Upload
truongtuong
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA TN. A DENGAN BRONCOPNEUMONIA
DI RUANG BOUGENVILLE RUMAH SAKIT
PANTI WALUYO
DI SUSUN OLEH :
MEYKA ANDYTA SARY
NIM. P.10107
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
i
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA TN. A DENGAN BRONCOPNEUMONIA
DI RUANG BOUGENVILLE RUMAH SAKIT
PANTI WALUYO
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
MEYKA ANDYTA SARY
NIM. P.10107
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2013
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA TN. A DENGAN
BRONCOPNEUMONIA DI RUANG BOUGENVILE RS PANTI WALUYO ”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma
Husada Surakarta sekaligus sebagai dosen penguji III yang telah membimbing
dan memberi masukan-masukan, inspirasi, serta memfasilitasi demi
kesempurnaannya studi kasus ini.
2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta sekaligus sebagai dosen penguji II yang telah
membimbing dan memberi masukan-masukan, inspirasi, serta memfasilitasi
demi kesempurnaannya studi kasus ini.
3. Nurul Devi A, S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai dosen
penguji I yang telah membimbing dan memberi masukan-masukan, inspirasi,
serta memfasilitasi demi kesempurnaannya studi kasus ini.
vi
4. Direktur RS Panti Waluyo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan pengambilan kasus di Ruang Bougenville.
5. Seluruh Dosen dan Karyawan beserta Staff Prodi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dan
wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat,
kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala
bentuknya serta atas doanya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun.
7. Sahabat dan teman-teman angkatan 2010 Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis
Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan laporan Karya Tulis Ilmiah ini.
Surakarta, 7 juni 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan .................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ........................................................................ 6
B. Pengkajian .............................................................................. 6
C. Perumusan Masalah Keperawatan ......................................... 9
D. Perencanaan Keperawatan ..................................................... 9
E. Implementasi Keperawatan .................................................... 10
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................ 12
viii
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan ............................................................................ 14
B. Simpulan ................................................................................ 23
C. Saran ....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Asuhan Keperawatan
Lampiran 2 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran 3 Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 4 Log Book
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai macam masalah penyakit pernafasan yang sering ditemui
adalah ISPA, tuberculosis, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), asma, dan pneumonia. Penyakit pneumonia merupakan masalah
kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat tinggi, tidak hanya di
negara berkembang tetapi terdapat juga di negara maju seperti Amerika,
Kanada, dan di negara-negara Eropa lainnya. pneumonia bukan saja dikenal
sebagai morbiditas yang tinggi dengan angka kesakitan 4 juta kasus per tahun
mengenai 12 orang dewasa per 1000 orang dewasa per tahun, dengan lebih
dari 600 ribu penderita rawat inap per tahun (Susanto dkk, 2010).
Angka kejadian pneumonia di Indonesia sendiri pada tahun 2008
meningkat hingga mencapai 49,45 persen, tahun 2009 49,23 persen, dan
tahun 2010 menurun hingga mencapai 39,38 persen. Di provinsi Jawa
prevalensi penderita pneumonia tahun 2010 mencapai 26,76 persen,
sedangkan di puskesmas Mijen di kota Semarang, tahun 2011 kasus
Pneumonia pada balita usia 12 – 48 bulan, prosentasenya mencapai 8,02
persen, dan pada bulan januari sampai maret 2012 sebesar 0,02 persen
(Rachmawati, 2013).
2
Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mychoplasma
Pnemoniae sebagai salah satu penyebab infeksi saluran nafas akut
(Helmi, 2005). Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, parasit, namun
pneumonia juga disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisik
seperti suhu dan radiasi. Berdasarkan lokasi anatominya, pneumonia dapat
terbatas segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Jika hanya melibatkan
lobulus, pneumonia sering mengenai bronkus dan bronkiolus sehingga
disebut dengan broncopneumonia (Djojodibroto, 2012). Broncopneumonia
digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran bercak teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam
bronki dan meluas keparenkim paru
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Broncopneumonia adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi
paru oleh pneumokokus, biasanya berasal dari aspirasi flora faring ( 20 persen
orang dewasa mengandung S. pneumonia di tenggorokan mereka ), lobus
bawah atau lobus media kanan merupakan bagian yang paling sering terkena.
Pada pola broncopneumonia, fokus konsolidasi peradangan terdistribusi
dalam bercak-bercak di satu atau beberapa lobus, terutama lateral dan basal.
Lesi yang sudah terbentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak
sedikit meninggi. Pada kasus yang parah, substansi paru di sekitar daerah
yang konsolidasi biasanya hiperemik dan edematosa, tetapi parenkim paru di
antara fokus tersebut umumnya normal ( Kumar dkk, 2007).
3
Pada broncopneumonia permukaan paru terlihat nodul-nodul sedikit
menonjol, kering dengan diameter 3-4 cm. Nodul ini berwarna merah abu-abu
atau kuning dengan batas tidak jelas, Dapat timbul abses pada parenkim paru
bila disebabkan oleh kuman pyogenus, dan pada keadaan lanjut, lesi-lesi
dapat bergabung sampai mengenai seluruh lobus (Sander, 2003).
