6
STUDI DAMPAK PENGHAPUSAN SUBSIDI BBM TERHADAP PEREKONOMIAN, EFISIENSI DAN PELUANG USAHA BAGI PERTAMINA Oleh: Brahmantio Isdijoso Rekomendasi Tampilnya sejumlah persoalan sebagai akibat dari pricing policy BBM yang dianut oleh Indonesia saat ini, menggugah kesadaran akan perlunya perubahan pricing policy BBM di Indonesia. Perubahan dalam kerangka long term pricing policy harus dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan existing condition pada setiap dimensi waktu. Hasil studi ini merekomendasikan empat tahap perubahan pricing policy BBM dalam jangka panjang, yaitu; Tahap I: Subsidi zed Price . Merupakan tahap dimana subsidi BBM diturunkan hingga 20%, yang dilaksanakan tahun 2000 atau selambat-lambatnya pada kuartal pertama tahun 2001. Tahap II: Zero Subsidy . Pada tahap ini harga jual BBM merefleksikan biaya produksinya, yang berarti tidak ada lagi subsidi dari pemerintah. Dengan mempertimbangkan; (i) penyusunan anggaran pemerintah dan dunia usaha yang dilakukan secara tahunan, (ii) kegiatan sosialisasi rencana kebijakan zero subsidy, serta (iii) krisis multi dimesi yang masih dihadapi Indonesia, maka pelaksanaan tahap ini diperkirakan memerlukan waktu 2-3 tahun terhitung sejak tahap pertama diselesaikan. Tahap III: Economic Price . Harga BBM yang dihasilkan kilang di Indonesia relatif tidak berbeda dengan harga BBM di kilang yang menjadi benchmark perdagangan BBM di dunia, seperti kilang di Singapura atau Belanda, ditambah dengan biaya lain (misalnya biaya distribusi). Mempertimbangkan kebutuhan waktu bagi industri perminyakan di Indonesia dalam menemukan teknologi yang memungkinkan berlangsungnya diversifikasi atau fleksibilitas 1

Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

Citation preview

Page 1: Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

STUDI DAMPAK PENGHAPUSAN SUBSIDI BBM TERHADAP PEREKONOMIAN, EFISIENSI DAN PELUANG USAHA BAGI PERTAMINA

Oleh: Brahmantio Isdijoso

Rekomendasi

Tampilnya sejumlah persoalan sebagai akibat dari pricing policy BBM

yang dianut oleh Indonesia saat ini, menggugah kesadaran akan perlunya

perubahan pricing policy BBM di Indonesia. Perubahan dalam kerangka long

term pricing policy harus dilakukan secara bertahap, dengan

mempertimbangkan existing condition pada setiap dimensi waktu. Hasil

studi ini merekomendasikan empat tahap perubahan pricing policy BBM

dalam jangka panjang, yaitu;

Tahap I: Subsidi zed Price . Merupakan tahap dimana subsidi BBM

diturunkan hingga 20%, yang dilaksanakan tahun 2000 atau selambat-

lambatnya pada kuartal pertama tahun 2001.

Tahap II: Zero Subsidy . Pada tahap ini harga jual BBM merefleksikan biaya

produksinya, yang berarti tidak ada lagi subsidi dari pemerintah. Dengan

mempertimbangkan; (i) penyusunan anggaran pemerintah dan dunia usaha

yang dilakukan secara tahunan, (ii) kegiatan sosialisasi rencana kebijakan

zero subsidy, serta (iii) krisis multi dimesi yang masih dihadapi Indonesia,

maka pelaksanaan tahap ini diperkirakan memerlukan waktu 2-3 tahun

terhitung sejak tahap pertama diselesaikan.

Tahap III: Economic Price . Harga BBM yang dihasilkan kilang di Indonesia

relatif tidak berbeda dengan harga BBM di kilang yang menjadi benchmark

perdagangan BBM di dunia, seperti kilang di Singapura atau Belanda,

ditambah dengan biaya lain (misalnya biaya distribusi). Mempertimbangkan

kebutuhan waktu bagi industri perminyakan di Indonesia dalam menemukan

teknologi yang memungkinkan berlangsungnya diversifikasi atau

fleksibilitas dari kegiatan pengilangan minyak mentah menjadi BBM, maka

perkiraan pelaksanaan tahap ini sekitar 2-3 tahun sejak tahap II selesai.

