21
1 PROFIL KOMPETENSI GURU AGAMA MTs DI JAWA BARAT, BANTEN DAN DKI JAKARTA DILIHAT DARI LATAR BELAKANG BIOGRAFIS GURU (Studi Ekplorasi ke Arah Pembuatan Standar Normatif Kompetensi Guru Keagamaan, Khususnya Guru Aqidah-Akhlaq MTs) Munawar Rahmat* ABSTRAK. Masalah utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sejauh bagaimanakah profil kompetensi guru Aqidah- Akhlaq MTs di 10 kota/kabupaten di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta ini dapat dijadikan acuan bagi pembuatan standar normatif kompetensi guru keagamaan, khususnya guru Aqidah-Akhlaq MTs? Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kompetensi profesi guru yang paling menonjol walau tidak maksimal adalah penguasaan bahan pengajaran (Aqidah-Akhlak). Guru-guru kebanyakan cukup menguasai bahan pengajaran. Tapi mereka tidak memiliki wawasan kependidikan, juga kurang menguasai PBM dan evaluasi pengajaran. Kata Kunci : Profil, Kompetensi, Guru Agama MTs, Latar Belakang Biografis. A. PENDAHULUAN Madrasah merupakan produk sistem pendidikan modern, karena mengikuti struktur persekolahan. Guru madrasah dalam kebanyakan hal sama dengan guru sekolah. Tapi keberadaan madrasah memiliki sejarah panjang, lebih merupakan eklektik dari sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan modern. Oleh karena itu kompetensi guru madrasah, selain harus memiliki kesamaan- kesamaan dengan guru pada umumnya, juga harus memiliki kekhasan. Kompetensi umum yang dimaksud, bahwa guru madrasah seperti halnya guru pada sekolah harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial. Tapi sebagai guru dalam sistem pendidikan Islam, terlebih-lebih guru agamanya, maka guru madrasah harus juga memiliki kompetensi khusus, yaitu kompetensi keagamaan. _________________________ Drs. Munawar Rahmat, M.Pd. adalah Lektor Kelapa pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); Kepala Pusat Penelitian LPPM IAILM Suryalaya Tasikmalaya; Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia (DPP ADPISI).

STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

1

PROFIL KOMPETENSI GURU AGAMA MTs DI JAWA BARAT,

BANTEN DAN DKI JAKARTA DILIHAT DARI LATAR

BELAKANG BIOGRAFIS GURU

(Studi Ekplorasi ke Arah Pembuatan Standar Normatif Kompetensi Guru

Keagamaan, Khususnya Guru Aqidah-Akhlaq MTs)

Munawar Rahmat*

ABSTRAK. Masalah utama yang akan dijawab melalui penelitian

ini adalah sejauh bagaimanakah profil kompetensi guru Aqidah-

Akhlaq MTs di 10 kota/kabupaten di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta ini dapat dijadikan acuan bagi pembuatan standar normatif

kompetensi guru keagamaan, khususnya guru Aqidah-Akhlaq

MTs? Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kompetensi

profesi guru yang paling menonjol – walau tidak maksimal –

adalah penguasaan bahan pengajaran (Aqidah-Akhlak). Guru-guru kebanyakan cukup menguasai bahan pengajaran. Tapi mereka tidak

memiliki wawasan kependidikan, juga kurang menguasai PBM dan

evaluasi pengajaran.

Kata Kunci : Profil, Kompetensi, Guru Agama MTs, Latar

Belakang Biografis.

A. PENDAHULUAN

Madrasah merupakan produk sistem pendidikan modern, karena

mengikuti struktur persekolahan. Guru madrasah dalam kebanyakan hal sama

dengan guru sekolah. Tapi keberadaan madrasah memiliki sejarah panjang, lebih

merupakan eklektik dari sistem pendidikan Islam dan sistem pendidikan modern.

Oleh karena itu kompetensi guru madrasah, selain harus memiliki kesamaan-

kesamaan dengan guru pada umumnya, juga harus memiliki kekhasan.

Kompetensi umum yang dimaksud, bahwa guru madrasah – seperti

halnya guru pada sekolah – harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi

pribadi, dan kompetensi sosial. Tapi sebagai guru dalam sistem pendidikan Islam,

terlebih-lebih guru agamanya, maka guru madrasah harus juga memiliki

kompetensi khusus, yaitu kompetensi keagamaan.

Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

Agama Islam (GPAI) di SMU, berkenaan dengan kompetensi profesional,

_________________________

Drs. Munawar Rahmat, M.Pd. adalah Lektor Kelapa pada Fakultas Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI); Kepala Pusat Penelitian

LPPM IAILM Suryalaya Tasikmalaya; Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Dosen Pendidikan

Agama Islam Indonesia (DPP ADPISI).

Page 2: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

2

kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial (tanpa kompetensi keagamaan).

Hasilnya, ada nilai kategori "kurang" (D), antara lain pada aspek pengetahuan

proses belajar-mengajar (PPBM) dan aspek pengetahuan pengukuran dan evaluasi

(PE). Pada tahun 2004 Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Depag

mengadakan penelitian yang sama (yakni kompetensi profesional, pribadi, dan

sosial pada GPAI), tapi di SLTP. Ternyata hasilnya hampir sama. PPBM dan PE,

malah ditambah dengan pengetahuan tentang kurikulum, berada pada kategori

"kurang" (D).

Kiranya perlu dilakukan penelitian lanjutan, bukan saja hanya pada

jenjang yang berbeda (misal GPAI SD) atau jenis sekolah yang berbeda (misal

Madrasah dengan berbagai jenjangnya), tapi juga pada dimensi kompetensinya

sebagai guru Pendidikan Agama dan Keagamaan.

