Upload
vonga
View
219
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN
EKSTRAKSI BUNGA SEPATU (HIBISCUS ROSA SINENSIS L) SEBAGAI DYE
SENSITIZER DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI DYE
Henni Eka Wulandari, Drs. Gontjang Prajitno
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2012
Abstrak
Telah dilakukan “Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan
Ekstraksi Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L)dengan Variasi Lama Absorpsi Dye”. Susunan sel
surya berbentuk “sandwich” dengan elektroda kerja yang terdiri dari TiO2 dan dye, elektroda karbon
serta elektrolit yang terletak diantara dua elektroda tersebut. Sel surya dianalisa menggunakan sumber
cahaya matahari dan halogen dengan variasi lama perendaman pada lapisan TiO2 yaitu 2 jam dan 24
jam. Sel surya ini telah dapat mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik kemudian
dikarakterisasi arus dan tegangannya. Dari hasil pengukuran tegangan pada perendaman lapisan TiO2
kedalam larutan dye selama 24 jam lebih baik daripada perendaman 2 jam namun keduanya sama-sama
stabil sedangkan arus yang dihasilkan keduanya sama-sama menurun.
Kata kunci : Dye-sensitized solar cell (DSSC), Sel Surya, Dye, Hibiscus Rosa Sinensis L
I. PENDAHULUAN
Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena hampir semua aktivitas
manusia membutuhkan energi. Kebutuhan energi semakin meningkat di seluruh negara di dunia.
Kebutuhan yang meningkat terhadap energi kenyataannya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia
untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi. Energi terbarukan adalah energi yang
berasal dari alam seperti cahaya matahari dan angin yang dapat diperbarui secara alamiah. Penggunaan
energi melalui solar cell atau sel surya merupakan alternatif yang paling potensial. Salah satu alasannya
mengapa menggunakan sel surya adalah sumber energi alami jangka panjang adalah matahari. Dye-
Sensitized Solar Cell (DSSC) dapat menjadi terobosan baru dalam sel surya yang merupakan kandidat
utama untuk memperoleh energi dari matahari karena sel surya dapat merubah cahaya matahari menjadi
energi listrik. dengan nilai efisiensi konversi yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan daya permanen
dengan biaya operasi rendah dan bebas polusi. Pada penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat DSSC
dengan TiO2 sebagai bahan semikonduktor dengan menggunakan ekstraksi bunga sepatu yang dapat
mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik, (2) mengetahui pengaruh lama perendaman larutan
dye pada permukaan lapisan TiO2 terhadap hasil arus dan tegangan yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Matahari
Dalam kaitannya dengan sel surya,
perangkat yang mengkonversi radiasi sinar
matahari menjadi listrik, terdapat dua paramater
dalam energi surya yang paling penting :
pertama intensitas radiasi, yaitu jumlah daya
matahari yang datang kepada permukaan per
luas area, dan karakteristik spektrum cahaya
matahari. Intensitas radiasi matahari diluar
atmosfer bumi disebut konstanta surya, yaitu
sebesar 1353 W/m2. Setelah disaring oleh
atmosfer bumi, beberapa spektrum cahaya
hilang, dan intensitas puncak radiasi menjadi
sekitar 1000W/m2. Nilai ini adalah tipikal
intensitas radiasi pada keadaan permukaan tegak
lurus sinar matahari dan pada keadaan cerah [1].
2.2 Sel Surya
Perkembangan sistem konversi energi surya
menjadi energi listrik berlangsung melalui
sistem yang disebut sebagai sel photovoltaik. Sel
surya merupakan suatu mekanisme yang bekerja
berdasarkan efek photovoltaik dimana foton dari
radiasi diserap kemudian dikonversi menjadi
energi listrik. [2].
Sistem photovoltaik yang telah diteliti dan
paling terkenal adalah sistem photovoltaik
generasi ketiga yang dikembangkan oleh
Michael Grätzel pada 1991 dimana sistem ini
dinamakan sel surya pewarna tersensitisasi (dye
sensitised solar cell) [3].
2.3 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Sel surya nanokristal TiO2 tersensitasi dye
dikembangkan sebagai konsep alternatif bagi
piranti fotovoltaik konvensional berbasis silikon.
Sistem sel surya ini pertama kali dikembangkan
oleh Grätzel sehingga disebut juga sel Grätzel.
