Upload
trinhthuy
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Ulfa Qurniawati
NIM. M0406063
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Oleh:
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Tanda Tangan
Pembimbing I : Nita Etikawati, M. Si
NIP 197104261997022001
.............................
Pembimbing II : Solichatun, M. Si.
NIP 197102211997022001
.............................
Surakarta, Juli 2010
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si.
NIP 195003201978032001iii
PENGESAHAN
SKRIPSI
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker.)
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Oleh :
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji
Pada tanggal 22 Juni 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat Surakarta, Juli 2010
Penguji I
Suratman, M. Si.
NIP 198007052002121002
Penguji II
Dra. Marti Harini, M. Si.
NIP 195403231985032001
Penguji III
Solichatun, M. Si.
NIP 197102211997022001
Penguji IV
Nita Etikawati, M. Si
NIP 197104261997022001
Dekan FMIPA
Prof. Drs. Sutarno, M. Sc., Ph. D
NIP 196008091986121001
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si.
NIP 195003201978032001iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah
diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, Juni 2010
Ulfa Qurniawati
NIM M0406063v
STUDI KARYOTIPE GANYONG (Canna edulis Ker. )
SEBAGAI DASAR PEMULIAAN TANAMAN
Ulfa Qurniawati
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Canna edulis Ker. (ganyong) merupakan herba perennial yang
menghasilkan pati dalam jumlah besar dari rhizomanya. Canna jenis ini dikenal
sebagai edible Canna. Panjang rhizome ganyong dapat tumbuh mencapai 60 cm.
Tepung ganyong adalah tepung yang putih dengan kandungan serat rendah,
rasanya lebih enak dan mengandung beberapa nutrisi yang bisa dimanfaatkan
dalam produksi makanan. Di Indonesia terdapat dua kultivar ganyong, yang
pertama adalah kultivar merah yang juga dikenal sebagai edulis dark dan kultivar
putih. Kedua kultivar menunjukkan variasi dalam spesies Canna edulis Ker. Pada
kenyataannya, kultivar putih adalah jenis yang telah digunakan secara luas sebagai
sumber pati komersial. Perbaikan kualitas dan kuantitas suatu tanaman dapat
dilakukan melalui usaha pemuliaan tanaman. Informasi sitogenetik merupakan
salah satu faktor penting dalam usaha pemuliaan tanaman.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis, jumlah kromosom dan perbedaan karyotipe antar masing-
masing kultivar Canna edulis Ker. Pengamatan yang dilakukan adalah pada
morfologi kromosom yang meliputi jumlah, panjang absolut(PA), centromeric
index (Ci), haploid chromosome lenght (HCL), asimetry index (Asl%) dan
perbandingan lengan (L/S) kemudian disusun dalam suatu rumus karyotipe.
Karyotipe diperoleh dari sel mitosis pada ujung akar yang tetap dipertahankan
dalam tahap prometafase. Penyiapan preparat ujung akar dibuat semi permanen
berdasarkan metode squash acetoorcein. Sel prometafase diamati menggunakan
mikroskop cahaya Olympus CH-M045 dan difoto menggunakan kamera digital
Nikon Coolpix L20.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum pembelahan mitosis
pada Canna edulis Ker. adalah pukul 05.45-06.30. Kedua kultivar Canna edulis
Ker. memiliki jumlah kromosom yang sama yaitu, 2n=18 dengan rumus karyotipe
yang berbeda. Rumus karyotipe pada kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t pada
kultivar putih 2n= 10m+ 8sm. Kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar merah
dan kultivar putih didominasi oleh kromosom metasentris. Kromosom pada
Canna edulis Ker kultivar putih memiliki panjang absolut (PA) yang lebih besar
daripada kromosom pada kultivar merah.
Kata kunci: Canna edulis Ker., karyotipe, kromosomvi
KARYOTYPE STUDY OF Canna edulis Ker.
FOR PLANTS BREEDING
Ulfa Qurniawati
Biology Department, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT Canna edulis Ker. (Ganyong) is a perennial herba that produce large
amount of starch from their rhizomes. This type of Canna had been known as
edible canna. Rhizome of ganyong can be grow up to 60 cm long. Ganyong starch
is shiny starch with low fiber, had better taste and contain some nutrition that
applicable to food production. In Indonesia there are two cultivar of ganyong, one
is red or well known as edulis dark and the other ones white cultivar. Both cultivar
showed genetic variation in Canna edulis Ker. spesies. In fact, white cultivar was
widely used as source of commercial starch. Improvement quality and quantities
of plants can be done through breeding program. Cytogenetic information is an
essential factor in breeding program.
The aims of this study were found optimum time for mitosis division,
chromosome number and differences karyotype from each cultivar of Canna
edulis Ker. Observation were recorded on chromosome morphology, there is
number, absolute lenght (PA), centromeric index (Ci), haploid chromosome
lenght (HCL), asimetry index (Asl%) and arm ratio (L/S) then made in a
karyotype formula. Karyotypes were prepared from mitosis cell of root tips that
arrested in prometaphase phase. Slide preparation of root tips was made up semi
permanent according to acetoorcein squash methode. Prometaphase cells were
observed using light microscope and then photographed using digital camera.
The result showed that optimum time for mitosis division of Canna edulis
Ker. have been done at 05.00-06.30 am. Both kultivar had same number of
chromosome, 2n= 18, with difference in karyotype formula. Karyotype formula in
dark purple cultivar was 2n= 12m+4sm+1st+1t and white cultivar was 2n= 10m+
8sm. Both cultivar had metacentric chromosomes as dominan chromosomal
shape. Chromosome in white cultivar of Canna edulis Ker. have absolute lenght greater than chromosome in dark purple cultivar.
Keywords: Canna edulis Ker., karyotype, chromosome.vii
MOTTO
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan.” (Q.S Al-Fatihah: 5)
“Tidak ada balasan untuk kebaikan melainkan kebaikan itu pula”
(Q.S Ar-Rahman: 60)
“Terbaik adalah selalu berproses menjadi lebih baik”viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Allah SWT
Awal dan Akhirku
Ibuku dan Ayahku
Inspirator dan Motivator Terbaikku
Wakhid, Anis, Rony, Puguh, Ari
Maksimalkan yang kita Bisa dan kita Punya
Faiz dan Khana
Jadilah pribadi Full Manfaat
Teman dan Saudara
Semangatix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Studi Karyotipe
Ganyong (Canna edulis Ker.) Sebagai Dasar Pemuliaan Tanaman. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1
(S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan arahan serta ijin penelitian skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan arahan dan perijinan
selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Nita Etikawati, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya
penyusunan skripsi.
Solichatun, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya
penyusunan skripsi.x
Suratman, M.Si., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Dra. Marti Harini, M. Si., selaku dosen penelaah II yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Tim PHK A2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan melalui program Research
Grand sehingga penelitian ini dapat berjalan hingga selesainya penyusunan skripsi.
Seluruh dosen, karyawan, staf Laboratorium dan rekan-rekan mahasiswa
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan
sabar dan tiada henti-hentinya memberikan dorongan baik spiritual maupun
materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kepala dan staf Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam penyelesaian
penelitian.
Keluarga besar Ayah dan Ibuku, Adik dan Kakakku, terimakasih atas
dukungan dan perhatian yang diberikan kepada penulis, serta semua pihak yang
telah memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Juni 2010
Penulisxi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………....
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….…......
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………..
ABSTRAK……………………………………………………………....
ABSTRACT……………………………………………………………..
HALAMAN MOTTO…………………………………………………... HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………...
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………....
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………...
A. Latar Belakang……………………………………………..
B. Rumusan Masalah………………………………………….
C. Tujuan Penelitian…………………………………………...
D. Manfaat Penelitian………………………………………....
BAB II. LANDASAN TEORI……………………………………….....
A. Tinjauan Pustaka…………………………………………...
1. Ganyong (Canna edulis Ker.)…………………………...
1.1 Klasifikasi ..................................................................
1.2 Nama Daerah ..............................................................
1.3 Daerah Asal dan Penyebaran ......................................
1.4 Deskripsi Ganyong .....................................................
1.5 Habitat dan Ekologi ....................................................
1.6 Kandungan Gizi Ganyong ..........................................
1.7 Manfaat Ganyong .......................................................
2. Kromosom ..................….……………………………….
3. Mitosis ....………………………………………………..
4. Karyotipe ..........................................................................
4. Pemuliaan tanaman .....………………………………….. B. Kerangka Pemikiran………………………………………..
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………….
A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………...
B. Bahan dan Alat……………………………………………..
C. Cara Kerja………………………………………………….
1. Penyiapan sampel tanaman ...............................................
2. Penyiapan kemikalia .......................................................
3. Penentuan waktu optimum pembelahan mitosis ..............
4. Pembuatan preparat ................…………………………..
D. Analisis Data……………………………………………….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………....
A.Canna edulis Ker. …...……………………………………..
1. Canna edulis Ker. kultivar merah ………………………
2. Canna edulis Ker. kultivar putih ………...……………..
B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Sel …...…………
C. Analisis Karyotipe …………………………………………
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..
A. Kesimpulan….......…………………………………………
B. Saran……………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
LAMPIRAN……………………………………………………………..
RIWAYAT HIDUP PENULIS………………………………………….
63xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun
dan lebar daun C. edulis Ker. kultivar merah dan kultivar
putih diambil dari 10 individu dalam masing-masing
populasi ................................................................................ 32
Tabel 2. Ukuran kromosom terpanjang dan terpendek pada C.
edulis Ker kultivar merah dan kultivar putih ....................... 37
Tabel 3. Hasil data morfometri kromosom C. edulis Ker.................. 58
Tabel 4. Hasil Perhitungan HCL (Haploid Chromosome Lenght) C.
edulis Ker. …………………………………………………
58
Tabel 5. Hasil perhitungan Nilai Indeks Sentromer Relatif (Ci) dan
Perbandingan Lengan (L/S) C. edulis Ker. serta hasil
taksiran bentuk kromosom C. edulis Ker............................. 58xiv
Ker.............................................. 61
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………....