Dengan terapi yang tepat biasanya terjadi pemulihan yang sempurna
pada kasus broncopneumonia, meskipun pada beberapa kasus mungkin
terjadi penyulit, seperti kerusakan dan nekrosis jaringan dapat menyebabkan
terbentuknya abses, pus dapat tertimbun di rongga pleura dan menimbulkan
empiema, organisasi eksudat intraalveolus dapat mengubah paru menjadi
jaringan fibrosa yang padat, dan bakterimia dapat menyebabkan meningitis,
artitris, atau endokarditis infeksiosa (Kumar dkk, 2007) .
Paru-paru merupakan organ pernafasan dalam tubuh manusia yang
mentransfer oksigen ke darah dan karbondioksida ditransfer dari darah ke
alveoli (Potter dan Perry, 2006). Sistem pernafasan yang terdiri dari atas
mulut, hidung, faring, laring, trakea, dan paru, apabila salah satu elemen
terjadi kerusakan, maka akan terjadi gangguan pernafasan yang menimbulkan
gangguan pemenuhan oksigenasi dalam tubuh (Alimul, 2006).
Seperti halnya broncopneumonia pada parenkim paru dapat timbul
abses yang disebabkan oleh kuman pyogenus, dan pada keadaan lanjut, lesi-
lesi dapat bergabung sampai mengenai seluruh lobus (Sander, 2003 ). Terapi
oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksemia dan penyakit paru obtruktif
kronik dengan indikasi terjadi perubahan frekuensi atau pola nafas, perubahan
4
atau gangguan pertukaran gas, menurunnya kerja nafas seperti halnya tanda
dan gejala dari broncopneumonia ( Tarwoto dan Wartonah, 2011).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan konsep diagnosa
umum dari kasus ini yang menjadikan ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan
jalan nafas. Diagnosa yang ditemukan antara lain bersihan jalan nafas tidak
efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas. Batasan
karakteristik dari diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas meliputi
tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, sianosis,
kesulitan mengeluarkan suara, penurunan bunyi nafas, dyspnea, sputum
dalam jumlah yang berlebih, batuk yang tidak efektif, ortopnea, gelisah, serta
mata terbuka lebar (Herdman, 2011).
Dari pengkajian yang dilakukan penulis selama studi kasus di
Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, penulis menemukan kasus
broncopneumonia pada Tn. A dan didapatkan hasil data subyektif pasien
mengatakan sesak nafas dan dahak sulit keluar, data obyektif pasien terpasang
oksigen 3 liter per menit, suara nafas ronchi dari hasil auskultasi, nafas pasien
pendek, terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, dan frekuensi
nafas 28 kali per menit. Berdasarkan data yang diperoleh dan latar belakang
diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus tersebut yang
dituangkan dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“ Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pada Tn.
A dengan broncopneumonia di Ruang Bougenvile RS Panti Waluyo “.
5
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn. A dengan
broncopneumonia di ruang bougenvile Rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. A dengan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada broncopneumonia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. A
dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada broncopneumonia.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. A
dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada broncopneumonia.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. A dengan
pemenuhan kebutuhan oksigen pada broncopneumonia.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. A dengan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada broncopneumonia.
f. Penulis mampu menganalisa kondisi pemenuhan kebutuhan
oksigenasi yang terjadi pada Tn. A dengan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada broncopneumonia.
6
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pendidikan
Sebagai referensi dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang
akan datang pada kasus pemenuhan kebutuhan oksigenasi
broncopneumonia.
2. Bagi Penulis
Menambah wawasan serta mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu
keperawatan ke dalam praktik keperawatan dengan memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan kasus pemenuhan kebutuhan
oksigenasi broncopneumonia.
3. Bagi Pembaca
Sebagai informasi mengenai gambaran pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien dengan broncopneumonia sehingga pembaca mempunyai
pengetahuan tentang kasus pemenuhan kebutuhan oksigenasi
broncopneumonia.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pemenuhan kebutuhan
oksigenasi broncopneumonia.
7
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 April 2013, pada kasus ini
pengkajian diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa. Tanggal
masuk pasien 24 April 2013 dan didapatkan data identitas pasien bernama Tn.
A, alamat Sidokerto Kartasura umur 80 tahun, jenis kelamin laki-laki, pasien
tidak bekerja, no register 00191XXX dengan diagnosa medis
Broncopneumonia. Yang bertanggung jawab kepada Tn. A adalah Tn. E,
umur 45 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan buruh, hubungan dengan
pasien adalah anak.
B. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan pasien, keluhan utama yang
dirasakan pasien adalah sesak nafas. Riwayat penyakit sekarang pasien
mengatakan dua hari yang lalu tanggal 22 April 2013, pasien merasakan
sesak nafas, batuk berdahak tanpa disertai darah, dahak sulit keluar, dan
badan terasa lemas. Kemudian oleh keluarga dibawa ke Rumah Sakit Panti
Waluyo, masuk tanggal 24 April 2013 pukul 09.00 WIB. Saat di IGD pasien
mendapatkan terapi oksigen 3 liter per menit, infuse Ringer Laktat 16 tetes
per menit, injeksi methyl predinisolone 1 ampul atau 4 mg, dan injeksi
8
Ranitidine 1 ampul atau 50 mg kemudian pasien dipindahkan ke bangsal
Bougenvile. Dari hasil pemeriksaan di bangsal didapatkan tekanan darah
130/90 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 28 kali per menit, dan suhu
37,1 derajat celcius.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan ini pertama
kalinya pasien dirawat inap di rumah sakit, sekitar 1 tahun yang lalu pasien
pernah sakit seperti sekarang tapi hanya diperiksakan ke dokter dan menolak
untuk dirawat inap di rumah sakit, dan keluarga mengatakan pasien
mempunyai kebiasaan merokok dari remaja sampai sebelum sakit
(kurang lebih 1 tahun yang lalu).
