28
LAPORAN KASUS Struma DISUSUN OLEH Aina Ullafa 2010730006 Pembimbing: dr. Maya Sofa, Sp. B KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

struma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

LAPORAN KASUS

Struma

DISUSUN OLEH

Aina Ullafa 2010730006

Pembimbing: dr. Maya Sofa, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. D

Usia : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ciwalen Warungkondang

Tanggal masuk RS : 23-06-2015

Tanggal pemeriksaan : 24-06-2015

Tanggal operasi : 24-06-2015

A. Anamnesis :

Keluhan Utama :

Benjolan pada leher dirasakan selama ± 5 tahun

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh terdapat benjolan pada leher dirasakan selama ± 5 tahun, awalnya benjolan kecil dikanan dan perlahan-lahan membesar. Benjolan bergerak saat menelan. Pasien tidak merasakan nyeri di leher seiring bertambah besarnya benjolan. Pasien tidak mengeluh adanya gangguan menelan, sesak nafas, ataupun suara serak. Keluhan nafsu makan pasien menjadi menurun, mata melotot, gemetar, berdebar-debar, gelisah, BB menurun, keringat berlebihan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat benjolan sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.

Riwayat Pengobatan :

Os sudah berobat ke alternatif, diberi jamu dan benjolan makin membesar

Riwayat Alergi :

Os tidak memiliki alergi debu, makanan maupun obat – obatan.

Riwayat Psikososial :

Sehari-hari os bekerja sebagai ibu rumah tangga, memasak makanannya sendiri dirumah. Pasien cukup mengkonsumsi garam dalam konsumsi makanan sehari-hari namun os tidak mengetahui garam tersebut beryodium atau tidak. Tetangga disekitar tidak ada yang penyakit sama.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

• TD : 120/80 mmHg

• Nadi : 72 x/menit

• Respirasi : 20 x/menit

• Suhu : 36,5 oC

Antropometri :

- BB : 50 kg

- TB : tidak tahu

Status Generalis :

- Kepala : Normochepal

- Mata : Diameter Pupil : 3 mm/3 mm

Refleks pupil : +/+, isokor

Konjungtiva : Anemis -/-

Sklera : Ikterik -/-

Eksoftalmus : -/-

- THT : dalam batas normal

- Leher : pembesaran KGB leher (-), massa diameter ± 5 cm (status lokalis)

• Thorax : normochest

– Paru-paru

• Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-)

bagian yang tertinggal saat bernafas (-)

• Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus normal simetris dekstra sinistra

• Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

• Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), stridor (-/-)

– Jantung

• Inspeksi : Ictus Cordis terlihat (-)

• Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

• Perkusi : tidak dilakukan

• Auskultasi : Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-), gallop (-)

- Abdomen :

Inspeksi : Distensi abdomen (-), scar (-), spider navi (-),

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Abdomen supel, nyeri tekan abdomen (-), hepar &

lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

- Ekstremitas : akral hangat, RCT < 2’, edema (-), sianosis (-)

-

Status Lokalis

Regio colli anterior

– Terdapat benjolan dengan ukuran diameter ± 5 cm, warna sama dengan sekitar, konsistensi kenyal, tidak berbenjol-benjol, batas tegas, mobile, nyeri tekan (-), pus (-), darah (-), pembesaran KGB regional (-), ikut dengan gerakan menelan.

Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 11 Juni 2015

T3 1,54 ug/ml 0,58-1,59

FT4 7,33 ug/dl 0,70-1,48

TSHs 1,373 uIu/ml 0,350-4,940

Hemoglobin 13,4 gr/dl 12-16

Hematocrit 39,9 % 37-47

Leukosit 7,8 10^3/uL 4,8–10,8

Trombosit 368 10^3/uL 150-450

LED 41 mm/jam 0-20

Tanggal 17 Juni 2015

Kimia Darah

GDP 113 mg 70-110

Ureum 28,0 mg% 10-50

Kreatinin 0,7 mg% P=0,5-1,0

SGOT 20 mg% P<31

SGPT 38 mg% P<32

Resume

Perempuan, 35 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan tumor pada leher yang ikut bergerak pada saat menelan yang dirasakan ± selama 5 tahun. Awalnya tumor kecil dan perlahan-lahan membesar.

Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, tanda vital dalam batas nomal. Status lokalis teraba benjolan at region colli antaeior dengan diameter 5 cm, konsistensi kenyal, permukaan rata, mobile, ikut bergerak saat menelan, tidak terasa nyeri dan tidak terasa panas.

WD : Struma Nodosa non toksik

DD : Struma Difusa Non Toksik

Adenokarsinoma

Tatalaksana

Operatif : subtotal tiroidectomy

Terapi post – operasi :

• IVFD RL

• Inj : Ceftriaxone 1 x 1 gr

Ketorolac 2 x 30 gr

Ca gluconas 3 x 1 ampul selama 2 hari

BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI

Kelenjar tiroid dewasa berwarna coklat terang dan konsistensi keras, terletak posterior ke

muskulus yang mengikatnya. Kelenjar tiroid yang normal memiliki berat sekitar 20 gram,

namun berat kelenjar bervariasi tergantung berat badan dan asupan yodium. Lobus tiroid terletak

berdekatan dengan kartilago tiroid dan terhubung di garis tengah oleh isthmus yang terletak di

inferior kartilago krikoid. Lobus tiroid meluas hingga ke tulang rawan midthyroid superior dan

berdekatan dengan selubung karotis dan muskulus sternokleidomastoid lateral.

Muskulus pengikat yaitu m. sternohyoid, m. sternothyroid, dan m. omohyoid superior

terletak di sebelah anterior dan dipersarafi oleh cervicalis Ansa (Ansa hypoglossi). Kelenjar

tiroid dibungkus oleh fascia penghubung longgar yang menghubungkan fasia yang terbentuk dari

fascia cervical penyekat ke divisi anterior dan posterior. Ukuran kapsul tiroid normal berukuran

tipis.1

Perdarahan

Arteri tiroid superior berasal dari arteri karotid ipsilateral eksternal dan membagi menjadi

cabang-cabang anterior dan posterior di sebelah apeks dari lobus tiroid. Arteri tiroid inferior

muncul dari trunkus thyrocervical tidak jauh dari arteri subklavia. Arteri tiroid inferior berjalan

ke atas pada leher posterior ke selubung karotis lalu memasuki lobus tiroid di titik tengah. Arteri

thyroidea ima berasal langsung dari lalu masuk ke isthmus. Arteri tiroid inferior menyilang

terhadap Recurrent Laryngeus nerve (RLN). Drainase vena dari kelenjar tiroid terjadi melalui

beberapa vena permukaan yang kecil dan multiper, yang bergabung membentuk tiga set vena-

vena tiroid : superior, tengah, dan inferior. Vena tiroid superior berjalan dengan arteri tiroid

superior bilateral. Vena superior dan vena medialis mengalir langsung ke dalam vena jugularis

internal. Vena inferior sering membentuk pleksus, yang mengalir ke vena brakiosefalika.

Persarafan

Nervus laringeus rekuren sinistra muncul dari n. vagus di mana ia melintasi lengkung aorta,

melingkar sekitar ligamentum arteriosum, dan berjalan naik di medial leher dalam alur

trakeoesofageal. Nervus laringeus rekuren dextra muncul dari n. vagus pada persimpangan

dengan arteri subklavia kanan. Nervus ini biasanya melewati posterior dari arteri sebelum

berjalan asenden di leher, lebih oblik (miring) daripada n. Laringeus rekuren sinistra.1

Nervus laringeus rekuren berjalan naik di kedua sisi trakea, dan masing-masing terletak

tepat di sebelah lateral ligamentum Berry saat memasuki laring. Ada jumlah variasi penting.

Pada sekitar 25% dari pasien, n. laringeus rekuren terdapat dalam ligamen karena memasuki

laring. Pada sisi kanan, n. laringeus rekuren memisahkan dari n. vagus saat melintasi arteri

subklavia, melewati posterior dan berjalan naik di sebelah lateralis dari trakea sepanjang alur

trakeoesofageal. N. laringeus rekuren biasanya dapat ditemukan tidak lebih dari 1 cm dari lateral

alur trakeo pada tingkat batas bawah tiroid.

Di sisi kiri, n. laringeus rekuren memisahkan dari n. vagus, melintasi secara transversal dari

arkus aorta. N. laringeus sinistra kemudian melewati bagian inferior dan medial ke aorta dan

mulai naik menuju laring, berjalan dalam alur trakeoesofageal dan naik ke lobus bawah tiroid.

