Status Pasien Crf

  • Upload
    azkadio

  • View
    236

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    1/30

    BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA

    RSUD JENDERAL AHMAD YANI KOTA METRO

    PRESENTASI KASUS

    ST Elevasi Miokard Infark

    Februari 2013

    Oleh :

    Aryati Fadhila Hutasuhut., S. Ked

    Chairul Adilla Ardy, S. Ked

    Pembimbing : dr. Ronald David Martua Nababan, Sp.PD

    A. PendahuluanLaporan kasus ini mengenai seorang laki-laki usia 38 tahun yang datang ke

    RSUD Jenderal Ahmad Yani dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan semakin

    hari semakinnyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada dirasakan seperti ditusuk

    benda tajam, kemudian mengeluh sesak napas dengan diagnosa ST Elevasi

    Miokard Infark (STEMI). Kasus ini membahas kemungkinan suatu ST

    Elevasi Miokard Infark dan penatalaksanaan yang seharusnya.

    B. Laporan Kasus1. Identitas

    Nama Lengkap : Tn. E

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Umur : 38 tahun

    Suku Bangsa : Jawa

    A g a m a : Islam

    Pekerjaan : Tani

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    2/30

    2

    Tanggal masuk : 14 Januari 2013

    Pukul : 14.10 WIB

    2. AnamnesisRiwayat Penyakit

    Keluhan utama : Sesak nafas sejak 3 hari SMRS

    Keluhan tambahan : Nyeri dada sebelah kiri, badan lemas, mual (+),

    muntah (+), bengkak pada kedua kaki

    Tn.E, seorang laki-laki usia 38 tahun datang ke unit gawat darurat(UGD) RSUD Jendral Ahmad Yani dengan keluhan sesak nafas. Pasien

    mengeluh sesak nafas sejak 1 bulan SMRS dan dirasakan semakin

    memberat sejak3 hari SMRS. Awalnya sesak di rasakan hilang timbul,

    sesak terutama saat berjalan atau saat melakukan aktivitas harian dan

    berkurang saat istirahat. Semenjak 3 hari SMRS, sesak dirasakan terus

    menerus bahkan pada saat pasien melakukan aktivitas ringan ataupun saat

    beristirahat, sesak juga dirasakan saat berbaring dan berkurang dengan

    posisi duduk. Pasien sering terbangun saat tertidur di tengah malam karena

    sesak. Pasien merasa lebih nyaman tidur dengan menggunakan 2 bantal.

    Sesak tidak berhubungan dengan cuaca ataupun emosi.

    Sejak 1 minggu SMRS, Pasien mengeluh nyeri dada sebelah

    kiri. Nyeri dada tidak menjalar ke pundak ataupun lengan. Menurut pasien

    nyeri dada dirasakan hilang timbul dan timbul saat beraktivitas, nyeri

    dirasakan seperti ditusuk benda tajam dan nyeri dada berlangsung kuranglebih selama 10-15 menit. Selain itu, pasien juga mengeluh ulu hati terasa

    sakit namun tidak menjalar, mual dan muntah yang hilang timbul sejak 1

    minggu terakhir dan membuat nafsu makannya menurun. Muntah

    sebanyak 1-2x sehari yang di dahului rasa mual, volume setiap kali muntah

    gelas aqua, berisi makanan yang sebelumnya dimakan

    Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh kesulitan kencing.

    Pasien mengatakan kencingnya semakin sedikit dan semakin jarang,

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    3/30

    3

    pasien hanya kencing 2-3 kali sehari dengan volume setiap kali kencing

    hanya gelas aqua, warna kuning jernih, tidak disertai nyeri saat kencing,

    tidak anyang-anyangan, tidak ada pasir, tidak ada batu. Buang air besar 1

    kali sehari, konsistensi lunak, warna kuning kecoklatan, tidak disertai

    darah dan lendir.

    Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh lemas. Lemas dirasakan

    terus-menerus. Lemas terutama dirasakan bila berubah posisi dari duduk

    ke berdiri. Lemas tidak berkurang dengan minuman manis. Lemas disertai

    pusing, mata berkunang-kunang, nyeri kepala yang terus-menerus, dan

    leher terasa kenceng. Bengkak pada kedua kaki mulai dikeluhkan pasien.

    Pasien pernah dirawat dirumah sakit karena sesak nafas pada tahun

    2011 dan oleh dokter didiagnosis gagal ginjal kronik dan rutin menjalani

    cuci darah (hemodialisa) 2x/minggu sampai maret 2012. Setelah itu,

    pasien tidak pernah melakukan cuci darah (hemodialisa) lagi sampai

    sekarang.

    Pasien pernah melakukan operasi untuk pengambilan batu di vesica

    urinaria pada awal tahun 2011. Pada operasi didapatkan 4 batu ginjal,

    dimana diameter terbesar 5cm, dan 3 lainnya kecilkecil.

    Pasien pernah memeriksakan diri ke puskesmas setempat kurang

    10 tahun yang lalu dan diberi tahu oleh dokter, pasien memiliki sakit darah

    tinggi (tensi pada saat itu 190/100 mmHg). Oleh dokter, pasien diberi obat,

    tapi pasien tidak tahu namanya, namun pasien mengaku tidak rutin

    meminum obat.

    Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak 10 tahun yang lalu.

    Pasien memiliki riwayat merokok aktif sejak usia 17 tahun, setiap harinya

    pasien dapat menghabiskan 2 bungkus/hari. Pasien menyangkal memiliki

    riwayat alergi obat.

    Pasien mengaku terdapat anggota keluarganya yang memiliki

    riwayat darah tinggi dan kencing manis.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    4/30

    4

    3. Pemeriksaan Fisik (14 Januari 2013)Status Present

    Keadaan umum : Tampak sakit berat

    Kesadaran : Compos mentis

    Tekanan Darah : 170/100 mmHg

    Nadi : 122x/menit

    Pernafasan : 40x/menit

    Suhu : 37 C

    Berat Badan : 50 kg

    Tinggi badan : 160 cmStatus gizi : kurus

    Status Generalis

    KEPALA

    Rambut : Hitam, pendek, lurus, tidak mudah dicabutMata : Kelopak mata edema -/-

    Konjungtiva anemis +/+

    Sklera ikterik -/-

    Refleks cahaya +/+, pupil bulat isokor

    Telinga : Bentuk normal, liang lapang, membran timpani intakHidung : Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (+),

    sekret (-)

    Mulut : Bibir kering, sianosis (+), lidah tidak kotor dan tidaktremor

    LEHER

    Bentuk : Simetris Trakhea : Ditengah, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid KGB : Tidak teraba adanya pembesaran JVP : Tidak meningkat

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    5/30

    5

    THORAX

    PARU

    Inspeksi : Bentuk dada normalIctus cordis terlihat

    Pergerakkan nafas hemitoraks kanan = kiri, simetris

    Nafas kusmaul (+)

    Palpasi : Turgor kulit normalVokal fremitus taktil hemitoraks kanan = kiri

    Tidak teraba pembesaran KGB axilla dan supraclavicular

    Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua hemitoraks

    Wheezing -/-, Ronkhi +/+

    JANTUNG

    Inspeksi : Ictus cordis terlihat Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea mid clavicularis

    sinistra

    Perkusi : Batas atas ICS 3 linea parasternalis sinistraBatas kanan ICS 4 linea sternalis dextra

    Batas kiri ICS 5 linea midclavicularis sinistra

    Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni,murmur (-), gallop (-)

    ABDOMEN

    Inspeksi : Permukaan cembung, terdapat luka bekas jahitan operasi Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi : Turgor kulit normal

    Hepar dan Lien tidak teraba

    Nyeri tekan epigastrium (+)