Pada tahun 2005 ini perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

kompetensi Guru Keagamaan Madrasah, dalam hal ini Guru Aqidah-Akhlaq MTs,

mengenai kompetensi mereka dalam dimensi profesional, keagamaan, pribadi, dan

sosial. Selain itu aspek-aspek dari masing-masing dimensi kompetensi perlu lebih

dipertegas relevansi dan keterkaitannya dengan profesionalisme Guru Madrasah.

Studi ini diharapkan dapat memberi arah yang jelas bagi pembakuan standar

norma kompetensi guru keagamaan MTs, khususnya guru Aqidah-Akhlaq.

Masalah utama yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah sejauh

manakah profil kompetensi guru Aqidah-Akhlaq MTs di 10 kota/kabupaten di

Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta ini dapat dijadikan acuan bagi pembuatan

standar normatif kompetensi guru keagamaan, khususnya guru Aqidah-Akhlaq

MTs? Adapun secara lebih khusus dan rinci penelitian ini akan menjawab

beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimanakah profil kompetensi profesional guru Aqidah-Akhlaq pada

Madrasah Tsanawiyah di 10 kota/kabupaten se Jawa Barat, Banten dan DKI

Jakarta?

2. Bagaimanakah profil kompetensi pribadi guru Aqidah-Akhlaq pada Madrasah

Tsanawiyah di 10 kota/kabupaten se Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta?

Page 3: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

3

3. Bagaimanakah profil kompetensi keagamaan guru Aqidah-Akhlaq pada

Madrasah Tsanawiyah di 10 kota/kabupaten se Jawa Barat, Banten dan DKI

Jakarta?

4. Bagaimanakah profil kompetensi sosial guru Aqidah-Akhlaq pada Madrasah

Tsanawiyah di 10 kota/kabupaten se Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta?

5. Bagaimanakah latar belakang biografis guru Aqidah-Akhlaq pada Madrasah

Tsanawiyah di 10 kota/kabupaten se Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta?

6. Sejauh mana latar belakang biografis guru berhubungan dengan profil

kompetensinya?

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi hal-hal berikut:

1. Sebagai acuan dalam penyusunan standar normative kompetensi guru

keagamaan, khususnya Standar Normatif Kompetensi Guru Aqidah-Akhlaq

MTs. Standar Normatif ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam

rekrutmen guru baru ataupun penetapan kualitas profesional guru keagamaan

MTs;

2. Sebagai acuan bagi BAGAIS Departemen Agama RI, Departemen

Pendidikan Nasional, dan Pemerintah Daerah dalam upaya membuat

kebijakan berkenaan dengan pembinaan in-service training guru-guru

keagamaan madrasah, khususnya guru Aqidah-Akhlaq MTs.

Penelitian ini lebih merupakan studi kebijakan yang didasarkan atas data

lapangan. Oleh karena itu metode yang paling memadai adalah deskriptif-analitik,

yakni suatu penelitian yang berusaha mengungkap permasalahan yang sedang

terjadi untuk dideskripsikan, dianalisis, disimpulkan dan direkomendasikan untuk

menentukan suatu kebijakan. Data yang tekumpul dianalisis baik secara

kuantitatif dengan statistic deskriptif dan inferensial ataupun secara kualitatif.

Page 4: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

4

Variabel penelitian dapat dibagankan sebagai berikut:

LATAR BELAKANG

BIOGRAFIS GURU

KOMPETENSI GURU

Status kepegawaian Kompetensi.

Profesional

Jenis kelamin K. Keagamaan

Lama bertugas K. Pribadi

K. Sosial

Valiabel Y atau variable terikat dalam penelitian ini adalah kompetensi

guru agama MTs, menyangkut: (a) kompetensi profesional, (b) kompetensi

keagamaan, (c) kompetensi pribadi, dan (d) kompetensi sosial. Sedangkan

variable X-nya atau variable bebas adalah latar belakang biografis guru agama

MTs, menyangkut: (a) status kepegawaian, (b) jenis kelamin, dan (c) lama

bertugas sebagai guru.

Data tentang kompetensi profesional guru dikumpulkan melalui

seperangkat tes, menyangkut penguasaan terhadap materi pengajaran, wawasan

kependidikan, serta pengetahuan tentang PBM dan evaluasi hasil belajar. Data

tentang kompetensi pribadi dikumpulkan melalui Inventori 5 Kebutuhan

Psikogenik (n-Ach, n-End, n-Nur, n-Chg, dan n-Aut). Data tentang kompetensi

keagamaan dikumpulkan melalui Skala Aktivitas Psiko-Sosio Religius,

menyangkut komitmen terhadap perintah dan larangan agama, keakraban dengan

sumber Islam, kegairahan dalam belajar agama, dan aktivitas keagamaan di

masyarakat. Data tentang kompetensi sosial dikumpulkan melalui Skala Aktivitas

Sosiometrik, menyangkut aspek-aspek keramahan, simpatik, penerimaan terhadap

orang lain, dan sosiabilitas. Dan data tentang latar belakang biografis guru

dikumpulkan melalui sebuah kuesioner, menyangkut status kepegawaian, jenis

kelamin, dan pengalaman mengajar.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru Aqidah-Akhlak pada

MTs besar (MTs yang memiliki sedikitnya 9 kelas) di 10 kota/kabupaten di Jawa

Barat, Banten dan DKI Jakarta. Adapun sampelnya (yang dapat diolah) sebanyak

150 orang guru.

Page 5: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

5

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Apa itu Kompetensi ?

"Kompetensi" merupakan istilah kunci dalam penelitian ini. Kata

"kompetensi" berasal dari bahasa Inggris competence, yang berarti kemampuan,

keahlian, wewenang dan kekuasaan. Hornby mengartikan competence sebagai

person having ability, power, authority, skill, knowledge to do what is needed.

(Hornby, 1982: 172). Bertolak dari pengertian ini maka kompetensi dapat diberi

makna, orang yang memiliki kemampuan, kekuasaan, kewenangan, keterampilan,

pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan suatu tugas tertentu.

