6
Studi kasus; Toksisitas Akut Sodium Fluorida Kasus 1 Seorang pria berusia 25-tahun yang sengaja menelan racun tikus komersil dirawat di ruang gawat darurat 2,5 jam setelahnya. Kotak tak berlabel berisi campuran bubuk biru halus juga terbawa. Awalnya terduga bahwa itu adalah arsenik. kemudian, namun setelahnya terungkap bahwa itu adalah sodium fluorida. Pemeriksaan fisik normal kecuali takikardia (160 denyut/menit) dan irama gallop. Tinja menunjukkan adanya tanda-tanda pendarahan. Sianosis tidak ditemukan. Nilai laboratorium ditunjukkan dalam tabel 10.12. Rekaman EKG mengungkapkan takikardia dengan interval QT 0,45 detik. analisis toksikologi darah dan urin negatif untuk obat-obatan dan arsen. Pengobatan dengan 300 mg dimercaprol intramuskular dilakukan, karena diagnosis awal adalah keracunan arsenik. Sebuah tabung nasogastrik dimasukkan. Bilas lambung dilakukan dengan menggunakan 3 L susu. Setelah beberapa saat, ada drainase berlimpah berupa darah merah terang dari tabung nasogastrik. Penggantian cairan terdiri dari larutan garam dan dextrosa. Pasien mengalami peningkatan fibrilasi ventrikel sekitar 1 jam setelah masuk. Aritmia terus terjadi meskipun prosedur defibrilasi dan pengobatan dengan lidokain dilakukan. Ia meninggal setelah 30 menit resusitasi tidak berhasil.

Studi Kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Studi kasus keracunan

Citation preview

Page 1: Studi Kasus

Studi kasus; Toksisitas Akut Sodium Fluorida

Kasus 1

Seorang pria berusia 25-tahun yang sengaja menelan racun tikus komersil

dirawat di ruang gawat darurat 2,5 jam setelahnya. Kotak tak berlabel berisi campuran

bubuk biru halus juga terbawa. Awalnya terduga bahwa itu adalah arsenik. kemudian,

namun setelahnya terungkap bahwa itu adalah sodium fluorida.

Pemeriksaan fisik normal kecuali takikardia (160 denyut/menit) dan irama

gallop. Tinja menunjukkan adanya tanda-tanda pendarahan. Sianosis tidak ditemukan.

Nilai laboratorium ditunjukkan dalam tabel 10.12.

Rekaman EKG mengungkapkan takikardia dengan interval QT 0,45 detik.

analisis toksikologi darah dan urin negatif untuk obat-obatan dan arsen.

Pengobatan dengan 300 mg dimercaprol intramuskular dilakukan, karena

diagnosis awal adalah keracunan arsenik. Sebuah tabung nasogastrik dimasukkan. Bilas

lambung dilakukan dengan menggunakan 3 L susu. Setelah beberapa saat, ada drainase

berlimpah berupa darah merah terang dari tabung nasogastrik. Penggantian cairan terdiri

dari larutan garam dan dextrosa.

Pasien mengalami peningkatan fibrilasi ventrikel sekitar 1 jam setelah masuk.

Aritmia terus terjadi meskipun prosedur defibrilasi dan pengobatan dengan lidokain

dilakukan. Ia meninggal setelah 30 menit resusitasi tidak berhasil.

Temuan pasca kematian menunjukkan sumbatan parah pada paru-paru dan hati,

bersama dengan pembesaran ventrikel kiri. Perut dan kerongkongan menunjukkan

hiperemia, dan lumen perut berisi sekitar 50 ml cairan cokelat keunguan yang dinyatakan

positif fluoride. (lihat ref 4).

Kasus 2

Seorang gadis 2,5 tahun menelan bubuk laundry komersil yang dimaksudkan

untuk digunakan sebagai pemutih dengan jumlah yang tidak diketahui. Bahan utama

adalah natrium sllicofluoride, meskipun informasi ini tidak diketahui oleh personel gawat

darurat selama beberapa waktu setelah masuk. ia dibawa ke fasilitas gawat darurat karena

muntah yang progresif dan letargi yang telah terjadi selama sekitar 6 jam. Dia mengalami

gangguan pernapasan dan periode takikardia ventrikel serta fibrilasi selama 2 hari

berikutnya.

Page 2: Studi Kasus

Dia ditemukan dalam keadaan koma dengan respirasi dari 6 sampai 8/min.

Tanda-tanda vital lainnya yang normal. Generalizzed twitching dan nystagmus juga

terjadi. Gejala Chvostek dan Trousseau tidak ditemukan. Dia merespon hanya untuk rasa

sakit yang dalam. Bilas lambung dilakukan dan menghasilkan bahan kuning kental.

Temuan laboratorium normal untuk hematologi, glukosa darah, dan analisis

cairan. Nilai-nilai lain yang ditampilkan dalam tabel 10.13.

Elektrokardiogram menunjukkan irama sinus normal dan interval QT 0,52 detik.

Sembilan jam setelah masuk, dialisis peritoneal dimulai dengan kalsium klorida

ditambahkan ke dialisat. Pasien menerima infus kontinu kalsium, dan juga diberikan

0,1% kalsium hidroksida (air kapur) secara lisan. Takikardia ventrikular dikontrol dengan

lidokain dan delapan program yang terpisah dari kardioversi eletrik.

Sembilan jam setelah masuk, ia menjadi responsif dan sadar sepenuhnya 2 hari

kemudian. Tidak ada masalah besar lainnya yang tercatat, selain dari sekitar dari

pneumonitis virus (lihat ref 70).

Diskusi:

1. Dalam kedua kasus, ada interval QT berkepanjangan. Bahaslah mekanisme

kardiotoksisitas yang diinduksi fluorida.

Jawaban:

Keracunan akut fluorida dapat menimbulkan terjadinya kardiotoksisitas yang

disebabkan oleh terjadinya pengikatan Ca2+ oleh F- yang menimbulkan terjadinya

hipokalsemia. Penurunan serum Ca2+ telah diketahui menjadi faktor mayor

terjadinya iritabilitas ventrikel pada pasien yang keracunan fluorida. Meskipun

demikian, terjadinya hipokalemia sebenarnya tidak secara langsung menimbulkan

kematian. Namun, saat terjadi penurunan level Ca2+ ekstraseluler, penelitian

sebelumnya telah membuktikan bahwa peningkatan Ca2+ intraseluler (dibandingkan

ekstraseluler) memicu pembukaan Ca2+ dependent K+ Channels (kanal kalium yang

dependen kalsium) yang menimbulkan terjadinya efluks K+. Efluks K+ tersebut

dapat berarti secara klinis karena menimbulkan terjadinya aritmia akibat

ketidakseimbangan elektrolit pada jantung dan terbentuknya emboli (sumbatan)

pada jantung pasien karena adanya trombus yang berakibat pada terjadinya gagal

jantung (Cummings & Michael, 1998).

Page 3: Studi Kasus

2. Bagaimana mekanisme toksisitas pulmoner yang diinduksi fluorida?

Asam fluorida yang terbentuk setelah garam fluorida bertemu dengan asam

lambung bersifat memiliki sifat korosif dan dapat mengakses paru-paru melalui

refluks pada esophagus maupun melalui peredaran darah. Persenyawaan fluorida

bersifat korosif dan dapat secara langsung menimbulkan laringspasme, laringeal

edema, bronkospasme, trakheobronkitis purulen dan/atau edema hemoragik

pulmoner akut dengan sindrom sesak nafas akut. Kegagalan jalan nafas juga

disebabkan oleh terjadinya hiperkalemia. Hiperkalemia dapat menimbulkan

terbentuknya emboli (sumbatan) pada bronkus yang mengambat proses respirasi

(Dunser et al., 2004).

3. Apakah ada antidot spesifik untuk toksisitas fluorida? jika demikian, apa-apa

sajakah?

Pemberian antidot spesifik untuk keracunan fluorida dapat menggunakan susu yang

dapat mengendapkan fluorida, pemberian kalsium glukonat sebanyak 10% dapat

diberikan pada proses lavasi lambung (Kirkpatrick et al., 1995). Selain Kalsium,

pemberian persenyawaan magnesium atau alumunium juga dapat dilakukan. Pada

kasus keracunan melalui jalur topical dapat ditangani dengan pemberian gel

kalsium, kalsium karbonat, kalsium asetat, benzalkonium klorida (diberikan dalam

keadaan dingin), magnesium, DMSO dan hexafluorin (Dunser et al., 2004).

4. Pasien 1 teruji positif untuk adanya darah pada tinja. Bagaimana hal ini

berhubungan dengan patogenesis toksisitas fluorida?

Jawaban:

Keracunan fluorida menimbulkan gejala berupa mual, muntah dan rasa sakit pada

perut. Hal tersebut disebabkan oleh terjadinya luka pada mulut, esophagus dan

lambung akibat terbentuknya persenyawaan hidrogen fluorida (HF) yang bersifat

korosif. Jika keracunan yang dialami parah, dapat terjadi obstruksi jalan nafas,

hemoragik dan perforasi pada esophagus maupun lambung (Kirkpatrick et al.,

1995). Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya pendarahan pada saluran cerna

yang ditandai dengan adanya darah pada tinja dan lumen perut.

Page 4: Studi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

Cummings, Charles C., Michael E. Mclvor, 1998, Fluoride-Induced Hyperkalemia: The Role of Ca++ Dependent K+ Channels, American Journal of Emergency Medicine, Volume 6, No. 1.

Dunser, Martin W., Markus Öhlbauer, Josef Rieder, Isabella Zimmermann, Helmut Ruatti, Anton H. Schwabegger, Florian Bodrogi, Georg M. Huemer, Barbara E. Friesenecker, Andreas J. Mayr, Philipp Lirk, Critical care management of major hydrofluoric acid burns: a case report, review of the literature, and recommendations for therapy, Burns, Volume 30: 391–398.

Kirkpatrick, J. J. R., D. S. Enion dan D. A. R. Burd, Hydrofluoric acid burns: a review,

Burns, Volume 21, No. 7: 483-493.