Pada riwayat penyakit keluarga, keluarga dan pasien mengatakan
dari keluarganya tidak ada yang menderita penyakit diabetes mellitus ataupun
Hipertensi. Riwayat kesehatan lingkungan keluarga mengatakan pasien
tinggal di daerah pedesaan, lantai rumah terbuat dari semen, ventilasi baik,
pencahayaan cukup, jendela dibuka setiap hari, dan rumah cukup bersih.
Pengkajian pola kesehatan fungsional yang dilakukan menurut pola
Gordon, pada pola eliminasi sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1 kali per
hari, konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, BAK 5-6 kali per hari
warna kuning jernih, bau khas urin dan selama sakit pasien mengatakan
belum BAB dan BAK menggunakan alat bantu (pampers).
Pada pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan
dapat beraktivitas secara mandiri (nilai tingkat aktivitas nol) dari toileting,
dressing, bathing, eating, continence . Sedangkan dalam kondisi sakit di
9
rumah sakit pasien mengatakan keadaan tubuh sangat lemas sehingga dalam
melakukan semua aktivitas sehari-hari ( toileting, dressing, bathing, eating,
continence ) dibantu oleh keluarga atau orang lain ( nilai tingkat aktivitasnya
dua ).
Hasil dari pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data keadaan
umum pasien baik, kesadaran composmentis, untuk Tanda - Tanda Vital
tanggal 25 April 2013 didapatkan hasil Tekanan Darah 120/70 mmHg, Nadi
82 kali per menit, Pernafasan 28 kali per menit, dan Suhu 37 derajat celcius.
Pemeriksaan fisik kepala bentuk mesochepal, rambut beruban tidak mudah
rontok. Mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung simetris, tidak ada
polip, terpasang oksigen 3 liter per menit, nafas pendek. Mulut kurang bersih,
tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab. Telinga simetris, dan pendengaran
sedikit berkurang. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dan tidak ada
kaku kuduk.
Pada pemeriksaan fisik dada untuk paru inspeksi terdapat retraksi
dinding dada kanan dan kiri, pada palpasi vocal fremitus kanan dan kiri tidak
sama getaran pada dada kanan lebih kuat daripada dada kiri, perkusi sonor
dan auskultasi terdapat bunyi ronchi. Pemeriksaan jantung inspeksi ictus
cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis teraba, perkusi pekak, auskultasi
bunyi jantung 1 dan 2 murni. Pemeriksaan abdomen inspeksi tidak ada jejas,
auskultasi peristaltik usus 12 kali per menit, perkusi thympani, palpasi tidak
ada nyeri tekan.
10
Pada ekstremitas atas kiri terpasang infus Ringer Laktat 20 tetes per
menit, capillary revile kurang dari 3 detik. Ekstremitas bawah bebas bergerak,
capillary revile kurang dari 3 detik. Kekuatan otot untuk ekstremitas atas
kanan 4, ekstremitas atas kiri 4 (dapat menahan tahanan minimal),
ekstremitas bawah kanan 2 dan ekstremitas bawah kiri 2 (melawan gravitasi
dengan topangan).
Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 25 April 2013 didapatkan hasil
dari pemeriksaan rontgen cor dalam batas normal, pada paru-paru tampak
infiltrat diperihiler kanan dengan gambaran sarang tawon dengan cincin
cincin lucent dengan berbagai ukuran. Pada pemeriksaan darah rutin tanggal
26 April 2013 didapatkan hasil yang menunjukkan semua parameter
pemeriksaan darah dalam ambang batas normal.
Terapi yang didapatkan pasien saat dirawat di bangsal Bougenvile
yaitu terapi infuse Ringer Laktat 16 tetes per menit, terapi oksigen 3 liter per
menit dengan kanul, Ranitidine 50 mg per 8 jam, Lameson 16 mg per 12 jam,
Cravox 500 mg per 24 jam, dan Bricasma 0,5 mg per 12 jam.
C. Rumusan Masalah Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang didapatkan oleh penulis ditemukan
masalah yang dikeluhkan pasien dan menjadi prioritas diagnosa keperawatan
yang paling utama yaitu bersihan jalan nafas nafas tidak efektif berhubungan
dengan penumpukan sputum ditandai dengan data subyektif pasien
mengatakan sesak nafas dan dahak sulit keluar dan data obyektif pasien
11
terpasang terapi oksigen 3 liter per menit, suara nafas ronchi dari hasil
auskultasi paru, terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, dan
pernafasan pasien 28 kali per menit.
