Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
36
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
STUDI DESKRIPTIF PERAWATAN LUKA PASIEN
DENGAN INFEKSI POST OPERASI LAPAROTOMI DI
KABUPATEN SUMEDANG
Ressa Andriyani Utami1), Cecep Eli Kosasih
2), Anastasia Anna
2)
1) Dosen Akademi Keperawatan RS Husada , Jakarta, 10730, Indonesia
2) F.Kep, Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, 45363, Indonesia
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Laparotomi merupakan tindakan pembedahan pada area abdominal untuk mengatasi masalah kesehatan. Risiko infesi dapat terjadi akibat perawatan luka yang tidak adekuat pasca operasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran pelaksanaan perawatan luka pasien post operasi laparotomi di Kabupaten Sumedang. Sampel penelitian adalah 60 responden, diambil dengan total sampling. Pengukuran pelaksanaan perawatan luka digunakan menggunakan instrumen SOP Pelaksanaan Perawatan Luka Depkes RI menggunakan metode observasi non partisipasif. Hasil penelitian menunjukkan tahap pengkajian yang dilakukan oleh perawat dilaksanakan 44% adekuat, 35% tahap analisa data adekuat, 48% perencanaan keperawatan adekuat , 32% implementasi adekuat, dan 80% tahap evaluasi dan dokumentasi adekuat. Penelitian ini
merekomendasikan untuk perawat untuk melakukan perawatan luka sesuai SOP dan pihak Rumah Sakit menyediakan fasilitas yang memadai untuk melakukan tindakan keperawatan. Kata kunci : infeksi nosokomial, laparotomi, pasca operasi, perawatan luka
ABSTRACT Laparotomy is a surgical procedure in the abdominal area to overcome health problems. The risk of
infection can occur due to inadequate postoperative wound care. This study used a descriptive
approach to determine the description of the implementation of wound care for postoperative
laparotomy patients in Sumedang District. The study sample was 60 respondents, taken by random
sampling. Measuring the implementation of wound care was used using the SOP of the Ministry of
Health's Republic of Indonesia Health Care Implementation Instrument using a non-participatory
observation method. The results showed that the stage of the study carried out by nurses was 44%
adequate, 35% of the data analysis stage was adequate, 48% of adequate nursing planning, 32% of
adequate implementation, and 80% of the evaluation and documentation stages were adequate.
. This study recommends that nurses do wound care according to the SOP and the Hospital provides
adequate facilities to carry out nursing actions.
Keywords: nosocomial infections, laparotomy, postoperative, wound care
ISSN: 2548-1843 EISSN: 2621-8704
46
47
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
PENDAHULUAN
Pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit merupakan salah jenis
pelayanan kuratif professional utama
yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan serta tuntutan
masyarakat sebagai pengguna jasa
kesehatan. Pelayanan keperawatan
dilakukan sebagai upaya
meningkatkan derajat kesehatan,
mencegah penyakit, penyembuhan,
pemulihan dan pemeliharaan
kesehatan yang dilakukan sesuai
dengan wewenang, tanggung jawab
dan etika profesi keperawatan. (Awad
et al, 2009).
Permasalahan yang sering dihadapi
pada post operasi adalah terjadinya
komplikasi pada luka operasi
terutama infeksi, yaitu suatu keadaan
masuknya kuman, menetap dan
multiplikasi. Infeksi Luka Operasi
(ILO) merupakan kondisi yang
ditandai dengan adanya pus,
inflamasi, bengkak nyeri dan panas .
(Awad et al, 2009). Kuman tersebut
masuk ke dalam tubuh yang
mengakibatkan berbagai manifestasi
dari yang ringan seperti pengingkatan
suhu tubuh sampai yang berat seperti
sepsis yang dapat mengakibatkan
kematian. Mikroorganisme dapat
mencapai jaringan selama dilakukan
pembedahan, perawatan luka,
penggantian balutan, dan tindakan
minor yang melibatkan luka bedah.
Sedangkan penyebaran
mikroorganisme tersebut dapat
melalui manusia (yaitu: perawat,
pasien atau setiap orang yang
menyentuh luka tersebut); benda mati
(yaitu: instrument, benang jahit, sprei,
kain kassa dan cairan); udara (yaitu:
debu, droplet udara dari orang yang
membantu bedah atau yang merawat
luka, serta teknik sterilisasi dan
desinfeksi yang dipakai kurang tepat).
