29
STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH GUMARTIANUS JEAN PIERE 802014118 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA

KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

OLEH

GUMARTIANUS JEAN PIERE

802014118

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 2: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …
Page 3: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …
Page 4: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertandatangan dibawah ini:

Nama : Gumartianus Jean Piere

Nim : 80 2014 118

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Univesitas Kristen Satya Wacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi mengembagkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

UKSW hak bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas

karya ilmiah saya yang berjudul:

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA

KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Dengan hak bebas royalty non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 02 Mei 2018

Yang menyatakan:

Gumartianus Jean Piere

Mengetahui,

Pembimbing

Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.

Page 5: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan ini:

Nama : Gumartianus Jean Piere

Nim : 80 2014 118

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Univesitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA

KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Yang dibimbing oleh:

Enjang Wahyuningrum, M.Si., Psi.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan

atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam

bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah

sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber

aslinya.

Salatiga, 02 Mei 2018

Yang memberi pernyataan

Gumartianus Jean Piere

Page 6: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

LEMBAR PENGESAHAN

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA

KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Oleh

Gumartianus Jean Piere

802014118

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui Pada Tanggal : 08 Mei 2018

Oleh:

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Pembimbing

Enjang Wahyuningrum, M.Si.,Psi.

Diketahui oleh,

Kaprogdi

Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.

Disahkan oleh,

Dekan

Berta Esti Ari P, S.Psi., MA.

Page 7: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA

KELUARGA DENGAN KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

Gumartianus Jean Piere

Enjang Wahyuningrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

Page 8: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

i

Abstrak

Keluarga sebagai unit terkecil dalam lingkup sosial adalah tempat tumbuh

kembang yang sangat penting bagi remaja. Mereka di sini mulai mengungkapkan

emosi terkait hubungan dengan orangtua, lingkungan sekitar dan nilai-nilai yang

ditanamkan orangtua. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gambaran

strategi coping pada remaja dalam keluarga yang terdapat kekerasan. Metode yang

digunakan adalah kualitatif dengan teknik pendekatan fenomenologi untuk

mencari pemahaman mendalam terkait permasalahan dalam keluarga. Observasi

dan wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti.

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah dua orang dengan kriteria: remaja, usia

18 tahun, tinggal dalam keluarga dengan kekerasan. Uji keabsahan data dengan

cara triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam keluarga kedua

partisipan terdapat kekerasan yang membuat keduanya merasa stres dan

melakukan coping dalam mengatasi atau mengurangi stres yang mereka alami.

Ditandai dengan adanya tindakan konkrit, pengontrolan emosi, penerimaan,

kembali pada agama dan mencari dukungan sosial untuk alasan emosional.

Perbedaan dari kedua partisipan ditemukan pada aktivitas dan usaha mencari

dukungan sosial untuk pengontrolan emosi kedua partisipan.

Kata kunci : Strategi Coping, problem focused coping, emotional focused

coping.

Page 9: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

ii

Abstract

Family as the smalest unit in society takes an important role for adolescents when

growing up. As adolescents, they begin to pour their emotional feelings related to

their relations with parents, circumstences, and social norms their parents try to

indoctrine within them. This study aims to learn the description of coping

strategies in adolescents who lives in families with domestic violence. A

qualitative research method is used right away with phenomenology approach as

a way to acquire in-depth results. Data collection techniques used by the writer is

interview and observation. There are two participants in this study with criteria:

adolescents, 18 years old, living in families with domestic violence. The validity

test of the data by means of triangulation. The results showed that in both

participants families had a hardness that made them got stressed and were

equally coping themselves to overcome and reduce the stress they experienced.

Characterized by concrete actions, emotional control, acceptance, turning back to

religion and seeking social support for emotional reasons. Differences of both

participants were found in their activities and attempts to find social support for

emotional control of both participants.

Keyword : Coping strategy, problem focused coping, emotional focused

coping.

Page 10: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

1

PENDAHULUAN

Dalam setiap kehidupan yang dijalani manusia akan selalu muncul yang

disebut dengan masalah, tak terkecuali dalam hubungan keluarga. Keluarga

merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat dan menjadi hal

yang penting terutama bagi seorang anak karena keluarga merupakan tempat

pertama mereka untuk berinteraksi. Remaja merupakan masa yang dinilai sangat

membutuhkan peran keluarga, karena selain sebagai sarana untuk berinteraksi,

mereka juga dapat mengungkapkan emosi, melihat hubungan kedua orangtua

dengan anak, masyarakat dan lingkungan sekitar, penanaman nilai-nilai yang

diberikan orangtua, serta mendapatkan dukungan secara emosional (Soessanto,

2011).