Arti kata kompetensi tersebut tentu terlalu luas. Misalnya, seorang

bintang film yang sangat bagus memerankan seorang guru yang sedang mengajar

di depan kelas, apakah pemain film itu dapat disebut memiliki kompetensi guru?

Hari Suderadjat (2004: 25) memberikan rambu-rambu tentang makna

kompetensi. Secara umum, kompetensi diartikan sebagai pemilikan pengetahuan

(konsep dasar keilmuan), ketrampilan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan

suatu pekerjaan di lapangan, dan nilai-nilai serta sikap. Dengan demikian,

kompetensi memiliki tiga dimensi, yaitu: (1) penguasaan konsep, (2) kecakapan

mengimplementasikan konsep, dan (3) pemilikan nilai dan sikap dari konsep yang

dikuasai dan diimplementasikannya. Jadi, seorang pemain film seperti tersebut di

atas, apakah menguasai seluruh bahan pelajaran untuk satu kurun tertentu?

bisakah mengatasi siswa yang bermasalah dalam belajar? Tentu tidak akan bisa

karena ia hanyalah sekedar bersandiwara, tidak memiliki kompetensi guru.

Udin Saud dkk mengungkapkan, di dalam bahasa Inggris terdapat

minimal tiga peristilahan yang mengandung makna apa yang dimaksud dengan

perkataan kompetensi itu: (1) “competence (n) is being competent, ability (to do

the work)” (Hornby, 1962:192), (2) “competent (adj) refers to (persons) having

ability, power, authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)” (Hornby,

1962:193), (3) “competent is a rational performance which satisfactority meets

the objectives for a desired condition” (Johnson, 1974).

Defenisi pertama menunjukkan bahwa kompetensi itu pada dasarnya

menunjukkan kepada kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu

Page 6: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

6

pekerjaan. Sedangkan defenisi kedua menunjukkan lebih lanjut bahwa kompetensi

itu pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten)

ialah yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan),

kemahiran (keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya). Untuk mengerjakan apa

yang diperlukan. Kemudian defenisi ketiga lebih jauh lagi, ialah bahwa

kompetensi itu menunjukkan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat

mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat)

yang diharapkan.

Dengan menyimak makna kompetensi tersebut di atas, maka dapat

dimaklumi jika kompetensi itu dipandang sebagai pilarnya atau tera kinerja dari

sesuatu profesi. Hal itu mengandung implikasi bahwa seorang professional yang

kompeten itu harus dapat menunjukkan karakteristik utamanya, antara lain:

a. Mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional. Dalam arti, ia

harus memiliki visi dan misi yang jelas mengapa ia melakukan apa yang

dilakukannya berdasarkan analisis kritis dan pertimbangan logis dalam

membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apa yang dikerjakannya.

“he fully aware of why he is doing wahat he is doing”.

b. Menguasai perangkat pengetahuan (teori dan konsep, prinsip dan kaidah,

hipotesis dan generalisasi, data dan informasi, dan sebagainya) tentang seluk

beluk apa yang menjadi bidang tugas pekerjaannya. “He really what is to be

done and low to do it”.

c. Menguasai perangkat keterampilan (strategi dan taktik, metode dan teknik,

prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, dan sebagainya) tentang cara

bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya. “He

actually knows through which ways he shoud go and how to go trough”.

d. Memahami perangkat persyaratan ambang (basic standars) tentang ketentuan

kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan

dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya.

“the minimal acceptable performances”.

e. Memiliki daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggulan dalam melakukan

tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan

Page 7: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

7

minimal, melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin (profesiencies).

“He is doing the best with a high achievement motivation”.

f. Memiliki kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan perangkat

kompetensinya yang dalam batas teretntu dapat didemonstrasikan

(observable) dan teruji (measurable), sehingga memungkinkan memperoleh

pengakuan pihak berwenang (certifiable).

2. Kompetensi Guru

Dalam hubungannya dengan tenaga profesional kependidikan, menurut

T. Raka Joni (1980: 9-9), kompetensi menunjuk kepada perbuatan (performance)

yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan

tugas-tugas kependidikan. Dikatakan "perbuatan" karena ia merupakan tingkah

laku yang dapat diamati, meskipun sebenarnya seringkali terlibat pula proses

yang tidak menampak, seperti klasifikasi dan penilaian informasi atau

pengambilan keputusan yang dilakukan sebelum perbuatan yang menampak

dilaksanakan. Ini pulalah yang menyebabkan bahwa kompetensi profesional itu

selalu ditandai oleh "rasionalitas" karena perbuatan profesional selalu dilakukan

dengan kesadaran penuh akan "mengapa" di samping "bagaimana" perbuatan

yang dimaksud dilaksanakan.

Dengan demikian, masih menurut T. Raka Joni, dapatlah disimpulkan

bahwa istilah kompetensi dipergunakan di dalam dua konteks, yaitu: pertama,

sebagai indikator kemampuan yang menunjuk kepada perbuatan yang bisa

diamati, dan kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif

dan perbuatan (performance) serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh.

Para pakar pendidikan, antara lain Raka Joni dan Suharsimi,

menyebutkan adanya 3 dimensi kompetensi yang secara tunjang-menunjang

membentuk profil kompetensi profesional tenaga kependidikan, yaitu: (1)

kompetensi pribadi, (2) kompetensi profesional, dan (3) kompetensi

kemasyarakatan. (T. Raka Joni, 1980: 11). Suharsimi Arikunto (1990: 239)

menyebut istilah kemasyarakatan dengan "sosial".

Page 8: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

8

Klasifikasi kompetensi profesional guru ke dalam ketiga dimensi di atas

(pribadi, profesi, dan sosial) tentu bukan harga mati. Menurut T. Raka Joni (1980:

11) cara-cara pengelompokan kompetensi yang lain masih bisa dilakukan. Akan

tetapi yang jelas, pembentukan dan perwujudannya di dalam perbuatan-perbuatan

pelaksanaan tugas terjadi secara kait-mengait dan saling menunjang.