D. Rencana Keperawatan
Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas pada
pasien menjadi efektif. Dengan kriteria hasil pernafasan pasien mampu
bernafas spontan tanpa bantuan oksigen nasal kanul, suara nafas vesikuler,
tidak terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, dan frekuensi
pernafasan 16 sampai 24 kali per menit.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan yaitu
observasi pernafasan pasien dengan rasional untuk mengetahui status
pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler dengan rasional mempermudah
ekspansi paru, berikan minum air hangat dengan rasional air hangat dapat
memobilisasi pengeluaran secret, auskultasi paru dengan rasional untuk
mengetahui adanya suara nafas tambahan, ajarkan batuk efektif dengan
rasional untuk mengeluarkan secret yang menyumbat jalan nafas, kolaborasi
pemberian terapi oksigen dengan rasional untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen.
12
E. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dari tanggal 25 April 2013 sampai
tanggal 27 April 2013. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal
25 April 2013 jam 10.00 WIB mengobservasi pernafasan pasien, dengan
respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas, respon obyektif yaitu
terpasang oksigen 3 liter per menit, nafas pendek dan pernafasan 28 kali per
menit. Jam 10.15 WIB memberikan posisi semi fowler dengan respon
subyektif pasien mengatakan bersedia diposisikan semi fowler, respon
obyektif yaitu pasien tampak lebih nyaman dengan posisi semi fowler. Jam
10.40 WIB mengauskultasi paru dengan respon subyektif pasien mengatakan
bersedia dilakukan auskultasi pada paru, respon obyektif terdengar suara
nafas ronchi. Jam 11.30 WIB mengajarkan batuk efektif dengan respon
subyektif pasien mengatakan bisa melakukan batuk efektif, respon obyektif
pasien tampak melakukan batuk efektif, dahak keluar sedikit dengan
konsistensi kental dengan warna kuning. Jam 13.00 WIB memantau terapi
oksigen 3 liter per menit dengan respon subyektif pasien mengatakan nyaman
bernafas dengan bantuan oksigen, respon obyektif pasien terpasang kanul
oksigen 3 liter per menit
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 26 April 2013 jam
08.00 WIB mengobservasi pernafasan pasien dengan respon subyektif pasien
mengatakan masih sesak nafas, respon obyektif terapasang oksigen 3 liter per
menit, nafas pendek dan pernafasan 26 kali per menit. Jam 09.00 pemberian
terapi medis (injeksi cravox 500 mg, ranitidine 50 mg, lameson 16 mg)
13
dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia, respon obyektif obat
masuk melalui selang infuse. Jam 10.00 WIB memantau terapi oksigen 3 liter
per menit dengan respon subyektif pasien mengatakan nyaman bernafas
dengan bantuan oksigen, respon obyektif terpasang kanul oksigen 3 liter per
menit. Jam 09.30 WIB mengauskultasi paru dengan respon subyektif pasien
mengatakan bersedia dilakukan tindakan auskultasi paru, respon obyektif
terdengar suara nafas ronchi.
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 27 april 2013 yaitu
jam 08.00 WIB mengobservasi pernafasan pasien dengan respon subyektif
pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang, respon obyektif pasien
terpasang kanul oksigen 2 liter per menit dan pernafasan 26 kali per menit.
Jam 08.30 memberikan posisi semi fowler dengan respon subyektif pasien
mengatakan bersedia diposisikan semi fowler, respon obyektif pasien tampak
lebih nyaman dengan posisi semi fowler. Jam 09.00 WIB memantau terapi
oksigen 2 liter per menit dengan respon subyektif pasien mengatakan nyaman
bernafas dengan bantuan oksigen, respon obyektif pasien terpasang kanul
oksigen 2 liter per menit. Jam 10.30 WIB memberikan minum air hangat
dengan respon subyektif pasien mengatakan mau minum air hangat, respon
obyektif pasien tampak meminum air hangat. Jam 10.40 WIB mengauskultasi
paru dengan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dilakukan tindakan
auskultasi paru, respon obyektif terdengar suara nafas ronchi.. Jam 11.30
WIB mengajarkan batuk efektif dengan respon subyektif pasien mengatakan
14
mau melakukan batuk efektif, respon obyektif pasien tampak melakukan
batuk efektif, dahak keluar sedikit dengan konsistensi kental warna kuning.
F. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan penulis melakukan evaluasi
dari tanggal 25 April 2013 sampai tanggal 27 April 2013 dengan
menggunakan metode SOAP. Hasil evaluasi yang didapatkan pada tanggal 25
April 2013 jam 13.30 WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih sesak
nafas. Obyektif pasien tampak belum mampu bernafas spontan, alat bantu
nafas terpasang oksigen 3 liter per menit, masih terdapat retraksi dinding dada
kanan dan dada kiri, suara nafas ronchi, pernafasan 28 kali per menit, sputum
keluar saat batuk efektif dengan konsistensi kental warna kuning, pasien
tampak sesak berkurang saat diposisikan semi fowler. Assessment masalah
bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu
observasi pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, ajarkan batuk efektif,
kolaborasi dalam pemberian oksigen nasal kanul
(3 liter per menit).
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 26 April 2013 jam 13.30
WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas tetapi
sudah berkurang. Obyektif pasien tampak belum mampu bernafas spontan,
alat bantu nafas terpasang oksigen 3 liter per menit, masih terdapat retraksi
dinding dada kanan dan dada kiri, suara nafas ronchi, pernafasan 26 kali per
menit dan pasien tampak sesak berkurang saat diposisikan semi fowler.