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………….…......
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………..
ABSTRAK……………………………………………………………....
ABSTRACT……………………………………………………………..
HALAMAN MOTTO…………………………………………………...
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………... KATA PENGANTAR…………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………....
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………...
A. Latar Belakang……………………………………………..
B. Rumusan Masalah………………………………………….
C. Tujuan Penelitian…………………………………………...
D. Manfaat Penelitian………………………………………....
BAB II. LANDASAN TEORI……………………………………….....
A. Tinjauan Pustaka…………………………………………...
1. Ganyong (Canna edulis Ker.)…………………………...
2. Kromosom ..................….……………………………….
3. Mitosis ....………………………………………………..
4. Karyotipe ..........................................................................
4. Pemuliaan tanaman .....…………………………………..
B. Kerangka Pemikiran………………………………………..
BAB III. METODE PENELITIAN…………………………………….
A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………...
B. Bahan dan Alat……………………………………………..
C. Cara Kerja………………………………………………….
1. Penyiapan sampel tanaman ...............................................
2. Penyiapan kemikalia .......................................................
3. Penentuan waktu optimum pembelahan mitosis .............. 4. Pembuatan preparat ................…………………………..
D. Analisis Data……………………………………………….
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………....
A.Canna edulis Ker. …...……………………………………..
1. Canna edulis Ker. kultivar merah ………………………
2. Canna edulis Ker. kultivar putih ………...……………..
B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Sel…...…………
C. Analisis Karyotipe …………………………………………
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..
A. Kesimpulan….......…………………………………………
B. Saran……………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
LAMPIRAN……………………………………………………………..
RIWAYAT HIDUP PENULIS………………………………………….
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan bahan pangan terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini
berkaitan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Bahan pokok seperti
tepung terigu juga terus mengalami peningkatan. Di Indonesia kebutuhan tepung
terigu mencapai 15.968 ton per bulan. Data dari Badan Pusat Statistik
menyebutkan bahwa impor tepung terigu selama Januari 2010 sebanyak 60.029
ton. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 275,9% dibandingkan dengan
periode sebelumnya. Sebagian besar gandum yang menjadi bahan baku dalam pembuatan terigu adalah hasil impor (Sudrajat, 2005; Zuhri, 2010).
Ganyong (Canna edulis Ker.) merupakan salah satu sumber pangan
alternatif sebagai pengganti tepung terigu. Vimala dan Nambisan (2005)
menyebutkan bahwa tepung yang dibuat dari umbi ganyong memiliki tekstur yang
lebih lembut, warna lebih putih dan memiliki serat yang lebih tinggi. Pati ganyong
mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat ini dapat dijadikan
bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis asam. Selain bisa
digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong juga bisa diolah menjadi
bioetanol melalui hidrolisis asam dan fermentasi telah dilakukan oleh Sukandar
dan Putri (2008). Hal ini ditegaskan pula oleh Pramono (2009) bahwa umbi
ganyong yang selama ini diketahui hanya sebagai makanan selingan atau tepung
terigu ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti
minyak tanah dan bensin.2
Ganyong mudah dibudidayakan dan mampu tumbuh baik meskipun dalam
kondisi liar. Salah satu dasar upaya dalam budidaya ganyong adalah melalui usaha
pemuliaan tanaman. Usaha pemuliaan tanaman bisa dilakukan melalui metode
konvensional dan modern. Salah satu usaha pemuliaan tanaman adalah dengan
memanfaatkan informasi sitogenetik. Ketersediaan informasi awal mengenai
jumlah, bentuk dan tingkat ploidi sangatlah penting (Yulianty, 2006; Pramono,
2009).
Karyotipe pada ganyong perlu diketahui karena informasi tentang karyotipe
ganyong belum tersedia. Studi karyotipe merupakan salah satu usaha dalam
konservasi genetik plasma nutfah. Selain untuk upaya konservasi, studi karyotipe
pada ganyong akan sangat berguna sebagai dasar pemuliaan tanaman karena nilai
penting yang dimiliki oleh tanaman tersebut. B. Perumusan Masalah
1. Kapan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong?
2. Berapa jumlah set kromosom ganyong?
3. Bagaimana karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar
putih?
C. Tujuan Penelitian
1. Menentukan waktu optimum pembelahan mitosis ganyong.
2. Mengetahui jumlah set kromosom ganyong.
3. Mengetahui karyotipe pada ganyong kultivar merah dan ganyong kultivar
putih.3
D. Manfaat Penelitian
Informasi awal mengenai karyotipe ganyong dapat dimanfaatkan dalam
upaya persilangan antar spesies ganyong untuk tujuan pemuliaan tanaman.
Melalui usaha pemuliaan tanaman, potensi ganyong sebagai sumber bahan
pangan alternatif bisa dioptimalkan.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Canna edulis Ker.
1.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales Famili : Cannaceae
Genus : Canna
Spesies : Canna edulis Ker.
(Steenis, 1987; Delin dan Kress, 2000).
Gambar 1. Ganyong (Canna edulis Ker.)
(Gepts, 2009; Rettig, 2009).5
1.2 Nama Daerah
Canna edulis Ker. (Gambar 1) memiliki banyak nama daerah. Di
Indonesia Canna edulis Ker. dikenal sebagai bunga tasbih atau ganyong (Jawa)
dan ubi pikul (Sumatera). Sedangkan di Malaysia Canna edulis Ker dikenal
sebagai daun tasbeh, ganjong dan pisang sebiak. Ganyong di Filiphina dikenal
sebagai tikas-tikas, kukuwintasan (tagalog) dan balunsaing (bisaya) serta adalut
dan butsarana untuk Negara Burma (Flanch dan Rumawas, 1996; Tjitrosoepomo,
2004).
1.3 Daerah Asal dan Penyebaran
Canna edulis Ker. merupakan tanaman asli yang berasal dari Amerika
Selatan yang berfungsi sebagai sumber pati komersial. Tanaman ini juga telah
dibudidayakan tidak hanya di Amerika, tapi juga di beberapa daerah tropis
termasuk Asia Tenggara. Sementara ini, sekurangnya ada dua provinsi sebagai
sentral ganyong, yakni Jawa Tengah (Klaten, Wonosobo dan Purworejo) dan Jawa
Barat (Majalengka, Sumedang, Ciamis, Cianjur, Garut, Lebak, Subang dan
Karawang) (Flanch dan Rumawas, 1996; Sudrajat, 2005; Susanto dan
Suhardiyanto, 2004).
1.4 Deskripsi Ganyong
Cannaceae merupakan salah satu famili yang hanya memiliki satu genus yaitu genus Canna yang terdiri dari 50 spesies. Contohnya adalah C. edulis
(ganyong), rimpangnya dapat dimakan dan sebagai penghasil tepung yang dikenal
sebagai “arrowroot Queensland”. Contoh spesies lain adalah C. indica yang
merupakan tanaman hias (Tjitrosoepomo, 2004).6
Ganyong merupakan herba perennial, tumbuh tegak, memiliki rhizoma
atau rimpang dan tingginya bisa mencapai 3,5 meter. Rhizoma berdaging, agak
silindris dengan diameter 10 cm dan panjangnya mencapai 60 cm. Ukuran
rhizoma ganyong yang besar seperti umbi, merupakan alasan yang menyebabkan
rhizoma ganyong umum disebut sebagai umbi ganyong. Ganyong memiliki daun
yang lebar dengan ujung meruncing, panjang antara 60 cm, lebar 15-27 cm yang
tersusun spiral. Ganyong memiliki karangan bunga terminal, tunggal dan kadang
bercabang, mudah layu, bersifat biseksual.
Secara umum genus Canna dikelompok ke dalam dua kelompok yaitu
ornamental group dan edible group. Bunga pada jenis ornamental berukuran lebih
besar, lebih indah dan lebih bervariasi dalam warna daripada jenis edible.
Meskipun kedua kultivar Canna memiliki kandungan pati dalam rhizoma, jenis
edible memiliki rhizoma dengan kandungan pati tinggi. Serta lebih berkualitas
dalam rasa, sedikit serat dan sedikit kandungan tanin jika dibandingkan dengan
jenis ornamental. Selain itu jenis edible memiliki ukuran daun yang lebih besar
(Arbizu, 1994 dalam Vimala dan Nambisan, 2005).
Di Indonesia dikenal dua kultivar ganyong, yaitu ganyong merah dan
ganyong putih. Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepah
yang berwarna merah atau ungu. Jika warna batang, daun dan pelepahnya hijau
dan sisik rimpangnya kecoklatan maka disebut ganyong putih. Ganyong merah
memiliki batang lebih besar, agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan. Biji yang dihasilkan biasanya sulit berkecambah, rimpang basah lebih besar tapi kadar
patinya rendah. Rimpang biasanya dimakan segar (direbus). Ganyong putih lebih 7
kecil dan pendek, kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan. Rimpang basah
ganyong putih lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi sehingga umumnya digunakan
sebagai sumber pati. Daerah yang telah membudidayakan ganyong secara intensif
adalah daerah pegunungan Andes (Amerika Selatan). Di daerah ini dikenal dua
kultivar ganyong yaitu verdes dan morados. Verdes mempunyai rimpang
berwarna putih dengan daun hijau terang, sedangkan rimpang morados tertutup
sisik yang berwarna ungu (Flanch dan Rumawas, 1996; Direktorat Budidaya
Kacang-kacangan & Umbi-umbian, 2009).
1.5 Habitat dan Ekologi
Edible Canna (Canna edulis Ker., Cannaceae) telah didomestikasi di
Peruvian Andes. Canna edulis merupakan suatu kelompok kecil tanaman yang
tersebar luas dari daerah dingin hingga daerah tropis di seluruh dunia tanpa
adanya intensive selection atau breeding. Rhizoma C. edulis berisi sekitar 20%
pati dan telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan sebagai sumber pati
komersial. Secara umum C. edulis merupakan tanaman liar yang tumbuh di tepi
semak belukar pada tanah yang lembab. Dari penelitian sebelumnya diketahui
bahwa edible canna merupakan tanaman yang efisien dalam penggunaan medium
fotosintesis dan toleran terhadap naungan. Pertumbuhan normal tanaman tersebut
terjadi pada suhu di atas 9ºC meskipun tanaman ini juga mampu bertahan hidup
pada penurunan suhu sampai 0ºC. Cahaya menyebabkan daun layu dan
memadatkan pati pada rhizoma (Imai dkk., 1993).8
1. 5 Kandungan Gizi Ganyong
Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan kandungan gizi rimpang ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal; protein 1,00 g; lemak
0,11 g; karbohidrat 22,60 g; kalsium 21,00 g; fosfor 70,00 g; zat besi 1,90 mg;
vitamin B1 0,10 mg; vitamin C 10,00 mg; air 75,00 g (Sugarman, 2003).
Telah dilakukan ekstraksi pati dari tiga kultivar edible canna dengan
peralatan chemical composition dan physicochemical. Dalam studi ini diketahui
bahwa kandungan protein dalam pati canna bervariasi antara 0,069%-0,078%,
lemak antara 0.014%-0.019% dan abu antara 0.25%-0.33%. Pati Canna
mengandung pospor 371-399 ppm, disertai kalsium 113-154 ppm dan potassium
35-61 ppm. Kandungan amilosa absolut antara 19-25%. Selain itu hasil
pengamatan dengan mikroskop elektron scanning (SEM) menunjukkan semua
granula pati pada ketiga kultivar berbentuk oval dengan permukaan yang halus
dan berukuran 10-100 µm (Thitipraphunkul, 2006).
1.6 Manfaat Ganyong
Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain:
rimpang mudanya untuk sayuran, rimpang tuanya dapat diperas patinya untuk
dibuat tepung, sedangkan daun dan tangkainya dapat digunakan untuk pakan
ternak (Rukmana, 2000 dalam Sukandar dan Purti, 2008).
Pati ganyong di Vietnam banyak digunakan sebagai bahan baku mie, di
Afrika biji ganyong digunakan sebagai instrumen perkusi, di Kamboja bubur dari
rimpang ganyong digunakan untuk menyembuhkan penyakit kulit. Di Jawa
serbukan dari biji ganyong bisa digunakan untuk meringankan sakit kepala dan 9
ekstrak dari hasil tumbukan rimpangnya digunakan sebagai obat disentri.
Serbukan dari rimpang segar digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia dan
Cina untuk mengobati penyakit kulit. Di Hongkong air rebusan dari rimpang segar
ganyong, digunakan untuk pengobatan penyakit hepatitis akut (Flanch dan Rumawas, 1996).
Pati ganyong mengandung 80% karbohidrat, tingginya kadar karbohidrat
ini dapat dijadikan bahan untuk pembuatan sirup glukosa melalui proses hidrolisis
asam. Selain bisa digunakan sebagai alternatif bahan pangan pati ganyong (Canna
edulis Ker.) juga bisa diolah menjadi bioetanol melalui hidrolisis asam dan
fermentasi. Kandungan pati ganyong bisa digunakan untuk pembuatan ”soon” mie
putih. Pada masa mendatang ganyong sangat potensial untuk digunakan sebagai
bahan makanan alternatif akibat kandungan nutrisi yang dikandungnya (Susanto
dan Suhardiyanto, 2004; Sukandar dan Putri 2008).
Selain mengandung nilai nutrisi yang tinggi, Canna juga bisa digunakan
sebagai agen fitoremidiasi untuk pengolahan lindi yang dihasilkan dari proses
composting. Pengolahan lindi bertujuan untuk mencegah terjadinya eutrofikasi
pada badan air, karena lindi mengandung konsentrasi nitrogen yang cukup tinggi.
Rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada beban N total 100 mg/L adalah 1,2
sampai 1,45 cm (Tangahu dan Warmadewanthi, 2008).
2. Kromosom
Kromosom merupakan suatu kumpulan dari DNA (Deoxyribosa Nucleid
Acid) yang berikatan dengan protein. Setengah dari berat molekular kromosom
eukaryotik adalah protein. Pada eukaryotik, kromosom berada di dalam organella 10
bermembran yang disebut nukleus. Bentuk kromosom pada eukaryotik berubah
dari fase ke fase selama proses pembelahan sel. Pada fase Interfase, kromosom
berada dalam bentuk tipis, saling berikatan antara satu dengan yang lainnya dan
jika diamati dengan perbesaran lemah akan nampak seperti suatu massa kompak
amorf yang mampu menyerap zat warna. Struktur ini disebut sebagai kromatin
yang dijumpai pada saat sel tidak melakukan aktifitas pembelahan dan tidak tampak saat diamati di bawah mikroskop. Saat sel melakukan aktifitas
pembelahan, kromosom akan tampak sebagai suatu struktur yang kompak, dapat
dibedakan antara satu dengan yang lain dan berbentuk seperti pita. Dalam struktur
tersebut kromosom akan tampak saat diamati di bawah mikroskop (Watson dkk.,
2008; Genetics Education Center, 2009; Genetics Home Reference, 2010).
Secara umum berdasarkan kemampuan menyerap warna, kromosom
dibagi dalam dua bagian, yaitu heterochromatin dan euchromatin.
Heterochromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam jumlah
terbatas, struktur kompak dan memiliki kemampuan tinggi dalam mengikat zat
warna. Sedangkan euchromatin merupakan bagian yang mengandung gen dalam
jumlah besar, struktur kurang kompak dan kurang mengikat zat warna (Watson
dkk., 2008).
Secara lebih terperinci kromosom memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
a. Kromonema merupakan bagian di dalam kromosom yang berbentuk pita spiral
yang oleh Vejdovsky (1912) diberi nama kromonema (jamak: kromonemata).
Kromonema disebut pula sebagai sub unit kromatid. Berdasarkan strukturnya
kromonema dibedakan menjadi dua tipe, yaitu paranemic coils (struktur fibril11
yang mudah dipisahkan antara satu dengan yang lainnya) dan plectonemic
coils (struktur fibril yang sulit dipisahkan antara satu dengan yang lainnya).
b. Kromomer merupakan penebalan kromonema yang berada di beberapa tempat
di dalam kromosom. Beberapa ahli sel menganggap kromomer ini sebagai
bahan nukleoprotein yang mengendap.
c. Sentromer merupakan constriction point yang memisahkan kromosom
menjadi dua bagian atau dua lengan. Letak sentromer pada masing-masing
kromosom menentukan bentuk kromosom. Di daerah inilah benang-benang spindel akan melakukan perlekatan. Di dalam sentromer terdapat granula kecil
yang dinamakan sferul. Ada sentromer yang mempunyai diameter 3 µm dan
sferulnya 0,2 µm. Kromonema berhubungan dengan sferul dari sentromer.
Kromosom dari kebanyakan organisme hanya mempunyai sebuah sentromer
saja, maka disebut monosentris. Kromosom tanpa sentromer disebut asentris.
Kromosom dengan dua sentromer disebut disentris, sedang yang mempunyai
banyak sentromer disebut kromosom polisentris.
d. Telomer merupakan bagian dari ujung-ujung kromosom yang menghalang-
halangi bersambungnya kromosom satu dengan yang lainnya.
e. Nucleolar Organizing Regions (NORs). Nukleolus merupakan suatu struktur
yang dibentuk oleh lokus gen spesifik yang disebut sebagai Nucleolar
Organizing Regions (NORs) dan terdiri dari protein dan asam nukleat.
f. Lekukan ke dua (Second constriction) merupakan bagian yang menyempit
pada kromosom selain daerah sentromer. Adanya penyempitan ini 12
mengakibatkan terbentuknya satelit. Beberapa second constriction berasosiasi
dengan NORs.
g. Satelit merupakan bagian tambahan pada ujung kromosom (Gambar 2). Di
daerah ini tersusun dari basa nitrogen yang mengalami pengulangan. Tidak
setiap kromosom memiliki satelit. Kromosom yang memiliki satelit
dinamakan satelit kromosom. Teknologi microsatelit telah digunakan dalam
pengujian polimorfisme DNA untuk pemetaan genetik, penanda untuk
pemuliaan tanaman dan eksplorasi hubungan kekerabatan (Powell dkk., 1996
dalam Prasetiyono dkk., 2002; Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Genetics
Education Center, 2009).
Gambar 2. Bagian-Bagian Kromosom: 1). Satelit 2). Lengan 3). Sentromer 4).Konstriksi sekunder 5). Telomer 6.) Kromatid (Singh, 2009).
Ukuran kromosom bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Panjang
kromosom berkisar antara 0,2-50 µm, diameternya antara 0,2-20 µm. Pada
umumnya makhluk hidup dengan jumlah kromosom sedikit memiliki kromosom
dengan ukuran lebih besar daripada makhluk hidup dengan jumlah kromosom
lebih banyak. Kromosom yang terdapat di dalam sebuah sel tidak pernah sama
1
2
3
4
5
613
ukurannya. Pada umumnya tumbuhan mempunyai kromosom lebih besar daripada
hewan (Suryo, 1997; Watson dkk., 2008; Singh, 2009; Genetics Education Center,
2009).
Levan dkk. (1964) membagi kromosom menjadi tiga kelompok
berdasarkan posisi relatif sentromer (Gambar 3). Bentuk metasentris memiliki
indeks sentromer 50-37,5; submetasentris (sm) memiliki indeks sentromer 37,5-25
dan subtelosentris memiliki indeks sentromer 25-12,5.