Tahap IV: Economic Price and Tax . Tahap dimana harga BBM di mulut

kilang menyamai harga pasar internasional dan ditambah dengan pajak

BBM. Penggunaan instrumen pajak sangat tergantung pada proses legislasi.

Dengan pertimbangan tersebut maka pelaksanaan tahap ini diperkirakan

sekitar 2-3 tahun.

1

Page 2: Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

Permasalahan

Beban subsidi BBM yang semakin berat menggelayuti keuangan negara,

memicu pemikiran untuk mengurangi atau menghapuskan jenis subsidi

tersebut. Sejalan dengan pemikiran itu muncul beberapa pertanyaan

berikut;

Seberapa besar dampak penghapusan subsidi terhadap; (i)

masyarakat pengguna BBM menurut kelompok pendapatan, kelompok

tempat tinggal, maupun kelompok usaha, (ii) perilaku struktural sektor

ekonomi, dalam arti multiplier effect dari perubahan penggunaan jenis

BBM oleh sektor ekonomi tertentu terhadap sektor ekonomi lainnya, (iii)

keuangan negara (penerimaan negara versus pengeluaran negara), dan

(iv) daya saing dan peluang usaha bagi Pertamina?

Apakah subsidi BBM sebaiknya dicabut seluruhnya atau dicabut

sebagian (dikurangi), dan apakah subsidi BBM dicabut sekaligus atau

secara bertahap?

Jika subsidi dikurangi, jenis-jenis BBM mana saja yang akan dihapus

subsidinya? Jika subsidi dihapus secara bertahap, pentahapan seperti

apa yang sebaiknya ditempuh pemerintah? Bagaimana dampaknya

terhadap perekonomian dan efisiensi serta peluang usaha Pertamina?

Bagaimana setting pricing policy yang sebaiknya ditempuh

pemerintah dalam rangka mencapai kondisi optimal untuk perekonomian

maupun dalam rangka peningkatan daya saing dan peluang usaha

Pertamina?

Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka studi ini bertujuan

untuk ;

Mengukur dampak penghapusan subsidi BBM terhadap kelompok

masyarakat pengguna, perilaku struktural sektor ekonomi, dan beban

keuangan negara, dengan skenario penghapusan subsidi BBM

seluruhnya vs sebagian, atau penghapusan subsidi BBM sekaligus vs

bertahap;

2

Page 3: Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

Mengidentifikasi dampak penghapusan subsidi BBM terhadap daya

saing dan peluang usaha bagi Pertamina; dan

Merumuskan setting pricing policy yang sebaiknya ditempuh

pemerintah dalam rangka mencapai kondisi optimal untuk perekonomian

maupun dalam rangka peningkatan daya saing dan peluang usaha

Pertamina.

Metodologi

Pengukuran dampak penghapusan subsidi BBM terhadap terhadap

kelompok masyarakat pengguna, perilaku struktural sektor ekonomi, dan

keuangan negara, menggunakan pendekatan Computable General

Equilibrium (CGE) INDORANI Model.

Pengaruh penghapusan subsidi BBM terhadap efisiensi kegiatan

produksi BBM oleh Pertamina, dianalisis dengan melakukan studi

perbandingan terhadap struktur biaya produksi BBM perusahaan sejenis

Pertamina

Perkiraan peluang bisnis Pertamina, dianalisis dengan melakukan

kajian pasar terhadap produk-produk substitusi Pertamina terhadap jenis

produk BBM yang subsidinya akan dikurangi/dihapus.

Temuan

Pricing policy BBM yang ditempuh pemerintah saat ini, menimbulkan

paling tidak 5 bentuk dampak negatif, yaitu; (i) terjadi target error dalam

pemberian subsidi BBM, sebesar 25%, 40%, 35,2%, 92% dan 93%

masing-masing untuk jenis premium, solar, minyak tanah, minyak bakar

dan minyak diesel; (ii) terjadi inefisiensi dalam penggunaan dan

penyelundupan BBM; (iii) beban APBN semakin berat; (iv) terjadi distorsi

harga pada barang dan jasa yang menggunakan BBM sebagai input

produksi; (v) Pertamina terhambat untuk melakukan ekspansi usaha.

Secara umum, penurunan subsidi BBM masih memiliki dampak positif

hingga tingkat penurunan 20%. Lebih dari itu, kenaikan harga BBM

sebagai implikasi dari penurunan subsidi akan menimbulkan berbagai

dampak negatif yang cukup besar terhadap makroekonomi,

kesejahteraan rumah tangga maupun aktifitas produksi dalam

3

Page 4: Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

perekonomian sektoral. Namun demikian, penyesuaian yang dilakukan

konsumen dengan adanya penurunan subdisi BBM ini akan menghasilkan

dampak yang lebih positif dibandingkan jika tidak dilakukan

penyesuaian.

Berikut ini gambaran berbagai dampak dari penurunan subsidi BBM

sebesar 20% hasil simulasi model CGE INDORANI dengan

mengasumsikan adanya penyesuaian yang dilakukan oleh para

pengguna BBM;

Pada aspek makroekonomi, terjadi; (i) kenaikan inflasi sebesar

0,944%, (ii) peningkatan PDB riil sebesar 0,029%, (iii) peningkatan

investasi sebesar 0,198%, (iv) peningkatan kesempatan kerja sebesar

0,115%, (v) peningkatan pengeluaran konsumsi rumah tangga riil

sebesar 0,183%, (vi) peningkatan penerimaan pemerintah sebesar

4,572%, (vii) peningkatan tabungan pemerintah sebesar 3,578%, (viii)

penurunan daya saing sebesar 1,104%, (ix) penurunan ekspor

sebesar 0,556%, dan (x) peningkatan impor sebesar 0,993%.

Pada kelompok rumah tangga, kenaikan harga BBM hanya

berpengaruh negatif pada kelompok rumah tangga petani menengah

dan kaya (pemilik lahan >2 Ha) dengan menurunnya tingkat

konsumsi riil masing-masing sebesar 0,055% dan 0,127%. Hal ini

dipengaruhi oleh tempat tinggal kelompok tersebut yang umumnya

terletak di desa-kecamatan, yangmana relatif sulit untuk melakukan

substitusi bahan bakar.

Pada perekonomian sektoral, aktivitas produksi mengalami

penurunan tetapi pada tingkat yang tidak terlalu signifikan atau

kurang dari 1% di hampir seluruh sektor produksi. Hal ini dipengaruhi

oleh proporsi komponen BBM terhadap total biaya produksi di sektor-

sektor ekonomi yang berkisar di bawah 1%.

Pada aspek peluang usaha bagi Pertamina, akan terjadi peluang

peningkatan konsumsi gas yang merupakan produk substitusi bagi

Industrial Diesel Oil (IDO), Automotive Diesel Oil (ADO) dan premium

yang selama ini memperoleh subsidi. Dengan memperhitungkan

hasil simulasi pada sektor produksi dan memperhatikan peluang

pergeseran perilaku konsumen (antara 20% - 100%), utamanya pada

4

Page 5: Studi Dampak Penghapusan Subsidi BBM

sektor kelistrikan dan transportasi sebagai konsumen terbesar, maka

dalam jangka pendek konsumsi gas akan meningkat sebesar 1.614,7

juta MMBTU (jika 100% konsumen beralih ke gas) atau 968,8 juta

MMBTU (jika 40% konsumen beralih ke gas). Dalam jangka panjang

peningkatan konsumsi gas sebesar 5.923,2 juta MMBTU (jika 100%

konsumen beralih ke gas) atau 3.553,9 juta MMBTU (jika 40%

konsumen beralih ke gas). Implikasinya, penerimaan Pertamina juga

akan meningkat dalam jangka pendek sebesar Rp 793,5 milyar (jika

100% konsumen beralih ke gas) atau Rp 317,4 milyar (jika 40%

konsumen beralih ke gas), dan dalam jangka panjang sebesar Rp 2,98

trilyun (jika 100% konsumen beralih ke gas) atau Rp 1,19 trilyun (jika

40% konsumen beralih ke gas).

5