33
BAB VII PENENTUAN JENIS ALTERASI DAN MINERALISASI SULFIDA DAERAH PENELITIAN VII.1. Endapan Hidrotermal Pada saat magma yang pijar dan sangat panas menerobos lapisan batuan, magma tersebut makin lama akan makin kehilangan panasnya akhirnya akan membeku menjadi batuan beku intrusif. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah ataupun pada kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif dangkal, menengah ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara magma yang masih cair dengan batuan disekitarnya. Akan tetapi kecendrungan untuk magma kebanyakan melalui zona zona lemah dan pelepasan folatil dari cairan yang mendingin tersebut berdifusi

Spesifkasi Kasar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Just see it

Citation preview

ENDAPAN HIDROTERMAL

BAB VII

PENENTUAN JENIS ALTERASI DAN MINERALISASI SULFIDA DAERAH PENELITIANVII.1. Endapan HidrotermalPada saat magma yang pijar dan sangat panas menerobos lapisan batuan, magma tersebut makin lama akan makin kehilangan panasnya akhirnya akan membeku menjadi batuan beku intrusif. Proses tersebut dapat terjadi pada keadaan yang dangkal, menengah ataupun pada kedalaman yang besar, sehingga dikenal adanya batuan beku intrusif dangkal, menengah ataupun dalam. Dalam proses tersebut akan terlihat adanya tekanan dan suhu yang sangat tinggi terutama pada kontak terobosannya, antara magma yang masih cair dengan batuan disekitarnya. Akan tetapi kecendrungan untuk magma kebanyakan melalui zona zona lemah dan pelepasan folatil dari cairan yang mendingin tersebut berdifusi melalui zona ini. Akibat adanya perbedaan suhu yang nyata antara magma dengan batuan di sekitarnya menghasilkan suatu urutan zona alterasi dan mineralisasi yang khas pada daerah darah terintrusi. Produk akhir dari proses diferensiasi magmatik adalah suatu larutan yang disebut larutan sisa magma, yang mungkin dapat mengadung konsenterasi logam yang dulunya berada dalam magma. Larutan sisa magma ini yang juga disebut larutan hidrotermal, banyak mengandung logam-logam yang berasal dari magma yang sedang membeku dan diendapkan ditempat-tempat sekitar magma yang sedang membeku tadi. Larutan ini makin jauh letaknya dari magma makin kehilangan panasnya, sehingga dikenal adanya deposit hidrotermal suhu tinggi di tempat yang terdekat dengan intrusi, deposit hidrotermal suhu menengah ditempat yang agak jauh, dan deposit hidrotermal suhu rendah di tempat yang terjauh. Deposit tersebut juga dinamakan hipotermal, mesotermal dan epitermal, tergantung dari suhu, tekanan, dan keadaan geologi di mana mereka terbentuk, seperti yang ditunjukan oleh mineral-mineral yang dikandungnya.

Dalam perjalanannya melalui (menerobos) batuan, larutan hidrotermal akan mendepositkan mineral-mineral yang dikandungnya di rongga-rongga batuan dan membentuk deposit celah (cavity filling deposit) atau melalui proses metasomatik membentuk deposit pengganti (replacement deposit).

Secara umum deposit replacement terjadi pada kondisi suhu dan tekanan tinggi jadi pada daerah lebih dekat batuan intrusinya, merupakan deposit hipotermal. Sebaliknya deposit pengisian atau deposit celah (cavity filling deposit) lebih banyak terjadi di daerah dengan suhu dan tekanan rendah, jadi merupakan deposit epitermal, yang terletak agak jauh dari batuan intrusifnya.

Syarat-syarat penting untuk terjadinya deposit hidrotermal adalah :

a. Adanya larutan yang mampu melarutkan mineral-mineral.

b. Adanya tekanan atau rongga pada batuan yang dapat dilewati larutan.

c. Adanya tempat dimana larutan dapat mendepositkan kandungan mineralnya.

d. Ada reaksi kimia yang menghasilkan pengendapan mineral baru.

e. Konsentrasi mineral yang cukup dalam deposit sehingga menguntungkan kalau ditambang.