1 2
Gambar 3. Bentuk-bentuk kromosom: 1). Akrosentris 2). Telosentris
3). Submetasentris 4). Metasentris. A. Sentromer.
(Genetics Education Center, 2009).
Jumlah kromosom somatik dan ciri karyologi pada 22 takson dari genus
Canna telah diteliti. Jumlah kromosom yang telah dilaporkan untuk C. bangii, C. indica var. sanctae-rosae dan C. tulianensis adalah 2n = 18 (diploid). C. edulis
Ker. juga mempunyai jumlah kromosom 2n=18 (Sato, 1960 dalam Tanaka dkk.,
2009). Karakteristik karyotipe pada genus Canna ditandai dengan sebagian besar
kromosom metafase dan beberapa kromosom submetafase (Tanaka dkk., 2009).
3. Mitosis
Secara umum pada sel eukaryotik, satu siklus pembelahan sel berlangsung
selama 24 jam. Siklus sel (Gambar 4) terdiri dari tahap S phase (fase interfase),
3 414
G1 phase, M phase (fase mitosis) dan G2 phase (Albert dkk., 1994). Mitosis dan
meiosis merupakan bagian dari siklus sel dan hanya mencakup 5-10% dari siklus
sel. Persentase waktu yang besar dalam siklus sel terjadi pada interfase. Interfase
terdiri dari periode G1, S, dan G2. Pada periode G1 selain terjadi pembentukan
senyawa-senyawa untuk replikasi DNA, juga terjadi replikasi organel sitoplasma
sehingga sel tumbuh membesar, dan kemudian sel memasuki periode S yaitu fase
terjadinya proses replikasi DNA. Setelah DNA bereplikasi, sel tumbuh (G2)
mempersiapkan segala keperluan untuk pemisahan kromosom, dan selanjutnya
diikuti oleh proses pembelahan inti (M) serta pembelahan sitoplasma (C).
Selanjutnya sel hasil pembelahan memasuki pertumbuhan sel baru (G1) (King,
2009).
Gambar 4. Siklus Sel Eukaryotik
Siklus sel terdiri dari: fase G0 (sel dalam kondisi istirahat), fase
G1, fase S, fase G2 dan fase Mitosis.
(Genetics Education Center, 2009).
Organisme eukaryotik memiliki dua tipe pembelahan sel yaitu mitosis dan
meiosis. Meiosis merupakan tipe pembelahan sel yang menghasilkan sel baru 15 yang bersifat haploid (n) atau memiliki jumlah kromosom setengah dari jumlah
kromosom induknya. Sedangkan mitosis merupakan pembelahan sel yang
menghasilkan sel baru dengan jumlah kromosom sama dengan jumlah kromosom
induk (2n) (Albert dkk., 1994; Genetics Education Center, 2009).
Mitosis terbagi atas 4 fase yaitu profase, metafase, anafase dan telofase
(Gambar 4).
1. Profase
Kromosom-kromosom pada fase ini menjadi lebih pendek dan kompak
sedangkan membran inti semakin tidak nampak. Pada akhir profase mulai
terbentuk benang-benang gelendong inti pada masing-masing kutub sel yang
letaknya berlawanan.
2. Metafase
Pada fase ini semua kromosom bergerak menempatkan diri di bidang
ekuatorial dari sel yang disebut sebagai metaphase plate. Dinding inti sel
menghilang. Pada akhir metafase, sentomer membelah dan ujung benang
gelendong inti mencapai kromosom tepat berikatan dengan kinetokor. Bregman
(1987) menyatakan bahwa pada fase prometafase merupakan saat yang paling
tepat untuk mempelajari morfologi kromosom karena merupakan fase profase
akhir dan metafase awal. Selama fase ini kromosom terkondensasi namun belum
tertarik menuju metaphase plate.
3. Anafase
Merupakan fase singkat dari keseluruhan proses mitosis. Pada fase ini
sentromer mengalami pembelahan dan sister chromatid mengalami disjoin. 16
Benang-benang spindel menarik masing-masing kromosom menuju kutub yang
berlawanan. Umumnya fase ini ditandai dengan ukuran sel yang lebih besar. 4. Telofase
Pada fase ini fenomena yang terjadi merupakan kebalikan dari fenomena
pada fase profase. Membran inti mulai terbentuk kembali, benang spindel mulai
menghilang dan kromosom kembali dalam bentuk tidak terkondensasi (Genetics
Education Center, 2009; Watson dkk., 2008; Suryo, 1997). Eksperimen mitosis
dapat menggunakan sel meristem dari ujung akar, ujung batang, primordial daun,
petala muda, ovulum muda dan kalus (Darnaedi, 1991; Okada, 1981 dalam
Oktaviana, 2008).
Gambar 5. Pembelahan Mitosis: A. Fase pembelahan mitosis pada eukaryotik.
B. Fase pembelahan mitosis pada C. edulis Ker. 1). Profase
2). Metaphase 3). Anaphase 4). Telophase.
(Emergent Culture, 2009).
1
4
3
2
B A17
4. Karyotipe
Karyotyping merupakan pengaturan kromosom secara standar berdasarkan
panjang, jumlah serta bentuk kromosom dari suatu organisme. Hasil dari proses
karyotyping ini dinamakan karyotipe (O’Connor, 2008). Karyotipe dibuat
sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus yang
berbeda. Foto tersebut dijiplak pada plastik transparansi, lalu digunting dan diatur
sesuai dengan bentuknya. Jumlah kromosom dan panjang kedua lengannya diukur setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1993 dalam
Anggarwulan dkk., 1999; Suryo, 1997).
Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom dalam satu spesies pada dasarnya
selalu tetap, sehingga dapat dibuat peta karyotipe atau karyogram serta idiogram.
Berdasarkan konstriksi primernya, dikenal kromosom berbentuk metasentris,
submetasentris, akrosentris dan telosentris. Berdasarkan ukuran kromosom dikenal
ukuran absolut dan ukuran relatif sedang berdasarkan jumlahnya dikenal kromosom
aneuploid dan poliploid (Darnaedi, 1991 dalam Anggarwulan dkk., 1999; Suryo,
1995). Karakter setiap kromosom yang diamati adalah bentuk, jumlah, panjang
lengan panjang dan lengan pendek, panjang absolut, indeks sentromer dan
perbandingan lengan (Suliartini dkk., 2004; Brutovska dkk., 2000).
Pada umumnya pengamatan morfologi dan aktifitas kromosom lebih
mudah dilakukan pada tahap-tahap pembelahan tertentu dari pembelahan inti.
Morfologi kromosom biasanya digambarkan pada tahap metafase. Saat itu pula
kromosom dalam keadaan ganda, terdiri dari dua kromatid (bakal kromosom
anak) yang sentromernya masih satu (Crowder, 1997).18
Selama berlangsungnya proses mitosis, konsentrasi DNA bertambah.
Nuklei yang sedang aktif, terpulas kuat oleh zat-zat warna basa, juga dengan
reaksi Feulgen, acetocarmine dan acetoorcein (McMannus, 1960 dalam Suntoro,
1983). Metode pewarnaan yang berbeda-beda sering digunakan secara luas dalam
studi karyotipe pada spesies tanaman dan hewan. Kromosom tanaman sangat
jarang dipelajari daripada hewan. Hal ini karena kompleksitas dalam penyiapan
sampel kromosom tanaman yang berhubungan dengan keberadaan dinding sel
pada tanaman (Zoshchuk dkk., 2003).
Kromosom yang digunakan dalam studi karyotipe pada umumnya adalah kromosom yang berada pada tahap metafase ataupun prometafase. Pada fase ini
kromosom berada dalam bentuk terkondensasi secara optimal. Dalam studi
karyotipe, sel harus dijaga agar tetap dalam fase metafase atau prometafase. Sel
terlebih dahulu di pretreatment menggunakan kolkisin yang mampu
mengendalikan aktifitas benang-benang spindel yang berfungsi menarik
kromosom ke kutub sel (O’Connor, 2008).
Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid berwarna putih yang
diperoleh dari umbi tanaman Colchichum autumnale L. (Familia Liliaceae).
Kolkisin dapat bekerja secara efektif pada konsentrasi 0,001-1% dengan lama
perendaman 6-72 jam. Senyawa ini dapat menghalangi terbentuknya benang-
benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya
individu poliploidi (Suryo, 1995; Eigsti dan Dustin, 1957 dalam Suminah dkk.,
2002). Hasil penelitian Suminah dkk. (2002) menunjukkan bahwa pemberian 19
kolkisin pada A. ascalonicum menyebabkan penambahan jumlah kromosom
secara euploid yang menyebabkan terbentuknya sel-sel poliploid.
5. Pemuliaan Tanaman
Pemuliaan tanaman merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil atau produk dari tanaman tersebut baik secara kualitas dan
kuantitas. Usaha pemuliaan tanaman dapat dilakukan melalui beberapa metode
yaitu metode konvensional, bioteknologi dan manipulasi gen (BATS, 1995).
Secara konvensional, perbaikan sifat dilakukan dengan persilangan antar
spesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat seperti yang diinginkan.
Pemuliaan tanaman dapat memanfaatkan teknik mutasi yang mampu
meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia
melakukan seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki. Mutasi induksi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan
bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman seperti biji, stek
batang, serbuk sari, akar rhizome, kultur jaringan dan sebagainya. Apabila proses
mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan, frekuensi dan
spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi dengan perlakuan bahan mutagen
tertentu (BATS, 1995; Soedjono, 2003; Pusat Diseminasi Iptek Nuklir, 2007).