Menurut hemat tim peneliti, khusus untuk guru madrasah masih harus

ditambah satu dimensi lagi, yaitu kompetensi keagamaan. Jadi, kompetensi guru

Madrasah Tsanawiyah dalam penelitian ini diklasifikasikan ke pada empat

dimensi, yakni kompensi profesional, kompetensi keagamaan, kompetensi

pribadi, dan kompetensi sosial.

Kompetensi Profesi

Kompetensi profesional guru adalah kemampuan guru dalam penguasaan

bahan ajar secara penuh juga cara-cara mengajarkannya secara pedagogis dan

metodis. Sahertian & Sahertian (1990: 6) menyebutkannya, kemampuan dalam

penguasaan akademik yang diajarkan sekaligus kemampuan mengajarkannya;

sedang Suharsimi Arikunto (1990: 239) mengistilahkannya dengan pengetahuan

yang luas dan mendalam tentang bidang studi yang akan diajarkannya serta

penguasaan metodologis.

b. Kompetensi Pribadi

Kompetensi pribadi guru lebih berhubungan dengan potensi-potensi

psikologis guru untuk tugas-tugas kependidikan. Muhammad Djawad Dahlan

(1982) dalam disertasinya di IKIP Bandung menggunakan teori Murray dalam

pengembangan kepribadian guru. Demikian juga Rohmat Mulyana dalam

disetasinya di UPI (2001) menggunakan teori yang sama.

Menurut Murray, kepribadian dapat dikaji melalui analisis kebutuhan

(need) individu. Kebutuhan diartikan sebagai konstruk tingkah laku yang tampil

sebagai akibat "suatu kekuatan dalam wilayah otak". Kekuatan dalam otak ini

mencakup kesadaran persepsi, pikiran, dan tindakan sehingga mampu merubah

keadaan dan kondisi yang tidak memuaskan. (Hall & Lindzey, 1985: 316).

Page 9: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

9

Murray menemukan 20 daftar kebutuhan penting dari sejumlah kebutuhan

yang ditemukan. Oleh Edward dimodifikasi menjadi 15 kebutuhan yang paling

esensial. Edward kemudian mengembangkan instrumen terkenalnya, Edward

Personal Preference Schedule (EPPS).

Menurut tim peneliti, ada 5 kebutuhan yang paling esensial dari 15

kebutuhan yang dikembangkan Edward, yaitu: (a) n-ach – kepanjangan dari need

for achievement – yakni kebutuhan untuk berprestasi, (b) n-End – kepanjangan

dari need for endurance – yakni kebutuhan untuk tabah dalam bekerja, (c) n-Nur

– kepanjangan dari need for nurturance – yakni kebutuhan untuk membantu

orang lain, (d) n-Chg – kepanjangan dari need for change – yakni kebutuhan

untuk berubah, dan (e) n-Aut – kepanjangan dari need for autonomy – yakni

kebutuhan untuk otonom.

c. Kompetensi Keagamaan

Kompetensi keagamaan guru dimaksudkan untuk menyebutkan

"komitmen" beragama guru, bisa berupa nilai-nilai, sikap-sikap, dan perilaku

beragama. Menurut Glock & Stark, komitmen beragama muncul dalam lima

dimensi, yaitu: ideologis, intelektual, eksperiensial, ritualistik, dan konsekuensial

(Jalaluddin Rakhmat, 1998: 4).

Komitmen beragama pun sering diukur dari: ketaatan melaksanakan

perintah dan dan menjauhi larangan Allah, keakraban dengan Al-Quran-Hadits

dan Ulama, kegairahan dalam mempelajari ilmu agama, dan aktivitas dalam

kegiatan keagamaan. Konsep keagamaan inilah yang akan digunakan dalam

penelitian ini.

d. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru dalam berhubungan

sosial dengan sesama manusia, terutama lagi dengan orang-orang di sekitarnya

(tetangga, kerabat, kolega, dan orang lain).

Studi ini menggunakan konsep sosiometrik dari Krech (1962: 96).

Konsep ini dipilih dengan pertimbangan bahwa aspek sosiometrik dapat

mengukur tingkat human relation seseorang. Menurut Krech (1962: 96), aspek

Page 10: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

10

sosiometrik meliputi: keramahan atau persahabatan, simpatik, sikap penerimaan

terhadap orang lain, dan sosiabilitas.

C. PROFIL KOMPETENSI GURU AQIDAH AKHLAK MTs

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian tentang profil kompetensi guru Aqidah-Akhlak MTs di

10 kota/kabupaten se Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten dapat dilaporkan sbb:

a. Latar belakang biografis responden

Status kepegawaian responden, jenis kelamin mereka, dan pengalaman

mereka mengajar dapat dilaporkan sebagai berikut:

Lebih separoh responden adalah non-PNS dan hampir separohnya PNS.

Sebagian besar responden adalah laki-laki dan sebagian kecilnya

perempuan.

Hampir separoh responden merupakan guru baru yang baru mengajar

antara 1-4 tahun, sedangkan sebagian kecilnya guru-guru senior yang

berpengalaman mengajar 10 tahun ke atas, dan sebagian kecilnya lagi

berpengalaman mengajar 5-9 tahun.

Responden non-PNS kebanyakan laki-laki; dan sebaliknya, responden

PNS kebanyakan perempuan.

Perkembangan guru laki-laki yang senior dan yunior relative stabil, yakni

sebagian kecil responden senior, sebagian kecil lagi responden

berpengalaman 5-9 tahun, dan sebagian kecil lainnya adalah guru yunior.

Sementara responden perempuan lebih dari separohnya adalah guru-guru

yunior.

b. Profil kompetensi guru

Kompetensi professional, kompetensi pribadi, kompetensi keagamaan, dan

kompetensi sosial responden dapat dilaporkan sebagai berikut:

Page 11: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

11

Kompetensi professional responden umumnya "kurang baik". Wawasan

kependidikan mereka "sangat rendah" dan penguasaan PBM serta evaluasi

hasil belajar "rendah". Tapi mereka cukup menguasai bahan pengajaran.