VII.2. Zonasi Alterasi HidrotermalLowell dan Guilbert (1970), membuat suatu model genetik endapan tembaga porfiri dan asosiasi logam sulfida berdasarkan penyelidikan terhadap urutan zona alterasi mineralisasi di San Manuel Kalamazo dan mencatatkan bahwa pada sebagian besar endapan bijih terdapat hubungan yang sangat erat antara batuan induk, tubuh bijih dan batuan samping. Hal ini terlihat dari adanya hubungan dan asosiasi antara urutan zona alterasi dan mineralisasi yang terjadi baik pada tubuh intrusi sebagai batuan induk atau batuan sumber (source rock) maupun pada batuan samping (wall rock).Zona Alterasi hidrotermal dapat terbagi menjadi 5 Zona berdasarkan kumpulan mineral ubahannya, yaitu :VII.2.1. Zona Potasik ("Potassic Zone)

Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Mineral logam sulfida berupa pirit dan kalkopirit dengan perbandingan 1:1 hingga 3:1, bentuk endapan dapat juga dijumpai dalam bentuk mikroveinlet serta dalam bentuk menyebar (disseminated).Pembentukkan biotiti sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksin.

Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolite, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral mineral sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.

Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan batuan.VII.2.2. Zona Alterasi Serisit (Phlic Zone)

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena.VII.2.3. Zona Alterasi Propilitik (Prophylitic Zone)

Zona ini berkembang pada bagian luar dari zona alterasi yang dicirikan oleh kumpulan meneral epidot maupun karbonat dan juga mineral klorit. Alterasi ini dipengaruhi oleh penambahan unsur H+ dan CO2. Mineral logam sulfida berupa pyrite mendominasi zona ini dimana keterdapatannya dijumpai mengganti fenokris piroksin maupun hornblende, sedangkan kalkopirit jarang dijumpai. Karakteristik dari zona ubahan ini yaitu dijumpai kumpulan mineral ubahan yang umumnya berupa klorit dan epidot serta dijumpainya mineral ubahan serisit dan kuarsa, lempung dan karbonat dalam jumlah yang sedikit. Mineral karbonat dijumpai sebagai mineral ubahan yang berasal dari ubahan mineral mafik maupun ubahan mineral plagoklas yang kaya akan unsur Ca, bentuk endapan umumnya dijumpai dalam bentuk veinlet disebabkan pengisian rekahan oleh larutan sisa magma yang melewati batuan tersebut, dimana rekahannya merupakan zona yang lemah yang merupakan media tempat larutan tersebut mengalir yang kemudian mengalami pembekuan dan pengkristalan.VII.2.4 Zona Argilik (Argillic Zone)

Zona ini terbentuk karena rusaknya unsur potasium, kalsium dan magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral lempung, kuarsa, dan karbonat. Unsur potasium, kalsium dan magnesium dalam batuan terubah menjadi monmorilonit, illit, hidromika dan klorit. Diatas zona argillic kadang terbentuk advanced argillit yang tersusun atas mineral diaspore, kuarsa atau silika amorf korondum dan alunit yang terbentuk pada kondisi asam yang tinggi. Logam sulfida yang biasanya terbentuk pada zona ini berupa pirit namun kehadirannya tidak seintensif pada zona serisit dimana bentuk veinlet ini hadir pada bagian luar dalam suatu sistem alterasi hidrotermal.V.2.5. Zona Alterasi Skarn

Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit.,tremolit aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal.

Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia metasomatisme retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :

Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat konduktif).

Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan bukaan yang dilewati larutan magma.

Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun dan bercampur dengan larutan.VII.3. Hubungan Antara Tektonik Lempeng Dengan Pembentukan Endapan Minelaliisasi SulfidaMineral merupakan proses alam yang sangat kompleks dan karakteristik di mana di tentukan oleh kondisi giologi. Mineralogi kerak bumi akan di kontrol banyaknya dan distribusi unsur unsur kimia.

Proses pembentukan mineral ada hubungannya dengan jalur jalur metalogen. Jalur jalur metalogen inilah yang terpengaruh dengan adanya variasi gerakan arus konveksi pada lapisan atenolit yang menyebabkan terjadinya 3 (tiga) jenis pola gerakan lempeng bumi yaitu konvergen, divergen dan transform. Pola gerakan yang paling penting menurut Sillitoe (1972) dan Batemen (1979) adalah gerakan konvergen. Pola gerakan konvergen menyebabkan terjadinya gerakan saling mendekati antara dua buah lempeng yang umumnya disertai oleh suatu benturan, penekukan palung, serta banyak menyebabkan terjadinya gempa bumi dan gunungapi benua. Benturan benturan lempeng tersebut umumnya membentuk zona subduksi yang terutama terjadi antara lempeng samudera dan lempeng kontinen. Proses ini diikuti oleh peleburan sebagian (partial melting) lempeng samudera akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat tinggi. Proses peleburan lempeng tersebut kemudian menghasilkan magma kalk alkalin yang banyak mengandung unsur unsur logam.

Pada prinsipnya aktivitas tektonik tersebut sangat berhubungan dengan pembentukan busur magmatisme disepanjang jalur zona subduksi. Aktivitas magmatisme di sepanjang zona ini umumnya membentuk litologi yang didominasi oleh batuan vulkanik dan plutonik kalk alkalin. Pembentukan batuan batuan tersebut sering pula diikuti oleh terjadinya mineralisasi yang intensif, cukup luas dan bernilai ekonomis. Asosiasi mineral mineral logam yang sering dijumpai atau terbentuk pada daerah busur magmatik antara lain tembaga (Cu), Besi (Fe), Molibdenum (Mo), Timah hitam (Pb), Emas (Cu), Perak (Ag), Arsen (As) dan lain lain.

Kandungan logam didalam magma kalk-alkalin umumnya berasal dari kerak samudera yang terdiri dari tiga lapisan. Lapisan pertama adalah endapan sedimen dasar laut yang banyak mengandung logam, sedang lapisan dibawahnya adalah lapisan mafik yang terdiri dari lapisan basal dan gabro.

Sebagai contoh dari proses pembentukkan jebakan logam dalam hubungannya dengan pergerakan konvergen ialah terjadinya benturan antara benua Amerika dan lempeng pasifik disepanjang bagian barat Amerika yang dimulai sejak zaman Kapur. Benturan ini menyebabkan terbentuknya rantai vulkanik sepanjang jalur subduksi yang terbentuk dan sekaligus membentuk jebakan logam tembaga porfiri. Sedang pada bagian barat pasifik juga terjadi subduksi akibat gerakan lempeng Eurasia ke arah Timur dan membentuk endapan logam tembaga porfiri di sepanjang barat pasifik termasuk kepulauan Salamon, Papua New Guinea, Jepang dan lain lain. Sementara itu gerakan relatif lempeng Eurasia dan Afrika membentuk juga endapan logam tembaga porfiri di Iran, Pakistan dan Turki. Terkhusus di indonesian juga banyak mengalami kondisi yang labil, lebih lebih dengan adanya kegiatan vulkanik yang ada, yaitu128 pusat vulkanik aktif. Penyebaran gunung api aktif memanjang teratur mengikuti batas-batas lempeng tektonik (tektonik plate). Apabila di hubungkan dengan daerah penelitian maka untuk jalur tektonik yang lewat secara regional adalah busur barat sulawesi yang memanjang sepanjang bagian barat pulau sulawesi yang meliputi pulau sulawesi itu sendiri seperti pulau Sangihe, pulau Selayar yang berumur tersier awal pliosen. Terdiri atas batuan beku plutonik asam sampai intermedit dan batuan vulkanik dengangan mineralisasi : Au, Ag, Cl, Cu, Pb, Zn dan Hc.

Karena adanya proses-proses inilah yang menyebabkan terkosentrasi jalur jalur mineralisasi yang terbentuk akibat tektonik pada suatu waktu akan menghasilkan proses mineralisasi.VII.4. GANESA ENDAPAN SULFIDA

Endapan hidrotermal di sebabkan oleh karena proses pengendapan larutan sisa magma yang temperaturnya cukup rendah, di bawah temperatur kritik air (+_ 3720 C ). Larutan sisa magma ini banyak mengandung oksida-oksida dan sulfida-sulfida pada logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg dan Fe.

Endapan hidrotermal diklasifikasikan berdasarkan atas komposisi mineralogi, kedalaman serta temperatur menurut W. Lindgren, 1933 dalam Evans, 1993 (Tabel 3.1), antara lain :

Tabel 3. 1. Endapan hidrotermal berdasarkan komposisi mineralogi, kedalaman dan temperatur (Lindgren, 1933 dalam Evans 1993).