Menurut Santrock (dalam Fitria, 2014) masa remaja adalah masa transisi

dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa

dewasa. Sedangkan menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja adalah

masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa anak-anak menjadi individu

yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting

menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal tersebut adalah,

pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan

kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu karakteristik di dalam diri remaja

yang membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa

perkembangan lainnya (storm and stress period). Untuk batasan usia, menurut

Santrock (2007) masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir

sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Hurlock (dalam Fitria, 2014) membagi dua masa

remaja yaitu remaja awal dan akhir. Usia sekitar 17 tahun rata-rata individu mulai

Page 11: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

2

memasuki sekolah menengah atas disebut dengan masa remaja awal. Awal masa

remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun. Individu

berusia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun dikatakan sebagai remaja akhir yaitu

usia matang secara hukum. Dapat diketahui bahwa masa remaja menurut Hurlock

dialami individu ketika berusia 13 hingga 18 tahun. Pada masa ini menurut

Hurlock (1990) tugas perkembangan pada remaja dipusatkan pada upaya

meningkatkan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan berusaha untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.

Selain adanya perubahan besar dalam tahap perkembangan remaja baik

perubahan fisik maupun perubahan psikis, peningkatan sikap dan pola dalam

perilaku menyebabkan masa remaja relatif rentan dibandingkan dengan masa

perkembangan lainnya. Hal ini yang menyebabkan masa remaja menjadi penting

untuk diperhatikan.

Keluarga sendiri terdiri dari beberapa orang, maka terjadi interaksi antar

pribadi, dan itu berpengaruh terhadap keadaan harmonis dan tidak harmonisnya

pada salah seorang anggota keluarga, yang selanjutnya berpengaruh pula terhadap

pribadi-pribadi lain dalam keluarga (Gunarsa, 2002). Jika suatu hubungan

keluarga tidak berjalan harmonis, tidak jarang masalah yang muncul akan berakhir

pada pertengkaran hingga kekerasan.

Kekerasan dapat diartikan sebagai suatu bentuk penganiayaan secara fisik

maupun emosional atau psikologis, yang merupakan suatu cara pengontrolan

terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga (Sugihastuti, 2007). Dalam

Pasal 1 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap

Page 12: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

3

seseorang terutama perempuan, yang berkaitan timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga

termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sedangkan

rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu

yang berkenaan dengan kehidupan keluarga dalam rumah. Sehingga dapat

dinyatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perlakuan yang

dialami oleh sebuah keluarga sehingga menimbulkan potensi korban tidak

berkembang.

Menurut Chawazi (2001) tindak kekerasan sama juga pengertiannya dengan

penganiayaan, yaitu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. Kekerasan dapat terjadi

dalam dua bentuk, yaitu kekerasan fisik yang mengakibatkan kematian, dan

kekerasan psikis yang tidak berakibat pada fisik korban, namun berakibat pada

timbulnya trauma berkepanjangan pada diri korban”.

Di Indonesia, angka kekerasan setiap tahun semakin meningkat. Komisi

Nasional Perlindungan Anak (2012) menemukan bahwa kasus kekerasan terhadap

anak paling banyak dilakukan oleh orang tua kandung (44,3%), diikuti oleh teman

(25,9%), tetangga (10,9%), orang tua tiri (9,8%), guru (6,7%) dan saudara (2%).

Sedangkan dari data Rifka Annisa (2012) tercatat dari 1994-2011, Rifka Annisa

telah menangani 4952 kasus kekerasan, posisi pertama kasus KDRT sebanyak

3274 kasus, dan posisi kedua kasus dating violance tercatat 836 kasus (Rifka

Annisa, 2012).

Page 13: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

4

Kekerasan seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat,

terutama pada anak yang mengalami maupun yang melihat kekerasan tersebut.

Menurut penelitian mengenai hubungan kekerasan yang dialami selama masa

kanak-kanak dengan kesehatan mental didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara kekerasan yang dialami semasa anak-anak dengan depresi,

kecemasan dan harga diri (Nguyen, 2009). Sedangkan peristiwa kekerasan yang

disaksikan oleh anak menurut hasil penelitian dapat menimbulkan efek psikis bagi

anak tersebut seperti trauma (Mardiyati, 2015). Remaja yang menyaksikan

kekerasan dalam keluarganya dapat membentuk luka batin yang tersimpan dan

berpotensi menghambat seseorang dalam melakukan hal-hal positif. Untuk

membangun hal-hal yang positif, remaja sangat membutuhkan dukungan dari

lingkungan terdekatnya terutama keluarga. Ketika remaja berada dalam situasi

saat melihat maupun mendapat tindakan kekerasan, mau tidak mau mereka

dituntut untuk mampu beradaptasi (Mardiyati, 2015). Mereka berusaha

menyesuaikan diri dalam situasi yang mereka hadapi dengan kehidupan sehari-

hari melalui perilaku mereka. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu

kemampuan untuk mengatasi permasalahan, atau strategi coping.