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    6/30

    6

    Ginjal tidak teraba, ballotment -/-,

    Nyeri ketok CVA -/-

    Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen

    GENITALIA EXTERNA

    Tidak dilakukan

    EKSTRIMITAS

    Superior Inferior

    Edema -/- +/+

    Sianosis -/- -/-

    Ikterik -/- -/-

    Turgor kulit Normal Normal

    Kekuatan otot +5 +5

    4. Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium (14 Januari 2013)

    Hematologi

    WBC : 29.700 (5-10 ribu / UL)

    RBC : 2,46 (4,37-5,63 jt/UL)

    HGB : 6,9 (14-18 g/dL)

    HCT : 18,8 (41-54 %)

    MCV : 76,3 (80-92 FI)

    MCH : 28,7 (27-31 pg)

    MCHC : 36,7 (32-36 g/dL)

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    7/30

    7

    RDW : 17,8 (12,9-15,3 %)

    PLT : 472.000 (150-450 rb/uL)

    Tes Fungsi Ginjal

    Creatinin : 21,77 mg/dl (0,90-1,30)

    Ureum : 482,4 mg/dl (17,0-43,0)

    Karbohidrat

    GDS : 123,3 mg/dL (70,0-109,0)

    Laboratorium (15 Januari 2013Post transfusi PRC)

    Hematologi

    WBC : 29.100 (5-10 ribu / UL)

    RBC : 2,69 (4,37-5,63 jt/UL)

    HGB : 7,3 (14-18 g/dL)

    HCT : 20,4 (41-54 %)

    MCV : 75,7 (80-92 FI)

    MCH : 27,1 (27-31 pg)

    MCHC : 35,8 (32-36 g/dL)

    RDW : 15,4 (12,9-15,3 %)

    PLT : 429.000 (150-450 rb/uL)

    Laboratorium (16 Januari 2013Post transfusi PRC & Post HD)

    Hematologi

    WBC : 20.200 (5-10 ribu / UL)

    RBC : 3,39 (4,37-5,63 jt/UL)

    HGB : 9,3 (14-18 g/dL)

    HCT : 27,4 (41-54 %)

    MCV : 80,0 (80-92 FI)

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    8/30

    8

    MCH : 27,4 (27-31 pg)

    MCHC : 34,3 (32-36 g/dL)

    RDW : 14,2 (12,9-15,3 %)

    PLT : 302.000 (150-450 rb/uL)

    Kimia darah

    Creatinin : 13,52 mg/dl (0,90-1,30)

    Ureum : 334,1 mg/dl (17,0-43,0)

    Asam Urat : 13,48 mg/dl (3,60-8,20)

    5. Diagnosis Kerja

    6. Diagnosis Banding

    7. Penatalaksanaan RS

    IVFD D5% 20 gtt/mnit

    Ceftriakson 2x1 gr

    Ranitidin 2x1 gr

    Curcuma 3x1

    Asam folat 2x1

    Pro transfuse hingga HB>10

    Pro Hemodialisa

    8. Penatalaksanaan Anjuran

    Tirah Baring

    Diet hati

    Kemoterapi

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    9/30

    9

    Kotrimoksazol 2x2

    9. Pemeriksaan AnjuranRontgen Thorak AP, Lateral

    HBSAG

    Jika negatif pada pemeriksaan hbsAg maka dapat dilakukan haemodialisa

    cyto, dengan indikasi ckd et causa nefropati diabetika

    VIII. Prognosis

    Quo ad vitam : dubia ad malam

    Quo ad functionam : dubia ad malam.

    FOLLOW UP

    Tanggal

    15 Januari 2013 16 Januari 2013

    S (subjektif) -Sesak (+) bertambah

    Lemas (+), Demam -,

    mual (+) berkurang,

    muntah (-)

    -Sesak (+), lemas(+), demam (-),mual

    (-)muntah (-)

    -

    O (objektif) - TTV : TD 170/100mmHg, RR42x/menit, N

    116x/menit

    T 36,8 C

    - Kepala : KA (+/+), SI(-/-)

    - Thorax paru :Ronki +/+, wheezing

    -/-

    -TTV : TD 170/100mmHg, RR40x/menit, N

    120x/menit

    T 36,8 C

    - Kepala : KA (+/+),SI (-/-)

    - Thorax paru :Ronki +/+,

    wheezing -/-

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    10/30

    10

    -Jantung : Murmur -,gallop

    -Abdomen : BU +normal

    -Ro thorak AP

    Pukul 17.00 Os

    melakukan HD cito.