KarakteristikHipotermalMesotermalEpitermal

Kedalaman pembentukan3000 - 15000 m1200 - 4500 m~ 0 1500 m

Temperatur pembentukan~ 300 - 600 C200 - 300 C50 - 200 C

Bentuk endapan bijihPengisian retakan,zona lembaran, vein iregulerSheeted zone, stockwork, pipe, saddle reef.Vein,pipa dan stockwork

Endapan bijihAu, Sn, Mo, Cu, Pb, Zn, AsAu, Ag, Cu, As, Pb, Zn, Ni, Co, W, Mo, U,Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U

Mineral mineral bijihMagnetit, specularit, pyrhotit, kassiterit, arsenopirit, molybdenit, bornit, kalkopirit, scheelit, galena, pirit, marmatitNative Au, kalkopirit, bornit, pirit, sphalerit, galena, enargit, kalkosit, argentit, nikollite, kobaltitNative Au, Native Ag, Cu, Bi, Pirit, Markasit, Sphalerit, galena, kalkopirit,Cinnabar, jamesonit, stibnit dll

Mineral GangueGarnet, plagioklas, biotit, muskovit, topaz, tourmalin ,epidot, kuarsa, klorit, karbonatMineral bertemperatur sedikit rendah ( garnet, tourmalin, topaz, albit, kuarsa, serisit, klorit, karbonat, siderit, epidot, montmorilonit,SiO2 r sebagai chert, kalsedon atau kuarsa kristalin, serisit, klorit, alunit,dickit, adularia, fluorit, karbonat,barit, selenid dll

ubahanAlbitizatisasi, tourmalinitisasi, serisitisasi,pada batuan siliceous,kloritisasi.Kloritisasi ,karbonisasi, atau serisitisasiChertisasi kaolinitisasi piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi.

Tekstur dan strukturSering berbutir kasar,banded,Kurang kasar dibanding dengan endapan bijih hipotermal, vein vein dijumpai dalam bentuk bandedCrustification (banding) umum dijumpai,cockade, vug, breksiasi dari vein sering .ukuran butir bervariasi

Dari tabel diatas dapat di lihat pembagian sifat sifat dari hrotermal. Sedangkan dalam penjelasan mengennai ganesa endapan sulfida kami menggunakan pendekatan karateristik tipe endapan epitermal.Berdasarkan atas dominasi mineral-mineral ekonomis, maka tipe endapan epitermal dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Tipe endapan epitermal sistem sulfidasi rendah

2. Tipe endapan epitermal sistem sulfidasi tinggi

Kedua jenis mineralisasi tersebut mempunyai penyebaran yang luas dan terletak pada daerah konvergen serta mempunyai komposisi mineral ekonomis yang bersifat signifikan. Meski keduanya memiliki tipe mineralisasi yang hampir sama, namun distribusi zona ubahan dan mineral bijih yang terdapat pada kedua sistem epitermal tersebut berbeda (Gambar 3. 1).

Gambar 3. 1. Mineralisasi Tipe Endapan Epitermal

Adapun karakteristik endapan sistem sulfidasi tinggi dan endapan epitermal sistem sulfidasi rendah menurut Heald et. al, 1987, dalam Arribas 1995 (Tabel 3. 2), antara lain :

Tabel 3. 2. Karakteristik tipe endapan epitermal oleh Heald et. al, 1987 dalam Arribas, 1995 dan Hedenquist, 1995

KarakteristikSulfida tinggiSulfida rendah

Penempatan structuralDekat dengan pusat intrusi, berkaitan dengan bagian luar suatu kaldera.Pada lingkungan vulkanik kompleks dengan struktur, umum pada kaldera.

UkuranRelatif kecil dan berbentuk equidimensionalBervariasi, terkadang sangat besar.

Batuan indukBiasanya tipe rhyodacite, daciteBatuan vulkanik silisic intermedit

Waktu pembentukan bijih dan batuan induk

Relatif berumur sama ( < 0, 5 Ma )

Umur batuan induk dan bijih berbeda (> 1 Ma)

MineralisasiEnargit, luzonit, kovellit, pirit, emas, perak, logam dasar sulfida, klorit jarang, selenida tidak ada, jarang mineral Mn dan terkadang bismuntinit.Argentit, tetrahedrit, tenanntit, perak, emas, sulfida, klorit sangat banyak, bismuntinit.

ProduksiKaya endapan emas, perak dan logam tembagaEmas, perak dan logam dasar

AlterasiAdvance argillik Intermediet argillik

banyak mengandung alunit hypogen terutama kaolinit hypogen

tidak ada adulariaSerisit argilik

alunit supergen kaolinit supergen sedikit

adularia melimpah

Temperatur

pembentukanSekitar 150 - 300 C200 - 300C

Salinitas< 1 24 Wt % NaCl eq0 13 wt% NaCl eq

Sumber fluidaDominan air meteorik, air tanah dengan komponen magmatik yang signifikanDominan air meteorik

Sumber pembentukBatuan vulkanik atau larutan magmatikBatuan berumur prakambrium dibawah batuan vulkanik

Pada daerah sistem sulfidasi rendah, larutan yang membentuk mineralisasi mempunyai kesamaan dengan bentuk mineralisasi dalam sistem geotermal yang aktif (Henley and Ellis, 1983, dalam White & Hedenquist, 1995). Pada lingkungan ini, mineral-mineral sulfida mengalami presipitasi dari hasil pengurangan pH larutan yang semakin netral (Barton and Skinner, 1979 dalam White & Hedenquist, 1995).

Studi isotopik menunjukkan bahwa larutan hidrotermal yang terdapat pada lingkungan sistem sulfidasi rendah, didominasi oleh air meteorik dan mengandung air serta gas-gas yang reaktif, seperti CO2, SO2, HCl dari lingkungan magma asalnya (Hedenquist and Lowerstern, 1994 dalam White & Hedenquist, 1995). Dari kedalaman yang besar, larutannya bergerak naik ke atas, kemudian bereaksi dengan batuan samping sehingga mempunyai pH yang semakin netral (Giggenbach, 1992 dalam White & Hedenquist, 1995). Melalui perpindahan ke permukaan yang relatif dangkal, terbentuk uap-uap yang kaya senyawa CO2 dan H2S. Selanjutnya, membentuk larutan asam sulfat dengan pH sekitar 23 dan temperatur mendekati 100C (Schoen et. al, 1974 dalam White & Hedenquist, 1995).

Sebaliknya, sistem sulfidasi tinggi terbentuk melalui proses pencucian batuan samping, yang berasosiasi dengan larutan yang bersifat asam. Larutan tersebut bergenerasi pada lingkungan magmatik hidrotermal dan bergerak naik ke daerah vulkanik (Ransome, 1907, dalam White & Hedenquist, 1995).

Pada lingkungan sistem sulfidasi tinggi, komponen-komponen yang reaktif berasal dari sumber oksidasi magmatik yang naik ke permukaan dan bereaksi dengan air yang terdapat di sekitar batuan. Uap-uap yang banyak mengandung senyawa SO2 dan HCl, diserap oleh air tanah, sehingga terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan terbentuknya H2SO4 dan H2S (Rye, 1993 dalam White & Hedenquist, 1995), kemudian proses ini diikuti dengan penguraian senyawa H2SO4 dan HCl.

Pada daerah permukaan dengan temperatur 150-300 C, terjadi pengurangan nilai pH (pH 02), akibatnya air yang teroksidasi menyebabkan terjadinya pencucian pada batuan samping. Hal-hal inilah yang membedakan kedua jenis sistem epitermal, dalam kaitannya dengan larutan hidrotermal dan derajat pembentukan mineral-mineral yang bersifat ekonomis.

Berdasarkan atas hasil penelitian oleh Sillitoe, 1977, 1983, Buchanan, 1981, Heald et. al, 1987 dan White et. al, 1995 dalam White & Hedenquist, 1995, bahwa perbedaan antara sistem sulfidasi rendah dan tinggi dapat diketahui dari kenampakan bentuk endapannya di lapangan (Tabel 3. 3 ), yaitu:

Tabel 3. 3. Bentuk tipe endapan bijih sistem epitermal, (White & Hedenquist,1995).Bentuk Tipe Endapan Epitermal

Sulfida Rendah ( Adularia Serisit )Sulfida Tinggi ( Asam Sulfat )

Dominasi open space veinVein vein kecil yang secara lokal dominan

Tekstur disseminated mineral bijih sangat jarangTekstur disseminated mineral bijih dominant

Mineral bijih yang mengalami replacement sangat jarangMineral bijih yang mengalami replacement umum dijumpai.

