

    sebagai parameter dalam usaha memperbaiki diri untuk lebih baik.

    Mengingat pentingnya perkembangan moral, maka tentu akan ada

    sebuah proses yang tak lepas dari perkembangan moral itu sendiri. Proses

    yang dimaksud adalah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan moral

    sangat perlu bagi manusia, karena melalui pendidikan perkembangan

  • 53

    moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi dan sesuai dengan

    norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri.

    Sebagaimana Ali (2004: 11) berpendapat, tujuan pendidikan moral

    sebenarnya tidak terlepas dari tujuan pendidikan islam, karena salah satu

    tujuan pendidikan islam adalah membangun akhlakul karimah sesuai

    dengan tuntunan Al-Qur’an dan Al Hadits. Yaitu:

    1. Mengesakan Allah SWT, tidak menyekutukan-Nya dan hanya

    menyembah-Nya sesuai dengan syariat yang telah Dia turunkan.

    2. Mengikuti dan konsisten terhadap aturan Allah yang sesuai dalam Al-

    Qur’an dan Al-Hadits.

    3. Memakmurkan bumi dan menghantarkan manusia kepada tingkat

    kehidupan yang baik sesuai dengan kemuliaan