177

STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 2: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU(TIPE LAHAN MARINE CLAY)

STRATEGI DAN TEKNIK

Page 3: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 4: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Penerbit IPB PressJalan Taman Kencana No. 3,

Kota Bogor - Indonesia

C.01/12.2020

Editor:Yanto Rochmayanto

Dolly PriatnaMuhammad Zahrul Muttaqin

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU(TIPE LAHAN MARINE CLAY)

STRATEGI DAN TEKNIK

Page 5: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Judul Buku:STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)Edisi Revisi

Penulis:Yanto Rochmayanto, Dolly Priatna, Ari Wibowo, Mimi Salminah, Fentie J. Salaka, Nurul Silva Lestari, Muhammad Zahrul Muttaqin, Ismayadi Samsoedin, Urip Wiharjo, Supriatno

Editor:Yanto Rochmayanto Dolly Priatna Muhammad Zahrul Muttaqin

Foto Sampul:Hutan rawa air payau di tipe lahan marine clay yang didominasi oleh tumbuhan Gelam (Malaleuca leucadendron) di areal konsesi PT. Bumi Andalas Permai, Sumatera Selatan (Irfan Afandi)

Desain Sampul & Penata Isi:Makhbub Khoirul Fahmi

Jumlah Halaman: 154 + 22 hal romawi

Edisi/Cetakan:Cetakan 1, Desember 2020

PT Penerbit IPB PressAnggota IKAPIJalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128Telp. 0251 - 8355 158 E-mail: [email protected]

ISBN: 978-623-256-472-5

Dicetak oleh Percetakan IPB, Bogor - IndonesiaIsi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2020, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANGDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit

Tahun Terbit Elektronik: 2021

eISBN: 978-623-256-681-1

Page 6: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Buku ini adalah edisi revisi dan pengembangan terhadap buku “Strategi dan Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Tawar Marine Clay di Konsesi Restorasi Ekosistem PT KEN Sumatera Selatan” yang diterbitkan pada tahun

2018 oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan,

dan Perubahan Iklim, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

bekerja sama dengan PT. Karawang Ekawana Nugraha, Asia Pulp & Paper

Group dan Program Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor.

DISCLAIMER

Page 7: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi penuh dalam penyusunan buku.

Buku ini merupakan karya hasil kerjasama antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Badan Litbang dan Inovasi KLHK dengan Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas. Keduanya merupakan kontributor utama dalam penulisan buku ini.

Kami juga menyampaikan terima kasih kepada IDH The Sustainable Trade Initiative yang berkolaborasi dengan APP Sinar Mas dalam mengembangkan program restorasi hutan yang sekaligus meningkatkan ekonomi, serta Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan yang bersinergi dengan APP Sinar Mas, yang telah menjadi kontributor anggota dalam penyiapan bahan dan proses diskusi.

Terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Cecep Kusmana dari Departemen Silvikultur Hutan Tropika, Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan perhatian, melakukan review, koreksi, dan pertimbangan yang sangat berharga bagi penulisan buku.

Page 8: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 9: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

PENGANTAR

Ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay memiliki karakteristik yang khas dibandingkan ekosistem yang lain. Pemilihan strategi restorasi yang tepat menurut kondisi biofisiknya merupakan langkah yang penting dalam menentukan keberhasilan restorasi. Namun demikian, selain aspek teknis, restorasi ekosistem hutan rawa air payau juga perlu memperhatikan dimensi sosial-ekonomi masyarakat. Restorasi ekosistem hutan rawa air payau tidak hanya mengembalikan fungsi ekologinya tetapi juga untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai sumber mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan tata kelola yang tepat, restorasi ekosistem hutan rawa air payau dapat mendukung integrasi peran hutan pada aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Restorasi ekosistem, termasuk di dalamnya ekosistem hutan rawa air payau, merupakan salah satu isu global yang saat ini menjadi perhatian bersama. Sidang Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan The UN Decade on Ecosystem Restoration untuk meningkatkan upaya restorasi ekosistem secara masif pada ekosistem yang rusak dan terganggu pada periode 2021-2030. Restorasi ekosistem dianggap sebagai langkah efektif untuk memitigasi perubahan iklim serta meningkatkan ketahanan pangan, suplai air, dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.

Restorasi ekosistem juga sejalan dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) ke-15, yaitu melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan. Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang serius dalam upaya restorasi ekosistem melalui berbagai regulasi terkait restorasi ekosistem pada kawasan hutan. Salah satu regulasinya adalah Peraturan Menteri Kehutanan No. SK.159/Menhut-II/2004 tentang Restorasi di Kawasan Hutan Produksi (IUPHHK Restorasi Ekosistem) untuk mendorong partisipasi sektor swasta dalam pemulihan ekosistem yang telah terdegradasi. Hingga saat ini, pemerintah telah mengeluarkan 16 IUPHHK RE dengan luas total 623.075 ha.

Page 10: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

viii

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Buku ini merupakan strategi dan teknik restorasi pada ekosistem hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay berdasarkan data primer di ekosistem tersebut. Tentu akan banyak dijumpai kondisi lain yang khas di berbagai tempat di Indonesia sehingga dinamikanya akan menjadi input berharga bagi pengembangan strategi dan teknik restorasi ekosistem lebih lanjut.

Semoga buku ini bermanfaat untuk semua pihak yang memiliki perhatian terhadap restorasi ekosistem hutan. Melalui buku ini, kita berharap dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas ekosistem, pemulihan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan peningkatan karbon hutan, serta peningkatan partisipasi dan kesejahteraan masyarakat.

Bogor, Desember 2020

Editor

Pengantar

Page 11: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ v

PENGANTAR ......................................................................................................vii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xix

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH .......................................................xxi

BAGIAN I PENDAHULUAN ........................................................................1

1. Memulihkan Fungsi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau: Sebuah Pendahuluan

Yanto Rochmayanto & Muhammad Zahrul Muttaqin .....................................2

1.1 Latar Belakang......................................................................................2

1.2 Ruang Lingkup ....................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan Buku ....................................................................4

1.4 Sistematika Penulisan Buku .............................................................5

Daftar Pustaka ...............................................................................................7

BAGIAN II EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU DAN URGENSI RESTORASI .......................................................................9

2. Ekosistem Hutan Rawa Air Payau

Fentie J. Salaka & Ari WIbowo ....................................................................10

2.1 Ekosistem Hutan Rawa ...................................................................10

2.2 Karakteristik Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay .....................................................................13

2.3 Pembentukan Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay .........................................................................................14

Daftar Pustaka .............................................................................................15

Page 12: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

x

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar Isi

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau

Yanto Rochmayanto & Mimi Salminah ........................................................18

3.1 Tujuan Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau .................18

3.2 Histori dan Dukungan Regulasi Untuk Restorasi Ekosistem di Hutan Rawa Air Payau ............................................21

3.3 Peran Restorasi Ekosistem Sebagai Nature Based Solution di Hutan Rawa Air Payau ................................................................27

Daftar Pustaka .............................................................................................29

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay ..............................................................................32

Nurul Silva Lestari & Dolly Priatna .............................................................32

4.1 Identifikasi Kondisi Ekologis Historis..........................................32

4.2 Autekologi dan Fenologi Tumbuhan ............................................36

4.3 Pemilihan Jenis ..................................................................................39

4.4 Identifikasi Modal Sosial .................................................................41

4.5 Kelembagaan Restorasi .....................................................................42

Daftar Pustaka .............................................................................................44

5. Strategi Restorasi Ekosistem

Yanto Rochmayanto .........................................................................................47

5.1 Mengapa Perlu Strategi Restorasi ...................................................47

5.2 Perspektif Strategi Restorasi ............................................................49

5.3 Pertimbangan Pemilihan Strategi Restorasi .................................55

Daftar Pustaka .............................................................................................59

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay

Nurul Silva Lestari, Fentie J Salaka, & Ismayadi Samsoedin .......................61

6.1 Shorea balangeran (Balangeran) ..........................................................61

6.2 Alstonia pneumatophora (Pulai Rawa) ................................................65

Page 13: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

xi

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar Isi

6.3 Cratoxylon arborescens (Gerunggang) .................................................69

6.4 Campnosperma coriaceum (Terentang) .................................................73

6.5 Dyera lowii (Jelutung)..........................................................................76

Daftar Pustaka .............................................................................................80

BAGIAN III ARAHAN STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI .......................................................................................................85

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan .................................................................................86

Fentie J. Salaka, Urip Wiharjo & Yanto Rochmayanto .................................86

7.1 Kondisi Geografis .............................................................................86

7.2 Kondisi Geologis ...............................................................................87

7.3 Kondisi Hidrologis ...........................................................................88

7.4 Penutupan Lahan .............................................................................90

7.5 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat .............................................94

Daftar Pustaka .............................................................................................99

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay)

Mimi Salminah & Yanto Rochmayanto........................................................100

8.1 Penyusunan Tipologi Lanskap ......................................................100

8.2 Tipologi Lanskap Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay ................................................................. 102

8.3 Pemilihan Strategi Restorasi ..........................................................107

Daftar Pustaka ...........................................................................................111

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay)

Ariwibowo, Dolly Priatna & Supriatno .......................................................112

9.1 Perencanaan Restorasi ....................................................................112

9.2 Sosialisasi dan Pengorganisasian ..................................................123

Page 14: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

xii

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar Isi

9.3 Pelaksanaan Restorasi .....................................................................126

9.4 Pemantauan dan Evaluasi ..............................................................130

9.5 Kebutuhan Biaya Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Lahan Marine Clay ................................................. 132

Daftar Pustaka ...........................................................................................136

BAGIAN IV PENUTUP ..............................................................................137

10. Refleksi bagi Pengembangan Strategi Restorasi di Indonesia

Yanto Rochmayanto & M. Zahrul Muttaqin ...............................................138

LAMPIRAN ........................................................................................................141

PROFIL PENULIS ............................................................................................149

Page 15: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Regulasi terkait restorasi ekosistem ..............................................23

Tabel 2 Gap kebijakan restorasi ekosistem hutan di Indonesia .............26

Tabel 3 Karakteristik sifat fisik marine clay ........................................... 36

Tabel 4 Spesies yang dapat digunakan untuk restorasi di hutan rawa ...................................................................................39

Tabel 5 Kandungan kimia tanah di areal PT KEN ..................................88

Tabel 6 Tinggi muka air tanah di areal konsesi PT KEN........................89

Tabel 7 Tutupan lahan PT KEN tahun 2017.............................................93

Tabel 8 Informasi demografis daerah yang berbatasan dengan areal restorasi .......................................................................95

Tabel 9 Tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan marine clay target restorasi ....................................................103

Tabel 10 Arahan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay ................................................... 109

Tabel 11 Kerapatan vegetasi per hektar di hutan rawa gambut Merang .............................................................................................117

Tabel 12 Karakteristik lokasi untuk pertimbangan pelaksanaan restorasi .............................................................................................118

Tabel 13 Pemilihan keputusan restorasi berdasarkan karakteristik lokasi ..........................................................................119

Tabel 14 Contoh tabel jadwal kegiatan untuk restorasi ekosistem .................................................................................................. 120

Tabel 15 Jenis vegetasi alami yang sesuai untuk restorasi di hutan rawa ...................................................................................122

Tabel 16 Standar biaya restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay pada lahan terbuka dan belukar di Sumatera Selatan ........................................................................133

Page 16: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 17: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi ekosistem hutan rawa air payau yang tidak tergenang ...................................................................14

Gambar 2 Kondisi ekosistem hutan rawa air payau yang tergenang ..............................................................................19

Gambar 3 Keanekargaman jenis vegetasi pada berbagai level degradasi hutan rawa gambut ..........................................35

Gambar 4 Alur pemilihan strategi restorasi ekosistem ............................53

Gambar 5 Pohon Shorea balangeran sebagai sumber benih .......................62

Gambar 6 Buah (a) dan anakan (b) Shorea balangeran .......................... 63

Gambar 7 Pohon pulai (Alstonia pneumatophora) .........................................66

Gambar 8 Stek pucuk (a) dan stek batang (b) pulai .................................68

Gambar 9 Gerunggang yang tumbuh di genangan air ...........................70

Gambar 10 Bunga gerunggang .......................................................................71

Gambar 11 Pohon terentang (Campnosperma coriaceum) ...............................74

Gambar 12 Bunga dan buah terentang .........................................................75

Gambar 13 Pohon jelutung (Dyera polyphyllai) ..............................................77

Gambar 14 Bunga dan buah jelutung ...........................................................78

Gambar 15 Persemaian jelutung dengan teknik genangan .......................79

Gambar 16 Bentang lahan areal konsesi PT KEN ......................................86

Gambar 17 Kondisi tanah di areal konsesi PT KEN .................................87

Gambar 18 Kondisi genangan (kiri) dan kanal di areal konsesi PT KEN (kanan) ..........................................................................90

Gambar 19 Distribusi genangan air di areal konsesi PT KEN .................90

Gambar 20 Vegetasi gelam di areal konsesi PT KEN .................................92

Gambar 21 Dinamika tutupan lahan areal konsesi PT KEN ...................92

Page 18: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

xvi

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar Gambar

Gambar 22 Beberapa fauna yang ditemukan di areal PT KEN ...............93

Gambar 23 Persebaran lahan garapan masyarakat di areal konsesi PT KEN ...........................................................................96

Gambar 24 Gambaran mobilisasi masyarakat dalam areal konsesi PT KEN .................................................................97

Gambar 25 Resume histori keterkaitan masyarakat transmigran dengan hutan .........................................................98

Gambar 26 Rencana tata ruang sistem zonasi pada areal konsesi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN ..........................................................101

Gambar 27 Berbagai tipologi lanskap hutan rawa air payau jenis tanah marine clay PT KEN ................................................106

Gambar 28 Kondisi areal target restorasi PT KEN dengan dominasi gelam ..........................................................................115

Gambar 29 Kondisi areal restorasi PT KEN berupa lahan terbuka ..............................................................................116

Gambar 30 Struktur organisasi restorasi ....................................................125

Page 19: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ........................................................................................................142

Lampiran 2 ........................................................................................................144

Lampiran 3 ........................................................................................................145

Lampiran 4 ........................................................................................................146

Lampiran 5 ........................................................................................................147

Page 20: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 21: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Aklimatisasi Penyesuaian dengan iklim

Amdal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Autekologi Ilmu ekologi yang mempelajari interaksi antara suatu spesies secara individu dengan lingkungannya

Basal area Luas penutupan area berdasarkan diameter batang pohon

Faktor abiotik Komponen non makhluk hidup yang membentuk suatu ekosistem

Faktor biotik Komponen makhluk hidup yang membentuk suatu ekosistem

Fenologi Ilmu yang mempelajari waktu dan pola terjadinya perubahan siklus hidup tumbuhan

Inpres Instruksi Presiden

IUPHHBK Izin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Bukan Kayu

IUPHHK HA Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam

IUPHHK HT Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman

IUPHHK RE Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem

IUPJL Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan

IUPK Izin Usaha Pemanfaatan Kawasan

JICA Japan International Cooperation Agency

Kelembagaan Suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia

KHG Kesatuan Hidrologis Gambut

Kondisi historis Kondisi awal suatu ekosistem

Page 22: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

xx

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Mikoriza Cendawan atau fungi yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan

NDC Nationally Determined Contributions

P3SEKPI Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim

Penyulaman Penanaman kembali pada lubang tanam yang kosong bekas bibit tanaman yang telah mati

Perdirjen PHPL Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

Permen LHK Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Permenhut Peraturan Menteri Kehutanan

Pokja Kelompok Kerja

PP Peraturan Pemerintah

PT KEN Perseroan Terbatas Karawang Ekawana Nugraha

RE Restorasi Ekosistem

Rekalsitran Sifat benih yang cepat rusak apabila diturunkan kadar airnya, dan tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembaban rendah

Spesies klimaks Spesies yang tidak mengalami perubahan pada ekosistem yang tidak terganggu dan dapat tumbuh di bawah naungan

Spesies pionir Spesies awal yang tumbuh pada ekosistem yang telah terdegradasi

TPTI Tebang Pilih Tanam Indonesia

UKL Upaya Kelola Lingkungan

UPL Upaya Pemantauan Lingkungan

UU Undang-undang

Daftar Singkatan dan Istilah

Page 23: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

BAGIAN I PENDAHULUAN

Page 24: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Memulihkan Fungsi Ekosistem Hutan Rawa 1. Air Payau: Sebuah Pendahuluan

Yanto Rochmayanto & Muhammad Zahrul Muttaqin

Latar Belakang1.1

Degradasi lahan dapat ditandai dengan berkurangnya tutupan lahan (vegetasi) dan gejala rusaknya tanah (yang berbentuk erosi) yang pada akhirnya mempengaruhi atau mengganggu fungsi hidrologi dan daerah sekitarnya (Puslitbangtanak, 2004). Ciri lain dari lahan yang terdegradasi adalah hanya ditumbuhi semak-belukar, alang-alang, dan rerumputan (Wahyunto & Dariah, 2014).

Penyebab degradasi lahan sangat beragam dan dapat terjadi akibat salah satu penyebab atau kombinasi dari berbagai penyebab (Wahyunto & Dariah, 2014). Praktik pertanian yang tidak tepat, aktivitas pertambangan dan industri, serta marjinalisasi tanah dapat menjadi penyebab degradasi lahan. Degradasi lahan juga dapat diakibatkan oleh bencana alam misalnya banjir, kekeringan, longsor, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Ketidakstabilan politik, peningkatan jumlah penduduk, dan kemiskinan dapat juga menjadi penyebab tidak langsung degradasi lahan.

Degradasi lahan yang diakibatkan oleh manusia dimulai dengan perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi bentuk penggunaan lain. Luas lahan terdegradasi di Indonesia selalu bertambah. Pada tahun 1968 luas lahan terdegradasi di Indonesia 20 juta ha, tahun 90-an meningkat menjadi sekitar 40 juta ha, dan pada tahun 2008 mencapai 77,8 juta ha (Ditjen PDAS-PS, 2011).

Melihat perkembangan lahan terdegradasi yang demikian maka tindakan pemulihan fungsi ekosistem hutan menjadi satu-satunya pilihan yang penting untuk dijalankan. Lahan merupakan gabungan yang kompleks antara tanah, air, dan keanekaragaman hayati. Ketiga elemen tersebut secara bersama menyediakan produk dan jasa bagi manusia dan seluruh

Page 25: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 3

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

kehidupan di muka bumi. Kesehatan ekosistem akan memberikan dukungan terhadap kesehatan, mata pencaharian, dan keamanan bagi sekitar 7,7 miliar penduduk bumi (United Nation, 2019), termasuk 265 juta orang di Indonesia (BPS, 2019).

Restorasi ekosistem merupakan langkah yang sangat tepat untuk upaya pemulihan ekosistem yang telah terdegradasi. Restorasi ekosistem bukan kewajiban salah satu pihak semata namun menjadi kewajiban kolektif dan menuntut peran aktif seluruh entitas, termasuk sektor swasta, terlebih entitas yang memiliki ketergantungan kuat dengan fungsi lahan dan ekosistem. Oleh karena itu, restorasi ekosistem di areal konsesi perusahaan swasta merupakan salah satu unsur penting keberhasilan pengelolaan hutan lestari bagi kelestarian pengelolaan bentang lahan lokasi hutan tersebut berada.

Konsep restorasi ekosistem belum sepenuhnya dipahami oleh semua kalangan. Restorasi ekosistem merupakan kegiatan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi serta seringkali bersifat spesifik lokasi, sehingga memerlukan pengetahuan terkait dengan kondisi dan situasi biofisik serta sosial-budaya masyarakat setempat. Penyebarluasan informasi strategi dan teknik restorasi ekosistem yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan merupakan hal yang sangat penting agar dapat menjadi pedoman para pihak dalam melaksanakan restorasi ekosistem yang spesifik lokasi.

Buku ini memberikan pemahaman dasar dan teknis restorasi ekosistem hutan rawa air payau yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dengan buku-buku atau pedoman restorasi ekosistem lainnya, buku ini: (1) merumuskan strategi yang bersumber dari data primer; (2) mengangkat tipologi restorasi ekosistem oleh perusahaan swasta dengan penekanan pada areal konsesi; dan (3) dapat dijadikan pedoman, baik oleh publik maupun pelaksana lapangan.

Ruang Lingkup1.2

Upaya restorasi ekosistem dapat dilakukan melalui pendekatan berbeda, disesuaikan dengan karakteristik khusus ekosistem hutan yang akan direstorasi serta tujuan restorasinya. Buku-buku restorasi ekosistem memang sudah tersedia secara beragam, namun buku ini akan membahas

Page 26: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian I Pendahuluan4

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

secara khusus mengenai strategi dan teknik restorasi untuk ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay secara komprehensif, termasuk aspek sosial dan ekonomi.

Buku ini mengangkat pembelajaran dari karakteristik ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Tingkat kedalaman strategi dan teknik restorasi ekosistem yang diulas adalah tingkat messo, yaitu bersifat sebagai arahan pelaksanaan lapangan namun tidak terlalu rinci. Apabila dibutuhkan panduan yang lebih rinci, para pelaku tingkat operasional dapat menjabarkannya dalam bentuk panduan, rancangan teknis, atau standard operational procedure (SOP).

Tujuan Penulisan Buku 1.3

Data dan informasi terkait ekosisitem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay, baik tentang kemampuan regenerasi maupun teknik restorasi yang tepat untuk ekosistem tersebut, belum banyak tersedia. Buku Strategi dan Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay ini ditujukan untuk menyediakan arahan strategi dan teknik restorasi yang sesuai untuk ekosistem hutan rawa air payau pada tipe lahan marine clay yang komprehensif dan terintegrasi, dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.

Strategi dan teknik restorasi yang direkomendasikan pada buku ini didasarkan pada analisis kondisi dan karakteristik spesifik ekosistem hutan rawa tipe lahan marine clay serta kondisi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar lokasi studi di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Meskipun demikian, buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau panduan umum tentang kegiatan restorasi ekosistem di ekosistem hutan rawa air payau di daerah lain yang memiliki karakteristik serupa dengan ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang ada di lokasi studi buku ini.

Page 27: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 5

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Sistematika Penulisan Buku 1.4

Buku ini terbagi ke dalam empat bagian. Bagian pertama merupakan pendahuluan, bagian kedua menjelaskan gambaran umum ekosistem hutan rawa air payau dan urgensi restorasi. Bagian ketiga adalah arahan teknis restorasi ekosistem hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay, dan bagian keempat merupakan penutup.

Bagian pertama hanya berisi satu bab, yaitu pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang penyusunan buku, bedanya buku ini dengan buku restorasi lain, ruang lingkup buku, tujuan penulisan buku, serta sistematika penyajian buku.

Bagian kedua berisi gambaran umum ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay dan urgensi restorasi, merupakan pengantar konsep restorasi ekosistem yang akan melandasi pemilihan strategi dan teknik restorasi pada ekosistem tersebut. Bagian ini terdiri atas lima bab, yaitu karakteristik ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay, urgensi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay, prinsip-prinsip restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay, strategi restorasi, serta ekologi dan silvikultur jenis pilihan untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay.

Bagian kedua dimulai dengan bab 2 yang menguraikan kondisi ekosistem hutan rawa air payau secara umum dan karakteristik ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang perlu dipertimbangkan untuk kegiatan restorasi. Bab ini juga menjelaskan tentang pembentukan ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay.

Bab 3 yang masih merupakan bagian kedua menguraikan urgensi restorasi ekosistem hutan rawa air payau. Selain mencakup tujuan restorasi ekosistem hutan rawa air payau, bab ini juga mengulas perkembangan peraturan terkait restorasi ekosistem, khususnya yang relevan dengan ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay. Di samping itu, peran restorasi ekosistem dalam pembangunan nature based solution diuraikan kemudian.

Page 28: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian I Pendahuluan6

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bab 4 menjelaskan prinsip-prinsip restorasi ekosistem hutan rawa air payau dengan mengetengahkan kondisi ekologi awal ekosistem hutan rawa, autekologi dan fenologi tumbuhannya, pemilihan jenis untuk restorasi pada ekosistem tersebut. Selain itu, kondisi modal sosial serta kelembagaan restorasi yang diperlukan juga menjadi bahasan yang melengkapi informasi biofisik.

Bagian ini dilanjutkan dengan bab 5 yang memuat strategi restorasi untuk ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay serta panduan pemilihan strategi restorasi yang sesuai untuk diterapkan. Pertimbangan pemilihan strategi restorasi pada ekosistem hutan rawa air payau dijelaskan pada bagian akhir bab ini.

Bab 6 menutup bagian kedua dengan uraian terkait ekologi dan silvikultur jenis-jenis tanaman untuk resetorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay. Bab ini menyajikan beberapa jenis utama dan unggulan yang dapat diprioritaskan untuk restorasi ekosistem di hutan rawa air payau tipe lahan marine clay.

Bagian ketiga adalah arahan strategi dan teknik restorasi. Bagian ini diawali dengan bab 7 tentang karakteristik dan kondisi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang mengambil pembelajaran dari kawasan konsesi restorasi ekosistem di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Karakteristik tersebut mencakup geografis, geologis, hidrologis, penutupan lahan, dan sosial-ekonomi masyarakat sekitarnya.

Bab selanjutnya, yaitu bab 8 menguraikan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay. Penyusunan tipologi lanskap mengawali bab ini sehingga memberikan arahan bagaimana pemilihan strategi restorasi ekosistem yang tepat yang diuraikan pada sub bab berikutnya.

Bab 9 yaitu teknik restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay menerangkan secara lebih rinci tahapan dan teknis pelaksanaan restorasi pada ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay. pada bab ini disajikan analisis pembentukan kelembagaan dan biaya pelaksanaan restorasi ekosistem secara lebih spesifik.

Page 29: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 7

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian keempat atau bagian akhir merupakan bagian penutup. Bagian ini hanya menampilkan satu bab, yaitu Refleksi bagi Pengembangan Strategi Restorasi Ekosistem di Indonesia. Bab ini merupakan sintesis dari uraian seluruh bab dan memberikan arah strategi pengembangan restorasi ekosistem hutan rawa tipe lahan marine clay di tingkat nasional.

Daftar PustakaBPS. (2019). Statistik Indonesia 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[Ditjen PDAS-PS] Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial. (2011). UNCCD Asia Pacific Regional Consultation Meeting Prepatory to COP-10, Bali, 14 September 2011. (http:// www.tn-babul.org/index.php?option=com_ content&view= article&id=346).

[Puslitbangtanak] Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. (2004). Teknologi konservasi tanah pada lahan kering berlereng. Bogor: Puslitbang Tanah dan Agroklimat.

United Nations. (2019). World population prospects 2019: highlights (ST/ESA/SER.A/423). United Nation: Department of Economic and Social Affairs, Population Division.

Wahyunto & Dariah, A. (2014). Degradasi lahan di Indonesia: kondisi existing, karakteristik, dan penyeragaman definisi mendukung Gerakan Menuju Satu Peta. Jurnal Sumberdaya Lahan, 8(2), 81-93.

Page 30: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 31: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

BAGIAN II EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU

DAN URGENSI RESTORASI

Page 32: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 2.

Fentie J. Salaka & Ari WIbowo

Ekosistem Hutan Rawa 2.1

Eksosistem hutan rawa merupakan salah satu ekosistem terrestrial yang berperan penting sebagai penyimpanan karbon dan pengendali iklim mikro. Selain itu, beberapa manfaat penting ekosistem hutan rawa adalah sebagai sumber bahan baku kayu, habitat berbagai jenis mamalia dan burung, mengurangi risiko intrusi air laut ke dalam air tawar, baik air tanah maupun sungai, serta mengurangi risiko banjir dan kebakaran hutan. Eksploitasi besar-besaran terhadap hutan rawa, khususnya untuk konsesi pemanfaatan kayu dan kelapa sawit, menyebabkan sebagian besar ekosistem hutan rawa di Indonesia mengalami degradasi.

Lahan rawa merupakan salah satu ekosistem lahan basah yang terletak antara wilayah dengan sistem daratan dan sistem perairan (Soeparno, 2012), tergenang secara periodik atau terus-menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat. Kondisi hidrologi pada lahan rawa umumnya dipengaruhi oleh curah hujan, pasang-surutnya air laut, limpasan dari luar (run off), perkolasi, dan resapan. Dalam kondisi alami, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenis rumputan (reeds, sedges, dan rushes), vegetasi semak maupun kayu-kayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal, atau bahkan tergenang dangkal (Oktaviani et al., 2015).

Lahan rawa mempunyai karakter yang berbeda dan sangat bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Karakter tersebut meliputi jenis tanah, tingkat kesuburan, potensi kandungan racun pirit dan aluminium, ketebalan dan kematangan gambut, kemasaman tanah dan air, tipe luapan, dan genangan air (Ar-Riza & Alkasuma, 2008).

Menurut Haryono et al.,(2013), berdasarkan jangkauan pengaruh pasang dan intrusi air laut maka bentang lahan rawa dapat dibagi ke dalam tiga zona. Zona I yaitu pantai atau perairan air payau, zona II yaitu rawa pasang

Page 33: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Lahan Kering

11

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

surut atau perairan air tawar, dan zona III yaitu rawa lebak atau perairan air tawar pedalaman. Berdasarkan klasifikasi ini maka hutan rawa payau berada pada zona II di mana kekuatan arus air pasang dari lautnya sedikit lebih besar atau sama dengan kekuatan arus sungai. Sebagian lahan pasang surut, termasuk hutan rawa payau sering mendapat pengaruh salinitas air laut, terutama pada musim kemarau (Wetlands International-Indonesia Programme, n.d). Rawa-rawa ini menerima banjir rutin atau sesekali dari pasang surut air laut yang kemudian bercampur dengan air tawar dari sungai, aliran, dan limpasan dataran tinggi.

Lingkungan hutan rawa payau yang berada pada zona II dipengaruhi oleh gabungan lingkungan air tawar dan air laut yang di zona tersebut ditemukan fisiografi aluvial yaitu hasil endapan sungai, gambut yang menempati depresi, dan fisiografi marin yang terbentuk di lingkungan laut/marin (Wahyunto et al., 2005). Tipologi lahan yang terdapat pada zona ini yaitu tipologi lahan salin, mempunyai ciri unsur Na tukar yang cukup tinggi >8 me/100 g tanah (Ar-Riza & Alkasuma, 2008).

Di daerah pasang surut air laut atau payau, termasuk hutan rawa air payau, umumnya ditemui tanah sulfat masam (Fahmi & Wakhid, 2018). Kandungan bahan sulfidik merupakan penciri tanah sulfat masam, yakni bahan yang mengandung pirit (FeS2) >2% (Pusparani, 2018). Pirit merupakan senyawa logam sulfida yang dijumpai pada sedimen daratan dan lingkungan marine (Damanik & Hanudin, 2008). Di lapangan, lahan ini dapat ditemukan dalam dua keadaan yaitu sebagai: a) lahan sulfat masam potensial, lapisan piritnya berada pada kedalamaan >100 cm dari permukaan tanah, mempunyai pH >3,5 yang makin tinggi selaras dengan kedalam tanah, berada dalam status reduksi atau proses pemasaman belum berjalan; dan b) lahan sulfat masam aktual yang mempunyai pH tanah <3,5, mempunyai horizon sulfurik atau tanda-tanda horizon sulfurik yang disebabkan oleh teroksidasinya pirit akibat drainase berlebihan (Suastika et al., 2014).

Jenis tanah sulfat masam termasuk dalam klasifikasi ordo entisol dan ordo inceptisol, tergantung kemasaman tanah. Tanah ini mengandung mineral besi sulfida dan merupakan endapan dari bahan marin yang dapat dicirikan oleh salah satu atau beberapa hal yaitu mengandung bahan sulfidik, memiliki horison sulfurik, terdapat bercak jarosit, dan mengandung

Page 34: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

12

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

bahan penetral berupa karbonat atau basa tukar lainnya (Fahmi & Wakhid, 2018). Beberapa ciri lapisan pirit adalah konsistensi lumpur/tak matang atau bercak jarosit berwarna kekuningan jerami pada tanah; adanya warna reduksi kelabu atau kelabu kehijauan, baik dengan maupun tanpa bercak hitam; adanya bahan organik, terutama berupa akar serabut, atau berseling dengan lapisan mineral berkonsistensi setengah matang; dan adanya bau H2S pada tanah yang terganggu atau diolah (Suastika et al., 2014).

Pada tanah sulfat masam, pH tanah membentuk pola yang berulang dengan pH tanah tertinggi sekitar 7,0 terjadi pada akhir musim hujan sampai puncak musim kemarau dan terendah berkisar 3,0 yang terjadi pada saat transisi musim kemarau ke musim hujan (Fahmi & Wakhid, 2018). Kemasaman tanah sulfat masam dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain keberadaan pirit, mineral besi oksida-hidroksida, sulfat, bahan organik, bahan penetral, dan kondisi hidrologis lahan atau kelembaban tanah (Fahmi & Wakhid, 2018).

Ketersediaan hara di tanah sulfat masam secara umum berada dalam kondisi yang rendah sampai sangat rendah yang dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah atau kondisi hidrologis lahan (Fahmi & Wakhid, 2018). Hal ini menyebabkan spesies-spesies yang tumbuh di daerah ini cenderung berkelompok membentuk komunitas tumbuhan yang miskin spesies (Indriyanto, 2006).

Ekosistem hutan rawa umumnya tersusun oleh vegetasi yang selalu hijau, didominasi oleh pohon-pohon dengan tinggi mencapai 40 meter dan memiliki beberapa lapisan tajuk sehingga bentuknya hampir menyerupai hutan hujan tropis (Indriyanto, 2006). Vegetasi asli hutan rawa umumnya ditempati oleh jenis kayu antara lain ramin (Gonystylus bancanus), meranti (Shorea sp.), dan balangeran (Shorea balangeran) (Haryono et al., 2013).

Menurut Anwar et al.,(1984), pohon gelam (Melaleuca sp.) menempati hampir semua lahan rawa yang telah dibuka dan tidak dimanfaatkan. Selain gelam, vegetasi yang umumnya dijumpai pada lahan sulfat masam yang terlantar adalah mahang (Macaranga maingayi), terentang merah (Campnosperma macrophylla), purun tikus (Eleocharis dulcis), perupuk (Laphopetalum javanicum), dan paku-pakuan (Pteridophyta). Hasil kajian Oktaviani et al., (2015) menemukan bahwa di hutan rawa sekunder di Sumatera Selatan beberapa

Page 35: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Lahan Kering

13

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

spesies yang dominan tumbuh selain gelam yaitu Alpinia sp., Acacia mangium, dan Scleria sumatrensis (rija-rija/kerisan). Di beberapa lokasi lain di Sumatera, suksesi ditempati oleh jenis mahang (Macaranga sp.), terentang (Campnosperma sp,), dan pelawan (Tristaniopsis merguensis) (Anwar et al., 1984).

Karakteristik Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe 2.2 Lahan Marine Clay

Marine clay atau disebut juga liat marin merupakan salah satu jenis tanah liat sekunder atau tanah sedimen (endapan) yang terbentuk akibat pelapukan batuan feldspatik (fieldspathic) yang berpindah jauh dari batuan induknya. Hal ini karena adanya tenaga eksogen yang menyebabkan butiran butiran tanah liat lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa, tanah marin, dan tanah danau. Marine clay sebagaimana tanah liat umumnya memiliki tekstur sangat keras dalam keadaan kering, bersifat plastis pada kadar air sedang, serta bersifat lebih lengket (kohesif) dan sangat lunak pada kadar air yang lebih tinggi (Terzaghi & Peck, 1987).

Marine clay merupakan salah satu jenis tanah liat yang merupakan deposit yang mempunyai partikel berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih dari 50% (Bowles, 1984). Dalam keadaan kering, tanah liat sangat keras, bersifat plastis pada kadar air sedang; sedangkan pada keadaan kadar air yang lebih tinggi, tanah liat akan bersifat lebih lengket (kohesif) dan sangat lunak (Terzaghi & Peck, 1987; Das, 1995).

Marine clay juga umumnya dijumpai sebagai salah satu substratum tanah mineral di lahan gambut (Noor, 2001). Lahan gambut yang memiliki substrat liat (clay) lebih subur dibandingkan gambut dengan substrat pasir (Dariah et al., 2016). Gambut dengan tekstur substrat liat memiliki pH basa serta kandungan P (posfor) total yang tinggi daripada gambut dengan tekstur substrat pasir (Nurhayati, 2001). Kendati merupakan bentuk evolusi dari lahan gambut, marine clay menyerap karbon lebih besar dibandingkan lahan gambut. Hal ini disebabkan salah satunya oleh unsur hara yang terdapat dan tersedia pada tipe lahan marine clay lebih besar dibanding lahan gambut (Siahaan & Sumadi, 2017).

Page 36: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

14

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: PT KEN (2015)

Kondisi ekosistem hutan rawa air payau yang tidak tergenangGambar 1

Pembentukan Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe 2.3 Lahan Marine Clay

Berdasarkan sejarah pembentukannya, marine clay adalah jenis tanah liat sekunder (sedimen) yang terbentuk akibat pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan induknya. Hal ini sebagai akibat adanya tenaga eksogen yang menyebabkan butiran-butiran tanah liat lepas dan mengendap di daerah-daerah rendah seperti lembah sungai, lahan rawa, lahan marine, dan lahan danau. Partikel tanah marine clay akan mengalami pengendapan setelah mengalami erosi dan transportasi dari tanah induknya ke tepian pantai.

Marine clay juga umumnya ditemukan sebagai salah satu substratum atau lapisan tanah mineral di lahan basah gambut (Noor, 2001) yang terbentuk di lingkungan laut/marin sehingga masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay sering digambarkan sebagai ekosistem hutan rawa gambut yang telah terdegradasi dan gambutnya telah hilang atau menipis.

Page 37: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Lahan Kering

15

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Dalam kondisi alami, lahan rawa umumnya ditutupi oleh hutan yang lebat dengan spesies endemik. Pengelolaan lahan yang tidak baik menyebabkan tutupan lahannya berubah menjadi vegetasi gelam atau padang rumput purun yang tidak produktif (Subiksa, nd).

Penebangan kayu dan pengeringan lahan tanpa pertimbangan ekologis akan memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pengeringan ekosistem rawa membuat mikroba tanah mengurai bahan organik dan melepaskan CO2. Siklus surut dan keringnya ekosistem rawa yang terus-menerus akan menjadi sumber emisi CO2. Selain itu, ketika ekosistem rawa menjadi kering, tanaman dan semak belukar di atasnya akan lebih mudah terbakar. Terbakarnya ekosistem rawa akibat perilaku manusia atau karena faktor alam akan melepaskan banyak CO2 yang tersimpan. Selain memicu perubahan iklim, gas CO2 juga akan menyebabkan penyakit saluran pernapasan, penglihatan, dan risiko lainnya. Selain itu, pengeringan ekosistem hutan rawa akan merugikan upaya pengembangan budidaya di lahan rawa akibat teroksidasinya kandungan pirit yang menyebabkan tanah rawa menjadi tanah masam sulfat dan pada akhirnya menghambat pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan uraian sejarah pembentukan tipe lahan marine clay tersebut, ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang dimaksud dalam buku ini adalah ekosistem hutan rawa gambut tipis yang telah terdegradasi dan terdeforestasi. Ketebalan gambut yang tersisa hanya kurang dari 50 cm serta masih dipengaruhi pasang-surut air laut.

Daftar PustakaAnwar, J., Damanik, S. J., Hisyam, N., & Whitten, A. J. (1984). Ekologi

ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press.

Ar-Riza, I. & Alkasuma. (2018). Pertanian lahan rawa pasang surut dan strategi pengembangannya dalam era otonomi daerah. Jurnal Sumberdaya Lahan, 2(2), 95-104.

Bowles, J. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Page 38: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

16

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Damanik, Z. & Hanudin, E. (2008). Peranan bahan organik dan fosfat terhadap kimia permukaan dan oksidasi pirit. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 8(1), 56-66.

Dariah, A., Maftuah, E., & Maswar. (2016). Karakteristik lahan gambut. Bogor: Balai Peneltian Tanah.

Das, B. M. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Fahmi, A. & Wakhid, N. (2018). Karakteristik lahan rawa. In Agroekologi Rawa. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Haryono, Noor, M., Syahbuddin, H., & Sarwani. (2013). Lahan rawa: penelitian dan pengembangan. Jakarta: IAARD Press.

Indriyanto. (2006). Ekologi hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurhayati. (2001). Karakteristik dan genesis gambut pedalaman dengan substratum pasir dan liat di Kalimantan Tengah serta potensinya untuk pertanian (Tesis). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noor, M. (2001). Pertanian lahan gambut, potensi dan kendala. Yogyakarta: Kanisius.

Oktaviani, S. I., Santri, D. J., & Dayat, E. (2015). Keanekaragaman vegetasi rawa di Kecamatan Tanjung Lago. Jurnal Lahan Suboptimal, 4(2), 133-148.

Pusparani, S. (2018). Karakterisasi sifat fisik dan kimia pada tanah sulfat masam di lahan pasang surut. Jurnal Hexagro, 2(1), 1-4.

Siahaan, H. & Sumadi, A. (2017). Serapan karbon hutan tanaman krasikarpa pada lahan basah di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Sumatrana, 1(1), 33-41.

Soeparno, H. (2012). Lahan rawa: penelitian dan pengembangan. Jakarta: IAARD Press.

Suastika, I. W., Hartatik, W., & Subiksa, I G. M. (2014). Karakteristik dan teknologi pengelolaan lahan sulfat masam mendukung pertanian ramah lingkungan. Dalam Husnain, Putu Wigena, Wiwik Hartatik, Yoyo Sulaeman, I Wayan Suastika, & Joko Purnomo. (Penyunting), Pengelolaan Lahan pada Berbagai Ekosistem Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan. Jakarta: IAARD Press.

Page 39: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

2. Ekosistem Hutan Dataran Rendah Lahan Kering

17

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Subiksa, IGM. (n.d). Evaluasi kinerja pembangunan pertanian dalam perspektif ekoregion rawa pasang surut. Diunduh 27 Desember 2019 dari litbang.pertanian.go.id.

Terzaghi, K. & Peck, R. B. (1987). Mekanika tanah dalam praktek rekayasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wahyunto, Ritung, S., Suparto, & Subagjo, H. (2005). Sebaran gambut dan kandungan karbon di Sumatera dan Kalimantan (Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia). Bogor: Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.

Wetlands International-Indonesia Programme. (n.d.) Mengenal tipe lahan rawa gambut. Diunduh 20 Maret 2020 dari http://wetlands.or.id/PDF/Flyers/Agri05.pdf.

Page 40: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Urgensi Restorasi Ekosistem 3. Hutan Rawa Air Payau

Yanto Rochmayanto & Mimi Salminah

Tujuan Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau3.1

Ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay merupakan ekosistem yang unik. Hutan rawa pada umumnya terbentuk di sepanjang aliran sungai, danau, daerah endapan sungai yang mengalami banjir secara berkala, atau daerah delta dan merupakan daerah transisi antara sungai, danau, dan dataran tinggi (Burton, 2009). Tretting (2008) menyatakan bahwa selain ciri khas vegetasi yang dapat hidup di air, tidak ada karakteristik ekologi ekosistem hutan rawa yang konsisten di dunia, bergantung pada lokasi geografinya.

Sebagian besar ekosistem hutan rawa di Asia Tenggara, terutama di sepanjang pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Peninsular-Malaysia telah mengalami kerusakan parah sebagai dampak pembangunan hutan tanaman atau perkebunan (Koh et al., 2013). Di Indonesia, ekosistem hutan rawa air payau telah mengalami perubahan yang signifikan akibat aktivitas pertanian, permukiman, dan perikanan (Rozana, 2014). Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap ekosistem hutan rawa air payau sangat tinggi untuk menunjang kehidupan mereka. Kerusakan tersebut telah mengakibatkan fungsi ekosistem hutan rawa air payau sebagai peredam gelombang laut, pencegah abrasi pantai dan erosi, pencegah intruisi air laut, serta sebagai penstabil lahan (land stabilizer) semakin menurun. Selain itu, berbagai jenis satwa liar, khususnya burung dan mamalia, kehilangan habitat akibat kerusakan ekosistem hutan rawa air payau.

Restorasi ekosistem merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi ekosistem hutan rawa air payau sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada prinsipnya restorasi ekosistem hutan rawa tipe lahan marine clay sama dengan restorasi pada ekosistem hutan lainnya. Restorasi ekosistem ditujukan sebagai upaya mengembalikan struktur, produktivitas, keragaman

Page 41: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 19

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

jenis hutan sebagaimana kondisi awalnya sehingga pada waktunya, proses dan fungsi ekologi hutan tersebut akan sesuai dengan kondisi awalnya. ITTO & IUCN (2005) mendefiniskan restorasi hutan sebagai sebuah proses yang bertujuan untuk mengembalikan kemampuan ekosistem hutan yang telah terdegradasi atau terdeforestasi untuk mendukung atau menjaga proses ekologi hutan dan kekayaan keanekaragaman hayatinya serta untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Restorasi ekosistem juga harus memberikan manfaat, baik secara ekologis maupun sosial-ekonomi.

Proses suksesi atau pemulihan kondisi hutan rawa air payau tipe lahan marine clay membutuhkan waktu yang relatif lama sehingga proses mengembalikan struktur, produktivitas, dan keragaman jenis ke kondisi semula akan susah tercapai (Niswander & Mitsch, 1995; Brown & Veneman, 1998; King et al., 2000). Beberapa kasus menunjukkan bahwa restorasi ekosistem hutan rawa menghasilkan karakteristik ekosistem yang berbeda dengan karakteristik ekosistem hutan rawa asalnya (National Research Council, 2001).

Foto: PT KEN (2015)

Kondisi ekosistem hutan rawa air payau yang tergenangGambar 2

Oleh karena itu, tujuan restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay difokuskan untuk memulihkan kondisi ekosistem dengan menanam vegetasi yang dapat mempertahankan fungsi hidrologis

Page 42: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

20

ekosistem hutan rawa air payau sehingga ciri utama ekosistem tetap dapat dipertahankan. Selain itu, restorasi diupayakan dengan menanam jenis-jenis vegetasi yang memiliki nilai ekonomi bagi pengelola hutan dan masyarakat sekitar, sekaligus dapat menjadi habitat atau menarik berbagai jenis fauna untuk datang ke ekosistem tersebut.

Untuk mencapai tujuan restorasi ekosistem tersebut serta mempertimbangkan kondisi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang mengalami degradasi parah, beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam melakukan kegiatan restorasi ekosistem hutan tersebut adalah:

Menjaga agar ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan • marine clay tidak mengalami kekeringan yang dapat menyebabkan pirit di dalamnya, teroksidasi, dan menjadi tanah sulfat masam yang sulit untuk dimanfaatkan. Salah satu ciri ekosistem hutan rawa tipe lahan marine clay yang telah teroksidasi dan menjadi tanah masam sulfat adalah dominasi tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis). Restorasi hidrologis untuk memulihkan tata air ekosistem rawa sehingga bagian-bagiannya menjadi basah dan berfungsi kembali sebagaimana semula, dimungkinkan untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum restorasi vegetasi.

Pemilihan jenis vegetasi yang sesuai dengan kondisi di tingkat tapak •(species site matching). Vegetasi yang dapat ditanam adalah yang tahan kondisi masam, tergenang air, miskin unsur hara, dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya. Teknik restorasi yang dipilih akan berbeda untuk areal air dalam, dangkal, dan kering. Restorasi di areal yang tergenang dengan sedikit air dapat ditanamani dengan jenis-jenis tanaman darat, sementara lahan dengan genangan air yang tinggi dapat ditanami dengan jenis-jenis tanaman air. Pada umumnya, vegetasi yang ditanam pertama kali adalah jenis pionir yang cepat tumbuh, diikuti dengan jenis tumbuhan bawah dan jenis pohon besar asli ekosistem rawa. Jenis pionir akan membantu proses stabilisasi kondisi awal ekosistem rawa. Pada beberapa kasus, penanaman dapat dibantu dengan memberikan jamur mikoriza untuk memperluas vegetasi dalam mencari unsur hara dan bertahan hidup. Untuk memperbaiki tingkat

Page 43: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 21

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

kemasaman tanah dan air maka dapat ditambahkan ameliorant, baik berupa kapur maupun lumpur pantai pada saat persemaian dilakukan. Selama melakukan revegetasi, kondisi ekosistem harus dijaga agar tidak ada gangguan, baik dari manusia maupun faktor alam.

Restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan • marine clay harus memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya akar tanaman harus menyentuh media tanah. Pada ekosistem rawa, akar tanaman lain (seperti pakis) banyak menghalangi media tanamnya. Selain pemilihan jenis, restorasi juga harus memperhatikan kualitas bibit dan musim tanam. Penanaman di ekosistem rawa yang memiliki genangan air sebaiknya tidak dilakukan pada musim penghujan karena bibit akan terendam. Bibit juga harus ditanam pada areal yang lebih tinggi.

Restorasi perlu dikembangkan ke arah pengelolaan multi produk, •termasuk non kayu yang dilakukan dengan melibatkan secara aktif masyarakat sekitar. Tren pengembangan bisnis kelestarian ekosistem adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk mendukung berbagai bidang usaha, salah satunya adalah farmakologi. Dengan demikian maka restorasi ekosistem dapat diarahkan pada pengembangan jenis vegetasi yang berfungsi sebagai tempat/media tumbuh mikroorganisme.

Pelaksanaan restorasi harus memperhatikan kondisi sosial dan budaya •masyarakat sekitar. Upaya restorasi perlu mengoptimalkan partisipasi masyarakat setempat. Restorasi juga harus dapat meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pendidikan yang berkelanjutan sehingga masyarakat dapat menjadi mitra kerja restorasi ekosistem yang memenuhi standar. Untuk efektivitas, diperlukan manajemen kelembagaan pelaksanaan restorasi dengan masyarakat sekitar.

Histori dan Dukungan Regulasi Untuk Restorasi 3.2 Ekosistem di Hutan Rawa Air Payau

Restorasi ekosistem hutan merupakan salah satu upaya Indonesia dalam menanggulangi masalah degradasi dan deforestasi hutan yang terus meningkat. Upaya pemulihan ekosistem hutan yang mengalami deforestasi dan degradasi mulai diinisiasi oleh pemerintah melalui penetapan UU No. 41 tahun 1999 jo UU No. 19/2004 tentang Kehutanan. Meskipun demikian,

Page 44: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

22

upaya restorasi ekosistem hutan saat itu masih berorientasi pada upaya rehabilitasi. Rehabilitasi berbeda dengan restorasi, karena rehabilitasi tidak ditujukan untuk mengembalikan kondisi ekosistem hutan ke kondisi semula, tetapi difokuskan untuk mengembalikan produktivitas dan stabilitas hutan (Lamb, 1994).

Upaya restorasi ekosistem hutan kemudian lebih digalakan. Pada awalnya restorasi ekosistem merujuk pada lokasi di hutan produksi yang telah terdegradasi akibat penebangan maupun gangguan manusia lainnya. Regulasi yang melandasinya adalah Peraturan Menteri Kehutanan No. 159 tahun 2004 tentang Restorasi Ekosisitem di Kawasan Hutan Produksi. Restorasi ekosistem hutan produksi yang telah terdegradasi ditetapkan menjadi skema perizinan usaha melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK RE).

Restorasi Ekosistem sebagai skema perijinan usaha yang menerapkan ecosystem based management diharapkan menjadi salah satu solusi bagi upaya mengurangi konflik perusahaan dengan masyarakat yang umum terjadi pada skema perijinan HPH yang menerapkan timber based management. Skema tersebut mengatur bahwa hutan produksi yang akan direstorasi tidak dapat ditebang dalam jangka waktu tertentu hingga ekosistem tersebut mencapai keseimbangan. Pemegang konsesi dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu atau jasa ekosistem selama kayu belum dapat dipanen. Beberapa kegiatan yang boleh dilakukan sebelum ekosistem mencapai keseimbangan adalah pemeliharaan, perlindungan, penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, dan pelepasliaran flora dan fauna (PP No 6/2007).

Upaya restorasi ekosistem secara umum diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Restorasi dalam peraturan tersebut disebutkan sebagai salah satu upaya untuk memulihkan fungsi lingkungan hidup yang telah rusak atau terdegradasi. Sejak saat itu, pemerintah gencar mendorong pihak swasta untuk terlibat aktif dalam restorasi ekosistem hutan, termasuk kepada para pemegang IUPHHK-HT. Peraturan terkait restorasi ekosistem di Indonesia tersaji dalam Tabel 1.

Page 45: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 23

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Regulasi terkait restorasi ekosistem Tabel 1

No. Nama regulasi Uraian isi1 Peraturan Pemerintah

(PP) No. 6/2007 jo PP No. 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pegelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan

Restorasi Ekosistem menjadi skema perizinan usaha untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK-RE)

2 PP No. 71/ 2014 jo PP No. 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

- Pengelolaan ekosistem gambut didasarkan pada kesatuan hidrologis gambut (KHG) yang dibagi ke dalam fungsi lindung dan fungsi budidaya

- Gambut didefinisikan sebagai material organik yang terdekomposisi dengan kedalaman minimal 50 cm

- Setiap pemegang konsesi hutan yang berada di areal gambut wajib melakukan restorasi ekosistem

- Pemanfaatan gambut fungsi lindung hanya untuk penelitian dan pengembangan serta pemanfaatan jasa lingkungan

3 Instruksi Peresiden (Inpres) No. 10/2011 jo Inpres No. 6/2013 jo Inpres No. 8/2015 jo Inpres No. 6/2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Penundaan pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut dikecualikan untuk izin restorasi ekosistem

Page 46: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

24

No. Nama regulasi Uraian isi4 Peraturan Menteri

Kehutanan (Permenhut) No. 159/2004 tentang Restorasi Ekosisitem di Kawasan Hutan Produksi

- Restorasi Ekosistem ditujukan untuk mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik (tanah, iklim, dan topografi) pada kawasan hutan produksi sehingga tercapai keseimbangan hayati melalui penanaman, pengayaan, permudaan alam, dan atau pengamanan ekosistem

- Restorasi Ekosistem di kawasan hutan produksi yang masih produktif dapat dilakukan dengan teknik permudaan alam

- Restorasi Ekosistem di kawasan hutan produksi yang kurang produktif dapat dilakukan dengan teknik permudaan alam yang dikombinasikan dengan kegiatan perlindungan hutan. Restorasi Ekosistem di kawasan hutan produksi yang sudah tidak produktif dilakukan dengan teknik kombinasi permudaan alam, penanaman jenis tanaman hutan unggulan setempat serta perlindungan hutan

5 Permenhut No. 18/2004 tentang Kriteria Hutan Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam dengan Kegiatan Restorasi Ekosistem

Menetapkan kriteria hutan produksi yang produktif, kurang produktif, dan tidak produktif

6 Permenhut No. 61 tahun 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu RE dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi Melalui Permohonan

- Permohonan IUPHHK-RE harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

- IUPHHK diberikan untuk jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 35 tahun

- Sebelum mencapai keseimbangan hayati, pemegang IUPHHK-RE dapat diberikan IUPK, IUPJL, atau IUPHHBK

Tabel 1 Regulasi terkait restorasi ekosistem (lanjutan)

Page 47: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 25

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

No. Nama regulasi Uraian isi7 Permenhut No. 64/2014

tentang Penerapan Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi

- Salah satu indikator keseimbangan ekosistem dilihat dari peningkatan keragaman jenis pohon klimaks yaitu tercapainya keragaman jenis pohon dengan Indeks Shannon ≥3 di zona lindung; tercapainya keragaman jenis pohon dengan Indeks Shannon ≥2,5 di zona produksi serta tercapainya jumlah pohon induk sebagaimana Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dan jumlah pohon yang optimal yang dapat ditebang di zona produksi

- Indikator lain keseimbangan hayati khususnya pada ekosistem hutan dataran rendah lahan kering, hutan rawa, dan hutan payau/mangrove adalah terbentuknya struktur alami hutan di mana tegakan, tiang, pancang, dan semai menyebar secara proporsional

8 PermenLHK No. 16/ 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Ekosistem Gambut

Restorasi gambut dinyatakan berhasil apabila kriteria kerusakan yaitu water level-nya lebih dari 0,4 m, berkurangnya tutupan hutan dan adanya kandungan pirit dan sedimen kuarsa pada ekosistem gambut telah teratasi

9 Perdirjen PHPL No. P.9/PHPL-SET/2015

Petunjuk teknis inventarisasi hutan berkala restorasi ekosistem (IHBRE) pada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem dalam kawasan hutan alam pada hutan produksi

10 Perdirjen PHPL No. P.10/PHPL-SET/2015

Pedoman penyusunan, penilaian dan persetujuan rencana kerja usaha, rencana kerja tahunan, dan bagan kerja usaha pada izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu RE

11 Perdirjen PHPL No. P.21/PHPL/SET/KUM.0/12/2016

Pedoman monitoring dan evaluasi keberhasilan RE pada hutan produksi

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekosistem hutan yang telah terdegradasi maupun terdeforestasi, pelaksanaannya pada tingkat tapak masih mengalami kendala. Sebagai contoh, sampai saat ini realisasi hutan poduksi yang telah dibebani izin restorasi ekosistem (IUPHHK-RE) baru mencapai +22% dari total 2,7 juta hektar areal yang telah dialokasikan oleh Negara.

Tabel 1 Regulasi terkait restorasi ekosistem (lanjutan)

Page 48: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

26

Rendahnya minat sektor swasta untuk berinvestasi dalam restorasi ekosistem dapat difahami karena keberlangsungan perusahaan harus mempertimbangkan profit dan cost. Daur panen yang lama, konflik dengan masyarakat sekitar, serta tingkat ketidakpastian usaha yang tinggi menyebabkan ijin restorasi ekosistem dipandang kurang menguntungkan dan memerlukan biaya yang besar.

Di sisi lain, usaha pemanfaatan HHBK dan jasa lingkungan yang diperbolehkan selama masa pemulihan hutan belum menunjukkan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi skala perusahaan. Skema perdagangan karbon yang diharapkan dapat memberikan kontribusi ekonomi sebelum pemanenan kayu pun belum menunjukkan kepastian pelaksanaannya. Perlakuan mekanisme perizinan yang sama dengan perizinan kehutanan yang bersifat eksploitatif seperti IUPHHK-HA, IUPHHK-HT atau pinjam pakai kawasan hutan, khususnya pengenaan biaya perizinan atau provisi SDH, juga menyebabkan IUPHHK RE menjadi kurang atraktif bagi sektor swasta. Belum ada insentif yang jelas bagi sektor swasta untuk melakukan upaya restorasi. Di sisi lain, restorasi membutuhkan biaya yang besar dengan target yang sulit dicapai, khususnya mengembalikan kondisi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay seperti karakteristik aslinya. Gap kebijakan restorasi ekosistem dengan implementasi di tingkat tapak diuraikan pada Tabel 2.

Gap kebijakan restorasi ekosistem hutan di IndonesiaTabel 2

Kondisi di lapangan Kebijakan pemerintah Kesenjangan

Sulit tercapainya tujuan restorasi ekosistem untuk mengembalikan karakteristik ekosistem ke kondisi asli

Indikator keseimbangan ekosistem dalam restorasi ekosistem adalah keragaman jenis pohon dengan Indeks Shannon ≥3 di zona lindung dan >2,5 di zona produksi

Perlu fleksibilitas dalam penetapan indikator keberhasil restorasi ekosistem, khususnya di ekosistem hutan rawa

Tingginya konflik dengan masyarakat sekitar lokasi izin RE

Pemegang IUPHHK RE wajib menyelesaikan konflik dengan masyarakat

Perlu keterlibatan atau dukungan pemerintah untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat sekitar dalam bentuk bantuan program usaha masyarakat sekitar kawasan RE

Page 49: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 27

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kondisi di lapangan Kebijakan pemerintah Kesenjangan

RE belum didukung oleh sistem perizinan yang mudah dengan biaya yang lebih rendah meskipun tujuan dan targetnya bersifat konservatif

Tatacara pengurusan perizinan RE sama dengan IUPHHK-HT dan IUPHHK-HA yang bersifat eksploitasi

Perlu adanya peraturan khusus, terkait kemudahan perizinan RE yang dapat mengurangi biaya produksi/operasional seperti biaya PBB atau biaya izin usaha pemanfaatan hutan sebagai salah satu bentuk insentif

Belum ada kepastian usaha produk hasil hutan non kayu dan jasa ekosistem, khususnya karbon

Pemegang izin RE dapat memanfaatkan hasil hutan non kayu dan jasa ekosistem

Pemerintah perlu mendorong pengembangan pasar karbon, baik domestik maupun internasional

Belum ada sumber pendanaan yang berkelanjutan bagi operasional RE yang bersifat cost-center

Pendanaan RE bergantung pada investasi perusahaan, sementara jangka waktu pengembalian investasi tidak pasti

- Diperlukan dukungan promosi pemerintah terkait pendanaan RE dari dunia internasional

- Fasilitas investasi dan pendanaan perubahan iklim untuk kegiatan RE

Peran Restorasi Ekosistem Sebagai 3.3 Nature Based Solution di Hutan Rawa Air Payau

Wilayah pesisir timur Sumatera telah mengalami kerusakan yang sangat parah, bahkan berpotensi tenggelam atau mengalami banjir bandang akibat perubahan iklim jika tidak dilakukan restorasi (Wijaya, 2020). Restorasi ekosistem hutan rawa air payau dapat menjadi salah satu solusi berbasis alam (nature based solutions) bagi upaya peningkatan ketahanan wilayah pesisir (coastal resilience), khususnya wilayah pesisir Sumatera. Keberadaan vegetasi hutan rawa air payau dapat melindungi wilayah pesisir dari bencana lingkungan, terutama yang merupakan dampak perubahan iklim (Barbier, et al., 2008; Kabisch, et al., 2017). Struktur biotik ekosistem hutan rawa air payau dapat mengurangi risiko banjir dan erosi wilayah pesisir (Das & Vincent, 2009; Koch et al., 2009; Schueler, 2017).

Tabel 2 Gap kebijakan restorasi ekosistem hutan di Indonesia (lanjutan)

Page 50: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

28

Ancaman bencana lingkungan pada wilayah pesisir semakin meningkat seiring dengan terjadinya perubahan iklim. Bencana banjir menjadi bencana alam kedua terbesar setelah gempa bumi yang menyebabkan banyak kematian dan kerugian ekonomi (Munich, 2010). Biaya yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya bencana lingkungan di wilayah pesisir diprediksi akan terus meningkat (Parry, 2009). Restorasi ekosistem hutan rawa air payau menjadi upaya penting untuk melindungi kehidupan sepanjang pesisir pantai yang telah mengalami degradasi, dengan biaya yang lebih rendah (van Wesenbeeck et al., 2013).

Memasukkan fungsi ekosistem alam ke dalam strategi pengembangan wilayah pesisir menjadi salah satu solusi yang paling efektif dan ekonomis, khususnya dalam rangka mencegah terjadinya banjir sekaligus menjaga fungsi ekologis daerah pesisir (Gedan et al., 2011). Perlindungan wilayah pesisir dengan merestorasi hutan-hutan rawa juga telah menjadi salah satu nature based solution yang dianjurkan (UNEP-WCMC, 2006). Struktur fisik ekosistem hutan rawa air payau dapat memecah gelombang, menurunkan kecepatan air, menghalangi angin, dan mengurangi erosi sehingga dapat berfungsi dengan cara yang sama seperti struktur pertahanan pantai buatan manusia seperti tanggul dan bendungan (van Wesenbeeck et al., 2013). Perlindungan ekosisitem pesisir telah terbukti secara signifikan dapat mengurangi kerusakan yang ditimbulkan dari bencana ekologi pesisir pantai (Schueler, 2017).

Nature based solutions merupakan sebuah konsep yang diperkenalkan secara khusus untuk mempromosikan alam sebagai sarana untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (Schacham et al., 2016; IUCN, 2012). Nature based solutions secara umum difokuskan pada pengelolan dan penyediaan berbagai macam jasa ekosistem di tengah pemanfaatannya oleh manusia pada skala intensitas menengah (Schneiders et al., 2012). Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendesain restorasi ekosistem hutan rawa air payau sebagai nature based solution yang berkelanjutan berdasarkan Nesshöver et. al. (2017) adalah:

Page 51: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 29

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Diperlukan dukungan dan penggunaan pengetahuan, konsep, dan •metode yang bersifat multi dan trans-disiplin.

Mengoptimalkan ilmu pengetahuan alam dan ekologi dalam •mengembangkan inovasi dan mengevaluasi RE sebagai NBS.

Memperhatikan sains yang bersifat teknik (• engineering) untuk merancang dan menguji konsep NBS.

Menerapkan sains terkait sosial-ekonomi untuk mengakomodasi •masukan para pihak yang terkait.

Mengakomodir berbagai manfaat sekaligus • trade offs yang ditimbulkan oleh NBS.

Mengakomodir konsep • sustainability, justifiability, dan quality.

Dengan memperhatikan hal tersebut, NBS dapat dikategorikan sebagai investasi jangka panjang. Selain itu, pelaksanaan restorasi sebagai NBS perlu didukung oleh desain serta penataan kelembagaan yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Daftar PustakaBarbier, E. B., Koch, & Silliman, B. R. (2008). Coastal ecosystem-based

management with nonlinear ecological functions and values. Science, 319, 321-323.

Brown, S. C. & Veneman, P. L. M. (1998). Compensatory wetland mitigation in Massachusetts (Research Bulletin 746). Amherst, MA, USA: Massachusetts Agricultural Experiment Station, University of Massachusetts.

Burton, T. M. (2009). Swamps-wooded wetlands (pp. 549-557). In Encyclopedia of Inland Waters. Elsevier.

Schacham, C., Walters, G., Janzen, & Maginnis, S. (2016). Nature-based solutions to address global societal challenges. Galnd, Switzerland: IUCN.

Das, S. & Vincent, J. R. (2009) Mangroves protected villages and reduced death toll during Indian super cyclone. Proceedings of the National Academy of Sciences, 106, 7357–7360.

Page 52: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

30

Gedan, K. B., Kirwan, M. L., Wolanski, E., Barbier, E. B., & Silliman, B. R. (2011). The present and future role of coastal wetland vegetation in protecting shorelines: answering recent challenges to the paradigm. Climatic Change, 106: 7–29.

IUCN. (2012). The IUCN programme 2013–2016. Gland: IUCN.

ITTO & IUCN. (2005). Restoring forest landscapes: an introduction to the art and science of forest landscape restoration. ITTO Technical Series, 23.

Kabisch, N., Korn, H., Stadler, J., & Bonn, A. (2017). Nature-based solutions to climate change adaptation in urban areas, theory and practice of urban sustainability transitions. Springer. DOI 10.1007/978-3-319-56091-5_7

King, D. M., Wainger, L. A., Bartoldus, C. C., & Wakeley, J. S. (2000). Expanding wetland assessment procedures: linking indices of wetland function with services and values. U.S. Army Corps of Engineers.

Koh, L. P., Kettle, C. J., Sheil, D., Lee, T. M., Giam, X., Gibon, L., & Clements, G. R. (2013). Biodiversity state and trends in Southeast Asia (pp. 509-527). In Encyclopedia of Biodiversity (Second Edition). Elsevier.

Koch, E. W., Barbier, E. B., Silliman, B. R.,Reed, D.J., Perillo, G.M.E., Hacker, S.D., Granek, E.F., Primavera, J.H., Muthiga, N., Polasky, S., Halpern, B.S., Kennedy, C.J., Kappel, C.V., Wolanski, E. (2009). Non-linearity in ecosystem services: temporal and spatial variability in coastal protection. Frontiers in Ecology and the Environment, 7, 29–37.

Lamb, D. (1994). Reforestation of degraded tropical forest lands in the Asia-Pasific region. Journal of Tropical Forest Science, 7(1), 1-7.

Munich, R. E. (2010) NatCatSERVICE. http://www.munichre.com/app_pages/www/@res/pdf/media_re l a t ions/pre s s_releases/2011/2011_01_03_munich_re_NatCatSERVICE_en.

National Research Council. (2001). Compensating for wetland losses under the clean water act. Washington DC: The National Academic Press. https://doi.org/10.17226/10134.

Nesshöver, C. Assmuth, T., Irvine, K.N., Rusch, G.M., Waylen, K.A., Delbaere, B., Haase, D., Jones-Walters, J., Keune, H., Kovacs, E., Krauze, K., Külvik, M., Rey, F., van Dijk, J., Vistad, O.I., Wilkinson,

Page 53: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

3. Urgensi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau 31

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

M.E., Wittmer, H. 2017. The science, policy and practice of nature-based solutions: An interdisciplinary perspective. Science of The Total Environment. Vol 579. Pages 1215-1227

Niswander, S. F. & Mitsch, W. J. (1995). Functional analysis of a two-year-old created in-stream weland: hydrology, phosphorus retention, and vegetation survival and growth. Wetlands, 15(3), 212-225.

Parry, M. (2009). Closing the loop between mitigation, impacts and adaptation. Climatic Change, 96, 23–27.

Rozana, P. E. (2014). Upaya pelestarian ekosistem hutan air payau dalam menjaga kelestraian tatanan ekologis. Jurnal Spasial: Penelitian, Terapan Ilmu Geografi, dan Pendidikan Geografi, 2(2). doi:10.22202/js.v1i2.1579.

Schneiders, T. van Daele, van Landuyt, W., & van Reeth, W. (2012). Biodiversity and ecosystem services: complementary approaches for ecosystem management? Ecol. Indic., 21, 123-133.

Schueler, K. (2017). Nature-based solutions to enhance coastal resilience. Center-American Development Bank.

Trettin, C. (2008). Swamps (pp. 643-646). In Encyclopedia of Ecology (Second Edition). Elsevier.

UNEP-WCMC. (2006). In the front line: shoreline protection and other ecosystem services from mangroves and coral reefs. Cambridge, UK: UNEPWCMC.

Wijaya, T. (2020). Mungkinkah di masa mendatang Palembang “tenggelam”? Mongobay, 9 Februari 2020. https://www.mongabay.co.id/2020/02/09/mungkinkah-di-masa-mendatang-palembang-tenggelam/

Van Wesenbeeck, B. K., Griffin, J. N., van Koningsveld, M., Gedan, K. B., McCoy, M. W., & Silliman, B. R. (2013). Nature-based coastal defenses: can biodiversity help? (pp. 451-458). In Encyclopedia of Biodiversity, 5. Elsevier. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-384719-5.00323-3

Page 54: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan 4. Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay

Nurul Silva Lestari & Dolly Priatna

Identifikasi Kondisi Ekologis Historis4.1

Mempelajari histori kondisi ekologi memegang peranan penting dalam keberhasilan restorasi ekosistem. Namun demikian, monitoring ekosistem yang dilakukan secara sistematis dan jangka panjang masih sangat jarang dilakukan. Oleh sebab itu, identifikasi kondisi ekologis-historis umumnya dilakukan secara tidak langsung melalui catatan deskripsi tertulis, peta, atau foto. Proses identifikasi ini sangat berguna untuk mengetahui kondisi alami ekosistem yang menjadi target restorasi sebelum terjadi gangguan serta mengetahui jenis dan skala gangguan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekosistem (Jackson & Hobbs, 2009).

Ekosistem dengan tipe lahan marine clay umumnya ditemukan pada area dengan jumlah air yang melimpah seperti pantai, danau, rawa, dan tepi sungai. Karakteristik tipe lahan ini dipengaruhi oleh kandungan air, pH air, partikel mineral lempung, struktur tanah, dan proses hilangnya partikel tanah. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi resistensi dan stabilitas tanah. Ekosistem ini juga memiliki sifat yang lebih sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya karena berubahnya struktur tanah dan karakteristik sifat fisik yang dimilikinya, serta kandungan air yang tinggi (Saad et al., 2018).

Ekosistem hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay di areal PT KEN pada awalnya merupakan ekosistem gambut. Namun karena terdegradasi parah akibat kegiatan pembalakan dan kebakaran yang terjadi berulangkali pada periode 1992-2015, lapisan gambutnya menipis. Fenomena perubahan lapisan tanah organik menjadi marine clay dapat terjadi pada hutan rawa gambut yang berada di atas lapisan marine clay (Yule & Gomez, 2009). Hutan rawa gambut yang telah terdegradasi parah/berat terutama akibat kebakan yang berulang akan mengalami kekeringan dan terdekomposisi. Kemudian

Page 55: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 33

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

lapisan tanah gambutnya akan tersubsidensi menjadi lebih tipis dan pada akhirnya mencapai lapisan tanah marine clay sehingga akan lebih sulit untuk dipulihkan. Hal ini dapat terlihat pada areal terdegradasi di Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan yang lapisan tanah gambutnya saat ini kurang dari 50 cm. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 14 tahun 2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, suatu ekosistem disebut sebagai ekosistem gambut apabila ketebalan material organiknya mencapai 50 cm atau lebih. Dengan demikian, ekosistem rawa yang ada di areal PT KEN tidak lagi dapat disebut sebagai ekosistem gambut.

Hutan rawa umumnya memiliki tipe tanah alluvial dengan kapasitas pertukaran oksigen yang buruk karena tergenang secara terus-menerus atau musiman. Rawa air payau dipengaruhi oleh aktivitas sungai serta pasang surut harian air laut sehingga salinitasnya cukup tinggi. Zona pasang surut dibagi menjadi 4 jenis, yaitu zona yang selalu terluapi air pasang, zona yang hanya terluapi saat pasang besar, zona yang tidak terluapi dengan kedalaman air tanah <50 cm, dan zona yang tidak terluapi dengan kedalaman air tanah >50 cm (Suriadikarta & Sutriadi, 2007). Pada areal PT KEN, sebagian besar tergenang air dengan ketinggian 30-70 cm di atas permukaan tanah. Pada saat musim kemarau, areal tersebut menjadi sangat kering dengan tinggi muka air bisa mencapai 10-50 cm di bawah permukaan tanah.

Jenis vegetasi yang dapat ditemukan pada ekosistem ini juga menyerupai vegetasi hutan dataran rendah, seperti Shorea uglinosa, Campnosperma coriaceum, Eucalyptus deglupta, dan Xylopia malayana (Widjaja et al., 2014). Pada hutan rawa di areal PT KEN, jenis yang ditemukan pada saat kondisi hutan masih bagus meliputi pulai (Alstonia scholaris), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), kempas (Koompassia malaccensis), resak (Vatica sp.), punak (Tetramerista glabra Miq.), meranti (Shorea sp.), kenari rawa (Canarium sp.), nyatoh (Palaquium sp.), durian burung (Durio carinatus), keranji (Dialium indum), palem merah (Cyrtostachys renda), dan terentang (Campnosperma sp.). Hal tersebut menunjukkan bahwa hutan rawa yang belum terganggu memiliki keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi meskipun jumlahnya tidak sebanyak di hutan lahan kering dataran rendah karena kondisi hidrologis yang spesifik (Posa, Wijedasa, & Corlett, 2011).

Page 56: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

34

Pada areal PT KEN, hutan rawa mengalami degradasi akibat kegiatan pembalakan dan kebakaran yang berulang. Hasil survei tahun 2013 dan 2014 menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang tersisa di PT KEN antara lain jenis pulai (Alstonia sp.), mahang (Macaranga sp.), terentang (Camnosperma sp.), jambu (Eugeunia sp.), kayu ara (Ficus sp.), rambutan hutan (Nephelium sp.), rengas (Gluta aptera), resak (Vatica sp.), sampan (Melicope sp.), dan waru hutan (Hibiscus sp.). Dari hasil inventarisasi vegetasi pasca-kebakaran besar tahun 2015, hanya ditemukan jenis gelam (Malaleuca cajuputi), pulai (Alstonia spatulata), akasia (Acacia mangium), medang (Litsea sp.), dan mahang (Macaranga pruinosa). Dari hasil pengukuran pada plot berukuran 1 ha, hanya ditemukan lima pohon gelam yang berdiameter lebih dari 10 cm. Gelam (Melaleuca cajuputi) dan pulai (Alstonia spatulata) merupakan dua jenis tumbuhan yang saat ini medominasi area konsesi PT. KEN (PT. KEN, 2019).

Rusaknya fungsi ekologis hutan rawa tentu saja mempengaruhi keanekaragaman jenis flora dan fauna. Penelitian yang dilakukan oleh Astiani (2016) menyebutkan bahwa degradasi hutan rawa gambut secara signifikan menurunkan keanekaragaman vegetasi. Hasil pengukuran Heriyanto et al. (2018), pada areal PT. KEN yang seluruh kawasannya terdegradasi berat akibat kebakaran berulang selama sekita 20 tahun terakhir, pada petak permanen yang luasnya satu hektar hanya ditemukan satu pohon berdiameter lebih dari 10 cm yaitu gelam (Melaleuca cajuputi) dengan hanya 5 individu /ha.

Dari Gambar 3 dapat terlihat bahwa semakin tinggi tingkat degradasi hutan rawa gambut, semakin sedikit jumlah spesies yang dapat ditemukan. Beberapa spesies hilang pada hutan dengen level degradasi tinggi, seperti nyatoh (Palaquium spp.) dan bintangur (Calophyllum sp.).

Page 57: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 35

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Sumber: Astiani (2016)

Keanekargaman jenis vegetasi pada berbagai level degradasi Gambar 3 hutan rawa gambut

Degradasi hutan rawa gambut juga mengubah struktur hutan dengan berkurangnya kepadatan individu pohon dan luas basal area. Kepadatan individu pohon-pohon yang berdiameter besar akan menurun, sementara kepadatan individu vegetasi yang lebih muda atau berdiamater kecil akan meningkat seiring dengan meningkatnya level degradasi hutan. Degradasi pada hutan rawa gambut juga mengakibatkan perubahan iklim mikro tanah yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi (Astiani, 2016).

Selain berpengaruh terhadap perubahan komposisi vegetasi, kegiatan pembalakan dan kebakaran juga menyebabkan perubahan struktur dan sifat tanah. Ekosistem dengan tipe lahan marine clay memiliki karakteristik tanah yang sangat spesifik dan berbeda dibandingkan jenis tanah pada tipe ekosistem lainnya yang pada umumnya kering dan lembab. Tanah pada ekosistem marine clay memiliki kandungan organik relatif tinggi yang berperan sebagai agen perekat tanah. Ekosistem dengan tipe lahan marine clay yang telah terdegradasi dikenal sebagai ekosistem yang sulit untuk dipulihkan karena sifatnya yang tidak stabil dan tingkat kelembaban yang sering berubah (Yunus et al., 2015).

Page 58: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

36

Rahman et al.,(2013) juga menyebutkan bahwa marine clay memiliki permeabilitas atau kemampuan untuk melewatkan udara dan air yang rendah serta memiliki kemampuan untuk melemahkan kontaminan inorganik. Karakteristif sifat fisik marine clay dapat dilihat pada Tabel 3.

Untuk memulihkan ekosistem dengan tipe lahan marine clay, diperlukan berbagai upaya untuk mengatur sifat tanahnya sehingga akan mengurangi level degradasi dan dapat mendukung upaya revegetasi. Upaya-upaya yang dapat dilakukan di antaranya adalah meningkatkan kestabilan tanah dengan menambahkan zat aditif berupa kapur (Yunus et al., 2015).

Karakteristik sifat fisik Tabel 3 marine clay

Sifat fisik KandunganBatas cair (%) 58Batas plastis (%) 36Indeks plastisitas (%) 22Gravitasi spesifik 2,62Kadar air optimum (%) 21Kerapatan kering maksimum (kg/m3) 1600Konten organik (%) 4,2

Sumber: Yunus et al.,(2015)

Autekologi dan Fenologi Tumbuhan4.2

Vegetasi pada ekosistem hutan rawa sangat beragam, mulai dari tumbuhan yang tinggi dengan tajuk tertutup pada tanah dengan kandungan bahan organik yang dangkal, hingga tumbuhan berdiameter kecil dan tidak terlalu tinggi dengan tajuk yang sedikit terbuka pada tanah dengan lapisan bahan organik yang dalam (Page et al., 1999). Pengetahuan autekologi pada spesies-spesies yang tumbuh di hutan rawa sangat diperlukan untuk mengetahui intervensi manajemen yang tepat sehingga dapat mendukung keberhasilan program restorasi.

Vegetasi yang tumbuh di hutan rawa umumnya dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan dengan air yang tergenang. Oleh sebab itu tumbuhan tersebut biasanya memiliki akar banir dan akar tunjang agar tetap stabil tumbuh di tanah yang lunak.

Page 59: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 37

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pada hutan rawa yang memiliki substrat marine clay, perubahan kondisi hidrologis dan intensitas kebakaran merupakan hambatan utama untuk regenerasi spesies. Oleh sebab itu, sebelum kegiatan restorasi dimulai, perlu penilaian terhadap kondisi penutupan lahan, sejarah pengeringan rawa, dan sejarah terjadinya kebakaran. Selain itu, juga perlu dilakukan pengamatan terhadap tinggi muka air, penyusutan bahan organik pada tanah, penyebaran biji, temperatur permukaan tanah, serta ketersediaan nutrisi.

Salah satu yang menjadi pembeda antara hutan lahan kering dan hutan rawa adalah keberadaan bank benih. Pada hutan rawa yang belum terganggu, bank benih hampir selalu bersifat jangka pendek akibat area hutan rawa yang hampir sepanjang waktu tergenang air. Jumlah benih akan terus menurun setelah hutan terdegradasi dan menghilang setelah kebakaran (Graham et al., 2017).

Areal hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay tergenang hampir sepanjang tahun kecuali saat musim kemarau. Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan vegetasi jenis rumput-rumputan yang hidup di lahan basah. Selanjutnya, semak dan belukar dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang lebih baik (Cameron et al., 1989). Oleh karena itu, pengaturan tinggi muka air menjadi salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan upaya restorasi di ekosistem rawa air payau dengan tipe lahan marine clay.

Spesies yang tumbuh di hutan rawa yang tergenang air dapat bertahan pada kondisi kering selama 3-4 hari. Namun, kondisi tanaman terus menurun jika pada hari ketujuh masih dalam kondisi kering. Secara keseluruhan, kemampuan bertahan hidup, pertumbuhan akar, dan jumlah daun akan menurun sebagai respon atas kondisi kekeringan. Namun, spesies pionir memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi kering dibandingkan dengan spesies klimaks. Pada kondisi banjir atau tergenang air, sebagian besar spesies menunjukkan kemampuan bertahan hidup yang rendah. Oleh sebab itu, kegiatan penanaman untuk restorasi hutan rawa harus memperhatikan kedalaman genangan air, musim tanam, serta jenis dan ukuran bibit.

Page 60: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

38

Sebagian spesies memiliki tingkat ketahanan yang tinggi pada berbagai intensitas cahaya. Lebih dari 80% individu dari hampir semua spesies yang diuji mampu bertahan pada semua level intensitas cahaya. Namun demikian, intensitas cahaya yang optimal untuk mendukung pertumbuhan tinggi adalah 25% atau 50%. Sementara, lebih dari setengah spesies yang diteliti mencapai tingkat pertumbuhan diameter tertinggi pada intensitas cahaya 100% (BPK Banjarbaru & Graham, 2014).

Studi fenologi untuk menentukan intervensi restorasi yang tepat pada hutan rawa air payau dengan substrat marine clay juga dapat menggunakan hasil studi pada tipe ekosistem hutan rawa lainnya, misalnya pada rawa gambut. Namun demikian, studi fenologi yang dilakukan pada spesies yang hidup di hutan rawa masih sangat terbatas. Berbeda dengan hutan dataran rendah yang sebagian besar didominasi oleh Dipterocarpaceae, kelimpahan Dipterocarpaceae di hutan rawa jauh lebih rendah sehingga informasi fenologi di hutan lahan kering yang memiliki musim raya pada periode tertentu kurang relevan digunakan untuk hutan rawa. Padahal, informasi ini sangat dibutuhkan untuk menyusun perencanaan restorasi yang tepat waktu dan sasaran.

Studi yang dilakukan oleh Harrison et al.,(2010) di hutan rawa gambut Sebangau dan Tuanan, Kalimantan Tengah, menunjukkan bahwa 4 spesies berbuah sepanjang tahun (>9 bulan dalam setahun), 19 spesies berbuah 4-8 bulan per tahun, dan 35 spesies berbuah 1-3 bulan dalam setahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa spesies yang sama memiliki musim berbunga/berbuah yang tidak sama pada lokasi yang berbeda.

Selain itu, frekuensi berbuah beberapa famili lebih tinggi daripada yang lain, misalnya famili Ebenaceae memproduksi buah lebih sering dibandingkan dengan Dipterocarpaceae. Harrison et al., (2013) lebih lanjut mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor abiotik yang memacu musim berbunga dan berbuah pada spesies yang tumbuh di hutan rawa gambut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah rata-rata temperatur minimum, panjang hari terang, fenomena elnino, dan curah hujan.

Page 61: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 39

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pemilihan Jenis4.3

Pemilihan jenis untuk kegiatan restorasi di hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay dapat menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan restorasi. Pemilihan jenis ini perlu tetap dibarengi dengan pengelolaan tanah yang baik karena karakternya yang berbeda dibandingkan dengan jenis tanah lainnya. Lahan marine clay memiliki kandungan lempung yang dapat menyusut pada musim kering dan mengembang pada kondisi basah. Perilaku kandungan lempung demikian dapat menyebabkan perubahan pada kelembaban tanah yang berpengaruh pada pertumbuhan vegetasi.

Sesuai dengan karakteristik hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay, berbagai aspek perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis. Aspek-aspek tersebut adalah kondisi area restorasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya matahari, tingkat kekeringan, genangan air, tingkat gangguan, komposisi spesies yang terdiri dari spesies pionir dan spesies klimaks, serta kemampuan spesies dalam bertahan hidup dalam kondisi ekstrim dan mampu menarik agen penyebar biji (Graham et al., 2017).

Proyek-proyek restorasi hutan rawa saat ini masih menggunakan jenis yang terbatas pada spesies tertentu yang telah diketahui dapat bertahan hidup di hutan rawa yang telah terdegradasi. Jenis yang paling sering digunakan antara lain adalah Shorea balangeran dan Dyera polyphylla. Sesungguhnya masih banyak spesies yang lain yang berpotensi untuk digunakan dalam program restorasi. Beberapa spesies yang dapat digunakan untuk restorasi di hutan rawa tropis yang dapat diujicobakan pada tipe lahan marine clay disajikan pada Tabel 4.

Spesies yang dapat digunakan untuk restorasi di hutan rawa Tabel 4

Spesies Toleran terhadap Tingkat suksesi Karakteristik

Campnosperma coriacea Kebakaran, cahaya Pionir, sekunder

Memiliki biji yang besar untuk menarik perhatian satwa, membantu penutupan tajuk dengan cepat

Combretocarpus rotundatus

Nutrisi rendah, kebakaran, cahaya, gangguan

Pionir, sekunder

Cepat tumbuh

Page 62: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

40

Tabel 4 Spesies yang dapat digunakan untuk restorasi di hutan rawa (lanjutan)

Spesies Toleran terhadap Tingkat suksesi Karakteristik

Alstonia pneumatophora Kebakaran, cahaya, gangguan

Pionir, sekunder

Masa berbuah tahunan dapat diprediksi

Dyera polyphylla Cahaya Pionir Masa berbuah tahunan dapat diprediksi, memiliki nilai ekonomi

Alstonia spatulata Genangan air Pionir, sekunder

Berkecambah dengan cepat

Shorea balangeran Cahaya, genangan air, gangguan, kebakaran

Pionir, sekunder

Mampu tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah dan lingkungan

Shorea leprosula Cahaya, kekeringan

Pionir, sekunder

Mampu beradaptasi

Diospyros siamang Genangan air, gangguan

Pionir Buahnya dapat menarik perhatian satwa

Cratoxylon glaucum Cahaya, genangan air

Pionir Mampu tumbuh baik pada lingkungan tergenang dan kondisi terbuka

Alseodaphne coriacea Cahaya, genangan air

Klimaks Memiliki nilai ekonomi

Koompassia malaccensis Kekeringan, naungan, genangan air

Pionir Berperan dalam fiksasi nitrogen, menghasilkan buah yang banyak setiap tahun

Melaleuca cajuputi Kebakaran, genangan air

Pionir Cepat tumbuh

Syzygium oblatum Kebakaran, genangan air

Pionir Mampu berbuah pada usia muda, biji mampu menarik perhatian satwa

Eugenia spicata Kebakaran, genangan air

Pionir Biji mampu menarik perhatian satwa

Tetramerista glabra Cahaya, genangan air

Pionir, klimaks

Buah mampu menarik perhatian satwa

Sumber: Graham et al., (2017)

Contoh lain penggunaan spesies pada upaya rehabilitasi hutan rawa gambut yang sedang dilakukan di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah, juga dapat dijadikan sebagai referensi untuk pemilihan jenis dalam kegiatan restorasi hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay. Jenis yang

Page 63: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 41

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

digunakan adalah Shorea balangeran, Dyera polyphylla, Calophyllum bifflorum, dan Calophyllum inophyllum. Hasil pengamatan yang dilakukan 8 bulan setelah penanaman menunjukkan bahwa anakan Shorea balangeran memiliki kemampuan bertahan hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Tingkat pertumbuhan tingginya mencapai 0,12 cm/bulan, sementara pertumbuhan diameternya 0,13 cm/bulan (Tata & Pradjadinata, 2017).

Identifikasi Modal Sosial4.4

Sama halnya dengan restorasi pada ekosistem lainnya, restorasi pada hutan rawa juga harus memperhatikan aspek sosial karena organisasi sosial yang kuat merupakan salah satu kunci kesuksesan program restorasi hutan. Modal sosial dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Contoh faktor internal adalah karakteristik individu seperti usia, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, jangka waktu bermukim, dan motivasi untuk terlibat dalam pengelolaan hutan. Faktor eksternal antara lain adalah keberadaan kelompok masyarakat dan akses terhadap informasi.

Modal sosial juga dipengaruhi oleh pengetahuan teknis mengenai pengelolaan hutan, dalam hal ini kegiatan restorasi ekosistem hutan. Pengetahuan ini meliputi keahlian dalam pembibitan, penanaman, hingga pemeliharaan. Pengetahuan tersebut dapat disebarkan kepada anggota masyarakat lainnya sehingga memperkuat modal sosial. Kelompok masyarakat yang melakukan transfer pengetahuan memegang peranan penting dalam membentuk dan memelihara modal sosial. Hal ini mengindikasikan bahwa modal sosial dapat dibangun dengan cara menjalin kerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat (Lee et al., 2017).

Tidak hanya bersifat lokal di dalam kelompok, modal sosial juga terdiri atas berbagai skala, baik mikro maupun makro. Fokus modal sosial tidak hanya bersifat horizontal antar anggota kelompok, hubungan dalam modal sosial juga bisa bersifat vertikal antar-kelompok atau antar-individu yang berbeda kelompok. Hubungan tersebut membentuk jaringan kerja dan kesepahaman yang sama.

Page 64: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

42

Dengan terbentuknya jaringan kerja sama yang melibatkan seluruh kelompok yang ada, kolaborasi yang menggabungkan kekuatan-kekuatan yang dimiliki masing-masing pihak akan terbangun (McDougall & Banjade, 2015). Rosalinda et al.,(2017) menyebutkan bahwa jaringan kerja sama dapat dibentuk secara formal dan informal. Untuk kerja sama antar-individu dan kelompok pengelola lahan, pembentukannya biasanya dilakukan secara informal, sedangkan kerja sama dengan lembaga luar dapat bersifat lebih formal. Tinggi atau rendahnya level modal sosial dapat dilihat dari seberapa besar peran organisasi atau jaringan kerja sama dalam peningkatan mata pencaharian dan mobilisasi aset.

Modal sosial dapat menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan, namun yang tidak kalah penting, kebijakan yang mendorong penguatan modal sosial di masyarakat juga perlu dikembangkan dan diimplementasikan secara luas. Modal sosial yang dibentuk dengan baik dapat memfasilitasi implementasi rencana aksi restorasi ekosistem hutan melalui peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menguntungkan bagi semua pihak.

Selain itu, modal sosial juga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah yang mungkin timbul selama proses implementasi restorasi ekosistem hutan secara kolektif. Oleh sebab itu, modal sosial yang ada di sekitar lokasi restorasi ekosistem hutan harus dipertimbangkan dalam perencanaan kegiatan restorasi.

Kelembagaan Restorasi4.5

Kelembagaan restorasi dibentuk atas dasar kepentingan para pihak yang beragam. Kelembagaan dalam restorasi juga menyangkut beberapa level, mulai dari level pusat hingga lokal. Para pihak yang terlibat dapat berinteraksi melalui beberapa bentuk kelembagaan, baik yang bersifat umum maupun kelembagaan yang bersifat spesifik pada lokasi tertentu. Kelembagaan yang bersifat spesifik dibangun berdasarkan karakteristik biofisik lokasi restorasi, tipe tata kelola yang digunakan, serta nilai-nilai khas lainnya. Kelembagaan restorasi ekosistem hutan dapat mengacu pada pola penggunaan lahan secara tradisional, sistem tenur, sistem produksi, serta ritual-ritual yang telah ada

Page 65: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 43

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

sebelumnya. Praktik-praktik pengelolaan lahan secara lokal dan kolaboratif dalam penggunaan ruang juga perlu dipertimbangkan dalam pembentukan kelembagaan (Van Oosten, 2013).

Masyarakat umumnya memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap lahan karena sebagian besar mata pencaharian berasal dari sektor pertanian. Sementara itu, kelembagaan lokal yang ada belum secara spesifik berkaitan dengan restorasi di area konsesi. Kelembagaan sosial dan ekonomi lazimnya mendorong masyarakat untuk menggarap lahan di lokasi calon areal restorasi. Dari aspek pengetahuan lokal, masyarakat yang tinggal di sekitar areal hutan pada umumnya memiliki pengalaman dalam melakukan pembibitan jenis-jenis tanaman hutan yang dapat mendukung restorasi (Gaia, 2016). Dengan adanya potensi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutan, pembentukan kelembagaan lokal dapat menjadi salah satu strategi penting dalam upaya restorasi hutan rawa.

Kelembagaan lokal dianggap mampu berkontribusi dalam pengelolaan dan konservasi hutan. Dalam kelembagaan ini, sistem pengelolaan hutan ditetapkan berdasarkan masing-masing fungsi dan tipe hutan sesuai dengan pemanfaatan tradisional yang biasa dilakukan. Untuk mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, kelembagaan lokal harus mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan yang mungkin terjadi. Kecenderungan modernisasi yang terjadi pada semua aspek kehidupan mendorong pentingnya sistem kelembagaan lokal menjadi lebih inklusif, terutama peran yang sangat penting dari tokoh masyarakat. Proses adaptasi lembaga lokal tersebut harus diiringi dengan kehati-hatian agar pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat tidak hilang (Tiwari et al., 2013).

Model kelembagaan lain yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan hutan, termasuk restorasi hutan rawa adalah kelembagaan yang bersifat kolaboratif atau co-management. Prasyarat kondisi yang diperlukan dalam membangun kelembagaan yang bersifat kolaboratif adalah adanya kesetaraan dalam pengambilan keputusan oleh para pihak yang relevan. Manajemen kolaboratif juga harus menganut asas keterbukaan dan transparansi serta memberi pengakuan terhadap hak-hak masyarakat dalam restorasi. Sistem kelembagaan yang bersifat kolabratif juga dapat mengurangi potensi tumpang tindih dalam pemanfaatan lahan (Rudianto, 2014).

Page 66: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

44

Kelembagaan yang bersifat kolaboratif dalam program restorasi juga mampu meningkatkan kepercayaan dan hubungan kerja sama antar pihak. Pendekatan kolaboratif dapat dibangun mulai dari kesepakatan dalam penentuan kondisi historis yang dijadikan sebagai referensi dalam penentuan tujuan pemulihan ekosistem, jenis intervensi manajemen yang digunakan, serta bagaimana menjaga keseimbangan antara tujuan restorasi yang diharapkan dengan kondisi penggunaan lahan yang terjadi saat ini (Walpole et al., 2017).

Daftar PustakaAstiani, D. (2016). Tropical peatland tree-species diversity altered by forest

degradation. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 17(1).

BPK Banjarbaru & Graham, L. B. (2014). Tropical peat swamp forest silviculture in Central Kalimantan (Technical Papers). Kalimantan Forests and Climate Partnership.

Cameron, C. C., Esterle, J. S., & Palmer, C. A. (1989). The geology, botany and chemistry of selected peat-forming environments from temperate and tropical latitudes. International Journal of Coal Geology, 12(1-4), 105-156.

Gaia (2016). Kajian sosial-ekonomi untuk tata kelola kolaboratif dan pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat dan program restorasi ekosistem (Laporan). Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan: Hutan Produksi Simpang Heran Beyuku.

Graham, L. L., Giesen, W., & Page, S. E. (2017). A common-sense approach to tropical peat swamp forest restoration in Southeast Asia. Restoration ecology, 25(2), 312-321.

Harrison, M. E., Husson, S. J., D’Arcy, L. J., Morrogh-Bernard, H. C., Cheyne, S. M., van Noordwijk, M. A., & van Schaik, C. P. (2010). The fruiting phenology of peat-swamp forest tree species at Sabangau and Tuanan, Central Kalimantan, Indonesia. Palangka Raya: The Kalimantan Forests and Climate Partnership.

Page 67: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

4. Prinsip-prinsip Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay 45

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Harrison, M. E., Husson, S. J., Zweifel, N., D’Arcy, L. J., Morrogh-Bernard, H. C., van Noordwijk, M. A., & van Schaik, C. P. (2013). Trends in fruiting and flowering phenology with relation to abiotic variables in Bornean peat-swamp forest tree species suitable for restoration activities. Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP).

Heriyanto, N. M., Priatna, D., Supriyatno., Wiharjo , U., Nurpiansyah., Zulfikar. & Samsoedin, I . (2018) Struktur dan komposisi vegetasi serta kandungan karbon pada lahan terbuka diareal konsesi PT. KEN, Sumatera Selatan. Laporan Penelitian. P3H & P3EKPA-KLHK.

Jackson, S. T. & Hobbs, R. J. (2009). Ecological restoration in the light of ecological history. Science, 325(5940), 567-569.

Lee, Y., Rianti, I. P., & Park, M. S. (2017). Measuring social capital in Indonesian community forest management. Forest science and technology, 13(3), 133-141.

McDougall, C. & Banjade, M. R. (2015). Social capital, conflict, and adaptive collaborative governance: exploring the dialectic. Ecology and Society, 20(1).

Page, S. E., Rieley, J. O., Shotyk, Ø. W., & Weiss, D. (1999). Interdependence of peat and vegetation in a tropical peat swamp forest (pp. 161-173). In Changes and Disturbance in Tropical Rainforest in South-East Asia.

Posa, M. R. C., Wijedasa, L. S., & Corlett, R. T. (2011). Biodiversity and conservation of tropical peat swamp forests. BioScience, 61(1), 49-57.

PT. KEN (2019) Laporan Hasil Inventarisasi Hutan Berkala Restorasi Ekosistem (IHBRE) pada IUPHHK-RE PT. KEN, Kecamatan Air Sugih, Kabupaten Oki, Sumatera Selatan.

Rahman, Z. A., Yaacob, W. Z. W., Rahim, S. A., Lihan, T., Idris, W. M. R., & Sani, W. N. F. (2013). Geotechnical characterisation of marine clay as potential liner material. Sains Malaysiana, 42(8), 1081-1089.

Roslinda, E., Ekyastuti, W., & Kartikawati, S. M. (2017). Social capital of community forest management on Nusapati Village, Mempawah District, West Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 18(2), 548-554.

Page 68: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

46

Rudianto, R. (2014). Analisis restorasi ekosistem wilayah pesisir terpadu berbasis co-management: studi kasus di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. Research Journal of Life Science, 1(1), 54-67.

Saad, A. H., Nahazanan, H., Yusoff, Z. M., Huat, B. K., & Mustafa, M. (2018). Review: marine clay in tropical regions and South Asia. Proceeding of 5th GEGEU International Research Seminar.

Suriadikarta, D. A. & Sutriadi, M. T. (2007). Jenis-jenis lahan berpotensi untuk pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), 115-122.

Tata, H. L. & Pradjadinata, S. (2017). Native species for degraded peat swamp forest rehabilitation. Jurnal Silvikultur Tropika, 7(3), 80-82.

Tiwari, B. K., Tynsong, H., Lynrah, M. M., Lapasam, E., Deb, S., & Sharma, D. (2013). Institutional arrangement and typology of community forests of Meghalaya, Mizoram and Nagaland of North-East India. Journal of Forestry Research, 24(1), 179-186.

Van Oosten, C. (2013). Forest landscape restoration: who decides? A governance approach to forest landscape restoration. Nat. Conserv, 1, 119-126.

Walpole, E., Toman, E., Wilson, R., & Stidham, M. (2017). Shared visions, future challenges: a case study of three collaborative forest landscape restoration program locations. Ecology and Society, 22(2).

Widjaja, E. A., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J. S., Ubaidillah, R., Maryanto, I., Walujo, E. B., & Semiadi, G. (Eds.). (2014). Kekinian keanekaragaman hayati Indonesia, 2014. LIPI Press.

Yule, C. M. & Gomez, L. N. (2009). Leaf litter decomposition in a tropical peat swamp forest in Peninsular Malaysia. Wetlands Ecology and Management, 17(3), 231-241.

Yunus, N. Z. M., Marto, A., Pakir, F., Kasran, K., Azri, M. A., Jamal, S. N. J., & Abdullah, N. (2015). Performance of lime-treated marine clay on strength and compressibility chracteristics. International Journal of GEOMATE, 8(2), 1232-1238.

Page 69: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Strategi Restorasi Ekosistem5.

Yanto Rochmayanto

Mengapa Perlu Strategi Restorasi5.1

Strategi berasal dari bahasa Yunani, yaitu strategos. Kata tersebut berasal dari kata “stratos” yang berarti tentara dan “ag” yang berarti memimpin. Dalam penggunaannya, kata strategos diartikan seni berperang. Dalam pengistilahannya, strategi adalah ilmu perencanaan dan pengerahan sumber daya untuk operasi besar-besaran, melansir kekuatan pada posisi yang paling menguntungkan sebelum menyerang lawan (Hutabarat & Husaini, 2011).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi), strategi memiliki empat makna, yaitu:

Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya untuk melaksanakan •kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai.

Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam •perang, dalam kondisi yang menguntungkan.

Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran •khusus.

Tempat yang baik menurut siasat perang. •

Menurut definisi di atas, strategi pada awalnya merupakan istilah untuk militer yang kemudian berkembang dan digunakan oleh bidang yang lain seperti bidang ekonomi atau bisnis, termasuk juga bidang lingkungan dan kehutanan. Oleh karena itu, penggunaan istilah strategi dalam konteks restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay dapat merujuk pada definisi strategi ketiga menurut KBBI.

Dalam perumusan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay diperlukan pemetaan lingkungan eksternal dan lingkungan internal terlebih dahulu (Hitt et al., 2011; Wheelen & Hunger, 2012). Pemetaan lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi pelaksana restorasi ekosistem dalam mencapai tujuan

Page 70: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

48

dan sasaran-sasaran yang ditetapkan. Secara umum, pemetaan lingkungan eksternal bisa dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni scanning, monitoring, forecasting, dan assessing (Hitt et al., 2011).

Selanjutnya, pemetaan dan analisis lingkungan internal bertujuan untuk menemukan faktor-faktor strategi yang menjadi kekuatan dan faktor-faktor strategis yang menjadi kelemahan organisasi pelaksana restorasi ekosistem. Faktor-faktor strategis inilah yang kemudian dipergunakan untuk memanfaatkan peluang maupun menghindari ancaman yang ada di lingkungan eksternal.

Bagi upaya restorasi ekosistem, strategi memiliki peranan yang sangat penting bagi pencapaian tujuan karena strategi memberikan arah tindakan dan cara bagaimana tindakan tersebut harus dilakukan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Strategi memiliki tiga peran utama dalam mengisi tujuan manajemen yaitu sebagai pendukung pengambilan keputusan (decision support system), sebagai sarana koordinasi dan komunikasi, dan sebagai target untuk dicapai (Grant, 2016).

Strategi sebagai pendukung pengambilan keputusan menggambarkan bahwa strategi merupakan elemen untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan restorasi ekosistem. Strategi merupakan suatu bentuk atau tema yang memberikan kesatuan hubungan antara keputusan-keputusan yang diambil oleh individu atau organisasi. Strategi sebagai sarana koordinasi dan komunikasi yang dimaksud adalah untuk memberikan kesamaan arah bagi organisasi pelaksana restorasi. Adapun strategi sebagai target mengarahkan bahwa konsep strategi akan digabungkan dengan visi dan misi untuk menentukan di mana organisasi berada dalam masa yang akan datang. Penetapan tujuan tidak hanya dilakukan untuk memberikan arah bagi penyusunan strategi tetapi juga untuk membentuk aspirasi bagi organisasi. Dengan demikian, strategi juga dapat berperan sebagai target organisasi pelaksana restorasi.

Strategi memiliki banyak aspek. Prasojo (2018) menyebutkan beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan dan dapat dijadika rujukan dalam perumusan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau pada tipe lahan marine clay. Aspek startegi tersebut adalah:

Page 71: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 49

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Strategi sebagai pernyataan tujuan atau maksud. Tujuan atau maksud a. harus bertindak sebagai penggerak (pengemudi) masa depan. Peran strategi adalah menentukan, mengklarifikasi, atau menyempurnakan tujuan.

Strategi sebagai suatu rencana tingkat tinggi. Strategi juga memperhatikan b. cara bagaimana agar tujuan atau maksud dapat dicapai. Secara umum, strategi cenderung berada pada tingkat yang lebih tinggi dan mengambil keseluruhan pandangan: rencana cenderung lebih rinci, lebih kuantitatif, dan lebih spesifik tentang waktu dan tanggung jawab.

Strategi sebagai sarana untuk memenangkan kompetisi. Salah satu tujuan c. strategi adalah keberhasilan dalam arti dapat mengatasi tantangan dan hambatan. Untuk itu, strategi dibutuhkan agar tetap berada di depan sebagai suatu organisasi yang kuat.

Strategi sebagai suatu unsur kepemimpinan. Strategi memiliki hubungan d. erat dengan kepemimpinan dan penetapan pengaturan merupal‹an salah satu tanggung jawab para pemimpin. Saat pemimpin berubah, strategi cenderung berubah. Sebaliknya, jika strategi perlu diubah, mungkin perlu menunjuk pemimpin baru.

Strategi sebagai menempatkan posisi untuk masa depan. Oleh karena e. itu, tujuan strategi adalah memposisikan organisasi untuk masa depan sehingga siap menghadapi ketidakpastian. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan membuat organisasi lebih mampu beradaptasi.

Strategi sebagai kemampuan membangun. Strategi sebagai pola perilaku f. yang dihasilkan dari budaya yang tertanam. Setiap organisasi memiliki budaya sendiri. Budaya sangat mudah diamati tetapi sulit untuk diubah. Oleh karena itu strategi yang dapat diadopsi oleh organisasi sebagian ditentukan oleh budaya internalnya.

Perspektif Strategi Restorasi5.2

Strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay (sebagaimana juga perspektif restorasi ekosistem pada tipe ekosistem lainnya) dapat ditinjau dari tiga perspektif, yaitu: skala restorasi, intensifikasi

Page 72: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

50

intervensi, dan strata restorasi. Skala restorasi akan melihat restorasi ekosistem dalam satuan wilayah tertentu. Intensifikasi intervensi restorasi merujuk pada seberapa intensif intervensi manusia dalam pemulihan ekosistem. Adapun strata restorasi menggambarkan tingkatan kegiatan pemulihan ekosistem secara fisik atau non vegetatif menurut tingkat kerusakan ekosistemnya.

Dalam perspektif skala, IUCN & WRI (2014) membagi kegiatan restorasi menjadi dua macam yaitu skala luas dan mozaik. Restorasi dalam skala luas adalah restorasi yang dilakukan di sejumlah bidang lahan yang luas, berupa hutan terdegradasi atau terfragmentasi yang saling tersambung, atau pada kawasan-kawasan tata guna lahan yang saling berdekatan. Restorasi mozaik adalah aktivitas pemulihan ekosistem dalam satu tata guna lahan seperti pertanian, sistem agroforestri dan peningkatan sistem lahan bera, koridor ekologi, kawasan hutan dan tegakan pepohonan yang berbeda dan saling terpisah, seta penanaman pada tepi sungai atau danau untuk melindungi aliran air.

Menurut perspektif intensitas intervensi vegetatif, restorasi ekosistem dapat dlakukan melalui empat strategi, yaitu suksesi alami, penunjang suksesi alami, pengayaan, dan penanaman (JICA, 2014). Keempat strategi tersebut dapat dipilih menurut syarat-syarat dan kondisi yang sesuai dan dapat dikombinasikan penggunaannya di suatu areal, menyesuaikan dengan karakteristik lokasinya.

Suksesi Alami7.

Kegiatan restorasi suksesi alami meliputi:

Melakukan patroli dan penjagaan agar terhindar dari gangguan yang •menghambat pertumbuhan tanaman, misalnya penggembalaan liar, kebakaran, perusakan rumput dan tanaman bawah oleh manusia atau hewan.

Membuat sekat bakar.•

Pembangunan pagar hidup. •

Monitoring pertumbuhan anakan alam.•

Restorasi ekosistem dengan suksesi alami dilakukan jika semua •kondisi berikut terpenuhi, yaitu:

Page 73: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 51

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Terdapat tumbuhan berkayu jenis asli dengan tinggi • ≥30 cm dan jumlah ≥600 batang per ha.

Terdapat jumlah tumbuhan berkayu jenis asli • ≥50% dibandingkan jumlah jenis pada hutan utuh di dekat areal restorasi.

Terdapat >60 pohon induk/ha dan >15 spesies pohon induk/ha.•

Berdasarkan kriteria penilaian kondisi tanah: humus, jenis tanah, •sifat tanah, pH, kerikil/batuan.

Berdasarkan pertimbangan kondisi iklim di area restorasi.•

Berdasarkan kondisi gangguan yang ada seperti kebakaran, •perambahan hutan, penggembalaan ternak, penambangan, dan lainnya.

Penunjang Suksesi Alam8.

Kegiatan penunjang suksesi alami meliputi:

Melakukan patroli dan penjagaan agar terhindar dari gangguan •yang menghambat pertumbuhan vegetasi. Gangguan tersebut dapat berupa penggembalaan liar, kebakaran hutan, pemotongan tumbuhan karena mencari rumput, serta gangguan oleh hama atau satwa.

Membuat sekat bakar.•

Perawatan permudaan alam dengan pemotongan gulma sehingga •tidak mengganggu pertumbuhan anakan alam.

Melakukan pembersihan gulma yang terlalu tebal agar biji dan sinar •matahari dapat mencapai tanah sehingga biji mampu tumbuh.

Pemindahan anakan yang terlalu rapat pada areal yang kurang •rapat.

Membantu penyebaran biji pada areal yang sudah dibersihkan agar •memperkaya anakan yang mampu tumbuh pada lokasi tersebut.

Penggarukan dilakukan dengan cara menggaruk atau membalikkan •tanah dengan tujuan biji dorman di dalam tanah dapat tumbuh.

Pembangunan pagar hidup (jika diperlukan).•

Monitoring pertumbuhan anakan alam.•

Page 74: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

52

Restorasi dengan penunjang suksesi alami dilakukan jika semua kondisi berikut terpenuhi, yaitu:

Terdapat tumbuhan berkayu jenis asli dengan tinggi • ≥30 cm dan memiliki jumlah 400-600 batang/ha, dan <15 spesies tanaman/ha.

Memiliki jumlah tumbuhan berkayu jenis asli • ≥30% dibandingkan jumlah jenis pada hutan utuh di dekat areal restorasi.

Terdapat <60 pohon induk/ha.•

Memiliki >5 jenis rumput/100 m• 2 dan >5 jumlah ikatan/100 m2.

Pengayaan Tanaman (9. enrichment planting)

Kegiatan restorasi dengan pengayaan meliputi:

Pembuatan persemaian.•

Pembibitan dari cabutan atau dari biji atau stek.•

Persiapan lahan untuk penanaman.•

Menanam bibit pada areal yang jarang tumbuhan dengan spesies •kunci atau jenis-jenis sebagai pakan satwa, sarang satwa ataupun jenis-jenis yang belum banyak terdapat pada lokasi tersebut.

Melakukan patroli dan penjagaan agar terhindar dari gangguan •yang menghambat pertumbuhan vegetasi. Gangguan tersebut dapat berupa penggembalaan liar, kebakaran hutan, pemotongan tumbuhan karena mencari rumput, serta gangguan oleh hama atau satwa.

Pembuatan pagar hidup (jika diperlukan).•

Monitoring pertumbuhan tanaman.•

Restorasi dengan pengayaan dilakukan jika semua kondisi berikut terpenuhi, yaitu:

Tumbuhan berkayu jenis asli yang tingginya • ≥30 cm dan memiliki jumlah antara 200-400 batang/ha.

Memiliki <15 spesies tanaman.•

Memiliki >5 jenis rumput/100 m• 2 dan >5 jumlah ikatan/100 m2.

Page 75: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 53

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Penanaman (j. replanting)

Kegiatan restorasi dengan penanaman meliputi:

Pembuatan persemaian.•

Pembibitan.•

Persiapan lahan.•

Penanaman. •

Pemeliharaan.•

Monitoring dan evaluasi pertumbuhan tanaman.•

Restorasi dengan penanaman dilakukan jika semua kondisi berikut tepenuhi, yaitu:

Tumbuhan berkayu jenis asli yang tingginya a. ≥30 cm dan jumlahnya <200 batang/ha, maka dapat menggunakan pola penanaman.

Memiliki <15 spesies tanaman/ha.b.

Memiliki <60 pohon induk/ha dan <15 spesies induk/ha.c.

Gambar 4 merupakan rujukan praktis untuk melakukan pengambilan keputusan dalam rangka memilih strategi ekosistem yang paling relevan di lokasi kegiatan.

kk k kk k kk k

kk k kk k

a a

aa a

Sumber: JICA (2014)

Alur pemilihan strategi restorasi ekosistemGambar 4

Page 76: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

54

Adapun strata restorasi menggambarkan tingkatan kegiatan pemulihan ekosistem yang dibutuhkan sebagai konsekuensi logis dari tingkat keparahan degradasi lahan dan ekosistem tersebut. Strata restorasi dapat terdiri atas tindakan vegetatif dan kegiatan-kegiatan rehabilitasi biologi dan sipil teknis yang bersifat non vegetatif.

Beberapa contoh strata restorasi ekosistem adalah (Suryadiputra et al., 2018):

Penimbunan kembali (• back filling), diperlukan pada lahan yang rusak akibat adanya galian atau pemotongan bidang lahan. Back filling dilakukan untuk mengembalikan konfigurasi lahan ke semula agar lebih mudah diberikan intervensi vegetatif.

Pembasahan (• rewetting), relevan dilakukan pada lahan gembut yang telah rusak dan fungsi hidrologisnya sudah menurun.

Pengeringan, diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan •genangan air pada area tertentu yang mengganggu proses fisiologis vegetasi untuk intervensi restorasi vegetatif. Pembangunan sodetan adalah salah satu bangunan sipil teknis yang dapat dijalankan untuk proses pengeringan.

Pembuatan sekat bakar, dibuat dengan lebar dan panjang yang sesuai •dengan tingkat risiko kebakaran di arel tersebut.

Penambatan kanal (• canal blocking), merupakan strata restorasi untuk mengatur tata air di bawah permukaan tanah.

Introduksi tanah lapisan atas (• top soil), yaitu areal yang solum tanahnya telah mengekspose solum tanah bagian dalam sehingga kesuburan tanahnya hilang. Strata ini sangat diperlukan untuk membantu mengatasi kebutuhan media restorasi vegetatif.

Penanaman jenis endemik, dipilih untuk memastikan bahwa ekosistem •yang akan direstorasi akan pulih menjadi ekosistem awal atau mendekati ekosistem awal. Walaupun ekosistem tujuan dapat berupa ekosistem hibrid, bahkan ekosistem baru namun pilihan jenis lokal native atau endemik tetap perlu diprioritaskan.

Page 77: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 55

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Selain ketiga perspektif restorasi tersebut, pemilihan strategi restorasi di areal hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di Air Sugihan, OKI, Sumatera Selatan perlu juga menetapkan ekosistem referensi yang akan dituju. Ekosistem referensi tersebut mencakup tiga kategori, yaitu ekosistem yang sesuai dengan kondisi historis, ekosistem hibrida, dan ekosistem baru (Hobbs et al., 2014). Ketiganya dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, meliputi perlindungan keanekaragaman hayati, konservasi fungsi dan jasa ekosistem, memelihara keberlanjutan sumber daya alam untuk menjamin mata pencaharian masyarakat. Pada ekosistem hibrida dan ekosistem baru yang terbentuk, prioritas intervensi sangat tergantung pada perspektif sosial dan politik yang menyangkut nilai-nilai relatif dari ekosistem yang berbeda tersebut (Hobbs et al., 2014).

Pertimbangan Pemilihan Strategi Restorasi5.3

Restorasi ekosistem sebagai praktik membangun kembali proses ekosistem alami yang bertanggung jawab atas perkembangan bentuk dan fungsi ekosistem, termasuk semua komponen biotik dan abiotik, membutuhkan pertimbangan tertentu dalam penyusunan strateginya. Brown & Amacher (1999) membedakan restorasi menjadi dua yaitu restorasi pasif dan restorasi aktif, keduanya berimplikasi pada pertimbangan yang berbeda.

Restorasi pasif hanya mengandalkan kebijakan manajemen dan opsi tidak langsung lainnya sebagai cara untuk memulihkan ekosistem menuju kondisi yang diinginkan. Sementara restorasi aktif atau sering disebut juga “intervensi yang disengaja” untuk mengubah kondisi lahan yang terganggu dan membangun kembali ekosistem, habitat, atau komunitas alaminya.

Sebagai pertimbangan ekologis, kondisi tutupan vegetasi merupakan salah satu informasi dasar dan menjadi pertimbangan yang sangat penting serta dapat dijadikan sebagai acuan dasar dalam penyusunan strategi restorasi (Nurfatma et al., 2017). Lebih lanjut, analisis kerusakan hutan ini digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat kerusakan di area calon lokasi restorasi, yang menjadi pertimbangan dalam penentuan teknik silvikultur yang tepat.

Page 78: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

56

Pertimbangan ekologis berikutnya adalah penggunaan native species (atau jenis asli setempat). Native species merupakan serangkaian ekotipe atau populasi yang materi genetik individualnya dibatasi oleh kekuatan seleksi alam yang berasal dari kondisi lingkungan lokal tertentu berupa iklim, agen pengganggu, dan faktor lain yang menjadi ciri kawasan tempat mereka berkembang (Brown & Amacher, 1999).

Pertanyaan selanjutnya yang sering muncul adalah seberapa jauh dari lokasi asalnya suatu tanaman tidak lagi disebut sebagai tanaman asli setempat dan berubah menjadi tanaman pendatang (introduced plant atau sering juga disebut sebagai tanaman eksotik). Faktanya, banyak tanaman atau organisme tidak peka terhadap unit jarak tertentu di lokasi yang lain. Dengan kata lain, tanaman tersebut tidak mengalami masalah pertumbuhan akibat ditanam pada jarak tertentu dari habitat asalnya. Oleh karena itu, Brown & Amacher (1999) menawarkan istilah alternatif “near native” untuk membedakan tumbuhan asli yang berasal dari suatu habitat tertentu dari habitat lain. Istilah lain yang juga dapat disarankan untuk mengatasi batasan bahasa atau bias historis adalah “suitable species” atau spesies yang sesuai dan “naturalized species”atau spesies yang dinaturalisasi. Spesies yang sesuai merupakan spesies yang diadaptasi (meskipun tidak didefinisikan secara spesifik) tetapi dengan karakteristik yang diinginkan untuk aplikasi tertentu.

Pertimbangan lain yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan startegi restorasi ekosistem dalam pendekatan lanskap dapat merujuk pada Besseau et al. (2018). Pertimbangan umum yang disampaikan Besseau et al. (2018) dapat dipandang merupakan pertimbangan sosial-ekonomi dan kelembagaan, yaitu:

Restorasi ekosistem dilaksanakan dalam dan lintas bentang lahan secara •keseluruhan, menggambarkan mozaik interaksi lanskap dan praktik pengelolaan dalam sistem tenurial yang beragam dan pertimbangan sosial-ekonomi. Penyusunan restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay dilakukan dalam pertimbangan sosial, ekonomi, biologi, dan bentang lahan.

Page 79: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 57

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Restorasi ekosistem perlu melibatkan pemangku kepentingan secara •aktif di berbagai level, baik pada tahap perencanaan, pengambilan keputusan, penentuan tujuan restorasi, metode pelaksanaan, pembagian manfaat, termasuk juga pemantauan dan evaluasi.

Restorasi ekosistem diarahkan untuk meningkatkan upaya konservasi, •pemulihan, dan pengelolaan hutan dan ekosistem lainnya secara berkelanjutan.

Restorasi ekosistem menggunakan berbagai pendekatan yang disesuaikan •dengan nilai sosial, budaya, ekonomi, kebutuhan, dan ekologi lokal, serta kebutuhan dan sejarah bentang lahan. Hal tersebut merujuk pada iptek terbaru serta pengetahuan lokal dan menerapkan informasi tersebut dalam konteks kapasitas lokal dan struktur tata kelola yang ada.

Restorasi ekosistem berupaya meningkatkan ketahanan lanskap dan •pemangku kepentingannya dalam jangka menengah dan panjang. Pendekatan restorasi harus meningkatkan spesies dan keanekaragaman genetiknya.

Sejalan dengan hal tersebut, FAO & APFNet (2018) memberikan arahan pertimbangan berdasarkan dua prinsip yang harus dipenuhi untuk penyusunan strategi restorasi ekosistem. Kedua prinsip tersebut mencakup prinsip kepentingan masyarakat dan prinsip kebutuhan ekologis. Strategi restorasi ekosistem merupakan hal penting untuk memenuhi prinsip bagi kepentingan masyarakat yang mancakup persiapan sosial yang memadai, kepemimpinan masyarakat yang kuat, transparansi dalam penanganan dana, peningkatan mata pencaharian dan ketahanan pangan yang berkelanjutan (manfaat ekonomi jangka pendek dan panjang), pengaturan kelembagaan yang memadai dan lingkungan kebijakan yang mendukung, sistem penguasaan lahan yang kuat, ketersediaan penyuluh, dan melibatkan gender secara proporsional. Adapun pencapaian prinsip ekologis meliputi: memasukkan variasi spasial biologis dan lingkungan ke dalam rancangan strategi, membangun keterkaitan dalam lanskap yang lebih luas, menekankan perbaikan proses daripada penggantian struktural, memberikan waktu

Page 80: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

58

yang cukup untuk melanjutkan proses ekosistem yang mampu mandiri, mengobati penyebab bukan gejala degradasi, dan menyertakan protokol pemantauan untuk memungkinkan pengelolaan adaptif.

Selain pertimbangan-pertimbangan ekologi dan sosial ekonomi kelembagaan dengan berbagai variabel di dalamnya, pertimbangan pemilihan strategi restorasi juga penting untuk merujuk pada perspektif strategi restorasi ekosistem menurut IUCN & WRI (2014), JICA (2014), dan Suryadiputra et al., (2018) sebagaimana yang telah diuraikan pada sub bab sebelumnya. Berdasarkan perspektif restorasi ekosistem tersebut, terdapat empat pertimbangan yang perlu diperhatikan ketika melakukan pemilihan strategi restorasi ekosistem untuk hutan rawa air payau pada tipe lahan marine clay, yaitu: luasan areal, tingkat kerusakan lahan, tingkat kerusakan vegetatif, serta dinamika sosial-ekonomi masyarakat sekitar areal restorasi.

Luasan areal1.

Pertimbangan luasan areal menunjukkan skala hamparan areal ekosistem yang akan direstorasi. Luasan areal memberi pengaruh pada strategi yang akan dipilih, apakan restorasi ini merupakan pekerjaan restorasi skala luas atau restorasi mozaik. Konsekuensi restorasi skala luas dan restorasi mozaik akan berbeda dalam penyusunan desain teknik restorasi, kebutuhan bahan, peralatan, tenaga kerja, dan kebutuhan biaya.

Tingkat kerusakan lahan 2.

Pertimbangan tingkat kerusakan lahan turut menentukan intervensi restorasi terhadap lahan sebelum intervensi vegetatif dijalankan. Tingkat kerusakan lahan berimplikasi pada kebutuhan strata restorasi yang harus diterapkan. Tingkat dan jenis kerusakan tertentu membutuhkan tingkat dan jenis strata restorasi tertentu juga.

Tingkat kerusakan vegetatif 3.

Pertimbangan tingkat kerusakan vegetaif mengarahkan pada seberapa intensif intervensi vegetatif yang dibutuhkan. Semakin tinggi tingkat kerusakan vegetatif maka intervensi vegetatif yang perlu disiapkan dan

Page 81: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

5. Strategi Restorasi Ekosistem 59

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

dilaksanakan juga semakin tinggi. Arahan strategi intervensi vegetatif yang dapat dipilih sesuai tingkat kerusakannya adalah penanaman, pengayaan, penunjang suksesi alami, dan suksesi alami.

Kondisi sosial-ekonomi masyarakat4.

Pertimbangan sosial-ekonomi masyarakat sekitar areal restorasi perlu dilakukan karena lahan dalam konteks tertentu memiliki makna dan keterkaitan khusus dengan masyarakat, baik dalam relasi sosial maupun sebagai aset ekonomi. Model interaksi dan tingkat ketergantungan masyarakat sekitar terhadap areal restorasi perlu dinilai. Penentuan jenis ekosistem yang akan dibangun dapat ditentukan, apakah menjadi ekosistem semula, menjadi ekosistem hibrida, atau menjadi ekosistem baru.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut mengarahkan pada kombinasi situasi tertentu sehingga arahan strategi restorasi di suatu areal akan berbeda dengan areal yang lain. Strategi restorasi perlu memberikan pilihan paket solusi yang tidak hanya mencakup hal-hal teknis seperti agroforestri, pengayaan, dan regenerasi alami pada skala lanskap tetapi juga mencakup resolusi kebijakan, pelatihan, dan penelitian.

Daftar PustakaBesseau, P., Graham, S., & Christophersen, T. (eds.). (2018). Restoring forests

and landscapes: the key to a sustainable future. Vienna, Austria: Global Partnership on Forest and Landscape Restoration.

Brown, R. W. & Amacher, M. C. (1999). Selecting plant species for ecological restoration: a perspective for land managers. USDA Forest Service Proceedings RMRS-P-8. 1999.

FAO & APFNet. (2018). Regional strategy and action plan for forest and landscape restoration in Asia Pacific. Bangkok: The Food and Agricultural Organization of the United Nation (FAO) and Asia Pacific Network for Sustainable Forest Management and Rehabilitation (APFNet).

Grant, R. M. (2016). Contemporary strategy analysis: text and cases. Ninth Edition. West Sussex, UK: John Wiley & Sons.

Page 82: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

60

Hitt, M. A., Ireland, D., & Hoskisson, R. E. (2011). Concept strategic management: competitiveness & globalization. Ninth Edition. Mason, USA: South Western Cengage Learning, 39.

Hobbs, R. J., Higgs, E., Hall, C. M., Bridgewater, P., Chapin III, F. S., Ellis, E. C., Ewel, J.J., Hallett, L.M., Harris, J., Hulvey, K.B., Jackson, S.T., Kennedy, P.L., Kueffer, C., Lach, L., Lantz, T.C., Lugo, A.E., Mascaro, J., Murphy, S.D., Nelson, C.R., Perring, M.P., Richardson, D.M., Seastedt, T.R., Standish, R.J., Starzomski, B.M., Suding, K.N., Tognetti, P.M., Yakob, L., Yung, L. (2014). Managing the whole landscape: historical, hybrid, and novel ecosystems. Frontiers in Ecology and the Environment, 12(10), 557–564, DOI: 10.1890/130300.

Hutabarat, J. & Huseini, M. (2011). Strategi pendekatan komprehensif dan terintegrasi “strategic excellence” dan “operational excellence” secara simultan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

IUCN & WRI (2014). Pedoman Metode Evaluasi Kesempatan Restorasi (MEKAR): mengkaji kesempatan restorasi hutan dan bentang lahan pada tingkat nasional atau sub-nasional (Edisi Uji Coba). Gland, Swiss: IUCN.

JICA. (2014). Pedoman tata cara restorasi di kawasan konservasi - hutan hujan tropis pegunungan dan hutan monsoon tropis. Jakarta: JICA.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses 3 Oktober 2020 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi.

Nurfatma, N., Pamoengkas, P., & Heriansyah, I. (2017). Analisis tipologi tutupan vegetasi sebagai dasar penyusunan strategi restorasi di area IUPHHK-RE PT REKI. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(1), 41-50. DOI: 10.19081/jpsl.2017.7.1.41 41.

Prasojo, L. D. (2018). Manajemen strategi. Yogyakarta: UNY Press.

Suryadiputra, I. N. N., Irwansyah, R. L., Iwan, T. C. W., & Dipa, S. R. (2018). Restorasi lahan gambut di HLG Londerang dan Tahura Orang Kayo Hitam, Provinsi Jambi. Bogor: Wetlands International Indonesia.

Wheelen, T. L., & Hunger, J. D. (2012). Strategic management and business policy: toward global. 13th edition. Boston: Pearson.

Page 83: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Ekologi dan Silvikultur Jenis 6. untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay

Nurul Silva Lestari, Fentie J Salaka, & Ismayadi Samsoedin

Pengetahuan silvikultur suatu jenis sangat diperlukan agar dapat mengembangbiakkan jenis tersebut secara efektif dan efisien sesuai dengan karakteristiknya. Informasi tersebut meliputi metode perbanyakan, teknik penanaman, dan pemeliharaan di lapangan yang dapat mendukung pertumbuhan. Berikut ini merupakan informasi silvikultur untuk lima jenis tanaman yang dapat digunakan untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay.

Shorea balangeran6.1 (Balangeran)

Shorea balangeran merupakan salah satu spesies dari famili Dipterocarpaceae yang banyak ditemukan di hutan rawa. Kayu dari jenis ini memiliki nilai ekonomi tinggi namun keberadaannya di habitat asli terus terancam (Indriani et al., 2019). IUCN memasukkan Shorea balangeran ke dalam kategori critically endangered atau terancam punah. Jenis ini merupakan salah satu jenis potensial yang dapat digunakan untuk merestorasi lahan hutan rawa (Page et al., 2011). Hal ini disebabkan karena Shorea balangeran memiliki wilayah sebaran yang luas, dapat tumbuh pada kondisi lingkungan dan tanah yang beragam, memiliki tingkat adaptasi tinggi di lahan terbuka, dan mampu bersaing dengan hama. Selain itu, jenis ini juga dapat tumbuh di area bekas kebakaran yang ditumbuhi alang-alang (Hidayati et al., 2009; Daryono, 2006). Tata & Pradjadinata (2017) juga menyebutkan bahwa Shorea balangeran memiliki tingkat bertahan hidup dan pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan jenis lainnya yang ditanam pada hutan yang terdegradasi.

Page 84: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

62

Foto: Rusmana (2012)

Pohon Gambar 5 Shorea balangeran sebagai sumber benih

Perbenihan6.1.1

Untuk permudaan alami, budidaya Shorea balangeran dapat menggunakan biji atau anakan yang sering ditemukan berkelompok di sekitar pohon induk. Musim berbunga dan berbuah jenis ini tidak terjadi setiap tahun sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan bibit. Musim berbuah umumnya terjadi saat musim buah raya famili Dipterocapaceae yang terjadi pada sekitar bulan Februari hingga Juni (Suryanto & Savitri, 2012). Rusmana (2012) menyebutkan bahwa dalam satu musim berbuah, produktivitas buah Shorea balangeran dapat mencapai 800-1.000 kg/ha pada areal dengan kerapatan jenis pohon 99 individu/ha.

Anakan di alam juga dapat digunakan untuk perbanyakan Shorea balangeran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan setelah musim berbunga dan berbuah di Mentangai, Kalimantan Tengah diketahui bahwa jumlah anakan jenis ini mencapai 780.000-2.410.000 individu. Buah Shorea balangeran bersifat rekalsitran sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka

Page 85: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 63

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

waktu yang lama. Oleh sebab itu, biji Shorea balangeran yang dikumpulkan dari habitat alaminya harus segera disemaikan pada polybag. Pengumpulan buah dapat dilakukan dengan memanjat dan memetik buah atau mengambil buah yang telah jatuh ke tanah dengan jarak maksimal 25 m dari pohon induk. Biji yang telah dikumpulkan dapat diangkut dengan menggunakan kardus yang telah dilubangi untuk menjaga suhu dan kelembaban (Rusmana, 2012).

(a) (b)

Foto: Turjaman (2000), Rusmana (2012)

Buah (a) dan anakan (b) Gambar 6 Shorea balangeran

Pembuatan Bibit/Persemaian6.1.2

Bibit yang berasal dari biji dapat disapih dan dipindahkan ke persemaian, pada usia 25-30 hari setelah disemaikan. Pada saat di persemaian, gulma pada bibit harus disiangi secara rutin agar tidak menghalangi pertumbuhan. Bibit Shorea balangeran dipelihara di persemaian selama sekitar 7 bulan hingga tinggi bibit mencapai 30-50 cm untuk siap tanam. Jenis ini juga memerlukan cahaya matahari pada saat pertumbuhan mulai dari tingkat semai (Yanarita et al., 2018).

Selain menggunakan biji dan anakan, perbanyakan Shorea balangeran dapat dilakukan secara vegetatif, misalnya dengan stek. Bagian yang dapat dijadikan stek adalah tunas trubusan yang tumbuh tegak, anakan alam, dan bibit berumur 7-12 bulan. Media tanam yang direkomendasikan untuk digunakan adalah pasir serta campuran serbuk sabut kelapa dan sekam padi dengan komposisi 2:1. Stek yang telah memiliki akar kemudian dipindahkan

Page 86: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

64

ke media tanam dengan campuran tanah gambut dan sekam padi dengan perbandingan 70%:30% atau campuran topsoil dan sekam padi dengan perbandingan 1:1 (Rusmana, 2012).

Untuk mempercepat perkembangbiakan Shorea balangeran juga dapat dilakukan inokulasi mikoriza. Jenis mikoriza yang digunakan untuk jenis ini adalah Scleroderma columnare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat bertahan hidup bibit yang ditanam pada lahan gambut terdegradasi dan telah diinokulasi mikoriza lebih tinggi dibandingkan bibit yang tidak diberi inokulan. Pemberian mikoriza juga diketahui dapat meningkatkan serapan nutrisi pada bibit tanaman (Graham et al., 2013).

Penanaman6.1.3

Penanaman Shorea balangeran pada ekosistem rawa yang tergenang air memerlukan persiapan lahan, meliputi pembuatan guludan yang tingginya disesuaikan dengan tinggi muka air tanah serta pengaturan tinggi muka air tanah. Pengaturan tinggi muka air tanah dapat dilakukan dengan pembuatan parit pada sekeliling area tanam dengan lebar 50 cm dan kedalaman 1 m. Tinggi dan lebar parit dapat disesuaikan berdasarkan kondisi area tanam. Untuk mengatur tingkat keasaman tanah maka dapat dilakukan pemberian batuan pospat. Pemadatan tanah juga perlu dilakukan jika tanah memiliki porositas yang tinggi (Rachmanadi, 2012).

Pembersihan tumbuhan bawah di sekitar lubang tanam juga perlu dilakukan untuk mengurangi kompetisi antara balangeran dengan tumbuhan bawah. Jadwal pembersihan tumbuhan bawah perlu diperhatikan karena tumbuhan bawah juga dapat berfungsi untuk menjaga kelembaban tanah pada lahan terbuka dan menyediakan naungan bagi bibit balangeran.

Jarak tanam yang disarankan pada areal terbuka adalah 3 m x 3 m. Penanaman sebaiknya dilakukan saat tinggi muka air sedang turun namun daya kapiler air masih bisa mencapai permukaan tanah. Oleh sebab itu, tidak disarankan untuk melakukan penanaman pada puncak musim hujan atau musim kemarau. Sebelum ditanam, aklimatisasi bibit di lapangan perlu dilakukan untuk meningkatkan daya adaptasi bibit. Aklimatisasi dilakukan dengan meletakkan bibit di sekitar area penanaman ±2 minggu

Page 87: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 65

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

sebelum ditanam. Pada area tanam yang sangat terbuka dapat dipasang sedikit naungan di sekitar bibit. Pada saat memasukkan bibit ke lubang tanam sebaiknya hanya bagian bawah polybag yang dibuka untuk menjaga kekompakan tanah saat tergenang air (Rachmanadi, 2012).

Pemeliharaan6.1.4

Pemeliharaan tanaman Shorea balangeran yang paling penting untuk dilakukan adalah pembersihan gulma. Hal ini disebabkan karena gulma dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan balangeran, terutama pada periode kritis ketika tanaman membutuhkan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh yang cukup. Pembersihan gulma dilakukan dengan cara penebasan manual yang dilakukan setiap 3-4 bulan sekali hingga tanaman berumur 2 tahun. Pada tahun ketiga, pembersihan tanaman dapat dilakukan setiap 6 bulan sekali. Frekuensi pembersihan gulma dapat disesuaikan dengan kondisi tempat tumbuh dan persaingan gulma dengan tanaman balangeran (Santosa, 2012).

Alstonia pneumatophora6.2 (Pulai Rawa)

Alstonia pneumatophora atau dikenal dengan nama pulai rawa merupakan anggota keluarga (family) Apocynaceae yang penyebarannya meliputi wilayah Indonesia, Malaysia dan Thailand. Jenis yang cepat tumbuh ini umumnya dapat ditemukan pada hutan rawa (Sidiyasa, 1998). Alstonia pneumatophora dapat tumbuh menjadi pohon besar dengan tinggi mencapai 85 m dan diameter 205 cm. Jenis ini juga merupakan jenis yang mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang terganggu sehingga cocok sebagai jenis yang digunakan dalam restorasi habitat rawa yang telah terdegradasi (Tropical Plant Database, 2020).

Page 88: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

66

Foto: earth.com

Pohon pulai (Gambar 7 Alstonia pneumatophora)

Perbenihan6.2.1

Seperti halnya anggota famili Apocynaceae yang lain, perbanyakan Alstonia pneumatophora secara generatif dapat dilakukan dengan menyemai biji yang tersimpan dalam buah berbentuk polong. Pengumpulan biji sebaiknya dilakukan sebelum polong terbuka untuk meminimalkan hilangnya biji yang sudah tua akibat terbawa angin karena ukurannya yang sangat kecil. Biji yang dikumpulkan adalah biji yang sudah tua yang berwarna cokelat gelap. Satu kilogram biji pulai yang masih segar berisi sekitar 243.344 biji.

Biji pulai tersebut kemudian dijemur dan dibungkus kertas atau plastik untuk selanjutnya disimpan pada suhu kamar maksimal selama 2 bulan jika dimasukkan dalam kaleng yang tertutup rapat. Namun demikian, benih pulai rawa menghasilkan tingkat perkecambahan yang paling tinggi jika disimpan selama 15 hari dan direndam dengan air dingin selama 24 jam (Mashudi et al., 2014; Maimunah, 2016).

Page 89: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 67

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pembuatan Bibit/Persemaian6.2.2

Benih pulai dapat ditanam dengan menggunakan media tanam berupa campuran pasir halus dan kompos dengan perbandingan 3:1. Media tanam dibuat setebal ±5 cm dengan permukaan yang dipadatkan. Benih yang telah ditanam kemudian diberi taburan pasir tipis. Kondisi lingkungan di area persemaian harus terjaga suhu dan kelembabannya dengan intensitas naungan antara 50-75% (Mashudi et al., 2014).

Benih pulai mulai berkecambah sekitar 4 hari sampai seminggu setelah disemaikan. Semai tersebut perlu disiram 2 kali sehari, dapat disapih setelah berumur sekitar 8 minggu atau setelah memiliki 2-4 helai daun. Pada fase penyapihan, benih yang telah berkecambah dipindahkan ke polybag yang lebih besar dengan media tanam campuran top soil dan kompos dengan komposisi 3:1. Bibit pulai disapih di persemaian selama ±5 bulan (sekitar 1,5 bulan di bawah naungan dan 3,5 bulan di areal terbuka). Selama disapih, bibit pulai harus disiram dan dipupuk secara teratur serta dijaga dari gulma (Mashudi et al., 2014; Wibisono et al., 2005).

Perbanyakan pulai juga dapat menggunakan bibit dari anakan alam. Anakan alam yang sebaiknya diambil adalah yang memiliki maksimal 6 daun. Daun anakan kemudian digunting ½ atau 1/3 luasan daun untuk mencegah respirasi yang berlebihan. Anakan tersebut ditanam dalam polybag dan disiram secara teratur serta diberi naungan. Naungan dapat dibuka setelah bibit berumur 1-2 bulan (Wibisono et al., 2005).

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek cabang atau stek pucuk. Pengambilan materi vegetatif untuk stek cabang dilakukan pada cabang yang diameternya berukuran >2 cm. Cabang yang diambil kemudian dipotong dengan panjang sekitar 50 cm. Cabang yang telah diambil tersebut lalu dibungkus dengan koran yang telah dibasahi dan dimasukkan ke dalam kardus yang telah dilapisi plastik agar kelembabannya tetap terjaga. Pengambilan materi dari stek pucuk dapat dilakukan pada tunas yang jaringannya telah kuat atau sudah tidak lunak lagi. Sebelum ditanam, stek-stek tersebut direndam dalam larutan Rooton-F dengan konsentrasi 25% untuk stek cabang dan 40% untuk stek pucuk. Penyapihan stek dilakukan setelah 3

Page 90: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

68

bulan untuk stek batang dan 2 bulan untuk stek pucuk. Pemeliharaan stek pada saat penyapihan sama dengan pemeliharaan bibit pulai yang berasal dari biji (Mashudi et al., 2014).

(a) (b)

Foto: Mashuri (2014)

Stek pucuk (a) dan stek batang (b) pulaiGambar 8

Penanaman6.2.3

Penanaman bibit pulai sebaiknya dilakukan setelah musim hujan agar ketersediaan air dapat tercukupi dan untuk menghindari banjir. Jarak tanam yang umumnya digunakan adalah 5 m x 5 m, namun dapat juga menggunakan jarak tanam yang acak apabila untuk keperluan rehabilitasi lahan terdegradasi. Pembersihan gulma dilakukan pada radius 0,5 m di sekitar lubang tanam. Pembuatan gundukan juga perlu dilakukan pada lubang tanam karena karakteristik tanah pada hutan rawa yang tidak kompak. Tinggi gundukan dapat disesuaikan berdasarkan ketinggian genangan pada musim hujan. Gundukan pada lubang tanam sebaiknya dibuat 1-2 bulan sebelum musim hujan agar gundukan tanah menjadi padat dan tidak mudah terkikis terbawa air hujan (Wibisono et al., 2005).

Pemeliharaan6.2.4

Setelah ditanam, pemeliharaan terhadap pulai harus tetap dilakukan karena jenis tanaman ini rentan terhadap hama, terutama ulat penggerek daun. Pada tanaman pulai, tingkat serangan hama penggerek daun dapat mencapai 90%. Serangan hama dapat diketahui dari kondisi daun yang

Page 91: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 69

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

terlipat atau daun yang melekat satu sama lain. Hama jenis ini dapat dikendalikan dengan menggunakan insektisida biologi yaitu Florbac FC dengan konsentrasi 6 ml/l air, Condor 70 F dengan konsentrasi 2 ml/l air, Turex WP dengan konsentrasi 3 g/l air, dan Bactospeine WP dengan konsentrasi 1 g/l air. Selain itu, pemberian pupuk NPK sebaiknya dilakukan setiap 6 bulan sekali hingga tanaman berumur 2 tahun (Mashudi et al., 2014).

Selain pemupukan, penyulaman dan pembersihan gulma juga perlu dilakukan untuk mengurangi persaingan dalam mendapatkan unsur hara dan ruang tumbuh. Penyulaman sebaiknya dilakukan 2-3 bulan setelah penanaman dan saat masih musim hujan. Pembersihan gulma sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam setahun hingga tanaman berumur 2 tahun (Wibisono et al., 2005).

Cratoxylon arborescens6.3 (Gerunggang)

Cratoxylon arborescens yang juga dikenal dengan nama gerunggang merupakan anggota keluarga (family) Hypericaceae. Spesies ini merupakan salah satu spesies yang umum dijumpai di ekosistem hutan rawa di Sumatera dan Kalimantan pada ketinggian 0-900 mdpl dengan tipe iklim A dan B. Selain di ekosistem rawa, gerunggang juga dapat tumbuh pada tanah berpasir (Soerianegara & Lemmens, 2002). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jenis ini mampu bertahan hidup pada kondisi hutan yang terbuka sehingga menjadi salah satu jenis yang banyak digunakan dalam kegiatan rehabilitasi dan restorasi hutan rawa yang terdegradasi (Mojiol et al., 2016; Saito et al., 2005).

Page 92: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

70

Foto: BP2TSTH Kuok (2019)

Gerunggang yang tumbuh di genangan air Gambar 9

Perbenihan6.3.1

Gerunggang memiliki biji berukuran kecil dan ringan yang relatif mudah ditemukan karena dihasilkan sejak umur pohon masih muda. Jenis ini juga berbuah hampir sepanjang tahun. Biji gerunggang bersifat intermediate, karakteristiknya berada antara biji ortodoks yang dapat bertahan lama dan biji rekalsitran yang tidak dapat bertahan lama. Agar dapat tumbuh dengan baik, biji gerunggang harus disemaikan maksimal 3 bulan setelah dipanen karena kemampuan berkecambahnya akan menurun apabila disemai melebihi waktu tersebut. Biji gerunggang yang telah disemai akan berkecambah pada hari ke-13 sampai ke-49. Penyapihan bibit gerunggang dapat dilakukan setelah tinggi bibit mencapai 10-15 cm. Bibit tersebut dipindahkan ke dalam polybag yang berukuran lebih besar dengan media tanam berupa campuran top soil dan sekam padi dengan perbandingan 3:1 (Soerianegara & Lemmens, 2002; Danu & Kurniaty, 2013; FORDA, 2016; Saito et al., 2005).

Page 93: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 71

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: Sabah Forestry Department (2007)

Bunga gerunggangGambar 10

Pembuatan Bibit/Persemaian6.3.2

Perbanyakan gerunggang secara generatif dapat dilakukan dengan menyemai biji pada media tanam berupa pasir, gambut, top soil, atau campuran arang sekam dan serbuk sabut kelapa dengan perbandingan 1:2. Proses penanaman benih gerunggang dilakukan di bawah naungan dengan intensitas 25% untuk menghasilkan bibit gerunggang yang baik. Selain perbanyakan dengan menggunakan biji, gerunggang juga dapat dikembangbiakkan dengan menggunakan stek. Berdasarkan hasil penelitian, stek yang berasal dari anakan alam lebih mudah berkecambah dibandingkan dengan yang berasal dari individu pohon dewasa. Batang yang dipilih untuk stek adalah batang muda yang sudah berkayu dengan diameter sekitar 2

Page 94: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

72

mm. Media tanam yang dapat digunakan untuk stek gerunggang adalah pasir sungai, campuran gambut dan sekam padi dengan perbandingan 3:1, campuran top soil dan sekam padi dengan perbandingan 3:1, serta campuran serbuk sabut kelapa dan sekam padi dengan perbandingan 2:1.

Sebelum ditanam, pangkal stek gerunggang direndam dalam Rootone F untuk merangsang pertumbuhan akar. Akar umumnya tumbuh setelah stek berumur 4 minggu. Berdasarkan hasil observasi, stek gerunggang yang telah berakar memiliki persentase bertahan hidup sebesar 56-80%. Bibit yang telah berakar kemudian disapih dengan dipindahkan ke dalam polybag yang berukuran lebih besar dengan menggunakan media tanam berupa campuran top soil dan sekam padi atau gambut dan sekam padi dengan perbandingan 3:1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit yang berasal dari stek mencapai 1 cm/minggu. Setelah berumur sekitar 6 bulan, bibit gerunggang yang disapih di persemaian siap untuk ditanam (FORDA, 2016).

Penanaman6.3.3

Teknik penanaman yang tepat untuk bibit gerunggang juga sangat diperlukan untuk penanaman gerunggang pada lahan terdegradasi. Sebelum ditanam, bibit gerunggang perlu diaklimatisasi dengan meletakkan bibit di area penanaman selama 1-2 minggu. Bibit perlu diberi naungan dan disiram secara rutin pada fase awal aklimatisasi. Frekuensi penyiraman dan naungan kemudian dikurangi hingga waktu penanaman tiba (Junaedi, 2019).

Pada lahan tergenang di hutan rawa, perlu dibuat gundukan agar posisi tanaman lebih tinggi dan tidak tergenang air saat banjir. Gundukan tersebut sebaiknya dibuat 2-3 bulan sebelum penanaman atau saat musim kemarau agar gundukan lebih kokoh dan padat. Hasil penelitian oleh BP2LHK Banjarbaru menyebutkan bahwa bibit gerunggang dengan tinggi antara 20-40 cm memiliki tingkat adaptasi yang lebih baik pada lahan gambut yang terdegradasi dengan pertumbuhan tinggi yang lebih cepat. Sementara itu, bibit dengan tinggi >40 cm cenderung mengalami tekanan (stress) yang ditunjukkan dengan tingkat kematian pucuk dan pengguguran daun yang lebih tinggi (FORDA, 2019).

Page 95: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 73

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Mojiol et al. (2016) menyebutkan bahwa kemampuan bertahan hidup bibit gerunggang yang ditanam pada lahan bekas terbakar mencapai 93,33%. Penelitian ini juga melaporkan bahwa pertumbuhan tinggi gerunggang mencapai 24,17 cm, sementara pertumbuhan diameter mencapai 2,76 cm pada waktu 10 minggu setelah ditanam.

Pemeliharaan6.3.4

Pada tahun pertama penanaman, pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemberian pupuk dan pengendalian gulma. Pupuk dapat diberikan sebelum penanaman atau pada saat penanaman dan dilanjutkan dengan pemupukan susulan. Pupuk yang diberikan dapat berupa rock phosphate dan NPK. Pembersihan gulma atau tanaman pengganggu dilakukan 4 bulan sekali pada tahun pertama penanaman dan 6 bulan sekali pada tahun kedua penanaman. Gulma dapat dibersihkan secara manual dan kimia. Gulma yang sudah tinggi sebaiknya dipangkas dengan parang kemudian disemprot dengan herbisida. Penyemprotan insektisida juga perlu dilakukan jika daun gerunggang terkena serangan ulat (Junaedi, 2019).

Campnosperma coriaceum6.4 (Terentang)

Campnosperma coriaceum atau terentang merupakan salah satu jenis vegetasi penyusun hutan rawa yang berasal dari keluarga (family) Anacardiaceae. Jenis ini tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Selain tumbuh di hutan rawa, terentang juga dapat tumbuh pada tanah lempung berpasir yang berada di dekat sungai atau lembah hingga ketinggian 1.600 mdpl (Bogidarmanti, Mindawati, & Suhartati, 2011; Danu & Bogidarmanti, 2012).

Page 96: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

74

Foto: Alimah (2013)

Pohon terentang (Gambar 11 Campnosperma coriaceum)

Perbenihan6.4.1

Perbanyakan terentang dapat dilakukan dengan menggunakan biji. Namun demikian, musim berbuah terentang hanya terjadi pada bulan-bulan tertentu. Hasil pengamatan di Kabupaten Dharmasraya menunjukkan bahwa terentang mulai berbunga sekitar bulan Agustus-September dan berbuah masak pada sekitar bulan November dan Desember (Danu & Bogidarmanti, 2012).

Pembungaan terentang termasuk ke dalam tipe pembungaan berumah dua sehingga memiliki bunga jantan dan bunga betina. Pengumpulan benih dilakukan pada pohon betina yang menghasilkan buah. Pohon terentang dapat menghasilkan buah sebanyak 6.720 buah/pohon, sementara jumlah benih dapat mencapai 16.852/kg (Danu & Bogidarmanti, 2012).

Page 97: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 75

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: Danu et al.,(2010)

Bunga dan buah terentangGambar 12

Pembuatan Bibit/Persemaian6.4.2

Perbanyakan jenis terentang umumnya dilakukan secara generatif dengan mengumpulkan buah masak langsung dari pohon atau yang jatuh di sekitar pohon. Selain dengan biji, perbanyakan juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan anakan alam di sekitar pohon induk. Buah terentang termasuk dalam kategori buah rekalsitran sehingga harus segera ditangani. Buah masak yang telah dikumpulkan direndam selama sekitar 2-3 hari hingga daging buah hancur dan bijinya keluar. Biji yang baik untuk dijadikan benih adalah biji yang tidak mengapung di air. Biji tersebut kemudian ditanam pada media tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Benih terentang dapat berkecambah dalam waktu 2-4 minggu setelah ditanam (Alimah, 2013; Suhartati et al., 2012).

Perbanyakan terentang secara vegetatif juga dapat dilakukan dengan menggunakan stek. Stek dari batang dipotong sepanjang 20-25 cm. Sebelum ditanam, stek direndam dalam cairan perangsang pertumbuhan akar. Stek kemudian ditanam pada polybag dengan media campuran tanah gambut dan sekam padi dengan perbandingan 70%:30% (Panjaitan & Ardana, 2010).

Penanaman6.4.3

Penanaman terentang di lokasi restorasi dapat menggunakan sistem jalur dengan lebar jalur 1,5 m, jarak antar-jalur 6 m, dan jarak tanam pada jalur adalah 3 m. Pemadatan tanah pada lubang tanam juga perlu dilakukan karena tanah pada ekosistem rawa umumnya memiliki porositas yang tinggi (Panjaitan & Ardana, 2010).

Page 98: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

76

Pemeliharaan6.4.4

Pemeliharaan yang dilakukan pada terentang yang telah ditanam meliputi penyulaman dan pembersihan gulma. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati setelah berumur 1-2 bulan (Panjaitan & Ardana, 2010). Pembersihan gulma dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih sering (3-4 bulan sekali) pada tahun pertama dan 6 bulan sekali pada tahun kedua. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Junaedi (2018), pemberian pupuk NPK pada tanaman terentang yang digunakan untuk restorasi lahan tidak perlu dilakukan karena tidak mempengaruhi pertumbuhan jenis ini.

Dyera lowii6.5 (Jelutung)

Dyera polyphylla yang dikenal dengan nama jelutung merupakan anggota dari keluarga (family) Apocynaceae. Jenis ini umumnya ditemukan di hutan rawa, pada tanah laterit, aluvial, atau organosol dengan ketinggian 20-800 mdpl. Penyebarannya meliputi Pulau Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan Pulau Kalimantan. Jelutung tumbuh pada tipe iklim A dan B (Heyne, 1987). Jenis ini termasuk jenis yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik dan tingkat pertumbuhan yang tinggi. Salah satu ciri khas jelutung adalah memiliki pneumatofor atau akar napas yang memungkinkan jenis ini dapat hidup pada kondisi air yang tergenang. Jelutung juga dapat menghasilkan produk hasil hutan non kayu berupa getah. Jenis ini juga merupakan salah satu jenis yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat (Bastoni & Lukman, 2004; Tata et al., 2015).

Page 99: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 77

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: Bastoni (2014)

Pohon jelutung (Gambar 13 Dyera polyphyllai)

Perbenihan6.5.5

Perkembangbiakan jelutung secara generatif dapat dilakukan melalui penanaman biji. Jelutung pada umumnya berbuah setiap tahun dengan musim buah raya setiap 2 tahun. Jenis ini biasanya mulai berbunga pada bulan November dan berbuah masak sekitar bulan April-Mei. Buah masak yang telah dikumpulkan kemudian dijemur selama 1-3 hari sampai kulit polongnya pecah hingga bijinya lebih mudah diambil. Benih jelutung termasuk dalam kategori rekalsitran sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Penyimpanan benih hanya dapat dilakukan maksimal selama 3 bulan karena setelah itu kemampuan berkecambah benih akan berkurang. Sebelum ditanam, benih direndam dalam air terlebih dahulu selama 2 jam. Media tanam dapat menggunakan pasir yang telah dibasahi terlebih dahulu (Bastoni, 2014).

Page 100: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

78

Foto: Bastoni (2014)

Bunga dan buah jelutungGambar 14

Pembuatan Bibit/Persemaian6.5.6

Benih jelutung mulai berkecambah sekitar 1 minggu setelah disemai. Daun mulai muncul 1 bulan kemudian. Bibit jelutung siap disapih setelah berusia sekitar 2 bulan. Salah satu teknik untuk menyapih bibit jelutung adalah menggunakan genangan buatan di lantai persemaian. Teknik ini memiliki beberapa kelebihan yaitu bibit siap ditanam dalam waktu yang lebih singkat, akar bibit tidak menembus tanah, serta lebih hemat konsumsi air dan biaya pemeliharaan. Bibit yang akan disapih dipindahkan ke dalam polybag yang lebih besar dengan media tanam berupa campuran tanah mineral dan bahan organik. Intensitas naungan yang digunakan pada persemaian adalah 50-75% (Bastoni, 2014).

Pemberian pupuk di persemaian juga dianjurkan untuk mempercepat pertumbuhan bibit. Dengan menggunakan teknik ini, bibit siap ditanam 4-6 bulan setelah disapih, lebih cepat dibandingkan pembibitan tanpa genangan yang harus menunggu 8-10 bulan. Bibit ditanam saat mencapai tinggi sekitar 25-30 cm, diameter minimal 0,5 cm, dan perakaran sudah menyatu dengan media. Berbeda dengan jenis lainnya, perbanyakan jelutung dengan menggunakan stek belum dikuasai sehingga belum banyak dilakukan karena tingkat keberhasilan yang rendah (Bastoni, 2014).

Page 101: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 79

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: Bastoni (2014)

Persemaian jelutung dengan teknik genanganGambar 15

Penanaman6.5.7

Penyiapan lahan untuk penanaman pada areal yang terdegradasi berat meliputi pembuatan gundukan yang bertujuan untuk mengumpulkan material tanah dan menjaga bibit dari genangan air saat terjadi banjir. Tinggi gundukan minimal 50% dari tinggi genangan air maksimal pada saat musim hujan. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan agar genangan air belum terlalu tinggi. Sebelum ditanam, bibit sebaiknya ditempatkan di lahan terbuka untuk beradaptasi dengan lingkungan. Penanaman bibit sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sebelum genangan air menjadi tinggi. Tinggi bibit juga harus diperhatikan, minimal lebih tinggi sepertiga dari genangan air maksimal (Bastoni, 2014; Tata et al., 2015).

Page 102: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

80

Pemeliharaan6.5.8

Pemeliharaan yang dilakukan setelah penanaman meliputi pembersihan tumbuhan bawah dan pemberian pupuk hingga tanaman berusia 3 tahun. Pembersihan gulma sebaiknya dilakukan minimal 3 kali pada tahun pertama dan 2 kali per tahun pada tahun kedua dan ketiga. Pemupukan dengan NPK dilakukan sebanyak 2 kali setahun pada awal dan akhir musim hujan. Dosis pemberian pupuk adalah 20-30 gram per tanaman (Bastoni, 2014).

Daftar PustakaAlimah, D. (2013). Terentang (Campnosperma auriculata Hook. f): alternative

species for light construction purposes and pulp materials from peat swamp forest in Central Kalimantan. Proceeding International Conference on Forest and Biodiversity. Manado.

Bastoni & Lukman, A. H. (2004). Prospek pengembangan jelutung rawa (Dyera lowii Hook.F) pada lahan rawa Sumatera. Prosiding Seminar Nasional Pembangunan Hutan Tanaman Berproduktivitas Tinggi dan Ramah Lingkungan. Yogyakarta: Badan Litbang Kehutanan.

Bastoni. (2014). Budidaya jelutung rawa (Dyera lowii Hook.F). Palembang: Balai Penelitian Kehutanan Palembang.

Bogidarmanti, R., Mindawati, N., & Suhartati. (2011). Gerunggang (Cratoxylon arborescens Blume.) dan terentang (Campnosperma coriaceum Jack. dan C. auriculata Hook.f): jenis alternatif potensial sebagai bahan baku kayu pulp (pp. 315-326). Proceeding of the National Seminar of MAPEKI XIV.

Danu & Kurniaty, R. (2013). Pengaruh media dan naungan terhadap pertumbuhan gerunggang (Cratoxylon arborescens (Vahl) Blume). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan, 1(1), 43-50.

Danu & Bogidarmanti, R. (2012). Pohon terentang sebagai bahan baku alternatif pulp. Tekno Hutan Tanaman, 5(1), 29-35.

Daryono, H. (2006). Pemanfaatan lahan secara bijaksana dan revegetasi dengan jenis pohon tepat guna di lahan rawa gambut terdegradasi. Dalam Optimalisasi peran IPTEK dalam mendukung peningkatan produktifitas hutan dan lahan. Bogor: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

Page 103: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Graham, L. L., Turjaman, M., & Page, S. E. (2013). Shorea balangeran and Dyera polyphylla (syn. Dyera lowii) as tropical peat swamp forest restoration transplant species: effects of mycorrhizae and level of disturbance. Wetlands ecology and management, 21(5), 307-32.

FORDA. (2016). Gerunggang, jenis potensial untuk restorasi lahan gambut. Diakses dari https://www.forda-mof.org/index.php/berita/post/3010.

FORDA. (2019). Bibit gerunggang kurang dari 40 sentimeter lebih adaptif hadapi kondisi ekstrim di lahan gambut. Diakses dari https://www.menlhk.go.id/site/single_post/ 2084.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia (vol. II). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

Hidayati, N., Juhaeti, T., & Mansur, M. (2009). Biological diversity contribution to reducing CO2 in the atmosphere. International Seminar on Achieving Resilient-Agriculture to Climate Change through Development of Climate Based Risk Management Scheme. Bogor, 17-19 November 2009.

Indriani, F., Siregar, U. J., Matra, D. D., & Siregar, I. Z. (2019). Ecological aspects and genetic diversity of Shorea balangeran in two forest types of Muara Kendawangan Nature Reserve, West Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 20(2), 482-488.

Junaedi, A. (2018). Pertumbuhan dua jenis terentang dan responnya terhadap pemupukan NPK pada lahan gambut di Pelalawan, Riau. Prosiding Seminar Nasional “Merawat asa restorasi gambut, pencegahan kebakaran dan peningkatan kesejahteraan masyarakat”. Palembang, 25 Juli 2018.

Junaedi, A. (2019). Informasi awal teknik budidaya geronggang. Dalam Bunga rampai geronggang: Jenis lokal potensial Bumi Lancang Kuning.

Maimunah, S. (2016). Uji viabilitas dan skarifikasi benih beberapa pohon endemik hutan rawa gambut Kalimantan Tengah. Jurnal Hutan Tropis, 2(1), 71-76.

Mashudi, Adinugraha, H. A., & Yuslianti, V. (2014). Budidaya pulai (Alstonia spp.) untuk bahan barang kerajinan. Jakarta: Kementerian Kehutanan.

Page 104: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian II Ekosistem Hutan Rawa Air Payau dan Urgensi Restorasi

82

Mojiol, A. R., Wahyudi, W., & Nasly, N. (2016). Growth performance of three indigenous tree species (Cratoxylum arborescens Vahl. Blume, Alstonia spathulata Blume, and Stemonurus scorpioides Becc.) planted at burned area in Klias Peat Swamp Forest, Beaufort, Sabah, Malaysia. Journal of Wetlands Environmental Management, 2(1).

Page, S. E., Rieley, J. O., & Banks, C. J. (2011). Global and regional importance of the tropical peatland carbon pool. GlobChange Biol, 17: 798-818.

Panjaitan, S. & Ardana, A. (2010). Prospek pengembangan jenis tanaman terentang (Camnosperma auriculata) di Kalimantan. Galam, 4(1), 71-79.

Rachmanadi, D. (2012). Teknik penanaman balangeran. Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Banjarbaru: Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

Rusmana. (2012). Perbenihan dan pembibitan balangeran (Shorea balangeran). Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Banjarbaru: Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

Saito, H., Shibuya, M., Tuah, S. J., Turjaman, M., Takahashi, K., Jamal, Y., Segah, H., Putir, P. E., & Hester Limin, S. (2005). Initial screening of fast-growing tree species being tolerant of dry tropical peatlands in Central Kalimantan, Indonesia. Journal of Forestry Research, 2(2), 107-115.

Santosa, P. B. (2012). Pemeliharaan tanaman balangeran. Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Banjarbaru: Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

Sidiyasa, K. (1998). Alstonia pneumatophora. The IUCN Red List of Threatened Species 1998. Diakses 15 Agustus 2020 dari e.T33231A9769850. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.1998.RLTS.T33231A9769850.en.

Soerianegara, I. & Lemmens, R. H. M. J. (2002). Sumber daya nabati Asia Tenggara: Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. Prosea-Balai Pustaka, 5(1), 171-195.

Suhartati, Rahmayanti, S., Junaedi, A., & Nurrohman, E. (2012). Sebaran dan persyaratan tumbuh Jenis alternatif penghasil pulp di wilayah Riau. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Suryanto, H. T. & Savitri, E. (2012). Budidaya Shorea balangeran di lahan gambut. Banjarbaru: Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.

Page 105: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

6. Ekologi dan Silvikultur Jenis untuk Restorasi Hutan di Lahan Marine Clay 83

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Tata, H. L., Bastoni, Sofiyuddin, M., Mulyoutami, E., Perdana, A., & Janudianto. (2015). Jelutung rawa: teknik budidaya dan prospek ekonominya. Bogor: ICRAF.

Tata, H. L. & Pradjadinata, S. (2017). Native species for degraded peat swamp forest rehabilitation. Jurnal Silvikultur Tropika, 7(3), 80-82.

Tropical Plants Database, Ken Fern. tropical.theferns.info. 2020-08-15. <tropical.theferns.info/viewtropical.php? id=Alstonia+ pneumatophora>

Wibisono, I. T. C., Siboro, L., & Suryadiputra, I N. N. (2005). Panduan rehabilitasi dan teknik silvikultur di lahan gambut. Wetlands International.

Yanarita, Johanna, M. R., & Sosilawaty. (2018). Kajian pertumbuhan balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck.) di hutan kampus Universitas Palangkaraya. Prosiding Seminar Nasional Silvikultur V. Palangkaraya: Lambung Mangkurat University Press.

Page 106: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 107: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

BAGIAN III ARAHAN STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI

Page 108: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan 7. Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay):

Pembelajaran dari Sumatera Selatan

Fentie J. Salaka, Urip Wiharjo & Yanto Rochmayanto

Kondisi Geografis7.1

Areal konsesi PT KEN seluas ±8.300 ha berada di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Areal konsesi KEN berada di wilayah geografis antara 104°20’–106°99’ Bujur Timur dan 2°30’–4°15’ Lintang Selatan. Secara umum, areal tersebut memiliki topografi mendatar sampai miring landai dengan kemiringan berkisar antara 0-2° dan bentuk topografi bergelombang dengan kelerengan wilayah berkisar antara 2-15°. Dataran yang berada di belakang tanggul sungai biasanya lebih rendah dan sudah merupakan endapan marin yang terbentuk oleh lingkungan laut. Gambaran bentang lahan KEN disajikan pada Gambar 16.

Foto: P3SEKPI (2019)

Bentang lahan areal konsesi PT KENGambar 16

Areal konsesi PT KEN merupakan wilayah jelajah gajah sumatera yang berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Sungai Lumpur (yang menjadi

Page 109: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

87

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

wilayah jelajah gajah sumatera), areal IUPHHK-HT mangrove PT Ciptamas Bumi Subur, IUPHHK-HT Akasia PT Bumi Andalas Permai, dan areal transmigrasi Sugihan Kanan.

Kondisi Geologis7.2

Bentang alam areal konsesi PT KEN pada umumnya disusun oleh endapan aluvial yang bersifat liatan liat atau lembek dan sedikit endapan gambut. Jenis tanah umumnya didominasi oleh jenis hydraquents, troposaprist, dan tropaquepts yang terbentuk akibat adanya genangan air pasang surut dan dari bahan endapan organik sisa tumbuhan. Material bahan induk terdiri atas batuan endapan rawa, lumpur danau dan pasir, solum tanah tebal, berwarna kelabu gelap dengan variabel tekstur konsisten, asam, kandungan nutrisi rendah dengan permeabilitas rendah sampai medium dan sangat mudah tererosi, kesuburan tanah yang rendah dengan pH masam antara 4-6 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993; Soil Survey Staff, 2003).

Selain itu, terdapat akumulasi pirit (FeS2) pada lapisan bawah tanah (subsoil). Pirit merupakan senyawa yang terbentuk dalam suasana payau. Faktor utama terjadinya peningkatan kemasaman pada tanah sulfat masam adalah teroksidasinya mineral pirit. Gambaran karakteristik tanah pada areal PT KEN yang merupakan liat marin disajikan pada Gambar 17.

Foto: PT KEN (2017)

Kondisi tanah di areal konsesi PT KENGambar 17

Kesuburan tanah juga sangat rendah dengan pH masam antara 4-6 (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993; Soil Survey Staff, 2003). Rincian komposisi kandungan kimia tanah di areal konsesi PT KEN tersaji dalam Tabel 5.

Page 110: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

88

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kandungan kimia tanah di areal PT KENTabel 5

No. Unsur kimia tanah Pengukuran 2013 Pengukuran 20181 C 0,24 0,29-0,65

2 N 0,09 0,14-0,32

3 P-tersedia I (ppm P) 30,23 8,70-56,85

4 KTK (cmol(+)kg-1) 24 19,58-26,10

5 Ca (cmol(+)kg-1) 1,20 1,03-3,98

6 Mg (cmol(+)kg-1) 0,24 0,47-1,60

7 K (cmol(+)kg-1) - 0,45-1,92

8 Na (cmol(+)kg-1) 0,37 0,77-3,26

9 KB (%) - 13,89-39,16

10 Kejenuhan Al (%) 4,48 0,20-8,60

11 pH 3,83 3,50-5,15

Sumber: PT KEN (2015)

Kondisi Hidrologis7.3 Kondisi iklim pada areal konsesi PT KEN memiliki curah hujan

yang cukup tinggi dengan tipe iklim A (berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson, 1951), dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.906 mm yang terdistribusi dalam 216 hari hujan. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei – Oktober sedangkan musim hujan terjadi pada bulan November - April.

Sebagian besar areal konsesi PT KEN selalu tergenang air dengan kedalaman mencapai antara 30-70 cm di atas permukaan tanah pada musim penghujan. Pada musim kemarau areal tersebut menjadi sangat kering dengan kedalaman air tanah mencapai 10-50 cm di bawah permukaan tanah, khususnya bulan Agustus, September, dan Oktober. Di areal tersebut terdapat beberapa kanal dengan ketinggian muka air tanah mencapai 60 cm di atas permukaan tanah pada saat penghujan dan 94 cm di bawah permukaan tanah ketika musim kering sehingga menjadi rawan kebakaran (Tabel 6).

Page 111: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

89

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Tinggi muka air tanah di areal konsesi PT KENTabel 6

No. BulanTinggi muka air kanal

(cm)Tinggi muka air areal

(cm)Rendah Tinggi Rendah Tinggi

1 Januari -40 40 - -

2 Februari -45 35 - -

3 Maret -30 39 - -

4 April -30 39 17 28

5 Mei -44 22 6 25

6 Juni -48 21 -11 20

7 Juli -84 8 -33 9

8 Agustus -94 -43 -50 -33

9 September -90 -36 -46 -36

10 Oktober -82 60 -46 -20

11 Nopember - - -13 14

12 Desember - - - -Sumber: PT KEN (2015)

Kondisi hidrologis kawasan rawa pasang surut biasanya berkaitan dengan dinamika pasang air laut dan air sungai, curah hujan kawasan, dan curah hujan kiriman dari kawasan hulu. Areal konsesi PT KEN merupakan dataran rendah berawa-rawa dan merupakan wilayah pasang surut air tawar yang masih dipengaruhi oleh pasang surut Selat Malaka. Sebagian besar areal tersebut merupakan rawa pasang surut endapan pantai (80%) dan sebagian lainnya merupakan rawa pasang surut gambut yang sudah sangat terdegradasi. Di wilayah ini energi pasang surut masih dominan, ditandai dengan adanya gerakan air pasang dan surut di sungai. PT KEN berada pada wilayah sub DAS Sugihan dan sub DAS Batang. Dua sub DAS ini merupakan sub DAS yang mengaliri wilayah Kecamatan Air Sugihan.

Page 112: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

90

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: PT KEN, 2015 (kiri) & P3SEKPI, 2019 (kanan)

Kondisi genangan (kiri) dan kanal di areal konsesi PT KEN Gambar 18 (kanan)

Sumber: PT KEN (2015)

Distribusi genangan air di areal konsesi PT KENGambar 19

Penutupan Lahan 7.4

Areal IUPHHK RE PT KEN awalnya merupakan hutan hujan rawa gambut tropis yang kaya akan jenis vegetasi pada kondisi primer, merupakan ekosistem yang dinamis dan stabil. Jenis vegetasi yang banyak tumbuh di areal tersebut adalah jenis rawa gambut seperti pulai, ramin, jelutung, kempas, resak, punak, meranti, kenari rawa, balam, dara-dara, nyatoh, durian burung, keranji, palem merah, dan terentang.

Page 113: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

91

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Areal ini kemudian mengalami degradasi akibat sistem pembalakan pada masa lalu. Seperti yang dikemukakan oleh Chokkalingam et al., (2003), hilangnya hutan alam di Air Sugihan diperkirakan terjadi pada tahun 1980 dan berkaitan dengan pembalakan kayu secara komersial dan sebagian lainnya juga ditebang untuk kepentingan pembangunan pemukiman transmigrasi. Degradasi di areal PT KEN juga terjadi karena seringnya areal tersebut dilanda kebakaran berulang dengan intensitas cukup tinggi sejak tahun 1992 sampai dengan tahun 2015. Akibatnya, struktur dan jumlah jenis vegetasi hutan menjadi berubah. Jenis vegetasi hutan rawa gambut yang terdegradasi didominasi oleh hutan gelam (Melalaeca leucadendron) dari famili Anacardiaceae dan vegetasi jenis tumih (Combretucarpus rotundatus) dari keluarga (family) Anisophylleaceae.

Berdasarkan hasil analisis citra satelit, tutupan hutan areal PT KEN pada tahun 2013 dan 2014 masih relatif hijau. Vegetasi hutan saat itu didominasi oleh jenis pionir antara lain pulai (Alstonia spp.), mahang (Macaranga spp.), terentang (Camnosperma spp.), jambu (Eugenia spp.), kayu ara (Ficus spp.), rambutan hutan (Nephelium spp.), rengas (Gluta aptera), resak (Vatica spp.), sampang (Melicope spp.), dan waru hutan (Hibiscus spp.). Vegetasi terbanyak ada pada kelas semai, diikuti oleh pancang, tiang, dan paling sedikit adalah tingkat pohon. Beberapa areal juga menunjukkan terjadinya aktivitas pengelolaan lahan oleh masyarakat untuk tanaman padi.

Pada November 2015, hasil citra satelit menunjukkan kondisi tutupan hutan areal PT KEN telah menjadi areal terbuka yang diduga terjadi akibat kebakaran dengan intensitas tinggi pada tahun 2015. Hasil citra satelit tahun 2017 menunjukkan tutupan areal PT KEN telah didominasi oleh jenis rumput-rumputan. Hampir semua tegakan pohon telah mati, hanya tersisa tegakan hutan pada areal ±1.000 m2.

Tutupan lahan PT KEN tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil foto drone tahun 2016 dan 2018, vegetasi yang tumbuh di areal tersebut hanya jenis gelam seperti tampak pada Gambar 20. Hasil survei lapangan secara random di 25 sub plot berukuran 20 m x 20 m menunjukkan hanya terdapat 5 pohon gelam per ha dengan diameter di atas 10 cm.

Page 114: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

92

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Foto: P3SEKPI (2019)

Vegetasi gelam di areal konsesi PT KENGambar 20

Juni 2013 Juni 2014

Maret 2017 November 2015

Foto: PT KEN (2015)

Dinamika tutupan lahan areal konsesi PT KENGambar 21

Page 115: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

93

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Tutupan lahan PT KEN tahun 2017Tabel 7

No. Penutupan lahan Luas (Ha)1 Belukar muda rawa 5.614

2 Belukar tua rawa 1.886

3 Tanah terbuka 800Jumlah 8.300

Sumber: PT KEN (2015)

Jenis fauna yang ada mayoritas adalah aves (55%), mamalia (15%), ikan (15%), ampibhi & reptil (15%). Keberadaan satwa gajah yang terdeteksi di areal PT KEN setelah terjadi kebakaran pada tahun 2015 diharapkan dapat membantu proses regenerasi vegetasi hutan tetapi sampai saat ini hanya rumput yang tumbuh, bukan spesies pohon yang bisa dikembangkan secara komersial. Foto beberapa fauna yang ditemukan di areal PT KEN disajikan pada Gambar 22.

(a) Gajah sumatera;

(c) Labi-labi (d) Pecuk ular asia

(b) Monyet ekor panjang;

Foto: PT KEN (2018)

Beberapa fauna yang ditemukan di areal PT KENGambar 22

Page 116: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

94

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat7.5

Hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di Air Sugihan, Sumatera Selatan secara historis berkaitan erat dengan gambut tropis yang kemudian mengalami degradasi berat. Oleh karena itu, secara antropologis, keterkaitan lahan marine clay saat ini tidak dapat dipisahkan juga dengan sejarah sosial dengan gambut sebagai ekosistem historis.

Kajian antropologi terhadap kawasan gambut tropis di Asia Tenggara, terutama di Indonesia menunjukkan perubahan cara manusia dalam memperlakukan lahan gambut. Terjadi intensitas konversi lahan gambut menjadi perkebunan skala industri, terutama kelapa sawit dengan pertumbuhan konversi yang sangat cepat (BRG, 2016).

Areal konsesi PT KEN berbatasan langsung dengan beberapa desa di Kecamatan Air Sugihan. Jumlah penduduk Kecamatan Air Sugihan pada pertengahan tahun 2017 sebanyak 36.097 jiwa, terdiri dari 18.706 laki-laki dan 17.391 perempuan (BPS Kabupaten Ogan Komering Ilir, 2018). Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan sex ratio 92,97. Artinya dari setiap 100 orang perempuan terdapat lebih kurang 104 orang laki-laki. Mayoritas penduduk Kecamatan Air Sugihan bersuku Komering, hanya ada satu desa yang bersuku Ogan, yaitu desa Suka Mulya. Selain Suku Komering dan Suku Ogan, suku terbanyak lainnya adalah Suku Jawa. Agama mayoritas penduduk adalah Islam.

Dalam laporan GAIA (2016) diuraikan jejak sosial (social footprint) masyarakat desa terhadap areal konsesi PT KEN. Mata pencaharian penduduk pada umumnya petani. Jenis tanaman yang dibudidayakan adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, cabe, kacang hijau, kacang panjang, duku, pisang, dan karet. Di beberapa desa juga ditanam kelapa sawit, baik oleh perusahaan swasta maupun perorangan. Pemukiman transmigrasi yang berbatasan langsung dengan areal PT KEN pada umumnya mengembangkan tanaman padi. Hal tersebut menyebabkan areal menjadi rawan konflik penggunaan lahan dan kebakaran. Rawan kebakaran diakibatkan oleh sistem penyiapan lahan garapan yang dilakukan dengan cara pembakaran (sistem sonor). Informasi demografis secara singkat disajikan pada Tabel 8.

Page 117: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

95

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Informasi demografis daerah yang berbatasan dengan areal Tabel 8 restorasi

Uraian Keterangan

Wilayah Desa Sungai Batang, Jadi Mulya, Suka Mulya, dan Sri Jaya Baru, Kecamatan Air Sugihan

Kependudukan Jumlah penduduk Kecamatan Air Sugihan 742.374 Jiwa, kepadatan penduduk 12,51 jiwa/km2

Mata pencaharian Mayoritas di bidang pertanian dan nelayan

Kesehatan Terbatas dengan 2 puskesmas, 3 puskesmas pembantu, 1 dokter, dan 28 paramedis dan bidan

Pendidikan Terdapat 3 SMA, 7 SMP, dan 28 SD (Kecamatan Air Sugihan)

Agama Mayoritas Islam

Adat istiadat Mayoritas Suku Jawa (transmigran) dan Suku asli Melayu Sumatera Selatan (Komering dan Ogan )

Sumber: (GAIA, 2016)

Salah satu desa yaitu Desa Sungai Batang merupakan desa asli, dan tiga desa lainnya (Jadi Mulya, Suka Mulya, dan Sri Jaya Baru) merupakan desa transmigran. Kedua tipe desa tersebut memiliki karakteristik yang berbeda.

Penduduk desa asli merupakan penduduk Suku Melayu. Jumlah orang Melayu di Air Sugihan tidak banyak karena didominasi oleh etnik Jawa yang pada umumnya transmigran. Kehidupan sehari-hari masyarakat asli terbiasa bertani padi dengan sistem sonor yaitu bertani padi dengan berpindah-pindah lokasi. Mereka juga bergantung pada aktivitas penangkapan ikan di sungai dan laut sekitarnya. Sebagian kecil orang Melayu di Sungai Batang masih membuat perahu untuk dijual. Selain itu, mereka juga masih melakukan pencarian dan penebangan kayu gelam dan kayu-kayu lainnya di hutan sekitar desa sebagai tambahan sumber penghasilan.

Masyarakat desa transmigran memiliki karakteristik yang berbeda. Sistem pertanian menetap (kebun dan sawah) yang biasa dilakukan di Jawa coba diterapkan di Air Sugihan. Pada awal kedatangan mereka ke Sumatera, masyarakat transmigran dominan menjadi buruh tani.

Page 118: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

96

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Secara kultural pola mata pencaharian masyarakat transmigran telah dipengaruhi oleh pola mata pencaharian masyarakat Melayu. Mata pencarian berbasis perairan telah diadopsi oleh etnik Jawa yang juga pengakses hutan. Orang-orang Jawa di desa transmigrasi telah memiliki kepandaian mengendalikan perahu atau mencari ikan dengan alat tertentu sebagai hasil proses belajar kepada orang Melayu. Pertanian sawah dengan sistem sonor juga telah diadopsi masyarakat transmigran dengan beberapa modifikasi dalam praktiknya.

Gambar: PT KEN (2015)

Persebaran lahan garapan masyarakat di areal konsesi Gambar 23 PT KEN

Masyarakat desa transmigran memiliki sistem pendanaan pertanian yang disebut ‘yarnen’, singkatan dari bayar saat panen. Yarnen merupakan pinjaman atas kesepakatan lisan antar-peminjam dan pemilik penggilingan padi yang akan dibayar pada saat panen. Sifatnya tidak mensyaratkan agunan, tidak terikat dengan jatuh tempo, dan dapat dinegosiasikan untuk

Page 119: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

97

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

perpanjangan masa pelunasan ketika peminjam belum memiliki uang. Gambar 23 menunjukkan areal yang menjadi wilayah garap masyarakat Air Sugihan di dalam dan sekitar konsesi Restorasi Ekosistem PT KEN.

Masyarakat di sekitar areal konsesi PT KEN, baik masyarakat Melayu maupun masyarakat transmigran masih menunjukkan ketergantungan terhadap hutan. Sebagian penduduk masih mengambil hasil hutan sebagai tambahan pada kegiatan pertanian. Orang Melayu yang tinggal di pinggiran Jalur 23 mencari kayu gelam, daun nipah, dan berburu rusa. Gambar 24 berikut adalah salah satu gambaran mobilisasi masyarakat dalam areal konsesi restorasi PT KEN.

Foto: PT KEN (2016)

Gambaran mobilisasi masyarakat dalam areal konsesi Gambar 24 PT KEN

Hasil hutan dikumpulkan untuk dijual dan sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hasil hutan biasanya dijual kepada perorangan di dalam maupun luar desa.

Page 120: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

98

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Histori hubungan masyarakat transmigran dengan lahan di Kecamatan Air Sugihan menunjukkan perjalanan dan dinamika yang panjang. Histori selengkapnya disajikan pada Gambar 25 (disarikan dari GAIA, 2016).

1979-1981 Persiapan lahan transmigrasi: buka hutan, kanal

1982-1983 Kedatangan awal

transmigran

Opearsi Ganesha (Penggiringan gajah liar)

1984-1985 Pembalakan

1986 Modifikasi sonor

1991 Kemarau panjang, kebakaran

1992-1997 Sengonisasi

1988 Pembalakan kayu

2007-2008 Pembangunan kanal HTI, akses masuk ke areal

2009-2102 Penggarapan sawah dan lahan areal BAP dan sekitarnya

2015 KEN Sosialisasi RE

Resume histori keterkaitan masyarakat transmigran dengan Gambar 25 hutan

Kayu gelam dengan panjang 4 m dapat dijual pada kisaran harga Rp3.000,00 hingga Rp10.000,00 per batang. Kayu gelam digunakan sebagai tiang (penyangga), bangunan pondok, atau pagar rumah. Orang Melayu dapat mengumpulkan 50–100 batang per bulan untuk dijual. Daun nipah digunakan untuk atap rumah atau pondok masyarakat, harganya mencapai kisaran Rp1.000,00 hingga Rp1.500,00 per lembar. Biasanya daun nipah direndam terlebih dahulu di dalam air sebelum dijemur. Berburu rusa umumnya dilakukan pada masa senggang bertani atau ketika musim kemarau. Daging hasil buruan dapat dijual seharga Rp50.000,00 per kg di dalam maupun ke desa sekitar.

Page 121: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

7. Karakteristik dan Kondisi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay): Pembelajaran dari Sumatera Selatan

99

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar PustakaBPS Kabupaten Ogan Komering Ilir. (2018). Kecamatan Air Sugihan dalam

angka 2019. Kayu Agung: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ogan Komering Ilir.

BRG. (2016). Rencana strategis Badan Restorasi Gambut 2016-2020. Jakarta: Badan Restorasi Gambut.

Chokkalingam, U., Suyanto, Permana, R. P., Kurniawan, I., Mannes, J., Darmawan, A., ..., & Susanto, R. H. (2003). Pengelolaan api, perubahan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat di areal rawa/gambut Sumatera bagian selatan. Prosiding Semiloka Kebakaran di Lahan Rawa/Gambut di Sumatera: Masalah dan Solusi. Diunduh 28 Desember 2019 dari cifor.org.

GAIA. (2016). Kajian sosial-ekonomi untuk tata kelola kolaboratif dan pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat dan program restorasi ekosistem (Laporan). Hutan Produksi Simpang Heran Beyuku, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. (1993). Peta tanah Pulau Sumatera. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Schmidt, F. H. & Ferguson, J. H. A. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Jakarta: Kementerian Perhubungan, Djawatan Meteorologi dan Geofisik.

Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. 9th Edition. Washington DC: Natural Resources Conservation Service-United States Department of Agricultural.

Page 122: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan 8. Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay)

Mimi Salminah & Yanto Rochmayanto

Penyusunan Tipologi Lanskap8.1

Penyusunan tipologi lanskap ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay menggunakan lanskap areal konsesi IUPHHK-RE PT KEN. Oleh karena itu, strategi dan teknik restorasi ekosistem ini difokuskan pada areal konsesi tersebut. Pengelompokan didasarkan pada data parameter kunci sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya. Parameter yang dipilih adalah parameter yang memiliki tingkat perbedaan signifikan antar-lokasi sehingga diperlukan perlakuan yang berbeda sebagai kesatuan strategi restorasi.

Identifikasi tipologi lanskap hutan yang menggambarkan keragaman kondisi di tingkat tapak dilakukan untuk menentukan strategi dan teknik restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di areal konsesi IUPHHK RE PT KEN. Pemilihan strategi dan teknik restorasi di tingkat tapak bervariasi sesuai dengan tipologi lanskapnya. Karakteristik ekologi menjadi pertimbangan utama bagi penyusunan tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN. Pertimbangan ekologi kemudian perlu diperkaya dengan pertimbangan sosial-ekonomi masyarakat sekitar serta memperhatikan tujuan kegiatan restorasi yang ditetapkan oleh perusahaan dan aturan yang berlaku terkait restorasi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Beberapa faktor ekologis penting yang menentukan strategi dan teknik restorasi ekosistem hutan secara umum adalah kondisi tutupan hutan, kesuburan tanah, keberadaan gulma atau hama pengganggu tanaman, tingkat gangguan kebakaran, serta keberadaan agen pemencar biji sebagai sumber benih vegetasi hutan (McCraken et al., 2007). Tutupan hutan dan komposisi tegakan tinggal mempengaruhi apakah ekosistem hutan dapat melakukan regenerasi secara alami atau memerlukan intervensi manusia. Demikian pula keberadaan agen pemencar biji dapat mendorong terjadinya

Page 123: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 101

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

regenerasi alami ekosistem hutan dengan syarat tingkat kesuburan tanah serta kondisi tanaman pengganggu mendukung pertumbuhan spesies asli ekosistem hutan.

Kandungan tanah organik yang memadai juga sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan vegetasi di ekosistem rawa (Shaffer & Ernst, 1999). Agen pemencar biji pada umumnya tidak menyukai areal hutan yang telah terdegradasi sehingga sangat jarang keberadaannya di kawasan logged over area atau areal terbakar yang tingkat kerusakannya tinggi. Pada area tersebut, keberadaan agen pemencar biji biasanya dapat didukung oleh keberadaan ekosistem hutan yang kondisinya masih sesuai untuk habitat agen pemencar biji di sekitar area hutan yang terdegradasi. Sementara itu, tingkat risiko kebakaran akan mempengaruhi pemilihan jenis vegetasi yang ditanam. Pada area yang memiliki risiko kebakaran tinggi sebaiknya ditanam spesies yang toleran terhadap api, khususnya di sekeliling area restorasi sehingga dapat berfungsi sebagai sekat bakar.

Gambar: PT KEN (2015)

Rencana tata ruang sistem zonasi pada areal konsesi restorasi Gambar 26 ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN

Penyusunan tipologi lanskap untuk strategi restorasi ekosistem juga penting memperhatikan dan disesuaikan dengan rencana tata ruang yang telah disusun oleh PT KEN. Dalam rencana tata ruangnya, PT KEN

Page 124: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

102

membagi areal target restorasi menjadi 4 zona, yaitu zona kehidupan, zona pemanfaatan, zona kolaborasi, dan zona lindung (Gambar 26).

Zona kehidupan merupakan areal target restorasi yang telah terdapat penguasaan lahan oleh masyarakat. Areal tersebut telah menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu, tata ruang yang dipilih oleh PT KEN adalah zona kehidupan karena areal tersebut telah memiliki intensitas pemanfaatan lahan dan ketergantungan masyarakat terhadap lahan yang sangat tinggi.

Pada areal yang intensitas pengelolaan lahan oleh masyarakat yang relatif rendah dan akses terhadap lokasi lebih jauh, PT KEN mengalokasikan areal restorasi tersebut sebagai zona kolaborasi. Penguasaan lahan oleh masyarakat di areal tersebut tidak terlalu kuat dan intensif sehingga manajemen perusahaan masih dapat mengintervensi. Pola agroforestry merupakan pilihan pola tanam yang paling relevan di zona kolaborasi.

Zona selanjutnya adalah areal yang penguasaan lahan oleh masyarakat relatif lemah dan akses ke areal tersebut relatif jauh. Area tersebut dialokasikan sebagai zona pemanfaatan yang akan difokuskan sebagai areal produktif perusahaan pada masa mendatang ketika ekosistem sudah kembali pulih, baik penghasil kayu maupun non kayu. Adapun area yang paling jauh aksesnya dari pemukiman dipandang sebagai area yang paling tidak terganggu sehingga dialokasikan sebagai zona lindung.

Tipologi Lanskap Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan 8.2 Marine Clay

Penyusunan tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di PT KEN didasarkan pada beberapa faktor ekologis yang menjadi parameter kunci dan memiliki tingkat perbedaan signifikan antar-lokasi sehingga diperlukan perlakuan yang berbeda sebagai kesatuan strategi restorasi. Parameter yang dipilih adalah tutupan hutan pada setiap zonasi, kesuburan tanah, tingkat genangan air, serta tingkat gangguan hutan. Tingkat genangan menjadi parameter penting pada ekosistem hutan rawa air payau karena regim hidrologi mempengaruhi struktur ekosistem lahan basah, termasuk respon pertumbuhan vegetasi hutan (Liu et al., 2020).

Page 125: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 103

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Parameter yang digunakan merupakan parameter yang datanya telah diperoleh dan diidentifikasi dari areal konsesi PT KEN serta dikonfirmasi melalui wawancara mendalam dan observasi cepat di beberapa lokasi di lapangan. Karakteristik ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di areal konsesi PT KEN menunjukkan tingkat keragaman yang rendah. Tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di areal konsesi IUPHHK RE PT KEN disajikan pada Tabel 9.

Tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan Tabel 9 marine clay target restorasi

Tutupan hutan Kesuburan tanahTingkat

genangan airTingkat

gangguanTipologi I (T1)

Lahan terbuka yang digunakan untuk tanaman pertanian oleh masyarakat

Kesuburan sangat rendah sampai sedang (kandungan C sangat rendah, N rendah sampai sedang, P sangat rendah sampai sedang), pH bersifat asam

Tidak ada genangan

Degradasi berat, areal bekas kebakaran berulang

Tipologi 2 (T2)Belukar muda dengan keragaman vegetasi rendah (pulai dan gelam) di zona lindung

Belukar muda dengan keragaman vegetasi rendah (pulai dan gelam) di zona restorasi

Belukar muda dengan keragaman vegetasi rendah (pulai dan gelam) di zona kolaborasi

Belukar muda dengan keragaman vegetasi rendah (semak, pulai dan gelam) di zona kehidupan

Kesuburan sangat rendah, pH bersifat sangat asam.

Terdapat kandungan pirit pada beberapa areal di zona lindung

Tidak ada genangan

Genangan (permanen)

Areal yang berdekatan dengan hutan mangrove Sungai Lumpur

Degradasi berat, areal bekas kebakaran berulang

Page 126: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

104

Tutupan hutan Kesuburan tanahTingkat

genangan airTingkat

gangguanTipologi 3 (T3)

Belukar tua didominasi oleh gelam di zona lindung

Belukar tua didominasi gelam di zona restorasi

Belukar tua didominasi gelam di zona kolaborasi

Belukar tua didominasi gelam di zona kehidupan

Kesuburan sangat rendah sampai sedang (kandungan C sangat rendah, N rendah sampai sedang, P sangat rendah sampai sedang), pH bersifat asam.

Terdapat kandungan pirit pada beberapa areal di zona lindung.

Tidak ada genangan dan sangat kering/water tabel sangat rendah (musiman)

Degradasi berat, areal bekas kebakaran berulang

Table 9 menunjukkan bahwa terdapat tiga tipologi lanskap pada ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN dengan dominasi jenis tanah aluvial yang merupakan hasil endapan sungai. Tipologi I adalah lahan terbuka di zona kehidupan yang digunakan masyarakat untuk menanam padi. Tipologi 2 merupakan belukar muda yang didominasi oleh semak belukar dengan beberapa vegetasi jenis gelam dan pulai. Tipologi 3 adalah belukar tua yang pada umumnya didominasi oleh gelam yang merupakan jenis vegetasi pionir dan tahan kebakaran. Jenis gelam banyak tumbuh, terutama setelah terjadi kebakaran. Masing-masing tipologi dikelompokkan kembali berdasarkan pembagian zona. Perbedaan zona akan mempengaruhi pemilihan jenis tanaman restorasi, khususnya di zona yang ditujukan untuk pengembangan kerja sama dengan masyarakat sekitar yaitu pada zona kehidupan dan zona kolaborasi.

Meskipun jenis aluvial, kadar air tanah pada ekosistem hutan rawa air payau di areal konsesi PT KEN sangat rendah akibat kebakaran berulang pada hampir seluruh areal. Tanah menjadi sangat kering terutama ketika musim kemarau dan pada beberapa areal terdapat genangan air yang jangka

Tabel 9 Tipologi lanskap hutan rawa air payau tipe lahan marine clay target restorasi (lanjutan)

Page 127: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 105

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

panjang, terlebih pada musim hujan. Genangan air permanen hanya berada pada areal kecil zona lindung yang berbatasan dengan hutan mangrove Sungai Lumpur. Pada umumnya hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN merupakan belukar muda dengan vegetasi pulai atau gelam, hanya sebagian areal yang merupakan belukar tua dengan vegetasi dominan gelam. Pada areal yang telah diokupasi oleh masyarakat terdapat tanaman pertanian, khususnya padi.

Berdasarkan pengelompokan tipologi lanskap tersebut, suatu perlakukan khusus perlu diaplikasikan untuk beberapa kondisi seiring dengan pemilihan teknis restorasi. Pada areal yang sangat kering, misalnya, penanaman harus diawali dengan penambahan lumpur sebagai amelioran dan mulsa untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan menjaga kelembaban tanah. Penanaman di areal yang tergenang musiman sebaiknya dilakukan di tanah yang lebih tinggi atau dibuat guludan terlebih dahulu. Penanaman juga sebaiknya menggunakan semai yang tingginya sudah mencapai 1-1,5 m sehingga memiliki tingkat survival yang lebih tinggi. Tipologi lanskap ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay PT KEN disajikan pada Gambar 27.

Page 128: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

106

Ber

baga

i tip

olog

i lan

skap

hut

an r

awa

air

paya

u je

nis

tana

h G

amba

r 27

ma

rine c

lay P

T K

EN

Page 129: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 107

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pemilihan Strategi Restorasi8.3

Berdasarkan tipologi lanskap yang telah disusun sebagaimana pada sub bab sebelumnya, kemudian ditentukan arahan strategi restorasi pada setiap tipologi lanskap tersebut. Strategi restorasi untuk setiap tipologi diperkaya dengan informasi terkait persyaratan jenis vegetasi yang potensial dikembangkan serta teknik penanaman yang disesuaikan dengan kondisi parameter setiap tipologi.

Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan arahan strategi restorasi lebih lanjut adalah:

Penilaian tutupan hutan atau vegetasi •

Kondisi tutupan hutan atau vegetasi mengarahkan pada strategi restorasi yang tepat dalam menentukan intensitas intervensi vegetatif terhadap lahan. Indikator jumlah tumbuhan berkayu dan jenis asli yang masih ada menurut analisis vegetasi (lihat Gambar 4) akan menentukan strategi restorasi yang harus dilakukan, apakah suksesi alami, penunjang suksesi alami, pengayaan, atau penanaman (JICA, 2014).

Penilaian biofisik •

Penilaian biofisik khususnya tingkat kerusakan hutan, termasuk kondisi genangan serta kesuburan tanah, menentukan strata restorasi (Suryadiputra at al., 2018) yang paling sesuai. Jika lahan sudah sangat terganggu dan dipandang perlu melakukan pemulihan lahan terlebih dahulu sebelum pemulihan vegetatif maka strata restorasi sipil teknis, edapis, hidrologi, dan biologi dapat diintervensi terlebih dahulu.

Penilaian jejak sosial (• social footprint)

Apabila tidak ada hambatan sosial-ekonomi atau terdapat hambatan namun dapat diatasi secara rasional untuk melakukan pemulihan ekosistem ke ekosistem semula (atau ekosistem referensi), pilihan ini adalah yang paling strategis karena fungsi utama restorasi adalah untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati. Jika hambatan sosial-ekonomi ditemukan dan secara parsial tidak dapat dielakkan sedangkan sebagian lain dapat diatasi maka ekosistem hibrida dapat menjadi pilihan ekosistem referensi. Jika ditemukan hambatan sehingga secara sosial-

Page 130: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

108

ekonomi tidak memungkinkan dilakukan pemulihan ke ekosistem semula pada keseluruhan areal maka restorasi menjadi ekosistem baru dapat menjadi pilihan. Sebagai contoh, jika jejak sosial sudah sangat kuat di areal restorasi (baik secara historis maupun intensitas) sehingga akan terjadi resistensi jika dilakukan restorasi ke ekosistem semula, ekosistem baru menjadi pilihan yang lebih memungkinkan.

Penyesuaian dengan tujuan restorasi perusahaan•

Tujuan restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay yang akan dilakukan oleh PT KEN adalah memanfaatkan hasil hutan kayu setelah terjadi keseimbangan ekosistem hutan; memanfaatkan hasil hutan non kayu, termasuk jasa lingkungan seperti karbon; serta melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar. Dengan demikian, pemilihan jenis vegetasi yang akan dikembangkan perlu mempertimbangkan permintaan dan harga jenis kayu yang berlaku di pasar industri perkayuan.

Penaatan terhadap peraturan pemerintah terkait restorasi ekosistem•

Sebagai pemegang izin IUPHHK RE, PT KEN wajib mematuhi peraturan terkait pelaksanaan restorasi ekosistem di hutan produksi sebagaimana telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Permenhut No. 159/2004, RE di kawasan hutan produksi yang sudah tidak produktif dilakukan dengan teknik kombinasi permudaan alam, penanaman jenis tanaman hutan unggulan setempat, serta perlindungan hutan. Selain itu, RE pada hutan produksi juga harus memperhatikan keragaman jenis pohon di mana keragaman jenis pohon pada zona lindung harus mencapai minimal 3, sedangkan pada zona produksi minimal 2,5 berdasarkan indeks Shannon.

Tabel 10 merupakan arahan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air tawar tipe lahan marine clay yang didasarkan pada tipologi lanskap dan berbagai pertimbangan persyaratan sebagaimana diuraikan di atas.

Page 131: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 109

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Arahan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan Tabel 10 marine clay

Tipologi lanskap

Strategi restorasi Keterangan

Tipologi 1 Restorasi dengan penanaman (replanting) untuk membangun ekosistem baru

- Restorasi vegetatif sebagai strata utama. Jenis vegetasi yang digunakan adalah kombinasi tanaman pertanian dan tanaman keras jenis pionir dan endemik hutan rawa air payau yang diminati oleh masyarakat sekitar seperti tumih, karet, meranti rawa dengan pola agroforestri atau silvopastur

- Tanaman pionir ditanam terlebih dahulu untuk mengkondisikan ekosistem hutan sehingga layak untuk ditanami tanaman endemik hutan rawa air payau

- Diperlukan perlakuan intensif seperti penambahan lumpur sebagai amelioran dan mulsa jerami untuk meningkatkan kandungan organik serta menjaga kelembaban tanah. Penanaman sebaiknya dilakukan bersamaan dengan musim tanam padi masyarakat

Tipologi 2 Restorasi dengan penanaman (replanting) untuk membangun ekosistem semula atau yang mendekati

- Kombinasi strata restorasi hidrologi dan biologi pada lahan serta restorasi vegetatif

- Pada lahan tanpa genangan diperlukan beberapa tindakan, di antaranya: pembersihan lahan sekitar untuk memastikan akar tertanam di lapisan tanah bukan serasah; pemulihan kesuburan tanah seperti pemberian pupuk di awal tanam, pemberian lumpur atau tanah mineral sebagai topsoil. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan

- Pada lahan dengan genangan diperlukan tindakan pembangunan guludan atau piringan dan introduksi media tanah atau lumpur endapan yang subur dari pinggir sungai. Penanaman dilakukan pada akhir musin hujan. Bibit yang ditanam telah memiliki tinggi minimal 1 m

- Pada lahan genangan permanen yang dalam, restorasi ekosistem sulit dilakukan dengan strategi umum, diperlukan penanaman jenis pohon yang telah dewasa

- Penanaman diawali dengan jenis pionir, diikuti jenis-jenis endemik rawa air payau sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya

- Pada zona kehidupan dan zona kolaborasi pemilihan jenis dapat disesuaikan dengan jenis kayu yang banyak diminati/diserap pasar industri perkayuan

- Pada zona lindung dan zona restorasi jenis yang ditanam adalah jenis-jenis endemik ekosistem hutan rawa air payau sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya

Page 132: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

110

Tipologi lanskap

Strategi restorasi Keterangan

Tipologi 3 Restorasi dengan penanaman (replanting) untuk memperkaya struktur dan keragaman jenis seperti ekosistem semula atau yang mendekati (ekosistem referensi)

- Kombinasi strata restorasi hidrologi dan biologi pada lahan dan restorasi vegetatif

- Dilakukan pembersihan lahan sekitar untuk memastikan akar tertanam di lapisan tanah bukan serasah serta pemulihan kesuburan tanah seperti pemberian pupuk di awal tanam, pemberian lumpur atau tanah mineral sebagai topsoil

- Penanaman dilakukan pada bulan di mana kandungan air tanah cukup

- Dilakukan pencabutan jenis pionir yang invasif di beberapa areal penanaman

- Jenis vegetasi yang ditanam adalah jenis endemik ekosistem hutan rawa air payau sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, restorasi di hutan rawa akan menghasilkan struktur hutan yang berbeda dengan struktur ekosistem aslinya (National Research Council, 2001)

Memperhatikan pola ruang restorasi ekosistem pada hutan rawa air payau tipe lahan marine clay maka restorasi ekosistem hutan rawa air payau di areal konsesi IUPHHK RE PT KEN merupakan restorasi dengan skala luas karena melibatkan beberapa macam penggunaan lahan yaitu pertanian, lahan terbuka, dan tegakan gelam. Di sebagian areal restorasi tersebut dijumpai jejak sosial yang kuat sehingga ekosistem yang akan dibangun pada restorasi adalah ekosistem hibrida.

Tabel 10 Arahan strategi restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay (lanjutan)

Page 133: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

8. Arahan Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau (Tipe Lahan Marine Clay) 111

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Daftar PustakaJICA. (2014). Pedoman tata cara restorasi di kawasan konservasi - hutan hujan tropis

pegunungan dan hutan monsoon tropis. Jakarta: JICA.

Liu, Q., Liu, J., Liu, H., Liang, L., Cai, Y., Wang, X., Li, C. (2020). Vegetation dynamics under water-level fluctuations: Implications for wetland restoration. Journal of Hydrology, 581.

McCracken, J. R., Maginnis, S., & Sarre, A. (2007). The forest landscape restoration handbook. Earth Scan. London: Sterling, VA E.

National Research Council. (2001). Compensating for wetland losses under the clean water act. Washington DC: The National Academic Press. https://doi.org/10.17226/10134.

Shaffer, P. W. & Ernst, T. L. (1999). Distribution of SOM in freshwater wetlands in the Portland, Oregon area. Wetlands, 19, 505–516.

Suryadiputra, I N. N., Irwansyah, R. L., Iwan, T. C. W., & Dipa, S. R. (2018). Restorasi lahan gambut di HLG Londerang dan Tahura Orang Kayo Hitam, Provinsi Jambi. Bogor: Wetlands International Indonesia.

Page 134: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa 9. (Tipe Lahan Marine Clay)

Ariwibowo, Dolly Priatna & Supriatno

Perencanaan Restorasi9.1

Komponen utama dalam perencanaan restorasi adalah mengidentifikasi kondisi kawasan yang akan direstorasi yang didapat dari hasil interpretasi citra satelit dan pengamatan lapangan. Selain itu, dilakukan identifikasi pada ekosistem referensi yaitu ekosistem utuh yang menjadi referensi dalam pelaksanaan restorasi. Kondisi awal kawasan sebagai base line dan ekosistem referensi yang diperoleh dari hasil survei awal akan menentukan teknik restorasi yang akan dilakukan.

Survei Awal dan Survei Ekosistem Referensi9.1.1

Survei AwalSebelum survei lapangan, dilakukan kajian areal menggunakan

interpretasi citra penginderaan jauh (remote sensing) untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dari waktu ke waktu terkait luas, sebaran, dan intensitas kerusakan. Selanjutnya dilakukan kegiatan survei lapangan untuk mendapatkan gambaran tentang areal yang akan direstorasi.

Persiapan survei harus dilakukan untuk menunjang kelancaran dan keberhasilan survei. Beberapa hal penting yang perlu dilakukan dalam persiapan survei adalah pembentukan tim survei yang beranggotakan orang-orang yang memiliki pengalaman dalam survei dan restorasi, menentukan jadwal survei, menyiapkan biaya, alat dan bahan, serta kebutuhan data yang harus diperoleh di lapangan.

Survei lapangan yang dilakukan merupakan base line survey terhadap areal hutan rawa air payau, baik yang akan direstorasi maupun kawasan hutan alam terdekat yang relatif masih utuh di sekitar areal restorasi sebagai ekosistem referensi yang diharapkan. Survei awal bertujuan untuk

Page 135: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 113

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

mengetahui kondisi areal yang akan direstorasi dan kondisi hutan alam terdekat yang masih utuh. Survei pada kondisi hutan alam dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis-jenis asli yang tumbuh melalui kegiatan analisa vegetasi. Inventarisasi jenis pohon asli dilakukan dengan cara membuat daftar jenis pohon dan mencocokkan dengan deskripsi sebaran alaminya yang ada di referensi terpercaya seperti Buku Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne, 1987) atau jenis-jenis untuk restorasi ekosistem hutan rawa gambut di Asia Tenggara (Graham et al., 2017) atau buku-buku yang relevan dari serial PROSEA (Plant Resources of South-East Asia).

Survei di kedua lokasi yaitu areal yang akan direstorasi dan hutan alam juga dapat mengetahui sebab-sebab kerusakan dan hal-hal lain yang secara teknis dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan teknik restorasi yang akan dijalankan. Pengetahuan mengenai ekosistem alami hutan terdekat tersebut dapat dipakai sebagai contoh atau model dan memberikan gambaran kondisi hutan setelah direstorasi.

Survei awal di areal restorasi dimaksudkan untuk mengetahui:

Kondisi areal, apakah terjadi kerusakan berat, sedang atau ringan •yang ditunjukkan oleh kerapatan tumbuhan berkayu. Kerusakan berat apabila jumlah tumbuhan berkayu <200 batang per hektar, kerusakan sedang apabilan jumlah tumbuhan berkayu 200-600 batang per hektar, dan kerusakan ringan jika jumlah tumbuhan berkayu >600 batang per hektar.

Kondisi fisik kawasan seperti topografi, geografi, sifat fisika dan kimia •tanah, iklim (kecepatan angin, kelembaban udara, curah hujan, bulan basah dan bulan kering), dan sumber air terdekat. Tingkat kesuburan areal clay yang akan direstorasi perlu diketahui melalui parameter sifat fisika tanah dan analisis laboratorium untuk sifat kimia tanah. Survei sumber air dimaksudkan untuk mendukung pembuatan persemaian apabila diperlukan.

Kondisi biologis seperti keberadaan satwa liar, sumber benih, vegetasi •lantai hutan, jenis tumbuhan berkayu asli, dan jenis invasif. Survei satwa umumnya dilakukan dengan metode line transect method dan analisa

Page 136: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

114

vegetasi dengan membuat petak pengamatan berukuran 20 m x 20 m untuk mencatat jenis pohon, 10 m x 10 m untuk tiang, 5 m x 5 m untuk pancang, dan 2 m x 2 m untuk anakan.

Kondisi vegetasi, termasuk tingkat penutupan lahan akan •mempengaruhi intensitas penetrasi cahaya matahari, kelembaban, dan suhu di permukaan lantai hutan. Informasi ini sangat diperlukan dalam kaitannya dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat, jarak tanam, serta pola penanaman. Pada areal yang relatif terbuka perlu dilakukan penanaman dengan intensitas tinggi, sedangkan pada lokasi yang masih memiliki pohon induk yang cukup maka regenerasi alami masih dapat terjadi. Survei vegetasi juga dilakukan untuk mengidentifikasi tumbuhan yang dijumpai di lokasi atau tumbuhan yang pernah ada sebelum kerusakan terjadi. Daftar jenis yang ada dapat dijadikan acuan untuk pemilihan jenis-jenis yang cocok ditanam di lokasi tersebut.

Aspek hidrologi. Parameter penting yang sangat mempengaruhi •keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi di lahan basah adalah genangan air. Ekosistem hutan rawa memiliki perilaku genangan yang sangat spesifik dan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Dengan diketahuinya karakteristik dan potensi genangan maka dapat diketahui lokasi yang sesuai dan yang tidak untuk direhabilitasi.

Sosial-ekonomi dan budaya masyarakat, termasuk hubungan antara •masyarakat dengan hutan, ketergantungan masyarakat pada sumber daya hutan, gangguan kawasan, dan pengetahuan masyarakat terhadap pengelolaan hutan. Informasi sosial-ekonomi turut menentukan jenis ekosistem tujuan yang akan dibangun. Apabila ketergantungan sosial-ekonomi sangat tinggi dan akan menyebabkan resistensi tinggi apabila kegiatan restorasi menjadi ekosistem aslinya dipaksakan maka ekosistem baru yang sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi akan menjadi pilihan restorasi yang lebih baik.

Page 137: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 115

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kendala/hambatan kegiatan restorasi. Segala aspek yang berpotensi •sebagai ancaman terhadap keberhasilan restorasi sangat penting untuk diketahui secara dini. Kendala yang dihadapi dapat berupa hama seperti babi dan tikus, kondisi genangan yang dalam dan lama, bahaya kebakaran, dan lain sebagainya. Kendala-kendala ini perlu dipertimbangkan untuk menghindari gagalnya kegiatan restorasi.

Foto: P3SEKPI (2019)

Kondisi areal target restorasi PT KEN dengan dominasi gelamGambar 28

Hasil survei awal pada lokasi pengamatan PT KEN adalah kondisi pada areal hutan rawa payau terdegradasi dengan tipe lahan marine clay yang diketahui dari hasil survei dengan menggunakan drone dan pengukuran langsung lapangan seperti melalui pembuatan PUP. Hasil pemotretan drone tahun 2016 dan 2018 menunjukkan bahwa vegetasi pada lahan marine clay di PT KEN didominasi oleh gelam (Malaleuca cajuputi), pulai (Alstonia spatulata), akasia (Acacia mangium), medang (Litsea sp.), dan mahang (Macaranga pruinosa). Berdasarkan hasil pengukuran pada PUP berukuran 1 ha pada areal terbuka yang terdegradasi berat, hanya ditemukan 5 individu pohon gelam dengan diameter di atas 10 cm (Heriyanto et al., 2018).

Page 138: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

116

Foto: P3SEKPI (2019)

Kondisi areal restorasi PT KEN berupa lahan terbukaGambar 29

Survei Ekosistem ReferensiEkosistem hutan rawa yang masih dalam kondisi baik dan terletak di

sekitar areal PT KEN dapat dijadikan sebagai salah satu ekosistem referensi rujukan dalam upaya memulihkan ekosistem hutan rawa air payau dengan tipe lahan marine clay. Salah satu contoh yang dapat digunakan adalah ekosistem hutan rawa Merang-Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin.

Hasil inventarisasi vegetasi yang dilakukan oleh Merang REDD Pilot Project (MRPP) menunjukkan bahwa kerapatan tingkat tiang dan pohon mencapai lebih dari 400 individu per ha. Jenis vegetasi pada areal tersebut meliputi meranti (Shorea sp.), mersawa (Anisoptera marginata), resak (Vatica rassak), balam (Palaquium burckii), durian burung (Durio carinatus), gaharu (Aquilaria malaccensis), ketiau (Ganua motleyana), dara-dara (Knema spp.), keranji (Dialium indum), kempas (Kompassia malaccensis), medang (Litsea sp.), dan ramin (Gonystylus bancanus) (Barkah, 2009).

Page 139: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 117

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kerapatan vegetasi per hektar di hutan rawa gambut Merang Tabel 11

Plot ID Semai Pancang Tiang Pohon

Plot 1 46.000 2.880 320 145

Plot 2 123.000 6.320 340 110

Plot 3 93.500 11.280 480 175

Plot 4 23.500 14.560 500 210

Sumber: Barkah (2009)

Menentukan Lokasi Restorasi9.1.2

Perencanaan untuk menetapkan lokasi restorasi yang tepat dilakukan untuk menghindari kemungkinan kegagalan restorasi karena memaksakan kegiatan restorasi di lokasi yang tidak sesuai. Lokasi yang mengalami genangan permanen yang tinggi sebaiknya dihindari dan dialihkan ke lokasi lain yang lebih berpeluang untuk berhasil. Proses pengambilan keputusan harus diawali oleh suatu analisis terhadap data dan informasi yang didapatkan pada saat survei.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan akhir adalah dengan menilai dan mempertimbangkan faktor-faktor penghambat (peluang untuk terbakar, terjadinya genangan, gambut yang mengalami subsidensi, dan potensi kendala lainnya). Faktor penunjang seperti SDM, kemudahan akses, dan kedekatan dengan pemukiman juga harus menjadi pertimbangan.

Beberapa pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

Apabila faktor penghambat lebih dominan daripada faktor penunjang •maka sebaiknya restorasi tidak dilakukan atau ditunda karena risiko kegagalan akan tinggi. Penyelesaian persoalan faktor penghambat harus dilakukan sebelum restorasi dilaksanakan.

Apabila faktor penghambat dan penunjang kurang lebih sebanding •maka kegiatan rehabilitasi masih dapat dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan penyesuaian-penyesuaian. Penyesuaian dilakukan untuk mereduksi faktor penghambat sekaligus membuat keberhasilan rehabilitasi menjadi lebih menjanjikan.

Page 140: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

118

Apabila faktor penunjang lebih dominan daripada faktor penghambat •maka kegiatan rehabilitasi dianjurkan untuk dilakukan.

Secara umum, kegiatan restorasi dengan intervensi penanaman intensif sebaiknya diprioritaskan pada lokasi yang terbatas kemampuannya untuk pulih secara alami dan kawasan yang secara alami sukar dijangkau oleh penyebaran benih. Lahan yang memiliki kemampuan untuk pulih secara alami tidak perlu ditargetkan sebagai kawasan kegiatan penanaman. Tabel 12 menggambarkan karakteristik lokasi (tingkat kerusakan, potensi genangan, penutupan vegetasi, dan aksesibilitas) sebagai dasar pemilihan alternatif kegiatan restorasi.

Karakteristik lokasi untuk pertimbangan pelaksanaan restorasiTabel 12

No Karakeristik lokasi Kategori Keterangan

1 Tingkat kerusakan

a. Sangat berat

b. Berat

c. Sedang

d. Ringan

- Berat dan sangat berat (mengalami kerusakan yang telah menghilangkan semua kehidupan makroskopik dan umumnya telah menghancurkan lingkungan fisik, termasuk telah terjadi konversi menjadi ekosistem lain

- Sedang (areal yang mengalami perubahan secara akut dan nyata)

- Ringan (areal yang telah berubah secara ringan atau gradual namun telah mengurangi integritas dan kesehatan ekologis)

2 Tingkat genangan

a. Berat

b. Sedang

c. Ringan

- Berat: selalu tergenang dalam hampir sepanjang musim (permanen)

- Sedang: tergenang pada musim basah (musiman)

- Ringan: kadang tergenang dangkal

3 Penutupan vegetasi

a. Rapat

b. Sedang

c. Terbuka

- Rapat: >600 tumbuhan/ha

- Sedang: 200-600 tumbuhan/ha

- Terbuka: <200 tumbuhan/ha

4 Aksesibilitas a. Tinggi

b. Sedang

c. Rendah

- Tinggi: mudah dijangkau

- Sedang: tidak terlalu sulit dijangkau

- Rendah: sulit dijangkau/didatangi

Page 141: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 119

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pemilihan keputusan restorasi berdasarkan karakteristik lokasiTabel 13

Kombinasi situasi Rekomendasi

a. 1a, 2a, 3a, 4a

b. 1a, 2a, 3b, 4a

c. 1a, 2a, 3c, 4b

d. 1a, 2a, 3c, 4c

e. 1a, 2a, 3b, 4a

Tidak direkomendasikan untuk direstorasi karena peluang kegagalan sangat tinggi, ekosistem sudah berubah menjadi ekosistem danau

a. 1b, 2b, 3b, 4b

b. 1b, 2b, 3b, 4c

c. 1b, 2b, 3b, 4b

Restorasi dengan jenis yang semi toleran dengan gundukan buatan

a. 1c, 2b, 3b, 4a Restorasi dengan jenis yang semi toleran tanpa gundukan buatan

a. 1c, 2c, 3c, 4a Restorasi dengan jenis yang intoleran (suka cahaya) tanpa gundukan buatan

a. 1c, 2b, 3b, 4b

b. 1c, 2b, 3b, 4c

Restorasi dengan jenis yang toleran (perlu naungan) dengan gundukan buatan

a. 1d, 2b, 3b, 4a

b. 1d, 2d, 3a, 4b

c. 1d, 2c, 3a, 4c

Restorasi dengan suksesi alami atau penunjang suksesi alami karena masih memungkinkan regenerasi alami

Penyusunan Tata Waktu dan Anggaran Kegiatan9.1.3

Jadwal kegiatan pelaksanaan restorasi dapat dibuat dalam bentuk tabel untuk memudahkan dan memberi panduan. Pengaturan jadwal perlu dilakukan secara baik karena setiap kegiatan restorasi memiliki waktu pelaksanaan ideal yang berlainan, misalnya penanaman di musim penghujan dan pembuatan guludan atau piringan di musim kemarau. Jadwal kegiatan tersebut sedapat mungkin dibuat secara detil dan diperhitungkan berdasarkan hari kerja, dituangkan dalam grafik untuk skala waktu bulanan. Contoh jadwal kegiatan tertera pada Tabel 14.

Page 142: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

120

Contoh tabel jadwal kegiatan untuk restorasi ekosistemTabel 14

Kegiatan Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Tahun IPersiapan survei

Survei lapangan

Penentuan lokasi restorasi

Pemilihan jenis tanaman

Pembentukan organisasi

Tahun IIPembangunan persemaian

Pembibitan

Persiapan lahan

Penanaman

Pemeliharaan

Monitoring dan evaluasi

Tahun IIIPemeliharaan

Monitoring dan evaluasi

(dan seterusnya)

Sejalan dengan penyusunan jadwal kegiatan, anggaran kegiatan restorasi harus dipersiapkan dengan teliti. Komponen biaya dalam anggaran dapat berupa biaya pengadaan sarana dan prasarana, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan biaya lainnya. Agar anggaran yang dibuat menjadi lebih realistis maka pendugaan atau estimasi kebutuhan fisik seperti jumlah alat, bahan, material, tenaga kerja, dan bibit harus dilakukan dengan tepat. Kelebihan anggaran dapat menyebabkan kegiatan tersebut tidak ekonomis; kurangnya anggaran akan berdampak pada terhambatnya kegiatan. Oleh karena itu, informasi yang akurat tentang standar biaya untuk setiap komponen harus didapatkan.

Page 143: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 121

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Menentukan Jenis Tanaman9.1.4

Jenis tanaman untuk restorasi sebaiknya adalah jenis lokal (native species) dengan pertimbangan utama bahwa jenis lokal memenuhi aspek ekologis yang sesuai dengan kondisi lokasi. Penggunaan jenis-jenis eksotik dan invasif (misalnya: Acacia crassicarpa, Acacia mangium dan/atau Eucalyptus deglupta) harus dihindarkan karena termasuk jenis eksotis yang akan mengganggu keseimbangan ekologis dan keanekaragaman hayati hutan rawa.

Proses pemilihan jenis yang sesuai (species site matching) dapat dilakukakan dengan cara sebagai berikut:

Mengidentifikasi jenis lokal yang tumbuh di ekosistem hutan rawa. •Inventarisasi jenis lokal dapat diperoleh dari hasil survei pada ekosistem hutan alam di sekitar areal restorasi, hasil penelitian, wawancara dengan masyarakat setempat, maupun literatur lain yang relevan.

Diperlukan pengenalan sifat dan karakteristik tiap jenis, terutama •respon terhadap genangan dan cahaya melalui literatur, hasil penelitian, maupun pengalaman lapangan.

Mengidentifikasi kondisi tapak, dalam hal:•

Penutupan vegetasi (rapat-sedang-kurang), »

Jenis tanah, »

Kondisi genangan: tergenang permanen, tergenang musiman, »kering.

Tumpang-susun peta data kondisi tapak tersebut dengan jenis tanah.•

Pemilihan jenis untuk masing-masing tipologi lahan perlu menyesuaikan sifat jenis dengan kondisi lokasi khususnya terkait penutupan vegetasi, yaitu:

Jenis yang tidak tahan naungan atau menyukai penyinaran (• light demanding species), misalnya balangeran (Shorea belangeran Burck.), jelutung (Dyera lowii Hook. f.), rengas manuk (Melanorrhoea wallichii Hook.f.), pulai (Alstonia pneumatophora Backer ex L.G.Den Berger), jambu-jambu (Syzygium cerinum M.R.Hend & I.M.Turner dan Eugenia spicata Lam.), perepat (Combretocarpus rotuodatus Danser), perupuk (Coccoceras borneense

Page 144: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

122

J.J. Sm.), dan terentang (Campnosperma macrophylla Hook.f.).

Jenis semi toleran terhadap penyinaran, misalnya meranti (• Shorea pauciflora King) sangat sesuai pada lokasi yang memiliki penutupan vegetasi sedang. Jenis ini masih membutuhkan naungan pada tingkat semai namun saat tingkat pancang dan selanjutnya memerlukan cahaya matahari langsung.

Jenis toleran terhadap naungan (• shade tolerant species, butuh naungan atau tidak tahan sinar matahari) misalnya nyatoh (Palaquium rostratum Burck.), ramin (Gonystylusbancanus (Miq.)Kurz.), kempas (Kompassia malaccensis Maingay.), sebaiknya ditanam pada areal yang masih bervegetasi atau berhutan.

Rekomendasi jenis tanaman yang sesuai untuk berbagai kondisi lokasi rehabilitasi hutan rawa dapat dilihat pada Tabel 15.

Jenis vegetasi alami yang sesuai untuk restorasi di hutan rawaTabel 15

No.Jenis

KeteranganNama lokal Nama botani Suku

1 Pulai biasa Alstonia scholaris Euphorbiaceae

2 Pulai gabus Alstonia spathulata Euphorbiaceae

3 Jabon Anthocephalus chinensis

Rubiaceae Tumbuh cepat

4 Cempedak Artocarpus integer Moraceae

5 Menteng Baccaurea spp. Phyllanthaceae

6 Bintangur Calophyllum soulatri Clusiaceae

7 Terentang Camnosperma cariaceum

Anacardiaceae

8 Kenanga Cananga odorata Annonaceae

9 Geronggang Cratoxylon arborescens

Hypericaceae

10 Geronggang Cratoxylum sumatranum

Hypericaceae

11 Keranji Diallum indum Leguminosae

12 Medang pelem Diplospora singularis Rubiaceae

13 Durian burung Durio carinatus Bombacaceae

Page 145: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 123

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

No.Jenis

KeteranganNama lokal Nama botani Suku

14 Jelutung Dyera lowii Apocynaceae

15 Kiara Ficus drupaccea Moraceae

16 Sapen Guioa diplopetala Sapindaceae

17 Pianggu Horsfieldia sylvestris Myristicaceae

18 Pasir-pasir Ilex cymosa Auifoliaceae

19 Kempas Koompasia excelsa Fabaceae

20 Langsat Lansium spp. Meliaceae

21 Rambutan Nephelium spp. Sapindaceae

22 Binuang Octomeles sumatrana Tetramelaceae Tumbuh cepat

23 Balam/ nyatoh Palaquium burckii Sapotaceae

24 Kenari rawa Santiria laevigata Burseraceae

25 Meranti balangeran

Shorea balangeran Dipterocar-paceae

26 Meranti batu Shorea uliginosa Dipterocar-paceae

27 Jambuang Syzygium cf.lineatum Myrtaceae

28 Serampit Syzygium cymosum Myrtaceae

29 Uba Syzygium sp. Myrtaceae

30 Punak Tetrameristra glabra Tetrameris-ticaceae

Sosialisasi dan Pengorganisasian9.2

Sosialisasi9.2.1

Kegiatan sosialisasi menjadi sangat penting apabila lokasi restorasi sangat terkait dengan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Sosialisasi perlu menyentuh berbagai kelompok masyarakat yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung dengan lahan yang akan direstorasi.

Tabel 15 Jenis vegetasi alami yang sesuai untuk restorasi di hutan rawa (lanjutan)

Page 146: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

124

Kelompok masyarakat yang terkait langsung misalnya adalah kelompok penggarap lahan di dalam areal restorasi, sedangkan kelompok masyarakat yang tidak terkait langsung misalnya adalah para pedagang perantara yang membeli hasil pertanian atau perladangan kelompok masyarakat yang mengolah lahan di dalam areal restorasi, tokoh masyarakat di wilayah tempat tinggal masyarakat penggarap lahan di dalam areal restorasi, kelompok pemberi pinjaman uang kepada masyarakat penggarap lahan di dalam areal restorasi, dan kelompok masyarakat lain yang mendapat manfaat dari pengelolaan lahan tersebut.

Waktu sosialisasi perlu dilaksanakan dalam beberapa kali secara bertahap. Jumlah tahapan disesuaikan dengan tingkat pemahaman, tingkat resistensi, tingkat ketergantungan, dan karakteristik spesifik sosial lainnya yang bersifat lokal.

Materi sosialisasi perlu didahului dengan pengenalan konsep lingkungan secara sederhana guna menimbulkan kesadaran awal terhadap pentingnya ekosistem hutan. Penjelasan mengenai fungsi ekosistem hutan dan bagaimana risiko lingkungan, risiko sosial, dan risiko ekonomi apabila kerusakan ekosistem hutan terjadi di sekitar desa mereka. Pada tahap selanjutnya, diulas bagaimana tindakan kita untuk memperbaiki lingkungan, yang antara lain melalui restorasi.

Restorasi perlu diperkenalkan dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat desa. Secara persuasif masyarakat diajak dan diberikan kesempatan untuk terlibat dalam proses restorasi ekosistem secara langsung maupun tidak langsung. Keterlibatan langsung dapat berupa menjadi anggota kelompok kerja (pokja) restorasi dan menjadi bagian sejak perencanaan kegiatan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Keterlibatan yang tidak langsung masyarakat dapat menjadi penyedia bibit atau secara aktif memberikan informasi yang lengkap dan benar kepada para pelaksana ketika survei awal untuk perencanaan restorasi ekosistem.

Karena pentingnya kegiatan sosialisasi maka personil yang melakukan sosialisasi perlu memiliki pengetahuan tentang ekosistem secara umum dan secara khusus berupa pengetahuan tentang hutan rawa air payau serta pengetahuan silvikultur jenis pada ekosistem tersebut. Selain itu, pengetahuan

Page 147: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 125

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

dan keterampilan yang sama pentingnya dimiliki oleh pelaksana sosialisasi adalah strategi komunikasi, teknik dan pendekatan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan masyarakat pedesaan.

Pengorganisasian9.2.2

Organisasi pelaksana restorasi terdiri atas pengelola, supervisor, manajer lapangan (field manage, FM), dan kelompok kerja (pokja). Pemilihan FM yang tepat merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan restorasi.

Sumber: JICA (2014)

Struktur organisasi restorasiGambar 30

Page 148: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

126

Syarat FM di antaranya adalah: mempunyai pengetahuan ekologi hutan rawa dan pengalaman teknis dalam penanaman jenis rawa selain penguasaan pekerjaan restorasi. FM akan bertugas membentuk pokja, menyusun rencana kegiatan restorasi beserta anggarannya, melaksanakan kegiatan restorasi, dan membuat laporan.

Pengelola bersama-sama dengan FM memilih dan membentuk pokja. Pokja adalah masyarakat sekitar areal restorasi yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan seperti mitra polhut, kader konservasi, dan lain-lain. Anggota pokja terdiri dari 10-20 orang. FM memilih 3 anggota pokja sebagai koordinator yaitu koordinator persemaian, koordinator penanaman, serta koordinator pemeliharaan dan pengawasan.

Pelaksanaan Restorasi9.3

Pada kondisi areal yang telah diputuskan untuk dilakukan restorasi dengan strategi suksesi alam atau penunjang suksesi alami, kegiatan utama yang dilakukan adalah melakukan patroli dan penjagaan agar lokasi terhindar dari faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan anakan. Gangguan tersebut dapat berupa perambahan, kebakaran (dengan pembangunan dan pemeliharaan sekat bakar), penggembalaan liar, hama dan penyakit tanaman, termasuk pemeliharaan terhadap gulma serta dilakukan monitoring pertumbuhan anakan alam.

Lokasi restorasi di areal konsesi di PT KEN pada umumnya menunjukkan kondisi kerusakan yang parah sehingga restorasi ekosistem yang perlu dijalankan adalah strategi penanaman. Restorasi dengan strategi penanaman memerlukan persiapan yang rinci, mulai dari penyediaan alat, bahan, dan material tanaman serta sumber daya manusia (SDM). Tahapan dalam pelaksanaan restorasi dengan penanaman adalah sebagai berikut:

Pembangunan Persemaian dan Pembibitan9.3.3

Persemaian yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan restorasi dapat berupa persemaian sementara dan persemaian permanen. Syarat lokasi persemaian yang baik adalah:

Page 149: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 127

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Dekat dengan sumber air. •

Tersedia tenaga kerja.•

Berdekatan dengan areal penanaman.•

Terhindar dari gangguan satwa.•

Terletak pada areal yang terbuka.•

Luas areal disesuaikan dengan jumlah bibit yang diperlukan. Kegiatan pembangunan persemaian meliputi tahapan:

Persiapan lahan untuk persemaian. •

Pembuatan bedeng tabur dan bedang sapih.•

Pembuatan naungan.•

Pembuatan jaringan penyiraman.•

Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam pembibitan, yaitu:

Menentukan jumlah jenis yang akan ditanam pada lokasi restorasi •dengan mempertimbangkan kemampuan pertumbuhan tanaman dan jenis kunci.

Materi untuk pembibitan dapat berasal dari benih (buah) dan anakan •alam.

Buah dan anakan alam yang diambil diupayakan merupakan jenis •tanaman asli dari hutan alam di sekitar areal restorasi.

Kompartemenisasi9.3.4

Kompartemenisasi yang dimaksud adalah proses penataan areal restorasi sesuai dengan tujuan pengelolaan dan didasarkan pada karakteristik alami lokasi. Kompartemenisasi dibuat untuk memudahkan pengawasan dan evaluasi.

Kompartemenisasi pada umumnya dilakukan dengan pendekatan zonasi atau pembagian blok dan petak atau sub petak jika diperlukan. Zonasi dapat dibedakan menurut kebutuhan manajemen seperti blok perlindungan, blok pemanfaatan, blok kemitraan, dan lain-lain. Pada masing-masing zona atau blok dapat dibuat petak-petak dan sub petak dengan kode petak-sub petak

Page 150: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

128

tertentu. Batas blok dan batas petak atau sub petak dibuat dengan batas alam sehingga kepermanenannya dapat terjaga seperti anak sungai, garis lembah, atau konstruksi geomorfologi tertentu (seperti patahan dan lain-lain).

Persiapan Lahan9.3.5

Persiapan lahan dilaksanakan sesuai dengan rancangan teknis yang telah disusun. Kegiatan persiapan lahan terdiri atas:

Pembuatan gundukan pada lokasi tertentu yang tergenang permanen •maupun musiman (menggunakan sistem jalur atau piringan). Ukuran jalur dan piringan (ukuran tinggi dan lebar) disesuaikan dengan kondisi genangan dan sebaiknya dilakukan pada lokasi yang mudah dijangkau. Pada lokasi yang sulit dijangkau, pembuatan jalur atau piringan disesuaikan dengan ketersediaan dan kemampuan tenaga kerja serta kondisi lain yang mendukung.

Pemasangan ajir di lokasi penanaman sesuai dengan jarak tanam. •

Penanaman9.3.6

Hal yang perlu diperhatikan pada waktu penanaman adalah sebagai berikut:

Waktu penanaman •

Waktu penanaman dilakukan pada awal musim hujan. Khusus pada areal dengan risiko genangan tinggi (tergenang dalam jangka waktu yang lama atau permanen dengan tinggi genangan yang rendah sampai sedang hingga 50 cm), penanaman dapat dilakukan pada akhir musim hujan. Untuk areal yang sulit diakses, penanaman menyesuaikan dengan ketersediaan dan kemamapuan tenaga kerja serta waktu yang memungkinkan untuk dilakukan penanaman.

Material tanaman •

Material tanaman yang akan digunakan untuk restorasi ekosistem di hutan rawa payau tipe lahan marine clay perlu melakukan pemilihan bibit sebagai berikut:

Page 151: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 129

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pemilihan bibit yang sehat.

Bibit yang akan ditanam sudah berdaun empat untuk jenis anakan »alam dan sudah memiliki tinggi ±50 cm untuk bibit dari biji. Apabila lokasi restorasi merupakan areal yang tergenang dalam jangka waktu lama, maka tinggi bibit yang dipilih adalah bibit dengan tinggi minimal 1 m, agar telah memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap genangan. Pengangkutan bibit ke lokasi restorasi harus dilakukan secara hati-hati dan menggunakan alat yang cocok agar bibit tidak rusak.

Bibit tanaman jenis tertentu juga dapat berasal dari material »vegetatif hasil stek atau kultur jaringan.

Penentuan jarak tanam

Pendekatan yang umum dalam menentukan jarak tanam adalah »tingkat kerapatan yang sesuai agar bibit tumbuh optimal dan cepat mengokupasi lahan. Jarak tanam tidak ditetapkan secara baku untuk menghasilkan ekosistem hutan alami sebagaimana ekosistem referensi namun berpedoman pada jumlah tanaman yang ditargetkan untuk dicapai pada kondisi ekosistem klimaks per satuan luas. Tanaman ditanam secara tersebar, tidak mengelompok di bidang lahan tertentu saja.

Jika menggunakan acuan menurut JICA (2014), angka 600 batang »per hektar sebagai batas pemilihan restorasi ekosistem untuk suksesi alami, maka acuan kisaran jarak antar-lobang tanam adalah ±4 meter.

Penentuan pola penanaman

Kegiatan restorasi di lahan terbuka atau bertegakan kurang dengan strategi penanaman (replanting) atau pengayaan tanaman (enrichment planting) dengan target pemulihan ekosistem berupa ekosistem hutan alam, pola tanam yang digunakan dapat dibuat pola campuran sehingga pada saat ekosistem hutan sudah dewasa (mature) dapat mendekati ekosistem sebelumnya atau membentuk ekosistem tertentu yang baru, yang mendekati kondisi ekosistem hutan alam.

Page 152: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

130

Adapun kegiatan restorasi pada lahan terbuka atau bertegakan kurang dengan strategi penanaman (replanting) atau pengayaan tanaman (enrichment planting) di areal yang jejak sosial masyarakat sangat tinggi sehingga target pemulihan ekosistemnya berupa ekosistem baru atau hibrida, pola tanam yang digunakan dapat berupa agroforesrti dan paludikultur.

Pemeliharaan9.3.7 Kegiatan pemeliharaan terdiri atas:

Penyulaman untuk tanaman yang mati. •

Pengawasan, termasuk patroli untuk monitoring serangan hama dan •penyakit dan melindungi tanaman dari kerugian oleh ternak.

Pembangunan sekat bakar.•

Pemeliharaan sekat bakar secara berkala setiap 6 bulan. •

Pemantauan dan Evaluasi9.4

Tahap pemantauan dan evaluasi restorasi dilakukan untuk memastikan proses restorasi berjalan dengan baik dan menghasilkan kualitas pertumbuhan yang baik. Dengan demikian, pemantauan dan evaluasi ditujukan pada proses dan hasil.

Pemantauan Kegiatan Restorasi 9.4.1

Pemantauan kegiatan restorasi ditujukan untuk mengidentifikasi kendala, masalah, dan tantangan yang mungkin dihadapi selama proses pelaksanaan restorasi. Berdasarkan kegiatan pemantauan, pelaksana kegiatan berkewajiban mencari solusi pemecahan masalah, baik solusi teknis, administratif, maupun solusi non-teknis lainnya.

Page 153: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 131

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Pemantauan Hasil Restorasi9.4.2

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemantauan hasil restorasi ekosistem adalah sebagai berikut:

Pemantauan hasil restorasi ditujukan untuk mengetahui kualitas •pertumbuhan tanaman dan kualitas proses suksesi yang terjadi secara biofisik dalam periode tertentu.

Pada areal restorasi, dilakukan pemantauan kondisi tanaman (dari •serangan hama dan penyakit atau gangguan lain) melalui observasi.

Pemantauan kondisi tanaman dilaksanakan setahun sekali sampai •tanaman berumur lima tahun.

Pada lokasi penanaman dan pengayaan tanaman, pemantauan •dilakukan terhadap persentase hidup, tinggi tanaman, dan diameter tanaman. Pemantauan terhadap unsur-unsur tersebut dapat dilakukan berdasarkan pengukuran pada sampel dengan intensitas sampling 5% dari luas setiap blok tanam.

Pada lokasi dengan pilihan strategi suksesi alami dan penunjang •suksesi alami, pemantauan terhadap kerapatan dan jenis tumbuhan dilaksanakan pada sampel dengan intensitas sampling 5% dari luas setiap blok tanam.

Pemantauan dilaksanakan setiap akhir tahun. Laporan hasil pemantauan •dibuat dan disampaikan bersama dengan laporan kegiatan akhir tahun.

Hasil pemantauan dipakai untuk bahan pertimbangan kegiatan •penyulaman dan pemeliharaan tanaman. Hasil pemantauan juga dipakai sebagai bahan penyempurnaan pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Kekurangan atau kesalahan akan diperbaiki pada tahun berikutnya.

Evaluasi9.4.3

Evaluasi dilakukan oleh pengelola sendiri atau bersama donor dan lembaga lain yang terkait. Evaluasi dilaksanakan pada tahun kelima pada setiap blok. Adapun unsur-unsur yang dievaluasi meliputi:

Page 154: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

132

Flora dan fauna. •

Kondisi tanah.•

Presentase tumbuh dan kesehatan tanaman. •

Jumlah vegetasi per ha.•

Komposisi dan struktur tegakan. •

Strategi, metode atau cara pelaksanaan restorasi. •

Anggaran. •

Partisipasi dan manfaat bagi masyarakat. •

Evaluasi dilaksanakan dengan cara:•

Evaluasi biofisik lahan dan tanaman serta fauna dilakukan dengan •pengambilan sampel secara acak dengan intensitas sampling 5% dari luas setiap petak. Setiap sampel luasnya 1.000–2.000 m2.

Kesehatan tanaman dilakukan dengan cara observasi terhadap sampel •yang telah ditentukan. Indikatornya antara lain adalah serangan hama penyakit, gangguan satwa dan ternak.

Data dan informasi tentang pendapat dan kesadaran masyarakat dikumpulkan melalui pertemuan kelompok, audiensi, wawancara, ataupun menggunakan kuesioner. Pelaporan evaluasi dilakukan dengan menyusun dan menyampaikan laporan kepada pengelola, memuat kemajuan fisik, keuangan, dan partisipasi masyarakat. Hasil evaluasi digunakan oleh manajemen untuk memperbaiki dan menyempurnakan strategi dan teknik restorasi,

Kebutuhan Biaya Restorasi Ekosistem Hutan Rawa 9.5 Air Payau Lahan Marine Clay

Biaya restorasi yang disampaikan pada bagian ini merupakan estimasi kebutuhan biaya restorasi pada ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay. Estimasi ini berlaku secara umum sehingga nilai lokal dapat menyesuaikan dengan harga pasar dan upah yang berlaku pada daerah tertentu.

Page 155: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 133

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kebutuhan biaya restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay dapat didekati dari standar biaya yang dikeluarkan oleh lembaga resmi tertentu, misalnya dalam hal ini standar biaya APP Sinar Mas, yang disesuaikan setiap tahun. Standar biaya ini terbatas pada kegiatan penanaman, tidak termasuk biaya perencanaan, persiapan lahan, pemeliharaan, pemantauan, dan evaluasi. Biaya restorasi ini hanya dapat menggambarkan biaya yang diperlukan untuk strategi restorasi dengan penanaman.

Tabel 16 mengilustrasikan estimasi kebutuhan biaya restorasi untuk lokasi Sumatera Selatan. Kebutuhan biaya mencakup komponen kegiatan sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring dan evaluasi restorasi ekosistem.

Standar biaya restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan Tabel 16 marine clay pada lahan terbuka dan belukar di Sumatera Selatan

Kegiatan Vol Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Sosialisasi (untuk 1 desa, 2 kali)

- Konsumsi peserta 100 OH 50.000 5.000.000

- Bantuan transpor masyarakat 100 OJ 50.000 5.000.000

- Bantuan transpor staf pengelola 6 OJ 100.000 600.000 Pemantapan areal restorasi

- Survei batas (2 hari)

Perwakilan masyarakat 6 OH 150.000 900.000

Staf pengelola 6 OH 150.000 900.000

Bahan dan alat (patok, cat, tali, dan lain-lain)

5 blok 1.000.000 5.000.000

Konsumsi 12 OH 50.000 600.000

- Pemetaan

Honorarium 1 OK 100.000 100.000

Bahan dan perbanyakan 1 paket 100.000 100.000 Pelatihan teknis restorasi (3 hari)

- Bantuan transpor peserta 45 OH 50.000 2.250.000

- Honor pelatih 6 OH 500.000 3.000.000

- Konsumsi 51 OH 50.000 2.550.000

- Materi 15 paket 30.000 450.000

Page 156: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

134

Kegiatan Vol Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Survei awal (5 hari)

- Honor tenaga ahli 5 OH 500.000 2.500.000

- Staf pengelola 5 OH 150.000 750.000

- Kelompok kerja (5 orang) 25 OH 150.000 3.750.000

- Konsumsi 35 OH 50.000 1.750.000

- Penyusunan laporan 1 paket 300.000 300.000 Penyusunan rencana dan rancangan

- Honor tenaga ahli 1 OH 500.000 500.000

- Staf pengelola 1 OH 150.000 150.000

- Kelompok kerja (5 orang) 5 OH 150.000 750.000

- Konsumsi 7 OH 50.000 350.000

- Penyusunan laporan 1 paket 300.000 300.000 Pembangunan persemaian

- Pembangunan persemaian 1 paket 50.000.000 50.000.000 Pembuatan bibit (untuk 7.500 btg)

- Bahan dan perlengkapan (polybag, sekam, obat-obatan, dan lain-lain)

1 paket 2.000.000 2.000.000

- Pengumpulan biji dan anakan 60 HOK 125.000 7.500.000

- Persiapan dan penaburan biji 2 HOK 125.000 250.000

- Persiapan media 25 HOK 125.000 3.125.000

- Pengisian polybag 40 HOK 125.000 5.000.000

- Transplantasi bibit 10 HOK 125.000 1.250.000

- Pemeliharaan bibit (penyiraman, penyulaman, hama/penyakit)

6 OB 800.000 4.800.000

Persiapan lahan

- Peralatan dan materi tanaman (ajir, pupuk dasar)

1 paket 3.000.000 3.000.000

- Pembersihan lahan 50 HOK 125.000 6.250.000

- Pembuatan guludan/piringan 50 HOK 125.000 6.250.000

- Pembuatan sekat bakar (per ha) 10 HOK 125.000 1.250.000

Tabel 16 Standar biaya restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay pada lahan terbuka dan belukar di Sumatera Selatan (lanjutan)

Page 157: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

9. Teknik Restorasi Ekosistem Hutan Rawa (Tipe Lahan Marine Clay) 135

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Kegiatan Vol Unit Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

Penanaman

- Pengangkutan bibit 30 HOK 125.000 3.750.000

- Penanaman 60 HOK 125.000 7.500.000

Pemeliharaan

- Pembersihan gulma/eradikasi 80 HOK 125.000 10.000.000

- Penyiangan 50 HOK 125.000 6.250.000

- Penyulaman 30 HOK 125.000 3.750.000

- Patroli dan penjagaan (1 tahun) 60 OB 1.200.000 72.000.000

- Pemeliharaan sekat bakar (per ha) 5 HOK 125.000 625.000 Monitoring dan evaluasi (setiap 6 bulan)

Survei

- Tenaga survei masyarakat 12 OH 150.000 1.800.000

- Staf pengelola 8 OH 150.000 1.200.000

- Konsumsi 20 OH 50.000 1.000.000 Pertemuan

- Bantuan transpor masyarakat 10 OH 50.000 500.000

- Staf pengelola 2 OH 100.000 200.000

- Penyusunan laporan monev 1 paket 300.000 300.000

Secara prinsip, restorasi ekosistem membutuhkan pembiayaan lain di luar kegiatan vegetatif. Karena restorasi ekosistem dilakukan pada areal yang terdegradasi maka secara biofisik akan diperlukan kegiatan non vegetatif sebagai upaya pemulihan lahan dan modifikasi ekohidrologis. Oleh karena itu, kebutuhan biaya restorasi per satuan luas atau per satuan lanskap pada ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay dapat lebih tinggi dibandingkan kebutuhan biaya untuk operasional pengelolaan lahan lainnya seperti hutan tanaman industri, agroforestri, atau pertanian menetap.

Tabel 16 Standar biaya restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay pada lahan terbuka dan belukar di Sumatera Selatan (lanjutan)

Page 158: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Bagian III Arahan Strategi dan Teknik Restorasi

136

Daftar PustakaBarkah, B. S. (2009). Survey vegetasi dan kerusakan hutan rawa gambut areal MRPP

(Laporan Kegiatan). Jakarta: GTZ.

Graham, L. L., Giesen, W., & Page, S. E. (2017). A common sense approach to tropical peat swamp forest restoration in Southeast Asia. Restoration ecology, 25(2), 312-321.

Heriyanto, N. M., Priatna, D., Supriatno, Wiharjo, U., Nurpiansyah, Zulfikar, & Samsoedin, I. (2018). Struktur dan komposisi vegetasi serta kandungan karbon pada lahan terbuka (LT) di Kelompok Hutan Air Sugihan, Areal Konsesi PT Karawang Ekawana Nugraha (KEN), Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan (Laporan Penelitian). Bogor: Pusat Litbang Hutan bekerja sama dengan Asia Pulp and Paper Group, Sinarmas Forestry, dan PT. Karawang Ekawana Nugraha.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia (Jilid III)., diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

JICA. (2014). Pedoman tata cara restorasi di kawasan konservasi - hutan hujan tropis pegunungan dan hutan monsoon tropis. Jakarta: JICA.

Page 159: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

BAGIAN IV PENUTUP

Page 160: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Refleksi bagi Pengembangan Strategi 10. Restorasi di Indonesia

Yanto Rochmayanto & M. Zahrul Muttaqin

Inisiatif restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan memberikan beberapa pembelajaran penting bagi pengembangan strategi restorasi ekosistem di Indonesia. Pembelajaran tersebut mencakup pembelajaran konseptual dan praktis di tingkat tapak.

Pembelajaran pertama adalah bahwa strategi restorasi ekosistem perlu mendasarkan pada pertimbangan social footprint lokasi restorasi. Pertimbangan sosial-ekonomi memetakan dan menggambarkan ketergantungan sosial terhadap lahan yang menjadi target restorasi. Jejak sosial dan ekonomi masyarakat pada lahan sangat menentukan jenis ekosistem rujukan yang akan dibangun pada proses restorasi ekosistem.

Pembelajaran kedua, restorasi ekosistem dapat dilakukan dalam skala luas dengan ekosistem referensi berbentuk ekosistem hibrida. Ekosistem referensi tidak harus berupa ekosistem tunggal, disesuaikan dengan distribusi tipologi lahan dan jejak sosial yang melekat pada areal target restorasi. Namun demikian, fungsi ekosistem harus dipastikan memiliki fungsi ekologi menjamin keanekaragaman hayati dan sumber perekonomian masyarakat setempat secara sinergi.

Pembelajaran ketiga adalah restorasi ekosistem pada areal yang dialokasikan oleh pemerintah akan berkembang, tidak hanya oleh komitmen tinggi pemegang izin konsesi RE saja, tetapi juga bersamaan dengan komitmen aktor non pemerintah lainnya yang terkait dengan lahan tersebut. Proses dan kepentingan yang saling terhubung atas lahan menjadi landasan pentingnya kolaborasi untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay.

Pembelajaran keempat adalah transformasi penutupan lahan dari lahan

Page 161: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

10. Refleksi bagi Pengembangan Strategi Restorasi di Indonesia 139

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

terdegradasi menjadi tutupan hutan rawa air payau dapat menghasilkan additionality serapan karbon hutan dan penurunan emisi gas rumah kaca sektor berbasis lahan. Restorasi ekosistem dalam konsesi ini dapat berkontribusi pada pencapaian NDC Indonesia. Additionality tersebut dapat membuka peluang manfaat jasa lingkungan, baik domestik maupun internasional.

Buku ini merupakan panduan umum untuk Strategi Restorasi Ekosistem Hutan Rawa Air Payau Tipe Lahan Marine Clay. Pemilihan tindakan operasional di tingkat tapak dapat dilakukan dengan mengacu pada strategi ini namun tidak membatasi untuk menjalankan pilihan tindakan lain yang tidak tersedia pada buku ini sebagai pengembangan strategi jika ditemukan kondisi tertentu yang belum teridentifikasi. Bentuk pelaksanaan tindakan operasional tersebut bukan merupakan penyimpangan strategi namun merupakan inovasi strategi restorasi yang dapat menjadi bahan penyempurnaan dan pengembangan strategi restorasi di Indonesia.

Page 162: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN
Page 163: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

LAMPIRAN

Page 164: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran142

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lampiran 1

Form survei lapangan vegetasi untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay

Tally sheet analisis vegetasi

No. plot :

Blok/petak :

Koordinat :

Ketinggian tempat : ....... mdpl

Kondisi genangan lahan :

Tanggal survei :

Surveyor :

No Jenis Diameter (cm) Tinggi (m) Keterangan

Tingkat pohon (sub plot 20 m x 20 m)

Tingkat tiang (sub plot 10 m x 10 m)

Tingkat pancang (sub plot 5 m x 5 m)

Tingkat semai (sub plot 2 m x 2 m)

Page 165: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran 143

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Peta pohon dalam plot

6

2

3

4

5

1

Keterangan :

1 : Posisi dan nomor pohon

Page 166: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran144

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lampiran 2

Form survei lapangan pohon induk/sumber benih untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay

Tally sheet survei pohon induk/sumber benih

Tanggal survei :

Surveyor :

No Jenis

Lokasi

(koordinat, blok/petak)

Keting-gian

tempat (mdpl)

Habitus

(tinggi, diameter)

Cara penye-baran

biji

Perilaku musim

berbunga-berbuah

Keterang-an

Page 167: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran 145

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lampiran 3

Form survei lapangan untuk analisis tanah untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay

Tally sheet survei tanah

No. sampel :

Blok/petak :

Koordinat :

Ketinggian tempat : ....... mdpl

Kondisi vegetasi :

Kondisi genangan lahan :

Tanggal survei :

Surveyor :

Lapis-an

Ketebal-an (cm)

Warna Teks-

tur Kekeras-

an Humus

Kelem-baban

pH Kete-

rangan

Ao

A

B

C

Page 168: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran146

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lampiran 4

Form survei lapangan untuk analisis fauna untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay

Tally sheet survei fauna

No. sampel :

Blok/petak :

Koordinat :

Ketinggian tempat : ....... mdpl

Kondisi vegetasi :

Kondisi genangan lahan :

Tanggal survei : ....... jam

Surveyor :

Kelompok fauna Jenis Keterangan

Mamalia

Burung

Reptil

Amfibi

Serangga

Page 169: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran 147

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lampiran 5

Form pemantauan kegiatan untuk restorasi ekosistem hutan rawa air payau tipe lahan marine clay

Form pemantauan kegiatan restorasi ekosistem

A. Informasi umum

- Nama & luas blok :

- Nama & luas petak :

- Jumlah tegakan tinggal awal

•Pohon :

•Tiang :

•Pancang :

•Semai :

- Pelaksana restorasi :

- Petugas pemantau :

- Tanggal pemantauan :

Page 170: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

Lampiran148

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

E.

Pela

ksan

aan

rest

oras

i

Keg

iata

nSa

tuan

Kon

disi

aw

alK

ondi

si s

aat

ini

Ken

dala

Sara

n tin

dak

lanj

utK

eter

anga

n

ASP

EK

BIO

FISI

KPe

nana

man

- Lu

as

Ha

- R

erat

a di

amet

er

Cm

- R

erat

a ti

nggi

Cm

- Pr

osen

tasi

tan

aman

hid

up (s

urviv

al ra

te)%

Pem

elih

araa

n

- Pe

nyul

aman

Bat

ang

- Pe

nyia

ngan

B

atan

gG

angg

uan

huta

n

- K

ebak

aran

Ha

- G

enan

gan

Ha

- H

ama/

peny

akit

Bat

ang

- K

erus

akan

fis

ikB

atan

g

- Pe

ram

baha

n H

a

- G

angg

uan

lain

: ....

....

ASP

EK

SO

SEK

BU

D M

ASY

AR

AK

AT

YA

NG

TE

RLI

BA

T-

Peny

edia

an la

pang

an p

eker

jaan

oran

g

- K

ontr

ibus

i pen

dapa

tan

Rp

- K

elem

baga

an m

asya

raka

t ya

ng

terb

entu

kU

nit

- Lu

as la

han

gara

pan

Ha

Page 171: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

PROFIL PENULIS

Ari Wibowo

Dilahirkan di Salatiga, Ari menyelesaikan Sarjana dari Fakultas Kehutanan IPB pada 1984, dan meraih gelar Master of Forest Science dari The University of Melbourne pada 1994. Ari merupakan Peneliti Ahli Madya bidang Perlindungan Hutan pada Pusat Litbang Sosial Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Badan Litbang dan Inovasi (BLI), KLHK. Banyak karya tulis ilmiah baik yang dipublikasikan di tingkat

nasional maupun internasional di bidang perlindungan hutan dan perubahan iklim, termasuk Restorasi Ekosistem. Ari dapat dikontak melalui [email protected].

Dolly Priatna

Pengajar pada Program Studi Manajemen Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pakuan, Dolly juga sering menjadi dosen tamu pada Jurusan Biologi-FMIPA Universitas Andalas dan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Bidang keilmuan yang ditekuninya adalah ekologi hutan dan satwa liar, restorasi hutan, dan pembangunan berkelanjutan. Pedidikan doktoralnya ditempuh di Institut

Pertanian Bogor bidang konservasi biodiversitas tropika. Memulai karir profesional sebagai peneliti pada proyek ekologi Wildlife Conservation International di Taman Nasional Gunung Leuser, Dolly juga pernah bekerja sebagai peneliti dan analis pada Integrated Conservation and Development Program (ICDP) di Ekosistem Leuser, sebuah program yang didanai oleh Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa, serta pernah menjadi Country Director untuk Indonesia pada lembaga konservasi The Zoological Society of London. Banyak menulis naskah ilmiah pada jurnal nasional dan internasional, maupun sebagai kontributor artikel pada berbagai buku tentang konservasi alam. Dolly juga aktif sebagai peer reviewer pada beberapa jurnal ilmiah internasional,

Page 172: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

150 Profil Penulis

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

sebagai Anggota Dewan Penasihat pada Asian Journal of Conservation Biology (AJCB), dan sebagai Editors-In-Chief pada Indonesian Journal of Applied Environmental Studies (InJAST). Selain sebagai dosen, saat ini juga aktif sebagai Direktur Pengembangan dan Keuangan pada Komite Nasional Man and the Biosphere (MAB)-UNESCO Indonesia, Sekretaris Dewan Pengurus Yayasan Belantara, Anggota Dewan Penasihat Forum Konservasi Harimau Sumatera (HarimauKita), serta sebagai Anggota IUCN’s Commission on Ecosystem Management (CEM). Dolly dapat dikontak melalui [email protected].

Fentie J. Salaka

Fentie adalah peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menyelesaikan studi S1 Manajemen Hutan di Universitas Pattimura, Ambon pada tahun 2006, pada 2007 Fentie melanjutkan studi S2 pada program studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2007.

Fokus penelitian yang selama ini ditekuni adalah di bidang Kebijakan dan Ekonomi Kehutanan. Beberapa hasil penelitian pun sudah dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal, buku, maupun prosiding seminar. Korespondensi dengan Fentie dapat dilakukan melalui [email protected].

Ismayadi Samsoedin

Berbekal latar belakang pendidikan Agronomi (S1, Unsoed), Hutan Kota (S2, UK) dan Biodiversity and Ecosystem Restoration (S3, UK) serta pengalaman khususnya di hutan dataran rendah Kalimantan dan Sumatera, Ismayadi adalah seorang arboriculturist dan forest ecologist yang andal. Karirnya diawali sebagai pegawai negeri sipil di Kebun Raya Bogor-LIPI tahun 1976-1985 dan berlanjut di Badan Litbang Kehutanan,

Kementerian Kehutanan sejak 1987 sampai purnatugas tahun 2018. Pernah ditugaskan di CIFOR (1998-2003) dan Conservation International (2003-2006). Setelah purnatugas, Ismayadi bergabung di Yayasan Belantara sebagai Senior

Page 173: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

151Profil Penulis

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Advisor untuk restorasi ekosistem (2018-2019), dan Kepala Konservasi di Kebun Raya Bogor bersama Mitra Natura Raya, Kompas-Gramedia Group (2019-2020). Beberapa buku pernah ditulis, antara lain: Book Chapter “People Managing Forests: The links between human well-being and sustainability”, (CIFOR, 2001), Buku “Hutan Kota dan Keanekaragaman Jenis Pohon di Jabodetabek” (Yayasan Kehati, 2010), dan Buku “Peran Pohon dalam Menjaga Kualitas Udara di Perkotaan”, (FORDA PRESS. 2015). Saat ini Ismayadi fokus sebagai pengamat hutan kota, Tree Care Specialist dan Restoration Ecologyst. Ismayadi dapat dikontak di [email protected].

Mimi Salminah

Mimi adalah peneliti di Puslitbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklam (P3SEKPI). Dia menyelesaikan Pendidikan sarjana kehutanan di IPB, dan melanjutkan master bidang yang sama di Southern Cross University, Australia. Beberapa penelitian yang digeluti adalah topik-topik terkait manajemen lanskap hutan, hidrologi hutan, restorasi gambut, pengelolaan madu hutan lestari, ekonomi dan kebijakan

pengelolaan hutan khususnya terkait perubahan iklim, skema insentif disinsentif pengelolaan jasa lingkungan hutan, serta berbagai mekanisme transfer fiskal berbasis ekologi. Korespondensi dapat melalui email: [email protected].

Muhammad Zahrul Muttaqin Zahrul adalah pemerhati kehutanan dan perubahan iklim. Kepakaran dan pengetahuan yang luas dalam aspek sosial-ekonomi dan kebijakan kehutanan sejak diperoleh ketika menjadi peneliti di bidang ekonomi dan kebijakan kehutanan di Kementerian Kehutanan selama hampir dua dasa warsa. Saat ini menjabat sebagai Kepala Bagian Kerja Sama Multilateral pada Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lulus dari Institut Pertanian Bogor dengan gelar Sarjana Kehutanan dan Magister Manajemen Agribisnis, Zahrul juga memperoleh gelar Master of Forestry dan PhD di bidang Manajemen

Page 174: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

152 Profil Penulis

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

Lingkungan dan Pembangunan dari Australian National University. Ia telah banyak menulis langkah yang terbit di jurnal internasional dan nasional dan berpartisipasi dalam forum nasional dan internasional dalam bentuk pertemuan multilateral dan bilateral, seminar, lokakarya dan negosiasi. Ia dapat dikontak melalui [email protected].

Nurul Silva Lestari

Nurul adalah peneliti di Puslitbang Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Memulai pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001, Nurul kemudian memperoleh beasiswa dari Australia Awards pada tahun 2013 untuk melanjutkan pendidikan S2 di The University of Melbourne pada

program Master of Environment. Bidang penelitian yang digeluti meliputi penghitungan karbon hutan, ekologi hutan, konservasi keanekaragaman hayati, serta restorasi ekosistem dan perubahan iklim. Nurul pernah terlibat dalam beberapa kegiatan kerja sama penelitian, baik nasional maupun internasional serta terlibat aktif dalam penulisan publikasi ilmiah berupa buku, jurnal, dan policy brief. Alamat emailnya adalah: [email protected].

Supriatno

Pria asal Ciamis ini menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian “STIPER” Yogyakarta pada jurusaan Budidaya Kehutanan pada tahun 1995. Kemampuan yang dimiliki dalam bidang kehutanan, khususnya di bidang Hutan Tanaman Industri (HTI), adalah pemetaan dan Geographical Information System (GIS). Pernah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh ESRI Indonesia dan Jacko

Poery Australia yang meningkatkan kemampuannya membuat perencanaan HTI, di antaranya survei lapangan, forest inventory, proses lisensi RKT, RKU dan dokumen pemulihan gambut, penilaian kelayakan HTI dan desain serta penentuan tata ruang HTI. Setelah menamatkan Pendidikan, Supriatno

Page 175: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

153Profil Penulis

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

bergabung di perusahaan-perusahaan HTI ternama di Riau dengan beberapa posisi yang diemban antara lain sebagai kepala GIS di bagian strategi perencanaan, memimpin Forest Management Information System (FMIS), dan terakhir memimpin Konservasi Kehutanan, khususnya menangani masalah Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT). Supriatno juga menangani restorasi, konservasi dan satwa dan pohon langka di perusahaan HTI serta menangani beberapa project interpretasi penutupan lahan berbasis radarsat, high resolution image, serta beberapa project lingkungan lainnya. Korespondensi dengan Supriatno dapat dilakukan melalui [email protected].

Urip Wiharjo

Urip menyelesaikan Pendidikan sarjana kehutanan di Universitas Gadjah Mada tahun 1995. Memulai pekerjaan pertama di Provinsi Jambi di salah satu perusahaan hak pengusahaan hutan. Pada 2007 bergabung dan menjadi staf pada pemegang izin konsesi restorasi ekosistem pertama di Indonesia. Sejak 2016 bergabung dalam tim konservasi lansekap APP Sinar Mas yang bertanggungjawab dalam

pengelolaan konsesi restorasi ekosistem di Provinsi Sumatera Selatan. Urip dapa dikontak melalui [email protected].

Yanto Rochmayanto

Yanto adalah Peneliti Madya di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI), Bogor, Indonesia. Bidang yang ditekuninya adalah Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, dengan aktivitas riset meliputi social forestry, micro policy analysis, livelihoods, dan valuasi sumberdaya hutan. Pendidikan doktoralnya diselesaikan di Departemen Manajemen Hutan IPB University

dalam sandwich program dengan Department of Sociology and Globalization, Roskilde University, Denmark. Selain sebagai peneliti dan penulis, Rochmayanto juga adalah Associate Editor pada Jurnal Analisis Kebijakan, dan Reviewer pada beberapa Jurnal Nasional. Penulis juga memiliki pengalaman aktif dalam

Page 176: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN

154 Profil Penulis

RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN MARINE CLAY)STRATEGI DAN TEKNIK

kolaborasi riset nasional dan internasional, antara lain Perum Perhutani, Asia Pulp and Paper, Inisiatif Dagang Hijau, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR), Forest Investment Program (FIP), Danida, dan KfW. Alamat kontak Yanto adalah [email protected].

Page 177: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM ...simlit.puspijak.org/Myfront/unduhPenelitian/buku/...Judul Buku: STRATEGI DAN TEKNIK RESTORASI EKOSISTEM HUTAN RAWA AIR PAYAU (TIPE LAHAN