Kompetensi pribadi, yang ditunjukkan dengan kebutuhan psikogenik

responden, cukup baik. Kebutuhan untuk membantu orang lain (need for

nurturant) mereka sangat baik (tinggi) dan kebutuhan untuk berprestasi

(need for achievement), kebutuhan untuk tabah bekerja (need for

endurance), kebutuhan untuk perubahan (need for change), dan kebutuhan

untuk otonom (need for autonomy) mereka cukup baik (sedang).

Kompetensi keagamaan responden cukup baik. Komitmen mereka dalam

menjalankan perintah dan larangan agama sangat baik (tinggi), sementara

keakraban dengan sumber Islam (Al-Quran–Hadits) dan Ulama,

kegairahan untuk mempelajari agama, dan aktivitas keagamaan di

masyarakat cukup baik (sedang).

Kompetensi sosial responden, yang ditunjukkan dengan sikap bersahabat,

sikap simpatik, penerimaan terhadap orang lain, dan sosiabilitas mereka,

cukup baik.

c. Kompetensi guru dilihat dari status kepegawaian

Kompetensi professional, kompetensi pribadi, kompetensi keagamaan, dan

kompetensi sosial responden dilihat dari status kepegawaiannya dapat

dilaporkan sebagai berikut:

Tidak ada perbedaan skor antara kompetensi professional dilihat dari

status kepegawaian responden. Responden yang PNS maupun bukan PNS

memiliki rata-rata skor wawasan kependidikan, penguasaan PBM dan

evaluasi hasil belajar, dan penguasaan bahan pengajaran yang sama.

Tidak ada perbedaan skor kebutuhan psikogenik dilihat dari status

kepegawaian responden. Satu-satunya aspek kebutuhan psikogenik yang

berbeda adalah need for autonomy. Responden yang bukan PNS lebih

tinggi skornya dibanding responden yang PNS. Artinya, responden yang

bukan PNS lebih otonom ketimbang responden yang bukan PNS.

Page 12: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

12

Tidak ada perbedaan skor kompetensi keagamaan dilihat dari status

kepegawaian responden. Satu-satunya aspek keagamaan yang berbeda

adalah keakraban responden dengan sumber Islam (Al-Quran) dan Ulama.

Responden yang bukan PNS lebih tinggi skornya dibanding responden

yang PNS. Artinya, responden yang bukan PNS lebih banyak

menggunakan sumber Islam dan Ulama sebagai referensi, bukannya buku

teks, dibanding responden yang PNS.

Tidak ada perbedaan skor kompetensi sosial dilihat dari status

kepegawaian responden. Satu-satunya aspek sosial yang berbeda adalah

sikap simpatik. Responden yang PNS lebih tinggi skornya dibanding

responden yang bukan PNS. Artinya, responden PNS lebih simpatik

dibanding responden yang bukan PNS.

d. Kompetensi guru dilihat dari jenis kelamin

Kompetensi professional, kompetensi pribadi, kompetensi keagamaan, dan

kompetensi sosial responden dilihat dari jenis kelamin dapat dilaporkan

sebagai berikut:

Tidak ada perbedaan skor antara kompetensi professional dilihat dari jenis

kelamin responden. Responden yang laki-laki maupun perempuan

memiliki rata-rata skor wawasan kependidikan, penguasaan PBM dan

evaluasi hasil belajar, dan penguasaan bahan pengajaran yang sama.

Terdapat perbedaan skor kebutuhan psikogenik dilihat dari jenis kelamin

responden. Skor need for endurance, need for change, dan need for

autonomy responden yang laki-laki lebih tinggi dibanding responden yang

perempuan. Artinya, responden yang laki-laki lebih tabah dalam bekerja,

lebih menyukai perubahan, dan lebih otonom dibanding responden yang

perempuan.

Terdapat perbedaan skor kompetensi keagamaan dilihat dari jenis kelamin

responden. Skor aspek keakraban dengan sumber Islam (Al-Quran) dan

Ulama, kegairahan dalam belajar agama, dan aktivitas keagamaan di

masyarakat responden yang laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Page 13: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

13

Artinya, responden yang laki-laki lebih banyak menggunakan sumber

Islam dan Ulama, lebih gairah dalam belajar agama, dan lebih aktif dalam

kegiatan keagamaan di masyarakat dibanding responden yang perempuan.

Tapi aspek komitmen dalam menjalankan perintah dan larangan agama

tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Artinya, baik responden

yang laki-laki maupun perempuan sama-sama sangat komited dalam

menjalankan perintah dan larangan agama.

Terdapat perbedaan skor kompetensi sosial dilihat dari jenis kelamin

responden. Responden perempuan lebih tinggi skor simpatik dan

penerimaannya terhadap orang lain daripada responden laki-laki;

sementara responden laki-laki lebih tinggi skor sosiabilitasnya daripada

responden perempuan. Artinya, responden yang perempuan lebih simpatik

dan lebih bisa menerima kehadiran orang lain dibanding responden yang

laki-laki; sementara responden yang laki-laki lebih aktif bermasyarakat

dibanding responden perempuan.

e. Kompetensi guru dilihat dari pengalaman mengajar

Kompetensi professional, kompetensi pribadi, kompetensi keagamaan, dan

kompetensi sosial dilihat dari pengalaman mengajar responden dapat

dilaporkan sebagai berikut:

Tidak ada hubungan asosiatif antara kompetensi professional dengan

pengalaman mengajar responden. Artinya, wawasan kependidikan

responden, penguasaan PBM dan evaluasi hasil belajar, dan penguasaan

responden terhadap bahan pengajaran tidak dipengaruhi oleh pengalaman

mengajarnya.

Tidak ada hubungan asosiatif antara kompetensi pribadi – yang

ditunjukkan dengan kebutuhan psikogenik (n-Ach, n-End, n-Chg, dan n-

Aut) – dengan pengalaman mengajar responden. Artinya, kebutuhan

psikogenik responden tidak dipengaruhi oleh pengalaman mengajarnya.

Satu-satunya aspek psikogenik yang berasosiasi dengan pengalaman

mengajar adalah kebutuhan untuk membantu orang lain (need for

Page 14: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

14

Nurturant). Responden yunior (berpengalaman mengajar 1-4 tahun)

tampak lebih banyak yang memiliki skor tinggi dalam aspek ini dibanding

dengan responden yang lebih senior.

Tidak ada hubungan asosiasi antara kompetensi keagamaan dengan

pengalaman mengajar responden. Satu-satunya aspek keagamaan yang

berasosiasi dengan pengalaman mengajar adalah keakraban responden

dengan sumber Islam (Al-Quran) dan Ulama. Responden senior

(berpengalaman mengajar 10 tahun ke atas) tampak lebih banyak yang

memiliki skor tinggi dalam aspek ini dibanding dengan responden yang

lebih yunior.

Tidak ada hubungan asosiatif antara kompetensi sosial dengan pengalaman

mengajar responden. Artinya, sikap persahabatan, sikap simpatik,

penerimaan terhadap orang lain, dan sosiabilitas responden tidak

dipengaruhi oleh pengalaman mengajarnya.

2. Pembahasan Terhadap Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek kompetensi profesi guru

yang paling menonjol – walau tidak maksimal – adalah penguasaan bahan

pengajaran (Aqidah-Akhlak). Guru-guru kebanyakan cukup menguasai bahan

pengajaran. Tapi mereka tidak memiliki wawasan kependidikan, juga kurang

menguasai PBM dan evaluasi pengajaran.

Pekerjaan mendidik adalah "memanusiakan" manusia. Secara teoretis

maupun praktis kiranya sangat sulit melakukan tugas ini jika guru tidak

memahami arah dan tujuan, dimensi-dimensi antropologis dan psikologis murid,

strategi pengembangan pendidikan, proses pembelajaran, dan prosedur serta cara-

cara mengevaluasi pendidikan dan pengajaran. Penguasaan bahan yang tidak

disertai ketrampilan membelajarkannya, dalam pandangan pakar Sosiologi

Pendidikan UPI – Almarhum Soepardjo Adikusumo – bukanlah seorang guru,

melainkan sebagai pedagang eceran informasi.

Hasil penelitian ini pun tidak menemukan adanya pengaruh latar

belakang biografis guru terhadap kompetensi profesi mereka. Guru yang PNS

Page 15: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

15

maupun bukan PNS dan guru yang senior maupun yunior ternyata memiliki

derajat kompetensi professional yang sama. Fenomena ini sekurangnya

menunjukkan dua hal, yakni: pertama, dilihat dari aspek kompetensi professional,

sulit membedakan guru yang PNS dengan yang bukan PNS. Dengan kata lain, ke-

PNS-an guru tidak membuat mereka berbeda dari yang bukan PNS, padahal untuk

menjadi PNS sangat sulit. Artinya, seleksi PNS selama ini belum mampu

menjaring calon guru yang benar-benar kualified; dan kedua, pengalaman menjadi

guru ternyata tidak membuat mereka menjadi lebih professional. Dalam studi ini

tidak ditemukan bedanya antara guru yang senior dengan mereka yang yunior.

Artinya, bahwa selama ini pembinaan in-service training tidak efektif, atau malah

mungkin tidak ada pembinaan in-service training ?

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa kebutuhan psikogenik

yang paling menonjol pada diri guru adalah kebutuhan untuk membantu orang

lain (need for nurturant). Kebutuhan-kebutuhan psikogenik lainnya – need for

achievement, need for endurance, need for change, dan need for autonomy –

biasa-biasa saja, atau kurang menonjol.

Kebutuhan untuk membantu orang lain memang merupakan need yang

paling positif bagi pribadi guru, karena di dalamnya mengandung nilai-nilai

tolong menolong. Profesi guru memang mengimplementasikan tugas-tugas

membantu murid.

Penelitian ini pun berhasil menemukan adanya hubungan asosiatif

antara need for nurturant dengan pengalaman mengajar. Guru yunior justru lebih

tinggi skornya daripada guru-guru yang lebih senior. Tapi hasil penelitian ini sulit

untuk disebut sebagai karakter guru baru. Mungkin saja kualifikasi ini bertahan

untuk waktu yang sementara, karena biasanya pegawai baru merasa sedang

diawasi. Atau mungkin juga semangat perbantuan mereka masih belum diganggu

oleh kepentingan keluarga, karena mereka kebanyakan belum berkeluarga.

Menonjolnya kebutuhan untuk membantu orang lain pada diri guru

akan sangat bagus jika disertai dengan menonjolnya kompetensi profesi mereka,

Page 16: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

16

terutama kompetensi PBM. Hanya sayang sekali dalam penelitian ini ditemukan

bahwa mereka kurang memiliki kompetensi ini.

Penelitian ini berhasil menemukan adanya pengaruh latar belakang

biografis guru terhadap kompetensi pribadi mereka. Penelitian menemukan,

bahwa guru yang bukan PNS lebih otonom daripada guru yang PNS. Gejala ini

memang umum terjadi, karena PNS lebih terikat dengan banyak aturan (tertulis

ataupun tidak tertulis).

Penelitian pun menemukan adanya perbedaan skor kebutuhan

psikogenik dilihat dari jenis kelamin, baik secara umum ataupun pada banyak

aspek, yaitu need for endurance, need for change, dan need for autonomy. Walau

sama-sama dalam kategori "sedang", tapi guru yang laki-laki lebih tahan bekerja,

lebih menyukai perubahan, dan lebih otonom dibanding responden yang

perempuan.

Dilihat dari sudut pekerjaan guru sebagai sebuah "pekerjaan"

sebenarnya temuan ini lebih memperkokoh pandangan masyarakat, bahwa laki-

laki memang lebih layak untuk bekerja, karena untuk bekerja dibutuhkan keuletan

dan tantangan. Laki-laki pun dipandang sebagai makhluk yang menyukai

perubahan, sementara perempuan lebih menyukai kemapanan. Laki-laki

dipandang otonom, sedangkan perempuan tergantung. Tapi perempuan pun

memiliki kelebihan dalam aspek lainnya (perhatikan pembahasan aspek

sosiometrik nanti, setelah pembahasan aspek keagamaan berikut).

Hasil penelitian lainnya menemukan bahwa kompetensi keagamaan

yang paling menonjol pada diri guru adalah komitmen terhadap perintah dan

larangan agama, yang memang merupakan aspek keagamaan yang paling positif

bagi pribadi guru madrasah. Masyarakat kebanyakan malah melihat

keberagamaan seseorang dari aspek ini, bukan dari aspek-aspek lainnya.

Masyarakat awam menilai keberagamaan seorang dari ketaatannya melaksanakan

peribadatan dan menjauhi larangan-larangan syara` (yang terbuka). Dari segi ini

responden – yang notebene sebagai guru keagamaan di madrasah – telah berhasil

membentuk citra-dirinya sebagai seorang ustadz dan ustadzah.

Page 17: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

17

Tapi sebagai guru keagamaan dan guru madrasah, mereka perlu

memiliki nilai lebih dari kebanyakan masyarakat santri. Seorang guru keagamaan

tidak cukup mengandalkan buku teks. Ia seyogianya merujuk langsung sumber

Islam, Al-Quran dan Hadits, juga lebih akrab dengan Ulama (karena mereka

sebenarnya lebih merupakan kelas menengah yang mentransfer pandangan-

pandangan Ulama). Mereka pun perlu memiliki gairah untuk lebih memperdalam

Ilmu Agama. Selain itu mereka pun seyogianya merupakan penggerak-penggerak

keagamaan di masyarakat. Dalam aspek-aspek ini mereka menampilkan aktivitas

yang biasa-biasa saja (kategori "sedang").

Penelitian ini pun berhasil menemukan adanya perbedaan skor referensi

keagamaan dilihat dari status kepegawaian responden. jenis kelamin, Walau sama-

sama dalam kategori "sedang", tapi guru yang bukan PNS lebih akrab mengkaji

Al-Quran dan Hadits serta lebih dekat dengan Ulama daripada guru yang PNS.

Hal ini diduga guru-guru yang bukan PNS lebih banyak yang lulusan pesantren

dibanding mereka yang PNS, sehingga mereka lebih mampu dan lebih menyukai

mengkaji langsung keagamaan dari sumber aslinya. Hal yang sama terjadi pula

pada guru senior. Mereka lebih mampu dan lebih menyukai mengkaji langsung

keagamaan dari sumber aslinya.

Hasil penelitian lainnya lagi menemukan bahwa kompetensi sosial yang

paling menonjol pada diri guru adalah sikap simpatik. Tapi ini terjadi pada guru

yang perempuan. Hanya guru-guru perempuanlah yang memiliki sikap simpatik

yang tinggi. Kebanyakan guru memiliki sikap simpatik yang "sedang"

sebagaimana aspek-aspek sosiometrik lainnya. Aspek lainnya yang menonjol pada

guru perempuan adalah penerimaan terhadap orang lain.

Dimilikinya sikap simpatik dan penerimaan terhadap orang lain oleh

guru-guru yang perempuan memperkuat pandangan yang menyatakan bahwa

pekerjaan guru (pada jenjang pendidikan dasar) lebih cocok dipegang oleh kaum

perempuan. Pandangan demikian mungkin benar dilihat dari sisi guru sebagai

orang yang harus simpatik dan menerima kehadiran murid. Pada jenjang

pendidikan dasar murid-murid membutuhkan perhatian yang tinggi. Hanya guru-

Page 18: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

18

guru yang simpatik dan menerima kehadiran murid (apa adanya) yang bisa

memenuhi kriteria ini.

Adapun aspek sosiabilitas guru laki-laki memiliki skor sosiabilitas yang

lebih tinggi daripada guru perempuan. Walau sama-sama dalam kategori

"sedang", guru laki-laki lebih aktif di masyarakat daripada guru perempuan. Hasil

penelitian ini pun memperkuat temuan lainnya, bahwa dalam aktivitas keagamaan

di masyarakat guru laki-laki lebih menonjol daripada guru perempuan.

Temuan ini sesuai dengan pandangan, konservatif, bahwa kaum laki-

laki harus tampil di depan, sementara kaum perempuan di belakang. Tapi dari segi

pandangan moderen, pandangan demikian tidak benar. Baik laki-laki maupun

perempuan harus sama-sama bisa tampil di depan dan di belakang.

D. KESIMPULAN PENELITIAN DAN IMPLIKASINYA

Dari serangkaian kegiatan penelitian, hasil beserta implikasinya dapat

dilaporkan sbb:

1. Penelitian menemukan bahwa responden cukup menguasai bahan pengajaran,

tapi kurang menguasai PBM dan evaluasi pengajaran, juga tidak memiliki

wawasan kependidikan. Implikasinya, bahwa seorang guru agama tidaklah

harus memiliki pengetahuan teknis keagamaan yang siap dipresentasikan

kapan saja. Yang terpenting adalah guru memiliki pengetahuan dasar Ilmu-

Ilmu Islam, menguasai metodologi pengkajian Islam, dan selalu siap

mengkaji ajaran Islam. Dengan berbekal pengetahuan demikian, seorang guru

akan mampu tampil mempresentasikan pengetahuan teknis keagamaan ketika

diperlukan, misalnya ketika akan mengajar.

2. Penelitian pun menemukan bahwa responden memiliki skor kebutuhan untuk

membantu orang lain (need for nurturant) yang "tinggi" serta skor need for

achievement, need for endurance, need for change, dan need for autonomy

yang "sedang". Implikasinya, kompetensi pribadi yang paling utama bagi

guru adalah kebutuhan untuk membantu orang lain dan dilengkapi dengan

aspek-aspek kebutuhan psikogenik lainnya.

Page 19: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

19

3. Penelitian menemukan juga bahwa dalam kompetensi keagamaan, responden

memiliki skor tinggi dalam aspek komitmen terhadap perintah dan larangan

agama, sementara aspek-aspek lainnya dalam kualifikasi "sedang".

Implikasinya, persyaratan utama kompetensi keagamaan adalah komitmennya

terhadap perintah dan larangan agama, yang dilengkapi dengan aspek

referensi Islam, kegairahan belajar agama, dan aktivitas keagamaan di

masyarakat.

4. Penelitian pun menemukan bahwa guru-guru memiliki kompetensi sosial

yang "sedang". Faktor gender memang berhubungan dengan aspek-aspek

tertentu dari sosiometrik. Guru perempuan lebih menonjol dalam aspek

simpatik dan penerimaannya terhadap orang lain, sementara guru laki-laki

lebih menonjol dalam aspek sosiabilitas. Implikasinya, bahwa seorang guru

cukup memiliki kompetensi sosial yang "sedang".

Hasil penelitian ini mengandung implikasi praktis dalam hal-hal

berikut:

Pertama, dalam seleksi rekrutmen guru baru. Standar minimal kelulusan

seorang calon guru keagamaan adalah: (a) menguasai sedikitnya 75% bahan

pengajaran, (b) memiliki kebutuhan untuk membantu orang lain (need for

nurturant) yang "tinggi" dan kebutuhan psikogenik lainnya yang "sedang",

(c) memiliki komitmen yang "tinggi" terhadap perintah dan larangan agama

serta aspek-aspek keagamaan lainnya yang "sedang", dan (d) memiliki skor

sosiometrik yang "sedang".

Kedua, dalam in-service training. Ada 4 aspek pengetahuan dan ketrampilan

yang perlu dibekalkan kepada guru-guru, yaitu: (a) ketrampilan teknis

mengkaji bahan pengajaran agama secara cepat. Untuk itu diperlukan

sejumlah prasyarat. Guru harus menguasai Ilmu-Ilmu Dasar Keislaman dan

metodologi pengkajian Islam. Jika pengetahuan dasar dan metodologi ini

belum dikuasai, berarti perlu diadakan in-service training dalam aspek-aspek

ini; (b) wawasan kependidikan; (c) pengetahuan dasar PBM dan evaluasi

pengajaran; dan (d) ketrampilan PBM dan evaluasi pengajaran.

Page 20: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

20

Ketiga, pre-service training. Perguruan Tinggi penyelenggara pendidikan

guru keagamaan madrasah perlu memperkuat 3 aspek pengetahuan dan

ketrampilan yang perlu dibekalkan kepada guru-guru, yaitu: (a) ketrampilan

teknis mengkaji bahan pengajaran agama secara cepat, termasuk Ilmu-Ilmu

Dasar Keislaman dan metodologi pengkajian Islam; (b) wawasan

kependidikan; dan (c) pengetahuan dasar PBM dan evaluasi pengajaran.

Keempat, beberapa bidang profesi keguruan pada guru keagamaan MTs

sangat lemah, yakni wawasan kependidikan dan PBM serta evaluasi

pengajaran. Tampaknya bidang ini merupakan profesi khusus yang hanya

bisa dimiliki oleh sedikit orang. Untuk memperkuat bidang ini kiranya perlu

diadakan konsultan pendidikan madrasah.

Kelima, perlu diadakan penelitian lanjutan untuk lebih mempertajam hasil

penelitian ini.

Page 21: STUDI PROFIL KOMPETENSI GURU MADRASAHfile.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195801281986121... · 2012-03-08 · Pada tahun 2003 telah dilakukan penelitian kompetensi Guru Pendidikan

21

REFERENSI

Champion, Dean J,, 1981, Basic Statistics for Social Research, New York:

Macmillan Publishing Co., Inc., Second Edution.

Djawad Dahlan, M., 1982, "Ciri-ciri Kepribadian Siswa SPG se Jawa Barat

Dikaitkan dengan Sikapnya Terhadap Jabatan Guru SD", Disertasi pada

Program Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Fachruddin, Fuad, 1999, “Madrasah dan Otonomi Daerah: Sebuah Telaah Awal”,

dalam Madrasah Vol. 3 No. 1, 1999 (Jurnal Komunikasi Dunia

Perguruan Madrasah).

Fadjar, Abdullah, 1990, "Penelitian Kuantitatif Arah Baru Penelitian Agama",

dalam Taufik Abdullah & M. Rusli Karim, 1990, Metodologi Penelitian

Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, Cetakan

Kedua.

Hall, C.S. & Lindzey, G., 1970, Theories of Personality, New York: A. John

Willey & Sons Inc.

Hamalik, Oemar, 2003, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi,

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Krech, D. & crutchfield, R., 1962, Individual in Society, Tokyo: McGraw-Hill

Kogakusha, Ltd.

Mulyana, Rohmat, 2001, "Profil Kepribadian Guru dalam Dimensi Psikologis,

Sosial, dan Spiritual", Disertasi pada Program Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), 1978, Program Pendidikan

Tenaga Kependidikan, Jakarta: Depdikbud.

Raka Joni, T., 1980, Pengembangan Kurikulum IKIP/FIP/FKg: Studi Kasus

Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi, Jakarta: P3G Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Suderadjat, Hari, 2004, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK):

Pembaharuan Pendidikan dalam Undang-undang Sisdiknas 2003,

Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.