Juga melewati inferior atau posterior cabang a. thyroidea inferior dan akhirnya memasuki laring

pada tingkat artikulasi krikotiroid di perbatasan caudal dari otot krikotiroid.

B. HISTOLOGI

Secara mikroskopis, kelenjar tiroid dibagi menjadi lobulus yang mengandung 20 sampai 40

folikel (Gambar 38-7). Ada sekitar 3 x 106 folikel dalam dewasa kelenjar tiroid laki-laki. Folikel

berbentuk sferis dan dengan diameter rata-rata 30 um. Setiap folikel dilapisi oleh sel epitel

kuboid dan berisi pusat penyimpanan koloid yang disekresikan dari sel-sel epitel di bawah

pengaruh hormon TSH hipofisis. Kelompok kedua sel sekretori sel tiroid adalah sel C atau sel

parafolikular, yang mengandung dan mensekresikan hormon kalsitonin. Ditemukan sebagai sel

individual atau berkelompok dalam kelompok-kelompok kecil di stroma interfolikular dan

terletak di kutub atas lobus tiroid.

C. FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kebutuhan yodium rata-rata harian 0,1 mg, yang dapat berasal dari makanan seperti ikan,

susu, dan telur atau sebagai aditif dalam roti atau garam. Di perut dan jejunum, yodium cepat

diubah menjadi iodida dan diserap ke dalam aliran darah, dan dari sana itu didistribusikan merata

di seluruh ruang ekstraseluler. Iodida secara aktif diangkut ke dalam sel-sel folikel tiroid oleh

adenosin trifosfat (ATP)- yang bergantung proses. Tiroid adalah tempat penyimpanan > 90%

kandungan yodium tubuh dan sepertiga dari kerugian yodium plasma. Iodine plasma yang tersisa

dibersihkan melalui ekskresi ginjal.

Sintesis hormone tiroid terdiri dari beberapa tahap, diantaranya :

Pertama, penangkapan iodida, melibatkan transport aktif iodida (ATP-dependen) melintasi

membran basal thyrocyte melalui membran protein intrinsik. Thyroglobulin (Tg) adalah

glikoprotein yang besar (660 kDa), yang terdapat pada folikel tiroid dan memiliki empat residu

tyrosyl.

Tahap kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida menjadi iodin dan

iodinasi dari residu tirosin pada Thyroglobulin (Tg), untuk membentuk Monoiodotyrosin (MIT)

dan Diiodotyrosin (DIT). Kedua proses dikatalisis oleh Peroksidase Tiroid (TPO).

Langkah ketiga merupakan proses memasangkan dua molekul Diiodotyrosin (DIT) untuk

membentuk Tetra-iodothyronin atau Tiroksin (T4), dan satu molekul Diiodotyrosine dengan satu

molekul Monoiodotyrosin untuk membentuk 3,5,3'- triiodothyronine (T3) atau 3,3',5'-

Triiodothyronine reverse (RT3). Ketika dirangsang oleh TSH, Thyrocyt membentuk

pseudopodia, yang mengelilingi bagian dari membran sel mengandung Thyroglobulin, yang pada

gilirannya, menyatu dengan enzim yang mengandung lisosom.

Pada tahap keempat, Thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan Iodothyronin bebas (T3

dan T4) dan Monoiodothyrosin dan Diiodotyrosin. Yang terakhir, pada tahap kelima yaitu proses

deiodinasi untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam Thyrocyte tersebut.

Dalam keadaan Eutiroid, T4 diproduksi dan dilepaskan sepenuhnya oleh kelenjar Tiroid,

sedangkan hanya 20% dari total T3 dihasilkan oleh Tiroid. Sebagian besar T3 diproduksi oleh

deiodinasi perifer (pemindahan 5'-yodium dari luar cincin), T4 diproduksi di hati, otot, ginjal, dan

hipofisis anterior, reaksi yang dikatalisis oleh 5'-mono-deiodinase. Beberapa T4 dikonversi ke

reverse-T3, senyawa aktif secara metabolik, oleh deiodinasi dari inti cincin T4. Dalam kondisi

seperti penyakit Graves, multinodular goiter toksik, atau kelenjar tiroid yang dirangsang oleh

pelepasan T3 dari Tiroid dapat meningkat.