Reaksi setiap orang berbeda dalam menghadapi stres, maka strategi coping

yang dilakukan akan berbeda pada tiap individu. Hal ini tergantung dari

bagaimana individu memandang permasalahan atau peristiwa yang sedang mereka

hadapi dan dukungan yang mereka dapatkan. Menurut Lazarus dan Folkman

(Rahman, 2013), coping merupakan usaha-usaha yang meliputi tindakan dan

usaha-usaha intrafisik untuk mengatur tuntutan-tuntutan lingkungan maupun

internal serta konflik-konflik yang dinilai dapat membebani atau melampaui

Page 14: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

5

potensi yang dimiliki oleh individu. Sedangkan Keliat 1998 (dalam Adami, 2006)

mendefinisikan coping sebagai cara yang dilakukan oleh individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, dan merespon

situasi yang mengancam. Upaya individu tersebut dapat berupa perubahan pola

pikir (kognitif), perubahan perilaku (afeksi), atau perubahan lingkungan yang

bertujuan untuk mengatasi stres yang dihadapi. Remaja yang melihat tindakan

kekerasan perlu bersusah payah untuk menyesuaikan diri dengan peristiwa

tersebut dan menenangkan perasaannya. Sedangkan remaja yang mendapat

tindakan kekerasan memerlukan dukungan dan bantuan dalam banyak keputusan

praktis, bahkan pilihan yang paling sederhana sekalipun. Dalam kebingungan

sesudah peristiwa-peristiwa sedih itu semua terasa ruwet dan bertumpuk-tumpuk

(Tanner, 1988).

Jenis strategi coping yang dapat digunakan yaitu problem-focused coping

(PFC) dan emotional-focused coping (EFC). Menurut Lazarus dan Folkman

(dalam Nevid, 2003), problem-focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan

cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya

yang menyebabkan terjadinya tekanan. Sedangkan emotional-focused coping

adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam

rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu

kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Apabila individu tidak mampu

mengubah kondisi yang penuh stres, maka individu akan cenderung untuk

mengatur emosinya (Taylor, 2006). Dalam problem-focused coping terdapat 3

strategi. Pertama adalah confrontive coping, dalam strategi ini individu mencari

cara untuk merubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif,

Page 15: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

6

tingkat kemarahan yang cukup tinggi dan pengambilan resiko. Kedua adalah

seeking social support, inividu berusaha untuk mendapatkam bantuan dan

informasi dari orang lain. Ketiga adalah planful problem coping, individu

berusaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara

menyusun dan membuat suatu rencana dengan cara yang hati-hati, bertahap dan

analitis.

Dalam emotional-focused coping terdapat 5 strategi, pertama adalah self

control, individu berusaha untuk mengatur perasaan dan emosi ketika menghadapi

situasi yang menekan. kedua adalah distancing, yaitu usaha individu menghindar

agar tidak terlihat dalam permasalahan dan membuat dirinya seakan tidak terjadi

apa-apa. Strategi yang ketiga adalah positive reappraisal yaitu individu berusaha

menerima dan mencari makna dari permasalaha yang sedang dihadapi. Keempat

adalah accepting responsibility, yaitu usaha untuk menghindari tanggung jawab

diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapi. Kelima adalah escape/avoidance,

yaitu individu berusaha untuk mengatasi situasi yang menekan dengan beralih

pada hal lain seperti makan, minum, merokok atau menggunakan obat-obatan.

Dengan melihat fenomena di atas, maka penelitian ini penting dilakukan.

Dukungan sosial dan pandangan positif merupakan faktor penting yang

mempengaruhi seseorang dalam melakukan coping. Oleh karena peneliti tertarik

untuk mempelajari gambaran strategi coping yang dilakukan remaja terutama

mengingat remaja akan memasuki tahap perkembangan yang selanjutnya yaitu

tahap perkembangan dewasa awal, sehingga mereka tetap survive untuk

menjalankan tugas-tugas perkembangan mereka.

Page 16: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

7

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian mengenai strategi coping pada remaja yang tinggal pada keluarga

dengan kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan penelitian kualitatif yaitu

pendekatan sistematis dan subyektif yang digunakan untuk menjelaskan

pengalaman hidup dan memberikan makna atasnya, Danim (2002). Berkaitan

dengan sifat masalah yang ingin diteliti maka metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan

fenomenologis yaitu penelitian dengan mencari sesuatu yang mendalam untuk

mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang fenomena sosial dan

pendidikan yang diteliti, serta menggunakan lebih dari satu subjek.

Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian fenomenologi untuk mencari

gambaran secara mendalam mengenai strategi coping yang dilakukan remaja

berdasarkan pengalaman selama tinggal pada keluarga dengan kekerasan dalam

rumah tangga.

Subjek Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik

purpose sampling (sampel bertujuan), dimana sampel diambil dengan maksud

atau tujuan tertentu. Seseorang diambil sebagai sampel karena peneliti

menganggap bahwa orang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi

penelitiannya.