Selain teknik mutasi, untuk memanipulasi kombinasi kromosom dari suatu
tanaman bisa dilakukan dengan poliploidisasi. Poliploidi mempunyai arti dalam
proses evolusi, yaitu spesies kultivar baru yang mempunyai tingkat ploidi yang
berbeda telah berkembang dan dapat dikembangkan. Untuk mengetahui tingkat
ploidi pada suatu organisme diperlukan adanya kajian sitogenetik yang salah 20
satunya melalui studi karyotipe. Sejumlah tanaman penting yang dibudidayakan
merupakan hasil dari poliploidisasi. Tanaman tersebut seperti gandum, tebu dan
apel. Tipe poliploid sering memperlihatkan sifat “gigas” yaitu ukuran morfologis
yang lebih besar. Tanaman dengan sel bersifat poliploid memiliki beberapa
kelebihan, yaitu penampakan morfologi tanaman lebih kekar, stomata lebih besar,
sel-sel lebih besar, daun lebih lebar, tanaman lebih tahan terhadap perubahan
lingkungan seperti lebih tahan serangan patogen dan kekeringan, serta
produksinya lebih tinggi. Pemulia bunga-bungaan telah mengambil keuntungan
dari sifat ini dalam mengembangkan tipe hibrida. Bunga yang diketahui memiliki
jumlah petala rangkap biasanya tetraploid. Organisme poliploid umumnya
menunjukkan kisaran daya adaptasi geografis yang lebih luas dibanding
moyangnya yang diploid (Crowder, 1997; BATS, 1995; Soedjono, 2003;
Ernawiati dkk., 2008). Berdasarkan kelebihan teknik poliploidisasi, usaha
pemuliaan tanaman dengan teknik tersebut diharapkan mampu meningkatkan hasil rimpang Canna edulis Ker.21
B. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sesuai dengan laju
pertambahan jumlah penduduk. Untuk mengatasi keterbatasan bahan pangan
maka diperlukan adanya studi tentang sumber-sumber bahan pangan alternatif.
Selain untuk tujuan eksplorasi bahan pangan alternatif studi ini diharapkan
mampu meningkatkan kualitas dan potensi tanaman sumber pangan tersebut.
Salah satu bahan pangan alternatif tersebut adalah ganyong (C. edulis Ker.).
Selain memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, ganyong juga dimanfaatkan untuk
produksi bioetanol dan sebagai agen bioremidiasi. Terkait dengan nilai penting
ganyong maka diperlukan adanya studi lanjutan tentang pemuliaan tanaman
ganyong. Pemuliaan tanaman disini dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman
sesuai dengan keinginan kita. Pemuliaan tanaman bisa dilakukan secara
konvensional dan modern. Beberapa karakter yang harus dikaji dalam upaya
pemuliaan tanaman adalah karakter morfologi, karakter sitologi dan karakter
molekuler. Studi mengenai karakter sitologi bisa dilakukan melalui analisa
karyotipe pada tanaman. Ketersediaan informasi awal mengenai karyotipe
ganyong dapat digunakan sebagai dasar dalam pemuliaan tanaman ganyong pada
tahap selanjutnya. Kerangka pemikiran disajikan pada gambar 6.22
Gambar 6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Studi karakter
sitologi
Studi karyotipe
Pemuliaan tanaman
Pelestarian plasma nutfah
Peningkatan kualitas
dan kuantitas
tanaman
Pemenuhan
kebutuhan pangan
Kebutuhan pangan
meningkat
Keterbatasan bahan
pangan
Jumlah penduduk
meningkat
Sumber bahan
pangan alternatif
C. edulis Ker.
Studi variasi
morfologi
Tingkat
ploidi
Waktu optimum
pembelahan
mitosis
Data Morfometri
kromosom
Penelitian
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 8 bulan, dari bulan Juli 2009 sampai Pebruari
2010. Pembuatan preparat, penentuan waktu optimum pembelahan mitosis dan
pembuatan karyotipe dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan adalah polibag, gelas bekker, botol flakon, kuas, gelas
benda, pipet, gelas penutup, kotak preparat, lemari pendingin, kertas alumunium,
mikroskop cahaya, mikrometer, kertas label, kamera digital, kertas tisu, pinset,
plastik transparansi dan silet.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam studi karyotipe ini adalah ujung akar ganyong
(C. edulis Ker.) kultivar merah dan varietas putih. Tanaman yang digunakan
sebagai sampel diperoleh dari kecamatan Baki, Sukoharjo. Kemikalia yang
diperlukan untuk pembuatan preparat kromosom meliputi: Kolkisin 0,2%, etanol,
asam asetat glasial 45%, HCL 1 N, acetoorcein 2%, gliserin, cat kuku, aquades
dan minyak imersi.24
C. Cara Kerja
1. Penyiapan Sampel Tanaman
Penyiapan sampel tanaman dilakukan dengan menanam umbi ganyong ke dalam polibag yang telah diisi media tanam. Sebelum ditanam, umbi
ganyong terlebih dulu dijemur selama 24 jam. Penjemuran ini dimaksudkan
untuk mematahkan dormansi. Penanaman rimpang ganyong yang dilakukan
secara langsung tanpa penjemuran menyebabkan rimpang busuk sehingga akar
tidak tumbuh. Seperti yang disebutkan Etikawati dan Setyawan (2000) bahwa
tujuan penjemuran rimpang adalah untuk mematahkan dormansi. Penyiraman
dilakukan dua kali setiap hari. Pada hari ketiga penanaman, ujung akar telah
tumbuh dengan rata-rata panjang 0,5 cm. Akar yang telah tumbuh ini, siap
untuk dibuat preparat kromosom dengan metode squash semi permanen.
2. Penyiapan Kemikalia
a. Kolkisin 0,2%
Kolkisin 0,2 gram dilarutkan ke dalam 5 ml etanol kemudian
ditambahkan 95 ml akuades, diaduk hingga tercampur rata. Larutan
kolkisin 0,2% disimpan dalam botol tertutup, berwarna gelap dalam lemari
pendingin pada suhu 5ºC.
b. Asam Asetat Glasial 45%
Asam asetat 45 ml dicampur dengan 55 ml akuades kemudian
disimpan dalam botol tertutup pada suhu ruangan.25
c. HCL 1N
HCL I bagian ditambah dengan 11 bagian akuades, digojok sampai
tercampur kemudian disimpan dalam botol tertutup pada suhu kamar.
d. Asetoorsein 2%
Asam asetat glasial 45 ml dipanaskan dalam gelas beker ukuran
100 ml, ditunggu hingga suhu mencapai (90-100ºC). Ditambahkan 2 gram
orcein ke dalam gelas beker kemudian didihkan selama 10 menit sambil diaduk. Larutan didinginkan pada suhu kamar, lalu ditambahkan 55 ml
akuades dan digojok hingga larut. Larutan disaring dan disimpan dalam
botol tertutup, berwarna gelap pada suhu kamar. Apabila terbentuk
endapan, sebelum digunakan larutan asetoorsein digojok dan disaring lagi.
3. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Mitosis
Tumbuhan memiliki waktu optimum pembelahan mitosis yang khas
tergantung jenisnya (Johansen, 1940 dalam Oktaviana, 2008). Untuk
mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis ganyong dilakukan studi
pendahuluan agar diperoleh jumlah sel mitosis tahap prometafase yang
memadai. Mengacu pada Setyawan dan Sutikno dalam Oktaviana (2008)
pemotongan akar dilakukan pada waktu pagi hari karena tumbuhan umumnya
memiliki waktu optimum pembelahan mitosis pada pagi hari. Akar dipotong
setiap 30 menit dan dibuat preparat dengan metode squash semi permanen
(Etikawati dan Setyawan, 2000). Untuk mendapatkan sediaan sel prometafase
yang optimal pada waktu optimum yang telah diketahui, pemotongan ujung
akar dilakukan setiap 15 menit pada kurun waktu optimum pembelahan 26
mitosis tersebut. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran kuat
(400 x) untuk mengetahui kondisi sel ganyong. Kondisi sel ujung akar
ganyong pada preparat yang telah dibuat, digunakan sebagai pedoman untuk
mengetahui waktu optimum pembelahan mitosis.
4. Pembuatan Preparat
Preparat dibuat dengan metode squash semi permanen (Darnaedi, 1991;
Okada, 1981; Robert dan Short, 1979 dalam Akhiriani, 2005) sebagai berikut:
a. Pra Perlakuan
Akar dipotong 3-5 mm dari ujungnya. Potongan ujung akar tersebut dimasukkan ke dalam botol flakon berisi 2-3 ml kolkisin
0,2%, lalu dibungkus kertas alumunium dan disimpan dalam lemari
pendingin selama 2 jam.
b. Pencucian I
Setelah perlakuan dengan kolkisin selanjutnya kolkisin dibuang
dan digantikan dengan akuades. Proses pencucian ujung akar diulangi
sebanyak 3 kali.
c. Fiksasi
Proses fiksasi dilakukan dengan asam asetat glasial 45%.
Potongan ujung akar tadi dimasukkan dalam botol flakon berisi asam
glasial 45% dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 3 jam.
d. Pencucian II
Pencucian yang kedua dilakukan setelah proses fiksasi selesai.
Pencucian dilakukan dengan membuang sisa asam asetat glasial 45% 27
dari botol flakon digantikan dengan akuades. Pencucian diulangi
sebanyak 3 kali.
e. Hidrolisis
Hidrolisis dilakukan dengan membuang sisa akuades dari botol
flakon. HCL 1 N dimasukkan ke dalam botol flakon yang berisi
potongan ujung akar tadi. Botol flakon ditempatkan pada suhu ruangan
selama 2 menit.
f. Pencucian III
HCL 1N sisa hidrolisis dibuang. Akar dijaga agar tidak ikut
terbuang. Potongan ujung akar di dalam botol flakon dicuci kembali
dengan akuades. Pencucian diulangi sebanyak 3 kali. g. Pewarnaan
Akuades dibuang, diganti dengan asetoorcein 2% selama 3 jam.
Pewarnaan dilakukan pada suhu kamar.
h. Squashing
Ujung akar diambil 1-2 buah dengan kuas, diletakkan di atas
gelas benda dan dipotong hingga tersisa 1-2 mm dari ujung. Ditetesi
dengan gliserin, ditutup gelas penutup dan diketuk-ketuk hingga
hancur merata.
i. Penyegelan
Kelebihan gliserin di tepi gelas penutup dihisap dengan kertas
tisu. Agar preparat terlindungi, gelas penutup disegel dengan cat kuku
bening.28
j. Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya
menggunakan perbesaran 1000 x, untuk memperbaiki daya resolusi
digunakan minyak imersi. Preparat yang baik dipotret dengan kamera
digital. Hasil pemotretan diperbesar hingga mudah diamati.
Potret kromosom dipindai dan diperbesar kemudian dicetak.
Hasil cetakan digunting sesuai dengan bentuk masing-masing
kromosom. Berdasarkan cetakan tersebut, jumlah kromosom dan
panjang lengan kromosom dihitung. Setiap kromosom dipasangkan
dengan kromosom homolognya (Yulianty dkk., 2006).
D. Analisis Data
1. Pembuatan Karyotipe
Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom prometafase dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak pada plastik
transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya kemudian jumlah
kromosom dan panjang kedua lengan diukur (Ruas dkk., 1995; Robert dkk., 1979)
setelah itu dipasang-pasangkan sesuai homolognya (Ahmad dkk., 1983 dalam
Akhiriani, 2005).
Data morfometri diperoleh dari 10 kromosom dalam fase prometafase.
Sifat yang diamati meliputi : panjang absolut (PA), indeks sentromer relatif
(centromeric index = Ci), panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid
chromosome length = HCL), indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%), 29
perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (ratio = R), serta
perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).
a. Panjang absolut (PA)
Ukuran absolut kromosom ditentukan secara langsung. Pengukuran
kromosom secara langsung dilakukan dengan mikrometer.
b. Indeks sentromer relatif (centromeric index = Ci)
Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan posisi relatif sentromer
Panjang lengan pendek kromosom
Ci = ---------------------------------------------- x 100
Total panjang lengan kromosom
c. Perbandingan lengan panjang dan pendek (L/S).
kromosom panjang
Nilai L/S = ------------------------------
kromosom pendek
d. Panjang keseluruhan kromosom haploid (haploid chromosome length
= HCL). Nilai HCL dihitung dengan menjumlahkan seluruh panjang pasangan
kromosom.
e. Indeks asimetri relatif (asimetry index = AsI%) :
total lengan panjang kromosom set
AsI % = ------------------------------------------- X 100
total panjang kromosom set
f. Perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek
(ratio = R) :
pasangan kromosom terpanjang
R = --------------------------------------------
pasangan kromosom terpendek 30
(Ruas dkk., 1995; Levan dkk., 1964 dalam Anggarwulan dkk., 1999).
Variasi utama yang dapat diamati pada kromosom untuk membandingkan
spesies yang saling berhubungan, antara lain dengan mengamati ukuran panjang
absolut yang ditentukan secara langsung menggunakan mikrometer, sifat
kromosom terhadap pewarnaan, morfologi (bentuk), ukuran panjang relatif yang
meliputi perhitungan indeks sentromer relatif, indeks asimetri relatif dan jumlah
kromosom (Sharma, 1976 dalam Suliartini dkk., 2004).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Canna edulis Ker.
Sampel tanaman ganyong kultivar merah dan kultivar putih dalam
penelitian ini diambil dari kecamatan Baki Sukoharjo. Populasi yang diambil
sebagai sampel merupakan populasi liar yang belum dibudidayakan.
1. Canna edulis Ker. kultivar merah
Ganyong merah (Gambar 7) ditandai dengan daun berwarna hijau
berbentuk bulat telur terbalik sampai elips dengan ujung daun meruncing. Tepi
daun warna merah dan pelepah yang berwarna merah atau ungu. Kultivar ini
memiliki warna batang merah, begitu juga dengan warna sisik pada rimpangnya.
Jenis ini biasa disebut sebagai edulis dark (Brickell, 2010). Bunga tersusun
dalam tandan dengan jumlah kelopak bunga ada 3 buah berwarna kuning,
mahkota bunga berjumlah 3 berwarna merah dan masing-masing panjangnya 5
sentimeter. Bunga ganyong merah memiliki ovarium yang berwarna hijau
kemerahan dengan 3 ruangan bakal biji. Jika dibandingkan dengan kutivar putih
kultivar merah memiliki ukuran rimpang yang relatif kecil.010009000003740000
0002001c0000000000
040000000301080005
0000000b0200000000
050000000c025602f50
1040000002e0118001
c000000fb02ceff00000
000000090010000000
00440001254696d657
3204e657720526f6d61
6e0000000000000000
000000000000000000
040000002d01000004
000000020101000500
00000902000000020d
000000320a2d000000
0100040000000000f40
1550220f816001c0000
00fb021000070000000
000bc0200000000010
2022253797374656d0
000000000000000000
018000000010000005
310c86904e4040000040
000002d01010003000
0000000
Data pengamatan morfologi dari tiap-tiap kultivar ganyong tersaji dalam
tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun
C. edulis Ker kultivar merah dan kultivar putih diambil dari 10 individu
dalam masing-masing populasi.
Karakter Nilai rata-rata (cm)
Kultivar merah Kultivar putih
Tinggi tanaman 80,79 72
Diameter batang 5,74 6,04
Panjang daun 57,01 40,97
Lebar daun 18,04 19,19
2. Canna edulis Ker. kultivar putih
Ganyong putih (Gambar 8) ditandai dengan daun berwarna hijau
berbentuk bulat telur terbalik sampai elips dengan ujung daun meruncing. Tepi
daun berwarna hijau dan pelepah berwarna hijau. Kultivar ini memiliki warna
batang hijau, dengan warna sisik kecoklatan pada rimpangnya. Bunga berwarna
kuning oranye dengan benangsari yang tidak sempurna yang disebut staminodia.
Jumlah kelopak bunga ada 3 buah berwarna kuning, mahkota bunga berjumlah 3
berwarna oranye dan masing-masing panjangnya 5 sentimeter. Bunga ganyong
memiliki ovarium berwarna hijau dengan 3 ruangan bakal biji. Meskipun
memiliki ukuran daun dan tinggi yang lebih rendah, jenis ini menghasilkan
rimpang yang lebih besar.
32
B. Penentuan Waktu Optimum Pembelahan Mitosis
Informasi mengenai waktu optimum pembelahan sel diperlukan dalam
studi mengenai kromosom. Setiap tumbuhan memiliki jam biologi yang mengatur
waktu optimum pembelahan mitosis (Johansen, 1940 dalam Oktaviana, 2008).
Crowder (1997) menyebutkan bahwa kromosom dapat dilihat jelas selama tahap-
tahap tertentu dari pembelahan inti, terutama pada tahap metafase. Waktu
optimum pembelahan mitosis ditandai dengan banyaknya jumlah sel yang berada
dalam keadaan aktif membelah. Tidak semua sel dalam waktu optimum
pembelahan mitosis melakukan aktifitas pembelahan, namun porsi sel yang
memiliki aktifitas pembelahan mitosis pada waktu optimum lebih besar jika
dibandingkan dengan waktu di luar waktu optimum.
Langkah yang digunakan untuk mengetahui waktu optimum pembelahan
mitosis pada ganyong dilakukan dengan melakukan pemotongan akar setiap 30
menit. Pemotongan sebagai studi awal dilakukan pada pukul 05.00-08.30. Sesuai
dengan pernyataan Setyawan dan Sutikno dalam Oktaviana (2008) bahwa
tumbuhan pada umumnya melakukan pembelahan sel pada pagi hari.
Berdasarkan preparat yang dibuat dari hasil pemotongan ujung akar antara
pukul 05.00-08.30 diketahui bahwa preparat yang dibuat pada pukul 05.30-06.30
berada dalam kondisi aktif membelah. Terbukti dalam satu sediaan preparat yang
33dibuat dalam waktu tersebut, hampir semua sel menunjukkan berbagai tahapan
dalam pembelahan mitosis. Selanjutnya pemotongan akar dilakukan setiap 30
menit pada pukul 13.00-13.30. Preparat pada pemotongan pukul 13.00-13.30
menunjukkan hampir tidak ada sel yang berada dalam kondisi aktif melakukan
pembelahan mitosis. Seperti yang dinyatakan Albert dkk., (1994) bahwa satu
siklus sel pada eukaryotik berlangsung selama 24 jam. Sehingga untuk
menentukan waktu optimum pembelahan mitosis pada ganyong, pemotongan akar
tidak dilakukan dalam kurun waktu 24 jam. Untuk mendapatkan sediaan sel
prometafase dalam jumlah banyak, dilakukan pemotongan akar setiap 15 menit
dalam kurun waktu yang telah diketahui sebagai waktu optimum pembelahan
mitosis sebelumnya. Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa C.
edulis memiliki waktu optimum pembelahan mitosis pada pagi hari yaitu pada
pukul 05.45-06.30.
Kondisi sel ganyong pada waktu optimum pembelahan mitosis
menunjukkan sebagian besar berada dalam kondisi aktif membelah. Dalam satu
sediaan preparat squash ujung akar ganyong, dapat diamati banyak sel yang
menunjukkan tahap pembelahan mitosis yang berbeda-beda (Gambar 9).
34 10 µm
Gambar 9. Sel Canna edulis Ker. dalam kondisi aktif membelah, pemotongan
pukul 06.15 WIB. (Perbesaran 400 x). 1. Profase 2. Anafase 3.
Prometafase 4. Metafase 5. Interfase 6. Telofase.
C. Analisis Karyotipe
Karyotipe dibuat sekurang-kurangnya dari dua foto kromosom
prometafase dengan fokus berbeda-beda. Kedua foto tersebut dijiplak pada plastik
transparansi, lalu digunting dan diatur sesuai dengan bentuknya. Jumlah
kromosom dan panjang kedua lengannya diukur (Ruas dkk., 1995; Davina dan
Vernandes, 1989; Robert dan Short, 1979), setelah itu dipasang-pasangkan sesuai
homolognya (Ahmad dkk., 1993 dalam Anggarwulan dkk., 1999). Variasi utama
yang dapat diamati pada kromosom untuk membandingkan spesies yang saling
berhubungan antara lain dengan ukuran panjang absolut, sifat kromosom terhadap
pewarnaan, morfologi (bentuk), ukuran panjang relatif dan jumlah kromosom
(Sharma, 1976 dalam Suliartini dkk., 2004).
35Gambar 10. Sel prometafase C. edulis Ker. dengan metode
squash semipermanen (perbesaran 1000 x).
1. Jumlah Kromosom
Pembuatan karyotipe diambil dari sepuluh sel prometafase pada masing-
masing kultivar. C. edulis Ker. kultivar merah dan putih memiliki jumlah
kromosom yang sama yaitu 2n=18. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Belling
(1926); Simmonds (1954); Sato (1960) dalam Tanaka dkk. (2009) bahwa jumlah
kromosom C. edulis Ker. adalah 2n=18. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui
bahwa tidak ada perbedaan jumlah kromosom dalam tingkat kultivar pada C.
edulis Ker.
Tanaman ganyong pada umumnya diperbanyak secara vegetatif
menggunakan rimpangnya. Kedua kultivar Canna merupakan tanaman berbunga
tapi jenis ini tidak menghasilkan biji yang mampu digunakan untuk perbanyakan
tanaman (Vimala dan Nambisan, 2005). Perbanyakan secara vegetatif pada
tanaman, umumnya menyebabkan tanaman baru tumbuh seragam, identik dengan
induknya. Keseragaman tersebut disebabkan oleh perbanyakan tanaman hanya
36berasal dari salah satu induk saja, bukan melalui persilangan antara dua induk
yang menyebabkan adanya variasi. Tanaman yang berkembang biak secara
vegetatif mempunyai genotipe yang seragam dan kisaran adaptasi yang terbatas
terhadap lingkungan (Poespodarsono, 1988 dalam Suliartini dkk., 2004). Cara
yang digunakan untuk perbanyakan tanaman sesuai dengan produk yang ingin
diperoleh dari tanaman tersebut.
2. Ukuran Kromosom
Ukuran kromosom dapat diketahui melalui data panjang absolut (PA).
Panjang absolut suatu kromosom ditentukan dengan mengukur kromosom secara
langsung (Ruas dkk., dalam Anggarwulan dkk., 1999). Berdasarkan hasil
pengukuran secara langsung menggunakan mikrometer diketahui bahwa panjang
absolut kromosom-kromosom pada kultivar putih lebih besar daripada kultivar
merah. Ukuran kromosom terpanjang dan kromosom terpendek pada kultivar
merah dan kultivar putih disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Ukuran kromosom terpanjang dan terpendek pada C. edulis Ker. kultivar
merah dan kultivar putih
Morfometri
kromosom
Panjang kromosom (µm)
Kultivar merah Kultivar putih
Kromosom
terpanjang 4,14 5,19
Kromosom
terpendek 1,04 1,37
Antara kromosom satu dengan kromosom yang lain dalam masing-masing
kultivar memiliki selisih nilai yang tidak besar. Hal ini sesuai dengan yang
disebutkan Tanaka dkk. (2009) bahwa panjang kromosom pada Canna bervariasi
secara perlahan dari yang terpanjang sampai yang terpendek.
37Nilai HCL (Haploid Chromosome Lenght) yang diperoleh dari kedua
kultivar ganyong (Lampiran 5) memiliki nilai yang berbeda. Nilai HCL untuk
kultivar putih adalah 48,87 µm dan kultivar merah lebih kecil yaitu 39,87 µm.
Jumlah kromosom yang sama tidak mencerminkan tetapnya kandungan DNA inti
(Clark dan Wall, 1996 dalam Suliartini dkk., 2004) sehingga sangat mungkin jika
dalam spesies yang sama memiliki jumlah kromosom sama tetapi memiliki
ukuran yang berbeda karena kandungan gen yang mengkodekan suatu sifat di
dalam kromosom suatu organisme berbeda.
3. Bentuk Kromosom
Bentuk kromosom bisa diketahui melalui nilai L/S atau Ci (Centromeric
Index). Konversi bentuk kromosom berdasarkan nilai Ci dan L/S mengacu pada
Levan dkk. (1964) sebagai berikut:
a. Bentuk kromosom median/metasentris (m): nilai Ci= 50-37,5 atau nilai L/S=
1,00-1,67
b. Bentuk kromosom submedian/submetasentris (sm): nilai Ci= 37,5-25 atau nilai
L/S= 1,67-3,00
c. Bentuk kromosom subterminal/subtelosentris (st): nilai Ci= 25-12,5 atau nilai
L/S= 3,00-7,00.
Berdasarkan data perhitungan Centromeric index (Ci) dan perbandingan
lengan panjang dan pendek (L/S) diketahui bahwa ganyong kultivar merah
memiliki bentuk kromosom yang lebih variatif daripada kultivar putih. Ganyong
merah memiliki bentuk kromosom metasentris, submetasentris, subtelosentris dan
telosentris. Kromosom dari kultivar putih terdiri dari bentuk metasentris dan
38submetasentris tanpa bentuk subtelosentris dan telosentris. Pada kultivar putih
nilai Centromeric index (Ci) kromosom nomor 15 adalah 36,72 sedangkan untuk
nilai perbandingan lengan panjang dan pendek adalah 1,61. Mengacu pada
ketentuan klasifikasi kromosom berdasarkan letak sentromer, Levan dkk. (1964)
menyebutkan nilai Ci 36, 72 termasuk dalam kelompok kromosom submetasentris
dan nilai L/S 1,61 termasuk dalam kelompok kromosom metasentris. Hal ini
menyebabkan terjadinya perbedaan taksiran bentuk kromosom berdasarkan nilai
Ci dan L/S sehingga dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai L/S 1,61
termasuk dalam kelompok kromosom submetasentris.
Indeks asimetri relatif digunakan untuk menunjukkan keragaman panjang
kromosom dalam suatu spesies. Apabila nilainya mendekati 50 maka pasangan
kromosom dalam spesies tersebut cenderung berbentuk metasentris dan jika lebih
besar dari 50 maka pasangan kromosom dalam spesies tersebut cenderung
berbentuk submetasentris. Nilai Asl% yang mendekati nilai 100 maka
diasumsikan pasangan kromosom dalam spesies tersebut berbentuk subtelosentris
atau bentuk lainnya (Akhiriani, 2005).
Indeks asimetri relatif (Asimetry index = Asl %) pada kedua kultivar
ganyong adalah 65,08 untuk kultivar merah dan 64,39 untuk kultivar putih. Data
tersebut menunjukkan bahwa pasangan kromosom pada kedua kultivar ganyong
tidak memiliki bentuk metasentris secara mutlak tapi bervariasi. Kultivar putih
memiliki variasi bentuk antara metasentris dan submetasentris. Kultivar merah
memiliki variasi bentuk pasangan kromosom antara metasentris, submetasentris,
telosentris dan subtelosentris yang ditunjukkan dengan nilai Asl% yang lebih
39besar daripada nilai Asl% pada kultivar putih.
Ratio (R) antara lengan terpanjang dan terpendek dari masing-masing
kultivar menunjukkan nilai lebih dari 1, yaitu 3,99 untuk kultivar merah dan 3,79
untuk kultivar putih. Apabila nilai R mendekati 1 maka kromosom dalam suatu
spesies memiliki ukuran yang hampir sama panjang dan semakin besar nilai R,
maka makin beragam ukuran kromosom dalam spesies tersebut (Akhiriani, 2005),
sehingga bisa dikatakan bahwa ganyong kultivar merah memiliki ukuran
kromosom yang lebih beragam jika dibandingkan dengan ganyong kultivar putih.
Gambar 11a, 11b, 12a dan 12b berikut merupakan kariogram dan idiogram
dari kedua kultivar ganyong, kultivar merah dan putih.
1. Canna edulis Ker. kultivar merah
Gambar 11a. Karyogram Canna edulis Ker. kultivar merah
Gambar 11b. Idiogram Canna edulis Ker. kultivar merah
2. Canna edulis Ker. kultivar putih
40Gambar 12a. Karyogram Canna edulis Ker. kultivar merah
Gambar 12b. Idiogram Canna edulis Ker. kultivar merah
Hampir pada keseluruhan sampel sel prometafase kultivar merah
ditemukan adanya pasangan kromosom telosentris sedangkan pada kultivar putih
dari 10 sampel sel prometafase hanya ditemukan 5 sel prometafase yang memiliki
sepasang kromosom telosentris. Kromosom telosentris ditandai dengan sentromer
yang berada pada ujung akhir lengan kromosom (terminal point).
Pada kultivar putih kromosom pertama dari beberapa sel prometafase
diduga mempunyai satelit yang merupakan konstriksi sekunder dari kromosom
(Secondary constriction). Dari sepuluh sampel sel prometafase terdapat empat
sampel yang diduga memiliki konstriksi sekunder pada kromosom pertama. Pada
kromosom pertama kultivar merah tidak dijumpai adanya satelit.
Sediaan kromosom prometafase yang kurang menyebar dan jelas
menyebabkan sulitnya menentukan bentuk kromosom dengan ukuran yang kecil.
Schwarzacher dan Leitch (1993) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting
dalam pengamatan kromosom adalah daya pisah antar kromosom itu sendiri.
Dalam studi karyotipe, kromosom harus terpisah dari sitoplasma, debris sel dan
pengotor lainnya. Karena keberadaan sitoplasma, debris sel dan pengotor lainnya
akan membuat kromosom nampak kurang jelas.
41Berdasarkan analisis data di atas, kromosom pada C. edulis Ker. bisa
dirumuskan sebagai berikut:
C. edulis Ker. kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t
C. edulis Ker. kultivar putih 2n= 10m+ 8sm
Kedua kultivar ganyong memiliki formulasi karyotipe yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Perbedaan formulasi karyotipe menyebabkan morfologi antara
kultivar merah dan kultivar putih berbeda, meskipun antara keduanya memiliki
jumlah set kromosom yang sama yaitu 2n=18. Kartasapoetra (1991) dalam
Akhiriani (2005) menyatakan bahwa perbedaan bentuk kromosom pada spesies
yang sama sangat mungkin terjadi karena kromosom sebagai karakter taksonomi
yang kuat (konstan) tetap memiliki dinamisasi atau perubahan struktur. Perubahan
struktur kromosom dapat terjadi akibat adanya fragmentasi (pematahan),
defisiensi (pegurangan), duplikasi (penggandaan), inversi (pembalikan) dan
translokasi (pemindahan).
Morfologi kromosom yang sama dalam suatu spesies bersifat khas.
Adanya perbedaan antar jenis diduga karena adanya perubahan pada bentuk
kromosom akibat aberasi kromosom seperti inversi dan translokasi (Meerow,
1987 dalam Suliartini dkk., 2004). Perbedaan morfologi kromosom pada spesies
C. edulis Ker. menyebabkan munculnya kultivar ganyong dengan kenampakan
yang berbeda.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Waktu optimum pembelahan mitosis pada Canna edulis Ker. adalah pada
pukul 05.45-06.30. 2. Kedua kultivar Canna edulis Ker. memiliki jumlah kromosom yang sama
yaitu, 2n=18 dengan rumus karyotipe yang berbeda.
Canna edulis Ker. kultivar merah 2n= 12m+4sm+1st+1t
Canna edulis Ker. kultivar putih 2n= 10m+ 8sm.
3. Kromosom pada Canna edulis Ker. kultivar merah dan kultivar putih
didominasi oleh kromosom metasentris. Pasangan kromosom pada Canna
edulis Ker. kultivar putih memiliki panjang absolut (PA) yang lebih besar
daripada pasangan kromosom pada kultivar merah.
B. Saran
Penelitian tentang studi karyotipe ini merupakan penelitian awal dalam
rangka pemuliaan tanaman Canna edulis Ker. yang berpotensi sebagai sumber
bahan pangan alternatif. Studi tentang karyotipe ini membutuhkan penelitian
lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal. Sehingga perlu
dilakukan analisis karyotipe menggunakan metode Chromosome Banding
untuk mengidentifikasi kromosom secara lebih teliti berdasarkan band yang
diperlihatkan oleh kromosom.
44
DAFTAR PUSTAKA
Akhiriani, P. 2005. Karyotipe Anggota Genus Hippeastrum. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Albert, B. D., D. Bray., J. Lewis., M. Raff., K. Roberts and D. Watson. 1994.
Molecular Biology of The Cell. Third Edition. Garlang Publising Inc., New
York.
Anggarwulan, E., N. Etikawati dan A.D. Setyawan. 1999. Karyotipe Kromosom
pada Tanaman Bawang Budidaya (Genus Allium; Familia
Amaryllidaceae). BioSMART 1 (2): 3-19.
BATS. 1995. Methods for Plant Breeding. www.bats.ch/bats_methods.php. [21
April 2010].
Brickell, C.D., B.R. Baum, W. J. A. Hetterscheid, A. C. Leslie, J. M. Neill, P.
Trehane., F. Vrugtman., Wiersema. 2004. International Code of
Nomenclature for Cultivated Plants. Acta Horticulturae 647.
Brutovska, R., P. Kusnirikova, E. Bogyiova and E. Cellarova. 2000. Karyotype
Analysis of Hyperycum perforatum L.. Biology Plantarum 43 (1): 133-
136.
Crowder. N. J. 1997. Genetika Tumbuhan. (Diterjemahkan oleh Lilik Kusdiarti).
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Delin, W. and J. Kress. 2000. Cannaceae. Flora of China 24: 378.
Direktorat Budidaya Kacang-kacangan & Umbi-umbian. 2009. Umbi Ganyong.
bukabi wordpress.com. [29 April 2009].
Emergent Culture. 2009. Mitotic Cell Division. www.emergentculture.com. [21
April 2010].
Ernawiati, E., S. Wahyuningsih dan Yulianty. 2008. Penampilan Fenotipik Tanaman Cabai Merah Keriting Hasil Induksi Poliplodisasi Dengan
Ekstrak Umbi Kembang Sungsang (Gloriosa superba L.). Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi II: 375-381
Etikawati, N. dan A.D. Setyawan. 2000. Studi Sitotaksonomi pada Genus
Zingiber. Biodiversitas 1 (1): 8-13.
Flanch, M. and F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South East Asia No. 9.
Plants yielding non seed carbohydrates. Prosea Foundation, Indonesia.45
Genetics Education Center. 2009. The Cell Cycle, Mitosis and Meiosis. University
of Leicester, United Kingdom.
Genetics Home Reference. 2010. What Is a Chromosome?
http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/basics/chromosome. [24 April 2010].
Gepts, P. 2009. Who's Who in the History of Crop Evolution Studies.
www.plantsciences.ucdavis.edu. [12 Mei 2009].
Imai, K., T. Kanawa and K. Shimabe. 1993. Studies on Matter Production of
Edible Canna (Canna edulis Ker.). Japanese Journal of Crop Science 62 :
601-602.
King, M. W. 2009. The Mechanism of Cell Division. www.iupui.edu. [22 Maret
2010].
Langer, S., J. Kraus, I. Jentsch and M.R Speicher. 2004. Multicolor Chromosome
Painting In Diagnostic And Research Applications. Chromosome Research
12: 15–23.
Levan, A., K. Fredga and A. Sandberg. 1964. Nomenclature For Centromeric
Position on Chromosome. Institute of Genetics, New York.
O’Connor, C. 2008. Chromosomes and Cytogenetics. www.nature.com. [21 April
2010]. Oktaviana, D.A. 2008. Pengaruh Kolkisin, Karotenoid dan Protein Tanaman
Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.). Skripsi. Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Pramono, S. 2009. Ganyong untuk Bio-etanol. www.beritajogja.com. [26 April
2009].
Prasetiyono, J., Tasliah dan S. Moeljopawiro. 2002. Survei Primer Mikrosatelit
dan Isolasi DNA Tanaman F2 (Dupa x ITA131).
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. 2007. Teknik Mutasi. www.infonuklir.com. [26
April 2008].
Rettig, L. 2009. Is Canna edulis the same as Canna indica?.
www.davegardens.com. [25 januari 2010].
Singh, D. 2009. Chromosomal Organization. Botany Department Govt. College,
Punjab.
Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam
Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2): 70-79.46
Steenis, V. C. G. G. 1978. Flora untuk Sekolah. (Diterjemahkan oleh Moeso
Surjowinoto). Pradnya Paramita, Jakarta.
Sudrajat, U. 2005. Tanaman Ganyong Bisa Jadi Substitusi Tepung Terigu.
http://anekaplanta.wordpress.com. [31 April 2009].
Sugarman, Y. 2003. Ubi “Ganyong” Bisa Atasi Gizi Buruk. Sinar Harapan.
Jum’at 3 April 2009. [26 April 2009].
Sukandar, D. dan Putri, LSE. 2008. Konversi Pati Ganyong (Canna edulis Ker.)
Menjadi Bioetanol melalui Hidrolisis Asam dan Fermentasi. Biodiversitas
9 (2): 112-116.
Suliartini, S., A. Purwantoro dan E. Sulistyaningsih. 2004. Keragaman Genetik dalam Spesies Caladium bicolor Berdasarkan Analisis Kariotip. Agrosains
17 (2): 236-240.
Suminah, Sutarno dan A.D Setyawan. 2002. Induksi Poliploidi Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Kolkisin. Biodiversitas 3 (1):
174-180.
Suntoro, H. 1983. Metode Pewarnaan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Susanto, A. dan A. Suhardianto. 2004. Studi Tanaman Ganyong (Canna edulis
Ker.) sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat dalam Rangka -
Meningkatkan Ketahanan Pangan (Studi Kasus di Desa Jlegiwinangun,
Kecamatan Kutowinangun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah). Jurnal
Matematika, Sains dan Teknolog 5 (1).
Suryo. 1997. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Schwarzacher, T and Leitch, A. R. 1993. Enzymatic Treatment of Plant Material
to Spread Chromosomes for In Situ Hybridization.
http://www.springerprotocols.com. [19 April 2010].
Tanaka, N., H. Uchiyama, H. Matoba and T. Koyama. 2009. Karyological
analysis of the genus Canna (Cannaceae). Plant Systematics and Evolution
280 (1-2): 45-51.
Tangahu, V. dan Warmadewanthi. 2008. Pengolahan Lindi Dari Proses
Komposting Menggunakan Sistem Constructed Wetland. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Thitipraphunkul, K. 2006. Molecular Structure and Properties of Edible Canna
(Canna edulis) Starches. University of Technology Thonburi, Thailand.
Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.47 Vimala, B and B. Nambisan. 2005. Tropical Minor Tuber Crops. Indian Council
of Agricultural Research, India.
Watson, J. D., T. A. Baker., S. P Bell., A. Gann., M. Levine and R. Losick. 2008.
Molecular Biology of The Gene. Sixth Edition. Pearson Education Inc.,
New York.
Yulianty, M., E.D. Pujawati, Badruszaufari. 2006. Analisis Kariotipe Pisang
Mauli. Bioscientiae 3 (2): 103-109.
Zoshchuk, N.V., E.D Badaeva and A.V. Zelenin. 2003. History of Modern
Chromosomal Analysis. Differential Staining of Plant Chromosomes.
Ontogenez 34 (1): 5-18.
Zuhri, S. 2010. Impor Terigu Melonjak. www.bataviase.co.id. [23 April 2009].
42