Tujuan teknis aseptik adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan
sejumlah mikroorganisme, baik yang
terdapat pada permukaan benda hidup
(kulit/jaringan) maupun yang terdapat
pada permukaan benda-benda mati
(alat-alat kesehatan) hingga mencapai
taraf yang aman (Gruendemann,
2005).
Laparotomi merupakan pembedahan
perut sampai membuka selaput perut.
Sedangkan yang dimaksud
pembedahan perlaparotomi adalah
berbagai jenis operasi pada uterus,
operasi pada tuba fallopii dan operasi
48
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
pada ovarium. Ada empat cara
pembedahan pada perut, yaitu:
midline incision, paramedium,
,transverse upper abdomen incision,
dan transverse lower abdomen
incision. Indikasi untuk dilakukan
laparotomi adalah jika terjadi trauma
abdomen (baik tumpul maupun
tajam), perforasi, peritonitis,
perdarahan saluran pencernaan
(Internal Blooding), adanyan
sumbatan pada usus halus dan besar
dan adanya masa pada abdomen.
Komplikasi yang biasanya terjadi
pada klien post laparotomi,
diantaranya; infeksi luka operasi,
ventilasi paru tidak adekuat,
gangguan kardiovaskuler, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan rasa nyaman dan injury
(Arif & Kumala, 2009).
Setiap operasi merupakan tindakan
yang dapat mengancam jiwa
penderita. Operasi pada dasarnya
merupakan trauma yang akan
menimbulkan perubahan faali sebagai
respon (Sjamsuhidajat, 1997). Oleh
karena itu, maka perawatan pasca
bedah dinilai sangat penting karena
merupakan fase pemulihan pasien
(Kozier, 1991). Proses perawatan
dilakukan untuk menemukan adanya
kebutuhan-kebutuhan fisik dan
psikologis yang ada dan memfasilitasi
pasien untuk pulih (Lippincott, 1997).
Seorang pasien yang masuk Rumah
Sakit untuk menjalani perawatan
tentu berharap mendapat kesembuhan
atau perbaikan penyakitnya,
setidaknya mendapat keringanan
keluhannya. Namun adakalanya
pasien terkena infeksi baru yang
mengakibatkan penyakitnya lebih
berat, lebih lama perawatannya,
banyak tindakan diagnostik yang
harus dilakukan serta obat yang
dibutuhkan dan biaya yang
meningkat.
Perawatan pasca bedah merupakan
salah satu runtutan dari keperawatan
perioperatif, yaitu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan
tanggungjawab keperawatan yang
berhubungan dengan fase-fase pre
operasi, intra operasi dan pasca
operasi (Capernito, 1999). Perawatan
pasca bedah dimulai sejak klien
selesai pembedahan dan berlanjut
sampai klien selesai perawatan medis
(Lewis et.all. 2000). Perawatan post
laparotomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang di berikan kepada
49
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
pasien yang telah menjalani operasi
pembedahan perut. Adapun tujuan
perawatan post laparotomi, antara
lain; mengurangi komplikasi akibat
pembedahan, mempercepat
penyembuhan, mengembalikan fungsi
pasien semaksimal mungkin seperti
sebelum operasi, mempertahankan
konsep diri pasien, dan
mempersiapkan pasien pulang.
Infeksi Rumah Sakit sering disebut
sebagai Infeksi Nosokomial. Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang
timbul atau terjadi sesudah 72 jam
perawatan pada pasien rawat inap
didapat di rumah sakit dan terjadi
pada pasien yang dirawat lebih lama
dari masa inkubasi suatu penyakit
(Zulkarnain, Iskandar, 2006). Infeksi
nosokomial dapat terjadi karena
faktor kontaminasi kuman, keadaan
penderita, keadaan setempat pada
luka, lama perawatan sebelum
operasi, dan lama operasi (Depkes
RI, 1993:3). Hal ini perlu diantisipasi
agar kejadian tersebut tidak dialami
oleh pasien dengan melakukan
perawatan secara paripurna mulai dari
persiapan pre operatif dan post
operatif dengan baik. Menurut Palmar
(1987), persiapan yang dilakukan
mulai dari pre operatif dapat
mencegah infeksi luka operasi di atas
1 % sadangkan intra operatif dan
post operatif dapat mencegah infeksi
nosokomial di bawah 1%.
Infeksi post laparotomi adalah
infeksi pada waktu penderita di rawat
di rumah sakit tidak sedang dalam
masa inkubasi dari infeksi tersebut
(Kozier, et al, 1991:462). Infeksi
nosokomial terjadi karena adanya
interaksi antara host, agent dan
environment. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya
infeksi nosokomial, yaitu: faktor
endogen seperti umur, seks, penyakit
penyerta dan faktor eksogen seperti
lama penderita dirawat di rumah
sakit, kelompok yang merawat
penderita, lingkungan, peralatan, dan
teknis medis yang dilakukan
(Hasbullah T, 1993:8). Infeksi
nosokomial merupakan masalah yang
besar di suatu Rumah Sakit, apalagi
di Rumah Sakit dengan jumlah pasien
yang banyak dan tenaga perawat yang
sedikit. Di negara maju program
pengendalian infeksi lebih baik
dibandingkan dengan negara
berkembang. Di Amerika Serikat
dilaporkan infeksi mencapat 5 % per
50
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
tahun bahkan mungkin lebih baik
dengan angka mortalitas 1 % (Utji R,
1993:5).
Hasil penelitian di beberapa Rumah
Sakit Amerika memperlihatkan
insiden infeksi nosokomial
menduduki peringkat kedua setelah
infeksi saluran kemih. Datanya adalah
sebagai berikut: infeksi saluran
kemih: 42%, infeksi luka operasi
nosokomial: 21%, infeksi saluran
bagian bawah: 14% dan bekteriemia:
5%, sisanya infeksi yang lain
(Beunett, 1998). Di Indonesia, data
dari studi epidemiologi tentang
infeksi nosokomial masih sangat
sedikit. Data klinis yang berasal dari
Rumah Sakit Rujukan nasional
ataupun profesi menunjukan bahwa
insiden nosokomial masih tergolong
tinggi.
Pencegahan Infeksi Nosokomial
sangat penting karena dampak dari
infeksi tersebut sangat merugikan,
diantaranya: proses penyembuhan
luka laparotomi akan menjadi
semakin lama, hospitalisasi menjadi
semakin lama, biaya perawatan dan
pengobatan akan meningkat serta
mortalitas semakin naik. Selain itu,
tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap rumah sakit akan menurun
dengan tingginya angka Infeksi
Nosokomial. Untuk menurunkan
tingkat Infeksi Nosokomial harus
dilakukan beberapa pencegahan,
diantaranya; mengisolasi sumber
infeksi potensial dengan barrier
keperawatan, membersihkan dan
melakukan desinfeksi secara efektif
terhadap lingkungan fisik, mencuci
tangan efektif, teknik pembalutan
aseptik, dan barrier keperawatan
terbalik atau isolasi protektif
(Morison, Moya, 2004).
Penelitian mengenai gambaran
perawatan post operasi laparotomi ini
dilakukan karena berdasarkan hasil
Studi Pendahuluan yang didapatkan
dari Instalasi Bedah Sentral dan SIM
RS , jumlah tindakan operasi
laparotomi lebih banyak dilakukan
daripada jumlah tindakan operasi
lainnya, seperti: appendectomy.
Berdasarkan data yang diperoleh,
jumlah tindakan laparotomi dari bulan
Januari 2016 sampai Desember 2016
sebanyak 185 orang, sedangkan
jumlah tindakan appendectomy dari
bulan Januari 2016 sampai Desember
2016 hanya 121 orang. Selain itu,
51
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
data mengenai kejadian laparotomi
pada tahun 2016 adalah sebanyak
0,29% dan infeksi post laparotomi
pada tahun 2016 adalah 1,81%.
Angka infeksi tersebut menunjukkan
angka yang cukup tinggi karena
sebaiknya angka tersebut adalah
dibawah 1%.
Pada saat dilakukan studi
pendahuluan melalui observasi dan
wawancara pada perawat pelaksana
dan pasien yang sedang dirawat pada
di RS di wilayah Kabupaten
Sumedang, pelaksanaan tindakan
secara aseptik terhadap 3 (tiga) dari 5
(lima) orang pasien yang meliputi
kesterilan alat, dan antiseptik
meliputi: desinfeksi luka, mencuci
tangan dan isolasi masih kurang
diperhatikan, misalnya dalam hal
mencuci tangan sebelum dan sesudah
melaksanakan perawatan luka masih
ada diantaranya perawat yang tidak
melakukan cuci tangan terlebih
dahulu, ada juga yang mencuci tangan
tidak memakai antiseptik, dan dalam
pelaksanaan perawatan luka sendiri
masih ada perawat yang tidak
menggunakan sarung tangan dan juga
penggunaan pinset yang telah
dipergunakan pada luka tetapi dipakai
juga untuk mengambil kapas atau
kasa steril di area yang steril.
Sedangkan terhadap 2 pasien lainnya
tindakan perawatan luka dilakukan
sesuai dengan SOP (Standar
Operasional Prosedur) yang mengacu
pada standar Departeman Kesehatan
R.I. dimana perawat mempertahankan
prinsip steril, menggunakan sarung
tangan, mencuci tangan dengan
antiseptic serta menggunakan pinset
steril untuk mengambil kassa/kapas
steril.
Ruang perawatan pasca bedah
memiliki SOP (Standar Operasional
Prosedur) mengenai perawatan luka
yang mengacu pada Panduan
Perawataan Luka Departemen
Kesehatan R.I tahun 1995 dan sudah
disosialisasikan kepada perawat
pelaksana yang berkerja di RS. Akan
tetapi, pelaksanaannya terkadang
tidak sesuai SOP tersebut. Banyak hal
yang mempengaruhi petugas/perawat
melakukan tindakan yang kurang
baik, karena tindakan seseorang akan
dipengaruhi oleh fasilitas, kebiasaan
dan dukungan dari lingkungan
sekitar, sikap dan
52
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
Pelaksanaan perawatan luka pasca
laparotomi dilakukan melalui proses
perawatan yang terdiri dari 4 (empat)
tahapan, yaitu: pengkajian, persiapan
(klien, alat-alat dan lingkungan),
pelaksanaan perawatan luka, dan
evaluasi serta dokumentasi yang
masing-masing saling
berkesinambungan dan berkaitan satu
sama lain. Perawatan luka pasca
laparotomi dikatakan adekuat jika
proses pengkajian, persiapan (klien,
alat-alat dan lingkungan) didapat hasil
lebih dari 65%, dan tidak adekuat jika
didapat hasil kurang atau sama
dengan 65%. Pelaksanaan perawatan
luka pada klien pasca operasi
laparotomi di RS nampak masih
belum optimal/ adekuat sehubungan
dengan latar belakang pendidikan dan
pengalaman kerja perawat yang
bervariasi dan kurang lengkapnya
alat-alat atau instrument di ruangan
serta dokumentasi yang kurang
lengkap.
Setelah melakukan studi pendahuluan
maka penelitian ini penting dilakukan
untuk mengetahui bagaimana
gambaran perawatan luka post
laparotomi sehingga dapat dilakukan
pencegahan-pencegahan untuk
menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka penulis
melakukan studi deskriptif mengenai
perawatan Luka pada Pasien dengan
infeksi Post Laparatomy di RS yang
ada di Kabupaten Sumedang”.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Pada penelitian ini penulis
ingin menjelaskan gambaran
mengenai kondisi perawatan luka
pada klien pasca laparotomi di RS
Jakarta, apakah pelaksanaannya
adekuat atau tidak adekuat mulai dari
tahap pengkajian, persiapan (klien,
alat-alat dan lingkungan),
pelaksanaan, serta evaluasi dan
dokumentasi. Sampel pada penelitian
ini adalah 60 orang perawat dengan
menggunakan metode total sampling.
Instrumen yang digunakan berasal
dari Pedoman Pelaksanaan Perawatan
Luka Dep.Kes. R.I. tahun 1995
halaman 66-67. Jumlah instrument
yang akan digunakan tergantung pada
variabel yang diteliti. Pada penelitian
ini variabel yang diteliti jumlahnya
satu variabel dengan empat sub
variabel. Pengisian instumen
53
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
dilakukan oleh tiga orang observer.
Teknik observasi menggunakan
metode observasi non partisipasif.
Lembar observasi akan diisi pada saat
responden melakukan tindakan
perawatan luka oleh observer, yaitu
peneliti itu sendiri dan dua orang tim
pengumpul data yang akan membantu
penulis. Teknik pemilihan tim
bantuan pengumpul datanya adalah
dengan bekerjasama dengan pihak
Rumah Sakit dengan kriteria: perawat
pelaksana minimal memiliki tingkat
pendidikan DIII dan memiliki
pengalaman bekerja minimal 5 tahun.
Pembobotan instrument menggunakan
scoring 0 dan 1. Jumlah observasi 44
pernyataan. Kriteria scoring dari tiap-
tiap observasi sebagai berikut: nilai 1
jika kegiatan kritikal point
dilaksanakan dan nilai 0 jika kegiatan
kritikal point tidak dilaksanakan.
HASIL
Pada penelitian ini didapatkan hasil
analisis univariat mengenai usia,
jenis kelamin dan tingkat pendidikan
dengan data sebagai berikut
Tabel 1
Distribusi frekuensi karakteristik
responden Variabel Sub
variabel
n %
Jenis
kelamin
Laki-laki 17 28,3
Perempuan 43 71,7
Masa kerja ≤ 10 tahun 18 30
>10 tahun 42 70
Tingkat
pendidikan
DIII 49 81,7
Profesi 11 18,3
Hasil analisa variabel pengkajian,
analisa data, perencanaan pelaksanaan
dan evaluasi serta dokumentasi
keperawatan digambarkan melalui
tabel di bawah ini:
Tabel 2
Distribusi frekuensi pelaksanaan
perawatan luka pada pasien dengan
infeksi post op laparatomy Variabel Sub variabel n %
Pengkajian Adekuat 44 73,3
Tidak adekuat 16 26,7
Analisa Data Adekuat 21 35
Tidak adekuat 39 65
Perencanaan Adekuat 48 80
Tidak adekuat 12 20
Implementasi Adekuat 32 53,3
Tidak adekuat 28 46,7
Evaluasi dan
dokumentasi
Adekuat 48 80
Tidak adekuat 12 20
Pada penelitian ini diperoleh
gambaran pelaksanaan perawatan
luka, mulai dari tahap pengkajian
sampai dengan tahap evaluasi. Pada
54
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
tahap pengkajian didapatkan data
44% adekuat melaksanakan tahapan
pengkajian sesuai SOP, pada tahap
analisa data didapatkan 35% adekuat
perawat membuat analisa data
keperawatan, pada tahap perencanaan
48% perawat secara adekuat
melakukan perencanaan keperawatan,
pada tahap implementasi sebanyak
32% perawat secara adekuat
melaksanakan tahapan implementasi
sesuai SOP, pada tahap evaluasi dan
dokumentasi sebanyak 80% perawat
secara adekuat melaksanakan tahapan
evaluasi dan dokumentasi sesuai
SOP.
PEMBAHASAN
Fokus penelitian ini adalah untuk
mengatahui gambaran yang jelas
tentang pelaksanaan perawatan luka
pada pasien dengan infeksi post
laparotomi di RS. Luka adalah suatu
kerusakan anatomi berupa
diskontinuitas jaringan yang
disebabkan oleh trauma dari luar
(Perdanakusuma, 1998).
Laparotomi merupakan suatu
tindakan pembedahan membuka
abdomen dengan cara membuat
sayatan, dimana tipe sayatan tersebut
dapat berupa sayatan tegak lurus
(vertikal), miring (diagonal)
(Monahan, et. all., 1998). Pendapat
yang lebih singkat dikemukakan oleh
(Ahmad, 2002) bahwa laparotomi
merupakan pembedahan perut,
membuka selaput perut dengan
operasi. Berdasarkan data dari SIM
RS, tindakan operasi laparatomy
dapat dilakukan atas berbagai indikasi
misalnya herniotomy, operasi caesar
dan operasi lainnya yang membuka
jaringan perut.
Widasari (2002) mengungkapkan
faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi pada luka pasca
bedah (laparotomi) adalah
karakteristik pasien, misalnya usia,
nutrisi, imunologi, penyakit dan obat-
obatan, serta jenis perlukaan
(bersih/kotor). Selain hal-hal diatas,
jenis pembedahan bisa menjadi faktor
risiko terjadinya infeksi nosokomial,
jenis operasi cito lebih berisiko
mengalami infeksi dibandingkan jenis
operasi elektif. Infeksi luka operasi
laparotomi, yang hampir seluruhnya
merupakan infeksi nosokomial,
menjadi kendala bagi kesehatan,
karena menyebabkan efek bermakna
pada peningkatan angka mortalitas
dan morbiditas. Teknik perawatan
55
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
luka pada klien post laparotomi yang
baik akan mengurangi risiko
timbulnya komplikasi terhadap
pasien, tetapi apabila teknik yang
dilakukan kurang baik, maka akan
meningkatkan risiko timbulnya
komplikasi.
Luka adalah kerusakan hubungan
antar jaringan-jaringan pada kulit,
mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Agung, 2005).
Selain itu, menurut Koiner dan
Taylan (2001), Luka adalah
terganggunya integritas normal dari
kulit dan jaringan di bawahnya yang
terjadi secara tiba-tiba atau disengaja,
tertutup atau terbuka, bersih atau
terkontaminasi, superficial atau
dalam. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengertian luka
seperti Klasifikasi Luka yang
diklasifikasikan dalam beberapa
bagian antara lain luka disengaja dan
Luka tidak disengaja.
Ismail (2008) menjelaskan faktor
yang mempengaruhi luka yaitu:
berdasarkan usia menyatakan bahwa
anak dan dewasa penyembuhan lebih
cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis,
penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah; berdasarkan nutrisi
menyatakan penyembuhan
menempatkan penambahan
pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein,
karbohidrat, lemak, vitamin C dan A,
dan mineral seperti Fe, Zn. Klien
kurang nutrisi memerlukan waktu
untuk memperbaiki status nutrisi
mereka setelah pembedahan jika
mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply
darah jaringan adipose tidak adekuat,
berdasarkan infeksi menyatakan
infeksi luka menghambat
penyembuhan (Ismail, 2008).
Kondisi fisik dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan
lemak (yang memiliki sedikit
pembuluh darah) mengakibatkan
gangguan sirkualsi dan oksigenisasi
pada jaringan. Pada orang-orang yang
gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit
menyatu, lebih mudah infeksi, dan
lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa
56
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
dan pada orang yang menderita
gangguan pembuluh darah perifer,
hipertensi atau diabetes millitus.
Oksigenasi jaringan menurun pada
orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada
perokok. Kurangnya volume darah
akan mengakibatkan vasokonstriksi
dan menurunkan ketersediaan oksigen
dan nutrisi untuk penyembuhan luka;
Hematoma (bekuan darah),
merupakan hal yang sering terjadi,
sehingga darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk
kedalam sirkulasi.
Apabila terdapat bekuan yang besar,
hal tersebut memerlukan waktu untuk
dapat diabsorbsi oleh tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan
luka; berdasarkan faktor benda asing
bahwa benda asing seperti pasir atau
mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum
benda tersebut diangkat. Abses ini
timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah putih),
yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah
(Ismail, 2008) Iskemia merupakan
suatu keadaan dimana terdapat
penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran
darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat
juga terjadi akibat faktor internal
yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri; Diabetes
dengan Hambatan terhadap sekresi
insulin akan mengakibatkan
peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal
tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh; Keadaan luka
menyatakan bahwa keadaan khusus
dari luka mempengaruhi kecepatan
dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk
menyatu. Beberapa diantaranya
adalah penggunaan obat anti
inflamasi (seperti steroid dan aspirin),
dimana heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka.
Penggunaan antibiotik yang lama
dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka seperti steroid
akan menurunkan mekanisme
peradangan normal dan tubuh
terhadap cedera, antikoagulan dapat
mengakibatkan perdarahan, antibiotik
dapat efektif diberikan segera
sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik.
57
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan
efektif akibat koagulasi intravaskular
(Ismail, 2008).
Sotani (2009) mengungkapkan bahwa
dalam proses penyembuhan luka
dapat diklasifikasikan menjadi
penyembuhan primer dimana luka
diusahakan bertaut, biasanya dengan
bantuan jahitan dan penyembuhan
sekunder dimana penyembuhan luka
tanpa ada bantuan dari luar
(mengandalkan antibodi).
Pada penelitian ini didapatkan data
bahwa terdapat 71% perawat
perempuan yang melakukan
perawatan luka di instalasi bedah
sentral dan 28,3 % perawat berjenis
kelamin laki-laki. Perawat yang
memiliki masa kerja atau pengalaman
kerja lebih dari 10 tahun ada 70% dan
yang masa kerjanya kurang dari 10
tahun terdapat 30%. Berdasarkan
penelitian ini meskipun mayoritas
perawat memiliki masa kerja yang
lama, akan tetapi tingkat kepatuhan
perawat terhadap SOP tidak berjalan
linear hal ini dibuktikan dengan
adanya data 46,7% perawat tidak
melaksanakan SOP perawatan luka
dengan adekuat.
Data lain yang diperoleh dari
penelitian ini adalah jumlah perawat
dengan latar pendidikan DIII
keperawatan sebanyak 81,7 5 dan
perawat dengan latar belakang
pendidikan Ners sebanyak 18,3 %.
Hal ini juga tidak menjamin bahwa
perawat DIII yang merupakan
perawat vokasi dan terampil mampu
melaksanakan SOP dengan adekuat.
Pada pelaksanaan pengkajian
sebanyak 73,3% perawat
melaksanakan SOP dengan adekuat,
artinya masih ada 26,7% perawat
yang belum melaksanakan pengkajian
keperawatan secara adekuat.
Pengkajian dalam penelitian ini
meliputi: lokasi dan letak luka, bentuk
dan ukuran luka, tanda-tanda infeksi,
dan mengkaji apakah ada perdarahan,
pus atau bau tidak sedap.Persiapan
dalam penelitian ini meliputi tiga
bagian, yaitu: persiapan pasien pasca
laparotomi, persiapan alat-alat steril
dan tidak steril, dan lingkungan yang
mendukung misalnya membatasi
pengunjung, memasang sampiran
(bila perlu), alat tenun dalam keadaan
58
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
bersih dan ruangan sudah dibersihkan
(Nursalam, 2003).
Pada penelitian ini didapatkan data
sebanyak 35 % perawat tidak
melaksanakan analisa data sesuai
dengan SOP. Hal ini sejalan dengan
data lain yaitu jumlah perawat DIII
yang dominan, hal ini terjadi
dikarenakan perawat DIII merupakan
perawat vokasi yang memiliki peran
lebih sedikit dalam menyusun analisa
data. Tahap analisa data keperawatan
meliputi penyusunan data fokus (data
objektif dan subjektif), menentukan
diagnosa keperawatan dan menyusun
prioritas diagnosa keperawatan
(Nursalam, 2003).
Pada penelitian ini didapatkan data
bahwa terdapat 53,3% perawat tidak
menyusun perencanaan sesuai SOP,
artinya 46,7% perawat tidak
menyusun perencanaan sesuai SOP
dengan adekuat. Data lain
menunjukkan 80% perawat
melaksanakan implementasi sesuai
SOP, artinya masih ada 20% perawat
tidak melaksanakan prosedur sesuai
SOP. Pelaksanaan dalam penelitian
ini mulai dari memasang perlak/
pengalas, mendekatkan bengkok,
membuka plester, membuka balutan
lama, mencuci tangan, memakai
sarung tangan, mengambil alat steril,
mencuci atau membersihkan luka,
mengeringkan lukaa, membuang
kapas lidi/ kassa yang kotor,
menyimpan pinset dan gunting yang
telah digunakan pada tempat alat yang
terpisah dari alat steril, memberikan
topical terapi, memberi kompres
lembab, menutup luka, melepas
sarung tangan, memasang plester,
melakukan komunikasi, merapikan
klien, membereskan alat-alat dan
mencuci tangan kembali dengan
benar (Potter & Perry, 2005).
Hasil penelitian pada tahap evaluasi
dan dokumentasi didapatkan data
sebanyak 80% perawat melaksanakan
sesuai SOP dan sebanyak 20% tidak
menjalankan SOP dengan adekuat.
Evaluasi dalam penelitian ini
meliputi: mengamati respon pasien,
menanyakan kenyamanan pasien.
Sedangkan dokumentasi adalah
pencatatan yang dilakukan setelah
tindakan selesai dilaksanakan,
meliputi: mendokumentasikan tanda-
tanda infeksi jika ada dan proses
penyembuhan atau granulasi (Potter
& Perry, 2005)
59
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pada tahap pengkajian 44%
perawat adekuat melaksanakan
tahapan pengkajian sesuai SOP, pada
tahap analisa data didapatkan 35%
perawat adekuat membuat analisa
data keperawatan, pada tahap
perencanaan 48% perawat secara
adekuat melakukan perencanaan
keperawatan, pada tahap
implementasi sebanyak 32% perawat
secara adekuat melaksanakan tahapan
implementasi sesuai SOP, pada tahap
evaluasi dan dokumentasi sebanyak
80% perawat secara adekuat
melaksanakan tahapan evaluasi dan
dokumentasi sesuai SOP.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi pihak
manajemen rumah sakit untuk
mengoptimalkan pelayanan
keperawatan terhadap pasien dengan
memfasilitasi kegiatan yang
berbentuk sosialisasi dan pelatihan
tentang keselamatan pasien kepada
seluruh staf rumah sakit,
mengevaluasi pelaksanaan standar
operasional prosedur (SOP) asuhan
keperawatan yang aman,
mencantumkan informasi pendukung
berupa poster di gedung Jamkesmas
dan menyosialisasikan kepada seluruh
perawat dan tenaga kesehatan lain
tanpa terkecuali tentang standar
keselamatan pasien yang tercakup
dalam patient safety.
Hasil penelitian ini diharapkan
menjadi acuan untuk perawat agar
meningkatkan pengetahuan tentang
keselamatan pasien dengan mengikuti
sosialisasi dan pelatihan yang
diselenggarakan oleh tim patient
safety rumah sakit serta memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan
prinsip keselamatan pasien (patient
safety) di rumah sakit. Bagi perawat
yang memiliki sikap yang mendukung
diharapkan bisa terus
mempertahankan dan
meningkatkannya untuk mewujudkan
keselamatan pasien dengan sebaik-
baiknya. Untuk peneliti selanjutnya
diharapkan melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai faktor lain yang
menyebabkan infeksi luka operasi
seperti faktor nutrisi dan media
penyembuhan luka.
60
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
DAFTAR PUSTAKA
Adams J., Anderson S., Bateman H.,
Djonokusumo E., Hillmore R.,
Jackson D., Lakhani I.,
Lusznat S., Adam M.K.,
Sargeant H. (2007).
Dictionary of Nursing.
London. A&C Black.
Alimul A.A., (2003). Riset
Keperawatan dan Teknik
Penulisan Ilmiah. Jakarta.
Salemba Medika.
Arif Muttaqin dan Kumala Sari.
(2009). Asuhan Keperawatan
Perioperatif. Jakarta: Salemba
Medika.
Arikunto, S. (2010). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Berger, K.J. (2000). Fundamental of
Nursing: Collaborating For
Optimal Health. Connecticut.
2nd
Edition. Appleton&Lange.
Bennett. J.V. (2007). Hospital
Infection. Boston. New York.
Brown & Co.
Carpenito, L.J. (1997). Rencana
Asuhan Keperawatan dan
Dokumentasi. Jakarta. EGC.
Fisbach F.T. (2000). Documenting
Care. Philadelphia. F.A. Davis
Company.
Gaffer (1999). Pengantar
Keperawatan Profesional.
Jakarta. EGC
Gitarja, W. S. (2002).
Penatalaksanaan Perawatan
Luka dengan Pendekatan
Konsep Modern. Makalah
disampaikan pada pelatihan
Wound dan Stoma Care ke-2
Bagi Perawat. 21-25 Mei
2005. Bandung. RSUP
Dr.Hasan Sadikin Bandung.
Gruandemann, Barbara J. (2005).
Keperawatan Perioperatif
Volume 1. Terjemahan Oleh
Brahm Pendit. Jakarta : EGC.
Ignatavicius D.D. & Bayne M.V.
(1994). Medical Surgical
Nursing: A Nursing Process
Approach. Philadelphia. W.
B. Saunders Company
Ibrahim, C. (1986). Pengantar
Konsep Keperawatan dan
Teori Keperawatan. Bandung.
AKPER Padjadjaran Dep.Kes
R.I. Bandung.
Lewis et.all..(2000). Medical Surgical
Nursing. St.Louis, USA:
Mosby.
Morison, M. J. Manajemen
Luka.(2004). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Notoatmodjo, S. (2001). Pendekatan
Praktis Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep &
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika.
61
JKH/ Volume 3/ Nomor 1/Januari 2019 (ISSN: 2548-1843, EISSN: 2621-8704)
Perry. (1991). Penerapan Proses
Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta. EGC.
Potter and Perry. (2005).
Fundamental Keperawatan.
Terjemahan oleh Diah
Nur,dkk. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat & Jong, de Wim.
(1997). Buku Ajar Bedah.
Jakarta:EGC.
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2001).
Keperawatan Medical Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta.
EGC.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Taylor C.L.C. & Lemone P. (1998).
Fundamental of Nursing: The
Art and Science of Nursing
Care. Volume I. Philadelphia-
New York. Lippocott.
Tietjen L. (1994). Pencegahan
Infeksi. Alih Bahasa Siti
Dhyanti W. & Abdul Bari
Saifuddin. Cetakan I. Jakarta.
PKMI
Zulkarnain, I. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. (2006). Pusat
penerbitan Ilmu penyakit Dalam
Fakultas Kedokterqaan
Universitas Indonesia. Jakarta.