58
43 BAB III PROSES PENERIMAAN PANCASILA DAN ALASAN PENERIMAAN PARA PENDIRI NEGARA TERHADAP PANCASILA A. Substansi Pembicaraan dalam Sidang-sidang BPUPKI Pada dua kali masa persidangan paripurna dari Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu berturut-turut: pertama, pada tanggal 29 Mei 1 Juni 1945; dan kedua, pada tanggal 10 Juli 17 Juli 1945 telah diperbincangkan secara substansial a.l. tentang (1) Dasar Negara, (2) Wilayah Negara, serta (3) Rancangan Undang-undang Dasar. 1 Sedangkan pada masa persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berlangsung dari tanggal 18-22 Agustus 1945 telah dilakukan pembahasan substansial a.l. tentang (1) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, (2) Pengesahan Pembukaan UUD, (3) Susunan Pemerintahan, serta (4) Pengesahan Batang Tubuh UUD. 2 Badan Penyelidik mulai mengadakan persidangan untuk merumuskan Undang- undang Dasar yang dimulai dengan persoalan dasar untuk mendirikan suatu negara merdeka. Ketua Badan Penyelidik ini ialah dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat yang diangkat pada tanggal 29 April 1945. Pada kata pembukaannya, ketua meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Ada empat orang 1 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati (eds.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI): 28 Mei 1945 22 Agustus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998), 7-386. 2 Ibid., 523-559.

Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

43

BAB III

PROSES PENERIMAAN PANCASILA DAN

ALASAN PENERIMAAN PARA PENDIRI NEGARA TERHADAP PANCASILA

A. Substansi Pembicaraan dalam Sidang-sidang BPUPKI

Pada dua kali masa persidangan paripurna dari Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yaitu berturut-turut: pertama, pada

tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945; dan kedua, pada tanggal 10 Juli – 17 Juli 1945 telah

diperbincangkan secara substansial a.l. tentang (1) Dasar Negara, (2) Wilayah Negara,

serta (3) Rancangan Undang-undang Dasar.1 Sedangkan pada masa persidangan Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berlangsung dari tanggal 18-22 Agustus

1945 telah dilakukan pembahasan substansial a.l. tentang (1) Proklamasi Kemerdekaan

17 Agustus, (2) Pengesahan Pembukaan UUD, (3) Susunan Pemerintahan, serta (4)

Pengesahan Batang Tubuh UUD.2

Badan Penyelidik mulai mengadakan persidangan untuk merumuskan Undang-

undang Dasar yang dimulai dengan persoalan dasar untuk mendirikan suatu negara

merdeka. Ketua Badan Penyelidik ini ialah dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat yang

diangkat pada tanggal 29 April 1945. Pada kata pembukaannya, ketua meminta

pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka. Ada empat orang

1 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati (eds.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI): 28

Mei 1945 – 22 Agustus 1945 (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1998), 7-386. 2 Ibid., 523-559.

Page 2: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

44

yang memenuhi permintaan Ketua, yaitu Mr. Muh. Yamin,3 Ki Bagoes Hadikoesoemo,

4

Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Rapat persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945 yaitu

pada pidato Ir. Soekarno. Pidato ini disambut hampir semua anggota dengan tepuk-

tangan yang riuh. Tepuk tangan yang riuh itu dianggap sebagai suatu persetujuan.5

Ir. Soekarno berkesempatan mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal

dengan nama “Lahirnya Pancasila.” Soekarno memberikan pandangan atau usul

mengenai dasar Indonesia Merdeka, yakni Pancasila. Kemudian diperasnya lagi, jika

tidak ada yang setuju dengan angka lima, menjadi Trisila. Lalu diperasnya kembali,

jika hanya permintaan untuk satu asas, menjadi Ekasila. Lima asas yang dikemukakan

oleh Soekarno sebagai berikut:

Kebangsaan Indonesia,

Internasionalisme atau peri-kemanusiaan,

Mufakat atau demokrasi,

Kesejahteraan Sosial, dan

Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Kemudian diperas menjadi Trisila:

Kebangsaan Indonesia,

Internasionalisme atau peri-kemanusiaan,

Mufakat atau demokrasi,

Kesejahteraan Sosial, dan

Ketuhanan

3 Menurut para editor tersebut di atas, naskah pidato ini tidak ditemukan baik dalam “Koleksi

Mr. M. Yamin” maupun “Koleksi Pringgodigdo” yang tersimpan di Arsip Nasional. Ibid., 11-2. 4 Menurut para editor tersebut di atas, naskah pidato ini tidak ditemukan baik dalam buku Mr.

Muh. Yamin yang terbit pada tahun 1959 maupun dalam berkas arsip yang diterima dari Negeri Belanda

dan yang ditemukan dalam perpustakaan Puri Mangkunegaraan Solo. Risalah ini diterima Sekretariat

Negara dari Arsip keluarga Ki Bagoes Hadikosoemo yang diserahkan oleh putra beliau, Kolonel (L)

Basmal Hadikoesoemo. Ibid., 33-48. 5 Mohammad Hatta, Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan (Sebuah Otobiografi)

(Jakarta: Buku Kompas, Januari 2011), 66.

Sosio-nasionalisme

Sosio-demokrasi

Ketuhanan

Page 3: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

45

Kemudian diperas lagi menjadi satu:

G o t o n g – r o y o n g. 6

Pidato ini sebagai jawaban atas pertanyaan Ketua Radjiman: Negara Indonesia

Merdeka yang akan kita bentuk, apa dasarnya?7 Pada awal pidatonya, Soekarno terlebih

dahulu mencoba memberikan pendapatnya mengenai apa yang dimaksud oleh ketua

Radjiman yaitu:

“Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu

diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka

Tuan Ketua Yang Mulia, yaitu bukan d a s a r n y a Indonesia

Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka

Tuan Yang Mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “P h i l o s o f i s

c h e g r o n d s l a g” daripada Indonesia Merdeka.

Philosofische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang

sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk

di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan

abadi.”8

Kemudian mulailah Soekarno memaparkan pandangannya tentang dasar-dasar

negara Indonesia Merdeka. Menurut Soekarno, dasar pertama yang baik dijadikan dasar

buat negara Indonesia ialah dasar Kebangsaan – Negara Kebangsaan Indonesia. Istilah

bangsa sangat erat kaitannya dengan kehendak akan bersatu, yang timbul karena

persatuan nasib, persatuan antara orang (masyarakat) dan tempat (Tanah Air). Dalam

hal ini Soekarno langsung menegaskan bahwa istilah kebangsaan bukanlah dalam arti

sempit. Kebangsaan yang meliputi seluruh kepulauan Indonesia, yang sebagai cetakan

alam terkumpul di sana, di khatulistiwa sebagai satu kesatuan. Sumatera, Jawa atau

Sunda, atau Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Maluku, dan lain-lain (pulau-pulau

kecil).

6 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Ibid.

7 Panitia Lima: Moh. Hatta, A. Subardjo Dj., A.A. Maramis, dkk., Uraian Pancasila (Jakarta:

Mutiara, 1980), 29. 8 Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 84. Lih. juga Ign. Gatut Saksono, Pancasila

Soekarno: Idiologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat Islam. (Yogyakarta: Rumah Belajar

Yabinkas, 2007), 20.

Page 4: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

46

Soekarno menggunakan dalil-dalil teori Geo-Politik untuk menjelaskan makna

persatuan orang dan tempat.9 Selain itu, Soekarno menambahkan makna bangsa ini

sendiri bukan makna individualistik dalam keberadaan Indonesia di tengah-tengah

negara-negara lainnya, bukan juga chauvinisme yang meremehkan bangsa lain dan

menjunjung diri sendiri sebagai yang terbagus dan termulia. Oleh karena itu, bukan saja

harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka, tetapi juga harus menuju kepada

kekeluargaan bangsa-bangsa.10

Dasar kedua ialah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Dasar ini sangat

berkaitan erat sebagai pernyataan bangsa Indonesia yang turut menuju kepada

kekeluargaan bangsa-bangsa.

“Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar

di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat

hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya

internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip

pertama dan prinsip kedua, yang pertama-tama saya usulkan

kepada Tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama

lain.”11

Dasar yang ketiga ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar

permusyawaratan. Pada dasar inilah muncul salah satu semboyan Soekarno yang

terkenal: “satu buat semua, semua buat satu”. Beliau menegaskan bahwa Negara

Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan

walaupun golongan kaya, karena kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan,

perwakilan. Dasar ketiga ini juga sekaligus, menurut Soekarno, sebagai solusi untuk

keberadaan masyarakat mayoritas (Islam) yang ikut andil dalam perjalanan sejarah

sebuah bangsa, di mana orang bukan Islam pun ikut ambil bagian di dalamnya.

9 Ibid., 94. Lih. juga Panitia Lima, Uraian ....

10 Ibid., 97.

11 Ibid.

Page 5: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

47

“Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan

tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-

pemimpin rakyat, apa-apa yang perlu kita rasa perlu bagi

perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita

bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar

daripada kursi-kursi Badan Perwakilan Rakyat yang kita adakan,

diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jika memang rakyat

Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, ..., marilah

kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu,

agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan

Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya Badan

Perwakilan Rakyat 100 orang anggotanya, ..., agar supaya 60,

70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang

Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-

hukum yang keluar dari Badan Perwakilan Rakyat itu, hukum

Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu

nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam

benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%,

80%, 90% utusan adalah utusan orang Islam, pemuka-pemuka

Islam, ulama-ulama Islam.”12

Melalui cara mufakat dalam pemusyawaratan ini Soekarno mengharapkan tidak

adanya permasalahan agama. Soekarno menekankan bahwa prinsip ketiga ini ialah

tempat yang terbaik untuk memelihara agama, terkhusus pihak Islam. Bahkan,

Soekarno sendiri ingin membela Islam dalam permusyawaratan.

“Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk

memelihara agama. Kita, saya pun, adalah orang Islam – maaf

beribu-ribu maaf keislaman saya jauh belum sempurna, - tetapi

kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat

saya punya hati, Tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan

hati hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela

Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara

mufakat, kita perbaiki segala hal juga keselamatan agama, yaitu

dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam

Badan Perwakilan Rakyat.”13

Kemudian Soekarno juga menjelaskan perjuangan orang

Kristen:

“Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di

dalam peraturan-peraturan Negara Indonesia harus menurut

12

Ibid., 98. 13

Ibid.

Page 6: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

48

Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar

daripada utusan-utusan yang masuk Badan Perwakilan

Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, – fair play! Tidak ada

satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada

perjuangan di dalamnya.”14

Dasar yang keempat ialah Kesejahteraan. Inilah permusyawaratan yang

memberi hidup, yakni demokrasi politik ekonomi yang mendatangkan kesejahteraan

sosial. Ini juga yang ada dalam pembicaraan di sidang tentang Ratu-Adil yang

mempunyai paham bahwa rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan-kurang

pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan

Ratu-Adil, harus ada persamaan artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.15

Dasar yang kelima ialah Ketuhanan. Sukarno menegaskan bahwa hendaknya

Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya

dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan,

yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, yang

hormat-menghormati satu sama lain.

“Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan,

tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan.

Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut

petunjuk Isa al-Masih, yang belum ber-Tuhan menurut petunjuk

Nabi Muhammad saw, orang Buddha menjalankan ibadatnya

menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita

semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah

negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya

dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan

secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan

hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang ber-Tuhan.”16

Soekarno lebih dari dua kali menggunakan kata “hendaknya” daripada kata

“harus” dan “wajib”. Apakah di sini Soekarno memberi tempat kepada setiap warga

14

Ibid., 99. 15

Ibid., 100. 16

Ibid., 101.

Page 7: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

49

negara yang belum ber-Tuhan supaya ber-Tuhan, atau lebih lanjut memberi kesan

belum semua orang Indonesia ber-Tuhan. Di sini mengandung arti bahwa keyakinan

untuk sampai kepada (adanya) Tuhan tidak dapat dipaksakan. Dengan demikian apabila

selanjutnya tetap belum sampai untuk mengakui adanya Tuhan, dan kemudian tentu

tidak mempunyai salah satu agama/keyakinan, Negara Indonesia harus tetap melindungi

mereka sebagai warga negara yang sah, sejajar dengan warga NKRI yang lain. Bahkan

di sisi lain, bisa jadi yang dimaksudkan memberi kebebasan warganya bukan hanya

sekadar bebas untuk memeluk agama/keyakinannya, melainkan bebas juga untuk ber-

Tuhan dan tidak ber-Tuhan.17

Pernyataan Soekarno atas prinsip Ke-Tuhanan ini menggambarkan begitu

besarnya harapan pendiri bangsa meletakkan prinsip ini sebagai salah satu asas atas

berdirinya Indonesia Merdeka. Sebagian besar para pendiri bangsa pada masa

persidangan pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni) mengajukan Ke-Tuhanan sebagai dasar

yang penting. Pernyataan pentingnya nilai Ke-Tuhanan ini sebagai dasar kenegaraan

a.l. dikemukakan oleh Muh. Yamin, Wiranatakoesoema, Soesantotirtoprodjo, Dasaad,

Agoes Salim, Abdoelrachim Pratalykrama, Abdul Kadir, K.H. Sanoesi, Ki Bagoes

Hadikoesoemo, Soekarno, Moh. Hatta, dan Soepomo.18

1. Pembentukan Panitia Kecil

Selama persidangan berlangsung itu tidak menghasilkan suatu kesimpulan atau

perumusan, para angota hanya mendengarkan pemandangan umum dari pembicara-

pembicara yang mengemukakan usul-usul rumusan dasar negara bagi Indonesia

17

Saksono, Pancasila ..., 66.. 18

Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta:

Gramedia, cetakan kedua, 2011), 70.

Page 8: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

50

Merdeka. Setelah persidangan pertama itu selesai, diadakan reses selama satu bulan

lebih.

Badan penyelidik membentuk suatu panitia kecil di bawah pimpinan Ir.

Soekarno dengan anggotanya Drs. Moh. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Wachid

Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muh. Yamin, dan Mr. A.A.

Maramis sebelum memasuki masa reses.19

Tugas panitia kecil ini menampung saran-

saran, usul-usul dan konsepsi-konsepsi para anggota, yang oleh Ketua Radjiman telah

diminta untuk diserahkan melalui sekretariat. Pada rapat pertama tanggal 10 Juli 1945

setelah masa reses, Ketua Radjiman meminta panitia kecil untuk melaporkan tugas-

tugasnya.20

Ir. Sukarno melaporkan bahwa panitia kecil pada tanggal 22 Juni mengambil

prakarsa untuk mengadakan pertemuan dengan anggota-anggota BPUPKI yang pada

saat itu ada di Jakarta untuk menghadiri sidang Dewan Penasihat Pusat (DPP / Tyuuoo

Sang-In) dan anggota BPUPKI lainnya yang bukan anggota DPP, di mana semua

berjumlah 38 orang, di gedung kantor Jawa Hookoo Kai. Pertemuan ini diduga oleh

Bahar sebagai pertemuan yang tidak termasuk acara sidang BPUPKI. Motif pertemuan

ini ialah untuk menyelesaikan perbedaan pendapat antara Ki Bagus Hadikusumo yang

mengusulkan negara Islam dengan Prof. Supomo yang menginginkan negara nasional.21

Dalam pertemuan itu dibentuk juga sebuah panitia kecil lain yang berjumlah 9

orang, yakni Soekarno, Moh. Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis

(golongan Kebangsaan), K.H. Abdul Kahar Moezakir, K.H. Wachid Hasyim, Abikusno

19

Ibid. 20

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 109. Dalam catatan harian Moh. Hatta,

pengangkatan panitia kecil ini juga untuk merumuskan kembali pokok-pokok pidato Sukarno. Oleh

karena itu, ada perubahan tata letak urutan konsep Pancasila. Lih. Hatta, Untuk .... Op.cit. 21

Ibid., 110.

