149
MATA MERAH VISUS NORMAL SPECIAL SENSORY SYSTEM Makalah Tutorial D4 drh. Djoko Walujo BR, MSc Disusun oleh : Intan Sulistiani Sarah Itsnina Hasna Ibadurrahmi Fairuz Hanifah Muhammad Ali Saifullah Rachmalia Nuragustin Aulia Livia Sonia Basaria Sagala Randilufti Santoso Rasendah Bagus Indra Wicaksana 121.0211.0 68 121.0211.1 67 121.0211.0 65 121.0211.0 14 121.0211.1 12 121.0211.2 09 121.0211.0 48

SSS D-4 K-1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah sss case 1

Citation preview

Page 1: SSS D-4 K-1

MATA MERAH VISUS NORMAL

SPECIAL SENSORY SYSTEM

Makalah

Tutorial D4

drh. Djoko Walujo BR, MSc

Disusun oleh :

Intan Sulistiani

Sarah Itsnina

Hasna Ibadurrahmi

Fairuz Hanifah

Muhammad Ali Saifullah

Rachmalia Nuragustin

Aulia Livia

Sonia Basaria Sagala

Randilufti Santoso

Rasendah

Bagus Indra Wicaksana

121.0211.068

121.0211.167

121.0211.065

121.0211.014

121.0211.112

121.0211.209

121.0211.048

121.0211.205

121.0211.018

121.0211.163

121.0211.195

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2015

Page 2: SSS D-4 K-1

KATA PENGANTARPuji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang

telah dilimpahkan kepada kami tutorial D4 selaku penyusun, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah ini kami lakukan untuk pembelajaran dan memenuhi

standar penilaian dan juga sebagai acuan belajar kami untuk ujian SOCA. Makalah

ini berisi materi mengenai mata merah visus normal. Dalam proses penyusunan

laporan ini kami telah memperoleh banyak dorongan dan bantuan baik berupa

bimbingan maupun berupa sumbangan materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat

drh. Djoko Walujo BR, MSc selaku pembimbing tutorial D4, serta rekan-rekan lain

yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak

kesalahan dan kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun.

Kami berharap, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan kami sendiri sebagai penyusun pada khususnya. Demikian pengantar

yang dapat kami sampaikan. Terima kasih.

Jakarta,

Februari 2015

D4

Page 3: SSS D-4 K-1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

1.1 Case ..............................................................................................................

1.2 Mekanisme ...................................................................................................

1.3 Learning Issue ..............................................................................................

BAB II

1. Benda asing intraocular

2. Hordeolum

3. Khalazion

4. Skleritis

5. Episkleritis

2.2 Embriologi Mata .........................................................................................

2.3 Anatomi Mata .............................................................................................

2.4 Histologi Mata .............................................................................................

2.5 Fisisologi Mata ............................................................................................

2.6 Mikroorganisme penyebab infeksi mata dan patologi anatomi ..................

2.7 Konjungtivitis ..............................................................................................

2.8 Pterigium .....................................................................................................

2.9 Blefaritis .....................................................................................................

2.10 Perdarahan subkonjungtiva ........................................................................

2.11 Benda asing intraocular ..............................................................................

2.12 Hordeolum .................................................................................................

2.13 Khalazion ...................................................................................................

2.14 Sklertitis .....................................................................................................

2.15Episkleritis ..................................................................................................

Referensi

Page 4: SSS D-4 K-1

BAB I

CASEHALAMAN 1

Seorang pasien laki-laki Tn. M 20 tahun datang ke poliklinik tempat Anda bekerja

dengan keluhan mata sebelah kiri terlihat merah sejak 3 hari yang lalu. Ia merasa

seperti menangis karena air matanya sering keluar. Selama ini ketika mengalami

mata merah ia selalu menggunakan tetes mata ‘insto’ yang dia beli di warung dekat

rumah namun untuk keluhan yang sekarang ia merasa tidak ada perbaikan.

HALAMAN 2

Selain mata merah pasien juga merasakan gatal, lengket, dan berlendir pada mata

kirinya tersebut. Pasien bercerita bahwa setiap pagi ia sulit membuka mata karena

banyak kotoran berwarna kuning yang menempel pada kelopak matanya. Ia mengaku

masih dapat melihat dengan jelas dan tidak silau terhadap cahaya. Ia menyangkal

adanya demam. Riwayat trauma tidak ada. Mata sebelah kanan tidak ada keluhan.

Pasien mengaku tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Tiga saudara kandung

yang tinggal serumah dengan pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama

dengan pasien. Pasien adalah anak kelima dari enam bersaudara, belum mempunyai

pekerjaan tetap dan hanya sekolah tamatan SD.

HALAMAN 3

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata:

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis, kooperatif

Tanda vital : Laju napas 18 kali/menit Suhu 37,2C

Laju nadi 86 kali/menit Tekanan darah 120/80

mmHg

Page 5: SSS D-4 K-1

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

THT : Tidak ditemukan kelainan KGB preaurikular tidak membesar

Leher : KGB tidak membesar

Toraks : paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen : perut tidak membesar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi

timpani, BU normal

Ekstremitas : perkusi baik, akral hangat

Status oftalmikus:

Status oftalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 6/6 6/6

Visus dengan koreksi - -

Refleks fundus + +

Silia/supersilia Madarosis -, trikiasis - Madarosis -, trikiasis -, krusta +

Palpebral superior Udem - Udem +

Palpebral inferior Udem - Udem +

Margo palpebral Hordeolum -,

khalazion -

Hordeolum -, khalazion –

Apparatus lakrimalis Lakrimasi normal Hiperlakrimasi

Konjungtiva tarsalis Hiperemis -, injeksi

konjungtiva -, injeksi

siliaris -, secret -

Hiperemis +, injeksi konjungtiva

+, injeksi siliaris -, secret +

mukoid

Sclera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera okuli

anterior

Cukup dalam Cukup dalam

Iris Rugae +, coklat Rugae+, coklat

Pupil Bulat, diameter 3 mm,

refleks +

Bulat, diameter 3 mm, refleks +

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Bening Bening

Fundus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Page 6: SSS D-4 K-1

Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan pewarnaan Gram terhadap secret didapatkan hasil sebagai berikut:

Bentuk: coccus

Susunan: bergerombol seperti anggur

Warna: ungu

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

Blefarokonjungtivitis bakterialis os e.c Staphylococcus

Page 7: SSS D-4 K-1

MEKANISME

Tn M, 20 tahun

Belum punya pekerjaan tetap

(stress)

Sekolah tamatan SD (mungkin mempengaruhi higienitas lingkungan dan pribadi)

Factor risiko

Perubahan lingkungan keseimbangan mata

Perubahan flora normal --> Staphylococcus aureus

Jumlah bakteri meningkat

Infeksi Staphylococcus aureus

Konjungtivitis Blefaritis

Page 8: SSS D-4 K-1

LEARNING ISSUES

6. Embriologi mata

7. Anatomi mata

8. Histologi mata

9. Fisiologi mata

10. Mikroorganisme penyebab infeksi mata dan patologi anatomi

11. Konjungtivitis

12. Pterigium

13. Blefaritis

14. Perdarahan subkonjungtiva

15. Benda asing intraocular

16. Hordeolum

17. Khalazion

18. Skleritis

19. Episkleritis

Page 9: SSS D-4 K-1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 EMBRIOLOGI MATA

A. Cawan optic & vesikula lentis

Mudigah 22 hari

Sepasang alur dangkal

Neural tube tertutup ~ vesikula optika (vesikel mata)

Ektoderm permukaan

Cawan optic (optic cup)

Ruang intraretina

Fisura koroidea

Arteri hialoidea

Mgg ke-7

Bakal pupil

~~Plakoda lentis (lempeng lensa)

Vesikula lentis (vesikel lensa)

Page 10: SSS D-4 K-1

B. Retina, iris, dan korpus siliare

Cawan optic:

Lapisan luar lapisan pigmen retina :.granula-granula pigmen kecil

Lapisan dalam lapisan saraf

1/5 anterior pars seka retinae

Ketebalan 1 lapis sel

Terbagi menjadi :

○ Pars iridika retinae bentuk lapisan dalam iris

○ Pars siliaris retinae bentuk korpus siliare

○ Pars siliaris retina .: berlipat-lipat

Bagian luar: mesenkim m. siliaris

Bagian dalam: berhubungan dg lensa melalui jaringan serabut elastis

ligamentum suspensorium (zonula)

m. siliaris dengan ligamentum suspensorium

m. siliaris berkontraksi ligamentum suspensorium relaksasi menambah

kelengkungan lensa

m. siliaris relaksasi ligamentum suspensorium tegang menark lensa,

lensa gepeng

Page 11: SSS D-4 K-1

4/5 posterior pars optika retinae

Mgd sel-sel yg berbatasan dg ruang intraretina

Mengalami differensiasi mjd elemen-elemen penyerap cahaya

DI DEKAT LAPISAN INI:

Ada lapisan mantel yang seperti di otak menghasilkan neuron & sel

penunjang

DI PERMUKAAN LAPISAN INI:

Ada lapisan fibrosa yang mengandung akson sel saraf dari lapisan lebih

dalam, dimana pada sel saraf serabut-serabut sarafnya mengumpul ke arah tangkai

optic berkembang mjd Nervus opticus

Regio antara cawan optic & epitel permukaan terdapat mesenkim longgar

Pada mesenkim ini, terbentuk:

m. sfingter pupilae

m. dilator pupilae

Pada dewasa

Cawan optic lapisan dalam tak berpigmen & lapisan kaya jaringan ikat

bervaskular (mgd otot-otot pupil) membentuk iris

Page 12: SSS D-4 K-1

C. Lensa

Vesikula lentis terbentuk sel-sel dinding posterior mulai memanjang ke

anterior membentuk serabut-serabut panjan nantinya yang akan mengisi lumen

vesikel

Akhir mgg ke-7

Serabut lensa primer mencapai dinding anterior vesikula lentis

D. Koroid, sclera, kornea

Akhir mgg ke-5

Primordium mata seluruhnya dikelilingi oleh mesenkim longgar

berdiferensiasi mjd:

Lapisan luar ~ Duramater otak

○ Berkembang mjd sclera dan bersambung dg duramater di sekitar N. opticus

Lapisan dalam ~ Piamater otak

○ Membentuk lapisan pigmen kaya PD disebut koroid

Lapisan mesenkim di atas permukaan anterior mata berdiferensiasi

Pemisahan mesenkim mjd:

lapisan dalam di depan lensa dan iris

Membrana iridopupilaris

Lapisan luar yang bersambungan dg sclera

Substansia propria kornea

Membentuk bilik mata depan (kamera anterior) .: dilapisi mesenkim gepeng

Page 13: SSS D-4 K-1

Kornea dibentuk oleh:

Lapisan epitel dari ectoderm permukaan

Substansia propria/stroma yg bersambungan dg sclera

Lapisan epitel yg berbatasan dg bilik mata depan (kamera anterior)

Membrana iridopupilaris lenyap membentuk hubungan antara bilik

mata depan dan belakang

E. Korpus vitreum

Mesenkim..

Sebelah luar mesenkim ia mengelilingi primordium mata

Sebelah dalam mesenkim cawan optic melalui fisura koroidea.

Mesenkim membentuk:

○ PD hialoid

○ Membentuk jalinan serabut halus antara lensa dan retina

Page 14: SSS D-4 K-1

- PD hialoid : pada kehidupan intrauterus mendarahi lensa dan bentuk

vascular di permukaan dalam retina

- Jalinan serabut halus : memiliki rongga interstisium yang terisi oleh bahan

gelatinosa transparan membentuk korpus vitreum

.: PD hialoid pada bagian ini mengalami obliterasi & lenyap meninggalkan kanalis

hialoideus

Page 15: SSS D-4 K-1

F. N. opticus

Cawan optic dengan otak terhubung oleh tangkai optic. Diantara sel-sel

dinding tangkai optic terdapat serabut saraf retina

Terdapat alur (fisura koroidea) di ventral tangkai optic

Di dalam alur tersebut terdapat PD hialoid

Selama mgg ke-7

Fisura coroidea menutup terbentuk terowongan sempit di dalam tangkai

optic

Peningkatan jumlah saraf yang terus menerus mybb:

Dinding tangkai optic terus tumbuh

Dinding luar dan dalam tangkai optic menyatu

○ Sel-sel lapisan dalam menghasilkan jalinan neuroglia menunjang serabut N.

opticus

Tangkai optic membentuk n. opticus

Bagian tengah tangkai optic mengandung sebagian a. hialoidea

membentuk a. sentralis retinae

Bagian luar membentuk:

○ Lapisan pia arachnoid

○ Lapisan dura

Yang keduanya merupakan kelanjutan dari koroid dan sclera yang mengelilingi N.

opticus

G. Regulasi molecular pembentukan mata

PAX6, SHH

PAX2, FGF

TGF, MITF & CHX10

SOX2, PROX1

SOX3, LMAF

BMP 4

H. Kelainan mata

1. Koloboma ~~Koloboma iridis

2. Membrana iridopupilaris

3. Arteri hialoidea

Page 16: SSS D-4 K-1

4. Katarak kongenital

5. Mikroftalmia

6. Anoftalmia

7. Afakia kongenital

8. Aniridia

9. Siklopia

10. Sinoftalmia

2.2 ANATOMI MATA

Anatomi organ visus

(Mata)

Adalah:

Sistem optik yg memfokuskan berkas cahaya ke fotoreseptor, yg mengubah energi

cahaya menjadi impuls saraf

Berbentuk bulat, panjang maksimal : 24 mm

- Dibungkus oleh 3 lapisan jaringan:

1. Sklera

- Jaringan ikat yang kenyal

- Memberi bentuk pada bola mata

- Perlekatan untuk otot intrinsik

- Bagian terluar yang melindung mata

- Perpanjangan anterior pada sklera di bagian depan mata disebut kornea (bersifat

transparan, memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata)

- Kelengkungan kornea >> sclera

Page 17: SSS D-4 K-1

2. Jaringan Uvea

- Jaringan vascular

- Jaringan sclera-uvea ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi

perdarahan suprakoroid

- Jaringan ini terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid

-Koroid bagian yang sangat terpigmentasi untuk mencegah refleksi internal berkas

cahaya, bagian ini juga sangat tervaksularisasi untuk memberikan nutrisi pada mata

-Badan siliar (dibelakang iris) penebalan di bagian anterior koroid.

∙ Mengandung pembuluh darah dan otot siliaris.

∙ Otot melekat pada ligamen suspensorik tempat perlekatan lensa

∙ Menghasilkan cairan bilik mata (aquous humour) yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera

-Iris perpanjangan sisi anterior koroid,terdiri dari jaringan ikat dan otot intrinsik

(otot sirkular dan radialis) yang mengendalikan diameter pupil

-Pupil ruang terbuka yang bulat pada iris, yang harus dilalui cahaya untuk dapat

masuk ke interior mata

Diatur oleh 3 susunan otot yg mengatur jumlah sinar masuk dalam mata

∙ Otot dilator saraf simpatis

∙ Sfringter iris dan otot siliar saraf parasimpatis

∙ Otot siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi

3. Retina

-Lapisan yang tipis dan transparan

-Terdiri dari lapisan luar (pigmentosa) dan dalam (jar.saraf)

Kornea

- Kornea (latin cornum = seperti tanduk)

- Selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya

- Tdd atas lapis:

1. Epitel

Page 18: SSS D-4 K-1

2. Membrane bowman

3. Stroma

4. Membrane descement

5. Endotel

- Dipersarafi dari banyak saraf sensoris utama dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar,

araf ke-V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,

menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya

- Seluruh lapisan epitel dipersarafi sampai kedua lapis saraf

- Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea

Uvea

- Lapisan vascular di dalam bola mata yang terdiri dari iris, badan siliar dan koroid

- Perdarahan :

1. Bagian Anterior

∙ Diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sclera

di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optic dan 7 buah arteri siliar anterior

∙ Kedua arteri bergabung membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar

2. Bagian Posterior

∙ Mendapat perdarahan dari 15 – 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus

sclera di sekitar tempat masuk saraf optic

- Persarafan :

Dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan otot rektus lateral,

menerima 3 akar saraf di bagian posterior :

1. Serabut sensoris untuk kornea, iris dan badan siliar

2. Saraf simpatis untuk dilatasi pupil

3. Akar saraf motor untuk mengecilkan pupil

- Otot

∙ Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sclera bila berkontraksi

akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran cairan mata pada

sudut bilik mata

Page 19: SSS D-4 K-1

∙ Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi pada akomodasi akan mengakibatkan

mengendurnya Zonulla Zinn sehingga terjadi pencembungan lensa

∙ Kedua otot dipersarafi saraf parasimpatis

Pupil

- Anak = kecil, saraf simpatis belum berkembang

- Dewasa = sedang

- Orang tua = kecil, lensa sudah sklerosis sehingga terjadi rasa silau

- Tidur=kecil, karena berkurangnya rangsangan simpatis dan kurang rangsangan

hambatan miosis

- Pupil mengecil untuk mencegah abrasi kromatis pada akomodasi untuk

memperdalam focus

Sudut bilik mata depan

- Dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris

- Terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata

Lensa Mata

- Jaringan ini berasal dari ectoderm

- Bersifat bening

- Terletak di belakang iris

- Terdiri atas zat tembus cahaya berbentuk cakram yang dapat menebal dan menipis

pada saat terjadinya akomodasi

- Berbentuk cakram bikonveks

- Dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam kapsul lensa

- Serat lensa memadatnukleus lensa

- Nucleusembrional, fetal dan dewasa

- Di bagian luar nucleus=korteks (anterior dan posterior)

- Di bagian perifer kapsul lensa terdapat Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di

seluruh ekuator pada badan siliar

- Sifat lensa:

∙ Kenyal/lentur untuk akomodasi

∙ Jernih/transparan untuk media penglihatan

Page 20: SSS D-4 K-1

∙ Terletak di tempatnya

Badan Kaca (Vitreus)

- Jaringan seperti kaca bening yang terletak diantara lensa dengan retina.

Dibagi menjadi :

- Ruang anterior (di belakang kornea, di dpn iris)

ruang tersebut berisi aquous humor fungsinya untuk mencukupi kebutuhan nutrisi

lensa dan kornea

- Ruang Posterior : terletak diantara lensa dan retina, dan berisi vitreus humor

semacam gel transparan yang juga berperan dalam mempertahankan bentuk bola

mata dan mempertahankan posisi retina terhadap kornea

Retina

- Merupakan bagian mata yang mengandung reseptor penerima rangsangan cahaya

- berbatas dengan kororid dengan reseptor penerima rangsangan cahaya

- berbatas dengan kororid dengan sel pigmen epitel retina

- terdiri dari lapisan:

1. lapis fotoreseptor sel batang (ramping) dan sel kerucut

2. membrane limitan

3. lapis nucleus luar

4. lapis pleksiform luar

5. lapis nucleus dalam

6. lapis pleksiform dalam

7. lapis sel ganglion

8. lapis serabut saraf

9. membrane limitan interna

- warna retina biasanya jingga, kadang hyperemia

Page 21: SSS D-4 K-1

- pembuluh darah cabang oftalmika

- pemeriksaan fungsi retina tajam penglihatan, penglihatan warna, lapang pandang,

ERG,

Saraf optik

- saraf optic keluar dari polus posterior bola mata 2 jenis serabut saraf

∙ saraf penglihatan

∙ saraf pupilomotor

Sklera

- Bagian putih bola mata pembungkus &pelindung isi bola mata

- Sclera anterior ditutupi 3 lapis jaringan ikat vascular

- Sclera mempunyai kekakuan tertentu sehigga mempengaruhi pengukuran tekanan

bola mata

Page 22: SSS D-4 K-1
Page 23: SSS D-4 K-1
Page 24: SSS D-4 K-1
Page 25: SSS D-4 K-1
Page 26: SSS D-4 K-1
Page 27: SSS D-4 K-1

Vaskularisasi

Page 28: SSS D-4 K-1
Page 29: SSS D-4 K-1
Page 30: SSS D-4 K-1

ORBITA

Orbita digambarkan sebagai piramid berdinding empat yang berkonvergensi ke arah

belakang. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak paralel dan dipisahkan oleh

hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medial membentuk sudut 45 derajat.

Lima tulang pembentuk orbita :

1. Os. Frontal

2. Os. Spenoidal

3. Os. Zygomaticus

4. Os. Palatinum

5. Os. Maxila

6. Os. Ethmoidales

7. Os. Lakrimalis

Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya. Lingkaran

anterior lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam tepiannya yang

merupakan pelindung yang kuat. Volume orbita kira-kira 30cc dan bola mata hanya

menempati seperlima bagian ruangan, selebihnya diisi lemak dan otot. Pada bagian

anterior, terdapat septum orbitae (pemisah antara palpebra dan orbita). Orbita berisi :

Page 31: SSS D-4 K-1

Otot penggerak bola mata N. Optikus

Glandula Lakrimalis Lemak

Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, sinus

ethmoidalis dan sinus sphenoid di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh

trauma langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan 'fraktur blow-out'

dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus ethmoidalis

dan sphenoid dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina

papyracea) dan mengenai orbita. Defek pada atapnya (misal : neurofibromatosis)

dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola mata yang berasal dari otak

Dinding Orbita:

Atap orbita => terdiri dari facies orbitalis osis frontalis. Di bagian anterior lateral

atas, terdapat fosa lakrimalis yang berisi kelenjar lakrimal. Di posterior atap, terdapat

ala parva osis sphenoid yang mengandung kanalis optikus.

Dinding lateral => dipisahkan dari bagian atap oleh fisura ortalis superior yang

memisahkan ala parva dan ala magna osis sphenoidalis. Bagian anterior dinding

lateral dibentuk oleh facies orbitalis osis zygomatici (malar), merupakan bagian

terkuat orbita.

Dasar orbita => dipisahkan dari dinding lateral oleh fisura orbitalis inferior. Bagian

dasar yang luas terbentuk dari pars orbitalis osis maksilaris (merupakan tempat yang

paling sering terjadinya fraktur). Processus orbitalis osis platini membentuk daerah

segitiga kecil pada dasar posterior.

Apeks Orbita => merupakan tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke

mata serta merupakan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.

Fisura orbitalis superior =>

o vena ophthalmika superior, nervus lakrimalis, frontalis, dan trabekularis =>

berjalan di bagian lateral fisura (di luar anulus Zinn)

o Ramus superior dan inferior nervus okulomotorius, nervus abducens dan nasosiliaris

=> berjalan di bagian medial fisura (di dalam anulus Zinn)

Page 32: SSS D-4 K-1

o Vena ophthalmika superior sering bergabung dengan vena ophthalmika inferior

sebelum keluar dari orbita.

Kanalis Optikus (di dalam anulus Zinn) => dilalui nervus optikus dan arteri

ophthalmika

Perdarahan

Arteri Carotis Interna => Arteri Ophtalmika (berjalan dengan nervus optikus menuju

orbita dan bercabang)

=> Arteri Retina Sentralis (cabang intraorbita pertama, memasuki nervus optikus

sekitar 8-15mm di belakang bola mata.

=> Arteri Lakrimalis => perdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas.

=> Arteri Siliaris Posterior Longa dan Brevis (cabang muskularis ke berbagai otot

orbita)

o Longa => perdarahi korpus siliare dan beranastomose dengan arteri siliaris anterior

membentuk circulus arterialis mayor iris.

o Brevis => perdarahi khoroid dan bagian nervus optikus.

=> Arteri Siliaris Anterior (cabang muskularis menuju muskuli recti) => perdarahi

sklera, episklera, limbus, konjungtiva.

=> Arteri Palpebralis (cabang ke kelopak mata) ACPL (Artery Cyliaris Posterior

Longus) + ACA (Artery Cyliaris Anterior) => di pangkal iris membentuk sirkulus

arteriosus mayor.

Bola Mata

Bola mata dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior

sekita 24,5 mm. Pada saat bayi, panjangnya 16,5 mm.

Page 33: SSS D-4 K-1

Konjungtiva

=> merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis

yang membungkus :

Permukaan posterior kelopak mata =>konjungtiva palpebralis

K.Palpebralis melekat erat ke tarsus

Permukaan anterior sklera => konjungtiva bulbaris

K. bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat

berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar

permukaan konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus (tempat kapsul tenon menyatu

dengan konjungtiva sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar dengan

kapsul tenon dan sklera di bawahnya.

Konjungtiva fornik

Perdarahan konjungtiva versal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Persarafannya berasal dari cabang pertama N. V.

Kapsula Tenon (Fascia Bulbi)

Kapsula Tenon merupakan membran fibrosa yang membungkus bola mata dari

limbus sampai ke nervus optikus. Di dekat limbus, konjungtiva-kapsula tenon-dan

episklera menyatu. Segmen bawah kapsula tenon tebal dan menyatu dengan fasia

muskulus rektus inferior dan muskulus obliquus inferior membentuk ligamentum

suspensorium bulbi(Ligamentum Lock-wood), tempat terletaknya bola mata.

Sklera dan Episklera

Page 34: SSS D-4 K-1

Sklera merupakan 5/6 bagian dinding bola mata berupa jaringan kuat yang berwarna

putih. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastik

halus yang disebut episklera. Di bagian anterior, sklera bersambung dengan kornea

dan dibagian belakang bersambung dengan duramater nervus optikus. Beberapa

sklera berjalan melintang bagian anterior nervus optikus sebagai Lamina Cribrosa.

Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf siliaris.

Episklera banyak mengandung pembuluh darah. Lapisan pembungkus mata

bagian luar :

1. Episklera

2. Sklera

3. Lamina Fusca=> lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera

yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.

Kornea

Kornea merupakan lapisan transparan yang melapisi 1/3 depan bola mata.

Permukaannya licin dan mengkilat. Lebih tebal di bagian pinggir dari pada sentral.

Indeks biasnya 1,337 dengan daya refraksi + 42 dioptri. Kornea bersifat avaskuler

sehingga nutrisinya berasal dari pembuluh darah limbus, air mata, dan akuos humor.

Dipersarafi oleh N. V1 (N. Ophthalmicus).

Lapisan kornea :

1. Epitel : terdiri dari 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng.

2. Membrana Bowman : Lapisan jernih aseluler.

3. Stroma : terdiri dari kumpulan sel yang membentuk jaringan ikat yang kuat.

4. Membrana Dessement : sebuah membran jernih yang elastik, tampak amorf.

5. Endotel : merupakan satu lapis sel berbentuk kubus.

Bila ada infeksi kronik, kornea akan memutih dan terbentuk vaskuler pada kornea.

Uvea

Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan.

Bagian ini ikut memasok darah ke retina. Terdiri dari :

Page 35: SSS D-4 K-1

Iris => merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior. Di dalam stroma iris

terdapat sfingter dan otot dilatator. Perdarahan iris berasal dari circulus mayor iris,

persarafannya berasal dari serat di dalam nervi siliare.

Iris berfungsi mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran

pupil ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik

yang dihantarkan melalui N. Kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh

aktivitas simpatik.

Korpus Siliare

Korpus siliare dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi untuk produksi akuos

humor. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, radial.

Fungsi serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat Zonula yang

berorigo di lembah di antara prosesus siliaris.

Koroid => merupakan segmen posterior dari uvea, di antara retina dan sklera.

Tersusun dari 2 lapis pembuluh darah

Lensa

Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna, dan hampir

transparan sempurna. Lensa Kristalin => saat neonatal bentuknya hampir bulat

dengan konsentrasi cair. Daya akomodasinya sangat kuat. Lensa kristalin ini tumbuh

seumur hidup di ekuator lensa sehingga semakin tua lensanya semakin padat dan

daya akomodasinya turun.

Saat dewasa, bentuknya cembung ganda, permukaan anterior lebih flat dibanding

posterior. Diameter 9 mmm, tebal 4,5-6 mm. Warnanya bening keabuan, transparan,

avaskuler. Daya refraksinya +16 dioptri, indeks bias 1,337. Konsistensinya 65% air

dan 35% protein (kristalin). Kandungan kalsium lensa lebih banyak dari pada

jaringan tubuh lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam

Page 36: SSS D-4 K-1

bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah.

Menggantung pada korpus siliare melalui Zonula Zinii. Di anteriornya terdapat akuos

humor dan di posteriornya terdapat vitreus humor.

Aquaeus Humor

Akuos humor merupakan cairan yang mengisi COA, diproduksi oleh korpus siliare

di COP (Kamera Okuli Posterior) yang selanjutnya mengisi COA dan dieksresi

melalui trabekula. Sepuluh persennya dieksresikan melalui iris.

Fungsi :

Nutrisi lensa dan kornea sampai epitel Pertahankan TIO normal 10-20 mmHg.

Kamera Okuli Anterior (COA)

Sudut COA merupakan terbentuk dari perifer kornea dengan akar iris, besarnya 45'.

COA berisi cairan Akuos humor yang dihasilkan corpus siliaris. Garis Schwalbe

merupakan tanda dari berakhirnya kornea. Jalinan trabekula terdapat di atas kanalis

Schlemm.

Retina

Retina merupakan jaringan saraf tipis yang semi transparan, membentang dari papil

saraf optic ke depan sampai Oraserata. Tebalnya 0,1 mm, dan semakin tebal pada

bagian posterior. Pada retina terdapat :

Page 37: SSS D-4 K-1

Makula => merupakan pigmentasi kekuningan (Xantofil) yang membatasi arcade

arteri retina sentralis sehingga Fovea menjadi avaskular

Fovea => merupakan bagian di tengah makula, merupakan cekungan sehingga

menghasilkan pantulan khusus dengan ophthalmoscop yang disebut refleks

fovea.

Foveola => bagian paling tengah dari Fovea. Seluruhnya berupa sel Cone/ Sel

kerucut (sel foto reseptor) dan semakin ke perifer digantikan oleh sel

Rod.

Vitreus

Korpus vitreus mengisi 2/3 bagian isi bola mata dan mempertahankan bentuknya

selalu bulat. Konsistensinya 99% air dan berbentuk gel.

ADNEKSA MATA

Alis Mata

Alis mata merupakan lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut. Lipatan kulit ini

ditunjang oleh serat otot di bawahnya. Glabela merupakan prominentia tanpa rambut

di antara alis.

Palpebra

Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi

bola mata bagian anterior. Struktur palpebra :

Lapisan Kulit => lapisan kulit luar, berbeda dengan kulit pada bagian tubuh lain

karena lebih longgar, tipis, dan elastik. Terdapat sedikit folikel rambut dan lemak

subkutan.

Muskulus Orbikularis Okuli => berfungsi untuk menutup palpebra. Dipersarafi oleh

N. Facialis.

Jaringan Alveolar => jaringan aerolar submuskular yang terdapat di bawah muskulus

orbikularis okuli.

Page 38: SSS D-4 K-1

Tarsus => struktur penyokong utama palpebra berupa jaringan fibrosa padat.

Terdapat tarsus superior dan inferior.

Konjungtiva Palpebra => selapis membran yang melekat pada tarsus di bagian

posterior palpebra.

Tepian Palpebra :

1. Tepian Anterior

o Bulu mata

o Glandula Zeis => modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara ke dalam

folikel rambut pada dasar bulu mata.

o Glandula Moll => modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu

baris dekat bulu mata.

2. Tepian Posterior => bagian posterior palpebra yang berkontak dengan mata

dan di sepanjangnya bermuara dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi

(Glandula Meibom)

3. Punktum Lakrimale

Aparatus Lakrimalis

Terdiri dari glandula lakrimalis > duktus sekretori > menyebar di permukaan mata >

masuk ke punctum superior atau inferior > menuju kanalis superior atau inferior >

menyatu di kanalis komunis > sakus lakrimalis >duktus lakrimalis > bermuara pada

meatus inferior dari rongga nasal. Pasokan darah dari aparat lakrimal berasal dari

arteria lakrimalis

Page 39: SSS D-4 K-1

PERSYARAFAN MATA

Nervus Optikus

Nervus opticus merupakan kumpulan dari 1 juta serat saraf. Terdapat beberapa

bagian :

Pars Intra Okuler

Terdapat papil saraf optik berwarna merah muda dengan diameter 1,5 mm, berbatas

tegas, tempat keluar masuk arteri dan vena sentralis retina. Terdapat cekungan (cup)

normal dibanding papil (disc) dengan C/D = 0,3.

Pars Intra Orbita

Keluar dari sklera, diameter 3 mm, panjang 25-30 mm. Berbentuk S dan berjalan

dalam muskular memasuki foramen optikum 4-9 mm.

Pars Intra Kranial

Panjangnya 10 mm dan bergabung dengan nervus optikum sebelahnya membentuk

kiasma optikum. Ganglion retina dan aksonnya merupakan bagian dari susunan saraf

pusat sehingga tidak dapat beregenerasi bila terpotong. Mendapat pasokan darah dari

cabang arteri retina.

Kiasma Optikus

Kiasma dibentuk dari pertemuan kedua nervi optici dan merupakan tempat

penyilangan serat-serat nasal ke tractus optikus. Kiasma menerima perdarahan dari

circulus Willis.

Anatomi dan Fisiologi Otot Penggerak Bola Mata

Untuk diagnosis kelainan pergerakan mata, diperlukan penentuan kedudukan atau

posisi bola mata. Ada 9 posisi:

1. Posisi primer => mata melihata lurus ke depan

2. Posisi Sekunder => mata melihat lurus ke atas, bawah, kiri, dan kanan

Page 40: SSS D-4 K-1

3. Posisi Tertier => mata melihat ke atas kanan, atas kiri, bawah kanan, dan

bawah kiri.

Page 41: SSS D-4 K-1

Pergerakan bola mata dilakukan oleh 3 pasang otot mata

luar

.

1. Otot rektus medius (N III =

okulomotoriu

s)

=> adduksi => gulirkan bola mata ke arah

nasal

2. Otot rektus lateral (N VI =

abdusen

)

=> abduksi => gulirkan bola mata ke arah

temporal

3. Otot rektus superior (N III)

=> elevasi, adduksi, intorsi bola

mata.

4. Otot rektus inferior (N III)

5. Otot oblik superior (N IV = troklear)

6. Otot oblik inferior (N III)

Masing-masing otot rectus berorigo pada sklera di depan ekuator (bagian tengah

mata). Masing-masing otot obliq berorigo pada sklera bagian lateral di belakang

ekuator. Otot levator tidak termasuk otot mata karena tidak berorigo pada bola

mata. Fungsi levator : menaikkan bola mata.

Page 42: SSS D-4 K-1

2.3 HISTOLOGI MATA

Lapisan mata

Bola mata (bulbus oculi)

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

Page 43: SSS D-4 K-1

14

Page 44: SSS D-4 K-1

Kelopak mata (palpebral)

Page 45: SSS D-4 K-1

FISIOLOGI MATA

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan1.

1. Lapisan fibrosa (sklera, kornea)

2. Lapisan vaskulosa (khoroid, badan siliar, iris)

3. Lapisan nervosa (retina)

Sklera merupakan jaringan ikat protektif yang kuat disebelah luar, yang

membentuk bagian putih mata.

Kornea, lapisan luar anterior yang transparan tempat lewatnya berkas-berkas

cahaya ke interior mata.

Koroid merupakan lapisan tengah di bawah sklera yang sangat berpigmen dan

mengandung banyak pembuluh darahuntuk memberi makan retina, lapisan koroid

di sebelah anterior mengalami spesialisasi menjadi badan siliaris dan iris.

Retina, lapisan paling dalam dibawah koroid, yang terdiri dari sebuah lapisan

berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan jaringan saraf di bagian dalam.

Retina memiliki fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls

listrik, yaitu sel batang dan sel kerucut. Bagian dalam mata terdiri dari dua ruang

yang dipisahkan oleh lensa, ruang anterior berisi aqueous humor (dihasilkan

1 Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Hal. 161. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 2001.

Page 46: SSS D-4 K-1

sekitar 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam badan siliaris) dan ruang posterior

berisi vitreous humor.

Iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin

(otot sirkuler untuk miosis dan otot radialis untuk midriasi) yang berfungsi

untuk mengatur banyak jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara mengatur

ukuran pupil (lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya) dan

berfungsi menentukan warna mata.

REFRAKSI

Definisi : penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari satu medium ke

medium lain yang berbeda densitasnya.2

Pembelokan suatu berkas cahaya yang terjadi ketika berkas berpindah dari satu

medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang

berbeda.3

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan

lain. Makin tinggi densitas suatu medium, semakin lambat gerakan cahaya (begitu

juga sebaliknya).

Dua faktor yang berperan dalam derajat refraksi : densitas komparatif antara dua

media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan

2 Dorland, W.A. Newman. Kamus kedokteran DORLAND. Ed. 29. Hal. 1880. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2002.3 Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Hal. 162. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 2001.

Page 47: SSS D-4 K-1

sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin

besar pembiasan).

Lensa konveks (cembung) menyebabkan konvergensi, atau penyatuan, berkas-

berkas cahaya, yaitu persyaratan untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus.

Lensa konkaf (cekung) menyebabkan divergensi (penyebaran) berkas-berkas

cahaya. Bagian mata yang penting dalam refraktif mata adalah kornea dan lensa.

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di

retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum

mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan tersebut

tampak kabur. Berkas cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen

sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Jadi, untuk

melihat benda dekat lensa akan melakukan penyesuaian agar dapat terfokus di

retina, yang disebut proses akomodasi.

Page 48: SSS D-4 K-1

AKOMODASI

Definisi : kemampuan penyesuaian kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya

dekat maupun jauh dapat di fokuskan di retina.4

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris.

Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid

di sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama : otot siliaris

dan jaringan kapiler yang menghasilkan aqueous humor. Otot siliaris merupakan

otot polos melingkari yang melekat lensa melalui ligamentum suspensorium.

Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf otonom

Ketika otot siliaris relaksasi (diatur oleh saraf simpatis), ligamentum

suspensorium tegang dan menarik lensa, sehingga lensa berbentuk lebih gepeng

dengan kekuatan refraksi minimal.

Ketika otot siliaris berkontraksi (diatur oleh saraf parasimpatis), ligamentum

suspensorium akan mengendur, sehingga lensa berbentuk lebih sferis.

Semakin besar kelengkungan lensa (karena semakin bulat), semakin besar

kekuatannya, sehingga berkas-berkas cahaya lebih dibelokkan.

4 Sherwood, L. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Hal. 165. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC, 2001.

Page 49: SSS D-4 K-1

Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-serat transparan. Seumur

hidup, hanya sel-sel ditepi luar lensa yang diganti sedangkan bagian tengah

mengalami kesulitan ganda, karena hal tersebut dan letaknya yang jauh dari

aqueous humor, lama-kelamaan bagian tengah tersebut akan mati dan kaku,

akhirnya kelenturan lensa berkurang dan mengganggu proses akomodasi dan

mengganggu penglihatan dekat yang disebut presbiopia.

Emetropia (berpenglihatan normal) terjadi bila cahaya dari objek jauh difokuskan

di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total dan berakomodasi untuk melihat

benda dekat.

Miopia (berpengliahatan dekat) karena bola mata terlalu panjang atau lensa

terlalu kuat, sehingga sumber cahaya dekat difokuskan ke retina tanpa akomodasi.

Dengan demikian orang miopia memiliki penglihatan dekat lebih baik daripada

penglihatan jauh, dan dapat dikoreksi dengan lensa konkaf.

Hiperopia (berpenglihatan jauh)karena bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu

lemah, sehingga sumber cahaya jauh difokuskan ke retina dengan akomodasi.

Dengan demikian orang miopia memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada

penglihatan dekat, dan dapat dikoreksi dengan lensa konveks.

Astigmatisme adalah kelengkungan kornea yang tidak rata/sama, sehingga

berkas-berkas cahaya mengalami refraksi yang tidak sama. Dapat diperbaiki

dengan lensa silindris.

Page 50: SSS D-4 K-1

RESEPTOR DAN FUNGSI NEURAL RETINA

Lapisan retina dari luar kedalam :

1. Lapisan paling luar mengandung sel batang dan sel kerucut, yang ujung-

ujung peka cahayanya menghadap koroid.

2. Lapisan tengah, neuron bipolar

3. Lapisan bagian dalam, sel ganglion.

Akson sel ganglion menyatu membentuk saraf optikus. Titik di retina tempat

keluarnya nervus optikus dan pembuluh darah adalah diskus optikus (bintik

buta), karena sel ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut.

Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai

fotoreseptor di semua daerah retina kecuali fovea (cekungan sebesar pangkal

jarum pentul yang terletak tepat di tengah retina, lapisan bipolar dan ganglion

tertarik kesamping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor (sel

kerucut). Daerah disekitar fovea disebut makula lutea.

Fotoreseptor terdiri dari tiga bagian :

1. Segmen luar, mendeteksi rangsangan cahaya.

2. Segmen dalam, mengandung perangkat metabolik.

3. Terminal sinaps, menyalurkan sinyal yang dihasilkan di fotoreseptor ke

sel-sel berikutnya (neuron bipolar).

Page 51: SSS D-4 K-1

Segmen luar fotoreseptor terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa

pipih yang banyak mengandung fotopigmen, yang akan mengalami perubahan

kimiawi apabila diaktifkan oleh cahaya.

Suatu fotopigmen terdiri dari protein enzimatik yang disebut opsin yang berikatan

dengan retinen (suatu turunan vit. A). Fotopigmen pada sel batang disebut

rodopsin dan pada sel kerucut disebut pigmen kerucut.

Rodopsin tidak dapat membedakan berbagai panjang gelombang spektrum cahaya

tampak; pigmen ini menyerap semua panjang gelombang cahaya tampak sehingga

sel batang hanya memberi gambaran bayangan abu-abu. Sedangakan fotopigmen

sel kerucut terdiri dari tiga jenis : sel kerucut merah, hijau, dan biru- berespon

secara selektif terhadap panjang gelombang warna, sehingga penglihatan warna

dapat terjadi.

Ketika terpajan cahaya, rodopsin akan akan berdisosiasi menjadi retinen dan opsin

, melalui serangkaian reaksi, perubahan biokimiawi pada fotopigmen yang di

induksi oleh cahaya ini menimbulkan hiperpolarisasi potensial reseptor yang

mempengaruhi pengeluaran zat perantara dari terminal sinaps fotoreseptor yang

menyebabkan penurunan pengeluaran transmiter (transmiter bersifat inhibisi

terhadap sebagian besar sel bipolar).

Sifat-sifat penglihatan sel batang dan sel kerucut

SEL BATANG SEL KERUCUT

100 juta per retina 3 juta per retina

Pengliahtaan dalam rona abu-abu Penglihatan warna

Kepekaan tinggi Kepekaan rendah

Ketajaman rendah Ketajaman tinggi

Banyak konvergensi di jalur retina Sedikit konvergensi di jalur retina

Lebih banyak di perifer Terkonsentrasi di fovea

Page 52: SSS D-4 K-1
Page 53: SSS D-4 K-1

Adaptasi gelap keadaan tidak dapat melihat apa-apa (setelah terpajan sinar yg

terang ke ruangan gelap), lalu perlahan dapat membedakan benda-benda. Karena

proses pembentukan kembali rodopsin yg telah terurai oleh cahaya.

Adaptasi terang

Penglihatan warna terjadi karena terdapatnya sel-sel kerucut merah, hijau, dan

biru dan bergantung pada rasio stimulasi tiga jenis sel tersebut.

Page 54: SSS D-4 K-1
Page 55: SSS D-4 K-1

JARAS PENGLIAHATAN

Cahaya masuk melalui kornea-pupil-lensa-retina perangsangan fotoreseptor

menyebabkan penguraian fotopigmen hambatan pelepasan transmiter inhibin

perambatan potensial aksi dari sinaps fotoreseptor - neuron bipolar – ganglion

– saraf optikus nukleus genikulatus lateralis di talamus – memisahkan

informasi diolah dan di integrasikan oleh korteks visual di oksipital.

Page 56: SSS D-4 K-1

MEKANISME PERTAHANAN MATA

1. Kelopak mata

– Untuk menutup bag. Anterior mata

– Menutup secara refleks dari bahaya yg mengancam (benda yg

datang cepat, silau, bag. Mata yg terpajan, bulu mata tersentuh)

2. Air mata

– Fungsi : pelumas, pembersih, + bahan bakterisidal (lisozim)

– Diproduksi oleh kelenjar lakrimal

3. Bulu mata

– Bersifat protektif

– Menangkap kotoran halus di udara. Seperti debu

• Terdapat 2 rongga yg berisi cairan :

– Posterior Humor Vitreus

• Diantara lensa dan retina

• mengandung bahan setengah cairan mirip gel

• Untuk mempertahankan bentuk bola mata

– Anterior Humor Aquosus

• Diantara kornea dan lensa

• Mengandung cairan encer

• Membewa nutrien untuk kornea dan lensa

• (-) aliran darah

• Dibentuk oleh prosesus siliaris

KELAINAN REFRAKSI

• Emetropia tidak ada kelainan refraksi

• Ametropia terdapat kelainan refraksi

– Presbiopia

– Miopia

– Hiperopia

– astigmatisme

Page 57: SSS D-4 K-1

Presbiopia (mata tua)

• Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan

• Tidak mampu membaca huruf kecil / membedakan benda kecil

• Terjadi pd usia 44-46 th dan dapat meningkat dampai usia 55 th menjadi

stabil dan menetap

• Di koreksi dengan lensa plus

– Seluruh kacamata

– Separuh kaca mata

– Kacamata bifokus

– Kacamata trifokus

– Lensa progresif

Miopia (rabun jauh)

• Bila bayangan yang terletak jauh difokuskan didepan retina

• Dibagi 2 menurut penyebab :

– Miopia aksial

– Miopia refraktif

• Miopia kurvatura

• Miopia karna pe↑ indeks refrakasi

• Karna pergerakan anterior dari lensa

• Dikoreksi oleh lensa sferis konkaf (minus)

Hiperopia (rabun dekat)

• Hiperopia manifes

– Keadaan mata yg tak berakomodasi yang memfokuskan bayangan

dibelakang retina

– Etiologi :

• hiperopia aksial :berkurangnya panjang sumbu (kelainan

kongenital

• Hiperopia refratif : menurunkan indeks refraksi (afakia)

• Hiperopia laten

Page 58: SSS D-4 K-1

– Derajat hiperopia yg diatasi oleh akomodasi

– Dedeteksi dengan refraksi setelah penetesan obat sikloplegik

– Dikoreksi dg kacamata plus dan minus

Astigmatisme (silinder)

• Astigmatisme reguler : terdapat 2 meridian

utama

– Horizontal – vertikal astigmatisma

• With in the rule

astigmatism

• Against the rule

astigmatism

– Astigmatisme oblik

– Astigmatisme bioblik

• Astigmatisme ireguler

– Orientasi meridian utamanya berubah disepanjang lubang pupil

Page 59: SSS D-4 K-1

14.1 MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI MATA

DAN PATOLOGI ANATOMI

Penyakit Infeksi Mata

MIKROBA PENYEBAB

• Infeksi bakterial :

– Haemophylus influenzae : conjunctivitis

– Naesseria gonnorrhae : neonatal opthalmia

– Chlamydia trachomatis : trachoma & inclusion conjunctivitis.

– Staphylococcus aureus : conjunctivitis

• Infeksi viral :

– Adenovirus : viral conjunctivitis

– Herpes simplex type 1 : Herpetic keratitis

– Herpes zoster : Herpes Zoster Ophthalmicus (HZO)

• Infeksi jamur :

– Histoplasma capsulatum : Histoplasmosis

Haemophylus influenzae

Taksonomi

• Kelas : Schizomicetes

• Ordo : Eubacteriales

• Famili : Haemophilunaceae

• Genus : Haemophilus

• Spesies : Haemophilus influenza

Morfologi dan Identifikasi

• Bentuk : kokobasil

• Susunan : tunggal

• Warna : merah

• Sifat : Gram negatif

• Metode Perwarnaan : Perwarnaan Gram

Identifikasi

Page 60: SSS D-4 K-1

• Tidak berkapsul

• Flora normal di saluran napas atas

• Resistansi terhadap ampisilin dan kloramfenikol

• Tidak dapat menghasilkan eksotoksin

Karakteristik & Faktor Pertumbuhan yang dibutuhkan beberapa spesies Hemophylus

X = hemeY = dinukleotida nikotinamid-adenin

Page 61: SSS D-4 K-1

Conjunctivitis

• Etiologi : Haemophilus aegypticus/Haemophylus influenzae biotype III

• Gejala

– Mata bengkak

– Mata terasa gatal

– Sekret di mata

– Mata kemerahan

• Diagnosis

– Biakan agar coklat dengan Iso Vitalex coklat keabu-abuan

– Perwarnaan Gram Gram Negatif

• Tatalaksana

– Sefotaksim IV

Naesseria gonnorrhae

Taksonomi

• Filum : Proteobakteria

• Kelas : Beta Proteobakteria

• Ordo : Neisseriales

• Famili : Neisseriaceae

• Genus : Neisseria

• Spesies : N. gonorrhoeae

Page 62: SSS D-4 K-1

Morfologi

• Bentuk : diplokokus

• Susunan : kokus

• Warna : ungu

• Sifat : Gram positif

• Metode : Perwarnaan Gram

Identifikasi

• Tidak dapat bergerak

• Kokus individual berbentuk spt ginjal

• Hanya dapat menfermentasikan glukosa

• Tumbuh pada kondisi aerob & beberapa anaerob

• Dapat menghasilkan asam tanpa gas

• Pertumbuhan dapat dihambat dengan as. Lemak atau garam

• Dapat dibunuh dengan pengeringan, sinar matahari, & disinfektan

• Dapat memproduksi enzim autolitik pembengkakan & lisis in vitro

pada suhu 25C & pH basa

• Memiliki 4 struktur

– Pili

Page 63: SSS D-4 K-1

– Por

– Opa

– LOS/lipooligosakarida

neonatal opthalmia

• Etiologi : Naesseria gonnorrhae

• Gejala :

– Sekret di mata

– Mata merah

– Bengkak di mata

• Diagnosis

– Pus dan sekret

– Serologi

• Tatalaksana

– Seftriakson IM dosis tunggal

– ditambah dengan doksisiklin oral 2x sehari selama 7 hari

(direkomendasikan jika ada infeksi bersamaan dengan klamidia)

– Eritromisin untuk menggantikan doksisiklin pada Bumil

Chlamydia trachomatis

Taksonomi

• Ordo : chlamydiales

• Famili : chlamydia ceae,

• Genus :chlamydia.

Page 64: SSS D-4 K-1

• Spesiesnya: Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci, Chalmydia

pneumonia dan Chlamydia pecorum

Morfologi

• Bentuk : bulat

• Susunan : tunggal

• Warna : merah

• Sifat : Gram negatif

• Metode : perwarnaan Gram

Identifikasi

• Parasit obligat intraseluler

• Siklus perkembangan memerlukan waktu 24-48 jam

• Dinding selnya keras tapi tidak mengandung peptidoglikan

Trakoma & konjunctivitis inklusi

• Etiologi : Chlamydia Trachomatis

• Gejala

• Masa inkubasi 3-10 hari

• Terjadi perlahan-lahan

• Gejala dini : lakrimasi, sekret mukopurulen, hiperemia konjungtiva

& hipertrofi folikuler

• Penurunan penglihatan jk terjadi bertahun-tahun

• Tidak terdapat gejala sistemik atau tanda infeksi

• Diagnosis

• Serologi imunofluoresensi

• Perwarnaan Gram

• Tatalaksana

• Eritromisin dan tetrasiklin

• Kortikosteroid tidak diindikasikan karena dapat mengaktifkan

kembali trakoma

Page 65: SSS D-4 K-1

Staphylococcus aureus

Taksonomi

• Kingdom : Monera

• Divisi : Firmicutes

• Kelas : Bacilli

• Order : Bacillales

• Family : Staphylococcaceae

• Genus : Staphilococcus

• Species : Staphilococcus aureus

Morfologi

• Bentuk : kokus

• Susunan : bergerombol spt anggur

• Warna : Ungu

• Sifat : Gram Positif

• Metode : Perwarnaan Gram

Page 66: SSS D-4 K-1

Identifikasi

• Berdiameter 1 mikrometer

• Kokus muda Gram positif, tp klo kokus tua Gram negatif

• Tumbuh pd kondisi aerobik

• Tumbuh pd suhu 37C

• Dapat menfermentasikan karbohidrat scr lambat

• Menghasilkan asam tanpa gas

• Resistan terhadap pengeringan & panas (tahan pd suhu 50C selama 30

menit)

• S. Aureus biasanya dapat menginfeksi melalui makanan ataupun kulit,

yang kemudian bisa menyebar scr hematogen ke organ lainnya

• S. Epidermidis merupakan flora normal manusia, tp dapat menjadi patogen

jk sistem imun turun atau setelah pemasangan implantasi alat-alat

Struktur

• memiliki peptidoglikan yang dapat memicu produksi interleukin 1 utk

mengaktifkan komplemen

Page 67: SSS D-4 K-1

• Memiliki kapsul untuk menghambat difagositosis

• Plasmid yg memproduksi beta laktamase yg membuat bakteri resistan

terhadap penisilin

• Memiliki 4 enzim

– Katalase mengubah hidrogen menjadi air & oksigen

– Koagulase menggumpalkan plasma

– F. Pengumpul melekatkan organisme dgn fibrin

– Hialuronidase faktor penyebar

• Memiliki 4 toksin

– Alfa toksin hemolisis yg kuat

– Beta toksin dapat menguraikan sel darah merah manusia

– Delta toksin melisiskan sela darah manusia

– Gama toksin

• Leukosidin yg dapat membunuh sel darah putih manusia

Conjunctivitis

• Etiologi : Staphylococcus aureus

• Gejala

– Mata merah

– Bengkak

– Adanya sekret

– Nyeri

• Diagnosis

– Usapan permukaan, pus atau cairan untuk biakan

– Sediaan apus

– Uji katalase

– Uji koagulase

– Uji sensitivitas

• Tatalaksana

– Sulit untuk membasmi staphylococcus patogen dari pasien yang

terinfeksi

Page 68: SSS D-4 K-1

Adenovirus

Sifat Adenovirus

• Virion : ikosohedral

• Komposisi : DNA (13%), protein (87%)

• Selubung tidak ada

Patogenesis

• Adenovirus menginfeksi dan replikasi dalam sel epitel mata

• Tidak dapat menyebar sampai KGB regional

viral conjunctivitis

• Etiologi : adenovirus

• Gejala :

– Durasi konjungtivitis 1-2 mgg

– Mata merah

– Sekret bening

– Tidak bengkak

• Diagnosis

– Uji serologi

• Tatalaksana

– Antiviral

Histoplasma capsulatum

Page 69: SSS D-4 K-1

Taksonomi

• Kingdom : Fungi

• Phylum : Ascomycota

• Subphylum : Ascomycotina

• Class : Ascomycetes

• Order : Onygenales

• Family : Onygenaceae

• Genus : Ajellomyces (Histoplasma)

• Species : Histoplasma capsulatum

H. capsulatum hidup sebagai saprofit di tanah yang banyak mengandung

nitrogen dengan konsentrasi tinggi.

Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran darah orang dengan sistem kekebalan

tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah CD4 di bawah 150.

Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang

dapat memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast.

jamur yang bersifat dimorfik bergantung suhu.

Pada suhu 35 – 37oC jamur ini membentuk koloni ragi (yeast)

Pada suhu lebih rendah/suhu kamar (25 – 30oC) membentuk koloni

filamen (kapang) berwarna coklat tetapi gambarannya bervariasi.

Page 70: SSS D-4 K-1

Histoplasmosis

• Etiologi : Histoplasma capsulatum

• Diagnosis :

– Pemeriksaan Mikroskopik

• Pewarnaan fungi (missal, perak metenamin Gomori,

Schiff-asam periodic atau calcofluor white)

– Biakan

• agar darah glukosa sistein pada suhu 37 oC koloni

berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty).

• agar Sabouraud pada suhu 25 – 30 oC tumbuh dengan

koloni putih, seperti kapas

Tatalaksana

• amfotersin B secara intravena dengan dosis 0,7 – 1 mg/hari tiap hari

selama 1 – 2 minggu.

• diteruskan dengan itrakonazol 200 – 400 mg/hari sampai paling sedikit 6

bulan

Infeksi Mata Merah

Mata merah

• Merupakan keluhan utama yang paling sering muncul pada penderita

penyakit mata

Klasifikasi

• Mata merah dibagi atas dasar proses yang mendasarinya

– Fisiologis

• Setelah menangis ataupun bangun tidur

– Patologis

• Karena pecahnya pembuluh darah, iritasi, proses inflamasi,

infeksi dan sumbatan pembuluh darah

Page 71: SSS D-4 K-1

Mata merah patologis

Dengan visus normal Dengan visus menurun

Merah tidak merata

• episkleritis &skleritis

• Perdarahan subkonjungtiva

• Pterigium

• Pseudopterigium

• Konjungtivitis flikten

• Pinguekula iritans

Merah merata

• konjuntivitis akut

• konjungtivitis kronis

• keratitis

• ulkus kornea

• iritis, iridosiklitis

• endoftalmitis

• panoftalmitis

• uveitis

• panuveitis

Page 72: SSS D-4 K-1

14.2 KONJUNGTIVITIS

MATA MERAH

Etiologi :

1.Melebarnya PD konjungtiva

Injeksi (melebarnya) PD;

-Injeksi konjungtiva

Bakteri

Hygienitas yang buruk

Penularan peny mata

Kuman masuk ke konjungtiva

Rx Inflamasi

Dilatasi PD

Pada konjungtiva posterior

Darah mengalir banyak

HiperemiHiperemi

Hub seks oral

Cairan sperma terpecik ke mata

Kuman masuk ke mata

Page 73: SSS D-4 K-1

-Injeksi Siliar

2.Pecahnya salah satu dri ke-2 PD(a.konjungtiva post/a.siliaris

ant/episklera)darah tertimbun dibawah jar.konjungtivaperdarahan

subkonjungtiva

Page 74: SSS D-4 K-1

15Klasifikasi :

Konjungtivitis

Definisi:

Radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang

kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis

Epidemiologi:

Penyakit mata paling umum di dunia

Etiologi:

bakteri, klamidia, alergi, viral, toksik atau berkaitan dengan penyakit sistemik

Gambaran Klinis:

Gejala:

-sensasi benda asing;sensai tergores/terbakar

-sensasi penuh disekeliling mata

-gatal

-fotofobia

Tanda:

- hiperemi konjungtiva bulbi

- epifora

- eksudat dgn sekret lebih nyata di pagi hari

- pseudoptosis akibat kelopak mata bengkak

- kemosis

- hipertrofi papil

Page 75: SSS D-4 K-1

- folikel, membran, pseudomembran

- granuloma, flikten

-limfadenopati preaurikula

Klasifikasi :

Page 76: SSS D-4 K-1

Perbedaan:

Klinik &

Sitologi

Viral Bakteri Klamidia Alergi

Gatal Minim Minim Minim Hebat

Hiperemia Umum Umum Umum Umum

Air mata Profuse Sedang Sedang Sedang

Eksudasi Minim Mengucur Mengucur Minim

Adenopati

preurikular

Lazim Jarang Lazim hanya

konjungtivitis

inklusi

Tidak ada

Pewarnaan

kerokan &

eksudat

Monosit Bakteri, PMN PMN, plasma

sel badan-

badan inklusi

Eosinofil

Sakit

tenggorok,

panas yang

Kadang Kadang Tidak pernah Tidak pernah

Page 77: SSS D-4 K-1

menyertai

1.Hiperakut(purulen)

Etiologi:

N.gonorrhae,N.kochii,N.meningitidis

MK:

Eksudat purulen yg >>

Talak:

Harus segera dilakukan px.lab&diobatijika ditunda dpt menyebabkan

kerusakan kornea/kehilangan mata atau jdi gerbang msk bakteri yg

menyebabkan sepsis/meningitis

2.Akut(mukopurulen)

Konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid

Etiologi:

Streptococcus pneumonia,H.aegyptius,Staphylococcus&Streptococcus(kurang

umum)

MK:

hiperemia konjungtiva akut dgn sekret mukopurulen sedang shg kelopak

melekat terutama waktu bangun pagi

3.Subakut

Page 78: SSS D-4 K-1

Etiologi:

-H.influenzaeplg sering(ditandai dgn eksudat tipis,berair/berawan)

-E.coli&spesies Proteuskadang

4.Kronik

Etiologi:

Corynebacterium diphtheriae&Streptococcus pyogenes(jrg)

Terapi:

Farmako (tergantung agen mikrobiologinya)

1.Antimikroba spektrum luas

co:polymyxin-trimethoprim

2.Antimikroba spesifik

co:konjungtivitis purulen e.c Nesseria

-jika kornea terlibatceftriaxone parenteral 1-2g/hri slm 5hri

-jika kornea tdk terlibatceftriaxone 1g dosis tunggal im

Non farmako

-saccus konjungtivitis dibilas dgn lar.salin(purulen&mukopurulen)

-memperhatikan higiene perorangan

Prognosis:

Akuthampir selalu sembuh sendiri(tanpa diobati 10-14hri,diobati 1-3hri)

Staphylococcusdpt berlanjut jdi blefarokonjungtivitis&msk fase kronik

Kronik tdk dpt sembuh sendiri

Page 79: SSS D-4 K-1

1.Demam Faringokonjungtiva

Disebabkan oleh adenovirus tipe 3,4,7 terutama pada anak

Biasanya ditularkan melalui droplet atau kolam renang, masa inkubasi 5-12 hari

Gejala :

demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva,

hiperemi kongjungtiva, fotofobia, kelopak bengkak dgn pseudomembran

Tata laksana suportif krn dapat sembuh sendiri

2.Keratokonjungtivitis epidemik

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

Page 80: SSS D-4 K-1

28

3.Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

4. Konjungtvitis Hemoragik Akut

Epidemiologi :

-seluruh benua didunia pernah mengalami epidemi besar pnykt ini

-masa inkubasi pendek(8-48 jam),berlangsung singkat(5-7hri)

-ditularkan mll kontak erat dri orang ke orang&oleh benda

penular;seprai,alat2optik yg terkontaminasi,air

Etiologi

-enterovirus tipe 70

-coxsackievirus A24(sesekali)

MK:

-Nyeri

-Fotofobia

-Sensasi benda asing

->> air mata

Page 81: SSS D-4 K-1

-Kemerahan

-Edem palpebra

-Perdarahan subkonjungtiva

-Kemosis

-Limfadenopati preaurikula

-Folikel

-Keratitis

Page 82: SSS D-4 K-1

Px .lab:

Sel esonofil,sel plasma,limfosit,dan basofil

Talak:

Farmako:

-astringen

-sodium kromolin

-steroid topikal dosis rendah

-antihistamin&steroid sistemik(berat)

Nonfarmako:

-menghindari pencetus

-kompres dinginutk hilangin edem

1.Konjungtivitis Vernal

Epidemiologi :

-bilateral,rekuren

-tu pd musim panas

-mengenai pasien usia muda(3-25thn)pd L biasanya <10thn

-L=P

-pasien sering menunjukka alergi trhdp tepung sari rumput2an

Etiologi :

akibat reaksi hipersentivitas tipe I

Terdapat 2 bentuk:

1.Bentuk palpebra

-tu pd konjungtiva tarsal sup: papil besar diliputi sekret mukoid dgn

permukaanrata, gatal berat.konjungtiva tarsal inf hiperemi,edem.

-pd kornea:keratitis, neovaskularisasi dan tukak indolen

2.Bentuk limbal

-hipertrofi papil pd limbus sup.dgn Trantas dot atau eosinofil di epitel limbus

kornea,pannus,sedikir eosinofil

Page 83: SSS D-4 K-1

Talak :

Farmako :

-sedang-berat:kombinasi antihistmin

-steroid topilak/sistemikdpt nyembuhin

-kelainan kornea&konjungtivanatrium cromolyn tpikal

-tukakantibiotik dan sikloplegik

Nonfarmako :

-kompres dingin

-vasokonstriktor

-natrium karbonat

Prognosis :

Biasanya sembuh sendiri

2.Konjungtivitis Flikten

-Konjungtivitis nodular akibat alergi (hipersensitivitas tipe IV) thd bakteri

atau antigen tertentu

-Sering pada anak di daerah padat dgn gizi kurang atau sering ISPA

-Terlihat kumpulan pembuluh darah yg mengelilingi suatu tonjolan

bulatberwarna kuning kelabu spt suatu mikroabses

-Gejala : mata berair, iritasi dgn sakit, fotofobia ringan-berat

-Dapat sembuh sendiri selama 2 mgg, dgn kemungkinan kambuh

3.Konjungtivitis Iatrogenik

-Akibat pengobatan yg diberikan oleh dokter yang menyebabkan efek

samping pada mata

4.Sindrom Steven Johnson

-Suatu penyakit eritema multiform mayor

Page 84: SSS D-4 K-1

-Sering pada usia 35 thn, diduga akibat reaksi alergi pada org yg punya

predisposisi alergi pada sulfonamid, barbiturat, salisilat. Ada juga yg

beranggapan idiopatik & sering ditemukan setelah infeksi herpes simpleks

-Tanda : lesi eritema timbul mendadak, tersebar simetris, mata merah dgn demam

dan kelemahan umum, serta sakit pada sendi

-Pada mata : vaskularisasi kornea, parut konjungtiva, konjungtiva kering,

simblefaron, tukak & perforasi kornea

5.Konjungtivitis Atopik

-Reaksi alergi konjungtiva terhadap polen disertai dgn demam

-Tanda : mata berair, bengkak dan belek berisi eosinofil

28.1 PTERIGIUM

Definisi

Kelainan pada Konjungtiva Bulbi, berbentuk segitiga, berada di fisura palpebra

dan mengarah ke kornea.

Epidemiologi

• Lebih banyak di daerah iklim panas dan kering.

• Di daerah berdebu dan kering

• Insiden tertinggi pada umur 20 dan 49

• Kejadian rekuren lebih sering terjadi pada usia muda

• Laki-laki : Perempuan = 4 : 1 sering dikarenakan oleh asap rokok

Page 85: SSS D-4 K-1

Factor risiko

Page 86: SSS D-4 K-1

Bagian-bagian pterigium

Klasifikasi

Berdasarkan luas perkembangannya:

• Derajat I : jika pterigium terbatas hanya pada limbus kornea.

• Derajat II : jk sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2mm

melewati kornea.

• Derajat III : sudah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi pinggiran pupil

mata dalam keadaan cahaya normal (pupil normal : 2-4mm)

• Derajat IV : petumbuhan pterigium melewati pupil, sehingga mengganggu

pengelihatan.

Berdasarkan progresivitasnya:

• Regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk

membrantetapi tdk pernah hilang.

Page 87: SSS D-4 K-1

• Progresif : tebal dan vaskular dgn bbrp infitratdi dpn kepala pterigium

(disebut cap pterigium)

Berdasarkan tipenya:

• Tipe I : meluas kurang 2mm dari kornea. Stocker’s line atau deposit besi

dapat dijumpai pada epitel kornea. Lesi sering asimptomatis.

• Tipe II : menutupi kornea sampai 4mm. Bisa primer atau rekuren setelah

oprasi. Menimbulkan astigmatisma.

• Tipe III : menutupi korna lebih 4mm dan mengganggu aksis visual.

Biasanya menimbulkan gangguan pergerakan bola mata.

Gambaran klinis

• Lesi biasanya terdapat di sisi nasal konjungtiva bulbi

• Bisa dijumpai di sisi nasal & temporal pada satu mata (pterigium dupleks)

• Atau pada kedua mata (pterigium bilateral)

Gejala subjektif

• Rasa perih

• Terganjal

• Sensasi benda asing

• Silau

• Berair

• Gangguan virus

• Masalah kosmetik

Gejala objektif

• Konjungtiva bulbi (fisura palp) jar. Fibrovaskuler berbentuk segitiga

(apeks menuju kornea/ di kornea)

• Di depan apeks kadang dijumpai :

– Yellow brown line

– Gray cap

– Pada pterigium yg besar, gerakan bola mata terbatas ke arah yg

berlawanan dgn lesi.

– Ggn.visus

– Diplopia timbul bia pterigium besar.

Page 88: SSS D-4 K-1

Diagnosis/DD

Page 89: SSS D-4 K-1

PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM

LOKASI Selalu di fisura

palpebra

Sembarang lokasi

PROGRESIFITAS Bisa progresif/

stationer

Selalu stationer

RIW. PENYAKIT Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)

TES SONDASE (-) (+)

Tatalaksana

Non bedah

• Mengurangi keluhan subyektif, mis : gatal antihistamin.

• Merah vasokontriksi topikal

Bedah

• Bare sclera

• Simple closure

• Sliding flap

• Rotational flap

• Conjungtival graft

Indikasi operasi

Menurut Ziegler

• Mengganggu visus

• Mengganggu pergerakan bola mata

• Berkembang progresif

• Mendahului suatu operasi intraokuler

• Kosmetik

Menurut guilermo pico

Page 90: SSS D-4 K-1

• Progresif

• Mengganggu visus

• Mengganggu pergerakan bola mata

• kosmetik

Komplikasi

• Selama operasi

– Perforasi kornea atau sklera

– Trauma pada m.rektus/lateral

• Sesudah operasi

– Infeksi

– Granuloma

– Fuch’s dellen

– Neovaskularisasi

– Sikatriks kornea

– Astigmat kornea

28.2 BLEFARITIS

Definisi

• Radang/ infeksi pada kelopak mata

– Bertukak

– Kronis

– Melibatkan folikel & kelenjar rambut (pembentukan minyak

berlebih)

Gejala umum

• Kelopak mata merah

• Bengkak

• Sakit

• Eksudat lengket

• epiforia

Klasifikasi etiological (bacterial)

Page 91: SSS D-4 K-1

• Infeksi ringan – berat

• Sebagian besar diakibatkan o/ streptococcus. Bentuk infeksi : tolikulitis,

impetigo, dermatitis dan eksematoid.

• Pengobatan – ringan : AB lokal & kompres basah dgn as. Borat

• Pengobatan – berat : AB sistemik

-Blefaritis superficial

• Talak : staphylococcus : AB spt sulfasetamid atau sulfisoksazol. Tp

sebelumnya krusta harus diangkat dulu pake kapas basah

• Blefaritis menahun : lakuin penekanan manual kelenjar meibom

keluarin nanah.

-Blefaritis seboroik

• LK – usia 50th, peradangan menahun.

• Gejala : mata kotor, panas dan rasa kelilipan, air mata berbusa pd kantus

lateral, ada sekret dr kel. Meibom, hiperemi dan hipertrofi papil pd konjung.

• Talak : bersihin kelopak dgn kapas lidi hangat (nitrat argenti 1%), salep

sulfonamid u/ keratolitiknya. Kompres 5-10mnt kel. Meibom ditekan &

bersihkan dgn shampoo bayi.

• AB tetrasilklin 4x250mg

-Blefaritis skuamosa

• Disertai skuama/krusta pd pangkal bulu mata yg kalo dikupas tdk

mengakibatkan luka. Sering pada daerah akar bulu mata & pd org kulit

berminyak.

• Berjalan bersamaan dgn d.seboroik.

• Etiologi : kelainan metabolik/jamur.

• Gejala : panas & gatal, tdpt sisik berwarna halus2 & penebalan margo

palpebra disertai madarosis. Sisik mudah dikupas

• Talak : tepi kelopak dibersihin pake shampoo bai, salep mata & steroid

setempat. Dan perbaiki metabolisme pasien.

-Blefaritis ulseratif

• Perdangan tepi kelopak dgn tukak akibat infeksi staphylococcus.

• Terdapat keropeng kekuningan yg kl diangkat menimbulkan luka dan

berdarah disekitar bulu mata. Skuama kering&keras

Page 92: SSS D-4 K-1

• Bersifat infeksius dan menyebabkan kerontokan.

• Talak : AB sulfasetamid, gentamisin atau basitasin.

• Jaga higienitas yg baik

-Blefaritis angularis

• Infeksi staphylococcus aureus pd tepi kelopak di daerah kantus/komisura.

• Bisa mengakibatkan ggn fungsi pungtum lakrimal. Biasanya bersifat

rekuren.

• Talak : sulfa, tetrasiklin dan sengsulfat.

Klasifikasi etiologic (virus)

-Herpes zoster

• Mengenai org usia lanjut, bl terkena di cabang oftamlik maka akan terlihat

gejala2 HZ pada mata dan kelopak atas.

• Gejala : tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya sakit disertai

demam.

• Terdpt vesikel pd cabang oftalmik saraf trigeminus superfisial.

• Talak : pengobatan simptomatik. Steroid superfisial.

-herpes simpleks

• Vesikel kecil dikelilingi eritem & disertai keluhan yg sama pada bibirnya.

• Terbentuk krusta kuning basah pd tepi bulu mata shg kedua kelopak

lengket.

• Talak : tdk ada pengobatan spesifik.

• AB bisa diberi bl ada inf. Sekunder.

-moluskum kontagiosum

• Benjolan dgn penggunaan ditengah yg biasanya terletak di tepi kelopak.

• Talak : tdk ada pengobatan spesifik atau diberikan AB lokal untuk

mencegah inf. Sekunder.

Klasifikasi etiologic (jamur)

-infeksi superficial

• Talak : griseofulvin terutama efektif sebanyak 0,5-1gr/hr dgn dosis tunggal

atau dibagi rata.

Page 93: SSS D-4 K-1

• Pengobatan diteruskan 1-2minggu stlh gejala menurun

• Untuk infeksi kandida beri nistatin 100.000 unit/gr

-infeksi jamur dalam

• Diberi sulfonamid, penisilin atau AB spektrum luas.

-blefaritis pedikulosis

• Pada penderita dgn higiene buruk bisa menjadi sarang tuma atau kutu pada

pangkal silia di daerah margo palpebra.

• Talak : salep amoniated 3%

• Salep fisostigmin & tetes mata DFP

Klasifikasi etiologic (alergi kelopak)

-dermatitis kontak

• Akibat bahan yg berkontak pd kelopak, dgn berjalan waktu gejala akan (-)

• Talak : kelopak dibersihkan dari bahan penyebab, cuci dengan larutan

garam fisiologik, salep steroid sampe gejala (-)

-blefaritis urtikaria

• Akibat masuknya obat/ makanan pd pasien yg rentan.

• Talak : steroid topikal/sistemik antihistamin dpt (-) gejala.

Klasifikasi berdasarkan tempat

-blefaritis anterior

• Yaitu radang bilateral kronik yg umum di tepi palpebra

-blefaritis posterior

• Peradangan palpebra akibat disfungsi kelenjar meibom.

• Sifat : kronik & bilateral

28.3 PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA

Definisi

• Yaitu perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.

• Darah terdapat antara konjungtiva dan sklera.

Epidemiologi

Page 94: SSS D-4 K-1

• Dapat terjadi di semua kelompok umur

• Biasanya yg terkena umur >30th

Etiologic

• Idiopatik

• Manuver valsava (seperti batuk, muntah2, bersin)

• Traumatik (terpisah atau berhubungan dgn perdarahan retrobulbar atau

ruptur bola mata)

• Hipertensi

• Ggn. Perdarahan yg diakibatkan o/ penyakit hari, diabetes, SLE

• Infk. Sistemik yg menyebabkan demam

• Gejala sisa dari oprasi mata.

• Penggunaan lensa kontak

Gejala klinis

• Tidak ada gejala sipmtomatis

• Sangat jarang mengalami nyeri

• terasa tdk nyaman terasa ada yg mengganjal & penuh dimata

• Tampak adanya perdarahan di sklera dgn warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal)

• Perdarahan akan terlihat meluas dlm 24 jam pertama setelah itu kemudian

akan berkurang perlahan ukurannya karna diabsorpsi.

Page 95: SSS D-4 K-1

Klasifikasi berdasarkan mekanisme

Page 96: SSS D-4 K-1

Diagnosis

Page 97: SSS D-4 K-1

Diagnosis banding

Page 98: SSS D-4 K-1

• Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorbsi sendiri o/ tubuh dalam waktu

1-2minggu

• Perdarahan subkonjungtiva yg sifatnya menetap akan berulang limfoma

adneksa okuler.

• Rujuk ke spesialis mata :

– Nyeri yg berhubungan dgn perdarahan

– Perubahan pengelihatan

– Riwyat gangguan perdarahan

– Riwayat hipertensi

– Riwayat trauma pada mata

Page 99: SSS D-4 K-1

Tatalaksana

• Perdarahan subkonjungtiva akan hilang/ diabsorbsi dlm 1-2mgg tanpa

diobati.

• Pada bentuk berat sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari

perdarahan.

28.4 BENDA ASING INTRAOCULAR

Benda asing intraocular

Etiologic

• Riwayat benturan logam&logam

• Ledakan

• Cedera proyektil berkecepatan tinggi

Pemeriksaan

Page 100: SSS D-4 K-1

• Terfokus u/ melihat adanya kerusakan kornea, lensa, iris ataupun sklera yg

merupakan tmpt jalannya benda asing ke bola mata.

• Bag anterior inspeksi dgn loop u/ mencari lokasi benda asing.

• Oftalmoskopi lgsg/tdk lgsg.

• Ct scan/ px sinar x jaringan lunak orbita u/ identfikasi benda asing

radio opak (etiologi)

• Tdk boleh dilakukan MRI medan magnet yg dihasilkan slm scaning bs

mnybbkan benda asing menjadi proyektil shg menimbulkan efek katastrofik.

Indikasi tatalaksana

• Partikel besi/tmbga keluarkan krn bs mgakibatkan perubahan dgeneratif

toksik

• Partikel lain (kaca) toleransi seumur hidup/ dibiarkan saja.

• Kaca, porselain, benda asing anorganik

• Benda asing organik harus diangkat perdangan orbita dn

pembentukan abses.

Cara tatalaksana

• Benda asing dikeluarkan dgn pinget intraokular yaitu pinset khusus

memegang pyl dan magnet berbentuk sferis ditarik.

• Rujuk

Page 101: SSS D-4 K-1

28.5 HORDEOLUM

Definisi

• Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi

kelopak mata bagian atas maupun bawah yang disebabkan oleh bakteri.

• Hordeolum merupakan jenis infeksi kelopak mata yg paling sering

ditemukan. Dapat mengenai semua usia, tp lebih sering menyerang pada

dewasa muda.

Etiologic

• Hordeolum merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Staphylococcus dan Streptoccocus pada kelenjar sebasea kelopak mata.

Staphylococcus aureus merupakan agent infeksi pada 90-95% kasus

hordeolum.

Klasifikasi

• Berdasarkan tempatnya, terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

• Hordeolum interna (peradangan pada kelenjar Meibomian), pada

hordeolum interna ini benjolan mengarah ke konjungtiva (selaput kelopak

mata bagian dalam).

• Hordeolum eksterna (peradangan pada kelenjar Zies dan kelenjar Moll),

Benjolan ini nampak dari luar pada kulit kelopak mata (palpebra).

Page 102: SSS D-4 K-1

Pathogenesis

Gambaran klinis

• Gejala utama pada hordeolum yaitu:

• Nyeri,

• Bengkak, dan

• Merah

• Gejala dan tanda yang lain pada hordeolum yaitu:

• Eritema,

• terasa panas dan tidak nyaman,

• sakit bila ditekan serta ada rasa yang mengganjal

• Ada 2 stadium pada hordeolum, yaitu :

• Stadium Infiltrat, ditandai dengan kelopak mata bengkak, kemerahan,

nyeri tekan dan keluar sedikit kotoran.

• Stadium Supuratif, ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus.

Diagnosis

Page 103: SSS D-4 K-1

• Anamnesis

• Px.fisik khusus, dilihat hadapan benjolan, dan CVI

Tatalaksana

• Pada umumnya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7

hari

• Medika Mentosa

• Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk

membantu drainase

• Non-Medikamentosa

• Pembedahan

Indikasi : dilakukan apabila dengan terapi medikamentosa tidak berespon dengan

baik dan hordeolum tersebut sudah masuk dalam stadium supuratif, maka

prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum

Hindari

• Hindari melakukan penekanan/penusukan hordeolum

• Hindari penggunaan make up pada mata

• Hindari penggunaan kontak lens

• Terapi dengan menggunakan antibiotika topikal diindikasikan;

• Bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila

proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.

• Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10

hari.

• Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum

eksterna dan hordeolum interna ringan.

• Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau

terdapat tanda pembesaran kelenjar limfe di preauricular,

• Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat.

Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari

selama 7 hari.

Page 104: SSS D-4 K-1

• Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300

mg oral 4 kali/hari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali /hari

selama 7 hari.

• Analgetika seperti asam mefenamat atau paracetamol dapat juga diberikan

Prognosis

• Prognosis baik

28.6 KHALAZION

Definisi

Kalazion merupakan peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat.

Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dengan infeksi ringan yang

mengakibatkan peradangan kronis tersebut. Biasanya kelainan ini dimulai

penyumbatan kelenjar oleh infeksi dan jaringan parut lainnya.

Etiologic

Kalazion mungkin Karena minyak dalam kelenjar meibom terlalu pekat untuk

mengalir keluar kelenjar atau saluran kelenjar minyak yang tersumbat. Oleh

karena tidak dapat mengalir keluar, produksi minyak tertimbun di dalam kelenjar

dan membentuk benjolan di palpebra.

Patofisiologi

Page 105: SSS D-4 K-1

Tanda dan gejala klinis

• Tanda dan Gejala Klinis

– Pembengkakan kelopak mata

– Tidak nyeri

– Tidak hiperemik

– Konjungtiva jernih

– Pseudoptosis / Ptosis

– Tidak ada pembesaran kelenjar preaurikular

– Kadang-kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat

tekanannya sehingga terjadi kelainan refraksi (astigmatisma) pada

mata tersebut

Perbedaan

Kalazion Hordeolum Kista Dermoid

Definisi peradangan

granulomatosa

peradangan

supuratif kelenjar

pertumbuhan berlebih dari

jaringan normal, non-cancer

Page 106: SSS D-4 K-1

kelenjar

Meibom

Zeis, kelenjar

Moll (hordeolum

eksternum) atau

kelenjar Meibom

(hordeolum

internum)

di lokasi abnormal

Etiologi penyumbatan

kelenjar

Meibom

infeksi akut

biasanya

disebabkan oleh

bakteri

Staphylococcus

sp.

terperangkapnya lapisan-

lapisan epitel saat

embriogenesis

Letak kelenjar

Meibom

palpebra

- eksternum:

kelenjar Zeis dan

Moll

- internum:

kelenjar Meibom

- dangkal: frontozygomatic

suture, frontolacrimal suture

- dalam: frontozygomatic

suture, superior orbital

fissure

Gejala

Klinis

pembengkakan

kelopak mata

tanpa rasa

nyeri dan

hiperemik,

diameter dapat

mencapai

8mm

pembengkakan

kelopak mata

dengan rasa nyeri

dan hiperemik

disertai

pembengkakan

kelenjar

preaurikular,

diameter dapat

mencapai 8mm

pembengkakan biasa terletak

di daerah temporal dengan

konsistensi keras, diameter

1-2cm

Gambar

Page 107: SSS D-4 K-1

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis kalazion seringkali tidak membutuhkan adanya pemeriksaan

penunjang.

Namun, pada kalazion yang rekuren, dilakukan pemeriksaan fine-needle

aspiration cytology.

Tatalaksana

Medikamentosa

– Steroid topikal.

– Pemberian antibiotik tertrasiklin dosis rendah (doksisiklin tablet

100mg/minggu) selama 6 bulan

– Bila kecil dapat dilakukan injeksi intralesi dengan steroid yang

berdaya kerja lama (triamsinolon 0.2-2 mL of 5 mg/mL).

Nonmedikamentosa

– Kompres hangat 4 kali sehari selama masing-masing 15 menit.

– Jangan menusuk kalazion sendiri karena dapat menimbulkan

infeksi yang lebih serius

– Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal

itu menjadi penyebab infeksi

– Hindari penggunaan lensa kontak karena dapat menyebarkan

infeksi sekunder

Pembedahan

Indikasi Operasi Kalazion

• Indikasi kosmetik

• Indikasi optik: bila mengganggu visus

• Indikasi sosial: bila mengganggu aktivitas sehari-hari

• Indikasi medik: bila berisiko komplikasi yang lebih parah

• Pada umumnya, bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan

konservatif dalam waktu 2 minggu sudah dapat dilakukan

pembedahan

Page 108: SSS D-4 K-1

Langkah-langkah insisi dan kuretasi kalazion

• Anastesi:

– Topikal pentokain diteteskan pada mata

– Injeksi obat anastesi infiltratif (xylocaine 2%) di depan kalazion

• Kalazion dijepit dengan klem kalazion kemudian klem dibalik sehingga

konjungtiva tarsal dan kalazion terlihat.

• Dilakukan insisi tegak lurus margo palpebra

• Isi kalazion dikuret sampai bersih.

• Pembersihan dengan asam karbol dapat dilakukan dalam kavitas untuk

mencegah kekambuhan.

• Klem kalazion dilepas, kemudian diberi salep antibiotik mata, dan mata

ditutup selama 12 jam ke depan.

Setelah operasi

• Mata akan ditutup kasa dan plastik pelindung yang dapat dilepas setelah 8-

12 jam operasi.

• Kacamata dapat digunakan seperti biasa, namun lensa kontak tidak dapat

digunakan di mata yang dioperasi selama 8 minggu.

• Obat analgetik diberikan untuk meminimalkan rasa nyeri dan tidak

nyaman.

• Tetes mata antibiotik dan steroid diberikan untuk mencegah infeksi dan

pembengkakan di mata.

• Menghindari air terkena mata selama 7-10 hari.

• Jika ada benang bekas operasi, dapat diambil setelah 5-7 hari setelah

operasi.

• Kontrol 3-4minggu setelah operasi.

Komplikasi

– Kalazion besar dapat mengakibatkan gangguan refraksi, misalnya

astigmatisma.

Page 109: SSS D-4 K-1

– Infeksi sekunder dapat mengakibatkan menjadi hordeolum

internum.

– Hati-hati kemungkinan karsinoma sel sebasea.

28.7 SKLERITIS

Definisi

• Skleritis merupakan peradangan pada sklera berupa gangguan

granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel,

dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis

• Pada skleritis terlihat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga, kadang-

kadang mengenai seluruh lingkaran kornea

Epidemiologi

• Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.

• Jarang pada anak-anak, wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan

perbandingan 1,6 : 1.

• Insiden skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata

> 40 tahun

Etiologic

• Pada banyak kasus, kelainan- kelainan skleritis murni diperantarai oleh

proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat)

dan tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik

Page 110: SSS D-4 K-1

Klasifikasi

Skleritis dibagi menjadi 2 :

Skleritis Anterior

Diffuse Anterior Scleritis

Peradangan yang meluas pada seluruh permukaan sklera

Skleranya edema dan kemerahan

Merupakan skleritis yang paling umum terjadi

Nodular Anterior Scleritis

Adanya satu atau lebih nodul radang yang eritem, tidak dapat

digerakkan

Nyeri pada sclera anterior

20% kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.

Necrotizing Anterior Scleritis with Inflamation

Nyeri sangat berat

Kerusakan pada sclera terlihat jelas

Page 111: SSS D-4 K-1

Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai

sklerokeratitis.

Necrotizing Anterior Scleritis without Inflamation

Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita rheumatoid

arthritis

Diakibatkan oleh pembentukan nodul rhematoid

Dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Skleritis Posterior

Jarang terjadi

Ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli

Penurunan penglihatan, dengan sedikit atau tanpa kemerahan dan proptosis.

Terdapat perataan dari bagian posterior bola mata

Penebalan lapisan posterior mata (koroid dan sklera)

Edema retrobulbar

Dapat dijumpai vitritis ringan, penglepasan retina eksudatif, edema macular,

dan papiledema

Gejala klinis

• Nyeri

• Mata berair,

• fotofobia, dan

• penurunan ketajaman penglihatan.

• Tanda primernya adalah perubahan difus pada sklera yaitu mata merah

disertai pembengkakkan.

• Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu:

• Nyeri terasa berat,

• Nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus,

• Pasien terbangun sepanjang malam,

Page 112: SSS D-4 K-1

• Kambuh akibat sentuhan atau digerakkan.

Patofisiologi

• Kompleks imun Proses peradangan kerusakan vaskular

(hipersensitivitas tipe III) ataupun respon granulomatosa kronik

(hipersensitivitas tipe IV)

Diagnosis

Anamnesis

• Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma

ataupun riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem

pada tubuh

Pemeriksaan fisik

• Daylight, Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus.

Setelah serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera

dan translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap.

• Pemeriksaan Slit Lamp, Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di

jaringan dalam episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan

superfisial episklera

• Pemeriksaan Red-free Light, menegakkan area yang mempunyai kongesti

vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan

juga area yang avaskular total.

Pemeriksaan Penunjang

Tujuan ; untuk mencari etiologi dari skleritis.

Pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu :

– Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah

– Factor rheumatoid dalam serum

– Antibodi antinuclear serum (ANA)

– Serum antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA)

– B-Scan Ultrasonography dapat membantu mendeteksi adanya

skleritis posterior.

Page 113: SSS D-4 K-1

Tatalaksana

• Terapi disesuaikan dengan penyebabnya

• Terapi awal skleritis obat anti inflamasi non-steroid sistemik.

• Obat pilihan indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen 300 mg perhari

nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan

• Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak

penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik

dosis tinggi.

• Steroid biasanya diberikan peroral prednison 80 mg perhari yang

diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan

sekitar 10 mg perhari

• Penyakit yang berat metil prednisolon 1g setiap minggu

• Obat-obat imunosupresif lain dapat digunakan Siklofosfamid sangat

bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah.

• Steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat menjadi terapi tambahan

untuk terapi sistemik.

• Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi harus diberikan terapi

spesifik.

• Tindakan bedah untuk memperbaiki perforasi sklera atau kornea.

• Tindakan ini diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi

langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis

nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.

28.8 EPISKLERITIS

Definisi

• Tindakan bedah untuk memperbaiki perforasi sklera atau kornea.

• Tindakan ini diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasi

langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis

nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea.

Etiologic

• Pada radang episklera disebabkan,

Page 114: SSS D-4 K-1

• oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti TB,

reumatoid arthritis, lues, SLE, dll. Merupakan suatu reaksi toksik,alergi

atau merupakan bagian daripada infeksi.

• Dapat juga terjadi secara spontan dan idiopatik.

Klasifikasi

• Episkeritis diklasifikasi menjadi:

a. Simple ( difus)

b. Nodular

Gejala klinis

• Mata tampak kering dengan rasa sakit ringan

• Mengganjal

• Rasa silau dan tidak mempengaruhi visus

Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran

khusus, yaitu:

• Benjolan setempat

• Batas tegas dan

• Warna putih di bawah konjungtiva

Bila benjolan itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas

benjolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar

mata

Komplikasi

• Episkleritis adalah penyakit self-limiting menyebabkan kerusakan yang

sedikit permanen atau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian

besar pasien dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan

apapun.

• Namun jika gejala terus berlanjut maka bisa mengarah pada keratitis

superfisialis

Tatalaksana

Page 115: SSS D-4 K-1

Medika Mentosa

• Terapi awal episkleritis adalah obata anti-inflamasi non-steroid sistemaik.

Obat pilihan adalah indometasin 100 mg per hari, atau ibuprofen 300 mg

per hari, efeknyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan.

• Apabila tidak timbul respons dalam 1-2 minggu atau segera setelah

tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid

sistematik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan per oral yaitu

prednison 80 mg per hari yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu

sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg per hari.

Referensi

Sherwood

Mata nana

Mata UI

Gambar (c) google

Kuliah Pengantar BLOK 3.6 FKUA

Vaughan, Daniel G dkk. 1996. Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Widya Med