Hormon tiroid diangkut dalam serum terikat pada protein pembawa seperti T4-binding

globulin, T4-binding prealbumin dan albumin. Hanya sebagian kecil (0,02%) dari hormon Tiroid

(T3 dan T4) yang bersifat bebas (tidak terikat) dan merupakan komponen fisiologis yang aktif. T3

lebih kuat dari dua hormon tiroid, meskipun tingkat plasma yang beredar adalah jauh lebih

rendah daripada T4. T3 kurang terikat erat pada protein di dalam plasma dari T4, dan sehingga

lebih mudah memasuki jaringan. T3 tiga sampai empat kali lebih aktif dari T4 per satuan berat,

dengan waktu paruh sekitar 1 hari, dibandingkan dengan sekitar 7 hari untuk T4.1

Hipotalamus menghasilkan peptida, Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH), yang

merangsang kelenjar Pituitari (Hipofisis) untuk melepaskan TSH atau Thyrotropin. TRH

mencapai hipofisis melalui sirkulasi portovenous. TSH, sebuah glycopeptida 28-kDa, yang

memediasi penangkapan iodida, sekresi, dan pelepasan hormon Tiroid, di samping untuk

meningkatkan selularitas dan vaskularisasi kelenjar tiroid. Reseptor TSH (TSH-R) termasuk dari

reseptor G-protein yang memiliki tujuh transmembran dan menggunakan Adenosin monofosfat

siklik dalam jalur transduksi sinyal. Sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diatur melalui

umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena hipofisis memiliki kemampuan untuk mengkonversi

T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga

menghambat pelepasan TRH.

Fungsi Hormon Tiroid

Hormon tiroid bebas memasuki membran sel dengan cara difusi atau dibawa oleh agen

pembawa spesifik dan dibawa ke membran nukleus untuk mengikat protein tertentu. T4

terdeiodinasi menjadi T3 dan memasuki nukleus melalui transpor aktif, di mana ia mengikat

reseptor hormon tiroid. Reseptor T3 mirip dengan mineralokortikoid, estrogen, vitamin D, dan

asam retinoid.

Hormon tiroid bertanggung jawab untuk menjaga hipoksia normal dan hiperkapnia yang

terjadi di pusat pernapasan otak. Hormon Tiroid juga meningkatkan motilitas GI, yang

mengakibatkan diare pada hipertiroidisme dan sembelit pada hipotiroidisme. Hormon tiroid juga

meningkatkan turnover tulang dan protein dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Hormon

tiroid juga meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan

sintesis kolesterol dan degradasi.1

STRUMA NODOSA NON TOKSIK

A. DEFINISI

Pengertian struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang terjadi karena folikel-folikel

tiroid terisi koloid secara berlebihan. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar

tiroid yang bukan karena proses inflamasi ataupun karena neoplasma dan tidak disertai fungsi

abnormal dari Tiroid yaitu hipertioidisme ataupun hipotiroidisme. Terjadinya pembesaran

kelenjar Tiroid itu sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk

mensekresikan hormon Tiroid, hal ini akan berpengaruh pada jumlah dari hormon Tiroid yang

dihasilkan. Terjadinya pembesaran kelenjar Tiroid dikarenakan sebagai usaha agar hormon

Tiroid tetap cukup dihasilkan.3

B. EPIDEMIOLOGI

Lebih dari 2,2 miliar orang di seluruh dunia memiliki beberapa bentuk gangguan

kekurangan yodium. Dua puluh sembilan persen dari populasi dunia tinggal di wilayah yang

kekurangan yodium, terutama di Asia, Amerika Latin, Afrika Tengah, dan wilayah Eropa. Dari

mereka yang berisiko, 655 juta diketahui memiliki gondok. Berdasarkan laporan dari World

Health Organization (WHO), United Nations Children's Fund (UNICEF), dan International Council

for the Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD), adanya kekurangan yodium (yaitu,

rata-rata yodium urin> 100 mg / dL) dikaitkan dengan prevalensi gondok kurang dari 5%;

defisiensi yodium ringan (yaitu, yodium urin median 50-99 mg / dL), dengan prevalensi gondok

dari 5-20%; defisiensi yodium sedang (yakni, urin yodium rata-rata 20-49 mg / dL), dengan

prevalensi gondok dari 20-30%, dan kekurangan yodium berat (yaitu, urin yodium rata-rata 20-