    Setelah konsul dokter

    jaga

    -Jantung : Murmur -,gallop

    -Abdomen :

    Pukul

    LABORATORIUM

    Pemeriksaan Nilai normal Tanggal

    15 Januari 2013 10 April 2012

    WBC 5,041,0 U/L 154

    RBC 5,0-35,0 U/L 143

    HGB 5,7-8,0 g/dL 4,34

    HCT 3,5-5,2 g/dL 1,95

    MCV 2,0-3,5 g/dL 2,39

    MCH

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    11/30

    11

    Ureum 17,0-43,0 mg/dL Tidak dilakukan

    Glukosa 70,0-109,0 mg/dL Tidak dilakukan Tidak dilakukan

    WBC 5-10 ribu U/L 10,7

    RBC 4,37-5,63 jt U/L 2,55

    HGB 14-18 g/dL 7,7

    HCT 41-54 % 21,7

    MCV 80-92 FI 85

    MCH 27-31 pg 30,3

    MCHC 32-36 gr/dL 35,7

    RDW 12,9-15,3 % 14,5

    PLT 150-450 ribu/UL 426

    Dari tgl 8-13 os mendapat transfuse PRC sebanyak 5 kantong.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    12/30

    12

    ANALISIS KASUS

    1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada kasus?Berdasarkan hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

    penunjang dapat dilakukan pendekatan diagnosis sebagai berikut :

    Anamnesis

    Sesak nafas Awalnya sesak hilang timbul yang kemudian memberat

    Sesak dirasakan saat beraktifitas harian dan berkurang saat istirahat Selanjutnya sesak dirasakan terus menerus bahkan saat aktifitas ringan

    atau istirahat dan berkurang saat duduk

    Nyeri dada sebelah kiri, tidak menjalar Nyeri dada hilang timbul dan dirasakan seperti ditusuk benda tajam Nyeri dada berlangsung 10-15 menit Mual, muntah yang hilang timbul Muntah sebanyak 1-2x sehari sebanyak gelas aqua BAK yang sulit, sedikit BAK 2-3 kali sehari sebanyak gelas aqua, berwarna kunign jernih,

    tidak berpasir dan tidak nyeri

    Lemas Bengkak pada kedua kaki Riwayat operasi batu ginjal tahun 2011 Riwayat darah tinggi dan kencing manis yang ketahuan sejak 10

    tahun yang lalu

    Tahun 2011 terdiagnosa gagal ginjal, dan sudah melakukan cuci darahrutin di RSAM

    Pasien merupakan perokok sedang, hal ini sesuai dengan IndeksBrinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang

    dihisap per hari dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    13/30

    13

    Pada pasien ini lama merokok sudah 21 tahun dan banyaknya rokok

    sekitar 24 batang.

    IB = 24 x 21

    = 504

    Perokok ringan IB < 200

    Perokok sedang IB 200600

    Perokok berat IB >600

    Pemeriksaan Fisik

    Bibir tampak sianosis Pernafasan kusmaul (+) Rhonki (+) Extrimitas inferior edema +/+ Berkeringat banyak Takikardi

    Pemeriksaan penunjang

    ST elevasi anteroseptal (EKG)

    Maka dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

    yang telah dilakukan dapat disimpulkan Tn. E menderita CAD STEMI

    anteroseptal Killip II dengan faktor risiko merokok dan usia.

    2. Apakah penatalaksanaan pada kasus sudah tepat?Penatalaksanaan pada kasus ini kurang tepat karena :

    O2 , suplemen oksigen harus diberikan pada pasien STEMI baik dengankomplikasi ataupun tidak selama 6 jam pertama.

    Infus D5%, untuk memenuhi kebutuhan cairan harian yaitu denganmemberikan cairan isotonik,

    Ceftriaxon, antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga diberikansebagai profilaksis,

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    14/30

    14

    Ranitidin, mengurangi produksi asam lambung yang dirangsang olehpemberian CPG,

    Asam Folat diberikan sebagai suplemen karena kehilangan asam folatsaat haemodialisa

    Curcuma Transfusi PRC, untuk meningkatkan kadar Hb pasien karena hipoksia

    jaringan

    Haemodialisa, untuk membersihkan darah pasien yang tidak terfiltrasidengan baik dan mengurangi keluhan yang dirasakan pasien

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    15/30

    15

    TINJAUAN PUSTAKA

    Definisi

    Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

    beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya

    berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis

    yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat

    yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau

    transplantasi ginjal (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,

    2006).

    Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah

    kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea

    dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika

    tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis (GGK) atau

    penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

    ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolismedan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

    sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 1997 dalam

    Suharyanto dan Madjid, 2009).

    Menurut Brunner & Suddarth (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap

    akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel

    dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

    keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

    sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis menurut The Kidney

    Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National Kidney Foundation (NKF)

    pada tahun 2009 adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan

    dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men./1,73 m2

    (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003,

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    16/30

    16

    seperti pada tabel 1 berikut:

    Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

    1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainanstuktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi

    glomerolus (LFG), dengan manifestasi:

    - Kelainan patologis- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah

    atau urin, atau kelaian dalam tes pencitraan

    2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m, selama 3 bulan, dengan atau tanpakerusakan ginjal.

    Prevalensi

    Pada tahun 1999, di Amerika terdapat 340.000 pasien yang mengalami penyakit

    ginjal kronik dan diperkirakan pada tahun 2010, jumlah ini akan meningkat

    menjadi 651.000 pasien. Survei yang dilakukan oleh THIRD NATIONAL

    SURVEY (NHANES) memperkirakan prevalensi terjadinya penyakit ginjal

    kronik di Amerika Serikat adalah sebesar 11% (19,2 juta jiwa).

    Di Indonesia, data pasien yang menjalani hemodialisis yang harus ditanggung

    oleh PT. Askes secara nasional pada tahun 1995 berjumlah 2.131 kasus dengan

    biaya yang harus dibayar Rp. 12,6 Milyar, pada tahun 2000 berjumlah 2.617 kasus

    dengan biaya Rp. 32 Milyar dan jumah ini meningkat menjadi 6319 kasus dengan

    biaya Rp. 67,2 Milyar tahun 2004.

    Saat ini belum ada penelitian lanjutan mengenai epidemiologi dan prevalensi

    penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dan data di beberapa puat Nefrologi di

    Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-

    masing berkisar 100-150/1 juta penduduk.

    Klasifikasi4

    Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat

    (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    17/30

    17

    penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus

    Kockcorft-Gault sebagai berikut:

    LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma

    (mg/dl)*)

    *) pada perempuan dikalikan 0,85

    Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2

    Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

    Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m)

    1

    2

    3

    4

    5

    Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

    Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

    Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

    Kerusakan ginjal dengan LFG berat

    Gagalginjal

    > 90

    60-89

    30-59

    15- 29

    < 15 atau dialisis

    Klasifikasi berdasarkan diagnosis etiologi, penyakit ginjal dibagi dalam tiga

    kelompok yaitu :

    1. Penyakit ginjal diabetik

    2. Penyakit ginjal non diabetik

    3. Penyakit ginjal transplantasi

    Di Indonesia penyebab terbanyak dari GGK yang menjalani HD adalah

    Glomerulonefritik kronik, namun pada masa sekarang ini terlihat kecendrungan

    peningkatan penyakit DM terutama DM tipe 2 sebagai salah satu alasan memerlukan

    terapi pengganti ginjal.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    18/30

    18

    Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

    Penyakit Tipe mayor (contoh)

    Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

    Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular(penyakit otoimun,infeksi sistemik, obat, neoplasia)

    Penyakit vascular (penyakit pembuluh darahbesar, hipertensi, mikroangiopati)

    Penyakit tubulointerstitial (pielonefritiskronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

    Penyakit kistik (ginjal polikistik)Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

    Keracunanobat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent(glomerular) Transplant glomerulopathy

    Etiologi

    Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan olehIndonesian Renal Registry

    (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai

    berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), dan

    ginjal polikistik (10%).

    a) GlomerulonefritisIstilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit yang

    etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran

    histopatologi tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya

    kelainan, glomerulonefritis dibedakan menjadi primer dan sekunder.

    Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal

    sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal

    terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti, diabetes melitus, lupus

    eritomatous, mieloma multiple, atau amiloides.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    19/30

    19

    Gambaran klinik glomeruloefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan

    secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau

    keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal

    seperti dialisis.

    b) Diabetes melitusMenurutAmerican Diabetes Association (2003) diabetes melitus

    merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

    hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

    atau kedua-duanya.

    Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit

    ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam

    keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara

    perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan

    seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering

    ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung

    lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter

    dan diperiksa kadar glukosa darahnya.

    c) HipertensiHipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah

    diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi

    (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi

    dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak

    diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebutjuga hipertensi renal.

    d) Ginjal polikistikKista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau

    material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini

    dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks

    maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    20/30

    20

    disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik

    merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain

    yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult

    polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi

    pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada

    fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat

    dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.

    Patofisiologi

    Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

    mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

    lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktural dan

    fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

    kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang

    diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses

    adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa

    sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan

    fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

    Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut

    memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan

    progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron,

    sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor .

    Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas

    penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.

    Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

    cadang ginjal (renal reserve), yakni LFG masih normal atau malah meningkat.

    Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang

    progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

    Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan

    (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

    Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    21/30

    21

    nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.

    Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia

    yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme

    fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

    mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,

    maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air

    seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain

    natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi

    yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal

    replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan

    ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    22/30

    22

    Gambar 1. Patofisiologi CKD

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    23/30

    23

    Pendekatan Diagnostik

    Gambaran Klinis

    Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

    a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksitraktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi,

    LupusEritomatosus Sistemik (LES),dll.

    b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati

    perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

    c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

    (sodium,kalium, khlorida).

    Gambaran Laboratorium

    Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

    a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinyab. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

    serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-

    Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk

    memperkirakan fungsi ginjal.

    c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

    atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

    d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuriaGambaran Radiologis

    Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

    b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisamelewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh

    toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

    c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    24/30

    24

    d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,

    kalsifikasi

    e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

    VI. Penatalaksanaan

    Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya,

    dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

    Derajat LFG(ml/mnt/1,73m) Rencana tatalaksana

    1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

    evaluasi pemburukan (progession)

    fungsi ginjal, memperkecil resiko

    kardiovaskuler

    2 60-89 menghambat pemburukan (progession)

    fungsi ginjal

    3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

    4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

    5 60 tidak dianjurkan

    25-60 0,6-0,8/kg/hari

    5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g

    asam amino esensial atau asam keton

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    25/30

    25

    b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/haric. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

    yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

    d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori totale. Garam (NaCl): 2-3 gram/harif. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/harig. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/harih. Kalsium: 1400-1600 mg/harii. Besi: 10-18mg/hari

    j. Magnesium: 200-300 mg/harik. Asam folat pasien HD: 5mgl. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

    Terapi Farmakologis

    a. Kontrol tekanan darah- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin IIevaluasi

    kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%

    atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.

    - Penghambat kalsium- Diuretik

    b. Pada pasien DM, kontrol gula darahhindari pemakaian metformin danc. obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM

    tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%

    d. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dle. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrolf. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/lg. Koreksi hiperkalemia

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    26/30

    26

    h. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golonganstatin

    i. Terapi ginjal pengganti.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    27/30

    27

    Infark Miokard

    Definisi

    DefinisiInfark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan

    oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus

    (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena

    trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh

    embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat

    disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh

    aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-

    obatan seperti kokain

    Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang

    disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton,

    2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya

    pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.

    Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan

    dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian

    bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri

    desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung.

    Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi

    permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-

    ventrikuler ke kanan bawah.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    28/30

    28

    Etiologi dan Faktor Resiko

    Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen,

    antara lain:

    1. Infark miokard tipe 1

    Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak

    aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan

    nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut

    merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

    2. Infark Miokard tipe 2Infark miokard jenis inidisebabkanoleh vaskonstriksi dan spasme

    arterimenurunkan aliran darah miokard.

    3.Infark miokard tipe 3

    Pada keadaanini, peningkatan pertandabiokimiawi tidak ditemukan. Halini

    disebabkansampel darah penderita tidak didapatkan atau

    penderitameninggalsebelum kadar pertanda biokimiawisempat meningkat.

    4.a.Infark miokard tipe 4a

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    29/30

    29

    Peningkatan kadar pertanda biokimiawiinfark miokard (contohnyatroponin) 3 kali

    lebihbesar dari nilai normal akibat pemasanganpercutaneouscoronary

    intervention(PCI)yang memicu terjadinya infark miokard.

    b.Infark miokard tipe 4bInfark miokard yang

    munculakibatpemasanganstenttrombosis.

    5.Infark miokard tipe 5 Peningkatan kadar troponin 5 kalilebih besar

    darinilainormal.Kejadian infark miokard jenis ini

    berhubungandenganoperasibypasskoroner.

    Ada empat faktorresiko biologisinfark miokard yang tidak dapat diubah,yaitu

    usia,jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis

    koronermeningkat seiring bertambahnya usia. Penyakityang seriusjarangterjadisebelumusia 40 tahun.Faktor resikolain masih dapat diubah,

    sehinggaberpotensi dapatmemperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor

    tersebutadalah abnormalitas kadar serumlipid, hipertensi,merokok, diabetes,

    obesitas,faktorpsikososial, konsumsibuah-buahan, diet dan alkohol, dan

    aktivitasfisik.

    Menurut Anand (2008), wanitamengalami kejadianinfark miokardpertama kali 9

    tahunlebih lama daripadalaki-laki. Perbedaan onsetinfarkmiokard pertama ini

    diperkirakan dariberbagaifaktorresikotinggi yang mulaimuncul pada wanita

    danlaki-laki ketika berusiamuda. Wanita agaknya relatifkebalterhadap penyakit ini

    sampai menopause,dan kemudian menjadi samarentannya seperti pria. Hal diduga

    karena adanya efek perlindungan estrogen.

    Abnormalitas kadarlipid serumyang merupakanfaktor resiko adalah

    hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol

    atautrigliserida serum di atasbatas normal.The

    NationalCholesterolEducationProgram(NCEP)menemukan kolesterol LDL

    sebagaifaktor penyebab penyakitjantung koroner.The Coronary Primary

    Prevention Trial(CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar

    kolesteroljugamenurunkanmortalitas akibat infarkmiokard.

    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

    tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik

    meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.

  • 7/27/2019 Status Pasien Crf

    30/30

    30

    Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk

    meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan

    oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi

    jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.

    Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.

    Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar

    300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.

    Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard

    infark akut prematur di daerah Asia Selatan.

    Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%

    penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan

    indeks masa tubuh (IMT). Overweightdidefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan

    obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan

    lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan

    metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan

    darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II.

    Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,

    personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan

    resiko terkena aterosklerosis.

    Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang

    rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi

    alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko

    terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua

    sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit.