75
KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH MUḤAMMAD TAQĪ MIṢBĀḤ YAZDĪ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Moh. Soivi NIM: 1111033100029 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

  • Upload
    tranque

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN

AYATULLAH MUḤAMMAD TAQĪ MIṢBĀḤ YAZDĪ

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Moh. Soivi

NIM: 1111033100029

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi
Page 3: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi
Page 4: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi
Page 5: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab

ب

ا

Indonesia

a

b

Inggris

a

b

Arab

ظ

ط

Indonesia

ṭ ẓ

Inggris

ṭ ẓ

‘ ‘ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

’ ’ ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

Vokal Panjang

Arab آ

Indonesia ā

Inggris ā

ī ī ٳى ū ū ٲو

iv

Page 6: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

Abstrak

Moh. Soivi. Kehendak Bebas dalam Pemikiran Ayatullah Muḥammad Tāqī

Miṣbāḥ Yazdī.

Tema kehendak bebas dapat dikatakan sebagai permasalahan tertua dalam

teologi. Untuk melacak persoalan awal dari problematika kehendak bebas ini maka

kita harus membuka kembali sejarah munculnya paham serta keyakinan terhadap

kemandirian manusia terhadap kehendak bebasnya tersebut. Problematika

kehendak bebas sudah lama ditemukan bahkan pada periode setelah wafatnya

Rasulullah Muḥammad, yakni pada periode kedua abad pertama Hijriyah.

Kemudian menjadi sitematis dan menjadi ilmu pada periode awal abad ke-3

Hijriyah. Pada saat itu, pemikiran teologi dimulai dengan tiga persoalan: hakikat

iman dan status dosa besar, takdir dan kebebasan, serta hakikat dan sifat Ilahi. Dua

yang pertama muncul sebab konflik politik dan berdampak pada persoalan teologis.

Kehendak bebas sebagai ilmu hingga kini masih saja dibahas dan dipelajari.

Banyak pemikir Muslim yang menjadikan kehendak bebas sebagai tema

pembahasan. Salah satunya yakni, Ayatullah Muḥammad Tāqī Miṣhbāḥ Yazdī.

secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi tiga

madzhab, yakni Jabiri, Tafwīḍ dan Ikhtiyari. Jabr diwakili oleh Asy‘ariyah, Tafwīḍ

cenderung diwakili oleh Mu‘tazilah, dan Ikhtiyari diwakili oleh madzhab Ahl al-

Bait Al-Amr bain al-Amrain.

Upaya pemahaman secara teologis dan filosofis dalam hal kehendak bebas

menuai polemik. Dalam konteks ini, Ayatullah Muḥammad Tāqī Miṣhbāḥ Yazdī

melihat bahwa persoalan ini sebenarnya adalah persoalan yang sudah jelas.

Namun memang memerlukan penafsiran yang benar agar tidak terjatuh ke dalam

Jabr dan Tafwīḍ. Ayatullah Muḥammad Tāqī Miṣhbāḥ Yazdī menolak terhadap

pemikiran golongan Mujabbiroh yang menisbahkan segala persoalan atau

fenomena yang terjadi termasuk, kehendak bebas manusia, terhadap Tuhan secara

langsung tanpa memerhatikan bahkan menafikan sebab apapun dan perantara

apapun yang memengaruhinya. Juga penolakan terhadap madzhab Tafwīḍ yang

secara tegas berpendapat bahwa manusia adalah mutlak memiliki kehendaknya

sendiri. Pembahasan mengenai kehendak bebas sebagai lawan predestination

dengan sendirinya akan mengantarkan kita pada kajian tentang Qaḍā’, Qadar, dan

keadilan Tuhan. Serta bagaiana hubungannya dengan kehendak bebas manusia

sebagai makhluk Tuhan yang eksistensinya selalu dihubungkan dengan kehendak

Tuhan.

Kata kunci: M. T. Miṣhbāḥ Yazdī, kehendak bebas, Qaḍā’ dan Qadar, dan

keadilan Ilahi.

v

Page 7: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

KATA PENGANTAR

حيمبسم حمن الره الره للاه

Assalāmu‘alaykum waraḥmatullāh wabarakātuh

Alḥamdulillāh puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alah Swt, Tuhan

semesta alam ini yang telah memberikan rahamat dan petunjuknya sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “KEHENDAK BEBAS DALAM

PEMIKIRAN AYATULLAH MUHAMMAD TAQĪ MIṢHBĀḤ YAZDĪ ”.

Salawat beriringkan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda

kita Nabi Muḥammad saw. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju

zaman terang benderang, terang bukan hanya karena lampu tapi terang juga karena

ilmu.Berkat beliau jugalah kita menjadi seperti sekarang ini, beliau menanamkan

contohsuri tauladan yang baik, akhlak dan ajarannya menjadi akar peradaban saat

ini.

Selain dari itu juga, penulis ucapakan terima kasih kepada pihak yang sudah

membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, sehingga penulisan skripsi ini

alḥamdulillāh berjalan dengan baik dan lancar. Tanpa mengurangi rasa hormat,

penulis sampaikai ucapkan ini keapada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi

Page 8: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

3. Ibu Dra.Tien Rohmatin, MA selaku ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

dan Bapak Dr. Wahid Hakim MA selaku sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat

Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, MA. sebagai dosen pembimbing dalam menulis

skripsi ini yang selalu ada dan meluangkan sebagian waktunya untuk penulis.

Terima kasih yang sangat mendalam atas kesabaran, keikhlasan membimbing

penulis, sehingga penulis memeroleh hasil yang baik. Tidak ada yang mampu

membalas amal kebaikan Bapak kecuali Allah swt. Semoga kesehatan,

kelancaran dalam kegiatan selalu menyertai Bapak.

5. Ibu Rosmaria Safariah, W. SS. Msi sebagai Dosen Penasihat Akademik penulis

yang senantiasa memerhatikan dan mengingatkan penulis hingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen khususnya Aqidah Filsafat Islam, Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah

memberikan ilmu pengetahuannya selama penulis belajar di Fakultas

Ushuluddin.

7. Orang tua tercinta yakni ayahanda Alm. M. Jazuli dan Ibu Umma, atas kasih

sayang dan doa yang tak henti-hentinya dipanjatkan pada Tuhan untuk penulis.

Semoga Allah selalu melimpahkan kesehatan, kekuatan dan kesuksesan baik

di dunia maupun di akhirat kelak dan untuk bapak semoga amal ibadahnya

diterima dan diberikan jalan terbaik disisi-Nya, Amien.

vii

Page 9: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

8. Keluarga tercinta dan paling hangat dalam memberikan pelukan kasih sayang

dan motivasi untuk tetap menyelesaikan studi S1 ini. H. Samsul Arifin, Hj. Nur

Fadillah, Anum Hosnal, Sunamya, Wamuddin, Amrani, Mak Yum Masturi

Muhammad, Faisol Muhammad, Mas Mimi, Efva Nabila, Susi Buheng, H.

Nurullah, Zainuddin, Sururul Laila, Ilmiyatin, Zara, dan Filza sebagai ponakan

Paling kocak dan menjadi penghibur penat serta untuk pendatang baru di

keluarga Muhammad Ghibran Al-Ghifari.

9. Kawan-kawan seperjuangan di Aqidah dan Filsafat Islam angkatan 2011 yang

telah mau berbagi ilmu pengetahuan baik di ruang kelas maupun di luar,

sehingga imajinasi penulis semakin bertambah kuat.

10. Keluarga Besar SejarahRI (Husein Ja’far al Hadar, Sayyed Fadel, Hodary

Mahdan Abdallah, Miqdat, Adi dan Agung ), terimakasih untuk Pelajaran

Hidupnya dan kenikmatan diskusinya untuk mempelajari ke-Islaman, ke-

Indonesiaan dalam perspektif sejarah dalam konteks berbangsa dan bernegara.

11. Teman kosan Lestari Alamku (Khaiarus Shaleh, Muzayyan, Firdaus dll)

terimakasih untuk motivasi dan canda serunya setiap waktu.

Harapan penulis, semoga skripsi yang penulis buat ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan masyarakt pada umumnya. Oleh sebab itu, kritik dan

saran yang senantiasa membangun sangat penulis harapkan.

Wassalāmu‘alaykum waraḥmatullāh wabarakātuh.

Jakarta, 2 Juli 2018

Penulis

viii

Page 10: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................i

LEMBARPENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ..........................................................................iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ...........................................................................................vi

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 6

F. Metode Penelitian....................................................................... 8

G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 9

BAB II BIOGRAFI AYATULLAH MUḤAMMAD TAQĪ MIṢBĀḤ

YAZDĪ

A. Latar Belakang Sosial, Politik dan Kultural ............................. 11 B. Tokoh-tokoh yang memengaruhi M. T. MiṣbāḥYazdī ............... 16

C. Karya-Karya M. T. MiṣbāḥYazdī ................................................. 18

BAB III KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN ISLAM

A. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Kehendak Bebas.................. 23

B. Polemik Kehendak Bebas dalam Islam .................................... 30

BAB IV KEHENDAK BEBAS MENURUT AYATULLAH

MUḤAMMAD TAQĪ MIṢBĀḤ YAZDĪ

A. Pemikiran Ayatullah Muḥammad Taqī Miṣbāh Yazdī Tentang Qada’ Qadar dan Keadilan Tuhan ...................... 45

1. Qaḍā’ dan Qadar ..................................................... 45

2. Keadilan Tuhan ...................................................... 50

B. Argumentasi Ayatullah Muḥammad Taqī Miṣbāḥ Yazdī Tentang Kehendak Bebas..................................................... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 60 B. Saran-Saran ............................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63

ix

Page 11: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan kehendak bebas dewasa ini tampaknya banyak

diperbincangkan. Tema tentang kehendak bebas masih menjadi hal yang

menarik perhatian. Tema ini merupakan permasalahan tertua dalam filsafat,

yang mencapai puncaknya pada pemikiran filsafat Islam, yakni terkait

kebebasan berkehendak.1

Pembahasan ini sudah dilakukan para pemikir dan pakar dalam

berbagai bidang ilmu sejak dulu kala. Apakah manusia benar-benar bebas

dalam bertindak dan mempunyai kehendak bebas (freewill)? Atau hanya

membayangkan dirinya bebas, padahal sebenarnya berada di bawah paksaan

dan tidak memiliki kehendak yang mandiri?

Jika Tuhan yang melakukan segala sesuatu, lalu apa peran manusia?

Bukankah ini fatalisme? Jika Tuhan menciptakan manusia dan segala

fenomenanya, tidakkah ini berarti bahwa kita terpaksa dan tidak memunyai

kehendak bebas?

Kehendak bebas telah menjadi salah satu persoalan tertua. Setelah

kedatangan Islam atau sejak kemunculan Islam untuk pertama kalinya,

dikarenakan kaum muslim melakukan kontak dengan orang-orang dan

budaya lain, persoalan ini pun cukup intensif dibicarakan di tengah umat

Islam. Pertanyaan yang diajukan adalah, dalam konteks tindakan, yakni

1 Abbas Muhajirani, Pemikiran Teologis dan Filosofis Syi’ah Dua Belas Imam dalam

Sayyid Hossein Nasr dan Oliver Leaman, ed., Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (buku Pertama);

terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003). 162.

1

Page 12: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

2

apakah manusia benar-benar memiliki kehendak bebas? Apakah dalam

kehendak bebas seperti itu dirinya dapat memutuskan atau melakukan apa

saja yang diinginkannya? Atau adakah elemen-elemen tertentu yang

memaksa manusia melakukan tindakan tertentu, bahkan dalam menerima

suatu idea atau pemikiran tertentu, dan dengan begitu, kehendak bebas tak

lebih hanya ilusi belaka?

Para Teolog (Mutakallimīn), jatuh pada dua kubu pemahaman antara

Qadariyyah dan Jabariyyah. Qadariyyah hadir dengan pendapat bahwa

manusia independen dengan kebebasan kehendaknya sendiri untuk

mewujudkan perbuatan-perbuatannya.2

Kubu Jabariyyah kemudian melakukan penolakan terhadap

pandangan Qadariyah tersebut. kaum Jabariyyah berpendapat bahwa

manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perbuatannya.

Sebab sejak awal perbuatan manusia telah ditetapkan oleh Tuhan, dan pada

hakikatnya, manusia itu tidak mempunyai kehendak bebas.3

Kehendak bebas, terkait dengan konsep yang sering digunakan

dalam bidang etika dan mistisisme, dalam pengertian ini, kehendak bebas

merupakan lawan dari kepemilikan dan keterikatan. Dengan arti, terkadang

hati manusia terikat dan menyayangi sesuatu, dan di waktu yang lain tidak

memiliki keterkaitan terhadap apapun, dengan kata lain bebas dari segala

jenis bentuk kepemilikan. Kehendak bebas seperti ini memiliki

2 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi smin (Jakarta:

Bumi Aksara, 1995), h. 153. 3 Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),

h. 81.

Page 13: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

3

manfaat, seperti, manusia tidak memiliki kecintaan pada dunia, benda-

benda material, serta tak terikat oleh kesenangan duniawi dan segala hal

yang kosong dari semangat ketuhanan.4 Kehendak bebas seperti ini biasanya

dianut oleh para sufi.

Sebagai reaksi dari pandangan Jabariyah dan qadariyah, dalam

menyikapi permasalahan kehendak bebas, M.T. Miṣbāḥ Yazdī, dengan

argumen yang rasional menjelaskan bahwa, jika tidak ada kehendak bebas,

untuk apa para nabi diutus? Pada dasarnya, tujuan kedatangan nabi dan al-

Qur’an dapat dibenarkan, hanya ketika manusia memiliki kehendak

bebasnya dan dapat diperintah untuk mengerjakan ini dan jangan

mengerjakan itu, dan manusia bebas untuk menerima atau menolak.5 Ada

juga yang terjatuh pada kemandirian manusia secara mutlak untuk menjaga

kemurnian sifat terpuji pada Tuhan. Namun mereka juga terjatuh pada sikap

yang berlebihan.

“Ada sebagian orang yang sadar akan bahaya Jabariyah, tetapi karena tidak memilik kemampuan untuk menolak paham sekaligus setia pada tauhid yang sempurna, dan tidak

berusaha menggali ajaran-ajaran Ahlulbait yang suci nun mulia. Mereka malah jauh ke dalam pemahaman Tafwīḍ dan

Qadariyah (Kebebasan Mutlak manusia) mereka malah

menganggap bahwa tindakan bebas manusia itu diluar jangkauan tindakan Allah. Dengan begitu, sebenarnya

mereka telah terjebak ke dalam bentuk dalam dari penyimpagan pikiran dan telah merenggang jauh dari ajaran

Islam.”6

4 M. T. Mishbah Yazdi, Freedom, terj. Nailul Aksa (Jakarta: al-Huda, 2006), h. 22. 5 M. T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid, Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman,

terj. M. Habib Wijaksana (Bandung: Arasy, 2003), h. 136. 6 M.T. Mishbah Yazdi, Iman Semesta Merancang Piramida, h. 134.

Page 14: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

4

Pernyataan tersebut sebenarnya ingin menjelaskan bahwa antara

qadariyah dan Jabariyah berada pada jurang yang sama-sama gelap, yakni

fatalisme. Qadariyah dengan kemutlakan kehendaknya sedangkan

Jabariyah pada fatalisme ketidak berdayaan. Dengan demikian sikap M.T.

Miṣbāḥ Yazdī terhadap persoalan ini ada ditengah-tengah. Bahwa kehendak

bebas manusia disebut juga sebagai “sebab pelengkap” dari kehendak atau

tindakan Tuhan.

Dalam penelitian ini, secara signifikan M.T. Miṣbāḥ Yazdī dalam

membahas kehendak bebas sangat konsisten terhadap analisis filosofis.7

Bila ahli ilmu kalam (Mutakallimīn) merujuk teks-teks suci sebagai

argument teologisnya terhadap kehendak bebas, maka sebagaimana penulis

temukan dalam pemikiran M.T. Miṣbāḥ Yazdī yang dianggap baharu dan

relevan adalah, menurutnya, teks-teks suci, agar bisa dijadikan sebagai

dasar penalaran, mesti dipandang terlebih dahulu sebagai premis- premis

yang perlu diargumentasikan bukan sebagai dogma yang melampaui premis

dan figura-figura penalaran.8

Dari latar belakang tersebut, penulis ingin membahas judul

mengenai Kehendak Bebas dalam Pemikiran Ayatullah Muhammad

Taqī Miṣhbāḥ Yazdī.

7 Maksud dari Analisis Filosofis di atas adalah mengajak untuk kembali ke filsafat dan

menjadikan nalar deduksi sebagai dasar argumentasi, termasuk saat menghadapi teks-teks suci.

Dengan kata lain, teks-teks suci dapat dijadikan sebagai dasar pembuktian selama ia merupakan

premis yang telah divalidasi dalam inferensi rasional yang bermuara pada prinsip badāhah. Lihat:

Muhsin Labib Pemikiran Filasafat M.T. Miṣbāḥ Yazdī Filsuf Islam Kontemporer: Studi atas Filsafat

Penegetahuan, Filsafat Wujud dan Filsafat Ketuhanan (Jakarta: Sadra Press, 2011), h. 246. 8 Muhsin Labib, Pemikiran filsafat Ayatullah M.T. Mishbah Yazdi Filsuf Islam

kontemporer : Studi atas Filsafat pengetahuan, Filsafat Wujud dan filsafat ketuhanan, h. 246.

Page 15: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

5

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berangkat dari pendahuluan di atas, penulis menemukan hal

menarik dalam pemikiran M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Utamanya dalam

pembahasan kehendak bebas. M. T. Miṣbāḥ Yazdī memasukkan tema

kehendak bebas ke dalam tema besar filsafat, yakni ontologi. Dalam hal ini,

Yazdī, menolak penggunaan doktrin atau teks murni sebagai dasar

argumentasi. Ia tidak menganggap ilmu kalam dengan pengertian umum

yang selama ini dipegang oleh para teolog sebagai sesuatu yang tidak dapat

dipertanggung jawabkan secara epistemologi. Karena itu, ia secara

fundamental menolak konstruksi ilmu kalam. Untuk itu pembahasan

kehendak bebas ini mestilah atau secara linier berhungan dengan

pembahasan Qaḍā’, Qadar, dan Keadilan Ilahi. Sehingga argumen-

argumen M. T. Miṣbāḥ Yazdī tentang hubungan ketiganya dibangun sebagai

pandangan Teologi Filosofis.

Penulis akan membatasi tulisan ini pada kehendak bebas dalam

pandangan M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Dengan demikian, penulis tidak akan

terlalu jauh mengemukakan semua bentuk pemikiran Yazdī, seperti

epistemologi M. T. Miṣbāḥ Yazdī.

Secara ringkas, tulisan ini ingin menjawab rumusan pertanyaan:

pertama, bagaimana Qaḍā’ dan Qadar menurut M. T. Miṣbāḥ Yazdī?

Kedua, bagaimana hubungan kehendak manusia dengan keadilan Tuhan?

Ketiga, bagaimana kehendak bebas dalam pandangan M. T. Miṣbāḥ Yazdī?

Page 16: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

6

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi atau

pemahaman secara mendalam tentang konsep kehendak bebas M. T. Miṣbāḥ

Yazdī. Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat tentang konsepsi kehendak bebas menurut

M. T. Miṣbāḥ Yazdī yang sangat dinamis. Selain itu juga, tulisan ini guna

melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program sarjana jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam meraih gelar sarjana strata 1 (S1).

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran yang jelas tentang kehendak bebas menurut

M. T. Miṣbāḥ Yazdī .

2. Memberikan cara pandang baru dalam melihat kebebasan manusia.

3. Menjadi sumbangan karya akademik yang bermanfaat bagi

masyarakat.

4. Menambah khazanah kepustakaan atau literartur di Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian yang mengulas tentang kehendak bebas dibahas oleh M. T.

Miṣbāḥ Yazdī dalam buku:

Page 17: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

7

A. Iman Semesta

Buku ini merupakan terjemahan dari buku Amūzesye Aqāyid

karya M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Buku ini menjelaskan tentang

kehendak bebas dalam pelajaran ke:18.

B. Meniru Tuhan

Buku ini merupakan terjemahan dari buku Falsafeh ye

Akhlāq karya M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Ia mengulas kehendak

bebas pada bab VI.

C. Jagad Diri

Buku ini merupakan terjemahan dari buku Khud Syāsi

barāye Khud Syenāsī yang merupakan kumpulan hasil

ceramah-ceramah M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Dalam buku ini

pembahasan tentang kehendak bebas dimuat pada bab IV.

D. Freedom

Buku dengan judul asli: Freedom: the understanding facts

and points. Buku ini juga merupakan kumpula ceramah M.

T. Mishabh Yazdī yang berfokus pada tema kebebasan.

Kajian ilmiah terkait tokoh Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī sudah

banyak dilakukan oleh para kalangan, baik ilmuan maupun akademisi, yakni

berupa buku-buku atau karya akademik. Hal tersebut setidaknya menjadi

bukti akan besarnya pengaruh pemikiran M. T. Miṣbāḥ Yazdī .

Dalam bentuk skripsi, penulis menemukan skripsi yang mengangkat

tokoh M. T. Miṣbāḥ Yazdī . Penelitian-penelitian tersebut

Page 18: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

8

membahas aspek-aspek tertentu dari M. T. Miṣbāḥ Yazdī . Antara lain

yaitu:

Skripi berjudul Ashālah al-Wujūd M. T. Miṣbāḥ Yazdī karya Fardiana

Fikria Zaini, jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 2009. Skripsi berusaha menggali konsep

Ashālah atau kemendasaran wujud menurut M. T. Miṣbāḥ Yazdī .

Penelitian Doktoral atau desertasi yang ditulis oleh Dr. Muhsin

Labib menjelaskan secara padat tentang pemikiran filsfat M.T. Miṣbāḥ

Yazdī. Kemudian desertasi tersebut diterbitkan dalam bentuk buku dengan

judul Pemikiran Filsafat M.T. Miṣbāḥ Yazdī (Filsuf Iran Kontemporer):

Studi atas Filsafat Pengetahuan, Filsafat Wujud dan Filsafat Ketuhanan.

Secara garis besar penulisan atau penelitian dan penerjemahan atas

karya Ayatullah M.T. Miṣbāḥ Yazdī sudah banyak dilakukan.

Jika dilihat dari segi objek penelitian tentang kehendak bebas sudah

sangat banyak dilakukan. Namun, yang secara khusus melakukan penelitian

tentang pandangan M.T. Miṣbāḥ Yazdī utamanya dalam pemikiran

kehendak bebas ke dalam bentuk skripsi belum ada yang memulai. Oleh

karena itu penelitian ini merupakan karya original dan pertama kali.

F. Metodologi Penelitian

Penulis menggunakan metode library research (studi kepustakaan).

Teknik ini berupaya mengumpulkan data-data terkait permasalahan yang

dibahas di dalam skripsi ini melalui berbagai literatur,

Page 19: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

9

baik primer maupun sekunder. Dalam hal ini, sumber-sumber pustaka yang

penulis gunakan sebagai rujukan dalam mengumpulkan informasi dan

mengumpulkan data-data ialah dalam bentuk buku-buku, jurnal, skripsi dan

artikel dari internet yang berkaitan dengan penelitian ini.

Adapun pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode

deskriptif dan analitis. Jadi, secara teknis analitis data yang digunakan

adalah jenis kualitatif. Deskriptif digunakan agar mampu memahami dan

memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang terkait

dengan skripsi ini.Sementara analitis dipergunakan agar penulis dapat

menyusun skripsi ini dalam bentuk yang sistematis sehingga mengena pada

inti permasalahan.

G. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan bisa dilakukan secara runtut dan terarah maka

diperlukan sistematika yang jelas. Adapun sistematika dalam penulisan ini,

penulis membuat pembahasan yang terdiri dari lima bab, setiap bab terdiri

dari subbab yakni sebagai berikut:

Bab pertama, pendahuluan. Dalam bab ini, penulis memaparkan

tentang latar belakang masalah yakni mengemukakan alasan-alasan

mengapa penulis tertarik untuk mengangkat topik ini, batasan dan rumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka

dan sistematika penulisan.

Bab dua, tinjauan umum tentang biografi Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ

Yazdī. Bab ini penulis paparkan guna mengetahui bagaimana

Page 20: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

10

sejarah yang melatarbelakangi lahirnya M. T. Miṣbāḥ Yazdī , Guru-guru

M. T. Miṣbāḥ Yazdī dan karya-karya M. T. Miṣbāḥ Yazdī .

Bab tiga, kehendak bebas dalam Islam. Dalam bab ini penulis

memaparkan Pengertian dan sejarah lahirnya kehendak bebas. yang kedua

tentang polemik kehendak bebas dalam Islam.

Bab empat, kehendak bebas Menurut Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī

. Bab ini menjelaskan bagaimana kehendak bebas dalam pandangan

Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī Adapun sub-babnya terdiri dari:

Pemikiran Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī tentang Qadha, Qadar, dan

keadilan Tuhan. Serta Pemikiran Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī tentang

kehendak bebas.

Bab lima, penutup. Dalam bab ini, penulis membuat kesimpulan dan

saran-saran.

Page 21: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

BAB II

BIOGRAFI AYATULLAH MUḤAMMAD TĀQĪ MIṢBĀḤ YAZDĪ

A. Latar Belakang Sosial, Politik dan Kultural

M.T. Miṣbāḥ Yazdī merupakan salah satu tokoh besar Iran yang lahir

di kota Yazd, Iran, pada 11 Bahman 1313 Hijriyah Syamsiyyah, bertetapan

dengan 17 Rabi’ul Awal 1353 Hijriah Qamariyah (1934). Di kota

kelahirannya itu pula beliau menamatkan pelajaran dasar ilmu-ilmu Islam

dan memulai membaca naskah-naskah klasik. Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ

Yazdī merupakan tokoh yang sangat menyukai dan mencintai ilmu

pengetahuan, sampai-sampai ketika masa kecilnya dalam setiap ujian akhir

setiap tahunnya, ia selalu terpilih menjadi yang terbaik. Ia juga termasuk

murid yang sangat dihargai dan dihormati oleh para guru, termasuk kepala

sekolah. Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī sejak awal memang bercita-cita

menjadi ahli agama.1

Secara umum, kehidupan intelektual M. T. Miṣbāḥ Yazdī dapat

dibagi menjadi tiga fase. Yakni Muqaddimah, Suṭūḥ, dan Kharīj. Jenjang

Muqaddimat merupakan jenjang pendidikan awal M. T. Miṣbāḥ Yazdī di

hawzah ilmiah 2 Yazd. Ia menyelesaikan studi tingkat pertama dan

menengah sampai tahap mempelajari Rasāil karya Anshāri dan al-Makāsib

karya Akhud Kharasāni dalam kurun waktu empat tahun. Umumnya,

1 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī (Jakarta: Sadra press,

2011), h. 64. 2 Hawzah ilmiah merupakan sebutan bagi tempat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama.

11

Page 22: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

12

untuk menamatkan studi tersebut, diperlukan waktu minimal delapan

tahun.3

Prestasi dan keberhasilannya dihasilkan dengan bantuan serta

dukungan guru-gurunya. Di antara guru yang ikut andil dalam kesuksesan

M. T. Miṣbāḥ Yazdī adalah Muḥammad Ali Nuri yang selalu meluangkan

waktunya untuk memberikan pengajaran khusus untuk M. T. Miṣbāḥ Yazdī.

Ia juga mempelajari sastra dari Muḥammad Ali Nahwi. Dari ‘Abd al-Hasan,

Muḥammad Tāqī Miṣbāḥ Yazdī mempelajari sebagian syarḥ al-Lum‘ah al-

Dimasyqiyyah dan farā’id al-Uṣūl. Mirza Muḥammad Anwārī mengajarinya

beberapa bab dari buku Qawānin Uṣūl. M. T. Miṣbāḥ Yazdī tidak hanya

mempelajari ilmu agama, tetapi ia juga mempelajari ilmu fisika, kimia,

psikologi, dan bahasa perancis di bawah bimbingan Muhaqqiq Rasyti.4

Jenjang kedua dari kehidupan intelektual M. T. Miṣbāḥ Yazdī adalah

jenjang Suthūh. Pada jenjang ini ia melakukan hijrah ke dua kota untuk

melanjutkan pendidikan agamanya di hawzah. Hijrah pertama yang

dilakukannya untuk melanjutkan dan menyempurnakan pendidikannya.

Pada tahun 1330 H/1939 M, M. T. Miṣbāḥ Yazdī beserta orang tuanya hijrah

dan menetap di Najaf sempat mengikuti kuliah Muḥsin al-Ḥakīm, Mahmud

Syahrudi, Abd al-Hadi syirazi, Istahbanati, dan Abū al-Qasīm al- Khui. M.

T. Miṣbāḥ Yazdī mempunyai orang tua yang sangat menyayangi serta

memberi dukungan secara moril maupun materil kepadanya untuk

3 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 65. 4 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 67.

Page 23: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

13

menuntut ilmu agama. Orang tuanya menjual rumahnya di Iran untuk

membuka usaha baru di Najaf. Namun kondisi perekonomiannya di Najaf

tidak kunjung membaik. Akhirnya, orangtuanya memutuskan untuk

kembali lagi ke kampung halaman bersama M. T. Miṣbāḥ Yazdī.

Sesampainya di Iran, M. T. Miṣbāḥ Yazdī masih memiliki semangat yang

membara untuk menuntut ilmu-ilmu agama. ia memutuskan untuk

melanjutkan studinya di hawzah Ilmiah Qom, tepatnya di madrasah

Faīḍiyyah.5

Jenjang terakhir adalah jenjang khurūjī. Pada jenjang khuruji, M.

T. Miṣbāḥ Yazdī mempelajari pelajaran Baḥtsul Kharīj dalam bidang fiqih dari

Burujerdi dan Baḥtsul Kharīj bidang ushul fiqh dari Khomeinei. Pada masa

ini pula M. T. Miṣbāḥ Yazdī berkenalan dengan sejumlah ulama besar,

seperti, Khomeinei, Ṭabāṭabā‘ī, dan Behjat.6

Dipanggung politik, ia memainkan peran penting bersama rekan-

rekannya, seperti Ayātullāh Behesytī, Ayātullāh Rafsanjanī, dan Ḥujjatul

Islam Muḥammad Javad Bahonar. Pada masa perlawanan terhadap Reza

Pahlevi yang zalim itu, ia menjadi penanggung jawab dua media informasi,

yaitu Media Bi’tsat dan Enteqam. Bersama Ayātullāh Junnatī, Ayātullāh

Behestī dan Ayātullāh Qoddusī, ia mengelolah pusat pendidikan Haqqani

dan Muntazeriyeh.7 Selama 10 tahun, ia sibuk menjadi guru besar filsafat

dan ilmu-ilmu al-Qur’an atas anjuran dan dukungan Ayātullāh

5 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 67-69. 6 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 70. 7 M. T. Miṣbāh Yazdī, Filsafat Tauhid, terj. M. Habib Wijaksana (Bandung: Arasy,

2003), h. 15-16.

