2
Stase IKK Stase IKK dimulai dua minggu yang lalu, dengan harapan tinggi bahwa stase ini akan lebih longgar dan ‘leyeh-leyeh’. Seiring berjalannya waktu, harapan awal tersebut memudar. Ternyata leyeh’leyeh itu hanya mitos. Namun dua minggu ini berlalu begitu cepat karena saya menikmatinya. Saya bertemu banyak orang yang berkeluh kesah pada saya, meminta bantuan, meminta obat, atau sekedar hanya ingin didengarkan. Dari sekian banyak pasien, ada tiga pasien yang membekas di ingatan saya, karena sayan ‘mengenalnya’ atau mengorek kehidupa mereka. Tiga pasien itu mengajarkan banyak pelajaran kepada saya, bahwa tua itu pasti, namun bersikap dewasa itu pilihan. Tidak semua orang bersikap dewasa di usia tua mereka. Ada yang mampu menerima kondisinya, ada pula yang tidak mensyukuri. Ada yang mampu mensyukuri hal-hal yang mereka miliki atau mengikhlaskan yang telah pergi, ada pula yang mengeluh dan meratapi. Saya banyak mendapat bimbingan dari para dokter dan tenaga medis di Puskesmas Kotagede II. Dokter Rina, dokter Sita, dokter Eka, dan dokter Dyah selalu meminta kami untuk memeriksa pasien, menyentuh mereka setelah anamnesis, karena itulah interaksi terapeutik. Interaksi yang berefek sekuat obat, mampu memunculkan kepercayaan pasien kepada dokter, membuat pasien merasa diperhatikan, sehingga pasien merasa bahagia, dihargai, tidak jera berobat, dan mematuhi aturan pengobatan. Pada saat bimbingan dengan dokter Icha pertama kali, saya penasaran,’what kind of teacher she is.’ Beliau mengawaii dengan menanyai kami, apa yang kami ingin tahu. Dan pada saat itu, saya terpesona, dokter kami ini tahu benar cara mengambil perhatian kami. Beliau mampu membuat kami merasa penting, karena setiap individu mendapat perhatian yang intens. Dari beliau, saya belajar bagaimana cara memanusiakan manusia. Bahwa sesukses apa pun kita, setinggi apa pun level pendidikan kita, orang lain tidak boleh mendapat perlakuan diskriminatif, dibully, bahkan diremehkan. Beliau mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi kami untuk benar-benar mengajari kami, dan saya salut atas kepercayaan dan harapan beliau kepada kami.

Stase IKK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: Stase IKK

Stase IKK

Stase IKK dimulai dua minggu yang lalu, dengan harapan tinggi bahwa stase ini akan lebih longgar dan ‘leyeh-leyeh’. Seiring berjalannya waktu, harapan awal tersebut memudar. Ternyata leyeh’leyeh itu hanya mitos. Namun dua minggu ini berlalu begitu cepat karena saya menikmatinya. Saya bertemu banyak orang yang berkeluh kesah pada saya, meminta bantuan, meminta obat, atau sekedar hanya ingin didengarkan. Dari sekian banyak pasien, ada tiga pasien yang membekas di ingatan saya, karena sayan ‘mengenalnya’ atau mengorek kehidupa mereka. Tiga pasien itu mengajarkan banyak pelajaran kepada saya, bahwa tua itu pasti, namun bersikap dewasa itu pilihan. Tidak semua orang bersikap dewasa di usia tua mereka. Ada yang mampu menerima kondisinya, ada pula yang tidak mensyukuri. Ada yang mampu mensyukuri hal-hal yang mereka miliki atau mengikhlaskan yang telah pergi, ada pula yang mengeluh dan meratapi. Saya banyak mendapat bimbingan dari para dokter dan tenaga medis di Puskesmas Kotagede II. Dokter Rina, dokter Sita, dokter Eka, dan dokter Dyah selalu meminta kami untuk memeriksa pasien, menyentuh mereka setelah anamnesis, karena itulah interaksi terapeutik. Interaksi yang berefek sekuat obat, mampu memunculkan kepercayaan pasien kepada dokter, membuat pasien merasa diperhatikan, sehingga pasien merasa bahagia, dihargai, tidak jera berobat, dan mematuhi aturan pengobatan.

Pada saat bimbingan dengan dokter Icha pertama kali, saya penasaran,’what kind of teacher she is.’ Beliau mengawaii dengan menanyai kami, apa yang kami ingin tahu. Dan pada saat itu, saya terpesona, dokter kami ini tahu benar cara mengambil perhatian kami. Beliau mampu membuat kami merasa penting, karena setiap individu mendapat perhatian yang intens. Dari beliau, saya belajar bagaimana cara memanusiakan manusia. Bahwa sesukses apa pun kita, setinggi apa pun level pendidikan kita, orang lain tidak boleh mendapat perlakuan diskriminatif, dibully, bahkan diremehkan. Beliau mengalokasikan waktu yang cukup banyak bagi kami untuk benar-benar mengajari kami, dan saya salut atas kepercayaan dan harapan beliau kepada kami.

Pada akhirnya saya menyadari,’Sometimes what we want isn’t what we get, it is often better, instead.” Harapan saya di awal stase yang hanya berpikir untuk leyeh-leyeh tergantikan dengan begitu banyak pelajaran berharga yang lebih meningkatkan kapasitas diri saya.