Mineral bijih dalam bentuk stockwork sangat umum dijumpaiJarang dijumpai stockwork

Tekstur batuan pada kedua sistem ini, dicirikan oleh asosiasi mineral bijih dan mineral ganguenya. Untuk endapan sistem sulfidasi rendah, mempunyai tekstur yang bervariasi, seperti banded, crustiform quartz, vein chalcedony, druse line cavities dan vein breccia (Berger et. al, 1983 dalam White & Hedenquist, 1995). Sedangkan tekstur pada endapan-endapan sistem sulfidasi tinggi, mempunyai variasi yang lebih sedikit. Tekstur yang paling sering dijumpai adalah tubuh masif dari kuarsa vuggy (Gray and Coolbaugh, 1994 dalam White & Hedenquist, 1995). Juga terdapat vein lokal dan breccia yang penting sebagai batuan samping dari mineral bijih vein sulfida dalam bentuk masif atau banded, dapat memotong tubuh kuarsa vuggy, dimana mengandung mineral penciri sistem sulfidasi tinggi, yaitu enargit, luzonit, kovellit dan Pirit dalam jumlah besar. Adapun mineral gangue, tipe endapan epitermal menurut White, 1994, dalam White & Hedenquist, 1995 (Tabel 3. 4), antara lain :

Tabel 3. 4. Mineral gangue tipe endapan epitermal, (White et. al, 1994, dalam White & Hedenquist,1995).

Mineral gangue Tipe Endapan Epitermal

MineralSulfidasi RendahSulfidasi Tinggi

KuarsaMelimpahMelimpah

KalsedonBervariasiSedikit

KalsitBervariasiTidak ada ( kecuali sebagai overprint )

AdulariaBervariasiTidak ada

IllitMelimpahSedikit

KaolinitJarang (sebagai overprint )

Sedikit (bervariasi)

AlunitTidak adaSedikit (bervariasi)

BaritSangat sedikitSedikit

Berdasarkan atas asosiasi mineral bijih dan mineral ganguenya dapat diketahui perbedaan antara keduanya. Untuk sistem sulfidasi tinggi, kandungan mineral sulfidanya sangat banyak, utamanya pirit. Sedangkan mineral gangue yang umum dijumpai adalah mineral alunitkaolinit yang dapat terbentuk pada kondisi asam yang tinggi. Mineral kuarsa akan dapat dijumpai pada kedua sistim ini. Sementara itu, untuk sistem sulfidasi rendah, kandungan mineral sulfidanya lebih sedikit dibandingkan dengan sistem sulfidasi tinggi, sedangkan kandungan mineral ganguenya adalah mineral adularia dan serisit yang mencerminkan kondisi pH yang netral (Reyes, 1990 dalam White & Hedenquist, 1995).

VII. 4. 1. Tipe Endapan Epitermal Sistem Sulfidasi Tinggi

Endapan epitermal sistem sulfidasi tinggi (White & Hedenquist, 1995) merupakan endapan yang terbentuk pada posisi transisi atau peralihan antara intrusi magma dangkal, dengan permukaan yang secara tipikal dekat dengan aktifitas vulkanik. Pada posisi ini, magmatik fumarol yang bertemperatur tinggi dan uapuap yang bersifat asam, menghasilkan terjadinya proses pencucian yang kuat pada batuan samping (host rock) sepanjang saluransaluran yang terbentuk oleh pengaruh struktural, atau pada batuan yang permeabel. Hasilnya berupa ubahan silisifikasi yang mengandung mineral bijih yang terbentuk setelah proses pencucian di sekitar zona ubahan advance argillik (Gambar 3.2).

Gambar 3. 2 . Tipe endapan ndapan Epitermal Sistem Sulfidasi Tinggi (Bonham,1989 dalam Arribas, 1995)

Karakteristik sistem sulfidasi tinggi yang dekat dengan permukaan sangat dipengaruhi oleh muka air tanah purba (paleowater table) dan relief. Ubahan yang dijumpai antara lain, ubahan hypogene silisic (vuggy quartz) dan advance argillik (quartzalunite), yang terbentuk oleh uap magmatik yang mengalami kondensasi ke air tanah. Bentuk geometri dari endapan sistem sulfidasi tinggi dapat dideterminasikan oleh struktural dan kontrol litologi, faktorfaktor inilah yang mempengaruhi terbentuknya endapan ekonomis, lapisan akuitar yang terletak di atas lapisan akuifer dapat membantu terbentuknya endapan bijih dalam jumlah yang besar.

Penempatan endapan sistem sulfidasi tinggi yang dekat dengan vulkanisme, dapat diketahui dari kehadiran spesies hypogene acidic, seperti HCl, SO2 dan HF serta tampak pada temperatur