Page 24: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

14

Khomeni di Hawzah Qom. Hingga pada tahun 1369 H. M. T. Miṣbāḥ Yazdī

terpilih sebagai anggota dewan ahli dari provinsi pemilihan Khuzestan, dan

dalam pemilihan terakhir dewan ahli, M. T. Miṣbāḥ Yazdī kembali terpilih

sebagai anggota yang mewakili ibukota Tehran.8

Tāqī Misbah Yazdī merupakan figur jebolan Qom yang paling

menonjol dan produktif, salah satu bukti yang paling kongkrit ialah

keberhasilannya dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi

perkembangan wacana filsafat islam seraya mengharmoniskan Shadraisme,

Parepatetisme, Filsafat Moderen dan Visi politik Imam Khomeni yang

berpijak pada konsep wilayatul fakih. 9 Dan berkat kerjasama M. T. Yazdī

dengan Dr. Muḥammad Legenhausen yakni seorang pakar filsafat barat dan

yang menjadi santri di Hawzah Qom dan menjadi sumber otentik dalam

filsafat barat, maka berdirilah sejumlah pusat studi filsafat yang

dikembangkan secara modern serta mampu mencetak puluhan bahkan

ratusan sarjana yang berbasis ruhaniawan sekaligus filsuf muda yang cukup

produktif dan aktif menjadi narasumber dalam seminar-seminar keislaman

baik itu nasional maupun internasional, serta mampu menulis buku, jurnal,

surat kabar serta majalah. Mereka juga sangat kompeten dalam

kebahasaan.10

Sejak wafatnya Murtadha Muthahhari, M. T. Miṣbāḥ Yazdī,

merupakan figur pemikir produk Hawzah Qom yang paling produktif, ia

8 Muhsin Labib, Para Filosof sebelum dan sesudah Mulla Shadra, (Cet. I; Jakarta : Al-

Huda, 2005), h. 320. 9 Muhsin Labib, Para Filosof sebelum dan sesudah Mulla Shadra, h. 321. 10 Muhsin Labib, Para Filosof sebelum dan sesudah Mulla Shadra, h. 322.

Page 25: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

15

telah menempati peran penting. Juga setelah menangnya revolusi Iran,

dengan memperhatikan urgensi islamisasi universitas maka beliau memulai

kembali kegiatannya. Ia bekerja sama dengan beberapa teman dan murid-

muridnya untuk mendirikan lembaga yang mengatur hubungan universitas

dengan Hawzah. Seperti pusat penelitian Baqir Ulum yang bergerak di

bidang pengaturan kurikulum Hawzah dan hubungan antara Hawzah

dengan universitas.11

M. T. Miṣbāḥ Yazdī juga merupakan murid dan produk Hawzah

yang diyakini mampu memberikan respon terhadap wacana-wacana

pemikiran kontemporer, yakni, sejumlah aliran pemikiran modern dan

postmodern yakni beliau berupaya mendialogkan tradisionalisme dan

modernism dalam wawasan filsafat yang diproyeksikan pada terciptanya

reformasi sistem pendidikan Hawzah.12

Beliau banyak melewati semua jenjang pendidikan di Hawzah

hingga pendidikan tertinggi dalam berbagai bidang, seperti, fiqh, ushul fiqh,

dan dibalik semua itu, M. T. Miṣbāḥ Yazdī merupakan hasil didikan dari tiga

tokoh terkemuka, yakni Tabātabā’Ī, Behjat Fumami dan Rūhullāh

Khomenei. Beliau juga mempunyai kecenderugan pada ilmu-ilmu rasional

seperti dalam bidang filsafat, teologi, logika, dan matematika.13

Di antara sosok guru yang sangat berpengaruh terhadap M. T.

Miṣbāḥ Yazdī salah satunya adalah Tabātabā’Ī. Darinya ia banyak

memperdalam ilmu-ilmu filsafat. Namun ia banyak memberikan kritik

11 Husain Ali Arabi, Haqiqate Syarq (Qom: zalat Kautsar, 1381[tahun Persia), h. 19. 12 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 101. 13 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī h. 91.

Page 26: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

16

terhadap gurunya. Dalam berbagai karya M. T. Miṣbāḥ Yazdī, ia banyak

mengutip pendapat-pendapat yang dikemukan oleh Tabātabā’Ī dan

melakukan analisis kritis terhadap pemikirannya, terutama dalam masalah

ontologi.14

Sejak tahun 1975 M. T. Miṣbāḥ Yazdī mendirikan, mengarahkan, dan

mengajar di lembaga akademik yang berbeda, seperti departemen

pendidikan di Dar Rah-I Haqq, Baqīr al-‘Ulūm Cultural Foundation, PT

KALBE-I Hamkari Hawzah va Danishgah (kantor kerjasama antara

Hawzah dan Universitas). M. T. Miṣbāḥ Yazdī saat ini merupakan direktur

Imam Khomenei pendidikan dan Research Institute di Qum. Ia terpilih pada

tahun 1990 ke majlis-I khibrigan-I Rahbari (Dewan Ahli di Leadership) dari

Khuzistan provinsi dan terpilih kembali di babak berikutnya dari Teheran.

Dia adalah pengarang sejumlah karya tentang filsafat Islam dan Komparatif,

teologi, etika dan tafsir al-Qur’an.

B. Tokoh-tokoh yang memengaruhi M. T. Miṣbāh Yazdī

M. T. Miṣbāḥ Yazdī merupakan hasil didikan dari tiga tokoh

terkemuka, yakni Tabātabā’Ī, Behjat Fumami dan Rūhullāh Khomenei. Kita

mulai dengan tokoh revolusi Iran, Ayatulah Khomenei.

Ruhullah Khomenei merupakan tokoh paling fenomenal pada abad

ke-20. Ia memiliki nama lengkap Ayatullah al-Uzma Sayyid Ruhullah al-

Musawi al-Khomenei. Ulama pemimpin Syi’ah ini berhasil menumbangkan

sebuah rezim otoriter Reza Pahlevi di Iran melalui

14 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 93.

Page 27: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

17

Revolusi 15 Islam Syi’ah pada tahun 1979, sehingga rakyat menyebut beliau

“sang Imam” dan dinobatkan sebagai “pemimpin Agung Revolusi”. Ia juga

merupakan teolog Islam pertama yang mengembangkan gagasan

pemerintahan Isamnya di duniamodern. Bagi banyak orang, dia pembela

iman, oramg yang mengembalikan kekuatan dan puritanisme Islam di

tengah-tengah dekadensi, korupsi, dan hegemoni Barat.16

Tokoh Revolusi Iran ini mempunyai andil dalam perkembangan

pemikiran M. T. Miṣbāḥ Yazdī. Dalam buku Pemikiran Filsafat Ayatullah

M. T. Miṣbāh Yazdī karya Muhsin Labib digambarkan bagaimana

hubungan Ayatullah Khomenei dengan M. T. Miṣbāḥ Yazdī.

“Ali Mishbah Putra Muhamad Taqī Miṣbāḥ Yazdī,

meneragakan hubungan Muhamad Taqī Miṣbāḥ Yazdī dengan

Khomaini, setelah mengikuti khomaini dalam masa liburan

pe;ajaran tersebut ia memberikan perentah kepada murid-

muridnya agar meneruskan pelajarannya dengan

Mubahatsah. Muhamad Taqī Miṣbāḥ Yazdī dan beberapa

orag terkemuka seperti Gilani Muhammad Yazdī, khosain

Mazhaheri, Ali Akbar Musawi, dan Muhamad Taqī Miṣbāḥ

Yazdī melaksanakan perintah khomaini tersebut dengan

Mubahatsah secara bersama-sama. Mubahatsah ini terus

berlangsung sampai menangnya revolusi Iran.tema-tema

yang dibahas dalam masalah ini sangat penting dan

berkualitas, yang umumnya adalah masalah-masalah sosial

islam seperti amar ma’ruf nahi mungkar dan lain-lain”17

Tokoh selanjutnya yakni, Tabātabā’Ī. Nama lengkapnya adalah

Muhammad Hosein bin Muhammad bin Ali Asghar Tabātabā’Ī Tabrīzī

Qādhī. Tabātabā’Ī lahir pada tanggal 29 Dzulhijjah tahun 1321 H/ 1892 M,

di desa Shadegan (provinsi Tabriz). Yatim piatu pada umur sembilan

15 Revolusi dalam wacana sosiologis diartikan sbagai perubahan sosial dan kebudayaan

yang diperlangsung secara cepat. 16 Ilyas Hasan, Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung: Mizan, 1995), h. 69. 17 Muhsin Labib, Pemikiran Filsafat Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, h. 95.

Page 28: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

18

tahun, Tabātabā’Ī memperoleh pendidikan pada sekolah resmi, kemudian

belajar melalui guru-guru privat sehingga menguasai bahasa Persia dan

pelajaran lainnya. Mendalami al-Qur’an juga karya klasik seperti sastra dan

sejarah dari buku-buku Ghulistan dan Bustan karya Sa’di. Setelah itu beliau

belajar di Universitas Syi’ah di Najaf. Beliau belajar fiqih dan ushul fiqih

kepada al-Na’ini dan al-Isfahani.18

Selain menulis, membimbing masyarakat, mengajarkan al-Qur’an

dan filsafat dengan melakukan kunjungan di beberapa kota, beliau juga

mengajarkan pengetahuan danpemikiran keislaman kepada ketiga

kelompok masyarakat, yaitu:murid-murid tradisional yang menyebar ke

seluruh dan uar negeri Iran: kelompok mahasiswa pilihan tentang ilmu

ma’rifat dan tasawuf dan orang iran yang berpendidikan modern.19

C. Karya-karya

Di antara karya-karya yang ditulis oleh Prof. Ayatullah M. T.

Miṣbāḥ Yazdī adalah sebagai berikut:

1. Chikedeh-ye Bahts-e Falsafi (Ringkasan beberapa pembahasan

filsafat), Qom: Dar Rah-e Haqq, 1257/1978 M. Sebuah ikhtisar atau

ringkasan dari diskusi-diskusi yang berlangsung di London dalam

serangkaian konferensi yang juga memuat komentar- komentar para

pelajar Iran yang tinggal di Amerika Serikat mengenai konsep

filsafat dan sejarahnya, pengetahuan rasional

18 Allamah Thabathabai, Tafsir al-Mizan, terj. Syamsuri Rifai ( Beirut: Muassasah li al-

a’lam lil matbu’at, 1991 H), h. Ii. 19 Sayyid Husayn Nasr, Islam Tradisi, terj. Lukman Hakim (Bandung: Pustaka, 1994), h.

285.

Page 29: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

19

(rasional knowledge), sebab akibat, maujud tetap, dan tak tetap

aktualitas serta potensialitas.20

2. Pasdari Az Sangarha-ye Iydi’uluzhik (pengawal benteng-benteng

ideology).

Buku ini diterbitkan oleh Dar Rah-e Haqq, Qom, pada tahun

1361/1982 M. buku ini memuat kumpulan tulisan singkat, ditambah

sebuah artikel dari Dr. Ahmad Ahmadi. Topic yang dibahas oleh M.

T. Miṣbāḥ Yazdī meliputi: makna pandangan- dunia, pengetahuan,

sebab-akibat, gerak, dialektika, dan pandangan-pandangan dunia

materealis.

3. Iydi’uluzhi-e Tathbīqī (Perbandingan Ideologi)

Terbit di Qom, Dar Rah-e Ḥaqq, pada tahun 1361/1982. Buku hasil

transkripsi ini terdiri atas empat puluh pelajaran yang disampaikan

penulis setelah kemenangan

4. Amūzisy-e ‘Aqāyid

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh

Ammar Fauzi Herriyadi dan diterbitkan oleh al-Huda (Jakarta) pada

tahun 2005 dengan judul Akidah Islam. Karya yang berisi 3 jilid ini

dipersiapkan oleh Prof. Miṣbāḥ Yazdī dengan mendapat bantuan dari

sekelompok sarjana di Institute Dar Rah-e Haqq, untuk keperluan

para pelajar tingkat menengah. tiap jilid memuat

20 pelajaran. Topik-topik yang di bahas di dalamnya adalah

20 M. T. Miṣbāh Yazdī, Buku Daras Filsafat Islam, terj. Musa Kazhim dan Saleh Baqir

(Jakarta: Shadra Press, 2010), h. xxvii-xxviii

Page 30: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

20

tentang teologi, kajian-kajian agama, pembuktian akan wujud niscya

ada, sifat-sifat Tuhan, kritik atas materialism, keesaan Tuhan,

kebebasan berkehendak dan keterpaksaan (determinisme),

kebutuhan akan para nabi dan imam serta kemaksuman mereka, al-

Qur’an,, Imam Mahdi, immaterialitas ruh, kebangkitan, kehidupan

setelah mati, keimanan dan kekafiran, serta permasalahan wasilah.21

5. Rahiyyan-e Ku-ye Dust

Menjadi Manusia Ilahi adalah judul terjemahan buku dari Rahiyyan-

e Ku-ye Dust. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia oleh Iwan setiawan dan diterbitkan oleh Lembaga

Internasional Ahlu al-Bait pada tahun 2011. Buku ini memuat

kumpulan dua belas kuliah tentang moralitas Islam, seperti cinta

ilahi, keimanan kepada Allah, kekhusyuan dalam sholat, kehidupan

setelah mati, dan bagaiamana mencintai Tuhan yang disajikan dalam

bentuk syarah atas riwaya-riwayat sekitar peristiwa Mi‘raj Nabi

Muḥammad SAW.22

6. Jang Wa Jihād Dar Qur’an

Buku ini diterjemahkan oleh Akmal Kamil dan diterbitkan oleh

penerbit al-Huda, Jakarta, pada tahun 2006. Tema Utama yang

2005).

21 M. T. Miṣbāh Yazdī, Akidah Islam, terj. Ammar Fauzi Herriyadi (Jakarta: al-Huda,

22 M. T. Mishabh Yazdi, Menjadi Manusia Ilahi, terj. Iwan Setiawan (Jakarta: Lembaga

Internasional Ahlu al-Bait, 2011).

Page 31: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

21

dikaji dalam buku ini adalah fenomena perang dalam perspektif al-

Qur’an.23

7. Durūs Falsafah

Pelajaran-pelajaran filsafat, begitulah terjemahan dari buku karya

M. T. Miṣbāḥ Yazdī di atas. Buku ini diterbitkan di Teheran oleh

Mu’assisah Muthāla‘at vā Taḥqīqāt Farhangi-e, 1363/1984 M. karya

ini merupakan karya ringkas dari Amuzisy-e Falsafah.24

8. Freedom

Buku dengan judul asli Freedom: the unstated facts and points,

diterjemahkan oleh Nailul Aksa, Jakarta, al-Huda, diterbitka pada

tahun 2006. Buku ini memuat tentang kebebasan, mulai dari definisi

kebebasan yang beragam, kemudian kebebasan dalam Islam dan

Tanya-jawab seputar kebebasan.

9. Falsafeh ye Akhlāq

Karya M. T. Miṣbāḥ Yazdī ini diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dengan judul Meniru Tuhan, diterjemahkan oleh Ammar

Fauzi Herriyadi, penerbit al-Huda, Jakarta, pada tahun 2006. Buku

ini mengupas tentang filsafat akhlaq, mulai dari definisi hingga

konsep baik dan buruk dan juga tentang pandangan-pandangan

seputar moralitas dalam Islam.25

23 M. T. Miṣbāh Yazdī, Perlukah Jihad? terj. Akmal Kamil (Jakarta: al-Huda, 2006). 24 Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, Durus Falsafah (Teheran: Muassisah Muthala’at va

Farhangi-e, 1363/1984). 25 Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, Meniru Tuhan, terj. Ammar Fauzi Herriyadi (Jakarta:

al-Huda, 2006).

Page 32: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

22

10. Ma‘ārife Qur’ān

Terbit di Qom, diterbitkan oleh Dar Rah-e Haqq, pada tahun

1369/1989 M. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

Arab. Terdiri dari 3 jilid dan terbagi dalam tiga bagian pembahasan,

yakni teologi, kosmologi, dan antropologi.26

26 Ayatullah M. T. Miṣbāh Yazdī, Ma’arif-e Qur’an (Qom: Dar Rah-e Haqq, 1368/1989

M.).

Page 33: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

BAB III

KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN ISLAM

A. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Kehendak Bebas Dalam Islam

Sejak manusia mengetahui bahwa ada kemampuan kreatif yang

menciptakan alam jagad semesta ini termasuk dirinya sendiri (manusia),

kemudian hal itu diyakini berhubungan dengan sang pencipta (Khāliq)

dengan ciptaanya (makhlūq) lalu manusia mempertanyakan satu hal dalam

dirinya. Apakah aku ini mampu bergerak secara bebas dalam menentukan

segala tingkah laku perbuatanku? ataukah justru seluruh tingkah laku

manusia sudah ditentukan atau dikendalikan oleh sang pencipta sejak

dahulu kala? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bahkan muncul secara

khusus dalam perkembangan pemikiran Islam.1

Kehendak bebas dalam pengetian di sini mengacu pada suatu

potensi, fakultas atau daya di dalam diri manusia untuk pengambilan suatu

keputusan.2 Dalam istilah teologi barat dikenal dengan Free will and Free

act, sebuah sikap yang menganggap bahwa manusia memiliki kehendak dan

kebebasannya sendiri dalam menentukan perbuatan. Atau predestination,

yang berarti bahwa manusia tidak memiliki kebebasan

1 Al Markaz ar Risalah, KeadilanTuhan Diterminisme Sejarah dan Kemandirian Manusia,

Perspektif Filsafat dan Teologi dalam Madzhab Ahlul Bait, terj. Muhsin Assegaf ( Yogyakarta:

RausyanFikr Institute, 2012), h. 1 2 Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 247.

23

Page 34: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

24

dalam menentukan perbuatanya sendiri. sedangkan dalam Istilah Teologi

Islam dua sikap tersebut dikenal dengan Qadariyah dan Jabariyah.3

Dalam dinamika pemikiran Islam kehendak bebas merupakan

persoalan yang sangat seksi dan menjadi perbincangan sampai sekarang.

Sebab kebebasan adalah salah satu nilai kemanusiaan yang teragung. Tiang

kemanusian yang paling penting juga sebagai perhitungan dan tanggung

jawab.4

Pertanyaan yang sangat lazim dan menjadi titik awal dari pemikiran

Islam tentang kehendak bebas adalah apakah manusia memiliki kehendak

bebasnya sendiri ataukah segala perbuatan manusia sudah ditentukan sejak

dahulu kala oleh Allah SWT?5 Untuk melacak persoalan awal dari

problematika kehendak bebas ini maka kita harus membuka kembali sejarah

munculnya paham serta keyakinan terhadap kemandirian manusia terhadap

kehendak bebasnya tersebut.

Sepanjang sejarah pemikiran Islam bahwa pertanyaan seperti itu

(problematika kehendak bebas) sudah lama ditemukan bahkan pada periode

setelah wafatnya Rasulullah Muḥammad SAW. yakni pada periode kedua

abad pertama Hijriah. Kemudian mulai menjadi sistematis dan menjadi Ilmu

pada periode awal abad ketiga Hijriah.6 Pada saat itu Pemikiran filosofis

atau teologis dalam Islam dimulai dengan tiga

3 Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah (Jakarta: UI

Press), cet-1, h. 64. 4 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, terj. Yudian Wahyudi Smin (Jakarta:

Bumi Aksara, 1995), h. 134. 5 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Aliran sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta:

UI Press, 1986), h. 31. 6 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, h. 35.

Page 35: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

25

persoalan: hakikat iman dan status dosa besar, takdir dan kebebasan serta

hakikat dan sifat Ilahi. Dua yang pertama muncul akibat konflik politik

sehingga mengakibatkan perpecahan umat Islam dan akibat-akibat

selanjutnya. Ketika umat Islam menyebut lawan mereka non-Muslim karena

perilaku kasarnya, maka isu, apakah bisa disebut beriman orang yang

berbuat dosa atau tidak. Ketika orang yang melakukan tindakan kekerasan

dimintai pertanggung jawaban tetapi mereka mengatakan tidak bersalah

karena tindakan mereka tentang takdir sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan,

maka muncul isu tentang takdir (kehendak bebas) dan problem kehendak

bebaspun mestilah dipecahkan.7

Para pelopor kedua pandangan (kebebasan dan keterpaksaan)

manusia tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah yang sejak awal sudah

terlibat dalam pemerintahan Bani Umayyah (661-750 M)8 dalam

pandangannya mengenai kemampuan manusia menentukan kehendak

bebasnya.

Pada masa Bani Umayyah muncul dan berkembang beberapa aliran

dan pemahaman terhadap agama dan sikap beragama (akidah). Walaupun

7 Isma’il Al-Faruqi dan lois lamya Al-Faruqi, Atlas dan Budaya Islam Menjelajah

Khazanah Peradaban Gemilang Islam, (Bandung: Mizan, 1998), h. 315. 8 Moh Sulaiman Haji Yasin, Pengantar Filsafat Islam (Kuala Lumpur: Percetakan Bahasa

dan Pustaka,),h.114-115. Bani Umayyaah ini merujuk pada ‘ Mu‘awiyyah Ibn Abī Safyān yang

merupakan gubernur Damaskus pada masa khalifah Umar Ibn Khaṭṭāb. Terlibat dalam perang

Ṣiffīn melawan Imam ‘Ali ibn Abī Ṭālib dan setelah mendapat persetujuan Sayyidina Hasan ibn ‘Ali

dalam peralihan kekuasaan kemuadian pemerintahan Islam dipindah dari Kuffah ke Damaskus. Pada

masa Bani Umayyah berkembang tafsir, hadis, fiqih dan ilmu kalam. Kemudian lahir nama-nama

besar seperti Hasan Al-Basri, Ibnu Shihab Al-Zuhri, Wasil Ibn Ata‘ serta Ma‘bad Al-Juhānī dan

Ghaylān Al-Damsyqī yang menjadi cikak-bakal paham Qadariyah kemudian menentang kekusaan

politik bani Umayah. Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh Buku Pintar Sejarah Islam; Jejak

Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, terj. Zainal Arifin,(Jakarta:

Zaman,2004), h. 235. Lihat juga Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta:

UI-Press, 1985), Cet-5, h. 55-56.

Page 36: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

26

aliran dan pemahaman tersebut berimplikasi terhadap persoalan yang

sifatnya politis dan merembes pada persoalan teologis. Hal ini tidak lepas

karena persoalan keagamaan khususnya yang menyangkut akidah sudah

menjadi pola perdebatan Umat Islam masa itu.9 Dimana pada masa periode

Rasullullah Muḥammad SAW. sampai pada masa Khulafa al- Rasyidin hal

tersebut tidak dibicarakan sebab pada periode Islam awal umat Islam masih

percaya terhadap taufiq (pertolongan) Allah.10

Periode Islam berikutnya yaitu periode kedua abad pertama

Hijirayah yang ditandai dengan kemenangan Mu‘awiyah bin Abī Safyān

atas ‘Alī pada perang Ṣiffīn. Sehingga menyebabkan terbunuhnya ‘Alī ibn

Abī Tālib secara politis oleh sekte Khawarij. Sehingga memudahkan

Mu‘awiyah memuaskan ambisi kekuasaanya untuk menjadi khilafah Islam

masa itu. Setelah kematian ‘Alī ibn Abī Ṭālib (656-661 M) umat Islam

atau masyarakat Arabia, Irak dan Iran memilih Sayyidinā Hasan ibn ‘Alī

untuk menjadi khilafah (661 M). Namun Ḥasan Ibn ‘Alī tidak mau

mengorbakan umat Islam dengan pertumpahan darah hanya karena haus

kekuasaan. Oleh sebab itu Hasan Ibn ‘Alī menyerahkan kekuasaanya secara

sah sebagai Khalifah kepada Mu‘awiyah bin Abī Safyān setelah Ḥasan Ibn

‘Alī sempat menjabat selama tiga bulan dan proses serah terima tersebut

berlangsung di Khufah.11

9 Drs. H.M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Grafindo persada,1996), cet. 3, h.

13. 10 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, h. 35 11 Joesoef Sou’yb, sejarah Daulah Umayah di Damaskus (Jakarta: Bula Bintang,

1977),h.15-16.

Page 37: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

27

Sejak disepakatinya perpindahan pemerintahan dan disetujuinya

persyaratan oleh Mu‘awiyah dari Sayyidinā Ḥasan bin ‘Alī (r.a) bahwa

pemerintahan Islam berada pada tangan Bani Umayyah.12 Maka Mu‘awiyah

sudah berfikir bagaimana caranya supaya rakyat dapat diyakinkan bahwa

kekuasaan dan pemerintahanya itu merupakan suratan takdir Allah.

Malangnya, idea “Jabariyah” ini telah dijadikan doktrin dalam rezim

politiknya untuk mengambil kebijakan-kebijakan dengan

mengatasnamakan takdir dari Tuhan.13

Berkuasanya Bani Umayah ini menimbulkan keresahan politis dan

teologis dari golongan yang disebut dengan Qadariyah yang memiliki

paham bahwa manusia dapat menentukan potensi dan memiliki

kebebasanya sendiri. Paham Qadariyah melihat bahwa kekuasaan Bani

Umayah ini sangat bertentangan dengan kebebasan manusia. Di mana, sejak

semula Bani Umayah ini mengembalikan segala persoalanya terhadap

ketentuan Tuhan, baik dalam mengambil kebijakan dan lain sebagainya.14

Al-Qadariah berasal dari bahasa Arab yaitu kata qadara yang

artinya kemampuan dan kekuatan.15 Menurut pengertian terminologi

Qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia

12 Dar Al Ilm, Atlas Sejarah Islam Sejak Masa Permulaan Hingga Kejayaan Islam

(Jakarta: Kaisa Media, 2011), cet-I, h.59. 13 Al Markaz ar Risalah, KeadilanTuhan Diterminisme Sejarah dan Kemandirian Manusia,

Perspektif Filsafat dan Teologi dalam Madzhab Ahlul Bait, terj. Muhsin Assegaf (Yogyakarta:

RausyanFikr Institute, 2012), h. 8 14 Ignas Goldziher, Pengantar Teologi Islam, terj. Hersri Setiawan (Jakarta: Iniz, 1991),

h. 81. 15 Harun Nasution Teologi Islam, h. 31

Page 38: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

28

tidaklah diintervensi oleh Tuhan. Manusia bisa menciptakan perbuatanya

sendiri begitu juga bisa meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. oleh

sebab itu aliran ini bisa dipahami sebagai aliran yang memberi penekanan

atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-

perbuatanya.16

Paham Qadariah didirikan oleh Ma‘bad bin Khalid Al-Juhānī (80

H/698 M) dan muridnya Ghailān al-Dimasyqī (105 H/ 722 M) di

Damaskus.17 Ma‘bad bin Khālid Al- Juhānī sendiri merupakan tabi’in dan

ahli hadits di Basrah. Dia menentang pendapat atau idea Jabariyah yang

direstui atau menjadi alat kekuasaan pemerintah Bani Umayah, sebab idea

Jabariyah telah dijadikan alasan untuk melakukan penindasan, kezaliman,

perampasan dan pembunuhan. Beliau telah terlibat secara langsung dalam

politik dan bergabung dengan ‘Abdur Raḥmān al-Asy‘ath seorang

pemimpin pemberontak yang sangat membahayakan rezim Bani Umayah.

Bagi Ma‘bad hanya dengan cara demikianlah dia bisa menantang, bukan

sekedar dengan kata-kata dan fikiranya. Tetapi juga dengan tangan dan

nyawanya. Sehingga menyebabkan beliau ditawan dan ditahan serta disiksa

sehingga menemui ajalnya pada 80 H.18

Bahkan semangat untuk menyuarakan dan memperjuangakan idea

dan perlawanan terhadap Rezim Bani Umayah yang dengan idea kebebasan

dan kemandirian mausia dalam menentukan dan membatalkan

16 Drs. Rosihon Anwar,M.Ag. Drs. Abdul Rozak, M.Ag. Kamus Istilah Teologi Islam,

(Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), Cet-1,h.161. 17 Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, h. 139. 18 Moh Sulaiman Haji Yasin, Pengantar Filsafat Islam, h. 115.

Page 39: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

29

perbuatanya tidak berhenti di situ saja. Hal tersebut dilanjutkan oleh

muridnya yang bernama Ghailān al-Dimasyqī (105 H/ 722 M). Ketika Umar

bin Abdul Aziz memegang kekuasaan sebagai Khalifah (99-101 H) usaha

Ghailān sempat dihentikan. Namun setelah Umar bin Abdul Aziz meninggal

usaha Ghailān dilanjutkan kembali sampai dia ditangakap dan terbunuh

pada masa Hisyām bin Abdul Malik menjadi Khalifah (106-126 H).19

Pandangan atau paham Qadariyah ini juga mendapatkan argument

penolakan oleh kelompok yang dikenal dengan Jabariyah, yang merupakan

suatu paham yang didirikan oleh Jahm bin Ṣafwān20 (127/745 M). Jabariyah

juga dikenal dengan nama pendirinya, yaitu Jahmiyyah. Pandangan

Jabariyah mendasarkan prinsipnya pada penafsiran mereka terhadap semua

tindakan manusia ditentukan oleh kuasa Tuhan, termasuk keimanan,

kebijakan dan kejahatanya.21 Adapun ayat Qur’an yang dikutip adalah (QS

76:29-30).

Artinya:

“….Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, Maka

Barangsiapa menghen daki (kebaikan bagi dirinya) niscaya Dia

19 Abdul Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan dan Pemikiran dalam Islam (Jakarta:

Beunebi Cipta), h.29-31. 20 Jahm bin Ṣafwān adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suraih bin Harits, Ali

Nasar bin Sayyar yang memberontak di daerah khurasan terhadap pemerintahan bani Umayah. Dia

terkenal sebagai orang yang rajin dan tekun menyiarkan agama. lihat: Prof. Dr. K.H. Sahilun A

Nasir, M.Pd.I, Pemikiran Kalam Teologi Islam: Sejarah Ajaran, dan Perkembanganya, (Jakarta:

Rajawali Press,2012), h. 143. 21 Isma’il Al-Faruqi dan lois lamya Al-Faruqi, Atlas dan Budaya Islam Menjelajah

Khazanah Peradaban Gemilang Islam, (Bandung: Mizan, 1998),h. 316.

Page 40: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

30

mengambil jalan kepada Tuhannya. dan kamu tidak mampu (menempuh

jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah

Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

B. Polemik Kehendak Bebas Dalam Islam

Semua Muslim dan aliran teologi Islam sepakat mengatakan bahwa

Allah adalah Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Adil dalam menentukan

takdir dan berkehendak. Namun ketika membahas masalah free will

(kehendak bebas) dan predestination (fatalisme) menjadi bahan perdebatan

yang sangat sengit di kalangan teolog.22 Perdebatan tersebut melahirkan

polemik diantara beberapa madzab teologi serta mewakili kecendrungan

penafsiran masing-masing terhadap wahyu. Setidaknya dalam hal tersebut

kita akan mendapatkan tiga kecenderungan pemikiran. Pertama adalah

kelompok Determinisme (Jabr). Kedua adalah glongan yang jatuh pada

kebebasan mutlaq (Tafwīḍ). Sedangkan yang ketiga adalah golongan

Ikhtiyari yang berada diantara Jabr dan Tafwīḍh (Baina Al Jabr Wa Al-

Tafwīḍh).

Golongan pertama adalah ‘Asy‘ariah yang mewakili pandangan

Jabr, dalam keyakinan Asy‘ariah bahwa segala langkah manusia telah

ditentukan oleh Allah sejak lahir sampai mati.23 Hal ini menegaskan bahwa

manusia sama sekali tidak memiliki bentuk kebebasan, segala daya dan

kekuatan manusia telah terpasung dalam setiap perbuatan. Inilah

22 Jurnal Teologia, Volume 25, Nomor 2, Juli-Desember 2014. 23 Murtadha Mutahari, Manusia Seutuhnya, terj. Insone Komil oleh Abdullah Hamid

Ba’abud, (Jakarta: Sadra Press, 2012) h. 279.

Page 41: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

31

bentuk fatalisme dan diterminisme yaitu penisbahan segala pebuatan

manusia secara langsung terhadap Tuhan Allah SWT.24

Dalam hal ini Asy‘ariah memberikan setidaknya beberapa argumen.

Pertama bahwa kehendak bebas manusia itu bertentangan dengan semangat

nilai tauhid, sebab bila kehendak bebas diyakini sebagai (akidah Islam)

maka akan membatasi terhadap kekuasan Tuhan yang mutlak. Kedua,

Tuhan itu telah menciptakan segala fenomena di alam jagad ini termasuk

kehendak manusia sejak zaman Azali baik itu ruang dan waktunya. Ketiga,

justifikasi terhadap setiap kesalahan-kesalahan. Sesungguhnya setiap

manusia akan menghindari kesalahan kesalahan yang sekiranya menyiksa

hati nurani. Oleh sebab itu setiap kesalahan biasanya akan dikembalikan

terhadap takdir sedangkan keberhasilan selalu di kembalikan kepada

kemampuan diri manusia itu sendiri.25

Keyakinan Asy‘ariah ini tentunya sangat disemangati terhadap

pemahaman Al-Qur’an QS: Al- Saffat [37]: 96

Artinya:

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang

kamu perbuat itu".

Dalil naqli sebagai argumen yang diajukan oleh golongan Asy‘ariah

ini sebenarnya ingin menjelaskan betapa manusia itu tidak punya daya

upaya dalam segala perbuatanya. Kata Wa Mā Ta‘ malūn

24 Sayyid Mudjtaba Musawi Lari, Teolgi Imam Syi’ah Aqidah Alternatif, terj. Dirāsat Fī

Ushūsil Islam Oleh Thalib Anis, (Jakarta: Al-Huda, 2005). h.59. 25 Sayyid Mudjtaba Musawi Lari, Teologi Imam Syi’ah Aqidah Alternatif, h. 60.

Page 42: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

32

disini diartikan “Apa yang kamu perbuat” bukan “apa yang kamu buat”

oleh sebab itu ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan

perbuatan-perbuatan kamu.26 Jadi perbuatan manusia diciptakan Oleh

Tuhan dan tidak ada kekuatan lain dalam segala perbuatan manusia itu

selain perbuatan Tuhan Allah SWT.27

Lalu bagaimana golongan Asy‘ariah menjelaskan tentang gerak atau

perbuatan manusia? Selanjutnya dalam teori Al-Kasb (Acquisition,

Perolehan), golongan Asy‘ariah menjelaskan bahwa ada pembuat (Tuhan)

dan ada yang memeroleh perbuatan (manusia). Tuhan tidak mungkin

“memperoleh” perbuatan karena al-Kasb terjadi hanya dengan daya yang

diciptakan sedangakan Tuhan tidak mungkin memiliki daya yang

diciptakan. Hanya manusialah yang memeroleh daya penciptaan tersebut

yaitu perbuatan. oleh sebab itu manusia adalah tempat berlakunya

perbuatan-perbuata Tuhan. 28

Kepasifan manusia sebagai penerima perbuatan Tuhan

menyebabkan manusia juga tidak memiliki daya kehendak bebas dalam

dirinya. Dalam hal ini Asy‘ariah mengembalikan kepada firman Tuhan

dalam Al-Qur’an QS. Insan 76:30.

Artinya:

26 Harun Nasution, Teologi Islam,h, 107 27 Harun Nasution, Teologi Islam. h. 24 28 Harun Nasution, Teologi Islam. h. 25

Page 43: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

33

“dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha

mengetahui lagi Maha Bijaksana.29

Berbeda dengan paham Asy‘ariyah yang lebih dekat kepada Jabr

(fatalisme). Golongan Mu‘tazilah cendrung berlawanan. Dalam paham

Mu‘tazilah bahwa manusia merdeka dari keterpasungan. Manusia memiliki

kehendak bebas. Oleh sebab itu Golongan Mu‘tazilah ini lebih cendrung

mewakili Tafwīḍ (kebebasan mutlaq) dimana kemerdekaan manusia

dimaknai bebas dalam melakukan pilihanya sendiri tampa campur tangan

daya Tuhan.30

Mu‘tazilah ingin menanggapi golongan Asy‘ariah (kaum

Mujabbirah) yang menganggap bahwa manusia merupakan tempat

berlakunya perbuatan Tuhan. Sehingga manusia jatuh pada kepasifan dan

lemah dalam menerima segala perbuatan Tuhan tersebut. Sebagaimana

golongan Asy‘ariah mengembalikan persoalan ini pada Ayat Qur’an QS.

Insan (76:30) dan QS: Al- Saffat (37: 96) dalam penjelasan Asy‘ariah kedua

Ayat al-Qur’an tersebut mewakili bahwa ada ketentuan Allah atas apa yag

ada di dunia, termasuk di dalam perbuatan manusia. Dengan demikian

manusia tidak lagi memunyai pilihan. Segala fenomena yang terjadi di alam

semesta ini kalaulah tidak dikendaki oleh Tuhan maka hal tersebut tidak

akan terjadi.31

Bagi golongan Mu‘tazilah salah satu tokohnya yang paling mutakhir

al- Qadi Abdul Jabbar misalnya sebagaimana yang ditulis oleh Dr.

Machasin, MA. dalam bukunya menjelsakan bahwa Abdul Jabbar mencoba

memahami ayat yang dijadikan sandaran oleh golongan Asy‘ariah dalam

argumentasi naqliahya QS. Al-Saffat (37:96) yang menyatakan bahwa

“Allahlah yang menciptakan kalian semua dan apa

29 QS: Al-Insan [76]:30 30 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 102. 31 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 102

Page 44: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

34

yang kalia perbuat” sebagai landasan bahwa manusia dan segala

perbuatanya sudah diciptakan oleh Allah SWT.32

Menurut Abdul Jabbar (tokoh Mu‘tazilah) Golongan Asy‘ariah

mengartikan نملوعتما sebagai amal perbuatan. sebagaimana dalam potongan

ayat 33 جزاءبماكانوايعملون. Padahal ayat tersebut mencritakan bagaimana Nabi

Ibrahim ketika menegur Umatnya yang menyembah arca-arca.

“Abdul Jabbar mengatakan bahwa pertanyaan Nabi Ibrahim

Apakah kamu semua menyembah arca-arca yang kamu

pahat?” itu merupakan celaan terhadap tindakan kaumnya itu.

Lalu diteruskan dengan anak kalimat … sedangkan Allah

menciptakan kamu semua dan apa yang kamu buat”. Itu

merupakan alasan mengapa ia mencela perbuatan mereka.

Kalau itu diartikan dengan bahwa Allah menciptakan mereka

dan apapun yang mereka lakukan, termasuk penyembahan

arca-arca itu, maka tidak ada lagi pengetian celaan”.34

Keterangan Abdul Jabbar ini mengisyaratkan bahwa golongan

Asy’ariyah dalam memahami ayat tersebut tidaklah tepat. Sebab tidak

dihubungkan dengan ayat sebelumnya. Kalaulah potongan ayat tersebut

dipahami sebagai satu ayat saja dan tidak dikaitkan dengan potongan ayat

sebelumnya, maka akan menghasilkan pengertian yang tidak benar.

Sehingga bila potongan ayat ini berbarengan maka maksudnya adalah: “

mengapa kalian semua menyembah arca-arca yang kalian buat dari kayu.

Sedangakan Allah yang menciptakan kalian sekaligus kayu yang kemudian

kalian pahat menjadi arca-arca yang kalian sembah”. Sehingga kalau

memakai pemahaman Asya’ariyah نوعملتام diartikan sebagai amal

32 Dr, Machasin, MA Al-Qadi Abdul Jabbar Mutashabih Al-Qur’an: Dalih Rasionalitas

Al-Qur’an, h. 94. 33 QS: Al-Ahqaf [46]:14. 34 Dr, Machasin, MA Al-Qadi Abdul Jabbar Mutashabih Al-Qur’an: Dalih Rasionalitas

Al-Qur’an, (Yogyakarta: LKiS 2000),h. 94.

Page 45: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

35

perbuatan manusia. Maka pengetian ayat tersebut akan menjadi kacau.

Kalau Allah menciptakan amal perbuatan mereka. Maka allah juga

menciptakan praktek penyembahan mereka terhadap arca-arca tersebut.

Bila Allah yang menciptakan hal tersebut kenapa pula Allah mencela

mereka?35

Pemahaman golongan Asy’ariyah bahwa Allah menciptakan

perbuatan manusia dalam potongan ayat tersebut tidaklah pada tempatnya.

Sebab ayat ini bercerita tentang Nabi Ibrahim dan sikapnya terhadap

kaumnya yang menyembah selain Allah. Bukan tentang penciptaan

Perbuatan Manusia.

Oleh sebab itu dalam pandangan Mu‘tazilah bahwa pada dasarnya

kehendak untuk berbuat itu adalah kehendak manusia dan daya untuk

mewujudkan kehendak tersebut juga adalah daya manusia. Harun Nasution

dalam buku teologi Islam menarik kesimpulan tentang pandangan kaum

Mu‘tazilah bahwa :

“Daya siapakah dalam faham Mu‘tazilah yang mewujudkan perbuatan manusia, daya manusia atau daya Tuhan? Dari

keterangan keterangan Mu‘tazilah dapat ditarik kesimpulan

bahwa karena perbuatan manusia sebenarnya adalah perbuatan manusia dan bukan perbuatan Tuhan. Maka daya yang

mewujudkan perbuatan itu tak boleh tidak mesti manusia itu

sendiri dan bukan daya Tuhan.”36

35 Dr, Machasin, MA Al-Qadi Abdul Jabbar Mutashabih Al-Qur’an: Dalih Rasionalitas

Al-Qur’an, h. 94. 36 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Dan Analisa Perbandingan,

(Jakarta, UI Press: 2002), h. 103.

Page 46: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

36

Dalam pemahaman Mu‘tazilah bahwa kemandirian manusia dalam

menentukan pilihannya (kehendak bebasa) secara implisit dalam Al- Qur’an

Tuhan telah menjelasakan :

Artinya:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan

untuk orang-orang yang bertakwa,”37

Artinya :

“Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak,

sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.38

Menurut Abdul Jabbār QS: Ali Imran [3]:133 tersebut menunjukkan

bahwa manusia adalah pelaku perbuatanya sendiri bukan Tuhan. Sebab bila

Tuhan yang sekaligus menciptakan gerak manusia سارعوا (bersegera) dan

Tuhan yang mesti mewujudkan dan meniadakanya, maka hal itu akan

meniadakan maksud Tuhan merangsang manusia untuk bersegera

memperoleh ampunan.39

Demikian juga dalam QS: Al-Taubah [9]:82 kalau perbuatan

manusia adalah perbuatan Tuhan, tentu tidak akan berarti pemberian

37 QS: Ali Imran [3]:133. 38 QS: al-Taubah [9]:82.

Page 47: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

37

39 Dr. Hasan Zaini, Tafsir Tematik Ayat Ayat Kalam Tafsir Al-Muraghi (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya), h. 65.

Page 48: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

38

balasan dari Tuhan atas perbuatan manusia. Oleh sebab itu menurut Abdul

Jabbār perbuatan-perbuatan manusia haruslah betul-betul perbuatan

manusia secara mutlak.

Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa kaum Mu‘tazilah

memberikan porsi dominan terhadap kehendak bebas manusia (Tafwīḍ) dan

kecendrungan argumentasinya membela terhadap kehendak bebasan mutlak

manusia dalam menentukan perbuatannya sendiri bukanlah berasal dari

perbuatan Tuhan. Bagi kaum Mu‘tazilah keputusan moral dan etis harus

didasarkan atas akal, bahkan mungkin dengan mengesampingkan

pernyataan-pernyataan Al-Qur’an. Maksudnya jika akal mengimlakkan

bahwa sesuatu itu baik atau buruk, maka kepastian itu mestilah mutlak sah,

sekalipun membatasi terhadap perbuatan-perbuatan Tuhan.40

Selain kedua golongan di atas yaitu Asy‘ariah dengan

argumentasinya yang cenderung terhadap Jabr (Fatalisme) dan Mu‘tazilah

dengan argumentasi bahwa manusia memiliki kehendak bebas secara

mutlak (Tafwīḍh). Ada golongan ketiga yang mencoba untuk mendamaikan

terhadap polemik tersebut, yaitu golongan Ikhtiyārī.

40 James Pavlin, Kalam Sunni Dan Kontroversi Teologis dalam Sayyid Hossein Nasr dan

Oliver Leaman, ed., Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (buku Pertama); terj. Tim Penerjemah

Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h.133

Page 49: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

39

Golongan ini disebut juga dengan Madzhab Al Amr Baina Al-Amraini41

yaitu madzhab Ahlul Bait.42

Dalam pandangan madzhab Ahlul Bait (Iktiyari/ Al-Amr Baina Al-

Amru) bahwa persoalan kehendak bebas (Free will) dan Predestination

(Fatalisme) itu sudah sangat jelas dalam Al-Qur’an dan merupakan perkara

yang badīhī. Kehendak bebas tidak identik dengan kemandirian. Namun

segala fenomana di alam jagad semesta ini termasuk perbuatan manusia

adalah atas izin kekuasaan Allah SWT.43

Namun apabila tidak hati-hati dalam memahami ayat Al-Qur’an.

Maka akan terjatuh kedalam pemahaman yang salah. Sebenarnya

Mu‘tazilah dengan berbagai argumentasinya mengupayakan agar Tuhan

terhindar dari kedzaliman dan kejahatan. Oleh sebab itu manusia mestilah

secara mutlak memiliki kehendak bebas. sebab bila Tuhan telah

menciptakan segala sesuatu termasuk perbuatan manusia maka Tuhan akan

terjebak dalam perbuatan jahat pula. Demikian juga bantahan Asy‘ariah

kalaulah kehendak bebas manusia adalah mutlak. Maka hal itu

41 Istilah Al Amr Baina Amru dalam beberapa riwayat bahwa orang yang pertama kali

melontarkan frase ini adalah Imam Ja‘far Muḥammad Al-Ṣadiq. Lihat Abbas Muhajirin, Pemikiran

Teologis dan Filosofis Syi’ah Dua Belas Imam dalam Sayyid Hossein Nasr dan Oliver Leaman, ed.,

Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (buku Pertama); terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan,

2003). h.165 42 Al-Markas Al-risalah, Keadilan Tuhan Diterminisme Sejarah Kemandirian Tindakan

Manusia Perspektif Filsafat Dan Teologi Dalam Madzhab Ahlul Bait (Jogjakarta: Rausyan Fikr

Institute: 2012), h.71. Para sarjana dan kalangan sahabat dan tabiin memiliki pandagan yang berbeda

dengan dua kelompok Jabr dan Tafwīḍ. Mereka menegaskan pengetahuan azali Tuhan dan pada saat

yang sama menafikan keterpaksaan perbuatan manusia, yang mengaitkan kehendak dan tindakan

dengan satu sikap yang mengambil jalan tengah antara Jabr mutlak dan Tafwīḍ Mutlak. Penjelasan

seperti itu diberikan oleh Imam ‘Ali, Ibn ‘Umar, dan Al-Hasan Ibn ‘Ali. Lihat juga dalam M. Abdel

Haleem, Kalam Awal dalam Sayyid Hossein Nasr dan Oliver Leaman, ed., Ensiklopedia Tematis

Filsafat Islam (buku Pertama); terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h.99. 43 M.T. Misbah Yazdi Iman Semesta, h. 185.

Page 50: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

40

akan bersebrangan dengan prinsip Tauhid yaitu menafikan kekuasaan

Tuhan Itu sendiri. sehingga Madzhab Ahlul Baith mestilah menyudahi

perseteruan ini. Bagi Madzhab Ahlul Bait kedua kecenderungan tersebut

telah termaktub dalam Al-Qur’an sebagaimana dalil-dalil yang masing-

masing telah menyebutkannya.44

Dalam keyakinan Ahlu al-Bait. Pada dasarnya manusia akan

senantiasa membutuhkan Allah dalam segala urusan, keperluan dan tahap

hidupnya. Bahwa ada kesinambungan antara sebab, pencipta atau Tuhan

dengan akibat, ciptaan atau manusia dan segala yang menjadi perdebatan di

atas (kehendak bebas manusia). Kesinambungan tersebut dalam keyakinan

Ahl Bait disebut juga dengan sebab antara. 45

Dalam menjelaskan hal ini madzhab Ahlu al-Bait mencoba

menggunakan penalaran cemerlang. Agar tidak terjatuh kedalam

pemahaman Jabr dan Tafwīḍh mutlaq.46 Sebab keduanya dalam

pandangan mereka bolehlah untuk dikritisi sebagai konsekwensi dari

kekeliruan dalam pemahaman. Dalam pandangan madzhab ini, bahwa

klaim Mu‘tazilah, secara mutlak manusia memeliki kehendaknya sendiri

tidaklah masuk akal. Sebab apa yang dikehendaki oleh Tuhan tidaklah

berlaku pada manusia.

44 Murtadha Muthahari, Mengenal Ilmu Kalam: Cara Menembus Kebutaan Berfikir

(Jakarta, Pustaka Zahra:2002), h.98. 45 Dalam keyakinanya ahlul bait meyakini bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk

yang merdeka. Namun eksistensi dan segenap mode eksistensinya termasuk cara bertindaknya

bergantung terhadap Zat Allah. Lihat: Murtadha Muthahari, Mengenal Ilmu Kalam: Cara

Menembus Kebutaan Berfikir (Jakarta, Pustaka Zahra:2002), h.98. 46 Sayyid Mudjtaba Musawi Lari, Teologi Imam Syi’ah Aqidah Alternatif, terj. Dirāsat Fī

Ushūsil Islam Oleh Thalib Anis, (Jakarta: Al-Huda, 2005 ), h, 63.

Page 51: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

41

Tuhan dalam pandangan Mu‘tazilah hanya menciptakan manusia

beserta kehendaknya, setelah itu Tuhan tidaklah ikut campur dalam proses

keberlanjutan hidupnya. Seperti halnya pelukis yang melukis gambar

sedang gambar tersebut akan tetap eksis meski telah ditinggalkan oleh

pelukis tersebut. Sedangkan apa yang terdapat dalam diri manusia tidaklah

terdapat dalam diri Tuhan (kecakapan memilih). Ini merupakan sebuah

kelemahan yang Absurd dalam kekuasaan dan kedaulatan. Sedang47kan

Tuhan jauh dari hal yang demikian.

Kesalahan pemahaman selanjutnya terdapat pada Asy‘ariah.

Sehingga madzhab Ahlul Baith menolaknya dengan penjelasan, bahwa

pendirian Asy‘ariah mengenai prilaku manusia yang sudah diciptaan oleh

Tuhan sejak Azali justru akan menghalangi manusia untuk melaksanakan

kebijaksanaan, mencegah intelek untuk menunaikan tugasnya, dan menutup

pintu penalaran. Sehingga kuasa Tuhan atas diri manusia bisa jadi suatu

ketika menghukum para nabi dan memberi pahala orang kafir. padahal

Tuhan maha suci, maha agung dari kedzaliman.

Oleh sebab kesalahan pemahaman tersebut haruslah diselesaikan

dengan pandangan teologis dan filosofis yang cermat serta membuka pintu

penalaran. Dalam hal ini Abbas Muhajirin dalam History of Islamic

Philosophy mengutip filosof Ṣadr Al-Dīn Syīrāzī atau Mulla Sadra tentang

pandangan Madzhab Ahlul Bait mengenai kehendak bebas manusia:

“…tidak ada urusan kecuali urusa-Nya, dengan perkataan

lain tidak ada perbuatan kecuali perbuatan-Nya. Tidak ada

47 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 102.

Page 52: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

42

kekuatan dan daya kecuali milik Allah, yang Maha lembut,

yang Maha besar. Artinya setiap daya dan kekuatan berasal

dari Ketinggian dan Kebesaran-Nya. Dia bergerak diantara

maqam-maqam yang berbeda dan bertindak sesuai dengan

maqam-maqam itu. Juga walaupun keunikan dan kesucian-

Nya mengatasi semua wujud yang ada. Tidak ada bumi atau

langit tampa Dia. Seperti dikatakan oleh kaum Imam beriman,

‘Alī, Dia bersama dengan segala sesuatu tetapi tidak parallel

dengan mereka. Dia sama sekali tdak mirip dengan

sesuatupun. Karena demikian keadaanya, maka dapat

disimpulkan bahwa melekatkan kesadaran bertindak pada

manusia itu benar sebagaimana halnya eksistensi itu melekat

padanya…”48

Bagi Madzahab Ahlul bait kehendak bebas manusia adalah benar

sejauh hal tersebut dipahami dalam pengertian yang sebenarnya. Bukan

secara metaforis. Meskipun demikian tindakan-tindakan manusia juga

merupakan tindakan-tindakan Tuhan tampa sesuatu kekurangan. Ini

kemudian yang oleh madzhab Ahlul Bait disebut dengan kesinambungan

antara Tuhan sebagai pencipta dengan manusia sebagai ciptaan.

Kesinambungan antara Tuhan sebagai pencipta dan yang Maha

Berkehendak sedang manusia sebagai makhluk yang menerima kehendak

tersebut dicontohkan dalam sebuah analogi teologi filosofis,49 yaitu konsep

“penyebab” dan prinsip “penyebaban”. Seperti yang telah dijelaskan oleh

madzhab ini (Ahlul Bait) Bahwa seluruh fenomena eksistensi (termasuk

perbuatan manusia) dihubungkan dengan Tuhan

48Abbas Muhajirin, Pemikiran Teologis dan Filosofis Syi’ah Dua Belas Imam dalam

Sayyid Hossein Nasr dan Oliver Leaman, ed., Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam (buku Pertama);

terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003). h.167. 49 Dalam contoh ini penulis membuat analogi tersendiri tetapi dengan substansi yang sama.

Analogi ini menggambarkan secara filosofis bahwa manusia terbatas dalam semua keadaan, tetapi

pada saat yang sama dalam keterbatasan itu manusia memiliki kehendaknya sendiri sebagai sebab

pelengkap terhadap terjadinya sebuah tindakan yang diridhai oleh Allah Swt. Lihat: M.T. Misbah

Yazdi, Filsafat Tauhid, Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman, (Bandung, Arasy: 2003),h.

151-157.

Page 53: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

43

Allah SWT. Hanya dengan izin-Nyalah segala yang maujud ini terjadi.

Tidak ada satu wujud dalam ruang dan waktu kapan dan dimanapun dapat

berbuat tanpa Tuhan.50

Analogi teologis dan filosofis tentang konsep “penyebab” dan

prinsip “penyebaban” bisa kita contohkan terhadap lukisan dan

pelukisnya.51 “penyebab” dibagi mejadi dua umum dan khusus. Penyebab

umum adalah penyebab yang kepadanya segala sesuatu bergantung, tanpa

memerhatikan sesuatu itu sendiri, tidak juga jenis kebergantunganya.

Gambar sebuah lukisan bergantung kepada si pelukis. Tanpa adanya si

pelukis, maka lukisan tidak akan terwujud. Maka pelukis merupakan

penyebab terrhadap adanya lukisan. Namun pelukis juga memilik tangan,

yang harus sehat, syaraf dan ototnya harus sehat, karena ini diperlukan juga

dalam proses pelukisan. Selain itu pelukis juga memerlukan cat, kanvas,

kuas minyak, cat dan lain-lain. Sebab ini merupakan penyebab juga. Dan

kesemuanya itu disebut dengan penyebab secara umum terhadap

keberadaan sebuah lukisan.

Sedangkan penyebab dalam arti khusus adalah hal yang membawa

sesuatu menjadi eksis. Dalam hal ini adalah si pelukis yang menjadikan

kanvas, cat dan kuas menjadi sebuah lukisan yang bisa dinikmati oleh setiap

orang sebagai sebuah karya seni. Meskipun si pelukis juga memerlukan cat,

kanvas, kuas dan lain sebagainya. Hal ini bukanlah sebab

50 M.T. Misbah Yazdi, Iman Semesta, h. 185. 51M.T. Misbah Yazdi, Filsafat Tauhid, Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman,

(Bandung, Arasy: 2003),h. 151-157.

Page 54: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

44

secara khusus. Karena cat, kanvas, kuas dan lain semacamnya tidaklah

melukis.

Sedangakan “penyebaban” merupakan sumber dari penyebab yang

dipengaruhi. Artinya ia menjadi asal dari sesuatu yang memunculkan

sesuatu yang lain dalam arti sebab secara umu. Dalam hal ini cat, kanvas,

kuas dan minyak cat menjadi sebab yang dipengaruhi kemudian menjadi

sebab bagi terwujudnya sebuah lukisan.52

Sampai di sini sebenarnya persoalan kehendak bebas manusia dalam

pemahaman madzhab ini sudah sangan jelas dan gampang untuk dimengeti.

Madzhab ini mencoba untuk menengahi antara kehendak bebas mutlak

yang diberikan kepada manusia (Tafwīḍ) dan ketiadaan kebebasan kehendak

yang sempurna bagi manusia Jabr (Predistinasi/ falisme).53 Kemudian

kehendak bebas manusia dijelaskan dengan kosep “penyebab” dan prinsip

“penyebaban” atau dalam filsafat dikenal dengan istilah “Kausalitas”,54

yakni bahwa kehendak manusia merupakan gradasi dari kehendak Tuhan.

Seperti yang dijelaskan oleh Fadzlur Rahman ketika menulis tetang filsafat

Ṣadr Al-Dīn Syīrāzī seputar persoalan hubungan Kehendak Tuhan dan

kehendak manusia dalam bukunya The Philosophy Of Mulla Sadra.

52 M.T. Misbah Yazdi, Filsafat Tauhid, Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman, h.

152. 53 Sayyid Mudjtaba Musawi Lari, Teolgi Imam Syi’ah Aqidah Alternatif (Jakarta, Al-

Huda: 2005 ).h 58. 54 Inggris Causality; dari bahasa Latin Causa yang berarti sebab. Biasanya yang dimaksud

dengan kausalitas ialah terjadinya hubungan melalui bekerjanya suatu sebab efesien. Hubungan ini

dijalankan secara khusus bila seseorang membandingkan kausalitas dari suatu sebab final dengan

suatu sebab efesien. Lihat: Loren Bagus¸ Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996),h. 399.

Page 55: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

45

“Ide yang paling penting dari pembahasan ini adalah hubungan

kehendak Tuhan dengan Manusia― ada suatu keragaman

yang sebenarnya yang tetap mengandung dan menuju pada

kesatuan, dan kesatuan sebenarnya yang dalam ketunggalanya

mengandung semua keragaman (Waḥdah Fi Al-Katsra dan

katsra fi al-Waḥdah demikian sadra biasa menyebutnya) ini

tidak lain adalah prinsip Ṣadra tentang Tasykīk atau ambiguitas

Wujud yang sistematis, yang mempertahankan wujud karena

kenyataanya sebagai prinsip kesatuan adalah juga sebagai

prinsip keragaman, bahkan keduanya tidak harus disamakan

satu dengan yang lainya, juga tidak harus dibingungkan satu

dengan yang lainya, juga tidak harus yang satu menggantikan

yang lain, atau yang satu dinegasika demi yang lain.keragaman

dalam kesatuan tidak berarti tuhan sebagai susunan nomerik

dari sejumlah bagian, demikian juga bahwa kesatuan dalam

keragaman tidak berati bahwa Tuhan adalah sesuatu, yag

demikian itu berate bahwa tuhan hadir dalam atau dengan

segala sesuatu tetapi tidak dalam bentuk campura dua unsure

yang saling menatu, dan Ia melampaui segala sesuatu tidak

dalam suatu cara sehingga Ia :berpindah” darinya”.55

Ini berarti bahwa ketika manusia bertindak, ia bertindak sesuai dengan

tindakanya sendiri dalam arti yang sebenarnya bukan dalam arti metafisis. Namun

tindakan manusia pada saat yang sama juga karena kehadiran dan kekuasaan

Tuhan.

55 Fazlur Rahman, Filsafat Sadra, (Bandung, Pustaka: 2000), h. 236.

Page 56: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

BAB IV

KEHENDAK BEBAS MENURUT

AYATULLAH MUHAMMAD TAQĪ MIṢBĀḤ YAZDĪ

A. Pemikiran M.T. Miṣbāḥ Yazdī Tentang Qadā’, Qadar, dan Keadilan

Tuhan

1. Qaḍā’ dan Qadar

Qaḍā’ dan Qadar merupakan topik kontroversial yang sering disalah-

pahami karena adanya kekurangan pemahaman yang benar atau terkadang

karena adanya niat yang buruk. Bahkan sepanjang sejarah dalam pemikiran

Islam ini merupakan topik yang sangat rumit dipahami dan ambigu. Kerumitan

tersebut terletak ketika harus meletakkan secara bersamaan antara takdir, dan

kehendak bebas manusia. Hal itu didorong karena dikalangan pemikir Islam

banyak yang tidak bisa membedakan antara kehendak bebas manusia dengan

takdir dan keputusan Tuhan.

”Bagaimanapun, ini merupakan kasus yang rumit disertai

ketidak jelasan dan ambiguitas dimanapun ia dibahas.

Kesulitan utama dalam persoalan ini yaitu menerima takdir

dan ketetapan tuhan secara tidak terpisahkan memerlukan

penerimaan determinisme. Sebagian pemikir tidak dapat

membedakan atara takdir dan keputusan Tuhan, di satu sisi

dan kehendak bebas manusia, disi lain. Mereka tidak dapat

memecahkan permasalahan agar tidak mengharuskan mereka

menerima determinisme dan menjaga kebebasan kehendak

manusia tetap utuh.”1

1 M.T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman

(Bandung: Arasy,2003), h. 272.

45

Page 57: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

46

Untuk mencapai pada tingakat pehaman yang benar tentang perkara

tersebut M.T. Miṣbāḥ Yazdī mencoba menanganinya seperti persoalan

teologis lainya yakni berdasarkan Al-Qur’an.

Qadar dalam bahasa juga disebut dengan takdir, secara harfiah adalah

mengukur atau ukuran. Takdir juga bisa memiliki dua pengetian. Pertama

mengukur sesuatu dan yang kedua menemukan ukuran sesuatu.”…dan Dia

telah menciptakan segala sesuatu dan menetapkan ukuran ukuranya…”2 Pada

ayat yang lain “… Sesungguhnya kami ciptakan segala sesuatu menurut

ukuran…”.3Ini merupakan contoh-contoh dalam ayat al-Qur’an yang secara

umum Tuhan membuat ketentuan-ketentuan atasa segala hal.

Dari contoh ayat tersebut kehendak bebas manusia seakan tidak

mendapatkan porsinya. Lalu bagaimana kemudian menjelaskan hal yang

demikian? Jawaban M.T. Miṣbāḥ Yazdī terhadap hal itu bahwa segala

fenomena yang terjadi adalah di bawah batasan dan hambatan tertentu, tanpa

menghiraukan tempat waktu dan kondisi. 4 Artinya Manusia dalam hal ini

adalah eksistensi ciptaan Tuhan dengan segala kompleksitasnya telah

ditentukan oleh-Nya secara ukuran, tempat, kondisi, posisi dan waktu. Secara

waktu tidaklah ada jenis ciptaan di semesta ini yag tidak memiliki batas

(temporal) “...hingga batas waktu yang telah ditentukan…”5

2QS: Al-Furqan (25): 2. 3 QS: Al-Qamar (54): 49. 4 M.T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan Firman, h. 280. 5QS: Al-Hud [11]: 3.

Page 58: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

47

Demikian juga dengan tempat, bumi sejauh ini adalah tempat yang pas

untuk menjadi tempat tinggal bagi manusia dan makhluk hidup lainya. Manusia

tidak bisa sembarang hidup diberbagai tempat demikian juga organ tubuh pada

manusia juga tunduk patuh terhadap hukum keterbatasan. manusia tidak bisa

hidup disembarang tempat, dia juga tidak di bagian dalam bumi atau di

angkasa. Ini merupakan jenis batasan bagi eksistensi manusia. Organ dan sistem

sistem manusia tunduk pada batas batas tertentu, berkenaan dengan tempat dan

posisi, segala sesuatu memiliki ukuran dan takaranya. Mata untuk melihat tidak

pernah untuk dipergunakan untuk mendengar karena itu adalah tugas telinga,

kaki untuk berjalan tidan pernah dipergunakan untuk berfikir karena itu kerja

otak. Tugas dari suatu organ tidak bisa digantikan oleh organ yang lain.

“Oleh karena itu, perbuatan kita dibatasi dan dihalangi oleh

alat dan batas tertentu, yang telah melakukan tugas mereka

yng telah ditetapkan.”6

Apakah ketentuan qadar Allah atas segala hal juga mempengaruhi

terhadap kehendak bebas manusia dalam menentukan prilakunya? sehingga

apapun yang manusia lakukan sebenarnya bukan merupakan kehendaknya

sendiri termasuk pilihan-pilihannya? Lalu bagaimana proses berlakunya qadar

tersebut? di sini M.T. Miṣbāḥ Yazdī mencoba mengurai tentang “penyebab

lengkap” sebagai berlakunya ketentuan Tuhan tersebut.

6 M.T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid Mengenal Tuhanmelalui Nalar dan Firman, h. 282.

Page 59: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

48

Qadar Tuhan menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī merupakan ketentuan atau

ukuran yang berlaku atas sistem, keterbatasan, hambatan dan lain-lain seperti

yang dijelaskan di atas. M.T. Miṣbāḥ Yazdī juga menyebutnya sebagai

perbuatan sukarela. Seperti mata yang yang dipergunakan manusia untuk

melihat, telinga dipergunakan untuk mendengar, mulut dipergunakan untuk

berbicara, kaki untuk melangkah, dan tangan untuk menggapai. Hal ini menurut

M.T. Miṣbāḥ Yazdī adalah perbuatan sukarela yang di dalamnya manusia tidak

bisa menjadikan menyimpang satu sama lain untuk bertukar peran.7

Kehendak manusia sebenarnya sangat kecil dan terkepung dalam

batasan batasan non sukarela tersebut. tetapi, di dalam batasan nonsukarela

manusia memiliki dimensi memilih dan kebebasan berbicara atau diam, melihat

atau tidak, melangkah atau terhenti, menggapai, dan lain-lain setelah adanya

qadar Tuhan yang nonsukarela tersebut. nah, kehendak untuk memilih itu

disebut perbuatan sukarela yang menjadi “sebab pelengkap” atas qadar Tuhan.

Oleh sebab itu di suatu ketika qadar atau takdir Tuhan bisa saja berubah sesuai

dengan bentuk akhir “sebab pelengkapnya”.8

Sedangkan Qaḍā’ posisinya berada dibawah qadar yang mengandung

arti menuntaskan dan memutuskan sesuatu. Sedang sifatnya adalah (ḍaf‘i)

7 M.T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid Mengenal Tuhanmelalui Nalar dan Firman, h. 283. 8 M.T. Mishbah Yazdi, Filsafat Tauhid Mengenal Tuhanmelalui Nalar dan Firman, h. 284-

285.

Page 60: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

49

seketika. “ apabila Allah menetapkan suatu perkara, Dia akan mengatakan

jadilah, maka terjadilah ia”9.

“sedangkan yang dimaksud Qaḍā’ ilahi adalah

menyampaikan sesuatu ke tahap kepastian wujudnya, setelah

terpenuhinya sebab-sebab dan syarat syarat sesuatu itu,

berdasarkan maksud ini, tahap takdir itu lebih dahulu dari

tahap qaḍa, karena didalam takdir terdapat beberapa tahap

gradual dan syarat syarat yang jauh, tengah dan dekat, takdir

ini dapat mengalami perubahan dengan berubahnya sebagian

sebab dan syaratnya.”10

Berdasarkan doktrin Qaḍā dan Qadar dalam ciptaan (Makhluk)

Tuhan, kejadian fenomena disepanjang prosesnya, kesinambungan, dan

keberakhirannya diatur oleh Tuhan yang maha bijaksana. Pemenuhan segala

syarat kejadian fenomena hingga jenjang realitas terakhirnya bergantung penuh

pada kehendak Tuhan.11

Sejarah telah mencatat bahwa ada orang yang menerima al-Qur’an,

tetapi masih menganggap manusia terpaksa sepenuhnya, yaitu al-Mujabbirah

atau Jabariyah. 12 Padahal dengan adanya penjelasan M.T. Miṣbāḥ Yazdī

tentang Qaḍā’ dan Qadar manusia juga peran dalam menentukan tindakan atau

yang disebut sebagai perbuatan sukarela dalam menentukan “penyebeb

lengkap”. Jadi takdir dan qaḍā disebut pula dengan nasib sedangkan kehendak

manusia sebenarnya bertalian dengan hal tersebut.

9QS:Ali Imran [2]: 49. 10 M. T. Mishbah Yazdi Iman semesta, h. 197. 11M. T. Mishbah Yazdi, Meniru Tuhan, Antara Yang Terjadi dan Yang Mesti Terjadi, terj.

Ammar Fauzi Herriyadi (Jakarta, al-Huda: 2006), h. 161. 12 Jabariyyah merupakan orang-orang yang percaya pada determinisme. Lihat:Harun Nasution

Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Perbandingan (Jakarta, UI Press: ), h.31.

Page 61: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

50

2. Keadilan Tuhan

Keadilan Tuhan juga disebut dengan kebijaksanaan Tuhan yang

merupakan lawan dari kedzaliman. Sudah dijelaskan pada beberapa poin

sebelumnya bahwa sebenarnya Tuhan memiliki tingkat puncak dari semua

kekuasaan. Tuhan bisa saja melakukan segala hal dengan kekuasaanya. Namun

Tuhan melakukan segala hal dengan kehendaknya. Itulah kemudian yang

disebut oleh M.T. Miṣbāḥ Yazdī sebagai ke-mahabijaksasana-an Tuhan atau Al-

Hikmah Al-Ilāhiyyah.13

Pembahasan mengenai predestination dan kebebasan (Jabr dan

Ikhtiyār) dengan sendirinya akan mengantarkan kita pada kajian tentang

keadilan Tuhan. Keadilan Tuhan merupakan salah satu masalah pokok dalam

ilmu kalam.

Dalam permasalahan ini kita temukan bagaimana Syi‘ah sejalan dengan

Mu‘tazilah. Kedua mazhab ini dikenal juga dengan ‘Adliyah, sebagai lawan

dari Asy‘ariyah. Masalah ini dianggap sebagai masalah ushūl al-‘aqāid dan

termasuk keistimewaan yang oleh madzhab Syi‘ah dan Mu‘tazilah. Hal ini

bukan berarti Asy‘ariyah menolak keadilan Tuhan.14

13 Kehendak Tuhan merupaka bagian dari sifat kemaha sempurnaanya. Tuhan berkehendak atas

kemahasempurnaan-Nya, oleh sebab itu apabia sesuatu tidaklah sesuai dengan sifat kemaha

sempurnaan-Nya kehendaknya-Nyapun tidaklah akan terjadi. Manusia dikehendaki untuk berbuat baik

sesuai dengan sifat kemaha sempurnaan Tuhan. Oleh sebab itu apabila dengan kehendaknya manusia

jauh dari sifat kesempurnaan Tuhan maka akan mendapat dosa yang setimpal. Demikian sebaliknya

apanila manusia dengan kehendaknya mendekati sifat kemahasempurnaan-Nya. maka Tuhan akan

menganjarnya. Lihat: Muhsin Labib Pemikiran Filsafat Ayatullah M.T Mishbah Yazdi,h. 288-294 juga

bisa Lihat: M.T. Mishbah Yazdi Iman Semesta, h. 215. 14 M. T. Mishbah Yazdi, Iman Semesta: Merancang Piramida Keyakinan, h. 153.

Page 62: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

51

Kaum Asy‘ariyah mendefinisikan keadilan dalam pengertian khas.

Mereka mengatakan bahwa keadilan itu tidak memiliki hakikat yang tetap

sebelumnya sehingga kita bisa mengungkapkannya dan menjadikannya sebagai

patokan perbuatan Allah. Pasalnya bila kita menjadikannya sebagai patokan

perbuatan Allah, berarti kita membatasi dan memasung kehendak Allah.

Bukankah mustahil kita mengasumsikan adanya hukum atau aturan yang

menentukan perbuatan-perbuatan Allah? Semua hukum adalah bagian dari

ciptaan-Nya dan ditentukan oleh-Nya. Allah adalah penentu mutlak segala

sesuatu. Setiap asumsi yang menjadikan kehendak Allah sebagai efek (dari

sesuatu di luar diri-Nya), niscaya bertentangan dengan sifat-sifat Allah, seperti

kekuasaan dan kewenangan mutlak-Nya.15

Hal di atas berarti bahwa Tuhan adalah sumber keadilan. Semua

perbuatan-Nya adalah adil, dan bukan setiap yang adil mesti Dia perbuat.

Jelasnya, keadilan dan kezaliman datang belakangan dan berasal dari perbuatan

Allah. Oleh karena itu, keadilan bukanlah tolak ukur perbuatan Allah,

melainkan perbuatan Allah adalah tolak ukur keadilan.16

Sedangkan menurut Mu‘tazilah, keadilan Ilahi merupakan salah satu

prinsip utama dalam Mu‘tazilah. Mu‘tazilah percaya bahwa ada tindakan-

tindakan yang pada dasarnya adil dan ada tindakan yang pada hakikatnya

15 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam, terj. Agus Efendi

(Bandung: Mizan, 2009), h. 17. 16 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam, terj. Agus Efendi, h.

17.

Page 63: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

52

tidak adil. Sebagai contoh, memberikan pahala untuk orang yag taat dan

menjatuhkan hukuman bagi pendosa merupakan suatu keadilan: dan Allah adil,

Dia memberikan pahala untuk orang yang taat dan menjatuhkan hukuman

untuk pendosa, dan mustahil Allah akan berbuat sebaliknya. Memberikan pahal

kepada pendosa, dan menjatuhkan hukuman kepada orag yang taat pada

dasarnya dan pada hakikatya tidak adil, dan Allah mustahil berbuat demikian.

Begitu pula memaksa makhluk untuk berbuat dosa, atau menciptakan makhluk

tanpa memberikan daya kehendak bebas, kemudian menciptakan perbuatan

dosa dengan tangan makhluk, lalu menghukum makhluk karena dosa-dosa

tersebut, maka hal ini merupakan ketidakadilan, sesuatu yang tak pantas

dilakukan oleh Allah, sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.17

B. Argumentasi Ayatullah Muḥammad Taqī Miṣbāḥ Yazdī Tentang

Kehendak Bebas

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya upaya pemahaman

secara teologis dan filosofis dalam hal kehendak bebas (Free Will) menuai

polemik. Hal itu menandakan bahwa persoalan ini sangatlah penting dipahami

secara benar. Pemahaman secara benar terhadap persoalan ini akan memupuk

iman dan keber-Tauhidan manusia terhadap Tuhannya. Dalam konteks ini,

M.T. Miṣbāḥ Yazdī melihat bahwa, persoalan ini sebenarnya adalah persoalan

17 Murtadha Muthahhari, Mengenal Ilmu Kalam, terj. Ilyas Hasan (Jakarta: Pustaka Zahra,

2002), h. 41.

Page 64: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

53

yang sudah jelas (badīhī). Namun memang memerlukan penafsiran yang

benar agar tidak terjatuh kedalam Jabr dan Tafwīḍ.

“ Pemahaman yang benar atas persoalan ini, disamping

memerlukan kematangan akal pikiran, juga diperlukan

terhadap pengkajian dan penafsiran yagn benar, mereka yang

tidak memiliki pencerahan akal yang semestinya. Dan tidak

mau berusaha menimba ajaran-ajaran para imam yang

maksum serta penafsiran hakiki al-Qur’an, akan tergelincir

dalam menafsirkan persoalan di atas itu sedemikian rupa

sehingga menisbahkan segala pengaruh sebab-akibat hanya

kepada Allah Swt. Sembari menafikan pengaruh apapun dari

sebab dan peratara, padahal penafsiran ini bertolak belakang

dengan keterangan al-Qur’an. Mereka berusaha meyakinkan

misalnya akan kebiasaan (‘adah) Allah yang berlaku pada

munculya panas dari api, atau pada rasa kenyang dan segar

setelah makan dan minum. Tanpa kebiasaan Allah pada

dasarnya api, makanan dan air itu tidak punya pengaruh

sedikitpun dalam kejadian panas, kenyang ataupun hilangnya

dahaga.”18

Pandangan Misbah Yazdi bahwa setiap perbuatan adalah efek dari

kehendak pelaku, yang berarti bahwa kehendak adalah sebab, menjelaskan

pemikirannya bahwa setiap tindakan manusia adalah merupakan tindakan

kausalitas. Karena kehendak ini ada pada Tuhan dan manusia berarti

tindakan kausalitas berlaku pada tindakan manusia dan juga Tuhan.

Kehendak ini disebut sebagai eficient cause, yaitu potensi atau kondisi yang

mendorong subjek untuk bertindak. Selain eficient cause Misbah menyetujui

faktor lain yang menentukan terciptanya tindakan si pelaku yaitu sebuah

tujuan atau yang disebut sebagai final

18 M.T. Mishbah Yazdi Iman Semesta Merancang Piramida Keyakinan (Jakarta: Al-Huda:

2005), h.132.

Page 65: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

54

cause. Tujuan ini terbentuk atau timbul karena bayangan akan hasil dan manfaat

suatu perbuatan dan konfirmasi akan keinginan diri terhadap hasil dan

manfaat tersebut. Jadi kehendak atau keputusan untuk melaksanakan tindakan

didukung oleh pengetahuan dan persetujuan diri tentang yang dikehendaki

yaitu tujuan.19

Keterangan M.T. Miṣbāḥ Yazdī tersebut merupakan gambaran

penolakanya terhadap golongan Mujabbirah yang menisbahkan segala

persoalan atau fenomena yang terjadi termasuk kehendak mausia terhadap

Tuhan secara langsung tanpa memperhatikan bahkan menafikan sebab apapun

dan perantara apapun yang memengaruhinya.

Demikian juga menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī golongan yang tidak setuju

terhadap pemahaman Jabr tetapi cenderung membanggakan terhadap

kedaulatan dirinya hingga terjatuh pada pemahaman yang berlebihan yaitu

golongan yang tidak berusaha menggali ajaran-ajaran Ahlul bait dan mereka

malah terjatuh kedalam paham Tafwīḍh dan Qadariyah:

“Ada sebagian orang yang sadar akan bahaya Jabariyah, tetapi

karena tidak memilik kemampuan untuk menolak paham

sekaligus setia pada tauhid yang sempurna, dan tidak berusaha

menggali ajaran-ajaran Ahlulbait yang suci nun mulia. Mereka

malah jauh ke dalam pemahaman Tafwīḍ dan Qadariyah

(Kebebasan Mutlak manusia) mereka malah menganggap

bahwa tindakan bebas manusia itu diluar jangkauan tindakan

Allah. Dengan begitu, sebenarnya mereka telah terjebak ke

dalam bentuk dalam dari

19 Ayatullah Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Philosophical Instructions, terj. Muhammad

Legenhausen dan ‘Azim Sarvdalir (Binghamton: Institut of Global Cultural Studies (IGCS),

1999), h. 325.

Page 66: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

55

penyimpagan pikiran dan telah merenggang jauh dari ajaran

Islam.”20

Sebenarnya posisi keduanya berada pada jurang yang sama-sama curam

dan gelap. Yang satu terjatuh pada fatalisme ketidak berdayaan sedang yang

satu pada fatalisme kemutlakan kehendak. Padahal persoalan kehendak bebas

ini adalah persoalan bagaimana menjaga keber-tauhid-an manusia pada

Tuhannya. Bahwa Tauhid kepada Allah merupakan pengaruh mutlak yang

mandiri, merupakan salah satu pengetahuan yang bernilai tinggi dan berperan

besar dalam pembinaan manusia. Karena itu ungkapan dalam Al-Qur’an akan

hal itu sangat beragam macamnya untuk dipahami secara benar. Diantaranya

bahwa setiap kejadian alam ini (termasuk kehendak manusia) terwujud dengan

izin, masyī ‘ah, kehendak, qaḍā’ dan qadar Allah.

Oleh sebab itu dalam argumen M.T. Miṣbāḥ Yazdī selanjutnya, bahwa

yang terjaga dan memahami hal tersebut secara benar ada pada madzhab ketiga

dalam polemik di atas:

“Sementara mereka yang memiliki kesiapan pengetahuan dan

mengenal para pengajar dan penafsir hakiki al-Qur’an,

senantiasa terjaga dari penyimpangan-penyipangan tersebut.

Dari sisi lain mereka percaya bahwa perbuatan mereka itu

bersumber dari kekuatan yang Allah berikan kepada mereka,

sehingga mereka bertanggung jawab atas perbuatan masing-

masing. Dari sisi lain merekapun mempercayai adanya

pengaruh Tuhan yang mandiri pada levelnya yang lebih tinggi,

sehingga mereka mendapatkan kesimpulan yang jernih.”21

20 M.T. Mishbah Yazdi, Iman Semesta Merancang Piramida, h. 134. 21 M.T. Mishbah Yazdi Iman Semesta Merancang Piramida Keyakinan, h. 189

Page 67: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

56

Lā Jabra walā Tafwīḍ bal Amrun bainal Amrain adalah diktum yang

baik sebagai alternatif unggul dalam polemik.yakni, penisbahan kepada suatu

tindakan kepada dua pelaku adalah mustahil bila dua pelaku itu berada secara

sejajar dan sebanding sama. Tetapi, jika dua pelaku itu berada secara sejalur,

vertikal dan sepanjang penisbahan tersebut tidaklah mustahil,dalam hal ini pula

qadha dan kehendak Tuhan relevan dan sesuai dengan kehendak manusia.”22

Pernyataan-pernyataan M.T. Miṣbāḥ Yazdī tersebut menunjukkan

bahwa dia sangat ingin menunjukan keberpihakan terhadap pemahaman

kelompok madzhab ketiga dan me nolak secara rasional apa yang menjadi

perkara seputar kehendak bebas, Qaḍā’ dan Qadar serta keadilan Tuhan. Serta

melontarkan pemikiran-pemikirannya dalam rangka tetap menjaga

rasionalisme dan ketaatanya sebagai eksistensi yang bertauhid.

Setelah kita mengetahui bagaimana Qaḍā’ dan qadar Tuhan berlaku

terhadap finalnya sebuah tindakan serta mengetahui bagaimana keadilan atau

kemaha bijaksanaan Tuhan. Marilah kita lengkapi pengetahuan ini tentang

bagaimana M.T. Miṣbāḥ Yazdī Menjabarkan Kehendak Bebas (Free Will).

Kehendak bebas yang dimaksud disini sebagai lawan dari Jabr

(keterpaksaan) tindakan yang terjadi tanpa ada peran pilihan dan kehendak

bebas pelaku didalamnya sedikitpun. Tindakan itu terjadi sebagai akibat dari

tindak paksa kekuatan internal atau eksternal. Sebaliknya dalam banyak kasus

22 M.T. Mishbah Yazdi, Meniru Tuhan, h. 63

Page 68: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

57

kehendak digunakan secara umum dan luas, bahwa pelaku melakukan

tindakanya hanya berdasarkan hasrat dan keinginan dirinya, dan tidak ada

faktor atau oknum lain yang menekan dirinya23. Inilah tindakan atau kehendak

bebas mutlak manusia (Tafwīḍh). Kemudian M.T. Miṣbāḥ Yazdī mengambil

jalan alternatif dalam melihat persoalan ini, yakni meneladani Para Imam

maksum Ahlul bait. Serta meletakkan kehendak bebas (Free Will) pada

tempatnya dan tidak menafikan peranan Tuhan dalam hasil Puncak sebuah

tindakan manusia.

Menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī, Pada hakikatnya kemampuan memilih dan

mengambil keputusan merupakan masalah yang begitu gamblang disadari oleh

manusia. Karena, setiap orang menyadari kemampuan itu dengan pengetahuan

hudhuri (presentatif) 24 yang tidak mungkin mengalami kekeliruan. Tanpa

kehendak bebas, tidak akan tersisa lagi peluang untuk validitas sebuah hak dan

tanggungjawab, sanjungan dan hujatan, pahala dan siksa.25

M. T. Miṣbāḥ Yazdī sepakat bahwa manusia memiliki kehendak bebas.

Timbulnya kehendak bebas seseorang untuk melakukan suatu tindakan bukan

kejadian determinatif dari bangkitnya hasrat-hasrat tersebut, sehingga

23 M.T.Mishbah Yazdi Meniru Tuhan, terj. Ammar Fauzi Heriydi (Jakarta, Al-Huda:

2006),h.147 24 Pada persoalan yang lebih gampang saja bahwa manusia memiliki kemerdekaan dalam

menentukan kehendaknya adalah dalam soal memilih. untuk berbicara atau diam, menggerakkan

tanganya atau mengistirahatkanya, makan atau Puasa. Lihat: M. T. Mishbah Yazdi, Meniru Tuhan, h.

149. 25 M. T. Mishbah Yazdi, Iman Semesta: Merancang Piramida Keyakinan, terj. Ahmad

Marzuki Amin , h. 130-131.

Page 69: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

58

kemampuannya menjadi hilang. Bukti akan hal ini adalah munculnya keadaan

ragu dan bimbang pada diri manusia dalam berbagai kasus. Dalam keadaan ini,

untuk mengambil suatu keputusan, ia perlu merenung, berfikir serta

mempertimbangkan untung ruginya suatu tindakan. Terkadang ia menjumpai

kesulitan dalam melakukan semua ini.26

Adapun asumsi bahwa manusia itu tidak memiliki kehendak bebas dan

tanggungjawab, maka ia tidaklah berhak memperoleh pahala, kesenangan abadi

dan keridhoan Ilahi. Dengan demikian tujuan penciptaan manusia akan gugur,

undang-undang penciptaan itu akan menjadi pentas besar permainan; layaknya

boneka yang bergerak dan memainkan perannya tanpa kehendak dan kebebasan

pada dirinya, kemudian ia dihujat dan disiksa, atau disanjung dan diganjar

mulia.27

Pernyataan M.T. Miṣbāḥ Yazdī tentang dukunganya terhadap kehendak

bebas tidak lepas dari tujuan penciptaan dan hubunganya dengan manusia itu

sendiri. 28 M.T. Miṣbāḥ Yazdī mengembalikan persoalan kehendak bebas ini

pada konsep “sebab” dan prinsip “penyebabab” atau yang dalam Istilah filsafat

sering disebut sebagai prinsip sebab-akibat.

Menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī ada kekeliruan dalam memahami prinsip-

prinsip Kausalitas sehingga terjatuh pada Jabr (determinisme) dan Tafwīḍh.

26 M. T. Mishbah Yazdi, Iman Semesta: Merancang Piramida Keyakinan, terj. Ahmad

Marzuki Amin, h. 137-138. 27 M. T. Mishbah Yazdi, Akidah syi’ah, http://hauzah-jakarta.com/?page_id=2347 28 Jurnal Bayan Vol.II, No 3, Tahun 2013.

Page 70: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

59

Penerimaan secara terburu-buru pada sebab dan akibat akan melahirkan sikap

determinatif. Begitu sebaliknya. Penolakan terhadap keterlibatan sebab pada

setiap penyebabban akan melahirkan sikap tafwīḍh.

“… Kaum Determinis menganggap hukum kausalitas itu sama

dengan determinisme. Padahal, diantara keduanya tidak ada

koralasi. Yakni seseorang bisa mengakui hukum kausalitas

yang mutlaq, dan mengatakan bahwa setiap akibat menjadi

mesti dan niscaya mengada dengan adanya sebab lengkapnya.

Pada saat yang sama ia pun menerima realitas kehendak dan

pilihanya degan mengatakan bahwa kehendak adalah salah

satu bagian dari sebab lengkap tindakan sengaja, dan hanya

dengan aktifnya kehendak itu tindakan sengaja itu sampai pada

level keniscayaan kejadiannya…”29

Argumentasi M.T. Miṣbāḥ Yazdī ini sungguh sangat ingin menyudahi

kedua kesalah pahaman terhadap penafsiran kehendak bebas. Maka M.T.

Miṣbāḥ Yazdī mengambil jalan tengah seperti yang dijelaskan pada polemik di

atas bahwa kecenderungan M.T. Miṣbāḥ Yazdī terhadap argumennya adalah

membela keyakinan Ahlulbait, yakni Madzhab Al Amr Baina Al Amraini.

29 M. T. Mishbah Yazd,Meniru Tuhan,h. 153.

Page 71: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

A. Kesimpulan

BAB V

PENUTUP

Dari uraian yang telah dipaparkan di dalam penelitian ini, dapat ditarik

beberapa kesimpulan diantaranya:

Pada premis pertama M.T. Miṣbāḥ Yazdī dalam menguraikan

persoalan kehendak bebas ini terlebih dahulu membedakan secara tegas

kehendak bebas dalam beberapa persoalan. Kehendak bebas yang dimaksud

oleh M.T Miṣbāḥ Yazdī adalah kehendak bebas dalam artian lawan dari Jabr

atau Determinisme yang menjadi perdebatan teologis yang berkelanjutan.

Menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī paham Determinisme dengan

menisbahkan secara langsung ke pada Allah Swt segala persoalan termasuk

kehendak bebas manusia secara mutlak tidaklah benar. Sebab ini akan

mengurangi terhadap kreatifitas manusia dalam memperoleh ridha Tuhan

dalam memilih. M.T. Miṣbāḥ Yazdī kemudian mendukung terhadap keharusan

kehendak bebas terhadap manusia sebab itu akan menjadi nilai kesempurnaan

terhadap eksistensi manusia itu sendiri.

Kedua, M.T. Miṣbāḥ Yazdī menolak secara rasional terhadap paham

Mu’tazilah dengan kehendak bebas manusia secara mutlak Tafwīḍ . Sebab biar

bagaimanapun menurut M.T. Miṣbāḥ Yazdī, hal itu tidak bisa dibenarkan. Karena

pada dasarnya segala yang terjadi pada fenomena kejadian ini di alam semesta

ini termasuk kehendak manusia adalah atas izinya Allah Swt.

60

Page 72: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

61

Oleh sebab itu kemudian M.T. Miṣbāḥ Yazdī mencoba untuk mengambil

posisi diantara kedua kecendrungan tersebut yakni madzhab atau pandangan

teologis-filosofis Ahlul Bait. Yakni posisi diantara Jabr dan Tafwīḍ atau yang

dikenal dengan diktum Al-Amr Bainal Amrain. Menurut yazdi pada

dasarnya manusia memiliki kehendak bebasya sendiri dalam mengkapi

fenomena terjadinya sebuah perbuatan yang di ridhoi Allah Swt.

M.T. Miṣbāḥ Yazdī kemudian dalam persoalan ini menjelaskan konseb “sebab”

dan prinsip “penyebaban”. Jadi pada saat yang sama manusia memiliki

kehendaknya pada tempatnya yang disitilahkan yasdi sebagai sebab pelengkap.

B. Saran-saran

Di penghujung studi ini, perlu kiranya penulis memberikan saran-saran

tentang pemikiran M.T. Miṣbāḥ Yazdī utamanya tentang pemikiran Kehendak

Bebas. kemudian pentingnya mememahami persoalan tersebut secara benar

agar tidak terjatuh pada pemahaman yang sekiranya memperkeruh suasana

akademis dengan saling mengklaim benar satu sama lain dan saling

menjatuhkan tanpa mempedulikan terhadap hal-hal yang substansial dari apa

yang semestinya diperoleh. Bahwa mempelajari kehendak bebas ini adalah

sangat penting terhadap proses lanjut menuju kesempurnaan manusia atau

dalam istiah filsafat disebut dengan eksistensialisme tanpa harus melupakan

terhadap keberadaan dirinya sebagai

Page 73: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

62

ciptaan Tuhan yang penuh keterbatasan-keterbatasan. Kehendak bebas manusia

merupakan kesempurnaan, tetapi kesempurnaan yang sifatnya perantara bukan

tujuan. Tujuan manusia bukanah kehendak bebas itu sendiri, akan tetapi

manusia haruslah bebas, harus bebas untuk menentukan kesempurnaan dirinya.

Karena manusia adalah satu satunya maujud yang harus memilih jalanya

sendiri. itulah sebanarnya yang ingin disampaikan oleh

M.T. Miṣbāḥ Yazdī. Oleh sebab itu penulis sangat ingin ada peneliti lain yang

mau mengkaji pemikiran M.T. Miṣbāḥ Yazdī pada tema tema yang masih belum

diteliti khususnya dalam penelitian skripsi secara lebih baik lagi.

Page 74: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

63

Daftar Pustaka

Abbas, Nukman. Al-Asy’ari, Misteri Perbuatan Manusia dan Takdir

Tuhan, Jakarta: Erlangga, t.t.

Abduh, Muhammad. Perbuatan-Perbuatan Manusia dalam Pandangan

Para Ahli Pikir Tentang Takdir dan Ikhtiyar, ed Muhammad

Thalib, Surabaya: Bina Ilmu, 1977.

Ali, Syed Ameer. Api Islam, Sejarah dan Evolusi Islam dengan Riwayat

Hidup Nabi Muhammad SAW, terj. H.B. Jassin, Jakarta: Bulan

Bintang, 1978.

Bagus, Loren. Kamus filsafat Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,

2002

Dahlan, Abdul Aziz. Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam,

Jakarta: Beunebi Cipta, 1987.

Gharawiyan, Mohsen. Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat Islam.

Jakarta; sadra press,2012

Goldziher, Ignas. Pengantar Teologi Islam, terj. Hersri Setiawan,

Jakarta: Iniz, 1991

Hanafi, A. Pengantar Teologi Islam, edisi revisi, Jakarta: Pustaka al-

Husna Baru, 2003.

Hasyim, Umar. Memahami Seluk Beluk Takdir, Solo: Ramadhani, 1992.

Hye, M. Abdul. ‘Ash’arism dalam MM Syari, ed, A History of Muslim

Philosophy, Delhi: low Price Publication, 1995.

Labib, Muhsin . Pemikiran Filsafat Muhammad Taqi Mishbah Yazdi,

Sadra Press 2011.

Murtadha Mutthahari, Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam,

Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005.

Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional, Jakarta: UI

Press, 1997.

. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya jilid II,

Jakarat: UI press, 2002.

. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah,

Jakarta: UIPress, 1987.

. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa

Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986.

Nata, Abudin. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006.

Rahman, Fazlur. Filsafat Shadra, terj. Munir A. Muin, Bandung: Pustaka,

2000.

Shadra, Mulla. Kearifan Puncak, terj. Dimiri Mahayana dan Dedi

Djuniardi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Syarif, MM. A History of Muslim Philosophy, Delhi: low Price

Publication, 1995.

Ya’qub, Hamzah. Filsafat Agama, Titik Temu Akal dengan Wahyu,

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.

Page 75: KEHENDAK BEBAS DALAM PEMIKIRAN AYATULLAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40444/1/MOH... · secara garis besar, Pandangan terhadap kehendak bebas terbagi menjadi

64

Yazdi, M. T. Mishbah. Buku Daras Filsafat Islam: Orientasi ke Filsafat

Islam Kontemporer, terj. Muhammad Legenhausen dan ‘Azim

Sarvdalir, Jakarta: Sadra Press, 2010.

.Iman Semesta: Merancang Piramida Keyakinan, terj.

Ahmad Marzuki Amin, Jakarta: al-Huda, 2005.

. Meniru Tuhan: Antara yang Terjadi dan yang Mesti

Terjadi, terj. Ammar Fauzi Heriyadi, Jakarta: al-Huda, 2006.

.Freedom, terj. Nailul Aksa, Jakarta: al-Huda,

2006.

. Akidah Islam, terj. Ahmad Marzuky Amin, Qom- Iran:

Majma Jahani Ahlul Bait, 2005

. Philosophical Instructions, terj. Muhammad

Legenhausen dan ‘Azim Sarvdalir Binghamton: Institut of

Global Cultural Studies, 1999.