15
Assessment masalah bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi
dilanjutkan yaitu observasi pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler,
ajarkan batuk efektif, kolaborasi dalam pemberian oksigen nasal kanul (3 liter
per menit).
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 27 april 2013 jam 13.30
WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih sedikit sesak nafas. Obyektif
pasien tampak belum mampu bernafas spontan, alat bantu nafas terpasang
oksigen 2 liter per menit, masih terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada
kiri, suara nafas ronchi, pernafasan 26 kali per menit, sputum keluar sedikit
saat batuk efektif dengan konsistensi kental warna kuning, dan pasien tampak
sesak berkurang saat diposisikan semi fowler. Assessment masalah bersihan
jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi
pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, kolaborasi dalam pemberian
oksigen nasal kanul (2 liter per menit).
16
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesinambungan antara
teori dengan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada Tn. A dengan broncopneumonia di Rumah Sakit Panti
Waluyo yang telah dilakukan pada tanggal 25 April 2013 - 27 April 2013
kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
Broncopneumonia adalah penyakit yang disebabkan karena infeksi
paru oleh pneumokokus, biasanya berasal dari aspirasi flora faring (20 persen
orang dewasa mengandung S. pneumonia di tenggorokan mereka), lobus
bawah atau lobus media kanan merupakan bagian yang paling sering terkena.
Pada pola broncopneumonia, fokus konsolidasi peradangan terdistribusi
dalam bercak-bercak di satu atau beberapa lobus, terutama lateral dan basal.
Lesi yang sudah terbentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak
sedikit meninggi. Pada kasus yang parah, substansi paru di sekitar daerah
yang konsolidasi biasanya hiperemik dan edematosa, tetapi parenkim paru di
antara fokus tersebut umumnya normal (Kumar dkk, 2007).
Broncopneumonia merupakan penyakit yang menyerang sistem
pernafasan atau oksigenasi, dimana pada kasus tersebut akan terjadi
17
peningkatan volume sputum yang menumpuk diparu yang akan menyebabkan
terjadinya gangguan oksigenasi. Sedangkan oksigenasi sendiri merupakan
tingkatan paling dasar dalam kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
fisiologis yang mempunyai prioritas tinggi dalam melangsungkan kehidupan
manusia. Pada umumnya seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang
belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya
dibanding kebutuhan yang lainnya (Mubbarak dan Chayatin, 2008).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan (Hidayat, 2012). Kebutuhan manusia mengatur kebutuhan dasar
dalam lima tingkatan prioritas. Tingkatan yang paling dasar atau yang paling
utama meliputi kebutuhan fisiologis seperti udara, air dan makanan, tingkatan
yang kedua meliputi kebutuhan keselamatan dan keamanan, tingkatan yang
ketiga mencakup kebutuhan cinta dan rasa memiliki, tingkatan yang keempat
yaitu kebutuhan rasa berharga dan harga diri, dan tingkatan yang terakhir
adalah kebutuhan aktualisasi diri (Potter dan Perry, 2005).
Oksigen sendiri sangat dibutuhkan oleh tubuh dalam proses
kehidupan. Pengertian dari oksigenasi sendiri adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung oksigen dalam tubuh serta menghembuskan
udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Dan seseorang dapat dikatakan mengalami
gangguan oksigenasi jika klien mengalami gangguan yang terjadi dalam
18
proses ekspirasi, dalam kaitannya dengan ventilasi pulmoner, difusi gas, dan
transportasi gas (Riyadi dan Harmoko, 2012).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2011)
Pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. A dilakukan pada
tanggal 25 April 2013 pukul 11.00 WIB keluhan utama yang dirasakan
adalah sesak nafas. Dalam teori disebutkan bahwa pada kasus
broncopneumonia akan menimbulkan gejala salah satunya adalah batuk
berdahak akibat dari penumpukan pus di rongga pleura yang dapat
menimbulkan sesak nafas dan pada akhirnya terjadi gangguan pada
pemenuhan oksigenasi pasien (Kumar dkk, 2007). Sesak nafas
merupakan gejala yang nyata terhadap gangguan pada trakeobronkial
parenkim paru, dan rongga pleura. Sesak nafas terjadi karena terdapat
peningkatan kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru
(Muttaqin, 2010).
Hasil dari pengkajian kesehatan pasien, Tn. A mengatakan batuk
berdahak yang susah keluar, dalam teori dijelaskan bahwa batuk
merupakan salah satu gejala yang muncul pada kasus Broncopneumonia
dengan dahak yang awalnya tidak bisa keluar. Bakteri masuk ke dalam
19
tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian
tubuh lain melalui peredaran darah atau ke organ terdekatnya. Gejala
yang utama adalah batuk berdahak lebih dari tiga minggu atau sesak
nafas (Ardiansyah, 2012).
Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon,
pada pola aktifitas latihan, penulis mencantumkan sebelum sakit pasien
mengatakan ia dapat bekerja dan beraktiftitas secara mandiri (nilai
tingkat aktifitas nol). Sedangkan dalam kondisi sakit pasien mengatakan
keadaan tubuh sangat lemas sehingga dalam melakukan aktifitas sehari-
hari (toileting, dressing, bathing, eating, continence) dibantu keluarga
(nilai tingkat aktifitas dua), mengacu pada teori bahwa seorang yang sakit
mungkin akan membutuhkan bantuan dalam mempertahankan
keselamatan fisiknya (Potter dan Perry, 2005).