Beberapa keuntungan sistem sel surya ini adalah
proses pabrikasinya lebih sederhana tanpa
menggunakan peralatan rumit dan mahal
sehingga biaya pabrikasinya lebih murah [3].
Efisiensi konversi sistem sel surya tersensitasi
dye telah mencapai 10-11% [4]. Namun
demikian, sel surya ini memiliki kelemahan
yaitu stabilitasnya rendah karena penggunaan
elektrolit cair yang mudah mengalami degradasi
atau kebocoran [5].
Sel surya TiO2 tersensitasi dye terdiri dari
lapisan nanokristal TiO2 berpori sebagai
fotoanoda, dye sebagai fotosensitizer, elektrolit
redoks dan elektroda lawan (katoda) yang diberi
lapisan katalis [4]. Struktur sel surya ini
berbentuk struktur sandwich, dimana dua
elektroda yaitu elektroda TiO2 tersensitasi dye
dan elektroda counter mengapit elektrolit.
Berbeda dengan sel surya silikon, pada sel surya
tersentisisasi dye, foton diserap oleh dye yang
melekat pada permukaan partikel TiO2. Dalam
hal ini dye bertindak sebagai donor elektron
yang dibangkitkan ketika menyerap cahaya,
mirip fungsi klorofil pada proses fotosintesis.
Sedangkan lapisan TiO2 bertindak sebagai
akseptor elektron yang ditransfer dari dye
teroksidasi. Elektrolit redoks berupa pasangan
iodide/triodide (I-/I3
-) bertindak sebagai
mediator redoks sehingga menghasilkan proses
siklus di dalam sel [6].
Gambar 2.1 Struktur Dye-sensitized Solar Cell
2.4 Prinsip Kerja Dye Sensitized Solar Cell
Elektroda kerja pada DSSC merupakan kaca
yang sudah dilapisi oleh TiO2 yang telah
terabsorbsi oleh dye, yang mana TiO2 berfungsi
sebagai collector elektron sehingga dapat
disebut sebagai semikonduktor tipe-n. Struktur
nano pada TiO2 memungkinkan dye yang
teradsorpsi lebih banyak sehingga menghasilkan
proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Pada
elektron pembanding dilapisi katalis berupa
karbon untuk mempercepat reaksi redoks pada
elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya
dipakai yaitu I-/I3
- (iodide/triiodide) [3].
Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor
elektron yang menyebabkan timbulnya hole saat
molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga
dye dapat dikatakan sebagai semikonduktor tipe-
p. Ketika molekul dye terkena sinar matahari,
electron dye tereksitasi dan masuk ke daerah
tereduksi yaitu lapisan titanium dioksida.
Gambar 2.2 Prinsip KerjaDSSC [7]
Prinsip kerja pada DSSC secara skematik
ditunjukkan pada gambar 2.2, sedangkan proses
yang terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Ketika foton dari sinar matahari menimpa
elektroda kerja pada DSSC, energi foton
tersebut diserap oleh larutan dye yang
melekat pada permukaan partikel TiO2.
Sehingga elektron dari dye mendapatkan
energi untuk dapat tereksitasi (D*).
D + cahaya D* (2.1)
b. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye
tersebut akan diinjeksikan ke pita konduksi
TiO2 dimana TiO2 bertindak sebagai
akseptor / kolektor elektron. Molekul dye
yang ditinggalkan kemudian dalam keadaan
teroksidasi (D+).
D* + TiO2 e-(TiO2) + D
+ (2.2)
c. Selanjutnya elektron akan ditransfer
melewati rangkaian luar menuju elektroda
pembanding (elektroda karbon).
d. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan
iodide dan triiodide (I-/I3
-) yang bertindak
sebagai mediator elektron sehingga dapat
menghasilkan proses siklus dalam sel.
Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan
menangkap elektron yang berasal dari
rangkaian luar dengan bantuan molekul
karbon sebagai katalis.
e. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke
dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit
menuju dye teroksidasi. Elektrolit
menyediakan elektron pengganti untuk
molekul dye teroksidasi. Sehingga dye
kembali ke keadaan awal dengan persamaan
reaksi [3] :
D+ + e
-(elektrolit) elektrolit + D (2.3)
Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya
nanokristal tersensitisasi dye berasal dari
perbedaan tingkat energi konduksi elektroda
semikonduktor TiO2 dengan potensial
elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3
-).
Sedangkan arus yang dihasilkan dari sel surya
ini terkait langsung dengan jumlah foton yang
terlibat dalam proses konversi dan bergantung
pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang
digunakan [8].
2.5 Karakteristik Titanium Dioxide
TiO2 merupakan bahan semikonduktor yang
sudah dikenal luas memiliki sifat optik yang
baik. TiO2 yang ada di alam pada umumnya
mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan
brookite. Struktur kristal TiO2 pada fasa rutile,
anatase dan brookite.
Dalam aplikasinya pada fotokatalis, hanya
dua fasa TiO2 yang sering digunakan sebagai
fotokatalis, yaitu: anatase dan rutile.
Terbentuknya fasa anatase maupun fasa rutile
pada struktur polikristalin TiO2 bergantung pada
transisi fasa yang kristalin TiO2. Titania pada
fasa anatase umumnya stabil pada ukuran
partikel kurang dari 11 nm, fasa brookite pada
ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile diatas
35 nm. Dalam aplikasinya pada fotokatalis,
umumnya digunakan TiO2 pada fasa anatase
karena mempunyai kemampuan fotokatalitik
yang tinggi. Selain itu, untuk meningkatkan
kinerja sistem, struktur nanokristal dan juga luas
permukaan yang tinggi dari TiO2 adalah faktor
yang penting untuk meningkatkan densitas dan
transfer elektron [9].
TiO2 dengan struktur nanopori yaitu ukuran
pori dalam skala nano akan menaikan kinerja
sistem karena struktur nanopori mempunyai
karakteristik luas permukaan yang tinggi
sehingga akan menaikan jumlah dye yang
terabsorp yang implikasinya akan menaikan
jumlah cahaya yang terabsorbsi.
2.6 UV-Vis
Spektroskopi adalah studi mengenai
interaksi cahaya dengan atom dan molekul.
Radiasi cahaya atau elektromagnet dapat
dianggap menyerupai gelombang. Dasar
spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya.
Bila cahaya jatuh pada senyawa, maka sebagian
dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai
dengan struktur dari molekul senyawa tersebut.
Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah
spektrum UV-Vis tergantung pada struktur
elektronik dari molekul. Spektra UV-Vis dari
senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan
transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan
tenaga elektronik. Oleh sebab itu, serapan
radiasi UV-Vis sering dikenal sebagai
spektroskopi elektronik. Keuntungan dari
serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus
karakteristik dapat dikenal dalam molekul-
molekul yang sangat kompleks [10].
Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh
lebih pendek daripada panjang gelombang
radiasi inframerah. Spektrum sinar tampak
terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 700
nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet
terentang dari 100 nm sampai 400 nm [11].
Gambar 2.3 Spektrum Cahaya Elektromagnetik [11]
Ketika cahaya polikromatis mengenai suatu
zat, maka cahaya dengan panjang gelombang
tertentu saja yang akan diserap. Di dalam suatu
molekul yang memegang peranan penting adalah
elektron valensi dari setiap atom yang ada
hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron
yang dimiliki oleh suatu molekul dapat
berpindah, berputar (rotasi) dan bergetar
(vibrasi) jika dikenai suatu energi.
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV
maka akan terjadi perpindahan elektron dari
keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi.
Perpindahan elektron ini
disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang
diserap adalah cahaya inframerah maka elektron
yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada
suatu molekul dapat hanya akan bergetar
(vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron
terjadi pada energi yang lebih rendah lagi
misalnya pada gelombang radio.
Atas dasar inilah spektrofotometri
dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu
suatu yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat
yang ada dalam sel sampel disinari dengan
cahaya yang memiliki panjang gelombang
tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel
sebagian akan diserap, sebagian akan
dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan
[12].
Gambar 2.4 Mekanisme peralatan spektrometer UV-
Vis [13]
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda
dengan cahaya yang ditangkap oleh mata
manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang
dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut
warna komplementer. Misalnya suatu zat akan
berwarna orange bila menyerap warna biru dari
spektrum sinar tampak dan suatu zat akan
berwarna hitam bila menyerap semua warna
yang terdapat pada spektrum sinar tampak.
Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut
[14]:
Tabel 2.1 Skala spektrum cahaya tampak [14]
Panjang
gelombang
(nm)
Warna
warna yang
diserap
Warna
komplementer
(warna yang
terlihat)
400 – 435 Ungu Hijau
kekuningan
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Biru
kehijauan Jingga
490 – 500 Hijau
kebiruan Merah
500 – 560 Hijau Ungu
kemerahan
560 – 580 Hijau
kekuningan Ungu
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Biru kehijauan
610 – 800 Merah Hijau kebiruan
2.7. Performansi Sel Surya
Daya listrik yang dihasilkan sel surya
ketika mendapat cahaya diperoleh dari
kemampuan perangkat sel surya tersebut
untuk memproduksi tegangan dan arus.
Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva
arus tegangan (I-V) ditunjukkan pada Gambar
2.4.
Gambar 2.5 Kurva I-V solar cell [1]
Gambar 2.5 memperlihatkan tegangan
open-circuit (Voc), Arus short circuit Isc, dan
Maximum Power Point (MPP), dan arus
tegangan pada MPP : IMPP,VMPP. Ketika sel
dalam kondisi short circuit, arus maksimum
atau arus short circuit (Isc) dihasilkan,
sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada
arus yang dapat mengalir sehingga
tergangannya maksimum, disebut tegangan
open-circuit (Voc). Titik pada kurva I-V
yang menghasilkan arus dan tegangan
maksimum disebut titik daya maksimum
(MPP). Karaktersitik penting lainnya dari sel
surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan
[1] :
(2.4)
Dengan menggunakan fill factor maka
maksimum daya dari sel surya didapat dari
persamaan:
(2.5)
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan
sebagai daya yang dihasilkan dari sel (Pmax )
dibagi dengan daya dari cahaya yang datang
(Pcahaya ) :
(2.6)
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran
global dalam menentukan kualitas performansi
sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung
pada temperatur dari sel dan yang lebih penting
lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total
intensitas cahaya dan intensitas spektrum
yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar
kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan
dengan pengujian sel surya di laboraturium.
I
V Voc
Isc
Mpp (Vmpp, Impp) Imp
p
Vmpp
Kondisi standar yang telah digunakan untuk
menguji solar sel dengan intensitas cahaya
1000 W/m2, distribusi spektrum dari pancaran
matahari seperti Gambar 2.5, dan temperatur
sel 25oC. Daya yang dikeluarkan solar cell
pada kondisi ini adalah daya normal dari sel,
atau modul, dan dicatat sebagai puncak daya
(peak watt), Wp [1].
Gambar 2.6 Spektrum Pancaran Matahari [1]
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Diagram Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
3.2.1 Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi persiapan
dan pembersihan alat-alat untuk ekstraksi dan
pembuatan pasta TiO2. Proses persiapan untuk
ekstraksi dilakukan dengan pembersihan alat
berupa mortar dan gelas kimia.
Selain proses persiapan ekstraksi dan
pembuatan pasta TiO2 dilakukan pula
pembersihan kaca ITO sebagai pengujian sampel
dengan ultrasonic cleaner. Pembersihan kaca
substrat agar kaca terbebas dari material-
material yang tidak mampu dibersihkan
dengan air saja. Kaca yang bersih
mempengaruhi hasil pengujian dari sampel
yang akan dilapiskan pada kaca substrat.
Kemudian kaca yang sudah dibersihkan tersebut
di uji resistansinya menggunakan mulitmeter.
3.2.2 Pembersihan Kaca ITO (Indium Tin
Oxide)
Alkohol 70% dituang pada gelas kimia
sebanyak 200ml. Kaca ITO ukuran 2x2 cm yang
akan dibersihkan dimasukkan pada gelas kimia
yang telah berisi alcohol (gambar 3.2.)
Ultrasonic cleaner diisi aquades sampai batas
yang ditentukan. Gelas kimia yang berisi alkohol
dan kaca ITO dimasukkan ke ultrasonic cleaner
diset waktu 60 menit. Setelah 60 menit kaca di
keringkan menggunakan hairdryer. Kemudian
diukur resistansi pada kaca ITO (gambar 3.3).
3.2.3 Pembuatan Pasta TiO2 (Titanium
Dioxide)
Pasta TiO2 dibuat dari 6 gram bubuk TiO2
yang dihaluskan terlebih dahulu dalam mortar,
kemudian ditambahkan 10 ml larutan asam
asetat diaduk selama 10 menit dan ditambahkan
10 tetes Triton X-100 diaduk terus sampai 30
menit (gambar 3.4a). Pasta TiO2 yang sudah
terbentuk dimasukkan ke dalam botol (gambar
3.4b) kemudian ditutup. Sebelum pasta TiO2
akan digunakan dikocok dulu.
3.3.4 Pembuatan Bahan Dye
Pembuatan dye dilakukan di
Laboratorium Bahan Fisika FMIPA ITS. Bunga
sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L) (gambar 3.5a)
di drying dengan suhu 2000C selama 1 jam.
Kelopak bunga sepatu yang telah kering
dihancurkan menggunakan mortar & alu
sehingga menjadi serbuk. Serbuk tersebut
ditambahkan asam asetat dan etanol. Diaduk rata
sehingga menghasilkan sebuah larutan (gambar
3.5) yang digunakan sebagai dye.
Penetesan elektrolit ke
elektroda kerja
Pengujian DSSC
Analisa hasil
data
Persiapan
Pembuatan pasta
TiO2
Deposisi TiO2
pada kaca ITO
Pembuatan
elektroda karbon
Pembuatan
sandwich DSSC
Absorbsi dye
ke lapisan TiO2
Karakterisasi larutan dye
dengan UV-Vis
Pembuatan ekstrak
bunga sepatu
Pembersihan kaca
Indium Tin Oxide
(ITO)
3.3.5 Pembuatan Elektroda Karbon
Elektroda pembanding pada penelitian ini
adalah berupa kaca dengan permukaan konduktif
yang dilapisi oleh karbon. Fungsi karbon sebagai
katalis untuk mempercepat reaksi pada DSSC.
Karbon yang digunakan adalah grafit dari pensil
kayu. Sebuah pensil berjenis 8B diarsir secara
merata pada kaca yang dipakai sebagai substrat
(gambar 3.6a). Kemudian disintering dengan
menggunakan api dari lilin (gambar 3.6b) agar
menjadi lapisan karbon (gambar 3.6c).
3.2.6 Deposisi Pasta TiO2
Pasta TiO2 dideposisikan diatas area yang
telah dibuat pada sisi kaca konduktif dengan
metode doctor blade yaitu dengan bantuan
batang pengaduk untuk meratakan pasta (gambar
3.7a). Pada kaca ITO berukuran 2x2cm dibentuk
area untuk pendeposisian TiO2 berukuran
1,5x1,5cm diatas permukaan konduktif. Sisi ITO
ditempel selotip sebagai pembatas. Pasta TiO2
yang telah siap sebelumnya diletakkan diatas
permukaan kaca ITO yang sudah disiapkan.
Kemudian lapisan dikeringkan selama kurang
lebih 5 menit dan disintering diatas hot plate
pada temperatur 300oC selama 10 menit (gambar
3.7b).
3.2.7 Absorbsi Dye Lapisan TiO2
Penelitian dilakukan dengan variasi
perendaman dye pada lapisan TiO2 (gambar
3.8a). Dua sampel dibuat masing-masing lapisan
TiO2 direndam ke dalam larutan dye selama 2
jam (gambar 3.8b) dan 24 jam (gambar 3.8c).
3.2.8 Penetesan Elektrolit
Elektroda kerja yang terdiri dari kaca
terlapisi TiO2 dan telah terabsorbsi oleh dye
diberi elektrolit (gambar 3.9). Penetesan
elektrolit dilakukan pada setiap sampel yaitu
pada elektroda kerja yang terabsorbsi selama 2
jam dan 24 jam sebanyak dua tetes.
3.2.9 Pembuatan Sandwich DSSC
Susunan lapisan DSSC berupa kaca
sebagai substrat yang sudah dilapisi dengan TiO2
kemudian pelapisan dye hasil ekstraksi yang
disebut elektroda kerja ditetesi larutan elektrolit
kemudian ditutup dengan kaca yang sudah
dilapisi karbon yang disebut elektroda
pembanding. Kemudian susunan DSSC tersebut
dijepit dengan sebuah penjepit di dua sisi kanan
dan kiri (gambar 2.10).
Gambar 3.1 Susunan DSSC
3.2.10 Karakterisasi Absorbansi Larutan Dye
Karakterisasi larutan Dye dilakukan di
Laboratorium Instrumen & Kimia Serapan
Kimia FMIPA ITS. Setelah bahan di ekstrak
dengan metode tersebut di atas, larutan dye
tersebut di uji karakterisasinya dengan
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Beckman DU-7500 (lihat gambar 3.11) untuk
mengetahui berapa daya serap larutan dye
tersebut dan berapa panjang gelombangnya.
Larutan dye diletakkan pada cuvet.
3.2.11 Karakterisasi I dan V DSSC
Lapisan DSSC yang terbentuk
dikarakterisasi arus dan tegangannya dengan
menggunakan multimeter. Sumber cahaya
matahari (gambar 3.12a) dan lampu halogen
(gambar 3.12b) diarahkan tegak lurus terhadap
permukaan sel surya.
(a)
(b)
Gambar 3.2 (a) Rangkaian Pengukuran Karakterisasi
Arus Dan Tegangandengan sumber cahaya matahari;
(b) Rangkaian Pengukuran Karakterisasi Arus Dan
Tegangandengan sumber cahaya lampu halogen
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Absorpsi Larutan Dye Bunga
Sepatu
Analisa absorbansi larutan dye bunga sepatu
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Beckman DU-7500.
Gambar 4.1 Spektrum absorbansi dye bunga
sepatu
Tabel 4.1 Tabel Puncak Absorbsi Dye
Bunga Sepatu
Panjang Gelombang
(nm)
Puncak
Absorbsi
357 1,5514
366 1,4791
438 0.5007
516 0,7355
4.2 Hasil Pengukuran Tegangan dan Arus
DSSC dengan Sumber Cahaya Matahari
Pengukuran tegangan dan arus pada DSSC
pada pukul 13.30 dengan variasi lama
perendaman lapisan TiO2 selama 2 jam dan 24
jam. Data tabel 4.1 adalah hasil pengukuran
tegangan dan arus menggunakan sumber cahaya
matahari dengan diketahui pada intensitas
tertentu, pengambilan data per 15 detik.
Gambar 4.2 Hubungan Tegangan terhadap Waktu
dengan Sumber Cahaya Matahari
Gambar 4.3 Hubungan Arus terhadap Waktu dengan
Sumber Cahaya Matahari
4.3. Hasil Pengukuran Tegangan dan Arus
DSSC dengan Sumber Cahaya Lampu
Halogen
Pengukuran tegangan dan arus pada DSSC
dengan variasi lama perendaman kaca ITO yang
terlapisi TiO2 ke dalam larutan dye yaitu selama
2 jam dan 24 jam. Data tabel 4.1 adalah hasil
pengukuran tegangan dan arus menggunakan
sumber cahaya lampu halogen dengan intensitas
= 269 lux, pengambilan data per 15 detik.
Gambar 4.4 Hubungan Tegangan terhadap Waktu
dengan Sumber Cahaya Lampu Halogen
Gambar 4.5 Hubungan Arus terhadap Waktu dengan
Sumber Cahaya Lampu Halogen
4.4 Pembahasan
Pada penelitian ini sebelum membuat sel
surya jenis Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
yang berbasis Titanium Dioxide (TiO2) yang
menggunakan bahan organik, hal pertama yang
dilakukan adalah membuat larutan dye dari
ekstraksi bunga sepatu yang dapat menyerap dan
meneruskan spektrum cahaya tampak. Zat warna
ini berfungsi sebagai dye-sensitizer. Larutan dye
bunga sepatu ini kemudian dikarakterisasi
menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Beckman DU-7500 untuk mengetahui panjang
gelombang yang dapat ditangkap larutan dye.
Spektrum absorbansi diukur pada rentang
panjang gelombang 350 – 800 nm. Hasil
karakterisasi spektrum absorbansi pada gambar
4.1 memperlihatkan bahwa spektrum serapan
ekstrak bunga sepatu mencakup 350 – 540 nm.
Berdasarkan tabel 4.1 hasil spektrum absorbansi
larutan dye bunga sepatu terdapat puncak pada
panjang gelombang 512 nm. Dengan demikian
sesuai dengan tabel 2.1 pigmen yang ada pada
bunga sepatu dominan menyerap spektrum
warna hijau (500 – 560 nm) ini bersesuaian
dengan warna ekstrak yang kemerahan. Terdapat
nilai puncak yang lain yaitu 366 nm dan 438 nm,
hal ini berarti larutan dye bunga sepatu juga
dapat bekerja pada spektrum cahaya halogen
yang digunakan pada penelitian ini yaitu
berkisar 360 – 500 nm. Berdasarkan nilai
absorpsi yang dihasilkan oleh UV-Vis, nilai
absorpsi larutan dye bunga sepatu paling tinggi
berada pada 366 nm. Ini bersesuaian dengan
hasil pengukuran arus dan tegangan saat
menggunakan sumber cahaya matahari yang
sebagian besar memancarkan sinar UV. Sinar
UV sendiri terdapat dalam rentang 100 – 400
nm.
Sel surya jenis DSSC pada penelitian ini
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu elektroda
kerja, elektroda pembanding dan larutan
elektrolit. Elektroda kerja terdiri dari kaca
konduktif transparan, seperti Indium Tin
Oxida (ITO), lapisan semikonduktor TiO2 dan
lapisan dye bunga sepatu. Elektroda pembanding
terdiri dari kaca konduktif transparan dan
lapisan karbon. Elektrolit yang digunakan
adalah larutan garam kalium iodida (KI).
Berdasarkan hasil pengukuran tegangan
DSSC pada gambar 4.2 dan 4.4 memperlihatkan
bahwa keluaran tegangan sel surya yang
direndam 24 jam lebih baik daripada yang
direndam 2 jam dan hasil tegangan keduanya
sama-sama stabil. Sedangkan hasil pengukuran
arus pada gambar 4.3 dan 4.5 menghasilkan
data hasil keluaran arus yang sama-sama cepat
menurun. Karena hasil keluaran arus pada sel
surya ini tidak stabil dan menurun secara drastis
maka hasil pengukuran tidak dapat
dikarakterisasi performansi sel suryanya.
Performansi sel surya sendiri meliputi fill factor
(FF) serta efisiensi sel surya.
Berdasarkan hasil keluaran tegangan dan
arus yang didapat menggunakan sumber cahaya
matahari dan halogen terlihat bahwa tegangan
yang dihasilkan sudah cukup baik dan stabil
namun arus yang dihasilkan kurang optimal.
Rendahnya arus keluaran ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu ukuran partikel dan
ketebalan pasta TiO2 yang dideposisikan pada
kaca ITO, lama perendaman pada dye, intensitas
sumber cahaya serta penggunaan elektrolit cair.
Bahan TiO2 yang digunakan pada
penelitian ini masih berukuran mikro. Ukuran
partikel mikro mempengaruhi jumlah dye yang
teradsorpsi pada permukaan TiO2 relatif
sedikit yang mengakibatkan rendahnya kinerja
sel surya yang dihasilkan. Namun bahan TiO2
yang berukuran mikro ini masih dapat
diterapkan dalam DSSC karena memiliki 98,5%
anatase dan 1,5% rutile. Perlu diketahui bahwa
dalam aplikasi DSSC TiO2 sebagai fotokatalis,
umumnya yang digunakan TiO2 pada fasa
anatase karena mempunyai kemampuan
fotokatalitik yang tinggi.
Ketebalan pasta yang tidak ragam juga
berpengaruh pada arus yang dihasilkan dimana
semakin tebal lapisan pasta TiO2 semakin
sedikit elektron yang dapat mengalir ke lapisan
kaca konduktif ITO. Ini disebabkan karena
sebagian elektron ditangkap kembali oleh dye
yang teroksidasi.
Faktor lama perendaman sudah dapat
terlihat pada penelitian yaitu semakin lama
perendaman lapitan TiO2 pada dye maka kinerja
sel semakin baik karena intensitas yang diserap
pada dye akan semakin banyak sehingga
berpengaruh juga pada arus yang dihasilkan
pada proses konversi. Semakin besar intensitas,
semakin banyak jumlah foton yang terlibat
dalam proses konversi, sehinga semakin besar
arus.
Larutan elektrolit yang digunakan pada
penelitian ini adalah elektrolit cair yaitu larutan
Kalium Iodida (KI). Elektrolit cair lebih mudah
menguap, elektrolit dalam bentuk gel atau
padatan akan lebih efisien diterapkan pada
DSSC karena lebih tahan lama.
V. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
Tugas Akhir yaang berjudul “Studi Awal
Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Menggunakan Ekstraksi Bunga Sepatu Sebagai
Dye Sensitizer Dengan Variasi Lama Absorpsi
Dye“ antara lain :
1. Telah berhasil dibuat sel surya tipe
DSSC menggunakan TiO2 sebagai
bahan semikonduktor dengan ekstraksi
bunga sepatu sebagai dye yang dapat
mengkonversi energi cahaya menjadi
energi listrik.
2. Pengukuran tegangan dan arus dengan
variasi lama perendaman lapisan TiO2
ke dalam larutan dye memperlihatkan
bahwa hasil tegangan pada perendaman
lapisan TiO2 kedalam larutan dye selama
24 jam lebih besar daripada perendaman
2 jam namun keduanya sama-sama stabil
sedangkan arus yang dihasilkan
keduanya sama-sama menurun.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini saran untuk
penelitian selanjutnya adalah
1. Sebaiknya dilakukan perendaman dye
pada lapisan TiO2 dengan berbagai
waktu perendaman untuk mendapatkan
waktu perendaman yang optimum.
2. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya
TiO2 yang digunakan berukuran
nanopartikel.
3. Sebaiknya elektrolit yang digunakan
berupa elektrolit cair yang lebih kental
berupa gel atau padatan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Green, Martin A, 1998, “Solar Cell
Operating Principles Technology and
System Application”, Prencentice Hall, Inc:
Evylewood Cliffs N J.
[2] Malvino, B., Tjia, (1986), “Aproksimasi
Rangkaian Semikonduktor penghantar
Transistor dan Rangkaian Terpadu”,
Jakarta: Erlangga.
[3] O’regan and Gratzel, M, 1991, “A Low-
Cost, High Efficiency Solar Cell Based On
Dye-Sensitized Colloidal TiO2 Films”,
Nature Vol. 353. Issue 6346, 737.
[4] Schmidt-Mende L & Grätzel M, 2006,
“Pore-Filling and Its Effect on The
Efficiency of Solid-State Dye-Sensitized
Solar Cell. Thin Solid Films”, 500:296-301.
[5] Huang ML, Yang HX, Wu JH, Lin JM, Lan
Z, Li PJ, Hao SC, Han P & Jiang QW,
2007, “Preparation of a Novel Polymer Gel
Electrolyte Gel based on N-methyl-
quinoline Iodide and Its Application in
Quasi-Solid-State Dye-Sensitized Solar
Cell”, J. Sol-Gel Sci. Techn. 42 (27): 65-
70.
[6] Smestad GP & Grätzel M, 1998,
“Demonstrating Electron and
Nanotechnology. J. Chem.Educ”, 75 (6):1-
6.
[7] Tobin, Laura L.; O'Reilly, Thomas; Zerulla,
Dominic;Sheridan, John T, 2009,
“Characterising Dye-Sensitized Solar
Cells”, Society of Photo-Optical
Instrumentation Engineers
[8] Li B, Wang L, Kang B, Wang P & Qiu Y,
2006, “Review of Recent Progress in Solid-
State Dye-Sensitized Solar Cells. Sol.
Energy Mater. Sol. Cells”, 90:549-573.
[9] H. Zhang, J.F. Banfield, 2000,
“Understanding Polymorphic Phase
Transformation Behavior during Growth of
Nanocrystalline Aggregates: Insights from
TiO2 “, J Phys Chem B, vol. 104, pp.
3481.
[10] Hardjono Sastrohamidjojo, 1991,
“Spektroskopi”, Liberty: Yogyakarta.
[11] Giancoli, C.Douglas, 2001, “Fisika Edisi
Kelima”. Jakarta: Erlangga, hal 227.
[12] http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/0
4/pengertian-dasar-spektrofotometer-vis-
uv-uv-vis/
[13] Khophar S.M, 2003, “Konsep Dasar Kimia
Analitik”, Jakarta : UI-Press
[14] https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/0
4/spektrofotometri-sinar-tampak-visible/
[15] http://amintabin.blogspot.com/2010/09/klas
ifikasi-bunga-sepatu-kembang-sepatu.html
[16] Robinson, T. 1995. “Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi”. Edisi ke-4 Terjemahan
Kosasih Padmawinata. ITB.