Page 9: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

51

Tjokrosoejoso, dan Haji Agoes Salim (golongan Islam). Mereka dikenal dengan

sebutan “Panitia Sembilan”. Tugas panitia ini ialah menyusun rumusan dasar negara

berdasarkan pandangan-pandangan umum para anggota. Mereka menghasilkan suatu

rumusan kolektif yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara

Indonesia merdeka, satu modus, satu persetujuan antara golongan Islam dan

Kebangsaan. Mr. Muh. Yamin menyebutkan rumusan kolektif itu dengan nama

“Piagam Jakarta”/Jakarta Charter.22

Rumusan kolektif itu mencerminkan usaha kompromi antara golongan Islam dan

Kebangsaan: “Maka oleh karena itu, Panitia Kecil Penyelidik usul-usul berkeyakinan

bahwa inilah preambule yang bisa menghubungkan, mempersatukan segenap aliran

yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritzu Zyunbi Tyookasai”.23

Ujung

kompromi bermuara pada alinea terakhir yang mengandung rumusan dasar negara

berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila yang berbunyi sebagai berikut:

1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-

pemeluknya;

2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan;

5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.24

Perpindahan urutan sila-sila Pancasila ini merupakan keberatan golongan Islam

dengan peletakan prinsip Ke-Tuhanan pada sila terakhir. Hal ini dilakukan karena

mereka memandang urutan itu dalam skala prioritas. Menurut pengakuan Soekarno

22

Latif, Negara…, 23. 23

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 117. 24

Ibid., Lih. juga Muh. Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (Jakarta-

Amsterdam, 1954), 12.

Page 10: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

52

sendiri dikatakan bahwa ia tidak memandang susunan urutan sila-sila Pancasila sebagai

suatu yang prinsipil.25

Dalam rapat ini Preambule hampir dimufakati oleh para anggota rapat.

Perdebatannya hanya mengacu kepada bentuk negara yang juga ada di dalam preambule

itu, yakni “Republik” Indonesia. Perdebatan dimulai dari Wongsonagoro hingga

diambil keputusan oleh Ketua Radjiman, bahwa bentuk negara Indonesia merdeka

adalah Republik.26

“Dalam pada itu, Paduka Tuan Ketua, bilamana kami menerima

dan membaca usul panitia itu, janganlah diartikan bahwa kita

dapat menyetujui 100%, sebab ada sebuah perkataan di

dalamnya yang menurut keyakinan, barangkali dapat

bertentangan dengan perasaan rakyat, yaitu perkataan

republik”.27

2. Pembentukan Panitia Perancang Undang-undang Dasar

Pada tanggal 11 Juli, Ketua Radjiman membentuk tiga kelompok panitia: (1)

panitia perancang hukum dasar,28

(2) panitia perancang keuangan,29

(3) panitia

perancang pembelaan tanah air.30

Untuk membahas isi preambule dan disepakati

25

Soekarno, Pantja-Sila Sebagai Dasar Negara, Jilid IV-V (Jakarta: Kementrian Penerangan RI,

1958), 3. 26

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 148. 27

Ibid., 124. 28

Anggotanya yaitu: A.A. Maramis, Oto Iskandar, Poeroebojo, A. Salim, Soebardjo, Soepomo,

Ny. Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada Harahap, Latuharhary, Soesanto, Sartono,

Wongsonagoro, Woerjaningrat, Singgih, Tan Eng Hoa, Hoesein Djajadiningrat, Soekiman, Soekarno.

Kepanitiaan ini diketuai oleh Soekarno. Lih. Yudi Latif, Negara…, 27. 29

Anggotanya yaitu: Soerachman, Margono, Soetardjo, Sanoesi, Rooseno, Soerjo Amidjojo,

Dewantara, Koesoema Atmadja, Dassaad, Oei Tjong Haum, Asikin, Dahler, Besar, Yamin, Baswedan,

Hadikoesoemo, Sastromoeljono, Abd. Fatah Hasan, Mansoer, Oei Tiang Tjoe, Wiranatakoesoeman,

Soewandi. Kepanitiaan ini diketuai oleh Moh. Hatta. Lih. Ibid. 30

Anggotanya yaitu: Abd. Kadir, Asikin, Bintoro, Hendromartono, Moedzakir, Sanoesi,

Moenandar, Sasoedin, Soekardjo Wirjopranoto, Soerio, Abd. Kafar, Maskoer, Abd. Halim, Kolopaking,

Soedirman, Aris, Moh.Noor, Pratalykrama, Lim Koen Hian, Boentaran, Roeslan, Ny. R.S.S. Soenarjo

Mangoenpoespito. Kepanitian ini diketuai oleh Abikoesno Tjokrosoejoso. Lih. Ibid.

Page 11: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

53

dengan mengambil dari Piagam Jakarta.31

Melalui kepanitiaan Perancang Hukum Dasar

ini dibentuklah Panitia Kecil perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Supomo (atas

usul Wongsonagoro) dengan anggota-anggotanya Mr. Wongsonagoro, Mr. Ahmad

Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan dr. Soekiman.32

Penunjukkan Soepomo mencerminkan kualitasnya sebagai ahli hukum karena ia

adalah seorang sarjana yang cemerlang, yang meraih gelar Doktor dari Universitas

Leiden dalam bidang hukum pada 1927, dan merupakan orang kedua yang mendapat

gelar profesor pada zaman Hindia Belanda (1942). Ia memiliki pengalaman keterlibatan

dalam komisi ketatanegaraan yang dibentuk pada 14 September 1940 untuk

menanggapi aspirasi kalangan pergerakan yang meminta agar Indonesia berparlemen.33

Ada tiga pokok perdebatan yang timbul, yaitu: (1) Di dalam Republik apakah

menjadi unitarisme atau federalisme? ; (2) Keberatan dengan prinsip tentang “Ke-

Tuhanan”; (3) Perhatian pada isu Hak Asasi Manusia (HAM). Tiga pokok perdebatan

ini akan penulis jelaskan sebagai berikut:

Pertama, dengan tidak melalui perdebatan yang sengit, keputusan dilakukan

dengan pemungutan suara atas usul Singgih dan hasilnya ialah Negara Indonesia

Merdeka mufakat untuk Unitarisme.

“Latuharhary: Saya mempertahankan Bondstaat, tetapi

berhubung dengan keadaan sekarang ini sudah tentu soal

Bondstaat tidak dapat diselidiki dan tidak dapat dipandang

dengan seluas-luasnya, bukan saja oleh kita yang duduk dalam

Badan Penyelidik, tetapi oleh rakyat seluruhnya. Saya

berpendapat bahwa soal unitarisme atau bondsaat adalah hak

rakyat untuk menetapkannya. Jadi, saya meminta supaya dalam

31

Marwati Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI.

(Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, edisi keempat, 1993), 72. 32

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 245. 33

Latif, Negara ..., 28.

Page 12: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

54

hukum dasar diadakan satu formule bahwa sesudah aman

kembali di tanah air kita, supaya soal ini dimajukan lagi.

Ketua Soekarno: kalau sudah aman, semua akan dibicarakan

lagi. Siapa mufakat dengan unitarisme, saya minta berdiri.

(Kecuali dua anggota yang tinggal duduk, sekalian anggota

berdiri)”. 34

Kedua, keberatan ini diajukan oleh Latuharhary, karena hal ini merupakan

benih-benih atau kemungkinan yang dapat diartikan dalam rupa macam-macam, dan

menimbulkan perasaan tidak senang pada golongan-golongan yang bersangkutan.

Kemudian ditambah lagi dengan terjadinya benturan pada adat-istiadat karena agama

Islam dalam menjalankan Syariat Islam harus murni tanpa ada unsur adat-istiadat.

“anggota Latuharhary: saya tidak setuju dengan semuanya, yaitu

dengan perkataan tentang: “Ke-Tuhanan”.

Anggota Latuharhary: Akibatnya akan besar sekali. Umpamanya

terhadap pada agama lain. Maka dari itu saya harap supaya

dalam hukum dasar, meskipun ini berlaku buat sementara

waktu, dalam hal ini tidak boleh diadakan benih-benih atau

kemungkinan yang dapat diartikan dalam rupa-rupa macam.

Saya usulkan supaya dalam hukum dasar diadakan pasal 1 yang

terang supaya tidak ada kemungkinan apa pun juga yang dapat

membawa perasaan tidak senang pada golongan-golongan yang

bersangkutan. Umpamanya dalam hal ini”… yang mewajibkan

syariat Islam pada pemeluk-pemeluknya, yaitu bagiamana

mewajibkan untuk menjalankannya? Salah satu anggota

mengatakan pada saya bahwa terhadap pada adat-istiadat di

Minangkabau, rakyat yang menjalankan agama Islam harus

meninggalkan adat-istiadatnya.”35

Perdebatan ini memicu beberapa anggota angkat bicara, seperti: Agus Salim

yang menyangkal ketakutan Latuharhary dengan mengatakan bahwa ketakutan itu

berlaku pada orang Islam yang umur agamanya masih muda. Orang Minangkabau yang

sudah menganut Islam sejak lama tidak lagi kesulitan tentang hal tersebut;

“anggota Salim: Orang Minangkabau bukan Islam sejak

sekarang, malah orang Minangkabau dapat nama paling

Islamnya di Indonesia ini. Berhubung dengan adat Minangkabau

dan pertikaian atau sasaran adat Minangkabau dengan hukum

34

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 238.. 35

Ibid., 239.

Page 13: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

55

Islam bukanlah masalah baru. Hal itu tidak dapat dijalankan

dengan paksaan cuma saja percaya bahwa perubahan aliran adat

pada kita pihak Islam kepada Syariat Islam, adalah satu perkara

yang dengan sengaja harus dijaga oleh kekuasaan pemerintah,

sehingga kalau boleh dijalankan dengan jernih dan tegas

pertikaian di Minangkabau sudah selesai, bisa ditentukan di

mana dasar hukum adat dan di mana dasar hukum agama. Jadi,

itu satu perkara yang tidak akan menerbitkan kekacauan

sebagaimana disangkakan.”36

Wonsonagoro mengusulkan: “Seandainya tidak diubah tetapi ditambah bagi

pemeluk-pemeluk agama lain dengan jalan menurut agamanya masing-masing”;

Djajadiningrat mengusulkan: “Apakah ini tidak bisa menimbulkan fanatisme, misalnya

memaksa sembahyang, memaksa shalat, dan lain-lain.; dan Wachid Hasjim memberi

solusi pada Djajadinigrat kalau hal itu terjadi, akan ada wadah perwakilan rakyat untuk

menyelesaikan paksaan-paksaan itu dan menyarankan untuk tidak lagi memperpanjang

perdebatan tersebut.

“Anggota Wachid Hasjim: “Ini semuanya tergantung kepada

jalannya dan oleh karena kita sudah berkali-kali menegaskan di

antara kita semua bahwa susunan pemerintahan didasarkan atas

perwakilan dan permusyawaratan, jadi kalau ada kejadian

paksaan, soal ini dapat dimajukan dan diselesaikan. Dalam hal

ini saya perlu memberikan keterangan sedikit. Seperi kemarin

telah dikatakan oleh anggota Sanoesi, kalimat ini baginya

kurang tajam. Saya sudah mengemukakan ini hasil kompromis

yang kita peroleh, dan jika dijadikan lebih tajam, bisa

menimbulkan kesukaran.

Kita tidak usah khawatir dan saya rasa bagi kita masih banyak

daya upaya untuk menjaga jangan sampai kejadian hal-hal yang

kita khawatirkan, malah saya yakin tidak akan terjadi apa yang

dikhawatirkan. Saya sebagai orang yang banyak sedikitnya

mempunyai perhubungan dengan masyarakat Islam dapat

mengatakan bahwa jika ada badan perwalian kejadian itu tidak

akan terjadi. Saya kemukakan ini supaya soal ini tidak akan

menjadi pembicaraan panjang lebar, hingga menimbulkan

macam-macam kekhawatiran yang sebenarnya tidak dirasa.

36

Ibid., 239-40.

Page 14: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

56

Dan jika masih ada yang kurang puas karena seakan-akan terlalu

tajam, saya katakan bahwa masih ada yang berpikir sebaliknya,

sampai ada yang menanyakan pada saya apakah dengan

ketetapan yang demikian itu orang Islam sudah boleh berjuang

menyeburkan jiwanya untuk negara yang kita dirikan ini. Jadi,

dengan ini saya minta supaya hal ini jangan diperpanjang.”37

Perdebatan ditutup oleh Soekarno dengan mengatakan bahwa rumusan itu

adalah hasil kompromis antara dua golongan dan menegaskan kembali bahwa

kompromi itu telah diterima oleh Panitia: “Jadi, manakala kalimat ini tidak dimasukkan,

saya yakin bahwa pihak Islam tidak bisa menerima preambule ini”.38

Ketiga, beberapa anggota mengikuti pola “Declaration of Rights” yang ada di

luar negeri. Pengalaman terjajah dan keterlibatan para pendiri bangsa dalam pelbagai

gerakan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme memberi pembelajaran dan kepekaan

bagi pembebasan umat manusia, mendasarkan negara pada hukum atas dasar pengakuan

akan kemerdekaan manusia. Kesadaran akan pentingnya internasionalisme sebagai

wahana saling belajar dan saling membantu dalam kebaikan serta luasnya wawasan

internasionalisme para pendiri bangsa tampak pada penyusunan rancangan UUD yang

disusun pada semasa persidangan kedua BPUPKI.

Internasionalisasi diakomodasi dalam bentuk usaha mewujudkan kedaulatan

negara dalam pergaulan internasional serta kedaulatan rakyat dengan menjunjung tinggi

HAM.39

Perhatian pada isu HAM ini dikaitkan dengan konsepsi “negara kesatuan”.

Soepomo dalam hal ini berpendapat bahwa jangan sekali-kali menyandarkan diri pada

37

Ibid., 240-1. 38

Ibid., 241 39

Latif, Negara., 183.

Page 15: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

57

perseorangan, tetapi pada aliran kekeluargaan, sehingga tidak perlu lagi adanya

Declaration of Rights.40

Pada tanggal 13 Juli kembali dicuatkan tentang kompromis antara golongan

kebangsaan dan golongan Islam pada rapat Panitia Perancang Undang-undang. Wachid

Hasjim memberikan dua usul, sebagai berikut:

a. buat masyarakat Islam penting sekali perhubungan antara

pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, diusulkan pasal

4 ayat (2) ditambah dengan kata-kata: “yang beragama

Islam”. Jika presiden orang Islam, maka perintah-perintah

berbau Islam, dan akan besar pengaruhnya.

b. Diusulkan supaya pasal 29 diubah, sehingga bunyinya kira-

kira: “agama negara ialah agama Islam”, dengan menjamin

kemerdekaan orang-orang yang beragama lain, untuk dsb.