Hasil dari pengkajian pemeriksaan fisik yang telah dilakukan
pada Tn. A didapatkan data kesadaran umum pasien baik, kesadaran
composmentis, untuk Tanda - Tanda Vital (TTV) didapatkan hasil
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 kali per menit, pernafasan 28 kali
per menit, dan suhu 37 derajat celcius.
Pada pemeriksaan dada untuk paru Inspeksi terdapat retraksi
dinding dada kanan dan kiri, pada Palpasi vocal fremitus kanan dan kiri
tidak sama getaran pada dada kanan lebih kuat daripada dada kiri,
Perkusi sonor dan Auskultasi terdapat bunyi ronchi.
20
Pada pemeriksaan inspeksi terlihat adanya retraksi dada karena
retraksi di sela-sela iga-iga atas pada waktu inspirasi merupakan fibrosis
paru sedangkan sela-sela iga IV ke bawah pada waktu inspirasi normal
(Natadidjaja, 2012). Jika kemampuan mengembang dinding dada toraks
atau paru-paru menurun, sedangkan tahanan saluran nafas meningkat,
maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernafasan guna memberikan
perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernafasan akan
bertambah. Jika paru tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen akan
menimbulkan sesak nafas (Muttaqin, 2010). Ditemukannya vocal
fremitus yang tidak sama antara paru kanan dan paru kiri penyebabnya
adalah adanya penumpukan secret pada bagian paru tersebut
(Natadidjaja, 2012). Dan pada pemeriksaan auskultasi ditemukan bunyi
ronchi karena adanya cairan eksudat atau transudat didalam lumen
bronkus atau bronkiolus (Natadidjaja, 2012)
Hasil pemeriksaan penunjang tanggal 25 April 2013 didapatkan
hasil pemeriksaan rontgen yang hasilnya cor dalam batas normal, pada
paru-paru tampak ilfitrat diperihiler kanan dengan gambaran sarang
tawon dengan cincin cincin lucent dengan berbagai ukuran. Dalam teori
dijelaskan bahwa gambaran rontgen yang memberikan kesan adanya
broncopneumonia apabila di permukaan paru menunjukan adanya nodul-
nodul sedikit menonjol, kering dan granular dengan diameter 3-4 cm,
serta sel-sel epitel bronkus yang telah mengalami kerusakan
(Sander, 2003).
21
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan
pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan
mengubah (Nursalam, 2008).
Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret (Wilkinson, 2006). Diagnosa tersebut diangkat oleh penulis karena
pasien mengeluh sesak nafas dan batuk yang disertai sekret yang susah
keluar, adanya suara nafas ronchi saat auskultasi yang menandakan
adanya sumbatan pada jalan nafas, terdapat retraksi dinding dada kanan
dan kiri, pasien terpasang terapi oksigen 3 liter per menit, dan pernafasan
pasien 28 kali per menit.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang merupakan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas dengan batasan
karakteristik meliputi tidak ada batuk, suara nafas tambahan, perubahan
frekuensi nafas, sianosis, kesulitan mengeluarkan suara, penurunan bunyi
nafas, dyspnea, sputum dalam jumlah yang berlebih, batuk yang tidak
efektif, ortopnea, gelisah serta mata terbuka lebar
(Herdman, 2011).
22
Diagnosa tersebut diangkat oleh penulis karena pasien mengeluh
adanya batuk yang disertai secret yang sulit keluar yang akan menyumbat
saluran pernafasan bagian bawah (Herdman, 2011).
3. Intervensi
Intervensi atau perencanaan keperawatan diartikan sebagai suatu
dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan
intervensi keperawatan, dan merupakan metode komunikasi tentang
asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2011), dalam tahap ini
yang dilakukan adalah menyusun prioritas masalah, merumuskan tujuan
dan kriteria hasil, memilih strategi asuhan keperawatan, melakukan
konsultasi dengan tenaga kesehatan lain, dan menuliskan atau
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Deswani, 2009).
Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan
pada tujuan intervensi masalah keperawatan dengan kasus bersihan jalan
nafas tidak efektif yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3
kali 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas pada Tn. A kembali efektif,
dengan kriteria hasil pernafasan pasien normal 16-24 kali per menit,
pasien mampu bernafas spontan tanpa otot bantu pernafasan karena
kebutuhan oksigenasi diperlukan untuk proses kehidupan dan proses
metabolisme tubuh, kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan
terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung
23
lama akan mengakibatkan kematian (Hidayat dan Uliyah, 2005). suara
nafas vesikuler karena hanya terdengar di daerah perifer dada, nada lebih
tinggi daripada suara nafas bronchial (Natadidjaja, 2012) dan tidak
terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri karena pada pasien
Broncopneumonia terjadi penumpukan pus di rongga pleura yang dapat
menimbulkan adanya retraksi dada (Kumar dkk , 2007). Pedoman
penyusunan kriteria hasil didasarkan pada prinsip SMART (Specific,
Measureable, Achievable atau dapat dicapai, Rational atau akal sehat,
Time atau ada kriteria waktu pencapaian).