Dalam penelitian ini diambil 2 remaja sebagai partisipan dengan kriteria

sebagai berikut: remaja akhir, usia 18 tahun, tinggal pada keluarga dengan

kekerasan dalam rumah tangga.

Page 17: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

8

Partisipan pertama bernama Bunga (bukan nama sebenarnya), lahir di kota

Semarang dan saat ini berusia 18 tahun. Bunga merupakan anak ketiga dari

sepasang suami istri yang berbeda. Kakak Bunga merupakan anak dari suami

pertama ibunya sedangkan Bunga merupakan anak dari ayahnya yang sekarang.

Bunga dengan kakaknya selisih 12 tahun sehingga Bunga merasa tidak terlalu

dekat dengan kakaknya ini. Bunga sekarang baru menduduki bangku perkuliahan

di Universitas Kristen Satya Wacana. Bunga merasa senang memiliki keluarga

yang saat ini dia miliki. Namun Bunga juga merasa sedih bila mengingat masa

kecilnya dengan kekerasan yang terjadi dalam keluarganya dahulu. Bunga

memiliki sifat yang pendiam. Namun di lingkungan dengan teman-temannya,

Bunga menjadi anak yang periang.

Partisipan kedua bernama Nona (bukan nama sebenarnya), ia lahir di kota

Merauke dan saat ini ia berusia 18 tahun. Nona merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara. Nona adalah anak dari seorang anggota Brimob yang dimana dalam

keluarganya mendidik Nona serta adik-adiknya dengan cara militer. Nona saat ini

baru menduduki bangku perkuliahan di Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam

keluarganya, Nona dan adik-adiknya dididik dengan cara yang sama. Namun

Nona merasa bahwa dirinya selalu mendapat tindakan kekerasan dari ayahnya

dibandingkan adik-adiknya. Sementara ibunya terkadang melindungi namun juga

mendidik dengan cara yang sama seperti ayahnya.

Metode Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data akan dilakukan dalam berbagai setting yaitu data

dikumpulkan dalam kondisi yang alamiah, berbagai sumber yaitu dari sumber

Page 18: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

9

primer dan sekunder, serta berbagai cara atau teknik pengumpulan data dengan

melakukan wawancara dan observasi (Sugiyono, 2013). Data yang diperoleh

dalam penelitian ini dikumpulkan dengan wawancara dan observasi yang

bertujuan untuk mendapatkan detail informasi tentang pendapat, sikap dan

pengalaman pribadi.

Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara untuk memperoleh dan

mengumpulkan data. Pedoman wawancara ini mengacu pada aspek-aspek Strategi

Coping oleh Folkman dan Lazarus yang dikembangkan oleh Taylor (dalam

Khoiroh, 2013) yang meliputi: a) Aspek Emotion-Focused Coping yaitu usaha

untuk mengontrol perasaan dan emosi terhadap situasi yang menekan. b) Aspek

Problem-Focused Coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau

mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan

terjadinya tekanan.

Metode Analisa Data

Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak memiliki

rumusan untuk mengolah dan menganalisa data. Menurut Miles dan Huberman

(dalam Herdiansyah, 2012), metode yang dilakukan dalam mengolah data

meliputi pengumpulan data yang cukup dan sesuai topik yang diteliti, kemudian

peneliti menggabungkan segala bentuk menjadi satu tulisan, selanjutnya peneliti

membuat matriks kategorisasi sesuai kategori, kemudian dipecah dalam bentuk

yang lebih sederhana (subtema) serta memberikan kode (koding) sesuai verbatim

wawancara, dan yang terakhir adalah kesimpulan yang berisi menjawab

pertanyaan penelitian berdasarkan fokus penelitian.

Page 19: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

10

Uji Keabsahan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan trianggulasi sumber. Menurut

Moleong (2006) menjelaskan bahwa trianggulasi dengan sumber berarti

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

Trianggulasi partisipan pertama bernama Dara (bukan nama sebenarnya)

yang berusia 18 tahun, Dara berasal dari Salatiga. Dara adalah salah satu teman

dekat Bunga dari SMA hingga sekarang.

Trianggulasi partisipan kedua bernama Tri (bukan nama sebenarnya) yang

berusia 18 tahun, Tri berasal dari Denpasar. Tri adalah teman dekat Nona dan Tri

satu fakultas dengan Nona.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

a. Aspek emotional focused coping

1) Pengendalian emosi atau mengatur perasaan

Dalam wawancara yang dilakukan partisipan 1 mengatakan bahwa

ketika menghadapi masalah, ia terlebih dahulu menenangkan diri dan

merenung. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam pernyataan dibawah

ini:

“Oh kalau aku punya masalah, biasanya aku merenungi diri aku

dulu. Maksudnya apakah masalah itu dari aku atau dari luar, gitu. Jadi

aku diam dulu, aku doa dulu. Pokoknya, habis sholat itu aku bisa

intropeksi diri dulu. Kalau misalnya aku yang salah, ya udah itu salahku,

aku hadapin terus aku berani buat minta maaf. Itu kalau misal orang

yang bermasalah sama aku.”

“Iya jadi aku merenung dulu, baru aku mutusin buat lakuin apa.

Ya aku takut tapi aku kebanyakan diam aja sih, gak berani ngapa-

ngapain.”

Page 20: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

11

Sedangkan partisipan 2 ketika menghadapi suatu masalah,

terkadang ia tidak dapat mengendalikan emosinya dengan pernyataan:

“Sebenarnya aku orang yang nggak bisa gimana ya kak? Aku itu

orang yang kayak karena tertekan atau gimana, kayak emosiku itu

meledak-meledak gitu loh kak.”

“Aku nggak tau karena mereka membiayai aku, sekolahku jadi

semua mereka yang biayai tapi disisi lain aku tu nggak mampu. Jadi itu

kak, aku emosinya meledak-meledak sih.”

Partisipan juga pernah melakukan hal negatif dengan menyayat

tangannya dengan pernyataan:

“Dulu itu aku suka sayat-sayat tangan, itu mulai dari SMP

kayaknya. Kelas 2. Ya kayaknya benar-benar stres terus ditambah aku

nganggap nenek aku sakit itu karna papaku.”

“Tapi sakitnya itu terasa setelah aku nangis, aku lupain masalahku

jadi waktu aku sayat-sayat tanganku itu waktu aku benar-benar stres

terus waktu aku udah nangis dan benar-benar lupa, baru terasa

sakitnya.”

Ia juga kadang suka makan dan tidur dalam mengontrol situasi

yang menekan dengan pernyataan:

“Paling aku kalau stres, kalau nggak makan pasti aku tidur. Gitu

sih.”

2) Upaya Kognitif atau membuat harapan positif

Dalam menghadapi suatu situasi yang menekan, partisipan 1

bertingkah laku seakan-akan tidak terjadi apapun dengan cara membaca.

Hal ini seperti yang diungkapkan dalam pernyataan dibawah ini:

“Ya aku balik kayak, pokoknya aku pengen balik kayak zaman

waktu SD dulu yang bisa saat aku baca, aku gak kepikiran apa-apa jadi

aku baca terus. Ya itu sih usahaku, paling baca-baca aja terus.”

Page 21: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

12

Sedangkan partisipan 2 bertingkah laku dengan cara jalan dan pergi

ke rumah teman atau kerja dengan pernyataan”

“Terus kadang ke rumah teman. Bersyukur aja sih benar-benar

punya sahabat yang bisa buat lupa semua masalahku. Jadi ya sama

sahabat-sahabatku, ambalan atau nggak cari kerja sehingga bisa buat

aku lupa sama masalahku di rumah.”

3) Menilai masalah yang sedang terjadi

Ketika sedang dihadapkan dengan masalah, kedua subjek memiliki

pandangan dari setiap apa yang terjadi. Partisipan 1 menilai bahwa semua

permasalahan yang terjadi dalam keluarganya merupakan cobaan

baginya. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam pernyataan dibawah ini:

“Aku percaya kalau semua itu ada tujuannya. Maksudnya Allah

kasi masalah ke kita itu pasti ada tujuannya. Walaupun kita ngalamin

masalah itu ya susah, tapi Allah pasti punya tujuan kenapa aku dikasi

kayak gitu.”

ketika menghadapi masalah yang membuat subjek terpuruk, subjek

sempat merasa kecewa dengan Allah hingga kemudian ia merasa

menyesal dengan pernyataan:

“Terus aku sempat nyesal aku pernah marah sama Allah, itu

goblok banget. terus aku mikir itu semua, ya aku malah makasih aku

pernah dikasi masalah kayak gitu sampai akhirnya aku bisa kayak

sekarang gitu. Jadi buat pelajaran juga.”

Sedangkan pandangan partisipan 2 terhadap masalah yang dia

hadapi merupakan ujian dan terdapat hikmah dalam setiap masalah

tersebut dengan pernyataan:

“Oh.. Ya aku mandangnya sebagai hikmah sih karena setelah

kejadian itu papa sakit, sediki-sedikit dia mulai ada perubahan akhirnya

puji Tuhan sekarang udah nggak kayak dulu lagi. Tapi kadang masih

marah-marah sih cuma ya ada hikmahnya juga sih dari masalah

kemarin. Ya nganggap itu sebagai cobaan juga, cobaan yang selama 16

tahun itu jadi cobaan yang sangat berat.”

Page 22: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

13

4) Menerima tanggung jawab

Melakukan suatu pekerjaan disaat mengalami masalah memang

terkadang sulit bagi seseorang. Partisipan 1 menyatakan bahwa ketika

sedang menghadapi masalah, ia tidak bisa mengerjakan tugas dengan

baik. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam pernyataan dibawah ini:

“Karena aku orangnya pemikir banget, pasti itu kebawa sama

pekerjaanku sih kak. Misalnya waktu aku UN SMP, jadi ayah kakakku ini

pernah masuk penjara karena dia nabrak orang sampai meninggal.”

“Itu aku dengar ini sih waktu UN, ngefek sih ke hasil UN, aku jadi

gak konsetrasi, mikirin itu terus kak.”

bahkan dalam mengerjakan tugas saat sedang menghadapi masalah,

partisipan 1 lebih nyaman ditemani oleh temannya dengan pernyataan:

“Jadi kalau lagi sendiri aku gak bisa ngerjain, misal kayak ada

tugas atau pekerjaan gitu aku gak bisa ngerjain sendirian. Tapi kalau

misal ada temanku, aku bakal bisa soalnya kan aku jadi gak ingat sama

masalahku.”

Sedangkan partisipan 2 menyatakan bahwa setiap masalah yang

terjadi tidak mempengaruhi subjek dalam melakukan atau menyelesaikan

tugas dengan pernyataan:

“Kayaknya selama aku ada tugas terus ada masalah, nggak sih

kak. Kayaknya setiap aku ada tugas, aku nggak punya masalah saat itu.

Ya paling aku punya masalah karena sering keluar tapi kalau tugas,

nggak sih. Jadi kalau misal aku ada tugas atau ujian di sekolah terus ada

masalah, kayaknya nggak ada pengaruh sih kak.”

5) Penghindaran masalah

Dalam menghadapi masalah, partisipan 1 melakukan penghindaran

masalah dengan cara belajar atau main dengan teman-teman. Hal ini

seperti yang diungkapkan dalam pernyataan dibawah ini:

Page 23: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

14

“Kalau SD ya gitu tadi, ak larinya ke belajar, pokoknya aku

belajar terus soalnya kalau aku belajar kayak membaca, aku fokusnya

sama bacaanku dan nggak dengar sama apa yang mereka omongin.”

Partisipan juga kadang bermain ke rumah bibinya agar lupa dengan

masalahnya dengan pernyataan

“Misal kalau pulang sekolah gitu makan tempat bude, tempat

siapa gitu, pokoknya keluarga. Dan itu malah membantu aku soalnya

kalau di rumah, aku kayak inget gitu kak. Kalau tempat lain kan ketemu

sama teman, orang lain jadinya kan lupa gitu.”

Sedangkan partisipan 2 menyatakan bahwa dalam menghindar dari

masalah yang dihadapi, ia hanya diam dan bersembunyi di kamar. Hal ini

sesuai dengan pernyataan di bawah ini:

“Aku paling kalau aku yang mendapatkan, aku nangis sih. Aku

nggak bisa ngapa-ngapain sih kak soalnya aku takut aja gitu karna dia

orangtua aku, ya nggak mungkin aku ngelawan gitu.”

“Terus kalau aku melihat adik-adikku dikerasin, aku paling sering

ini sih, paling sering sembunyi gitu. Aku sembunyi karna takut

sebenarnya, paling kalau dikerasin gitu aku sembunyi digudang atau

nggak dikamar gitu karna aku takut sebenarnya.”

b. Aspek Problem Focused Coping

1) Mengurangi stressor secara konkrit

Dalam situasi yang tidak nyaman dan menekan, partisipan 1

terkadang berbicara pada diri sendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan

dalam pernyataan dibawah ini:

“Yah aku dulu itu pernah dikasi tau sama temanku, kalau kamu

lagi punya masalah kamu ngaca, kamu ngomong sama kaca. Jadi kita itu

ngomong gimana ya, apa ya yang harus kita lakuin itu sama kaca gitu.

Aku sering sih lakuin hal gitu terus nanti pasti kepikiran, oh aku harus

gini-gini nih.”

Partisipan juga kadang berdoa dengan pernyataan:

“Aku pokoknya hal pertama yang aku lakuin itu berdoa dulu sama

Allah.”

Page 24: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

15

Sedangkan partisipan 2 mengatakan bahwa ketika berada dalam

keadaan yang tidak nyaman dan menekan, partisipan melakukan usaha

seperti bekerja dengan pernyataan:

“atau nggak cari kerja sehingga bisa buat aku lupa dengan semua

masalahku di rumah”.

dan hal itu ia lakukan sebagai upaya dalam mengatasi situasi yang

menekan dengan harapan dapat mengurangi pikirannya terhadap masalah

tersebut.

(2) Mencari dukungan informasi

Dalam mencari dukungan, partisipan 1 bercerita pada orang yang ia

percayai seperti sahabatnya dengan pernyataan:

“Kalau nyelesain masalah kayak gitu sih biasanya aku cerita sama

orang yang aku percayakan. Alhamdulillah aku masih punya banyak

sahabat yang bertahan sampai saat ini dan biasanya cerita sama mereka

karena aku gak bisa menyelesaikan masalah seorang diri sih kak

orangnya.”

Sedangkan partisipan 2 menyatakan bahwa ketika mencari

dukungan, ia selalu pergi ke rumah nenek dan meminta bantuan kepada

nenek dengan pernyataan:

“Ya kalau cari bantuan sebenarnya di nenekku sih. Karena kalau

papaku itu nggak berani sama nenekku, jadi benar-benar bantuanku itu

ada di nenekku,”

karena menurutnya sosok nenek menjadi tempat berbagi ketika

subjek mendapat atau menghadapi masalah. Namun semua berubah saat

nenek sakit. Sesuai dengan pernyataan:

“Tapi karna semenjak nenek sakit selama 5 tahun stroke, ya udah

aku nggak bisa ngapa-ngapain. Jadinya ya udah seperti biasa aku kalau

dikerasin, ya ngindar gitu, nangis atau nggak sembunyi. Itu aja sih.”

Page 25: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

16

(3) Perencanaan pemecahan masalah

Dalam perencanaan pemecahan masalah, partisipan 1 cerita pada

ibunya.

“Misalkan ee yang aku lakuin ini dulu nih, terkadang aku tu curhat

sama ibu. Terus akhir-akhir ini aku tu ngomong sama ibu gitu kalau lagi

ada masalah”

“ Jadi aku tu ngomong dulu sama ibu, siapa tau ibu punya cara

menyelesaikan masalahku.”

Sedangkan partisipan 2 mengatakan bahwa ia memiliki

perencanaan masalah

“Bingung mau mereka itu apa, mereka maunya kayak gini kayak

gitu tapi aku merasa ini baik namun mereka melarang akhirnya timbul

masalah hingga kekerasan.”

namun apa yang direncanakan berbeda dengan pendapat

orangtuanya.

Dukungan sosial merupakan suatu interaksi antara dua orang atau lebih

dimana individu yang satu membutuhkan masukan-masukan yang bermanfaat dari

individu yang lain ketika menghadapi berbagai macam masalah (Bonner dalam

Gunawan, 2010).

Dari penjelasan diatas ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan dalam

keluarga kedua partisipan sama-sama terdapat kekerasan. Perbedaannya terletak

pada mengalami atau hanya melihat kekerasan tersebut. Partisipan pertama lebih

pada menyaksikan kekerasan yang dilakukan ayahnya pada anggota keluarga lain

sedangkan partisipan mendapat kekerasan dari orang tuanya sejak ia masih kecil.

Meski partisipan pertama tidak menerima kekerasan secara langsung, namun

tindakan kekerasan yang dilihatnya menimbulkan dampak lain seperti rasa tidak

percaya pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang berkaitan

Page 26: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

17

dengan peristiwa kekerasan yang disaksikan oleh anak menunjukkan hasil bahwa

kekerasan yang disaksikan oleh anak dapat menimbulkan efek psikis bagi anak

tersebut seperti trauma dan cemas (Mardiyati, 2015). Kedua partisipan

menggunakan tipe strategi coping terhadap situasi yang menekan dengan cara

yang cenderung hampir sama. Perbedaannya pada pengontrolan emosional dan

active-coping.

Pada emotion-focussed coping, partisipan pertama lebih pada tindakan

seperti merenung diri sendiri. Sedangkan partisipan kedua melakukan tindakan

seperti menyayat tangan. Hal itu ia lakukan sebagai upaya dalam menghilangkan

stres yang ia alami.

Pada problem-focused coping, partisipan pertama melakukan usaha seperti

berdoa. Sedangkan partisipan kedua lebih pada bekerja serta makan dan tidur

yang sering ia lakukan.

Namun dari semua coping yang dilakukan kedua partisipan, usaha terakhir

yang dilakukan adalah menerima masalah yang terjadi dengan berfikir positif.

Dalam hal ini kedua partisipan menganggap bahwa semua masalah yang terjadi

merupakan cobaan dan memiliki hikmah yang positif bagi kehidupan mereka di

masa depan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Spika, Shaver, dan

Kirkpatrick (dalam pitaloka, 2005) bahwa dalam proses coping ini memberikan

tiga peran religi bagi partisipan yaitu (a) menawarkan makna kehidupan, (b)

memberikan sense of control terbedar dalam menghadapi situasi, dan (c)

membangun self esteem.

Page 27: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang strategi coping pada remaja

yang tinggal pada keluarga dengan kekerasan dalam rumah tangga ditarik

kesimpulan bahwa terdapat bentuk-bentuk kekerasan yang diterima maupun

dilihat oleh kedua partisipan yang tinggal pada keluarga dengan kekerasan dalam

rumah tangga. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut yang dilihat partisipan 1 yaitu

kekerasan fisik dimana partisipan melihat kakaknya ditonjok oleh ayahnya dan

pertengkaran ayah dan ibunya, kekerasan psikis dimana partisipan merasa tidak

percaya dengan sosok laki-laki karena menganggap semua laki-laki seperti

ayahnya dan penelantaran rumah tangga, ayah partisipan 1 kerap kali pergi dan

tidak menafkahi keluarganya. Sedangkan partisipan 2 mendapat dan menerima

kekerasan fisik seperti ditampar, digigit bahkan dilukai dengan alat tajam.

Kemudian partisipan juga melihat adik dan ibunya diperlakukan hal yang sama

oleh ayahnya. Partisipan juga sering dimarah bahkan dicaci oleh ayahnya.

Kedua partisipan menggunakan kedua jenis coping untuk mengurangi stres

yang dirasakan dengan cara yang hampir sama. Perbedaannya pada pengontrolan

emosi dan active-coping. Namun usaha terakhir yang dilakukan adalah menerima

masalah yang terjadi dengan berfikir positif dengan menganggap bahwa semua

masalah yang terjadi merupakan cobaan dan memiliki hikmah yang positif bagi

kehidupan partisipan.

Saran

Sesuai dengan hasil penelitian dan berdasarkan penafsiran dan kesimpulan

yang ada, maka penulis memberikan beberapa saran, yaitu: diharapkan para

Page 28: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

19

partisipan dapat membagi dan memfokuskan diri dalam melakukan tindakan yang

mungkin dapat membahayakan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Para keluarga dan orang tua diharapkan dapat memberikan dukungan dan

bantuan serta menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga sehingga tidak

menimbulkan pertengkaran hingga berujung pada kekerasan yang terjadi dalam

rumah tangga.

Kemudian untuk peneliti selanjutnya dapat memberikan inspirasi ke depan

untuk menemukan fenomena-fenomena baru yang berkaitan dengan strategi

coping pada remaja sehingga semakin memperkaya pengetahuan mengenai

strategi coping khususnya kaum remaja, penerimaan diri pada remaja yang tinggal

pada keluarga dengan kekerasan dalam rumah tangga.

Page 29: STRATEGI COPING PADA REMAJA YANG TINGGAL PADA …

20

DAFTAR PUSTAKA

Asfriyati. (2003). Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak. Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Budi, A. (2009). Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan terhadap Anak. (Pusat Data

dan Informasi Komnas Perlindungan Anak. Diakses tanggal 29 Januari

2018, dari Http://jklpk-indonesia.org.

Dehismiati, B. (2015). Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Merokok pada

Remaja Laki-laku di Desa Candirenggo Ayah. Skripsi. Diakses pada 20

Maret 2018, dari file:///C:/Users/ROSYID/Downloads/123-397-1-PB.pdf

Ciciek, F. (2005). Jangan Ada lagi kekerasan dalam rumahtangga. Jakarta : PT

Gramedia Pustaka Utama.

Fiqi, N. (2014). Hubungan Kekerasan Emosional Dan Fisik Orangtua Dengan

Konsep Diri Pada Remaja Di SMP N 35 Padang.

Fitria, A. I. (2014) Konsep diri remaja putri dalam menghadapi menarche.

Diakses pada tanggal 18 Januari 2018 dari

http://digilib.uinsby.ac.id/1883/5/Bab%202.pdf.

Hindriyani, H (2012) Kekerasan Terhadap Pekerja Anak Jalanan Di Kota Metro.

Kertamuda, F. & Herdiansyah H (2009). Pengaruh Strategi Coping Terhadap

Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru.

Khaninah, N. A & Widjanarko, M (2016). Perilaku Agresif Yang Dialami Korban

Kekerasan Dalam Pacaran.

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Mahyuni, L. (2001). Pengaruh Kekerasan dalam Rumahtangga yang Dilakukan

Suami pada Istri terhadap Kondisi Rumahtangga di Wilayah Kelurahan

Kelapa Tiga Kota Bandar Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Mardiyati, I. (2015). Dampak Trauma Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Terhadap Perkembangan Psikis Anak.

Mutadin, Z. Strategi Coping. Diakses pada 18 Januari tahun 2018, dari

http://www.e-psikologi.com/remaja/220702.htm,

Pratiwi, J. & Undarwati, A. (2014). Suicide Ideation Pada Remaja Di Kota

Semarang.

Rahmawati, B. A. (2014). Strategi Coping dalam menghadapi permasalahan

akademik pada remaja yang orang tuanya mengalami perceraian.

Susilowati, P. (2008). Dampak Kekerasan dalam Rumahtangga Bagi Wanita.

www.epsikologi.com. Diakses tanggal 29 Januari 2018.

Sarlito, S. (2001). Psikologi Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada.