Upload
careydona
View
219
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Pendahuluan
Infark miokard merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju
mortalitas awal pada infark miokard adalah 30% dengan lebih dari sepuluh tingkat kematian
terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurunsebesar 30%
dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal.
Infark miokard dengan elevasimerupakan bagian dari spectrum sindrom coroner akut yang
terdiri dari angina pectoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi ST. Dimana ketiga jenis
penyakit tersebut mempunyai gejala angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma
koroner akut. Penyakit ini timbul akibat tersumbatnya pembuluh darah koroner yang
melayani otot-otot jantung oleh atherosclerosis yang terbentuk dari secara progresif.
Kebutuhan jantung akan oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung (kecepatan
dan kekuatan denyut jantung). Aktivitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih
berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen. Jika arteri
menyempit atau tersumbat sehingga aliran darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan
jantung akan oksigen, maka bisa terjadi iskemia dan menyebabkan nyeri. Untuk
mengenalnya maka akan dibahas lebih menjauh tentang angina pectoris dan sindroma
koroner akut khususnya STEMI serta bagaimana mendiagnosisnya.
1 Sistem Kardiovaskuler-2
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter
akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.1
Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis.Lengkap artinya mencakup
semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat
berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. Dari
keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat diketahui data-data
sebagai berikut:1
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan lingkungan
2 Sistem Kardiovaskuler-2
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada
yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan.
Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor
risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum
terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah.
Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada
pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.
Nyeri dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
pasien menderita sindroma koroner akut, infark miokard akut (IMA) atau tidak.
Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan
konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien
Sindroma Koroner Akut dan IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada
angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan sindroma koroner akut.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
o Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
o Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
o Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
o Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
o Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
o Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
Sesak napas
Sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh edema paru. Rasa
sesak lebih jelas saat berbaring (orthopnea) atau bisa timbul tiba-tiba pada malam hari
atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan
mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.
3 Sistem Kardiovaskuler-2
Edema
Pembengkakan, biasanya akibat akumulasi cairan. Edema perifer biasanya
dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat,
bisa terjadi edema yang lebih meluas.
Palpitasi
Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat atau berdebar. Tentukan provokasi,
onset, durasi, kecepatan, dan irama denyut jantung, serta frekuensi episode palpitasi.
Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop, dan sesak napas?
Sinkop
Kehilangan kesadaran mendadak dan singkat. Sinkop dapat terjadi akibat takiaritmia,
bradikardia, atau kadang-kadang, diinduksi oleh aktivitas pada stenosis aorta (juga
ditemukan pada keadaan neurologis seperti epilepsi). Apa yang dapat diingat oleh
pasien? Apa yang sedang dilakukan? Adakah palpitasi, nyeri dada, atau gejala lain?
Adakah saksi mata? Apa yang digambarkan saksi mata? (apakah pasien tampak pucat,
kemerahan saat mulai pulih, gerakan abnormal?). Apakah pasien menggigit lidah,
mengalami inkontenensia urin? Seberapa cepat pasien pulih?
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik (ischaemic heart disease,
IHD), misalnya merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya,
penyakit serebrovaskular, atau penyakit vaskular perifer (peripheral vascular disease,
PVD).
Tanyakan riwayat demam reumatik. Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan
(endokarditis infektif). Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah
penyalahgunaan obat intravena?
Riwayat keluarga
Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau
penyakit jantung kongenital dalam keluarga?
Riwayat sosial
Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkohol pasien?
Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah keterbatasan
gaya hidup akibat penyakit?
Obat-obatan
4 Sistem Kardiovaskuler-2
Tanyakan obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping
ke jantung.
Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstermitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/ atau hipotensi) dan hampir setengah
pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/ atau
hipotensi). Tanda fisik lain pada disfungsi vetrikular adalah S4 dan S3 gallop penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu 38 C dapat
dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.2
Inspeksi
Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat menggambarkan lokasi iktus cordis
atau apical impulse (PMI : Point of maximal Impulse) atau yang lebih jarang lagi,
gerakan pada ventrikel kiri pada S3 atau S4 sisi kiri.
Palpasi
Gunakan palpasi untuk memastikan karakteristik iktus cordis. Palpasi juga berguna
untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 dan S4. Dengan inspeksi dan
palpasi kita dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung
ketiga dan keempat yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba
denyut apeks secara lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan
sebagian tubuh berada dalam posisi miring pada sisi kiri tubuh nya, mengembuskan
napas, dan menghentikan napas nya sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan
spidol pada apeks kordis, kita dapat melihat gerakan ini.
Auskultasi
Minta pasien untuk memutar sebagian tubuhnya ke sisi kiri hingga berada dalam
posisi dekubitus lateral kiri yang akan membuat ventrikel kiri lebih dekat dengan
dinding dada. Letakkan ujung sungkup dari stetoskop dengan ringan pada daerah iktus
cordis. Posisi ini menegaskan atau memperjelas bunyi S3 serta S4 sisi kiri dan bising
mitral, khusus nya pada stenosis mitral.
5 Sistem Kardiovaskuler-2
Bunyi S4 (bunyi atrial atau atrial gallop) terdengar tepat sebelum bunyi S1. Bunyi ini
bernada rendah dan redup, dan terdengar paling jelas dengan ujung sungkup
stetoskop. Bunyi S4 kadang-kadang terdengar pada orang yang kelihatannya normal,
khususnya pada atlit yang terlatih dan kelompok usia yang lebih lanjut. Lebih sering
kali bunyi ini terjadi karena peningkatan tahanan terhadap pengisian ventrikel sesudah
terjadinya kontraksi atrium. Peningkatan tahanan (resistensi) ini berkaitan dengan
berkurangnya kelenturan (bertambahnya kekakuan) pada miokard ventrikel. Penyebab
bunyi jantung S4 sisi kiri meliputi penyakit jantung hipertensif, penyakit arteri
koroner, stenosis aorta, dan kardiomiopati. Bunyi S4 sisi kiri terdengar paling jelas di
daerah apeks pada sisi lateral kiri. Bunyi S4 sisi kanan lebih jarang ditemukan,
terdengar di sepanjang tepi kiri bawah sternum atau bawah proc.xiphoideus. Bunyi ini
sering terdengar lebih keras dibanding bunyi inspirasi. Penyebab S4 sisi kanan
meliputi hipertensi pulmonal dan stenosis pulmona
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG merupakan senter dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi
segmen dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI terapi pasien
tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan 5-10 menit
atau pematauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG
sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.3
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstruksi trombus tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami
angina pektoris tak stabil atau non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST
berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya
istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q
atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non trasmural jika EKG hanya
6 Sistem Kardiovaskuler-2
menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata
tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark ( mural/
tramsmural) sehingga terminologi IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/ nontrasmural. Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalu 3
stadium :3
Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T
Elevasi segmen ST
Munculnya gelombang Q baru
Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah yg
adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran darah
dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse berarti
telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati). Elevasi segmen ST menandakan cedera
miokardium. Cedera kemungkinan menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari
sekedar iskemia, tetapi kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung
dengan gelombang T. Bedakan dengan fenomena repolarisasi awal pada orang normal atau
lebih dikenal dengan elevasi titik J (junction), dimana pada elevasi titik J gelombang T tetap
pada bentuk nya yang independen. Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah
terjadi kematian sel miokardium yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru
merupakan tanda diagnostic infark miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang
patologis. Gelombang Q yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam.
Nama nya adalah gelombang Q signifikan. Kriteria gelombang :3
Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik
Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks
QRS yang sama
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI
namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.
Petanda kerusakan jantung
7 Sistem Kardiovaskuler-2
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK) MB dan Cardiac specific
Troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. CTn harus digunakan petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung ( infark miokard). Pemeriksaan CKMB (creatinine kinase MB) meningkat 3 jam
setelah miokard infark dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2
– 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin) ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan
cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan Mioglobin
Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel
otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera.
Kadar mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 8-12 jam. Nilai
rujukan : 12-90 ng / ml.4
Lactic dehydrogenase (LDH)
LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal dalam 8-14 hari.4
Pemeriksaan Kolesterol Serum
Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel
darah merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator
penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan
penumpukan plak di arteri koroner sehingga menyebabkan miokard infark.
Peningkatan kolesterol juga bisa karena obat-obatan seperti aspirin. Nilai rujukan nilai
ideal < 200mg/dL. Risiko sedang 200-240 mg/dL, risiko tinggi > 240 mg/dL.4
Pemeriksaan Lipoprotein
Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein HDL
(kelompok α) , LDL, VLDL (kelompok β). Kelompok β merupakan contributor
terbesar terjadi nya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok α
membantu mengurangi deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan : HDL 29-77
mg/dL , LDL 60-160 mg/dL.4
8 Sistem Kardiovaskuler-2
Pemeriksaan Creatin Kinase
Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada
otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine
Kinase (CK) meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat
pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia. CK memiliki 2 jenis isoenzim
yaitu B dan M. Dan dapat dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian : MM (otot
rangka dan sebagian jantung), MB (jantung), dan BB (dalam otak).4
Diagnosis Kerja
Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini:5
1. Angina Pectoris
2. Kelainan yang bermakna pada gelombang ekg, yaitu: ditemukkannnya hiperakut T,
elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan ekstremitas,
lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q patologis dan inversi
gelombang T.
3. Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal
Diagnosis Banding
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta
akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada
STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut.
Angina Pektoris Tak Stabil (UAP)
Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas. Pada
pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan
dapat disebabkan karena hal lain. Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data
untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal
9 Sistem Kardiovaskuler-2
ventrikel kiri, adanya mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan
adanya iskemi miokardium. Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T
atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam
diagnosis SKA. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan
kembali normal dalam 48 jam.5
NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST
(non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada,
yang menjadi salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke
IGD. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset
baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia
pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. Pada pemeriksaan
gambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan
hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III
Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan predictor outcome
yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat
secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen ST
maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-
pasien dengan NSTEMI.
10 Sistem Kardiovaskuler-2
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien
dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat
menetap sampai 2 minggu. Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama
dalam pengenalan dan penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan
ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang
heterogen dengan subgroup yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda
pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor resikonya.
Perikarditis Akut
Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium
parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,
jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan
paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke
lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini
cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat
menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan lainnya
rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard. Pemeriksaan fisik
didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat terjadi,
akan didapatkan tanda tamponade. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST.
Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi). Foto
jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal atau
menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan lain-lain).5
Etiologi
Penyebab utama Sindrom Koroner akut/Penyakit Jantung Koroner adalah penyempitan arteri
koronaria besar di bagian proksimal oleh karena proses aterosklerosis. Sedangkan infark
miokard 85 % disebabkan oleh pembentukan thrombus secara akut di stenosis koroner yang
aterosklerotik. Untuk lebih lanjut dapat dilihat di bagian patofisiologi.6
Epidemiologi
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk
umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan
11 Sistem Kardiovaskuler-2
kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya
semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari
data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata
penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara
7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di antara jenis penyakit
jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian sindrom
koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau
lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner
akut ini.
Patofisiologi
Pembentukan Atherosklerosis
Sindroma Koroner Akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injur vaskular, di
mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur, atau
ulserasi dan juka kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptir yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yan tipis
dan inti kaya lipid. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red
trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi
trombolitik.7
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epindefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, di mana keduanya adalah
molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan
tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
12 Sistem Kardiovaskuler-2
konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin. Areteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang
terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang STEMI dapat juga disebabkan
oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital,
spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.7
Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyababkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan,
dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk
mengubah metobalisme aerob menjadi metobolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui
jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob
melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun
cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob(asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta
asidosis dengan cepat menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah
miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta
kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia
menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi.
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan
hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami
iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunya fungsi
ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya stroke volume (jumlah
darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel
saat sistolik akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan
meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji dalam kapiler paru-paru
akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung
akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada
volume ventrikel tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah meningkatan
ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini
merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan
timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan
tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi cukup luas atau
13 Sistem Kardiovaskuler-2
merupakan suatu respons vagus. Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan
EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST. Suatu
varian angina lainnya disebabkan oleh spasme arteri koroner yang berkaitan dengan elveasi
segmen ST. Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan
metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat
reversibel. Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya
reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara
yang belum diketaui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium.
Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar
turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan diletakkan di atas sternum
melukiskan pola angina klasik. Akan tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang
khasi; nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi.
Umumnya angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium,
seperti latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit setelah istirahat atau pemberian
nitrofliserin. Angina yang lebih jarang yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada
waktu istirahat daripada waktu bekerja, dan disebabkan oleh spasem setempat pada arteri
epikardium. Mekanisme penyebab masih belum jelas diketahui jelas. Penderita diabetes
sering mengalami “iskemia tersembunyi” dan “infark miokardium tersembunyi” akibat
neuropati otonom.7
Infark
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel
ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau
nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir
bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis
maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis. Perbaikan dearh iskemia dan pemulihan aliran darah koroner
dapat tercapat dengan pemberian obat trombolitik atau Primary Percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty. Apabila terjadi perbaikan daerah iskemia, maka nekrosis daerah
iskemik meningkatkan ukuran infark. Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri.
Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih
14 Sistem Kardiovaskuler-2
lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai
dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferior, lateral, posterior, dan septum. Infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel
dinyatakn sesuai dengan lokasi infark yaitu, anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark
dinding posterior ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar sepermpat kasus infark dinding
inferior ventrikel kiri. Pada keadaan ini harus dipikirkan adanya infark biventrikular.7
Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam
sirkulasi koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens
anterior arteri koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan
infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner.
Misalnya, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan,
dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat diramalkan
sebelumnya, karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga
menyuplai dinding inferior ventrikel kiri. Otot yang mengalami infark akan mengalami
serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang
mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional.
Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi
leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga
mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang
nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut
sudah terbentuk dengan jelas. Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel
karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia
disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium
akan menyebabkan perubahan-perubahan seeperti pada iskemia: 1. Daya kontraksi menurun.
2. Gerakan dinding abnormal, 3. Oerbahan daya kembang dinding ventrikel, 4. Pengurangan
stroke volume, 5. Pengurangan fraksi ejeksi, 6. Peningkatan olume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel, dan 7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.7
Faktor Resiko
Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang
disebut sebagai faktor PJK. Faktor – faktor tersebut ada yang tidak dapat dimodifikasi dan
dapat dimodifikasi. Faktor – faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain :
15 Sistem Kardiovaskuler-2
Usia
Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh
darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati.
Arteri yang berubah paling dini mulai pada usia 20 tahun adalah pembuluh coroner.
Juga didapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol
total akan meningkat dengan bertambahnya umur.
Jenis Kelamin
Merupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan jantung di
bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita terjadi 10
tahun lebih lama dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan
kelainan jantung PJK. Namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini
diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi wanita.
Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis
Ras
Herediter
Faktor – faktor yang dapat dimodifikasi:
Hipertensi
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor
miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan
darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis
koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner
dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan
orang normal.
Hiperkolesterolemia
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan
proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan
aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada
16 Sistem Kardiovaskuler-2
pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang.
Kurangnya O2 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan
jantung bahkan kematian.
Merokok
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga
dapat menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri,
sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding
arteri. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi
mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL
kolesterol makin menurun.
Obesitas/kegemukan
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.
Diabetes Melitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV
hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang
disertai obesitas dan hipertensi.
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
Nitrat
Dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress
dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi
pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut
nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus
intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan
secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap
nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus
dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.8
Penyekat Beta/Beta Bloker
17 Sistem Kardiovaskuler-2
Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek
penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan
penyekat beta dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark
miokard, meta analisis dari 4700 pasien dengan angina tak stabil menunjukkan
penyekat beta dapat menurunkan risiko infark sebesar 13 % (p<0,04). Semua pasien
dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi.
Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti
pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa.
Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial,
pasien dengan bradiaritmia.8
Antagosis Kalsium
Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti
nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua
golongan dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah.
Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan
nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih
kecil.Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati
antagonis kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark.
Pada pasien yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin
menaikkan infark dan angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii
nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%. Tapi
kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena
pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen.
Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada
pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan
nondihidropiridin. Pada pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian
antagonis kalsium biasanya pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis
atau telah diberi penyekat beta tapi keluhan angina masih refrakter.8
Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE,
dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal
tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior,
18 Sistem Kardiovaskuler-2
riwayat infark sebelumnya dan/atau ventrikel kiri menurun global), namun bukti
menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua
pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik
>100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan remodeling ventrikel pasca
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun
pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti
klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan
penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan
dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam tatalaksana pasien gagal
jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa
angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap inhibitor
ACE.
Terapi Bedah
Terapi Bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat
dilakukan,yaitu:
Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit
mencapai terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi
kardiak
Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG)
dapat dibuat untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk
membantu mencegah perkembangan manjadi MI atau kematian.
Indikasi & metode yang disukai adalah berada diluar posedur ini, biasanya
berdasarkan atas hasil dari suatu angiografi.
Tindakan PCI
Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya dilakukan pada satu
pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang lebih pesat baik oleh karena
pengalaman, peralatan terutama stent dan obat-obat penunjang. Pada pasien dengan PJK
stabil dengan anatomi koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih
pembuluh darah (multi-vessel) dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian oleh tindakan ini
19 Sistem Kardiovaskuler-2
berkisar 0.3-1%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan obat medis,
tidaklah menambah survival dan hal ini berbeda dibanding CABG.8
Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan
pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang
menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal
bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang
normal ke otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu
arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil
lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini
memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-
bypass" arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung. Pada CABG,
pembuluh darah yang dipakai adalah A. Mamaria Interna, Revesed Segment dari V. Saphena
Magna, A.Gastroepiploica, A.epigastrium Inferior, dan A.Radial. Biasanya CABG dilakukan
untuk mereposisi 3 sampai 4 pembuluh darah yang mengalami gangguan. Pilihan yang paling
baik adalah dengan menggunakan A.Mamaria Interna karena patensinya yang cukup lama.8
Komplikasi
Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan pada
segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau
tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil
ini berasal dari ekspansi infark al slippage serat otot disrupsi sel miokard normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen
noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih
buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi
inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada
tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.9
20 Sistem Kardiovaskuler-2
Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit pada
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.9
Edema Paru Akut
Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan
miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru.
Seiring dengan semakin parahnya gagal bentrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh
paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam
jaringan intersitium da rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi
paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja
bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya
menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan.9
Syok kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan ekspresi klinik yang paling berat dari kegagalan ventrikel kiri
dan dihubungkan dengan besarnya kerusakan struktur pada ventrikel kiri yang lebih dari 80%
pada pasien STEMI. Biasanya syok kardiogenik dikarenakan oleh ruptru musculus papilaris.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata
lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak
ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.9
Infark ventrikel kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan ifnark inferoposterior menunjukan sekurang-kurangnya
nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada
ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klnis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
21 Sistem Kardiovaskuler-2
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi. Elevasi segme ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering
dijumpai dalam 24 jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari
ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya
untuk neningkatkan tampilan dengan reduksi Pulmonary capillary wedge (PCW) dan tekanan
arteri pulmonalis.9
Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel spontan yang tidak sering dapat terjadi pada hampir semua
pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi.
Hipokalemia dan hipomagnesimia meruapakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada pasien
STEMI, konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2,0
mm/liter.9
Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa tanda
bahaya aritmia sebelumnya.9
Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang
membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrium
berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat
terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu
cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secra efektif ke
ventrium. Pada fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrium juga tidak
beraturan, dalam debar, irama atrium dan ventrium biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas,
detak ventrium lebih lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul His
tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya beberapa detik
hingga empat detik impuls berlangsung. Sedangkan detak ventrium terlalu cepat untuk terisi
secara penuh. Sehingga jumlah darah yang dipompa keluar ke jantung tidak memadai,
tekanan darah jatuh dan gagal jantung bisa terjadi.9
22 Sistem Kardiovaskuler-2
Asistol ventrikel
Resusitasi segera mencakup kompresi dada, atropin, vasopresin, epinefrin, dan pacu jantung
sementara harus diberikan pada asistol ventrikel.9
Pencegahan
Gaya hidup sehat adalah kebiasaan seseorang untuk menerapkan hidup sehat dalam
kehidupan sehari-harinya dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan.
Tidak merokok
Hadapi dan hindari stress
Melakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur dilakukan minimal 30 menit
dalam sehari agar mempunyai efek terhadap sistim jantung & pembuluh darah
Makan-makanan sehat dan gizi seimbang
Hindari makanan yang banyak mengandung kolesterol, pilihlah daging putih (ikan,
ayam tanpa kulit) dan hindari daging merah (sapi, kambing dll). Banyak makan
makanan yang mengandung serat, sehingga membantu dalam mengganggu
penyerapan lemak. Jangan terlalu banyak kalori sehingga berlebih, hal ini menjaga
dari kelebihan berat badan/obesitas. Jadi pada intinya makan harus seimbang gizi dan
kalori
Prognosis
Secara keseluruhan, pasien yang dirawat dengan operasi coronary bypass memiliki
kelangsungan hidup 5-10 tahun dengan presentase 92% dan 81%. Kebebasan dari angina
adalah 83% dan 63%. Indikasi penting dari late cardiac morality setelah operasi adalah
diabetes, umur yang cepat tua, berkurangnya ejection fraction, dan tidak dapat digunakannya
internal mammary graft. Revaskularisasi yang berhasil meningkatkan gerakan stabil dari
dinding ventrikular kiri dalam proporsi yang cocok dari pasien dan meningkatkan latihan
performa dari ventrikular. Kurang dari 1% pasien mengulang revaskularisasi dalam waktu 4
tahun atau lebih. Data abnormal dan kematian yang meliputi berbagai hal tersedia pada
Society of Thoracic Surgeons National Cardiac Surgery Database. Untuk coronary bypass
prosedur yang terpencil, kemungkinan meninggal dalam operasi adalah 2.8%. Dalam meta
analisis, random studi membandingkan terapi pengobatan dan operasi, operasi memberikan
39% dan 17% penurunan dari kematian yang kumulatif dalam waktu 5-10 tahun. Keuntungan
23 Sistem Kardiovaskuler-2
ini cocok dengan pasien yang penyakit multivessel, penurunan fungsi ventricular, keterlibatan
coronary kiri, dan gejala NYHA class IV.8
Penutup
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah
suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia miokardyang
disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard Berdasarkan perbedaan
gejala dan tandanya, sindroma koroner akut diangi menjadi STEMI, NSTEMI, dan UAP.
Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi,
dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya
aktivitas fisik. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adaalha terapi bedah. Adapun
obat-obat yang digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan antitrombotik, morfin,
penyekat beta, inhibitor ACE. Untuk terapi non farmakologis dapat berupa modifikasi gaya
hidup.
24 Sistem Kardiovaskuler-2
Daftar Pustaka
1. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 90-3.
2. Bickley, Lynn. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta :
EGC; 2009. h. 220-1.
3. Thaler MS. Satu-satu buku EKG yang anda butuhkan. Edisi: ke-5. Jakarta: EGC;
2009. h. 17-60.
4. Kee, Joyce Lefever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6.
Jakarta : EGC; 2008. h. 129-30.
5. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevatiin myocardial infarction: pathology,
pathophysiology and clinical features. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2008. h. 1216-22.
6. Brown CT. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h.
576-606.
7. Robbins, Cotran. Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta : EGC; 2007. h. 369-78.
8. Merrick SH. Current surgical diagnosis & treatment. Edisi ke-12. New York:
McGraw Hill; 2006. h. 393-6.
9. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2006. h. 1615-24.
25 Sistem Kardiovaskuler-2