Intervensi atau rencana keperawatan yang penulis susun yaitu
Observasi nafas pasien, berikan minum air hangat, berikan posisi
semifowler, auskultasi area paru, ajarkan batuk efektif, dan kolaborasi
pemberian terapi medis ( oksigen dan obat sesuai terapi).
Observasi pernafasan pasien karena penurunan bunyi nafas
menunjukkan atelektasis, ronchi menunjukkan akumulasi sekret dan
ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat
menimbulkan penggunaan otot bantu pernafasan dan peningkatan kerja
pernafasan (Muttaqin, 2008).
Berikan posisi semifowler, posisi tersebut memberikan
kesempatan paru-paru untuk berkembang secara maksimal dan
menurunkan upaya nafas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis
dan meningkatkan gerakan secret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan
(Muttaqin, 2008).
24
Berikan minum air hangat untuk mengencerkan sektret dimana
orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari, jika
produksi berlebih maka proses pembersihan tidak akan efektif dan
sputum akan tertimbun, untuk itu perlu diencerkan agar tidak menyumbat
saluran pernafasan (Muttaqin, 2010).
Auskultasi area paru karena bunyi nafas dapat menurun atau
tidak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus, segmen paru secara
maksimal (Mutaqqin, 2008) dan aukultasi ini sangat penting dilakukan
dalam mengkaji aliran udara dan dalam mengevaluasi adanya cairan atau
obstruksi padat dalam struktur paru (Muttaqin, 2010).
Ajarkan batuk efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan
sekret (Riyadi dan Harmoko, 2012), dimana batuk merupakan reflek
protektif yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial,
kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting untuk
membersihkan saluran pernafasan bagian bawah
(Muttaqin, 2010) yang akan melonggarkan pernafasan dan memberi rasa
nyaman pada pasien (Sigalingging, dkk. 2013).
Kolaborasi pemberian terapi medis dengan memberikan terapi
oksigen memakai nasal kanul dengan memperhatikan kebutuhan oksigen
yang diperlukan oleh pasien dan dapat mencegah terjadinya hipoksia
(Hidayat dan Uliyah, 2005).
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian infuse Ringer Laktat
16 tetes per menit, Ranitidine 50 mg per 8 jam, Lameson 16 mg per 12
25
jam, Cravox 500 mg per 24 jam, dan Bricasma 0,5 mg per 12 jam, dalam
pemberian obat harus memperhatikan dosis obat. Pada kasus
Bronkopneumonia pemberian injeksi Ranitidine untuk mual dan muntah,
Lameson sebagai kortikosteroid, cravox untuk antibiotik, dan bricasma
sebagai antiasma.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap melakukan rencana
yang telah dibuat klien. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap
implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data dasar,
meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat,
dan melakukan intervensi keperawatan yang direncanakan
(Deswani, 2009).
Penulis melakukan semua implementasi berdasarkan semua
tindakan yang telah direncanakan pada intervensi yaitu mengobservasi
nafas pasien, memberikan minum air hangat, memberikan posisi
semifowler, mengauskultasi area paru, mengajarkan batuk efektif, dan
mengkolaborasikan pemberian terapi medis (oksigen dan obat sesuai
terapi). dan penulis tidak melakukan tindakan lain selain tindakan pada
rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, pada
tahap ini yang dilakukan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan, membandingkan respon pasien dengan
26
kriteria hasil, memodifikasi asuhan keperawatan sesuai dengan hasil
evaluasi dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien (Deswani, 2009).
Evaluasi dari tanggal 25 april 2013 sampai tanggal 27 april 2013
dengan menggunakan metode SOAP untuk mengetahui keefektifan dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan memperhatikan pada
tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat. Hasil evaluasi yang
didapatkan pada tanggal 25 april 2013 jam 13.30 WIB adalah subyektif
pasien mengatakan masih sesak nafas. Obyektif pasien tampak belum
mampu bernafas spontan, alat bantu nafas terpasang oksigen 3 liter per
menit, masih terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, suara
nafas ronchi, pernafasan 28 kali per menit, sputum keluar saat batuk
efektif dengan konsistensi kental warna kuning dan pasien tampak sesak
berkurang saat diposisikan semi fowler. Assessment masalah bersihan
jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu
observasi pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, ajarkan batuk
efektif, kolaborasi dalam pemberian oksigen nasal kanul
(3 liter per menit).
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 26 april 2013 jam
13.30 WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak
nafas tetapi sudah berkurang. Obyektif pasien tampak belum mampu
bernafas spontan, alat bantu nafas terpasang oksigen 3 liter per menit,
masih terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, suara nafas
27
ronchi, pernafasan 26 kali per menit dan pasien tampak sesak berkurang
saat diposisikan semi fowler. Assessment masalah bersihan jalan nafas
belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi
pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, ajarkan batuk efektif,
kolaborasi dalam pemberian oksigen nasal kanul
(3 liter per menit).
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 27 april 2013 jam
13.30 WIB adalah subyektif pasien mengatakan masih sedikit sesak
nafas. Obyektif pasien tampak belum mampu bernafas spontan, alat
bantu nafas terpasang oksigen 2 liter per menit, masih terdapat retraksi
dinding dada kanan dan dada kiri, suara nafas ronchi, pernafasan 26 kali
per menit, sputum keluar sedikit saat batuk efektif dengan konsistensi
kental warna kuning, dan pasien tampak sesak berkurang saat diposisikan
semi fowler. Assessment masalah bersihan jalan nafas belum teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan yaitu observasi pernafasan pasien,
berikan posisi semi fowler, kolaborasi dalam pemberian oksigen nasal
kanul (2 liter per menit).