Hal ini erat perhubungan dengan pembelaan. Pada umumnya

pembelaan yang berdasarkan atas kepercayaan sangat hebat,

karena menurut ajaran agama, nayawa hanya boleh

diserahkan buat ideologi agama.41

Usulan ini dimentahkan kembali oleh Salim dengan mengatakan: “dengan ini

kompromis antara golongan kebangsaan dan Islam mentah lagi; apakah hal ini tidak

dapat diserahkan kepada Badan Permusyawaratan Rakyat? Jika presiden harus orang

Islam, bagaimana halnya terhadap wakil presiden, duta-duta, dsb. Apakah artinya janji

kita untuk melindungi agama lain?”42

Soekiman mengajukan pendapatnya dengan

mengatakan setuju dengan pendapat Hasjim. Ia berpendapat bahwa itu akan

memuaskan rakyat dan pada hakikatnya tidak berakibat apa-apa ketika dipraktekkan.

Namun, Djajadiningrat menangkis dihadirkannya kalimat tersebut karena

sebenarnya dalam praktiknya sudah tentu yang menjadi presiden ialah yang beragama

40

Pernyataan ini persetujuan Soepomo terhadap usul Soekarno tentang suasana kekeluargaan (in

de damkring van kekeluargaan). 41

Ibid., 247. 42

Ibid.

Page 16: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

58

Islam. Oleh karena itu, lebih baik dihapuskan saja pasal 4 ayat 2, dan ia juga sempat

menanyakan apakah hal tersebut sungguh-sungguh tidak terjadi apa-apa jikalau kalimat

itu diberlakukan. Usulnya ini disetujui oleh Oto Iskandardinata dan Wongsonagoro.43

Panitia ini berhasil merancang undang-undang dasar dan kemudian Ketua Radjiman

membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Hoessein Djajadiningrat, Agus

Salim, dan Supomo untuk menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan undang-

undang dasar yang telah dibahas.44

Setelah itu, persidangan dilanjutkan pada tanggal 14 Juli untuk menerima

laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

Panitia Perancang melaporkan tiga hasil rapat, yaitu berturut-turut: Pernyataan

Indonesia Merdeka, Pembukaan Undang-undang Dasar, dan Batang Tubuh Undang-

undang Dasar. Dalam persidangan ini terjadi perdebatan awal yang diangkat oleh

Hadikoesoemo dengan juga mengusung usul Kiai Sanusi yang a.l mengatakan, bahwa

perkataan dengan kewajiban umat Allah swt, “bagi pemeluk-pemeluknya”, tidak ada

haknya dalam kata-kata Arab, tidak ada artinya, dan justru menambah janggalnya kata-

kata yang, bahkan menjurus kepada pemecahan bangsa Indonesia sendiri itu supaya

dihilangkan saja.

Hadikoesoemo masih ragu dengan kata-kata tersebut, sebab di Indonesia banyak

perpecahan-perpecahan dan pada praktiknya maksudnya sama saja.45

Namun, respon

ketua panitia, Ir. Soekarno justru menolak hal tersebut a.l dengan alasan, bahwa kalimat

itu seluruhnya berdasar ke-Tuhanan. Itulah hasil kompromis di antara dua pihak, yakni

43

Ibid., 248. Keputusan yang diambil Ketua Panitia Kecil ialah menerima usulan Oto dan

Wongsonagoro yang menyetujui pendapat Djajadiningrat. 44

Ibid., 249. Lih. juga Nugroho Notosusanto, “Mengamankan Pancasila Dasar Negara”,

Persepsi, I, No. 1, 1979, 12-3; dan lih. juga Muh. Yamin, Naskah Persiapan ..., 250-1. 45

Ibid., 264.

Page 17: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

59

pihak Islam dan Kebangsaan. Sebelum ini dipaparkan ke dalam sidang, kalimat

tersebut telah ditinjau sedalam – dalamnya, di mana ada juga anggota-anggota yang

dikenal sebagai pemuka Islam, seperti Wachid Hasjim dan Agus Salim ikut dalam

peninjauan tersebut. Inilah kompromis yang baik. Panitia memegang teguh kompromis

ini yang oleh Yamin diberi nama “Djakarta Charter” atau ungkapan lain dari Soekiman

sebagai gentlemen agreement.

Setelah mendengar penjelasan ketua panitia, Hadikoesoemo di tengah-tengah

diskusi yang diangkat oleh beberapa anggota lainnya mengajukan keberatannya kembali

dengan alasan yang sangat nasionalistik, yaitu alasan “kurang enak” terhadap warga

yang bukan umat Islam, karena ada pengkhususan di salah satu golongan yang

mengakibatkan akan ada dua peraturan yakni satu untuk umat Islam dan satu untuk

yang bukan Islam di dalam satu negara. Oleh karena itu, anak kalimat “dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya itu” lebih baik

dihapuskan dan ini diajukannya sampai empat kali dengan cara masih memegang teguh

pendiriannya. Akhirnya, Abikoesno angkat bicara untuk menerangkan maksud Ketua

Panitia a.l., bahwa hasil kompromis itu sudah ada perdamaian di dalamnya.46

“...ialah buah kompromi antara golongan Islam dan golongan

kebangsaan. Kalau tiap-tiap daripada kita harus misalnya

membentuk kompromi itu, dan kita dari golongan Islam harus

menyatakan pendirian, tentu saja kita menyatakan, sebagaimana

harapan Tuan Hadikoesoemo. Tetapi kita sudah melakukan

kompromi, sudah melakukan perdamaian dan dengan tegas oleh

Paduka Tuan Ketua Panitia sudah dinyatakan, bahwa kita harus

memberi dan mendapat. Untuk mengadakan persatuan.

Janganlah terlihat perbedaan faham tentang soal ini dari

steman.... Kita harapkan sungguh-sungguh, kita mendesak

kepada segenap golongan yang ada dalam Badan ini, sudilah

kiranya kita mengadakan suatu perdamaian.”47

46

Ibid., 264-71. 47

Ibid., 271.

Page 18: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

60

Di sisi lain, Hadikoesoemo masih belum merasa jelas dengan perdebatan yang

dia angkat sehingga pada 15 Juli dia tetap mempertanyakan kejelasan makna dan arti

tentang anak kalimat “dengan kewajiban melakukan syari’at Islam bagi pemeluknya”

itu. Ketua Radjiman mengakui penjelasan arti anak kalimat itu sulit sekali dan intinya

tetap kembali kepada penjelasan Abikoesno (yang sampai saat itu belum dipahami

dengan jelas dan terang oleh Hadikoesoemo).48

Kemudian anggota Abd. Pratalykrama kembali mengusulkan tentang presiden

ialah orang indonesia asli yang beragama Islam, yang umurnya tidak kurang dari 40

tahun. Soepomo menanggapi usulan ini dengan mengatakan bahwa untuk usia presiden

tidak perlu dibatasi karena pertimbangan kepandaian, kebijaksanaan, dan luhur budi

bisa dimiliki oleh siapa saja dan tidak terbatas oleh umur, sedangkan mengenai agama

presiden, sudah diatur dalam piagam jakarta yang sekali lagi ditekankan sebagai hasil

kompromis antara golongan Islam dan kebangsaan. Lalu tambahan usulan datang dari

anggota Masjkoer. Ia mengatakan bahwa ada dua pasal yang akan mendatangkan

permasalahan, yaitu pasal 7 yang berbicara soal Presiden beragama Islam dan pasal 28

soal anak kalimat “dengan kewajiban melakukan syari’at Islam bagi pemeluknya”.

Pada, rapat-rapat sebelumnya mengenai Presiden sudah cukup jelas bahwa

Presiden akan disumpah menurut agamanya, artinya orang Indonesia asli beragama apa

saja boleh menjadi presiden. Namun, pada pasal 28 dikatakan bahwa ada kewajiban

menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk-pemeluknya. Oleh karena itu, ia berasumsi

bahwa apakah keadaan itu dapat dijalankan dengan baik, apakah umumnya golongan

Islam dapat menerimanya. Masjkoer mengusulkan bahwa lebih baik ada salah satu

48

Ibid., 291. Dalam rapat itu Hadikoesoemo menegaskan ketika sidang rapat setuju, dia juga

setuju. Akan tetapi, itu diterimanya dengan sangat terpaksa (2 kali mengatakan “saya terpaksa”).

Page 19: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

61

pasal yang diubah, seperti pasal 7 diubah menjadi Presiden harus orang Islam, atau pada

pasal 28 diubah kalimat yang sebelumnya menjadi Agama resmi bagi Republik

Indonesia ialah agama Islam.

Paham pada pasal 28 ini lebih ringan karena tidak ditulis harus memikul

kewajiban, tetapi hanya mengakui sebagai halnya mengakui agama-agama lainnya.

Pada sidang itu, akhirnya Ketua Radjiman meminta Soekarno untuk angkat bicara

sebagai Ketua Panitia. Soekarno mengatakan bahwa ketika diadakan pemilihan

presiden, maka mereka (Penyusun Rancangan UUD) berkepercayaan terhadap rakyat

Indonesia kalau yang dipilih adalah orang yang bisa menjalankan pasal 28 tersebut.

Oleh karena itu, Soekarno kembali menekankan alasannya supaya umat Islam yang

mempunyai penduduk 95% berupaya keras di Badan Perwakilan Rakyat. Soekarno

mengajak para pendiri bangsa yang beragama Islam untuk menerima apa yang

dinamakan fair play. Hasil rancangan UUD itu merupakan perdamaian “kita dengan

kita”, yang menghindari perselisihan antara dua pihak yang bertentangan. Itulah gentle-

agreement.49

Namun, melalui penjelasannya tersebut Soekarno melakukan kompromi lagi

dengan usul Masjkoer, yaitu pada pasal 7 tentang Presiden harus bersumpah dan kata

“menurut agamanya” itu dihapus karena ditakutkan dalam penafsirannya jadi berbeda

dengan yang diharapkan Sokearno melalui “jebakan” kalimat pada pasal 28. Akan

tetapi, tiba-tiba anggota Moezakir mengusulkan kompromi (dengan mengatasnamakan

“kami wakil-wakil umat Islam”…”Usul saya disetujui oleh semua ulama di sini”) yang

lain, yaitu supaya dari permulaan pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pasal di

49

Ibid., 370.

Page 20: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

62

dalam UUD itu yang menyebut-nyebut nama Allah atau agama Islam atau apa saja

untuk dicoret sama sekali.

Usulan ini didukung oleh Soekardjo Wirjopranoto yang mengambil alasan dari

pasal 27 yang telah disepakati tentang satu keadilan yang ia percayakan diterima dan

dihormati oleh segenap rakyat, apa pun agamanya, keadilan itu tercantum seterang-

terangnya, seindah-indahnya:

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan. Artinya tiap-tiap warga negara

mempunyai hak yang sama di dalam penghidupannya yang

sudah tentu diperlindungi oleh hukum dan oleh pemerintah.

Pendek kata, di dalam Negara Indonesia tidak akan ada kelas-

kelas, kelas warga negara. Artinya tidak akan ada warga negara

kelas satu, warga negara kelas dua, inilah keadilan.

Konsekuensinya daripada keadilan itu ialah, bahwa tiap-tiap

putra Indonesia berhak juga untuk menempati kedudukan

Presiden Republik Indonesia. Janganlah sebelumnya sudah

diadakan suatu pagar, bahwa putera Inodnesia yang bukan

beragama Islam, meskipun ia bijaksana, meskipun ia tinggi

budinya, meskipun ia pandai, meskipun ia giat, tidak bisa ia

akan menduduki kedudukan Presiden Indonesia, hanya oleh

karena ia tidak beragama Islam. Ini yang saya khawatirkan,

kalau usul Kiai Haji Masjkoer diterima. Saya mengerti, saya

menghargai usul atau pikiran Haji Masjkoer, tetapi saya juga

harus mempertahankan keadilan yang sudah tentu akan

mendapat perlindungan dari agama Islam….”50

Dalam perbincangan ini Ketua Radjiman selalu mengusulkan untuk distem

(dijedah/pending) dulu karena baginya persoalan ini sudah cukup jelas diterangkan oleh

Ketua Panitia Soekarno. Anggota Sanoesi dengan sangat tegas menolak stem tersebut

agar persoalan itu dapat diputuskan kalau tidak menerima usul Masjkoer, berarti

menerima Moezakir dan ia menekankan bahwa persoalan ini bukan persoalan yang

berbau agama. Oleh karena telalu berat Ketua BPUPKI dan Ketua Panitia berpikir,

50

Ibid., 372.

Page 21: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

63

maka ia mengusulkan kompromi lainnya lagi yaitu untuk menghapus kata “nya” pada

kata “menurut agamanya”.

Melalui usul Sanoesi ini, Soekarno mengambil keputusan untuk menghapus kata

“nya” saja, sehingga menjadi “menurut agama”. Alasan Sanoesi melakukan ini karena

ia berpendapat bahwa tindakan yang mereka lakukan dalam sidang demi sidang

merupakan pertanggungjawaban yang serius terhadap rakyat. Jangan pernah menerima

usul secara mentah-mentah, harus disusul oleh alasan-alasannya agar dapat bertukar

pikiran terus menerus sampai kepada keadaan yang senyata-nyatanya Indonesia menjadi

satu, negara persatuan baru.51

Kemudian mengenai usul Moezakir, Soekarno menyatakan bahwa panitia tidak

mufakat dengan usulnya. Lalu Moezakir meminta hal itu untuk dipertimbangkan sekali

lagi. Hadikoesoemo angkat bicara dalam hal ini. Ia mengatakan bahwa Islam

mengandung ideologi, maka tidak bisa negara dipisahkan dari Islam. Begitu banyak

ideologi Islam masuk dalam Perancangan UUD, seperti tentang pembelaan, tentang hal

ekonominya, dan segala-galanya. Artinya, ia menyetujui usul Moezakir, jikalau

ideologi Islam tidak diterima lebih baik memang tidak menerimanya. Hal ini

menegaskan bahwa negara ini tidak berdiri di atas agama dan negara akan netral. Hasil

ini akan menjadi terang, tidak lagi seperti yang selalu dikatakan oleh Soekarno tentang

hasil kompromis. Hendaknya untuk keadilan dan kewajiban seperti ini tidak ada

kompromis.52

Perdebatan tentang anak kalimat yang berdampak pada batang tubuh UUD ini

ditangguhkan sementara oleh Soekarno. Ia melakukan perundingan kompromis terhadap

51

Ibid., 375. 52

Ibid., 376.

Page 22: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

64

beberapa pemuka kebangsaan dan pemuka pihak Islam. Kemudian pada sidang pada 16

Juli, Soekarno meminta untuk pengorbanan besar dari pihak kebangsaan untuk

menerima “keyakinan” yang telah ditetapkan karena itu merupakan bagian dari proses

sulit dari suatu bangsa:

“Sebelum terbentuk sesuatu Undang-undang Dasar daripada

sesuatu rakyat, selalu didahului oleh kesukaran-kesukaran yang

amat hebat, kesukaran-kesukaran, pertikaian dan perselisihan

pendapat, tetapi akhirnya jikalau sesuatu bangsa cukup kekuatan

batinnya untuk mengatasi segala kesukaran-kesukaran itu,

barulah disusun Undang-undang Dasar itu, oleh karenanya maka

Undang-undang Dasar itu menjadi suatu hal yang

dikeramatkan…dikeramatkan oleh bangsa yang membuatnya. ...

Kepada kaum yang dinamakan kaum kebangsaan Indonesia,

saya minta dengan tegas, supaya suka menjalankan sesuatu

pengorbanan, menjalankan suatu offer kepada keyakinan itu.

Alangkah gilang-gemilang kita kaum kebangsaan, jikalau kita

bisa menunjukkan kepada dunia umum, dunia Indonesia

khususnya, bahwa kita demi persatuan, demi Indonesia Merdeka

yang hendaknya datang selekas-lekasnya, bisa menjalankan

suatu offer mengenai keyakinan itu sendiri. Saya berkata, bahwa

adalah sifat kebesaran di dalam pengorbanan,... Marilah kita

sekarang menjalankan pengorbanan itu, dan pengorbanan yang

saya minta kepada saudara-saudara yang tidak sepaham dengan

golongan-golongan yang dinamakan golongan Islam ialah

supaya saudara-saudara mufakati apa yang saya usulkan ini.

Yang saya usulkan, ialah: baiklah kita terima, bahwa di dalam

Undang-undang Dasar dituliskan, bahwa “Presiden Republik

Indonesia haruslah orang Indonesia aseli yang beragama

Islam.” Saya mengetahui, bahwa buat sebahagian pihak kaum

kebangsaan ini berarti sesuatu hal yang berarti pengorbanan

mengenai keyakinan. Tetapi apa boleh buat! Karena bagaimana

pun kita sekalian yang hadir di sini, dikatakan 100% telah yakin,

bahwa justru oleh karena penduduk Indonesia, rakyat Indonesia

terdiri dari pada 90 atau 95% orang-orang yang beragama Islam,

bagaimana pun, tidak boleh tidak, nanti yang menjadi Presiden

Indonesia tentulah orang yang beragama Islam. ... Kemudian

artikel 28, yang mengenai urusan agama, tetapi sebagai yang

telah kita putuskan, yaitu ayat ke-1 berbunyi: “Negara berdasar

atas Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam

bagi pemeluknya”. Ayat ke-2: “Negara menjamin kemerdekaan

tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama lain dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaan masing-masing.”

... Terutama sekali dari pihak saudara-saudara kaum patriot

Latuharhary dan Maramis yang tidak beragama Islam. Saya

Page 23: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

65

minta dengan rasa menangis, rasa menangis, supaya sukalah

saudara-saudara menjalankan offer ini kepada tanah air dan

bangsa kita, pengorbanan untuk keinginan kita, supaya kita bisa

lekas menyelesaikan supaya Indonesia Merdeka bisa lekas

damai.”53

Keputusan sidang mengenai pertikaian antara pihak Islam dan Kebangsaan pada

pasal 4 tentang Presiden dan pasal 28 tentang agama. Pasal 4 tetap berbunyi: “Presiden

Republik Indonesia haruslah orang Indonesia asli yang beragama Islam”, dan pasal 28

ayat ke-1: “Negara berdasarkan atas ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat

Islam bagi pemeluknya”; ayat ke-2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agama lain dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya masing-masing”. Walaupun Soekarno meminta dengan tegas kepada

segenap pihak kebangsaan dalam sidang itu, tetap ada tiga orang Tiong Hoa tidak

mufakat.54

B. Substansi Pembicaraan dalam Sidang PPKI

Pada tanggal 7 Agustus Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (PPKI) sebagai ganti BPUPKI yang diketuai oleh Ir. Soekarno dengan 21

orang anggotanya. Anggotanya diangkat dari dari seluruh Indonesia, sembilan orang

dari Jawa dan 12 orang dari daerah-daerah luar Jawa. Mereka itu dipandang sebagai

wakil seluruh Indonesia.55

Akan tetapi, kemudian hari ditambah sendiri anggota-

anggotanya oleh pihak Indonesia lepas dari pengendalian Jepang. Dengan demikian

53

Ibid., 380. Soekarno lebih memilih kata “keyakinan” untuk menunjukkan pada pasal-pasal

yang akan diputuskannya pada 16Juli ini. 54

Ibid., 383. Ada catatan kaki dari Saafroedin Bahar sendiri. Ia mengatakan bahwa keputusan

ini tidak masuk akal baginya mengingat pada hari kemarin judtru para tokoh –tokoh Islam sendiri yang

meminta seluruh anak kalimat yang menyebut Islam dan Allah itu dicabut dari rancangan Pembukaan dan

Batang Tubuh UUD. 55

Hatta, Untuk ..., 67.

Page 24: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

66

dapat dianggap bahwa PPKI telah diambil-alih oleh rakyat Indonesia dari pihak Jepang.

Panitia ini telah ditetapkan dengan kewajiban:

Pertama, syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan

perang yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia; karena itu bangsa

Indonesia harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan

pemerintahan Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir

dalam Perang Asia Timur Raya.

Kedua, Negara Indonesia merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran

Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan

dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakkō-Iciu (Delapan Benang di

bawah satu atap).56

1. Keberatan Masyarakat Indonesia Timur

Begitu besar harapan Moh. Hatta, sebagai wakil PPKI, pada saat itu untuk bisa

segera diadakan rapat agar Preambule beserta batang tubuh UUD bisa disahkan.

Tepatnya setelah pembacaan Proklamasi oleh Ir. Soekarno pada saat itu, sore hari, Moh.

Hatta menerima telepon dari Tuan Nishiyama, pembantu Admiral Maeda.

Keperluannya adalah mengungkapkan keberatan yang diajukan oleh sebagian

masyarakat Indonesia Timur terhadap anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan

syariat Islam, bagi pemeluk-pemeluknya” dan “Presiden Republik Indonesia ialah orang

Indonesia asli yang beragama Islam”. Keberadaan kalimat-kalimat ini dianggap tidak

mengikat mereka karena hanya mengenai rakyat yang beragama Islam, ada diskriminasi

di dalamnya yang mengakibatkan adanya golongan minoritas dan mereka lebih suka

56

Marwati Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah ..., 77. Lih. juga Pengumuman

Gunseikan Mayor Jenderal Moiciro Yomamoto, Kan Pō, no. 72 (10 Agustus 1945), 12.

Page 25: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

67

berdiri di luar Republik Indonesia. Padahal pada saat itu ada juga beberapa anggota

yang dapat dikatakan mewakili umat Kristen.57

Keesokan harinya, 18 Agustus, sebelum sidang Panitia Persiapan mulai,

Sukarno dan Moh. Hatta mendekati tokoh-tokoh Islam, seperti Ki Bagus

Hadikoesoemo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan

untuk membicarakan permasalahan kalimat itu dan mereka dapat menerima keberatan

tersebut.58

“Supaya kita jangan pecah sebagai bangsa, kami mufakat untuk

menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen

itu dan menggantinya dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.

Apabila suatu masalah yang serius dan bisa membahayakan

keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya

kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-

pemimpin tersebut pada waktu itu benar-benar mementingkan

nasib dan persatuan bangsa.”59

Alasan di atas adalah alasan yang dikemukakan oleh Hatta. Adapun alasan-

alasan lain dari pihak Islam yang diajak berdiskusi oleh Hatta. Alasan mereka tersebut

dapat disaksikan ketika mereka (Hasan dan Kasman) membujuk Hadikoesoemo

Menurut pengakuan Hasan, dia meyakinkan Hadikoesoemo dengan alasan bahwa untuk

sementara akan masuk dalam aturan peralihan. Menurut Kasman, upaya terakhir

dilakukan olehnya dengan mengajukan argumen bahwa dalam situasi krisis, di mana

persatuan nasional sangat penting untuk menyelamatkan kemerdekaan Indonesia yang

57

Mohammad Hatta, Untuk ..., 95. Lih. juga catatan kaki pada Saafroedin Bahar, Nannie

Hudawati, Risalah …, 533. Lih. juga Moh. Hatta, Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945 (Jakarta, 1970),

59. 58

Marwati Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah ..., 77. Lih. juga Moh. Hassan,

“Bung Hatta di Sumatera”, dalam Bung Hatta Mengabdi Pada Tjita-Tjita Perdjoangan Bangsa (Jakarta,

1972), 182-3. Lih. juga Ahmad Syafii Maarif, Studi tentang Percaturan dalam Konstituante: Islam dan

Masalah Kenegaraan (Jakarta: LP3ES, cetakan ketiga, 1996), 109. Ada beberapa sumber juga

mengatakan bahwa Wachid Hasjim sendiri tidak hadir karena pada saat itu sedang pergi ke Surabaya.

Lih. Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945, vol. 1 (Jakarta: Prapantja, 1959), 438; A. B.

Kusuma, Lahirnya Undang-undang Dasar 1945: Memuat Salinan DokumenOtentik Badan Oentoek

Menyelidiki Oesaha2 Persiapan Kemerdekaan (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, 2004), 54. 59

Mohammad Hatta, Untuk ..., 97.

Page 26: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

68

terancam oleh kedatangan pasukan sekutu, kepentingan golongan Islam harus bisa

mengalah. Pada saat itu, Wachid Hasjim tidak hadir karena sedang pergi ke Surabaya.60

Pemikiran Hattta dapat dilihat pada pergulatannya dalam merumuskan pasal

UUD 1945. A.B. Nasution mengungkapkan pendapatnya tentang Hatta dengan

menyoroti kepiawaiannya dalam berdiskusi dengan tokoh-tokoh Islam agar mencabut

tujuh kata ini. Bagi Nasution, Hatta memiliki pertimbangan obyektif dan subyektif

dalam mengambil tindakan demikian. Pertimbangan obyektifnya ialah berdasarkan

aspirasi yang berkembang antara lain didukung oleh laporan Tuan Nishiyama tentang

keberadaan tujuh kata. Sedangkan pertimbangan subjektifnya ialah penghayatan Hatta

yang mendalam mengenai hakikat demokrasi selama tinggal di Eropa, di mana masalah

agama merupakan urusan pribadi yang terpisah dari campur tangan negara.

Salah satu prasastinya adalah pernah memimpin “Perhimpoenan Indonesia” dan

dengan tepat merumuskan nilai-nilai demokrasi yang tidak dapat diganggu gugat, antara

lain membuka kran partisipasi yang luas bagi rakyat tanpa membedakan latar belakang

suku dan agama. Selain itu, pencantuman kata “Syariat Islam” juga menunjukkan

sikap diskriminatif terhadap golongan minoritas yang bukan Islam.61

Kemudian sidang dimulai dan Moh. Hatta membacakan hasil rapat kecil tadi

dengan tegas dan hasil tersebut berimplikasi terhadap UUD pasal 6 ayat 1 yang semula

“Presiden Republik Indonesia ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” diubah

menjadi Presiden ialah orang Indonesia asli. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa

oleh karena mungkin dengan adanya 95% jumlahnya di Indonesia ini dengan sendirinya

60

Ada pada catatan kaki Latif, Negara ..., 83-4. Lih. juga Panitia Peringatan 75 Tahun Kasman

(Jakarta: Bulan Bintang, 1982), 128-30. Latif mengutarakan bahwa tidak ada seorang pun wakil

golongan Islam yang ikut menandatangani Piagam Jakarta pada saat rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. 61

Rikard Bangun, Bung Hatta (Jakarta: Buku Kompas, 2003), 240.

Page 27: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

69

barangkali orang Islam yang akan menjadi Presiden sedangkan dengan membuang ini

maka seluruh Hukum UUD dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak

beragama Islam umpamanya yang pada waktu sekarang diperintah oleh Kaigun.62

Selain itu, juga berubah pasal 29 ayat 1 (ini juga bersangkutan dengan

preambule), yang semula “Negara berdasar atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, dengan

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berubah menjadi

“Negara berdasar atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” saja. Moh. Hatta di dalam sidang

mengatakan bahwa inilah perubahan yang maha penting untuk menyatukan segala

bangsa.

2. Keberatan Ki Hadikoesoemo

Setelah itu, Sukarno membacakan ulang Pembukaan UUD. Ada beberapa

keberatan lainnya, seperti Hadikoesoemo yang mengusulkan untuk mencoret kata

“menurut dasar” dalam “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang

adil dan beradab”.

3. Keberatan I Gusti Ktut Pudja

I Gusti Ktut Pudja juga mengusulkan perkataan “Allah Yang Maha Esa” diganti

dengan “Tuhan Yang Maha Kuasa.”

“I Gusti Ktut Pudja: Ayat 3 “Atas berkat Rahmat Allah” diganti

dengan “Tuhan” saja, “Tuhan Yang Maha Kuasa”

Soekarno: Diusulkan, supaya perkataan “Allah Yang Maha Esa”

diganti dengan “Tuhan Yang Maha Esa”. Tuan-tuan semua

mufakau kalau perkataan “Allah” diganti dengan “atas berkat

Tuhan Yang Maha Kuasa”. Tidak ada lagi, Tuan-tuan”?

Kemudian, Soekarno mengesahkan preambule ini dengan membacakannya sekali lagi.63

62

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah … Op.cit.

Page 28: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

70

C. Beberapa Informasi Mengenai Para Pendiri Negara dari Sumber Lain yang

Dapat Menjadi Acuan

1. Ir. Soekarno

Soekarno memperjelas kedudukan bagi kaum yang tidak beragama ketika dalam

pidatonya di muka Sidang Umum PBB XV, 30 September 1960. Sukarno

memperlihatkan toleransi kepada mereka yang tidak ber-Tuhan dan mereka juga dapat

menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa (nantinya dalam perubahan selanjutnya

setelah pidato 1 Juni ini) sebagai dasar pertama bagi negara.

“Perkenankanlah saya sekarang menguraikan sekedarnya

tentang kelima pokok itu:

Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa saya meliputi

orang-orang yang menganut berbagai macam agama: ada yang

Islam, ada yang Kristen, ada yang Budha, dan ada yang tidak

menganut sesuatu agama. Meskipun demikian untuk delapan

puluh lima persen dari sembilan puluh dua juta (di tahun 1960)

rakyat kami, bangsa Indonesia terdiri dari para pengikut Islam.

Berpangkal kepada kenyataan ini dan mengingat akan berbeda-

beda tetapi bersatunya bangsa kami, kami menempatkan

Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai yang paling utama dalam

filsafat hidup kami. Bahkan mereka yang tidak percaya kepada

Tuhan pun, karena toleransinya yang menjadi pembawaan,

mengakui bahwa kepercayaan kepada yang Mahakuasa

merupakan karakterisktik dari bangsanya, sehingga mereka

menerima sila pertama ini.”64

Selain itu, ada sumber lain yang mengatakan bahwa rumusan dasar negara yang

diucapkan oleh Soekarno ini merupakan hasil pemikirannya selama ini. Pada masa

penjajahan, dalam benak Soekarno selalu mengharapkan adanya harapan akan

kemerdekaan. Pola pikir Soekarno sedikit-banyak terpengaruh oleh Mitologi Jawa yang

63

Ibid., 533-8. 64

Bambang Rahardjo dan Syamsuhadi (Peny.), Garuda Emas Pancasila Sakti (Jakarta: Yayasan

Pembela Tanah Air (Yapeta) Pusat, 1995), 204.

Page 29: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

71

tercermin dalam ceritera pewayangan. Ada satu ceritera yang memuat kepercayaan

tentang Ratu Adil.

Kepercayaan ini mengungkapkan mengenai frustasi, harapan, dan kedatangan

juru selamat. Frustasi dialami akibat penindasan, penjajahan, kezaliman dan angan-

angan yang kuat tentang perubahan zaman yang diidam-idamkan. Perubahan itu akan

datang bersamaan dengan kehadiran seroang Ratu Adil yang akan menjadi juru selamat

dari segala macam bentuk kesengsaraan dan penderitaan akibat penindasan. Mitos ini

memercayai berlakunya semacam perputaran sejarah (cylical movement of history) yang

tidak dapat dielakkan oleh suatu bangsa dalam proses perkembangannya.65

Dalam

usahanya mempertemukan ide-ide yang berlainan ke dalam sebuah landasan yang sama,

Soekarno mengemukakan segi-segi dari suatu ide atau aliran politik yang dimungkinkan

diterima oleh ide-ide lain dan ia membuka segi-segi tertentu dari ide-ide itu sendiri

untuk ditempatkan ke ide-ide lain untuk saling mengisi, memberi, dan menerima.66

Nyawa pergerakan rakyat di Indonesia ada 3, yaitu: NASIONALISTIS,

ISLAMISTIS, dan MARXISTIS. Soekarno mempelajari dan mencari hubungan antara

ketiga sifat ini untuk bekerja sama dan menjadi satu gelombang maha kuat dan maha

besar dalam persatuan dan kesatuan negara. Menurut Soekarno, NASIONALISME itu

ialah suatu itikad, suatu keinsafan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu

bangsa.

Nasionalisme ini bersifat anti-penjajah, anti-imperialisme, lalu berkembang

menjadi anti unsur-unsur Barat. Bagi Soekarno, nasionalisme Eropa ialah suatu

65

Ibid., 12. Lih. juga Bernard Dahm, Soekarno and The Struggle For Indonesia Independence

(Ithaca: Cornell University Press., 1969), 23-8; Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia

(Jakarta: Gunung Agung, 1980), 115. 66

Ibid., 55.

Page 30: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

72

nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, lebih bersifat komersialisme,

kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Melalui nasionalisme ini setiap individu

hanya dapat menemukan dirinya sendiri dalam kolektivitas nasional.67

ISLAM sebagai agama mendapat kecurigaan besar dari Nasionalis dan Sosialis.

Agama tidak boleh dibawa-bawa ke dalam politik. Sebenarnya orang yang berpikir

demikian adalah orang-orang yang kusut-paham. Bukan Islam yang salah, melainkan

pemeluknyalah yang salah. Rusaknya Islam yang dipandang oleh kaum Nasionalis dan

kaum Sosialis bukan karena Islamnya, tetapi karena rusaknya budi pekerti orang-orang

yang menjalankannya.

Bagi Soekarno, Islam yang sejati tidaklah mengandung asas anti-nasionalis dan

anti-sosialis, melainkan sebaliknya. Islam yang sejati ialah sesuai dengan kemajuan

zaman. Selain itu Soekarno membedakan dari Islam yang sejati yaitu ada Islam yang

kolot. Islam yang kolot ialah Islam yang mempunyai pandangan sempit-budi, fanatik,

dan yang tidak suka mengetahui akan wajibnya merapatkan diri dengan gerakan

bangsanya yang nasionalistis.68

MARXISME merupakan salah satu paham yang dianut oleh Soekarno untuk

mencari dasar perlawanan terhadap penjajah yang termotivasi untuk menyenangkan diri

mereka sendiri tanpa lagi memandang hak-hak kemanusiaan yang dijajah. Segala

wujud kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme ditolak oleh paham ini karena sangat

bertentangan dengan paham-paham sosialis. Paham ini begitu dikenal dengan sebutan

anti kaum kebangsaan, dan anti kaum keagamaan. Namun, begitu sampai di Asia,

terutama tanah Indonesia, paham ini mengalami perubahan.

67

Sukarno, Kepada Bangsaku: Karya-karya Bung Karno Pada Tahun-tahun 1926, 1930, 1933,

1947, dan 1957 (Jakarta: Panitia Pembina Djiwa Revolusi, ), 17. Lih. juga Saksono, Pancasila ..., 60. 68

Ibid., 22.

Page 31: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

73

Orientasi untuk menyingkirkan penjajah dengan label borjuasi tetap terus

berkumandang, hanya saja upaya menyingkirkan dua kaum di atas tadi tidak tepat untuk

dpraktekkan di tanah Indonesia karena sudah berbalik menjadi persahabatan dan

penyokongan. Orientasi utama rakyat pada saat itu ialah persatuan Indonesia terhadap

gerakan-gerakan yang ada di Indonesia. Oleh karena perubahan taktik seperti ini, segala

pergerakan dituntut untuk bekerja bersama-sama karena bukan kekuasaan yang diincar,

melainkan perlawanan terhadap para feodalisme.

Perlawanan yang membutuhkan otonomi nasional untuk mencapai

kemerdekaan. Namun, Soekarno sangat hati-hati menggunakan paham ini sebab salah

satu yang terkenal dari paham ini ialah mengagungkan materialistis dan meniadakan

Tuhan untuk urusan segala keadaan yang sedang terjadi. Soekarno memberi akomodasi

pada paham seperti ini dengan membuang filsafat materialisme dari Marxisme lalu

diberinya Allah.69

Pada tiga aliran inilah sifat tidak mengenal kompromi dari Soekarno terhadap

musuh luar atau asing ditunjukkan dalam sikap anti kolonialis dan anti imperialis,

sedangkan sikap komprominya terlihat dari usahanya untuk mau bekerja sama dengan

mereka yang segolongan dengannya, yaitu sama-sama menentang penjajahan asing.

Soekarno sangat menaruh perhatian terhadap kepentingan bersama sebagai hal yang

pokok sebagai cita-cita persatuan nasionalnya. Satu-satunya kelebihan yang dimiliki

Indonesia dalam berhadapan dengan penjajah adalah kelebihan dalam jumlah penduduk,

pemanfaatan ini bergantung pada persatuan nasional.70

69

Ibid., 27-32. Lih. juga Saksono, Pancasila ..., 59. 70

Saksono, Pancasila ..., 61. Lih. juga John Legge, Otobiografi Politik Sukarno (Jakarta:

Penerbit SH, 1995), 120-1. Di sisi lain, Sukarno mendapat pertentangan dari kaum Islam Santri yang

berkepentingan untuk mempertahankan kemurnian agamanya ketika melihat sikap Sukarno yang

Page 32: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

74

2. Mohammad Hatta

Selain dari mengenai agama dan negara, ada lagi pemikiran Hatta tentang

keadilan sosial. Hatta mencoba untuk mencetuskan idenya tentang koperasi. Ia

mendapat pengalaman berharga dari masa studinya tentang permasalahan ekonomi di

tiga negara, yaitu: Jerman, Inggris, dan Swedia. Dalam konsep koperasi , Hatta

menekankan pembagian hasil bersama. Artinya, secara tidak langsung Hatta menolak

adanya praktek-praktek Kapitalisme, penumpukan modal yang memunculkan

konglomerasi. Hal ini dilakukan karena negara harus mampu menjamin kesejahteraan

warga negara.71

Hatta memberi kesaksian dalam surat wasiatnya kepada Guntur Sukarno Putra

bahwa salah seorang dari BPUPKI yang menjawab pertanyaan itu adalah Soekarno,

yang berjudul Pancasila, lima sila, yang lamanya kira-kira satu jam.

“Dekat pada akhir bulan Mei 1945 dr. Radjiman, ketua Panitia

Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, membuka

sidang Panitia itu dengan mengemukakan pertanyaan kepada

rapat: “Negara Indonesia Merdeka yang akan kita bangun itu,

apa dasarnya?” Kebanyakan anggota tidak mau menjawab

pertanyaan itu, karena takut pertanyaan itu akan menimbulkan

persoalan filosofi yang akan berpanjang-panjang. Mereka

langsung membicarakan soal Undang-undang Dasar. Salah

seorang dari pada anggota menjawab pertanyaan itu ialah Bung

Karno, yang mengucapkan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945,

yang berjudul Pancasila, lima sila, yang lamanya kira-kira satu

jam. Pidato itu menarik perhatian anggota Panitia dan disambut

dengan tepuk tangan yang riuh. Sesudah itu sidang mengangkat

menyerukan persatuan nasional termasuk Islam di dalamnya untuk menjadi bagian totalitas Indonesia

Merdeka yang dipersatukan. Sukarno menuliskan tulisannya “Nasionalis, Islam dan Marxis” di tahun

1926 karena keadaan yang memungkinkan lahirnya perpecahan di antara kekuatan-kekuatan pergerakan

pada waktu itu. Hasil analisisnya terhadap pergerakan-pergerakan pada saat itu yaitu pada tiga kekuatan

ini. Tiga kekuatan ini harus bersatu dengan orientasi yang sama, saling menyokong dan mengisi.

Kebangkitan kesadaran nasional dan adanya suatu usaha yang mampu memimpinnya merupakan dasar

dari kekuatan rakyat. 71

Rikard Bangun, Bung..., 244.

Page 33: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

75

suatu Panitia kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang

diucapkan Bung Karno itu.”72

Pada lain kesempatan, dalam rangka kontroversi penggali Pancasila, Hatta

menulis surat kepada Solichin Salam, seorang penulis buku otobiografi, dengan nada

ekstrem yang isinya sangkalan terhadap Yamin sebagai salah satu penggali Pancasila.

Hatta menegaskan bahwa dalam pidato Yamin tanggal 29 Mei 1945 itu tidak ada

tercantum ide Pancasila.

Ide itu hanya ada pada pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 yang diterima suara

bulat oleh sidang BPUPKI. Memang pada saat Soekarno berpidato, Hatta sedang tidak

ada dalam ruang sidang karena ia dalam perjalanan ke Kalimantan. Hatta membaca

pidato Soekarno setelah kembali dan tidak ada baginya hubungan antara pidato

Soekarno dan pidato Yamin. Di sinilah terletak rahasianya. Setelah sidang itu,

dibentuk Panitia Kecil dan dari panitia itu dibentuk Panitia Sembilan. Rapat panitia ini

dimulai kira-kira pertengahan Juni.73

Kontroversi ini pun dilanjutkan dengan kesaksian Hatta sendiri yang

mengatakan bahwa usai diskusi tentang perumusan kembali Pancasila, Sukarno

meminta Yamin untuk membuat suatu Rancangan Pembukaan UUD yang di dalamnya

teks Pancasila. Preambule itu dibuat terlalu panjang oleh Yamin sehingga Panitia

Sembilan menolaknya. Lalu bersama-sama Yamin, Panitia Sembilan membuat teks

yang lebih pendek, seperti yang terdapat sekarang pada UUD Republik Indonesia.

72

Mohammad Hatta, “Wasiat Bung Hatta Kepada Guntur” dalam Frances S. Adeney dan John

Titaley (eds.), Social Theory: A Course Reader (Salatiga: Program Pasca Sarjana Agama dan Masyarakat

Universitas Kristen Satya Wacana, Januari, 1992), 101. 73

Ign. Gatut Saksono, Pancasila Soekarno: Idiologi Alternatif Terhadap Globalisasi dan Syariat

Islam (Yogyakarta: Rumah Belajar Yabinkas, 2007), 13.

Page 34: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

76

Yamin kemudian mengambil teks yang panjang itu sebagai pengganti pidato

yang diucapkannya dalam sidang BPUPKI, yang kemudian lagi dimasukkannya ke

dalam buku pertama yang tiga jilid, yang diterbitkannya dan berjudul Undang-undang

Dasar 1945.74

Oleh karena itu, hal ini membuat seolah-olah dialah yang mencetuskan

ide Pancasila. Hal ini bagi Hatta termasuk pemalsuan sejarah.75

3. Ahmad Soebardjo

Dalam buku Kesadaran Nasional, Soebardjo sendiri menanggapi Pancasila yang

awalnya dicetuskan oleh Soekarno sebagai sesuatu yang orisinil dan digali melalui

sejarah Indonesia sehingga bukan mengikuti falsafah hidup negara lainnya.

“Berkat bhakti Ir. Soekarno, yang telah meletakkan landasan 5

sila – Pancasila – membentuk pandangan filosofis rakyat

Indonesia mengenai kehidupan dan dunia. Soekarno

menekankan bahwa di dalam merumuskan Pancasila, ia tidak

menemukan sesuatu yang baru. Ia hanya menggali norma-norma

serta kepercayaan-kepercayaan yang telah ada, yang berlaku

dalam masyarakat Indonesia sejak fajar Sejarah Indonesia.

Apakah yang dimaksud dengan norma-norma dan kepercayaan

tersebut?

Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan sila utama kehidupan

rata-rata rakyat Indonesia, yang percaya pada suatu Kuasa-atas-

kehidupan meliputi alam semesta dan setiap ciptaan yang hidup

di dunia. Ia percaya adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta

segala sesuatu yang ada.

Empat sila lainnya ialah merupakan perwujudan-perwujudan

yang nyata dari sifat-sifat Tuhan, yakni: Kemanusiaan, Keadilan

Sosial, Kedaulatan Rakyat (Vox Populi, Vox Dei) serta

Kebangsaan yang meliputi persaudaraan di antara yang hidup

dalam batas-batas suatu bangsa serta persaudaraan universal.”76

Ada enam peristiwa yang membangkitkan kesadaran nasional Ahmad Soebardjo:

74

Mohammad Hatta, Untuk ..., 67. 75

Saksono, Pancasila ... . Bandingkan bahwa argumen Hatta ini juga terdapat dalam buku

Panitia Lima, sekali lagi, “kalau Yamin yang pertama bicara tentang dasar negara, tentu saya ingat karena

saya hadir.” Kata Hatta. Lima: Moh. Hatta, dkk., Uraian …, 82. 76

Ahmad Subardjo Djoyoadisuryo, Kesadaran Nasional: Otobiografi (Jakarta: Gunung Agung,

1978), 279.

Page 35: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

77

a) Peristiwa ketika ia berada di kelas enam. Ia mendengar seorang Kepala Sekolah

Belanda mengatakan: “Penduduk asli tak mempunyai kemampuan untuk

menerima pendidikan yang lebih tinggi dan mereka tak memerlukannya, mereka

hanya baik untuk pekerjaan-pekerjaan rendah dan kasar.”77

b) Pada sekolah lanjutannya ketika ia membaca buku karangan Max Havelaar

mengenai perbuatan sewenang-wenang dan pemerasan yang dilakukan oleh

penjajah. Ia mengatakan: “Aku turut merasakan ketidakadilan rakyat yang

dilakukan oleh penguasa-penguasa dari bangsanya sendiri dan Tuan-tuan Besar

Belanda. Aku merasa muak setiap aku melihat perlakuan sewenang-wenang dari

pemerintah.”78

c) Ada sebuah tulisan di surat kabar dari seorang pembela hukum asal Belanda

yang bertugas di Semarang, van Deventer. Tulisan itu memuat tentang

peningkatan kesejahteraan penduduk asli, baik di bidang rohani maupun di

bidang jasmani. Sentralisasi keuangan yang dijalankan oleh pemerintah Belanda

di tanah jajahannya membuat daerah jajahannya itu selalu dalam kekurangan

uang. Oleh karena itu, van Deventer mengusulkan desentralisasi keuangan

untuk pelaksanaan rencana memajukan penduduk jajahannya. Politik ini disebut

sebagai “opheffingspolitiek” (politik untuk mengangkat). Bagi Soebardjo, ini

merupakan pendekatan yang bersifat peri-kemanusiaan terhadap nasib penduduk

asli. Namun, hal ini mendapat kecaman dari orang-orang Belanda fanatik

terhadap penjajahan dan mengatakan bahwa penduduk asli hanya dapat diangkat

77

Ibid., 44. 78

Ibid., 47.

Page 36: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

78

setinggi tiang gantungan. Melalui ini, Soebardjo semakin yakin bahwa Timur

adalah Timur, Barat adalah Barat, keduanya takkan pernah bertemu.79

d) Peristiwa Suwardi Suryaningrat menulis surat sebaran untuk menanggapi

rancana pemerintahan Belanda pada tahun 1913 saat itu hendak merayakan 100

tahun hari kemerdekaan Belanda dari kekuasaan Perancis. Suwardi menganggap

bahwa rencana itu sebagai tindakan yang menentang rakyat. Ia menganggap

demikian karena pada saat itu rasa kebangsaan yang sedang berkembang di

kalangan rakyat. Artinya, pemerintah Belanda memandang remeh terhadap rasa

kebangsaan yang sedang tumbuh di dalam dada rakyat. Surat sebaran tersebut

telah memupuk pertumbuhan rasa kebangsaan Soebardjo. Melalui peristiwa ini,

Soebardjo mulai menilai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dalam

hubungannya dengan jalan sejarah dunia.80

e) Peristiwa pengajaran guru sejarah Soebardjo di kelas. Tuan Both, guru sejarah

Soebardjo menceritakan sejarah nasionalisme di Eropa. Permasalahan

kedaulatan nasional, pembentukan negara nasional, pergerakan-pergerakan, dan

partai-partai merupakan bagian dari sejarah. Tuan Both mengajarkan juga

bahwa sejarah manusia berhubungan sangat erat dengan perkembangan paham-

pahamnya. Antara manusia dan sesuatu paham selalu ada hubungan yang erat

sehingga sejarah manusia merupakan sejarah dari perkembangan paham-paham.

Kejadian dan tindakan orang-orang besar dan latar belakang paham-paham yang

menguasai pikiran orang-orang dalam suatu keadaan. Pemikiran kritis ini terus

tumbuh dalam jiwa Soebardjo hingga ia pun dapat melihat arti pemberontakan-

pemberontakan tiap-tiap daerah dalam batas kesadaran nasionalis.

79

Ibid., 51. 80

Ibid., 52.

Page 37: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

79

“Aku temukan dalam buku-buku pelajaran Sejarah Hindia

Belanda pernyataan-pernyataan seperti “tindakan yang

berkhianat dari Diponegoro” atau “kepala pemberontak”.

Sedangkan dilihat dari sudut pandangan bangsa kita Diponegoro

adalah seorang pahlawan bangsa yang berjuang untuk keadilan

dan kemerdekaan, sedangkan kepala pemberontak atau

pemberontak, bagi kita adalah pejuang-pejuang kemerdekaan.”81

f) Peristiwa yang terakhir ialah ketika ia mendengar cerita-cerita sejarah dari

sahabat-sahabatnya yang berketurunan Cina. Kiprah Dr. Sun Yat Sen, yang

merupakan “actor intellectualis” dari pergolakan di negeri Cina, berhasil

mengeluarkan prinsip-prinsip dasar dari negeri Cina Baru, yaitu: pertama,

nasionalisme. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan penuh. Kedua,

Demokrasi. Rakyat Cina sendirilah yang seharusnya memerintah negerinya

sendiri. Ketiga, mata pencaharian taraf hidup rakyat yang layak untuk mendapat

nafkah bisa menjadikan rakyat bahagia.82

Satu hal yang perlu diketahui bahwa kalimat pendek proklamasi “kami rakyat

Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan kami” merupakan kalimat dari

Soebardjo yang masih mengingat Bab Pembukaan UUD ketika ditanyakan oleh

Soekarno. Kemerdekaan NKRI adalah sesuatu yang diidamkan oleh Soebardjo selama

hidupnya. Ia mengatakan: “Apalagi yang saya ingini? Mimpi Indonesia Merdeka telah

menjadi kenyataan. Apa bedanya saya hadir atau tidak? Hal yang paling penting

adalah bahwa kita sendiri dan generasi berikutnya dari rakyat telah menjadi warga

negara yang bebas dari sebuah Negara Merdeka: REPUBLIK INDONESIA!”83

4. J. Latuharhary

81

Ibid., 56-7. 82

Ibid., 58-9. 83

Ahmad Soebardjo, Lahirnya Republik Indonesia (Bandung: P.T. Kinta, 1977), 114.

Page 38: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

80

Salah satu pemikiran Mr. J. Latuharhary dapat dilihat pada tulisannya di Harian

Asia Raya 9 Mei 1945 dengan judul “Empat Batoe Pengalas Penting Oentoek Gedoeng

Negara Indonesia”. Keempat hal itu ialah (1) Persatuan Rakyat; (2) Rumah Tangga

Desa; (3) Perguruan); dan (4) Agama.

Pendiriannya untuk tetap pada bentuk negara Republik Indonesia yang

berasaskan Pancasila tergambar di pernyataannya pada 28 April 1950 sebagai mantan

Gubernur Maluku RI menanggapi Republik Maluku Selatan yang diproklasmasikan

pada 25 April 1950:

“saya yakin bahwa rakyat Maluku Selatan pada umumnya dan di

Ambon khususnya tidak menyetujui dan tidak berdiri di

belakang proklamasi itu (RMS). Oleh karena bertentangan

dengan semangat rakyat yang sudah berpuluh-puluh tahun

ditujukan kepada kemerdekaan seluruh bangsa Indonesia.”84

Semangat perjuangan Latuharhary masih terlihat jelas ketika mengatakan “berpuluh-

puluh tahun”.

5. Abikoesno

Pola pemikiran Abikoesno dapat dilihat pada sumber lain. Abikoesno termasuk

dalam salah satu panitia sembilan. Ia tampil sebagai tokoh dari golongan Islam.

Abikoesno dikenal sebagai orang yang tegas, lugas, dan pemberani. Namun, sayangnya

sifat keras yang ia miliki membuatnya dikenal sebagai tokoh pejuang yang penuh

kontroversial. Ia tidak dapat menerima perbedaan pendapat dari orang lain dan hal ini

terbukti pada masa jabatannya sebagai menteri hanya beberapa bulan saja karena

banyak pihak lain yang tidak menyetujui pendapatnya dan pandangannya. Selain itu,

pandangan Abikoesno terlihat dalam pembicaraan tentang sumpah jabatan presiden dan

84

Rikard Bangun, Bung Hatta (Jakarta: Buku Kompas, 2003), 15.

Page 39: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

81

wakil presiden. Sumpah tersebut ditanggapi oleh Soerjo dan Soekardjo Wirjopranoto,

tetapi ia tetap mempertahankan apa yang diusulkannya itu hingga ditentukan oleh

pemungutan suara dan ia hanya memperoleh 12 suara.85

6. Ahmad Sanoesi

Ahmad Sanoesi merupakan termasuk kelompok kiai tradisional. Ia dikenal

sebagai tokoh agama yang tidak berkompromi kepada para penguasa yang menindas

rakyat, terlebih pada masa penjajahan Hindia Belanda. Ada salah satu fatwanya yang

dianggap oleh para penguasa pada saat itu sebagai ancaman ialah mengenai “Abdaka

Maoelana” (penyebutan atau mendoakan nama bupati) dalam khotbah Jumat.

Menurutnya, hal demikian tidak perlu, apalagi kalau pemimpin itu dikenal lalim.

Oleh karena sikap dan pandangannya tersebut, ia mendapat pengawasan ketat dan

akhirnya dimasukkan ke dalam penjara. Namun, keberadaannya di penjara tidak

membuatnya surut, melainkan dia justru mengadakan kontak dengan PNI (Partai

Nasional Indonesia) dan PI (Patrtij Indonesia). Ia mulai ikut dalam pergerakan

nasional.

Di sisi lain, ketika dalam sidang BPUPKI, ia mengusulkan untuk konsep negara

Republik (“imamat”). Pemikiran tegasnya dapat dilihat pada penolakannya atas usul

pemungutan suara tentang perdebatan antara Haji Masjkoer dan usul Moedzakir.

Bahkan, keterbukaan pemikiran Sanoesi dapat dilihat ketika dia sendiri mengatakan

bahwa tidak keberatan jika usulnya (hanya menggunakan kata “menurut agama”,

85

MPB. Manus, Zulfikar Ghazali, dkk. (Peny.), Tokoh-tokoh Badan Penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah

dan Nilai Tradisional Proyek Inventasrisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993), 65.

Page 40: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

82

menerima usul Masjkoer –menjurus ke negara Islam–, atau menerima usul Moezakir –

menghapus tulisan yang menyebut-nyebut nama Allah, agama Islam, atau apa saja yang

berbau pengeksklusifan agama–, artinya dengan garis besar menjadi negara agama atau

tidak sama sekali) ditolak.

Namun, ada juga kecenderungan lain bahwa Sanoesi merasa jengkel dengan

situasi rapat pada saat itu. Penulis tidak menemukan adanya kalimat atau pernyataan

langsung dari Sanoesi ketika perkataan Sanoesi menjadi rujukan bagi Ki Bagoes

Hadikoesoemo yang mengatakan bahwa Sanoesi berkeberatan juga dengan tujuh kata

tersebut.

Akan tetapi, bagi dia yang penting umat Islam harus mempunyai negara yang

dimufakati. Oleh karena akhirnya yang disepakati menjadi bukan negara agama, ia juga

telah menolak Darul Islam yang diproklamasikan oleh Sekarmadji Maridjan

Kartosuwirjo.86

7. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat

Ketua Radjiman mempunyai komentar langsung tentang Pancasila dalam buku

Lahirnya Pancasila, yang memberikan kesaksian bahwa penggali Pancasila itu

Soekarno.

“Sebagai “Kaitjoo” (ketua) dari “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai”

(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) saya

mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato ini oleh

Bung Karno, sekarang Presiden Negara kita. Oleh karena itu,

sungguh menggembirakan sekali maksud penerbit, untuk

mencetak pidato Bung Karno ini, yang berisi “Lahirnya

Pancasila”, dalam sebuah buku kecil…. “Lahirnya Pancasila”

ini adalah buah “stenografisch verslag” dari pidato Bung Karno

yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu (voor de vuist)

dalam sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni 1945 ketika

86

Bangun, Bung Hatta …, 37.

Page 41: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

83

sidang membicarakan “Dasar (Beginsel) Negara kita”, sebagai

penjelmaan dari pada angan-angannya. Sudah barang tentu

kalimat-kalimat sesuatu pidato yang tidak tertulis dahulu,

kurang sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah

ISINYA!”87

8. Muhammad Yamin

Ada kesaksian Yamin mengenai Pancasila.

“… Satu Juni 1945 diucapkan pidato yang pertama tentang

Pancasila dalam satu rapat di gedung Kementrian Luar negeri

yang sekarang ini, tanggal 22 Juni 1945 segala ajaran itu

dirumuskan di dalam satu naskah politik yang bernama Piagam

Jakarta di gedung Pegangsaan Timur 56 yang di tandatangani

oleh 9 orang. Pada 17 Agustus 1945, dimaklumkan Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur 56. Dan pada 18

Agustus 1945 disiarkanlah Konstitusi Republik Indonesia,

sehari sesudah permakluman kemerdekaan Indonesia. Dalam

konstitusi itu bagian Pembukaan atau Mukadimahnya ditulis

hitam di atas putih dengan resmi ajaran Filsafat Pancasila.

Konstitusi pertama itu ialah yang diakui sah oleh negara

Republik Indonesia.”88

Ada juga sumber lainnya mengenai tanggapan Yamin mengenai Pancasila dalam

Seminar Pancasila ke- 1.

“Menurut sejarah kenyataannya, maka Pancasila, ialah galian

Bung Karno. Semuanya kelima sila itu adalah tersusun dalam

suatu perumusan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila

sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan

pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.”89

Selain itu, ketika ia memberikan seminar Sejarah Nasional di Universitas Gadjah

Mada tentang falsafah Pancasila membentuk sejarah Indonesia.

“Filsafah Pancasila membangun negara Republik Indonesia, dan

filsafah sejarah membentuk kerangka dan menyusun isi sejarah

Indonesia. Filosofi synthesis bagi seluruh kehidupan Bangsa

Indonesia kini dan nanti belum dirumuskan. Bahan-bahan unutk

87

Ruslan Abdulgani, Pengembangan Pancasila di Indonesia (Jakarta, Idayu Press., 1977), 51-2. 88

Saksono, Pancasila …, 15. Lih. juga Muhammad Yamin, Sistema Filsafat Pancasila (Jakarta:

Kementrian Penerangan, 1978), 7. 89

Seminar Pancasila ke- 1 diadakan di Jogjakarta pada 16 s.d. 20 Februari 1959 (Jogjakarta:

Panitia Seminar Pancasila, 1959).

Page 42: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

84

itu memang sudah sedia, dan dapat dipakai oleh segala tenaga

yang hendak berusaha ke jurusan itu.”90

9. Agoes Salim

Salim dikenal sebagai orang yang modern dalam mengembangkan Islamnya. Hal

ini dapat disimak pada pandangannya yang lain dari teman-teman ulama se-zamannya

tentang kedudukan perempuan. Pernyataan ini ada dalam surat kabar Neratja, 4

September 1917.

“Apabila gadis sudah besar dan sudah meninggalkan sekolah,

maka pada pendapat orang banyak, ia harus bersuami, yaitu

tidak perlu mencari penghidupan seperti orang laki-laki. Oleh

sebab itu, perempuan tidak perlu diberi pengajaran sama banyak

dengan laki-laki. Akan tetapi, pada pendapat kita pikiran itu

sesat semata-mata. Sekalipun kita umpamakan sekalian

perempuan mendapat jodoh tidak juga kurang perlu baginya

kecerdasan, kepandaian, dan kecakapan. Si suami harus bekerja

akan mencari penghidupan bagi anak isterinya, akan tetapi si

isterilah yang harus memegang belanja, mengemudikan rumah

tangga, dan mendidik serta mengajar anak. Maka, dalam dunia

Bumiputera telah kita lihat buktinya, bahwa pada umumnya

mencari uang dan membelanjai rumah tangga lebih mudah

daripada memegang uang dan mengemudikan rumah tangga itu.

Bumi putera yang bergaji atau berperolehan besar sudah banyak

sekali, akan tetapi yang tahun menyimpan uang dan mengurus

rumah tangga dengan sepertinya masih mahal dicari... Laki-laki

dan perempuan harus mengerti sama mengerti, menghargakan

sama menghargakan satu dengan lain, dan sekali-kali tidaklah

harus masing-masing mengutamakan diri atau pihaknya. Dengan

jalan ini lah boleh tercapai kesesuaian dan serasi, yang amat

perlu sekali akan jadi alasan penghidupan bersama, menuju, dan

mengusahakan maksud yang esa, yang harus kepada tiap-tiap

manusia: kecakapan diri harus digunakan untuk mengusahakan

kepentingan dan guna umum.”91

Sepuluh tahun kemudian, pada Kongres Jong Islamieten Bond (JIB) Salim

menyampaikan pidatonya dengan keras tentang harem dan cadar:

90

William H. Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia: Sebelum dan

Sesudah Revolusi (Jakarta: LP3ES, Cetakan Pertama, 1982), 53. Lih.juga Muhammad Yamin, “Tjatur-sila

Chalduniah”, Seminar Sedjarah Nasional I (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1957), 32. 91

Ibid., 14. Lih.juga Mohammad Roem et al., Jejak Langkah Haji A. Salim (Jakarta: Tintamas,

1954), 28.

Page 43: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

85

“Salah satu kecondongan adalah memisahkan laki-laki dan

perempuan di rapat-rapat. Orang perempuan disimpan di pojok

dengan ditutup kain putih (tabir).” Menurut Salim, kebiasaan

semacam ini adalah kebiasaan bangsa Arab, tidak berasal dari

perintah Islam. Bahkan mungkin juga berasal dari kepercayaan

golongan Yahudi dan Kristen yang memandang posisi

perempuan lebih rendah ketimbang laki-laki. Islam sebaliknya

“memelopori emansipasi perempuan.”92

Salim mengangkat derajat perempuan untuk setara dengan laki-laki melalui

posisi di mana perempuan biasanya di dalam rumah tangga. Dalam posisi tersebut

Salim menangkap kelebihan perempuan yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain

(suami) kebanyakan, bahkan di kalangan isteri pun juga jarang. Informasi lanjut

mengenai perkataan Salim ini didasari karena masih banyak kaum perempuan yang

dipingit dengan konsekuensi buta huruf, hingga tahun 1945 masih 90% rakyat Indonesia

yang buta huruf dan sebagian besar adalah perempuan. Tanpa pendidikan yang setara

akan menjadi mustahil kemajuan suatu bangsa dapat dicapai.93

Pada lain kesempatan, Hatta, Bahder Djohan, dan Amir menemui Salim pada

Februari 1920 untuk berdiskusi mengenai masalah-masalah besar yang dihadapi

bersama sebagai bangsa terjajah. Salah satu paham di Asia yang begitu terkenal pada

saat itu ialah paham Sosialisme yang selalu digunakan oleh bangsa-bangsa yang terjajah

untuk menentang penjajahan karena bagian penjajahan merupakan bagian dari

kolonialisme dan kapitalisme. Agus Salim mempunyai pikirannya tentang Islam dan

Kapitalisme. Hal ini dikarenakan pada masa kolonial saat itu, selain dari jalur agama

yang menolak kolonialisme juga dari sosialisme. Sosialisme yang digunakan ialah

sosialisme Karl Marx yang bersifat materialisme, anti-Tuhan.

9292

Ibid., 8. Lih. juga Mohammad Roem, “Memimpin Adalah Menderita : Kesaksian Haji Agus

Salim” dalam Taufik Abdullah, Aswab Mahasin, Daniel Dhakidae (ed.), Manusia dalam Kemelut Sejarah

(Jakarta: LP3ES, 1978), 126. 93

Ibid., 15.

Page 44: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

86

“Nabi Muhammad s.a.w. yang diutus oleh Tuhan

mengembangkan Islam di atas dunia ini sudah 12 abad lebih

dahulu dari Marx mengajarkan sosialisme. Perkataan sosialisme

baru didapat dalam abad ke-19. Sosialisme Marx anti-Tuhan.

Tetapi tujuan yang hendak dicapai masyarakat yang berdasarkan

sama rasa sama rata yang bebas dari kemiskinan, sudah lebih

dahulu dibentangkan dalam Islam, gama Allah yang

disampaikan Nabi Muhammad kepada umat manusia.

Sayangnya, ulama-ulama kita hanya mengutamakan segi ibadat

dan Fiqh dan melupakan segi kemasyarakatan itu daripada

Islam. Mengerjakan segi kemasyarakatan itu ialah juga perintah

Allah dalam Qur’an. Dari ulama-ulama kita didikan langgar

yang pengetahuannya berat sebelah tidak dapat diharapkan

bahwa mereka akan sanggup menelaah segi kemasyarakatan itu

dalam Islam.”94

Dalam perkataan Salim ini dapat dilihat bahwa pikiran tentang sosialisme sudah

ada dalam Islam. Dapat diperkirakan bahwa Salim ingin mengatakan bahwa untuk apa

bingung menyesuaikan sosialisme Marx dengan Islam. Sosialisme sudah ada di dalam

Islam sehingga tidak lagi bingung untuk Islam berpegang pada paham apa untuk

menentang kolonialisme dan kapitalisme.

Sumber lain dapat disimak ketika Salim pernah mengutarakan pendapatnya

mengenai keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kalimat ini ia berikan bagi

para pemuda Indonesia di Washington ketika ia mampir setelah menjadi dosen tamu di

Universitas Cornell 1953.

“Begitu pula di Tanah Air kita. Janganlah pemuda-pemuda

Indonesia bimbang tentang adanya berbagai-bagai partai. Bukan

uniformitas yang mencapaikan tujuan yang tinggi-tinggi, tetapi

kesadaran tentang unitas (unity) dalam berlain-lain asas, dalam

berlain-lain pendapat, satu bangsa, satu Tanah Air, selamat sama

selamat, celaka sama celaka. Bukan satu saja, bukan uniform,

tapi gerich of het gemeenschappelij nutt, bertujuan pada

keselamatan bersama karena keselamatan masing-masing yang

tidak membawa keselamatan bersama tidak akan tercapai.”95

94

Sularto (edt.), Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2004), 9. 95

Ibid., 37.

Page 45: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

87

Pada kesempatan menjadi dosen tamu itu juga Salim melontarkan pendapatnya

ketika ia juga menjadi salah satu pendiri negara yang ikut secara aktif menyusun dasar

negara. Haji Agus Salim menempatkan perjuangan kemerdekaan dan pembentukan

negara merdeka dalam kerangka pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini

dilakukan olehnya untuk menghindari nasionalisme dan fanatisme pada negara yang

berlebihan hingga mendewakan negaranya. Gerakan nasionalisme demi mengusung

kemerdekaan supaya tidak salah arah, perlu ditempatkan dalam kerangka kehidupan

“bagi Allah SWT”.

Dalam pembukaan UUD 1945 yang mengungkapkan “Atas berkat rahmat Tuhan

Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaannya,” merupakan haluan NKRI yang sudah dipatrikan untuk tidak menjadi

negara teokrasi, tidak pula negara yang banyak pada perumusan ayat suci Al-Qur’an

atau hadis Rasul dalam batang tubuh undang-undang negara. “I think, that for Indonesia

we have overcome that difficulty.”96

D. Pancasila dalam Dokumen-dokumen Sejarah

Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia tercantum baik dalam

dokumen sejarah maupun dalam perundang-undangan negara Indonesia yang khusus

penulis teliti sampai masa proklamasi kemerdekaan, yaitu berturut-turut: (1) dalam

pidato 1 Juni 1945; (2) dalam alinea IV naskah politik bersejarah tanggal 22 Juni 1945,

96

Sularto (edt.), Haji Agus Salim ..., 89. Lih. juga Agus Salim “Lecture XIII dan VII”, Cornell

University, 1953, Mimeograph 2004.

Page 46: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

88

yang kemudian dijadikan naskah Rancangan Pembukaan UUD 1945; (3) dalam alinea

IV Pembukaan UUD 1945.97

Pertama, dalam Pidato 1 Juni 1945. Pidato ini disampaikan oleh Soekarno

dalam sidang BPUPKI. Dalam peristiwa 1 Juni 1945 ini Soekarno mengemukakan

pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia yang

diusulkannya berkenaan dengan permasalahan di sekitar dasar negara Indonesia

Merdeka. Pranarka mencatat bahwa untuk pertama kalinya inilah pemikiran tentang

Pancasila baik dalam pengertian nama maupun dalam pengertian isinya, secara eksplisit

dan terurai dicetuskan dan tercatat dalam sejarah.98

Kedua, dalam alinea IV naskah politik yang bersejarah tanggal 22 Juni 1945

(Piagam Jakarta) dan di sini untuk pertama kalinya Pancasila sebagai dasar filsafat

negara dicantumkan dengan rumusan dan tata urutan sebagai berikut:

- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya

- Kemanusiaan yang adil dan beradab

- Persatuan Indonesia

- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan

- Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.99

Kelima sila ini berada dalam Rancangan Pemmbukaan UUD 1945 yang

mencerminkan usaha kompromi antara golongan Islam dan Kebangsaan. Hasil

komkpromi itu dapat dilihat pada alinea ketiga preambule: “Atas berkat rahmat Allah

Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keingingnan luhur, supaya

97

Saksono, Pancasila ..., 19. Lih. juga C.S.T. Kansil, Pancasila dan Undang-undang Dasar

1945 (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), 48-56. 98

Ibid., 22. Lih. juga A.M.W. Pranarka, Sejarah Pemikiran tentang Pancasila (Jakarta: Centre

for Strategis and International Studies, 1985), 33. 99

Ibid.

Page 47: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

89

berkehidupan berkebangsaan yang bebas….” Alinea ini menunjukkan pandangan

golongan kebangsaan (yang menitikberatkan kehidupan kebangsaan yang bebas) dan

golongan Islam (yang melandaskan perjuangannya atas rahmat Allah Yang Maha

Kuasa).100

Kemudian, ujung kompromi itu ada alinea terakhir yang mengandung rumusan

dasar negara yang berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila. Islam tidak dijadikan dasar

negara dan agama negara. Akan tetapi, ada perubahan pada tata letak susunan

Pancasila, yaitu prinsip Ketuhanan dipindahkan menjadi sila pertama dan ditambahkan

dengan anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk –

pemeluknya”.

Ketiga, dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada

tanggal 18 Agustus. Inilah Pancasila dicantumkan secara resmi dan sah menurut hukum

sebagai dasar filsafat negara RI dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut:

- Ketuhanan Yang Maha Esa

- Kemanusiaan Yang adil dan Beradab

- Persatuan Indonesia

- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/

perwakilan

- Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.101

Bagian pembukaan alinea IV ini menentukan adanya Undang-undang Dasar.

Secara keseluruhan, Pembukaan UUD 1945 ini mempunyai kedudukan dua macam

terhadap tertib hukum Indonesia, yaitu menjadi dasarnya karena Pembukaanlah yang

memberikan faktor-faktor mulak bagi adanya tertib hukum Indonesia itu, dan kedua,

100

Latif, Negara ..., 24; Kusuma, Lahirnya ..., 284. 101

Ibid., 23.

Page 48: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

90

memasukkan diri di dalamnya sebagai ketentuan hukum yang tertinggi, sesuai dengan

kedudukannya asli sebagai asas bagi hukum dasar lainnya.102

E. Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara Terhadap Pancasila

Sesuai dengan penjelasan di atas bahwa Pancasila disepakati dalam tiga tahap.

Proses perundingannya telah dijabarkan di bagian atas. Oleh karena itu, saatnya

sekarang mencari alasan-alasan mereka dalam perundingan hingga mencapai

kesepakatan, a.l. sebagai berikut:

a. Soekarno. Ia melihat Pancasila di Piagam Jakarta ini sebagai suatu wadah yang

siap merangkul seluruh elemen masyarakat Indonesia. Hal ini ia landaskan dan

tekankan berkali-kali dalam menangkis alasan-alasan peserta lainnya ketika

mempunyai keberatan terhadap Pancasila ini. Rangkulan yang Soekarno

maksud ialah adanya nada kompromis dalam kesepakatan Piagam Jakarta ini.

Kesepakatan baik dari pihak kebangsaan maupun Islam sendiri. Penambahan

anak kalimat dalam Preambule itu merupakan keistimewaan umat Islam karena

pertimbangan yang masuk ialah pertimbangan jumlah penduduk Islam yang

mencapai 90-95%. Rasa kebangsaan Soekarno dalam mempertahankan Piagam

Jakarta ini sungguh terlihat ketika ia mengambil keputusan pada 16 Juli untuk

mendamaikan dua perseteruan hebat di antara kedua golongan melalui

Pembukaan UUD dan beberapa pasal yang mengisyaratkan keistimewaan salah

satu agama. Soekarno tidak menekankan supaya negara ini menjadi Islam

nantinya, dan juga tidak menghendaki negara ini tanpa dukungan Islam (“Jadi

102

Ibid., 24. Lih. juga Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara (Jakarta: Pantjuran

Tudjuh, 1974), 38, 45.

Page 49: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

91

manakala kalimat ini tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak bisa

menerima preambule ini”). Semangat nasionalisme Soekarno menjadi alasan

kuat bahwa ia menjaga keutuhan bangsa ini untuk menjadi suatu negara yang

merdeka.

b. Agoes Salim. Salim menyetujui Piagam Jakarta ini karena baginya tidak terlalu

besar dampak sosial dari prinsip tentang Ke-Tuhanan tersebut ketika

ditambahkan dengan anak kalimatnya itu. Ia mengakui bahwa agama tidak

dapat dipaksa. Ia menekankan bahwa ketika memeluk agama Islam sudah wajib

hukumnya untuk menjalankan syariat Islam. Anak kalimat yang tertera ini bagi

Salim hanya mempertegas untuk hak umat Islam (“itu adalah satu hak umat

Islam yang dipegangnya”).

Selain itu, pemikiran Salim dapat lagi ditelaah ketika ia merespon usul

Wachid Hasjim yang meminta ubahan pada pasal-pasal untuk dimasukkan

peraturan tentang Islam. Salim menyetujui Piagam Jakarta ini karena dilihat

tidak ada maksud untuk mendiskriminasikan penduduk non-Islam. Usul Hasjim

ini dinilai oleh Salim sebagai usul yang mendiskriminasikan agama lain

(“Apakah artinya janji kita untuk melindungi agama lain?”). Alasan Salim

menerima Pancasila ini ialah dalam model dasar negara seperti ini terdapat hasil

persetujuan yang menjadi jalan tengah antara pihak Islam dan Kebangsaan yang

dinilainya mampu membuat negara menjadi seimbang pada aspek sosialnya.

Melalui acuan sumber lainnya di atas, Salim memiliki dasar Islamisme

yang kuat. Kata “melindungi” dari yang diucapkan Salim menunjukkan bahwa

ia memahami Islam sebagai ajaran yang menyejahterakan dan cocok menjadi

dasar negara Indonesia. Namun, ketika proses penerimaan Pancasila

Page 50: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

92

dirundingkan lagi pada 18 Agustus 1945, Salim tidak merasa keberatan untuk

penghapusan tujuh kata tersebut. Hal ini diyakinkan lagi dengan pidato-pidato

Salim selama di Universitas Cornell 1953 yang berkali-kali menekankan bahwa

Pancasila yang disepakati pada 18 Agustus merupakan pemecahan masalah dari

keutuhan sebuah bangsa. Dalam perkataannya ia mengucapkan kata

“keselamatan bersama” yang harus dicapai oleh Indonesia Merdeka. Kesadaran

berbangsa dan bernegara seperti ini sangat diilhami oleh Salim.

c. Wachid Hasjim. Hasjim menyetujui piagam Jakarta ini dengan maksud sesuai

dengan ideologi Islam. Hal ini dapat diketahui ketika ia menegaskan bahwa

piagam Jakarta ini merupakan hasil kompromis yang diperoleh. Pada awalnya

ia tidak berpikir bahwa hal-hal yang dikhawatirkan peserta lainnya akan terjadi.

Sikap nasionalisme Hasjim terlihat ketika ia menghimbau untuk mengupayakan

penjagaan supaya hal-hal demikian tidak terjadi. Namun, ada beberapa

usulannya (pengubahan Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 29) yang mencerminkan

ideologi subjektivitasnya. Alasan Hasjim dalam menerima Pancasila ini ialah

alasan politik dan ideologinya tentang Islamisme.

d. Hoessein Djajadiningrat. Respons Djajadiningrat mengenai piagam Jakarta ini

ialah selalu mempertanyakan akibat atau dampak-dampaknya di masyarakat.

Hal ini ditujukannya kepada beberapa pasal dan alinea pembukaan UUD yang

berhubungan dengan nilai-nilai ke Islaman. Ia adalah orang yang mengatakan

bahwa usul Hasjim mengenai perubahan pada Pasal 4 ayat 2 lebih baik

dihapuskan karena ia meyakini dalam prakteknya itu akan mengaplikasikan

Pasal 4 ayat 2 tersebut. Artinya jika Pasal 4 ayat 2 ini dicantumkan akan

Page 51: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

93

menimbulkan dampak sosial yang tak terduga karena mengarah kepada

pengecualian sekelompok di dalam masyarakat.

Alasan Dajajadiningrat menerima Pancasila ini ialah karena dalam

urusan sosial-agamanya, dasar negara ini mencakup kepentingan bersama. Pada

awalnya ia memberi keraguan dengan beberapa pertanyaan sebab adanya

pengistimewaan terhadap salah satu golongan dikhawatirkan memicu

kecemburuan sosial, tapi menjadi yakin (diyakinkan) oleh beberapa penjelasan

peserta sidang.

e. Ki Bagoes Hadikoesoemo. Hadikoesoemo tercatat sebagai orang yang gigih

mempertahankan usulannya yang berkeberatan terhadap unsur-unsur Islam di

dalam piagam Jakarta. Ada 4 kali dan 2 kali mengucapkan kata “terpaksa”

untuk menerima hasil kompromis tersebut. Ia pernah mengakui bahwa di

Indonesia masih banyak perpecahan-perpecahan pada praktiknya menyangkut

hubungan antara agama.

Dalam hal ini ia melihat konstitusi (Piagam Jakarta) sebagai konteks

normatif yang jadi dasar bagi interaksi-interaksi dalam totalitas yang berelasi

antara pribadi. Artinya setiap orang diharapkan untuk pemenuhan perilaku

terhadap norma yang telah disepakati. Jikalau dasar dan bentuk negara

disepakati Islam, ya, Islam sekaligus dengan konstitusinya. Akan tetapi, jikalau

bukan negara dan dasar Islam yang diusung lebih baik sekalian tidak ada unsur-

unsur Islamnya di dalamnya karena menurut Hadikoesoemo akan menimbulkan

ketidakenakan terhadap golongan lainnya dikarenakan akan ada dua peraturan,

satu untuk umat Islam dan yang satu untuk non-Islam sehingga pada praktiknya

Page 52: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

94

menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk keadilan dan kewajiban tidak ada

kompromis, tidak ada.

Hadikoesoemo memahami arti pentingnya internalisasi nilai-nilai

Piagam Jakarta ini ke dalam sosialisasi masyarakat Indonesia yang bisa

mengakibatkan kepada penerimaan yang berujung kepada keharmonisan, atau

mengakibatkan kepada penolakan yang berujung kepada perpecahan. Alasan

Hadikoesoemo menerima Pancasila ialah karena dasar negara ini dinilainya

sebagai permersatu bangsa, walaupun pada perundingan-perundingan sebelum

18 Agustus membuatnya “terpaksa” menerima Pancasila. Namun, berbalik

keadaan ketika sidang PPKI dimulai dan mengisyaratkan adanya penghapusan

tujuh kata tersebut dan berimbas kepada keputusan lainnya yang berbau agama

juga diganti.

f. Abikoesno. Pada uraiannya menanggapi Piagam Jakarta ini ia menajamkan

sikap perdamaian untuk persatuan telah dicapai oleh panitia sembilan. Ketika

kompromi ini dibuat lagi maka akan memerlukan proses yang panjang.

Terbukanya golongan kebangsaan pada hasil ini pada saat rapat panitia sembilan

dianggap sebagai selesainya proses pertikaian dan di masyarakat tentang agama

ini. Tidak ada yang keberatan, dan tidak ada yang merasa dirugikan melalui

kesepakatan mereka. Abikoesno dalam pandangannya ini terkesan pragmatis.

Proses panjang yang ia maksud untuk suatu kompromi lagi menurutnya hanya

menghabiskan tenaga. Kesepakatan yang muncul pada panitia sembilan ialah

sesuatu yang jangan lagi diganggu.

g. Soepomo. Alasan Soepomo untuk menerima Pancasila dalam Piagam Jakarta

ini dikarenakan sesuai dengan ide negara integralistiknya (seperti yang ia

Page 53: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

95

anjurkan pada rapat sidang pertama BPUPKI 31 Mei 1945). Adanya nada

kompromis yang mengacu kepada persatuan bangsa di dalam Piagam Jakarta ini

dianggap telah final oleh Soepomo. Ketika kompromitas tersebut dipertanyakan

kembali maka nilai-nilai persatuan yang telah disepakati oleh kedua golongan

atau pihak dalam panitia sembilan akan goyang karena tentunya akan menjadi

keberatan tersendiri bagi pihak Islam.

h. Yamin. Yamin memiliki banyak tanggapan kontroversial mengenai perannya

dalam sejarah lahirnya Pancasila. Hal ini terbukti adanya beberapa bukti yang

penulis temukan. Namun, itu hanya seputar siapa yang menemukan Pancasila.

Akan tetapi, dalam kerangka sejauh mana ia menerima Pancasila, pendirian

Yamin dapat dilihat melalui tulisan-tulisannya setelah pidatonya pada 29 Mei

1945.103

Yamin mengakui Pancasila merupakan susunan pemikiran filsafat yang

harmonis dan turut membentuk sejarah Indonesia dalam kerangka persatuan dan

kesatuan nasional. Hanya dalam Pancasila lah hak warga negara dilindungi.

Oleh karena itu, ia sangat menekankan untuk memperbincangkan mengenai

rumusan ini di hadapan sidang rapat secara sungguh-sungguh. Alasan Yamin

menerima Pancasila ini karena di dalam Pancasila terkandung cita-cita ideologi

persatuan dan kesatuan nasional.

i. Mohammad Hatta. Pancasila bagi Hatta merupakan wadah yang mampu

membuat rakyat sejahtera. Nilai-nilai kesejahteraan sosial dan persatuan

membuat Hatta yakin mengenai rumusan tersebut merupakan rumusan yang

valid. Mengenai perdebatan antara kedua golongan, Hatta dengan tegas

menolak didirikannya negara Islam. Hal ini juga berdampak kepada setiap ide-

103

Pidato Yamin ini juga menuai keraguan oleh editor sejarawan. Saafroedin Bahar, Nannie

Hudawati, Risalah …, 11.

Page 54: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

96

ide yang muncul dalam persidangan tentang penambahan-penambahan kata yang

mengakibatkan perpecahan (Hatta: Jadi, yang bisa menimbulkan perasaan

kurang senang bagi ini dan itu baik diganti dengan “agamanya masing-masing”,

sehingga mengenai segala agama.104

) Hatta menerima Pancasila karena ide

Pancasila sesuai dengan ideologi Hatta tentang persatuan dan kesatuan nasional.

j. Abdul Fatah Hasan. A.F. Hasan tercatat pada tanggal 15 Juli 1945 mengusulkan

untuk mengubah pasal 28 karena dalil menyinggung perasaan umat Islam

dengan mengindikasikan bahwasannya umat Islam disugesti secara halus untuk

pindah ke agama yang lain (Negara menjamin kemedekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agama lain, dan seterusnya). Kalimat diubah, atas usulan

Dahler, dengan pengertian bahwa negara akan menjamin kemerdekaan tiap

penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya masing-masing. Ide yang diusung oeh A.F. Hasan

menggambarkan bahwa ia memperjuangkan beberapa kepentingan Islam di

dalam rumusan yang akan disepakati. Menurut Hatta, usulan A.F. Hasan ini

tidak mengenai semua agama. Alasan Hasan menerima Pancasila ini ialah

karena alasan ideologi agama yang mendapat tempat dalam konstitusi.

k. Pratalykrama. Tokoh ini juga memiliki gaya pemikiran yang sama dengan A.F.

Hasan. Ia mengusulkan pasal tentang Presiden agar ditambahi mengenai usia

dan harus beragama Islam. Hal ini dibantah mentah-mentah oleh Soepomo

karena tidak sesuai dengan hasil kompromis yang telah disepakati. Lebih tajam

lagi ketika kita memperhatikan respons dari Pratalykrama ketika Ketua

Radjiman mempertanyakan apakah ia sudah menerima apa yang dijelaskan oleh

104

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …,366.

Page 55: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

97

Soepomo, dan responnya hanyalah mengatakan: “Sudah mendengarkan.”

Respons ini mengisyaratkan bahwa ada dua jawaban “ya”, Ya, ketika ia sudah

mendengarkan atau Ya, ketika ia sudah menerima. Dapat disederhanakan lagi

seperti demikian: sudah mendengarkan (tetapi belum menerima) atau sudah

menerima (sudah tentu dia mendengarkan). Artinya respons Pratalykrama

“sudah mendengarkan” mengindikasikan secara positif bahwa ia belum

menerima apa yang menjadi tanggapan terhadapnya tersebut. Melalui

pemikirannya tentang keberadaan Islam ini, dapat dikategorikan alasannya

menerima Pancasila ialah dasar negara ini menjadi kesempatan memasukkan

ideologi Islamnya.

l. Masjkoer. Tindak tanduk pemikiran Masjkoer terlihat ketika ia berbicara

mengenai teknis berjalannya suatu pemerintahan ketika ada peraturan khusus

mengenai agama Islam, sehingga ia mengusulkan pengubahan pada dua pasal, 4

dan 28. Logika berpikir Masjkoer ini membawa nuansa berpikir logis yang

tidak menajamkan perbedaan di antara kedua pihak golongan yang juga

dirasakan oleh masyarakat Indonesia seluruhnya. Soekarno memperjelas

kekhawatiran Masjkoer mengenai ayat 28 “kewajiban menjalankan syariat Islam

bagi pemeluk-pemeluknya” akan tetap dilaksanakan entah siapa pun yang

menduduki jabatan Presiden (non-Islam sekalipun).105

Tidak ada alasan untuk

tidak berjalan dengan baik jika itu telah menjadi kesepakatan bersama.

Alasannya menerima Pancasila ini ialah karena dasar negara ini memberinya

keyakinan berjalannya suatu pemerintahan yang jelas dan tidak pecah yang

disebabkan oleh persoalan agama.

105

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 368.

Page 56: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

98

m. Moezakir. Pemikiran Moezakir dalam rapat mulai menandakan adanya

kecenderungan suasana rapat semakin menajam untuk urusan agama. Maksud

dari mereka mengangkat perdebatan-perdebatan sebelumnya ialah untuk

menegaskan agar tidak terjadi kebingungan sampai pelaksanaannya (lihat pada

penjelasan Masjkoer106

), kerancuan demi kerancuan dibahas ternyata “lari”

menjadi isu agama. Hal ini Moezakir mengatakan: “supaya dari permulaan

pernyataan Indonesia Merdeka sampai kepada pasal di dalam Undang-undang

Dasar itu yang menyebut-nyebut Allah atau agama Islam atau apa saja, dicoret

sama sekali, jangan ada hal-hal itu” (sambil memukul meja). Dan ditambahkan

lagi: “Tetap saya usulkan. Usul saya disetujui oleh semua ulama di sini.”

Moezakir juga mengulangi usulnya pada kesempatan pembicaraan berikutnya.

Penjelasan ini kemudian dipertegas oleh Hadikoesoemo: ”Jadi, nyata negara ini

tidak berdiri di atas agama Islam dan negara akan netral. Itu terang-terangan

saja, jangan diambil sedikit kompromis ...” Bahkan usul Moezakir ini hampir

membawa suasana kepada pemilihan suara siapa yang mufakat negara ini

berdasar Islam dan siapa yang tidak.

Semua percakapan ini tidak dapat dipisahkah untuk melihat sejauh mana

pemikiran Moezakir menyepakati Piagam Jakarta ini. Ketegasan yang diminta

oleh Moezakir ialah ketegasan suatu dasar negara terhadap pandangannya

terhadap kehidupan sosial yang sejahtera dan adil. Ia pun (bersama para ulama

lainnya) tidak berkeberatan jika negara ini disepakati untuk bukan menjadi

negara Islam, bahkan mengusulkan untuk meniadakan kata-kata/unsur-unsur

yang berbau Islam, artinya benar-benar netral. Hal ini mengindikasikan bahwa

106

Saafroedin Bahar, Nannie Hudawati, Risalah …, 371.

Page 57: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

99

Moezakir berpikir tentang kepentingan ideologi persatuan-kesatuan dan politik

agar tidak terjadi kerancuan dalam menjalani pemerintahan dan bertangung

jawab kepada rakyat dan itu menjadikan alasannya menerima Pancasila.

n. Ahmad Sanoesi. Pemikiran Sanoesi sangat tegas. Rasa nasionalismenya yang

tinggi membuatnya tidak mau masalah agama menjadi penghalang. Usulnya

menentang stem dari Ketua Radjiman sangat berani dan perannya sangat tinggi

dalam fokus pembicaraan tersebut. Rapat tidak jadi didasarkan pada

pemungutan suara oleh karenanya. Baginya juga tidak masalah apakah

Indonesia Merdeka mengambil bentuk negara Islam atau tidak. Baginya

masyarakat Islam harus mempunyai agama yang dimufakati untuk dijalankan

bersama. Pemikiran jernih Sanoesi membawa kepada kesepakatan kelak yang

dicapai ialah kesepakatan bukan dengan keputusan tergesa-gesa: “Oleh karena

itu, saya minta kepada tiap hadirin.... supaya mengikuti dengan tenang, dengan

sabar, permusyawaratan. Saya tiada berkeberatan...dengan berlindung kepada

Tuhan masing-masing. Islam mempunyai Tuhan, yang bukan Islam mempunyai

Tuhan; kita harus minta perlindungan, supaya tenang.”107

Ketika Sanoesi mengatakan ini dapat digambarkan suasana pada saat itu

yang begitu tegang. Pemahaman Sanoesi tentang Islam tidak membuatnya

berpikiran sempit. Hal ini dapat dijadikan rujukan ide yang ia usung ialah ide

nasionalis yang tidak menginginkan perpecahan: “supaya negara tetap menjadi

suatu negara persatuan baru.”108

107

Sidang BPUPKI, hlm. 377. 108

Sidang BPUPKI, hlm. 375.

Page 58: Studi tentang Alasan Penerimaan Para Pendiri Negara ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2892/4/T2_752010008_BAB II… · Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ... Proklamasi

100

Inilah alasan-alasan para pendiri negara di mana penulis mendalaminya sebagai

kajian content analysis melalui teori tindakan komunikatif Habermas. Penulis

menggolongkannya dengan demikian:

Alasan Nasionalisme Alasan Islamisme

1. Hoessein Djayadiningrat 1. Wachid Hasjim

2. Soepomo 2. A. F. Hasan

3. M. Yamin 3. Pratalykrama

4. M. Hatta

5. A. Sanoesi

Alasan-alasan ini yang mau tidak mau harus diakui turut membentuk wacana-

wacana dasar isu-isu sosial, politik ekonomi, agama, dan budaya sebagai dasar mereka

berargument mengeluarkan pendapat. Konsistensi pembicaraan selama sidang semakin

menjurus ke arah isu agama dan politik karena semakin disadari oleh mereka sendiri

pada 16 Juli 1945. Bagaimana alasan-alasan ini turut membentuk dasar negara ini dan

sejauh mana daya teori komunikatif tindakan Habermas, kontrak sosial Rousseau, serta

nilai-nilai yang ada dalam masyarakat menurut Durkheim dapat membedah pola

komunikasi yang mereka bina hingga menjadikan Pancasila sebagai landasan negara

bersama? Penulis mengkajinya pada bab berikutnya.

Alasan Nasionalisme-Islamisme Alasan Pragmatis

1. Soekarno 1. Abikoesno

2. Agoes Salim

3. Ki Bagoes Hadikoesoemo

4. Masjkoer

5. Moezakir