49 mg / dL), dengan prevalensi gondok lebih besar dari 30%.3

C. ETIOLOGI

  1. Kekurangan yodium, yaitu kekurangan asupan yodium yang cukup kurang dari 50

mcg /dl. Defisiensi yodium berat yang berhubungan dengan asupan kurang dari 25 mcg / dl

dikaitkan dengan hipotiroidisme dan kretinisme.

  2. Goitrogens, diantaranya :

- Obat misalnya Propylthiouracil, lithium, fenilbutazon, aminoglutethimide, yodium

yang mengandung ekspektoran

-  Makanan - Sayuran dari genus Brassica misalnya, kubis, lobak, rumput laut,

singkong.

Terjadinya pembesaran kelenjar Tiroid (struma) dapat berupa ukuran sel-selnya yang bertambah

besar atau oleh karena volume yang bertambah pada jaringan kelenjar dan sekitarnya dengan

pembentukan struktur baru. Adapun yang menyebabkan terjadinya proses tersebut ada empat,

diantaranya :

1. Gangguan pertumbuhan

Terbentuknya kista

Jaringan Tiroid yang tumbuh pada lidah, misalnya pada Kista tiroglosus atau Tiroid lingual

2. Proses inflamasi atau gangguan autoimun

Tiroiditis

Graves Disease

3. Gangguan Metabolik

Akibat defisiensi iodium atau intake iodium

Hiperplasia kelenjar Tiroid

4. Tumor atau neoplasma

Adenoma atau adenokarsinoma

D. PATOGENESIS

Struma dapat akan menyebar, uninodular, atau multinodular. Kebanyakan struma non-

toksik diperkirakan akibat dari stimulasi TSH sekunder yang tidak adekuat dalam mensintesis

hormon tiroid dan faktor pertumbuhan parakrin lainnya. Peningkatan kadar TSH menginduksi

hiperplasia tiroid difus, diikuti oleh hiperplasia fokal, menghasilkan nodul yang mungkin

mengandung atau tidak mengandung konsentrasi yodium, nodul koloid, atau nodul

microfollicular. Struma akibat familial diakibatkan karena defisiensi yang diwariskan pada

enzim yang diperlukan untuk mensintesis hormon tiroid, mungkin bisa komplit atau parsial. 1

E. MANIFESTASI KLINIS

Kebanyakan pasien dengan Struma Non-Toksik tidak bergejala atau asimtomatis,

walaupun pasien sering mengeluhkan sensasi tekanan pada leher. Dengan perjalanan struma

yang terus membesar, gejala sensasi penekanan seperti dispnea dan disfagia terjadi. Pasien juga

sering mengeluhkan pada tenggorokannya yaitu radang selaput lendir hidung. Disfonia jarang

terjadi, kecuali bila terdapat keganasan. Pembesaran yang tiba-tiba nodul atau kista karena dapat

menyebabkan perdarahan nyeri akut. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan benjolan teraba lunak,

kelenjar membesar difus (struma simpel) atau nodul dari berbagai ukuran dan konsistensi dalam

kasus multinodular goiter. Deviasi atau kompresi pada trakea dapat ditemukan.1

F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher

Usia dan jenis kelamin

Sejak kapan benjolan pada leher timbul dan saat pertama kali timbul benjolan sebesar

apa, apakah terasa nyeri atau tidak, terasa panas atau tidak pada benjolannya

Apakah benjolan terus membesar sejak pertama kali timbul sampai pasien datang, jika

membesar, apakah membesar lama (tahunan) atau membesar cepat (mingguan atau

bulanan)

Apakah pasien mengeluh adanya gangguan menelan, sesak napas atau tidak

Apakah pasien demam atau tidak

Apakah pasien menjadi sering deg-degan (palpitasi) dan sering berkeringat

Apakah nafsu makan pasien menjadi meningkat atau tidak

Apakah pasien tidak tahan suasana panas atau tidak, apakah pasien tidak tahan suasana

dingin atau tidak

Apakah pasien merasa suaranya menjadi lebih parau atau tidak

Apakah pasien nafsu makannya meningkat atau tidak

Apakah berat badan pasien meningkat atau tidak

Apakah pasien sebelumnya memiliki riwayat benjolan pada lehernya atau tidak

Apakah pada anggota keluarga OS ada yang pernah mengalami keluhan yang sama

seperti OS atau pernah ada yang menderita tumor atau kanker

Apakah dalam kesehariannya dalam memasak (apabila pasien wanita) sering memberikan

garam yang beryodium atau tidak

2. Pemeriksaan fisik

Yang perlu dinilai dalam pemeriksaan fisik nodul tiroid, diantaranya :

Lokasi, apakah di lobus kiri atau di lobus kanan

Ukuran

Jumlah nodul, apakah uni atau multinodosa

Konsistensi, apakah teraba lunak atau keras

Apakah terfiksir atau mobile

Apakah terdapat nyeri tekan atau tidak

Apakah terdapat pembesaran KGB di sekitarnya atau tidak

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pasien biasanya dengan Eutiroid, dengan TSH normal atau rendah-normal atau dengan

normal kadar T4-bebas yang normal. Jika beberapa nodul meluas, kadar TSH dapat menurun,

atau dapat terjadi hipertiroid. FNAB direkomendasikan pada pasien yang memiliki nodul yang

dominan atau salah satu dengan nyeri atau membesar, kasus karsinoma telah dilaporkan dalam 5

sampai 10% dari struma multinodular. CT scan sangat membantu untuk mengevaluasi sampai

sejauh mana perpanjangan retrosternal dan apakah terjadi kompresi saluran napas atau tidak.1

H. TATALAKSANA

Goiter non-toksik biasanya tumbuh sangat lambat selama beberapa dekade tanpa

menyebabkan gejala. Tanpa bukti pertumbuhan yang cepat, gejala obstruktif misalnya, disfagia,

stridor, batuk, sesak napas, ataupun tirotoksikosis, pengobatan tidak diperlukan. Terapi

diperlukan jika pertumbuhan gondok seluruhnya atau terdapat nodul tertentu, terutama jika

terjadi ekstensi intrathorasik dari gondok, gejala penekanan, atau gejala tirotoksikosis. Ekstensi

intrathoracic dari gondok tidak dapat dinilai dengan palpasi atau biopsi. Jika signifikan dalam

ukuran, harus diangkat melalui pembedahan. Terapi yang tersedia saat ini misalnya terapi

yodium radioaktif, dan terapi Levothyroxine (L-tiroksin, atau T4).

1. Terapi Iodium radioaktif

adalah terapi Goiter non-toksis, sering dilakukan di Eropa. Ini adalah pilihan terapi yang

wajar, terutama pada pasien yang lebih tua atau memiliki kontraindikasi untuk operasi.

        Iodium radioaktif untuk terapi goiter non-toksis diperkenalkan kembali pada 1990-an. 90

% pasien dengan goiter difus non toksik, memiliki rata-rata pengurangan 50-60% pada volume

goiter setelah 12-18 bulan, dengan pengurangan gejala penekanan. Penurunan dalam ukuran

goiter telah berkorelasi positif dengan dosis Iodium-131 (131 I). Pengurangan dalam ukuran

gondok lebih besar pada pasien yang lebih muda dan pada individu yang hanya memiliki riwayat

goiter yang singkat atau yang memiliki gondok kecil. Baseline TSH bukanlah prediktor respon

terhadap yodium radioaktif. Gejala obstruktif membaik pada kebanyakan pasien yang menerima

yodium radioaktif.

Hipertiroidisme jarang dan biasanya terjadi dalam dua minggu pertama setelah pengobatan.

Tidak seperti pasien dengan hipertiroidisme yang diobati dengan iodium radioaktif, hanya

sebagian kecil pasien dengan goiter non toksik berkembang menjadi hipotiroidisme setelah

pengobatan iodium radioaktif.