B. Simpulan
1. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 25 april 2013
dengan data subyektif pasien mengatakan sesak nafas dan dahak sulit
keluar dan data obyektif klien terpasang terapi oksigen 3 liter per menit,
28
suara nafas ronchi dari hasil auskultasi paru, terdapat retraksi dinding
dada kanan dan dada kiri, dan pernafasan pasien 28 kali per menit
2. Diagnosa keperawatan utama pada Tn. A adalah bersihan jalan nafas
tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret.
3. Intervensi yang ditegakkan penulis pada Tn. A mempunyai tujuan yang
diharapkan yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali
24 jam diharapkan bersihan jalan nafas pada pasien menjadi efektif.
Dengan kriteria hasil pernafasan pasien mampu bernafas spontan tanpa
bantuan o2 nasal kanul, suara nafas vesikuler, tidak terdapat retraksi
dinding dada kanan dan dada kiri, dan frekuensi pernafasan 16 sampai 24
kali per menit. Rencana tindakan keperawatan antara lain observasi
pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, berikan minum air hangat,
auskultasi paru, ajarkan batuk efektif, kolaborasi pemberian terapi
oksigen.
4. Tindakan keperawatan pada Tn. A tanggal 25 april 2013 sampai tanggal
27 april 2013 dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
dibuat antara lain mengobservasi pernafasan pasien, memberikan posisi
semi fowler, memberikan minum air hangat, mengauskultasi paru,
mengajarkan batuk efektif, dan mengkolaborasikan pemberian terapi
oksigen 3 liter per menit.
5. Pada tahap akhir, penulis mengevaluasi keadaan pasien setelah tindakan
keperawatan yang dilakukan selama tiga hari. Hasil evaluasi pada Tn. A
tanggal 27 april 2013 jam 13.30 WIB yaitu adalah subyektif pasien
29
mengatakan masih sedikit sesak nafas. Obyektif pasien tampak belum
mampu bernafas spontan, alat bantu nafas terpasang oksigen 2 liter per
menit, masih terdapat retraksi dinding dada kanan dan dada kiri, suara
nafas ronchi, pernafasan 26 kali per menit, sputum keluar sedikit saat
batuk efektif dengan konsistensi kental warna kuning, dan pasien tampak
sesak berkurang saat diposisikan semi fowler. Assessment masalah
bersihan jalan nafas belum teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu
observasi pernafasan pasien, berikan posisi semi fowler, kolaborasi
dalam pemberian oksigen nasal kanul (2 liter per menit).
6. Kondisi Tn. A dengan Broncopneumonia pasien masih sesak nafas
karena masih ada secret yang menyumbat jalan nafas dengan pernafasan
26 kali per menit, pasien masih terpasang oksigen 2 liter per menit.
C. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan
optimal dan mempertahankan kerjasama yang baik antara tim kesehatan
maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan pemenuhan
oksigenasi pada Broncopneumonia.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan perawat selalu berkomunikasi dengan tim kesehatan yang
lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien, khususnya
30
pada pasien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi Broncopneumonia
serta mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP).
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat menyediakan fasilitas, sarana, prasarana dalam proses
pendidikan, melengkapi perpustakaan dengan buku-buku keperawatan
khususnya keperawatan pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada Broncopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Salemba Medika
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta.
DIVA press
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 1. Buku Kedokteran EGC
Deswani. 2009. Proses Keperawatan Berfikir Kritis. Jakarta. Salemba Medika
Djojodibroto, Darmanto. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
disi Bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011.
Hidayat, A. A dan Uliyah, M. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC
Kumar, Vinay , Cotran S. R, dan Robbins L. S. 2007. Buku Ajar Patologi Volume
2 Edisi 7. Jakarta. Buku Kedokteran EGC Rachmawati, Diah. 2013.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. http:// www.jurnalkesmas.org/semua-
download.html. Diakses tanggal 5 februari 2013 jam 17.38 WIB
Mubbarak dan Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori dan
Aplikasi Dalam Praktik. Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Ganggaun Sistem
Pernafasan. Jakarta. Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik.
Jakarta. Salemba Medika
Naga, Sholeh. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta.
DIVA press
Natadidjaja, Hendarto. 2012. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam.
Tangerang. Karisma Publishing
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta.
Salemba Medika
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 2. Buku
Kedokteran EGC
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume 1. Buku
Kedokteran EGC
Riyadi, S dan Harmoko. 2012. Standart Operating Prosedur dalam Praktik Klinik
Keperawatan Dasar. Yogjakarta. Penerbit Pustaka Pelajar
Sander, A.M. 2003. Patologi Analogi. Jilid I. Universitas Muhammadiyah Malang
Sigalingging, Ganda. 2013. Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar
Manusia. Buku Kedokteran EGC
Susanto, dkk. 2010. The Year Of The Lung. http://
www.jurnalrespirologi.org/jurnal/jan10/Lung Of The Year-2.pdf.
Diakses tanggal 5 februari 2013 jam 16.00 WIB
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Wilkinson. M. J. 2006. Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC