Standar Profesi AAFI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

reference

Citation preview

  • Standar Profesi Auditor Forensik Indonesia Hal. 1 dari 5

    ASOSIASI AUDITOR FORENSIK INDONESIA 1

    PERNYATAAN STANDAR PROFESIONAL 2 AUDITOR FORENSIK INDONESIA 3

    1. Pendahuluan 4

    1.1 Asosiasi Auditor Forensik Indonesia (selanjutnya disingkat 5

    Asosiasi) adalah asosiasi profesional yang menyatakan komitmennya 6

    untuk tampil dengan menjunjung tinggi etika dan standar profesi. 7

    Anggota Asosiasi (selanjutnya disingkat anggota) menyatakan dirinya 8

    untuk selalu bertindak dengan integritas dan melakukan pekerjaan 9

    secara profesional. 10

    1.2 Standar Profesional Auditor Forensik Indonesia disusun dengan 11

    tujuan untuk menjamin mutu hasil kegiatan profesional auditor forensik. 12

    1.3 Standar ini mengatur prinsip-prinsip dasar dari perilaku 13

    profesional untuk mengarahkan anggota dalam memenuhi tugas dan 14

    kewajibannya. Dengan mengikuti standar ini, diharapkan semua anggota 15

    asosiasi menampilkan komitmen terhadap pelayanan yang unggul dan 16

    perilaku yang profesional. 17

    2. Pemberlakuan Standar 18

    2.1 Standar Profesional berlaku untuk semua anggota Asosiasi. 19

    Yang dimaksud dengan kata "anggota" dalam standar ini adalah anggota 20

    biasa Asosiasi. 21

    3. Standar Umum 22

    3.1 Integritas dan Objektivitas 23

    3.1.1 Anggota harus berintegritas dan menyadari bahwa 24

    kepercayaan publik didasarkan pada integritas. Anggota tidak boleh 25

    mengorbankan integritas dalam menjalankan profesinya. 26

    3.1.2 Sebelum menerima penugasan, anggota harus meneliti 27

    kemungkinan adanya potensi benturan kepentingan. Anggota harus 28

    mengungkapkan kepada calon pemberi penugasan dan tidak menerima 29

    penugasan jika terdapat benturan kepentingan. 30

    3.1.3 Anggota wajib menjaga objektivitas dalam melaksanakan 31

    tanggung jawab profesional pada lingkup penugasannya. 32

    3.1.4 Anggota tidak boleh melakukan tindakan tercela, dan selalu 33

    mengupayakan sikap dan tindakan yang terbaik demi reputasi profesi. 34

    3.1.5 Anggota tidak boleh dengan sengaja membuat keterangan 35

    palsu saat menjalankan pekerjaan profesinya. 36

  • Standar Profesi Auditor Forensik Indonesia Hal. 2 dari 5

    3.2 Kompetensi Profesional 1

    3.2.1 Anggota harus kompeten dan tidak akan menerima 2

    penugasan apabila kompetensi yang diperlukan kurang dimiliki. Dalam 3

    beberapa situasi, dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan 4

    kompetensi profesional dengan melakukan konsultasi dan rujukan 5

    kepada Asosiasi Auditor Forensik Indonesia. 6

    3.2.2 Anggota harus melaksanakan program pendidikan profesional 7

    berkelanjutan minimal yang dipersyaratkan oleh Asosiasi. Komitmen 8

    pada profesionalisme melalui kombinasi pendidikan dan pengalaman 9

    harus dilakukan terus-menerus sepanjang karir profesional anggota. 10

    Anggota harus terus berusaha untuk meningkatkan kompetensi 11

    profesionalnya. 12

    3.3 Kecermatan Profesional 13

    3.3.1 Anggota wajib menggunakan keahlian profesionalnya dengan 14

    cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) 15

    dalam setiap melaksanakan penugasan. Sikap tersebut memerlukan 16

    ketelitian dan ketekunan, analisis kritis, dan skeptisme profesional. 17

    3.3.2 Kecermatan profesional dilakukan dalam seluruh proses 18

    penugasan, antara lain formulasi tujuan penugasan, penentuan ruang 19

    lingkup penugasan termasuk evaluasi risiko penugasan, pemilihan 20

    pengujian dan hasilnya, pemilihan jenis dan sumber daya yang tersedia 21

    untuk mencapai tujuan audit, pengumpulan dan evaluasi bukti 22

    termasuk penilaian kompetensi, integritas dan kesimpulan yang diambil 23

    pihak lain, hingga pelaporan. 24

    3.3.3 Kesimpulan yang dibuat harus didukung dengan bukti yang 25

    cukup, kompeten, dan relevan. 26

    3.3.4 Jasa profesional anggota harus direncanakan dengan 27

    memadai. Perencanaan menjadi alat pengendali kinerja audit forensik 28

    dari awal sampai selesai yang di dalamnya mencakup pengembangan 29

    strategi pelaksanaan penugasan. 30

    3.3.5 Pekerjaan yang dilakukan oleh asisten dalam pelaksanaan 31

    penugasan audit forensik harus disupervisi dengan baik. Supervisi yang 32

    diperlukan bervariasi tergantung pada kompleksitas pekerjaan dan 33

    kualifikasi dari para asisten. 34

    3.4 Memahami Klien atau Pemberi Penugasan 35

    3.4.1 Sebelum penerimaan penugasan audit forensik, anggota 36

    harus mencapai kesepahaman dengan pemberi tugas mengenai ruang 37

    lingkup, batasan audit, dan tanggung jawab dari semua pihak yang 38

    terlibat. 39

    3.4.2 Apabila lingkup atau batasan audit forensik atau tanggung 40

    jawab para pihak berubah secara signifikan, kesepahaman baru harus 41

    diperoleh dengan pemberi tugas. 42

  • Standar Profesi Auditor Forensik Indonesia Hal. 3 dari 5

    3.5 Komunikasi dengan Pemberi Tugas 1

    3.5.1 Anggota harus menyampaikan kepada pemberi penugasan 2

    atas hasil audit selama pelaksanaan audit forensik. 3

    3.6 Kerahasiaan 4

    3.6.1 Anggota tidak boleh mengungkapkan informasi yang 5

    diperoleh selama penugasan maupun yang dirahasiakan menurut 6

    peraturan perundang-undangan yang diperoleh selama audit forensik 7

    tanpa izin tertulis dari pihak yang berwenang atau penetapan 8

    pengadilan. 9

    3.6.2 Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika 10

    persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau 11

    profesional untuk mengungkapkan informasi. 12

    4. Standar Penerimaan Penugasan 13

    4.1 Anggota mematuhi kriteria penerimaan penugasan yang 14

    mencakup kelayakan penerimaan penugasan, sifat, tujuan dan ruang 15

    lingkup penugasan, serta syarat-syarat dan ketentuan penugasan 16

    lainnya yang memungkinkan. 17

    4.2 Anggota harus memberikan jaminan yang memadai bahwa tim 18

    pelaksana penugasan secara kolektif memiliki keahlian, kompetensi, 19

    sumber daya, dan waktu yang cukup untuk melaksanakan penugasan. 20

    4.3 Apabila anggota mengetahui adanya keadaan dimana 21

    independensi dipertanyakan, maka anggota harus mengungkapkan 22

    keadaan tersebut kepada pemberi penugasan. 23

    4.4 Anggota tidak boleh menerima penugasan jika memperkirakan 24

    bahwa penugasan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh karena suatu 25

    alasan atau jika ada suatu kendala yang menyebabkan penugasan tidak 26

    sesuai dengan standar profesi dan peraturan perundang-undangan. 27

    5. Standar Pelaksanaan 28

    5.1 Pelaksanaan Pengumpulan dan Evaluasi Bukti 29

    5.1.1 Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus 30

    dilakukan secara legal dan profesional. Pengumpulan dan evaluasi bukti 31

    ini ditujukan untuk mendapatkan bukti yang cukup, kompeten, dan 32

    relevan. 33

    5.1.2 Anggota harus membangun hipotesis pada awal penugasan 34

    dan terus mengevaluasi hasil pengujiannya. Dalam memilih dan 35

    menentukan langkah pengujian, anggota harus memperhitungkan 36

    efisiensinya. 37

    5.1.3 Dalam hal pengumpulan dan evaluasi bukti memerlukan 38

    bantuan teknis yang dimiliki ahli lain, maka dapat digunakan tenaga ahli 39

    sesuai dengan kebutuhan penugasan. Anggota harus menilai kualifikasi 40

    profesional, kompetensi dan pengalaman yang relevan, independensi, 41

  • Standar Profesi Auditor Forensik Indonesia Hal. 4 dari 5

    dan proses pengendalian kualitas tenaga ahli sebelum menerima 1

    penugasan. Penggunaan tenaga ahli harus disupervisi untuk 2

    meyakinkan ruang lingkup penugasan tenaga ahli sesuai dengan 3

    kebutuhan penugasan. 4

    5.1.4 Anggota harus waspada terhadap kemungkinan adanya 5

    pendapat yang tidak didukung informasi yang lengkap dan bias dari 6

    saksi dan pihak terkait lainnya. Anggota harus mempertimbangkan baik 7

    bukti yang membebaskan maupun bukti yang memberatkan. 8

    5.2 Bukti 9

    5.2.1 Anggota wajib mengupayakan untuk membangun 10

    pengendalian dan prosedur manajemen dokumen yang efektif. Dalam 11

    rangka itu, anggota harus memperhatikan keterkaitan atas dokumen 12

    yang mencakup asal-usul, kepemilikan, dan pergerakan fisik bukti yang 13

    relevan dan material. 14

    5.2.2 Anggota harus menjaga integritas bukti yang relevan dan 15

    material. 16

    5.2.3 Produk tugas anggota mungkin berbeda sesuai keadaan 17

    masing-masing penugasan audit forensik. Oleh karena itu, tingkat 18

    dokumentasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pemberi 19

    tugas. 20

    6. Standar Pelaporan 21

    6.1 Umum 22

    6.1.1 Pelaporan hasil audit forensik dalam bentuk tertulis, dan 23

    tidak menyesatkan. 24

    6.1.2 Pelaporan hasil audit forensik harus mengemukakan semua 25

    informasi yang relevan secara akurat, obyektif, dan mudah dipahami. 26

    6.2 Isi Laporan 27

    6.2.1 Laporan harus berisi informasi berdasarkan data yang 28

    memadai dan relevan untuk mendukung fakta, simpulan, pendapat 29

    dan/atau rekomendasi hasil audit forensik. 30

    6.2.2 Laporan memuat subjek permasalahan beserta prinsip-31

    prinsip dan metodologi yang digunakan anggota sesuai dengan keahlian 32

    dan kompetensi yang dimilikinya. 33

    6.2.3 Laporan tidak boleh mengandung pendapat status hukum 34

    mengenai seseorang atau pihak manapun. 35

    7. Standar Pemberian Keterangan Ahli 36

    7.1 Anggota dimungkinkan menjadi pemberi keterangan ahli dalam 37

    sidang pengadilan atas permintaan aparat penegak hukum dan/atau 38

    penetapan pengadilan. 39

    7.2 Sebagai pemberi keterangan ahli, anggota harus mengikuti 40

    standar sebagai berikut: 41

  • Standar Profesi Auditor Forensik Indonesia Hal. 5 dari 5

    1) Anggota berkewajiban memberikan pendapat secara independen 1

    dengan cara memberikan keterangan yang objektif dan tidak bias atas 2

    hal-hal yang berhubungan dengan keahliannya. 3

    2) Anggota harus menjelaskan atas pertanyaan tertentu yang bukan 4

    menjadi bagian dari keahliannya. 5