Satu studi menunjukkan bahwa terapi T4 untuk goiter non-toksis mengurangi volume tiroid

pada 58% pasien, dibandingkan dengan 4% pada pasien yang diterapi dengan plasebo. Namun,

hasil ini belum terbukti direproduksi, dan manfaat menggunakan T4 perlu harus ditimbang

terhadap risiko hipertiroidisme subklinis dari yang dihasilkan terkait dengan peningkatan risiko

kepadatan mineral tulang menurun dan atrial fibrilasi meningkat.3

Indikasi operasi pada struma, diantaranya :

Struma difusa toksik yang gagal terapi medikamentosa

Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan

Struma dengan gangguan penekanan

Kosmetik

Kontraindikasi operasi pada struma, diantaranya :

Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya

Struma dengan dekompensasi kordis atau penyakit sistemik yang belum terkontrol

Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang

umumnya karena karsinoma

Tumor Ganas Tiroid

Papillary adenokarsinoma.

Papillary adenokarsinoma terjadi 85% dari seluruh Ca tiroid, tumor ini timbul pada awal

masa remaja sebagai solitary nodul, kemudian menyebar melalui kelenjar limfa dari kelenjar

tiroid menuju ke subscapular dan periscapular limfonodulus, 80% anak-anak dan 20% orang

dewasa didapat pembesaran limfonodulus.

Tumor dapat bermetatase secara mikroskopik ke paru dan tulang, psammoma bodies

tampak pada 60% kasus, mixed papillary-follicular atau papillary, follicular karsinoma terkadang

ditemukan. Tumor ini tumbuh karena stimulasi dari TSH.

Follicular adenokarsinoma.

Follicular adenokarsinoma terjadi 10% dari seluruh Ca tiroid, timbul lebih lebih lama dari

papillary form, pada palpasi teraba masa yang elastik, kenyal, dan lembut. terdapat dalam bentuk

encapsulated yang mengandung koloid. Secara mikroskopik follicular karsinoma susah

dibedakan dengan jaringan tiroid. Kapsul dan vaskularisasi invasi dapat digunakan untuk

membedakan follicular adenoma dengan follicular karsinoma. Meskipun dapat menyabar melalui

kelenjar limfa, tetapi cenderung menyebar lebih hebat melalui darah dapat menyebar ke paru,

hati, dan tulang. Metastase ke tulang dapat timbul 10-20 tahun setelah lesi primer terjadi. Tumor

ini mempunyai prognosis yang buruk sama dengan papillary form.

Medullary karsinoma.

Medullary karsinoma mempunyai angka kejadian 2-5% dari Ca tiroid. Mengandung

amiloid, solid, dan keras. Dapat mensekresi kalsitonin. riwayat medullary karsinoma pada

keluarga dengan pheochromocytoma bilateral dan hiperparatiroid dikenal dengan Sipple sindrom

atau type II multiple endokrin adenomatosus. Pada sipple sindrom, hiperplasi parafollicular cell

dan medullary cancer yang kecil daqpat di diagnosa dengan menemukan serum kalsitonin setelah

distimulasi dengan pentagastrin dan kalsium.

Undifferentiated Karsinoma.

Tumor yang dapat cepat tumbuh ini sering terjadi pada wanita dengan usia muda dan

angka kejadiannya 3% dari semua Ca tiroid. Lesi ini terjadi dari papillary atau follicular

neoplasm. Mempunyai sifat solid, sepat membesar, keras, masa yang difus irregular melibatkan

kelenjar dan menginfasi trachea, otot, dan neurovaskular. dapat menyebabkan laringeal atau

esophageal obstruksi.

Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat 3 jenis sel yang khas yaitu; giant cell, spindle

cell, dan small cell. Mitosis sering terjadi pada metastase di paru-paru dan cervical

lymphadenopathy, dapat timbul kembali pasca operasi. Terapi eksternal radiasi dan kemoterapi

bisa dijadikan terapi palliatif pada beberapa pasien, radioiodin tidak effektif untuk dijadikan

terapi, prognosisnya buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F. Charles. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The McGraw-Hill

Companies, Inc. United States of America. 2010

Falk A. Steven. Thyiroid Diesease : Endocrinology, Surgery, Neclear Medinice< and

Radiotherapy., second edition. Lippincot-Raven. New York.

Fisrt Aid, Clerk ship.

Sabiston. Textbook of Surgery, nineteenth edition. Elseviers Saunders. Pennsylvania.

Stephanie L. Lee and George T. Griffing. Goiter non toxic. 2010.

http://emedicine.medscape.com